fraktur mandibula.doc
DESCRIPTION
fraktur mandibula fraktur mandibula fraktur mandibula fraktur mandibula fraktur mandibula fraktur mandibulaTRANSCRIPT
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
4.1. Etiologi
Fraktur mandibula dapat disebabkan oleh trauma maupun proses patologik.
1) Fraktur traumatik disebabkan oleh :
a. Kecelakaan kendaraan bermotor (43%)
b. Kekerasan atau perkelahian (34%)
c. Kecelakaan kerja (7%)
d. Terjatuh (7%)
e. Kecelakaan berolahraga (4%)
f. Kecelakaan lainnya (5%)
2) Fraktur patologik
Fraktur patologik dapat disebabkan oleh kista, tumor tulang, osteogenesis
imperfecta, osteomyeleitis, osteoporosis, atropi atau nekrosis tulang.
4.2. Anatomi dan Fungsi Mandibula
Mandibula adalah tulang rahang bawah pada manusia dan berfungsi sebagai
tempat menempelnya gigi geligi. Mandibula berhubungan dengan basis kranii dengan
adanya temporo-mandibular joint dan disangga oleh otot otot mengunyah.
Mandibula terdiri dari korpus berbentuk
tapal kuda dan sepasang ramus. Corpus
mandibula bertemu dengan ramus masing
masing sisi pada angulus mandibulae (Gambar
1).
Pada permukaan luar digaris tengah
corpus mandibulae terdapat sebuah rigi yang
menunjukkan garis fusi dari kedua belahan
selama perkembangan, yaitu simfisis
mandibulae. Foramen mental dapat dilihat di
bawah gigi premolar kedua. Dari lubang ini keluar a., v., n. alveolaris inferior.
9
.
Fraktur mandibula sangat penting dihubungkan dengan adanya otot yang berorigo
atau berinsersio pada mandibula ini. Otot tersebut adalah otot elevator, otot depressor dan
otot protrusor.
Mandibula dipersarafi oleh saraf mandibular, alveolar inferior, pleksus dental
inferior dan nervus mentalis. Sistem vaskularisasi pada mandibula dilakukan oleh arteri
maksilari interna, arteri alveolar inferior, dan arteri mentalis3.
4.3. Insidensi
Fraktur mandibula lebih umum dibandingkan cedera pada bagian sepertiga tengah.
Schuchordt et al (1966) dalam serangkaian 2901 fraktur, menemukan 1997 fraktur terjadi
pada mandibula itu sendiri, sedangkan 156 kasus terjadi baik pada mandibula maupun
pada bagian sepertiga tengah dari skeleton fasial, sehingga terdapat 2103 fraktur
mandibula. Fraktur mandibula meliputi 40% – 62% dari seluruh fraktur wajah,
perbandingan pria dan wanita, yaitu 3 : 1 – 7 : 1 tergantung dari penelitian dan Negara.
Fraktur subkondilar banyak ditemukan pada anak-anak, sedangkan fraktur angulus lebih
sering pada remaja dan dewasa muda.
Gambar 2. Persentase kejadian fraktur mandibula menurut lokasi anatomisnya.
Sumber : Hupp JR, Ellis E, Tucker MR. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery. Ed. Ke-5. Mosby
Elsevier. St. Louis. 2008.
4.4. Klasifikasi
10
Fraktur mandibula dapat diklasifikasikan sesuai dengan lokasi anatomisnya dan pola
frakturnya.
1) Lokasi Anatomi / Anatomi Located
Klasifikasi ini sudah dimodifi oleh Kelly dan Hariggan yang dipaparkan melalui
penelitian Epidemologinya. Kelly dan Hariggana membagi fraktur mandibula
bedasarkan lokasi anatomisnya.
a. Fraktur Dentoalveolar
Semua fraktur yang terbatas pada tooth-bearing area mandibula tanpa
gangguan pada underlying osseus structure
b. Fraktur Symphysis
Fraktur pada regio incisivus mandibula yang memanjang dari processus
alveolar ke batas inferior secara vertikal
c. Fraktur Parasymphysis
Fraktur yang muncul diantara foramen mentale dengan distal incisivus lateral
mandibula dan memanjang dari processus alveolar ke batas inferior.
d. Fraktur Body Mandibula
Fraktur yang muncul diantara foramen mentale dengan distal molar kedua dan
memanjang dari processus alveolar ke batas inferior
e. Fraktur Angle
Fraktur distal ke molar kedua yang memanjang dibentuk dari titik temu body
dan ramus mandibula pada retromolar area dengan titik yang dibentuk dari
titik inferior body mandibula dan posterior border ramus mandibula.
f. Fraktur Ascending Ramus
Fraktur yang dibetntuk dari garis fraktur yang memanjang secara horizontal
melewati anterior-posterior ramus mandibula atau garis fraktur yang
memanjang secara vertikal dari sigmoid notch ke batas inferior mandibula
g. Fraktur Processus Condylus
Fraktur yang memanjang dari sigmoid notch ke posterior border ramus
mandibula sepanjang aspect superior ramus; atau fraktur yang melibatkan
condylus bisa diklasifikasikan menjadi extracapsular atau intracapsular,
tergantung dari relasi fraktur dan capsular attachment.
11
2) Pola Fraktur
Klasifikasi ini bedasarkan pola fraktur pada mandibula :
a. Fraktur Tertutup/Simple Fraktur, terdiri dari satu garis fraktur yang tidak
berhubungan exterior. Contohnya frakktur pada ramus atau condylus tanpa
eksponansi jaringan sekitar daerah fraktur.
b. Fraktur Terbuka/Fraktur Compound, fraktur yang berhubungan dengan
lingkungan luar karena melibatkan mukosa, ligament periodontal gigi, dan
processus alveolar.
c. Greenstick Fraktur, fraktur ini sering terjadi pada anak-anak yang
mengakibatkan diskontiunitas tulang yang tidak lengkap. tidak ada mobility
antara proksimal dan fragmen distal
d. Comminuted Fraktur, fraktur yang terdiri dari multipel fragmen tulang pada
satu lokasi fraktur. Fraktur ini hasil dari tekanan yang lebih besar dari simple
fraktur.
e. Complex Fraktur, jenis injury yang menunjukan kerusakan struktur yang
berdekatan dengan tulang seperti pembuluh darah besar, saraf dan sendi.
Biasanya menunjukan kerusakan pada arteria inferior alveolar, vena, dan saraf
pada fraktur mandibula proximal ke foramen mentale atau distal ke mandibula
foramen.
f. Telescope or Impacted Fraktur, tipe cedera yang jarang terjadi pada
mandibula, tetapi menunjukan satu fragmen tulang yang terdorong ke satu
fragment lainnya
g. Indirect Fraktur, fraktur ini muncul pada titik yang jauh dari lokasi trauma.
Contohnya fraktur condylar muncul pada fraktur symphysis.
h. Direct Fractur, fraktur yang muncul secara cepat berdekatan dengan titiik
kontak lokasi trauma
i. Pathology Fracture, fraktur hasil dari fungsi normal atau minimal trauma pada
tulang yang sudah lemah oleh patologis. Patologis ini bisa muncul tepat di
lokasi fraktur. Contohnya kista, atau metastatis tumor.
j. Displaced Fraktur, fraktur bisa nondisplaced, deviated, displaced.
Nondisplaced, fraktur linear dengan fragment proximal yang mempertahankan
12
relasi anatomisnya dengan fragment distal. Fraktur deviasi, simple angulation
pada processus condylus nyata pada relasi fragment mandibular yang tersisa
tanpa ada perkembangan dari jarak atau tumpang tindih diantara dua segmen.
Displacement, pergerakan fragment condylus dengan relasi segmen
mandibular pergerakan lpada lokasi fraktur
k. Fraktur Dislokasi, dislokasi muncul ketika kepala condylus bergerak pada
fossa glenoidalis tanpa artikularis. Ketika berhubungan dengan fraktur pada
condylus, disebut fraktur dislokasi. Condylus mandibula bisa juga dislokasi
karena trauma tanpa meliabatkan fraktur pada condylusnya.
Gambar 3. Klasifikasi fraktur mandibula
4.5. Pemeriksaan dan Tanda Klinis
Tanda dan gejala adanya fraktur mandibula yaitu:
1. Perubahan oklusi.
Perubahan oklusi sebagian besar disebabkan oleh fraktur mandibula. Klinisi harus
menanyakan pada pasien apakah gigitannya terasa berbeda. Perubahan pada oklusi dapat
disebabkan oleh fraktur gigi, fraktur prosessus alveolaris, fraktur mandibula pada
beberapa lokasi dan trauma pada TMJ dan otot mastikasi. Open bite anterior disebabkan
karena fraktur bilateral pada kondilus atau angulus mandibula dan fraktur maksilla dengan
perpindahan inferior dari posterior maksilla. Open bite posterior disebabkan oleh fraktur
pada prosessus alveolaris atau fraktur parasimfiseal. Open bite unilateral disebabkan oleh
fraktur parasimfiseal. Crossbite posterior disebabkan oleh fraktur kondilus dan midline
13
simfiseal. Oklusi retrognatik berhubungan dengan fraktur angulus atau kondilus. Oklusi
prognatik disebabkan oleh karena pergerakan berlebih dari TMJ. Contoh di atas
merupakan beberapa kelainan oklusi karena fraktur mandibula.
Kelainan Oklusi Daerah yang diduga mengalami fraktur
Kontak prematur gigi post.
Openbite anterior
Kondilus atau sudut mandibula (bilateral)
Openbite posterior Prosesus alveolar anterior atau daerah
parasymphyseal
Posterior crossbite Kondilus dan midline symphyseal dengan
miringnya segmen posterior dari mandibula
Retrognatik Kondilus dan sudut mandibula
Unilateral openbite Sudut ipsilateral dan parasymphyseal
Prognatik Efusi TMJ
Tabel : Kelainan Oklusi yang Terjadi, dibandingkan dengan Daerah yang Diduga Mengalami Fraktur
2. Anesthesia, Paresthesia, atau Diesthesia pada Bibir Bawah.
Hal ini berkaitan dengan gangguan pada nervus alveolar inferior dimana nervus ini
melewati foramen mandibula. Jika bibir bawah mati rasa, mungkin saja terjadi fraktur
pada daerah distal foramen mandibula. Untuk memeriksa adanya perubahan sensasi pada
bibir bawah dan dagu, klinisian harus menggunakan anesthesi.
3. Pergerakan Abnormal Mandibula
Beberapa pasien dengan fraktur mandibula mempunyai pembukaan mulut yang
terbatas dan trismus. Contohnya deviasi pada salah satu sisi karena fraktu kondilaris
karena ketidakseimbangan kerja pada otot pterigoideus lateralis. Ketidakmampuan
mandibula untuk membuka disebabkan karena fraktur ramus yang mengenai prosessus
koronoideus pada arkus zygomatikus atau depresi pada fraktur arkus zygomatikus.
Ketidakmampuan rahang untuk menutup disebabkan oleh fraktur pada prosessus
alveolaris, angulus, ramus atau simfisis karena kontak prematur gigi.
Kelainan Pergerakan Mandibula Daerah yang Kemungkinan Mengalami
Fraktur
14
Ketidakmampuan membuka rahang Prosesus koroniod, ramus dan lengkung
zigomatikum
Ketidak mampuan menutup rahang Prosesus alveolaris, ramus, sudut atau
symphysis
Pergerakan lateral Kondilus (bilateral), ramus dengan
displacement tulang
Tabel : Kelainan Pergerakan Mandibula, dibandingkan dengan Daerah yang Kemungkinan Mengalami
Fraktur
4. Perubahan pada Kontur dan Bentuk Lengkung Mandibula.
Walaupun kontur wajah tertutuoi oleh bengkak, klinisi harus memeriksa wajah dan
mandibula untuk kontur yang abnormal. Tampilan datar pada bagian lateral wajah
mungkin disebabkan oleh fraktur corpus, angulus atau ramus. Tampilan memanjang pada
muka mungkin disebabkan oleh fraktur bilateral pada subkondilar angulus atau corpus,
asimetris wajah, merupakan tanda bagi klinisi kemungkinan adanya fraktur mandibula.
Jika ada deviasi dari bentuk U yang normal pada kurva mandibula, adanya fraktur harus
dicurigai.
Perubahan pada wajah Daerah yang Kemungkinan Mengalami Fraktur
Bagian lateral yang lebih datar Korpus, ramus, sudut mandibula
Retruded chin Parasymphyseal (bilateral)
Pemanjangan wajah Subkondilar (bilateral), sudut, korpus
menyebabkan posisi mandibula lebih ke bawah
Tabel : Perubahan pada Wajah, dibandingkan dengan Daerah yang Kemungkinan Mengalami Fraktur
5. Laserasi, Hematoma, dan Ekimosis.
Trauma menyebabkan hilangnya kontinuitas kulit atau mukosa secara signifikan
atau perdarahan subkutaneus-submukosal karena trauma pada mandibula. Adanya luka
harus diinspeksi secara hati-hati sebelum penutupan. Arah dan tipe fraktur dapat dilihat
melalui luka. Namun, klinisi perlu pemeriksaan radiografi untuk mendiagnosis. Adanya
kimosis pada dasar mulut mengindikasikan terjadinya fraktur korpus mandibula atau
fraktur simfiseal.
6. Kehilangan Gigi dan Krepitasi Saat Palpasi.
Pemeriksaan pada gigi dan tulang pendukung dapat membantu diagnosis fraktur
pada prosessus alveolaris, korpus dan simfiseal. Gaya yang kuat dapat menyebabkan
15
fraktur gigi juga pada tulang yang mendasarinya. Fraktur gigi multiple mengindikasikan
bahwa rahang clenching akibat trauma. Klinisi harus melakukan palpasi pada mandibula
dengan menggunakan dua tangan dengan ibu jari pada gigi dan jari lain pada mandibula
dengan perlahan dan hati-hati.
7. Rubor, Kalor, Tumor, dan Dolor.
Kemerahan, panas yang terlokalisasi, bengkak, dan rasa sakit merupakan tanda-
tanda sejak jaman Yunani kuno. Jika semua hal tersebut ditemukan merupakan tanda-
tanda primer dari dugaan adanya fraktur mandibula.
Pemeriksaan radiologis juga diperlukan untuk memperkuat diagnosa, beberapa
teknik foto yang bisa digunakan pada kasus fraktur mandibula ini antara lain, panoramik,
lateral oblique, posteroanterior, occlusal view, periaphical view, reverse towne’s, foto
TMJ, dan CT scan.
4.6. Perawatan Fraktur Mandibula
4.6.1. Tujuan dan Prinsip Perawatan
Tujuan :
1) Memperbaiki bagian yang fraktur sehingga mendapatkan kembali fungsi fisiologis
mandibula dan estetika wajah pasien
2) Mendapatkan oklusi yang stabil
3) Mengembalikan bukaan interincisal dan gerakan-gerakan ekskursif mandibula
yang baik
4) Deviasi mandibula minimal
5) Mendapatkan aparatus artikular yang bebas dari rasa nyeri baik saat berfungsi
maupun istirahat
6) Tidak terjadi kelainan TMJ pada sisi yang terkena trauma ataupun sisi
kontralateralnya
7) Menghindari komplikasi jangka panjang pertumbuhan tulang.
Prinsip Perawatan :
1) Reduksi
Proses mengembalikan fragmen yang fraktur ke posisi normalnya. Bisa dilakukan
dengan reduksi tertutup maupun reduksi terbuka.
16
2) Fiksasi
Ujung tulang yang fraktur konstan (tidak bergerak/fixed) pada posisi yang
tereduksinya. Fiksasi bisa dilakukan secara indirect, yaitu dengan intermaxillary
fixation (IMF) atau secara direct, yaitu dengan sekrup-sekrup dan bone plate.
3) Imobilisasi
Fragmen tulang yang sudah direduksi dan difiksasi selama beberapa waktu tertentu
diimobilisasi agar proses penyembuhan berjalan baik.
Hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan :
1) Evaluasi dan monitor keadaan umum pasien, seperti jalan napas, kontrol
hemoragi, dan manajemen untuk mencegah kerusakan sistem organ lain.
2) Pemeriksaan klinis yang baik dan hasil radiografi.
3) Penanganan trauma dental bersamaan dengan fraktur mandibula. Operator
harus mampu menentukan gigi mana yang dapat dipertahankan atau harus
diekstraksi.
4) Pencapaian oklusi.
5) Jika trauma fraktur juga meliputi area fasial, fraktur mandibula harus ditangani
lebih dulu.
6) Periode pelaksanaan terapi tergantung pada tipe fraktur, lokasi, jumlah dan
keparahan, kondisi kesehatan umum pasien, usia, dan metode terapi yang
digunakan.
4.6.2. Jenis Perawatan
Jenis Perawatan :
1) Perawatan Konservatif
Ketika terlihat garis fraktur pada tampilan radiografis tapi tidak terlihat
displacement.
17
a) Kontrol rasa sakit dengan obat analgesik yang cukup kuat seperti pentazosin,
karena pasien fraktur mandibula measakan derajat sakit yang ekstrem, hingga
bisa terjadi syok.
b) Kontrol infeksi untuk mencegah infeksi maka antibiotik profilaksis perlu
diberikan.
c) Stabilisasi sementara bagian yang terkena fraktur dengan perban barrel.
d) Diet
e) Instruksi untuk menjaga kebersihan rongga mulut
f) Instruksi untuk menggerakkan rahangnya dengan pelan
g) Follow – up
2) Perawatan Aktif
a) Reduksi Tertutup
Pada reduksi tertutup perawatan dilakukan tanpa operator/dokter melihat
frakturnya secara langsung / tidak dilakukan pembukaan jaringan.
Gambar 3. Reduksi tertutup
Reduksi tertutup kemudian dibantu dengan :
- Intermaxillary Fixation (IMF)
Yaitu proses fiksasi yang dibantu dengan aplikasi kawat-kawat atau karet
elastik antara rahang atas dan rahang bawah. Metode utama fiksasi ini
adalah wiring, arch bars, dan splints.
o Wiring
Sebenarnya ada beberapa macam teknik wiring yang dapat
dilakukan untuk proses fiksasi, tapi kedua jenis teknik wiring
dibawah ini paling sering digunakan.
18
Multiple loop wiring
Teknik wiring dimana 4 gigi posterior dikawat bersama.
Gambar 4. Multiple loop wiring
Ivy loop wiring
Ivy loop hanya meliputi 2 gigi yang berlawanan. Ivy loop dapat
lebih mudah diaplikasikan dan lebih singkat waktu pengerjaannya
dibandingkan multiple loop, walaupun kadang sejumlah ivy loop
diperlukan di beberapa area lengkung gigi.
Gambar 5. Ivy Loop wiring
o Arch Bars
Penggunaan arch bars dianggap metode yang paling ideal untuk
perawatan IMF. Arch bars ada yang sudah tersedia dari pabrik dan
bisa juga dibuat sendiri.
19
Gambar 6. Arch bars
o Splints
Splint digunakan apabila wiring dianggap tidak memberikan fiksasi
yang adekuat, atau ketika splint horizontal di sepanjang zona fraktur
memang diperlukan, seperti pada kasus dimana imobilisasi yang
dibutuhkan tidak dalam keadaan mulut tertutup.
Splint diindikasikan untuk kasus yang sangat simpel atau yang
sangat sulit. Apabila dokter dihadapkan pada kasus fraktur
mandibula yang sederhana di area lengkung gigi, maka dokter
biasanya akan lebih memilih menggunakan splint sehingga bukaan
rahang tidak perlu ditutup rapat dengan kawat atau karet elastik.
Jika kasusnya sangat sulit, sehingga diperlukan cangkok tulang atau
pada kasus dimana perawatan penggabungan rahang tertunda, splint
diindikasikan untuk memberikan fiksasi jangka panjang.
Gambar 7. Splint akrilik
- Skeletal pin
Fiksasi dengan skeletal pin digunakan pada kasus dimana manajemen
dengan IMF kurang memuaskan. Fraktur pada angulus mandibula terutama
dapat diimobilisasi dengan fiksasi skeletal pin tanpa harus mengekspos
fragmen fraktur.
20
Gambar 8. Skeletal pin
Setelah dilakukan fiksasi, maka rahang diimobilisasi dalam jangka waktu tertentu
untuk memberikan fase penyembuhan. Lamanya waktu imobilisasi tergantung
pada lokasi fraktur, ada atau tidaknya gigi di daerah fraktur, usia pasien, dan ada
atau tidaknya infeksi.
Secara umum, perawatan fraktur mandibula mulai stabil pada minggu ke-4.
Dewasa 3-6 minggu. Anak-anak 2-3 minggu. Lanjut usia 6-8 minggu.
Ada panduan sederhana untuk mengukur waktu imobilisasi fraktur pada area
bergigi oleh Killey dan Kay. Yaitu :
Dewasa muda dengan fraktur pada angulus dan mendapatkan perawatan dini
dengan gigi pada garis fraktur diekstraksi – 3 minggu.
Jika :
- Gigi pada garis fraktur dipertahankan – tambah 1 minggu.
- Fraktur pada simfisis – tambah 1 atau 2 minggu.
- Anak-anak dan orang lebih tua – substract 1 minggu.
Berikan antibiotik dan kontrol nutrisi pasien.
b) Reduksi Terbuka
- Indikasi
1. Fraktur yang tidak menguntungkan pada sudut, bodi atau daerah
parasimfisis mandibula
2. Terjadinya kegagalan pada metode tertutup
3. Fraktur yang membutuhkan tindakan osteotomi
4. Fraktur yang membutuhkan bone graft
5. Multiple fraktur
- Macam-macam reduksi terbuka
1. Reduksi tulang peroral
21
2. Reduksi tulang perkutan
1. Reduksi tulang peroral
Reduksi tulang peroral yang sering dilakukan untuk mengendalikan
fragmen edentulous proksimal yang bergeser, misalnya fraktur yang
melalui molar ketiga yang impaksi.
Pasien diberi anestesi lokal atau sedasi. Arch bar atau alat fiksasi
yang lain diikatkan dan suatu flap envelope mukoperiosteal yang
dimodifikasi (lebih besar dan terletak lebih ke arah bukal) dibuat untuk
jalan masuk. Molar ketiga dikeluarkan dengan menggunakan elevator
dan distraksi anterior dari segmen distal. Lubang unikortikal dibuat
pada dinding alveolar sebelah bukal dari kedua fragmen dan sebuah
kawat baja tahan karat (0,45 atau 0,5 mm) ditelusupkan kedalamnya.
Ujung-ujung kawat dipilin untuk mengencangkan segmen pada posisi
reduksi dan ditempatkan kawat/elastik untuk fiksasi
maksilomandibular. Bagian tersebut diirigasi dengan larutan saline
steril, diperiksa, dan kawat disesuaikan, dipotong serta ditekuk.
Penutupan flap dilakukan dengan jahitan kontinu memakai chromic gut
3-0.
Gambar : Fraktur pada angulus mandibula. (A) Fraktur pada angulus mandibula dengan
pergeseran segmen proksimal, (B) Fraktur tersebut direduksi atau diatur letaknya, (C)
Stabilisasi segmen fraktur disempurnakan dengan pengawatan langsung. (Sumber:
Pedersen, G. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Alih Bahasa : Purwanto. Jakarta:
EGC. Hal 245)
22
Reduksi terbuka pada simfisis
Flap dibuat dengan menempatkan insisi 3-4 mm di bawah
pertemuan mukosa bergerak dan tidak bergerak. Insisi submukosal dibuat
miring sedemikian rupa sehingga periosteum diiris di bawah origo m.
mentalis.Pertemuan periosteum dimulai dengan elevator periosteal dan
pengelupasan dilakukan dengan tekanan digital kearah inferior. Lubang
dibuat pada kedua segmen pada tepi bawah dan sebuah kawat baja tahan
karat (0,5 atau 0,55 mm) dilewatkan, sering dibuat berbentuk seperti angka
8. Segmen-segmen diatur letaknya dan ujung kawat dipilin, dipotong dan
dibengkokan. Fiksasi maksilomandibular diakhiri dengan menempatkan
kawat atau elastic yang menghubungkan arch bar atau alat yang lain.
Bagian tersebut kemudia diirigasi dengan menggunakan larutan saline
steril, diperiksa dan ditutup.Submukosa dan mukosa dijahit dengan
chromic gut 3-0 dengan tehnik kontinu sederhana.Pembalut dengan tekanan
dipasang untuk mempertahankan posisi jaringan lunak terhadap tulang
sehingga bisa mencegah hematoma.Pendekatan dari angulus dan simfisis
bisa dimodifikasi sehingga memungkinkan pembedahan dilakukan pada
setiap bagian dari mandibula bagian anterior yakni korpus dan regio
mentalis.
2. Reduksi terbuka perkutan
Reduksi terbuka perkutan pada fraktur mandibula diindikasikan
apabila reduksi tertutup atau peroral tidak berhasil, terjadi luka – luka
terbuka, atau apabila akan dilakukan graft tulang seketika. Fraktur
subkondilar tertentu dan fraktur yang sudah lama atau yang mengalami
penggabungan yang keliru atau tidak bergabung juga merupakan indikasi
untuk reduksi perkutan terbuka. Pendekatan terbuka biasanya
dikombinasikan dengan fiksasi maksilomandibular untuk mendapatkan
stabilisasi maksimum dari segmen fraktur. Apabila terjadi luka-luka
terbuka, jalan masuk langsung ke daerah fraktur bisa didapatkan hanya
dengan sedikit modifikasi. Fraktur pada daerah angulus atau korpus
23
mandibula dicarikan jalan masuk melalui diseksi submandibular, misalnya
dengan pendekatan Risdon, dimana insisi ditempatkan sejajar garis
tegangan kulit pada daerah infrmandibular. Bagian yang mengalami fraktur
dibuka dengan diseksi tumpul dan tajam, dengan tetap mempertahankan
n.mandibularis marginalis cabang dari n.facialis. Fraktur symphisis dan
parasymphysis mandibulae dirawat dengan membuat insisi submental.
Seperti pada semua reduksi terbuka, pengelupasan periosteum diusahakan
minimal, dan hanya dilakukan pembukaan flap secukupnya saja untuk
jalan masuknya alat. Lubang dibuat pada tepi inferior dari kedua fragmen,
dan kawat baja tahan karat (0,018 atau 0,02 inch, 0,45 atau 0,5 mm)
ditelusupkan. Reduksi dilakukan pertama kali dengan manipulasi dan
kemudian dipertahankan dengan memilinkan kedua ujung kawat
transoseus satu sama lain. Dasar dari teknik stabilisasi konservatif adalah
meninggalkan bahan asing sesedikit mungkin misalnya lebih memilih
menggunakan kawat dibanding pelat, dan menggunakan kawat sesedikit
mungkin. Bagian yang direduksi kemudian diirigasi dan diamati.
Periosteum pertama – tama dirapatkan dengan jahitan. Selanjutnya luka
ditutup lapis demi lapis dan kemudian dipasang pembalut tekanan, yakni
berupa kasa penyerap dengan anyaman serat yang halus yang diberi
bismuth tribromphenate/petrolatum (xeroform) dan gulungan pembalut
elastik yang lebarnya 4-5 inch (Kerlix).
Pemasangan pelat tulang
Jika pasien mengalami gangguan mental/inkompeten, mengalami
gangguan konvulsif yang kurang terkontrol, atau seorang pemabuk atau
pecandu obat bius; jika mobilisasi awal dari mandibula diinginkan agar
dapat mengurangi kemungkinan terjadinya ankilosis (beberapa fraktur
subkondilar); dan untuk fraktur edentulous mandibular tertentu, reduksi dan
imobilisasi kaku dengan pelat tulang (vitallium, titanium) akan sangat
bermanfaat. Teknik ini tidak dipilih untuk kasus kontaminasi yang luas,
atau fraktur kominusi yang lebar dan jika penutupan primer baik mukosal
atau dermal, tidak bisa dicapai. Pada beberapa kasus pelat tulang bisa
24
dikombinasikan dengan fiksasi maksilomandibular, splinting atau fiksasi
skeletal eksternal. Dalam menangani masalah yang sulit ini, pendekatan
individual dan orisinil sangat dibutuhkan. Pembedahan biasanya dilakukan
di dalam kamar bedah karena menggunakan anestesi umum. Bagian yang
mengalami fraktur dibuka secara peroral atau dengan pendekatan
submandibular (Risdon) atau submental. Sering digunakan plat kompresi,
dimana bidang insersi dari sekrup ditempatkan sedemikian rupa sehingga
menyebabkan penutupan bagian fraktur secara aktif. Pelat kemudian
dikunci dengan memasukkan sekrup setelah dilakukan reduksi dan
diperiksa dengan mengamati oklusinya. Periosteum kemudian didekatkan
satu sama lain dan dilakukan penutupan. Walaupun beberapa pelat
mungkin tetap ditinggal di tempatnya, tetapi pengeluaran setelah terjadi
penyembuhan dianjurkan oleh pabrik – pabrik tertentu sehingga diperlukan
pembedahan ulang.
Reduksi terbuka pada fraktur subkondilar
Banyak fraktur subkondilar mandibular bilateral dan kebanyakan
fraktur kondilar pada orang dewasa memerlukan reduksi terbuka. Pada
kasus fraktur subkondilar bilateral, baik segmen yang pergeserannya paling
besar, maupun fragmen yang lebih besar bisa direduksi sendiri – sendiri
atau bersama – sama. Fraktur dislokasi yang parah dan tidak direduksi
sering mengakibatkan cacat permanen. Cacat ini termanifestasi berupa
perubahan rentang gerakan, keterbatasan dan oklusi yang tidak tepat.
Pendekatan pembedahan yang biasanya dilakukan pada regio subkondilar
adalah preaurikular. Insisi vertikal sepanjang 4-5 cm dibuat sebelah
anterior dari kartilago telinga. Dengan diseksi tumpul dan tajam yang
dilakukan hati – hati untuk melindungi cabang- cabang dari n.facialis,
maka bisa dicapai daerah yang mengalami fraktur. Segmen fraktur yang
mengalami pergeseran sering terletak pada fossa infratemporalis, yang
cendrung menyulitkan pengembaliannya ke tempat semula. Stabilisasi
dilakukan dengan pengawatan transoseus atau pemasangan pelat. Fiksasi
maksilomandibular idealnya sudah dipasang di tempatnya sebelum
25
dilakukan penutupan untuk memastikan bahwa stabilitas fragmen kondilar
telah dicapai.
3) Kasus Khusus
a) Fraktur Mandibula Pada Edentulous
Mandibula yang edentolus merupakan tantangan tersendiri untuk dokter
maksilofasial. Tulang yang tipis dan kurangnya supply darah membuat perawatan
fraktur ini sulit. Non-union (tidak bersatu) adalah komplikasi yang paling ditakuti
dalam menangani fraktur ini. Pada pasien edentolus, oklusi tidak menjadi
pertimbangan, dan penyatuan fraktur adalah tujuan utama. Yang menambah
kesulitan dalam menangani fraktur ini adalah tidak adanya tulang tebal untuk
meletakan sekrup dan tidak adanya gigi untuk MMF.
Beberapa penulis pada tahun 1970-an dan 1980-an menganjurkan closed
reduction (reduksi tertutup) pada mandibula yang atrofik untuk menjaga supply
darah periosteal. Dalam artikel “Fractures of the Edentulous Mandible, the
Chalmers and Lyons Study” (1976), penulis menyarankan reduksi tertutup sebagai
perawatan pilihan fraktur ini. Bagaimanapun, studi kedua oleh grup ini pada 1995
melibatkan 167 fraktur pada pasien edentolus, dimana 81%-nya ditangani dengan
ORIF (Open Reduction Intermaxillary Fixation). Pada studi ini, terdapat rata-rata
komplikasi 15%, 12%-nya merupakan fibrous union (penyatuan yang fibrous).
Penulis akhirnya menyimpulkan bahwa ORIF adalah alternatif perawatan pada
grup pasien ini. Penting untuk diingat saat melakukan plating pada fraktur-fraktur
ini, bahwa bundel neurovaskular alveolar berjalan dekat bagian atas sisa
mandibula.
Menurut Peterson, pada kasus fraktur pada pasien edentolus, gigi tiruan rahang
bawah dapat dikawat ke mandibula dengan circummandibular wiring, dan gigi
tiruan rahang atas dapat difiksasi ke maksila dengan menggunakan teknik wiring
atau bone screws (sekrup tulang) untuk menahan gigi tiruan pada tempatnya.
Setelah itu, gigi tiruan atas dan bawah dapat difiksasi bersama, sehingga menjadi
semacam IMF (intermaxillary fixation). Pada banyak instansi, pasien fraktur yang
edentolus total menjalani reduksi terbuka (open reduction) dan fiksasi internal
26
dengan anatomic alignment. Setelah periode penyembuhan yang cukup (minimal 4
hingga 6 minggu), gigi tiruan yang baru dapat dibuat.
b) Anak-anak
Teknik splinting yang dapat digunakan untuk pasien bergigi meliputi
penggunaan lingual atau occlusal splint. Teknik ini khususnya berguna untuk
penanganan fraktur mandibula pada anak-anak dimana penempatan arch bars dan
bone plates sulit dilakukan karena susunan gigi desidous, karena gigi permanen
yang sedang berkembang, dan karena pengertian dan kooperasi pasien sulit
diperoleh. Reduksi tertutup fraktur mandibula bersama dengan fiksasi indirek dapat
dicapai baik dengan aplikasi IMF atau hanya dengan menerapkan teknik fiksasi pada
mandibula.
Perawatan Fraktur Mandibula
Setelah menyelesaikan pemeriksaan klinis dan radiografis yang menyeluruh,
semua fraktur dan luka jaringan lunak harus diidentifikasi dan dikategorikan.
Setelah itu, dengan masukan dari pasien dan keluarga pasien, rencana perawatan
harus dikembangkan, seperti metode dan urutan prosedur operasi. Diskusi
mengenai reduksi terbuka atau tertutup, adanya periode untuk IMF, dan antisipasi
morbiditas (kaku) akan mengarah pada keputusan, dan surgical consent harus
diperoleh.
Setelah menyelesaikan reduksi tertutup pada mandibula dan meletakan
komponen dental atau prosesus alveolar pada hubungan yang benar dengan
maksila, perlu atau tidaknya untuk melakukan reduksi terbuka (misalnya, eksposur
langsung dan reduksi fraktur melalui insisi bedah) harus ditputuskan. Jika reduksi
tulang yang adekuat sudah muncul, IMF dapat memberikan stabilisasi adekuat
selama fase inisial penyembuhan tulang selama sekitar 6 minggu. Indikasi untuk
reduksi terbuka adalah displacement segmen tulang yang berkelanjutan atau
sebuah fraktur unfavorable, seperti fraktur dengan angulasi, dimana tarikan otot
maseter dan pterygoid medial dapat menyebabkan distraksi segmen proksimal
mandibula. Dengan teknik fiksasi rigid, pasien dapat sembuh tanpa melalui IMF
atau setidaknya ada pemendekan waktu IMF. Hal ini saja dapat menjadi faktor
penting dalam keputusan untuk melakukan sebuah reduksi terbuka. Pada banyak
27
instansi, pasien memilih reduksi terbuka dan fiksasi internal, yang memungkinkan
pengembalian yang lebih cepat ke fungsi normal, tanpa IMF.
Pada beberapa kasus tidak diperlukan untuk mencapai reduksi anatomis ideal
di area fraktur. Ini khususnya pada fraktur kondilus. Pada fraktur ini, displacement
yang minimal ataupun moderat dari segmen kondilus umumnya menghasilkan
oklusi dan fungsi paskaoperasi yang adekuat (tetapi hanya jika hubungan oklusal
yang baik terbentuk selama periode penyembuhan dari area fraktur). Pada kasus
ini, IMF digunakan untuk maksimum 2 hingga 3 minggu pada dewasa, dan 10-14
hari untuk anak-anak, dimana setelahnya ada periode rehabilitasi fungsional yang
agresif. Periode yang lebih panjang dari IMF dapat mengarah pada ankilosis tulang
atau fibrosis tulang, dan pembatasan pembukaan mulut yang parah. Jika ada
pergeseran anatomis yang signifikan dari segmen kondilus, hasil akhir perawatan
dapat diperbaiki dengan reduksi terbuka dan fiksasi rigid.
Saat reduksi terbuka dilakukan, akses bedah langsung ke area fraktur harus
didapatkan. Akses ini dapat dicapai melalui beberapa pendekatan bedah,
tergantung area fraktur mandibula. Pendekatan intraoral dan ekstraoral mungkin
dilakukan. Umumnya, area simfisis dan anterior mandibula dapat dengan mudah
dicapai melalui insisi intraoral, sedangkan area angulus posterior atau ramus dan
fraktur kondilus lebih mudah divisualisasi dan ditangani melalui pendekatan
ekstraoral. Pada beberapa kasus, fraktur badan posterior dan angulus dapat
ditangani melalui kombinasi pendekatan menggunakan insisi intraoral dikombinasi
dengan insersi dari trocar kecil dan cannula lewat kulit untuk memfasilitasi
reduksi fraktur dan fiksasi. Pada kedua kasus sebuah pendekatan bedah harus
menghindari struktur vital seperti nervus, duktus, dan pembuluh darah dan harus
menghasilkan bekas luka yang sekecil mungkin.
Metode tradisional dan tetap diterima untuk fiksasi tulang setelah reduksi
terbuka adalah penempatan kawat intraosseous langsung digabung dengan periode
MMF yang berkisar dari 3 hingga 8 minggu. Metode fiksasi ini dapat dicapai
melalui berbagai macam teknik kawat (wiring) (contohnya, kawat osteosintesis)
dan seringkali cukup untuk mempertahankan segmen tulang di posisi yang baik
selama waktu penyembuhan. Jika kawat osteosintesis digunakan untuk fiksasi dan
28
stabilisasi pada lokasi fraktur, imobilisasi berkelanjutan dengan IMF (biasanya 4
hingga 6 minggu) diperlukan sampai penyembuhan adekuat muncul di area fraktur.
Pada saat ini, teknik fiksasi internal rigid telah secara luas digunakan untuk
perawatan fraktur. Metode ini menggunakan bone plates, bone screws, atau
keduanya untuk memperbaiki fraktur dengan lebih rigid dan menstabilkan segmen
tulang selama penyembuhan. Meski dengan fiksasi rigid, hubungan oklusal yang
baik harus tercapai sebelum reduksi dan fiksasi segmen tulang. Keuntungan dari
teknik fiksasi rigid untuk menangani fraktur mandibula meliputi berkurangnya
ketidaknyamanan pasien karena IMF tidak digunakan atau direduksi, nutrisi
paskaoperasi yang meningkat, kebersihan paskaoperasi yang meningkat, keamanan
yang lebih tinggi untuk pasien dengan kejang, dan seringkali, manajemen
paskaoperasi yang lebih baik untuk pasien dengan luka multipel.
KOMPLIKASI
Komplikasi setelah dilakukannya perbaikan pada fraktur mandibula umumnya
jarang terjadi. Komplikasi yang paling umum terjadi pada fraktur mandibula adalah
infeksi atau osteomyelitis, yang nantinya dapat menyebabkan berbagai kemungkinan
komplikasi lainnya.
Tulang mandibula merupakan daerah yang paling sering mengalami gangguan
penyembuhan fraktur baik itu malunion ataupun non-union. Ada beberapa faktor risiko
yang secara spesifik berhubungan dengan fraktur mandibula dan berpotensi untuk
menimbulkan terjadinya malunion ataupun non-union. Faktor risiko yang paling besar
adalah infeksi, kemudian aposisi yang kurang baik, kurangnya imobilisasi segmen fraktur,
adanya benda asing, tarikan otot yang tidak menguntungkan pada segmen fraktur.
Malunion yang berat pada mandibula akan mengakibatkan asimetri wajah dan dapat juga
disertai gangguan fungsi. Kelainan-kelainan ini dapat diperbaiki dengan melakukan
perencanaan osteotomi secara tepat untuk merekonstruksi bentuk lengkung mandibula.
Faktor – faktor lain yang dapat mempengaruhi kemungkinan terjadinya komplikasi
antara lain sepsis oral, adanya gigi pada garis fraktur, penyalahgunaan alkohol dan
penyakit kronis, waktu mendapatkan perawatan yang lama, kurang patuhnya pasien dan
adanya dislokasi segmen fraktur.
29