gambaran perilaku bidan dalam pelaksanaan inisiasi menyusu

146
GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU DINI (IMD) DI PUSKESMAS KECAMATAN PESANGGRAHAN JAKARTA SELATAN TAHUN 2013 SKRIPSI Diajukan Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) Oleh : Fitri Aryani 109101000089 PEMINATAN GIZI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2013 M / 1434 H

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN

INISIASI MENYUSU DINI (IMD) DI PUSKESMAS KECAMATAN

PESANGGRAHAN JAKARTA SELATAN TAHUN 2013

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

Oleh :

Fitri Aryani

109101000089

PEMINATAN GIZI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2013 M / 1434 H

Page 2: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU
Page 3: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

ii

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

PEMINATAN GIZI MASYARAKAT

Skripsi, Agustus 2013

Fitri Aryani, NIM: 109101000089

GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI

MENYUSU DINI (IMD) DI PUSKESMAS KECAMATAN PESANGGRAHAN

JAKARTA SELATAN TAHUN 2013

xvii + 103 Halaman + 2 Bagan + 3 Tabel + 7 Singkatan + 8 Lampiran

ABSTRAK

Inisiasi menyusu dini (IMD) adalah bayi mulai menyusu sendiri segera setelah

lahir. Pada prinsipnya IMD adalah kontak kulit antara ibu dan bayi setelah lahir

minimal selama satu jam (Roesli, 2012). Berdasarkan penelitian sebelumnya,

diketahui bahwa bidan berperan dominan dalam mendukung keberhasilan

pelaksanaan IMD (Fikawati & Syafiq, 2003). Berdasarkan studi pendahuluan

terhadap dua orang ibu bersalin di PKM Kecamatan Pesanggrahan pada bulan

Februari-Maret 2013, diketahui bahwa tidak ada bayi yang berhasil melakukan IMD.

Oleh sebab itu, peneliti ingin mengetahui gambaran perilaku bidan dalam

pelaksanaan IMD di PKM Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2013.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif. Sumber data diperoleh

dari informan utama (8 bidan penolong persalinan) dan informan pendukung (2 ibu

bersalin). Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, studi

dokumen, dan wawancara mendalam. Untuk menjaga keabsahan data, peneliti

melakukan perpanjangan pengamatan, triangulasi sumber dan triangulasi teknik.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa bidan sudah memfasilitasi bayi

untuk melakukan IMD. Namun, saat pelaksanaan IMD, bidan masih mengarahkan

mulut bayi ke dekat puting susu ibunya, mengangkat bayi dari dada ibunya saat akan

menjahit perineum ibu, serta tidak memberikan kesempatan kembali kepada bayi

untuk melanjutkan kontak kulit dengan ibunya setelah bayi ditimbang, diukur, dan

dicap padahal bayi belum berhasil menemukan puting susu ibunya.

Berdasarkan hasil analisis perilaku dapat disimpulkan bahwa bidan belum

mengetahui lima tahapan perilaku bayi saat menyusu pertama kali. Hal tersebut

menyebabkan bidan melakukan tindakan yang kurang tepat dalam pelaksanaan IMD.

Oleh sebab itu peneliti menyarankan agar Dinas Kesehatan Jakarta Selatan sebagai

pihak pelaksana pelatihan konselor ASI menekankan pada pemberian materi IMD

khususnya mengenai perilaku bayi saat menyusu pertama kali. Selain itu, diharapkan

koordinator program gizi di PKM Kecamatan Pesanggrahan untuk memonitor

ketepatan pelaksanaan IMD.

Daftar bacaan : 36 (1974-2012)

Page 4: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

iii

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH

DEPARTMENT STUDY OF PUBLIC HEALTH

INTERESTED STUDY OF NUTRITION COMMUNITY

Undergraduated, August 2013

Fitri Aryani, NIM: 109101000089

DESCRIPTION OF MIDWIFE BEHAVIOR IN THE IMPLEMENTATION

OF THE EARLY INITIATION OF BRESTFEEDING (EIB) IN

PESANGGRAHAN DISTRIC COMMUNITY HEALTH CENTRE IN SOUTH

JAKARTA 2013 xvii + 103 pages + 2 diagram + 3 tables + 7 abbreviation + 8 attachments

ABSTRACT

Early initiation of breastfeeding (EIB) is the babies start to suckle by

themselves after birth. In principle, the EBI is skin contact between mother and baby

after birth for at least an hour (Roesli, 2012). Based on previous research, it’s known

that the midwives have dominant role in supporting the successful of EBI

implementation (Fikawati & Syafiq, 2003).

Based on introduction research that is two patient where utter in

Pesanggrahan Distric Community Health Centre in February-March 2013, it’s

revealed that babies did not yet to EBI. Therefore, researcher want to know

description of midwife behavior in the implementation of the early initiation of

brestfeeding (EIB) in Pesanggrahan Distric Community Health Centre In South

Jakarta 2013

This research is qualitative research. Sources of data obtained from key

informants (8 birth attendant midwives) and the informant supporters (2 maternal).

Data collection techniques used were observation, document study, and in-depth

interviews. To maintain the validity of the data, the researcher used observation in

two month and triangulation of sources and techniques.

Based on the survey results, it’s revealed that midwives had facilitated baby to

EBI. However, while EBI implementation, midwives directed baby's mouth to the

nipple, midwives lifted the babies from their mother's breast when they would sew

perineum, and also midwives did not give the babiesthe chance to do skin contact

with their mother after the babies were weighed, measured, and stamped while the

babies were not able yet to find the nipple.

Based on the analysis of the behavior it can be concluded that the midwives

did not know the five stages of behavior when babies started suckle by themselves

after birth. This causes a lack appropriate performance of midvives in the EBI

implementation. Therefore, researcher suggested that the South Jakarta Health

Page 5: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

iv

Agency as the implementing agency breastfeeding counselor training emphasized

providing EBI in particular concerning the behavior of the material during feeding

baby first. In addition, it’s expected for nutrition program coordinator in

pesanggrahan distric community health centre to monitor the accuracy of EBI

implementation.

List Literature: 36 (1974-2012)

Page 6: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU
Page 7: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU
Page 8: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

vii

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama Lengkap : Fitri Aryani

Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 19 Desember 1991

Alamat : Perum Bukit Kemiling Permai Blok U No. 119

Kelurahan Kemiling Permai, Kecamatan Kemiling,

Kota Bandar Lampung 35153

Jenis Kelamin : Perempuan

Kewarganegaraan : Indonesia

Agama : Islam

Email : [email protected]

Telepon : 085285578871

Riwayat Pendidikan :

1995 – 1997 TK Muslim Jakarta

1997 – 2003 SDN 01 Pasar Baru Pesawaran Lampung

2003 – 2006 MTs Diniyyah Puteri Lampung

2006 – 2009 MA Diniyyah Puteri Lampung

2009 – sekarang Peminatan Gizi – Kesehatan Masyarakat

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 9: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

viii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmaanirrohiim

Segala puji hanya milik Allah SWT atas limpahan nikmat-Nya yang tak

terbilang hingga tiada pilihan selain bersyukur. Shalawat dan salam semoga

senantiasa tercurah kepada Nabi Agung pilihan-Nya Muhammad SAW beserta

seluruh keluarga dan para sahabat yang tampak indah dengan gaun takwa. Semoga

kita termasuk ummat yang akan mendapatkan syafaatnya di akhirat kelak. Aamiin.

Skripsi ini penulis buat untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar

sarjana kesehatan masyarakat (SKM). Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan

berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Kedua orang tua penulis, mamah dan ayah tercinta (Hj. Alimatus Zahro dan H.

Maimun Karim) beserta kakak-kakak dan adikku tersayang (Nurlaili hasanah,

S.Psi, Desi Amalia, SHI, dan M. Syukron) atas doa, kasih sayang dan kehangatan

dalam keluarga yang tak pernah berakhir, selalu menguatkan ananda dalam

sujud-sujud panjang menelusuri jejak surga yang dirindukan. Semoga Allah

selalu menyayangi dan mengampuni dosa kita. Aamiin.

2. Bapak Prof. DR. (HC) dr. MK Tadjudin, Sp. And, selaku Dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Kementerian Agama RI yang telah memberikan beasiswa penuh kepada penulis

untuk melanjutkan kuliah.

4. Ibu Ir. Febrianti, M.Si selaku kepala program studi kesehatan masyarakat

sekaligus dosen pembimbing 1 atas kesabarannya dalam membimbing penulis

selama ini bagaikan pancaran cahaya yang setia menemani.

5. Ibu Yuli Amran, SKM, MKM selaku dosen pembimbing 2 atas bimbingan dan

dukungan kepada penulis untuk segera menyelesaikan skripsi.

Page 10: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

ix

6. Bapak Drs. M. Farid Hamzens, M.SI, Ibu Catur Rosidati, SKM, MKM, dan Ibu

Reti Riseti, M.Si selaku penguji yang telah memberikan banyak masukan dalam

penyempurnaan skripsi ini.

7. Pihak PKM Kec. Pesanggrahan yang telah mengizinkan penulis untuk

melakukan penelitian.

8. Teman-teman Kesmas angkatan 2009 khususnya gidzaholic yang saling

menyemangati dan berbagi keceriaan.

9. Teman-teman seperjuangan Kiki Chairani, SKM, Nur Syamsiah, SKM, dan

Desly Ahdikanta, SKM yang selalu melangkah bersama menyelesaikan tugas

akhir ini.

10. Kak Dewi Aminah, S.Psi dan Wahyu Pramana terimakasih telah mendengarkan

dan berbagi paham-paham baik akan arti kehidupan.

Dari lubuk hati terdalam, penulis memanjatkan doa agar semua kebaikan juga

mendapat balasan pahala dari Allah swt. Akhirnya, penulis menyadari bahwa

penulisan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga sangat diharapkan saran

dan masukannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Jakarta, Agustus 2013

Penulis

Page 11: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

x

DAFTAR ISI

Cover

Lembar pernyataan ........................................................................................ i

Abstrak ............................................................................................................ ii

Abstract ........................................................................................................... iii

Lembar persetujuan ....................................................................................... v

Lembar pengesahan ....................................................................................... vi

Riwayat hidup ................................................................................................. vii

Kata pengantar ............................................................................................... viii

Daftar isi .......................................................................................................... x

Daftar bagan ................................................................................................... xiv

Daftar tabel ..................................................................................................... xv

Daftar singkatan ............................................................................................. xvi

Daftar lampiran .............................................................................................. xvii

BAB I Pendahuluan

A. Latar Belakang .....................................................................................

B. Rumusan Masalah ................................................................................

C. Pertanyaan Penelitian ...........................................................................

D. Tujuan Penelitian ..................................................................................

E. Manfaat Penelitian ................................................................................

F. Ruang Lingkup Penelitian ....................................................................

1

6

6

7

7

8

Page 12: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

xi

BAB II Tinjauan Pustaka

A. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

1. Pengertian IMD ..............................................................................

2. Manfaat IMD ..................................................................................

3. Langkah-Langkah IMD ..................................................................

4. Tatalaksana IMD Pada Kelahiran Normal .....................................

5. Perilaku Bayi Saat IMD .................................................................

6. Anggapan Yang Salah Tentang IMD .............................................

7. Definisi Rawat Gabung ..................................................................

8. Manfaat Rawat Gabung ..................................................................

B. Perilaku

1. Pengertian Perilaku ........................................................................

2. Determinan Perilaku .......................................................................

3. Domain Perilaku .............................................................................

4. Perilaku Bidan Dalam Pelaksanaan IMD .......................................

C. Bidan

1. Pengertian Bidan ............................................................................

2. Wewenang Bidan ...........................................................................

D. Kerangka Teori .....................................................................................

9

10

11

15

16

17

20

21

22

22

24

24

26

26

28

BAB III Kerangka Berfikir Dan Definisi Istilah

A. Kerangka Berfikir .................................................................................

30

Page 13: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

xii

B. Definisi Istilah ...................................................................................... 32

BAB IV Metode Penelitian

A. Jenis Penelitian .....................................................................................

B. Lokasi Dan Waktu Penelitian ...............................................................

C. Informan Penelitian ..............................................................................

D. Instrumen Penelitian .............................................................................

E. Teknik Pengumpulan Data ...................................................................

F. Analisis Data ........................................................................................

G. Keabsahan Data ....................................................................................

33

34

34

35

35

39

43

BAB V Hasil Penelitian

A. Gambaran Umum PKM Kec. Pesanggrahan

1. Profil PKM Kec. Pesanggrahan .....................................................

2. Visi Dan Misi PKM Kec. Pesanggrahan ........................................

3. Fasilitas PKM Kec. Pesanggrahan .................................................

B. Karakteristik Informan

1. Informan Utama .............................................................................

2. Informan Pendukung ......................................................................

C. Gambaran Perilaku Bidan Dalam Pelaksanaan IMD ...........................

1. Langkah Pertama ............................................................................

2. Langkah Kedua ..............................................................................

3. Langkah Ketiga ..............................................................................

46

46

47

48

51

53

54

58

64

Page 14: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

xiii

BAB VI Pembahasan

A. Keterbatasan Penelitian ........................................................................

B. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Gambaran Perilaku Bidan Dalam Pelaksanaan IMD .....................

2. Perilaku Bidan Dalam Langkah Pertama Pelaksanaan IMD ..........

3. Perilaku Bidan Dalam Langkah Kedua Pelaksanaan IMD ............

4. Perilaku Bidan Dalam Langkah Ketiga Pelaksanaan IMD ............

71

71

80

85

94

BAB VII Simpulan Dan Saran

A. Simpulan ...............................................................................................

B. Saran .....................................................................................................

102

103

Daftar Pustaka

Lampiran

Page 15: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

xiv

DAFTAR BAGAN

Bagan Halaman

2.1 Kerangka Teori 29

3.1 Kerangka Pikir 31

Page 16: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

xv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Definisi Istilah 32

5.1 Karakteristik Informan Utama 51

5.2 Karakteristik Informan Pendukung 52

Page 17: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

xvi

DAFTAR SINGKATAN

AIMI : Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia

AKB : Angka Kematian Bayi

APN : Asuhan Persalinan Normal

ASI : Air Susu Ibu

IMD : Inisiasi Menyusu Dini

MDGs : Mellineum Development Goals

PKM : Puskesmas

RB : Rumah Bersalin

Page 18: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat izin penelitian skripsi

Lampiran 2 Surat keterangan melakukan penelitian di PKM Kec. Pesanggrahan

Lampiran 3 Panduan observasi langkah-langkah pelaksanaan IMD

Lampiran 4 Pedoman wawancara dengan bidan penolong persalinan

Lampiran 5 Pedoman wawancara dengan ibu bersalin

Lampiran 6a Hasil observasi langkah pertama pelaksanaan IMD

Lampiran 6b Hasil observasi langkah kedua pelaksanaan IMD

Lampiran 6c Hasil observasi langkah ketiga pelaksanaan IMD

Lampiran 6d Hasil observasi langkah ketiga pelaksanaan IMD

Lampiran 7 Matriks wawancara dengan bidan penolong persalinan

Lampiran 8 Matriks wawancara dengan ibu bersalin

Lampiran 9 Hasil studi dokumen data persalinan

Lampiran 10 Gambar ruang bersalin dan ruang rawat gabung

Page 19: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penurunan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu tanda

peningkatan derajat kesehatan. Di Indonesia, AKB memang telah mengalami

penurunan dari 34 per 1.000 kelahiran hidup di tahun 2007 menjadi 31 per

1.000 kelahiran hidup di tahun 2010 dan 30 per 1.000 kelahiran hidup di

tahun 2011. Sementara target yang harus dicapai sesuai kesepakatan

Mellinium Development Goals (MDGS) tahun 2015, AKB menjadi 19 per

1.000 kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2012). Salah satu upaya yang

dilakukan untuk mempercepat penurunan AKB adalah melalui pemberian air

susu ibu. Sedangkan salah satu faktor yang mempengaruhi keberlangsungan

pemberian ASI adalah inisiasi menyusu dini (Legawati, dkk, 2011).

Inisiasi menyusu dini (IMD) merupakan program yang dikeluarkan

oleh WHO dan UNICEF pada tahun 2007, dimana pada prinsipnya bukan ibu

yang menyusui bayi, tetapi bayi yang harus aktif menemukan sendiri puting

susu ibu serta melakukan kontak kulit ibu dengan kulit bayi segera setelah

lahir selama paling sedikit satu jam (Depkes, 2007). Dalam program tersebut,

Page 20: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

2

dinyatakan agar semua sarana pelayanan kesehatan menerapkan 10 langkah

menuju keberhasilan menyusui (LMKM) atau ten step to successful

breastfeeding. Salah satu isinya menganjurkan seluruh petugas kesehatan

untuk membantu para ibu dalam pelaksanaan IMD setelah melahirkan

(Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, 2010).

IMD adalah bayi mulai menyusu sendiri segera setelah lahir. Jadi,

sebenarnya bayi manusia seperti juga bayi mamalia lain mempunyai

kemampuan untuk menyusu sendiri. Asalkan dibiarkan kontak kulit dengan

kulit ibunya, setidaknya selama satu jam setelah lahir. Jika dituntun dengan

cara yang benar, maka dalam satu jam pertama kehidupan bayi, dia dapat

mencari sendiri cara untuk menyusu kepada ibunya (Roesli, 2012). IMD tetap

dapat dilakukan meskipun bayi dipisahkan dari ibunya untuk keperluan

penimbangan ataupun bayi yang lahir dengan cara sesar, vakum, episiotomi.

Hanya peluang untuk menemukan sendiri puting ibu akan berkurang sampai

50% (Wulandari, 2009).

IMD merupakan langkah awal menuju keberhasilan menyusui

(Wulandari, 2009). Bayi yang begitu lahir difasilitasi untuk melakukan IMD

pada waktu 50 menit akan mampu menyusu lebih baik, sedangkan bayi yang

tidak difasilitasi untuk melakukan IMD pada waktu yang sama sebanyak 50%

tidak dapat menyusu dengan baik (Mashudi, 2011). Selain itu, IMD juga dapat

memberikan kontribusi sebesar 49% untuk praktik menyusui dalam satu bulan

pertama kehidupan bayi (Legawati dkk, 2011).

Page 21: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

3

Berdasarkan penelitian Mashudi (2011), IMD merupakan salah satu

upaya untuk mencapai keberhasilan ASI eksklusif. Bayi yang begitu lahir

difasilitasi untuk melakukan IMD sebanyak 59% berhasil mencapai ASI

eksklusif selama enam bulan. Selin itu, berdasarkan penelitian Fikawati &

Syafiq (2003) bahwa IMD akan 2-8 kali memungkinkan pemberian ASI

eksklusif selama empat bulan. Di samping itu, IMD juga akan 1,8-5,3 kali

memungkinkan untuk tidak memberikan makanan atau minuman prelakteal

kepada bayi sehingga dapat mencapai keberhasilan ASI Eksklusif.

Kontak kulit ibu dan bayi dalam proses IMD akan meningkatkan kadar

hormon prolaktin untuk memproduksi ASI dan merangsang hormon oksitosin

untuk mengeluarkan kolostrum. Melalui IMD, bayi akan mendapatkan

kolostrum dan akan memperoleh ASI secara eksklusif (Wulandari, 2009).

Kolostrum merupakan cairan kental berwarna kekuning-kuningan

yang pertama kali disekresi oleh kelenjar payudara pada hari pertama sampai

hari ketiga atau keempat. Kolostrum mengandung antibodi yang dapat

memberikan perlindungan bagi bayi sampai umur 6 bulan (Soetjiningsih,

1997). Sedangkan pemberian ASI secara eksklusif adalah pemberian hanya

ASI tanpa memberikan cairan atau makanan padat lainnya kecuali vitamin,

mineral atau obat dalam bentuk tetes atau sirup sampai usia 6 bulan (WHO,

1998).

Berdasarkan penelitian Tjandrarini dkk (2000) dalam Raya (2008)

mengatakan bahwa faktor yang paling berperan dalam pemberian kolostrum

Page 22: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

4

dalam satu jam setelah melahirkan adalah penolong persalinan. Bidan sebagai

tenaga penolong persalinan berperan penting dalam memberikan dukungan

pada ibu hamil untuk melaksanakan IMD. Salah satu faktor yang

menyebabkan bidan memberikan dukungan pada ibu hamil untuk

melaksanakan IMD adalah pengetahuan tentang IMD dan ASI yang dimiliki

oleh bidan.

Penolong persalinan merupakan kunci utama keberhasilan IMD karena

dalam 30 menit pertama setelah bayi lahir umumnya peran penolong

persalinan masih sangat dominan. Apabila ibu difasilitasi oleh penolong

persalinan untuk segera memeluk bayinya diharapkan interaksi ibu dan bayi

akan segera terjadi. Dengan IMD, ibu semakin percaya diri untuk tetap

memberikan ASI nya sehingga tidak merasa perlu untuk memberikan

makanan atau minuman apapun kepada bayi karena bayi bisa nyaman

menempel pada payudara ibu atau tenang dalam pelukan ibu segera setelah

lahir (Fikawati & Syafiq, 2003) .

Apabila penolong persalinan terlambat memfasilitasi IMD lebih dari

20-30 menit, maka kadar hormon prolaktin dalam darah ibu akan menurun

dan sulit untuk menstabilkannya kembali. Hal tersebut menyebabkan produksi

ASI kurang lancar dan baru akan keluar setelah 3 hari atau lebih. Keadaan ini

membuat bayi menjadi rewel karena kehauasan, sehingga penolong persalinan

akan memberikan makanan atau minuman prelakteal yang meneyebabkan

kegagalan ASI eksklusif (Fikawati & Syafiq, 2003) .

Page 23: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

5

Penelitian Niswah dan Noveri (2010) di Semarang menyatakan bahwa

bidan dengan tingkat pengetahuan baik dan memiliki sikap positif yang

mendukung program IMD cenderung akan memfasilitasi IMD dengan baik.

Sedangkan penelitian Legawati, dkk (2011) di Palangka Raya menyatakan

bahwa bidan masih memiliki pemahaman yang berbeda mengenai

pelaksanaan IMD karena program ini masih dianggap baru, sehingga

menimbulkan keraguan dan kesulitan untuk menerapkannya. Selain itu,

ketidaksabaran bidan dalam memfasilitasi IMD karena alasan keterbatasan

waktu padahal masih banyak tugas yang harus diselesaikan menjadi penyebab

kegagalan pelaksanaan IMD.

Target pencapaian ASI eksklusif di Indonesia sebesar 80%, namun

angka pemberian ASI segera di Indonesia masih rendah. Berdasarkan Laporan

Riskesdas (2010), IMD di Indonesia sebesar 29,3%. Sedangkan DKI Jakarta

memiliki persentase IMD sebesar 33,1%. Meskipun DKI Jakarta memiliki

persentase IMD lebih tinggi dari rata-rata nasional, namun persentase tersebut

menunjukkan bahwa DKI Jakarta belum mencapai target ASI Eksklusif.

Cakupan ASI eksklusif di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta

Selatan tahun 2012 sebesar 51,2% (Anggraeni, 2012). Sedangkan salah satu

upaya yang dapat dilakukan untuk mencapai target ASI eksklusif adalah

melalui IMD.

Page 24: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

6

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan hasil studi pendahuluan melalui observasi persalinan,

bahwa dari dua orang ibu yang melahirkan secara normal di RB PKM

Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan bulan Februari sampai Maret 2013

tidak ada satupun bayi yang berhasil melakukan IMD. Hal ini terjadi karena

bidan belum melakukan tindakan IMD dengan tepat sesuai pedoman

langkah-langkah IMD dalam asuhan bayi baru lahir.

Tindakan bidan yang kurang tepat dalam pelaksanaan IMD yaitu bidan

tidak segera meletakkan bayi tengkurap di dada ibu setelah tali pusat

dipotong. Selain itu, bidan juga tidak memberi kesempatan pada bayi untuk

melakukan kontak kulit antara ibu dan bayi minimal selama satu jam.

Ketidaktepatan tindakan bidan tersebut menyebabkan tidak ada kesempatan

bagi bayi untuk mencari dan menemukan puting susu ibu untuk mulai

menyusu. Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk meneliti perilaku bidan dalam

pelaksanaan IMD di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan

tahun 2013.

C. Pertanyaan Penelitian

Bagaimana gambaran perilaku bidan dalam pelaksanaan IMD di Puskesmas

Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2013?

Page 25: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

7

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran perilaku bidan dalam pelaksanaan IMD di

Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2013.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya gambaran perilaku bidan dalam langkah pertama

pelaksanaan IMD di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta

Selatan tahun 2013.

b. Diketahuinya gambaran perilaku bidan dalam langkah kedua

pelaksanaan IMD di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta

Selatan tahun 2013.

c. Diketahuinya gambaran perilaku bidan dalam langkah ketiga

pelaksanaan IMD di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta

Selatan tahun 2013.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

a. Menambah wawasan peneliti mengenai inisiasi menyusu dini.

b. Mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama masa perkuliahan.

c. Memiliki pengalaman dalam melakukan penelitian terkait dengan gizi

kesehatan masyarakat.

2. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat

Menjadi referensi tambahan bagi penelitian serupa.

Page 26: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

8

3. Bagi Puskesmas

Memberikan masukan kepada pihak puskesmas untuk meningkatkan

kualitas bidan penolong persalinan dalam pelaksanaan IMD.

4. Bagi Kementerian Kesehatan

Mensosialisasikan program IMD secara rutin dan berkesinambungan di

seluruh Indonesia.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan oleh Mahasiswa Peminatan Gizi Program

Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada bulan

April sampai Agustus 2013 tentang gambaran perilaku bidan dalam

pelaksanaan inisasi menyusu dini di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan

Jakarta Selatan tahun 2013. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif.

Penelitian ini menggunakan perpanjangan pengamatan serta triangulasi

sumber dan teknik untuk menjaga validitas data penelitian.

Perpanjangan pengamatan yaitu melakukan observasi terus-menerus

terhadap pelaksanaan IMD dalam jangka waktu dua bulan. Selanjutnya,

triangulasi sumber yang digunakan adalah wawancara mendalam terhadap

bidan penolong persalinan dan ibu bersalin di Puskesmas Kecamatan

Pesanggrahan. Kemudian, triangulasi teknik yang digunakan adalah observasi

dan wawancara mendalam tentang pelaksanaan IMD kepada bidan penolong

persalinan serta studi dokumen data persalinan.

Page 27: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

1. Pengertian IMD

Inisiasi menyusu dini (IMD) adalah bayi mulai menyusu sendiri segera

setelah lahir. Jadi, sebenarnya bayi manusia seperti juga bayi mamalia lain

mempunyai kemampuan untuk menyusu sendiri. Asalkan dibiarkan

kontak kulit bayi dengan kulit ibunya, setidaknya selama satu jam segera

setelah lahir. Cara bayi melakukan IMD ini dinamakan the breast crawl

atau merangkak mencari payudara (Roesli, 2012).

Ada beberapa intervensi yang dapat mengganggu kemampuan alami

bayi untuk mencari dan menemukan sendiri payudara ibunya. Di

antaranya obat kimiawi yang diberikan saat ibu melahirkan bisa sampai ke

janin melalui ari-ari dan mungkin menyebabkan bayi sulit menyusu pada

payudara ibu. Selanjutnya, kelahiran dengan obat-obatan atau tindakan,

seperti operasi caesar, vakum atau forcep, bahkan perasaan sakit di daerah

kulit yang digunting saat episiotomi dapat pula mengganggu kemampuan

alamiah ini (Roesli, 2012).

Page 28: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

10

2. Manfaat IMD

Menurut Departemen Kesehatan RI (2008), pelaksanaan IMD dapat

memberikan manfaat bagi ibu dan bayi.

a. Manfaat IMD bagi ibu

IMD akan merangsang produksi hormon prolaktin dan oksitosin

pada ibu. Fungsi hormon prolaktin adalah:

1) Meningkatkan produksi ASI. Setelah melahirkan, kadar hormon

progesteron menyusut drastis, memberi kesempatan prolaktin

untuk bereaksi selama masa laktogenesis.

2) Membantu ibu mengatasi stres terhadap berbagai rasa kurang

nyaman.

3) Memberi efek relaksasi pada ibu setelah bayi selesai menyusu.

4) Menunda ovulasi.

Selanjutnya fungsi hormon oksitosin adalah:

1) Stimulasi kontraksi uterus dan menurunkan risiko perdarahan

pascapersalinan.

2) Merangsang pengeluaran kolostrum dan meningkatkan produksi

ASI. Saat bayi mengisap puting susu ibu, serangkaian impuls akan

menuju medulla spinalis, lalu ke otak, dan menyusup ke dalam

kelenjar hipofisis, memicu sekresi oksitosin pada bagian posterior

Page 29: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

11

hipofisis. Keberadaan oksitosin menyebabkan kontraksi sel-sel

epitel otot polos yang membungkus alveolus sehingga air susu

yang terkandung di dalamnya tersembur ke setiap duktus dan

sinus.

3) Ibu menjadi lebih tenang, fasilitasi kelahiran plasenta dan

pengalihan rasa nyeri dari berbagai prosedur pascapersalinan

lainnya.

b. Manfaat IMD bagi bayi

1) Makanan dengan kualitas dan kuantitas optimal. Mendapat

kolostrum segera, disesuaikan dengan kebutuhan bayi.

2) Segera memberikan kekebalan pasif pada bayi. Kolostrum adalah

imunisasi pertama bagi bayi.

3) Meningkatkan kecerdasan.

4) Membantu bayi mengkoordinasikan kemampuan hisap, telan dan

napas.

5) Meningkatkan jalinan kasih sayang antara ibu dan bayi.

6) Mencegah terjadinya gangguan napas pada bayi.

3. Langkah-Langkah IMD

Menurut Departemen Kesehatan RI (2008), terdapat tiga langkah IMD

dalam asuhan bayi baru lahir, yaitu:

a. Langkah 1

1) Saat bayi lahir, catat waktu kelahiran.

Page 30: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

12

2) Kemudian letakkan bayi di perut bawah ibu.

3) Nilai bayi apakah diperlukan resusitasi atau tidak (2 detik).

4) Bila tidak perlu resusitasi, keringkan tubuh bayi mulai dari muka,

kepala dan bagian tubuh lainnya dengan halus tanpa

membersihkan verniks. Verniks akan membantu menghangatkan

tubuh bayi. Setelah kering, selimuti bayi dengan kain kering untuk

menunggu 2 menit sebelum tali pusat di klem.

5) Hindari mengeringkan tangan bayi. Bau cairan amnion pada

tangan bayi juga membantunya mencari putting ibunya yang

berbau sama.

6) Lendir cukup dilap dengan kain bersih. Pengisapan lendir di dalam

mulut atau hidung bayi dapat merusak selaput lendir dan

meningkatkan resiko infeksi pernapasan.

7) Periksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi

dalam uterus (hamil tunggal) kemudian suntikkan Intramuskular

10 UI oksitosin pada ibu. Jaga bayi tetap hangat.

b. Langkah 2

1) Setelah tali pusat dipotong dan diikat, letakkan bayi tengkurap di

dada ibu. Luruskan bahu bayi sehingga bayi menempel di dada

ibu. Kepala bayi harus berada di antara payudara ibu, tetapi lebih

rendah dari puting.

Page 31: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

13

2) Kemudian selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang

topi di kepala bayi.

3) Biarkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu

paling sedikit satu jam. Mintalah ibu untuk memeluk dan

membelai bayinya. Bila perlu letakkan bantal di bawah kepala ibu

untuk mempermudah kontak visual antara ibu dan bayi. Sebagian

besar bayi akan berhasil melakukan IMD dalam waktu 30-60

menit.

4) Hindari menyeka atau membasuh payudara ibu sebelum bayi

menyusu.

5) Selama kontak kulit ke kulit tersebut, lanjutkan dengan langkah

manajeman aktif kala 3 persalinan.

c. Langkah 3

1) Biarkan bayi mencari dan menemukan puting dan mulai menyusu.

2) Anjurkan ibu dan orang lainnya untuk tidak menginterupsi upaya

bayi untuk menyusu misalnya, memindahkan bayi dari satu

payudara ke payudara lainnya. Menyusu pertama biasanya

berlangsung sekitar 10-15 menit. Bayi cukup menyusu dari satu

payudara.

3) Menunda semua asuhan BBL lahir normal lainnya hingga bayi

selesai menyusu. Tunda memandikan bayi 6-24 jam setelah bayi

lahir untuk mencegah terjadinya hipotermia.

Page 32: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

14

4) Usahakan tetap menempatkan ibu dan bayi di ruang bersalin

hingga bayi selesai menyusu.

5) Segera setelah BBL selesai menghisap, bayi akan berhenti

menelan dan melepaskan puting. Bayi dan ibu akan merasa

mengantuk. Bayi kemudian diselimuti dengan kain bersih, lalu

lakukan penimbangan dan pengukuran bayi, mengoleskan salep

antibiotika pada mata bayi dan memberikan suntikan vitamin K1.

Jika bayi belum melakukan IMD dalam waktu 1 jam, posisikan

bayi lebih dekat dengan putting ibu dan biarkan kontak kulit

dengan kulit selama 30-60 menit berikutnya. Jika bayi masih

belum melakukan IMD dalam waktu 2 jam, pindahkan ibu ke

ruang pemulihan dengan bayi tetap di dada ibu. Lanjutkan asuhan

BBL dan kemudian kembalikan bayi kepada ibu untuk menyusu.

6) Kenakan pakaian pada bayi atau tetap selimuti untuk menjaga

kehangatannya. Tetap tutupi kepala bayi dengan topi selama

beberapa hari pertama. Bila suatu saat kaki bayi terasa dingin saat

disentuh, buka pakaiannya kemudian telungkupkan kembali di

dada ibu sampai bayi hangat kembali.

7) Satu jam kemudian berikan bayi suntikan Hepatitis B pertama.

8) Lalu tempatkan ibu dan bayi di ruangan yang sama. Letakkan

kembali bayi dekat ibu sehingga mudah terjangkau dan bayi bisa

menyusu sesering keinginannya.

Page 33: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

15

4. Tata laksana IMD pada kelahiran normal

Menurut Roesli (2012), terdapat 10 poin tatalaksana IMD pada

kelahiran normal.

a. Dianjurkan suami atau keluarga mendampingi ibu saat persalinan.

b. Disarankan untuk tidak atau mengurangi penggunaan obat kimiawi

saat persalinan. Dapat diganti dengan cara non-kimiawi, misalnya

dengan cara pijat, aromaterapi, atau geraka-gerakan ringan.

c. Biarkan ibu menentukan cara melahirkan yang diinginkan misalnya

melahirkan normal; di dalam air, atau dengan cara jongkok.

d. Seluruh badan dan kepala bayi dikeringkan secepatnya, kecuali kedua

tangannya. Lemak putih (vernix caseosa) yang akan membuat kulit

bayi terasa nyaman.

e. Bayi ditengkurapkan di dada atau perut ibu. Biarkan kulit bayi melekat

dengan kulit ibu. Posisi kontak kulit dengan kulit ini dipertahankan

minimal satu jam atau setelah menyusu awal selesai.

f. Bayi dibiarkan mencari puting susu ibu. Ibu dapat merangsang bayi

dengan sentuhan lembut, tetapi tidak memaksakan bayi ke putting

susu.

g. Ayah memberikan dukungan kepada ibu untuk rasa percaya diri ibu.

h. Dianjurkan untuk memberikan kesempatan kontak kulit dengan kulit

ibu yang melahirkan dengan tindakan, misalnya operasi caesar.

Page 34: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

16

i. Bayi dipisahkan dari ibu untuk ditimbang, diukur dan dicap setelah

satu jam atau penyusunan awal selesai. Sesuai dengan prosedur

misalnya suntik Vitamin K1 untuk bayi (Neo K) dengan dosis 0,5 cc

IM 1/3 paha bagian atas dan salf mata bayi cholamphenicol 1% dapat

ditunda.

j. Rawat gabung yaitu ibu dan bayi dirawat dalam satu kamar selama 24

jam ibu bayi tidak dipisahkan. Pemberian minuman pre-laktal (cairan

sebelum ASI keluar) dihindarkan.

5. Perilaku Bayi Saat IMD

Menurut Roesli (2012), jika bayi baru lahir segera dikeringkan

dan diletakkan di perut ibu dengan kontak kulit ke kulit dan tidak

dipisahkan dari ibunya setidaknya selama satu jam, semua bayi dengan

sendirinya akan berhasil menemukan puting susu ibunya melalui lima

tahapan perilaku saat menyusu pertama kali.

Tahap pertama dimulai dalam 30 menit Awal. Pada tahap ini bayi

akan beristirahat dan tidak bergerak. Sesekali matanya terbuka lebar

melihat ibunya. Masa tenang yang istimewa ini merupakan penyesuaian

peralihan dari keadaan dalam kandungan ke keadaan diluar kandungan.

Keadaan ini merupakan dasar pertumbuhan bayi dalam suasana aman

yang dapat meningkatkan kepercayaan diri ibu terhadap kemampuan

praktik menyusui selanjutnya dan mendidik bayi (Roesli, 2012).

Page 35: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

17

Tahap kedua dimulai dalam 30-40 menit selanjutnya. Pada tahap

ini bayi mulai mengeluarkan suara, menggerakkan mulut seperti ingin

minum, mencium dan menjilat tangan. Bayi mencium dan merasakan

cairan ketuban yang ada di tangannya. Bau ini sama dengan bau cairan

yang dikeluarkan payudara ibu. Bau dan rasa ini akan membimbing bayi

untuk menemukan payudara dan puting susu ibu (Roesli, 2012).

Tahap ketiga yaitu bayi mulai mengeluarkan air liur. Bayi mulai

mengeluarkan air liurnya saat menyadari bahwa ada makanan di

sekitarnya. Kemudian, bayi berusaha untuk mencapai areola (Roesli,

2012).

Tahap keempat yaitu bayi mulai bergerak ke arah payudara. Kaki

bayi akan menekan perut ibu untuk mencapai areola. Bayi akan menjilat-

jilat kulit ibu, menghentak-hentakkan kepalanya ke dada ibu, menoleh ke

kanan dan ke kiri, serta menyentuh dan meremas daerah puting susu dan

sekitarnya dengan tangannya yang mungil (Roesli, 2013).

Tahap kelima yaitu bayi mulai menemukan puting susu ibu.

Kemudian, bayi akan menjilat dan mengulum puting susu ibu. Mulut

bayi akan terbuka lebar untuk menghisap puting sus ibu. Kemudian, bayi

akan melekat di dada ibunya dengan baik (Roesli, 2012).

6. Anggapan Yang Salah Tentang IMD

Menurut Roesli (2012), terdapat beberapa pendapat yang tidak benar

yang dianggap dapat menghambat terjadinya IMD, yaitu:

Page 36: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

18

a. Bayi Kedinginan

Bayi akan berada pada suhu yang aman jika melakukan kontak kulit

dengan sang ibu. Suhu payudara ibu akan meningkat 0,5 derajat dalam

waktu 2 menit jika bayi diletakkan di dada ibu. Berasarkan hasil

penelitian Dr. Niels Bergman (2005) dalam Roesli (2012), ditemukan

bahwa suhu dada ibu yang melahirkan menjadi 10C lebih panas

daripada suhu dada ibu yang tidak melahirkan. Jika bayi yang

diletakkan di dada ibu ini kepanasan, suhu dada ibu akan turun 10C.

Jika bayi kedinginan, suhu dada ibu akan meningkat 20C untuk

menghangatkan bayi. Jadi, dada ibu yang melahirkan merupakan

tempat terbaik bagi bayi baru lahir.

b. Ibu Terlalu Lelah

Saat terjadi kontak kulit ibu dan bayi maka hormon oksitosin akan

membantu menenangkan ibu sehingga ibu tidak merasa lelah untuk

memeluk bayinya.

c. Tenaga Kesehatan Kurang Tersedia

Saat bayi di dada ibu, penolong persalinan dapat melanjutkan

tugasnya. Bayi dapat menemukan sendiri payudara ibu. Libatkan ayah

atau keluarga terdekat untuk menjaga bayi sambil memberi dukungan

pada ibu.

Page 37: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

19

d. Kamar Bersalin Atau Kamar Operasi Sibuk

Tetap berikan kesempatan pada bayi untuk mencapai payudara dan

menyusu dini saat dipindahkan ke ruang pulih atau kamar perawatan.

e. Ibu Harus Dijahit

Kegiatan merangkak mencari payudara terjadi di area payudara.

Sedangkan yang dijahit adalah bagian bawah tubuh ibu. Sehingga tidak

ada masalah bagi bayi untuk tetap melakukan IMD.

f. Segara Memberikan Vitamin K Dan Tetes Mata Untuk Mencegah

Penyakit Gonorrhea

Menurut American Collage of Obstetrics and Gynecology dan

Academy Breastfeeding Medicine (2007) dalam Roesli (2012),

tindakan pencegahan ini dapat ditunda setidaknya selama satu jam

sampai bayi menyusu sendiri tanpa membahayakan bayi.

g. Bayi Harus Segera Dibersihkan, Dimandikan, Ditimbang, Dan

Diukur

Menunda memandikan bayi berarti menghindarkan hilangnya panas

badan bayi. Selain itu, kesempatan vernix meresap, melunakkan dan

melindungi kulit bayi lebih besar. Penimbangan dan pengukuran dapat

ditunda sampai menyusu awal selesai.

h. Bayi Kurang Siaga

Pada 1-2 jam pertama kelahirannya, bayi sangat siaga. Setelah itu, bayi

akan tidur dalam waktu yang lama. Jika bayi mengantuk akibat obat

yang dikonsumsi ibu, justru kontak kulit akan lebih penting lagi karena

bayi memerlukan bantuan lebih untuk ikatan kasih sayang (bonding).

Page 38: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

20

i. Kolostrum Tidak Keluar Atau Jumlah Kolostrum Tidak

Mencukupi

Kolostrum cukup dijadikan makanan pertama bayi baru lahir. Bayi

dilahirkan dengan membawa bekal air dan gula yang dapat dipakai

pada saat itu.

j. Kolostrum Berbahaya Bagi Bayi

Kolostrum sangat diperlukan untuk tumbuh kembang bayi. Selain

sebagai imunisasi pertama dan mengurangi kuning pada bayi baru

lahir, kolostrum juga melindungi dan mematangkan dinding usus bayi.

7. Definisi Rawat Gabung

Menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan

Anak RI (2010), menyatakan bahwa rawat gabung adalah upaya

menempatkan ibu dan bayi di tempat yang sama selama 24 jam.

Pelaksanaan rawat gabung merupakan poin nomer tujuh dalam pedoman

peningkatan penerapan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui.

Untuk mewujudkannya, setiap fasilitas kesehatan harus melakukan

lima langkah pelaksanaan rawat gabung. Pertama, mengupayakan

penyediaan rawat gabung dengan sarana dan prasana yang memadai.

Kedua, mempraktekkan rawat gabung selama 24 jam kecuali bayi

mengalami indikasi medis harus dirawat secara terpisah. Ketiga, menjamin

kebersihan dan kenyamanan ruangan rawat gabung. Keempat, menjamin

ketertiban waktu kunjungan. Kelima, mengupayakan agar ibu tetap dapat

Page 39: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

21

menyusui walaupun bayi harus dirawat terpisah atas indikasi medis (KP3A

RI, 2010).

8. Manfaat Rawat Gabung

Menurut Wijayanti (2011), manfaat rawat gabung dapat ditinjau dari

berbagai aspek, yaitu aspek fisik, fisiologis, psikologi, edukatif, ekonomi,

dan medis. Manfaat rawat gabung ditinjau dari aspek fisik yaitu, ibu dapat

dengan mudah menjangkau bayinya untuk melakukan perawatan sendiri

dan mnyusui sesuai keinginan bayi. Selanjutnya, dari aspek fisiologi, maka

dengan adanya rawat gabung bayi akan segera dan lebih sering disusui.

Sehingga, akan timbul refleks oksitosin dan prolaktin.

Kemudian, dari aspek psikologi, maka dengan adanya rawat gabung

akan terjalin proses lekat antara ibu dan bayi. Hal ini mempunyai

pengaruh yang besar terhadap perkembangan psikologi bayi selanjutnya,

karena kehangatan tubuh ibu merupakan stimulasi mental yang mutlak

dibutuhkan oleh bayi. Selanjutnya, dari aspek edukatif, maka dengan

adanya rawat gabung ibu akan mendapatkan pengetahuan dan

keterampilan tentang cara menyusui yag benar, merawat tali pusat,

merawat payudara, dan memandikan bayi (Wijayanti, 2011).

Selanjutnya, dari aspek ekonomi, maka dengan adanya rawat gabung

pemberian ASI dapat dilakukan sedini mungkin. Sehingga, dapat

menghemat anggaran pengeluaran untuk pembelian susu formula, botol

susu, dot, serta peralatan lain yang dibutuhkan. Terakhir, dari aspek

Page 40: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

22

medis, maka dengan adanya rawat gabung akan menurunkan angka

morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi (Wijayanti, 2011).

B. Perilaku

1. Pengertian Perilaku

Menurut Green (1990), perilaku manusia merupakan hasil dari

berbagai macam pengalaman serta interaksi manusia dengan

lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan

tindakan. Selanjutnya, menurut Sarwono (1993), menyatakan bahwa

perilaku dalam bentuk pengetahuan artinya mengetahui situasi dan

rangsangan dari luar. Perilaku dalam bentuk sikap artinya tanggapan batin

terhadap keadaan atau rangsangan dari luar diri subjek, sehingga alam akan

mencetak perilaku manusia yang hidup di dalamnya, sesuai dengan sifat

dan keadaan alam tersebut. Sedangkan perilaku dalam bentuk tindakan

artinya perbuatan (action) terhadap situasi dan rangsangan dari luar.

2. Determinan Perilaku

Menurut Green et all (2005), determinan perilaku merupakan faktor

penentu yang membedakan respon terhadap stimulus yang berbeda. Hal ini

berarti bahwa meskipun stimulusnya sama bagi sekelompok orang, namun

respon yang dihasilkan pada setiap orang akan berbeda. Green menganalisis

perilaku manusia dari tingkat kesehatan dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yaitu

faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non-behavior

Page 41: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

23

causes). Faktor di luar perilaku contohnya genetik dan faktor perilaku

ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor yaitu :

a. Faktor predisposing (predisposisi) termasuk ilmu pengetahuan

seseorang/masyarakat, sikap, kepercayaan, nilai-nilai, persepsi yang

memfasilitasi/menghalangi motivasi untuk perubahan. faktor predisposing

menyangkut pengalaman masa kanak-kanak yang membentuk sikap, nilai,

dan persepsi pertama kali.

b. Faktor reinforcing (penguat) yaitu penghargaan yang diterima dan timbal

balik yang diterima oleh pembelajar dari orang lain yang diikuti

penyerapan tingkah laku yang bisa mendorong atau menghalangi

keberlanjutan dari tingkah laku tersebut. Faktor pendukung menghasilkan

gaya hidup (membentuk pola tingkah laku) yang selanjutnya lingkungan

mempengaruhi norma sosial, permintaan pelanggan, atau sejumlah

perbuatan.

c. Faktor enabling (pemungkin) adalah kemampuan sumber daya atau

batasan yang dapat membantu/menghalangi keinginan perubahan tingkah

laku seperti perubahan lingkungan. Seseorang dapat melihatnya sebagai

kendala/batasan, yang pada umumnya dihasilkan oleh kekuatan sosial

atau sistem. Fasilitas dan sumber daya manusia/masyarakat mungkin bisa

mencukupi atau tidak seperti kekuatan pendapatan atau asuransi

kesehatan dan hukum serta status mungkin dapat mendukung atau

menghalangi.

Page 42: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

24

3. Domain Perilaku

Menurut Bloom (1905) dalam Notoatmodjo (2007), perilaku manusia

itu sangat komplek dan memiliki ruang lingkup yang sangat luas, sehingga

perilaku manusia dibagi dalam tiga domain (ranah/kawasan) meskipun

kawasan-kawasan tersebut tidak memilki batasan yang tegas dan jelas.

a. Domain Kognitif, merupakan perilaku yang menekankan pada aspek

intelektual (otak). Segala upaya yang menyangkut aktifitas otak yaitu

berfikir dan bernalar adalah termasuk dalam domin kognitif

(Krathwohl, dkk, 1974).

b. Domain Afektif, merupakan perilaku yang menekankan pada aspek

emosional, seperti perasaan, minat, sikap dan kepatuhan (Krathwohl,

dkk, 1974).

c. Domain Psikomotorik, merupakan perilaku yang menekankan pada

aspek motorik yang pencapaiannya melalui keterampilan manipulasi

yang melibatkan otot dan kekuatan fisik (Huitt, 2003).

4. Perilaku Bidan Dalam Pelaksanaan IMD

Pemerintah telah menghimbau kepada seluruh fasilitas kesehatan baik

pemerintah maupun swasta untuk menerapkan sepuluh langkah menuju

keberhasilan menyusui (LMKM). Poin nomer empat dalam 10 LMKM

adalah agar penolong persalinan membantu ibu untuk menyusui bayinya

dalam waktu 60 menit pertama setelah melahirkan (Kementerian

Page 43: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

25

Perempuan dan Perlindungan Anak RI, 2010). Selain itu, pemerintah juga

telah mengatur standar operasional tindakan yang harus dilakukan setiap

penolong persalinan dalam pelaksanaan IMD dalam asuhan bayi baru

lahir (Depkes, 2008).

IMD merupakan salah satu wewenang bidan dalam memberikan

pelayanan kebidanan sebagai langkah mencapai keberhasilan menyusui

(Kemenkes RI, 2010). Penelitian Rahardjo (2006) menyatakan, ada

hubungan yang bermakna antara bidan sebagai tenaga penolong

persalinan dengan pelaksanaan IMD. Bidan merupakan kunci utama

keberhasilan pemberian ASI dalam satu jam pertama setelah melahirkan

(immediate breastfeeding) karena dalam waktu tersebut peran penolong

persalinan masih sangat dominan. Apabila bidan memfasilitasi ibu untuk

segera memeluk bayinya maka interaksi ibu dan bayi diharapkan segera

terjadi. Dengan immediate breastfeeding ibu semakin percaya diri untuk

tetap memberikan ASInya sehingga tidak merasa perlu untuk memberikan

makanan atau minuman apapun kepada bayi karena bayi merasa nyaman

menempel pada payudara ibu atau tenang dalam pelukan ibu segera

setelah lahir (Fikawati & Syafiq, 2003).

Selanjutnya penelitian Legawati dkk (2011), menyatakan bahwa bidan

masih memiliki pemahaman yang berbeda mengenai pelaksanaan IMD

karena program ini masih dianggap baru sehingga menimbulkan keraguan

dan kesulitan untuk menerapkannya. Selain itu, ketidaksabaran bidan

Page 44: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

26

dalam memfasilitasi IMD karena alasan waktu padahal masih banyak

tugas yang harus diselesaikan menjadi penyebab kegagalan pelaksanaan

IMD.

C. Bidan

1. Pengertian Bidan

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Repubik Indonesia nomor

369/MENKES/SK/III/2007 Tentang Standar Profesi Kebidanan, bidan

adalah seorang wanita yang telah mengikuti dan menyelesaikan

pendidikan bidan serta diakui oleh pemerintah dan telah lulus ujian sesuai

persyaratan yang berlaku dan memperoleh kualifikasi untuk registrasi

serta memperoleh izin untuk melaksanakan praktik kebidanan. Selain itu,

menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

HK.02.02/MENKES/149/1/2010 Tentang Izin Dan Penyelenggaraan

Praktik Bidan, bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari

pendidikan bidan yang telah teregistrasi sesuai dengan peraturan

perundangan-undangan.

2. Wewenang Bidan

Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

HK.02.02/MENKES/149/1/2010 Tentang Izin dan Penyelenggaraan

Praktik Bidan, menyatakan bahwa bidan dalam menjalankan praktik

berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi: pelayanan

Page 45: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

27

kebidanan, pelayanan kesehatan reproduksi perempuan, dan pelayanan

kesehatan masyarakat.

a. Pelayanan kebidanan meliputi:

1) Pemberian imunisasi dalam rangka menjalankan tugas pemerintah

2) Bimbingan senam hamil

3) Episiotomi

4) Penjahitan luka episiotomi

5) Kompresi bimanual dalam rangka kegawatdaruratan, dilanjutkan

dengan perujukan

6) Pencegahan anemia

7) Inisiasi menyusui dini dan promosi ASI eksklusif

8) Resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia

9) Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk

10) Pemberian minum dengan sonde/pipet

11) Pemberian obat bebas, uterotonika untuk postpartum dan

manajemen aktif kala tiga

12) Pemberian surat keterangan kelahiran

13) Pemberian surat keterangan hamil untuk keperluan cuti

melahirkan.

b. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan meliputi:

1) Pemberian alat kontrasepsi oral, suntikan dan alat kontrasepsi

dalam rahim dalam rangka menjalankan tugas pemerintah

Page 46: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

28

2) Pemasangan alat kontrasepsi dalam rahim di fasilitas pelayanan

kesehatan pemerintah dengan supervisi dokter

3) Penyuluhan/konseling pemilihan kontrasepsi

4) Pencabutan alat kontrasepsi dalam rahim di fasilitas pelayanan

kesehatan pemerintah

5) Penyuluhan/konseling dan tindakan pencegahan kepada

perempuan pada masa pranikah dan prahamil

c. Pelayanan kesehatan masyarakat

1) Pembinaan masyarakat dibidang kesehatan ibu dan bayi

2) Pelaksanaan pelayanan kebidanan komunitas

3) Pelaksanaan deteksi dini, perujukan dan penyuluhan Infeksi

Menular Seksual (IMS), penyalahgunaan Narkotika Psikotropika

dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) serta penyakit lainnya.

D. Kerangka Teori

Departemen Kesehatan RI (2008) telah menyusun pedoman

pelaksanaan IMD yang harus dilakukan setiap penolong persalinan dalam

asuhan bayi baru lahir. Terdapat tiga langkah pelaksanaan IMD yang harus

dilakukan, sebagaimana bagan berikut:

Page 47: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

29

Bagan 2.1

Kerangka Teori (Depkes RI, 2008)

Pedoman pelaksanaan IMD dalam asuhan

bayi baru lahir

Langkah 1

Menilai kondisi awal bayi baru lahir dan mengeringkan tubuh bayi

Langkah 2

Memberikan kesempatan kontak kulit antara ibu dan bayi minimal

selama satu jam

Langkah 3

Memberikan kesempatan pada bayi untuk mencari, menemukan puting

susu ibunya, dan mulai menyusu

Page 48: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

30

BAB III

KERANGKA BERPIKIR DAN DEFINISI ISTILAH

A. Kerangka Berpikir

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif untuk mengetahui gambaran

pelaksanaan IMD di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan

tahun 2013. Dalam penelitian ini, peneliti menggunkan pedoman pelaksanaan

IMD dalam asuhan bayi baru lahir yang dibuat oleh Departemen Kesehatan RI

tahun 2008.

Terdapat tiga langkah yang harus dilakukan setiap penolong persalinan

dalam pelaksanaan IMD. Langkah pertama, yaitu mencatat waktu kelahiran

bayi dan menilai kondisi bayi. Langkah kedua, yaitu memberikan kesempatan

pada bayi untuk melakukan kontak kulit dengan ibunya minimal selama satu

jam. Langkah ketiga, yaitu memberikan kesempatan pada bayi untuk mencari,

menemukan puting susu ibunya, dan mulai menyusu.

Dalam penelitian ini, peneliti akan mengobservasi setiap tindakan

yang dilakukan bidan dalam ketiga langkah pelaksanaan IMD. Selanjutnya,

peneliti akan melakukan wawancara untuk mengetahui alasan bidan dalam

melakukan setiap tindakan tersebut.

Page 49: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

31

Bagan 3.1

Kerangka Berpikir

Gambaran perilaku bidan dalam

pelaksanaan IMD di Puskesmas

Kecamatan Pesanggrahan

Langkah 1

Menilai kondisi awal bayi baru lahir dan mengeringkan tubuh bayi

Langkah 2

Memberikan kesempatan kontak kulit antara ibu dan bayi minimal selama satu jam

Langkah 3

Memberikan kesempatan pada bayi untuk mencari, menemukan puting susu ibunya,

dan mulai menyusu

Page 50: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

32

B. Definisi Istilah

Tabel 3.1

Definisi Istilah

Istilah Definisi

Cara

pengumpulan

data

Alat

ukur

Perilaku Tahapan tindakan yang dilakukan

bidan dalam melaksanakan IMD. Observasi

Pedoman

observasi

Langkah

pertama

Tindakan yang dilakukan bidan

dalam melakukan penilaian awal

kondisi bayi dan mengeringkan

tubuh bayi.

Observasi Pedoman

observasi

Langkah

kedua

Tindakan yang dilakukan bidan

dalam memberikan kesempatan

pada bayi untuk melakukan

kontak kulit dengan ibunya.

Observasi Pedoman

observasi

Langkah

ketiga

Tindakan yang dilakukan bidan

untuk memberikan kesempatan

pada bayi agar mencari dan

menemukan puting susu ibunya.

Observasi Pedoman

observasi

Page 51: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

33

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif.

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang digunakan untuk memahami

fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, secara menyeluruh

dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu

konteks khusus yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah

(Moleong, 2006).

Terdapat beberapa hal yang menjadi alasan untuk memilih jenis

penelitian kualitatif. Diantaranya, penelitian kualitatif berfungsi untuk

meneliti sesuatu dari segi prosesnya dan penelitian kualitatif berfungsi untuk

keperluan evaluasi (Moleong, 2006).

Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui gambaran perilaku

bidan dalam pelaksanaan IMD secara menyeluruh. Selain itu, hasil penelitian

ini juga diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi bagi PKM Kecamatan

Pesanggrahan untuk meningkatkan kualitas bidan dalam pelaksanaan IMD.

Sehingga, penelitian ini dapat dilakukan menggunakan jenis penelitian

kualitatif.

Page 52: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

34

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan

Jakarta Selatan dari bulan April sampai Agustus 2013.

C. Informan Penelitian

Pemilihan informan berfungsi untuk mendapatkan informansi yang

maksimum, bukan untuk digeneralisasikan. Penentuan informan dianggap

telah memadai apabila telah sampai pada taraf redundancy yaitu data yang

diperoleh telah jenuh, sehingga informan tidak lagi memberikan informansi

baru (Sugiyono, 2009).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua jenis informan, yaitu

informan utama dan informan pendukung. Informan utama dalam penelitian

ini adalah bidan penolong persalinan yang diobservasi saat menolong

persalinan. Observasi tersebut bertujuan untuk mengetahui langkah-langkah

pelaksanaan IMD yang dilakukan oleh bidan. Selanjutnya, peneliti juga

melakukan wawancara mendalam terhadap informan utama. Wawancara

mendalam bertujuan untuk mendapatkan informansi mengenai alasan bidan

dalam pelaksanaan IMD.

Sedangkan, informan pendukung adalah ibu bersalin di RB PKM

Kecamatan Pesanggrahan. Peneliti melakukan wawancara mendalam

terhadap informan pendukung untuk mengetahui tindakan yang dilakukan

bidan dalam pelaksanaan IMD.

Page 53: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

35

D. Instrumen Penelitian

Menurut Nasution (1988) dalam Sugiyono (2009), menyatakan bahwa

manusia merupakan instrumen dalam penelitian kualitatif. Alasannya karena

segala sesuatu dalam penelitian kualitatif belum memiliki bentuk yang jelas.

Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan,

bahkan hasil yang diharapkan tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas

sehingga masih perlu dikembangkan selama penelitian. Dalam keadaan

tersebut, hanya peneliti sendiri sebagai alat satu-satunya yang dapat

mencapainya.

Setelah masalah yang akan dipelajari menjadi jelas, maka baru dapat

dikembangkan suatu instrumen. Pengembangan instrument diharapkan dapat

melengkapi data dan membandingkan dengan data yang telah ditemukan

selama penelitian (Sugiyono, 2009). Dalam penelitian ini peneliti

mengembangkan instrumen untuk menjawab masalah penelitian. Instrumen

yang digunakan dalam penelitian ini, meliputi: pedoman observasi, pedoman

wawancara, perekam suara, kamera, dan alat pencatat.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis

dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan

data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan

mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan (Sugiyono,

2009). Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah:

Page 54: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

36

1. Observasi

Observasi merupakan kegiatan dengan menggunakan panca indera

untuk memperoleh informansi yang diperlukan untuk menjawab masalah

penelitian. Hasil observasi berupa aktivitas, kejadian, peristiwa, objek,

kondisi atau suasana tertentu, dan perasaan emosi seseorang. Observasi

dilakukan untuk memperoleh gambaran riil suatu peristiwa atau kejadian

untuk menjawab pertanyaan penelitian. Observasi merupakan salah satu

teknik pengumpulan data yang sangat lazim dalam metode penelitian

kualitatif (Bungin, 2007).

Observasi banyak digunakan untuk mengukur tingkah laku individu

ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik dalam

situasi sebenarnya maupun dalam situasi buatan (Sudjana, 2010). Oleh

sebab itu, peneliti menggunakan teknik observasi untuk melihat tindakan

yang dilakukan bidan dalam memfasilitasi pelaksanaan IMD. Sehingga,

diketahui langkah-langkah IMD yang dilakukan oleh informan utama.

Langkah pertama yang dilakukan peneliti dalam melakukan observasi,

yaitu menentukan tujuan yang ingin dicapai dari hasil observasi. Tujuan

observasi dalam penelitian ini, yaitu untuk mengetahui tindakan yang

dilakukan bidan dalam langkah-langkah pelaksanaan IMD di PKM Kec.

Pesanggrahan tahun 2013.

Langkah kedua, yaitu membuat pedoman observasi. Pedoman

observasi dibuat sesuai dengan pedoman pelaksanaan IMD dalam asuhan

Page 55: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

37

bayi baru lahir. Hasil observasi ditampilkan dalam kolom lembar chek list

pada tiap tindakan langkah-langkah pelaksanaan IMD.

Langkah ketiga, yaitu peneliti melakukan observasi pelaksanaan IMD

terhadap informan utama saat proses persalinan berlangsung. Kemudian,

hasil observasi dimasukkan dalam kolom lembar chek list pedoman

observasi. Pengisian kolom lembar chek list segera dilakukan setelah

selesai mengobservasi di tempat penelitian.

Langkah keempat, yaitu membuat kesimpulan hasil observasi

berdasarkan isian kolom lembar chek list pedoman observasi. Kesimpulan

hasil observasi ditampilkan dalam bentuk narasi.

2. Studi dokumen

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Studi

dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan

wawancara dalam penelitian kualitatif (Sugiyono, 2009). Dalam penelitian

ini, peneliti menggunakan dokumen data registrasi persalinan di RB PKM

Kec. Pesanggrahan tahun 2013. Informansi yang digunakan dalam

dokumen data registrasi persalinan, yaitu nama bidan penolong persalinan,

nama ibu bersalin beserta suami, jumlah kelahiran, waktu melahirkan, dan

alamat ibu bersalin. Dokumen ini digunakan untuk melengkapi data hasil

observasi dan untuk mencari data informan pendukung.

Page 56: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

38

3. Wawancara mendalam

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan

tersebut dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan

pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan

tersebut (Moleong, 2006). Kelebihan teknik wawancara ialah terjadinya

kontak langsung antara pewawancara dan terwawancara. Selain itu, hasil

wawancara pun dapat direkam (Sudjana, 2010).

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara mendalam

berdasarkan hasil observasi terhadap informan utama dalam melakukan

tindakan langkah-langkah pelaksanaan IMD dalam asuhan bayi baru lahir.

Selain itu, wawancara juga dilakukan kepada informan pendukung untuk

mengetahui tindakan yang dilakukan informan utama dalam pelaksanaan

IMD.

Teknik ini dipilih karena dengan wawancara akan terjadi kontak

langsung antara peneliti dan informan, sehingga informan dapat

mengungkapkan jawaban secara lebih bebas dan mendalam. Selain itu,

peneliti juga dapat mencatat hasil penelitian secara lengkap melalui hasil

rekaman wawancara.

Langkah pertama yang dilakukan dalam wawancara, yaitu menentukan

tujuan yang ingin dicapai dari hasil wawancara mendalam. Tujuan

wawancara mendalam dalam penelitian ini, yaitu untuk mengetahui alasan

Page 57: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

39

informan utama melakukan tindakan dalam langkah-langkah pelaksanaan

IMD di PKM Kec. Pesanggrahan tahun 2013.

Langkah kedua, yaitu membuat pedoman wawancara berdasarkan

hasil observasi. Melalui pedoman ini, peneliti lebih terarah melakukan

wawancara untuk mencapai tujuan penelitian. Langkah ketiga, yaitu

melakukan wawancara dengan informan utama dan informan pendukung.

Wawancara direkam melalui alat perekam suara.

Langkah keempat, yaitu mencatat hasil wawancara secara lengkap

berdasarkan hasil rekaman wawancara. Kemudian, peneliti

mengelompokkan hasil wawancara berdasarkan istilah penelitian. Langkah

kelima, yaitu menarik kesimpulan berdasarkan hasil pengelompokkan

istilah penelitian. Kesimpulan penelitian ditampilkan dalam bentuk narasi.

F. Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis

data yang diperoleh dari berbagai teknik pengumpulan data yang digunakan

dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke

dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana

yang penting dan akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah

difahami oleh peneliti maupun orang lain (sugiyono, 2009).

Pada penelitian ini, analisis data yang digunakan adalah content

analysis. Menurut Neuman (2000) dalam Afifah (2008), content analysis

adalah teknik mengumpulkan data dan kemudian dilakukan analisis terhadap

Page 58: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

40

isi naskah atau hasil data yang diperoleh untuk kemudian dibandingkan

dengan teori-teori pada tinjauan kepustakaan atau hasil penelitian terdahulu.

Dalam pelaksanaannya, peneliti melakukan ketiga teknik

pengumpulan data, yaitu observasi, studi dokumen, dan wawancara

mendalam. Selanjutnya, peneliti menyimpulkan hasil penelitian berdasarkan

data yang diperoleh dari ketiga teknik pengumpulan data tersebut. Kemudian,

peneliti membandingkan hasil penelitian dengan teori-teori yang ada pada

tinjauan kepustakaan hasil hasil penelitian terdahulu.

Menurut Nasution (1988) dalam Sugiyono (2009), menyatakan bahwa

analisis telah dimulai sejak merumuskan dan menjelaskan masalah sebelum

terjun ke lapangan, selama di lapangan sampai penulisan hasil penelitian.

Namun, analisis lebih difokuskan selama di lapangan bersamaan dengan

pengumpulan data.

1. Analisis sebelum di lapangan

Dalam penelitian kualitatif, analisis data telah dilakukan sebelum

peneliti memasuki lapangan. Analisis ini dilakukan terhadap data hasil

studi pendahuluan (sugiyono, 2009). Dalam studi pendahuluan, peneliti

menggunakan teknik observasi untuk melihat tindakan bidan dalam

pelaksanaan IMD. Berdasarkan hasil observasi tersebut peneliti menarik

kesimpulan untuk menentukan masalah penelitian.

Page 59: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

41

2. Analisis data di lapangan

Menurut Miles dan Huberman (1984) dalam Sugiyono (2009),

mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan

secara interaktif saat pengumpulan data di lapangan dan berlangsung

secara terus menerus sampai tuntas, hingga data yang diperoleh telah

jenuh. Terdapat tiga tahap aktivitas yang dilakukan dalam analisis data

kualitatif, yaitu:

a. Reduksi data

Reduksi data merupakan proses berfikir sensitif yang memerlukan

kecerdasan, keluasan dan kedalaman wawasan yang tinggi. Aktivitas

yang dilakukan pada tahap reduksi data yaitu merangkum, memilih

hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, mencari tema

dan polanya. Dengan demikian, data yang telah direduksi akan

memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti

untuk pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya apabila

diperlukan (Sugiyono, 2009).

Peneliti melakukan reduksi data dari hasil observasi dan

wawancara. Sebelum melakukan observasi, peneliti sudah menyiapkan

lembar pedoman observasi yang diadaptasi dari pedoman langkah

IMD dalam asuhan bayi baru lahir berdasarkan ketetapan Departemen

Kesehatan RI 2008. Melalui lembar pedoman observasi, peneliti dapat

memfokuskan permasalahan penelitian mengenai pelaksanaan IMD.

Page 60: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

42

Proses observasi dilakukan secara berulang hingga tidak ada lagi

temuan baru.

Sedangkan, sebelum melakukan wawancara, peneliti sudah

menyiapkan pedoman wawancara yang dibuat berdasarkan teori-teori

yang memfokuskan dalam pelaksanaan IMD. Wawancara dilakukan

terhadap informan utama dan informan pendukung. Setelah melakukan

wawancara, peneliti merangkum hasil wawancara dalam bentuk

matriks wawancara. Wawancara dilakukan sampai informansi yang

diperoleh telah jenuh.

b. Penyajian data

Penyajian data dilakukan dalam bentuk bagan, tabel atau teks yang

bersifat naratif. Penyajian data akan memudahkan peneliti untuk

memahami apa yang terjadi serta merencanakan kerja selanjutnya

berdasarkan apa yang telah difahami (Sugiyono, 2009).

Peneliti menyajikan data hasil observasi dalam bentuk tabel pada

lampiran 6. Sedangkan data hasil wawancara ditampilkan dalam

bentuk matriks wawancara pada lampiran 7 dan lampiran 8. Melalui

cara ini, peneliti dapat menentukan kejenuhan data yang telah

diperoleh.

c. Penarikan kesimpulan

Penarikan kesimpulan yang disertai dengan bukti-bukti yang valid

dan konsisten akan mengahasilkan kesimpulan yang dapat dipercaya.

Page 61: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

43

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan temuan baru yang

sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau

gambaran obyek yang sebelumnya belum jelas menjadi lebih jelas

(Sugiyono, 2009).

Dalam penelitian ini, peneliti menarik kesimpulan berdasarkan

temuan dalam observasi dan wawancara. Berdasarkan hasil observasi

dan wawancara terhadap informan utama disimpulkan bahwa bidan

kurang tepat dalam melaksanakan IMD. Kesimpulan tersebut

didukung berdasarkan kesimpulan wawancara terhadap informan

pendukung, yaitu informan utama masih kurang tepat dalam

melaksanakan IMD.

G. Keabsahan Data

Pengujian keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi: uji

kredibilitas data (validitas internal) yaitu berkenaan dengan derajat akurasi

desain penelitian degan hasil yang ingin dicapai, uji transferabilitas (validitas

eksternal) yaitu berkenaan dengan derajat akurasi hasil penelitian dapat

diterapkan wilayah penelitian, uji depenabilitas (reliabilitas) yaitu berkenaan

dengan derajat konsistensi temuan, dan uji konfirmabilitas (obyektivitas) yaitu

berkenaan dengan derajat kesepakatan antar banyak orang terhadap temuan

yang diperoleh (Sugiyono, 2009).

Dalam penelitian ini, peneliti hanya menggunakan uji kredibilitas data

karena penelitian ini bersifat studi kasus sehingga data yang diperoleh tidak

Page 62: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

44

dapat digeneralisasikan. Selain itu, belum ada hasil penelitian serupa yang

menggunakan instrumen yang sama seperti pada penelitian ini.

Dalam penelitian ini, peneliti hanya menggunakan perpanjangan

pengamatan dan triangulasi sebagai cara untuk menguji kredibilitas data

penelitian.

1. Perpanjangan Pengamatan

Menurut Sugiyono (2009), perpanjangan pengamatan berarti peneliti

kembali ke lapangan, melakukan observasi ataupun wawancara kembali

dengan sumber data yang pernah ditemui maupun yang baru. Melalui

perpanjangan pengamatan diharapkan hubungan peneliti dengan sumber

data akan semakin terbentuk. Sehingga, kehadiran peneliti tidak

mempengaruhi perilaku yang dipelajari.

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan perpanjangan waktu

observasi selama dua bulan. Observasi dilakukan sejak bulan Mei sampai

Juni 2013. Melalui perpanjangan waktu observasi ini, diharapkan terjalin

hubungan yang terbuka antara peneliti dan bidan. Sehingga, kehadiran

peneliti tidak mengganggu perilaku bidan dalam melakukan setiap tindakan

dalam pelaksanaan IMD.

2. Triangulasi

Menurut Sugiyono (2009), triangulasi dalam pengujian kredibilitas

diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai

cara dan berbagai waktu. Dengan demikian terdapat tiga jenis triangulasi

Page 63: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

45

dalam pengujian kredibilitas, yaitu triangulasi sumber, triangulasi teknik,

dan triangulasi waktu. Namun, dalam penelitian ini peneliti tidak

menggunakan triangulasi waktu dalam melakukan observasi pelaksanaan

IMD karena keterbatasan waktu penelitian.

a. Triangulasi sumber

Triangulasi sumber dilakukan dengan cara mengecek data yang

telah diperoleh melalui sumber yang berbeda (Sugiyono, 2009). Dalam

triangulasi sumber, peneliti mengumpulkan data dari informan utama

yaitu bidan penolong persalinan dan informan pendukung yaitu ibu

bersalin.

b. Triangulasi teknik

Triangulasi teknik dilakukan dengan cara mengecek data kepada

sumber yang sama dengan teknik yang berbeda (Sugiyono, 2009).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik observasi, studi

dokumen, dan wawancara mendalam.

Page 64: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

46

BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan

1. Profil Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan

Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan dibangun di lokasi Jl. Cenek I

No.1 Kecamatan Pesanggrahan pada tahun 2002 dan mulai beroperasi

sejak tahun 2003. Sebelumnya Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan

menempati lokasi di Jl. Wijaya Kusuma No.1 bergabung dengan

Puskesmas Kelurahan Pesanggrahan.

2. Visi dan Misi Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan

a. Visi

Menjadi puskesmas terdepan yang mengutamakan kepuasan

pelanggan melalui pelayanan prima.

b. Misi

1) Memberdayakan SDM secara Profesional

2) Mengembangkan sistem promosi kesehatan

3) Mengembangkan pelayanan kesehatan yang prima

4) Mengembangkan sistem informasi kesehatan

Page 65: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

47

5) Menggalang kemitraan dengan sektor terkait

3. Fasilitas Puskesmas Kec. Pesanggrahan

Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan dibangun di atas tanah seluas

2566 m2

dengan luas bangunan 1677 m2. Puskesmas ini memiliki tiga

lantai. Lantai pertama terdiri dari ruang pelayanan 24 jam, ruang bersalin,

poli kesehatan ibu hamil trimester I dan II, poli kesehatan ibu hamil

trimester III, gudang obat dan ruang radiologi. Lantai kedua terdiri dari

loket, laboratorium, poli umum, poli gigi, poli keluarga berencana (KB),

poli menejemen terpadu balita sakit (MTBS), poli paru, poli lansia, poli

diabetes melitus (DM), ruang konseling, gudang alat kesehatan, ruang

fisioterapi, apotik dan koperasi. Sedangkan lantai ketiga terdiri dari ruang

Kepala Puskesmas, ruang penyakit menular dan kesehatan lingkungan,

ruang promosi kesehatan dan program gizi, ruang perencanaan dan satuan

kerja, ruang keuangan, ruang tata usaha (TU), ruang pendidikan dan

pelatihan (Diklat), ruang pemeriksaan kesehatan haji dan

elektrokardiografi (EKG), aula dan mushola.

Kapasitas listrik yang dimiliki oleh puskesmas ini yaitu sebesar 66.000

watt. Selanjutnya, sumber air yang digunakan di puskesmas ini berasal

dari air tanah. Selain itu, Puskesmas Kecamatan Pesanggarahan juga

memiliki dua buah telepon, dua buah faximili, dua buah mobil

ambulance, satu buah mobil dinas merk APV dan enam buah sepeda

motor.

Page 66: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

48

B. Karakteristik Informan

Informan yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu

informan utama dan informan pendukung. Karakteristik informan utama yang

diperoleh dalam penelitian ini, yaitu nama, usia, jabatan, pendidikan terakhir,

lama tugas sebagai bidan, lama tugas di PKM Kec. Pesanggrahan. Sedangkan,

karakteristik informan pendukung yang diperoleh dalam penelitian ini, yaitu

waktu melahirkan, pendamping persalinan, jumlah kelahiran anak dan bidan

penolong persalinan.

1. Informan Utama

Informan utama dalam penelitian ini adalah bidan yang bertugas di RB

PKM Kecamatan Pesanggrahan. Berdasarkan hasil wawancara diketahui

bahwa jadwal kerja bidan di RB PKM Kecamatan Pesanggrahan terbagi

dalam tiga waktu, yaitu dari pukul 07.00-15.00 WIB, kemudian dari pukul

15.00-23.00 WIB, selanjutnya dari pukul 23.00-07.00 WIB. Jadwal kerja

tersebut dibagi secara bergilir untuk setiap bidan. Namun, khusus untuk

satu orang informan utama yang menjabat sebagai bidan koordinator

memiliki jadwal kerja tetap. Bidan koordinator memiliki jadwal kerja dari

hari senin sampai jumat mulai pukul 07.000-16.00 WIB. Meskipun bidan

koordinator memiliki jadwal kerja khusus, namun tugas bidan sebagai

penolong persalinan tetap sama.

Informan 1 dengan inisial N berusia 46 tahun yang memiliki latar

belakang pendidikan DIV kebidanan. Informan sudah bekerja sebagai

Page 67: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

49

bidan selama 25 tahun. Sebelum bertugas di PKM Kec. Pesanggrahan,

informan bertugas di PKM Kelurahan Mampang Jakarta Selatan.

Informan mulai bekerja di PKM Kec. Pesanggrahan sejak tahun 2007 dan

menjabat sebagai koordinator RB. Selain itu, informan juga bekerja

sebagai bidan praktek di RB milik pribadi.

Informan 2 dengan inisial SA berusia 29 tahun yang memiliki latar

belakang pendidikan DIII kebidanan. Informan sudah bekerja sebagai

bidan selama 9 tahun. Sebelum bertugas di PKM Kec. Pesanggrahan,

informan bertugas di salah satu bidan praktek swasta. Informan mulai

bekerja di PKM Kec. Pesanggrahan sejak tahun 2005 dan menjabat

sebagai bidan pelaksana.

Informan 3 dengan inisial SH berusia 30 tahun yang memiliki latar

belakang pendidikan DIII kebidanan. Informan sudah bekerja sebagai

bidan selama 9 tahun. Sebelum bertugas di PKM Kec. Pesanggrahan,

informan bertugas di salah satu bidan praktek swasta. Informan mulai

bekerja di PKM Kec. Pesanggrahan sejak tahun 2005 dan menjabat

sebagai bidan pelaksana. Selain itu, informan juga bekerja sebagai bidan

praktek di RB milik pribadi.

Informan 4 dengan inisial E berusia 24 tahun yang memiliki latar

belakang pendidikan DIII kebidanan. Informan sudah bekerja sebagai

bidan selama 3 tahun. Sebelum bertugas di PKM Kec. Pesanggrahan,

informan bertugas di salah satu bidan praktek swasta dan Rumah Sakit

Page 68: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

50

Bina Kasih Medan. Informan mulai bekerja di PKM Kec. Pesanggrahan

sejak tahun 2012 dan menjabat sebagai bidan pelaksana.

Informan 5 dengan inisial R berusia 31 tahun yang memiliki latar

belakang pendidikan DIII kebidanan. Informan sudah bekerja sebagai

bidan selama 8,5 tahun. Sebelum bertugas di PKM Kec. Pesanggrahan,

informan bertugas di RB Budi Kemuliaan Cabang Dempo Kebayoran

Baru Jakarta Selatan, RB Marlina Ciputat, RSUD Kota Depok. Informan

mulai bekerja di PKM Kec. Pesanggrahan sejak tahun 2010 dan menjabat

sebagai bidan pelaksana.

Informan 6 dengan inisial A berusia 25 tahun yang memiliki latar

belakang pendidikan DIII kebidanan. Informan sudah bekerja sebagai

bidan selama 5 tahun. Sebelum bertugas di PKM Kec. Pesanggrahan,

informan bertugas di salah satu bidan praktek swasta. Informan mulai

bekerja di PKM Kec. Pesanggrahan sejak tahun 2009 dan menjabat

sebagai bidan pelaksana.

Informan 7 dengan inisial P berusia 26 tahun yang memiliki latar

belakang pendidikan DIII kebidanan. Informan sudah bekerja sebagai

bidan selama 6 tahun. Sebelum bertugas di PKM Kec. Pesanggrahan,

informan bertugas di salah satu bidan praktek swasta. Informan mulai

bekerja di PKM Kec. Pesanggrahan sejak tahun 2008 dan menjabat

sebagai bidan pelaksana.

Page 69: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

51

Informan 8 dengan inisial Y berusia 31 tahun yang memiliki latar

belakang pendidikan DIII kebidanan. Informan sudah bekerja sebagai

bidan selama 4 tahun. Sebelum bertugas di PKM Kec. Pesanggrahan,

informan bertugas di salah satu bidan praktek swasta. Informan mulai

bekerja di PKM Kec. Pesanggrahan sejak tahun 2010 dan menjabat

sebagai bidan pelaksana.

Tabel 5.1

Karakteristik Informan

Nama Usia Pendidikan

Terakhir Jabatan

Lama

Tugas

Sbg P.K

Lama

Tugas di

PKM Kec.

PSG

N 46 thn DIV

Kebidanan

Bidan

Koor. RB 25 thn 6 thn

SA 29 thn DIII

Kebidanan

Bidan

Pelaksana 9 thn 8 thn

SH 30 thn DIII

Kebidanan

Bidan

Pelaksana 9 thn 8 thn

E 24 thn DIII

Kebidanan

Bidan

Pelaksana 3 thn 1 thn

R 31 thn DIII

Kebidanan

Bidan

Pelaksana 8,5 thn 3 thn

A 25 thn DIII

Kebidanan

Bidan

Pelaksana 5 thn 4 thn

P 26 thn DIII

Kebidanan

Bidan

Pelaksana 6 thn 5 thn

Y 31 thn DIII

Kebidanan

Bidan

Pelaksana 4 thn 3 thn

2. Informan Pendukung

Informan pendukung dalam penelitian ini adalah ibu bersalin yang

melahirkan di RB Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan yang tidak

Page 70: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

52

sempat diobservasi saat persalinan. Penentuan informan pendukung

dilakukan dengan cara telaah dokumen dari buku data registrasi pasien

RB Puskesmas Kec. Pesanggrahan tahun 2013. Tujuan dilakukan

wawancara dengan informan pendukung adalah sebagai bentuk

triangulasi informan untuk mengetahui tindakan yang dilakukan bidan

dalam pelaksanaan IMD.

Informan pendukung pertama berinisial U berusia 22 tahun.

Melahirkan pada hari Jum’at tanggal 7 Juni 2013 pukul 16.05 WIB.

Pendamping saat persalinan adalah suami informan dengan inisial A

berusia 34 tahun. Informan baru melahirkan anak pertama yang ditolong

oleh bidan N dan bidan A.

Informan pendukung kedua berinisial M berusia 21 tahun. Melahirkan

pada hari Minggu tanggal 9 Juni 2013 pukul 20.36 WIB. Pendamping

saat persalinan adalah suami informan dengan inisial AJ berusia 23 tahun.

Informan baru melahirkan anak pertama yang ditolong oleh bidan E dan

bidan SH.

Tabel 5.2

Karakteristik Informan Pendukung

Nama Usia Waktu

melahirkan

Pendamping

persalinan

Anak

ke-

Penolong

persalinan

U 22 thn

Jum’at

7 Juni 2013

16.05 WIB

Suami 1 Bidan N &

Bidan A

M 21 thn

Minggu,

9 Juni 2013

20.36 WIB

Suami 1

Bidan E &

Bidan SH

Page 71: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

53

C. Gambaran Perilaku Bidan Dalam Pelaksanaan IMD

Setelah melakukan observasi terhadap proses persalinan sebanyak 15

kali di PKM Kecamatan Pesanggrahan diketahui bahwa setiap persalinan di

PKM Kecamatan Pesanggarahan ditolong oleh dua orang bidan. Kedua orang

bidan tersebut berada di sisi kanan dan sisi kiri ibu bersalin saat pembukaan

sudah lengkap. Kedua orang bidan tersebut bekerja sama dalam menolong

persalinan dengan cara berbagi tugas. Satu orang bidan memfokuskan

tugasnya untuk menolong ibu bersalin. Sedangkan, satu orang bidan lainnya

bertugas menolong bayi.

Selama observasi, bidan A dan bidan E pernah menolong persalinan

sendirian. Hal tersebut terjadi karena masing-masing rekan kerja kedua bidan

pada saat tugas sedang beristirahat. Sehingga, bidan A dan bidan E harus

menolong persalinan sendirian. Sedangkan, bidan SH dan bidan P juga pernah

menolong persalinan sendirian karena pada waktu bersamaan saat mereka

bertugas, terdapat dua orang pasien ibu bersalin di RB PKM Kecamatan

Pesanggrahan. Sehingga, bidan SH dan bidan P harus menolong persalinan

sendiri-sendiri. Hasil observasi dapat dilihat pada lampiran 9.

Berdasarkan hasil wawancara terhadap informan utama diketahui

bahwa pelaksanaan IMD di PKM Kecamatan Pesanggrahan sudah

dilaksanakan sejak Departemen Kesehatan RI mengeluarkan program IMD.

Berikut pemaparan informan utama:

Page 72: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

54

“...awal-awal neng, kan udah ada APN+IMD tuh 2008, yaaa sekitar

2009 dah kayaknya...”(bidan N)

“Pokoknya pertama dicetuskan dan Depkes menyetujui yaudah kita

langsung melaksanakan...”(bidan SA)

“...kalo gak salah sekitar 2009 apa 2010 lah gitu...(bidan A)

Perilaku bidan dalam pelaksanaan IMD di Puskesmas Kecamatan

Pesanggrahan terkait dengan tindakan yang dilakukan bidan dalam langkah-

langkah pelaksanaan IMD. Saat bayi lahir, terdapat tiga langkah pelaksanaan

IMD yang dilakukan oleh bidan.

1. Langkah pertama

Setelah melakukan observasi terhadap proses persalinan sebanyak 15

kali di PKM Kecamatan Pesanggrahan diketahui bahwa langkah pertama

yang dilakukan bidan dalam pelaksanaan IMD dimulai dengan menilai

kondisi bayi baru lahir dan mengeringkan tubuh bayi. Penilaian awal

kondisi bayi baru lahir dimulai dengan mencatat waktu kelahiran bayi

dalam lembar catatan persalinan. Selanjutnya, dalam waktu dua detik

pertama setelah kelahiran bayi, bidan segera menilai kondisi bayi untuk

memastikan kemungkinan melakukan tindakan resusitasi pada bayi.

Berdasarkan seluruh proses persalinan yang diobservasi, tidak ada

bayi yang menunjukkan gejala asfiksia. Sehingga, bidan tidak melakukan

tindakan resusitasi pada bayi. Hasil observasi diapat dilihat pada

lampiran 6a.

Page 73: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

55

Hasil observasi tersebut diperkuat dengan hasil wawancara terhadap

informan utama yang menyatakan bahwa tindakan resusitasi harus

dilakukan apabila bayi baru lahir menunjukkan gejala asfiksia. Berikut

pemaparan informan utama:

“...bayi lahir tidak menangis, gak mungkin dong langsung IMD, pasti

resusitasi dulu...”(bidan N)

“...kita lihat kondisi bayi kan, kalo pernapasannya bagus kita

langsung bersihin...”(bidan SA)

“...kalo dia asfiksia berarti kan kita perlu pertolongan asfiksianya

dulu...”((bidan A)

Setelah dipastikan bayi tidak mengalami asfiksia, bidan mulai

mengeringkan seluruh tubuh bayi kecuali kedua tangan bayi. Hasil

observasi diapat dilihat pada lampiran 6a.

Hasil observasi tersebut diperkuat dengan hasil wawancara terhadap

informan utama yang menyatakan bahwa jika bayi tidak menunjukkan

gejala asfiksia, maka bidan segera mengeringkan tubuh bayi kecuali

kedua tangan bayi. Berikut pemaparan informan utama:

“...kalo pernapasannya bagus kita langsung bersihin kan..”(bidan SA)

“...kalo bayi lahir dia nangis, langsung taro ke atas perut ibunya,

secara tidak langsung tanpa di lap tangan-tangannya...”(bidan A)

Selanjutnya, berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama

diketahui bahwa bidan tidak membersihkan kedua tangan bayi karena

tidak ada perintah bagi bidan untuk mengeringkan tangan bayi. Selain itu,

Page 74: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

56

bau air ketuban yang melekat di tangan bayi memiliki bau yang sama

dengan payudara ibu, sehingga dapat membantu bayi untuk menemukan

puting susu ibunya. Berikut pemaparan informan utama:

“...karna gak ada teorinya neng untuk memerintah kita

membersihkan...”(bidan N)

“...bau air ketubannya itu sama kayak payudara ibu...”(bidan SA)

“ya lemaknya jangan, karena itu bau air ketuban kan untuk

ngerangsang dia...”(bidan E)

“...karna air ketuban itu baunya sama dengan si puting

ibunya...”(bidan A)

Setelah tubuh bayi dibersihkan, bidan mengklem dan memotong tali

pusat bayi. Selanjutnya, bidan memberikan suntikan syntosinon 10UI

pada bagian paha ibu bersalin. Hasil observasi dapat dilihat pada

lampiran 6a.

Berdasarkan hasil wawancara terhadap informan utama, diketahui

bahwa terdapat lima jenis obat kimiawi yang digunakan selama

persalinan, yaitu sintosinon, methergin, cairan infus, antibiotik, dan

vitamin A. Namun, menurut informan utama, dari kelima jenis obat

kimiawi tersebut hanya sintosinon yang wajib diberikan kepada ibu

bersalin sesuai dengan standar dalam APN. Pemberian suntikan

sintosinon 10UI pada ibu bersalin bertujuan untuk merangsang kontraksi

uterus agar plasenta segera lahir. Sedangkan, penggunaan keempat jenis

obat kimiawi lainnya disesuaikan dengan kondisi ibu bersalin dan

Page 75: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

57

tindakan yang akan dilakukan oleh bidan. Berikut pemaparan informan

utama:

“...oh iya sinto, methergin, vitamin A.Gak juga, yang utama sinto

neng...”(bidan N)

“...sintosinon itu aja yang paling utama, kan standarnya dalam APN

emang pake itu, kalo misalnya kontraksinya darahnya agak banyak

kita kasih methergin, selebihnya si obat biasa, kayak antibiotik sama

vitamin A...standarnya emang ada dalam APN juga pake itu..,biasa

sintosinon aja yang paling utama untuk merangsang kontraksi

uterus...”(bidan SA)

“Saat persalinan ya sintosinon, ada juga methergin, abis itu ya paling

obat oral antibiotik sama vitamin A, sintosinon itu di injeksi biar

rahim kontraksi...”(bidan E)

“...kalo di APN semua pasien setiap baru lahir dua menit pertama itu

pasti dikasih sintosinon, itu kan untuk merangsang plasenta lahir, kalo

misalkan dia retensio plasenta otomatiskan dia butuh sinto lagi, terus

butuh cairan infus juga, kalo darah keluar terus pasti butuh

methergin...”(bidan A)

Hasil observasi dan wawancara terhadap informan utama mengenai

pemberian suntikan syntosinon juga diperkuat dengan hasil wawancara

terhadap informan pendukung. Berikut pemaparan informan pendukung:

“...ia disuntik di paha kiri...”(Ny. U)

Berdasarkan hasil observasi, diketahui bahwa bidan sudah melakukan

semua tindakan dalam langkah pertama pelaksanaan IMD. Semua

tindakan tersebut segera dilakukan saat bayi lahir pada setiap proses

persalinan tanpa melihat panduan pelaksanaan IMD. Semua tindakan juga

sudah dilakukan secara tepat dan berurutan.

Page 76: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

58

Selanjutnya, berdasarkan hasil wawancara terhadap informan utama

diketahui bahwa bidan sudah mengetahui alasan melakukan setiap

tindakan dalam langkah pertama pelaksanaan IMD. Selain itu,

berdasarkan hasil wawancara terhadap informan pendukung juga

diketahui bahwa tindakan yang dilakukan bidan dalam langkah pertama

pelaksanaan IMD sama dengan tindakan yang dilakukan bidan saat

diobservasi.

2. Langkah kedua

Setelah melakukan observasi terhadap langkah pertama pelaksanaan

IMD dalam proses persalinan sebanyak 15 kali di PKM Kecamatan

pesanggrahan, diketahui bahwa langkah kedua yang dilakukan bidan

dalam pelaksanaan IMD adalah memberikan kesempatan pada bayi untuk

melakukan kontak kulit dengan ibunya.

Berdasarkan hasil observasi terlihat bahwa setelah tali pusat bayi

dipotong, bidan segera menengkurapkan bayi di dada ibunya dengan cara

mendekatkan mulut bayi ke puting susu ibu sebelah kanan. Kemudian,

bidan menyelimuti bayi menggunakan kain bersih. Namun, dari 15 proses

persalinan yang observasi, terlihat bahwa bidan P pernah dalam satu kali

menolong persalinan tidak memberikan kesempatan pada bayi untuk

melakukan kontak kulit dengan ibunya. Saat peneliti melakukan

observasi, terlihat bahwa bidan P bertugas sendirian menolong proses

persalinan. Bidan P terlihat tergesa-gesa selama menolong proses

Page 77: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

59

persalinan, karen ibu bersalin yang ditolong oleh bidan P sudah

mengalami bukaan lengkap saat masuk ke RB. Bidan P belum sempat

menyiapkan peralatan persalinan. Hasil observasi diapat dilihat pada

lampiran 6b.

Hasil observasi tersebut diperkuat dengan hasil wawancara terhadap

informan utama yang menyatakan bahwa bidan mengarahkan mulut bayi

dekat dengan puting ibunya saat bayi ditengkurapkan di dada ibu. Berikut

pemaparan informan utama:

“...langsung taro di dada ibunya deket payudara...”(bidan SA)

“...yang penting lahir taro langsung di dadanya kan, biasanya yang

berhasil pun harus pake bantuan deketin ke puting ibunya...”(bidan E)

Hasil observasi dan wawancara terhadap informan utama juga

diperkuat dengan hasil wawancara terhadap informan pendukung.

Berdasarkan hasil wawancara terhadap informan pendukung diketahui

bahwa bidan menengkurapkan bayi di dada ibunya dengan cara

mengarahkan mulut bayi dekat dengan puting susu ibu. Berikut

pemaparan informan pendukung:

“...pokoknya di sekitar dada deket susu...”(Ny.U)

“...ditaro di dada, ia mulut bayinya diarahin ke payudara karna

bayinya gak nyari...”(NyM)

Saat peneliti melakukan konfirmasi terhadap bidan P yang tidak

memberikan kesempatan pada bayi untuk melakukan kontak kulit dengan

ibunya, maka bidan P menolak untuk memberikan jawaban. Saat

Page 78: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

60

penelitian berlangsung, peneliti berusaha kembali untuk melakukan

konfirmasi ulang terhadap bidan P. Namun, tetap saja bidan P tidak mau

memberikan jawaban.

Selanjutnya, berdasarkan hasil observasi pada tabel 5.6 diketahui

bahwa saat bayi berada di dada ibunya, bidan meminta bantuan

pendamping persalinan untuk memberikan bantal di bawah kepala ibu

bersalin agar mempermudah kontak visual antara ibu dan bayinya.

Hasil observasi tersebut diperkuat dengan hasil wawancara terhadap

informan utama. Informan utama menyatakan bahwa peran pendamping

persalinan adalah untuk memberikan semangat kepda ibu bersalin dan

membantu bidan melengkapi kebutuhan ibu bersalin. Berikut pemaparan

informan utama:

“Biasanya ibunya lebih nyaman kalo ditemenin, kalo misalnya kita

perlu apa-apa pun cepet gitu ngasih tau keluarganya...”(bidan SA)

“Buat motivasi ibunya...”(bidan E)

“...supaya ibunya merasa aman nyaman, terus bisa juga bantuin

ibunya kalo misalkan lagi butuh apa atau apa gitu kan...”(bidan A)

Selanjutnya, berdasarkan hasil observasi pada tabel 5.6 diketahui

bahwa bidan memerintahkan ibu bersalin untuk memeluk bayinya saat

bayi ditengkurapkan di dada ibu bersalin. Hasil observasi tersebut

diperkuat dengan hasil wawancara terhadap informan utama yang

menyatakan bahwa memeluk bayi saat berada di dada ibunya dilakukan

agar ibu dan bayi sama-sama merasa nyaman. Meskipun, sebenarnya

Page 79: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

61

tindakan memeluk bayi dilakukan berdasarkan keinginan langsung dari

ibu bersalin. Berikut pemaparan informan utama:

“perlu karena kan bayinya gerak-gerak kan, kan aman kalo langsung

dipegangin sama dia, dan biasanya ibunya juga kan langsung meluk

sendiri ya dia megang sendiri dan ibunya lebih nyaman kalo dipegang

langsung...”(bidan SA)

“...“biasanya inisiatif ibunya sendiri...”(bidan E)

“perlu, karna kan secara tidak langsung ada kontak antara ibu sama

bayinya, kedua juga menjaga keamanan si bayi, terus menjaga

kehangatan si bayi juga, selama ini si gak pernah ada ibu yang gak

mau...”(bidan A)

Hasil observasi dan wawancara terhadap informan utama diperkuat

dengan hasil wawancara terhadap informan pendukung yang menyatakan

bahwa saat bayi berada di dada ibu, bidan meminta ibu bersalin untuk

memeluk bayinya. Berikut pemaparan informan pendukung:

“...ya iya disuruh dipeluk.”(Ny.U)

“...iya disuruh bidannya meluk bayi.”(Ny.M)

Selanjutnya, berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa saat bayi

berada di dada ibunya, bidan melanjutkan langkah manajemen aktif kala

tiga persalinan (menolong lahirnya plasenta). Hasil observasi dapat dilihat

pada lampiran 6b.

Selanjutnya, berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa bidan

memberikan kesempatan pada bayi untuk melakukan kontak kulit dengan

ibunya sampai plasenta lahir sempurna. Saat plasenta telah lahir

sempurna, bidan mengangkat bayi dari dada ibunya.

Page 80: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

62

Berdasarkan semua proses persalinan yang diobservasi diketahui

bahwa proses lahirnya plasenta tidak ada yang melebihi waktu 30 menit,

yaitu berkisar antara 10 sampai 30 menit. Sehingga, bidan hanya

memberikan kesempatan pada bayi untuk melakukan kontak kulit dengan

ibunya selama 10 sampai 30 menit. Setelah plasenta lahir sempurna dan

bayi diangkat dari dada ibunya, bidan melanjutkan tugasnya menjahit

perineum. Hasil observasi diapat dilihat pada lampiran 9.

Hasil observasi tersebut diperkuat dengan hasil wawancara terhadap

informan utama yang menyatakan bahwa IMD dapat dihentikan atau

tidak dilaksanakan apabila ibu mengalami stres dan merasa tidak nyaman

setelah melahirkan. Berikut pemaparan informan utama:

“...kondisi ibunya, ntar kalo di taro di sini bergerak-gerak dia jatoh

itu gak bisa IMD karna ntar bayinya dilempar kan repot...”(bidan N)

“...kita si ngeliat kondisi ibunya kalo dia bener-bener gak nyaman dan

kesakitan yaudah kita angkat... dia pengennya kan buru-buru kalo

udah satu jam kan selesai semuanya udah bersalin udah dibersihin

udah dijait gitu...”(bidan SA)

“...terserah ibunya kalo kesakitan ya kita angkat aja... gak nyampe

sejam udah dulu kita bersihin bayinya...”(bidan E)

Selain itu, informan utama juga menyatakan bahwa waktu yang

diberikan untuk pelaksanaan IMD minimal selama satu jam dianggap

terlalu lama. Berikut pemaparan informan utama:

“Kelamaan, kelamaan kan kita tunggu satu jam pun gak ada yang

berhasil si sebenernya...”(bidan SA)

“Kelamaan itu mah, harusnya udah beres semua kan...”(bidan E)

Page 81: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

63

Hasil observasi dan wawancara terhadap informan utama diperkuat

dengan hasil wawancara terhadap informan pendukung yang meyatakan

bahwa kondisi skin to skin contact antara ibu dan bayinya hanya

dipertahankan selama tidak lebih dari setengah jam. Berikut pemaparan

informan pendukung:

“...yaaa sekitar kira-kira setengah jam lah, kurang lebih sekitar

segitu...”(Ny.U)

“...kayaknya nyampe-nyampe tiga puluh menit. kayaknya enggak

nyampe satu jam deh.”(Ny.M)

Berdasarkan hasil observasi, diketahui bahwa belum semua bidan

melakukan semua tindakan dalam langkah kedua pelaksanaan IMD.

Contohnya dalam satu proses persalinan yang diobservasi, bidan P tidak

memberikan kesempatan pada bayi untuk melakukan kontak kulit dengan

ibunya. Selain itu, masih terdapat beberapa tindakan dalam langkah kedua

pelaksanaan IMD yang dilakukan kurang tepat, yaitu mengarahkan mulut

bayi ke bagian puting sebelah kanan ibu dan mengangkat bayi dari dada

ibunya sebelum kontak kulit antara ibu dan bayi berlangsung selama satu

jam.

Selain itu, berdasarkan hasil wawancara terhadap informan utama juga

diketahui bahwa bidan masih memiliki alasan yang belum tepat dalam

melakukan beberapa tindakan dalam langkah kedua pelaksanaan IMD.

Alasan bidan yang belum tepat, yaitu mengarahkan mulut bayi dekat

Page 82: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

64

dengan puting ibunya saat bayi berada di dada ibunya agar bayi berhasil

IMD dan mengangkat bayi dari dada ibunya karena bidan akan

melakukan penjahitan perineum Selain itu, berdasarkan hasil wawancara

terhadap informan pendukung juga diketahui bahwa tindakan yang

dilakukan bidan dalam langkah kedua pelaksanaan IMD sama dengan

tindakan yang dilakukan bidan saat diobservasi.

3. Langkah ketiga

Setelah melakukan observasi langkah kedua pelaksanaan IMD pada

proses persalinan sebanyak 15 kali di PKM Kecamatan pesanggrahan,

diketahui bahwa langkah ketiga yang dilakukan bidan dalam pelaksanaan

IMD adalah memberikan kesempatan pada bayi untuk mencari puting

susu ibunya. Tindakan yang dilakukan bidan untuk memberikan

kesempaatan pada bayi mencari puting susu ibunya yaitu dengan cara

memberikan kesempatan pada bayi untuk melakukan kontak kulit dengan

ibunya.

Berdasarkan hasil observasi pada lampiran 9, diketahui bahwa kontak

kulit antara ibu dan bayi berlangsung tidak lebih dari 30 menit. Kecuali

pada observasi persalinan kedua yang ditolong oleh bidan P, dimana

bidan P sama sekali tidak memberikan kesempatan pada bayi untuk

melakukan kontak kulit dengan ibunya. Hasil observasi dapat dilihat pada

lampiran 6c.

Page 83: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

65

Hasil observasi tersebut berbeda dengan hasil wawancara terhadap

informan utama yang menyatakan bahwa IMD dilakukan dengan cara

kontak kulit antara ibu dan bayi selama satu jam. Berikut pemaparan

informan utama:

“...karna kan kalo dia IMD satu jam...”(bidan N)

“...ya itu kita biarin aja dulu sampai satu jam kan ya...”(bidan SA)

“...di dada ibunya, nah itu sampai satu jam.”(bidan A)

Hasil wawancara terhadap informan utama tersebut berbeda dengan

hasil wawancara selanjutnya yang menyatakan bahwa kontak kulit antara

ibu dan bayi yang dilakukan selama satu jam dianggap terlalu lama.

Berikut pemaparan informan utama:

“...kelamaan, kan kita tunggu satu jam pun gak ada yang berhasil si

sebenernya...”(bidan SA)

“...kelamaan itu mah, harusnya udah beres semuanya kan...”(bidan E)

Berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa kontak kulit antara ibu

dan bayi memang tidak ada yang berlangsung sampai satu jam. Hal ini

terjadi karena sebelum bidan melakukan penjahitan perineum, bidan

mengangkat bayi dari dada ibunya untuk melakukan kegiatan

penimbangan, pengukuran dan pengecapan kedua telapak kaki bayi,

meskipun kontak kulit antara ibu dan bayinya belum mencapai waktu satu

jam dan bayi pun belum ada yang berhasil menyusu.

Page 84: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

66

Hasil observasi tersebut diperkuat dengan hasil wawancara terhadap

informan utama yang menyatakan bahwa bayi boleh segera dipisahkan

dari ibunya untuk kegiatan penimbangan, pengukuran, dan pengecapan

meskipun bayi belum berhasil menyusu. Selain itu, informan utama juga

menyatakan bahwa kegiatan tersebut boleh dilakukan karena sebelum ada

program IMD pun kegiatan tersebut dilakukan sebelum bayi berhasil

menyusu. Berikut pemaparan informan utama:

“...kadang kalo kelamaan dia gak dapet-dapet puting ibunya kita

angkat dulu, kita timbang, kita ukur, kita bersihin, kita bungkus, nanti

ibunya suruh disusuin, dulu juga gak pake IMD kalo dulu mah.”(bidan

SA)

“...lagian dulu kan sebelum ada IMD juga gitu kok, gak papa lah

diangkat dulu, diberesin, terus kan kita kasih lagi sama

ibunya...”(bidan E)

“...jadi bisa aja sambil kita bersihkan ibunya, bayinya kita angkat

dulu, sambil waktu untuk nimbang dan lain-lain...”(bidan A)

Selanjutnya, berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa setelah bayi

ditimbang, diukur dan di cap, bidan memberikan kembali bayi kepada

ibunya untuk di susui dalam keadaan sudah dibedong. Ibu dan bayi tetap

berada di RB sampai waktu dua jam setelah persalinan. Waktu penyusuan

awal terjadi di RB dalam keadaan bayi sudah dibedong.

Hasil observasi tersebut diperkuat dengan hasil wawancara terhadap

informan utama yang menyatakan bahwa setelah bidan menimbang,

mengukur, dan mengecap, bidan mengembalikan bayi kepada ibunya

untuk disusui. Berikut pemaparan informan utama:

Page 85: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

67

“...kita selalu tau kalo belom dua jam pasti masih di ruang

bersalin...”(bidan N)

“...kita angkat dulu, kita timbang, kita ukur, kita bersihin, kita

bungkus, nanti ibunya suruh disusuin.”(bidan SA)

“...gak nyampe sejam udah dulu, kita bersihin bayinya baru kita taro

lagi biar di susuin.”(bidan E)

“...bisa aja sambil kita bersihkan ibunya, bayinya kita angkat dulu,

sambil waktu untuk nimbang dan lain-lain, kan abis itu bisa

dilanjutkan nyusui gitu.”(bidan A)

Hasil observasi dan wawancara terhadap informan utama tersebut

diperkuat dengan hasil observasi selanjutnya yang terlihat bahwa bidan

tidak memberikan kesempatan lagi kepada bayi untuk melanjutkan kontak

kulit dengan ibunya setelah bidan menimbang, mengukur dan mengecap

kedua telapak kaki bayi. Bidan hanya memerintahkan kepada ibu bersalin

agar tetap berada di RB sampai waktu dua jam setelah melahirkan. Saat

berada di RB, bidan memerintahkan ibu bersalin untuk menyusui bayinya

yang sudah dibedong. Hasil observasi diapat dilihat pada lampiran 6d.

Hasil observasi ini diperkuat dengan hasil wawancara terhadap

informan utama yang menyatakan bahwa sebelum dipindah ke ruang

perawatan bidan memberikan suntikan hepatitis B pertama pada bayi.

Berikut pemaparan informan utama:

“...dua jam kemudian HB 0, abis HB 0 kita pindahkan ke ruang

perawatan...”(bidan N)

“...di RB sampe dua jam, terus kan kita kasih HB 0, baru pindah ke

ruang perawatan...”(bidan SA)

Page 86: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

68

“...kan aturannya gitu, HB 0 tuh dua jam post partum, baru boleh

dipindahin...(bidan E)

“...oh iya dalam APN gitu juga...”(bidan A)

Hasil observasi terakhir menunjukkan bahwa setelah ibu dan bayi

berada di RB selama dua jam setelah melahirkan, bidan meminta bantuan

suami/keluarga yang mendampingi persalinan untuk memindahkan ibu

bersalin dan bayinya ke ruang perawatan. Hasil observasi diapat dilihat

pada lampiran 6d.

Hasil observasi ini diperkuat dengan hasil wawancara terhadap

informan utama yang menyatakan bahwa setelah dua jam melahirkan, ibu dan

bayi dipindahkan ke ruang perawatan. Tindakan tersebut merupakan aturan

dari PKM untuk memberikan fasilitas rawat gabung sampai dua hari setelah

melahirkan. Berikut pemaparan informan utama:

“...abis HB 0 kita pindahkan ke ruang perawatan, rawat gabung,

udah, kita selalu tau kalo belom dua jam pasti masih di ruang

bersalin...”(bidan N)

“...setelah 2 jam pindah ke ruang perawatan ya biasanya

perawatannya sampe 3 hari si kalo disini mah, pokoknya terhitung

dari dia masuk sampe dia pulang 3 hari kok...”(bidan SA)

“...dari dua jam pindah sampe dua hari post partum...pokoknya sampe

dia lahiran trus masuk ruang perawataan terus sampe besoknya dia

pulang jadi tiga hari...”(bidan E)

“...minimal kalo di sini sih 3x24 jam setelah dia lahir... kalo di sini

emang peraturannya seperti itu...”(bidan A)

Hasil wawancara terhadap informan utama selanjutnya menyatakan

bahwa rawat gabung adalah menempatkan bayi di tempat yang sama

Page 87: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

69

dengan ibunya, sehingga bayi selalu berada di dekat ibunya. Menurut

informan utama, rawat gabung dilakukan agar ibu terlatih untuk merawat

dan menyusui bayinya. Selain itu, bayi akan lebih sering menyusu

sehingga memperoleh ASI eksklusif. Berikut pemaparan informan

pendukung:

“...kalo rawat gabung kan bayi sama-sama, udah oke ya...”(bidan N)

“...biar ASInya lebih eksklusif, ibunya juga terlatih nyusuin gitu,

ngerawat di rumah juga lebih gampang...”(bidan SA)

“...bareng-bareng ibu sama bayinya, biar ibunya lebih teratur

nyusuin...”(bidan E)

“...bayi ada di deket ibunya terus, rawat gabung berarti si ibu lebih

memperhatikan si bayi, si ibu bertanggung jawab atas bayinya,

apalagi awal-awal abis lahiran kan belum tentu ASInya keluar,

dengan terus dirangsang kan otomatis bakal keluar ASInya...”(bidan

A)

Hasil observasi dan wawancara terhadap informan utama diperkuat

dengan hasil wawancara terhadap informan pendukung yang menyatakan

bahwa ibu dan bayi dipindahkan ke ruang perawatan sampai waktu dua

hari setelah melahirkan. Berikut pemaparan informan pendukung:

“...kalo gak salah di puskes itu dua hari...”(Ny.U)

“...kan dua hari baru pulang...”(Ny.M)

Berdasarkan hasil observasi, diketahui bahwa semua tindakan dalam

langkah ketiga pelaksanaan IMD dilakukan tanpa melihat panduan

pelaksanaan IMD. Semua tindakan sudah dilakukan secara berurutan.

Namun, masih ada beberapa tindakan yang tidak dilakukan kurang tepat,

Page 88: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

70

yaitu bidan melakukan penimbangan, pengukuran, dan pengecapan

sebelum bayi melakukan kontak kulit dengan ibunya selama satu jam,

bidan tidak memberikan kesempatan pada bayi untuk melanjutkan

kembali kontak kulit dengan ibunya setelah kegiatan penimbangan,

pengukuran, dan pengecapan.

Selain itu, berdasarkan hasil wawancara terhadap informan utama juga

diketahui bahwa bidan masih memiliki alasan yang belum tepat dalam

melakukan beberapa tindakan dalam langkah ketiga pelaksanaan IMD.

Alasan bidan yang belum tepat, yaitu penyusuan awal dilakukan dalam

keadaan bayi sudah dibedong. Selain itu, berdasarkan hasil wawancara

terhadap informan pendukung juga diketahui bahwa tindakan yang

dilakukan bidan dalam langkah ketiga pelaksanaan IMD sama dengan

tindakan yang dilakukan bidan saat diobservasi.

Page 89: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

71

BAB VI

PEMBAHASAN

A. Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti hanya dapat menjelaskan bagaimana gambaran

tiap langkah yang dilakukan bidan dalam pelaksanaan IMD. Sehingga, peneliti

hanya dapat menjawab pertanyaan tindakan apa yang dilakukan dalam setiap

langkah pelaksanaan IMD serta bagaimana tindakan tersebut dilakukan. Namun,

peneliti belum dapat menjawab pertanyaan mengapa tindakan tersebut dilakukan.

Oleh sebab itu, diperlukan penelitian serupa untuk menjawab pertanyaan

mengapa bidan berperilaku seperti itu dalam pelaksanaan IMD.

Selain itu, peneliti juga tidak dapat menampilkan gambar setiap tindakan yang

dilakukan bidan dalam ketiga langkah pelaksanaan IMD karena pihak PKM tidak

memperbolehkan peneliti untuk mengambil gambar dalam proses persalinan.

Oleh sebab itu, peneliti menggunakan triangulasi waktu dalam melakukan

observasi. Hal ini dilakukan untuk menjaga validitas data hasil observasi.

B. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Gambaran perilaku bidan dalam pelaksanaan IMD

IMD merupakan program yang dikeluarkan oleh WHO dan UNICEF

pada tahun 2007, dimana pada prinsipnya bukan ibu yang menyusui bayi,

tetapi bayi yang harus aktif menemukan sendiri puting susu ibu, serta

melakukan kontak kulit ibu dengan kulit bayi segera setelah lahir selama

Page 90: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

72

paling sedikit satu jam (Depkes, 2007). Meskipun program IMD telah

diresmikan sejak tahun 2007, namun Departemen Kesehatan RI baru

mengeluarkan pedoman bagi penolong persalinan dalam melakukan

langkah-langkah pelaksanaan IMD dalam asuhan bayi baru lahir pada tahun

2008 (Depkes RI, 2008).

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa PKM Kecamatan

Pesanggrahan sudah menjalankan program IMD sejak Departemen

Kesehatan RI mengeluarkan program IMD. Pelaksanaan program IMD di

PKM Kecamatan Pesanggrahan tepatnya dimulai sejak tahun 2009.

Dalam program IMD, dinyatakan agar semua sarana pelayanan

kesehatan menerapkan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui (LMKM)

atau ten step to successful breastfeeding. Poin nomer empat dalam penerapan

LMKM yaitu menganjurkan seluruh petugas kesehatan untuk membantu

para ibu dalam pelaksanaan IMD setelah melahirkan (Kementerian

Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, 2010).

Untuk mewujudkannya, setiap fasilitas kesehatan harus melakukan

lima langkah pelaksanaan IMD. Pertama, IMD harus dilakukan baik di ruang

bersalin maupun di ruang operasi. Kedua, IMD dilaksanakan oleh tenaga

kesehatan yang membantu proses persalinan. Ketiga, ibu bersalin dan pihak

keluarga berhak meminta pihak penyedia pelayanan kesehatan untuk

melakukan IMD sepanjang ibu dan bayi tidak mengalami indikasi medis.

Keempat, ibu bersalin yang menjalani operasi caesar dan menggunakan

Page 91: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

73

anestesi lumbal (bukan anestesi lokal) tetap dibantu untuk melakukan IMD

di ruang operasi. Kelima, setiap fasilitas bersalin harus menerapkan IMD

sesuai dalam prosedur tetap mulai dari konsultasi pada waktu kunjungan ibu

hamil hingga saat persalinan dan waktu menyusui (Kementerian

Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, 2010).

Berdasarkan hasil penelitian dikatahui bahwa setiap proses persalinan

di PKM Kecamatan Pesanggrahan merupakan persalinan normal. Sehingga,

pelaksanaan IMD terjadi di RB PKM Kecamatan Pesanggrahan. Meskipun,

tidak ada ibu bersalin atau keluarga yang mendampingi persalinan yang

meminta bidan untuk melaksanakan IMD, namun bidan tetap melaksanakan

IMD setiap menolong persalinan.

Selanjutnya, berdasarkan hasil penelitian dikatahui bahwa bidan selalu

memberitahu ibu bersalin dan keluarga yang mendampingi persalinan pada

setiap tindakan yang akan dilakukan. Bidan penolong persalinan melakukan

prosedur tetap pelaksanaan IMD hanya pada saat menolong persalinan sesuai

pedoman langkah-langkah pelaksanaan IMD dalam asuhan bayi baru lahir.

Sedangkan, konsultasi mengenai IMD pada waktu kunjungan ibu hamil dan

ibu menyusui dilakukan oleh bidan pemeriksa kehamilan di bagian Poli

Kesehatan Ibu dan Anak (Poli KIA). Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa

bidan di PKM Kecamatan Pesanggrahan sudah mewujudkan langkah menuju

keberhasilan menyusui melalui pelaksanaan IMD.

Page 92: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

74

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat tiga langkah

pelaksanaan IMD yang dilakukan oleh bidan saat menolong persalinan.

Langkah pertama, bidan melakukan penilaian awal pada bayi baru lahir dan

mengeringkan tubuh bayi. Semua tindakan yang dilakukan bidan dalam

langkah pertama pelaksanaan IMD sudah dilakukan secara berurutan dan

tepat.

Langkah kedua, bidan memberikan kesempatan pada bayi untuk

melakukan kontak kulit dengan ibunya. Setiap tindakan dalam langkah ini

sudah dilakukan secara berurutan. Namun, masih terdapat tindakan yang

dilakukan kurang tepat. Bidan mengarahkan mulut bayi dekat dengan puting

susu ibu sebelah kiri. Selain itu, bidan juga hanya memberi kesempatan pada

bayi untuk melakukan kontak kulit dengan ibunya tidak ada yang lebih dari

30 menit.

Langkah ketiga, bidan memberikan kesempatan pada bayi untuk

mencari puting susu ibunya. Dalam langkah ini, masih terdapat tindakan

yang dilakukan kurang tepat. Bidan mengangkat bayi dari dada ibunya untuk

ditimbang, diukur, dan dicap sebelum bayi berhasil menemukan puting susu

ibunya. Selain itu, masih terdapat tindakan yang belum dilakukan oleh bidan.

Bidan tidak memberikan kesempatan kembali kepada bayi yang belum

berhasil menemukan puting susu ibunya untuk melakukan kontak kulit

dengan ibunya setelah kegiatan penimbangan, pengukuran, dan pengecapan.

Meskipun tidak ada bayi yang berhasil melakukan IMD, bidan tetap

Page 93: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

75

memerintahkan kepada ibu bersalin untuk melakukan penyusuan awal di RB

dalam keadaan bayi sudah dibedong.

Menurut penelitian Ja’fara (2001), menyatakan bahwa petugas

kesehatan tidak dapat bekerja sesuai SOP karena banyak pasien yang harus

dilayani. Selain itu, menurut Roesli (2012), menyatakan bahwa anggapan

tenaga kesehatan yang kurang tersedia merupakan anggapan yang salah yang

dapat menghambat pelaksanaan IMD. Namun, berdasarkan hasil penelitian

diketahui bahwa dalam waktu 24 jam setidaknya hanya ada 2-3 orang ibu

bersalin di PKM Kecamatan Pesanggrahan. Selain itu, setiap persalinan akan

ditolong oleh dua orang bidan. Sehingga, kurang tepat jika alasan bidan

belum melaksanakan IMD karena banyaknya jumlah pasien yang harus

dilayani dan kurang tersedianya tenaga penolong persalinan.

Menurut Sukma (2009), IMD dikatakan berhasil apabila bayi dapat

menemukan puting susu ibu dan mulai menyusu. Selanjutnya, menurut

Roesli (2012), jika bayi baru lahir segera dikeringkan dan diletakkan di perut

ibu dengan kontak kulit ke kulit dan tidak dipisahkan dari ibunya setidaknya

selama satu jam, semua bayi dengan sendirinya akan berhasil menemukan

puting susu ibunya melalui lima tahapan perilaku saat menyusu pertama kali.

Tahap pertama dimulai dalam 30 menit Awal. Pada tahap ini bayi

akan beristirahat dan tidak bergerak. Sesekali matanya terbuka lebar melihat

ibunya. Masa tenang yang istimewa ini merupakan penyesuaian peralihan

dari keadaan dalam kandungan ke keadaan diluar kandungan. Keadaan ini

Page 94: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

76

merupakan dasar pertumbuhan bayi dalam suasana aman yang dapat

meningkatkan kepercayaan diri ibu terhadap kemampuan praktik menyusui

selanjutnya dan mendidik bayi (Roesli, 2012).

Tahap kedua dimulai dalam 30-40 menit selanjutnya. Pada tahap ini

bayi mulai mengeluarkan suara, menggerakkan mulut seperti ingin minum,

mencium dan menjilat tangan. Bayi mencium dan merasakan cairan ketuban

yang ada di tangannya. Bau ini sama dengan bau cairan yang dikeluarkan

payudara ibu. Bau dan rasa ini akan membimbing bayi untuk menemukan

payudara dan puting susu ibu (Roesli, 2012).

Tahap ketiga yaitu bayi mulai mengeluarkan air liur. Bayi mulai

mengeluarkan air liurnya saat menyadari bahwa ada makanan di sekitarnya.

Kemudian, bayi berusaha untuk mencapai areola (Roesli, 2012).

Tahap keempat yaitu bayi mulai bergerak ke arah payudara. Kaki bayi

akan menekan perut ibu untuk mencapai areola. Bayi akan menjilat-jilat kulit

ibu, menghentak-hentakkan kepalanya ke dada ibu, menoleh ke kanan dan

ke kiri, serta menyentuh dan meremas daerah puting susu dan sekitarnya

dengan tangannya yang mungil (Roesli, 2013).

Tahap kelima yaitu bayi mulai menemukan puting susu ibu.

Kemudian, bayi akan menjilat dan mengulum puting susu ibu. Mulut bayi

akan terbuka lebar untuk menghisap puting sus ibu. Kemudian, bayi akan

melekat di dada ibunya dengan baik (Roesli, 2012).

Page 95: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

77

Selanjutnya, menurut Mashudi (2011), masih terdapat beberapa

kesalahan dalam pelaksanaan IMD, yaitu bayi baru lahir diletakkan di perut

ibu yang sudah dialasi kain kering, tali pusat dipotong lalu diikat, bayi

segera dibedong karena takut kedinginan, bayi diletakkan di dada ibu dalam

keadaan sudah dibedong, bayi dibiarkan di dada ibu selama 10-15 menit atau

sampai tenaga kesehatan selesai menjahit perineum. Selanjutnya, bayi

disusukan dengan cara memasukkan puting susu ibu ke mulut bayi.

Menurut penelitian Fikawati dan Syafiq (2003), menyatakan bahwa

penolong persalinan merupakan faktor kunci keberhasilan pelaksanaan IMD.

Dalam 30 menit pertama setelah bayi lahir umumnya peran penolong

persalinan masih sangat dominan. Apabila ibu bersalin difasilitasi oleh

penolong persalinan untuk segera memeluk bayinya diharapkan interaksi ibu

dan bayi akan segera terjadi. Dengan IMD, ibu semakin percaya diri untuk

tetap memberikan ASI nya sehingga tidak merasa perlu untuk memberikan

makanan atau minuman apapun kepada bayi karena bayi bisa nyaman

menempel pada payudara ibu atau tenang dalam pelukan ibu segera setelah

lahir.

Sejalan dengan hasil penelitian di atas, menurut penelitian Rahardjo

(2006), juga menyatakan bahwa tenaga kesehatan merupakan faktor

dominan yang berhubungan dengan pelaksanaan IMD. Sehingga, perlu

adanya perilaku yang suportif dari petugas kesehatan dalam melaksanakan

IMD (Afifah, 2008).

Page 96: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

78

Menurut penelitian Fikawati & Syafiq (2003), ketidakberhasilan bayi

melakukan IMD disebabkan karena ketidaktepatan penolong persalinan

dalam memfasilitasi pelaksanaan IMD. Hal tersebut menyebabkan bayi

kehilangan kemampuan untuk menyusu. Padahal, bayi yang berhasil

melakukan IMD akan memiliki kesempatan delapan kali untuk berhasil

memperoleh ASI eksklusif. Sehingga, kegagalan IMD dapat menyebabkan

kemungkinan ketidakberhasilan pemberian ASI eksklusif.

Berdasarkan penelitian-penelitian di atas, diketahui bahwa perilaku

bidan dalam pelaksanaan IMD di PKM Kecamatan Pesanggrahan

sebenarnya sudah dominan dan suportif, karena dalam waktu 30 menit

pertama bayi lahir, bidan sudah memfasilitasi bayi untuk melakukan IMD.

Bidan sebenarnya sudah melaksanakan tiap langkah pelaksanaan IMD.

Namun, masih terdapat beberapa tindakan yang dilakukan kurang tepat.

Tindakan tersebut menyebabkan tidak ada bayi yang berhasil menemukan

puting susu ibunya. Sehingga dapat dikatakan bahwa pelaksanaan IMD di

PKM Kecamatan Pesanggrahan belum berhasil.

Menurut penelitian Niswah & Noveri (2010), menyatakan bahwa

bidan akan memfasilitasi IMD dengan baik apabila bidan memiliki

pengetahuan yang baik dan sikap yang positif terhadap pelaksanaan IMD.

Selain itu, menurut penelitian Legawati, dkk (2011), menyatakan bahwa

bidan masih memiliki pemahaman yang berbeda mengenai pelaksanaan IMD

karena program ini masih dianggap baru. Sehingga, menimbulkan keraguan

Page 97: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

79

dan kesulitan untuk menerapkannya. Ketidaksabaran bidan dalam

memfasilitasi IMD karena alasan keterbatasan waktu padahal masih banyak

tugas yang harus diselesaikan juga dapat menjadi penyebab kegagalan

pelaksanaan IMD.

Selanjutnya, menurut penelitian Afifah (2008), menyatakan bahwa

petugas kesehatan yang belum pernah mengikuti pelatihan IMD dan ASI

serta tidak adanya kebijakan dan supervisi pelaksanaan IMD di sarana

pelayanan kesehatan kemungkinan dapat menyebabkan petugas kesehatan

berprilaku pasif terhadap pelaksanaan IMD.

Selanjutnya, menurut penelitian Puspita (2010), menyatakan bahwa

masih ada penolong persalinan belum meyakini manfaat IMD. Sehingga,

dimungkinkan penolong persalinan tidak akan melaksanakan IMD apabila

terjadi hambatan dalam pelaksanannya.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa bidan sudah melakukan

tiga langkah dalam pelaksanaan IMD, yaitu dimulai dengan menilai kondisi

bayi baru lahir dan mengeringkan tubuh bayi, memberikan kesempatan pada

bayi untuk melakukan kontak kulit dengan ibunya, dan memberikan

kesempatan pada bayi untuk mencari puting susu ibunya. Meskipun secara

umum bidan sudah melakukan ketiga langkah tersebut, namun masih

terdapat beberapa tindakan bidan yang dilakukan kurang tepat.

Menurut Green et all (2005), terdapat tiga faktor yang menentukan

perilaku seseorang yaitu faktor predisposisi, faktor penguat, dan faktor

Page 98: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

80

pemungkin. Faktor predisposisi meliputi pengetahuan, sikap, kepercayaan,

nilai-nilai, persepsi, dan motivasi. Faktor penguat meliputi penghargaan dan

keuntungan yang diperoleh dalam berperilaku. Faktor pemungkin adalah

keberadaan fasilitas atau sumber daya yang ada.

Berdasarkan teori tersebut, peneliti menduga bahwa perilaku bidan

dalam pelaksanaan IMD disebabkan oleh adanya dua faktor determinan

perilaku, yaitu faktor predisposisi dan faktor pemungkin. Faktor predisposisi

meliputi pengetahuan dan sikap yang dimiliki bidan menjadi alasan bidan

untuk melakukan setiap tindakan dalam langkah-langkah pelaksanaan IMD.

Sedangkan faktor penguat meliputi kebijakan mengenai program IMD yang

telah dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI merupakan faktor

pemungkin bagi para bidan untuk melaksanakan IMD dalam setiap

menolong persalinan.

2. Perilaku bidan dalam langkah pertama pelaksanaan IMD

Berasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa langkah pertama yang

dilakukan bidan dalam pelaksanaan IMD adalah melakukan penialaian awal

pada bayi baru lahir dan mengeringkan tubuh bayi. Penilaian awal pada bayi

baru lahir diawali dengan mencatat waktu bayi lahir. Selanjutnya, menilai

kondisi pernapasan dan fisik bayi. Melalui penilaian awal pada bayi baru

lahir, bidan dapat mengenali gejala asfiksia pada bayi baru lahir.

Menurut bidan, jika bayi mengalami gejala asfiksia, maka bidan akan

melakukan tindakan resusitasi. Sehingga, langkah selanjutnya dalam

Page 99: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

81

pelaksanaan IMD dapat ditunda sampai tindakan resusitasi berhasil. Namun,

jika bayi tidak mengalami gejala asfiksia, maka bidan akan membersihkan

seluruh tubuh bayi kecuali kedua tangan bayi menggunakan kain bersih.

Sehingga, bidan dapat melanjutkan langkah pelaksanaan IMD.

Menurut Departemen Kesehatan RI (2008), tindakan awal dalam

langkah pertama pelaksanaan IMD adalah mencatat waktu bayi lahir dan

menilai kondisi bayi. Catatan waktu kelahiran bayi merupakan salah satu isi

dalam catatan lembar persalinan. Sedangkan, tindakan menilai kondisi bayi

merupakan cara untuk mengenali gejala asfiksia pada bayi baru lahir.

Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernapas secara spontan dan teratur

segera setelah lahir. Kondisi tersebut, berkaitan dengan kondisi kesehatan

ibu saat hamil, kondisi bayi saat berada dalam kandungan, dan masalah yang

terjadi selama proses persalinan. Dalam menolong persalinan, bidan harus

siap melakukan tindakan resusitasi pada bayi baru lahir yang mengalami

asfiksia (Depkes RI, 2008).

Berdasarkan Profil PKM Kecamatan Pesanggrahan (2011), dinyatakan

bahwa Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan hanya menerima pasien yang

melahirkan secara normal. Sehingga, harus sudah dipastikan ibu hamil dan

bayi dalam kandungan berada dalam kondisi yang sehat. Hal tersebut

terbukti bahwa dari seluruh persalinan yang diobservasi, tidak ada bayi yang

mengalami asfiksia. Sehingga, bidan tidak perlu melakukan tindakan

resusitasi.

Page 100: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

82

Tindakan selanjutnya yang dilakukan bidan dalam langkah pertama

pelaksanaan IMD adalah mengeringkan seluruh tubuh bayi kecuali kedua

tangan bayi. Menurut bidan, kedua tangan bayi baru lahir tidak boleh

dibersihkan karena tindakan tersebut tidak ada dalam pedoman APN. Selain

itu, menurut bidan bau air ketuban yang melekat di tangan bayi memiliki bau

yang sama dengan payudara ibu, sehingga dapat membantu bayi untuk

menemukan puting susu ibunya.

Menurut Departemen Kesehatan RI (2008), tindakan membersihkan

kedua tangan bayi baru lahir tidak diperbolehkan dalam asuhan bayi baru

lahir. Menurut Roesli (2012), bayi akan mencium dan menjilat tangannya

dalam waktu 30-40 menit pertama kontak kulit antara ibu dan bayi. Saat bayi

mencium dan menjilat tangannya, ia merasakan cairan ketuban yang masih

melakat di tangannya. Bau tersebut memiiki bau yang sama dengan cairan

yang dikeluarkan oleh payudara ibu. Sehingga, bau tersebut dapat

membimbing bayi untuk menemukan puting susu ibunya.

Setelah tubuh bayi dibersihkan, bidan memberikan suntikan oksitosin

10UI pada bagian paha ibu bersalin. Selanjutnya, bidan memotong dan

mengikat tali pusat bayi. Menurut bidan, pemberian suntikan oksitosin 10UI

dilakukan untuk merangsang kontraksi uterus agar plasenta segera lahir.

Menurut Departemen Kesehatan RI (2008), penyuntikkan oksitosin

merupakan pertolongan persalinan kala III. Persalinan kala III merupakan

tahap pengeluaran plasenta. Penyuntikan oksitosin berfungsi untuk

Page 101: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

83

mempercepat lahirnya plasenta. Proses lahirnya plasenta berlangsung selama

5-30 menit setelah bayi lahir. Penyuntikan oksiotin dilakukan sebelum tali

pusat dipotong.

Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa bidan sudah

mengetahui setiap tindakan yang harus dilakukan dalam langkah pertama

pelaksanaan IMD. Menurut peneliti, bidan juga sudah memberikan alasan

yang tepat dalam melakukan setiap tindakan di langkah pertama pelaksanaan

IMD.

Menurut Krathwohl dkk (1974), perilaku yang menekankan pada

aspek intelektual (otak) termasuk dalam domain kognitif. Peneliti menduga

bahwa salah satu faktor perilaku bidan dalam langkah pertama pelaksanaan

IMD adalah pengetahuan yang dimiliki bidan. Pengetahuan yang dimiliki

bidan menjadi alasan bidan dalam melakukan setiap tindakan di langkah

pertama pelaksanaan IMD. Pengetahuan merupakan salah satu bentuk dalam

domain kognitif. Sehingga, dapat dikatakan bahwa pengetahuan yang

dimiliki bidan dalam langkah pertama pelaksanaan IMD merupakan perilaku

dalam domain kognitif.

Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa bidan menyatakan

setuju terhadap program IMD untuk mencapai keberhasilan pemberian ASI

eksklusif. Bidan juga menyetujui semua tindakan yang harus dilakukan

dalam langkah pertama pelaksanaan IMD. Sehingga, dapat dikatakan bahwa

bidan memiliki sikap yang positif dalam langkah pertama pelaksanaan IMD.

Page 102: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

84

Menurut Krathwohl dkk (1974), perilaku yang menekankan pada

aspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap, dan kepatuhan termasuk

dalam domain afektif. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa sikap bidan

terhadap langkah pertama dalam pelaksanaan IMD merupakan perilaku

dalam domain afektif. Selain itu, peneliti juga menduga bahwa selain

pengetahuan, sikap positif yang dimiliki bidan juga menjadi salah satu faktor

ketepatan perilaku bidan dalam pelaksanaan IMD.

Selanjutnya, berdasarkan hasil observasi, terlihat bahwa bidan sudah

melakukan semua tindakan dalam langkah pertama pelaksanaan IMD.

Semua tindakan tersebut dilakukan secara berurutan dan tepat tanpa melihat

pedoman pelaksanaan IMD.

Menurut Azizahwati (2010), keterampilan merupakan tingkat

kemahiran dalam penguasaan suatu gerak. Selanjutnya, menurut Dave

(1967) dalam Huitt (2003), keterampilan dapat dikelompokkan dalam lima

tingkatan, yaitu meniru, manipulasi, ketepatan gerakan, artikulasi, dan

naturalisasi.

Oleh sebab itu, peneliti menduga bahwa bidan sudah terampil dalam

melakukan setiap tindakan dalam langkah pertama pelaksanaan IMD.

Selanjutnya, peneliti juga menduga bahwa keterampilan bidan dalam

langkah pertama pelaksanaan IMD sudah sampai pada tingkat naturalisasi,

karena berdasarkan hasil observasi, terlihat bahwa bidan selalu melakukan

tindakan yang sama dalam langkah pertama pelaksanaan IMD. Semua

Page 103: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

85

tindakan tersebut dilakukan secara beururtan sesuai pedoman pelaksanaan

IMD. Selain itu, setiap tindakan juga dilakukan dengan tepat tanpa melihat

pedoman pelaksanaan IMD.

3. Perilaku bidan dalam langkah kedua pelaksanaan IMD

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa langkah kedua yang

dilakukan bidan dalam pelaksanaan IMD adalah memberikan kesempatan

pada bayi untuk melakukan kontak kulit dengan ibunya. Setelah tali pusat

bayi dipotong, bidan segera menengkurapkan bayi di dada ibunya dengan

cara mendekatkan mulut bayi ke puting susu ibu sebelah kanan. Kemudian,

bidan menyelimuti bayi menggunakan kain bersih. Menurut bidan, bayi

akan berhasil menemukan puting susu ibunya apabila mulut bayi diarahkan

dekat dengan puting susu ibunya.

Menurut Roesli (2012), jika bayi baru lahir segera dikeringkan dan

diletakkan di perut ibu dengan kontak kulit ke kulit dan tidak dipisahkan dari

ibunya setidaknya selama satu jam, semua bayi dengan sendirinya akan

berhasil menemukan puting susu ibunya melalui lima tahapan perilaku saat

menyusu pertama kali.

Tahap pertama dimulai dalam 30 menit Awal. Pada tahap ini bayi

akan beristirahat dan tidak bergerak. Sesekali matanya terbuka lebar melihat

ibunya. Masa tenang yang istimewa ini merupakan penyesuaian peralihan

dari keadaan dalam kandungan ke keadaan diluar kandungan. Keadaan ini

merupakan dasar pertumbuhan bayi dalam suasana aman yang dapat

Page 104: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

86

meningkatkan kepercayaan diri ibu terhadap kemampuan praktik menyusui

selanjutnya dan mendidik bayi (Roesli, 2012).

Tahap kedua dimulai dalam 30-40 menit selanjutnya. Pada tahap ini

bayi mulai mengeluarkan suara, menggerakkan mulut seperti ingin minum,

mencium dan menjilat tangan. Bayi mencium dan merasakan cairan ketuban

yang ada di tangannya. Bau ini sama dengan bau cairan yang dikeluarkan

payudara ibu. Bau dan rasa ini akan membimbing bayi untuk menemukan

payudara dan puting susu ibu (Roesli, 2012).

Tahap ketiga yaitu bayi mulai mengeluarkan air liur. Bayi mulai

mengeluarkan air liurnya saat menyadari bahwa ada makanan di sekitarnya.

Kemudian, bayi berusaha untuk mencapai areola (Roesli, 2012).

Tahap keempat yaitu bayi mulai bergerak ke arah payudara. Kaki bayi

akan menekan perut ibu untuk mencapai areola. Bayi akan menjilat-jilat kulit

ibu, menghentak-hentakkan kepalanya ke dada ibu, menoleh ke kanan dan

ke kiri, serta menyentuh dan meremas daerah puting susu dan sekitarnya

dengan tangannya yang mungil (Roesli, 2013).

Tahap kelima yaitu bayi mulai menemukan puting susu ibu.

Kemudian, bayi akan menjilat dan mengulum puting susu ibu. Mulut bayi

akan terbuka lebar untuk menghisap puting sus ibu. Kemudian, bayi akan

melekat di dada ibunya dengan baik (Roesli, 2012).

Oleh sebab itu, tindakan bidan mengarahkan mulut bayi ke dekat

puting susu ibu dengan alasan bahwa bayi akan berhasil menemukan puting

Page 105: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

87

susu ibunya apabila mulut bayi diarahkan dekat dengan puting susu ibunya

tersebut dapat dikatakan kurang tepat.

Selanjutnya, berdasarkan hasil penelitian, setelah bayi ditengkurapkan

di dada ibunya, bidan meminta bantuan pendamping persalinan untuk

memberikan bantal di bawah kepala ibu bersalin agar mempermudah kontak

visual antara ibu dan bayinya. Selain itu, menurut bidan, keberadaan

pendamping persalinan akan memberikan semangat kepada ibu bersalin dan

membantu bidan melengkapi kebutuhan ibu bersalin.

Menurut Hodnett (1997) dalam Sukmawati (2012), kehadiran

pendamping persalinan akan memberikan dukungan emosional berupa rasa

aman, semangat dan membesarkan hati ibu yang menghadapi persalinan.

Sesuai dengan pendapat Hodnett (1997), menurut Hemilton (1994) dalam

Sukmawati (2012), ketenangan hati ibu merupakan hal yang penting dalam

menghadapi persalinan. Suami atau keluarga diharapkan dapat mendukung

dan memotivasi istri untuk menjaga agar persalinan berjalan lancar dan

selamat.

Selain itu, menurut Cohen (1991) dalam Sukmawati (2012), bahwa

dukungan suami saat persalinan sangat berharga. Ibu bersalin lebih

menginginkan tindakan suportif dari suaminya dibandingkan dari petugas

profesional. Sebagai pendamping persalinan, suami dapat membantu para

istri saat terjadi kontraksi, melatih bernapas serta mengkomunikasikan

keinginannya kepada petugas kesehatan.

Page 106: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

88

Oleh sebab itu, memang tepat pendapat bidan yang menyatakan bahwa

keberadaan pendamping persalinan dapat memberikan semangat kepada

ibu bersalin. Selain itu, keberadaan pendamping persalinan juga dapat

melancarkan proses pelaksanaan IMD dengan cara mengawasi kondisi ibu

dan bayi saat kontak kulit antara ibu dan bayi berlangsung.

Selanjutnya, berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa saat bayi

berada di dada ibunya, bidan juga meminta ibu untuk memeluk bayinya.

Menurut bidan, memeluk bayi saat berada di dada ibunya dilakukan agar

ibu dan bayi sama-sama merasa nyaman.

Kemudian, bidan memberikan kesempatan pada bayi untuk

melakukan kontak kulit dengan ibunya yang berlangsung sampai

plasenta lahir sempurna. Setelah plasenta lahir, bidan mengangkat bayi

dari ibunya karena bidan akan melakukan penjahitan perineum. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa dari semua proses persalinan yang

diobservasi, proses lahirnya plasenta tidak ada yang lebih dari 30 menit.

Sehingga, kontak kulit antara ibu dan bayi juga tidak ada yang

berlangsung lebih dari 30 menit.

Bidan menganggap waktu yang diberikan bagi bayi untuk melakukan

kontak kulit dengan ibunya selama minimal satu jam terlalu lama. Selain

itu, bidan juga harus melakukan penjahitan perineum. Sehingga,

dikhawatirkan ibu akan merasa tidak nyaman jika harus dilanjutkan

melaksanakan IMD.

Page 107: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

89

Menurut Roesli (2012), IMD adalah bayi mulai menyusu sendiri

setelah lahir. Bayi baru lahir sebenarnya memiliki kemampuan untuk

menyusu sendiri. Asalkan diberikan kesempatan untuk melakukan kontak

kulit dengan ibunya minimal selama satu jam. Pendapat ini sesuai dengan

pedoman langkah pelaksanaan IMD, yang menyatakn bahwa kontak kulit

antara ibu dan bayi dipertahankan minimal sampai satu jam (Depkes RI,

2008).

Selain itu, menurut Mashudi (2011), IMD merupakan program yang

sedang gencar dianjurkan pemerintah. Menyusu dan bukan menyusui

merupakan gambaran bahwa IMD bukan program ibu menyusui bayi

tetapi bayi yang harus aktif menemukan sendiri puting susu ibu. Namun,

bagi seorang Ibu, proses ini berarti tahap awal pelaksanaan ASI ekslusif.

Menurut Roesli (2012), IMD harus tetap dilakukan meskipun ibu

harus dijahit, karena kegiatan bayi merangkak mencari payudara terjadi di

area payudara, sedangkan yang dijahit adalah bagian bawah tubuh ibu.

Apabila kondisi ibu tidak mendukung untuk pelaksanaan IMD, maka

seharusnya bidan memberikan dukungan kepada ibu untuk melaksanakan

IMD.

Menurut Suryani (2012), bidan harus melibatkan suami atau keluarga

yang mendampingi persalinan untuk turut mendukung ibu agar IMD

berhasil. Suami juga turut berperan dalam keberhasilan IMD dengan hadir

Page 108: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

90

dan memberikan dukungan kepada ibu saat melahirkan dan membangun

percaya diri ibu agar mau dan mampu menyusui.

Sesuai dengan pendapat Akhmadi (2009) dalam Suryani (2011), yang

menyatakan bahwa dukungan merupakan informasi dari orang lain bahwa

ia dicintai dan diperhatikan, memiliki harga diri dan dihargai, serta

merupakan bagian dari jaringan komunikasi dan kewajiban bersama.

Dapat juga diartikan sebagai informasi verbal atau non verbal, saran,

bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang

yang akrab dengan subjek di dalam lingkungan sosialnya atau yang

berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan

emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya.

Menurut Roesli (2012), kelahiran dengan tindakan seperti operasi

caesar, vakum atau forcep, bahkan perasaan sakit di daerah kulit yang

digunting saat episiotomi memang dapat mengganggu kemampuan

alamiah bayi untuk mencari dan menemukan puting susu ibunya. Namun,

bukan berarti dalam keadaan tersebut bidan diperbolehkan untuk tidak

memfasilitasi pelaksanaan IMD. Justru bidan harus terus memberikan

dukungan untuk tetap melaksanakan IMD.

Sehingga, kurang tepat tindakan bidan mengangkat bayi dari dada

ibunya saat akan menjahit perineum ibu. Artinya, bayi hanya memiliki

kesempatan untuk melakukan kontak kulit dengan ibunya kurang dari

satu jam. Peneliti menduga ketidaktepatan tindakan bidan dalam langkah

Page 109: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

91

kedua pelaksanaan IMD karena bidan menghawatirkan kondisi ibu yang

stres setelah melahirkan dan kesakitan saat penjahitan perineum akan

membahayakan kondisi ibu dan bayi jika tetap melanjutkan pelaksanaan

IMD.

Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa bidan telah

mengetahui tindakan yang harus dilakukan dalam langkah kedua

pelaksanaan IMD. Namun, bidan belum mengetahui lima tahapan

perilaku bayi saat menyusu pertama kali. Bidan menyatakan bahwa bayi

akan berhasil menemukan puting susu ibunya apabila bidan mengarahkan

mulut bayi ke dekat puting susu ibunya. Sehingga, saat bayi

ditengkurapkan di dada ibunya, bidan selalu mengarahkan mulut bayi ke

dekat puting susu ibunya sebelah kiri.

Menurut Krathwohl dkk (1974), perilaku yang menekankan pada

aspek intelektual (otak) termasuk dalam domain kognitif. Domain

kognitif meliputi pengetahuan yang dimiliki seseorang. Sehingga, dapat

dikatakan bahwa pengetahuan yang dimiliki bidan dalam langkah kedua

pelaksanaan IMD merupakan perilaku dalam domain kognitif.

Peneliti menduga bahwa ketidaktepatan perilaku bidan dalam langkah

kedua pelaksanaan IMD disebabkan oleh pengetahuan yang dimiliki

bidan. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa bidan belum

mengetahui lima tahapan perilaku bayi saat menyusu pertama kali. Bidan

beranggapan bahwa keberhasilan IMD disebabkan karena bidan

Page 110: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

92

mengarahkan mulut bayi ke dekat puting susu ibunya. Hal tersebut

menyebabkan bidan selalu membantu bayi untuk menemukan puting susu

ibunya dengan cara selalu mengarahkan mulut bayi dekat dengan puting

susu ibunya sebelah kiri. Sehingga bidan kurang tepat dalam melakukan

tindakan di langkah kedua pelaksanaan IMD.

Selanjutnya, berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa bidan

menyatakan kurang setuju terhadap waktu minimal yang harus diberikan

untuk pelaksanaan IMD. Menurut bidan, kontak kulit antara ibu dan bayi

yang berlangsung selama satu jam dianggap terlalu lama. Sehingga, bidan

selalu memisahkan bayi dari ibunya sebelum kontak kulit berlangsung

selama satu jam.

Menurut Krathwohl dkk (1974), perilaku yang menekankan pada

aspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap dan kepatuhan merupakan

perilaku dalam domain afektif. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa

sikap bidan terhadap langkah kedua dalam pelaksanaan IMD merupakan

perilaku dalam domain afektif. Selain itu, peneliti juga menduga bahwa

selain pengetahuan, sikap yang dimiliki bidan juga menjadi salah satu

faktor ketidaktepatan perilaku bidan dalam langkah kedua pelaksanaan

IMD.

Kemudian, berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa bidan sudah

melakukan semua tindakan dalam langkah kedua pelaksanaan IMD.

Semua tindakan tersebut dilakukan secara berurutan tanpa melihat

Page 111: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

93

pedoman pelaksanaan IMD. Namun, masih terdapat beberapa tindakan

yang dilakukan kurang tepat, yaitu mengarahkan mulut bayi dekat dengan

puting susu ibunya sebelah kanan dan hanya memberikan kesempatan

pada bayi untuk melakukan kontak kulit dengan ibunya tidak lebih dari

30 menit.

Menurut Azizahwati (2010), keterampilan merupakan tingkat

kemahiran dalam penguasaan suatu gerak. Selanjutnya, menurut Dave

(1967) dalam Huitt (2003), keterampilan dapat dikelompokkan dalam

lima tingkatan, yaitu meniru, manipulasi, ketepatan gerakan, artikulasi,

dan naturalisasi.

Oleh sebab itu, peneliti menduga bahwa sebenarnya bidan sudah

terampil dalam melakukan setiap tindakan dalam langkah kedua

pelaksanaan IMD. Selanjutnya, peneliti juga menduga bahwa

keterampilan bidan dalam langkah kedua pelaksanaan IMD hanya

termasuk pada tingkat meniru, manipulasi, dan naturalisasi, karena

berdasarkan hasil observasi terlihat bahwa bidan selalu melakukan

tindakan yang sama dalam langkah kedua pelaksanaan IMD tanpa melihat

pedoman pelaksanaan IMD. Semua tindakan tersebut dilakukan secara

berurutan sesuai pedoman pelaksanaan IMD. Namun, masih terdapat

tindakan yang dilakukan kurang tepat, yaitu mengarahkan mulut bayi

kedekat puting susu ibunya sebelah kiri.

Page 112: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

94

4. Perilaku bidan dalam langkah ketiga pelaksanaan IMD

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa langkah ketiga yang

dilakukan bidan dalam pelaksanaan IMD adalah memberikan kesempatan

pada bayi untuk mencari puting susu ibunya. Tindakan yang dilakukan bidan

untuk memberikan kesempaatan pada bayi mencari puting susu ibunya yaitu

dengan cara memberikan kesempatan pada bayi untuk melakukan kontak

kulit dengan ibunya. Namun, bidan hanya memberikan kesempatan kontak

kulit antara ibu dan bayi sampai plasenta lahir sempurna. Sedangkan, proses

lahirnya plasenta hanya berlangsung selama 5-30 menit setelah bayi lahir.

Sehingga, tidak ada bayi yang melakukan kontak kulit dengan ibunya selama

satu jam.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebenarnya bidan telah

mengetahui bahwa kondisi kontak kulit antara ibu dan bayi harus

dipertahankan sampai satu jam. Namun, bidan menganggap waktu tersebut

terlalu lama. Bidan juga menyatakan bahwa dalam waktu satu jam setelah

persalinan, bayi harus sudah ditimbang, diukur, dan dicap. Pada waktu yang

bersamaan pula bidan harus selesai menjahit perineum dan membersihkan

tubuh ibu bersalin.

Alasan lain bidan juga menyatakan bahwa sebelum ada program IMD

pun kegiatan penimbangan, pengukuran, dan pengecapan dilakukan

sebelum bayi menemukan puting susu ibunya dan mulai menyusu. Namun,

penyusuan awal tetap dapat kembali dilanjutkan di RB dalam keadaan bayi

Page 113: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

95

sudah dibedong. Bidan memberikan kesempatan pada ibu untuk menyusui

bayinya di RB sampai waktu dua jam setelah persalinan.

Menurut Roesli (2012), kemampuan bayi menemukan dan mengisap

puting susu ibu terjadi selama satu jam dalam keadaan kontak kulit antara

ibu dan bayi. Selain itu, menurut Arvidson (2001) dalam Utami (2012),

menyatakan bahwa kemampuan bayi untuk mengisap puting susu ibu paling

kuat dilakukan dalam waktu setengah jam setelah lahir.

Selanjutnya, menurut Fikawati dan Syafiq (2003), menyatakan bahwa

tindakan memisahkan bayi dari ibunya sebelum bayi berhasil menemukan

puting susu ibu menyebabkan kegagalan pelaksanaan IMD. Keadaan

tersebut menyebabkan kadar hormon prolaktin dalam darah ibu akan

menurun dan sulit untuk menstabilkannya kembali. Hal tersebut

menyebabkan produksi ASI kurang lancar dan baru akan keluar setelah tiga

hari atau lebih. Keadaaan ini membuat bayi menjadi rewel karena

kehauasan, sehingga penolong persalinan akan memberikan makanan atau

minuman prelakteal. Akibatnya adalah kegagalan praktek pemberian ASI

eksklusif.

Selain itu, menurut Depkes RI (2008), bahwa bayi baru lahir sangat

mudah mengalami hipotermia. Salah satu cara yang menyebabkan

hipotermia pada bayi baru lahir adalah konduksi. Konduksi adalah

kehilangan panas tubuh melalui kontak langsung antara tubuh bayi dengan

permukaan yang dingin, seperti meja, tempat tidur atau timbangan

Page 114: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

96

Menurut hasil penelitian Bergman dalam Roesli (2012), menyatakan

bahwa kulit ibu bersifat termoregulator bagi suhu bayi. Kulit dada ibu yang

melahirkan satu derajat lebih panas dibandingkan ibu yang tidak melahirkan.

Jika bayi kedinginan, suhu kulit ibu otomatis naik dua derajat untuk

menghangatkan bayi. Namun, jika bayi kepanasan, suhu kulit ibu otomatis

turun satu derajat untuk mendinginkan bayinya.

Oleh sebab itu, tindakan bidan memisahkan bayi dari ibunya untuk

ditimbang, diukur, dan dicap sebelum kontak kulit antara ibu dan bayi

berlangsung selama satu jam dan bayi belum berhasil melakukan penyusuan

awal adalah kurang tepat. Tindakan tersebut menyebabkan kegagalan

praktek IMD karena bayi tidak berhasil menemukan puting susu ibunya.

Selain itu, bayi juga dapat mengalami hipotermi karena harus segera

dipisahkan dari ibunya untuk ditimbang, diukur, dan dicap.

Berdasarkan hasil penelitian juga diketahui bahwa bidan tidak

memberikan kesempatan kembali kepada bayi untuk melanjutkan kontak

kulit dengan ibunya setelah kegiatan penimbangan, pengukuran, dan

pengecapan. Padahal sebelum kegiatan tersebut dilakukan, bayi belum

berhasil menemukan puting susu ibunya. Artinya, bidan tidak memberikan

kesempatan kepada bayi untuk menyusu sendiri. Hal tersebut dapat

menjadikan bayi kehilangan kemampuan untuk mengisap puting susu ibu.

Sehingga, akan menghambat refleks prolaktin dan reflek oksitosin.

Page 115: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

97

Meskipun bayi tidak berhasil menemukan puting susu ibunya, bidan

tetap memberikan kesempatan pada ibu untuk melakukan penyusuan awal di

RB. Penyusuan awal tersebut dilakukan dengan cara ibu memasukkan puting

susunya ke mulut bayi. Selain itu, saat menyusu pertama kali bayi sudah

dalam keadaan dibedong. Penyusuan awal di RB berlangsung sampai waktu

dua jam setelah persalinan. Selanjutnya, bidan memberikan suntikan

hepatitis B pertama pada bayi dan memindahkan ibu dan bayinya ke ruang

perawatan untuk melanjutkan rawat gabung.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pelaksanaan rawat

gabung di PKM Kecamatan Pesanggrahan berlangsung selama dua hari

setelah melahirkan. Menurut bidan pelaksanaan rawat gabung selama dua

hari tersebut sesuai dengan peraturan yang telah dibuat oleh pihak PKM

Kecamatan Pesanggrahan.

Menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan

Anak RI (2010), pelaksanaan rawat gabung merupakan poin nomer tujuh

dalam pedoman peningkatan penerapan 10 langkah menuju keberhasilan

menyusui. Dalam pedoman tersebut disebutkan bahwa rawat gabung adalah

upaya menempatkan ibu dan bayi ditempat yang sama selama 24 jam.

Pelaksanaan rawat gabung dimulai dengan cara mengupayakan

penyediaan rawat gabung dengan sarana dan prasarana yang memadai,

mempraktekkan rawat gabung kecuali ada indikasi medis yang

mengharuskan bayi dirawat secara terpisah, menjamin kebersihan dan

Page 116: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

98

kenyamanan ruangan, menjamin ketertiban jam kunjung ibu dan bayi, dan

mengupayakan agar ibu tetap dapat menyusui meskipun bayi harus dirawat

terpisah atas indikasi medis (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan

Perlindungan Anak RI, 2013).

Oleh sebab itu, aturan di PKM Kecamatan Pesanggrahan untuk

memberikan fasilitas rawat gabung pada setiap proses persalinan sudah

tepat. Sehingga, ibu dan bayi dapat sama-sama merasakan manfaat rawat

gabung untuk mencapai langkah keberhasilan menyusui.

Bidan juga menyatakan bahwa dengan adanya rawat gabung, maka ibu

akan terlatih untuk merawat dan menyusui bayinya. Selain itu, menurut

bidan, dengan adanya rawat gabung, maka bayi akan lebih sering menyusu

sehingga memperoleh ASI eksklusif karena ibu dapat menyusui sesuai

permintaan bayi.

Menurut Wijayanti (2011), manfaat rawat gabung dapat ditinjau dari

berbagai aspek, yaitu aspek fisik, fisiologis, psikologi, edukatif, ekonomi,

dan medis. Manfaat rawat gabung ditinjau dari aspek fisik yaitu, ibu dapat

dengan mudah menjangkau bayinya untuk melakukan perawatan sendiri dan

mnyusui sesuai keinginan bayi. Selanjutnya, dari aspek fisiologi, maka

dengan adanya rawat gabung bayi akan segera dan lebih sering disusui.

Sehingga, akan timbul refleks oksitosin dan prolaktin.

Kemudian, dari aspek psikologi, maka dengan adanya rawat gabung

akan terjalin proses lekat antara ibu dan bayi. Hal ini mempunyai pengaruh

Page 117: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

99

yang besar terhadap perkembangan psikologi bayi selanjutnya, karena

kehangatan tubuh ibu merupakan stimulasi mental yang mutlak dibutuhkan

oleh bayi. Selanjutnya, dari aspek edukatif, maka dengan adanya rawat

gabung ibu akan mendapatkan pengetahuan dan keterampilan tentang cara

menyusui yag benar, merawat tali pusat, merawat payudara, dan

memandikan bayi (Wijayanti, 2011).

Selanjutnya, dari aspek ekonomi, maka dengan adanya rawat gabung

pemberian ASI dapat dilakukan sedini mungkin. Sehingga, dapat

menghemat anggaran pengeluaran untuk pembelian susu formula, botol

susu, dot, serta peralatan lain yang dibutuhkan. Terakhir, dari aspek medis,

maka dengan adanya rawat gabung akan menurunkan angka morbiditas dan

mortalitas ibu dan bayi (Wijayanti, 2011).

Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa bidan menyatakan bayi

boleh dipisahkan dari ibunya untuk ditimbang, diukur, dan dicap meskipun

bayi belum berhasil menemukan puting susu ibunya. Setelah kegiatan

tersebut dilakukan, bayi dapat kembali diberi kesempatan untuk melakukan

penyusuan awal dalam keadaan telah dibedong.

Menurut Krathwohl dkk (1974), perilaku yang menekankan pada

aspek intelektual (otak) termasuk dalam domain kognitif. Domain kognitif

meliputi pengetahuan yang dimiliki seseorang. Sehingga, dapat dikatakan

bahwa pengetahuan yang dimiliki bidan dalam langkah ketiga pelaksanaan

IMD merupakan perilaku dalam domain kognitif.

Page 118: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

100

Peneliti menduga bahwa ketidaktepatan perilaku bidan dalam langkah

ketiga pelaksanaan IMD disebabkan oleh pengetahuan yang dimiliki bidan.

Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa menyatakan sebelum

dikeluarkannya program IMD, kegiatan penimbangan, pengukuran, dan

pengecapan memang biasa dilakukan sebelum bayi menyusu. Sehingga,

bidan menganggap kegiatan penimbangan, pengukuran, dan pengecapan

boleh saja dilakukan meskipun bayi belum berhasil menemukan puting susu

ibunya.

Menurut Krathwohl dkk (1974), perilaku yang menekankan pada

aspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap dan kepatuhan merupakan

domain afektif. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa sikap bidan terhadap

langkah ketiga dalam pelaksanaan IMD merupakan perilaku dalam domain

afektif. Selain itu, peneliti juga menduga bahwa selain pengetahuan, sikap

yang dimiliki bidan juga menjadi salah satu faktor ketidaktepatan perilaku

bidan dalam langkah ketiga pelaksanaan IMD.

Selanjutnya, berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa bidan belum

melakukan semua tindakan dalam langkah ketiga pelaksanaan IMD. Bidan

tidak memberikan kesempatan kembali kepada bayi yang telah dipisahkan

dari ibunya untuk kegiatan penimbangan, pengukuran, dan pengecapan

untuk kembali melakukan kontak kulit dengan ibunya sampai berhasil

menemukan puting susu ibunya dan berhasil melakukan penyusuan awal.

Page 119: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

101

Menurut Azizahwati (2010), keterampilan merupakan tingkat

kemahiran dalam penguasaan suatu gerak. Selanjutnya, menurut Dave

(1967) dalam Huitt (2003), keterampilan dapat dikelompokkan dalam lima

tingkatan, yaitu meniru, manipulasi, ketepatan gerakan, artikulasi, dan

naturalisasi.

Oleh sebab itu, sama halnya dengan perilaku bidan dalam langkah

kedua pelaksanaan IMD, peneliti juga menduga bahwa sebenarnya bidan

sudah terampil dalam melakukan setiap tindakan dalam langkah ketiga

pelaksanaan IMD. Selanjutnya, peneliti juga menduga bahwa keterampilan

bidan dalam langkah ketiga pelaksanaan IMD hanya termasuk pada tingkat

meniru, manipulasi, dan naturalisasi, karena berdasarkan hasil observasi

terlihat bahwa bidan selalu melakukan tindakan yang sama dalam langkah

ketiga pelaksanaan IMD tanpa melihat pedoman pelaksanaan IMD. Semua

tindakan tersebut dilakukan secara berurutan sesuai pedoman pelaksanaan

IMD. Namun, masih terdapat tindakan yang belum dilakukan.

Page 120: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

102

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Perilaku bidan dalam pelaksanaan IMD di PKM Kecamatan Pesanggrahan

tahun 2013 sudah dominan dan suportif karena dalam waktu 30 menit

pertama setelah bayi lahir, bidan memfasilitasi bayi untuk melakukan

IMD.

2. Tindakan yang dilakukan bidan dalam langkah pertama pelaksanaan IMD,

yaitu mencatat waktu kelahiran bayi, menilai kondisi bayi, membersihkan

tubuh bayi kecuali kedua tangan, memberikan suntikan oksitosin 10UI di

paha ibu bersalin, mengklem dan memotong tali pusat. Semua tindakan

dalam langkah pertama pelaksanaan IMD sudah dilakukan secara

berurutan dan tepat.

3. Tindakan yang dilakukan bidan dalam langkah kedua pelaksanaan IMD,

yaitu menengkurapkan bayi di dada ibunya (tidak lebih dari 30 menit)

dengan cara mengarahkan mulut bayi ke dekat puting susu ibunya sebelah

kiri, menyelimuti bayi dengan kain bersih, meminta ibu bersalin untuk

memeluk bayinya, menolong lahirnya plasenta, dan menjahit perineum ibu

bersalin. Semua tindakan dalam langkah kedua pelaksanaan IMD sudah

dilakukan secara berurutan, namun masih terdapat tindakan yang

dilakukan kurang tepat.

Page 121: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

103

4. Tindakan yang dilakukan bidan dalam langkah ketiga pelaksanaan IMD,

yaitu menimbang, mengukur, mengecap kedua telapak kaki bayi,

memberikan suntikan vitamin K pada bayi, memberikan kesempatan pada

ibu dan bayi untuk melakukan penyusuan awal di RB dalam keadaan bayi

sudah dibedong, memberikan suntikan HB 0 pada bayi setelah dua jam

persalinan, melanjutkan pelaksanaan rawat gabung di ruang perawatan

sampai dua hari setelah melahirkan. Masih terdapat tindakan yang belum

dilakukan dalam langkah ketiga pelaksanaan IMD, yaitu tidak

memberikan kesempatan kembali pada bayi untuk melakukan kontak kulit

dengan ibunya sampai berhasil menemukan puting susu ibunya.

B. Saran

1. Disarankan kepada koordinator program gizi di PKM Kecamatan

Pesanggrahan agar memonitor ketepatan pelaksanaan IMD di RB PKM

Kecamatan Pesanggrahan.

2. Disarankan kepada Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta untuk

melakukan pelatihan konselor ASI bagi semua bidan puskesmas di DKI

Jakarta.

3. Disarankan kepada pihak Dinas Kesehatan Jakarta Selatan sebagai

pelaksana pelatihan konselor ASI untuk lebih banyak menekankan pada

pemberian materi IMD khususnya mengenai lima tahapan perilaku bayi

saat menyusu pertama kali.

Page 122: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

DAFTAR PUSTAKA

Afifah, Evi. 2008. Perilaku Petugas Kesehatan Dalam Pelaksanaan Inisiasi Menyusu

Dini (IMD) Pada Pasien Di Rumah Sakit Ibu Dan Anak (RSIA) Mutiara

Bunda Ciledug Tangerang Tahun 2008. Jakarta: Skripsi FKIK Jakarta

Anggraeni, Annisa. 2012. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian ASI

Eksklusif Pada Ibu Yang Melahirkan Di Rumah Bersalin Puskesmas

Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan Tahun 2012. Jakarta: Skripsi

FKIK Jakarta

Azizahwati, dkk . 2010. Keterampilan Psikomotor Fisika Siswa Melalui Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together. Jurnal Geliga

Sains. Vol. IV (1). Hal 12-17. Diakses dari

http://ejournal.unri.ac.id/index.php/JGS/article/download/990/983. Pada

tanggal 25 Juli 2013

Bungin, M. Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan

Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Departemen Kesehatan RI. 2008. Asuhan Persalinan Normal Asuhan Esensial,

Pencegahan dan Penanggulangan Segera Komplikasi Persalinan dan

Bayi Baru Lahir. Jakarta: JNPKKR

Departemen Kesehatan RI. 2007. Pelatihan APN Bahan Tambahan IMD. Jakarta:

JNPKKR

Fikawati, Sandra & Ahmad Syafiq.2003. Hubungan Antara Menyusui Segera

(Immediate Breastfeeding) dan Pemberian ASI Eksklusif Sampai dengan

Empat Bulan. Jurnal Kedokteran Trisakti, Vol.22 (2), Hal. 47-55.

Diakses dari http://www.univmed.org/wp-

content/uploads/2011/02/Sandra.pdf. Pada tanggal 10 Oktober 2012

Green et all. 1990. Perencanaan Pendidikan Kesehatan Sebuah Pendekatan

Diagnostik. Jakarta: Proyek pengembangan FKM UI DEPDIKBUD RI.

Green, L.W. and Kreuter, M.W. 2005. Health Program Planning: An Educational

and Ecological Approach. 4th edition. NY: McGraw-Hill Higher

Education

Page 123: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

Huitt, W. 2003. The Psychomotor Domain. Educational Psychology Interactive.

Valdosta, GA: Valdosta State University. Diakses dari

http://wed.siu.edu/faculty/JCalvin/psychomotor.pdf. Pada tanggal 21

Agustus 2013

Ja’fara, Carlos. 2001. Analisis Kualitatif Kepatuhan Petugas Kesehatan Terhadap

Penatalaksanaan Penyakit Ispa Pada Balita Di Puskesmas Condong Dan

Singkawang Kab.Bengkayang Tahun 2004. Depok: Tesis Program Pasca

Sarjana FKM UI

Kementerian Kesehatan RI. 2012. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.

450/Menkes/SK/IV/2004 Tentang Pemberian ASI Eksklusif. Diakses dari

www.perpustakaan.depkes.go.id. Pada tanggal 3 Maret 2013

Kementerian Kesehatan RI. 2012. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.

369/MENKES/SK/III/2007 Tentang Standar Profesi Kebidanan. Diakses

dari www.indonesian-publichealth.com Pada tanggal 3 Maret 2013

Kementerian Kesehatan RI. 2012. Peraturan Pemerintah RI No.33 Tahun 2012

Tentang Pemberian ASI Eksklusif. Diakses dari www.depkes.go.id Pada

tanggal 3 Maret 2013

Kementerian Kesehatan RI. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

HK.02.02/MENKES/149/1/2010 Tentang Izin Dan Penyelenggaraan

Praktik Bidan. Diakses dari www.indonesian-publichealth.com Pada

tanggal 3 Maret 2013

Kementerian Kesehatan RI. 2010. Laporan Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan

Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI. 2010. Pedoman

Peningktan Penerapan 10 Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui Yang

Responsif Gender Bagi Pusat Dan Daerah. Diakses dari http://aimi-

asi.org/wp-content/uploads/2010/08/17-permenegpp-3-2010.pdf. Pada

tanggal 18 Juli 2013

Krathwohl, David R, dkk. 1974. Taxonomy Of Educational Objectives The

Classification of Educational Goals Handbook II: Affective Domain. New

York: David McKay Company

Legawati, dkk. 2011. Pengaruh Inisiasi Menyusu Dini Terhadap Praktik Menyusui 1

Bulan Pertama. Jurnal Gizi Klinik Indonesia, Vol.VIII (2), Hal. 60-68.

Page 124: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

Diakses dari

http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujph/article/view/1122. Pada

tanggal 2 Oktober 2012

Mashudi, Sugeng. 2011. Inisiasi Menyusui Dini Langkah Awal Keberhasilan

Program ASI Ekslusif. Skripsi. Ponorogo: Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Ponorogo. Diakses dari

http://lib.umpo.ac.id/index.php/baca/koleksi/33/-inisiasi-menyusui-dini-

langkah-awal-keberhasilan-program-asi-ekslusif. Pada tanggal 20 April

2013

Moleong. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Cetakan kedua puluh dua

Niswah & Noveri Aisyaroh. 2010. Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Bidan

tentang Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dengan Praktik Inisiasi Menyusu

Dini di Puskesmas Kota Semarang. Diakses dari

http://journal.unissula.ac.id/majalahilmiahsultanagung/article/view/147/1

08. Pada tanggal 22 November 2012

Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka

Cipta

Profil Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2011

Puspita, Indah. 2010. Analisis Sikap Petugas Kesehatan Sebagai Pennolong

Persalinan Terhadap Praktek Inisiasi Menyusu Dini (IMD) Di Wilayah

Kerja Puskesmas Kampung Sawah Tahun 2010 (Studi Kualitatif). Jakarta:

Skripsi FKIK Jakarta

Rahardjo, Setiyowati. 2006. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Pemberian

ASI Satu Jam Pertama Setelah Melahirkan. Junal Kesehatan

Masyarakat Nasional, Vol.I (1), Hal. 11-17. Diakses dari

http://www.jurnalkesmas.org/berita-131-faktorfaktor-yang-berhubungan-

dengan-pemberian-asi-satu-jam-pertama-setelah-melahirkan.html. Pada

tanggal 22 November 2012

Raya, Reynie Purnama. 2008. Pengetahuan Bidan Mengenai IMD. Jurnal

Keperawatan Indonesia. Vol. X (18). Hal. 52. Diakses dari

http://journals.unpad.ac.id/mku/article/view/123/105. Pada tanggal 22

November 2012

Page 125: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

Roesli, Utami. 2012. Panduan Inisiasi Menyusu Dini Plus ASI Eksklusif. Jakarta:

Pustaka Bunda

Siswanto, dkk. 2008. Hubungan Inisiasi Menyusu Dini Dengan Pemberian ASI

Eksklusif Pada Bayi Usia 6 – 12 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas

Kedungkandang Kota Malang. Diakses dari

http://fk.ub.ac.id/artikel/id/filedownload/gizi/RATIH%20ADELITA%20

SARI.pdf. Pada tanggal 8 Juli 2013

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung:

Alfabeta

Sukmawati. 2012. Hubungan Kehadiran Pendamping Ibu Bersalin Terhadap

Persalinan Kala II. Jurnal Medika Respati. Vol. VII (3). Diakses dari

http://e-journal.respati.ac.id/node/37. Pada tanggal 30 Juli 2013

Suryani, Devi Nanda. 2011. Hubungan Dukungan Suami Dengan Pelaksanaan

Inisiasi Menyusu Dini Pad Ibu Post Partum Di BPS Kota Semarang.

Jurnal Dinamika Kebidanan. Vol.I (1). Diakses Dari

http://jurnal.abdihusada.com. Pada tanggal 30 Juli 2013

Utami, Aris Puji. 2012. Hubungan Inisiasi Menyusu Dini Dengan Kecepatan

Keluarnya ASI Pada Ibu Post Partum Di BPS Firda Tuban. Vol. II (1).

Diakses dari

http://journal.stikesnu.com/index.php/jurnaldosen/article/view/46. Pada

tanggal 22 November 2012

World Health Organization. 1998. Complementary feeding of young children in

developing countries: a review of current scientific knowledge. Geneva:

WHO

Wulandari, Atik S. 2009. Inisiasi Menyusu Dini Untuk Awali ASI Eksklusif. Diakses

dari www.fk.uwks.ac.id. Pada tanggal 22 November 2012

Wijayanti, Desi. 2011. Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Sikap Ibu Bersalin

Terhadap Rawat Gabung Di Polindes Mekar Sari Desa Bebengan

Kecamatan Boja Kabupaten Kendal. Jurnal Ilmu Kesehatan. Vol. 1 (2).

Diakses dari

http://jurnal.akbiduniska.ac.id/index.php/AKU/article/view/5/4. Pada

tanggal 30 Juli 2013

Page 126: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU
Page 127: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU
Page 128: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

LAMPIRAN 3

Panduan Observasi Perilaku Bidan Dalam Pelaksanaan

Inisiasi Menyusu Dini (IMD) Di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan

Jakarta Selatan Tahun 2013

Kegiatan Observasi Informan Pelaksanaan

Ya Tidak

A. Penilaian awal, pengeringan tubuh bayi

1 bidan mencatat waktu kelahiran saat bayi lahir

2 bidan menilai apakah diperlukan resusitasi atau tidak

dalam waktu 2 detik

3 bila tidak diperlukan resusitasi, bidan mengeringkan

tubuh bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian

tubuh lainnya kecuali telapak tangan menggunakan

kain bersih

4 bidan menyelimuti bayi dengan kain kering untuk

menunggu 2 menit sebelum tali pusat diklem

5 bidan memeriksa uterus ibu bersalin untuk

memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus

6 bidan memberikan suntikan Intramuskular 10 UI

oksitosin pada ibu bersalin

Kegiatan Observasi Informan Pelaksanaan

Ya Tidak

B. Pemberian kesempatan pada bayi melakukan

kontak kulit dengan ibunya minimal 1 jam

1 bidan meletakkan bayi dalam posisi tengkurap di

dada ibu setelah memotong dan mengklem tali

pusat

2 bidan menyelimuti ibu dan bayi menggunakan kain

Page 129: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

hangat dan memasangkan topi di kepala bayi

3 bidan membiarkan bayi untuk melakukan kontak

kulit dengan ibunya minimal selama 1 jam

(sebagian besar bayi akan berhasil melakukan IMD

dalam waktu 30-60 menit)

4 bidan meminta ibu bersalin untuk memeluk dan

membelai bayinya

5 bidan memberikan bantal di bawah kepala ibu

bersalin untuk mempermudah kontak visual antara

ibu dan bayinya (bila perlu)

6 bidan tidak membasuh atau menyeka payudara ibu

bersalin sebelum bayi menyusu

7 Bidan melanjutkan langkah manajemen aktif kala

tiga persalinan selama kontak kulit ke kulit tersebut

Kegiatan Observasi Informan Pelaksanaan

Ya Tidak

C. Pemberian kesemptan pada bayi untuk mencari, menemukan puting ibunya

dan mulai menyusu

1 bidan membiarkan bayi mencari dan menemukan

puting ibu dan mulai menyusu

2 bidan menganjurkan ibu bersalin dan keluarga yang

mendampingi persalinan untuk tidak menginterupsi

upaya bayi untuk mulai menyusu, misalnya

memindahkan bayi dari satu payudara ke payudara

lainnya

3 bidan menunda semua asuhan BBL normal lainnya

hingga bayi selesai menyusu

Page 130: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

4 Bidan menunda memandikan bayi 6-24 jam setelah

bayi lahir untuk mencegah terjadinya hipotermia

5 bidan membiarkan ibu dan bayinya tetap berada di

ruang bersalin hingga bayi selesai menyusu

6 bidan menyelimuti bayi dengan kain bersih lalu

menimbang dan mengukur bayi, mengoleskan salep

antibiotik pada mata bayi dan memberikan suntikan

vitamin K1 dan suntikan Hepatitis B pertama setelah

bayi selesai menghisap puting ibu

7 apabila bayi belum melakukan IMD dalam waktu 1

jam, bidan memposisikan bayi lebih dekat dengan

puting ibu dan membiarkan kontak kulit bayi dan

ibu berlangsung selama 30-60 menit berikutnya

8 apabila bayi belum melakukan IMD dalam waktu 2

jam, bidan memindahkan ibu ke ruang

pemulihan/perawatan dengan posisi bayi tetap

berada di dada ibu

9 bidan memakaikan pakaian pada bayi dan menutupi

kepala bayi dengan topi selama beberapa hari

pertama

10 bidan memberikan suntikan Hepatitis B pertama

pada bayi setelah satu jam kemudian

11 bidan meletakkan bayi dekat dengan ibu sehingga

mudah terjangkau dan bayi bisa menyusu sesuai

keinginannya

Page 131: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

LAMPIRAN 4

PEDOMAN WAWANCARA

DENGAN BIDAN PENOLONG PERSALINAN

“PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN

INISIASI MENYUSU DINI (IMD) DI PUSKESMAS KECAMATAN

PESANGGRAHAN JAKARTA SELATAN TAHUN 2013”

A. Tujuan wawancara dengan bidan penolong persalinan

1. Mendapatkan gambaran langkah pertama, kedua, dan ketiga yang

dilakukan bidan dalam pelaksanaan IMD di PKM Kec. Pesanggrahan.

B. Petunjuk Wawancara

1. Wawancara dilakukan oleh seorang pewawancara.

2. Berikan penjelasan kepada informan tentang maksud dan tujuan

wawancara.

3. Informan bebas menyampaikan jawaban.

4. Semua jawaban informan akan dijamin kerahasiannya.

5. Wawancara akan direkam untuk membantu penulisan hasil.

6. Sampaikan ucapan terimakasih kepada informan atas kesediannya

meluangkan waktu untuk diwawancara.

C. Identitas Informan

1. Nama

2. Usia

3. Pendidikan terakhir

4. Jabatan

Page 132: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

5. Pengalaman kerja

6. Lama bekerja di PKM Kec. Pesanggrahan

D. Pedoman Wawancara

1. Definisi IMD

2. Manfaat IMD

3. Langkah-langkah pelaksanaan IMD

4. Peran suami/keluarga saat persalinan

5. Penggunaan obat kimiawi saat persalinan

6. Rawat gabung

7. Tahun pelaksanaan IMD di PKM Kec. Pesanggrahan

Page 133: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

LAMPIRAN 5

PEDOMAN WAWANCARA

DENGAN IBU BERSALIN

“PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN

INISIASI MENYUSU DINI (IMD) DI PUSKESMAS KECAMATAN

PESANGGRAHAN JAKARTA SELATAN TAHUN 2013”

A. Tujuan wawancara dengan bidan penolong persalinan

1. Mendapatkan gambaran perilaku bidan dalam pelaksanaan IMD di PKM

Kec. Pesanggrahan.

B. Petunjuk Wawancara

1. Wawancara dilakukan oleh seorang pewawancara.

2. Berikan penjelasan kepada informan tentang maksud dan tujuan

wawancara.

3. Informan bebas menyampaikan jawaban.

4. Semua jawaban informan akan dijamin kerahasiannya.

5. Wawancara akan direkam untuk membantu penulisan hasil.

6. Sampaikan ucapan terimakasih kepada informan atas kesediannya

meluangkan waktu untuk diwawancara.

C. Identitas Informan

1. Nama

2. Usia

3. Pendamping persalinan

4. Jumlah kelahiran

Page 134: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

5. Waktu melahirkan

D. Pedoman Wawancara

1. Anjuran pendamping persalinan

2. Penggunaan obat kimiawi saat persalinan

3. Posisi melahirkan

4. Pelaksanaan IMD

5. Rawat gabung

Page 135: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

LAMPIRAN 6a

Hasil Observasi Perilaku Bidan Dalam Langkah Pertama Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

Di Puskesmas Ke. Pesanggrahan Jakarta Selatan Tahun 2013

Kegiatan Observasi Bidan

A. Penilaian awal, pengeringan

tubuh bayi

N SA SH E R A P Y

1 2 1 2 3 4 1 2 3 1 2 3 4 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 1

1 bidan mencatat waktu

kelahiran saat bayi lahir V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V

2 bidan menilai apakah

diperlukan resusitasi atau

tidak dalam waktu 2 detik

V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V

3 bila tidak diperlukan

resusitasi, bidan

mengeringkan tubuh bayi

mulai dari muka, kepala, dan

bagian tubuh lainnya kecuali

telapak tangan menggunakan

kain bersih

V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V

4 bidan menyelimuti bayi

dengan kain kering untuk

menunggu 2 menit sebelum

tali pusat diklem

X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X

5 bidan memeriksa uterus ibu

bersalin untuk memastikan

tidak ada lagi bayi dalam

uterus

V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V

6 bidan memberikan suntikan

Intramuskular 10 UI oksitosin

pada ibu bersalin

V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V

Page 136: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

LAMPIRAN 6b

Hasil Observasi Perilaku Bidan Dalam Langkah Kedua Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

Di Puskesmas Ke. Pesanggrahan Jakarta Selatan Tahun 2013

Kegiatan Observasi Bidan

B. Pemberian kesempatan pada bayi

melakukan kontak kulit dengan ibunya

minimal 1 jam

N SA SH E R A P Y

1 2 1 2 3 4 1 2 3 1 2 3 4 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 1

1 bidan meletakkan bayi dalam posisi

tengkurap di dada ibu setelah

memotong dan mengklem tali pusat

V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V X V

2 bidan menyelimuti ibu dan bayi

menggunakan kain hangat dan

memasangkan topi di kepala bayi

V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V X V

3 bidan membiarkan bayi untuk

melakukan kontak kulit dengan

ibunya minimal selama 1 jam

(sebagian besar bayi akan berhasil

melakukan IMD dalam waktu 30-60

menit)

X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X

4 bidan meminta ibu bersalin untuk

memeluk dan membelai bayinya V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V X V

5 bidan memberikan bantal di bawah

kepala ibu bersalin untuk

mempermudah kontak visual antara

ibu dan bayinya (bila perlu)

V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V X V

6 bidan tidak membasuh atau menyeka

payudara ibu bersalin sebelum bayi

menyusu

V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V X V

7 Bidan melanjutkan langkah

manajemen aktif kala tiga persalinan

selama kontak kulit ke kulit tersebut

V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V

Page 137: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

LAMPIRAN 6c

Hasil Observasi Perilaku Bidan Dalam Langkah Ketiga Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

Di Puskesmas Ke. Pesanggrahan Jakarta Selatan Tahun 2013

Kegiatan Observasi Bidan

C. Pemberian kesemptan pada bayi untuk

mencari, menemukan puting ibunya dan

mulai menyusu

N SA SH E R A P Y

1 2 1 2 3 4 1 2 3 1 2 3 4 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 1

1 bidan membiarkan bayi mencari dan

menemukan puting ibu dan mulai

menyusu

V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V X V

2 bidan menganjurkan ibu bersalin dan

keluarga yang mendampingi persalinan

untuk tidak menginterupsi upaya bayi

untuk mulai menyusu, misalnya

memindahkan bayi dari satu payudara

ke payudara lainnya

V V X X V V V V V X X V V X X X V X V V V V X X X X

3 bidan menunda semua asuhan BBL

normal lainnya hingga bayi selesai

menyusu

X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X

4 Bidan menunda memandikan bayi 6-24

jam setelah bayi lahir untuk mencegah

terjadinya hipotermia

V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V

5 bidan membiarkan ibu dan bayinya

tetap berada di ruang bersalin hingga

bayi selesai menyusu

V V X V V V V V V V V V V X X V V V V V V V V V V X

6 bidan menyelimuti bayi dengan kain

bersih lalu menimbang dan mengukur

bayi, mengoleskan salep antibiotik

pada mata bayi dan memberikan

suntikan vitamin K1 dan suntikan

Hepatitis B pertama setelah bayi

selesai menghisap puting ibu

X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X

Page 138: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

LAMPIRAN 6d

Hasil Observasi Perilaku Bidan Dalam Langkah Ketiga Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

Di Puskesmas Ke. Pesanggrahan Jakarta Selatan Tahun 2013

Kegiatan Observasi Bidan

C. Pemberian kesemptan pada bayi untuk

mencari, menemukan puting ibunya dan

mulai menyusu

N SA SH E R A P Y

1 2 1 2 3 4 1 2 3 1 2 3 4 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 1

7 apabila bayi belum melakukan IMD

dalam waktu 1 jam, bidan

memposisikan bayi lebih dekat dengan

puting ibu dan membiarkan kontak

kulit bayi dan ibu berlangsung selama

30-60 menit berikutnya

X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X

8 apabila bayi belum melakukan IMD

dalam waktu 2 jam, bidan

memindahkan ibu ke ruang

pemulihan/perawatan dengan posisi

bayi tetap berada di dada ibu

X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X

9 bidan memakaikan pakaian pada bayi

dan menutupi kepala bayi dengan topi

selama beberapa hari pertama V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V

10 bidan memberikan suntikan Hepatitis

B pertama pada bayi setelah satu jam

kemudian

V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V

11 bidan meletakkan bayi dekat dengan

ibu sehingga mudah terjangkau dan

bayi bisa menyusu sesuai keinginannya V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V

Page 139: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

LAMPIRAN 7

Matriks Wawancara Informan Utama

Item Pertanyaan

Domain Kognitif Informan Jawaban

Pengetahuan

Mengenai Definisi

IMD

N -

SA IMD yaitu skin to skin selama 1 jam.

E IMD yaitu skin to skin dan merupakan reflek awal bayi

untuk menyusu.

A IMD yaitu perkenalan bayi untuk menyusu, dimulai saat

lahir dengan cara skin to skin selama 1 jam.

Kesimpulan

Definisi IMD adalah refleks awal bayi untuk menyusu

yang dilakukan dengan cara skin to skin contact antara

ibu dan bayi selama 1 jam.

Pengetahuan

Mengenai Manfaat

IMD

N Mendukung keberhasilan ASI eksklusif.

SA Mencegah hipotermi.

E

Merangsang refleks awal bayi untuk menyusu, mencegah

hipotermi, menjalin kedekatan antara ibu dan bayi,

menjadikan ibu lebih senang.

A

Perkenalan bayi untuk menyusu, menjalin kedekatan

antara ibu dan bayi, menjaga kehangatan bayi,

merangsang kontraksi rahim.

Kesimpulan

Manfaat dilaksanakan IMD adalah untuk merangsang

refleks awal bayi untuk menyusu yang akan

mempengaruhi keberlangsungan praktik menyusui

sehingga diharapkan dapat mencapai keberhasilan ASI

eksklusif. Selain itu, dengan adanya skin to skin contact

antara ibu dan bayi, maka dapat mencegah hipotermi

pada bayi dan menjalin ikatan kasih sayang antara ibu

dan bayi. Manfaat IMD juga dapat merangsang kontraksi

uterus ibu sehingga plasenta dapat segera lahir.

Pengetahuan

Mengenai Langkah-

Langkah Pelaksanaan

IMD

N

Memeriksa pernapasan bayi, kemudian memfasilitasi

IMD sampai satu jam, selanjutnya memberikan vitamin

K, dua jam kemudian memberikan imunisasi hepatitis B

pertama dan melaksanakan rawat gabung.

SA

Memeriksa pernapasan bayi, jika tidak diperlukan

resusitasi maka seluruh tubuh bayi dibersihkan kecuali

kedua tangan, letakkan bayi di antara payudara ibu dan

dibiarkan selama 1 jam.

E Meletakkan bayi di dada ibu sampai 1 jam, posisi tangan

di dada ibu dan diarahkan ke puting ibu.

Page 140: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

A

Memeriksa pernapasan bayi, jika tidak diperlukan

resusitasi maka letakkan bayi di perut ibunya tanpa

membersihkan kedua tangan bayi, biarkan selama 1 jam

sampai bayi menemukan puting ibunya. Jika bayi

memerlukan resusitasi maka harus ada penanganan

resusitasi terlebih dahulu.

Kesimpulan

Langkah-langkah IMD dimulai dengan cara melakukan

penilaian awal pada bayi baru lahir. Penilaian awal

tersebut dilakukan dengan cara mengenali gejala asfiksia

pada bayi baru lahir. Jika dinyatakan positif asfiksia,

maka bidan akan melakukan tindakan resusitasi terlebih

dahulu , sehingga pelaksanaan IMD ditunda sampai

keadaan bayi kembali normal. Namun, jika bayi baru

lahir tidak menunjukkan gejala asfiksia maka bidan akan

membersihkan seluruh tubuh bayi kecuali kedua lemak

yang ada di tangan bayi menggunakan kain bersih.

Selanjutnya meletakkan bayi di antara kedua payudara

ibu (skin to skin contact), lalu memberi kesempatan

kepada bayi untuk berusaha sendiri menemukan puting

susu ibunya dan mulai menyusu. Keadaan tersebut

dipertahankan sampai 1 jam.

Pengetahuan

Mengenai Kondisi

Ibu Yang Beresiko

Untuk Melaksanakan

IMD

N Ibu stres setelah melahirkan.

SA Ibu merasa tidak nyaman karena kesakitan saat dijahit.

E Ibu merasa tidak nyaman karena kesakitan saat dijahit.

A Ibu merasa kesakitan saat dijahit, namun tetap harus

diberi pengertian.

Kesimpulan

Kondisi ibu yang beresiko dalam pelaksanaan IMD

adalah ibu stres setelah melahirkan dan ibu merasa tidak

nyaman karena kesakitan saat dijahit.

Pengetahuan

Mengenai Kondisi

Bayi Yang Beresiko

Untuk Melaksanakan

IMD

N Tidak menangis saat lahir.

SA Napas cepat, badan membiru dan tidak menangis.

E Napas cepat dan tidak menangis.

A Asfiksia.

Kesimpulan

Kondisi bayi yang beresiko dalam pelaksanaan IMD

adalah baayi yang menunjukkan gejala asfiksia yaitu bayi

tidak menangis saat lahir, napas bayi cepat dan tubuh

bayi biru.

Pengetahuan

Mengenai Jenis Obat

Kimiawi Yang

Digunakan Saat

Persalinan

N Syntosinon, methergin, dan vitamin A.

SA Syntosinon, methergin, antibiotik dan vitamin A.

E Syntosinon, methergin, antibiotik dan vitamin A.

A Syntosinon, cairan infus dan methergin.

Kesimpulan Jenis obat kimiawi yang digunakan saat persalinan yaitu

Page 141: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

syntosion, methergin, cairan infus, antibiotik dan vitamin

A.

Pengetahuan

Mengenai Manfaat

Penggunaan Obat

Kimiawi Saat

Persalinan

N Syntosinon merangsang kontraksi uterus.

SA

Syntosinon merangsang kontraksi uterus, methergin

menghentikan pendarahan, antibiotik mengurangi rasa

nyeri dan vitamin A sebagai penambah darah.

E Syntosinon merangsang kontraksi uterus dan methergin

menghentikan perdarahan.

A Syntosinon merangsang kontraksi uterus dan methergin

menghentikan perdarahan.

Kesimpulan

Manfaat pemberian syntosinon setelah melahirkan yaitu

agar uterus berkontraksi sehingga mempercepat lahirnya

plasenta. Selanjutnya pemberian methergin hanya pada

kasus-kasus tertentu saja karena pemberian methergin

pada ibu bersalin dapat menghambat produksi ASI

sehingga ASI yang dihasilkan menjadi lebih sedikit.

Manfaat pemberian methergin setelah melahirkan adalah

untuk menghentikan pendarahan pada ibu bersalin yang

mengalami retensio plasenta. Sedangkan manfaat

pemberian antibiotik yaitu untuk mengurangi rasa sakit

setelah penjahitan dan manfaat vitamin A sebagai

penambah darah.

Pengetahuan

Mengenai Definisi

Rawat Gabung

N Ibu dan bayi berada pada tempat yang sama.

SA -

E Ibu dan bayi berada pada tempat yang sama.

A Bayi selalu ada di dekat ibunya.

Kesimpulan

Rawat gabung adalah menempatkan ibu dan bayi di

tempat yang sama dengan ibunya. Sehingga, bayi selalu

berada dekat dengan ibunya.

Pengetahuan

Mengenai Manfaat

Rawat Gabung

N -

SA

Bayi akan lebih sering menyusu. Sehingga, memperoleh

ASI eksklusif. Ibu pun akan terlatih untuk menyusui dan

merawat bayinya saat di rumah.

E Agar ibu lebih teratur menyusui bayinya.

A

Ibu akan lebih sering memperhatikan dan bertanggung

jawab terhadap bayinya. Selain itu, rawat gabung

menjadikan ibu lebih sering menyusui sehingga

merangsang pengeluaran ASI.

Kesimpulan

Manfaat rawat gabung yaitu agar ibu terlatih untuk

merawat dan menyusui bayinya. Selain itu, bayi akan

lebih sering menyusu sehingga memperoleh ASI

eksklusif.

Page 142: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

Item pertanyaan

Domain Afektif Informan Jawaban

Sikap Terhadap

Program IMD

N Menyetujui dan mendukung adanya program IMD untuk

mencapai keberhasilan ASI eksklusif.

SA Menerima adanya program IMD.

E Mau memfasilitasi IMD dalam setiap persalinan normal

A

Mau memfasilitasi IMD dalam setiap persalinan normal

dan pada kasus asfiksia. Namun, terlebih dahulu

melakukan tindakan resusitasi.

Kesimpulan

Bidan menyetujui dan mendukung program IMD. Selain

itu, bidan mau memfasilitasi pelaksanaan IMD dalam

setiap persalinan.

Sikap Terhadap

Keberadaan

Pendamping

Persalinan

N Setuju dan mewajibkan suami/keluarga untuk

mendampingi persalinan.

SA Setuju dan mewajibkan suami/keluarga untuk

mendampingi persalinan.

E Setuju namun tidak mewajibkan suami/keluarga untuk

mendampingi persalinan.

A Setuju namun tidak mewajibkan suami/keluarga untuk

mendampingi persalinan.

Kesimpulan

- Setuju dan mewajibkan suami/keluarga untuk

mendampingi persalinan.

- Setuju namun tidak mewajibkan suami/keluarga

untuk mendampingi persalinan.

Sikap Terhadap

Penggunaan Obat

Kimiawi Saat

Persalinan

N Mewajibkan pemberian syntosinon.

SA Mewajibkan pemberian syntosinon.

E Mewajibkan pemberian syntosinon.

A Mewajibkan pemberian syntosinon.

Kesimpulan Harus memberikan syntosinon.

Sikap Terhadap

Larangan

Membersihkan Kedua

Tangan Bayi

N Tidak boleh membersihkan tangan bayi.

SA Boleh saja membersihkan tangan bayi.

E Boleh saja membersihkan tangan bayi.

A Tidak boleh membersihkan tangan bayi.

Kesimpulan - Tidak boleh membersihkan tangan bayi.

- Boleh saja membersihkan tangan bayi.

Sikap Terhadap

Waktu Yang

Diberikan Untuk

Melakukan IMD

N Setuju dilakukan sampai 1 jam

SA Tidak setuju dilakukan sampai 1 jam

E Tidak setuju dilakukan sampai 1 jam

A Setuju dilakukan sampai 1 jam

Kesimpulan - Setuju dilakukan sampai 1 jam.

- Tidak setuju dilakukan sampai 1 jam.

Page 143: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

Sikap Terhadap

Penundaan Kegiatan

penimbangan,

pengukuran dan

pengecapan

N Boleh saja.

SA Boleh saja dan tidak keberatan untuk melakukannya.

E Boleh saja dan tidak keberatan untuk melakukannya.

A Boleh saja.

Kesimpulan Boleh saja dan tidak keberatan untuk melakukannya.

Sikap Terhadap

Pelaksanaan Rawat

Gabung

N Wajib memberikan fasilitas rawat gabung.

SA Wajib memberikan fasilitas rawat gabung pada bayi

dengan kondisi normal.

E Wajib memberikan fasilitas rawat gabung pada bayi

dengan kondisi normal.

A Wajib memberikan fasilitas rawat gabung.

Kesimpulan Wajib memberikan fasilitas rawat gabung pada bayi

dengan kondisi normal.

Sikap Terhadap

Larangan Pemberian

Makanan/Minuman

Prelakteal

N Setuju.

SA Setuju.

E Setuju.

A Setuju.

Kesimpulan Setuju.

Page 144: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

LAMPIRAN 8

Matriks Wawancara Informan Pendukung

Item

pertanyaan Informan Jawaban

Anjuran

pendamping

persalinan

Ny. M Bidan meminta suami saya untuk mendampingi

persalinan.

Ny. U Bidan meminta suami saya untuk mendampingi

persalinan.

Kesimpulan Bidan meminta para suami para informan untuk

mendampingi persalinan.

Penggunan

obat saat

persalinan

Ny. M Hanya dipasang oksigen sebelum persalinan karenan

detak jantung janin terlalu cepat.

Ny. U Diberikan suntikan di bagian paha sebelah kiri.

Kesimpulan

Informan Ny.M dipasangkan oksigen sebelum

persalinan karena DJJ terlalu cepat sedangkan

informan Ny.U diinjeksi di bagian paha sebelah kiri.

Waktu yang

digunakan

untuk Skin to

skin contact

Ny. M Sekitar 30 menit.

Ny. U Sekitar 30 menit.

Kesimpulan Tidak sampai 1 jam, yaitu kurang lebih sekitar 30

menit.

Waktu

menyusui

pertama kali

Ny. M

Di RB setelah bayi dibedong namun ASI belum

keluara, kemudian dilanjutkan di ruang perawatan

meskipun ASI tetap tidak keluar sehingga setelah 2

hari diberi susu formula dengan cara diberikan melalui

sendok.

Ny. U Di RB setelah bayi dibedong

Kesimpulan Menyusui pertama kali di RB dalam keadaan bayi

sudah dibedong.

Waktu rawat

gabung

Ny. M Dari RB dipindah ke ruang perawatan sampai 2 hari.

Ny. U Dari RB dipindah ke ruang perawatan sampai 2 hari.

Kesimpulan Dari RB dipindah ke ruang perawatan sampai 2 hari.

Page 145: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

LAMPIRAN 9

Hasil Studi Dokumen Data Persalinan

Di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2013

No

Hari

Tanggal

Waktu melahirkan

Nama

Istri

Pendamping

persalinan

Anak

ke-

Waktu

Skin to

Skin

Contact

Bidan penolong

E S

A

S

H E R A P Y

1 Senin, 27 Mei 2013

01.28WIB Ny. A Tn. TJ 6 ±10 menit V V

2 Selasa, 28 Mei 2013

02.00WIB Ny. IY Tn. S 2 ±15 menit V V

3 Selasa, 28 Mei 2013

06.30WIB Ny. N Tn. M 5 ±15 menit V V

4 Minggu, 2 Juni 2013

22.35WIB Ny. P Tn. K 5 ±15 menit V V

5 Senin, 3 Juni 2013

21.42WIB Ny. E Tn. N 3 ±10 menit V V

6 Rabu, 5 Juni 2013

13.45 WIB Ny. M Tn. MC 1 ± 30 menit V V

7 Jumat, 7 Juni 2013

09.10 WIB Ny. SW Tn. D 6 ± 30 menit V V

8 Jumat, 7 Juni 2013

15.03 WIB Ny. F Tn. RS 1 ± 20 menit V

9 Jumat, 7 Juni 2013

18.45WIB Ny. I Tn. RA 1 ± 30 menit V V

10 Sabtu, 8 Juni 2013

12.07 WIB Ny. M Tn. AB 6 ± 20 menit V

11 Sabtu, 8 Juni 2013

13.03WIB Ny. MA Tn. AR 3 - V

12 Minggu, 9 Juni 2013

21.55 WIB Ny. AM Tn. RM 3 ± 15 menit V V

13 Selasa, 11 Juni 2013

12.30 WIB Ny. SA Tn. W 2 ± 25 menit V

14 Rabu, 12 Juni 2013

03.45 WIB Ny. SY Tn. AS 2 ± 20 menit V V

15 Rabu, 12 Juni 2013

20.30 WIB Ny. S Tn. K 2 ± 20 menit V V

Page 146: GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU

LAMPIRAN 10

Gambar Ranjang Persalinan Gambar Tempat Pengukuran dan

Penimbangan Bayi

Gambar Ruang Rawat Gabung Gambar Tempat Tidur Bayi