gagal ginjal kronik

15
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gagal ginjal kronik 2.1.1 Definisi Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m², seperti pada tabel 2.1 berikut: Tabel 2.1 Batasan penyakit ginjal kronik 1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan: - Kelainan patologik - Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada pemeriksaan pencitraan 2. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m² selama > 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal (Sumber: Chonchol, 2005) Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium ditentukan oleh nilai laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus yang lebih rendah. Klasifikasi tersebut membagi penyakit ginjal kronik dalam lima stadium. Stadium 1 adalah kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal yang masih normal, stadium 2 kerusakan ginjal dengan penurunan fungsi ginjal yang ringan, stadium 3 kerusakan ginjal dengan penurunan yang sedang fungsi ginjal, stadium 4 kerusakan ginjal dengan penurunan berat fungsi ginjal, dan stadium 5 adalah gagal ginjal (Perazella, 2005). Hal ini dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut: Universitas Sumatera Utara

Upload: tiwi-qira

Post on 03-Jul-2015

634 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: gagal ginjal kronik

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gagal ginjal kronik

2.1.1 Definisi

Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari

3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti

proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik

ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m²,

seperti pada tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1 Batasan penyakit ginjal kronik

1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal,

dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:

- Kelainan patologik

- Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada

pemeriksaan pencitraan

2. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m² selama > 3 bulan dengan

atau tanpa kerusakan ginjal

(Sumber: Chonchol, 2005)

Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium ditentukan oleh

nilai laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai

laju filtrasi glomerulus yang lebih rendah. Klasifikasi tersebut membagi penyakit

ginjal kronik dalam lima stadium. Stadium 1 adalah kerusakan ginjal dengan

fungsi ginjal yang masih normal, stadium 2 kerusakan ginjal dengan penurunan

fungsi ginjal yang ringan, stadium 3 kerusakan ginjal dengan penurunan yang

sedang fungsi ginjal, stadium 4 kerusakan ginjal dengan penurunan berat fungsi

ginjal, dan stadium 5 adalah gagal ginjal (Perazella, 2005). Hal ini dapat dilihat

pada tabel 2.2 berikut:

Universitas Sumatera Utara

Page 2: gagal ginjal kronik

Tabel 2.2 Laju filtrasi glomerulus (LFG) dan stadium penyakit ginjal kronik

Stadium Deskripsi LFG (mL/menit/1.73

m²)

0 Risiko meningkat ≥ 90 dengan faktor

risiko

1 Kerusakan ginjal disertai LFG normal atau

meninggi

≥ 90

2 Penurunan ringan LFG 60-89

3 Penurunan moderat LFG 30-59

4 Penurunan berat LFG 15-29

5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis

(Sumber: Clarkson, 2005)

2.1.2 Etiologi

Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal

Registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak

sebagai berikut glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%)

dan ginjal polikistik (10%) (Roesli, 2008).

a. Glomerulonefritis

Istilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit ginjal yang

etiologinya tidak jelas, akan tetapi secara umum memberikan gambaran

histopatologi tertentu pada glomerulus (Markum, 1998). Berdasarkan sumber

terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan primer dan sekunder.

Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri

sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat

penyakit sistemik lain seperti diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik (LES),

mieloma multipel, atau amiloidosis (Prodjosudjadi, 2006).

Gambaran klinik glomerulonefritis mungkin tanpa keluhan dan ditemukan secara

kebetulan dari pemeriksaan urin rutin atau keluhan ringan atau keadaan darurat

medik yang harus memerlukan terapi pengganti ginjal seperti dialisis (Sukandar,

2006).

Universitas Sumatera Utara

Page 3: gagal ginjal kronik

b. Diabetes melitus

Menurut American Diabetes Association (2003) dalam Soegondo (2005)

diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja

insulin atau kedua-duanya.

Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini

dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan.

Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes melitus dapat timbul secara perlahan-lahan

sehingga pasien tidak menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang

menjadi lebih banyak, buang air kecil lebih sering ataupun berat badan yang

menurun. Gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan, sampai

kemudian orang tersebut pergi ke dokter dan diperiksa kadar glukosa darahnya

(Waspadji, 1996).

c. Hipertensi

Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastolik

≥ 90 mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi (Mansjoer, 2001).

Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu

hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya atau

idiopatik, dan hipertensi sekunder atau disebut juga hipertensi renal (Sidabutar,

1998).

d. Ginjal polikistik

Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau

material yang semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat

ditemukan kista-kista yang tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di

medula. Selain oleh karena kelainan genetik, kista dapat disebabkan oleh berbagai

keadaan atau penyakit. Jadi ginjal polikistik merupakan kelainan genetik yang

paling sering didapatkan. Nama lain yang lebih dahulu dipakai adalah penyakit

ginjal polikistik dewasa (adult polycystic kidney disease), oleh karena sebagian

besar baru bermanifestasi pada usia di atas 30 tahun. Ternyata kelainan ini dapat

ditemukan pada fetus, bayi dan anak kecil, sehingga istilah dominan autosomal

Universitas Sumatera Utara

Page 4: gagal ginjal kronik

lebih tepat dipakai daripada istilah penyakit ginjal polikistik dewasa (Suhardjono,

1998).

2.1.3 Faktor risiko

Faktor risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes

melitus atau hipertensi, obesitas atau perokok, berumur lebih dari 50 tahun, dan

individu dengan riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit ginjal

dalam keluarga (National Kidney Foundation, 2009).

2.1.4 Patofisiologi

Penurunan fungsi ginjal yang progresif tetap berlangsung terus meskipun

penyakit primernya telah diatasi atau telah terkontrol. Hal ini menunjukkan

adanya mekanisme adaptasi sekunder yang sangat berperan pada kerusakan yang

sedang berlangsung pada penyakit ginjal kronik. Bukti lain yang menguatkan

adanya mekanisme tersebut adalah adanya gambaran histologik ginjal yang sama

pada penyakit ginjal kronik yang disebabkan oleh penyakit primer apapun.

Perubahan dan adaptasi nefron yang tersisa setelah kerusakan ginjal yang awal

akan menyebabkan pembentukan jaringan ikat dan kerusakan nefron yang lebih

lanjut. Demikian seterusnya keadaan ini berlanjut menyerupai suatu siklus yang

berakhir dengan gagal ginjal terminal (Noer, 2006).

2.1.5 Gambaran klinik

Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia

sangat kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan

hemopoeisis, saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan

kelainan kardiovaskular (Sukandar, 2006).

a. Kelainan hemopoeisis

Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering

ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia yang terjadi sangat bervariasi

bila ureum darah lebih dari 100 mg% atau bersihan kreatinin kurang dari 25 ml

per menit.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: gagal ginjal kronik

b. Kelainan saluran cerna

Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien

gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dam

muntah masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh

flora usus sehingga terbentuk amonia. Amonia inilah yang menyebabkan iritasi

atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus. Keluhan-keluhan saluran cerna

ini akan segera mereda atau hilang setelah pembatasan diet protein dan

antibiotika.

c. Kelainan mata

Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil

pasien gagal ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari

mendapat pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis.

Kelainan saraf mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis dan pupil asimetris.

Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang

sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan atau deposit garam

kalsium pada conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan

hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien gagal

ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.

d. Kelainan kulit

Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan

diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan

segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan

bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan

dinamakan urea frost

e. Kelainan selaput serosa

Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering dijumpai

pada gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Kelainan selaput serosa

merupakan salah satu indikasi mutlak untuk segera dilakukan dialisis.

f. Kelainan neuropsikiatri

Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan

depresi sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Kelainan mental berat

Universitas Sumatera Utara

Page 6: gagal ginjal kronik

seperti konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga sering

dijumpai pada pasien GGK. Kelainan mental ringan atau berat ini sering dijumpai

pada pasien dengan atau tanpa hemodialisis, dan tergantung dari dasar

kepribadiannya (personalitas).

g. Kelainan kardiovaskular

Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik sangat

kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi

sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik terutama pada

stadium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal jantung.

2.1.6 Diagnosis

Pendekatan diagnosis gagal ginjal kronik (GGK) mempunyai sasaran

berikut:

a. Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG)

b. Mengejar etiologi GGK yang mungkin dapat dikoreksi

c. Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversible factors)

d. Menentukan strategi terapi rasional

e. Meramalkan prognosis

Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila dilakukan

pemeriksaan yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik

diagnosis dan pemeriksaan penunjang diagnosis rutin dan khusus (Sukandar,

2006).

a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang

berhubungan dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi GGK,

perjalanan penyakit termasuk semua faktor yang dapat memperburuk faal ginjal

(LFG). Gambaran klinik (keluhan subjektif dan objektif termasuk kelainan

laboratorium) mempunyai spektrum klinik luas dan melibatkan banyak organ dan

tergantung dari derajat penurunan faal ginjal.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: gagal ginjal kronik

b. Pemeriksaan laboratorium

Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu memastikan dan menentukan

derajat penurunan faal ginjal (LFG), identifikasi etiologi dan menentukan

perjalanan penyakit termasuk semua faktor pemburuk faal ginjal.

1) Pemeriksaan faal ginjal (LFG)

Pemeriksaan ureum, kreatinin serum dan asam urat serum sudah cukup

memadai sebagai uji saring untuk faal ginjal (LFG).

2) Etiologi gagal ginjal kronik (GGK)

Analisis urin rutin, mikrobiologi urin, kimia darah, elektrolit dan

imunodiagnosis.

3) Pemeriksaan laboratorium untuk perjalanan penyakit

Progresivitas penurunan faal ginjal, hemopoiesis, elektrolit, endoktrin, dan

pemeriksaan lain berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk faal ginjal

(LFG).

c. Pemeriksaan penunjang diagnosis

Pemeriksaan penunjang diagnosis harus selektif sesuai dengan tujuannya,

yaitu:

1) Diagnosis etiologi GGK

Beberapa pemeriksaan penunjang diagnosis, yaitu foto polos perut,

ultrasonografi (USG), nefrotomogram, pielografi retrograde, pielografi

antegrade dan Micturating Cysto Urography (MCU).

2) Diagnosis pemburuk faal ginjal

Pemeriksaan radiologi dan radionuklida (renogram) dan pemeriksaan

ultrasonografi (USG).

2.1.7 Pencegahan

Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulai

dilakukan pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya pencegahan

yang telah terbukti bermanfaat dalam mencegah penyakit ginjal dan

kardiovaskular, yaitu pengobatan hipertensi (makin rendah tekanan darah makin

Universitas Sumatera Utara

Page 8: gagal ginjal kronik

kecil risiko penurunan fungsi ginjal), pengendalian gula darah, lemak darah,

anemia, penghentian merokok, peningkatan aktivitas fisik dan pengendalian berat

badan (National Kidney Foundation, 2009).

2.1.8 Penatalaksanaan

a. Terapi konservatif

Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal

secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia,

memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan

dan elektrolit (Sukandar, 2006).

1) Peranan diet

Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau

mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan

terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen.

2) Kebutuhan jumlah kalori

Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat dengan

tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen,

memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi.

3) Kebutuhan cairan

Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah

diuresis mencapai 2 L per hari.

4) Kebutuhan elektrolit dan mineral

Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari

LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal disease).

b. Terapi simtomatik

1) Asidosis metabolik

Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium

(hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat

Universitas Sumatera Utara

Page 9: gagal ginjal kronik

diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera

diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.

2) Anemia

Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan

terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus

hati-hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak.

3) Keluhan gastrointestinal

Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering

dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama

(chief complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah

ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus

dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik.

4) Kelainan kulit

Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.

5) Kelainan neuromuskular

Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler

yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi.

6) Hipertensi

Pemberian obat-obatan anti hipertensi.

7) Kelainan sistem kardiovaskular

Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang

diderita.

c. Terapi pengganti ginjal

Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu

pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis,

dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).

1) Hemodialisis

Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik

azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada

pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG).

Universitas Sumatera Utara

Page 10: gagal ginjal kronik

Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif.

Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis,

ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang

tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan

Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi

elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah,

dan astenia berat (Sukandar, 2006).

Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang

telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan

ginjal buatan yang kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput

semipermiabel (hollow fibre kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup

baik dan panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala

yang ada adalah biaya yang mahal (Rahardjo, 2006).

2) Dialisis peritoneal (DP)

Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis

(CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik

CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun),

pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-

pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan

hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien

GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien

nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik,

yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan

sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal (Sukandar, 2006).

3) Transplantasi ginjal

Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).

Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:

a) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal

ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal

alamiah

b) Kualitas hidup normal kembali

Universitas Sumatera Utara

Page 11: gagal ginjal kronik

c) Masa hidup (survival rate) lebih lama

d) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat

imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan

e) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi

2.2 Perilaku

Dari aspek biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas

organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari segi

biologis semua makhluk hidup mulai dari binatang sampai dengan manusia,

mempunyai aktivitas masing-masing. Aktivitas manusia dikelompokkan menjadi

dua bagian. Yang pertama adalah aktivitas-aktivitas yang dapat diamati oleh orang

lain, seperti berjalan, bernyanyi, tertawa, dan sebagainya. Yang kedua adalah

aktivitas yang tidak dapat diamati orang lain (dari luar), seperti berpikir,

berfantasi, bersikap, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2005).

Skiner (1938) seorang ahli psikologi dalam Notoatmodjo (2005)

merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap

stimulus (rangsangan dari luar). Dengan demikian, perilaku manusia terjadi

melalui proses stimulus-organisme-respons (S-O-R). Berdasarkan teori “S-O-R”

tersebut, maka perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

a. Perilaku tertutup (covert behavior)

Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut masih belum

dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respons seseorang masih

terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap

terhadap stimulus yang bersangkutan. Bentuk “unobservable behavior” atau

“covert behavior” yang dapat diukur adalah pengetahuan dan sikap.

b. Perilaku terbuka (overt behavior)

Perilaku terbuka ini terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut sudah

berupa tindakan, atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau

“observable behavior”.

Universitas Sumatera Utara

Page 12: gagal ginjal kronik

2.2.1 Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan merupakan hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu

seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga,

dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai

menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian

dan persepsi terhadap objek. Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai

intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Pengetahuan yang dicakup dalam

domain kognitif mempunyai enam tingkat seperti dalam tabel 2.3 berikut :

Tabel 2.3 Tingkat pengetahuan dalam domain kognitif

Domain Definisi

Tahu Mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya

Memahami Kemampuan menjelaskan secara benar tentang obyek yang

diketahui dan dapat menginterpretasikan secara benar

Aplikasi Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari

pada situasi atau kondisi riil

Analisis Kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke

dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu

struktur organisasi tersebut

Sintesis Kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-

bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru

Evaluasi Kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian

terhadap suatu materi atau obyek

(Sumber: Notoatmodjo, 2005)

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-

pertanyaan secara langsung (wawancara) atau melalui pertanyaan-pertanyaan

tertulis atau angket (Notoatmodjo, 2005).

Universitas Sumatera Utara

Page 13: gagal ginjal kronik

2.2.2 Sikap (attitude)

Sikap merupakan suatu respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau

objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang

bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan

sebagainya). Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan, bahwa

sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan

pelaksanaan motif tertentu (Notoatmodjo, 2005).

Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2005), sikap mempunyai tiga

komponen pokok, yakni:

a. Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek. Artinya,

bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek.

b. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya bagaimana

penilaian (terkandung di dalamnya faktor emosi) orang tersebut terhadap

objek.

c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap adalah

merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap

adalah ancang-ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka (tindakan).

Ketiga komponen tersebut secara bersama-bersama membentuk sikap yang

utuh (total attitude). Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung ataupun

tidak langsung. Pengukuran sikap secara langsung dapat dilakukan dengan

mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang stimulus atau objek yang

bersangkutan. Pertanyaan secara langsung juga dapat dilakukan dengan cara

memberikan pendapat dengan menggunakan kata “setuju” atau “tidak setuju”

terhadap pernyataan-pernyataan terhadap objek tertentu (Notoatmodjo, 2005).

Dalam menentukan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan,

dan emosi memegang peranan penting. Sikap mempunyai tingkat-tingkat

berdasarkan intensitasnya seperti dalam tabel 2.4 berikut:

Universitas Sumatera Utara

Page 14: gagal ginjal kronik

Tabel 2.4 Tingkat sikap berdasarkan intensitasnya

Domain Definisi

Menerima Menerima stimulus yang diberikan (objek)

Menanggapi Memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan

atau objek yang dihadapi

Menghargai Memberikan nilai positif terhadap objek atau stimulus,

membahasnya dengan orang lain dan bahkan mengajak

atau mempengaruhi orang lain

Bertanggung jawab Bertanggung jawab terhadap apa yang telah diyakininya

(Sumber: Notoatmodjo, 2005)

2.2.3 Tindakan atau praktik (practice)

Tindakan merupakan lanjutan dari sikap, karena sikap belum tentu

terwujud dalam tindakan (Notoatmodjo, 2005). Sebab untuk terwujudnya tindakan

perlu faktor lain, yaitu antara lain fasilitas atau sarana dan prasarana. Praktik atau

tindakan ini dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan menurut kualitasnya, yaitu:

a. Praktik terpimpin (guided response)

Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih

tergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan.

b. Praktik secara mekanisme (mechanism)

Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu hal secara otomatis.

c. Adopsi (adoption)

Suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang. Artinya, apa saja yang

dilakukan tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan

modifikasi, atau tindakan atau perilaku yang berkualitas.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: gagal ginjal kronik

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam

penelitian ini adalah :

3.2 Definisi Operasional

a. Keluarga pasien hemodialisis adalah orang yang termasuk dalam keluarga luas,

yaitu mencakup semua orang yang berketurunan dengan umur 16 tahun ke atas

dari kakek nenek yang sama, termasuk keturunan masing-masing istri dan

suami yang menemani pasien hemodialisis selama menjalani hemodialisis di

Klinik Rasyida Medan.

b. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui responden mengenai GGK.

c. Sikap adalah tanggapan atau reaksi responden mengenai GGK.

d. Tindakan adalah segala sesuatu yang telah dilakukan responden sehubungan

dengan pengetahuan dan sikap tentang GGK.

Pengetahuan Mengenai GGK

Sikap Mengenai GGK

Tindakan Mengenai GGK

Keluarga Pasien Hemodialisis

Universitas Sumatera Utara