fts injeksi kcl paling baru.docx

61
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan jaman yang semakin berkembang setiap harinya membuat gaya hidup masyarakat pun berubah, masyarakat Indonesia sekarang cenderung sibuk bekerja dan tidak memperhatikan kesehatan tubuh sehingga menyebabkan tubuh kekurangan mineral yang dibutuhkan salah satunya adalah kalium. Kalium merupakan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh karena efektif untuk membuat sel, jaringan, dan seluruh organ dalam tubuh manusia bisa berfungsi dengan baik. Kekurangan kalium akan sangat berbahaya bagi kesehatan tubuh karena dengan berkurangnya kalium dalam darah dapat menyebabkab tubuh terjangkit penyakit Hipokalemia. Penyakit Hipolikemia adalah kondisi dimana tubuh kita gagal untuk mempertahankan jumlah kalium dalam darah. Efek buruk dari kurangnya kalium pada tubuh yang terjadi bisa ringan sampai parah. Seseorang yang menderita Hipokalemia ringan biasanya tidak menyebabkan gejala sama sekali sedangkan bagi penderita Hipokalemia berat yaitu kadar kalium kurang dari 3 mEq/L darah bisa menyebabkan kelemahan otot, kejang otot dan bahkan kelumpuhan, irama jantung menjadi tidak normal, terutama pada penderita penyakit jantung bahkan Hipokalemia dapat menyebabkan kematian.

Upload: dheea-juli

Post on 03-Feb-2016

79 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perubahan jaman yang semakin berkembang setiap harinya membuat gaya hidup masyarakat

pun berubah, masyarakat Indonesia sekarang cenderung sibuk bekerja dan tidak memperhatikan

kesehatan tubuh sehingga menyebabkan tubuh kekurangan mineral yang dibutuhkan salah

satunya adalah kalium. Kalium merupakan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh karena efektif

untuk membuat sel, jaringan, dan seluruh organ dalam tubuh manusia bisa berfungsi dengan

baik. Kekurangan kalium akan sangat berbahaya bagi kesehatan tubuh karena dengan

berkurangnya kalium dalam darah dapat menyebabkab tubuh terjangkit penyakit Hipokalemia.

Penyakit Hipolikemia adalah kondisi dimana tubuh kita gagal untuk mempertahankan jumlah

kalium dalam darah. Efek buruk dari kurangnya kalium pada tubuh yang terjadi bisa ringan

sampai parah. Seseorang yang menderita Hipokalemia ringan biasanya tidak menyebabkan

gejala sama sekali sedangkan bagi penderita Hipokalemia berat yaitu kadar kalium kurang dari 3

mEq/L darah bisa menyebabkan kelemahan otot, kejang otot dan bahkan kelumpuhan, irama

jantung menjadi tidak normal, terutama pada penderita penyakit jantung bahkan Hipokalemia

dapat menyebabkan kematian.

Kalium clorida adalah Senyawa yang berperan dalam sejumlah proses fisiologi yang

penting, seperti menjaga tonisitas intraseluler dan transportasi natrium ke dalam sel membran,

metabolisme seluler, transmisi impuls syaraf, kontraksi jantung, keseimbangan asam basa dan

menjaga fungsi normal ginjal. Kadar kalium pada manusia normal adalah 3.5 - 5 mEq/L.

Suplemen kalium digunakan untuk pencegahan atau pengobatan pada kekurangan kalium.

Injeksi atau obat suntik didefinisikan secara luas sebagai sediaan steril bebas dari patogen

yang dimaksudkan untuk diberikan secara parenteral. Kelebihan injeksi adalah obat-obat yang

rusak atau diinaktifkan dalam sistem saluran cerna atau tidak diabsorbsi dengan baik untuk

memberikan respon memuaskan dapat diberikan secara injeksi. Cara injeksi juga disukai bila

dibutuhkan absorbsi yang segera, seperti pada keadaan darurat.

1.1 Tujuan

1.1.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari pembuatan portofolio adalah mampu membuat sediaan injeksi dengan

baik dan benar sehingga mampu diaplikasikan dengan baik saat melakukan praktikum.

1.1.2 Tujuan Khusus

Tujuan Khusus dari pembuatan portipolio ini adalah sebagai berikut:

a. Mengetahui proses dan mampu melakukan pembuatan formulasi sediaan injeksi

dengan zat aktif Kalium clorida untuk mengatasi Penyakit Hipolikemia

b. Mengetahui proses dan mampu melakukan pembuatan praformulasi sediaan injeksi

dengan zat aktif Kalium clorida untuk mengatasi penyakit Hipolikemia

c. Mengetahui dan mampu melakukan evaluasi sediaan injeksi dengan zat aktif Kalium

clorida

1.2 Manfaat

Manfaat dari pembuatan portopolio ini adalah sebagai berikut:

a. Manfaat bagi Masyarakat

Manfaat untuk masayarakat adalah masyarakat memiliki alternative pilihan obat dalam

bentuk injeksi terutama untuk mengobati penyakit hipolikemia

b. Manfaat bagi Mahasiswa

Manfaat untuk mahasiswa adalah mahasiswa menambah kompetensi dalam pembuatan

sediaan injeksi

c. Manfaat bagi Institusi

Manfaat bagi institusi adalah institusi semakin dikenal oleh masyarakat karena memiliki

mahasiswa yang berkompeten pada bidangnya.

d. Manfaat bagi industri

Manfaat bagi industri adalah industri dapat mengembangkan dan memproduksi sediaan

injeksi untuk penyakit Hipolikemia.

BAB II

TINAJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Penyakit

2.1.1 Definisi Penyakit

Kalium adalah mineral paling penting dan mengandung ion bermuatan positif dalam sel-

sel tubuh. Kalium membantu dalam menjaga fungsi jantung, otak, ginjal, jaringan otot dan organ

tubuh lainnya agar selalu dalam kondisi sehat. Di dalam tubuh kalium akan mempunyai fungsi

dalam menjaga keseimbangan cairan elektrolit dan keseimbangan asam basa. Selain itu, bersama

dengan kalsium (Ca+) dan (Na+) kalium akan berperan dalam trasmisi saraf, pengaturan enzim

dan kontraksi otot. Hampir sama dengan natrium, kalium juga merupakan garam yang dapat

secara cepat di serap oleh tubuh. Setiap kelebihan kalium yang terdapat di dalam tubuh akan

dikeluarkan melalui urin serta keringat.

Hipokalemia ( Kadar kalium yang rendah dalam darah) adalah suatu kedaan dimana

konsentrasi kalium dalam darah kurang dari 3,5 mEq/L darah. Pada saat serangan, disertai

riwayat episode kelemahan sampai kelumpuhan otot skeletal. Hipokalemia dapat terjadi karena

adanya faktor pencetus tertentu, misalnya dengan makanan dengan karbohidrat yang tinggi,

istirahat sesudah latihan fisik, perjalanan jauh, pemberian obat,operasi, menstruasi, konsumsi

alkohol dan lain-lain. Kadar insulin juga dapat mempengaruhi kelainan ini pada banyak

penderita, karena insulin akan meningkatkan aliran kalium ke dalam sel, sehingga pada

pemeriksaan kalium darah terjadi hipokalemia.

2.1.2 Penyebab Penyakit

Hipokalemia merupakan kejadian yang sering dijumpai. Penyebab hipokalemia dapat

dibagi sebagai berikut :

1) Asupan kalium Kurang

Asupan kalium normal bekisar 40-120 mEq per hari. Hipokalimia akibat asupan kalium

kurang biasanya disertai oleh masalah lain misalnya pada pemberian diuretic atau

pemberian diet rendah kalori pada progam penurunan berat badan.

2) Pengeluaran kalium berlebihan

Penurunan kalium berlebihan terjadi melalui saluran cerna, ginjal atau keringat. Pada

saluran cerna bawah (diare, pemakaian pencahar) kaliaum keluar bersama bikarbonat

(asidosis metabolik). Pengeluaran kalium yang berlebihan melalui ginjal dapat terjadi

pada pemakaian deuretik. Pengeluaran kalium berlebihan melalui keringat dapat terjadi

bila dilakukan latihan berat pada lingkungan yang panas sehingga produksi keringat

mencapai 10 L.

3) Kalium masuk ke dalam sel

Kalium masuk ke dalam sel dapat terjadi pada alkalosis ekstrasel, pemberian

insulin,peningkatan aktivitas beta-andrenergik, paralis periodic hipokalemik, hipotermia.

Defisit ion kalium tergantung pada lamanya kontak dengan penyebab dan konsentrasi ion

kalium serum.

2.1.3 Gejala Penyakit

Tanda- tanda dan gejala yang terjadi pada hipokalemia yaitu :

1. Keletihan

Suatu kondisi pada tubuh manusia merasa lelah, biasanya hal ini disertai dngan perasaan

letih dan lemah.

2. Kelemahan otot

Kelainan di otot,tedon, tulang atau sendi tetapi yang paling sering menebabkan

kelemahan otot adalah kelainan pada system syaraf atau kekurangan kalium dalam

darah.

3. Mual dan muntah ini dikarenakan asam lambung naik sehingga mendorong keluar ke atas

menuju ke kerongkongan.

4. Ileus adalah kondisi medis yang ditandai dengan penyumbatan sebagian atau seluruhnya

pada usus, karena isi dari usus dapat melewati usus.

5. Parestesia adalah sensasi abnormal berupa kesemutan, tertusuk, atau terbakar pada kulit

umumnya dirasakan ditangan, kaki, lengan dan tungkai.

2.1.4 Akibat Penyakit

Akibat buruk dari kurangnya kalium dalam darah pada tubuh yang terjadi bisa ringan

sampai parah. Seseorang yang menderita kekurangan kalium mungkin tidak mengalami sesuatu

yang tidak biasa dengan fungsi berbagai organ tubuh pada mulanya. Sulit tidur dan lekas marah,

nyeri otot, kelemahan otot kram, hiponatremia yang disertai dengan kecemasan, gangguan

transmisi saraf yang berakibat mengalami kebingungan, kesemutan dan mati rasa di lengan dan

kaki

2.1.5 Penanganan Penyakit

Jika seseorang menderita diare atau kondisi lain yang menyebabkan hipokalemia, maka

dia harus dirawat sebelum masalahnya bertambahn parah, untuk menghentikan kehilangan

kalium berlebihan dari tubuhnya. Pada saat yang sama, dokter biasanya juga bisa meresepkan

obat untuk meningkatkan kadar kalium dalam tubuh. Pasien mungkin di minta untuk mempunyai

pola makan yang seimbang selama berhari-hari untuk memulihkan kesehatan fisik yang

berkaitan dengan tingkat kalium dan perannya dalam metabolisme. Larutan elektrolit yang

mengandung kalium tinggi akan membantu dalam mengembalikan kadar kalium normal.

2.2 Kajian Zat Aktif

2.2.1 Defenisi Zat Aktif

Kalium klorida adalah senyawa golongan mineral yang memiliki fungsi sebagai pengatur

keseimbangan asam-basa serta isotonis sel sehingga senyawa ini diperlukan dalam tubuh sebagai

pengisotonis. Senyawa ini berperan dalam sejumlah proses fisiologi yang penting, seperti

menjaga tonisitas intraseluler dan transportasi natrium ke dalam sel membran, metabolisme

seluler, transmisi impuls syaraf, kontraksi jantung, dan menjaga fungsi normal ginjal.

Sebagai zat aktif, kalium klorida memiliki beberapa sifat yang mudah disesuaikan dengan

pemilihan zat tambahan yang akan digunakan dalam pembuatan sediaan injeksi ini misalnya saja

kelarutan, kalium klorida mudah larut dalam air sehingga sediaan injeksi yang dibuat berbentuk

larutan.

2.2.2 Mekanisme Kalium Clorida

Kalium merupakan kation (positif) yang terpenting dalam cairan intraseluler dan sangat

esensial untuk mengatur keseimbangan asam-basa serta isotonis sel. Selain itu kalium juga

mengaktivasi banyak reaksi enzim dan proses fisiologi, seperti transmisi impuls di saraf dan otot,

kontraksi otot dan metabolisme karbohidrat. Clorida merupakan anion yang paling penting dalam

mempertahankan keseimbangan elektrolit. Mekanisme kerja KCl adalah sebagai pengganti dari

kadar kalium yang hilang dari tubuh akibat terjadinya hipolikemia.

2.2.3 Dosis Kalium Clorida

Dosis profilaksis: 2 dd 0,6-1 g KCl (tablet retard) p.c., pada hipokalemia dimulai dengan

2 g sampai gejalanya hilang, kemudian 2 dd 1 g.

2.2.4 Efek Samping Kalium Clorida

Efek samping yang di timbulkan kalium clorida adalah sebagai berikut :

a. Mual dan muntah, diare, dan pendarahan pada saluran pencernaan.

b. Overdosis KCl dapat menyebabkan hiperkalemia yaitu peningkatan kalium dalam darah

c. Terjadinya Hiperkalemia karena overdosis KCl menyebabkan terjadinya paresthesia yaitu

rasa kesemutan, tertusuk, atau terbakar pada kulit, blok konduksi jantung yaitu  kondisi di

mana impuls listrik tidak terjadi dalam mode normal dari atrium ke ventrikel, dan aritmia

yaitu gangguan irama jantung

d. Efek mematikan dari overdosis KCl telah mengakibatkan penggunaannya dalam suntik

mati. Penyuntikkan dosis yang berlebihan pada pasien, dapat menyebabkan jantung

berhenti berfungsi.

2.2.5 Interaksi Kalium Clorida

Interaksi obat dimaksudkan agar lebih baik untuk menghindarkan penggunaan secara

bersama kalium clorida dengan obat-obat lain karena kalium clorida akan mempengaruhi

beberapa obat sehingga efek toksisitas meningkat seperti obat-obat golongan ACE inhibitor,

golongan sikolosporin, dan obat yang mengandung kalium seperti garam kalium dari penisilin.

2.3 Tinjauan Sediaan

2.3.1 Defenisi Sediaan Injeksi

Injeksi adalah sediaan steril yang disuntikan dengan cara merobek jaringan kedalam kulit

atau melalui selaput lendir. Injeksi dapat merupakan larutan, emulasi, suspensi, atau serbuk steril

yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan. Injeksi atau obat

suntik juga didefinisikan secara luas sebagai sediaan steril bebas pirogen.

Produk sediaan steril yang banyak diproduksi di industri farmasi adalah dalam bentuk

larutan terbagi atas ampul dan bentuk serbuk padat siap untuk digunakan dengan

diencerkan terlebih dahulu dengan larutan pembawa yaitu vial. Sediaan parental, bisa

diberikan dengan berbagai rute seperti intra vena (i.v), subcutan (s.c), intradermal,

intramuskular (i.m), intra articular, dan intrathecal.

2.3.2 Sejarah Sediaan Injeksi

Injeksi telah digunakan pertama kalinya pada manusia sejak tahun 1660, meskipun

demikian perkembangan pertama injeksi baru berlangsung pada tahun 1852, khususnya pada saat

dikenalkannya ampul. Istilah parenteral berasal dari bahasa Yunani yaitu para yang berarti di

luar dan enteron yang berarti usus, di mana keduanya menunjukkan sesuatu yang diberikan di

luar dari usus dan tidak melalui system saluran pencernaan.

Obat yang diberikan dengan cara parenteral adalah sesuatu yang disuntikkan melalui

lubang jarum yang runcing ke dalam tubuh pada berbagai tempat dan dengan bermacam-macam

kedalaman. Pada umumnya pemberian dengan cara parenteral dilakukan bila diinginkan kerja

obat yang cepat seperti pada keadaan gawat, bila penderita tidak dapat diajak bekerja sama

dengan baik, tidak sadar, tidak dapat atau tidak tahan menerima pengobatan melalui mulut (oral)

atau bila obat itu sendiri tidak efektif dengan dengan cara pemberian lain.

2.3.3 Keuntungan dan Kerugian Sediaan Injeksi

2.3.3.1 Keuntungan Sediaan Injeksi

a. Bekerja cepat yakni langsung masuk ke aliran darah tanpa melalui proses abrobsi

seperti halnya obat-obat oral

b. Dapat digunakan untuk obat-obat yang rusak jika terkena cairan lambung atau tidak

diabsorbsi dengan baik oleh cairan lambung

c. Kemurnian dan takaran zat khasiat lebih terjamin

d. Dapat digunakan sebagai depo terapi

2.3.3.2 Kerugian Sediaan Injeksi

a. Karena bekerja cepat, jika terjad kekeliruan sukar dilakukan pencegahan

b. Cara pemberiannya lebih sukar, harus memakai tenaga khusus

c. Kemungkinan terjadi infeksi pada bekas suntikan

d. Secara ekonomis lebih mahal dibandingkan dengan sediaan yang digunakan peroral

2.3.4 Persyaratan Sediaan Injeksi

Menurut Farmakope Indonesia Edisi III syarat injeksi kecuali dinyatakan lain, syarat injeksi

meliputi :

a. Keseragaman bobot (harus memenuhi syarat)

b. Zat pembawa berair, umumnya digunakan air untuk injeksi yang telah memenuhi uji

bebas pirogen .

c. Larutan dapar, umumnya digunakan dapar fosfat, dapar borat atau larutan dapar lain

dengan kapasitas rendah.

d. Pengawet, untuk injeksi wadah dosis ganda dan injeksi yang dibuat secara aseptik,

untuk injeksi berair umumnya digunakan fenol 0,5% b/v, chresol 0,3% b/v, chlor

chresol 0,1% b/v, chlorbutanol 0,5% b/v dan fenil raksa (II) nitrat 0,001% b/v.

e. Wadah dan tutup, wadah dibuat dari kaca atau plastik yang tidak bereaksi dengan

obat. Tutup terbuat dari karet alam atau sintetis atau bahan lain yang cocok.

f. Memenuhi syarat keseragaman volume.

g. Pirogenitas, untuk sediaan lebih dari 10 ml, memenuhi syarat uji pirogenitas.

Menurut Ilmu Resep syarat-syarat injeksi meliputi :

a. Harus aman dipakai, tidak boleh menyebabkan iritasi jaringan atau efek toksik.

Pelarut dan bahan penolong harus dicoba terlebih dahulu pada hewan untuk

meyakinkan keamanan pemakaian bagi manusia.

b. Jika obat suntik berupa larutan, maka harus jernih, bebas dari partikel-partikel padat,

kecuali yang berbentuk suspensi.

c. Sedapat mungkin isohidris, yaitu mempunyai pH = 7,4, agar tidak terasa sakit dan

penyerapannya optimal.

d. Sedapat mungkin isotonis, yaitu mempunyai tekanan osmosis sama dengan tekanan

osmosis darah atau cairan tubuh, agar tidak terasa sakit dan tidak menimbulkan

hemolisis. Jika terpaksa dapat dibuat sedikit hipertonis, tetapi jangan hipotonis.

e. Harus steril, yaitu bebas dari mikroba hidup, baik yang patogen maupun yang

apatogen, baik dalam bentuk vegetatif maupun spora.

f. Harus bebas pirogen untuk larutan injeksi yang mempunyai volume 10 ml atau lebih

dari sekali penyuntikan.

g. Tidak boleh berwarna kecuali jika zat khasiatnya memang berwarna.

2.3.5 Penggolongan Sediaan Injeksi

2.3.5.1 Penggolongan Injeksi Berdasarkan Rute Pemberian

a. Injeksi Intrakutan (i.k/i.c) atau intradermal

Dimasukan kedalam kulit, digunakan untuk diagnosis. Volume yang disuntikan antara

0,1-0,2 ml, berupa larutan atau suspense dalam air.

b. Injeksi Subkutan (s.k/s.c) atau hipoderimik

Disuntikan ke dalam jaringan di bawah kulit, volume yang disuntikan tidak lebih dari 1

ml. umumnya larutan bersifat isotonis, pH netral, dan bersifat depo (absorbsinya lambat)

c. Injeksi intramuskular (i.m)

Disuntikan ke dalam atau di antara lapisan jaringan atau otot. Volume penyuntikan antara

4-20 ml, disuntikan perlahan-lahan untuk mencegah rasa sakit

d. Injeksi Intravena (i.v)

Disuntikan langsung kedalam pembuluh darah vena. Volume antara 1-10 ml.

e. Injeksi Intraarterium (i.a)

Di suntikan ke dalam pembuluh darah arteri/ perifer/ tepi, volume antara 1-10 ml, tidak

boleh mengandung bakterisida

f. Injeksi Intrakordal/Intrakardiak (i.kd)

Disuntikan langsung ke dalam otot jantung atau ventrikuler, tidak boleh mengandung

bakterisida, disuntikan hanya dalam keadaan gawat

g. Injeksi Intratekal (i.t), intraspinal. Intrasisternal (i.s), intradural (i.d), subaraknoid

Disuntikan langsung ke dalam sumsum tulang belakang di dasar otak (antara 3-4 atau 5-6

lumbar vertebrata) tempat terdapatnya cairan cerebrospinal

h. Intraartikular

Disuntikan ke dalam cairan sendi di dalam rongga sendi. Bentuknya suspense atau

larutan dalam air

i. Injeksi Subkonjungtiva

Disuntikan ke dalam selaput lender di bawah mata. Berupa suspense atau larutan, tidak

lebih dari 1 ml

j. Injeksi Intrabusa

Disuntikan ke dalam bursa subcromillis atau bursa olecranon dalam bentuk larutan

suspense dalam air

k. Injeksi Intraperitoneal (i.p)

Disuntikan langsung ke dalam rongga perut. Penyerapan berlangsung cepat, namun

berbahaya infeksi besar

l. Injeksi Peridual (p.d), ekstradural, epidural

Disuntikan ke dalam ruang epidural, terletak di atas durameter, lapisan penutup terlur dari

otak dan sumsum tulang belakang

2.3.5.2 Penggolongan Injeksi Berdasarkan Bentuk Sediaan

a. Injeksi Ampul

Ampul adalah wadah takaran tunggal, oleh karena total jumlah cairannya ditentukan

dalam satu kali pemakaian atau untuk satu kali injeksi. Menurut peraturan ampul

dibuat dari gelas tidak berwarna, akan tetapi untuk bahan obat peka cahaya dapat

dibuat dari bahan gelas berwarna coklat tua.

b. Injeksi Vial

Vial adalah salah satu bentuk sediaan steril yang umumnya digunakan pada dosis

ganda dan memiliki kapasitas atau volume 0,5-100 ml dimana digunakan untuk

mewadahi serbuk bahan obat.  Botol injeksi vial ditutup dengan sejenis logam yang

dapat dirobek atau ditembus  oleh jarum suntik untuk menghisap cairan injeksi.

2.3.6 Kekhususan Sediaan Injeksi

Pada pasien yang mengalami penurunan kadar kalium dalam darah maka digunakan

injeksi kalium clorida sebagai pengganti kadar kalium yang hilang, pemilihan sediaan injeksi di

rasa cocok diberikan untuk terapi Hipolikemia karena kalsium clorida diberikan secara IV (intra

vena) yaitu langsung di suntikan kedalam pembuluh darah vena. Selain itu, pemberian injeksi

kalium clorida harus secara hipertonis yaitu disuntikan secara perlahan-lahan hal ini di karenakan

pemberian secara cepat akan mengakibatkan cardiac arrest yaitu hilangnya fungsi jantung secara

mendadak atau penghentian sirkulasi normal dari darah akibat kegagalan jantung untuk

berkontraksi secara efektif, hal ini akan menyebabkan kematian mendadak pada pasien.

2.4 Studi Praformulasi dan Formulasi

2.4.1 Zat Aktif

Zat aktif adalah senyawa yang bekerja didalam tubuh dan yang diharapkan memberikan

efek terapetik atau efek lain yang diharapkan. yang diharapkan memberikan efek terapetik atau

efek lain yang diharapkan.. Pemilihan zat aktif dalam sediaan steril ini tidak boleh sembarangan

karena sediaan steril ini akan langsung masuk kedalam pembuluh darah dan didistribusikan

langsung keseluruh tubuh. Jika salah memilih zat aktif, tentu jika terjadi efek toksisitas akan

sulit untuk diatasi.

2.4.2 Zat Tambahan

Menurut FI ed IV, bahan tambahan untuk mempertinggi stabilitas dan efektivitas sediaan

injeksi harus memenuhi syarat antara lain tidak berbahaya dalam jumlah yang digunakan, tidak

mempengaruhi efek terapetik atau respon pada uji penetapan kadar. Tidak

boleh ditambahkan bahan pewarna, jika hanya mewarnai sediaan akhir. Pemilihan dan

penggunaan bahan tambahan harus hati-hati untuk injeksi yang diberikan lebih            dari 5 ml.

Kecuali dinyatakan lain berlaku sebagai berikut :

a. Zat yang mengandung raksa dan surfaktan kationik, tidak lebih dari 0,01 %

b. Golongan Klorbutanol, kreosol dan fenol  tidak lebih            dari 0,5 %

c. Belerang dioksida atau sejumlah setara dengan Kalium atau Natrium Sulfit,

bisulfit atau metabisulfit ,  tidak lebih dari         0,2 %

2.4.2.1 Pendapar

Pendapar adalah senyawa atau campuran senyawa yang digunakan untuk

mempertahankan pH. pH optimal untuk darah atau cairan tubuh adalah 7,4 dan disebut isohidris.

Karena tidak semua bahan obat stabil pada pH cairan tubuh sering injeksi dibuat di luar pH

cairan tubuh dan berdasarkan kestabilan bahan tersebut. Pengaturan pH larutan injeksi

diperlukan untuk :

a. Menjamin stabilitas obat, misalnya perubahan warna, efek terapi optimal obat,

menghindari kemungkinan terjadinya reaksi dari obat.

b. Mencegah terjadinya rangsangan atau rasa sakit waktu disuntikkan. Jika pH terlalu

tinggi yakni lebih dari 9 dapat menyebabkan nekrosis jaringan yakni jaringan menjadi

mati, sedangkan pH yang terlalu rendah yakni di bawah 3 menyebabkan rasa sakit jika

disuntikkan.

pH larutan injeksi dapat diatur dengan cara :

a. Penambahan zat tunggal , misalnya asam untuk alkaloida, basa untuk golongan sulfa.

b. Penambahan larutan dapar, misalnya dapar fosfat untuk injeksi, dapar borat untuk obat

tetes mata.

Dalam penambahan dapar pada larutan injeksi yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut.

a. Kecuali darah, cairan tubuh lainnya tidak mempunyai kapasitas dapar.

b. Pada umumnya larutan dapar menyebabkan larutan injeksi menjadi hipertonis.

c. Bahan obat akan diabsorpsi bila kapasitas dapar sudah hilang, maka sebaiknya obat

didapar pada pH yang tidak jauh dari isohidri. Jika kestabilan obat pada pH yang jauh

dari pH isohidris, sebaiknya obat tidak usah didapar, karena perlu waktu lama untuk

meniadakan kapasitas dapar.

2.4.2.2 Pengisotonis

Larutan injeksi dikatakan isotonis jika mempunyai tekanan osmotis sama dengan

tekanan osmotis cairan tubuh seperti darah, cairan lumbal, air mata dan mempunyai titik beku

sama dengan titik beku cairan tubuh, yaitu -0,520C. Jika larutan injeksi mempunyai tekanan

osmotis lebih besar dari tekanan cairan tubuh, disebut hipertonis, jika lebih kecil dari cairan

tubuh disebut hipotonis. Jika larutan injeksi yang hipertonis disuntikkan kedalam tubuh maka air

dalam sel akan ditarik keluar dari sel, sehingga sel akan mengkerut tetapi keadaan ini bersifat

sementara dan tidak akan menyebabkan rusaknya sel tersebut.

Jika larutan injeksi yang hipotonis disuntikkan kedalam tubuh maka air dari larutan

injeksi akan diserap dan masuk ke dalam sel, akibatnya sel akan mengembang dan menyebabkan

pecahnya sel itu dan keadaan ini  bersifat tetap. Pecahnya sel ini akan dibawa aliran darah dan

dapat menyumbat pembuluh darah yang kecil. Jadi sebaiknya larutan injeksi harus isotonis, kalau

terpaksa dapat sedikit hipertonis, tetapi jangan sampai hipotonis.

Untuk membuat larutan mendekati isotonis, dapat digunakan medium isotonis, umumnya

digunakan natrium-klorida 0,7-0,9% atau asam borat 1,5-1,9% steril. Tonisitas menggambarkan

tekanan osmose yang diberikan oleh suatu larutan (zat padat yang terlarut di dalamnya).

Pengaturan tonisitas adalah suatu upaya untuk mendapatkan larutan yang isotonis. Upaya

tersebut meliputi pengaturan formula sehingga formula yang semula hipotonis menjadi

isotonis,dan langkah kerja pengerjaan formula tersebut. Dalam pengaturan tonisitas dibagi

menjadi dua kelas yaitu sebagai berikut.

1. Metode Kelas satu

Dari formula yang ada (termasuk jumlah solvennya) dihitung tonisitasnya dengan

menentukan ΔTf – nya, atau kesetaraan dengan NaCl. Jika ΔT f-nya kurang dari 0,52O atau

kesetaraannya dengan NaCl kurang dari 0,9 %, dihitung banyaknya padatan NaCl, yang

harus ditambahkan supaya larutan menjadi isotonis. Cara pengerjaannya semua obat

ditimbang, ditambah NaCl padat, di tambah air sesuai formula. Metode kelas satu

meliputi metode kriskopik (penurunan titik beku), perhitungan dengan faktor disosiasi dan

metode ekuivalensi NaCl .

2. Metode Kelas Dua

Dari formula yang ada (selain solven) hitung volume larutannya yang memungkinkan

larutan menjadi isotonis. Jika volume ini lebih kecil dari pada volume dalam formula,

artinya larutan bersifat hipotonis. Kemudian hitunglah volume larutan isotonis, atau

larutan dapar isotonis, yang ditambahkan berupa larutan NaCl 0,9%, bukan padatan NaCl,

misalnya NaCl 0,9 % yang harus ditambahkan dalam formula tadi untuk mengganti posisi

solven selisih volume formula dan volume larutan isotonis. Metode kelas dua meliputi

metode White-Vincent dan metode Sprowls.

Tonisitas suatu cairan terhadap cairan tubuh dapat dihitung dengan menggunakan

beberapa cara yaitu : (Martin, 1990).

1. Penurunan Titik Beku

Penurunan titik beku suatu larutan bergantung pada jumlah bagian-bagian yang terlarut

dalam larutan. Untuk larutan encer penurunan titik beku kira-kira sebanding dengan

tekanan osmosa. Jadi penurunan titik beku larutan dapat digunakan untuk mengukur

kepekatan larutan, karena makin pekat larutan maka makin tinggi pula penurunan titik

bekunya. Penurunan titik beku yang dipakai untuk perhitungan isotonis, berdasarkan

anggapan bahwa larutan isotonis mempunyai titik beku yang sama dengan titik beku

cairan tubuh. Sedangkan penurunan titik beku darah adalah – 0,520C.

2. Faktor Disosiasi

Ada tiga faktor yang dipertimbangkan dalam perhitungan dengan cara ini, yaitu :

a. Persen zat dalam larutan, dinyatakan dalam berat/volume

b. Berat molekul zat-zat terlarut

c. Derajat disosiasi zat yang mendekati keadaan sebenarnya

3. Ekivalen NaCl

Ekivalen dari NaCl (E) adalah gram NaCl yang memberikan tekanan osmosa yang sama

dengan 1 gram dari sesuatu zat terlarut tertentu. Contohnya bila harga E untuk

amfetamina sulfat 0,20 artinya 1 gram amfetamina sulfat dalam larutan memberikan

tekanan osmosa yang sama dengan 0,20 gram NaCl. Tetapan E ini diturunkan oleh Wells

dari angka penurunan titk beku molal. Hal ini berdasarkan bahwa penurunan titik beku

molal sebanding dengan perbandingan penurunan titik beku zat terlarut dengan kadar

molal.

2.4.3 Zat pembawa atau pelarut

2.4.3.1 Zat pembawa berair

Umumnya digunakan air untuk injeksi. Air untuk injeksi (aqua pro

injection) dibuat dengan cara menyuling kembali air suling segar dengan alat kaca netral

atau wadah logam yang dilengkapi dengan labu percik. Hasil sulingan pertama dibuang,

sulingan selanjutnya ditampung dalam wadah yang cocok dan segera digunakan. Jika

dimaksudkan sebagai pelarut serbuk untuk injeksi, harus disterilkan dengan cara

Sterilisasi A atau C segera setelah diwadahkan. Air untuk injeksi bebas udara dibuat

dengan mendidihkan air untuk injeksi segar selama tidak kurang dari 10 menit sambil

mencegah hubungan dengan udara sesempurna mungkin, didinginkan dan segera

digunakan. Jika dimaksudkan sebagai pelarut serbuk untuk injeksi, harus disterilkan

dengan cara sterilisasi A, segera setelah diwadahkan.

2.4.3.2 Zat pembawa tidak berair

Umumnya pada zat pembawa tidak berair digunakan minyak untuk injeksi (olea

pro injection) misalnya Ol. Sesami, Ol. Olivarum, Ol. Arachidis.  Pembawa tidak berair

diperlukan apabila bahan obatnya sukar larut dalam air, bahan obatnya tidak stabil atau

terurai dalam air, dikehendaki efek depo terapi. Obat suntik dengan pembawa minyak,

tidak boleh disuntikkan secara i.v , hanya boleh secara i.m.

2.5 Praformulasi

Praformulasi adalah tahap awal dalam rangkaian proses pembuatan sediaan farmasi yang berpusat  pada

sifat-sifat fisika kimia zat aktif dimana dapat mempengaruhi penampilan obat dan

perkembangan suatu bentuk sediaan farmasi.

2.5.1 Persyaratan mutu

Persyaratan mutu yang harus dimiliki oleh bahan-bahan dalam sediaan steril tetes mata

adalah sebagai berikut:

a. Dapat diterima

Dapat diterima artinya memiliki estetika, penampilan, bentuk yang baik serta menarik

sehingga menciptakan rasa nyaman pada saat penggunaan.

b. Aman

Aman artinya sediaan yang kita buat harus ama secara fisiologis maupun psikologis,

dan dapat meminimalisir suatu efek samping sehingga tidak lebih toksik dari bahan

aktif yang belum diformulasi.

c. Efektif

Efektif artinya sebagai dalam jumlah kecil mempunyai efek yang optimal. Jumlah dosis

pemakaian sekali pakai selama sehari selama pengobatan harus mampu mencapai

reseptor dan memberikan efek yang dikehendaki. Sediaan yang efektif adalah sediaan

yang apabila digunakan menurut aturan pakai yang disarankan akan menghasilkan efek

farmakologi yang optimal untuk tiap-tiao bentuk sediaan dengan efek samping

minimal.

d. Stabilitas fisika

Stabilitas fisika meliputi sifat fisik sediaan seperti organoleptis dan kelarutan.

e. Stabilitas kimia

Stabilitas kimia meliputi sifat kimia sediaan, seperti pH dan sifat kimia bahan

tambahan yang akan memengaruhi perubahan warna pada sediaan.

f. Stabilitas mikrobiologi

Stabilitas mikrobiologi artinya tidak ditemukan pertumbuhan mikroorganisme selama

waktu edar, apalagi untuk sediaan steril ini.

g. Stabilitas farmakologi

Stabilitas farmakologi berarti selama penyimpanan dan pemakaian, efek terapeutiknya

harus tetap sama.

h. Stabilitas toksikologi

Stabilitas toksikologi berarti selama penyimpanan dan pemakaian tidak boleh ada

kenaikan toksisistas pada sediaan.

2.5.2 Karateristik Bahan Zat Aktif Obat

1. Kalium Clorida

Berat molekul : 74,55

Titik lebur : 790o C

Titik didih : 1500o C

Rumus molekul : KCl

Kelarutan : Larut dalam 3 bagian air, sangat mudah larut dalam air mendidih, praktis

tidak larut dalam etanol mutlak P dan eter P

Pemerian : Hablur bentuk memanjang prisma, atau kubus, tidak berwarna, atau

serbuk granul putih; tidak berbau; rasa garam; stabil diudara; larutan

bereaksi netral terhadap lakmus

Kadar : Mengandung tidak kurang dari 99,0 % dan tidak lebih dari 100,5 % KCl,

dihitug terhadap zat yang telah dikeringkan

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat dan tempat yang sejuk dan kering

2. Asam sitrat

Berat molekul : 19,2 (anihidrat) atau 210,1 (monohidrat)

Titik lebur :

Titik didih :

Rumus molekul :

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, mudah larut dalam etanol, agak sukar larut

dalam eter

Pemerian : Hablur bening, tidak berwarna atau serbuk granul sampai halus, putih,

tidak berbau atau praktis tidak berbau, rasa sangat asam. Bentuk hidrat

mekar dalam udara kering

Kadar : Asam sitrat mengandung tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari

setara 101,0% dari C6H8O7, dihitung dengan mengacu pada substansi

anhidrat

3. Natrium Fosfat

Kelarutan : Larut dalam 5 bagian air, sukar larut dalam etanol (95%) P

Pemerian : Hablur tidak berwarna; tidak berbau; rasa asin. Dalam udara kering

merapuh

Kadar : Natrium fosfat mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari

101,0% Na2HPO4, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan

Inkompatibilitas : Tidak kompatibel dengan alkaloid, antipyrine, chloral hydrate, timbal

fosfat, pirogalol, resorsinol dan kalsium glukonat, dan ciprofloxacin.

Kegunaan : Zat pendapar

4. Water For Injeksi (WFI)

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau

Inkompatibilitas : Dalam formulasi farmasi, air dapat bereaksi dengan obat-obatan dan

eksipien lain yang rentan terhadap hidrolisis (dekomposisi dalam adanya

air atau uap air) di ambien dan peningkatan suhu. Air dapat bereaksi

dengan logam alkali dan cepat dengan logam alkali dan oksida mereka,

seperti kalsium oksida dan magnesium oksida. Air juga bereaksi dengan

garam anhidrat untuk membentuk hidrat berbagai komposisi, dan dengan

organik tertentu bahan dan kalsium karbida.

Stabilitas : Stabilitas secara kimia delam bentuk fisika bagian dengan cairan uap; pH

sebesar 7.

2.6 Tinjauan Produksi

2.6.1 Definisi Produksi

Produksi adalah proses dan metode yang digunakan dalam transformasi yang nyata input

( bahan baku , setengah jadi barang , atau subassemblies ) dan tidak berwujud masukan

( ide ,informasi , tahu bagaimana ) menjadi barang atau jasa, merupakan suatu kegiatan yang

dikerjakan untuk menambah nilai guna suatu benda atau menciptakan benda baru sehingga lebih

bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan. Kegiatan menambah daya guna suatu benda tanpa

mengubah bentuknya dinamakan produksi jasa. Sedangkan kegiatan menambah daya guna suatu

benda dengan mengubah sifat dan bentuknya dinamakan produksi barang. Produksi bertujuan

untuk memenuhi kebutuhanmanusia untuk mencapai kemakmuran. Kemakmuran dapat tercapai

jika tersedia barang dan jasa dalam jumlah yang mencukupi.

2.6.2 Tujuan Produksi

Tujuan dilakukannya produksi adalah sebagai berikut:

a. Kebutuhan pasien

Adanya produksi sediaan farmasi tentu untuk menjawab kebutuhan masyarakat

mengenai obat-obatan. Tanpa adanya minat dan permintaan dari masyarakat, tentu

saja produksi sediaan farmasi tidak akan dilakukan

b. Aplikasi gagasan baru

Dengan adanya produksi diharapkan bahwa akan muncul pengaplikasian dari

gagasan-gagasan yang ada. Dengan dilakukannya produksi maka akan terlihat

pengaplikasiaan dari suatu formula dan akan menambah beraneka ragam alternative

pilihan masyarakat terhadap sediaan farmasi.

c. Upgrade sediaan

Dengan adanya produksi, tentu akan ada pengembangan-pengembangan baru

terhadap sediaan farmasi. Setiap diadakan produksi pasti juga akan dibarengi dengan

praformulasi baru atau membuat pembaharuan terhadap sediaan yang sudah ada.

d. Upgrade teknologi farmasi

Saat melakukan produksi tentu saja kita membutuhkan alat untuk mempermudah kita

melakukan proses produksi. Dengan adanya produksi, maka kita akan lebih tau

tentang perkembangan teknologi farmasi

e. Sarana evaluasi langsung

Sarana evaluasi langsung maksudnya, kita dapat langsung menguji atau mengevaluasi

sediaan kita. Dengan adanya produksi kita bisa langsung mengetahui bentuk jadi

sediaan kita, setelah proses produksi selesai kita bisa langsung mengevaluasi sediaan

yang kita buat secara real atau langsung, bukan hanya secara teori ataupun perkiraan.

Dengan demikian, jika kita melakukan kesalahan atau ada kekurangan pada sediaan

kita, bisa kita pahami letak kesalahannya dan bisa melakukan perbaikan di lain waktu.

2.6.3 Komponen Produksi

2.6.3.1 Ruang Produksi

Ruang produksi adalah suatu ruang yang dirancang dengan khusus sebagai tempat

dilaksanakan kegiatan produksi dimana di dalamnya mengakomodasi berbagai macam

kebutuhan produksi ( alat, bahan, personal, manajemen ) dengan spesifikasi khusus. Ruangan ini

di persiapkan untuk produksi obat steril sehingga harus mempunyai persyaratan khusus. Obat

atau bahan obat harus mempunyai kepastian bahwa obat tidak terkontaminasi (pure). Ruang

produksi untuk pembuatan sediaan farmasi memiliki beberapa karakteristik yaitu sebagai berikut:

1. Kontruksi bangunan tahan terencana

Maksudnya adalah sejak awal sudah ditentukan konsep awal untuk pembuatan

bangunan yang akan digunakan untuk pembuatan sediaan farmasi. Kontruksi untuk

bangunan ini harus bisa tahan gempa dan ditempatkan ditempat yang aman, sehingga

tidak akan mengganggu produksi. Jadi kontruksi bangunan harus di rencanakan sejak

awal secara matang dan juga terencana sehingga tidak akan mengganggu proses

produksi kelak.

2. Mendukung alur produksi one way

Maksud dari alur one way adalah ruang produksi harus memiliki alur produksi secara

berurutan tanpa ada pemutaran kembali sediaan ke tahap awal. Misalnya dalam ruang

produksi pencampuran bahan dilakukan dari sebelah barat ke sebelah timur ruangan,

ruangan harus memiliki tempat yang cukup mulai dari pencampuran bahan disebelah

barat kemudian berurutan hingga proses akhir produksi berada di paling timur ruangan.

3. Terdapat pengaturan suhu, cahaya, tekanan dan higienitas

Pengaturan suhu, cahaya, tekanan dan higienitas sangat penting untuk ruangan produksi.

Hal ini dikarenakan untuk menghindari tumbuhnya mikroorganisme dalam ruangan

tersebut. Selain itu juga ada sediaan yang dalam proses produksinya harus dalam suhu

dan tekanan tertentu. Jadi memang penting jika ruang produksi memiliki pengatur suhu,

cahaya, tekanan dan higienitas.

4. Ruang tidak bersudut

Ruang yang tidak bersudut akan lebih mudah dibersihkan sehingga tidak akan ada debu,

kotoran atau mikroorganisme yang akan bersarang disana. Dengan tidak adanya debu,

kotoran dan mikroorganisme maka proses produksi akan lebih higienis.

5. Berlapiskan epoksi

Pori-pori dinding adalah tempat yang biasanya terdapat banyak bakteri atu

mikroorganisme. Epoksi adalah sejenis cat yang digunakan untuk menutupi pori-pori

permukaan dinding. Dengan memberikan epoksi pada dinding, berarti tidak akan ada

pori-pori di lubang tembok dan tidak ada tempat lagi untuk bakteri atau

mikroorganisme.

6. Terdapat interlock door

Maksud dari interlock door adalah jika pintu masuk dibuka, maka pintu keluar akan

terkunci secara otomatis sehingga tidak bisa dibuka. Hal ini dilakukan agar sirkulasi

udara dalam ruangan dapat terjaga sehingga tidak mudah terkontaminasi oleh bakteri

yang terbawa dari luar.

2.6.3.1.1 Penggolongan Ruang Produksi

Menurut CPOB, ruangan steril dikategorikan ruang kelas I dan II atau sering di sebut

white area, yang harus memenuhi syarat jumlah partikel dan mikroba. Kelas I sebenarnya berada

dalam ruang kelas II, tetapi ruang kelas I memiliki alat (Laminar Air Flow), yaitu alat yang

menjamin ruangan dalam kondisi steril dan bisa dipakai untuk pembuatan secara aseptik.

a. Berdasarkan Kelas

1. Ruang kelas I

Biasanya ruangan diguna kan untuk pembuatan sediaan steril yang memiliki

tingkatan kelas tertinggi. Terdapat empat ruang filter yaitu prefilter, medium

filter, hipofilter dan LAF. Ruangan produksi steril harus memenuhi syarat

sebagai berikut :

1. Bebas mikroorganisme aktif

2. Untuk mendapatkannya, udara yang ada didalam ruangan di saring

dengan HEPA (High Efficiency Particulate Air) filter agar mendapatkan

udara bebas mikrorganisme dan partikel.

3. Ada batasan kontaminasi dengan partikel

4. Tekanan positif, yakni tekanan udara ddalam ruangan lebih besar

daripada udara diluar, sehingga udara didalam mengalir ke luar (udara

yang lebih kotor tidak dapat masuk ke dalam ruangan yang lebih bersih)

5. Minimal terbagi atas 3 area, yaitu area kotor (black area), intermediate

area (grey area), dan area bersih (white area)

2. Ruang kelas II

Biasanya ruangan digunakan untuk penyiapan peralatan yang akan digunakan di

ruang kelas I.

3. Ruang kelas III

Biasanya ruangan digunakan untuk pembuatan sediaan semi solid yang mudah

terkontaminasi dengan bakteri atau mikroorganisme.

4. Ruang kelas IV

Biasanya ruangan yang digunakan untuk pembuatan sediaan serbuk dan kapsul.

b. Berdasarkan Label Warna

1. Ruang kelas White

Ruangan kelas White biasanya diberikan untuk ruang kelas I.

2. Ruang Kelas Grey

Ruangan kelas Grey biasanya diberikan untuk ruang kelas II dan III.

3. Ruangan kelas Black

Ruangan kelas Black biasanya diberikan untuk ruang kelas IV.

c. Berdasarkan Nomer Area

1. Ruang kelas 100

Ruang kelas 100 diartikan bahwa hanya boleh ada 100 mikroorganisme non

patogen dan 10 mikroorganisme patogen dalam ruangan itu. Biasanya ruang

kelas 100 diberikan untuk ruang kelas I.

2. Ruang kelas 1.000

Ruang kelas 1.000 diartikan bahwa hanya boleh ada 1.000 mikroorganisme non

patogen dan 100 mikroorganisme patogen dalam ruangan itu. Biasanya ruang

kelas 1.000 diberikan untuk ruang kelas II.

3. Ruang kelas 10.000

Ruang kelas 10.000 diartikan bahwa hanya boleh ada 10.000 mikroorganisme

non patogen dan 1.000 mikroorganisme patogen dalam ruangan itu. Biasanya

ruangan kelas 10.000 diberikan untuk kelas III.

4. Ruang kelas 100.000

Ruang kelas 100.000 diartikan bahwa hanya ada boleh 10.000 mikroorganisme

non patogen dan lebih dari 100.000 mikroorganisme patogen dalam ruangan itu.

Biasanya ruangan kelas 100.000 diberikan untuk kelas IV.

2.6.3.1.2 Jenis ruangan

Pencampuran sediaan steril memerlukan ruangan khusus dan terkontrol. Ruangan ini

terdiri dari :

a. Ruang persiapan

Ruangan yang digunakan untuk administrasi dan penyiapan alat kesehatan dan bahan

obat (etiket, pelabelan, penghitungan dosis dan volume cairan).

b. Ruang cuci tangan dan ruang ganti pakaian

Sebelum masuk ke ruang antara, petugas harus mencuci tangan, ganti pakaian kerja

dan memakai alat pelindung diri (APD).

c. Ruang antara (Ante room)

Petugas yang akan masuk ke ruang steril melalui suatu ruang antara

d. Ruang steril (Clean room)

Ruangan steril harus memenuhi syarat sebagai berikut :

1. Jumlah partikel berukuran 0,5 mikron tidak lebih dari 350.000 partikel

2. Jumlah jasad renik tidak lebih dari 100 per meter kubik udara.

3. Suhu 18 – 22°C

4. Kelembaban 35 – 50%

5. Di lengkapi High Efficiency Particulate Air (HEPA) Filter 11

6. Tekanan udara di dalam ruang lebih positif dari pada tekanan udara di luar

ruangan.

7. Pass box adalah tempat masuk dan keluarnya alat kesehatan dan bahan obat

sebelum dan sesudah dilakukan pencampuran. Pass box ini terletak di antara

ruang persiapan dan ruang steril.

2.6.3.2 Alat Produksi

Alat produksi adalah seperangkat instrument yang digunakan untuk membuat, mengolah

ataupun memodifikasi suatu bahan awal menjadi sediaan ruahan maupun sediaan jadi dengan

fungsi dan standar tertentu. Alat produksi memiliki beberapa spesifikasi yaitu sebagai berikut:

a. Inert atau netral

Maksudnya dari inert dan netral adalah alat produksi yang digunakan tidak

memengaruhi sediaan. Misalnya alat produksi yang berasal dari plastik yang dapat

melepaskan zat-zat berbahaya penyusun plastik yang dapat bereaksi dengan sediaan

yang kita buat. Hal-hal seperti iniharus dihindari agar kualitas sediaan yang

diproduksi tetap terjaga dengan baik.

b. Fungsi tetap (stabil)

Alat denga fungsi tetap (stabil) adalah alat produksi yang walaupun digunakan

sampai 3 tahun tidak akan berubah atau berkurang dalam segi fungsi. Misalnya alat

pencetak tablet yang mampu mencetak 2000 tablet perhari, akan tetap mampu

mencetak 2000 tablet perhari dalam kurun waktu 3 tahun yang akan datang.

c. Mudah dalam pengoperasian

Tujuan utama dari penggunaan alat-alat produksi adalah memudahkan kita dalam

pembuatan suatu sediaan. Alat yang digunakan pun harus mudah dalam

pengoperasiaan karena bukan hanya satu atau dua orang yang akan

menggunakannya melainkan beberapa orang dengan kemampuan yang berbeda-

beda. Sehingga untuk pengoperasiaanya alat produksi diusahan semudah mungkin.

d. Terstandar dan terkalibrasi (menyertakan fungsi sesuai dengan bahan baku)

Alat produksi yang digunakan untuk memproduksi sediaan farmasi haruslah sesuai

dengan standar yang sudah ditentukan karena obat nantinya akan bereaksi dalam

tubuh. Jika dalam proses pembuatannya tidak menggunakan alat yang terstandar

maka akan menurunkan kualitas dari obat yang akan dihasilkan pula.

e. Maintenence (perawatan)

Alat produksi harus memiliki panduan perawatan karena perawatan adalah hal yang

sangat penting. Ketahanan suatu alat juga bergantung dari cara perawatan alat itu

sendiri, sehingga alat produksi pun harus dirawat dengan baik agar fungsinya tetap

terjaga.

2.6.3.3 Penggolongan Alat Produksi

Alat produksi juga memiliki macam-macam pengelompokan. Macam-macam alat

produksi yaitu sebagai berikut:

a. Alat produksi skala industri

1. Autoklaf skala industry

Autoklaf adalah alat pemanas tertutup yang digunakan untuk mensterilisasi

suatu benda menggunakan uap bersuhu dan bertekanan tinggi (1210C, 15 lbs)

selama kurang lebih 15 menit. Penurunan tekanan pada autoklaf tidak

dimaksudkan untuk membunuh mikroorganisme, melainkan meningkatkan suhu

dalam autoklaf. Suhu yang tinggi inilah yang akan membunuh mikro organisme.

2. Destilator WFI

Sistem operasional mesin ini mulai dari awal sampai akhir menggunakan

”closed circuit” untuk menghindari kontaminasi atau kontak dengan udara

sehingga memenuhi syarat GMP atau CPOTB. Alat laboratorium ini berfungsi

untuk membuat air yang murni (mendestilasi air mineral agar menjadi air yang

murni) melalui proses penguapan dan pengembunan.

3. WFI Strong Tank

Digunakan sebagai wadah untuk menampung hasil proses pembuatan WFI.

Biasanya penempatanWFI Strong tank berada pada suatu ruangan pengelolaan

air dan terlindung dari sinar matahari langsung.

4. Mixing tank

Alat pencapur cairan yang digunakan untuk sediaan steril dan pada bahan-bahan

yang memperlukan perlakuan khusus. Dengan mixing tank zat yang akan

dicamput terlindung dari kontaminan sebab berada di dalam wada yang tertutup

rapat.

5. pH meter. Bermacam-macam pH meter yang telah diproduksi oleh pabrik-

pabrik. Digunakan untuk mengukur tingkat keasaman dari suatu zat. Biasanya

sebelum digunakan dikalibarasi terlebih dahulu menggunakan larutan buffer.

b. Alat produksi skala laboratorium

1. Alat manual

Alat manual yang digunakan untuk memproduksi sediaan farmasi dalam

skala kecil misalnya adalah mortir. Namun alat manual jarang digunakan

dalam produksi sediaan farmasi dalam skala industri. Mungkin alat

manual hanya digunakan untuk melakukan uji-uji pada sediaan.

2. Alat ringan

Alat ringan yang digunakan untuk memroduksi sediaan farmasi dalam

skala kecil, misalnya labu ukur. Namun alat ringan jarang digunakan

dalam produksi sediaan farmasi dalam skala industri. Mungkin alat ringan

hanya digunakan untuk melakukan uji-uji pada sediaan.

3. Alat kaca

Alat yang terbuat dari kaca seperti tabung reaksi, pipet tetes, gelas arloji.

4. Alat logam

Alat yang terbuat dari logam seperti timbangan dan anak timbang.

5. Alat porselin

Alat yang terbuat dari poeselin misalnya adalah cawan porselin.

2.6.3.4 Personal Produksi

Personal produksi adalah praktisi produksi yang mengerjakan segala sesuatu yang

berhubungan dengan proses produksi baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan

tujuan akhir membuat suatu sediaan farmasi yang terstandar. Karena tanggung jawab seorang

praktisi, maka seorang praktisi harus memiliki persyaratan sebagai berikut:

a. Sehat jasmani dan rohani

Seorang praktisi haruslah sehat secara jasmani dan rohani, hal ini karena kebersihan

dan kehigienisan ruangan saja sangat dijaga, apalagi untuk personal yang akan

terjun langsung dalm pembuatan sediaan. Jika personal tidak memiliki kesehatan

jasmani maupun rohani itu justru akan membahayakan orang lain baik dalam

lingkup industri maupun masyarakat.

b. Lebih diutamakan pria

Untuk praktisi dibidang farmasi, lebih diutamakan pria karena mayoritas wanita

memakai berbagai macam kosmetik. Pemakaian kosmetik seperti bedak di wajah,

tentu saja akan memengaruhi kualitas obat karena bedak juga mengandung zat-zat

kimia yang mampu bereaksi dengan bahan yang digunakan untuk pembuatan obat.

Sehingga lebih di utamakan pria sebagai seorang praktisi personal produksi.

c. Kompeten (menguasai ilmu)

Karena proses produksi sangat menentukan hasil ari sediaan yang akan dihasilkan,

maka praktisi atau personal produksi pun harus berkompeten. Jika personal produksi

tidak memiliki kompetensi yang baik, tentu saja akan membahayakan masyarakat

dan juga akan menyebabkan banyak kerugian.

d. Menggunakan alat pelindung diri

Dalam proses produksi, tentu kita akan berhadapan dengan berbagai bahan-bahan

berbahaya dan terkena resiko kecelakaan kerja. Untuk mencegah terjadinya

kecelakaan kerja, tentu kita harus menggunakan alat pelindung diri sehingga resiko

untuk terkena bahan kimia atau kecelakaan kerja bisa dinetralisir.

e. Menguasai Grade Laboratori Practice (GLP), Grade Manufactoring Practice (GMP)

dan Grade Selling Practice (GSP)

Seorang personal produksi bukan hanya harus menguasai satu bidang, namun juga

semua bidang produksi. Untuk standar industri, minimal personal produksi memiliki

2 keterampilan yaitu GLP dan GMP. Hal ini difungsikan agar personal produksi

mampu mengkondisionalkan diri saat mereka berada di laboratorium maupun

mengawasi secara langsung proses produksi.

f. Memiliki sikap yang baik

Sikap merupakan hal yang tidak boleh disepelekan oleh setiap personal produksi.

Rasa tanggung jawab dan disiplin tinggi harus dimiliki oleh personal produksi. Hal

ini dikarenakan mereka memiliki tanggung jawab yang besar atas hasil dari

produksi.

2.6.3.5 Metode Produksi Injeksi

Metode produksi adalah serangkaian tahap dan alur kerja pembuatan sediaan mulai dari

bahan awal untuk diolah menjadi sediaan ruahan maupun sediaan jadi dengan mengacu pada

proses evaluasi setiap tahap produksi.

Metode produksi yang biasa digunakan dalam pembuatan sediaan injeksi adalah sebagai berikut:

1. Metode Steriliasasi uap

Metode steriliasasi uap adalah proses sterilisasi termal yang menggunakan uap jenuh di

bawah tekanan selama 15 menit pada suhu 121o. Kecuali di nyatakan lain, berlangsung di

suatu bejana yang disebut autoklaf, dan mungkin merupakan proses sterilisasi paling

banyak dilakukan.

2. Metode sterilisasi panas kering

Sterilisasi cara ini menggunakan suatu siklus ofen modern yang dilengkapi udara yang

dipanaskan dan disaring. Rentang suhu kas yang dapat diterima di dalam bejana

sterilisasi kosong adalah lebih kurang 15o, jika alat sterilisasi beroperasi pada suhu tidak

kurang dari 250o.

3. Metode sterilisasi gas

Bahan aktif yang digunakan adalah gas etilen oksida yang dinetralkan dengan inert, tapi

keburukan gas etilen oksida ini adalah sangat mudah terbakar, bersifat mutagenic,

kemungkinan meninggalkan residu toksik di dalam bahan yang di sterilkan, terutama

mengandung ion klorida. Pemilihan untuk menggunakan sterilisasi gas ini sebagai

alternative dari sterilisasi termal.

4. Metode sterilisasi dengan radiasi ion

Ada dua jenis radiasi ion yang digunakan yaitu disintegrasi radio aktif dari radio isotop

(radiasi gamma) dan radiasi berkas electron. Pada kedua jenis ini, dosis yang

menghasilkan derajat jaminan sterilisasi yang dperlukan harus ditetapkan sedemikian

rupa hingga dalam rentang satuan dosis minimum dan maksimum, sifat bahan di sterilkan

dapat diterima. Walaupun berdasarkan pengalaman dipilih dosis 2,5 megarad radiasi yang

diserap, tetapi dalam beberapa hal, diinginkan dapat diterima penggunaan dosis yang

lebih rendah untuk peralatan, bahan obat dan bentuk sediaan akhir.

5. Metode streilisasi dengan penyaringan

Sterilasasi larutan yang labil terhadap panas kering dilakukan dengan penyaringan

menggunakan bahan yang dapat menahan mikroba, hingga mikroba yang dikandungnya

dapat di pisahkan secara fisik. Perangkat penyaringan umumnya terdiri dari suatu metrix

berpori bertutup kedap atau dikaitkan dengan wadah yang tidak permable. Efektivitas

penyaringan media atau penyaringan substrat tergantung pada ukuran pori metrix, daya

adsorbs bakteri dari metrix dan mekanisme pengayakannya.

6. Metode sterilisasi dengan aseptic

Proses ini mencegah masuknya miroba hidup ke dalam komponen steril atau komponen

yang melewati proses antara yang mengakibatkan produk setengah jadi atau produk

ruahan atau komponennya bebas mikroba hidup.

2.7 Evaluasi Sediaan

Evaluasi adalah tahapan akhir produksi di mana menekankan pada kegiatan pemastian dan

pemeriksaan sediaan telah sesuai dengan spesifikasi mutu standar sediaan baik secara

nasional maupun internasional.

2.7.1 Tujuan Evaluasi

Tujuan dilakukannya evaluasi pada sediaan adalah sebagai berikut:

a. Pemastian mutu sediaan

Evaluasi bertujuan untuk memastikan mutu dari sediaan yang diproduksi, baik itu

dimulai dari pemilihan bahan sampai dengan hasil jadi sediaan tersebut. Dengan

melakukan evaluasi kita dapat mengetahui kualitas mutu dari sediaan yang kita buat.

Jika kita memiliki sediaan yang memiliki kualitas baik, maka kita kemungkinan

besar sediaan kita akan diterima dengan baik dipasaran.

b. Estimasi efek terapi bisa diketahui

Dengan melakukan evaluasi, biasanya ddengan melakukan evaluasi sediaan yang

sudah diprosuksi, kita akan mengetahui seberapa besar efek terapi yang akan

dihasilkan oleh sediaan kita terhadap tubuh pasien. Kita akan mengetahui bahwa

sediaan kita sudah memenuhi dosis yang tepat atau belum. Jika kita tidak melakukan

evaluasi terhadap sediaan, dikhawatirkan obat akan memberikan efek samping yang

berbahaya akibat ketidaktahuan akan efek terapi yang diberikan.

c. Dasar tindakan reformulasi

Dengan dilakukan evaluasi, kita akn mengetahui kekurangan-kekurangan sediaan

yang kita buat. Sehingga kita akan bisa melakuka reformulasi untuk memperbaiki

sediaan kita. Jika kita tidak melakukan evaluasi, kita tidak akan tahu letak kesalahan

kita dan kita tidak tahu solusi untuk memperbaiki sediaan kita.

d. Dasar pengembangan produk

Bukan hanya kekrangan yang akan kita ketahui saat melakukan evaluasi, kelebihan

dari suatu sediaan pun akan kita ketahui. Dengan mengetahui kelebihan dari sediaan

kita, misalnya saat pemilihan bahan, kita bisa mengaplikasikan kelebihan itu kepada

sediaan lainnya, sehingga kita dapat melakukan pengembangan produk farmasi

menjadi lebih baik lagi.

2.7.2 Evaluasi Sediaan Injeksi

2.7.2.1 Evaluasi Fisik

1. Penetapan pH

Bertujuan untuk menetapkan pH suatu sediaan larutan agar sesuai dengan monografi.

Nilai pH dalam darah normal 7,35 – 7,45

2. Penetapan Volume Injeksi dalam Wadah

Bertujuan untuk menetapkan volume injeksi yang dimaksudkan dalam wadah agar

volume injeksi yang digunakan sesuai dengan yang tertera pada penandaan.

3. Bahan Partikulat dalam Injeksi

Bertujuan untuk  larutan injeksi, termasuk larutan yang dikonstitusi dari zat padat steril

untuk penggunaan parenteral, harus bebas dari partikel yang dapat diamati pada

pemeriksan secara visual.

4. Uji Kebocoran

Bertujuan untuk  memeriksa keutuhan kemasan untuk menjaga sterilitas dan volume

serta kestabilan sediaan.

5. Uji Kejernihan dan Warna

Setiap larutan obat suntik harus jernih dan bebas dari kotoran sehingga diperlukan uji

kejernihan secara visual.

6. Kejernihan Larutan

Bertujuan untuk  sediaan injeksi yang berupa larutan harus jernih dan bebas dari

kotoran, maka perlu dilakukan uji kejernihan secara visual.

7.  Uji Keseragaman Sediaan

Ada 2 metode dalam menentukan keseragaman sediaan , yaitu keseragaman bobot dan

keseragaman kandungan.

a. Keseragaman bobot. Sediaan pada steril untuk parenteral : timbang secara

seksama 10 vial satu persatu, beri identitas tiap vial. Keluarkan isi dengan cara

yang sesuai. Timbang seksama tiap vial kosong, dan hitung bobot netto dari tiap

isi vial dengan cara mengurangkan bobot vial dari masing-masing bobot sediaan

(bobot vial yang ada isinya).

b. Keseragaman kandungan. Sediaan pada steril dalam dosis tunggal : Tetapkan

kadar 10 vial satu persatu, seperti pada penetapan kadar dalam masing-masing

monografi kecuali dinyatakan lain dalam uji keseragaman kandungan.

2.7.2.2 Evaluasi Biologi

1. Uji Efektivitas Pengawet Antimikroba

Bertujuan untuk menunjukkan efektifitas pengawet antimikroba yang ditambahkan

pada sediaan dosis ganda yang dibuat dengan dasar atau bahan pembawa air seperti

produk-produk parenteral, telinga, hidung, dan mata yang dicantumkan pada  etiket

produk yang bersangkutan.

2. Uji Kandungan Zat Antimikroba

Bertujuan  untuk menunjukkan bahwa zat yang tertera memang ada tetapi tidak lebih

dari 20% dari jumlah yang tertera pada etiket.

3. Uji Sterilitas

Bertujuan untuk  menetapkan apakah bahan farmakope yang harus steril memenuhi

persyaratan yang berhubungan dengan uji sterilisasi yang tertera pada masing-masing

monografi. 

4. Uji Pirogen

Bertujuan  untuk membatasi resiko reaksi demam pada tingkat yang dapat diterima

oleh pasien pada pemberian sediaan injeksi.

5. Penetapan Potensi Antimikroba (untuk zat aktif antibiotik)

Bertujuan  untuk mengetahui aktivitas (potensi) antibiotic

6. Uji Endokrin Bakteri

Bertujuan  untuk memperkirakan kadar endotoksin bakteri yang mungkin ada di dalam

atau pada bahan uji.

BAB III

METODOLOGI PENILITIAN

3.1 Rancangan Formula

3.2 Perhitungan

a. Perhitungan Isotonis Kcl

∆tf : Liso ( mBm

x1000

v ): 4,4 ( 0,1 gr

74,55x

100010 ml )

: 4,4 ( 100745,5 )

: 4,4 (0,13 )

: 0,57

b. Perhitungan Dapar Natrium Fosfat

Mol : mol x v

0,2 x0,0824

0,01648 mol

Gram N. Fosfat : mol x Mr

0,01648 x358,14

5,90 gr

Gr yang dibutuhkan : 10 ml

82,4 mlx5,90 gr

Kalium klorida 0,1

Natrium fosfat 0,7

Asam sitrat 0,2

Water For Injeksi ad 10 mL

: 0,6 gr

c. Perhitungan Dapar Asam sitrat

Mol : mol x v

0,1 x0,0176

0,00176 mol

Gram Asam sitrat : mol x Mr

0,00176 x 210,14

0,3698 gr

Gr yang dibutuhkan : 10 ml

17,6 mlx 0,3698 gr

: 0,2 gr

d. Perhitungan Bahan

Kcl : 0,1 gr x 10 ml = 1 gr

Asam sitrat : 0,2 gr x 10 ml = 2 gr

Natrium fosfat : 0,6 gr x 10 ml = 7 gr

Water For Injeksi : 10 ml - (1 gr + 2 gr + 6 gr)

: 10 ml – (9 gr)

: 1 ml

3.2 Perincian alat dan bahan

3.2.1 Alat yang digunakan

1. Autoklaf

2. Beaker glass 100 ml dan 200 ml

3. Corong kaca

4. Erlenmeyer 100 ml

5. Gelas ukur 10 ml dan 20 ml

6. Inkubator

7. Kaca

8. Laminar Air Flow

9. Oven

10. Pengaduk kaca

11. Pinset

12. Pipet tetes

13. Spuit

14. Sudip

15. Tabung reaksi

16. Ampul digunakan sebagai wadah injeksi

3.2.2 Bahan yang digunakan

3.2.2.1 Zat aktif

Kalium klorida adalah senyawa golongan mineral yang memiliki fungsi sebagai pengatur

keseimbangan asam-basa serta isotonis sel sehingga senyawa ini diperlukan dalam tubuh sebagai

pengisotonis. Sebagai zat aktif, Kalium klorida memiliki beberapa sifat yang mudah disesuaikan

dengan pemilihan zat tambahan yang akan digunakan dalam pembuatan sediaan injeksi ini

misalnya saja kelarutan, Kalium klorida mudah larut dalam air sehingga sediaan injeksi yang

dibuat berbentuk larutan.

3.2.2.2 Zat Tambahan

a. Zat Pendapar

Asam sitrat dan natrium fosfat digunakan sebagai pendapar karena berfungsi untuk

menstabilkan pH yang diinginkan selain itu larutan pendapar dapat mengurangi rasa

nyeri yang ditimbulkan pada saat penyuntikan injeksi. Larutan pendapar yang

digunakan adalah kombinasi antara asam sitrat dengan natrium fosfat dengan pH dapar

adalah pH 7,0 pH ini dipilih karena masih didalam rentang pH stabil dan nilai pH yang

mendekati pH dalam darah.

b. Zat Pembawa atau pelarut

Water for Injeksi digunakan sebagai zat pembawa atau pelarut karena WFI tidak

mengiritasi, tidak toksis terhadap tubuh dalam jumlah yang diberikan, tidak

menimbulkan efek farmakologis dan tidak mempengaruhi aktivitas obat.

3.3 Prosedur Pembuatan

RUANG PROSEDUR

Grade C (Grey

Area)

Sterilisasi Alat

Alat-alat yang digunakan dibungkus menggunakan alumunium

foil/kertas perkamen. Alat disterilisasikan menggunakan autoclave

atau oven sesuai kompatibilitasnya. Bahan berupa plastik atau karet

disterilkan dengan merendamnya dalam alkohol selama 24 jam.

Grade C (Grey

Area)

Penimbangan Bahan

Seluruh bahan yang akan digunakan meliputi:

Kalium klorida sebanyak 1 gr

Asam sitrat sebanyak 2 gr

Natrium fosfat sebanyak 7 gr

WFI ad 10 ml Simpan bahan-bahan diatas kaca arloji dan

gelas ukur (untuk WFI) yang telah diberi label.

Grade A

background C

Pencampuran Bahan

1. Siapkan alat dan bahan yang telah ditentukan.

2. Meja kerja dan sarung tangan dibersihkan terlebih dahulu

dengan alkohol 70%

3. Kalium klorida sebanyak 1 gr dilarutkan dalam WFI

sebanyak kurang lebih 1 ml dalam beaker glass 50 ml. Kaca

arloji bekas tempat penyimpanan kalium klorida dibilas WFI

sebanyak 2 kali dan dimasukkan ke dalam beaker glass yang

sama.

4. Dapar natrium fosfat sebanyak 7 gr dilarutkan dalam WFI

sebanyak kurang lebih 1 ml dalam beaker glass 50 ml.

5. Dapar Asam sitrat sebanyak 2 gr dilarutkan dalam WFI

sebanyak kurang lebih 1 ml dalam beaker glass 50 ml.

6. Ketiga larutan tersebut dicampurkan dalam beaker glass 100

ml (yang telah dikalibrasi 150 mL). Masing-masing gelas

kimia bekas larutan dibilas dengan WFI sebanyak 2 kali dan

dimasukkan kedalam gelas kimia yang sama.

7. Ukur pH larutan campuran dengan pH indikator, kemudian

samakan pH dengan pH target. Apabila pH larutan terlalu

asam, tambahkan dengan NaOH; jika terlalu basa tambahkan

HCl.

8. Tambahkan sisa WFI ad 10 ml.

Grade A

background B

Filtrasi dan Filling

1. Saring larutan menggunakan membran filtrasi ukuran 0,45

µm sebanyak 2 kali dan dengan membran filtrasi ukuran 0,22

µm sebanyak sekali untuk mengurangi bioburden pada

sediaan. (dispensasi untuk tidak dilakukan sterilisasi)

2. Masukkan larutan ke dalam ampul ad 10 ml menggunakan

syringe

3. Tutup ampul yang telah terisi larutan dengan panas api dari

bunsen gas.

4. Sterilkan dengan cara panas basah menggunkan autoclave

dengan suhu 121oC tekanan 15Psi selama 15 menit.

5. Sediaan yang telah steril dimasukkan kedalam pass box dan

akan menuju Grey Area.

Grade C (Grey

Area)

Pengemasan wadah sekunder dan evaluasi:

a. Menempel etiket

b. Pengemasan sekunder, memasukkan ke dalam dus yang sesuai

c. Lakukan evaluasi sediaan.

3.4 Prosedur Kerja Evaluasi

3.4.1 Uji Kejernihan

Pengujian dilakukan dengan mengamati sediaan secara visual diatas latar putih, jika perlu

disorot menggunakan senter syarat dari uji ini adalah seluruh sediaan yang dibuat harus jernih.

3.4.2 Uji Volume Terpindahkan

Pengujian dilakukan dengan memindahkan isi vial kedalam gelas ukur kemudian diukur

jumlah cairannya.

3.4.3 Uji Kebocoran

Pengujian dilakukan dengan meletakkan wadah sediaan secara terbalik di atas kertas dan

didiamkan selama kurang lebih 1 menit kemudian diperiksa apakah terjadi kebocoran yang

ditandai dengan adanya tetesan yang keluar dari wadah sediaan jika tidak keluar tetesan maka

sediaan dinyatakan lolos uji kebocoran.

3.4.4 Uji Partikulat

Pengujian dilakukan dengan mengamati ada tidaknya partikel dalam sediaan secara

visual. Sediaan yang di uji diletakkan diatas latar putih dan disorot dengan senter. Sediaan tidak

boleh mengandung partikulat lebih atau sama dengan 10 partikulat.

3.6.5 Penetapan pH

Pengujian dilakukan menggunakan pH indikator universal. Kertas pH dicelupkan

kedalam larutan selama 2 detik lalu dibandingkan dengan warna indikator pH.