fraktur gigi

53
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Manusia mengunakan gigi untuk aktiviti setiap hari, terutama untuk mengunyah dan mengolah makanan menjadi potongan-potongan yang kecil supaya memudahkan pencernaan. Fraktur gigi sering terjadi dalam kehidupan manusia setiap hari dan disebabkan oleh beberapa faktor eksternal maupun internal, seperti trauma dari kecelakaan, mengunyah benda asing yang terlalu keras. Fraktur gigi biasa terjadi pada bagian mahkota atau akar gigi. Komplikasi ini sering dialami oleh pasien yang mempunyai kualitas tulang yang buruk dan biasanya sudah lanjut usia, orang muda juga bisa mengalami fraktur akar gigi. Selain faktor di atas, pada waktu atau setelah perawatan gigi seperti pencabutan atau tindakan konservasi juga mempunyai risiko tinggi yang dapat menyebabkan fraktur akar gigi. Berdasarkan penelitian, fraktur biasanya terjadi karena pengunaan alat atau instrumen yang tidak sesuai pada waktu perawatan. Disamping itu, hal lain seperti dokter gigi yang kurang pengalaman akan mempengaruhi kemampuannya untuk melakukan perawatan dengan tepat Menurut American Dental Association (ADA), fraktur dental atau patah gigi merupakan hilangnya atau lepasnya fragmen dari satu gigi lengkap yang biasanya disebabkan oleh trauma atau benturan. Fraktur gigi dapat dimulai dari ringan (melibatkan chipping dari lapisan gigi terluar yang disebut email dan dentin) sampai berat (melibatkan fraktur vertikal, diagonal, atau horizontal akar). Email dan dentin adalah dua lapisan pelindung terluar gigi. Email adalah permukaan terluar yang keras 1

Upload: septifauzie

Post on 01-Sep-2015

144 views

Category:

Documents


29 download

DESCRIPTION

referat fraktur gigi oleh indri

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

I.1Latar BelakangManusia mengunakan gigi untuk aktiviti setiap hari, terutama untuk mengunyah dan mengolah makanan menjadi potongan-potongan yang kecil supaya memudahkan pencernaan. Fraktur gigi sering terjadi dalam kehidupan manusia setiap hari dan disebabkan oleh beberapa faktor eksternal maupun internal, seperti trauma dari kecelakaan, mengunyah benda asing yang terlalu keras. Fraktur gigi biasa terjadi pada bagian mahkota atau akar gigi. Komplikasi ini sering dialami oleh pasien yang mempunyai kualitas tulang yang buruk dan biasanya sudah lanjut usia, orang muda juga bisa mengalami fraktur akar gigi. Selain faktor di atas, pada waktu atau setelah perawatan gigi seperti pencabutan atau tindakan konservasi juga mempunyai risiko tinggi yang dapat menyebabkan fraktur akar gigi. Berdasarkan penelitian, fraktur biasanya terjadi karena pengunaan alat atau instrumen yang tidak sesuai pada waktu perawatan. Disamping itu, hal lain seperti dokter gigi yang kurang pengalaman akan mempengaruhi kemampuannya untuk melakukan perawatan dengan tepatMenurut American Dental Association (ADA), fraktur dental atau patah gigi merupakan hilangnya atau lepasnya fragmen dari satu gigi lengkap yang biasanya disebabkan oleh trauma atau benturan. Fraktur gigi dapat dimulai dari ringan (melibatkan chipping dari lapisan gigi terluar yang disebut email dan dentin) sampai berat (melibatkan fraktur vertikal, diagonal, atau horizontal akar). Email dan dentin adalah dua lapisan pelindung terluar gigi. Email adalah permukaan terluar yang keras dan berwarna putih. Dentin adalah lapisan kuning yang terletak tepat di bawah email. Email dan dentin keduanya berfungsi melindungi jaringan gigi bagian dalam. Mahkota terlihat sepertiga dari gigi, sedangkan sisanya dua pertiga yang ditutupi dengan gusi disebut akar.Tingginya kasus kecelakaan membuat fraktur rahang juga tidak bisa dihindari. Fraktur mandibula dan maksila adalah rusaknya kontinuitas tulang mandibular dan maksilar yang dapat disebabkan oleh trauma baik secara langsung atau tidak langsung. Fraktur mandibula dapat terjadi pada bagian korpus, angulus, ramus maupun kondilus.

I.2Rumusan Masalah Apakah fraktur gigi, etiologi, dan klasifikasinya? serta bagaimana gambaran klinis, radiologi, pencegahan dan penanganan dari fraktur gigi? Apakah fraktur mandibula, etiologi, dan klasifikasinya? serta bagaimana gambaran klinis, radiologi, pencegahan dan penanganan dari fraktur mandibula? Apakah fraktur maksila, etiologi, dan klasifikasinya? serta bagaimana gambaran klinis, radiologi, pencegahan dan penanganan dari fraktur maksila?

I.3Tujuan Untuk mengatahui definisi, etiologi, klasifikasi, gambaran klinis, gambaran radiologi, pencegahan, serta penanganan dari fraktur gigi Untuk mengatahui definisi, etiologi, klasifikasi, gambaran klinis, gambaran radiologi, pencegahan, serta penanganan dari fraktur mandibula Untuk mengatahui definisi, etiologi, klasifikasi, gambaran klinis, gambaran radiologi, pencegahan, serta penanganan dari fraktur maksila

I.4Manfaat Agar kita dapat lebih memahami tentang definisi, etiologi, klasifikasi, gambaran klinis, gambaran radiologi, pencegahan, serta penanganan dari fraktur gigi Agar kita dapat lebih memahami tentang definisi, etiologi, klasifikasi, gambaran klinis, gambaran radiologi, pencegahan, serta penanganan dari fraktur mandibula Agar kita dapat lebih memahami tentang definisi, etiologi, klasifikasi, gambaran klinis, gambaran radiologi, pencegahan, serta penanganan dari fraktur maksila

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1FRAKTUR GIGIII.1.1Definisi Menurut American Dental Association (ADA), fraktur dental atau patah gigi merupakan hilangnya atau lepasnya fragmen dari satu gigi lengkap yang biasanya disebabkan oleh trauma atau benturan.Fraktur gigi dapat dimulai dari ringan (melibatkan chipping dari lapisan gigi terluar yang disebut email dan dentin) sampai berat (melibatkan fraktur vertikal, diagonal, atau horizontal akar). Email dan dentin adalah dua lapisan pelindung terluar gigi. Email adalah permukaan terluar yang keras dan berwarna putih. Dentin adalah lapisan kuning yang terletak tepat di bawah email. Email dan dentin keduanya berfungsi melindungi jaringan gigi bagian dalam. Mahkota terlihat sepertiga dari gigi, sedangkan sisanya dua pertiga yang ditutupi dengan gusi disebut akar.

II.1.2EtiologiMenurut penelitian Peng pada tahun 2007, kebanyakan penyebab fraktur dental adalah benturan atau trauma terhadap gigi yang menimbulkan disrupsi atau kerusakan email, dentin, atau keduanya. Disamping itu, faktor lain yang ditambahkan oleh American Dental Association (ADA) yaitu kebiasaan buruk, kehilangan sebagian besar struktur gigi, paparan email gigi terhadap suhu ekstrim, tambalan pada gigi, gigi pasca rawatan endodontik dan kesalahan dokter gigi.a. TraumaDalam satu penelitian yang dilaku oleh Schwartz, katakan selama masa remaja, cedera olahraga merupakan kasus yang umum namun pada usia dewasa, kasus seperti cedera olahraga, kecelakaan sepeda motor, kecelakaan industri, dan kekerasan dalam rumah tangga merupakan penyebab potensial trauma. Olahraga yang melibatkan kontak fisik merupakan penyebab umum fraktur dental, seperti sepakbola dan bola basket. Olahraga tanpa kontak fisik seperti berkuda terdapat menyebabkan fraktur dental. Benturan atau trauma, baik berupa pukulan langsung terhadap gigi atau berupa pukulan tidak langsung terhadap mandibula, dapat menyebabkan pecahnya tonjolan-tonjolan gigi, terutama gigi-gigi posterior. Selain itu, tekanan oklusal yang berlebihan terutama terhadap tumpatan yang luas dan tonjol-tonjolnya tak terdukung oleh dentin dapat pula menyebabkan fraktur.Keparahan fraktur bisa hanya sekedar retak saja, pecahnya prosesus, atau sampai lepasnya gigi yang tidak bisa diselamatkan lagi. Trauma secara langsung kebanyakan mengenai gigi anterior, dan karena arah pukulan mengenai permukaan labial, garis retakannya menyebar ke belakang dan biasanya menyebab fraktur horizontal atau miring. Pada fraktur yang lain, tekanan hampir selalu mengenai permukaan oklusal, sehingga fraktur pada umumnya vertikal.b. Kebiasaan BurukKebiasaan buruk yang sering menjejaskan kualitas gigi. Sebagai contoh, banyak orang menggunakan gigi mereka sebagai alat pembuka botol dan kemasan plastik atau mencabut label harga pada baju. Kebiasaan ini dapat menyebabkan efek traumatis pada gigi, melemahkan tepi gigi bahkan bisa menyebabkan maloklusi.13 Menggigit pensil atau pulpen juga merupakan kebiasaan yang paling sering dilakukan oleh banyak orang. Sama halnya dengan mengunyah es batu, menggigit benda keras bisa menyebabkan email gigi mengalami penipisan dan fraktur. Apalagi, dilanjut dengan kebiasaan mengunyah batu es terutama sehabis meminum minuman dingin. Bentuknya yang keras dan temperatur dingin dari batu es, sebenarnya dapat mengikis email dan menyebabkan fraktur gigi.c. Kehilangan Sebagian Besar Struktur GigiKehilangan bagian email dan dentin gigi umumnya disebabkan oleh kondisi karies yang meluas. Gigi yang mengalami karies yang meluas akan mengurang kekuatan gigi untuk menahan daya untuk kegiatan harian terutama mengunyah yang menyebabkan gigi lebih rentan fraktur. Karies pada gigi yang meluas pada garis servikal menambah resiko fraktur berjadi.d. Suhu EkstrimOrang yang mepaparkan email gigi kepada suhu ekstrim seperti makan makanan panas kemudian minum air es. Perlakuan ini melemahkan email gigi dan memudahkan terjadi fraktur gigi.e. TambalanSalah satu kebiasaan yang terjadi fraktur adalah ketika gigi mempunyai tambalan yang besar. Kekuatan gigi yang rendah disebabkan oleh bahan tambalan gigi yang tidak sama kuat dibandingkan dengan email atau dentin, dapat menimbulkan resiko gigi menjadi fraktur.f. Gigi Pasca Rawatan EndodontikPelemahan struktur mekanik gigi terjadi waktu akses persiapan rongga, sedangkan pembersihan dan pembentukan saluran akar meningkatkan kemungkinan gigi fraktur.Gigi yang telah dilakukan perawatan saluran akar dan diisikan dengan gutta perca atau pasak akan mempunyai resiko fraktur yang sangat tinggi dibandingkan dengan gigi yang asli. Waktu gigi dipreparasi untuk diisi akan menyebabkan struktur gigi menjadi lemah dan lebih mudah fraktur. Penggunaan sekrup dan post adalah aspek lain dari fraktur akar gigi karena efek tolak-menolak (wedging). Post runcing dan berulir lazimnya menghasilkan kejadian fraktur akar tertinggi, diikuti dengan post meruncing dan sejajar.g. Kesalahan Dokter GigiSebelum melakukan pencabutan gigi, mungkin dokter gagal melakukan diagnosis yang tepat. Haruslah dokter gigi melakukan anamnesis terhadap pasien supaya mengetahui riwayat medis pasien dan dapat memberikan rawatan yang betul. Pemeriksaan radiografi dilakukan supaya diagnosis lebih tepat.Sikap seseorang dokter juga sangat penting bila memberikan diagnosis dan rawatan kepada pasien. Dokter harus sabar dan penuh semangat untuk memberikan rawatan yang terbaik kepada pasien. Keadaan seperti pemilihan instrumen waktu ekstraksi gigi, tang yang diguna harus sesuai dengan gigi yang diekstraksi supaya mengurangi kecelakaan waktu aplikasi daya.

II.1.3Klasifikasi Fraktur Gigi Banyak klasifikasi telah diperkenalkan untuk gigi yang mengalami fraktur. Klasifikasi yang sering digunakan adalah seperti klasifikasi Ellis, klasifikasi Ellis dan Davey, klasifikasi World Health Organization (WHO) dan klasifikasi Andreasen. II.1.3.1Klasifikasi Fraktur Menurut EllisKlasifikasi Ellis (1961) terdiri dari enam kelompok dasar:a. Fraktur email. Fraktur mahkota sederhana, tanpa mengenai dentin atau hanya sedikit mengenai dentin. b. Fraktur dentin tanpa terbukanya pulpa. Fraktur mahkota yang mengenai cukup banyak dentin, tapi tanpa mengenai pulpa. c. Fraktur mahkota dengan terbukanya pulpa. Fraktur mahkota yang mengenai dentin dan menyebabkan pulpa terbuka.d. Fraktur akar. e. Luksasi gigi. f. Intrusi gigiII.1.3.2Klasifikasi Menurut Ellis dan DaveyEllis dan Davey (1970) menyusun klasifikasi trauma pada gigi anterior menurut banyaknya struktur gigi yang terlibat, yaitu:a. Kelas 1 : Fraktur mahkota sederhana yang hanya melibatkan jaringan email.b. Kelas 2 : Fraktur mahkota yang lebih luas yang telah melibatkan jaringan dentin tetapi belum melibatkan pulpa.c. Kelas 3 : Fraktur mahkota gigi yang melibatkan jaringan dentin dan menyebabkan terbukanya pulpa.d. Kelas 4 : Trauma pada gigi yang menyebabkan gigi menjadi non vital dengan atau tanpa kehilangan struktur mahkota.e. Kelas 5 : Trauma pada gigi yang menyebabkan kehilangan gigi atau avulsi.f. Kelas 6 : Fraktur akar dengan atau tanpa kehilangan struktur mahkota.g. Kelas 7 : Perubahan posisi atau displacement gigi.h. Kelas 8 : Kerusakan gigi akibat trauma atau benturan pada gigi yang menyebabkan fraktur mahkota yang besar tetapi gigi tetap pada tempatnya dan akar tidak mengalami perubahan.i. Kelas 9: kerusakan pada gigi sulung akibat trauma pada gigi depan.II.1.3.3Klasifikasi Menurut World Health Organization (WHO) dan Modifikasi oleh Andreasen.Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) pada tahun 1978 memakai klasifikasi dengan nomor kode yang sesuai dengan Klasifikasi Penyakit Internasional (International Classification of Diseases), sebagai berikut:a. 873.60: Fraktur email. Meliputi hanya email dan mencakup gumpilnya email, fraktur tidak menyeluruh atau retak pada email.b. 873.61: Fraktur mahkota yang melibatkan email dan dentin tanpa terbukanya pulpa. Fraktur sederhana yang mengenai email dan dentin, pulpa tidak terbuka.c. 873.62: Fraktur mahkota dengan terbukanya pulpa. Fraktur yang rumit yang mengenai email dan dentin dengan disertai pulpa yang terbuka.d. 873.63: Fraktur akar. Fraktur akar yang hanya mengenai sementum, dentin, dan pulpa. Juga disebut fraktur akar horizontal.e. 873.64: Fraktur mahkota-akar. Fraktur gigi yang mengenai email, dentin, dan sementum akar. Bisa disertai atau tidak dengan terbukanya pulpa.f. 873.66: Luksasi. Pergeseran gigi, mencangkup konkusi (concussion), subluksasi, luksasi lateral, luksasi ekstruksi, dan luksasi intrusi.g. 873.67: Intrusi atau ekstrusi.h. 873.68: Avulsi. Pergeseran gigi secara menyeluruh dan keluar dari soketnya.i. 873.69: Injuri lain, seperti laserasi jaringan lunak.Klasifikasi ini dimodifikasi oleh Andreasen (1981) menurut contoh berikut:a. 873.64: Fraktur mahkota-akar yang tidak rumit tanpa terbukanya pulpa.b. 873.64: Fraktur mahkota-akar yang rumit dengan terbukanya pulpa.c. 873.66: Konkusi (concussion), injuri pada struktur pendukung gigi yang bereaksi terhadap perkusi.d. 873.66: Subluksasi, suatu injuri pada struktur pendukung gigi dengan kegoyahan abnormal tetapi tanpa pemindahan gigi.e. 873.66: Luksasi lateral, pemindahan gigi pada arah lain daripada ke aksial, diikuti oleh fraktur soket alveolarII.1.3.4Klasifikasi Menurut Andreasen.Andreasen juga mengklasifikasikan injuri pada tulang pendukung dan injuri pada mukosa mulut. Menurut Andreasen dalam bukunya Patologi Gigi Geligi Kelainan Jaringan Keras Gigi, secara garis besar fraktur gigi digolongkan menurut penyebabnya sebagai berikut:a. Fraktur Spontan Merupakan jenis fraktur yang diakibatkan oleh adanya tekanan pengunyahan. Pada hal ini elemen-elemen email gigi mengalami atrisi dan aus karena adanya gesekan pada saat mengunyah. Keadaan ini bisa menyebabkan gigi mengalami fraktur. Fraktur spontan lebih sering terjadi pada gigi molar satu bawah.b. Fraktur Traumatik Fraktur traumatik terjadi akibat adanya benturan keras yang bersifat tibatiba. Fraktur traumatik biasanya tidak terjadi pada bayi dibawah umur 1 tahun karena pengaruh aktivitas yang dilakukannya. Penyebab fraktur yang sering terjadi adalah benturan akibat kecelakaan atau karena dipukul. Berdasarkan bagian yang mengalami fraktur, fraktur traumatrik dibedakan menjadi beberapa jenis sebagai berikut:1) Fraktur MahkotaFraktur mahkota merupakan jenis fraktur yang terjadi pada bagian email hingga ke bagian tulang gigi dengan atau tanpa patahnya sebagian elemen. Dalam hal ini, yang termasuk dalam jenis fraktur ini adalah jenis fraktur Ellis 1 dan Ellis 2. Fraktur mahkota juga dapat dibagi menjadi:a. Infraksi Mahkota: Pada jenis ini, pada beberapa kasus fraktur yang terjadi tidak membentuk suatu patahan, namun hanya berupa garis retak saja yaitu sekitar 10-13%. Retak biasa mencapai dentin hingga pulpa. b. Fraktur Mahkota Tanpa Komplikasi: Merupakan fraktur yang terjadi pada sebagian email, dan dentin. Fraktur ini biasanya terjadi pada gigi anterior dan patah pada bagian sudut mesial maupun sudut distal. Biasanya jenis fraktur ini tidak menimbulkan rasa sakit, namun apabila fraktur terjadi hingga mencapai dentin, maka rasa sakit akan terasa terutama pada saat makan maupun karena perubahan suhu. Rasa sakit pada saat mengunyah juga bisa terjadi karena jaringan periodontal juga mengalami kerusakan. c. Fraktur Mahkota dengan Komplikasi: Pada jenis fraktur ini, bagian besar mahkota dan tulang gigi patah sehingga pulpa terbuka dan mengalami pendarahan kapiler. Rasa sakit biasanya timbul pada saat mengunyah dan jika terjadi perubahan suhu. Sekitar 4% penderita fraktur gigi mengalami fraktur jenis ini. 2) Fraktur AkarFraktur akar terjadi pada daerah sekitar akar gigi. Diagnosis fraktur dapat ditegakkan melalui pemeriksaan foto rontgen untuk mengetahui kondisi gigi yang mengalami fraktur. a. Fraktur Mahkota Akar Fraktur mahkota akar yang terjadi dari insisal sampai 2-3 mm di bawah pengikatan gingival pada elemen pada arah vestibulolingual, dan pulpa sering terlibat dalam hal ini. Pada gigi premolar atas, tonjol vestibular sering patah. Pada kasus yang terakhir, bagian yang patah biasanya ditahan pada tempatnya oleh serabut periodontal, sehingga retak pada mulanya kurang menarik perhatian. Keluhan yang terjadi pada pasien seperti keluhan pada pulpitis, dan sakitnya akan bertambah ketika digunakan untuk menggigit.b. Fraktur Akar Gigi yang baru erupsi memiliki resiko untuk lepas dari alveolus apabila terjadi benturan, sedangkan gigi yang telah tumbuh sempurna memiliki resiko patah. Andreasen (1981) juga mengklasifikasi trauma terhadap gigi berdasarkan gejala pada gambaran klinis, seperti:a. Perubahan warna email menjadi lebih putih atau kuning hingga kecokelatan.b. Perubahan warna email yang mengalami hipoplasia, menjadi lebih putih atau kuning hingga kecokelatan.c. Dilaserasi mahkota.d. Malformasi gigi.e. Dilaserasi akar.f. Gangguan pada erupsi.

II.1.4Gambaran KlinisMenurut klasifikasi fraktur dari Ellis, fraktur terdiri dari empat kelompok dasar: 1. Fraktur EmailFraktur mahkota sederhana tanpa mengenai dentin.

2. Fraktur DentinTanpa Terbukanya Pulpa Fraktur mahkota yang megenai cukup banyak dentin, tanpa megenai pulpa.

3. Fraktur Mahkota dengan Terbukanya PulpaFraktur mahkota yang mengenai dentin dan menyebabkan pulpa terbuka.

4. Fraktur AkarFraktur terbatas pada akar gigi yang melibatkan sementum, dentin, dan pulpa

II.1.5Gambaran RadiologiFoto rontgen penting sebelum membuat diagnosis pada pasien, dan dari foto tersebut kita dapat melihat batas fraktur sampai mana. Dari foto tersebut, lokasi yang mengalami fraktur akan muncul gambaran garis yang radiolusen.

dcba

a. Fraktur email ; b. Fraktur dentin tanpa terbukanya pulpa ; c. Fraktur mahkota dengan terbukanya pulpa ; d. Fraktur akar

II.1.6Pencegahan Fraktur GigiMencegah fraktur tampaknya sulit. Namun ada beberapa cara untuk mengurangi kemungkinan gigi fraktur secara umum: a. Pemakaian Mouth GuardAspek utama fraktur gigi adalah disebabkan oleh trauma. Mouth guard dapat melindungi mulut dan meminimalkan risiko gigi fraktur. Ini biasanya meliputi gigi atas, dan akan membantu melindungi dari cedera. Hal ini penting terutama jika berpartisipasi dalam kegiatan olahraga. Keuntungan memakai mouth guard adalah signifikan. Dengan memakainya, dapat membatasi risiko terkait cedera mulut, termasuk cedera pada bibir, lidah, jaringan lunak, dan gigi. Memakai mouth guard dapat melindungi terhadap pecah atau fraktur gigi, akar atau kerusakan tulang, dan bahkan mencegah gigi lepas atau tercabut.Selain itu kalau seseorang mempunyai kebiasaan buruk grinding gigi pada waktu malam, mouth guard dapat membantu. Ini akan melindungi gigi dari aus atau rusak malam demi malam, jadi resiko fraktur juga menurun.

b. Pemeriksaan GigiPasien harus melakukan kunjungan ke dokter gigi sekali atau dua kali setiap tahun untuk pemeriksaan gigi. Ini karena kadang kadang ada struktur gigi yang sudah rapuh karena disebabkan oleh perawatan saluran akar ataupun bahan restorasi yang lama mulai terpisah dari struktur gigi. Dengan pemeriksaan dan dapat dideteksi lebih awal, kondisi fraktur gigi dapat dielakkan dan segera dilakukan perawatan.c. Diagnosis dan Perawatan yang TepatDari peran seorang dokter gigi harus melakukan diagnosis yang tepat baru dapat memberikan perawatan yang sesuai dan hasil yang baik. Diagnosis dimulai dengan merekam demografi pasien dan mengambil sejarah singkat peristiwa traumatik, kemudian diikuti pemeriksaan intra oral dan ekstra oral. Gigi mungkin terasa tidak nyaman waktu perkusi atau palpasi dan menunjukkan perubahan warna mahkota sementara. Sebuah visualisasi menyeluruh daerah subgingiva juga penting untuk mendeteksi adanya garis fraktur.Awalnya, sensibilitas dan tes vitalitas dapat memberikan hasil negatif yang sementara atau permanen karena kerusakan pulpa yang ditimbulkan oleh trauma. Secara rutin tindakan lanjut diperlukan untuk memantau status pulpa terus menerus. Penggunaan pulsa-oksimeter direkomendasikan untuk mengevaluasi status pulpa dari gigi baru mengalami trauma. Alat ini memiliki sensitivitas yang lebih baik dan spesifisitas dari tes listrik dan termal dan memberikan pembacaan vitalitas positif yang konstan pada waktu dalam kasus gigi baru mengalami trauma. Setelah itu, dilakukan rongten foto pada gigi yang dicurigai atau tidak dapat langsung dilihat secara visual dari tes lain. Pemeriksaan radiografi sangat diperlukan untuk konfirmasi fraktur akar.

Kemudian harus mempunyai rencana perawatan sebelum melakukan pencabutan. Untuk eksodonsia, dipilih tang yang sesuai dengan gigi yang akan diekstraksi, manipulasi dengan luksasi atau rotasi sesuai jenis gigi. Kadang kadang, bein digunakan untuk mengoyangkan gigi dan megeluarkan sisa akar gigi. Jika gigi tersebut sukar dicabut, maka teknik bedah trans alveolar diindikasikan untuk mengeluarkan gigi tersebut.d. DietMakan makanan segar seperti apel, wortel mentah dan seledri. Makanan ini membantu untuk membersihkan gigi atau self-cleansing pada waktu dimakan dan mengunyah. Makanan ini adalah sikat gigi alami. Dengan ini, karies akan dikurangi dan kesehatan gigi masih dapat dipertahankan dan dengan demikian resiko fraktur gigi menurun.13 Pilihan makanan terbaik untuk kesehatan gigi termasuk keju, daging, kacang-kacangan, dan susu. Makanan ini penting untuk melindungi email gigi dengan menyediakan kalsium dan fosfor yang dibutuhkan untuk remineralisasi gigi.

Perawatan untuk fraktur gigi tergantung kepada kondisi sisa akar gigi yang tinggal atau bagian yang mengalami fraktur. Tindakan pertama harus dimulai dengan melihat kondisi gigi, soket gigi harus diirigasi supaya dapat dilihat jelas. Jika masih ragu, pasien dianjurkan untuk dilakukan rontgen foto guna melihat kondisi soket bekas pencabutan. Sisa akar gigi dikeluarkan dengan menggunakan elevator dengan daya yang ringan. Dilakukan dengan hati-hati sampai sisa tersebut makin longgar pada soket lalu dikeluarkan. Jika sisa gigi tidak dapat dikeluarkan dengan instrumen elevator, teknik transalveolar harus digunakan untuk megeluarkan sisa fraktur tersebut.

II.1.7Penanganan Fraktur GigiII.1.7.1Fraktur emailFraktur email hanya lapisan pertama gigi dan mudah dirawat dengan restorasi estetik. Apabila tidak terdapat perpindahan tempat gigi (displacement), hasil perawatan umumnya baik dan jarang terjadi komplikasi.II.1.7.2Fraktur pada email dan dentinApabila jaringan pulpa terbuka, bakteri dan produknya dapat masuk kejaringan pulpa dan akhirnya menyebabkan peradangan pada jaringan pulpa. perawatan yang dilakukan bertujuan untuk melindungi pulpa dari gangguan luar dan merestorasi gigi agar dapat berfungsi dengan baik dan estetik. Gigi terus dimonitor selama 2 bulan untuk mengetahui kondisi pulpa. komplikasi jarang terjadi dan biasanya tidak diperlukan perawatan saluran akar.II.1.7.3Fraktur pada akarPada fraktur ini, seluruh jaringan di sekitar gigi telah terinfeksi. Perawatan yang dilakukan adalah splinting selama lebih kurang 6 minggu dan kemudian gigi dikembalikan ke tempat semula.

Splinting adalah prosedur dimana gigi ditopang dalam posisi tertentu untuk jangka waktu tertentu. Hal ini dilakukan pada gigi yang terkena trauma atau gigi yang jaringan pendukungnya terinfeksi penyakit, sehingga gigi tidak terdukung dengan baik. Splinting dilakukan dengan cara mengikat sekelompok gigi bersama sehingga daya kunyah ditahan oleh sekelompok gigi, tidak hanya oleh gigi yang terinfeksiII.1.7.4Fraktur pada gigi dengan melibatkan jaringan pulpaJaringan pulpa terlihat sebagai jaringan berwarna kemerahan. Pada kasus dimana luas jaringan pulpa yang terbuka tidak terlalu besar dan bersih, gigi dapat langsung ditumpat. Pada kasus dimana jaringan pulpa yang terbuka agak besar, perawatan pulpotomi sebagian merupakan salah satu pilihan perawatan. Sebagian jaringan pulpa dibuang dan diletakkan obat-obatan agar jaringan pulpa dapat sembuh. Pada kasus yang agak rumit, perawatan saluran akar mungkin perlu dilakukan.II.2FRAKTUR MANDIBULAII.2.1DefinisiFraktur mandibula adalah rusaknya kontinuitas tulang mandibular yang dapat disebabkan oleh trauma baik secara langsung atau tidak langsung. Fraktur mandibula dapat terjadi pada bagian korpus, angulus, ramus maupun kondilus.

II.2.2KlasifikasiMenurut R. Dingman dan P.Natvig pada tahun 1969 fraktur pada mandibula dibagi menjadi beberapa kategori, yakni :1. Menurut arah fraktur (horizontal/vertikal) dan apakah lebih menguntungkan dalam perawatan atau tidak2. Menurut derajat keparahan fraktur (simpel/tertutup/mengarah ke rongga mulut atau kulit).3. Menurut tipe fraktur (Greenstick/ kompleks/ kominutiva/ impaksi/ depresi)

4. Menurut ada atau tidaknya gigi dalam rahang (dentulous, partially dentulous, edentulous)5. Menurut lokasi (regio simfisis, regio kaninus, regio korpus, angulus, ramus, prosesus kondilus, prosesus koronoid)

II.2.3FrekuensiSecara umum, paling sering terjadi pada korpus mandibula, angulus dan kondilus, sedangkan pada ramus dan prosesus koronoideus lebih jarang terjadi. Berdasarkan penelitian, dapat diurutkan seperti berikut : Korpus 29 % Kondilus 26% Angulus 25% Simfisis 17% Ramus 4% Proc.Koronoid 1%

II.2.4EtiologiPenyebab terbanyak adalah kecelakaan lalu lintas dan sebagian besar adalah pengendara sepeda motor. Sebab lain yang umum adalah trauma pada muka akibat kekerasan, olahraga. Berdasarkan penelitian didapatkan data penyebab tersering fraktur mandibula adalah : Kecelakaan berkendara 43% Kekerasan 34% Kecelakaan kerja 7% Jatuh 7% Olahraga 4% Sebab lain 5%Fraktur mandibula dapat juga disebabkan oleh adanya kelainan sistemik yang dapat menyebabkan terjadinya fraktur patologis seperti pada pasien dengan osteoporosis imperfekta.

II.2.5PatofisiologiDerajat keparahan fraktur sangat bergantung pada kekuatan trauma. Karena itu fraktur kominutiva dapat dipastikan terjadi karena adanya kekuatan energi yang besar yang menyebabkan trauma. Berdasarkan penelitian pada 3002 pasien dengan fraktur mandibula, diketahui bahwa adanya gigi molar 3 bawah meningkatkan resiko terjadinya fraktur angulus mandibula sampai 2 kali lipat.

II.2.6Manifestasi KlinisPasien dengan fraktur mandibula umumnya datang dengan adanya deformitas pada muka, baik berupa hidung yang masuk kedalam, mata masuk kedalam dan sebagainya. Kondisi ini biasa disertai dengan adanya kelainan dari fungsi organ organ yang terdapat di muka seperti mata terus berair, penglihatan ganda, kebutaan, anosmia, kesulitan bicara karena adanya fraktur mandibula, maloklusi sampai kesulitan bernapas karena hilangnya kekuatan untuk menahan lidah pada tempatnya sehingga lidah menutupi rongga faring.

II.2.7Gejala & TandaTanda tanda patah pada tulang rahang meliputi :1. Dislokasi, berupa perubahan posisi rahang yg menyebabkan maloklusi atau tidak berkontaknya rahang bawah dan rahang atas2. Pergerakan rahang yang abnormal, dapat terlihat bila penderita menggerakkan rahangnya atau pada saat dilakukan .3. Rasa sakit pada saat rahang digerakkan4. Pembengkakan pada sisi fraktur sehingga dapat menentukan lokasi daerah fraktur.5. Krepitasi berupa suara pada saat pemeriksaan akibat pergeseran dari ujung tulang yang fraktur bila rahang digerakkan.6. Laserasi yg terjadi pada daerah gusi, mukosa mulut dan daerah sekitar fraktur.7. Diskolorisasi perubahan warna pada daerah fraktur akibat pembengkakan8. Disability, terjadi gangguan fungsional berupa penyempitan pembukaan mulut.9. Hipersalivasi dan Halitosis, akibat berkurangnya pergerakan normal mandibula dapat terjadi stagnasi makanan dan hilangnya efek self cleansing karena gangguan fungsi pengunyahan.10. Numbness, kelumpuhan dari bibir bawah, biasanya bila fraktur terjadi di bawah nervus alveolaris.

II.2.8DiagnosisDiagnosis pasien dengan fraktur mandibula dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan pertama tama melakukan inspeksi menyeluruh untuk melihat adanya deformitas pada muka, memar dan pembengkakan. Langkah berikut yang dilakukan adalah dengan mencoba merasakan tulang rahang dengan palpasi pada pasien. Setelah itu lakukan pemeriksaan gerakan mandibula. Setelah itu dilanjutkan dengan memeriksa bagian dalam mulut. Pasien dapat diminta untuk menggigit untuk melihat apakah ada maloklusi atau tidak. Setelah itu dapat dilakukan pemeriksaan satbilitas tulang mandibula dengan meletakkan spatel lidah diantara gigi dan lihat apakah pasien dapat menahan spatel lidah tersebut.Untuk pemeriksaan penunjang, yang paling penting untuk dilakukan adalah adalah rontgen panoramik, sebab dengan foto panoramik kita dapat melihat keseluruhan tulang mandibula dalam satu foto. Namun pemeriksaan ini memberikan gambaran yang kurang detil untuk melihat temporo-mandibular joint, regio simfisis dan alevolar.Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah dengan foto rontgen polos. Dapat dilakukan untuk melihat posisi oblik-lateral, oklusal, posteoanterior dan periapikal. Foto oblik-lateral dapat membantu mendiagnosa fraktur ramus, angulus dan korpus posterior. Namun regio kondilus, bikuspid dan simfisis seringkali tidak jelas. Foto oklusal mandibula dapat memperlihatkan adanya diskrepansi pada sisi medial dan lateral fraktur korpus mandibula. Posisi posteroanterior Caldwell dapat memperlihatkan adanya dislokasi medial atau lateral dari fraktur ramus, angulus, korpus maupun simfisis.Pemeriksaan CT-scan juga dapat digunakan untuk membantu diagnosa fraktur mandibula.CT-scan dapat membantu untuk melihat adanya fraktur lain pada daerah wajah termasuk os.frontal, kompleks naso-ethmoid-orbital, orbital dan seluruh pilar penopang kraniofasial baik horizontal maupun vertikal. CT-scan juga ideal untuk melihat adanya fraktur kondilus.

II.2.9PeanatalaksanaanPenatalaksanaan pada fraktur mandibula mengikuti standar penatalaksanaan fraktur pada umumnya. Pertama periksalah A(airway), B(Breathing) dan C(circulation). Bila pada ketiga topik ini tidak ditemukan kelainan pada pasien, lakukan penanganan terhadap fraktur mandibula pasien. Bila pada pasien terdapat perdarahan aktif, hentikanlah dulu perdarahannya. Bila pasien mengeluh nyeri maka dapat diberi analgetik untuk membantu menghilangkan nyeri. Setelah itu cobalah ketahui mekanisme cedera dan jenis fraktur pada pasien berdasarkan klasifikasi oleh Dingman dan Natvig. Bila fraktur pada pasien adalah fraktur tertutup dan tidak disertai adanya dislokasi atau ada dislokasi kondilus yang minimal, maka dapat ditangani dengan pemberian analgetik, diet cair dan pengawasan ketat. Pasien dengan fraktur prosesus koronoid dapat ditangani dengan cara yang sama. Pada pasien ini juga perlu diberikan latihan mandibula untuk mencegah terjadinya trismus.Kunci utama untuk penanganan fraktur mandibula adalah reduksi dan stabilisasi. Pada pasien dengan fraktur stabil cukup dengan melakukan wiring untuk menyatukan gigi atas dan bawah. Untuk metode ini dapat dilakukan berbagai tindakan. Yang paling banyak dilakukan adalah dengan menggunakan wire dengan Ivy loops dan dilakukan MMF (maxillomandibular fixation).

Dapat juga dipasang archbar dan dilakukan IMF (intermaxillary fixation), dilakukan fiksasi eksternal, dipasang screw, pemasangan Gunning splint juga banyak dilakukan karena bisa memfiksasi namun pasien tetap dapat menerima asupan makanan.

Pada fraktur kominutiva maupun fraktur fraktur yang tidak stabil atau fraktur dengan dislokasi segmen ditangani dengan pembedahan dengan ORIF (open reduction internal fixation) baik yang rigid maupun non rigid.

II.2.10KomplikasiKomplikasi setelah dilakukannya perbaikan pada fraktur mandibula umumnya jarang terjadi. Komplikasi yang paling umum terjadi pada fraktur mandibula adalah infeksi atau osteomyelitis, yang nantinya dapat menyebabkan berbagai kemungkinan komplikasi lainnya.Tulang mandibula merupakan daerah yang paling sering mengalami gangguan penyembuhan fraktur baik itu malunion ataupun non-union. Ada beberapa faktor risiko yang secara spesifik berhubungan dengan fraktur mandibula dan berpotensi untuk menimbulkan terjadinya malunion ataupun non-union. Faktor risiko yang paling besar adalah infeksi, kemudian aposisi yang kurang baik, kurangnya imobilisasi segmen fraktur, adanya benda asing, tarikan otot yang tidak menguntungkan pada segmen fraktur. Malunion yang berat pada mandibula akan mengakibatkan asimetri wajah dan dapat juga disertai gangguan fungsi. Kelainan-kelainan ini dapat diperbaiki dengan melakukan perencanaan osteotomi secara tepat untuk merekonstruksi bentuk lengkung mandibula.Faktor faktor lain yang dapat mempengaruhi kemungkinan terjadinya komplikasi antara lain sepsis oral, adanya gigi pada garis fraktur, penyalahgunaan alkohol dan penyakit kronis, waktu mendapatkan perawatan yang lama, kurang patuhnya pasien dan adanya dislokasi segmen fraktur.

II.3FRAKTUR MAKSILAII.3.1DefinisiKerusakan pada tulang maxilla yang seringkali terjadi akibat adanya trauma, periodontitis maupun neoplasia

II.3.2EtiologiFraktur maxilla dapat disebabkan oleh trauma atau karena proses patologis. 1) Traumatic fracture Fraktur yangdisebabkan oleh pukulan pada: perkelahian kecelakaan tembakan 2) Pathologic fracture Fraktur yang disebabkan oleh keadaan patologis dimana tulang dalam keadaan sakit, tulang tipis atau lemah, sehingga bila ada trauma ringan seperti berbicara, makan dan mengunyah dapat terjadi fraktur. Terjadi karena :

a) Penyakit tulang setempat Kista Tumor tulang jinak atau ganas Keadaan dimana resorpsi tulang sangat besar sekali sehingga dengan atau tanpa trauma dapat terjadi fraktur, misalnya pada osteomielitis b) Penyakit umum yang mengenai tulang sehingga tulang mudah patah. Osteomalacia Osteoporosis Atrofi tulang secara umum

II.3.3Klasifikasi Fraktur Fraktur dapat berupa :1. Single fracture Fraktur dengan satu garis fraktur 2. Multiple fracture Terdapat dua atau lebih garis fraktur yang tidak berhubungan satu sarna lain Unilateral = jika kedua garis fraktur terletak pada satu sisi Bilateral = jika 1 garis fraktur pada 1 sisi dan garis fraktur lain pada sisi lain. 3. Communited fracture Tulang hancur atau remuk menjadi beberapa fragmen keci 1 atau berkeping-keping, misalnya symphis mandibularis dan di daerah anterior maxila. 4. Complicated fracture Terjadi suatu dislokasi/displacement dari tulang sehingga mengakibatkan kerusakan tulang-tulang yang berdekatan, gigi, dan jaringan lunak yang berdekatan 5. Complete fracture Tulang patah semua secara lengkap menjadi 2 bagian atau lebih. 6. Incomplete fracture Tulang tidak patah sarna sekali, tetapi hanya retak juga penyatuan tulang tidak terganggu. Dalam keadaan seperti ini lakukan dengan bandage dan rahang diistirahatkan 1-3 minggu. 7. Depressed fracture Bagian tulang yang fraktur masuk ke dalam suatu rongga. Sering pada fraktur maxilla yaitu pada permukaan fasial dimana fraktur tulang terdorong masuk ke sinus maxillaris. 8. Impacted fracture Dimana fraktur yang 1 didorong masuk ke fragmen tulang lain. Sering pada tulang zygomaticus.

II.3.4Klasifikasi Fraktur Berdasarkan Pembagian Area Fraktur Pada rahang 1) Dento Alveolar Fracture Suatu fraktur di daerah processus maxillaris yang belum mencapai daerah Le Fort I dan dapat terjadi unilateral maupun bilateral. Fraktur ini meliputi processus alveolaris dan gigi-gigi. Gejala klinik Extra oral : Luka pada bibir atas yang dalam dan luas. Luka laserasi pada bibir sering disertai perdarahan, kadang-kadang terdapat patahan gigi dalam bibir yang luka tersebut. Bibir bengkak dan edematus Echymosis dan hematoma pada muka Intra oral : Luka laserasi pada gingiva daerah fraktur dan sering disertai perdarahan. Adanya subluxatio pada gigi sehingga gigi tersebut bergerak, kadang-kadang berpindah tempat. Adanya alvulatio gigi, kadang-kadang disertai tulang alveolusnya Fraktur corona gigi dengan atau tanpa terbukanya kamar pulpa 2) Le Fort I: Pada fraktur ini, garis fraktur berada di antara dasar dari sinus maxillaris dan dasar dari orbita. Pada Le Fort I ini seluruh processus alveolaris rahang atas, palatum durum, septum nasalis terlepas dari dasarnya sehingga seluruh tulang rahang dapat digerakkan ke segala arah. Karena tulang-tulang ini diikat oleh jaringan lunak saja, maka terlihat seperti tulang rahang tersebut mengapung (floating fracture). Fraktur dapat terjadi unilateral atau bilateral. Suatu tambahan fraktur pada palatal dapat terjadi, dimana terlihat sebagai suatu garis echymosis.

Geiala klinik Extra oral : Pembengkakan pada muka disertai vulnus laceratum Deformitas pada muka, muka terlihat asimetris Hematoma atau echymosis pada daerah yang terkena fraktur, kadang-kadang terdapat infraorbital echymosis dan subconjunctival echymosis Penderita tidak dapat menutup mulut karena gigi posterior rahang atas dan rahang bawah telah kontak lebih dulu. Intra oral Echymosis pacta mucobucal rahang atas Vulnus laceratum, pembengkakan gingiva, kadang-kadang disertai goyangnya gigi dan lepasnya gigi. Perdarahan yang berasal dari gingiva yang luka atau gigi yang luka, gigi fraktur atau lepas. Open bite maloklusi sehingga penderita sukar mengunyah 3) Le Fort II : Garis fraktur meliputi tulang maxillaris, nasalis, lacrimalis, ethmoid, sphenoid dan sering tulang vomer dan septum nasalis terkena juga.

Gejala klinik Extra oral : Pembengkakan hebat pada muka dan hidung, pada daerah tersebut terasa sakit. Dari samping muka terlihat rata karena adanya deformitas hidung. Bilateral circum echymosis, subconjunctival echymosis. Perdarahan dari hi dung yang disertai cairan cerebrospinal.Intra oral Mulut sukar dibuka dan rahang bawah sulit digerakkan ke depan Adanya maloklusi open bite sehingga penderita sukar mengunyah. Palatum mole sering jatuh ke belakang sehingga dorsum lidah tertekan sehingga timbul kesukaran bernafas. Terdapatnya kelainan gigi berupa fraktur, avultio,luxatio. Pada palpasi, seluruh bagian rahang atas dapat digerakkan, pada bagian hidung terasa adanya step atau bagian yang tajam dan terasa sakit.4) Le Fort III Fraktur ini membentuk garis fraktur yang meliputi tulang-tulang nasalis, maxillaris, orbita, ethmoid, sphenoid dan zygomaticus arch. Sepertiga bagian tengah muka terdesak ke belakang sehingga terlihat muka rata yang disebut "Dish Shape Face". Displacement ini selalu disebabkan karena tarikan ke arah belakang dari M.pterygoideus dimana otot ini melekat pda sayap terbesar tulang sphenoid dan tuberositas maxillary.

Geiala klinik Extra oral : Pembengkakan hebat pada muka dan hidung Perdarahan pada palatum, pharinx, sinus maxillaris, hidung dan telinga. Terdapat bilateral circum echymosis dan subconjunctival echymosis. Pergerakan bola mata terbatas dan terdapat kelainan N.opticus dan saraf motoris dari mata yang menyebabkan diplopia, kebutaan dan paralisis bola mata yang temporer. Deformitas hidung sehingga mata terlihat rata. Adanya cerebrospinal rhinorrhoea dan umumnya bercampur darah paralisis N.Fasialis yang sifatnya temporer atau permanen yang menyebabkan Bells Palsy.Intra oral : Mulut terbuka lebih lebar karena keadaan open bite yang berat. Rahang atas dapat lebih mudah digerakkan Perdarahan pada palatum dan pharynx. Pernafasan tersumbat karena tertekan oleh dorsum lidah. 5) Zygomaticus Complex Fracture Tulang zygoma adalah tulang yang kokoh pada wajah dan jarang mengalami fraktur. Namun tempat penyambungan dari lengkungnya sering fraktur. Yang paling sering mengalami fraktur adalah temporal sutura dari lengkung rahang.Fraktur garis sutura rim infra orbital, garis sutura zygomatic frontal dan zygomatic maxillaris.

Fraktur ini biasanya unilateral, sering bersifat multiple dan communited, tetapi karena adanya otot zygomatic dan jaringan pelindung yang tebal, jarang bersifat compound. Displacement terjadi karena trauma, bukan karena tarikan otot. Trauma/pukulan biasanya mendorong bagian-bagian yang patah ke dalam. Geiala klinik Penderita mengeluh sukar membuka rahang, merasa ada sesuatu yang menahan, waktu membuka mulut ke depan condyle seperti tertahan. Bila cedera sudah beberapa hari dan pembengkakan hilang, terlihat adanya depresi yang nyata sekeliling lengkung dengan lebar 1 atau 2 jari yang dapat diraba. Pembengkakan periobital, echymosis. Palpasi lunak Rasa nyeri Epistaksis, perdarahan hidung disebabkan karena cedera, tersobeknya selaput lendir antral oleh depresi fraktur zygomatic dengan perdarahan lebih lanjut ke antrum melalui ostium maxilla ke rongga hidung. Rasa baal di bawah mata, rasa terbakar dan paraesthesia Perdarahan di daerah konjungtiva Gangguan penglihatan diplopia, kabur.

II.3.5Pemeriksaaan Radiologi Pemeriksaan radiologi digunakan untuk menunjang diagnosa. Untuk menegakkan diagnosa yang tepat sebaiknya digunakan beberapa posisi pengambilan foto, karena tulang muka kedudukannya sedemikian rupa sehingga tidak memungkinkan kita untuk melihatnya dari satu posisi saja. Pemeriksaan Ro Foto untuk fraktur maxilla antara lain :1. PA position2. Waters position3. Lateral position4. Occipito Mental Projection5. Zygomaticus6. Panoramic7. Occlusal view dari maxilla8. Intra oral dental

II.3.6Perawatan Fraktur Perawatan fraktur ditujukan pada penempatan ujung tulang yang fraktur pada hubungan yang benar sehingga ujung tulang tersebut bersentuhan dan dipertahankan pada posisi tersebut sampai penyembuhan terjadi. Reposisi/reduksi fraktur ada 2 cara 1) Close reduction Banyak terdapat cara reposisi. Cara yang mudah adalah reposisi tertutup yaitu manipulasi tulang dengan tarikan yang dilakukan di bawah kulit yang intact sampai fraktur berada pada posisi yang benar. fraktur yang dapat dilakukan reposisi tertutup, bila garis fraktur simpe1, posisi cukup baik dan terjadinya fraktur masih baru a) Reduksi yang dilakukan pada fraktur dengan cara manipulasi. Cara ini dilakukan pada fraktur yang masih baru dan mudah dikembalikan pada tempat semula. Caranya : Kita raba permukaan tulang yang patah melalui intra dan ekstra oral, lalu kita perhatikan oklusinya. Setelah kawat fiksasi dipasang, baru reduksi dikerjakan yaitu dengan manipulasi bagian-bagian tulang yang patah itu sampai kedudukannya seperti semula. b) Reduksi dengan tarikan Yang paling sering dipakai yaitu intermaxillary traction yaitu penarikan rahang bawah dan rahang atas. Cara ini dilakukan bila displacement sukar dimanipulasi pada tempat-tempat yang diinginkan yang mungkin oleh karena adanya spasmus otot dan fraktur yang sudah lama sehingga terjadi malunion yang sukar dikembalikan ke keadaan semula. 2) Open reduction (dengan cara operasi) Cara ini dipakai jika reduksi tertutup tidak dapat dikerjakan, lebih sering dikerjakan untuk fiksasi dari pada untuk reduksi fraktur. Fiksasi dan Immobilisasi Pada fraktur yang dilakukan reposisi tertutup ketika tulang rahang dan gigi sudah terletak pada posisi yang tepat, maka dapat dipertahankan dengan menggunakan kawat Arch Bar, membebat gigi, pita elastic atau kawat yang menghubungkan mandibula dan maksila. Fiksasi dapat dilakukan langsung pada gigi atau otot-otot sekitar rahang, sehingga dapat dibagi menjadi : 1) Indirect dental fixation Mengikat rahang atas dan rahang bawah bersama-sama dalam keadaan oklusi dengan mempergunakan pengikat atau elastic band. Pada fiksasi harus diperhatikan oklusi gigi atas dan bawah harus baik. Ada 2 macam cara : a) Kombinasi wiring dengan intermaxillary fixaton menurut cara Gilmer atau Ivy. b) Kombinasi arch bar dengan intermaxillary fixation. c) Macam-macam arch bar : Jelenko, Erich, Winter 2) Direct Dental Fixation Immobilisasi dari fragmen-fragmen dengan menggunakan splint bar atau wire di antara dua atau lebih gigi pada daerah fraktur. Wiring merupakan cara yang paling mudah. Tekniknya : Mengelilingi dua gigi yang berdekatan kemudian menuju garis fraktur dengan sepotong kawat dengan mengikatnya kuat-kuat. Cara ini kurang stabil dan tidak dapat dipertanggungjawabkan sehingga jarang dipakai. 3) Indirect Skletal Fixation Yang termasuk cara ini : - Denture atau gurting splint dengan head bandage - Circumferential wiring - External fixation Perawatan Definitif Fraktur Maxilla A) Fraktur Dentoalveolar Beberapa kemungkinan dapat terjadi : 1) Korona gigi patah tanpa mengenai pulpa Buat Ro foto dan tes pulpanya Vitalitas pulpa perlu diikuti perkembangannya di kemudian hari Kematian pulpa dapat berakibat dental granuloma atau kista radikularis di kemudian hari. 2) Patah korona gigi dan mengenai pulpa - Ro foto dan perawatan endodontik - Bila giginya remuk atau patah akarnya sebaiknya dicabut. Patah akar gigi yang kurang dari 1/3 apikal dapat dicoba dipertahankan. 3) Gigi yang dislokasi - Ro foto dalam keadaan reposisi dan fiksasi - Bila gigi terlepas, diadakan pengisian seluruh akar secara retrograd atau konvensional dan diadakan replantasi. Biasanya gigi ini dapat bertahan beberapa tahun meskipun akhirnya terjadi ankilosis dan resorpsi. 4) Fraktur tulang alveolar Seringkali diperlukan debridement untuk membersihkan kepingan tulang yang terlepas, jaringan nekrotik dan benda asing. Bila sebagian tulang alveolar terlepas sarna sekali dari muko-periosteum, sebaiknya diangkat. Bila masih melekat dapat direposisi dan fiksasi. Umumnya fiksasi dengan Arch Bar memberikan hasil yang memuaskan, intermaxillary fixation tidak diperlukan keculai pada fraktur tulang alveolar regia molar dan premolar. Fiksasi dengan eyelet, baik jenis Ivy dan Stout's jarang memuaskan.

B) Fraktur Le Fort I, II, III Penanganan fraktur langsung pada memposisikan kembali maxilla pada hubungan yang tepat dengan mandibula serta dengan dasar tengkorak dan mengimmobilisasikannya. Secara garis besar immobilisasi dapat dibagi dalam 2 golongan besar : 1) Immobilisasi extra oral = External fixation Termasuk apa yang disebut sekarang ini sebagai modern concept merupakan suatu cara rutin dalam perawatan fraktur 1/3 tengah tulang muka. Di Barat teknik ini kurang sesuai dengan situasi di Indonesia, karena peralatan yang mahal dan laboratorium yang kurang memadai. Ditinjau dari segi stabilitas, alat ini sangat ideal tetapi secara psikologis sering tidak dapat diterima secara baik oleh penderita. Ini disebabkan bentuk alat yang menakutkan bagi penderita yang harus terus memakainya selama perawatan. Berarti dia harus tinggal di RS selama pemakaian alat tersebut. Meskipun demikian peralatan itu tetap diperlukan pada perawatan fraktur 1/3 tengah tulang muka yang parah dan rumit. Secara singkat teknik ini sebagai berikut : Maxilla yang mengalami fraktur ditahan Plaster of Paris Head Cap dengan bantuan bar penghubung (connecting bar), cap splint, dan extention rodnya. Maxilla yang dihubungkan dengan head cap disebut Craniomaxillary fixa tion. Bi la mandibu1a yang dihubungkan dengan head cap disebut Cranio-mandibula fixation. Selain itu dapat diperkuat dengan menambahkan transbucal check wire. Bila cap splint pada gigi ge1igi tidak dapat dibuat dapat diganti dengan Arch Bar pada maxilla dan mandibula dan disatukan dengan IMF. Arch bar mandibula perlu diperkuat dengan circumferential wiring pada 3/3 dan dihubungkan dengan head cap melalui transbuccal check wire. Head cap dapat diganti dengan haloframe yang mempunyai fungsi sarna dengan head cap tetapi jauh lebih stabile Frame ditempatkan di sekitar cranium dengan 4 buah paku. Supraorbital pins adalah pilihan lain dari head cap. Dua buah pin di tempatkan pada supraorbital ridge kanan dan kiri. Kedua pin ini dihubungkan dengan sebuah bar yang melengkung. Bar ini kemudian dihubungkan dengan perantaraan suatu connecting bar lurus dengan extension rod dari alat-alat fiksasi pada rahang.

2) Immobilisasi dalam jaringan. Jenis ini dapat berupa a. Fiksasi langsung dengan transosseus wiring pada garis fraktur b. Teknik suspensi dari kawat (internal wire suspension technique) Teknik fiksasi ini tidak memerlukan alat-alat yang mahal atau fasilitas laboratorium yang mutakhir. Teknik ini dapat diterima dengan baik oleh penderita karena peralatan fiksasi tidak tampak dari luar sehingga penderita dapat meninggalkan RS lebih cepat. Pada teknik ini maksila ditahan dengan kawat pada bagian tulang muka yang tidak mengalami cedera yang berada di a tas garis fraktur. Kawa t suspensi ini dihubungkan dengan kawat fiksasi/arch bar pada mandibula. Untuk memperkuat arch bar mandibula terhadap tarikan kawat suspensi, dianjurkan pemakaian circumferential wiring pada 3/3. Dengan demikian maksila terj epi t di antara mandibula dan bagian tulang muka yang stabil. Teknik suspensi dengan kawat ini dapat berupa a) Circumzygomatic Kawat penggantung/penahan melalui atau meliputi arcus zygomaticus b) Zygomatic-mandibula Kawat melalui lubang pada tulang zygoma c) Inferior orbital border-mandibula Kawat melalui lubang pada lower orbital rim d) Fronto-mandibular Kawat melalui lubang pada zygomatic processus pada tulang frontal e) Pyriform fossa mandibular Kawat me1alui lubang pada fossa pyriformis. Ini hanya untuk perawatan Le Fort I dan sangat kurang stabil. f) Nasal septum-mandibular Fiksasi ini sangat tidak stabil Pada beberapa keadaan, suspensi langsung terhadap maksila dapat dilakukan yaitu apabila artikulasi gigi geligi yang tepat tidak mutlak diperlukan , misalnya pada : a) Salah satu rahang tidak bergigi b) Immobilisasi mandibula tidak diperlukan c) Suatu keadaan dimana immobilisasi mandibula merupakan kontraindikasi, misalnya pada obstruksi nasal yang berat. 3) Fraktur zygomatic komplex Cara ekstra oral a. Teknik Gillies lnsisi dibuat di daerah temporal sepanjang 2 cm di antara bifurkasi V.temporalis superfisialis membentuk sudut kira-kira 45 dengan bidang oklusal. Fascia temporalis diexposed, diinsisi dan Bristow's Elevator dimasukkan untuk mengungkit tulang zygoma pada kedudukan yang normal. b. External incision langsung dilakukan di antara fraktur. Sebuah hook khusus dimasukkan ke bawah tulang dan diungkit ke posisi yang normal. Cara intra oral : Insisi dibuat pada sulcus bucalis, lalu sebuah elevator dimasukkan untuk mengungkit bagian-bagian fraktur ke posisi semula. Fraktur yang tidak stabil diperlukan transusseus wiring langsung pada daerah yang patah tersebut. Intermaxillary fixation biasanya tidak diperlukan. Fraktur pada daerah arcus zygomaticus biasanya tidak memerlukan fiksasi karena keseimbangan otot-otot antara M.maseter di bawah dan fascia temporalis di atasnya. Lamanya fiksasi Yang dimaksud dengan sembuh yaitu tidak terdapatnya mobilitas pada daerah fraktur bila dilakukan manipulasi dengan tangan. - RA (maksila) 4 minggu - RB (mandibula) 5-9 minggu - Fracture condyle 2 minggu Mengingat cepatnya penyembuhan fraktur dipengaruhi banyak faktor, misalnya hebatnya fraktur, keadaan umum penderita, gizi penderita, ketrampilan operator dan berbagai faktor lokal, maka sebelum dilakukan pembukaan alat-alat fiksasi, diperlukan suatu pengamatan lebih dulu terhadap penyembuhan fraktur tersebut.

II.3.7Perawatan Pasca bedah A) Perawatan segera setelah operasi Setelah operasi dengan narkose, ahli anestesi akan mengangkat endotrakeal tube, bila reflek batuk sudah pulih. Bila keadaan jalan nafas penderita mengkhawatirkan, nasopharingeal tube dapat dipertahankan sampai 24 jam, ini dapat kita diskusikan dengan ahli anestesi. Alat penyedot dan alat pemotong kawat harus selalu tersedia bilamana diperlukan. Seharusnya seorang perawat yang berpengalaman mengawasi di sisi pasien sampai pasien sadar betul. B) Antibiotika dan analgetik Pemberian antibiotik sangat perlu sekali bagi setiap fraktur rahang, apalagi setelah dilakukan tindakan reposisi dan fiksasi. Pemberian dalam bentuk kapsul atau tablet adalah sulit karena adanya IMF. Obat dalam bentuk cairan lebih baik bagi penderi ta. Pemberian secara parenteralpum dapat dilakukan. Bila fiksasi baik analgetik biasanya tidak mutlak diberikan. C) Pemberian makanan Makanan umumnya dalam bentuk cairan atau setengah cairan.Makan dapat diberikan melalui celah yang ada antara gigi atau pada fossa retromolar.D) Kebersihan mulut Pembersihan gigi dan kawat fiksasi adalah sangat penting untuk mengurangi terjadinya infeksi. E) Pemberian vitamin A, D, B compleks, mineral Ca, fosfat.

II.3.8Komplikasi Fraktur Rahang Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya komplikasi fraktur: 1) Besarnya trauma yang terjadi Bila trauma yang terjadi begitu besar sehingga selain kerusakan tulang juga terjadi kerusakan jaringan. 2) Daerah fraktur yang terbuka Pada fraktur kemungkinan terjadi sebagian daerah fraktur yang terbuka, yang memudahkan terjadinya infeksi. Dengan adanya infeksi kemungkinan terjadinya kerusakan jaringan makin lebih besar. 3) Fraktur tidak dirawat atau perawatan yang tidak sempurna. Pada fraktur yang tidak dirawat dapat terjadi komplikasi seperti malunion, delayed union dan keadaan yang lebih berat. Demikian juga pada perawatan yang tidak sempurna, keadaan yang lebih berat dapat terjadi dengan timbulnya infeksi akibat komplikasi yang terjadi dan ini berpengaruh pada penyembuhan yang diharapkan. 4) Keadaan gigi-geligi Keadaan gigi yang kurang baik seperti anatomi gigi, posisi gigi yang kurang baik dan adanya gigi yang gangren dapat mernpermudah tirnbulnya komplikasi bila terjadi fraktur di regio tersebut.5) Kerusakan saraf Dapat terjadi paraesthesia karena kerusakan n.alveolaris inferior pada RB, kerusakan n.infra orbitalis, n.alveolaris superior serta cabang-cabangnya pada RA. 6) Trismus Penderita sukar membuka mulut. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan tersebut, antara lain :1) Umur 2) Keadaan umum 3) Bentuk fraktur 4) Jarak antara kedua fragmen tulang 5) Vaskularisasi dari kedua fragmen 6) Infeksi 7) Perawatan

BAB III KESIMPULAN

Fraktur dental atau patah gigi merupakan hilangnya atau lepasnya fragmen dari satu gigi lengkap yang biasanya disebabkan oleh trauma atau benturan. Fraktur gigi sering terjadi dalam kehidupan manusia setiap hari dan disebabkan oleh beberapa faktor eksternal maupun internal. Dimana etiologi yang paling sering pada frkatur gigi adalah trauma. Penyebab lain yang bisa terjadi adalah kebiasaan buruk, suhu ekstrim, tambalan, gigi pasca rawatan endodontik, atau kesalahan dokter gigi.Keberhasilan dari penanganan fraktur gigi tergantung klasifikasi dari fraktur gigi dan sebagai dokter gigi juga harus tetap menambah pengetahuan mengenai teknik perawatan dan obat-obatan yang digunakan agar keberhasilan perawatan yang optimal bisa dicapai.Selain fraktur dental, terdapat fraktur pada rahang atas dan rahang bawah yang terjadi pada tulang mandibula dan maksila. Untuk menangani kasus fraktur ini, teknik pembedahan dapat dilakukan. Kendati teknologi bedah memberi hasil yang baik, pencegahan trauma merupakan langkah yang bijak. Pengendara motor yang berisiko tinggi terjadi trauma hendaknya lebih memperhatikan keselamatan, terutama dibagian kepala. Dari suatu penelitian, disimpulkan bahwa ternyata tidak ada perbedaan berarti pada frekuensi kejadian trauma maksilofacial sebelum dan sesudah era wajib helm. Hal ini kemungkinan disebabkan karena masih sangat sedikit pengendara sepeda motor yang mengenakan helm dengan benar.

35