gambaran epidemiologi filariasis di kota …

60
GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2008-2012 Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN OLEH : Abdullah Hamdani Tadjoedin NIM: 109103000036 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Upload: others

Post on 18-Nov-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA …

GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA

TANGERANG SELATAN TAHUN 2008-2012

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA KEDOKTERAN

OLEH :

Abdullah Hamdani Tadjoedin

NIM: 109103000036

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

Page 2: GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA …

ii

1435 H/

Page 3: GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA …

iii

Page 4: GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA …

iv

Page 5: GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA …

v

KATA PENGANTAR

Bismillahir Rohmaanir Rohiim

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Pertama saya panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya serta nikmat yang tiada hentinya kepada

manusia. terutama nikmat akal yang menjadikan manusia sebagai makhluk yang

paling sempurna. Dengan nikmat-Nya manusia dapat bertakwa kepada-Nya.

Shalawat serta salam saya curahkan kepada makhluk termulia junjungan kita

baginda Nabi Muhammad SAW, yang telah mengajarkan ilmu dari Allah kepada

keluarganya, sahabat-sahabatnya dan umat-umatnya.

Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah SWT yang memberi nikmat iman,

Islam dan sehat bagi penulis sampai skripsi selesai. Penulis telah dapat menyusun

karya tulis yang merupakan syarat kelulusan Sarjana Kedokteran. Harapan dari

penulis semoga karya tulis ini dapat menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya

setelah karya tulis ini dibukukan dan untuk referensi di Perpustakaan.

Dalam mengerjakan penulisan karya tulis ini sampai karya tulis ini dibukukan

tidaklah mudah bagi penulis tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Karena itu

penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

Pertama Penulis ingin mendo’akan Umi (Almh) Hj. Suzie Fauziah Hanum

Tadjoedin, SH atas kasih sayang dan keikhlasan do’a, tenaga, pikiran dan nasihat bagi

penulis ketika Umi masih hidup. Semoga Umi mendapatkan tempat terbaik di sisi

Allah SWT.

1. Prof. Dr. (hc). dr. H. M.K Tadjudin, Sp.And sebagai Dekan Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. dr. Witri Ardini, M.Gizi, Sp.GK sebagai Ketua Program Pendidikan Dokter.

Page 6: GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA …

vi

3. dr. H. Meizi Fachrizal Ahmad, M.Biomed dan Minsarnawati, SKM, M.Kes

sebagai dosen pembimbing, semoga dimudahkan urusannya.

4. Abah Nurul Iman Tadjoedin dan Bunda Etty Juhaeti Karel sebagai orang tua

kandung. Skripsi ini tanda cinta, sayang dan terima kasih dari penulis untuk Abah

dan Bunda. Penulis berterima kasih menjadi anak Abah dan Bunda atas kasih

sayang dan ketulusan do’a, keikhlasan & kesabaran mendidik, merawat dan

menasihati penulis dengan penuh pengorbanan selama ini.

5. Ama Prof. Dr. drg. Ette Soraya Syahnaz Tadjoedin, Sp.OD atas kasih sayang,

keikhlasan setiap do’a, tenaga, pikiran, pengorbanan dan nasihat bagi penulis.

Skripsi ini tanda cinta, sayang dan terima kasih dari penulis untuk Ama.

6. Adik saya Abdullah Hanif Tadjoedin untuk kebaikan kepada kakak. Semoga Hanif

lancar sekolahnya dan berhasil dalam belajar.

7. Dety Rohayati Karel dan Rika Wardhani Karel untuk kasih sayang dan perhatian

kepada penulis.

8. Kepala dan staff karyawan Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan yang telah

memberi izin penelitian kepada penulis.

9. Teman–teman Pendidikan Dokter 2009, Tarikh, Bayu, Siti, Ii, Najah, Zata.

10. Staff pengajar dan pegawai Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN SH

Jakarta atas izin penelitian bagi penulis sehingga karya tulis ini selesai.

Akhir kata, penulis berharap ALLAH SWT memberikan kebaikan kepada semua

pihak yang telah membantu penulis. Semoga skripsi ini memberi manfaat.

Wabillahittaufiq wal hidayah, Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Ciputat, 25 Agustus 2014

Abdullah Hamdani Tadjoedin

Page 7: GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA …

vii

ABSTRAK

Abdullah Hamdani Tadjoedin

Program Studi Pendidikan Dokter

Gambaran Epidemiologi Filariasis di Kota Tangerang Selatan Tahun 2008-2012

Filariasis atau penyakit kaki gajah merupakan salah satu penyakit endemis di

Indonesia. Kemenkes RI (2010) menyatakan dampak yang ditimbulkan penyakit ini

adalah kerugian ekonomi negara mencapai 43 trilyun rupiah. Di Indonesia kejadian

filariasis dari tahun 2000-2009 telah mencapai 11.914 kasus. Kota Tangerang Selatan

merupakan daerah endemis dengan 3,1% penduduk menderita filariasis. Kecamatan

Ciputat merupakan salah satu wilayah di Kota Tangsel yang memiliki kasus filariasis.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran epidemiologi filariasis di

wilayah kerja Kota Tangerang Selatan dari tahun 2008-2012. Penelitian ini

merupakan epidemiologi deskriptif dengan design cross sectional study untuk

mendeskripsikan kejadian filariasis di Kota Tangerang Selatan menggunakan total

sampling. Kejadian filariasis yang tercatat di Dinas Kesehatan Kota Tangerang

Selatan dari tahun 2008-2012 sebanyak 20 orang (7 laki-laki dan 13 perempuan),

sebanyak 7 orang kelompok usia 41-50 tahun (35%), diketahui 6 orang (30%)

bertempat tinggal di Kelurahan Kampung Sawah, kejadian filariasis tertinggi pada

tahun 2010 sebanyak 7 orang (35%). Kejadian filariasis dari tahun 2008-2010

cenderung meningkat dan cenderung menurun pada tahun 2011 dan tahun 2012. Oleh

karena itu, disarankan Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan beserta puskesmas di

wilayah kerjanya melakukan program penyuluhan kepada masyarakat sebagai upaya

pencegahan kejadian filariasis dan menghilangkan tempat hidup vektor filariasis

Kata kunci: Epidemiologi, Filariasis, Orang, Tempat, Waktu.

Daftar Pustaka (2000-2013)

Page 8: GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA …

viii

ABSTRACT

Abdullah Hamdani Tadjoedin

Medical Student.

Description of Epidemiology Filariasis in South Area of Tangerang City at year

2008-2012.

Filariasis or elephanthiasis is one of the endemic disease in Indonesia. Report

from Ministry of Health in Indonesia at 2010, filariasis can avoid the economy in

Indonesia until 43 bilyon rupiah. Indonesia filariasis happened from 2000 until 2009

almost 11.914 cases. South Tangerang City is one of the endemic areas such as 3,1%

people are infected filariasis. Subdistrict Ciputat is the one area in South Tangerang

City with cases of filariasis. This research was conduct to determine epidemiology

filariasis in South Tangerang City at year 2008-2012. This research is descriptive of

epidemiology with cross sectional study design for decription about cases of filariasis

are happened in South Tangerang City and counting the sample by total sampling.

The sample collected from document in Institution of Health of South Tangerang

City. Filariasis are happened in South Tangerang City from year 2008-2012 with 20

patients (7 men and 13 women), 7 patients are group of 41-50 years old (35%), 6

patients (30%) live in Sub Kampung Sawah and the higher with 7 patient (35%) at

2010. Filariasis are happened in Suth Tangerang City from 2008-2010 are grow up

and are deficit at 2011 to 2012. Therefore, suggested outreach to South Tangerang

City Institution of Health and Central of Public Health in working areas doing the

promotion program to publics as an effort to prevent the next cases of filariasis and

destroying the place alive/ breeding places of the vector of filariasis.

Key word: Epidemiology, Filariasis, People, Place and Time.

Referention Source (2000-2013)

Page 9: GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA …

ix

DAFTAR ISI

Halaman Judul ................................................................................................... i

Lembar Pernyataan Keaslian Karya ............................................................... ii

Lembar Persetujuan Pembimbing ................................................................... iii

Lembar Pengesahan ........................................................................................... iv

Kata Pengantar .................................................................................................. v

Abstrak ................................................................................................................ vii

Daftar Isi ............................................................................................................. ix

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 1

1.2. Rumusan Masalah ................................................................................... 3

1.3. Pertanyaan Penelitian .............................................................................. 4

1.4. Tujuan ..................................................................................................... 4

1.5. Manfaat Penelitian .................................................................................. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Segitiga Epidemiologi ............................................................................. 5

2.2. Segitiga Distribusi Epidemiologi ............................................................ 6

2.2.1. Epidemiologi Berdasarkan Orang ................................................ 7

2.2.2. Epidemiologi Berdasarkan Tempat .............................................. 8

2.2.3. Epidemiologi Berdasarkan Waktu ................................................ 9

2.3. Insidensi Kejadian Penyakit .................................................................... 10

2.4. Filariasis (Penyakit Kaki Gajah) ............................................................. 11

2.4.1. Definisi ........................................................................................ 11

2.4.2. Etiologi ........................................................................................ 12

2.4.3. Patofisiologi ................................................................................ 12

2.4.4. Gejala Klinis ................................................................................ 13

2.4.5. Diagnosis ..................................................................................... 15

2.4.6. Pengobatan .................................................................................. 16

2.5. Epidemiologi Filariasis ........................................................................... 18

2.6. Penentuan Wilayah Endemis Filariasis ................................................... 20

2.7. Pemberantasan Filariasis ......................................................................... 20

2.8. Pencegahan Penularan Filariasis ............................................................. 21

Page 10: GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA …

x

2.8.1. Penanggulangan pada Penderita Filariasis ................................. 22

2.8.2. Penanggulangan Wabah Filariasis ............................................. 22

2.9.Program Eliminasis Kaki Gajah ............................................................... 23

2.9.1. Justifikasi .................................................................................... 23

2.9.2. Tujuan Program Eliminasi .......................................................... 25

2.9.3. Strategi Program Eliminasi ......................................................... 25

2.9.4. Kegiatan Pokok Program Eliminasi ............................................ 25

2.10. Kerangka Teori ..................................................................................... 26

2.11. Kerangka Konsep .................................................................................. 26

2.12. Definisi Operasional ............................................................................. 27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian ..................................................................................... 28

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................. 28

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian .............................................................. 28

3.4. Cara Kerja Penelitian .............................................................................. 29

3.5. Manajemen Data ..................................................................................... 29

3.5.4. Analisis Data ................................................................................ 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Distribusi Epidemiologi Filariasis Berdasarkan Karakteristik Orang ..... 31

4.2. Distribusi Epidemiologi Filariasis Berdasarkan Tempat ........................ 35

4.3. Distribusi Epidemiologi Filariasis Berdasarkan Waktu .......................... 38

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan ................................................................................................. 41

5.2. Saran ........................................................................................................ 41

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 42

Lampiran ............................................................................................................ 46

Lampiran 1. Hasil Pengolahan Data

Lampiran 2. Tabel POMP Filariasis di Kota Tangerang Selatan 2009-2013

Page 11: GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA …

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Filariasis, biasa dikenal oleh masyarakat sebagai penyakit kaki gajah

(elephantiasis), merupakan penyakit yang perlu mendapat perhatian khusus.

Filariasis terjadi disebabkan infeksi cacing Nematoda famili Filarioidea yang

ditularkan melalui nyamuk. Meskipun tidak sering menyebabkan kematian,

penyakit ini bersifat menahun (kronik) dan dapat menyebabkan cacat fisik

permanen pada setiap penderitanya. Akibatnya, penderita tidak dapat bekerja

secara produktif dan akan bergantung kepada orang lain dalam menjalankan

aktivitasnya sehingga menjadi beban keluarga, masyarakat dan negara.1

Menurut Kemenkes RI (2010), jumlah penderita filariasis akan

meningkat setiap tahun dan dampak jangka panjang yang timbul dari

bertambahnya jumlah penderita diperkirakan akan menyebabkan kerugian

ekonomi negara mencapai 43 trilyun rupiah.2

Filariasis menjadi satu masalah kesehatan di beberapa negara di dunia.

Dyah, dkk (2007) melaporkan 60% atau 1,3 miliar penduduk di 83 negara di

dunia yang mempunyai risiko tertular filariasis berada di Asia Tenggara.

Lebih dari 120 juta penduduk terinfeksi filariasis dan 43 penduduk

menunjukkan gejala klinis pembengkakan anggota gerak (Lymphoedema).

Filariasis tersebar luas terutama di pedesaan dan dapat menyerang semua

golongan umur baik anak-anak maupun dewasa, laki-laki dan perempuan.3

Indonesia termasuk salah satu negara endemis filariasis. Menurut

Depkes RI (2009), dari tahun 2000-2009 dilaporkan kasus kronis filariasis

sebanyak 11.914 kasus yang tersebar di 401 kabupaten/kota di Indonesia.

Hasil laporan kasus klinis kronis filariasis dari kabupaten/kota ditindak lanjuti

dengan survei endemisitas filariasis, sampai dengan tahun 2009 diketahui 337

kabupaten/kota endemis dan 135 kabupaten/kota non endemis.4

Page 12: GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA …

2

Provinsi Banten terdiri dari 4 kabupaten, menurut hasil Riset

Kesehatan Dasar Provinsi Banten tahun 2007, persentase filariasis terdeteksi

dengan gejala (DG) di 4 kabupaten yaitu Pandeglang (0,05%); Lebak (0,05%);

Tangerang (0,13%); Serang (0,03%). Secara keseluruhan prevalensi filariasis

di Provinsi Banten 0,06% sedangkan rata-rata nasional 0,11%.5 Berdasarkan

laporan Dinkes Kota Tangerang Selatan tahun 2009, diketahui 3,1% penduduk

di Kota Tangerang Selatan menderita filariasis.6

Dari laporan Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan (2009), tahun

2002-2009 terdapat empat kecamatan dengan penderita filariasis yaitu di

Ciputat (10 orang), Pondok Aren (15 orang), Setu (6 orang) dan Pamulang (16

orang). Salah satu penyebabnya adalah terdapatnya rawa yang merupakan

habitat perkembangbiakan nyamuk perantara filariasis.7

Menurut laporan Depkes RI (2008), Kota Tangerang Selatan termasuk

daerah endemis filariasis. Penentuan endemisitas dengan perhitungan

microfilarial rate ≥ 1% di satu kota dan pengobatan massal. Penghitungan

dengan membagi jumlah penduduk yang sediaan darahnya positif mikrofilaria

dengan jumlah sediaan darah penduduk yang diperiksa dikalikan 100%.8

Menurut ilmu epidemiologi penyakit menular, penyakit terjadi karena

adanya interaksi antara agen, host (pejamu) dan lingkungan yang diperantarai

oleh vektor. Bila faktor lingkungan membantu perkembangbiakan vektor,

suatu penyakit akan mudah terjadi.9

Demikian pula dalam epidemiologi

filariasis terdapat interaksi antara agen, pejamu dan lingkungan. Manusia

sebagai pejamu merupakan tempat berkembang biak agen (Cacing Wuchereria

bancrofti, Brugia malayi, Brugia timori) yang ditemukan di Indonesia

merupakan penyebab filariasis.10

Penularan filariasis tergolong lambat dan hampir sepanjang tahun

didapatkan penderita di berbagai daerah. Gejala dan tanda yang timbul pada

penderita membutuhkan waktu hingga beberapa tahun. Filariasis terjadi tidak

dipengaruhi keadaan musim di suatu daerah.11

Page 13: GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA …

3

Lingkungan tempat tinggal masyarakat berpengaruh terhadap

penularan filariasis pada suatu wilayah. Karena merupakan tempat

kelangsungan hidup pejamu yang akan berinteraksi dengan agen penyebab

penyakit.10

Lingkungan yang berupa dataran rendah, rawa dan sawah

merupakan tempat paling banyak ditemukannya cacing penular filariasis.11

Lingkungan tersebut sangat mendukung kejadian filariasis yang

ditularkan oleh vektor nyamuk. Oleh karena itu, Pemerintah perlu melakukan

program intervensi filariasis kepada masyarakat.

Intervensi filariasis dilakukan dengan pengobatan massal kepada

masyarakat terutama penderita. Pengobatan juga dilakukan untuk mencegah

infeksi filariasis pada masyarakat yang masih sehat. Program pengobatan

massal yang dilakukan dari tahun 2005-2009 baru mencapai 28%-59,48%.11

Target pengobatan massal yang harus dicapai untuk memutus rantai penularan

adalah sebesar 85%. Hal ini tentunya masih jauh dari tujuan.

Oleh karena itu, penting untuk dilakukan analisis kejadian filariasis

pada masyarakat di Kota Tangerang Selatan berdasarkan distribusi orang,

tempat dan waktu.

Berdasarkan masalah yang tertulis pada latar belakang, penulis akan

meneliti tentang gambaran distribusi epidemiologi filariasis di Kota

Tangerang Selatan tahun 2008-2012.

1.2 Rumusan Masalah

Didapatkan penderita filariasis setiap tahun. Dampak jangka panjang

dari penyakit ini akan menimbulkan cacat fisik permanen yang bersifat

menahun pada setiap penderitanya. Oleh karena itu, perlu dilakukan

pengamatan terhadap penyebaran filariasis di Kota Tangerang Selatan 2008-

2012. Sehingga dapat dilakukan intervensi dari penyakit.

Page 14: GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA …

4

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran kejadian filariasis berdasarkan orang (usia, jenis

kelamin) di Kota Tangerang Selatan

2. Bagaimana gambaran kejadian filariasis berdasarkan tempat (puskesmas,

kelurahan) di Kota Tangerang Selatan

3. Bagaimana gambaran kejadian filariasis berdasarkan waktu (tahun) di

Kota Tangerang Selatan

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui gambaran distribusi epidemiologi filariasis di Kota

Tangerang Selatan dari tahun 2008-2012.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui gambaran distribusi kejadian filariasis berdasarkan

orang (usia dan jenis kelamin) di Kota Tangerang Selatan 2008-2012

2. Mengetahui gambaran distribusi kejadian filariasis berdasarkan

tempat (puskesmas, kelurahan) di Kota Tangerang Selatan 2008-2012

3. Mengetahui gambaran distribusi kejadian filariasis berdasarkan

waktu (tahun) di Kota Tangerang Selatan 2008-2012

4. Mengetahui tren filariasis di Kota Tangerang Selatan 2008-2012

1.5 Manfaat Penelitian

1. Pengetahuan peneliti tentang gambaran distribusi kejadian filariasis

berdasarkan orang, tempat dan waktu.

2. Informasi kepada masyarakat tentang gambaran distribusi kejadian

filariasis berdasarkan orang, tempat dan waktu.

3. Informasi kepada institusi kesehatan tentang gambaran distribusi

kejadian filariasis di Kota Tangerang Selatan pada tahun 2008-2012,

sebagai upaya dilaksanakannya pencegahan sedini mungkin.

4. Sebagai referensi penelitian bagi mahasiswa Program Studi Pendidikan

Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan.

Page 15: GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA …

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Segitiga Epidemiologi

Distribusi atau penyebaran penyakit (transmission of disease)

umumnya terjadi pada penyakit infeksi yang menular sehingga penyakit ini

disebut communicable disease. Penyakit terjadi disebabkan oleh transmisi

agen infeksi dari satu orang ke orang lain.12

Berdasarkan hukum kesetimbangan John Gordon (Model Gordon)

kesehatan individu digambarkan dalam keseimbangan Host-Agent-

Environment.10

Ketiga komponen ini saling berinteraksi sehingga terjadi

keadaan sehat ataupun sakit pada setiap individu.

Gambar 2.1 Segitiga Konsep Epidemiologi Penyakit

Selain dari ketiga komponen yaitu Host-Agent-Environment,

penyebaran (epidemiologi) penyakit yang ditemukan pada suatu komunitas

atau masyarakat dapat disebabkan oleh beberapa keadaan tertentu lainnya.13

Beberapa keadaan tertentu tersebut cukup banyak contohnya. Secara ringkas

keadaan-keadaan tersebut diantaranya adalah orang, tempat dan waktu.

Page 16: GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA …

6

2.2 Segitiga Distribusi Epidemiologi

Pada setiap kelompok penduduk, setiap individu dari kelompok

penduduk tersebut memiliki risiko yang berbeda terhadap setiap penyakit

tertentu. Individu yang mempunyai risiko terpapar terhadap suatu penyakit

yang sama, tidak semua dari individu tersebut akan menderita penyakit yang

sama pada tempat dan waktu tertentu. Kondisi pada individu ini dipengaruhi

oleh berbagai faktor penyebab.14

Berbagai faktor penyebab kejadian penyakit tersebut, dapat diketahui

oleh peneliti melalui pengamatan. Dari pengamatan yang dilakukan peneliti

akan memperoleh keterangan lebih lengkap mengenai penyebab kejadian

penyakit tersebut. Pengamatan dilakukan kepada individu dan lingkungan

tempat tinggal. Jika berbagai penyebab kondisi ini sudah diketahui,

keterangan yang diperoleh dapat digunakan untuk mengetahui epidemiologi.

Dalam epidemiologi, gambaran kejadian penyakit dinilai dari tiga

karakteristik utama yaitu orang, tempat dan waktu. Ketiga karakteristik ini

sangat erat hubungannya satu dengan yang lainnya sehingga ketiga

karakteristik ini harus diamati secara bersamaan maupun secara terpisah.15

Dalam penerapannya, ketiga karakteristik ini harus digunakan setepat

mungkin. Karena keterangan yang diperoleh dari ketiga karakteristik tersebut

dapat membantu untuk fokus melakukan penilaian yang lebih terarah dalam

mencari penybab penyakit dan menentukan diagnosis. Selain itu, keterangan

dari ketiga karakteristik tersebut dapat mengarahkan program pencegahan dan

penilaian hasil program kesehatan.15

Ketiga karakteristik dalam epidemiologi yaitu orang, tempat dan

waktu merupakan faktor-faktor yang selalu tercantum dalam setiap kegiatan

untuk menilai epidemiologi dan merupakan dasar pokok epidemiologi

deskriptif.14

Ketiga karakteristik yaitu orang, tempat dan waktu akan

dijelaskan pada paragraf di bawah ini.

Page 17: GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA …

7

2.2.1 Epidemiologi Berdasarkan Orang

Perbedaan sifat atau karakteristik orang secara tidak langsung

dapat meberikan perbedaan pada risiko terpapar penyakit. Karena

kejadian penyakit dapat terjadi hanya pada kelompok usia, jenis

kelamin, agama, pekerjaan dan keadaan sosio-ekonomi.14

Usia merupakan salah satu karakteristik dari orang yang cukup

penting untuk mengetahui kejadian penyakit pada orang. Perbedaan

usia berhubungan dengan daya tahan tubuh. Sebagai contoh pada anak

mudah terserang penyakit karena daya tahan tubuh belum sempurna.

Pada orang dewasa muda, kegiatan yang aktif dan konsumsi makanan

yang memenuhi gizi dapat menjaga kesehatan. Orang usia lanjut mudah

terserang penyakit karena fungsi daya tahan tubuh mulai berkurang.15

Penyakit dapat terjadi karena perbedaan jenis kelamin karena

adanya perbedaan bentuk fisik antara laki-laki dan perempuan. Sebagai

contoh kejadian tumor prostat hanya diderita oleh kelompok laki-laki

dan kejadian kanker rahim hanya diderita oleh kelompok perempuan.16

Penyakit yang terjadi karena pengaruh agama contohnya Agama

Islam melarang pemeluknya meminum minuman beralkohol karena

menyebabkan kelainan pada hati. Pemeluk Agama Islam juga dilarang

memakan daging babi karena daging babi mengandung cacing pita.14

Penyakit yang terjadi karena pekerjaan contohnya pada pekerja

tambang lebih berisiko terkena penyakit silikosis. Pada pekerja yang

bekerja di pabrik kapas akan menghirup kapas yang merupakan risiko

terkena penyakit bisinosis.15

Keadaan sosio-ekonomi mempengaruhi kesehatan masyarakat,

contohnya masyarakat dengan sosio-ekonomi rendah lebih banyak

menderita gizi buruk dan masyarakat dengan sosio-ekonomi tinggi

lebih banyak menderita penyakit kardiovaskuler.16

Page 18: GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA …

8

2.2.2 Epidemiologi Berdasarkan Tempat

Epidemiologi yang terjadi berdasarkan tempat dibedakan

menjadi penyebaran hanya pada satu wilayah (desa dan kota),

penyebaran beberapa wilayah (kelurahan dan kecamatan), penyebaran

satu negara (nasional) namun tergantung keadaan geografis dan luasnya

suatu negara, penyebaran beberapa negara (regional) karena negara

tersebut berdekatan dengan negara yang terjangkit suatu penyakit dan

penyebaran banyak negara (internasional).17

Pola penyebaran penyakit dapat berubah dari satu wilayah ke

beberapa wilayah dan dari satu negara ke beberapa dan banyak negara.

Perubahan pola penyebaran penyakit tersebut perlu menjadi perhatian

utama para ahli epidemiologi.15

Lingkungan dapat memberikan pengaruh terhadap sekitar

tempat hidup organism sehingga memungkinkan penularan penyakit.

Faktor lingkungan mencakup aspek biologis, fisik, sosial dan budaya.

Lingkungan dapat berada di dalam pejamu atau di luar pejamu.14

Distribusi dan penyebaran penyakit di suatu daerah dapat

digambarkan dengan Peta Epidemiologi. Dalam peta epidemiologi

digambarkan daerah yang berwarna merah merupakan daerah frekuensi

tinggi suatu penyakit, daerah warna hijau dengan frekuensi sedang dan

daerah warna biru dengan frekuensi rendah.17

Contoh penyakit yang penyebarannya disebabkan kondisi

lingkungan atau tempat, kejadian demam tifoid terjadi pada lingkungan

yang berdekatan dengan pusat umum pembuangan sampah. Tempat

tersebut merupakan tempat hidup lalat yang bila hinggap di sampah

kemudian hinggap pada makanan di rumah akan menyebabkan demam

tifoid pada orang yang memakan makanan tersebut.18

Page 19: GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA …

9

2.2.3 Epidemiologi Berdasarkan Waktu

Epidemiologi berdasarkan waktu secara umum dibedakan

menjadi penyebaran satu saat contohnya pada wabah penyakit menular

terjadi onset penyakit yang lambat, masa inkubasi yang panjang,

episode penyakit majemuk, waktu muncul penyakit tidak jelas dan

hilangnya penyakit dalam waktu lama.14

Penyebaran menurut satu kurun waktu digunakan untuk mencari

penyebab suatu penyakit. Contohnya pada penelitian Aycock dan Luther

disimpulkan bahwa penyakit poliomyelitis pada anak terjadi setelah

anak mengalami tonsilektomi. Penyebaran siklis digunakan bila

frekuensi penyakit naik atau turun sesuai siklus contohnya menurut

keadaan cuaca. Penyebaran sekuler digunakan bila perubahan yang

dialami misalnya lebih dari 10 tahun.15

Waktu dapat mempengaruhi masa inkubasi, harapan hidup

pejamu atau agen dan durasi perjalanan penyakit. Waktu berkaitan

dengan lama individu terinfeksi penyakit sampai kondisi yang akan

membantu proses kesembuhan penyakit atau menyebabkan kematian

pada individu yang menderita.16

Satu kejadian penyakit yang dipengaruhi oleh waktu adalah

penyakit demam berdarah. Demam berdarah umumnya sering terjadi

pada waktu peralihan musim dari musim penghujan ke musim kemarau,

di Indonesia pada bulan Maret sampai April.19

Bila masalah kesehatan (penyakit) yang terjadi di suatu wilayah

diderita oleh banyak orang dan frekuensinya menetap dalam waktu

yang lama, kondisi seperti ini bisa disebut sebagai kondisi endemis.

Page 20: GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA …

10

2.3 Insiden Kejadian Penyakit

Dalam mendeskripsikan kejadian penyakit, dikenal istilah insidensi.

Insidensi digunakan sebagai alat ukur kasus baru penyakit yang terjadi dalam

satu populasi. Istilah insidensi terkadang digunakan secara bergantian dengan

istilah angka insiden.14

Definisi dari insiden adalah jumlah kasus baru suatu penyakit yang

muncul dalam suatu periode waktu dibandingkan dengan unit populasi

tertentu dalam periode waktu tertentu.16

Insidensi merupakan nilai yang

sangat berguna dalam epidemiologi deskriptif untuk menentukan kelompok

penduduk yang menderita dan yang berisiko.14

Perhitungan angka insidensi digunakan untuk mengetahui kasus baru

penyakit berdasarkan perjalanan waktu, yaitu hubungan antara orang-tahun.

Faktor orang-tahun yang digunakan seperti usia, jenis kelamin tentunya

bervariasi dalam satu periode waktu.16

Rumus Perhitungan Angka Insiden:

x = jumble orang dale suatu populace yang ditetapkan menu rut orang

tempt dan waktu, yang baru sakit karena sebab tertentu.

y = jumlah orang dalam populasi tersebut yang mempunyai risiko

penyakit tersebut selama interval waktu tertentu.

k = nilai yang digunakan mulai dari 100, 1.000, 10.000, 1.000.000.

Untuk menentukan angka insidensi suatu penyakit, perlu dilakukan

obsesrvasi terhadap satu populasi agar dapat dipastikan keluasan kasus baru

penyakit yang terjadi. Inti dari insidensi, jika ada dugaan KLB (kejadian luar

biasa), dapat mengonfirmasi suatu diagnosis penyakit atau menetapkan

sumber terjadinya peristiwa, jika berasal dari sumber nonpatogen.15

Page 21: GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA …

11

Informasi yang memadai berdasarkan ilmu biomedis harus tersedia

untuk mengevaluasi status kesehatan individu di dalam kelompok populasi

yang berisiko. Informasi dapat berasal dari laporan individu, dokter dan

catatan medis di rumah sakit atau puskesmas. Pemeriksaan klinis dibutuhkan

untuk membuktikan terjadinya KLB.14

Insidensi dinyatakan sebagai suatu perubahan per unit waktu. Waktu

awitan ditemukannya KLB sangat penting dalam penentuan insidensi.

Langkah pertama adalah menetapkan diagnosis dan diagnosis banding

penyakit. Namun, penentuan insidensi akan sulit diukur tanpa adanya waktu

awitan penyakit. Pada kejadian penyakit yang waktu awitannya sulit

ditentukan, maka kejadian objektif paling awal yang dibuktikan dapat

dijadikan sebagai waktu awitan.15

Dapat disimpulkan angka insidensi adalah estimasi yang tepat terhadap

risiko atau kemungkinan kejadian suatu penyakit dalam periode waktu

tertentu dibandingkan dengan populasi yang berisiko.

Oleh karena itu, satu populasi harus diikuti perkembangannya selama

satu periode waktu untuk menentukan tahapan penyakit yang sedang terjadi

dalam populasi dan mengukur angka kejadian kasus baru untuk memudahkan

pembuatan pernyataan mengenai kemungkinan risiko anggota populasi.16

Dengan diketahuinya insiden suatu penyakit, maka dapat digunakan

sebagai dasar untuk menentukan program pencegahan dan penanggulangan

penyakit serta sasaran utama dalam program tersebut.

2.4 Filariasis (Penyakit Kaki Gajah)

2.4.1 Definisi

Filariasis (penyakit kaki gajah/ elephantiasis) merupakan

penyakit infeksi menular kronik yang banyak ditemukan di wilayah

beriklim tropis di seluruh dunia. Penyakit ini dapat menyebabkan cacat

fisik seumur hidup berupa pembesaran lengan, payudara (perempuan),

buar zakar dan tungkai. Cacing filaria hidup di saluran dan kelenjar

Page 22: GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA …

12

getah bening manusia. Infeksi cacing filaria dapat menyebabkan gejala

klinis akut atau kronik.19

2.4.2 Etiologi

Filariasis atau penyakit kaki gajah disebabkan oleh berbagai

jenis cacing Nematoda dari famili Filariodiea yang hidup di saluran

dan kelenjar getah bening. Penyakit ditularkan melalui perantara yaitu

nyamuk Culex quiquefactus. Anak cacing atau mikrofilaria dapat hidup

di aliran darah tepi manusia. Mikrofilaria umumnya dapat ditemukan

dalam darah tepi manusia pada malam hari.20

Filariasis yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh tiga spesies

cacing filaria yaitu:

1. Wuchereria bancrofti

2. Brugia malayi

3. Brugia timori 20

2.4.3 Patofisiologi

Penyakit berawal dari gigitan nyamuk yang mengandung larva

infektif (larva stadium 3 = L3). Pada saat nyamuk menggigit manusia,

larva stadium 3 akan keluar dari probosis nyamuk dan menembus kulit

manusia yang menjadi tempat gigitan nyamuk kemudian bergerak

menuju aliran kelenjar getah bening (limfe) manusia.20

Larva stadium 3 Brugia malayi dan Brugia timori berkembang

menjadi cacing dewasa dalam waktu 3-6 bulan, sedangkan larva

stadium 3 Wuchereria bancrofti berkembang dalam waktu 6-12 bulan.21

Infeksi filariasis umumnya disebabkan oleh Wuchereria

bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori. Ketiga spesies ini bersifat

nocturnal periodicity karena mikrofilaria berada di aliran darah tepi

pada malam hari (pukul 21:00-02:00). Namun ada spesies yang bersifat

diurnal periodicity bila mikrofilaria di aliran darah tepi selama 24 jam

dan terjadi peningkatan pada siang atau malam hari.22

Page 23: GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA …

13

Seseorang dapat terinfeksi filariasis bila digigit oleh nyamuk

infektif yang mengandung larva stadium III (L3). Nyamuk infektif akan

mendapat mikrofilaria ketika menghisap darah penderita filariasis yang

mengandung mikrofilaria atau binatang reservoir yang mengandung

mikrofilaria.22

Kemudian nyamuk mulai menghisap darah orang yang

sehat dan mikrofilaria masuk ke aliran darah orang yang sehat.23

Dibawah ini adalah gambar penularan cacing filariasis yang

ditularkan oleh vektor nyamuk dan siklus hidup cacing filariasis di

dalam tubuh manusia sampai terjadi infeksi filariasis.

Gambar 2.2. Siklus hidup Wuchereria bancrofti

2.4.4 Gejala Klinis

Gejala klinis filariasis yang disebabkan oleh cacing dewasa pada

sistem limfatik sangat bervariasi. Dalam perjalanan penyakitnya,

filariasis diawali dengan radang saluran getah bening berulang dan

Page 24: GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA …

14

berakhir dengan terjadinya gejala obstruksi menahun (kronis).23

Perjalanan penyakit dari satu stadium ke stadium berikutnya dapat

diketahui dalam keterangan berikut ini:

1. Masa Prepaten

Periode larva infektif yang menginvasi manusia sampai

terjadi mikrofilaremia dalam waktu antara 3-7 bulan. Namun, hanya

sebagian dari penduduk di daerah endemik yang mengalami

mikrofilaremik dan tidak semua kelompok penderita yang menderita

mikrofilaremik menunjukkan gejala klinis.

Dapat dikatakan bahwa kelompok yang tidak menunjukkan

gejala klinis sebagai kelompok asimptomatik amikrofilaremik dan

asimptomatik mikrofilaremik.24

2. Masa Inkubasi

Masa berkembangnya larva infektif di dalam tubuh manusia

sampai terjadinya gejala klinis dalam waktu antara 8-12 bulan

setelah orang mengalami gigitan pertama dari nyamuk vektor.23

3. Gejala Klinis Akut

Gejala klinis akut yang terjadi adalah radang pada saluran

getah bening (limfadenitis dan limfangitis) disertai demam yang

dapat mencapai suhu 40,6 0C, menggigil, nyeri kepala, mual,

muntah. Kelenjar limfe yang terkena unilateral. Penderita dengan

gejala klinis akut dapat amikrofilaremik atau mikrofilaremik.22

Filariasis bancrofti sering menyerang saluran getah bening

alat kelamin laki-laki kemudian mengakibatkan orchitis, epididymitis

atau funiculitis serta hidrokel yang di dalam cairan hidrokel dapat

ditemukan mikrofilaria. Saluran getah bening inguinal dan femoral

dapat terkena dan menunjukkan gejala klinis pembengkakan dari

tungkai atas sampai kaki. Dapat terbentuk abses yang bila pecah

akan membentuk ulkus (landai).23

Page 25: GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA …

15

Gejala klinis akut dapat sembuh spontan dalam 3-15 hari

namun pada beberapa kasus terjadi kekambuhan yang tidak teratur

selama beberapa minggu sebelum keluhan membaik.12

Filariasis

jarang terjadi pada orang usia di bawah 20 tahun karena gejala klinis

yang timbul setelah beberapa tahun dari mulai infeksi pertama.23

4. Gejala Klinis Kronik

Gejala klinis kronik filariasis terjadi 10-15 tahun setelah

serangan akut pertama. Pada stadium ini mikrofilaria jarang

ditemukan, tetapi gejala limfangitis mulai dapat terjadi. Gejala klinis

kronik akan menyebabkan kecacatan yang dapat mengganggu

aktivitas penderita.24

Wuchereria bancrofti dan Brugia timori akan memberikan

gejala klinis berbeda. Limfaedema yang disebabkan oleh Wuchereria

bancrofti terjadi pada payudara, tungkai atas, tungkai bawah dan

skrotum. Limfaedema yang disebabkan oleh Brugia timori hanya

terjadi pada lengan bawah dan tungkai bawah.25

2.4.5 Diagnosis

Penegakkan diagnosis untuk memastikan individu menderita

penyakit kaki gajah (filariasis) terdiri dari beberapa macam tipe

diagnosis. Tentunya dilakukan pemeriksaan untuk menentukan

diagnosis banding jika ada penyakit lain. Diagnosis yang dilakukan

meliputi cara-cara berikut.

1. Diagnosis Klinik

Diagnosis klinik ditegakkan melalui anamnesis dan

pemeriksaan klinik. Diagnosis klinik penting dalam menentukan

angka kesakitan akut dan kronik (Acute and Chronic Disease Rate).

Page 26: GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA …

16

Pada keadaan amikrofilaremik, gejala klinis yang mendukung

dalam diagnosis filariasis adalah gejala dan riwayat mengalami

limfadenopati regional, limfadenitis berulang serta gejala menahun.24

2. Diagnosis Parasitologik

Diagnosis parasitologik ditegakkan dengan menemukan

mikrofilaria pada pemeriksaan darah jari pada malam hari.

Pemeriksaan dapat dilakukan slang hari yaitu 30 menit setelah

pemberian dietilkarbamasin 100 mg. Dari mikrofilaria yang

terdeteksi secara morfologis dapat ditentukan spesies cacing filaria.26

Pada keadaan amikrofilaremia seperti pada stadium prepaten,

inkubasi, amikrofilaremia dengan gejala kronik, occult filariasis,

deteksi antibodi dan atau antigen dengan cara immunodiagnosis

diharapkan dapat menunjang diagnosis.25

Deteksi antibodi tidak dapat membedakan infeksi akut dan

infeksi kronik. Deteksi antigen diantaranya deteksi metabolit, sekresi

dan ekskresi parasit dapat menunjang diagnosis parasitologik.24

3. Diagnosis Epidemiologik

Endemisitas filariasis pada suatu daerah diketahui dengan

menentukan microfilarial rate (mf rate), Acute Disease Rate (ADR)

dan Chronic Disease Rate (CDR) dengan memeriksa sedikitnya 10%

dari jumlah penduduk. Pendekatan praktis untuk menentukan daerah

yang termasuk endemis filariasis dapat dilakukan melalui penemuan

penderita elefantiasis. Dengan ditemukannya satu penderita

elefantiasis dari 1000 penduduk yang ada, diperkirakan ada 10

penderita klinis akut dan 100 penderita yang mikrofilaremik.25

2.4.6 Pengobatan Filariasis

Pengobatan filariasis dilakukan dengan pemberian obat

Dietilkarbamasin yang merupakan satu-satunya obat filariasis yang

ampuh baik untuk filariasis bancrofti maupun malayi, bersifat

makrofilarisidal dan mikrofilarisidal. Obat ini aman dan tidak

Page 27: GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA …

17

menyebabkan resistensi obat, tetapi memberikan efek samping sistemik

dan lokal yang bersifat sementara dan mudah diatasi dengan obat

simptomatik. Namun, Dietilkarbamasin tidak dapat digunakan kepada

penderita sebagai kemoprofilaksis.26

Pengobatan filariasis bertujuan untuk mengurangi kecacatan

pada setiap penderita agar penderita mampu merawat diri secara

mandiri. Pengobatan (tatalaksana) kasus klinis kronis filariasis

dilakukan sejak tahun 2005-2009.27

Pada tahun 2005 kasus klinis kronis filariasis yang ditangani

sebanyak 21% dan 3 tahun kemudian tepatnya pada tahun 2008, kasus

klinis kronis filariasis meningkat menjadi 40%. Diharapkan pada tahun-

tahun berikutnya kasus klinis kronis filariasis yang diobati meningkat

sesuai yang ditargetkan yaitu mencapai 90%.28

Grafik 2.1. Realisasi Tatalaksana Kasus Klinis Kronis Filariasis

Tahun 2005 - 2009

Page 28: GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA …

18

2.5 Epidemiologi Filariasis

Filariasis tersebar luas hampir di semua propinsi di Indonesia. Pada

tahun 2000 ada 6.233 kasus kronis filariasis dari 26 propinsi di Indonesia.

Pada tahun 2005, tercatat 8.243 penduduk mengalami kasus kronis filariasis

di 33 propinsi di Indonesia. Sampai tahun 2009 tercatat sudah terjadi 11.914

kasus kronis filariasis yang tersebar di 33 propinsi di Indonesia.25

Peningkatan jumlah kasus yang terjadi disebabkan bertambahnya

jumlah kasus baru dan laporan baru kasus lama. Gambaran distribusi filariasis

di Indonesia tahun 2000-2009 dapat dilihat pada Grafik 2.2:

Grafik 2.2. Distribusi Kasus Filariasis di Indonesia Tahun 2000-2009

Pada tahun 2009 dilaporkan 3 (tiga) propinsi dengan jumlah kasus

terbanyak filariasis yaitu Nanggroe Aceh Darussalam (2.359 orang), Nusa

Tenggara Timur (1.730 orang), dan Papua (1.158 orang). Tiga propinsi kasus

terendah filariasis ada di Bali (18 orang), Maluku Utara (27 orang) dan

Sulawesi Utara (30 orang).26

Distribusi kasus filariasis yang terjadi di Indonesia pada tahun 2009

tercatat dalam bentuk grafik yang berisi jumlah kasus per-provinsi dari 33

propinsi di Indonesia. Gambaran distribusi kasus filariasis per-propinsi di

Indonesia tahun 2009 dapat dilihat pada Grafik berikut ini:

Page 29: GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA …

19

Grafik 2.3. Distribusi Kasus Filariasis Per-Provinsi Tahun 2009

Pada dasarnya setiap orang dapat tertular filariasis yang disebabkan

oleh nyamuk infektif. Namun pada daerah endemis filariasis, tidak semua

orang dapat terinfeksi filariasis dan tidak semua orang yang terinfeksi

menunjukkan gejala klinis. Orang yang terinfeksi filariasis namun belum

menunjukkan gejala klinis umumnya sudah mengalami gangguan di dalam

tubuhnya.26

Orang-orang dapat tertular filariasis disebabkan pekerjaan dan

kebiasaan, contohnya orang yang bekerja di kebun pada malam hari, orang

yang pergi keluar rumah pada malam hari dan kebiasaan ketika tidur perlu

diperhatikan, karena kebiasaan tersebut berhubungan dengan intensitas

kontak dengan vektor.26

Kondisi lingkungan di sekitar tempat tinggal dapat mempengaruhi

distribusi kasus filariasis dan mata rantai penularan filariasis. Daerah

endemis filariasis umumnya sekitar hutan rawa, sungai-sungai yang

ditumbuhi tanaman air, dan genangan air kotor sebagai habitat dari vektor

yaitu nyamuk Culex quinquefasciatus.27

Sebagai upaya program eliminasi penyakit kaki gajah (filariasis),

maka harus dilaksanakan tatalaksana kasus klinis kaki gajah (filariasis)

kepada semua penderita, dengan tujuan mencegah atau mengurangi kecacatan

pada penderita sehingga penderita mampu merawat diri secara mandiri.28

Page 30: GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA …

20

Setiap penderita akan dibuatkan rekam medis sebagai catatan

(dokumen) di Puskesmas, kemudian setiap penderita akan dikunjungi oleh

petugas kesehatan minimal 7 kali dalam waktu 1 tahun.28

2.6 Penentuan Wilayah Endemis Filariasis

Suatu wilayah dapat dinyatakan sebagai daerah endemis filariasis bila

di wilayah tersebut sedang dilakukan program pengobatan massal filariasis

saat dilakukan survei evaluasi oleh Dinas Kesehatan Propinsi. Kegiatan lain

yang dapat dilakukan adalah survei populasi kepada penduduk yang beruasia

lebih dari 2 tahun. Kegiatan survei dilaksanakan 11 bulan setelah pengobatan

massal tahun ke-2 dan tahun ke-4.27

2.7 Pemberantasan Filariasis

Pemberantasan filariasis ditujukan sebagai langkah awal pemutusan

rantai penularan. Pemberantasan yang dilakukan yaitu dengan pengobatan

untuk menurunkan morbiditas dan mengurangi transmisi. Pemberantasan

filariasis yang dilaksanakan oleh Puskesmas di Indonesia bertujuan untuk:26

1. Menurunkan Acute Disease Rate (ADR) menjadi 0%.

2. Menurunkan nf rate menjadi < 5%.

3. Mempertahankan Chronic Disease Rate (CDR).

4. Kegiatan pemberantasan nyamuk yang terdiri dari:

a. Pemberantasan nyamuk dewasa

Anopheles: residual indoor spraying

Aedes: aerial spraying

b. Pemberantasan jentik nyamuk

Anopheles: Abate 1%

Culex: minyak tanah

Mansonia: memusnahkan tanaman air tempat perindukan nyamuk.

c. Mencegah gigitan nyamuk 26

Page 31: GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA …

21

Pemberantasan kasus filariasis yang dilakukan diantaranya meliputi

bagaimana cara pencegahan, penanganan pada penderita dan penanggulangan

wabah. Penjelasan tentang bagaimana pemberantasan kasus filariasis berguna

untuk menambah wawasan masyarakat umum.

2.8 Pencegahan Filariasis

1. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat di daerah endemis mengenai

cara penularan dan pengendalian vektor (nyamuk).16

2. Mengidentifikasi vektor dengan mendeteksi adanya larva infektif dalam

nyamuk dengan menggunakan manusia sebagai umpan; mengidentifikasi

waktu dan tempat nyamuk menggigit dan tempat perkembangbiakan

nyamuk.

Jika penularan terjadi oleh nyamuk yang menggigit pada malam hari di

dalam rumah, tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan

penyemprotan menggunakan pestisida residual, memasang kawat kasa,

tidur menggunakan kelambu serta menggunakan obat gosok anti nyamuk

pada tubuh, membersihkan tempat perkembangbiakan nyamuk seperti

tempat penampungan air dan pemberantasan larva dengan larvasida.28

3. Pengendalian vektor jangka panjang dibutuhkan perubahan konstruksi

rumah dan termasuk pemasangan kawat kassa serta pengendalian

lingkungan dengan melakukan pemusnahan tempat perkembangbiakan

nyamuk.29

4. Pengobatan dengan menggunakan obat Diethylcarbamazine citrate (DEC);

Pengobatan ini lebih efektif dengan dosis 25-50 mg/kgBB setiap bulan

selama 1-2 tahun atau konsumsi garam yang diberi DEC (0,2-0,4 mg/g

garam) selama 6 bulan sampai 2 tahun. Obat diberikan per-oral setelah

makan malam.27

5. Pada daerah endemis filariasis namun tidak endemis onchorciasis, WHO

menyarankan dilakukan pengobatan massal menggunakan dosis tunggal

sekali setahun selama 4-6 tahun yaitu kombinasi DEC 6 mg/kgBB dan

Albendazole 400 mg. Pada daerah yang endemis onchorciasis maka

Page 32: GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA …

22

dianjurkan pemberian Ivermectin dikombinasi dengan Albendazole 400

mg.28

Namun, penggunaan obat DEC dan Albendazole tidak dianjurkan

untuk dikonsumsi oleh wanita dalam masa kehamilan dan anak-anak usia

kurang dari 2 tahun.28

2.8.1 Penanganan pada Penderita Filariasis dan Lingkungan Sekitar

1. Masyarakat perlu melapor kepada sarana kesehatan tentang daerah

endemis suatu penyakit menular. Laporan dari masyarakat tentang

informasi ditemukan mikrofilaria memberikan gambaran luasnya

trasmisi filariasis di suatu daerah.

2. Perlindungan penderita dari gigitan nyamuk penular penyakit.

3. Pengobatan dengan obat diethylcarbamazine citrate (DEC) dan

Ivermectin yang memberikan hasil sebagian atau seluruh mikrofilaria

hilang dari darah, namun tidak membunuh semua cacing dewasa.

Mikrofilaria dapat muncul kembali setelah pengobatan. Dengan

demikian, pengobatan harus diulangi dalam waktu satu tahun.27

2.8.2 Penanggulangan Wabah Filariasis

Pengendalian vektor penular agen filaariasis adalah upaya paling

utama penanggulangan filariasis. Pada daerah endemis dibutuhkan

pengetahuan bionomik dari vektor nyamuk, insidensi penyakit serta faktor

lingkungan yang berperan dalam penularan.28

Pengendalian vektor yang belum maksimal ternyata masih mampu

mengurangi insidensi dan penyebaran wabah filariasis, walaupun hasil

yang diperoleh dalam waktu lama karena masa inkubasi yang panjang.28

Page 33: GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA …

23

2.9 Program Eliminasi Kaki Gajah

Sehubungan dengan dilaporkannya kejadian filariasis setiap tahun maka

Kemenkes RI melaksanakan kegitan yang bertujuan untuk memusnahkan

parasit yang menjadi penular filariasis pada masyarakat. Kegiatan tersebut

dikenal dengan Program Eliminasi Kaki Gajah.25

Diharapkan dengan adanya Program Eliminasi Kaki Gajah ini dapat

mengurangi angka kejadian filariasis pada masyarakat khusunya di Negara

Indonesia dan di daerah-daerah endemis filariasis. Adapun langkah-langkah

dari Program Eliminasi Kaki Gajah yang terdapat di dalam Rencana Aksi

Program Eliminasi Filariasis Tahun 2010-2014 sebagai berikut ini:

1. Justifikasi

Program eliminasi Filariasis direncanakan sampai tahun 2014 sesuai

dasar justifikasi diantaranya:

Pertama, melaksanakan survei dasar kemudian POMP filariasis kepada

penduduk yang tinggal di daerah endemis dengan indikasi angka

mikrofilaria lebih dari 1% setiap tahun minimal selama 5 tahun sebagai

upaya pencegahan. Karena diketahui penyebaran filariasis terjadi di 337

kabupaten/kota sampai bulan Januari 2010.28

Kedua, pemberian POMP filariasis kepada minimal 85% penduduk

yang berisiko tertular di daerah yang teridentifikasi endemis. POMP

berdasarkan prioritas wilayah menuju eliminasi filariasis tahun 2020.16

Ketiga, penatalaksanaan kasus klinis baik melalui basis rumah sakit

maupun komunitas (community home based care).

Rencana Program tersebut ditetapkan setelah dikaji efektivitasnya.

Contohnya efektifitas POMP filariasis untuk pengobatan filariasis yang

disebabkan Brugia malayi di Bangka dan Belitung tahun 2005-2009.

Dan penanganan filariasis Wuchereria bancrofti di Bogor tahun 2006.28

Page 34: GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA …

24

Grafik 2.4. Angka Kejadian Filariasis Pasca POMP Filariasis di

Daerah Endemis Infeksi Brugia Tahun 2006

Program POMP Filariasis yang dilakukan telah menunjukkan

hasil yang efektif. Program POMP filariasis yang dilaksanakan tersebut

menunjukkan hasil penurunan kejadian penularan filariasis. Hasil

POMP filariasis tersebut dapat dilihat pada gambar 2.7 di bawah ini:

Grafik 2.5. Penurunan Angka Parasitologi Pasca POMP Filariasis

di Daerah Endemis Infeksi Bancrofti Tahun 2009

Page 35: GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA …

25

2. Tujuan Program Eliminasi Filariasis Tahun 2010-2014

1. Program dilakukan lima tahun pertama mulai dari tahun 2010-2014.

2. Semua kabupaten/kota endemis di wilayah Indonesia Timur telah

melakukan POMP filariasis pada tahun 2014.

3. Program selesai dilaksanakan pada tahun 2020.28

3. Strategi Program Eliminasi Filariasis Tahun 2010-2014

Strategi program eliminasi filariasis selama lima tahun diantaranya:

1. Meningkatkan peran kepala daerah beserta para anggota

2. Sosialisasi kepada masyarakat dan rencana pelaksaan program

3. Memastikan jumlah dan pembagian obat serta dana operasional

4. Memantapkan pelaksanaan POMP filariasis, sistem pengawasan dan

pelaksanaan pengobatan dan pengaman kejadian pasca pengobatan.

5. Meningkatkan monitoring dan evaluasi.2

4. Kegiatan Pokok Program Eliminasi Filariasis

1. Meningkatkan promosi

2. Mengembangkan sumberdaya manusia yang tertular filariasis

3. Menyempurnakan tata organisasi

4. Meningkatkan kemitraan

5. Meningkatkan advokasi

6. Memberdayakan masyarakat

7. Memperluas jangkauan program

8. Memperkuat sistem informasi strategis.2

Page 36: GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA …

26

2.10 Kerangka Teori

Kerangka Teori Penelitian

2.11 Kerangka Konsep

Kerangka Konsep Penelitian

Page 37: GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA …

27

2.12 Definisi Operasional

Tabel 2.1. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Cara ukur Alat ukur Skala Hasil ukur

1. Epidemiologi

Filariasis

Penyebaran kejadian

filariasis dalam suatu

penduduk tertentu

yang tercatat dalam

laporan Dinas

Kesehatan Kota

Tangerang Selatan

tahun 2008-2012

Data

sekunder

Data

sekunder

Nominal Kasus

filariasis

2. Usia Hidup responden

yang dihitung dalam

tahun sejak lahir

sampai waktu

penelitian

Data

sekunder

Data

sekunder

Nominal Menurut WHO:

1. Muda (15-49

tahun)

2. Orang tua (50

tahun ke atas)

3. Jenis kelamin Status gender

seseorang

Data

sekunder

Data

sekunder

Nominal 1. Laki-laki

2. Perempuan

4. Tempat Tempat tercatat

kasus filariasis

Data

sekunder

Data

sekunder

Nominal Puskesmas

5. Waktu Rentang waktu yang

terdiri dari bulan dan

tahun

Data

sekunder

Data

sekunder

Nominal Tahun

Page 38: GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA …

28

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 DESAIN PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian epidemiologi deskriptif dengan

metode cross sectional study tentang gambaran epidemiologi filariasis di

Kota Tangerang Selatan pada tahun 2008-2012 dengan variabel orang, tempat

dan waktu.

3.2 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan dan

Puskesmas Kampung Sawah, Ciputat.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Desember 2013

3.3 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN

3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kasus filariasis di

Kota Tangerang Selatan yang tercatat di laporan Dinas Kesehatan

Kota Tangerang Selatan dari tahun 2008-2012.

3.3.2 Jumlah Sampel

Sampel penelitian adalah seluruh kasus filariasis di Kota

Tangerang Selatan dari tahun 2008-2012 sehingga penelitian ini

adalah total sampling.

3.3.3 Cara Pengambilan Sampel

Sampel kasus diambil dari laporan kasus filariasis tahun 2008-

2012 di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan (data sekunder).

Page 39: GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA …

29

3.4 CARA KERJA PENELITIAN

3.4.1 Etika Penelitian

Penelitian ini telah memperoleh persetujuan dari Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis mendapatkan persetujuan untuk melakukan penelitian di

Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan.

3.4.2 Alur Penelitian

Gambar 3.1. Alur Penelitian

3.5 Managemen Data

3.5.1 Jenis Data

Data dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang

diperoleh oleh peneliti dari laporan kesehatan di Dinas Kesehatan Kota

Page 40: GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA …

30

3.5.2 Tekhnik Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data dalam penelitian ini dengan cara:

1. Pengumpulan data dilakukan saat kegiatan penelitian pada bulan

September-Oktober 2013.

2. Data diperoleh dari laporan kejadian filariasis di Dinas Kesehatan

Kota Tangerang Selatan, Puskesmas Kampung Sawah, Kelurahan

Sawah Baru.

3. Wawancara dengan Staff Dinas Kesehatan Kota Tangerang

Selatan, Puskesmas Kampung Sawah dan Kelurahan Sawah Baru.

3.5.3 Pengolahan Data

Data yang sudah terkumpul didiolah dan dianalisis lalu dibahas

secara deskriptif dalam laporan hasil penelitian

3.5.4 Analisa Data

Analisa univariat dengan menampilkan tabel gambaran frekuensi

insiden filariasis berdasarkan variabel yang terdiri dari variabel orang

(usia, jenis kelamin), tempat (puskesmas, kelurahan) dan waktu (tahun).

3.5.5 Penyajian Data

Data-data hasil penelitian yang diolah ditampilkan secara deskriptif

dalam bentuk tabel, grafik dan gambaran.

Page 41: GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA …

31

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Distribusi Epidemiologi Filariasis berdasarkan Karakteristik Orang

Distribusi epidemiologi filariasis berdasarkan karakteristik orang,

dapat berupa usia dan jenis kelamin. Berdasarkan epidemiologi, filariasis

lebih sering terjadi pada orang-orang usia dewasa. Salah satu penyebabnya

adalah infeksi filariasis yang bersifat menahun.

Kejadian filariasis terjadi pada laki-laki dan perempuan disebabkan

kegiatan yang dilakukan pada malam hari. Karena aktivitas nyamuk vektor

filariasis umumnya pada malam hari (nokturna).

1.1 Distribusi Epidemiologi Filariasis berdasarkan Usia di Kota

Tangerang Selatan Tahun 2008-2012

Distribusi epidemiologi filariasis berdasarkan usia di Kota

Tangerang Selatan pada tahun 2008-2012 dapat dilihat pada tabel 4.1:

Tabel 4.1 Distribusi Epidemiologi Filariasis berdasarkan Usia di

Kota Tangerang Selatan Tahun 2008-2012

Usia Frekuensi Persentase (%)

11-20 1 5

21-30 1 5

31-40 2 10

41-50 7 35

51-60 3 15

61-70 5 25

71-80 1 5

Total 20 100

Sumber : Laporan Dinkes Kota Tangerang Selatan, 2013

Page 42: GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA …

32

Berdasarkan tabel 4.1, diketahui distribusi epidemiologi

filariasis menurut kelompok usia yang paling tinggi adalah kelompok

usia 41-50 tahun yaitu 7 orang.

Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Rika dan Yenni di

Kemelak Baturaja, Sumatera Selatan (2007), dari 965 sampel,

didapatkan 256 orang (26,7%) positif filariasis yaitu kelompok usia

31-46 tahun.9 Menurut Astri MIP (2007) dalam penelitian Ismed

(2010), dari pemeriksaan darah jari yang dilakukan pada 79 orang

yang diduga terinfeksi filariasis di Desa Sambirejo, Kecamatan Tirto,

Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, didapatkan hasil positif berupa

mikrofilaria dalam aliran darah 6 orang pada kelompok usia 41-50

tahun.29

Dalam penelitian Nasrin di Kabupaten Bangka Barat (2008),

dari 32 penderita filariasis, diketahui 10 orang penderita dari

kelompok usia 51-60 tahun.30

Faktor usia mempengaruhi timbulnya gejala klinis filariasis.

Pada beberapa kasus, gejala klinis filariasis pada penderita timbul

setelah beberapa tahun. Menurut Suharto (2007), filariasis jarang

diderita oleh orang usia kurang dari 20 tahun karena gejala penyakit

bersifat kronis misalnya pembesaran pada lengan dan tungkai

penderita akan timbul 10-15 tahun setelah keluhan pertama.31

Menurut

Soedarmo (2008) dalam penelitian Hermanda (2011), menyatakan

mikrofilaria filariasis bertahan di tubuh manusia selama 5-10 tahun

kemudian baru menimbulkan gejala klinis.32

Menurut Taniawati dan

Agnes (2008) dalam penelitian Santoso (2010), menyatakan bahwa

gejala klinis filariasis baru timbul setelah 10-15 tahun setelah

penderita terinfeksi, sehingga penderita filariasis lebih banyak

didapatkan pada kelompok usia dewasa.33

Page 43: GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA …

33

1.2 Distribusi Epidemiologi Filariasis berdasarkan Jenis Kelamin di

Kota Tangerang Selatan Tahun 2008-2012

Distribusi epidemiologi filariasis berdasarkan perbedaan jenis

kelamin di Kota Tangerang Selatan tahun 2008-2012 pada tabel 4.2:

Tabel 4.2. Distribusi Epidemiologi Filariasis berdasarkan Jenis

Kelamin di Kota Tangerang Selatan Tahun 2008-2012

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)

Laki-laki 7 35

Perempuan 13 65

Total 20 100

Sumber : Laporan Dinkes Kota Tangerang Selatan, 2013

Berdasarkan tabel 4.2 distribusi penderita filariasis menurut

jenis kelamin, menunjukkan bahwa dari 20 orang yang diketahui

menderita filariasis di Kota Tangerang Selatan pada tahun 2008-2012,

13 orang diantaranya adalah perempuan.

Filariasis banyak dialami oleh kelompok perempuan di Kota

Tangerang Selatan. Trend ini sama dengan yang terjadi di beberapa

kota di Indonesia. Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Provinsi

Jawa Tengah (2004), didapatkan 103 orang penderita filariasis kronik,

58 orang perempuan dan 45 orang laki-laki.34

Dalam penelitian Reyke

dan Sumarni di Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo (2006),

didapatkan dari 70 orang penderita filariasis, 36 orang perempuan dan

34 orang laki-laki.35

Demikian pula hasil penelitian yang dilakukan oleh Nola

Riftiana di Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah (2010), bahwa dari

34 orang penderita filariasis yang didapat, diketahui 20 orang adalah

perempuan dan 14 orang laki-laki.36

Penelitian Dorsina Fransisca dan

Ika Setyorini di Kecamatan Sirimau, Ambon (2012), dari 40 orang

penderita filariasis, 21 orang perempuan dan 19 orang laki-laki.37

Page 44: GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA …

34

Banyaknya kejadian filariasis pada kelompok perempuan di

suatu wilayah, dimungkinkan karena kegiatan yang dilakukan oleh

perempuan di luar rumah pada malam hari tanpa menggunakan

pakaian lengan panjang dan krim anti nyamuk. Menurut Komariah

dan Seftiani (2009), menyatakan kegiatan yang dilakukan oleh

perempuan di luar rumah pada malam hari merupakan penyebab

penularan filariasis.38

Menurut Herry Wibowo dan Yenni Djuardi dalam Santoso

(2010), menyatakan bahwa filariasis lebih sering pada perempuan

karena kegiatan yang dilakukan di luar rumah pada malam hari,

contohnya pergi ke suatu tempat tanpa menggunakan pakaian lengan

panjang.33

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yohannie dan

Raini di Desa Nanjung, Kecamatan Margaasih, Kabupaten Bandung

(2011), menyatakan hal yang dapat menyebabkan kejadian filariasis

dapat lebih banyak diderita oleh perempuan adalah kegiatan yang

dilakukan oleh perempuan di luar rumah pada malam hari, yaitu pergi

ke luar rumah tanpa menggunakan krim anti nyamuk (repellent).39

Dalam penelitian Kadarusman (2003), menyatakan kejadian

filariasis ada hubungannya dengan kegiatan yang dilakukan oleh

perempuan di luar rumah pada malam hari tanpa menggunakan krim

anti nyamuk.40

Dalam penelitian Marwan di Lebak, Banten (2003),

menyatakan karena perempuan rutin memeriksakan diri ke puskesmas,

sehingga kejadian filariasis yang terdata lebih banyak perempuan.10

Filariasis umumnya lebih banyak diderita oleh laki-laki

dibandingkan perempuan karena pekerjaan fisik yang berat yang

memudahkan laki-laki mendapat infeksi. Namun, tidak selalu setiap

kejadian filariasis lebih banyak dialami oleh laki-laki. Karena pada

dasarnya setiap orang dapat tertular filariasis apabila tergigit oleh

nyamuk infektif filariasis (mengandung larva stadium 3).39

Page 45: GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA …

35

Pada daerah endemis filariasis tidak semua penduduk di daerah

endemis tersebut terinfeksi filariasis. Penduduk yang datang sebagai

transmigran dari daerah non endemis ke daerah endemis filariasis

mempunyai risiko terinfeksi lebih besar dibandingkan penduduk asli.27

2. Distribusi Epidemiologi Filariasis berdasarkan Tempat di Kota

Tangerang Selatan Tahun 2008-2012

Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan

tentang penderita filariasis yang berobat ke Puskesmas di Kota Tangerang

Selatan, maka dapat diketahui distribusi epidemiologi filariasis di Kota

Tangerang Selatan dari tahun 2008-2012 sebagai berikut :

Tabel 4.3 Distribusi Epidemiologi Filariasis berdasarkan Puskesmas

Tempat Berobat di Kota Tangerang Selatan Tahun 2008-2012

Puskesmas Frekuensi Persentase

Bakti Jaya 1 5

Benda Baru 1 5

Jurang Mangu 2 10

Kampung Sawah 6 30

Pamulang 3 15

Pondok Aren 1 5

Pondok Kacang Timur 3 15

Rawa Buntu 1 5

Serpong 1 5

Situ Gintung 1 5

Total 20 100

Sumber : Laporan Dinkes Kota Tangerang Selatan, 2013

Page 46: GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA …

36

Pada tabel di atas terlihat bahwa dari total 20 kejadian filariasis

yang dilaporkan terjadi di Kota Tangerang Selatan, diketahui kejadian

filariasis tertinggi di wilayah kerja Puskesmas Kampung Sawah yaitu 6.

Demikian pula jika dikelompokkan berdasarkan kelurahan atau

tempat tinggal penderita, dapat diketahui distribusi epidemiologi filariasis

di Kota Tangerang Selatan dari tahun 2008-2012 pada tabel berikut ini :

Tabel 4.4 Distribusi Epidemiologi Filariasis berdasarkan Kelurahan

Tempat Tinggal di Kota Tangerang Selatan Tahun 2008-2012

Kelurahan Frekuensi Persentase

Bakti Jaya 1 5

Benda Baru 1 5

Jurang Mangu Barat 2 10

Pamulang Barat 1 5

Pamulang Timur 1 5

Pondok Aren 1 5

Pondok Cabe Ilir 1 5

Pondok Kacang Barat 1 5

Pondok Kacang Timur 2 10

Rawa Buntu 1 5

Sawah Baru 5 25

Sawah Lama 1 5

Serpong 1 5

Serua 1 5

Total 20 100

Sumber : Laporan Dinkes Kota Tangerang Selatan, 2013

Page 47: GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA …

37

Berdasarkan tabel 4.4, diketahui bahwa kejadian filariasis

terbanyak berada di Kelurahan Sawah Baru yaitu sebanyak 5 dari 20.

Kejadian penyakit di suatu wilayah mungkin dapat disebabkan oleh

kondisi wilayah itu sendiri. Contohnya keadaan geografis wilayah seperti

curah hujan dan kelembaban udara. Menurut Nur Nasry Noor (2008),

menyatakan curah hujan dan kelembaban udara di suatu wilayah sesuai

untuk berkembang biaknya binatang yang dapat menjadi vektor penyakit.13

Selain karena kondisi wilayah, sarana kesehatan yang jaraknya

cukup jauh dari tempat tinggal penduduk mungkin dapat menjadi

penyebab kejadian penyakit di wilayah tersebut. Komariah dan Seftiani

(2009), menyatakan bahwa selain keadaan geografis, kejadian penyakit di

suatu wilayah kemungkinan dapat disebabkan karena jarak sarana

kesehatan yang cukup jauh dari tempat tinggal penduduk.39

Penderita filariasis terbanyak didapatkan di wilayah kerja

Puskesmas Kampung Sawah, yaitu di kelurahan Sawah Baru. Berdasarkan

hasil wawancara dengan Staf Puskesmas Kampung Sawah, diketahui

bahwa di lingkungan Kampung Sawah sejak dulu hingga tahun 2009

masih ditemukan rawa-rawa dan persawahan.

Berdasarkan profil Kelurahan Sawah Baru, diketahui bahwa

Kelurahan Sawah Baru memiliki lahan sawah seluas 25 Ha (hektare) dan

lahan daratan seluas 35 Ha (hektare). Luasnya lahan sawah tersebut

memungkinkan terjadinya kasus filariasis di Kelurahan tersebut.

Kemudian, jarak yang cukup jauh dari Kelurahan Sawah Baru ke

Puskesmas Kampung Sawah sehingga penduduk yang bertempat tinggal di

Kelurahan Sawah Baru tidak rutin untuk memeriksakan kesehatan ke

Puskesmas Kampung Sawah.

Rawa-rawa dan persawahan merupakan habitat yang sesuai bagi

nyamuk vektor filariasis. Dalam penelitian Soeyoko (2008), diketahui

Page 48: GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA …

38

bahwa salah satu penyebab kejadian filariasis pada suatu wilayah adalah

terdapatnya rawa-rawa dan persawahan di wilayah tersebut.41

Menurut Soedomo (1990) dalam penelitian Made Agus (2009),

menyatakan kondisi lingkungan yang mendukung terjadinya penularan

filariasis adalah lingkungan berupa rawa-rawa dan persawahan.42

Sesuai

pernyataan sebelumnya, rawa-rawa dan persawahan kemungkinan menjadi

habitat nyamuk vektor filariasis.

3. Distribusi Epidemiologi Filariasis berdasarkan Waktu di Kota

Tangerang Selatan tahun 2008-2012

Distribusi epidemiologi filariasis di Kota Tangerang Selatan

tahun 2008-2012 dapat dilihat pada tabel 4.4:

Tabel 4.4 Distribusi Epidemiologi Filariasis di Kota Tangerang

Selatan Tahun 2008-2012

Tahun Frekuensi Persentase

2008 2 10

2009 3 15

2010 7 35

2011 5 25

2012 3 15

Total 20 100

Sumber : Laporan Dinkes Kota Tangerang Selatan, 2013

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa selama 5 tahun (2008-

2012) kejadian filariasis paling tinggi tahun 2010, setelah itu tahun 2012

kejadian filariasis cenderung turun. Hal ini dimungkinkan karena Program

Pengobatan Massal oleh Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan.

Page 49: GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA …

39

Gambar 4.1 Grafik Epidemiologi Filariasis di Kota Tangerang

Selatan Tahun 2008-2012

Dibawah ini adalah tabel jumlah penduduk di Kota Tangerang

Selatan dari tahun 2008-2012, tabel 4.5.

Tabel 4.5 Jumlah Penduduk Kota Tangerang Selatan 2008-2012

Tahun Laki-laki Perempuan Frekuensi

2008 532.670 518.704 1.051.374

2009 609.540 593.559 1.203.099

2010 652.581 638.041 1.290.322

2011 684.155 671.771 1.355.926

2012 708.767 696.403 1.405.170

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan, 2013

Berdasarkan gambar 4.1 dan tabel 4.5, dapat disimpulkan bahwa

menurunnya angka kejadian filariasis karena keberhasilan Program

Pengobatan Massal Filariasis di Kota Tangerang Selatan.

Berdasarkan wawancara dengan Staf Dinas Kesehatan Kota

Tangerang Selatan, diketahui bahwa Program Pengobatan Massal

Filariasis sudah dilakukan lima kali setiap tahun, mulai tahun 2009-2013.

Pengobatan massal yang dilakukan tahun 2009 mencapai 90%.

Pada tahun 2010, cakupan pengobatan massal mencapai 89%. Pada tahun

2011 cakupan pengobatan massal 90%. Namun, pengobatan massal tahun

2012 mengalami penurunan, karena hanya mencapai cakupan 89%.

Tahun 2013 program pengobatan massal memenuhi cakupan 90,67%.

0

1

2

3

4

5

6

7

8

2008 2009 2010 2011 2012

DistribusiEpidemiologiFilariasis di KotaTangerangSelatan Tahun2008-2012

Page 50: GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA …

40

Pengobatan Massal yang dilakukan tersebut sudah memenuhi

ketentuan Program POMP Filariasis dengan target yang harus dicapai

untuk memutus rantai penularan minimal pencapaian sebesar 85%.43

Gambaran pencapaian Program Pengobatan Massal filariasis yang

dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan Selama 5 tahun

(2009-2013) dapat dilihat pada grafik berikut ini :

Gambar 4.2 Grafik Pencapaian Program Pengobatan Massal

Filariasis, Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan (2009-2013)

Sumber : Laporan Dinkes Kota Tangerang Selatan, 2013

Staf Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan menyatakan

penyebab dari kejadian filariasis di Kota Tangerang Selatan cenderung

naik dari tahun 2008-2010 dan cenderung turun dari tahun 2010-2012

karena adanya kasus baru filariasis yang baru dilaporkan.

Berdasarkan laporan Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit

dan Penyehatan Lingkungan Depkes RI (2013), diketahui kejadian

filariasis di Indonesia tahun 2008 yaitu sebanyak 11.699 kasus. Sampai

tahun 2011 kejadian filariasis cenderung naik mencapai 12.066 kasus.

Tahun 2012 kejadian filariasis cenderung turun menjadi 11.903 kasus.44

Kejadian filariasis yang cenderung turun dari tahun 2011 ke tahun 2012

merupakan keberhasilan pencapaian Program Pengobatan Massal Filariasis

yang dilakukan selama 5 tahun (2008-2012) di Indonesia.

88%

89%

89%

90%

90%

91%

91%

92%

2009 2010 2011 2012 2013

POMP Filariasis

POMP Filariasis

Page 51: GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA …

41

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

1. Distribusi penderita filariasis di Kota Tangerang Selatan dari tahun 2008-

2012 berdasarkan usia diketahui bahwa kelompok usia 41-50 tahun lebih

banyak dibanding kelompok usia lain.

2. Distribusi penderita filariasis di Kota Tangerang Selatan dari tahun 2008-

2012 berdasarkan jenis kelamin diketahui bahwa perempuan lebih banyak

disbanding laki-laki. Hal ini dapat dilihat dari jumlah kasus pada

perempuan sebanyak 13 orang.

3. Distribusi penderita filariasis di Kota Tangerang Selatan dari tahun 2008-

2012 berdasarkan tempat diketahui bahwa Kelurahan Sawah Baru menjadi

daerah dengan kasus filariasis terbanyak se-Kota Tangerang Selatan.

4. Kasus filariasis di Kota Tangerang Selatan dari tahun 2008-2010

cenderung naik, akan tetapi dari tahun 2010-2012 cenderung turun.

5.2 Saran

1. Diperlukan penyuluhan sedini mungkin kepada masyarakat sebagai upaya

pencegahan kejadian penyakit.

2. Kepada perempuan agar menggunakan pakaian tertutup dan pada malam

hari menggunakan obat pengusir nyamuk dan kelambu saat tidur.

3. Kepada Puskesmas Kampung Sawah agar melakukan pembersihan tempat

hidup vektor.

4. Dinas Kesehatan kota Tangerang Selatan dapat melakukan survei lanjutan

untuk mengetahui perkembangan filariasis lebih lanjut, agar dapat

diketahui jumlah penderita filariasis.

Page 52: GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA …

42

DAFTAR PUSTAKA

1. Hanafiah W.S, Nanny K.O, Nurlaila Z., Duyeh S., Misyetti. Penelitian Dietil-

Karbamazin Sebagai Sediaan Diagnostik Limfatik Filariasis Evaluasi Non-

Klinis. Bandung: Badan Teknologi Nuklir Nasional, 2012.

2. Aditama T.Y. Rencana Nasional Program Eliminasi Filariasis di Indonesia

2010-2014. Jakarta: Direktorat Jenderal PP & PL Kemenkes RI, 2010.

3. Dyah, H.S, Didik T.S. Laporan Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis;

Dinamika Filariasis di Indonesia. Bogor: Balai Penelitian Veteriner,2007.

4. Kusriastuti. Program Penyehatan Masyarakat dengan Eliminasi Filariasis di

Indonesia 2010. Jakarta: Direktorat Jenderal P2B2 Kemenkes RI, 2011.

5. Triono, Soendoro. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Provinsi Banten

Tahun 2007. Jakarta. Balitbangkes Depkes RI. 2008.

6. Nita, Gilik. Laporan Survei Jumlah Penderita Filariasis di Kota Tangerang

Selatan tahun 2009. Tangsel: Dinas Kesehatan Kota Tangsel, 2010.

7. Retno, Maristi. Gambaran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Masyarakat

Kelurahan Ciputat tentang Filariasis dan Cara Pencegahan. Jakarta: Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarief

Hidayatullah, 2012.

8. Depkes RI. Pedoman Program Eliminasi Filariasis di Indonesia. Jakarta:

Depkes RI Direktorat Jenderal PP & PL, 2008.

9. Rika, Yenni,. Faktor Risiko Penyakit Filariasis pada Masyarakat di Indonesia.

Palembang: Loka Penelitian dan Pengembangan Pemberantasan Penyakit

Bersumber Binatang, 2007.

10. Marwan, Surachman P. Wilayah Rawan Filariasis di Kabupaten Lebak

Provinsi Banten. Jakarta: Fakultas Matematika dan IPA UI, 2007.

11. Agus, Nurjana. Penanggulangan Filariasis di Indonesia di Donggala.

Jakarta: Badan Litbangkes Depkes RI, 2009.

12. Ryadi, dkk. Dasar-dasar Epidemiologi. Jakarta: Salemba Medika,2011.

13. Jalaludin. Pengaruh Sanitasi Lingkungan, Personal Hygiene dan

Karakteristik Anak terhadap Infeksi Kecacingan pada Murid Sekolah Dasar

di Kecamatan Biangmangat Kota Lhokseumawe. Medan: USU, 2009.

Page 53: GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA …

43

14. Noor, Nur Nasry. Epidemiologi. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta, 2008.

15. Azwar, Azrul. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: Binarupa Aksara, 2004.

16. Munaya, Fauziah, dkk. Epidemiologi Suatu Pengantar. Jakarta: EGC, 2004.

17. Buchari, Lapau. Prinsip dan Metode Epidemiologi. Jakarta: FK UI, 2009.

18. Widoyono, dkk. Penyakit Tropis Epidemiologi Penularan dan Pemberantasan.

Jakarta: Erlangga. 2005.

19. Candra, Aryu. Epidemiologi dan Faktor Risiko Penularan Demam Berdarah.

Semarang: FK Universitas Diponegoro, 2009.

20. Wahyuni, Dwi. Penelitian Pengaruh Karakteristik Kepala Keluarga dan

Persepsi tentang Program Pemberantasan Filariasis di Kecamatan

Patumbak, Medan Tahun 2010. Medan: Universitas Sumatera Utara, 2010.

21. Gandahusada, S. dkk. Parasitologi Kedokteran. Edisi 4. Jakarta: FKUI,2004.

22. Nasronudin, dkk. Penyakit Infeksi di Indonesia Solusi Kini dan Mendatang.

Surabaya: FK UNAIR, 2007.

23. Depkes RI. Pedoman Program Eliminasi Filariasis di Indonesia. Jakarta:

Depkes RI Direktorat Jenderal PP & PL, 2008.

24. Chin, James MD, MPH. Buku Manual Pemberantasan Penyakit Menular.

Edisi 17, Cetakan ke-2. Editor Penterjemah: I Nyoman Kandun. Jakarta: CV.

INFOMEDIKA, 2006.

25. Tri Yunis M, Supali T. Buletin Jendela Epidemiologi; Filariasis di Indonesia.

Volume 1. Jakrata: Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia, 2010.

26. Endang Puji Astuti, dkk. Filariasis Penyakit Tropis yang Terabaikan di Jawa

Barat. Yogyakarta: Penerbit PT Kanisius, 2013.

27. Depkes RI. Epidemiologi Filariasis. Direktorat Jenderal Pengendalian

Penyakit dan Penyehatan Lingkungan: Jakarta, 2006.

28. Hariyono, S. Penelitian Filariasis; Program Pendidikan Magister Ilmu

Kedokteran Tropik. Surabaya: Universitas Airlangga, 2010.

29. Sawir, Ismed. Laporan Pembinaan dan Pemberdayaan Kelembagaan

Sebagai Unsur Strategi Terpadu Pengendalian Populasi Nyamuk. Jakarta,

Fakultas Matematika dan IPA Universitas Terbuka, 2010

Page 54: GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA …

44

30. Nasrin. Tesis: Faktor Lingkungan dan Perilaku Yang Berhubungan Dengan

Filariasis di Kabupaten Bangka Barat Tahun 2008. Semarang. Program

Pascasarjana Universitas Diponegoro,2008.

31. Suharto, dkk. Penyakit Infeksi di Indonesia Solusi Kini dan Mendatang.

Surabaya. FK UNAIR, 2007.

32. Hermanda. Skripsi Faktor Risiko Filariasis. Jakarta: FK UPN Veteran, 2011.

33. Santoso. Hubungan Kondisi Lingkungan dengan Kasus Filariasis. Riset

Kesehatan Dasar Indonesia 2010.

34. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Pencapaian Program Kesehatan

menuju Jawa Tengah Sehat. Jawa Tengah: Dinas Kesehatan Provinsi, 2004.

35. Reyke Uloli, Sumarni. Analisis Faktor-Faktor Risiko Kejadian Filariasis.

Bone, Sulawesi Selatan: Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo. Berita

Kedokteran Masyarakat vol. 24, No.1, Maret 2008.

36. Nola Riftiana. Hubungan Sosiodemografi dengan Kejadian Filariasis di

Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah. Yogyakarta: Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, 2010.

37. Dorsina Fransisca, Ika Setyorini. Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan

Kepatuhan Minum Obat pada Penderita Filariasis di Kecamatan Sirimau,

Ambon (2012). Malang: Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, 2012

38. Komariah, Seftiani. Pengendalian Vektor Filariasis. Palembang: Pasca

Sarjana Kesehatan Masyarakat STIKES Bina Husada, 2009.

39. Yohannie, Raini. Penelitian Upaya Pencegahan Primer Filariasis di

Kabupaten Bandung tahun 2010. Bandung: FK UNPAD, 2011.

40. Kadarusman. Penelitian Kejadian Penularan Filariasis di Kota Medan tahun

2003. Medan: FK USU, 2005

41. Soeyoko. Hubungan Sosiodemografi dengan Kejadian Filariasis di

Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah. Yogyakarta: Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, 2010.

42. Made, Nurdjana. Aspek Epidemiologi Penanggulangan Filariasis di

Indonesia. Jakarta: Badan Litbang Kesehatan Depkes RI, 2009.

43. Purwantyastuti, dkk. POMP Filariasis. Jakarta: Direktorat Jenderal PP & PL,

Depkes RI, 2010.

Page 55: GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA …

45

44. Hermawan, Budi. Informasi Pengendalian Penyakit dan Penyehatan

Lingkungan Tahun 2012. Jakarta, Ditjen P2PL Depkes RI, 2013.

Page 56: GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA …

Lampiran 1

DATA KASUS PENDERITA FILARIASIS DI WILAYAH KOTA TANGERANG SELATAN

No Nama Jenis

Kelamin Umur Alamat

Wilayah Puskesmas

Tahun di Temukan

1 Tn. Cuan Och L 49 Pamulang Barat Rt. 01/07 Kec. Pamulang

Pamulang

2009

2 Ny. Munah P 50 Pamulang Timur Rt. 01/26 Kec. Pamulang 2010

3 Kaliman L 60 Jl. Cabe VI, Rt.05/11 Pd Cb Ilir 2012

4 Sani P 53 Benda Baru Rt. 03/05 Kec. Pamulang Benda Baru 2009

5 Tn. Atang L 48 Pdk. Aren Rt. 03/11 (Jakarta Selatan) Pondok Aren 2009

6 Ny. Rina P 40 Kp. Serua Poncol, Kel. Sawah Baru RT. 02/RW 06 Kec. Ciputat

Kampung Sawah

2010

7 Ny. Jenah P 70 Kp. Serua Poncol, Kel. Sawah Baru RT. 02/RW 06 Kec. Ciputat

2010

8 Tn. Markam bin Neman

L 48 Kp. Serua Poncol, Kel. Sawah Baru RT. 02/RW 06 Kec. Ciputat

2010

9 Sainih P 70 Kel. Sawah Baru 5/4 2010

10 Sida P 65 Kel. Sawah Lama Rt. 1/7 2010

11 Nn. Ade Rahmawati

P 19 Kp. Serua Poncol, Kel. Sawah Baru RT. 02/RW 06 Kec. Ciputat

2011

12 Tn. Aminah L 45 Pdk. Serut 2 Rt. 6/3 Pdk. Kacang Barat

Pdk. Kacang Timur

2010

13 Ny. Hj. Amnah P 62 Rt. 03/02 Pondok Kacang Timur 2011

14 Ny. Husnul P 37 Rt. 03/02 Pondok Kacang Timur 2011

15 Tn. Dani L 21 Perum LUK Rt. 05/7 Kel. Bakti Jaya Kec. Setu

Bakti Jaya 2011

16 Ny. Suryati P 65 Kel. Serpong Rt. 02/ 04 Kec. Serpong Serpong 1 2012

17 Ny. Sudarwati

P 54 Kp. Dadap Rt. 01/03 Kel. Rawa Buntu Rawa Buntu 2012

18 Udin L 45 Kel. Jurang Mangu Baratrua Rt. 004/ 02 Jurang Mangu

2008

19 Nonon P 75 Kel. Jurang Mangu Barat 2008

20 Yanih P 40 Kp. Parung Benying Rw. 3 Serua Situ Gintung 2011

Mengetahui

Kepala Seksi P2M

Dr. Muhamad Rusmin

NIP. 19661222 200312 1 001

Page 57: GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA …

Lampiran 2

Usia

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 11-20 1 4.0 5.0 5.0

21-30 1 4.0 5.0 10.0

31-40 2 8.0 10.0 20.0

41-50 7 28.0 35.0 55.0

51-60 3 12.0 15.0 70.0

61-70 5 20.0 25.0 95.0

71-80 1 4.0 5.0 100.0

Total 20 80.0 100.0

Missing System 5 20.0

Total 25 100.0

Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Laki-laki 7 28.0 35.0 35.0

Perempuan 13 52.0 65.0 100.0

Total 20 80.0 100.0

Missing System 5 20.0

Total 25 100.0

Waktu

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 2008 2 10.0 10.0 10.0

2009 3 15.0 15.0 25.0

2010 8 40.0 40.0 65.0

2011 4 20.0 20.0 85.0

2012 3 15.0 15.0 100.0

Total 20 100.0 100.0

Page 58: GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA …

Usia * Jenis Kelamin Crosstabulation

Jenis Kelamin

Total Laki-laki Perempuan

Usia 11-20 0 1 1

21-30 1 0 1

31-40 0 2 2

41-50 5 2 7

51-60 1 2 3

61-70 0 5 5

71-80 0 1 1

Total 7 13 20

Tempat * Waktu Crosstabulation

Waktu

Total 2008 2009 2010 2011 2012

Tempat Bakti Jaya 0 0 0 1 0 1

Benda Baru 0 1 0 0 0 1

Jurang Mangu 2 0 0 0 0 2

Kampung Sawah 0 0 5 1 0 6

Pamulang 0 1 1 0 1 3

Pondok Aren 0 1 0 0 0 1

Pondok Kacang 0 0 2 1 0 3

Rawa Buntu 0 0 0 0 1 1

Serpong 0 0 0 0 1 1

Situ Gintung 0 0 0 1 0 1

Total 2 3 8 4 3 20

Page 59: GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA …

Lampiran

Peta Kota Tangerang Selatan tahun 2014

Sumber : Profil Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, 2013

Page 60: GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KOTA …

Lampiran

RIWAYAT HIDUP

Nama : Abdullah Hamdani Tadjoedin

Tempat, tanggal lahir : Bogor, 3 Januari 1990

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Jl. Sempur No.23, Kelurahan Sempur,

KecamatanBogor Tengah, Kota Bogor

Pendidikan

1. 1994-1996 : TK Bina Insani Bogor

2. 1996-2002 : SD Bina Insani Bogor

3. 2002-2005 : SMP Bina Insani Bogor

4. 2005-2008 : SMA YPHB Bogor

5. 2009-sekarang : Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta