esofagus baru.docx

59
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker adalah suatu pertumbuhan sel-sel abnormal yang cenderung menginvasi jaringan di sekitarnya dan menyebar ke tempat-tempat jauh. Kanker adalah penyakit yang mempengaruhi sel-sel, unit dasar kehidupan tubuh. Untuk mengerti segala tipe dari kanker, adalah berguna untuk mengetahuii tentang sel-sel normal dan apa yang terjadi ketika mereka menjadi bersifat kanker. (Anonim.Cancer) Penyakit kanker Esofagus yaitu suatu keganasan yang terjadi pada esofagus. Kanker ini pertama kali di deskripsikan pada abad ke-19 dan pada tahun 1913 reseksi pertama kali sukses dilakukan oleh Frank Torek, pada tahun1930-an, Oshawa di Jepang dan Marshall di America Serikat berhasil melakukan pembedahan pertama dengan metode transtoraks esofagotomi dengan rekonstruksi ( fisichella, 2009 ). Kanker esofagus adalah suatu keganasan yang terjadi pada esofagus. (Arif,2011). Kanker Esofagus mengakibatkan kira – kira 7% dari semua kematian akibat kanker di Amerika Serikat pada tahun 1991.

Upload: minny-leijab

Post on 13-Jan-2016

80 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: ESOFAGUS BARU.docx

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kanker adalah suatu pertumbuhan sel-sel abnormal yang cenderung

menginvasi jaringan di sekitarnya dan menyebar ke tempat-tempat jauh.

Kanker adalah penyakit yang mempengaruhi sel-sel, unit dasar kehidupan

tubuh. Untuk mengerti segala tipe dari kanker, adalah berguna untuk

mengetahuii tentang sel-sel normal dan apa yang terjadi ketika mereka

menjadi bersifat kanker. (Anonim.Cancer)

Penyakit kanker Esofagus yaitu suatu keganasan yang terjadi pada

esofagus. Kanker ini pertama kali di deskripsikan pada abad ke-19 dan pada

tahun 1913 reseksi pertama kali sukses dilakukan oleh Frank Torek, pada

tahun1930-an, Oshawa di Jepang dan Marshall di America Serikat berhasil

melakukan pembedahan pertama dengan metode transtoraks esofagotomi

dengan rekonstruksi ( fisichella, 2009 ).

Kanker esofagus adalah suatu keganasan yang terjadi pada esofagus.

(Arif,2011). Kanker Esofagus mengakibatkan kira – kira 7% dari semua

kematian akibat kanker di Amerika Serikat pada tahun 1991. Pria berusia

antara 50 sampai 70 tahun merupakan kelompok yang paling sering

terserang. Penyebabnya belum diketahui namun ada faktor predisposisinya

adalah banyak merokok, banyak minum alkohol secara berlebihan, dan

obstruksi esofagus.

Satu diantara 10 kanker tersering dan kanker ke-6 yang

menyebabkan kematian pada skala seluruh dunia adalah kanker esofagus.

Kanker ini merupakan keganasan ke - 3 pada gastrointestinal setelah kanker

gasterkolorektal dan kanker hepatoseluler.  Kanker esophagus menunjukkan

gambaran epidemiologi yang unik berbeda dengan keganasan lain. kanker

esophagus memiliki variasi angka kejadian secara geografis  berkisar dari 3

Page 2: ESOFAGUS BARU.docx

per 100.000 penduduk di Negara barat sampai 140 kejadian per 100.000

penduduk di asia tengah. Kanker esofagus adalah salah satu tumor dengan

tingkat keganasan tinggi, prognosisnya buruk, walaupun sudah dilakuakan

diagnosis dini dan penatalaksanaan. Kanker esophagus juga merupakan

salah satu kanker dengan tingkat kesembuhan terendah, dengan 5 year

survival  rata-rata kira-kira 10 %, survival rates ini terburuk setelah kanker

hepatobilier dan kanker pankreas (Alidina,2004). Berdasarkan hasil studi

kasus di RSUD. Prof. Dr. W. Z Johannes Kupang, angka kejadian Kanker

Esofagus khususnya di ruangan teratai tahun 2014 ada 5 orang penderita

kanker esofagus, dan pada bulan Januari sampai bilan Juli 2015 ada 1 orang

penderita Kanker Esofagus, diruangan Teratai RSUD. Prof. Dr. W. Z

Johannes Kupang.

Di Amerika Serikat, Karsinoma Esofagus terjadi dua kali lebih

sering pada pria juga pada wanita. Ini lebih sering terlihat pada orang

Afrika-amerika dari pada orang Kaukasia dan biasanya terjadi pada dekade

kelima kehidupan. Kanker esofagus mempunyai insiden cukup tinggi pada

belahan dunia lain, termasuk cina dan iran bagian utara. Iritasi kronis

dipertimbangkan berisiko tinggi menyebabkan kanker esofagus. Di amerika

serikat, kanker esofagus telah dihubungkan dengan salah cerna alkohol dan

penggunaan tembakau. Di belahan dunia lain, kanker esofagus telah

dihubungkan dengan penggunaan pipa opium, mencerna minuman panas

berlebihan, dan defisiensi nutrisi-khususnya kurang buah dan sayuran. Buah

dan sayuran dianggap dapat meningkatkan perbaikan jaringan yang

teriritasi. (Brunner& suddarth,1997).

Langkah untuk mengurangi risiko kanker esofagus seperti, Berhenti

merokok atau mengunyah tembakau, hindari meminum alkohol, makan

lebih banyak buah dan sayur, dan jaga berat badan sehat. Karena itu

pendidikan pasien dan keluarga dipandang sebagai komponen yang penting

dalam menangani penyakit Kanker Esofagus.

Page 3: ESOFAGUS BARU.docx

Sehingga dari masalah diatas maka penulis tertarik untuk

menyususun studi kasus tentang “Asuhan keperawatan pada NY. A. D

dengan Kanker Esofagus diruang perawatan Teratai RSUD. Prof. Dr. W. Z

Johannes Kupang”.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Agar meningkatkan pengetahuan penulis dalam melakukan asuhan

keperawatan pada pasien Kanker Esofagus melalui pendekatan proses

keperawatan.

2. Tujuan Khusus

a. Penulis mampu melakukan pengkajian, menganalisa data dan

menentukan masalah keperawatan yang muncul pada Kanker

Esofagus diruangan Teratai RSUD. Prof. Dr. W. Z Johannes

Kupang.

b. Penulis mampu merumuskan dan menegakkan diagnose

keperawatan pada pasien Kanker Esofagus Teratai RSUD. Prof. Dr.

W. Z Johannes Kupang.

c. Penulis mampu menetapkan rencana asuhan keperawatan pada

pasien Kanker Esofagus Teratai RSUD. Prof. Dr. W. Z Johannes

Kupang.

d. Penulis mampu melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan

rencana keperawatan yang telah ditentukan pada pasien dengan

Kanker Esofagus Teratai RSUD. Prof. Dr. W. Z Johannes Kupang.

e. Penulis mampu mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah

diberikan pada pasien Kanker Esofagus Teratai RSUD. Prof. Dr.

W. Z Johannes Kupang.

Page 4: ESOFAGUS BARU.docx

C. Metode Penulisan

Penulisan laporan studi kasus ini menggunakan metode deskriptif

melalui studi kasus yang dilakukan pada Ny.A.D di ruang Teratai RSUD

Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang yang dirawat dari tanggal 13 Juli 2015

sampai dengan 18 Juli 2015 dengan diagnosa medik Kanker Esofagus.

Pengumpulan data diperoleh dengan wawancara, observasi,

pemeriksaan fisik dan studi dokumentasi, kemudian data dianalisa dan

dibuat tulisan dalam bentuk narasi.

D. Sistimatika Penulisan

Sistematika penulisan studi kasus adalah Bab I Pendahuluan yang

terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, sistematika

penulisan. Bab II Tinjauan teoritis yang terdiri dari, anatomi fisiologi

esofagus, defenisi, etiologi, patofisiologi, stadium kanker esofagus,

manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan medik, dan

asuhan keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan,

intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi. Bab III

Tinjauan kasus yang terdiri dari, pengkajian, diagnose, perencanaan,

implementasi, evaluasi. Bab IV, pembahasan: Kesenjangan antara teori dan

praktek merujuk pada tujuan khusus, yang trdiri dari pngkajian, diagnisa

keperawatan, intervensi, implementasi, evaluasi . Bab V penutup yang

terdiri dari kesimpulan dan saran.

Page 5: ESOFAGUS BARU.docx

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP DASAR TEORI KANKER ESOFAGUS

1. Anatomi Dan Fisiologi Esofagus

Esofagus merupakan suatu organ silindris berongga dengan panjang

sekitar 25 cm dan garis tengah 2 cm. Terbntang dari hipofaring hingga kardia

lambung. Esofagus trltak posterior terhadap jantung dan trakea, anterior

terhadap vertebra, dan berjalan melalui lubang pada diafragma tepat anterior

terhadap aorta. Esofagus terutama berfungsi menghantarkan bahan yang

dimakan dari faring ke lambung. (Lorraine. M. Wilson, 1994)

Pada kedua ujung esofagus terdapat otot sfingter. Krikofaringe

mmbntuk sfingter esofagus bagian atas dan terdiri atas serabut – serabut otot

rangka. Dalam keadaan normal berada dalam keadaan tonik atau kontraksi

kecuali waktu menelan. Sfingter sofagus bagian bawah, walaupun secara

anatomis tidak nyata, bertindak sebagai sfingter dan berperan sebagai sawar

terhadap rfluks isis lambung ke dalam esofagus. Dalam keadaan normal

sfingter ini menutup, kecuali makanan masuk ke dalam lambung atau waktu

bertahak atau muntah.

Dinding esofagus seperti juga bagian lain dari saluran cerna, terdiri

atas empat lapisan, mukosa, submukosa, muskularis dan serosa (lapisan luar).

Lapisan mukosa dalam trbntuk dari epitelbrlapis gepng bertingkat yang

berlanjut ke faring di ujung atas, epitel lapisan ini mengalami perubahan

mendadak pada perbatasan esofags lambung(garis Z) dan menjadi epitel

selapis toraks. Mukosa esofagus dalam keadaan normal bersifat alkalidan

tidak tahan terhadap isi lambung yang sangat asam. Lapisan summukosa

mengandung sel-sel sekretoris yang menghasilkan mukus. Mukus

memprmudah jalannya makanan swaktu menelan dan melindungi mukosa

dari cedera akibat zat kimia. Lapisan otot luar tersususn longitudinal dan

Page 6: ESOFAGUS BARU.docx

lapisan dalam tersusun sirkular. Otot-otot pada 5% bagian atas esofagus

merupakan otot rangka, sedangkan otot pada separu bagian bawah merupakan

otot polos. Berbeda dengan saluran cerna lainnya, bagian luar esofagus tidak

memiliki lapisan serosa ataupun selaput peritoneum , melainkan lapisan lusr

terdiri atas jarinagn ikat jaringan yang menghubungkan esofagus dengan

struktur-struktur yang berdekatan. Tidak adanya serosa mengakibatkan

penyebaran sel-sel tumor lebih cepat (bila ada kanker esofagus) dan

kemungkinan bocor setelah operasi lebih besar.

Persyarafan utama esofagus dialakuka oleh serabur-serabut simpatis

dan parasimpatis dari sistem saraf otonom. Serabut-serabut parasimpatis

dibawah oleh nervus vagus yang dianggap merupakan saraf motorik sofagus.

Fungsi serabut simpatis kurang diketahui. Selain persyarafan ekstrinsik

tersebut, terdapat jala-jala serabur syaraf intramural intrinsik diantara lapisan

otot sirkular dan longitudinal, dan tampaknnya berperan untuk mengatur

peristaltik esofagus normal.

Distribusi darah esofagus mngikuti pola segmental. Bagian atas

disuplai olh cabang-cabang artria tiroidea infrior dan subklavia. Bagian

tertngah disuplai olh cabang-cabang segmental aorta dan artria bronkiales,

sedangkan bagian subdiafragmatika disuplai oleh arteria gastrika sinistra dan

frenika inferior.

Aliran darah vena juga mengikuti pola segmental. Vena-vena esofagus

daerah leher mengalirkan darah ke vena azigos hemiazigos dan dibawah

diafragma vena esofagea masuk ke dalam vena gastrika sinistra. Hubungan

antara vena porta dan vena sistemik memungkinkan pintas dari hati pada

kasus hipertensi portal. Aliran kolateral melalui vena-vena esofangea

menyebabkan pembentukan varises esofagus (vena varikosa esofagus). Vena-

vena yang melebar ini dapat pecah, menyebabkan pendarahan yang dapat

menyebabkan kematian. Komplikasi ini sering terjadi pada sirosis hati.

Page 7: ESOFAGUS BARU.docx

2. Defenisi

Kanker adalah suatu pertumbuhan sel-sel abnormal yang cenderung

menginvasi jaringan di sekitarnya dan menyebar ke tempat-tempat jauh.

Kanker adalah penyakit yang mempengaruhi sel-sel, unit dasar kehidupan

tubuh. Untuk mengerti segala tipe dari kanker, adalah berguna untuk

mengetahuii tentang sel-sel normal dan apa yang terjadi ketika mereka

menjadi bersifat kanker.

Kanker esofagus adalah suatu keganasan yang terjadi pada esofagus.

(Arif,2011).

Kanker esophagus adalah kanker yang mengacu pada setiap bagian di

sel jaringan kerongkongan, displasia terjadi dengan pembentukan penyakit

yang ganas, merupakan salah satu tumor ganas umum dari sistem pencernaan,

kemudian rentan terhadap penyalahgunaan sistemik dan proliferasi.

3. Etiologi

a. Penyebab Primer

Penyebab pasti kanker esofagus tidak diketahui, tetapi ada beberapa

factor yang dapat menjadi predisposisi yang diperkirakan berperan dalam

pathogenesis kanker. Predisposisi penyebab kanker esophagus biasanya

berhubungan dengan terpajannya mukosa esophagus dari agen berbahaya atau

stimulus toksik, yang kemudian menghasilkan terbentuknya dysplasia yang

bisa menjadi karsinoma.

Beberapa factor juga dapat memberikan kontribusi terbentuknya karsinoma

sel skuamosa, seperti berikut ini (Arif, 2011) :

1) Defisiensi vitamin dan mineral. Menurut beberapa studi, kekurangan

riboflavin padaras china memberikan kontribusi besar terbentuknya kanker

esophagus (Doyle C, 2006).

2) Pada factor merokok sigaret dan penggunaan alcohol secara kronik

merupakan factor penting yang berhubungan dengan meningkatnya risiko

kanker esophagus (Edmondso, 2008).

Page 8: ESOFAGUS BARU.docx

3) Infeksi papilloma virus pada manusia dan Helicobacter pylory disepakati

menjadi factor yang memberi konstribusi peningkatan risiko kanker

esophagus (Fisichella, 2009).

Penyakit refluks gastroesofageal menjadi factor predisposisi utama

terjadinya adenokarsinoma pada esophagus. Faktor iritasi dari bahan refluks

asam dan garam empedu didapatkan menjadi penyebab. Sekitar 10-15%

pasien yang dilakukan pemeriksaan endoskopik mengalami dysplasia yang

menuju kekondisi adenokarsinoma. Pasien dengan iritasi refluks

gastroesofageal sering berhungan dengan penyakit Barret esophagus yang

berisiko menjadi keganasan (Thornton, 2009).

b. Penyebab Sekunder

Penyebab kanker esofagus dapat terjadi karena metastase dari kanker

organ lain.

4. Patofisiologi

Biasanya pasien mengalami lesi ulserasi esofagus yng luas sebelum

gejala timbul. Malignasi, biasanya sel squamosa tipe epidermoid, menyebar

dibawah mukosa esofagus , atau dapat menyebar langsung kedalamnya,

melalui dan diatas lapisan otot ke limfatik. Pada tahap lanjut, obstruksi

esofagus terliat, dengan kemungkinan peforasi mediastinum dan erosi

pembuluh darah besar.

Bila gejala terjadi yang berhubungan dengan kanker esofagus

penyakit ini secara umum meluas. Gejala termasuik disfagia, pada awalnya

dengan makanan padat dan akhirnya dengan cairan; perasaan ada massa

ditenggorokan; nyeri saat menelan; nyeri substernal atau rasa penuh; dan

kemudian regurgutasi makanan yang tidak dicerna disertai bau nafas busuk

dan cegukan

Pasien pada awalnya hanya makanan padat yng menyebabkan distres,

tetapi dengan berkembangnya penyakit dan obsrtuksi cairan tidak adapat

masuk ke lambung. Regurgitasi makanan dan saliva terjadi hemoragi dapat

Page 9: ESOFAGUS BARU.docx

terjadi dan penurunan progresif berat badan dan kekuatan terjadi sebagai

akibat kelaparan. Gejala selanjutnya mencakup nyeri substernal, cegukan,

kesulitan berafas dan bau nafas busuk. (Brunner & Suddarth, Edisi 8)

5. Stadium Kanker Esofagus

Ada empat stadium kanker esophagus yaitu:

a) Stadium 0: kanker esophagus awal, kanker yang terjadi hanya sebatas di

bagian kerongkong tidak ada perubahan menjadi ganas pada jaringan

lain, juga tidak menyebar ke kelenjar getah bening.

b) Stadium 1: kanker telang menyerang ke bagian lain di bawah lapisan

epidermis, sel kanker muncul di lamina propria atau submukosa, tapi

tidak menganggu otot. Kanker tidak akan menyebar ke kelenjar getah

bening atau organ lain.

c) Stadium 2: dapat menyebar kelenjar getah bening tapi tidak ke organ

lain.

d) Stadium 3: kanker esophagus telah menyebar ke trakea yang berdekatan

dengan organ lain, tapi tidak mempengaruhi kelenjar getah bening yang

terkait, tidak ada metastasis yang jauh.

e) Stadium 4: kanker esophagus telah menyebar oleh darah ke organ lain

seperti hati, tulang, otak dan lain-lain.

6. Manifestasi Klinis

1) Tanda dan gejala awal kanker esofagus :

a) Awalnya tidak menimbulkan gejala

b) Disfagia (awalnya ringan dan intermiten; konstan di stadium lanjut)

dan berat badan menurun.

c) Nyeri, suara parau, batuk, dan obstruksi esofangeal (Williams &

Wilkins, 2008).

Page 10: ESOFAGUS BARU.docx

7. Pemeriksaan Penunjang.

Diagnostik dipastikan dengan esofagogastroduodenosopi (EGD)

dengan biopsi dan sikatan. Bronkoskopi biasanya dilakukan pada tumor

dengan sepertiga tengah dan atas esofagus, untuk menentukan apakah trakea

telah terkena dan untuk membantu dalam menentukan apakah lesi dapat

diangkat. Mediastenosskopi digunakan untuk menentukan apakah kanker

tellah menyebar ke nodus dan struktur mediastinal lain. Kanker esofagus

ujung bawah mungkin berhubungan dengan adenokarsinoma lambung yang

meluas ke atas esofagus. (Brunner & Suddarth, Edisi 8).

1. Endoskopi

cara ini banyak digunakan untuk melakukan pemeriksaan penyakit

pencernaan (kanker esofagus, kanker lambung, dll)

2. Pemeriksaan dengan USG

Untuk menentukan kedalaman lesi dalam inflirtasi kerongkongan; untuk

mengukur pembesaran kelenjar getah bening yang abnormal pada dinding

esophagus; penentuan lokasi lepsi pada dinding kerongkongan.

3. Pemeriksaan sinar-X

Dapat menentukan lesi, panjang dan suhu obstruksi, juga bisa menentukan

sel-sel kanker belum atau sudah menyerang bagian lain.

4. CT Scan

CT Scan dapat dengan jelas menunjukan hubungan antara esophagus

dengan mediastinum yang berdekatan, tetapi agak sulit mendeteksi dini

kanker esophagus.

5. Pemeriksaan sitologi esofagus

Pemeriksaan ini sederhana, dengan secara dini mengecek rasa sakit

Page 11: ESOFAGUS BARU.docx

8. Penanganan

Bila kanker tersebut ditemukan pada tahap awal, sasaran pengobaan

dapat diarahkan pada pengobatan; namun, kanker sering ditemukan pada

tahap akhir, yang membuat paliasi merupakan satu-satunya tujuan yang harus

diterima. Pengobatan dapat mencakup pembedahan

Standar penatalaksanaan bedah mencakup reseksi total esofagus

dengan pengangkata tumor dan margin luas bebas-tumor dan esofagus dan

nodus limfa area. Tumor esofagus torakal bawah lebih mungkin dilakukan

pembedahan daripada dilkalisasikan lebih tinggi pada esofagus, dan integritas

saluran GI dipertahankandengan menanam esofagus bawah ke dalam

lambung.

Reseksi bedah esofagus mempinyai angka mortalitas relatif

tingiakibat infeksi, komplikasi paru, dan kebocoran melalui anastomisis. Pada

pasca operasi pasien akan dipasang selanbg nasogastrik yang tidak boleh

dimanipulasi. Pasien dipertahankan puasa sampai pemeriksan sinar X

memastikan bahwa anastomisis aman dan tidak bocor.

Penggunaan terapi radiasi baik sendiri maupun ada hubunganya

dengan bedah praoperasi dan pasca operasi, mungkin merupkan pilihan

pengobatan. Pengunaan kemoterapi dikombinasi edngan radiasi atau

pembedahan juga sedang diteliti. Pengobatan paliatif mungkin perlu

mempertahankan sofagus tetap terbuka dan untuk membantu memberi nutrisi

dan mengontrol saliva. Paliasi dapat diselesaikan dengandilatasi esofagus ,

terapi laser, penempatan endoprotesis, radiasi dan kemoterapi. Karena metode

ideal pengobatan kanker esofagus belum ditemukan, setiap pasien diobati

dengan menggunakan rencana perawatan individual. (Brunner & Suddarth,

Edisi 8).

Page 12: ESOFAGUS BARU.docx

9. Penatalaksanaan medis

Adapun penatalaksanaan terhadap kanker esofagus(Brunner&

suddarth,1997):

1. Pengobatan

Apabila kanker esofagus ditemukan pada tahap awal, sasaran

pengobatan dapat diarahkan ke pengobatan.

2. Pembedahan

Standar penatalaksanan bedah mencakup reseksi total esofagus

(esofagektomi) dengan pengangkatan tumor plus marjin luas bebas

tumor dari esofagus dan nodus limfe di area.

3. Terapi Radiasi

Penggunaan terapi radiasi, baik sendiri atau didalam hubungannya

dengan bedah praoperasi atau pascaoperasi, mungkin merupakan

pilihan pengobatan.

4. Kemoterapi

Penggunaan kemoterapi dikombinasi dengan radiasi atau

pembedahan juga sedang diteliti.

5. Terapi Laser

Penggunaan dari sinar yang berintensitas tinggi untuk

menghancurkan sel-sel tumor. Terapi laser mempengaruhi sel-sel

hanya di area yang dirawat. Dokter mungkin menggunakan terapi

laser untuk menghancurkan jaringan yang bersifat kanker dan

membebaskan rintangan dalam kerongkongan ketika kanker tidak

dapat dikeluarkan dengan operasi. Pembebasan dari rintangan dapat

membantu mengurangi gejala-gejala, terutama persoalan-persoalan

menelan.

6. Photodynamic therapy (PDT)

Tipe dari terapi laser, melibatkan penggunaan dari obat-obat yang

diserap oleh sel-sel kanker; ketika dipaparkan pada sinar khusus,

obat-obat menjadi aktif dan menghancurkan sel-sel kanker. Dokter

Page 13: ESOFAGUS BARU.docx

mungkin menggunakan PDT untuk membebaskan gejala-gejala

dari kanker esophagus seperti sulit menelan.

Namun kanker sering ditemukan pada tahap akhir, yang membuat paliasi

merupakan sartu-satunya tujuan terapi yang dapat diterima.Pengobatan

dapat mencakup pembedahan, radiasi,kemoterapi, atau kombinasi

modalitas ini dan tergantung luasnya penyakit. (Brunner & Suddarth,

1997).

10. Pencegahan

Langkah untuk mengurangi risiko kanker esofagus seperti:

1) Berhenti merokok atau mengunyah tembakau.

2) Hindari meminum alkohol

3) Makan lebih banyak buah dan sayur

4) Jaga berat badan sehat

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1) Pengkajian

Riwayat kesehatan lengkap dapat menunjukan kemungkinan

gangguan esofagus. Perawat menanyakan tentang napsu makan pasien.

Apakah tetap sama, meningkat, atau menurun ? Adakah ketidaknyamanan

saat menelan ? Bila ada, apakah terjadi hanya pada makanan tertentu ?

Apakah berhubungan dengan nyeri ? Apakah perubahan posisi

mempengaruhi ketidaknyamanan ? Pasien ditanyakan untuk menggambarkan

pengalaman nyeri. Adakah yang memperberat nyeri ? Adakah gejala lain

yang terjadi secara reguler, seperti regurgitasi, regurgitasi nokturnal, eruktasi

(kembung), nyeri ulu hati, tekanan subternal, sensasi makanan menyangkut di

tenggorokan, perasaan penuh setelah makan makanan dalam jumlah sedikit,

mual, muntah, atau penurunan berat badan ? Apakah gejala meningkat

dengan emosi ? Bila pasien melaporkan adanya keluhan ini, perawat

Page 14: ESOFAGUS BARU.docx

menanyakan waktu kejadianya; hubungan dengan makanan, faktor

penghilang atau pemberat – seperti perubahan posisi, kembung, antasida atau

mual.

Riwayat ini juga mencakup pertanyaan tentang adanya faktor

penyebab masa lalu atau sekarang, seperti infeksi dan iritan kimia, mekanik

atau fisik; derajat penggunann alkohol dan tembakau; dan jumlah asupan

makanan setiap hari. Perawat menentukan apakah pasien tampak kurus dan

auskultasi dada pasien untuk menentukan adanya komplikasi pulmonal

(Brunner & Suddarth, 1997).

2) Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan pada data pengkajian, diagnosa keperawatan dapat mencakup hal

berikut :

1) Perubahan nutrisi, kutang dari kebutuhan tubuh, berhubungan dengan

kesulitan menelan.

2) Nyeri berhubungan dengan kesulitan menelan, mencerna agen abrasi,

tumor, atau episode fefluks lambung yang sering.

3) Kurang pengetahuan tentang gangguan esofagus studi diagnostik,

penatalaksanaan medis, intervensi bedah, rehabilitasi. (Brunner &

Suddarth, 1997).

3) Intervensi Keperawatan

1. Perubahan nutrisi, kutang dari kebutuhan tubuh, berhubungan dengan

kesulitan menelan.

Tujuan : Setelah 3 x 24 jam pada pasien nonoperasi dan setelah 4 x 24

jam pascabedah, intake nutrisi dapat optimal dilaksanakan.

Kriteria evaluasi :

a. Pasien dapat menunjukkan metode menelan makanan yang tepat.

b. Terjadi penurunan gejala refluk esofagus, meliputi : odinofigia

berkurang, pirosis berkurang, RR dalam batas normal 16-24

x/menit.

Page 15: ESOFAGUS BARU.docx

c. Berat badan pada hari ke-4 pascabedah meningkat 0,5 kg.

Intervensi Rasional

Intervensi :

  Anjurkan pasien makan dengan

perlahan dan mengunyah makanan

saksama.

  Evaluasi adanya alergi makanan dan

kontraindikasi makanan.

  Sajikan makanan dengan cara yang

menarik.

 Fasilitas pasien memperoleh diet

biasa yang disukai pasien (sesuai

indikasi

  Pantau intake dan output, anjurkan

untuk timbang berat badan secara

periodik(sekali seminggu).

  Lakukan dan ajarkan perawatan

mulut sebelum dan sesudah makan,

serta sebelum dan sesudah

Makanan dapat lewat dengan mudah

ke lambung.

Beberapa pasien mungkin mengalami

alergi terhadap beberapa komponen

makanan tertentu dan beberapa

penyakit lain, sperti diabetes milkitus,

hipertensi, gout, dan lainnya sehingga

memberikan manifestasi terhadap

persiapan komposisi makanan yang

akan diberikan.

Membantu merangsang nafsu makan.

Memperhitungkan keinginan individu

dapat memperbaiki intake nutrisi.

Berguna dalam mengukur keefektifan

nutrisi dan dukungan cairan.

Menurunkan rasa tidak enak karena

sisa makanan juga bau obat yang dapat

merangsang muntah.

Page 16: ESOFAGUS BARU.docx

intervensi/pemeriksaan peroral.

Intervensi pascabedah

  Kaji kondisi dan toleransi

gastrointestinal pasca-esofagektomi.

  Lakukan perawatan mulut.

  Masukkan 10-20 ml cairan sodium

klorida setiap sif jaga melalui selang

nasogastrik.

  Berikan nutrisi cair melalui selang

nasogastrik pada hari kedua atau

ketiga pascbedah atau pesanan dari

medis.

  Kolaborasi untuk pemeriksaan

Setelah esofagektomi pasien tidak

boleh mendapat asupan apapun dari

mulut dalam waktu 7 x 24 jam untuk

menghindari kebocoran pada

anastomosis atau formasi fistula.

Pasien akan memakai selang

nasogastrik yang terpasang pada alat

pengisap berkelanjutan dengan tekanan

rendah (low-level continous or

intermitten suction). Obat-obatan oral

akan dihancurkan dan dimasukkan

melalui selang nasogastrik dan tidak

boleh ditelan.

Intervensi untuk menurunkan risiko

infeksi oral.

Pembersian ini selain untuk menjaga

kepatenan selang nasogastrik juga

untuk memningkatkan penyembuhan

pada area pasca-esofagektomi.

Pemberian nutrisi cair dilakukan untuk

memenuhi intake nutrisi melalui

gastrointestinal.penentuan hari nharus

dikolaborasikan dengan tim medis

yang merawat pasien karena tim medis

mengetahui bagaimana kondisi jarinan

pada saat dilakukan intervensi

esofagektomi.

Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk

Page 17: ESOFAGUS BARU.docx

fluroskopi menelan setelah hari

ketujuh.

mendeteksi kemampuan jaringan

pascabedah.

2. Nyeri berhubungan dengan kesulitan menelan, mencerna agen abrasi,

tumor, atau episode fefluks lambung yang sering.

Tujuan : dalam waktu 4 x 24 jam pascabedah,nyeri berkurang atau

teradaptasi.

Kriteria evaluasi:

a. Secara subjektif pernyataan nyeri berkurang atau teradaptasi.

b. Skala nyeri 0-1 (0-4).

c. TTV dalam batas normal, wajah pasien rileks.

INTERVENSI RASIONAL

Jelaskan dan bantu pasien dengan

tindakan pereda nyeri

nonfarmakologi dan noninvasif.

Pendekatan dengan menggunakan

relaksasi dan nonfarmakologi lainnya

telah menunjukkan keefektifan dalam

mengurangi nyeri.

Lakukan manajemen nyeri

keperawatan, meliputi:

  kaji nyeri dengan pendekatan

PQRST ( lihat tabel 21)

   Istirahatkan pasien pada saat nyeri

muncul.

    Ajarkan teknik relaksasi pernafasan

Mengontrol nyeri, membantu

mengurangi nyeri

Pendekatan PQRST dapat secara

komprehensif menggali kondisi nyeri

pasien.

Istirahat secara fisiologis akan

menurunkan kebutuhan oksigen yang

diperlukan untuk memenuhi kebutuhan

metabolisme basal.

Meningkatkan intake oksigen sehingga

Page 18: ESOFAGUS BARU.docx

dalam pada saat nyeri muncul.

   Ajarkan teknik distraksi pada saat

nyeri.

akan menurunkan nyeri sekunder dari

iskemia intestinal.

Distraksi (pengalihan perhatian) dapat

menurunkan stimilus internal.

3. Kurang pengetahuan tentang gangguan esofagus studi diagnostik,

penatalaksanaan medis, intervensi bedah, rehabilitasi

Tujuan: Setelah dilakukan perawatan selama 1 x 8 jam maka masalah

defisit pengetahuan klien dapat diatasi.

Kriteria Hasil:

a. Perawat mampu memahamkan kepada pasien mengenai proses

penyakit

b. Perawat mampu memahamkan prosedur pengobatan terhadap

penyakitnya.

c. Pasien mampu menjelaskan kondisi penyakitnya, mengenali

kebutuhan medikasi, dan mengerti pengobatanya..

d. Pasien mampu menerapkan cara-cara hidup sehat dengan gaya

hidupnya.

e. Pasien dapat menyebutkan kembali tentang pengertian, penyebab,

tanda dan gejala.

Intervensi Rasional

Kaji tingkat pengetahuan pasien

berhubuangan dengan penyakit

spesifknya

Jelaskan tanda dan gejala yang

diderita pasien

Jelaskan etiologi penyakit pasien

untuk menentukan materi apa yang

cocok buat pasien

Pasien lebih waspada jika mengalami

hal-hal tersebut

Agar pasien bisa melakukan tindakan

dalam rangka pencegahan penyakitnya

Page 19: ESOFAGUS BARU.docx

Diskusikan tentang gaya hidup

agar tdak terjadi komplikasi pada

saat yang akan datang.

Banyak penyakit yang kammbuh atau

bertambh buruk dengan gaya hidup yang

salah.

4) Implementasi

Sasaran pada pasien dengan kanker esofagus yaitu asupan nutrisi

adekuat, nyeri berkurang, tidak ada tanda- tanda infeksi, tidak cemas, jalan

napas bersih.

5) Evaluasi

Hasil yang diharapkan:

1) Mencapai asupan nutrisi yang adekuat

a) Makan sering dan sering

b) Makan sedikit disertai dengan minum air

c) Mempertahankan berat badan yang diinginkan

2) Bebas dari nyeri atau mampu mengontrol nyeri dalam tingkat yang dapat

ditoleransi

a) Menghindari makan banyak dan makan pengiritasi

b) Menggunakan obat sesuai resep

c) Mempertahankan posisi duduk tegak setelah makan selama 1 sampai

4 jam

d) Menyatakan bahwa terdapat sedikit sendawa atau nyeri dada.

3) Meningkatkan tingkat pengetahuan tentang kondisi esofagus, pengobatan,

dan prognosis

a) Menyebutkan penyebab kondisi

b) Mendiskusikan rasional untuk penatalaksanaan bedah atau medikal

dan diet atau program obat – obatan

Page 20: ESOFAGUS BARU.docx

c) Menjelaskan program pengobatan

d) Mempraktikkan tindakan pencegahan sehingga cedera kecelakaan

dapat dihindari.

BAB III

Page 21: ESOFAGUS BARU.docx

TINJAUAN KASUS

Pada bab ini akan diuraikan tentang asuhan keperawatan pada Ny. A. D

dengan Kanker Esofagus di Ruang Teratai RSUD Prof. Dr. W. Z Johannes

Kupang, yang dilakukan pada tanggal 13 Juli 2015. Asuhan keperawatan ini

dilakukan dari pengkajian, diagnose keperawatan, intervensi keperawatan,

implementasi dan evaluasi.

A. Pengkajian

Pengkajian ini dilakukan pada Senin, 13 Juli 2015 di Ruang Teratai

RSUD Prof. Dr. W. Z Johannes Kupang, didapatkan data sebagai berikut

nama klien Ny. A.D, umur 58 tahun, agama Katolik, pekerjaan IRT,

pendidikan SD, alamat Walikota, klien masuk rumah sakit pada tanggal 9

Juli 2015 dengan diagnose medis Kanker Esofagus.

Riwayat sakit dan kesehatan, Keluhan utama: keluarga

mengatakan sejak 2 bulan yang lalu klien sudah tidak bisa menelan makan

dan minum, berat badan menurun, suara serak dan batuk sehingga klien

dibawah ke RSUD. Prof. Dr. W. Z Johannes Kupang. Riwayat keluhan:

Awalnya pada bulan maret dan april 2015 klien mulai mengeluh sulit

menelan makan dan minum, keluarga juga mengatakan berat badan klien

mnurun dari 70kg mnjadi 51 kg. Hingga pada bulan Juni 2015 klien sama

sekali tidak bisa menelan makan dan minum, klien akhirnya di bawah ke

RSUD. Prof. Dr. W. Z Johannes Kupang pada tanggal 6 Juni 2015 sampai

dengan tanggal 4 Juli 2015. Klien kemudian dipulangkan dan dirawat jalan.

Pada tanggal 9 Juli keluarga membawa klien kembali ke RSUD. Prof. Dr.

W. Z Johannes Kupang dan dirawat di ruangan Teratai dengan keluhan

tidak bisa menelan makan dan minum. Klien kemudian dianjurkan untuk

operasi pada area epigastrium. Keluhan saat ini: Tidak bisa menelan makan

dan minum, mual, nyeri pada area operasi, dengan skala nyeri 3 (1-5),

nyerinya timbul saat bergerak. Dalam keluarga tidak ada yang mengalami

penyakit seperti yang diderita klien ataupun penyakit keturunan.

Page 22: ESOFAGUS BARU.docx

Observasi dan Pemeriksaan Fisik

Observasi ; Keadaan umum pasien baik dengan kesadaran composmentis.

GCS : eye : 4, verbal : 5, motorik : 6, total : 15. Hasil pemeriksaan tanda-

tanda vital: TD 140/100mmHg, Nadi 82 x/menit, RR 26 x/menit dan suhu

36,5°C

Pengkajian pada body of system

Pernapasan (Brething/B1); System pernapasan terdiri dari system

pernapasan atas dan pernapasan bawah, pada saat pemeriksaan hidung,

fungsi pengideraan pada hidung normal, batuk (+) tidak ada sumbatan

massa atau polip pada hidung, pada trachea tidak ada tanda-tanda abnormal

seperti adanya iritasi, peradanagan dan kecepatan pernapasan normal, tidak

ada retraksi otot bantu pernapasan.

Kardiovaskuler (Blood/B2) ; CTR >3 detik, TD 140/100mmHg, Irama

jantung regular, tidak ada nyeri dada, acral hangat dan, tidak ada masalah

keperawatan.

Persyarafan dan Penginderaan (Brain/B3) ;Kesadaran Composmentis

dengan GCS : Eye 4, Verbal 5, Motorik 6, total 15. Pada pemeriksaan

sensori perifer raba/sentuhan normal, sensasi nyeri normal, sensasi suhu

normal. Pemeriksaan reflex, reflex normal :Bisep, Trisep, Radius, Patella

dan Achiles : positif, ferlex patologis : Babinski, Brudzinski, Kernig :

negative. Periksaan mata, pupil isokor, konjungtiva anemis, sclera putih.

Pemeriksaan pendengaran, pasien mampu mendengar dengan baik pada

telinga kirimaupun kanan, pasien mampu mengenal aroma alcohol yang

diberikan dengan menggunakan sampel kapas alcohol, pasien mampu

membedakan rasa manis dan pahit.

Perkemihan (Bladder/B4) ;Pasien buang air, secara spontan, dengan

frekuensi 1200 ml/24 jam berwarna seperti teh, bau amoniak.

Pencernaan (Bowel/B5) ; Pasien mengatakan sebelum sakit pola makan

pasien baik dengan frekuensi 3x/hari, setelah sakit dan masuk ke rumah

sakit, pasien sudah tidak bisa menelan makan dan minum, dan pasien

mendapat terapi cairan RL 500cc dengan kecepatan 28 tetes per menit. Pada

Page 23: ESOFAGUS BARU.docx

pemeriksaan mulut dan tenggorokan mukosa bibir kering, pada tenggorokan

ada kesulitan menelan. Pada pemeriksaan abdomen, pasien mengeluh nyeri,

PQRST, P: ada luka operasi, nyeri dirasakan jika bergerak, nyeri berkurang

jika istirahat. Q: nyerinya seperti tertusuk tusuk. R: di daerah epigastrium

karena luka operasi. S: skala yang dirasakan 3 (1-5). T: 15-30 detik,. Pasien

buang air besar tidak teratur dengan frekuensi 2-3 hari sekali dengan

konsistensi encer, warna kuning dan bau khas, pada inspeksi : tidak terdapat

pembesaran massa, pada auskultasi : peristaltic usus 8x/menit, pada palpasi

terdapat nyeri tekan pada abdomen. Dari pengkajian ditemukan masalah

nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang

inadekuat, masalh yang kedua gangguan rasa nyama nyeri berhubungan

dengan luka post operasi.

Musculoskeletal (Bone/B6) ; Pada saat melakukan pemeriksaan pada

musculoskeletal, kemampuan pergerakan sendi (ROM) bebas, tidak terjadi

parese maupun paralisis, kekuatan otot: kanan atas 5, kiri atas 5, kanan

bawah 5, kiri bawah 5, tonus otot normal, tidak ada udema di ekstremitas

bawah, tidak ada nyeri pada tulang belakang, warna kulit pucat, turgor kulit

sedang.

Sistem Endokrin ;Pada pemeriksaan pada sistem endokrin, tidak terjadi

pembesaran kelenjar tiroid, tidak terjadi hiperglekimia maupun

hipoglikemia.

Pola Aktivitas ; Pada saat melakukan pengkajian pada pola aktivitas, pasien

mengatakan sebelum sakit pola makan baik dengan frekuensi 3 kali sehari

jenis menu nasi, sayur, ikan daging, dan tahu, tidak ada yang menjadi

makanan yang tidak disukai ataupun pantangan atau alergi. Saat sakit,pasien

sudah tidak bisa menelan makanan. Sebelum sakit, frekuensi minum 7-8

gelas per hari dengan jenis minuman air putih, teh dan susu, tidak ada jenis

minuman yang menjadi pantangan atau alergi, pasien saat sakit pasien sudah

tidak bisa menelan air minum, tidak ada jenis minuman yang menjadi

pantangan atau alaergi. Sebelum sakit, pasien mengatakan mandi 2 kali

sehari, keramas 3 kali dalam seminggu, sikat gigi 2 kali sehari yaitu pada

Page 24: ESOFAGUS BARU.docx

pagi dan malam hari, dan memotong kuku setiap minggu. Saat sakit, hanya

dilap 2 hari sekali, keramas 1 kali perminggu, sikat gigi 1 kali sehari.

Sebelum sakit, keseharian sebagai ibu rumah tangga adalah mengurus

kebersihan rumah, pasien sering menghabiskan waktunya untuk berkumpul

bersama keluarga. Saat sakit, pasien tidak bisa beraktivitas pasien hanya

terbaring lemah. Sebelum sakit, pasien biasanay tidur malam pukul 22.00

dan bangun pagi yaitu pukul 06.00 pagi. Saat berada di rumah sakit pasien

dapat tidur dengan nyenyak lama tidur 8 jam/hari.

Psikososial ; Pasien dan keluarga pasien mengatakan bahwa hubungan

pasien dengan masyarakat sekitar baik dan ada dukungan penuh dari

keluarga pada saat pasien sakit ditandai dengan ada keluarga yang datang

untuk menjenguk pasien di rumah sakit. Reaksi pasien saat dilakukan

proses pengkajian kooperatif.

Spiritual ; Pasien mengatakan pasien mengatgakan mempercayai Allah

sebagai Tuhan dan mempercayai bahwa Allah adalah kekuatan dari

segalanya, pasien biasanya Sholat bersama keluarga meminta pertolongan

dari Tuhan demi kesembuhannya.

Hasil pemeriksaan penunjang tanggal 09 Juli 2015 Hb 12,2 g/dL,

jumlah eritrosit 6,52 10ᶺ6/uL, hematokrit 35,8%, jumlah leukosit 9,59

10ᶺ3/uL, limfosit 6,4 %,. Klien mendapatkan terapi medic ijeksi ranitidin 50

mg/iv 2x1 ampul, Cetorolaks 30 mg/iv 2x1 ampul, Ceftriaxon 1 gr/iv 2x1

ampul, cairan RL 28 tetes per menit, dan cairan aminofluid 28 tetes per

menit.

Dari pengkajian diatas, analisa data dan masalah yang ditemukan

antara lain, Data Subjektif: klien mengatakan tidak bisa menelan makan

dan minum, terasa mual, dan seluruh badan terasa lemas, Data Objektif:

kesadaran klien compos mentis, klien nampak lemah, pucat, mukosa bibir

kering, TTV Td 140/100 mmHg, Nadi 82x/menit, RR 26x/menit dan suhu

36,5°C, klien terpasang NGT, IVFD RL sehingga masalah yang ditemukan

gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dengan etiologi intake yang

inadekuat. Data Subjektif: klien mengatakan sakit pada luka operasi

Page 25: ESOFAGUS BARU.docx

tepatnya pada area lambung. Data Objektif: klien nampak meringis

kesakitan saat bergerak dengan skala nyeri 3 (1-5 ), TTV Td 140/100

mmHg, Nadi 82x/menit, RR 26x/menit dan suhu 36,5°C, klien terpasang

NGT, IVFD RL, sehingga masalah yang ditemukan gangguan rasa nyaman

nyeri dengan tiologi luka post operasi. Data Subjektif: klien mengatakan

sakit pada area operasi, tidak nyaman dan sulit untuk bergerak Data

Objektif: kesadaran compos mentis, klien nampak meringis kesakitan pada

area operasi saat bergerak, TTV Td 140/100 mmHg, Nadi 82x/menit, RR

26x/menit dan suhu 36,5°C, klien terpasang NGT, IVFD RL sehingga

masalah yang ditemukan resiko infeksi dengan etiologi luka post operasi.

Data Subjektif: klien mengatakan tubuhnya terasa lemas, dan untuk

aktifitas dan kebersihan dirinya dibantu seluruhnya oleh keluarga, Data

Objektif: klien terlihat lemah dan pucat, mukosa bibir kering, klien hanya

terbaring di tempat tidur, TTV Td 140/100 mmHg, Nadi 82x/menit, RR

26x/menit dan suhu 36,5°C, klien terpasang NGT, IVFD RL sehingga

masalah yang ditemukan intoleransi aktifitas dengan etiologi kelemahan

fisik.

B. Diagnosa

Diagnosa Keperawatan Pada tanggal 13 Juli 2015 ditegakkan 4

diagnosa keperawatan. Diagnose pertama Gangguan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang inadekuat. Diagnose

kedua Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan luka post oprasi.

Diagnose ketiga Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi.

Diagnose keempat Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan

fisik.

C. Intervensi Keperawatan

Page 26: ESOFAGUS BARU.docx

Diagnosa pertama Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan intake yang inadekuat. Goal: setelah dilakukan

tindakan keperawatan klien dapat mempertahankan nutrisi yang seimbang,

Objektif: dalam jangka waktu 3 x 24 jam kebutuhan nutrisi klien dapat

terpenuhi, dengan kriteria hasil: keadaan umum baik, tidak mengeluh mual

dan muntah, berat badan meningkat, TTV dalam batas normal TD 120-

140/80-90 mmHg, N: 75-80x/menit. Intervensi 1) monitor TTV, R/ untuk

mengetahui keadaan umum klien. 2) timbang dan catat berat badan klien

pada jam yang sama setiap hari, R/ untuk mendapatkan pembacaan yang

paling akurat. 3) berikan makanan yang terpilih melalui selang (sudah

dikonsultasikan ke ahli gizi), mulai dengan sejumlah kecil makanan dalam

konsentrasi yang diencerkan R/ untuk menurunkan diare dan meningkatkan

absorpsi. 4) Tinggikan bagian kepala tempat tidur pasien, R/ untuk

menurunkan resiko aspirasi. 5) lakukan perawatan mulut, R/ untuk

menurunkan resiko infeksi oral. 6) kaji dan catat bising usus klien, R/ untuk

memantau peningkatan dan penurunnya.

Diagnosa kedua Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan

luka post oprasi. Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan,

diharapkan klien mampu mngontrol nyeri, nyeri dapat berkurang. Goal:

dalam jangka waktu 2 x 24 jam perawatan nyeri dapat brkurang, dengan

kriteria hasil: nyeri dapat berkurang, klien nampak nyaman setelah nyeri

berkurang. Intervensi: 1) kaji karatristik nyeri pendekatan PQRST, R/

pendekatan PQRST dapat secara komprehensif menggali kondisi nyeri

pasien. 2) mengajarkan teknik relaksasi pernapasan dalam saat nyeri

muncul, R/ meningkatkan intake oksigen sehingga akan menurunkan nyeri

sekunder dari iskemia intestinal. 3) istirahatkan klien saat nyeri muncul, R/

istirahat secara fisiologis akan menurunkan kebutuhan oksigen yang

diperlukan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme basal. 4) kolaborasi

dalam pemberian analgetik.

Diagnose ketiga Resiko infeksi berhubungan dengan luka post

operasi. Tujuan: selama perawatan klien tidak menunjukan adanya tanda –

Page 27: ESOFAGUS BARU.docx

tanda infeksi. Goal: dalam jangka waktu 2 x 24 jam pasca bedah tidak ada

tanda – tanda infeksi, dengan kriteria hasil: tanda vital dalam batas normal.

Intervensi: 1) monitor tanda – tanda vital, R/ untuk memantau suhu yang

terus meningkat setelah pembedahan, dapat merupakan tanda infeksi luka,

2) bersihkan luka dan drainase dengan cairan antiseptik dengan cara

swabbling dari arah dalam keluar, R/ pembersihan debris (sisa fagositosis,

jaringan mati) dan kuman sekitar luka dengan cairan antiseptik dan dengan

arah dari dalam keluar dapat mencegah kontaminasi kuman ke jaringan

luka. 3) Tutup luka dengan kasa steril dan tutup dengan plester yang

menyeluruh menutupi kasa, R/ penutupan secara menyeluruh dapat

menghindari kontaminasi dari benda atau udara yang bersentuhan dengan

luka bedah. 4) kolaborasi pemberian antibiotik

Diagnose keempat Intoleransi aktifitas berhubungan dengan

kelemahan fisik. Tujuan selama dalam perawatan kebutuhan pasin dapat

terpenuhi. Goal: dalam jangka waktu 3x 24 jam klien dapat melakukan

aktifitas dengan mandiri, dengan kriteria hasil : klien dapat menunjukan rasa

nyaman, kebutuhan klien dapat terpenuhi. Intervensi 1) posisikan pasien

untuk mempertahankan sikap tubuh yang tepat, gunakan alat bantu sesuai

kebutuhan, R/ untuk mempertahankan fungsi sendi dan mencegah

deformitas muskuloskeletal. 2) balik dan atur posisi pasien minimal setiap 2

jam, R/ pembalikan posisi dapat membantu mencegah kerusakan kulit

dengan mengurangi penekanan. 3) bantu klien dalam melakuakan aktivitas

parawatan diri, R/ untuk menumbuhkan kemandirian dan meningkatkan

mobilitas. 4) berikan lingkungan yang tenang dan tirah baring bila

diindikasikan, R/ dengan lingkungan tenang dan tirah baring meningkatkan

istirahat dan menurunkan kebutuhan oksigen

D. Implementasi Keperawatan

Berdasarkan diagnose dan intervensi yang telah ditetapkan diatas,

maka untuk mengatasi masalah tersebut perlu dilakukan implementasi

Page 28: ESOFAGUS BARU.docx

keperawatan. Implementasi yang dilakukan pada tanggal 16 Juli – 18 Juli

2015 adalah:

Diagnose pertama, tanggal 16 juli 2015 Gangguan nutrisi kurang

dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang inadekuat pada jam

09.30 memonitor TTV: TD 150/90 mmHg, Nadi 89x/menit, RR 22x/menit,

suhu 38°C, bising usus: 8 x/menit, Acral hangat, klien terpasang, NGT, dan

IVFD RL) jam 12.00 memberikan injeksi ranitidine 50mg/iv, jam 14.00

melayani nutrisi parenteral 100 cc susu diabetasol dan air hangat 30 cc,

kepala agak ditinggikan .

Tanggal 17 Juli 2015, jam 10.00 melayani nutrisi parenteral 200 cc susu

diabetasol dengan air hangat 30 cc, jam 11.00 memonitor TTV

TD:140/90mmHg, n : 86x/menit, suhu : 37T c, RR : 18 x/menit, bising usus

11 x/menit.

Tanggal 18 Juli 2015 am 10.00 melayani nutrisi parenteral 200 cc susu

diabetasol dengan air hangat 30 cc. Jam 11.00 mengobservasi TTV, Td

140/90 mmHg, Nadi 86x/menit, RR 18x/menit dan suhu 36,5°C, jam 12.00

melayani injelsi ranitidine 50 mg/iv, Jam 14.00 melayani nutrisi parenteral

200 cc susu diabetasol dengan air hangat 30 cc.

Diagnosa kedua, tanggal 16 Juli 2015 Gangguan rasa nyaman nyeri

berhubungan dengan luka post oprasi 08.00 mengajarkan klien teknik

relaksasi (napas dalam), jam 09.00 merawat luka post operasi, jam 11.00

memonitor TTV: TD 150/90 mmHg, Nadi 89x/menit, RR 22x/menit, suhu

38°C, jam 12.00 pemberian injeksi ceterolaks 30mg/iv

Tanggal 17 juli 2015 pada jam 08.00 mengkaji skala nyeri, jam 09.00

merawat luka post operasi, jam 11.00 memonitor TTV td :140/90mmHg, n :

86x/menit, suhu : 37T c, RR : 18 x/menit, jam 12.00 pemberian injeksi

ceterolaks 30mg/iv.

Tanggal 18 Juli 2015, pada jam 09.00 merawat luka post operasi, jam 11.00

memonitor TTV td :140/90mmHg, n : 86x/menit, suhu : 37T c, RR : 18

x/menit, jam 12.00 pemberian injeksi ceterolaks 30mg/iv.

Page 29: ESOFAGUS BARU.docx

Diagnose ketiga, tanggal 16 Juli 2015 Resiko infeksi berhubungan

dengan luka post operasi jam jam pada 09.00 merawat luka post operasi,

jam 11.00 memonitor TTV, Td 140/90 mmHg, Nadi 86x/menit, RR

18x/menit dan suhu 36,5°C, jam 12.00 pemberian injeksi ceftriaxon 1 gr/iv.

Tanggal 17 Juli 2015, jam pada 09.00 merawat luka post operasi, jam 11.00

memonitor TTV td :140/90mmHg, n : 86x/menit, suhu : 37T c, RR : 18

x/menit, jam 12.00 pemberian injeksi ceftriaxon 1 gr/iv.

Tanggal 18 Juli 2015, jam pada 09.00 merawat luka post operasi, jam 11.00

memonitor TTV td :140/90mmHg, n : 86x/menit, suhu : 37T c, RR : 18

x/menit, jam 12.00 pemberian injeksi ceftriaxon 1 gr/iv.

Diagnosa keempat, Intoleransi aktifitas berhubungan dengan

kelemahan fisik Pada tanggal 16 Juli 2015 Intoleransi aktifitas berhubungan

dengan kelemahan fisik. Pada jam 06.40 menganti laken, jam 10.00

melayani nutrisi parenteral 100 cc susu diabetasol dengan air hangat 30 cc.

Jam 11.00 mengobservasi TTV, Td 140/90 mmHg, Nadi 86x/menit, RR

18x/menit dan suhu 36,5°C, jam 12.00 melayani injeksi ranitidine 50 mg/iv,

injksi ctrolaks 30 mg/iv, injeksi ceftriaxon 1 gr/iv, Jam 14.00 melayani

nutrisi parenteral 200 cc susu diabetasol dengan air hangat 30 cc, tiap 2 jam

mengatur posisi klien.

Tanggal 17 Juli 2015, jam Pada jam 07.00 menganti laken, jam 10.00

melayani nutrisi parenteral 100 cc susu diabetasol dengan air hangat 30 cc.

Jam 11.00 mengobservasi TTV td :140/90mmHg, n : 86x/menit, suhu : 37T c,

RR : 18 x/menit, jam 12.00 melayani injeksi ranitidine 50 mg/iv, injksi

ctrolaks 30 mg/iv, injeksi ceftriaxon 1 gr/iv, Jam 14.00 melayani nutrisi

parenteral 200 cc susu diabetasol dengan air hangat 30 cc, tiap 2 jam

mengatur posisi klien.

Tanggal 18 Juli 2015, jam Pada jam 07.00 menganti laken, jam 10.00

melayani nutrisi parenteral 100 cc susu diabetasol dengan air hangat 30 cc.

Jam 11.00 mengobservasi TTV td :140/90mmHg, n : 86x/menit, suhu : 37T c,

RR : 18 x/menit, jam 12.00 melayani injeksi ranitidine 50 mg/iv, injksi

ctrolaks 30 mg/iv, injeksi ceftriaxon 1 gr/iv, Jam 14.00 melayani nutrisi

Page 30: ESOFAGUS BARU.docx

parenteral 200 cc susu diabetasol dengan air hangat 30 cc, tiap 2 jam

mengatur posisi klien.

E. Evaluasi keperawatan

Evaluasi keperawatan pada hari kamis 16 Juli 2015, Diagnosa

pertama Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan intake yang inadekuat, Subjektif: klien mengatakan tidak bisa

menelan makan dan minum, Objektif: Klien terbaring lemah, kesadaran

compos mentis TTV, Td 140/90 mmHg, Nadi 86x/menit, RR 18x/menit dan

suhu 36,5°C, acral hangat, bisisng usus; 8 x/menit, klien terpasang, NGT,

IVFD RL, Saat pemberian MLP muntah (-), batuk (-) kepala klien

ditinggikan. Assessment: masalah belum teratasi. Planning: Lanjutkan

intervensi. Jumat 17 Juli 2015 Subjektif: klien mengatakan tidak bisa

menelan makan dan minum, Objektif: Klien terbaring lemah, kesadaran

compos mentis TTV td :140/90mmHg, n : 86x/menit, suhu : 37T c, RR : 18

x/menit, klien terpasang, NGT, IVFD RL, Saat pemberian MLP muntah (-),

batuk (-) kepala klien ditinggikan. Assessment: masalah belum teratasi.

Planning: Lanjutkan intervensi. Sabtu 18 Juli 2015. Sabtu 18 Juli 2015

Subjektif: klien mengatakan tidak bisa menelan makan dan minum,

Objektif: Klien terbaring lemah, kesadaran compos mentis TTV

td :140/90mmHg, n : 86x/menit, suhu : 37T c, RR : 18 x/menit, klien

terpasang, NGT, IVFD RL, Saat pemberian MLP muntah (-), batuk (-)

kepala klien ditinggikan. Assessment: masalah belum teratasi. Planning:

Lanjutkan intervensi.

Diagnose kedua Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan

luka post oprasi, tanggal 16 Juli 2015 Subjektif: Klien mengatakan nyeri

yang dirasakan pada luka operasi di area lambung, saat bergerak, nyerinya

berkurang saat tidur, Objektif: Klien nampak meringis kesakitan saat

bergerak, dengan skala nyeri 3 (1-5), Td 140/90 mmHg, Nadi 86x/menit,

Page 31: ESOFAGUS BARU.docx

RR 18x/menit dan suhu 36,5°C, klien terpasang NGT, IVFD RL, saat

mengajarkan teknik relaksasi klien nampak rileks. Assessment: masalah

belum teratasi, Planning: lanjutkan intervensi. Tanggal 17 Juli 2015

Subjektif: Klien mengatakan nyeri yang dirasakan pada luka operasi di area

lambung, saat bergerak, nyerinya berkurang saat tidur, Objektif: Klien

nampak meringis kesakitan saat bergerak, dengan skala nyeri 3 (1-5 TTV

td :140/90mmHg, n : 86x/menit, suhu : 37T c, RR : 18 x/menit, klien

terpasang NGT, IVFD RL, saat mengajarkan teknik relaksasi klien nampak

rileks. Assessment: masalah belum teratasi, Planning: lanjutkan intervensi.

Tanggal 18 Juli 2015 Subjektif: Klien mengatakan nyeri yang dirasakan

pada luka operasi di area lambung, saat bergerak, nyerinya berkurang saat

tidur, Objektif: Klien nampak meringis kesakitan saat bergerak, dengan

skala nyeri 3 (1-5) TTV: Td 140/90 mmHg, Nadi 86x/menit, RR 18x/menit

dan suhu 36,5°C, klien terpasang NGT, IVFD RL, saat mengajarkan teknik

relaksasi klien nampak rileks. Assessment: masalah belum teratasi,

Planning: lanjutkan intervensi.

Diagnose ketiga Resiko infeksi berhubungan dengan luka post

operasi, tanggal 16 Juli 2015 Subjektif: klien mengatakan merasa nyeri saat

bergerak di area operasi, Objektif: klien nampak meringis kesakitan, TTV

Td 140/90 mmHg, Nadi 86x/menit, RR 18x/menit dan suhu 36,5°C, klien

terpasang NGT, IVFD RL. Assessment: masalah belum teratasi, Planning :

lanjutkan intervensi. Tanggal 17 Juli 2015 Subjektif: klien mengatakan

merasa nyeri saat bergerak di area operasi, Objektif: klien nampak meringis

kesakitan, TTV td : 140/90mmHg, n : 86x/menit, suhu : 37T c, RR : 18

x/menit, klien terpasang NGT, IVFD RL. Assessment: masalah belum

teratasi, Planning : lanjutkan intervensi. Tanggal 18 Juli 2015 Subjektif:

klien mengatakan merasa nyeri saat bergerak di area operasi, Objektif:

klien nampak meringis kesakitan, TTV TTV: Td 140/90 mmHg, Nadi

86x/menit, RR 18x/menit dan suhu 36,5°C, klien terpasang NGT, IVFD RL.

Assessment: masalah belum teratasi, Planning : lanjutkan intervensi.

Page 32: ESOFAGUS BARU.docx

Diagnose keempat Intoleransi aktifitas berhubungan dengan

kelemahan fisik, tanggal 16 Juni 2015 Subjektif: klien mengatakan tubuh

terasa lemas saat beraktifitas, Objektif: klien nampak pucat dan lemas,

aktivitasnya dibantu oleh keluarga, TTV Td 140/90 mmHg, Nadi 86x/menit,

RR 18x/menit dan suhu 36,5°C, Assessment: masalah belum teratasi,

Planning: Lanjutkan intervensi. Tanggal 17 Juli 2015 Subjektif: klien

mengatakan tubuh terasa lemas saat beraktifitas, Objektif: klien nampak

pucat dan lemas, aktivitasnya dibantu oleh keluarga, TTV td :

140/90mmHg, n : 86x/menit, suhu : 37T c, RR : 18 x/menit, Assessment:

masalah belum teratasi, Planning: Lanjutkan intervensi.Tanggal 18 Juli

2015 Subjektif: klien mengatakan tubuh terasa lemas saat beraktifitas,

Objektif: klien nampak pucat dan lemas, aktivitasnya dibantu oleh

keluarga, TTV: Td 140/90 mmHg, Nadi 86x/menit, RR 18x/menit dan suhu

36,5°C, Assessment: masalah belum teratasi, Planning: Lanjutkan

intervensi

Page 33: ESOFAGUS BARU.docx

BAB IV

PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai kesenjangan antara teori dan

kasus nyata pada NY. A. D dengan diagnosa Kanker Esofagus diruang Teratai

RSUD. Prof. Dr. W. Z Johannes Kupang. Pendekatan yang digunakan pada kasus

ini adalah pendekatan proses keperawatan.

A. Pengkajian

Semua yang diuraukan dalam teori mulai dari pengkajian, diagnosa,

intervensi, implementasi, evaluas.

Menurut (Williams & Wilkins, 2008) Tanda dan gejala awal kanker

esofagus , Awalnya tidak menimbulkan gejala, Disfagia (awalnya ringan

dan intermiten; konstan di stadium lanjut) dan berat badan menurun,

Nyeri, suara parau, batuk, dan obstruksi esofangeal. Hasil pengkajian

dite`mukan data – data yang sesuai dengan teori pada pemeriksaan fisik

didapatkan disfagia, berat badan menurun, suara parau, batuk, nyeri,

obstruksi eesofangeal. Dan pada teori dijelaskan bahwa tanda dan gejala

Kanker esofagus sama seperti yang didapatkan pada NY. A.D.

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa menurut (Brunner & Suddarth) ada 3 antara lain 1)

Perubahan nutrisi, kutang dari kebutuhan tubuh, berhubungan dengan

kesulitan menelan. 2) Nyeri berhubungan dengan kesulitan menelan,

mencerna agen abrasi, tumor, atau episode fefluks lambung yang sering. 3)

Kurang pengetahuan tentang gangguan esofagus studi diagnostik,

penatalaksanaan medis, intervensi bedah, rehabilitasi.

Sedangkan pada kasus pada NY. A. D. hanya ada 4 diagnosa yang

muncul yaitu Diagnose pertama Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh berhubungan dengan intake yang inadekuat, karena penurunan berat

badan dan klien yang tidak bisa menelan makan dan minum. Diagnose

kedua Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan luka post operasi,

Page 34: ESOFAGUS BARU.docx

adanya nyeri pada luka operasi didaerah epigastrium (gastronomi).

Diagnose ketiga Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi

adanya nyeri pada luka operasi didaerah epigastrium (gastronomi).

Diagnose keempat Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik

karena tidak bisa melakukan aktifitas seperti biasanya dan kebutuhan

dibantu sepenuhnya oleh keluarga. Dari data diagnosa yang terdapat di atas

adanya kesenjangan antara teori dan kasus nyata, karena dari teori terdapat

tiga diagnosa sedangkan kasus nyata yang didapat pada Ny.A.D. terdapat 4

diagnosa, Diagnose pertama Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan intake yang inadekuat. Diagnose kedua Gangguan rasa

nyaman nyeri berhubungan dengan luka post oprasi. Diagnose ketiga Resiko

infeksi berhubungan dengan luka post operasi. Diagnose keempat

Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik. Pada kasus nyata

tidak ditmukan masalah tentang kurang pengetahuan, karena saat dikaji

klien dan keluarga mengatakan sudah mengerti tentang kanker esofagus.

C. Intervensi

Pada tahap intervensi menurut (Cynthia M. Taylor 2010) ditemukan

pada klien dan prioritas masalah yang mengancam kehidupan, tumbuh

kembang, dan kesehatan. Rencana tindakan yang ditetapkan dalam kasus

sesuai tinjauan teoritis dan keadaan pasien sesuai dengan diagnosa yang

ditegakan sehingga dapat mengatasi masalah keperawatan pada NY. A. D

seperti mempertahankan nutrisi yang adekuat, nyeri berkurang, tidak ada

tanda – tanda infeksi, aktifitas dan kebutuhan klien terpenuhi.

D. Implementasi

Implementasi dari perencanaan yang dibuat untuk masalah Gangguan

nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh intervensi yang ditetapkan ada enam,

sedangkan pada pelaksanaan hanya di laksanakan empat intervensi.

Masalah gangguan rasa nyaman nyeri ada empat, sedangkan pada

Page 35: ESOFAGUS BARU.docx

pelaksanaannya keempat intervensi tersebut di laksanakan semuanya.

Masalah resiko tinggi infeksi intervensi yang di tetapkan ada empat,

sedangkan pada pelaksanaannya keempat intervensi tersebut dilaksanakan

semuanya. Masalah intoleransi aktifitas intervensi yang ditetapkan ada

empat, sedangkan pada pelaksanaanya keempat intervensi tersebut

dilaksanankan Dari data implementasi terdapat kesenjangan antara teori dan

kasus nyata yang di dapat pada Ny.A.D.

E. Evaluasi

Dalam evaluasi terdapat kesenjangan antara teori dan praktek dimana

pada teori apabila sudah dilakukan proses keperawatan maka hasil yang

diharapkan baru tercapai sebagian.

Pada diagnosa 1: gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh,. klien

mengatakan tidak bisa menelan makan dan minum, kesadaran kompos

mentis, klien nampak lemas dan pucat, mukosa bibir kering, klien terpasang

NGT, IVFD RL, masalah belum teratasi, intervensi dilanjutla

Pada diagnosa ke 2: Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan

dengan luka post operasi. Klien mengatakan luka operasi pada daerah

lambung masih terasa nyeri saat bergerak, klien nampak meringis kesakitan,

klien nampak lemas dan pucat, klien terpasang NGT, IVFD RL. Masalah

belum teratasi, intervensi dilanjutkan.

Pada diagnosa 3: resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi.

Klien mengatakan terasa nyeri pada luka operasi saat bergerak, klien

meringis kesakitan, klien nampak lemas dan pucat, klien terpasang NGT,

IVFD RL. Masalh belum teratasi. Intervensi dilanjutkan.

Pada diagnosa ke 4 : intoleransi aktifitas berhubungan denga

kelemahan fisik. Klien mengatakan badan terasa lemas saat beraktifitas,

Page 36: ESOFAGUS BARU.docx

klien nampak lemas dan pucat, mukosa bibir kering, klien terpasang NGT,

IVFD RL. Masalah belum teratasi. Intervensi dilanjutkan.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penyakit kanker Esofagus yaitu suatu keganasan yang terjadi pada

esophagus, . Kanker ini pertama kali di deskripsikan pada abad ke-19 dan

Page 37: ESOFAGUS BARU.docx

pada tahun 1913 reseksi pertama kali sukses dilakukan oleh Frank Torek,

pada tahun1930-an, Oshawa di Jepang dan Marshall di America Serikat

berhasil melakukan pembedahan pertama dengan metode transtoraks

esofagotomi dengan rekonstruksi ( fisichella, 2009 ).

Dimana tanda dan gejalanya yaitu: Awalnya tidak menimbulkan

gejala, Disfagia (awalnya ringan dan intermiten; konstan di stadium lanjut)

dan berat badan menurun, Nyeri, suara parau, batuk, dan obstruksi

esofangeal (Williams & Wilkins, 2008).

Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus

kanker Esofagus menggunakan pendekatan proses keperawatan yang

dimulai dari pengkajian, analisa data, perencanaan, implementasi, dan

evaluasi.

Penerapan proses keperawatan pada Ny.A.D dimulai dari pengkajian

data fokus pada kasus kanker esofagus yaitu : rasa mual, tidak bisa menelan

makan dan minum, nyeri pada luka operasi, terasa lemas.

Dari hasil yang di lakukan suatu analisa data. Data yang mendukung

di tegakkan diagnosa keperawatan, karena asuhan yang diberikan adalah

untuk memenuhi kebutuhan pasien yang tidak terpenuhi akibat respon yang

ditimbulkan oleh suatu penyakit. Diagnosa yang ditegakkan pada Ny.A.D

adalah gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

intake yang inadekuat, kedua gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan

dengan luka post operasi, ketiga resiko infeksi berhubungan dengan luka

post operasi, dan yang keempat intoleransi aktifitas berhubungan dengan

kelemahan fisik.

Dari diagnosa yang ditegakkan maka disusun perencanaan

keperawatan yang mendukung teratasi masalah keperawatan yang di alami

pasien. Intervensi yang di lakukan yaitu mengukur tanda-tanda vital,

melayani pemberian nutrisi parenteral, mengajarkan teknik telaksasi,

melayani injeksi, perawatan luka operasi, membatu memenuhi kebutuhan

aktifitas klien.

Page 38: ESOFAGUS BARU.docx

B. Saran

1. Bagi pihak Rumah Sakit

Dalam memberikan pelayanan kesehatan selalu berpegang pada kode etik

keperawatan dan secara profesional

2. Bagi institusi pendidikan

Agar dapat menyediakan buku-buku sumber khususna tentang

keperawatan agar dapat membekali mahasiswa dengan keterampilan

proses asuhan keperawatan di laboratorium sebelum mahasiswa turun ke

lahan praktek.

3. Bagi pasien dan keluarga

Untuk menjaga kesehatan, pasien dan keluarga harus mengikuti

anjuran/saran dari tim medis (perawat dan dokter)

4. Bagi mahasiswa

Dalam melakukan praktek lebih berperan aktif dalam memberikan

pelayanan keperawatan yang sesuai standar profesi keperawatan.

1.

Page 39: ESOFAGUS BARU.docx