gagal ginjal kronik

36
ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN Pengaruh Proses Menua Pada Sistem Perkemihan (Cronic Kidney Desease) Kelompok 1 Maria Regolinda Anok Maria Ulfa Riska Wulansari Suratna Umbarwanto

Upload: hickaru-mitsuke-rhaena

Post on 01-Feb-2016

45 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

GAGAL GINJAL KRONIK

TRANSCRIPT

Page 1: GAGAL GINJAL KRONIK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA

DENGAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN

Pengaruh Proses Menua Pada Sistem Perkemihan

(Cronic Kidney Desease)

Kelompok 1

Maria Regolinda Anok

Maria Ulfa

Riska Wulansari

Suratna

Umbarwanto

STIKES NGUDI WALUYO UNGARAN PSIK TRANSFER B

2015

Page 2: GAGAL GINJAL KRONIK

PERUBAHAN PADA SISTEM PERKEMIHAN

Seiring bertambahnya usia, akan terdapat perubahan pada ginjal, bladder, uretra, dan

system nervus yang berdampak pada proses fisiologi terlait eliminasi urine. Hal ini

dapat mengganggu kemampuan dalam mengontrol berkemih, sehingga dapat

mengakibatkan inkontinensia, dan akan memiliki konsekuensi yang lebih jauh.

Perubahan pada Sistem Renal

Pada usia dewasa lanjut, jumlah nefron telah berkurang menjadi 1 juta nefron dan

memiliki banyak ketidaknormalan. Penurunan nefron terjadi sebesar 5-7% setiap

dekade, mulai usia 25 tahun. Bersihan kreatinin berkurang 0,75 ml/m/tahun. Nefron

bertugas sebagai penyaring darah, perubahan aliran vaskuler akan mempengaruhi

kerja nefron dan akhirnya mempengaruhi fungsi pengaturan, ekskresi, dan matabolik

sistem renal. Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem renal akibat

proses menua:

Membrana basalis glomerulus mengalami penebalan, sklerosis pada area fokal,

dan totalpermukaan glomerulus mengalami penurunan, panjang dan

volume tubulus proksimalberkurang, dan penurunan aliran darah renal.

Implikasi dari hal ini adalah filtrasi menjadi kurang efisien, sehingga secara

fisiologis glomerulus yang mampu menyaring 20% darah dengan kecepatan 125

mL/menit (pada lansia menurun hingga 97 mL/menit atau kurang) dan menyaring

protein dan eritrosit menjadi terganggu, nokturia.

Penurunan massa otot yang tidak berlemak, peningkatan total lemak tubuh,

penurunan cairan intra sel, penurunan sensasi haus, penurunan kemampuan untuk

memekatkan urine. Implikasi dari hal ini adalah penurunan total cairan tubuh dan

risiko dehidrasi.

Penurunan hormon yang penting untuk absorbsi kalsium dari saluran

gastrointestinal. Implikasi dari hal ini adalah peningkatan risiko osteoporosis.

Perubahan pada Sistem Urinaria

Perubahan yang terjadi pada sistem urinaria akibat proses menua, yaitu penurunan

kapasitaskandung kemih (N: 350-400 mL), peningkatan volume residu (N: 50 mL),

peningkatan kontraksi kandung kemih yang tidak di sadari, dan atopi pada otot

kandung kemih secara umum. Implikasi dari hal ini adalah peningkatan risiko

inkotinensia

Page 3: GAGAL GINJAL KRONIK

PENUAAN PADA SISTEM PERKEMIHAN

1. PENGERTIAN

Penuaan sistem perkemihan atau dalam bahasa medis disebut juga inkontenensia

urine atau orang awam menyebut dengan beser adalah pengeluaran urin tanpa disadari

dalam jumlah dan frekuensi yang cukup sehingga mengakibatkan masalah gangguan

kesehatan dan atau sosial.Variasi dari inkontinensia urin meliputi keluar hanya

beberapa tetes urin saja, sampai benar-benar banyak, bahkan terkadang juga disertai

inkontinensia alvi (disertai pengeluaran feses).

2. ETIOLOGI

Seiring dengan bertambahnya usia, ada beberapa perubahan pada anatomi dan

fungsi organ kemih, antara lain: melemahnya otot dasar panggul akibat kehamilan

berkali-kali, kebiasaan mengejan yang salah, atau batuk kronis. Ini mengakibatkan

seseorang tidak dapat menahan air seni. Selain itu, adanya kontraksi (gerakan)

abnormal dari dinding kandung kemih, sehingga walaupun kandung kemih baru terisi

sedikit, sudah menimbulkan rasa ingin berkemih. Penyebab Inkontinensia Urine (IU)

antara lain terkait dengan gangguan di saluran kemih bagian bawah, efek obat-obatan,

produksi urin meningkat atau adanya gangguan kemampuan/keinginan ke toilet.

Gangguan saluran kemih bagian bawah bisa karena infeksi. Jika terjadi infeksi saluran

kemih, maka tatalaksananya adalah terapi antibiotika. Apabila vaginitis atau uretritis

atrofi penyebabnya, maka dilakukan tertapi estrogen topical. Terapi perilaku harus

dilakukan jika pasien baru menjalani prostatektomi. Dan, bila terjadi impaksi feses,

maka harus dihilangkan misalnya dengan makanan kaya serat, mobilitas, asupan

cairan yang adekuat, atau jika perlu penggunaan laksatif. Inkontinensia Urine juga

bisa terjadi karena produksi urin berlebih karena berbagai sebab. Misalnya gangguan

metabolik, seperti diabetes melitus, yang harus terus dipantau. Sebab lain adalah

asupan cairan yang berlebihan yang bisa diatasi dengan mengurangi asupan cairan

yang bersifat diuretika seperti kafein.

Gagal jantung kongestif juga bisa menjadi faktor penyebab produksi urin

meningkat dan harus dilakukan terapi medis yang sesuai. Gangguan kemampuan ke

toilet bisa disebabkan oleh penyakit kronik, trauma, atau gangguan mobilitas. Untuk

mengatasinya penderita harus diupayakan ke toilet secara teratur atau menggunakan

substitusi toilet. Apabila penyebabnya adalah masalah psikologis, maka hal itu harus

disingkirkan dengan terapi non farmakologik atau farmakologik yang tepat. Pasien

lansia, kerap mengonsumsi obat-obatan tertentu karena penyakit yang dideritanya.

Page 4: GAGAL GINJAL KRONIK

Nah, obat-obatan ini bisa sebagai ‘biang keladi’ mengompol pada orang-orang tua.

Jika kondisi ini yang terjadi, maka penghentian atau penggantian obat jika

memungkinkan, penurunan dosis atau modifikasi jadwal pemberian obat. Golongan

obat yang berkontribusi pada IU, yaitu diuretika, antikolinergik, analgesik, narkotik,

antagonis adrenergic alfa, agonic adrenergic alfa, ACE inhibitor, dan kalsium

antagonik. Golongan psikotropika seperti antidepresi, antipsikotik, dan sedatif

hipnotik juga memiliki andil dalam IU. Kafein dan alcohol juga berperan dalam

terjadinya mengompol. Selain hal-hal yang disebutkan diatas inkontinensia urine juga

terjadi akibat kelemahan otot dasar panggul, karena kehamilan, pasca melahirkan,

kegemukan (obesitas), menopause, usia lanjut, kurang aktivitas dan operasi vagina.

Penambahan berat dan tekanan selama kehamilan dapat menyebabkan melemahnya

otot dasar panggul karena ditekan selama sembilan bulan. Proses persalinan juga

dapat membuat otot-otot dasar panggul rusak akibat regangan otot dan jaringan

penunjang serta robekan jalan lahir, sehingga dapat meningkatkan risiko terjadinya

inkontinensia urine. Dengan menurunnya kadar hormon estrogen pada wanita di usia

menopause (50 tahun ke atas), akan terjadi penurunan tonus otot vagina dan otot pintu

saluran kemih (uretra), sehingga menyebabkan terjadinya inkontinensia urine. Faktor

risiko yang lain adalah obesitas atau kegemukan, riwayat operasi kandungan dan

lainnya juga berisiko mengakibatkan inkontinensia. Semakin tua seseorang semakin

besar kemungkinan mengalami inkontinensia urine, karena terjadi perubahan struktur

kandung kemih dan otot dasar panggul.

Page 5: GAGAL GINJAL KRONIK

KONSEP MEDIS

A. Defenisi

Gagal Ginjal Kronik merupakan Gangguan fungsi renal yang progresif dan

irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan

keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia ( Retensi urea dan sampah

nitrogen lain dalam darah ) . ( Bruner dan Suddart 2001).

Gagal ginjal Kronik Merupakan Kerusakan Ginjal Progresif yang berakibat fatal

dan di tandai dengan uremia (urea dan Limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam

darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialysis atau transplantasi ginjal) .

(Nursalam.2006)

Gagal Ginjal Kronik merupakan penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten

dan irrefersibel.(Kapita Selekta Kedokteran, 1999)

Gagal Ginjal Kronik merupakan destruksi struktur ginjal yang progresif dan

terus menerus. ( Patofisiologi, Elizabeth corwin, 2000).

B. Anatomi Ginjal

Anatomi dan Fisiologi Ginjal

a. Struktur Makroskopik Ginjal

Pada orang dewasa, panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,7

hingga 5,1 inci), lebarnya 6 cm (2,4 inci) tebalnya 2,5 cm (1”), dan beratnya

sekitar 120 gr. Ukuranya tidak berbeda menurut bentuk dan ukuran tubuh.

Ginjal diliputi oleh sesuatu kapsula fibrosa tipis mengkilat, yang berkaitan

longgar dengan jaringan di bawahnya dan dapat dilepaskan dengan mudah dari

permukaan ginjal.

Potongan longitudinal ginjal memperlihatkan dua daerah yang berbeda

korteks di bagian luar dan medula di bagian dalam. Medula terbagi-bagi menjadi

baji segitiga yang disebut piramida. Piramida-piramida tersebut diselingi oleh

bagian korteks yang disebut kolumna bertini. Piramida-piramida tesebut tampak

bercorak karena tersusun dari segmen-segmen tubulus dan duktus  pengumpul

becorak. Setiap duktus papilaris masuk ke dalam suatu perluasan ujung pelvis

ginjal berbentuk seperti cawan yang disebut kaliks minor. Beberapa kaliks minor

bersatu membentuk kaliks mayor, yang selanjutnya bersatu sehingga membentuk

pelvis ginjal. Pelvis ginjal merupakan resevoar utama sistem pengumpul ginjal.

Ureter menghubungkan pelvis ginjal dengan vesika urinaria.

Page 6: GAGAL GINJAL KRONIK

Pengetahuan mengenai anatomi ginjal merupakan dasar untuk memahami

pembentukan urine tersebut mengalir melalui tubulus dan duktus pengumpul.

Urine yang terbentuk kemudian mengalir ke dalam mayor, pelvis ginjal, dan

akhirnya meninggalkan ginjal melalui ureter menuju vesika urinaria. Dinding

kaliks, pelvis dan urieter mengandung otot polos yang mendorong urine melalui

saluran kemih dengan gerakan-peristaltik.

b. Suplai Pembuluh Darah Makroskopik Ginjal

Ginjal mendapat aliran darah dari aorta abdominalis yang mempunyai

percabangan arteria renalis. Arteri ini berpasangan kiri dan kanan. Arteria renalis

bercabang menjadi arteria interlobaris kemudian menjadi arteria arkuata. Arteria

interlobaris yang berada di tepi ginjal bercabang menjadi kapiler membentuk

gumpalan-gumpalan yang disebut glomerolus. Glomerolus ini dikelilingi alat yang

disebut simpai bowman. Disini terjadi penyaringan pertama dan kapiler darah

yang meninggalkan simpai bowman kemudian menjadi vena renalis masuk

kedalam vena kava inferior. (Syaifudin, H, 2006)

Ginjal diperfusi oleh sekitar 1.200 ml darah / menit. suatu volume yang sama

dengan 20% sampai 25% curah jantung (5.000 ml/m).

c. Struktur Mikroskopik Ginjal

Unit kerja Fungsional ginjal disebut sebagai nefron, dalam setiap ginjal

terdapat sekitar 1 juta nefron yang pada dasarnya mempunyai struktur dan fungsi

yang sama. Dengan demikian kerja ginjal dapat di anggap sebagai jumlah total

dari setiap nefron. Setiap nefron terdiri atas kapsula bowman yang mengitari

glomerolus , Tubulus kontortus proksimal dan tubukus kontortus distal, yang

mengosongkan diri ke duktus pengumpul.

d. Persarafan ginjal

Ginjal mendapat persarafan dari fleksus renalis, saraf ini berfungsi untuk

mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam Ginjal, saraf ini berjalan bersama

dengan pembuluh darah. Diatas ginjal terdapat kelenjar suprenalis kelenjar ini

merupakan suatu kelenjar buntu yang menghasilkan 2 macam hormon yaitu

hormon adrenalin dan hormon kortisol

(Syaifuddin, H 2006)

Page 7: GAGAL GINJAL KRONIK

e. Fungsi Ginjal

1) Mengatur volume cairan dalam tubuh. Kelebihan air dalam tubuh  akan di

keluarkan sebagai urine. Kekurangan air (kelebihan keringat)

menyebabkan urine yang dieksresikan menjadi sedikit.

2) Mengatur keseimbangan osmotic yang mempertahankan   keseimbangan

ion yang optimal dalam plasma.

3) Mangatur keseimbangan asam basah dalam cairan tubuh bergantung pada

apa yang dimakan, campuran makanan.

4) Menghasilkan urine yang bersifat asam, ph kurang dari 6 disebabkan

metabolisme protein

5) Eksresi sisa hasil metabolisme (ureum, asam urat , kreatinin) zat-zat

toksik, obat-obatan dan bahan kimia yang lain

6) Fungsi hormonal dan metabolisme. Ginjal memproduksi rennin dan

eritropoitin

(Syaifuddin, H 2006)

C. Fisiologi Ginjal

1. Fungsi ginjal secara keseluruhan di bagi dalam dua golongan yaitu :

a. Fungsi ekskresi

1) Mengekskresi sisa metabolisme protein, yaitu ureum, kalium, fosfat,sulfat

anorganik, dan asam urat.

2) Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.

3) Menjaga keseimbangan asam dan basa.

b.  Fungsi Endokrin

1) Partisipasi dalam eritropoesis. Menghasilkan eritropoetin yang berperan

dalam pembentukan sel darah merah

2) Menghasilan renin yang berperan penting dalam pengaturan tekanan darah

3) Merubah vitamin D menjadi metabolit yang aktif yang

membantu penyerapan kalsium.

4) Memproduksi hormon prostaglandin, yang mempengaruhi pengaturan

garam dan air serta mempengaruhi tekanan vaskuler.

D. Etiologi

Infeksi misalnya pielonefritis kronik, glomerulonefritis

Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis

maligna, stenosis arteria renalis

Page 8: GAGAL GINJAL KRONIK

Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik,

poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif

Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis

tubulus ginjal

Penyakit metabolik misalnya DM,gout,hiperparatiroidisme,amyloidosis

Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal

Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma,

fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur

uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.

Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis

E. PATHWAY

terlampir

F. Patofisiologi

Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan

tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron

yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai

reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini

memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban

bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi

berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron

yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana

timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas

kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini

fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau

lebih rendah itu. ( Barbara C Long, 1996, 368) Fungsi renal menurun, produk akhir

metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam

darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak

timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia

membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).

Klasifikasi Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :

Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin serum

normal dan penderita asimptomatik.

Page 9: GAGAL GINJAL KRONIK

Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah rusak,

Blood Urea Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum

meningkat.

Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia.

K/DOQI merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat

penurunan LFG :

Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG

yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2

Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60-89

mL/menit/1,73 m2

Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2

Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15- 29mL/menit/1,73m2

Stadium 5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal

terminal.

Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance Creatinin Test )

dapat digunakan dengan rumus :

Clearance creatinin ( ml/ menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( kg )

72 x creatini serum

Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85

G. Manifestasi Klinik

1. Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 : 369):

a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan

berkurang, mudah tersinggung, depresi

b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau

sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan,

pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.

2. Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain :

hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin -

angiotensin – aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat

cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh

toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang,

perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).

3. Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:

a. Gangguan kardiovaskuler

Page 10: GAGAL GINJAL KRONIK

Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effuse perikardiac

dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan

edema.

b. Gannguan Pulmoner

Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, uara krekels.

c. Gangguan gastrointestinal

Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme

protein dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan

perdarahan mulut, nafas bau ammonia.

d. Gangguan muskuloskeletal

Resiles leg sindrom ( pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan ), burning

feet syndrom ( rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki ), tremor,

miopati ( kelemahan dan hipertropi otot – otot ekstremitas.

e. Gangguan Integumen

kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan akibat

penimbunan urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.

f. Gangguan endokrim

Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi

dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak dan

vitamin D.

g. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa biasanya retensi

garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan dehidrasi,

asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.

h. System hematologi

anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin sehingga

rangsangan eritopoesis pada sum – sum tulang berkurang, hemolisis akibat

berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga

terjadi gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni.

H. Komplikasi

a. Hiperkalemia

b. Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung

c. Hipertensi

Page 11: GAGAL GINJAL KRONIK

d. Anemia, perdarahan gastrointestinal

e. Penyakit tulang

(Smeltzer & Bare, 2001)

I. Pemeriksaan Penunjang

Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka perlu

pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun kolaborasi antara

lain :

1. Pemeriksaan lab.darah

Hematologi

Hb, Ht, Eritrosit, Lekosit, Trombosit

RFT ( renal fungsi test )

ureum dan kreatinin

LFT (liver fungsi test )

Elektrolit

Klorida, kalium, kalsium

koagulasi studi

PTT, PTTK

BGA

2. Urine

urine rutin

urin khusus : benda keton, analisa kristal batu

3. pemeriksaan kardiovaskuler

ECG

ECO

4. Radidiagnostik

USG abdominal

CT scan abdominal

BNO/IVP, FPA

Renogram

RPG ( retio pielografi )

J. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD yaitu :

a) Konservatif

- Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin

Page 12: GAGAL GINJAL KRONIK

- Observasi balance cairan

- Observasi adanya odema

- Batasi cairan yang masuk

b) Dialysis

- peritoneal dialysis biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency.

Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut

adalah CAPD ( Continues Ambulatori Peritonial Dialysis )

- Hemodialisis Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena

dengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui

daerah femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan :

AV fistule : menggabungkan vena dan arteri

Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi ke

jantung )

- Dialisis peritoneum berlangsung didalam tubuh. Pada dialisis peritoneal

permukaan peritoneum yang luasnya sekitar 22.000 cm3 berfungsi sebagai

difusi. Membran peritoneum digunakan sebagai sawar semipermeabel alami.

Larutan dialysis yang telah dipersiapkan sebelumnya (sekitar 2 liter) di

masukan ke dalam rongga peritoneum melalui sebuah kateter tetap yang di

letakan di bawah kulit abdomen. Larutan dibiarkan di dalam rongga

peritoneum selama waktu yang telah di tentukan (biasanya 4-6 jam). Selama

waktu ini, terjadi proses difusi air dan elektrolit keluar masuk antara darah

yang bersirkulasi. Dialysis peritoneum di lakukan sekitar 4 kali/ hari. Masalah-

masalah terjadi pada dialysis peritoneum adalah infeksi dari kateter atau

malfungsi kateter. 

c) Operasi

- Pengambilan batu

- transplantasi ginjal

Transplantasi atau pencangkokan ginjal adalan penempatan sebuah ginjal

donor ke dalam abdomen seseorang yang mengidap penyakit ginjal stadium

akhir. Ginjal yang di cangkok dapat di peroleh dari donor hidup atau mati.

Semakin mirip sifat-sifat antigenik ginjal yang didonorkan dengan pasien,

semakin tinggi keberhasilan pencangkokan. Individu yang mendapat

pengcangkokan ginjal harus tetap mendapat berbagai obat imunosupresan

seumur hidup untuk mencegah penolakan ginjal, penolakan dapat terjadi

Page 13: GAGAL GINJAL KRONIK

sacara akut, dalam masa pasca transpalntasi dini, atau beberapa bulan atau

tahun setelah pencangkokan semua orang yang mendapat terapi imunosupresi

beresiko mengalami infeksi. (Price and Wilson, 2005)

d) Hemodialisa

Hemodialisa adalah dialisis yang dilakukan diluar tubuh. Tujuan hemodialisa

adalah untuk mengambil zat-zat toksik di dalam darah, menyesuaikan kadar air

dan elektrolit di dalam darah. Pada hemodialisa darah dikeluarkan dari tubuh

melalui sebuah kateter masuk ke dalam sebuah alat besar. Di dalam mesin

tersebut terdapat ruang yang dipisahkan oleh sebuah membran semipermeabel.

darah di masukan ke salah satu ruang, sedangkan ruang yang lain diisi oleh cairan

dialisis, dan diantara keduanya akan terjadi difusi darah dikembalikan ke tubuh

melalui sebuah pirau vena. Hemodialisa memerlukan waktu sekitar 3-5 jam dan

dilakukan sekitar seminggu. Pada akhir interval 2-3 hari di antara terapi,

keseimbangan garam,air, dan pH sudah tidak normal lagi. Hemodialisa tampaknya

ikut berperan menyebabkan anemia karena sebagian besar sel darah merah ikut

masuk dalam proses tersebut, infeksi juga merupakan resiko.

K. Komplikasi

Komplikasi metabolik berupa kelebihan cairan, hiperkalemia, asidosis metabolik,

hipokalsemia, serta peningkatan ureum yang lebih cepat pada keadaan hiperkatabolik.

Pada oligurik dapat timbul edema kaki, hipertensi dan edema paru yang menimbulkan

kegawatan.

L. Pencegahan

Obstruksi dan infeksi saluran kemih dan penyakit hipertensi sangat lumrah dan sering

kali tidak menimbulkan gejala yang membawa kerusakan dan kegagalan ginjal.

Penurunan kejadian yang sangat mencolok adalah berkat peningkatan perhatian

terhadap peningkatan kesehatan. Pemeriksaan tahunan termasuk tekanan darah dan

pemeriksaan urinalisis.

Pemeriksaan kesehatan umum dapat menurunkan jumlah individu yang menjadi

insufisiensi sampai menjadi kegagalan ginjal. Perawatan ditujukan kepada pengobatan

masalah medis dengan sempurna dan mengawasi status kesehatan orang pada waktu

mengalami stress (infeksi, kehamilan). (Barbara C Long, 2001)

KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Page 14: GAGAL GINJAL KRONIK

1. Identitas

Gagal Ginjal Kronik terjadi terutama pada usia lanjut (50-70 th), usia muda, dapat

terjadi pada semua jenis kelamin tetapi 70 % pada pria.

2. Keluhan utama

Kencing sedikit, tidak dapat kencing, gelisah, tidak selera makan (anoreksi), mual,

muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, nafas berbau (ureum), gatal pada kulit.

3. Riwayat penyakit

a. Sekarang : Diare, muntah, perdarahan, luka bakar, rekasi anafilaksis, renjatan

kardiogenik.

b. Dahulu : Riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah

jantung, hipertensi, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign Prostatic

Hyperplasia, prostatektomi

c. Keluarga : Adanya penyakit keturunan Diabetes Mellitus (DM).

4. Tanda vital

Peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan lemah, hipertensi, nafas cepat dan dalam

(Kussmaul), dyspnea

5. Body Systems

a. Pernafasan (B 1 : Breathing)

Gejala : Nafas pendek, dispnoe nokturnal, paroksismal, batuk dengan/tanpa

sputum, kental dan banyak,

Tanda : Takhipnoe, dispnoe, peningkatan frekuensi, batuk produktif

dengan/tanpa sputum

b. Cardiovascular (B 2 : Bleeding)

Gejala : Riwayat hipertensi lama atau berat. Palpitasi nyeri dada atau angina

dan sesak nafas, gangguan irama jantung, edema.

Tanda : Hipertensi, nadi kuat, oedema jaringan umum, piting pada kaki,

telapak tangan, Disritmia jantung, nadi lemah halus, hipotensi ortostatik,

friction rub perikardial, pucat, kulit coklat kehijauan, kuning.kecendrungan

perdarahan.

c. Persyarafan (B 3 : Brain)

Kesadaran : Disorioentasi, gelisah, apatis, letargi, somnolent sampai koma.

d. Perkemihan-Eliminasi Uri (B.4 : Bladder)

Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua dan pekat,

tidak dapat kencing.

Page 15: GAGAL GINJAL KRONIK

Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut)

abdomen kembung, diare atau konstipasi.

Tanda : Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan) oliguria atau

anuria.

e. Pencernaan-Eliminasi Alvi (B 5 : Bowel)

Anoreksia, nausea, vomiting, fektor uremicum, hiccup, gastritis erosiva dan

diare.

f. Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone)

Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, (memburuk saat

malam hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi.

Tanda : Pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), ptekie, area ekimoosis pada kulit,

fraktur tulang, defosit fosfat kalsium,pada kulit, jaringan lunak, sendi

keterbatasan gerak sendi.

6. Pola aktivitas sehari-hari

a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Pada pasien gagal ginjal kronik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana

hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gagal ginjal

kronik sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan

kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan

yang lama, oleh karena itu perlu adanya penjelasan yang benar dan mudah

dimengerti pasien.

b. Pola nutrisi dan metabolisme : Anoreksi, mual, muntah dan rasa pahit pada

rongga mulut, intake minum yang kurang. dan mudah lelah. Keadaan tersebut

dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat

mempengaruhi status kesehatan klien.

Gejala : Peningkatan berat badan cepat (oedema) penurunan berat badan

(malnutrisi) anoreksia, nyeri ulu hati, mual muntah, bau mulut (amonia).

Penggunaan diuretik.

Tanda : Gangguan status mental, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan

memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, kejang, rambut tipis, kuku

rapuh.

c. Pola Eliminasi

Eliminasi urin : Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning

tua dan pekat, tidak dapat kencing.

Page 16: GAGAL GINJAL KRONIK

Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut)

abdomen kembung, diare atau konstipasi.

Tanda : Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan) oliguria atau

anuria.

Eliminasi alvi : Diare.

d. Pola tidur dan Istirahat : Gelisah, cemas, gangguan tidur.

e. Pola Aktivitas dan latihan : Klien mudah mengalami kelelahan dan lemas

menyebabkan klien tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara

maksimal.

Gejala : Kelelahan ektremitas, kelemahan, malaise,.

Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.

f. Pola hubungan dan peran.

Gejala : Kesulitan menentukan kondisi. (tidak mampu bekerja,

mempertahankan fungsi peran).

g. Pola sensori dan kognitif.

Klien dengan gagal ginjal kronik cenderung mengalami neuropati / mati rasa

pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma. Klien mampu melihat

dan mendengar dengan baik/tidak, klien mengalami disorientasi/ tidak.

h. Pola persepsi dan konsep diri.

Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita

mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya perawatan, banyaknya

biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan

dan gangguan peran pada keluarga (self esteem).

i. Pola seksual dan reproduksi.

Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi

sehingga menyebabkan gangguan potensi seksual, gangguan kualitas maupun

ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme.

Gejala : Penurunan libido, amenorea, infertilitas.

j. Pola mekanisme/penanggulangan stress dan koping.

Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, faktor stress,

perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan, karena

ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah,

kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan klien tidak

mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.

Page 17: GAGAL GINJAL KRONIK

Gejala : Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan,

Tanda : Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan

kepribadian.

k. Pola tata nilai dan kepercayaan

Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta gagal

ginjal kronik dapat menghambat klien dalam melaksanakan ibadah maupun

mempengaruhi pola ibadah klien.

7. Pemeriksan fisik :

a) Kepala: Edema muka terutama daerah orbita, mulut bau khas ureum.

b) Dada: Pernafasan cepat dan dalam, nyeri dada.

c) Perut: Adanya edema anasarka (ascites).

d) Ekstrimitas: Edema pada tungkai, spatisitas otot.

e) Kulit: Sianosis, akaral dingin, turgor kulit menurun.

B. DIAGNOSA

1. Penurunan curah jantung

2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

3. Perubahan nutrisi

4. Perubahan pola nafas

5. Gangguan perfusi jaringan

6. Intoleransi aktivitas

7. kurang pengetahuan tentang tindakan medis

C. INTERVENSI

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat

Tujuan:Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan

kriteria hasil :mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan

frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu

pengisian kapiler

Intervensi:

a. Auskultasi bunyi jantung dan paru

R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur

b. Kaji adanya hipertensi

R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem

aldosteron-renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)

c. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya

Page 18: GAGAL GINJAL KRONIK

(skala 0-10)

R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri

d. Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas

R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia

Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan

edema sekunder : volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na

dan H2O)

Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan

dengan kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan

output

Intervensi:

a. Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan

masukan dan haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital

b. Batasi masukan cairan

R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin, dan

respon terhadap terapi

c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan

R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga

dalam pembatasan cairan

d. Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan

terutama pemasukan dan haluaran

R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan output

2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema

sekunder : volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)

Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan dengan

kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output

Intervensi:

a. Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan masukan dan

haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital

b. Batasi masukan cairan

R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin, dan respon

terhadap terapi

c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan

Page 19: GAGAL GINJAL KRONIK

R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam

pembatasan cairan

d. Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan terutama

pemasukan dan haluaran

R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan output

3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual,

muntah

Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat dengan

kriteria hasil: menunjukan BB stabil

Intervensi:

a. Awasi konsumsi makanan / cairan

R: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi

b. Perhatikan adanya mual dan muntah

R: Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat

mengubah atau menurunkan pemasukan dan memerlukan

intervensi

c. Berikan makanan sedikit tapi sering

R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan

d. Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan

R: Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek sosial

e. Berikan perawatan mulut sering

R: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak

disukai dalam mulut yang dapat mempengaruhi masukan makanan

4. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder: kompensasi

melalui alkalosis respiratorik

Tujuan: Pola nafas kembali normal / stabil

Intervensi:

a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles

R: Menyatakan adanya pengumpulan sekret

b. Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam

Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2

c. Atur posisi senyaman mungkin

R: Mencegah terjadinya sesak nafas

d. Batasi untuk beraktivitas

Page 20: GAGAL GINJAL KRONIK

R: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau ,hipoksia

5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis

Tujuan: Integritas kulit dapat terjaga dengan

kriteria hasil :

o Mempertahankan kulit utuh

o Menunjukan perilaku / teknik untuk mencegah kerusakan kulit

Intervensi:

a. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler, perhatikan

kadanya kemerahan

R: Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat

menimbulkan pembentukan dekubitus / infeksi.

b. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa

R: Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang

mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan

c. Inspeksi area tergantung terhadap udem

R: Jaringan udem lebih cenderung rusak / robek

d. Ubah posisi sesering mungkin

R: Menurunkan tekanan pada udem , jaringan dengan perfusi buruk untuk

menurunkan iskemia

e. Berikan perawatan kulit

R: Mengurangi pengeringan , robekan kulit

f. Pertahankan linen kering

R: Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit

g. Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk

memberikan tekanan pada area pruritis

R: Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko cedera

h. Anjurkan memakai pakaian katun longgar

R: Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab

pada kulit

6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat,

keletihan

Tujuan: Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi

Intervensi:

Page 21: GAGAL GINJAL KRONIK

a. Pantau pasien untuk melakukan aktivitas

b. Kaji fektor yang menyebabkan keletihan

c. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat

d. Pertahankan status nutrisi yang adekuat

7. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan tindakan medis (hemodialisa)

b.d salah interpretasi informasi.

intervensiL:

a. Kaji ulang penyakit/prognosis dan kemungkinan yang akan dialami.

b. Beri pendidikan kesehatan mengenai pengertian, penyebab, tanda dan gejala

CKD serta penatalaksanaannya (tindakan hemodialisa ).

c. Libatkan keluarga dalam memberikan tindakan.

d. Anjurkan keluarga untuk memberikan support system.

e. Evaluasi pasien dan keluarga setelah diberikan penkes

DAFTAR PUSTAKA

Nursalam, Nurs M. 2006. Asuhan Keperawatan pada Pasien dnegan GangguanSistem

Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika

________,https://www.academia.edu/9399560/Askep_gagal_gingal_akut_GGA( di

copy pada tanggal 06 Oktober 2015

Page 22: GAGAL GINJAL KRONIK

Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses

Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan

Keperawatan

Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-

proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal

Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC

Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.:

Balai Penerbit FKUI

Page 23: GAGAL GINJAL KRONIK