gdk

13
1 GANGGUAN DISOSIATIF (KONVERSI) (F44) BAB I I. PENDAHULUAN Sejak 1980-an, konsep gangguan disosiatif telah memiliki makna baru dan sekarang menerima sejumlah besar perhatian teoritis dan klinis dari orang-orang di bidang psikiatri dan psikologi. Gangguan disosiatif adalah kelompok sindrom kejiwaan yang ditandai dengan gangguan aspek kesadaran, identitas, memori, perilaku motorik, atau kesadaran lingkungan. The American Psychiatric Association Diagnostik dan Statistik Manual of Mental Disorders, Fourth Edition, Text Revision (DSM-IV-TR) meliputi 4 gangguan disosiatif dan satu kategori untuk gangguan disosiatif atipikal. Ini termasuk amnesia disosiatif, gangguan identitas disosiatif, fugue disosiatif, gangguan depersonalisasi, dan gangguan disosiatif tidak disebutkan secara spesifik [1] Gangguan disosiasi adalah perubahan kesadaran mendadak yang mempengaruhi memori dan identitas. Para individu yang menderita gangguan disosiatif tidak mampu mengingat berbagai peristiwa pribadi penting atau selama beberapa saat lupa akan identitasnya atau bahkan membentuk identitas baru. Disosiasi timbul sebagai suatu pertahanan terhadap trauma. Pertahanan disosiatif

Upload: putra-imanullah

Post on 15-Sep-2015

222 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

A

TRANSCRIPT

GANGGUAN DISOSIATIF (KONVERSI) (F44)BAB II. PENDAHULUANSejak 1980-an, konsep gangguan disosiatif telah memiliki makna baru dan sekarang menerima sejumlah besar perhatian teoritis dan klinis dari orang-orang di bidang psikiatri dan psikologi. Gangguan disosiatif adalah kelompok sindrom kejiwaan yang ditandai dengan gangguan aspek kesadaran, identitas, memori, perilaku motorik, atau kesadaran lingkungan. The American Psychiatric Association Diagnostik dan Statistik Manual of Mental Disorders, Fourth Edition, Text Revision (DSM-IV-TR) meliputi 4 gangguan disosiatif dan satu kategori untuk gangguan disosiatif atipikal. Ini termasuk amnesia disosiatif, gangguan identitas disosiatif, fugue disosiatif, gangguan depersonalisasi, dan gangguan disosiatif tidak disebutkan secara spesifik [1]Gangguan disosiasi adalah perubahan kesadaran mendadak yang mempengaruhi memori dan identitas. Para individu yang menderita gangguan disosiatif tidak mampu mengingat berbagai peristiwa pribadi penting atau selama beberapa saat lupa akan identitasnya atau bahkan membentuk identitas baru. Disosiasi timbul sebagai suatu pertahanan terhadap trauma. Pertahanan disosiatif memiliki fungsi ganda untuk menolong korban melepaskan dirinya sendiri dari trauma sambil juga menunda menyelesaikannya.Terdapat empat tipe gangguan disosiatif yaitu Amnesia Disosiatif yang ditandai dengan ketidakmampuan mengingat informasi, biasanya disebabkan oleh peristiwa traumatik atau yang penuh tekanan, yang tidak diakibatkan oleh keadaan lupa biasa, konsumsi zat, atau keadaan medis umum. Fugue Disosiatif ditandai dengan bepergian jauh dari rumah atau pekerjaan secara tidak disangka dan tiba-tiba, disertai ketidakmampuan mengingat masa lalu serta bingung mengenai identitas pribadi seseorang atau disertai pengadopsian suatu identiitas baru. Gangguan Identitas Disosiatif (Gangguan Kepribadian Multiple) ditandai dengan adanya dua kepribadian atau lebih yang khas pada satu orang. Umumnya dianggap sebagai gangguan disosiatif yang paling berat dan kronis. Gangguan Depersonalisasi ditandai dengan rasa berulang atau menetap mengenai lepas dari tubuh atau pikiran. Dalam revisi teks Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM-IV-TR) edisi keempat mencantumkan kategori diagnostik gangguan disosiatif yang tidak tergolongkan untuk gangguan disosiatif yang tidak memenuhi kriteria diagnostik gangguan disosiatif lainnya. DSM-IV-TR juga mencantumkan pedoman diagnostik untuk gangguan trance (kesurupan) disosiatif yang saat ini digolongkan sebagai gangguan disosiatif yang tidak tergolongkan. [2] Sedangkan dalam PPDGJ-III, gangguan disosiatif digolongkan menjadi sembilan macam golongan.

BAB II

II. DEFINISIDisosiatif berasal dari kata dissociation yang berarti pemisahan sekelompok proses mental dari fungsi kesadaran, memori, persepsi, dan perilaku motorik dan sensorik yang biasanya terintegrasi, misalnya pada pemisahan kepribadian dan aspek memori atau subpersonalitas pada Dissociative disorders. [3]Gangguan disosiatif atau gangguan konversi adalah adanya kehilangan (sebagian atau seluruh) dari integrasi normal (dibawah kendali kesadaran) antara lain : Ingatan masa lalu Kesadaran identitas dan penginderaan (awareness of identity and immediate sensations), dan Kontrol terhadap gerakan tubuhPada gangguan disosiatif, kemampuan kendali dibawah kesadaran dan kendali selektif tersebut terganggu sampai taraf yang dapat berlangsung dari jam ke jam bahkan hari ke hari. [4] Gangguan disosiatif juga terjadi akibat terpecahnya aktifitas mental yang spesifik dari sisa kesadaran normal, seperti terpecahnya pikiran atau perasaan dengan perilaku.[6]Dalam menegakkan diagnosis pada gangguan disosiatif maka harus memenuhi beberapa hal yaitu :1. Adanya gambaran klinis yang ditentukan masing-masing gangguan,2. Tidak ada bukti gangguan fisik yang dapat menjelaskan gejala-gejala tersebut,3. Bukti adanya penyebab psikologis, dalam bentuk hubungan kurun waktu yang jelas dengan kejadian-kejadian yang Stressfull atau hubungan interpersonal yang terganggu (meskipun hal tersebut disangkal oleh penderita). [4]

III. ETIOLOGIGangguan disosiatif belum dapat diketahui penyebab pastinya, namun biasanya terjadi akibat dari adanya trauma masa lalu yang berat, namun tidak ada gangguan organik yang dialami. Gangguan ini dapat terjadi pada saat anak-anak namun tidak khas dan belum dapat teridentifikasi, dalam perjalanan penyakitnya gangguan disosiatif ini bisa terjadi sewaktu-waktu bila trauma masa lalu terjadi kembali dan berulang-ulang sehingga terjadi gejala gangguan disosiatif. Trauma yang biasa terjadi yaitu :1. Pelecehan seksual,2. Pelecehan fisik,3. Kepribadian yang labil,4. Kekerasan rumah tangga (ayah dan ibu bercerai),5. Lingkungan sosial yang memperlihatkan kekerasan.

IV. EPIDEMIOLOGIDalam beberapa studi, mayoritas dari kasus gangguan disosiatif ini mengenai wanita 90% atau lebih dan dapat terjadi dibelahan dunia manapun, walaupun struktur dan gejalanya bervariasi dengan prevelensinya 1:10.000 kasus dalam populasi.Secara keseluruhan, gangguan konversi dilaporkan lebih sering terjadi pada populasi pedesaan, pada individu dengan status yang lebih rendah sosial ekonomi dan kurangnya pendidikan. Stefansson et al melaporkan bahwa kejadian tahunan adalah 11 kasus per 100.000 orang per tahun. [5]

V. MANIFESTASI KLINISGejala umum pada pasien dengan gangguan disosiatif atau gangguan konversi antara lain yaitu : Hilang ingatan masa lalu Masalah gangguan mental, meliputi depresi dan kecemasan Persepsi terhadap orang dan benda di sekitarnya tidak nyata (derealisasi) Identitas yang buram Depersonalisasi

VI. KLASIFIKASIBerdasarkan PPDGJ-III, gangguan disosiatif dibedakan atau diklasifikasikan atas beberapa penggolongan, yaitu :F44.0 Amnesia DisosiatifF44.1 Fugue DisosiatifF44.2 Stupor DisosiatifF44.3 Gangguan Trans dan KesurupanF44.4 F44.7 Gangguan Disosiatif dari Gerakan dan PenginderaanF44.4 Gangguan Motorik DisosiatifF44.5 Konvulsi DisosiatifF44.6 Anestesia dan Kehilangan Sensorik DisosiatifF44.7 Gangguan Disosiatif CampuranF44.8 Gangguan Disosiatif LainnyaF44.80 Sindrom GanserF44.9 Gangguan Disosiatif YTT [4]Sedangkan berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi keempat (DSM IV) terdapat 4 diagnostik spesifik pada gangguan disosiatif, yaitu : 1. Amnesia Disosiatif2. Fugue Disosiatif3. Gangguan Identitas Disosiatif4. Gangguan DepersonalisasiDalam menegakkan diagnosis pada gangguan disosiatif maka harus memenuhi beberapa hal yaitu :1. Adanya gambaran klinis yang ditentukan masing-masing gangguan,2. Tidak ada bukti gangguan fisik yang dapat menjelaskan gejala-gejala tersebut,3. Bukti adanya penyebab psikologis, dalam bentuk hubungan kurun waktu yang jelas dengan kejadian-kejadian yang Stressfull atau hubungan interpersonal yang terganggu (meskipun hal tersebut disangkal oleh penderita).

VII. PENATALAKSANAANPenatalaksanaan dengan menggali kondisi fisik dan neurologisnya. Bila tidak ditemukan kelainan fisik, perlu dijelaskan kepada pasien dan dilakukan pendekatan psikologik terhadap penanganan gejala-gejala yang ada, yaitu sebagai berikut :1. Terapi obat. Terapi ini sangat baik untuk dijadikan penanganan awal, walaupun tidak ada obat yang spesifik dalam menangani gangguan konversi. Biasanya pasien diberikan resep obat anti-depresan atau anti-cemas untuk membantu mengontrol gejala mental pada gangguan konversi ini.Golongan Benzodiazepine seperti Lorazepam 0,5 1 mg tablet dapat berguna untuk memulihkan ingatannya yang hilang. Sedangkan pengobatan terpilih untuk fugue disosiatif adalah psikoterapi psikodinamika suportif-ekspresif.2. Hipnosis menciptakan keadaan relaksasi yang dalam dan tenang dalam pikiran. Saat terhipnosis, pasien dapat berkonsentrasi lebih intensif dan spesifik. Karena pasien lebih terbuka terhadap sugesti saat pasien terhipnotis.3. Psikoterapi adalah penanganan primer terhadap gangguan konversi ini. Bentuk terapinya berupa bicara, konseling atau terapi psikososial, meliputi berbicara tentang gangguan yang diderita oleh pasien jiwa. Terapinya akan membantu pemeriksa untuk mengetahui dan mengerti penyebab dari kondisi yang dialami. Psikoterapi untuk gangguan konversi sering mengikutsertakan teknik seperti hipnotis yang membantu kita mengingat trauma yang menimbulkan gejala disosiatif.4. Terapi kognitif. Terapi ini bisa membantu untuk mengidentifikasikan kelakuan yang negatif dan tidak sehat dan menggantikannya dengan yang positif dan sehat, dan semua tergantung dari ide dalam pikiran untuk mendeterminasikan apa yang menjadi perilaku pemeriksa.

VIII. PENCEGAHANAnak-anak yang secara fisik, emosional dan seksual mmengalami gangguan, sangat beresiko tinggi mengalami gangguan mental yang dalam hal ini adalah gangguan konversi. Jika terjadi hal yang demikian, maka bersegeralah mengobati secara sugesti, agar penanganan tidak berupa obat anti depresan ataupun obat anti cemas, karena diketahui bahwa jika menanamkan sugesti yang baik terhadap usia belia, maka nantinya akan didapatkan hasil yang maksimal, dengan penanganan yang minimal.

BAB IIIKESIMPULANGangguan Disosiatif adalah adanya kehilangan (sebagian atau seluruh) dari integrasi normal (dibawah kendali sadar) meliputi ingatan masa lalu, kesadaran identitas dan penginderaan segera (awareness of identity and immediate sensations) serta kontrol terhadap gerak tubuh.Gangguan disosiatif bukanlah penyakit yang umum ditemukan dalam masyarakat. Dalam beberapa studi, mayoritas dari kasus gangguan disosiatif ini mengenai wanita 90% atau lebih dan dapat terjadi dibelahan dunia manapun, walaupun struktur dan gejalanya bervariasi. Secara keseluruhan, gangguan konversi dilaporkan lebih sering terjadi pada populasi pedesaan, pada individu dengan status yang lebih rendah sosial ekonomi, dan kurangnya pendidikan. Ada beberapa penggolongan dalam gangguan disosiatif menurut PPDGJ-III, antara lain adalah Amnesia Disosiatif, Fugue Disosiatif, Stupor Disosiatif, Gangguan Trans dan Kesurupan, Gangguan Motorik Disosiatif, Konvulsi Disosiatif, Anestesia dan Kehilangan Sensorik Disosiatif, Gangguan Disosiatif Campuran, Gangguan Disosiatif Lainnya, dan 9 Gangguan Disosiatif YTT.Penatalaksanaan dengan menggali kondisi fisik dan neurologisnya. Terapi obat sangat baik untuk dijadikan pengananan awal, walaupun tidak ada obat yang spesifik dalam menangani gangguan konversi. Biasanya pasien diberikan resep berupa antidepresan dan obat anti cemas untuk mebantu mengontrol gejala mental pada gangguan konversi ini. Bila tidak ditemukan kelainan fisik, perlu dijelaskan pada pasien dan dilakukan pendekatan psikologik terhadap penanganan gejala-gejala yang ada. [5]

DAFTAR PUSTAKA1. Idan Sharon, MD. 2012. Dissociative Disorders. New York : medscape, available from URL : http://emedicine.medscape.com/article/294508-overview#aw2aab6b22. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis. 2010. Edisi 2. Jakarta : EGC3. Kamus Kedokteran Dorland. 2010. Edisi 31. Jakarta : EGC4. Rusli Maslim. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa (Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III). 2003. Jakarta5. Scott A Marshall. 2013. Convertion Disorders. New York : medscape, available from URL : http://emedicine.medscape.com/article/287464-overview#a01996. David . A Tomb. 2003. Buku Saku Psikiatri. Edisi 6. Jakarta : EGC

9