gea dan ckd
DESCRIPTION
Data kedokteranTRANSCRIPT
-
GASTRO ENTERITIS AKUT
DEFINISI
Gastroenteritis merupakan keadaan non-spesifik untuk berbagai macam keadaan
patologis di jalur gastrointestinal. Manifestasi utama dari gastroenteritis adalah diare (Diskin,
2009). Diare akut merupakan diare yang terjadi selama kurang dari 14 hari (Spruill & Wade,
2008).
ETIOLOGI
Agen infeksius biasanya menjadi penyebab GEA. Agen ini menyebabkan diare dengan
penempelan, invasi mukosa, produksi enterotoksin dan atau produksi sitotoksin (Diskin, 2009).
Diare akut dapat juga dapat disebabkan oleh intoksikasi (poisoning), alergi, reaksi obat-
obatan, dan juga faktor psikis (Zein, 2004)
PATOFISIOLOGI
Pendekatan klinis yang sederhana dan mudah adalah pembagian diare akut berdasarkan
proses patofisiologi enteric infection, yaitu membagi diare akut atas mekanisme Inflamatory,
Non inflammatory, dan Penetrating.
Inflamatory diarrhea akibat proses invasion dan cytotoxin di kolon dengan manifestasi
sindroma Disentri dengan diare yang disertai lendir dan darah (disebut juga Bloody diarrhea).
Biasanya gejala klinis yang menyertai adalah keluhan abdominal seperti mulas sampai nyeri
seperti kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala dan tanda dehidrasi. Pada
pemeriksaan tinja rutin secara makroskopis ditemukan lendir dan/atau darah, secara mikroskopis
didapati leukosit polimorfonuklear. Mikroorganisme penyebab seperti, E.histolytica, Shigella,
Entero Invasive E.coli (EIEC),V.parahaemolitycus, C.difficile, dan C.jejuni.
Non Inflamatory diarrhea dengan kelainan yang ditemukan di usus halus bagian
proksimal, Proses diare adalah akibat adanya enterotoksin yang mengakibatkan diare cair dengan
volume yang besar tanpa lendir dan darah, yang disebut dengan Watery diarrhea. Keluhan
abdominal biasanya minimal atau tidak ada sama sekali, namun gejala dan tanda dehidrasi cepat
timbul, terutama pada kasus yang tidak segera mendapat cairan pengganti. Pada pemeriksaan
tinja secara rutin tidak ditemukan leukosit. Mikroorganisme penyebab seperti, V.cholerae,
Enterotoxigenic E.coli (ETEC), Salmonella.
-
Penetrating diarrhea, lokasi pada bagian distal usus halus. Penyakit ini disebut juga
Enteric fever, Chronic Septicemia, dengan gejala klinis demam disertai diare. Pada pemeriksaan
tinja secara rutin didapati leukosit mononuclear. Mikrooragnisme penyebab biasanya S.thypi,
S.parathypi A,B, S.enteritidis, S.cholerasuis, Y.enterocolitidea, dan C.fetus.
MANIFESTASI KLINIS
Beberapa manifestasi klinis dari GEA sbb:
1. Diare, peningkatan jumlah feses dengan konsistensi yang menurun/encer, merupakan
manifestasi utama dari GEA.
2. Panas, adanya panas (dengan demam maupun tidak) secara umum menunjukkan adanya
organisme invasif sebagai penyebab diare.
3. Muntah, merupakan tanda adanya obstruksi usus
4. Nyeri perut, berkaitan dengan lokasi infeksi karena kolonisasi bakteri
5. Kram, berkaitan dengan ketidakseimbangan elektrolit (electrolic imbalance)
6. Tenesmus & Fecal urgency, dorongan konstan untuk defekasi
(Diskin, 2009)
-
PENATALAKSANAAN TERAPI
Terapi untuk GEA merupakan terapi untuk diare akut sebagai manifestasinya. (Farthing, 2008;
DuPont, 1997)
Terapi Cairan dan Elektrolit
Semua pasien yang mengalami diare membutuhkan evaluasi medik, terapi cairan dan elektroli
harus menjadi bagian dari penanganan.
Terapi ini merupakan yang paling penting untuk mencegah atau menghindari dehidrasi. Cairan
elektrolit mengandung Na 60-90 mEq/L, K 20 mEq/L, Cl 80 mEq/L, Sitrat 30 mEq/L, dan
glukosa 20 g/L.
Diet yang tepat harus dibeikan sebagai pengganti energi yang terbuat dan memfasilitasi
perbaruan enterosit. Pemberian susu dihindari untuk menghindari lebih parahnya diare karena
intoleransi laktosa.
Terapi Non Spesifik
Obat yang digunakan pada terapi ini digunakan untuk mengatasi simptomatik diare, tidak
mengatasi penyebab diare.
Obat antimotilitas seperti Loperamide merupakan pilihan untuk diare pada dewasa (4-6mg/ hari).
Loperamide menghambat peristaltik usus. Loperamide tidak dapat digunakan pada inflamatory
diarrhea.
Obat anti sekresi seperti Bismuth subsalisilat digunakan untuk pasien yang mengalami diare
dengan keluhan mual dan muntah
Penggunaan adsorben seperti Kaolin-Pectin, Karbon aktif, dan Attapulgite terbukti kurang kuat
untuk mengatasi diare akut pada dewasa.
Terapi Antimikroba
Antimikroba digunakan untuk membunuh kuman yang telah dibuktikan dari sampel feses.
-
o Kolera
Terapi pilihan pertama: Doxycycline 300mg sekali atau Tetrasiklin 500 mg sekali sehari selama
3 hari
Alternatif dapat digunakan Azithromycin atau Ciprofloxacin
o Shigellosis
Terapi pilihan pertama Ciprofloxacin 500mg 2dd1 selama 3 hari. Alternatif dapat digunakan
Pivmecillinam 400mg 4dd1 selama 5 hari.
o Amoebiasis
Metronidazole 750mg 3dd1 selama 5 hari, dapat diperpanjang selama 10 hari bila parah.
o Giardiasis
Metronidazole 250mg 3dd1 selama 5 hari
o Campylobacter
Digunakan Azithromycin
II. CHRONIC KIDNEY DISEASE
DEFINISI
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu sindroma klinis dimana terjadi penurunan
fungsi ginjal secara menetap akibat kerusakan nefron. Penurunan fungsi ginjal ini berjalan secara
kronis dan progresif sehingga pada akhirnya akan terjadi gagal ginjal terminal (Tjokroprawiro et
al, 2007). CKD juga merupakan kelanjutan dari gagal ginjal akut yang tidak merespon terhadap
terapi yang diberikan. Gagal ginjal akut tidak memiliki definisi yang pasti. Kriterianya meliputi
salah satu atau kombinasi dari perubahan nilai absolut serum kreatinin atau pengeluaran urin
sehari. Definisi yang umum adalah peningkatan serum kreatinin lebih dari 1,0 mg/dl. Gagal
ginjal akut ditandai oleh penurunan laju filtrasi glomerulus yang cepat (dalam beberapa jam
sampai beberapa minggu) dan penimbunan produk buangan nitrogen (Brandy and Brenner,
2000).
-
ETIOLOGI
Faktor susceptible
Individu dengan faktor susceptible mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya penyakit ginjal,
meskipun faktor tersebut tidak terbukti secara langsung menyebabkan kerusakan ginjal. Faktor
tersebut antara lain : pertambahan usia, penurunan massa ginjal dan berat lahir rendah, ras/etnik,
riwayat keluarga, pendapatan dan pendidikan yang rendah, inflamasi sistemik dan dislipidemia.
Faktor inisisasi
Merupakan faktor yang secara langsung dapat menyebabkan kerusakan ginjal, meliputi : diabetes
melitus, hipertensi, penyakit autoimun, Polycystic Kidney Disease, toksisitas obat, infeksi
saluran kemih dan obstruksi saluran kemih bawah.
Faktor progresif
Merupakan faktor yang memperparah terjadinya kerusakan ginjal yang dikaitkan dengan
penurunan yang cepat terhadap kerusakan ginjal akibat faktor inisiasi, yang meliputi : glikemia,
peningkatan tekanan darah, merokok dan proteinuria (Joy et al, 2008).
KLASIFIKASI
CKD telah diklasifikasi menjadi beberapa tahapan atau stadium untuk mengetahui tahap
kerusakan yang telah dialami.
PATOFISIOLOGI
Berbagai faktor etiologi menyebabkan kerusakan ginjal dengan cara yang beragam.
Nefropati yang progresif akan mengakibatkan kerusakan parenkim ginjal yang ireversibel,
-
dipengaruhi oleh faktor utama seperti massa nefron, glomerular capillary hypertension dan
proteinuria. Adanya faktor resiko inisiasi mengakibatkan kehilangan massa nefron. Nefron yang
masih tersisa mengalami hipertrofi sebagai kompensasi kehilangan fungsi renal trersebut. Pada
tahap lebih lanjut, hipertrofi ini menjadi maladaptive dan berkembang kearah hipertensi
glomerular, yang kemungkinan dimediasi oleh angiotensin II. Angiotensin II, vasokontriktor
poten memiliki efek lebih kuat terhadap arteriol eferen, yang menyebabkan peningkatan tekanan
dalam kapiler glomerulus. Terjadinya hipertensi intraglomerular umumnya memiliki korelasi
dengan hipertensi arteri sistemik. Percobaan pada hewan membuktikan bahwa tingginya tekanan
intraglomerular berdampak pada fungsi permeabilitas glomerulus sehingga terjadi albuminuria
dan proteinuria (Joy et al., 2008).
Sindroma ini berhubungan dengan respon fungsional terhadap hipoperfusi ginjal dan
cepat sembuh sejalan dengan adanya perbaikan aliran darah ke ginjal dan tekanan ultrafiltrasi
glomerulus. Hipoperfusi yang berat ini juga dapat mengakibatkan cedera parenkim ginjal akibat
iskemi dan azotemia renal intrinsic (Brandy and Brenner, 2000).
Manifestasi ARF didasarkan pada komponen organ yang terlibat. Komponen tersebut
diantaranya vaskularisasi (jantung), ginjal (glomerulus tubul) dan GIT (intestinum). ARF dapat
dikelompokkan menjadi empat macam: prerenal (diakibatkan dari penurunan perfusi ginjal),
intrinsik (diakibatkan dari struktur ginjal yang cedera), postrenal (diakibatkan dari obstruksi
aliran urin), dan fungsional (diakibatkan dari perubahan hemodinamik pada tingkatan
glomerular) (Joy et al., 2008). Kerusakan ginjal akut dapat bersifat tetap pada sebagian atau
keseluruhan fungsi ginjal, namun kerusakan tersebut dapat kembali normal jika ginjal dapat
memperbaiki diri.
Konsentrasi garam urin yang tinggi dan pH urin yang rendah tampak meningkatkan
resiko gagal ginjal akut intrinsik. Pada hiperurikosuri dan hiperoksaluri yang berat dapat
menyebabkan obstruksi intratubulus dan ureter yang kemudian berkembang mengarah ke gagal
ginjal akut (Joy et al., 2008). Nefropati asam urat akut secara khas juga dapat menyebabkan
gagal ginjal akut. Obstruksi akut pada arteri renalis atau vena renalis (misalnya trombosis) dapat
menyebabkan penurunan GFR yang mendadak jika obstruksi ini terjadi bilateral atau unilateral
pada pasien fungsi ginjal soliter. Pasien dengan aterosklerosis stadium lanjut dapat berkembang
menjadi gagal ginjal akut secara spontan setelah trauma atau setelah manipulasi aorta ataupun
arteri renalis yang disebabkan oleh embolisasi kristal kolesterol pada vaskularisasi ginjal. Kristal
-
kolesterol dalam arteri yang berukuran kecil atau sedang akan mengundang reaksi fibrosis atau
sebuah sel raksasa pada dinding pembuluh dengan penyempitan atau obstruksi lumen (Brandy
and Brenner, 2000).
MANIFESTASI KLINIS
Kemunduran fungsi ginjal menyebabkan produksi dan kandungan urin tidak
normal. Pada CKD, mengakibatkan terjadinya proteinuria akibat permeabilitas kapiler
glomerulus meningkat sehingga protein ditemukan dalam urin. Selain itu terjadi uremia akibat
penumpukan metabolisme protein dalam darah karena tidak dapat diekskresi. Kondisi uremia
terlihat dari kadar BUN dan kreatinin serum tinggi. Kadar normal BUN 10-20 mg/dl dan SCr
rata-rata 0,5-1,2 mg/dl (Pagana & Pagana, 2002). Gejala uremia antara lain mual, muntah, kejang
bahkan koma.
Komplikasi penyakit gangguan ginjal sangat kompleks mengingat banyaknya fungsi
ginjal. Hambatan ekskresi natrium dan air menyebabkan hipertensi, dan udem. Asidosis
metabolik juga sering terjadi akibat penurunan kemampuan ginjal untuk mengekskresikan asam-
asam hasil pencernaan dan metabolisme (Ganong, 2010). Abnormalitas lipid nampak pada
peningkatan LDL, penurunan HDL (< 35 mg/dl) dan peningkatan konsentrasi trigliserida.
Kemudian terganggunya pembentukan eritropoietin di ginjal menyebabkan pembentukan sel
darah terhambat sehingga pasien mengalami anemia. Ketidakseimbangan kalsium dan
metabolisme tulang dapat dialami oleh pasien CKD akibat beberapa sebab, yaitu pembentukan
1,25-dihidroksi vitamin D menurun menyebabkan penurunan kalsium serum, kemudian
overproduksi PTH, asidosis metabolik, dan hambatan absorbsi kalsium di GIT. Hiperfosfatemia
berperan mengakibatkan hipokalsemia yang kemudian menjadi penyebab hiperparatiroid
sekunder. Peningkatan PTH menyebabkan deplesi kalsium tulang yang kemudian dapat
berakibat osteoporosis pada CKD. Keseimbangan kalium pada CKD juga terganggu karena
asidosis metabolik dan penurunan ekskresi kalium sehingga menyebabkan hiperkalemia.
PENATALAKSANAAN TERAPI
Tujuan terapi pada pasien CKD adalah mencegah progresivitas penyakit ginjal yaitu
dengan pengawasan terhadap progresifitas CKD meliputi pemeriksaan teratur untuk menentukan
-
penurunan GFR, konfirmasi keberhasilan terapi, deteksi dan penanganan komplikasi yang akan
memperparah CKD (Joy et al., 2008).
Terapi Infeksi
Masalah utama dalam memilih obat untuk terapi infeksi saluran kemih pada pasien
dengan kelainan ginjal adalah bagaimana memperoleh konsentrasi obat yang adekuat dalam
urine tanpa menyebabkan toksisitas sistemik. Obat yang ideal seharusnya memiliki kriteria tidak
toksik walaupun pada konsentrasi serum yang tinggi dan terekskresi dalam keadaan tidak
berubah (tidak dimetabolisme) di urine, dan dieliminasi melalui sekresi tubular ginjal. Namun
belum ada obat yang memenuhi semua kriteria ini (Fish and Sahai, 1995).
Terapi Anemia
Untuk keberhasilan terapi dan memaksimalkan respon eritropoetin, maka terapi ini harus
mampu menjaga jumlah besi, asam folat, dan vitamin B12 dalam darah, mengkoreksi adanya
anemia yang bukan disebabkan adanya kerusakan fungsi ginjal, dan memperhatikan rute
pemberian eritropoetin sesuai dengan tujuan terapi yang diinginkan (Krauss and Hak, 2000).
Terapi Hiperkalemia
Terdapat tiga cara untuk mengatasi hiperkalemia. Yang pertama adalah pemberian agen
antagonis terhadap efek hiperkalemia pada jantung, yaitu kalsium. Yang kedua adalah pemberian
agen yang memindahkan kalium dari ekstra sel (dalam plasma) menuju intra sel. Terdapat tiga
agen yang dapat digunakan: insulin dan glukosa, agonis -2, dan natrium bikarbonat. Yang
ketiga adalah penggunaan agen yang meningkatkan eliminasi kalium. Sodium polystyrene
sulfonate yang merupakan resin penukar kation yang akan mengikat dan menghambat absorpsi
kalium di usus besar kemudian meningkatkan ekskresi melalui feses (Lau & How, 1995).
Terapi Dislipidemia
HMGCo reductase inhibitor merupakan golongan obat yang paling efektif digunakan
pada pasien CKD yang mengalami peningkatan kadar LDL dan kolesterol total. Turunan asam
fibrat akan lebih efektif menurunkan kadar lemak yang diakibatkan meningkatnya trigliserida
(Krauss and Hak, 2000).
-
Terapi Hipertensi
Pada CKD, hipertensi dapat menjadi penyebab maupun manifestasi klinis yang muncul.
Sebagian besar penderita CKD mengalami hipertensi karena retensi air dan garam juga karena
stimulasi pada sistem renin angiotensin aldosteron (Ganong, 2010). Obat yang sering digunakan
untuk mengatasi hipertensi pada pasien CKD adalah diuretik furosemid dan ACEI.
Terapi Hiperurisemia
Pada pasien dengan fungsi ginjal yang baik, terapi hiperurisemia adalah pengaturan
pemasukan cairan untuk mengatur konsentrasi asam urat dan menjaga pH urine 6-6,5. Namun
apabila tidak berhasil dan pasien tidak dapat mentoleransi cairan maka kolkisin dan allopurinol
dapat diberikan (Mc Nally, 1998). Allopurinol merupakan terapi obat pilihan pada pasien
hiperurisemi yang mempunyai riwayat batu ginjal atau gangguan renal (Schwinghammer, 2006)
DAFTAR PUSTAKA
Brandy, H.R. and Brenner, B.M., 2000. Gagal Ginjal Akut. In: Isselbacher J. (Eds.), Harrison Prinsip-
Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta: EGC.
Diskin, Arthur. 2009. Gastroenteritis. www.medscape.com diakses 11/06/2010
DuPont, Herbert L. 1997. Guidelines on Acute Infectious Diarrhea in Adults. In: The American Journal
of Gastroenterology. The American College of Gastroenterology.
Farthing, M. 2008. World Gastroenterology Organisation Practice Guideline: Acute Diarrhea.
World Gastroenterology Organisation
Fish, D.N. and Sahai, J.V., 1995. Urinary Tract Infections, In: Koda-Kimble, M.A. and Young, L.Y.
(Eds.), Applied Therapeutics The Clinical Use of Drugs, 6th
edition, Vancouver: Applied
Therapeutics Inc.
Ganong, W.F., 2010. Review of Medical Physiology, 23rd
edition, San Fransisco: Appleton and Lange.
Hassan, Yahya., Abdul Aziz, Noorizan., Al-Rumahi, Rowa. 2007. Handbook of Medication Dosing ini
Renal Failure for Healthcare Professional. School of Pharmaceutical Sciences, Universiti
Sains Malaysia
-
Joy, M.S., Kshirsagar, A., and Franceshini, N., 2008. Chronic Kidney Disease: Progression-
Modifying Therapies. In: Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach 7th
edition. The
McGraw-Hill Companies, Inc
Krauss, A.G. and Hak, L.J., 2000. Chronic Renal Disease, In: Herfindal, E.T. and Gourley, D.R. (Eds.),
Textbook of Therapeutics Drug and Disease Management, 7th
edition, Philadelphia: Lippicott
William and Wilkins
Lacy, Charles F., et al, 2009, Drug Information Handbook, 18th
Edition, Lexi Comp Inc, North
America
Lau, Alan & How, Priscilla. 2009. Fluid and Electrolyte Disorders. In: Koda-Kimble, Mary Anne.
Applied Therapeutics: The Clinical Use Of Drugs, 9th Edition. Lippincott Williams & Wilkins
Mc Nally, K., 1998. Chronic Renal Disease, In: Hughes, J., Donelly, R., and Chatgilaou, G.J. (Eds.),
Clinical Pharmacy, Australia: Macmilland Education Australia PTY Ltd.
Pai, A.Barton & Conner, T.A. 2009. Chronic Kidney Disease. In: Koda-Kimble, Mary Anne. Applied
Therapeutics: The Clinical Use Of Drugs, 9th Edition. Lippincott Williams & Wilkins
Pagana, K.D. & Pagana, T.J. 2002. Mosbys Manual of Diagnostic and Laboratory Test. 2nd ed. Missouri: Mosby, Inc.
Panitia Medik Farmasi dan Terapi. 1992. Pedoman Penggunaan Antibiotik Rumah Sakit Umum
Daerah Dokter Soetomo. Surabaya
Schwinghammer, T.L., 2006. Bone and Joint Disorders, in: Pharmacotherapy A Pathophysiologic
Approach 6th
edition. The McGraw-Hill Companies, Inc
Spruill,J.William & Wade, E.William. 2008. Diarrhea, Constipation, and Irritable Bowel Syndrome
in: Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach 7th
edition. The McGraw-Hill Companies,
Inc
Tjokroprawiro, A., Setiawan, P.B., Santoso, D., Soegiarto, G., 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Surabaya : Airlangga University Press.
Zein, Umar. 2004. Diare Akut Infeksius Pada Dewasa. Bag. Ilmu Penyakit Dalam, Universitas
Sumatera Utara.