fome
DESCRIPTION
POST REVISITRANSCRIPT
KEGIATAN I. UPAYA PENDEKATAN KELUARGA
TERHADAP ANAK. A DENGAN VENTRICULAR SEPTAL
DEFECT
TAHAP I
KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA
Alamat lengkap : Bendungan, RT 03/01, Dawungan, Sragen
Tabel 1. Daftar anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah
No Nama Kedudukan
L
/
P
Umur Pendidikan Pekerjaan Ket
1. Sukisno Kakek (KK) L 55 th SD/ sederajatTukang
jahit-
2. Painem Nenek P 47 th -Ibu rumah
tangga-
3. Kasno Paman L 27 th SMP/sederajat Buruh -
4. Martun Bibi P 23 th SMP/sederajat Buruh -
5. Amar Ayah L 26 th SMP/ sederajat PedagangBekerja di
Sumatra
6. Rusmini Ibu P 21 th SD/ sederajatIbu rumah
tangga-
7. Lirih Paman L 15 th SMP/sederajat Pelajar -
8. Diana Sepupu P 5 th TK Pelajar -
7. Adip Anak L 10 bln - - -
(Sumber:Data Primer, November 2012).
Kesimpulan: Keluarga extended family dengan masalah kesehatan
Ventricular Septal Defect
1
TAHAP II
STATUS PASIEN
A. Pendahuluan
Laporan ini dibuat berdasarkan kasus seorang anak laki-laki berusia 10
bulan dengan diagnosis ventricular septal defect dan rencana dilakukan operasi di
RS Persahabatan Jakarta pada bulan januari 2013. Pasien tinggal di wilayah kerja
Puskesmas Masaran I dan setiap satu bulan sekali kontrol ke RSUD Moewardi
Surakarta.
B. Identitas Penderita
Nama : An. Adib Satrianuha (10 bulan)
Jeniskelamin : Laki-laki
Pendidikan : -
Agama : Islam
Alamat : Bendungan, RT 03/01, Dawungan, Sragen
Tanggal periksa : 6, 9, 13 November 2012
C. Anamnesis
1. Keluhan Utama : kuku biru
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Kurang lebih 9 bulan yang lalu ibu pasien mengeluh kuku pasien mulai
berwarna biru, sering panas menggigil yang disertai batuk berdahak yang
sulit keluar, kejang (-). Ibu pasien juga mengeluh pasien menangis terus
sehingga tidak bisa tidur sepanjang hari. Keluhan tersebut dirasakan
sepanjang hari, bertambah berat jika berbaring di tempat tidur dan
berkurang jika digendong.
7 bulan yang lalu pasien mengalami BAB cair 2x sehari, dengan
konsistensi cairan disertai ampas, lendir (-), darah (-). Pasien masih mau
minum ASI akan tetapi terkadang muntah setelahnya. Karena keluhan
2
tersebut dirasakan semakin memberat, ibu pasien membawa pasien ke
puskesmas Masaran I. Di puskesmas tersebut oleh dokter dikatakan
menderita kelainan jantung bawaan. Oleh karena keterbatasan sarana,
pasien dirujuk ke bagian anak Rumah Sakit Dokter Moewardi Surakarta
(RSDM).
Di RSDM, pasien dilakukan beberapa pemeriksaan dan didiagnosis
Ventricular Septal Defect lalu disarankan untuk dilakukan operasi. Karena
keterbatasan dana, kemudian keluarga pasien mengajukan dana kasih ke
KEMENKES RI dan disetujui untuk dilakukan operasi di Rumah Sakit
Persahabatan Jakarta pada bulan Januari 2013.
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
- R. Alergi : disangkal
- R. Infeksi : (+) berupa diare 7 bulan yang lalu
- R. mondok :(+) 7bulan yang lalu dengan keluhan diare dengan
dehidrasi dan dirawat selama 5 hari di Rumah sakit Amal Sehat
Sragen.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat sakit batuk lama & batuk darah : disangkal
- Riwayat sakit sesak nafas : disangkal
- Riwayattekanandarahtinggi : disangkal
- Riwayatsakit gula : disangkal
5. Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita
Faringitis : disangkal
Varicella : disangkal
Diare : (+) saat usia 2 bulan
Thypus abdominalis : disangkal
Cacingan : disangkal
3
6. Riwayat Makan Minum Anak
Usia 0-6 bulan : ASI saja, frekuensi minum ASI tiap kali bayi menangis
atau minta minum, sehari biasanya lebih dari 10 kali dan lama
menyusui 15 menit, bergantian kiri kanan.
Usia 6-10 bulan : bubur susu 2-3 kali sehari satu mangkok kecil, dengan
diselingi dengan ASI jika bayi lapar.
7. Riwayat Pemeriksaan Kehamilan dan Prenatal
Pemeriksaan kehamilan dilakukan ibu penderita di bidan setempat.
Frekuensi pemeriksaan1 kali pada trimester I, 1 kali pada trisemester II
dan 2 kali pada trimester III. Penyakit kehamilan (-).
Riwayat minum jamu selama hamil (-), obat-obatan yang diminum
adalah vitamin dan tablet penambah darah.
8. Riwayat Kelahiran
Penderita lahir di RSUD Sragen, partus normal ,ditolong oleh bidan,
cukup bulan, menangis kuat segera setelah lahir. Berat waktu lahir 3500
gram, panjang badan saat lahir 49 cm.
9. Riwayat Pemeriksaan Post Natal
Pemeriksaan bayi setelah lahir dilakukan di dokter spesialis anak
selama 2 kali, pada minggu ke 2 dan ke setelah melahirkan.
10. Riwayat Imunisasi
BCG 1x, tidak dilakukan.
Hepatitis 3x, satu minggu setelah lahir
DPT tidak dilakukan
Polio tidak dilakukan
Campak tidak dilakukan
Kesan : Belum lengkap sesuai IDAI.
4
11. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Motorik Kasar
Mengangkat kepala : 3 bulan
Tengkurap kepala tegak : 4 bulan
Duduk sendiri : 6 bulan
Berdiri sendiri : -
Berjalan : -
Bahasa
Bersuara “aah/ooh” : 2,5 bulan
Berkata (tidak spesifik) : 8,5 bulan
Berkata 2-3 kata spesifik : -
Motorik halus
Memegang benda 3,5 bulan
Menunjukkan benda : -
Personal sosial
Tersenyum : 2 bulan
Mulai makan : 6 bulan
Kesan : Perkembangan sesuai usia.
.
D. Anamnesis Sistem
1. Kulit : kulitgatal (-)
2. Kepala : sakitkepala (-), pusing (-),
3. Mata : pandangan mata berkunang-kunang (-), penglihatan
kabur (-)
4. Pernafasan : sesak nafas (+), batuk lama (-), mengi (-), batuk darah
(-)
5. Kadiovaskuler : berdebar-debar (-)
6. Gastrointestinal : mual (-), muntah (-), nafsu makan normal, nyeri perut
(-) di ulu hati, BAB tidak ada keluhan
5
7. Genitourinaria : BAK lancar, + 3 kali/hari warna kuning dan jumlah +
satu gelas.
8. Neuropsikiatri : Neurologik : kejang (-), lumpuh (-), kebas (-)
Psikiatrik : emosi relatif stabil, mudah
menangis(+)
9. Ekstremitas : Atas : bengkak (-/-), kuku biru(+/+)
Bawah : bengkak(-/-), kuku biru (+/+)
E. Pemeriksaan Fisik
1. KeadaanUmum : baik
DerajatKesadaran : compos mentis
Status gizi : kesan gizi cukup
2. Vital sign
S : 36,6oC per aksiler
N : 140 x/menit, ireguler, simetris, isi dan tegangan cukup.
RR : 50 x/menit, tipe abdominotorakal
BB : 7 kg
PB : 68 cm
Status gizi :
BB/U : 8,9/11,8 x 100 % = 75,4 % (percentil< 3)Gizikurang
TB/U : 71/82 x 100 % = 86,6 % (percentil< 3) Gizikurang
BB/TB: 8,9/9,1 x 100 % = 97,8 % normal
BMI : 8,9/(0,71)2 = 17,66
Z- Score : > -1SD
Kesan : normal dengan riwayat malnutrisi.
6
3. Kulit : warna sawo matang, kelembaban baik, turgor baik
4. Kepala : bentuk mesocephal, 1ingkar kepala 40 cm (-2SD - +2SD), UUB
belum menutup, rambut hitam, distribusi merata, tidakzmudah
rontok dan sukar dicabut
5. Muka : sembab (-),
6. Mata : sedikit cekung (-/-), air mata berkurang (-/-), konjungtiva anemis
(+/+), sklera ikterik (-/-)
7. Hidung : bentuk normal, napas cuping hidung(-), sekret(-),darah
( -),deformitas(-)
8. Mulut : mukosa bibir dan mulut kering (-),sianosis (-),gusi berdarah(-),
susunan gigi normal
9. Tenggorokan : uvula di tengah, tonsil T1–T1, faring hiperemis (-)
10. Telinga : bentuk normal, prosesus mastoideus tidak nyeri tekansekret (-)
11. Leher : bentuk normal, kelenjar getah bening tida membesar,kelenjar
thyroid tidak membesar
12. Thorax : bentuk normochest, retraksi (-), gerakan simetris ka=ki
Cor : Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat teraba di SIC
3 LMCDekstra
Perkusi : Batas jantung dekstro posisi
Auskultasi :aBJ I-II intensitas normal, reguler, abising
(+) sistolik grade III PM di SIC IV
LPSDekstra
Pulmo : Inspeksi : Pengembangan dada kanan =kiri
Palpasi : Fremitus raba kanan =kiri
Perkusi : Sonor / Sonor di semua lapang paru
Auskultasi :SD vesikuler (+/+), RBK (-/-), RBH (-/-)
13. Abdomen : Inspeksi : dinding dada setinggidindingperut
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Perkusi : tympani
7
- ---
- ---
+ +++
- ---
Palpasi : nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien
tidak teraba, turgor baik.
14. Urogenital : dalam batas normal
15. Ekstremitas:
akraldingin sianosis oedem wasting
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium Darah
Hb : 11,5 gr%
LED : 25 mm/jam
Hematokrit : 34 %
Leukosit : 8900 /ul
Trombosit : 233.000 /ul
Eusinofil : 1 %
Basofil : 0 %
Limfosit : 62 %
Monosit : 7 %
S. Typhi H. : 1/160
S. Paratyphi AH : 1/80
S. Paratyphi BH : 1/160
S. Paratyphi CH : negatif
S. Typhi O : 1/80
S. Paratyphi AO : negatif
S. Paratyphi BO : negatif
S. Paratyphi CO : negatif
8
2. Hasil pemeriksaan echocardiography :
Gambar 1. Hasil pemeriksaan echocardiography An. Adip
Ditemukan RV dan LV dengan VSD
Ditemukan ventrikel dan atrium dengan AV valve
G. Clinical Assessment
Pasien menderita ventricular septal defect
I. Follow Up
1. Tanggal 6 November 2012
S : kuku biru
O : KU baik, compos mentis, gizi kesan cukup
Tanda vital : N : 140 x/menit Rr : 50 x/menit
S : 36,40C
A : Diagnosis Etiologi : Penyakit Jantung Bawaan sianotik
Diagnosis Anatomi : Ventricular Septal Defect
Diagnosis Fungsional : Respiratory distress severity score (RDSS) 1
9
P : Terapi medikamentosa lanjut terapi yang diberikan oleh dokter
spesialis anak di RSDM. Dukungan psikologis untuk ibu pasien,
penentraman hati, penjelasan, basic conseling, edukasi keluarga pasien
mengenai kesiapan keluarga dalam menyiapkan buah hati untuk
dilakukan operasi.
2. Tanggal 9 November 2012
S : kuku biru
O : KU baik, compos mentis, gizi kesan cukup
Tanda vital : N : 140 x/menit Rr : 55 x/menitS : 36,80C
A : Diagnosis Etiologi : Penyakit Jantung Bawaan sianotik
Diagnosis Anatomi : Ventricular Septal Defect
Diagnosis Fungsional : Respiratory distress severity score (RDSS) 1
P : Terapi medikamentosa lanjut terapi yang diberikan oleh dokter
spesialis anak di RSDM. Dukungan psikologis untuk ibu pasien,
penentraman hati, penjelasan, basic conseling, edukasi keluarga pasien
mengenai kesiapan keluarga dalam menyiapkan buah hati untuk dilakukan
operasi.
3. Tanggal 13 November 2012
S : kuku biru
O : KU baik, compos mentis, gizi kesan cukup
Tanda vital : N : 140 x/menit Rr : 52 x/menit S : 36,4 0C
A : Diagnosis Etiologi : Penyakit Jantung Bawaan sianotik
Diagnosis Anatomi : Ventricular Septal Defect
Diagnosis Fungsional : Respiratory distress severity score (RDSS) 1
P : Terapi medikamentosa lanjut terapi yang diberikan oleh dokter
spesialis anak di RSDM. Dukungan psikologis untuk ibu pasien,
penentraman hati, penjelasan, basic conseling, edukasi keluarga pasien
mengenai kesiapan keluarga dalam menyiapkan buah hati untuk dilakukan
operasi.
10
J. Penatalaksanaan
Non Medikamentosa
1. Edukasi Keluarga Pasien
Edukasi yang ditujukan untuk kedua orang tua pasien mengenai
Ventricular Septal Defect dan Komplikasinya serta
penatalaksanaannya. Pada proses edukasi juga diberikan penjelasan
mengenai prosedur operasi yang akan dilakukan.
Medikamentosa (Lanjut terapi dari dokter spesialis anak)
1. Furosemid 2,5 mg 2 x sehari
2. Captopril 1 mg 2x sehari
3. Spironolacton 6,25 mg 2x sehari
4. Digoxin 0,025 mg 2xsehari
H. Flow sheet follow up
Nama : An. Adip
Diagnosis : Venticular Septal Defect
Tabel 2. Flowsheet An. Adip
TanggalKeluhan
Pemeriksaan Fisik Terapi Planning Target
Tanda Vital
6 Nov 2012 Kuku biru
Nadi : 140x/menitRR : 50x/menitSuhu : 36,1
Furosemid 2 x 2,5 mg
Captopril 2 x 1 mg
Spironolacton 2 x 6,25 mg
Digoxin 2 x 0, 025 mg
Motivasi keluarga, edukasi keluarga tentang penyakit
Keluarga paham tentang penyakit, dapat mendukung segala terapi untuk kesembuhan An. Adip
9 Nov 2012 Kuku biru
Tensi : 120/80Nadi : 80 x/menitRR : 20x/menitSuhu : 36,7
Furosemid 2 x 2,5 mg
Captopril 2 x 1 mg
Spironolacton
Motivasi keluarga, edukasi keluarga tentang
Keluarga paham tentang penyakit, dapat
11
2 x 6,25 mg Digoxin 2 x 0,
025 mg
penyakit mendukung segala terapi untuk kesembuhan An. Adip
13 Nov 2012
Kuku biru
Tensi : 120/70Nadi : 76x/menitRR : 20x/menitSuhu : 37,0
Furosemid 2 x 2,5 mg
Captopril 2 x 1 mg
Spironolacton 2 x 6,25 mg
Digoxin 2 x 0, 025 mg
Motivasi keluarga, edukasi keluarga tentang penyakit
Keluarga paham tentang penyakit, dapat mendukung segala terapi untuk kesembuhan An. Adip
TAHAP III
IDENTIFIKASI FUNGSI-FUNGSI KELUARGA
A. Fungsi Holistik
1. Fungsi Biologis
12
Keluarga terdiri atas Kakek (Sukisno, 55 tahun), Nenek (Painem,
47 tahun), mereka memiliki 3 anak yaitu : Martun, Amar, Lirih. Hubungan
mereka dengan penderita adalah sebagai berikut : Ayah (Amar, 26 tahun),
Ibu (Rusmini, 21 tahun), Bibi (Martun, 23 tahun), Paman (Kasno, 27
tahun), Sepupu (Diana, 5 tahun), Paman (Lirih, 15 tahun), Penserita (Adib
10 bulan). Sembilan orang tersebut tinggal bersama dalam rumah, Secara
umum, keluarga ini cukup sehat.
2. Fungsi Psikologis
Penderita tinggal serumah dengan orang tua, kakek nenek, paman
bibi dan sepupunya. Hubungan penderita dengan ibu dan keluarganya
sangat harmonis. Penyelesaian masalah keluarga yang ada didiskusikan
bersama (kakek, nenek, orang tua, paman dan bibi). Pengambil keputusan
utama dalam keluarga diserahkan pada kakek.
3. Fungsi Sosial Budaya
Keluarga ini tidak mempunyai kedudukan sosial tertentu dalam
masyarakat melainkan hanya sebagai anggota masyarakat biasa.
4. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan
Kakek penderita bekerja sebagai seorang penjahit. Ayah penderita
bekerja sebagai pedagang. Paman dan bibi penderita bekerja sebagai
buruh. Penderita tidak bekerja. Penghasilan per tahun dari keluarga
penderita kurang lebih sebanyak Rp.3.000.000,00 yang dugunakan untuk
biaya hidup sehari-hari.
5. Fungsi Penguasaan Masalah dan Kemampuan Beradaptasi
Keputusan–keputusan penting dalam keluarga dipegang oleh kakek
penderita. Dalam kesehariannya, penderita dan keluarganya tidak ada
masalah dalam berinteraksi dengan masyarakat. Hubungan antar tetangga
sekitar terjalin dengan baik.
Fungsi holistik keluarga : Cukup baik, karena fungsi biologis, psikologis
sosial budaya, penguasaan masalah dan adaptasi
baik.
13
B. Fungsi Fisiologis
Fungsi fisiologis diketahui dengan menggunakan alat APGAR.
ADAPTATION
Penderita cukup mendapatkan perhatian dari anggota keluarga yang
lain. Penyakit yang diidap penderita mengganggu aktifitas sehari-hari.
Keluarga penderita kurang mendapat penyuluhan tentang penyakit yang diidap
penderita.
PARTNERSHIP
Penderita sering berkumpul dan bercanda dengan keluarganya.
Aktivitas sehari-hari banyak dihabiskan penderita dengan bermain bersama
ibu dan neneknya.
GROWTH
Perkembangan penyakit penderita dirasakan oleh keluarganya
membaik setelah pemberian medikamentosa dari dokter. Penderita akan
menjalani operasi pada bulan Januari 2013. Penderita mendapat dukungan dari
keluarganya.
AFFECTION
Hubungan kasih sayang antara penderita dengan anggota keluarga
yang lain cukup baik.
RESOLVE
Penderita tampak puas dan gembira dengan kebersamaan dan waktu
yang dihabiskan dengan keluarganya. Sejak sakit penderita mendapat kasih
sayang dan kepedulian yang melimpah dari keluarga.
Tabel 3. APGAR Score keluarga An. Adip
APGAR keluarga An. A Tn. S Ny. P Ny. R Ny. M Tn. K An. LA Saya puas bahwa saya dapat kembali ke
keluarga saya bila saya menghadapi masalah2 2 2 1 2 2
P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi masalah dengan
2 2 2 2 1 1
14
sayaG Saya puas dengan cara keluarga saya
menerima dan mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru
2 1 2 1 1 1
A Saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll
1 2 2 2 1 1
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersama-sama
2 1 2 1 2 1
Total Nilai 9 8 10 7 7 6
Fungsi fisiologis keluarga = (9+8+10+7+7+6)/6 = 47/6 = 7 (BAIK)
C. Fungsi Patologis
Fungsi patologis diketahui dengan menggunakan alat SCREEM.
Tabel 4. Fungsi Patologis Keluarga An. Adip
Sumber Patologi Keterangan PatologisSocial Interaksi sosial keluarga penderita baik. Partisipasi
keluarga penderita dalam masyarakat baik. -
Cultural Belum mengerti kebudayaan daerah dengan baik. Namun banyak tradisi budaya yang masih diikuti. Saat hari raya, tahun baru, ulang tahun, ada perayaan khusus meskipun sederhana.
-
Religius Pemahaman agama baik ditandai dengan penerapan ajaran agama yang baik, kelurga penderita menjalankan sholat lima waktu dan berpuasa.
-
Economic Ekonomi keluarga kurang stabil. Pemasukan relatif kurang untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari seluruh anggota keluarga. Tidak ada sisa uang untuk ditabung.
+
Education Pendidikan anggota keluarga tidak memadai. Tingkat pendidikan dan pengetahuan penderita dan keluarga masih rendah. Keinginan untuk memiliki fasilitas pendidikan seperti buku-buku, koran rendah.
+
Medical Tidak mampu membiayai pelayanan kesehatan apabila jumlah pembiayaan besar sebagai contoh rawat inap maupun operasi. Dalam mencari pelayanan kesehatan, keluarga ini menggunakan
+
15
Laki-laki Perempuan Penderita Ventricular Septal Deffect
Ad
Puskesmas dan RSU dengan memakai biaya dari dana kasih.
Kesimpulan :
Fungsi patologis keluarga : kurang baik, karena fungsi social, cultural,
religius, baik sementara untuk fungsi economic,
education, dan medical kurang.
D. Genogram
Alamat lengkap : Bendungan, RT 03/01, Dawungan, Sragen
Bentuk Keluarga : Extended Family
D
R M
P S
Ad
A L K
Gambar 2. Genogram Keluarga An. A
Keterangan:
S : Tn. Sukisno (55 th) K : Tn. Kasno (27 th) L : An. Lirih (15 th)
P : Ny. Painem (47 th) A: Tn. Amar (26 th) D : An. Diana (5 th)
M : Ny. Martun (26 th) R : Ny. Rusmini (21 th ) Ad : An. Adip (10 bln)
Sumber : Data Primer, November 2012
Kesimpulan :
16
Laki-laki Perempuan Penderita Ventricular Septal Deffect
Ad
Anggota keluarga yang lain tidak mempunyai penyakit yang sama
(Kemungkinan pola genetik belum diketahui).
Tidak terdapat anggota keluarga dalam satu rumah yang menderita
penyakit menular.
E. Pola Interaksi Keluarga
Gambar 3. Pola interaksi keluarga An. Adip
Keterangan:
S : Tn. Sukisno (55 th) K : Tn. Kasno (27 th) L : An. Lirih (15 th)
P : Ny. Painem (47 th) A: Tn. Amar (26 th) D : An. Diana (5 th)
M : Ny. Martun (26 th) R : Ny. Rusmini (21 th ) Ad : An. Adip (10 bln)
Sumber : Data Primer, November 2012
: Harmonis
17
: Tidak harmonis
Kesimpulan : Hubungan penderita dengan anggota keluarga yang lain harmonis,
hubungan anggota keluarga yang satu dengan yang lain harmonis.
F. Faktor Perilaku Dan Non Perilaku Keluarga
1. Faktor Perilaku Keluarga
Perilaku keluarga ini untuk hidup sehat sudah cukup baik karena
jika sakit penderita segera diperiksakan Keluarga ini sudah menyadari
bahwa sakit dari penderita merupakan suatu penyakit medis dan bukan
karena hal-hal mitos maupun takhayul.
2. Faktor Non Perilaku
Rumah yang dihuni keluarga ini cukup memadai. Lantai rumah
perpaduan semen dan sebagian tanah. dinding terbuat dari tembok bata,
pencahayaan ruangan cukup tetapi ventilasi kurang. Sumber air berasal
dari air sumur, kamar mandi sudah memadai. Rumah sudah dialiri listrik.
Pembuangan limbah keluarga sudah memenuhi sanitasi lingkungan.
Sampah keluarga dibuang ke kebun dan dibakar.
G. Identifikasi Lingkungan Rumah
1. Gambaran Lingkungan
a. Indoor
Rumah terdiri dari 3 kamar tidur, ruang tamu, dapur, ruang makan
yang menjadi satu dengan tempat sholat, dan kamar mandi. Lantai
rumah sebagian sudah disemen, ventilasi rumah kurang, penerangan
cukup, dinding rumah dari tembok, atap dari genteng tanpa langit-
langit.
b. Outdoor
Keluarga ini tinggal di sebuah rumah berukuran 8 m x 10 m
dengan total luas tanah 100 m2 menghadap ke selatan, dalam
18
lingkungan pemukiman di tepi jalan. Pekarangan terdapat pada bagian
depan dan belakang. Kondisi pelataran terkesan bersih.
2. Denah Rumah
Dapur
Gudang
Ruang Makan
Tempat sholat R. Tidur
R. Tidur
R. Tidur
Ruang Tamu
Teras Rumah
8 m e t e r
10 meter
U
Gambar 4. Denah Rumah An. Adip
Kesimpulan :Lingkungan indoor sudah baik, Tempat tinggal memadai,
lingkungan outdoor cukup baik.
Tabel 5. Kesimpulan Fungsi Keluarga An. Adip
No. Fungsi Keterangan
1. Holistik Baik,
2. Fisiologis Baik
3. Patologis (+) pada faktor economic,
19
education dan medical
4. Genogram Baik
5. Pola interaksi Baik, interaksi antar
anggota keluarga
berlangsung harmonis
6. Perilaku Baik
7 Non Perilaku Baik
8 Indoor Cukup, ventilasi rumah
kurang
9 Outdoor Baik
Sumber: Data Primer, November 2012
Secara keseluruhan, fungsi keluarga An. Adip Baik.
TAHAP IV
DIAGNOSIS HOLISTIK
An Adip , 10 bulan, extended family, dalam permasalahan Ventricular
Septal Defect. Dari segi psikologis hubungan An. Adip dengan keluarganya
20
terjalin harmonis harmonis, sering bercanda, dan menghabiskan waktu bersama.
Kemudian dari segi sosial, keluarga An. Adip mempunyai status ekonomi yang
kurang, tingkat pendidikan yang kurang, dengan lingkungan rumah yang
memadai, dan perilaku yang cukup sehat. Hubungan Keluarga An. Adip dengan
masyarakat sekitar baik.
A. Diagnosis Biologis :
Diagnosis Etiologi : Penyakit Jantung Bawaan sianotik
Diagnosis Anatomi : Ventricular Septal Defect
Diagnosis Fungsional : Respiratory distress severity score (RDSS)1
B. Diagnosis Psikologis : Hubungan antara An. Adip dengan keluarga baik.
C. Diagnosis Sosial :
1. Status ekonomi yang kurang
2. Tingkat pendidikan kurang
3. Tempat tinggal memadai
4. Status gizi cukup
TAHAP V
PEMBAHASAN DAN SARAN KOMPREHENSIF
A. Pembahasan
21
Ventricular septal defect adalah kelainan jantung bawaan dimana
terdapat lubang (defek/kontinuitas) pada septum ventrikel yang terjadi karena
kegagalan fusi septum intraventrikel pada masa janin. Ventricular septal defect
terjadi pada 1,5 – 3,5 dari 1000 kelahiran hidup dan sekitar 20-25% dari
seluruh angka kejadian kelainan jantung kongenital. Umumnya lubang terjadi
pada daerah membranosa (70%) dan muscular (20%) dari septum.
Faktor risiko ventricular septal defect antara lain adanya infeksi virus
rubella atau virus lainnya pada saat kehamilan, gizi ibu hamil yang buruk, ibu
yang alkoholik, usia ibu diatas 40 tahun saat kehamilan, dan ibu yang
menderita diabetes. Karena kondisi ekonomi yang kurang, pemenuhan
kebutuhan gizi ibu dari An. Adip juga terbengkalai. Hal ini ditunjang juga dari
segi pendidikan ibu yang hanya merupakan lulusan SD sehingga pemahaman
dan pengetahuan tentang pemenuhan gizi hamil dirasakan sangat kurang.
Fungsi holistik dan fungsi fisiologis keluarga An. Adip secara umum
sudah baik. Namun, pada fungsi patologis terdapat permasalahan dalam hal
edukasi yaitu, ibu dan kakek An. Adip merupakan lulusan SD sedang anggota
keluarga lainnya lulusan SMP dan neneknya tidak mengenyam pendidikan
formal. Hal ini mempengaruhi perilaku keluarga dalam menerapkan gaya hidup
sehat. Dari segi ekonomi keluarga ini tergolong kurang mampu. Pemenuhan
kebutuhan sehari-hari relatif kurang, sehingga tidak ada sisa uang untuk
ditabung. Keterbatasan dari segi ekonomi tersebut berimbas pada segi medis.
Karena keterbatasan dana tersebut, untuk berobat ke rumah sakit penderita
mendapat bantuan dari dana kasih.
Anak- anak membutuhkan nutrisi yang adekuat untuk pertumbuhan.
Biasanya anak dengan ventricular septal defect merasa cepat lelah saat bermain
ataupun saat makan, untuk mengatasinya perlu diberikan makanan dengan
kalori yang cukup tinggi. Hal ini bisa disiasati dengan pemberian susu formula
kalori tinggi. Anak dengan ventricular septal defect juga rentan terhadap
endokarditis infektif sehingga kebersihan gigi dan mulut harus dijaga dengan
menggosok gigi secara teratur dan pemeriksaan gigi dan mulut secara berkala.
Pencegahan terhadap ISPA juga perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya
22
endokarditis. Keluarga An. Adip rutin membawa penderita ke puskesmas untuk
melakukan perawatan gigi dan mulut. Keluarga menjaga kebersihan gigi An.
Adip dengan rutin menggosok gigi penderita 2-3 kali perhari. Keluarga juga
sudah mulai menerapkan pemenuhan kebutuhan gizi An. Adip dengan
memberinya asupan makanan tinggi kalori dan cukup protein dan vitamin.
Ventricular septal defect kecil tanpa gejala tidak perlu diterapi. Pada
gagal jantung diberikan diuretik misalnya furosemid 1-2 mg/kgBB/hari,
vasodilator misalnya kaptopril 0,5 – 1 mg/kgBB/kali tiap 8 jam. Kalau perlu
dapat ditambahkan digoksin 0,01 mg/kg/hari. Pemberian makanan berkalori
tinggi dilakukan dengan frekuensi sering secara oral/enteral (melalui NGT).
Penutupan ventricular septal defect dapat dikerjakan dengan intervensi non-
bedah menggunakan Amplatzer ventricular septal defect occluder atau dengan
tindakan bedah. An. Adip mendapat terapi medikamentosa berupa furosemid,
captopril, spironolakton dan digoxin dari rumah sakit. Ventricular septal defect
pada penderita cukup besar sehingga diperlukan tindakan penutupan dengan
terapi bedah. Operasi penutupan defek pada An. Adip rencananya akan
dilakukan bulan Januari 2013 di Rumah Sakit Persahabatan Jakarta.
B. Saran Komprehensif
Saran yang dapat diberikan kepada penderita dan keluarganya adalah:
Promotif
Edukasi kepada keluarga pasien untuk:
Pemberian makanan kalori tinggi atau ASI
Makan cukup buah dan sayur
Memanfaatkan pelayanan kesehatan secara optimal.
Menjelaskan kepada keluarga penderita mengenai penyakit,
komplikasi, penatalaksanaan, dan prosedur operasi.
Preventif
Pemeriksaan dan perawatan gigi secara rutin
Istirahat cukup dan tidur teratur
Pencegahan terhadap ISPA
23
Pemberian profilaksis endokarditif bacterial subakut bila
dilakukan tindakan cabut gigi atau bedah minor lainnya.
Memeriksa kesehatan secara teratur dan taat anjuran dokter
Kuratif
Non Medikamentosa
Penambahan susu formula dengan asupan kalori tinggi
Penambahan suplemen untuk ASI
Pemberian susu disarankan tidak menggunakan botol susu tapi
menggunakan gelas atau sendok
Medikamentosa
Furosemid 2 x 2,5 mg
Captopril 2 x 1 mg
Spironolacton 2 x 6,25 mg
Digoxin 2 x 0,025 mg
Penutupan ventricular septal defect dengan terapi bedah
Rehabilitatif
Rehabilitasi pasca operasi dengan pemberian latihan stimulatif. Misalnya
latihan memiringkan badan secara bolak-balik dan rangsangan untuk bermain
pada kursi duduk. Penderita dirangsang untuk dapat beraktivitas sesuai
dengan masa tumbuh kembangnya.
24
DAFTAR PUSTAKA
Gray Huon H., 2005. Lecture Notes : Kardiologi . Jakarta : Erlangga.
DEPKES RI. 2007. Penatalaksanaan Penyakit Jantung Bawaan Tanpa Bedah.
Jakarta : DEPKES RI
25
KEGIATAN II. UPAYA PENDEKATAN KELUARGA
TERHADAP
NY. S DENGAN ULKUS DIABETIKUM
TAHAP I
KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA
Alamat lengkap : Plosorejo RT 02/04, Sepat, Masaran, Sragen
Tabel 6. Daftar anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah
No Nama Kedudukan L/P Umur Pendidikan Pekerjaan Ket
1. Tn. Mangun Suami L 60 th SD/ sederajat Petani -
2. Ny. Sumiyem Istri P 52 th SMP/sederajat Mantan Dukun bayi -
(Sumber:Data Primer, Nopember 2012).
Kesimpulan : Keluarga Nuclear family dengan masalah kesehatan Ulkus
Diabetikum
26
TAHAP II
STATUS PENDERITA
A. Pendahuluan
Laporan ini dibuat berdasarkan kasus seorang penderita Diabetes Mellitus,
perempuan berusia 52 tahun yang diperbolehkan rawat jalan dari RSUD sragen
kurang lebih 2 bulan yang lalu setelah rawat inap selama 1 bulan dengan diagnosa
ulkus diabetikum. Pasien tinggal di wilayah Puskesmas Masaran I dan setiap satu
bulan sekali kontrol ke RSUD Sragen.
B. Identitas Penderita
Nama : Ny. Sumiyem (52 tahun)
Jenis kelamin : Perempuan
Pendidikan : SD/ sederajat
Agama : Islam
Alamat : Sepat RT 02, Masaran, Sragen
Tanggal periksa : 6, 8, 13 Nopember 2012
C. Anamnesis
Keluhan Utama : luka yang tak kunjung sembuh
Riwayat Penyakit Sekarang :
Kurang lebih 4 bulan yang lalu pasien mengeluh luka melepuh seperti
terkena api di bagian belakang tungkai bawah kaki kanannya. Luka kemudian
pecah dan bernanah yang tak kunjung sembuh dan dirasakan semakin
melebar hingga kurang lebih seluas telapak tangan. Pasien sebelumnya tidak
menyadari apa yang menyebabkan luka tersebut.
Karena luka semakin melebar dan membusuk, pasien memeriksakan diri
ke Puskesmas Masaran I, kemudian pasien dirujuk ke RSUD Sragen,
didiagnosa infeksi Ulkus diabetikum. Pasien mendapatkan perawatan selama
1 bulan dan mendapat tindakan operasi pembersihan jaringan
27
mati/debridement. Sejak saat itu pasien berobat jalan rutin 2 hari sekali
kontrol ke praktek dokter umum untuk kontrol luka dan penyakitnya.
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat sakit gula : (+) diketahui sejak 15 tahun yang lalu di
Puskesmas Masaran I, tidak terkontrol.
- Riwayat sesak nafas : disangkal
- Riwayat alergi : disangkal
- Riwayat batuk darah : disangkal
- Riwayat sakit jantung : disangkal.
- Riwayat mondok : (+) 3 tahun yang lalu dengan keluhan yang
sama dan dirawat selama 1 bulan di Rumah sakit Amal Sehat Sragen.
- Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :
- Riwayat sakit batuk lama & batuk darah : disangkal
- Riwayat sakit sesak nafas : disangkal
- Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
- Riwayat sakit gula : disangkal
Riwayat Kebiasaan :
Kesukaan minum minuman manis setiap hari: (+) sejak muda
Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien adalah mantan dukun bayi yang tinggal serumah dengan suaminya
seorang petani. Penghasilan keluarga sekitar 5 juta pertahun. Sempat berobat
di RSUD Sragen dengan biaya Jamkesda.
Riwayat Gizi :
Penderita sehari-harinya makan 2-3 kali sehari dengan nasi satu piring,
sayuran, lauk pauk seperti tempe dan tahu, kadang dengan ayam. Kadang
ditambah dengan buah seperti pepaya. Dahulunya sehari-hari minum
minuman manis seperti teh manis, kolak, dan lain-lain setiap hari.
28
D. Anamnesis Sistem
1. Kulit : kulit gatal (-)
2. Kepala : sakit kepala (-), pusing (-),
3. Mata : pandangan mata berkunang-kunang (-), penglihatan
kabur (-)
4. Pernafasan : sesak nafas (-), batuk lama (-), mengi (-), batuk darah
(-)
5. Kadiovaskuler : berdebar-debar (-)
6. Gastrointestinal : mual (-), muntah (-), nafsu makan normal, nyeri perut
(-) di ulu hati, BAB tidak ada keluhan
7. Genitourinaria : BAK lancar, + 3 kali/hari warna kuning dan jumlah +
satu gelas.
8. Neuropsikiatri : Neurologik : kejang (-), lumpuh (-), kebas (-),
sensasi rangsang nyeri menurun (+) di kedua tungkai
Psikiatrik : emosi relatif stabil, mudah marah
(-)
9. Ekstremitas : Atas : bengkak (-/-), sakit (-)
Bawah : bengkak (-/-), sakit (-)
E. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Sakit sedang, kesadaran compos mentis (GCS E4V5M6 ), gizi kesan cukup.
2. Tanda Vital
BB :50 kg TB : 150 cm BMI : BB/TB2 = 50 / 1,52 = 22,2
normoweight (normal BMI = 20-25)
Tensi :130/80 mmHg
Nadi : 92 x/menit, reguler, isi cukup, simetris
Pernafasan :18x/menit Suhu : 36,5 oC
3. Mata : Konjungtiva pucat (- / -), oedem palpebra (-)
4. Mulut : Bibir pucat (-), bibir kering (-)
29
5. Leher : JVP tidak meningkat (R+2) cm, trakea ditengah,
pembesaran kelenjar tiroid (-)
6. Thoraks : Simetris, retraksi supraklavikuler (-), retraksi interkostal (-)
- Cor :I : ictus cordis tidak tampak
P : ictus cordis tidak kuat angkat
P : batas kiri atas :SIC II 1 cm lateral LPSS
batas kanan atas :SIC II LPSD
batas kiri bawah :SIC V 2 cm lateral LMCS
batas kanan bawah : SIC IV LPSD
batas jantung kesan melebar caudo lateral
A: BJ I–II intensitas normal, regular, bising (-)
- Pulmo: Statis dan dinamis (depan dan belakang)
I : pengembangan dada kanan sama dengan kiri
P : fremitus raba kiri sama dengan kanan
P : sonor/sonor
A: suara dasar vesikuler (+/+)
suara tambahan RBK (-/-), whezing (-/-)
7. Abdomen :
I :dinding perut sejajar dinding dada, venektasi (-)
P :supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
P :timpani seluruh lapang perut
A :peristaltik (+) normal
8. Ektremitas: palmar eritema(-/-), uremic frost (-/-), jejas (+) lihat status
lokalis
akral dingin oedem
9. Pemeriksaan Neurologik
Fungsi Sensorik :
30
- -
- -
- -
- -
N N
10. Status Lokalis
Regio cruris posterior inferior dekstra : Tampak ulkus diabetik yang telah
mengalami penyembuhan dengan luas 3 x 15 cm
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium pernah dilakukan tetapi hasil hilang.
Pemeriksaan rontgen pernah dilakukan tetapi hasil hilang.
G. Diagnosis Holistik
1. Diagnosis Biologis :
Ulkus Diabetikum regio cruris inferior posterior
2. Diagnosis Psikologis :
Interaksi kepala keluarga dengan penderita harmonis
3. Diagnosis Sosial :
b. Tingkat pendidikan keluarga cukup
c. Tingkat ekonomi keluarga cukup
d. Tempat tinggal memadai
e. Jumlah anak cukup
f. Status gizi cukup
I. Follow Up
1. Tanggal 6 Nopember 2012
S : -
O : KU baik, compos mentis, gizi kesan cukup
Tanda vital : T : 130/80 mmHg Rr : 18 x/menit
N : 90 x/menit S : 36,4 0C
Status Generalis : dalam batas normal
Status Neurologi : dalam batas normal.
Status Psikiatri :
Kesadaran : kualitatif tidak berubah, kuantitatif compos mentis
31
Afek : appropriate
Proses pikir : Bentuk : realistik
Isi : waham (-), halusinasi (-), ilusi (-)
Insight : baik
Psikomotor : normoaktif
Arus : koheren
Gula darah Sewaktu : 169 mg/dl
Assesment : Diabetes Mellitus Tipe 2 non-obese terkontrol
Ulkus diabetikum dalam proses penyembuhan
Planning : terapi medikamentosa berupa OAD kombinasi
metformin dengan glibenklamide. Selain itu juga dilakukan terapi medikasi
perawatan luka dan patient centered management : berupa dukungan
psikologis, penentraman hati, penjelasan, basic conseling, edukasi keluarga
pasien, serta menimbulkan rasa tanggung jawab pada keluarga pasien.
2. Tanggal 9 Nopember 2012
S : Gringgingen kedua kaki
O : KU baik, CM, gizi kesan cukup
Tanda Vital : T : 120/80 mmHg Rr : 16 x/menit
N : 88 x/menit S : 36,4 0C
Status Generalis : dalam batas normal
Status Neurologis : dalam batas normal
Status Psikiatri :
Kesadaran : kualitatif tidk berubah, kuantitatif compos mentis
Afek : appropriate
Proses pikir : bentuk : realistik
Isi : waham (-), halusinasi (-), ilusi (-)
Insight : baik
Psikomotor : normoaktif
Arus : koheren
Assesment : Diabetes Mellitus Tipe 2 non-obese terkontrol
32
Neuropati diabetikum
Ulkus diabetikum dalam proses penyembuhan
Planning : lanjut terapi medikamentosa berupa OAD
kombinasi metformin dengan glibenclamide dan neurodex (vitamin
neurotropik). Selain itu juga dilakukan terapi medikasi perawatan luka dan
patient centered management : berupa dukungan psikologis, penentraman
hati, penjelasan, basic conseling, edukasi keluarga pasien, serta
menimbulkan rasa tanggung jawab pada keluarga pasien.
3. Tanggal 13 Nopember 2012
S : -
O : KU baik, CM, gizi kesan cukup
Tanda Vital : T : 120/70 mmHg Rr : 18 x/menit
N : 88 x/menit S : 36,5 0C
Status Generalis : dalam batas normal
Status Neurologis : dalam batas normal
Status Psikiatri :
Kesadaran : kualitatif tidak berubah, kuantitatif compos mentis
Afek : appropriate
Proses pikir : bentuk : realistik
Isi : waham (-), halusinasi (-), ilusi (-)
Insight : baik
Psikomotor : normoaktif
Arus : koheren
Assesment : Diabetes Mellitus Tipe 2 non-obese terkontrol
Ulkus diabetikum dalam proses penyembuhan
Planning : lanjut terapi medikamentosa berupa OAD
kombinasi metformin dengan glibenclamide. Selain itu juga dilakukan terapi
medikasi perawatan luka dan patient centered management : berupa
dukungan psikologis, penentraman hati, penjelasan, basic conseling, edukasi
33
keluarga pasien, serta menimbulkan rasa tanggung jawab pada keluarga
pasien.
J. Penatalaksanaan
Non Medikamentosa
2. Istirahat cukup
Diharapkan pasien istirahat yang cukup oleh karena jika pasien terlalu
banyak aktivitas akan menurunkan daya tahan tubuh pasien yang
akibatnya penyakit yang diderita akan kambuh lagi.
3. Diet DM 1300 Kkal
Dengan gizi yang cukup bagi penderita DM, akan meningkatkan daya
tahan tubuh pasien melawan penyakit sehingga mempercepat proses
penyembuhan luka/ulkus.
4. Medikasi
Perawatan luka dengan pembersihan luka secara rutin.menggunakan
larutan saline dan penutupan luka menggunakan kassa dan perban
steril.
Medikamentosa:
1. Glibenklamide 5 mg 0-1-0-0
2. Metformin 500 mg 1-0-0-0
34
K. Flow Sheet
Nama : Ny. T
Diagnosis : Diabetes Mellitus Tipe 2 non obese terkontrol baik
Tabel 7. Flow Sheet pasien Ny. S
NO Tgl Keluhan Hasil Pemeriksaan
Terapi Planning Target
1 6/11 Luka tak kunjung sembuh di tungkai kanan
TD : 130/80 mmHgHR : 92x/menitRR: 18x/menitT : 36,6 BB : 50 kgTB : 150 cmIMT : 22,22
GDS : 169 mg/dl
Glibenklamid 5 mg 1-0-0
Metformin 500 mg 0-0-1
Edukasi diet DM dan peningkatan aktivitas fisik
Motivasi keluarga, Edukasi DM dan diet DM, dan medikasi luka
Keluarga dan pasien lebih waspada terhadap komplikasi
2 8/11 Luka tak kunjung sembuh di tungkai kanan
TD : 120/80 mmHgHR :90x/menitRR : 18x/menitT : 36,4BB : 50 kgTB : 150 cmIMT : 22,22
GDS : 150 mg/dl
Glibenklamid 5 mg 1-0-0
Metformin 500 mg 0-0-1
Edukasi diet DM dan peningkatan aktivitas fisik
Motivasi keluarga, Edukasi DM dan diet DM, dan medikasi luka
Keluarga dan pasien lebih waspada terhadap komplikasi
3 13/11 Luka tak kunjung sembuh di tungkai kanan, kesemutan di kedua kaki
TD : 120/ 70 mmHgHR : 90x/menitRR : 16x/menitT : 36,5BB : 50 kgTB : 150 cmIMT : 22,22
Glibenklamid 5 mg 1-0-0-0
Metformin 500 mg 0-0-1-0
Edukasi diet DM dan peningkatan aktivitas fisik
Motivasi keluarga, Edukasi DM dan diet DM, dan medikasi luka
Keluarga dan pasien lebih waspada terhadap komplikasi
35
TAHAP III
IDENTIFIKASI FUNGSI-FUNGSI KELUARGA
A. Fungsi Holistik
1. Fungsi Biologis
Keluarga terdiri atas penderita (Ny. S, 52 tahun) dan suami (Tn.
M, 60 th). Kedua orang tersebut tinggal dalam satu rumah. Secara umum,
keluarga ini cukup sehat.
2. Fungsi Psikologis
Penderita tinggal serumah dengan suaminya. Hubungan penderita
dengan suaminya baik. Penyelesaian masalah keluarga yang ada
didiskusikan bersama suaminya.
3. Fungsi Sosial Budaya
Keluarga ini tidak mempunyai kedudukan sosial tertentu dalam
masyarakat melainkan hanya sebagai anggota masyarakat biasa. Namun
demikian, keluarga ini masih cukup aktif dalam kegiatan kemasyarakatan.
4. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan
Suami penderita bekerja sebagai buruh. Penghasilan yang
didapatkan kira-kira Rp 400.000,00 perbulan yang di gunakan untuk
biaya hidup sehari-hari.
5. Fungsi Penguasaan Masalah dan Kemampuan Beradaptasi
Keputusan–keputusan penting dalam keluarga dipegang oleh suami
penderita. Dalam kesehariannya, penderita dan keluarganya tidak ada
masalah dalam berinteraksi dengan masyarakat. Hubungan antar tetangga
sekitar terjalin dengan baik.
Kesimpulan :
Secara keseluruhan fungsi holistik keluarga Ny. S adalah baik.
Hubungan antar anggota keluarga terjalin harmonis. Dari segi ekonomi
pendapatan keluarga cukup untuk hidup sehari-hari. Keluarga ini bukan
merupakan tokoh masyarakat tetapi cukup aktif dalam kegiatan
36
kemasyarakatan. Untuk penguasaan masalah dan pengambilan keputusan,
dilakukan diskusi bersama-sama seluruh anggota keluarga.
B. Fungsi Fisiologis Keluarga (Apgar Score)
Untuk menilai fungsi fisiologis digunakan APGAR score. APGAR
score adalah skor yang digunakan untuk menilai fungsi keluarga ditinjau dari
sudut pandang setiap anggota keluarga terhadap hubungannya dengan
anggota keluarga yang lain. APGAR score meliputi :
1. Adaptation
Dalam menghadapi masalah selama ini, penderita cukup mendapatkan
perhatian dari anggota keluarga yang lain (suami penderita). Penyakit
yang diidap penderita mengganggu aktivitas sehari-hari. Penderita dan
keluarganya jarang mendapat penyuluhan tentang penyakit yang diidap
penderita dari petugas kesehatan.
2. Partnership
Hubungan serta komunikasi antara penderita dan suaminya berjalan
dengan baik. Aktivitas sehari-hari banyak dihabiskan penderita untuk
beristirahat.
3. Growth
Pasien yang dulunya tidak mampu berjalan sama sekali sekarang sudah
bisa berjalan walaupun belum maksimal. Luka pasien juga sudah
menutup dan mengering.
4. Affection
Hubungan kasih sayang antara penderita dengan suaminya cukup baik.
5. Resolve
Penderita merasa puas dengan kebersamaan dan waktu yang diluangkan
suami dan anak-anak penderita. Meskipun sudah tidak tinggal bersama,
tetapi anak-anak penderita masih sering mengunjunginya.
Skoring :
Hampir selalu : 2 poin, Kadang – kadang : 1 poin
Hampir tak pernah : 0 poin
37
Tabel 8. APGAR Keluarga Ny. S
Scoring APGAR Tn. M Ny. S
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga
saya bila saya menghadapi masalah
2 2
P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas
dan membagi masalah dengan saya
2 2
G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan
mendukung keinginan saya untuk melakukan
kegiatan baru atau arah hidup yang baru
2 2
A Saya puas dengan cara keluarga saya
mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon
emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll
1 1
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya
membagi waktu bersama-sama
1 1
Total Nilai 8 8
Kesimpulan: Fungsi fisiologis keluarga = (8+8)/2 = 16/2 = 8 (BAIK)
Secara keseluruhan total poin dari A.P.G.A.R. keluarga Ny. S adalah 16,
sehingga rata-rata A.P.G.A.R. dari keluarga Ny. S adalah 8. Hal ini
menunjukkan bahwa fungsi fisiologis yang dimiliki keluarga Ny. S dalam
keadaan baik.
38
C. Fungsi Patologis
Fungsi patologis dinilai dengan menggunakan SCREEM score dengan rincian
sebagai berikut :
Tabel 10. SCREEM Score keluarga Ny. S
SumberPatologi
Keterangan Patologis
Social Interaksi sosial penderita kurang. Partisipasi penderita dalam masyarakat kurang.
-
Cultural Belum mengerti kebudayaan daerah dengan baik. Namun banyak tradisi budaya yang masih diikuti. Saat hari raya, tahun baru, ulang tahun, ada perayaan khusus meskipun sederhana.
-
Religius Pemahaman agama baik ditandai dengan penerapan ajaran agama yang baik, penderita sudah diajarkan menjalankan sholat lima waktu dan berpuasa.
-
Economic Ekonomi keluarga relatif stabil. Pemasukan cukup untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari seluruh anggota keluarga..
-
Education Pendidikan anggota keluarga tidak memadai. Tingkat pendidikan dan pengetahuan penderita dan keluarga masih rendah. Keinginan untuk memiliki fasilitas pendidikan seperti buku-buku, koran rendah.
-
Medical Tidak mampu membiayai pelayanan kesehatan yang lebih baik. Dalam mencari pelayanan kesehatan, keluarga ini menggunakan Puskesmas dengan memakai JPS.
+
Kesimpulan:
Fungsi patologis keluarga : cukup, karena fungsi social, economic, cultural,
dan religius masih baik.
39
Laki-laki Perempuan Penderita Ulkus Dm Tinggal dalam satu rumah
X
D. Genogram
Fungsi genetik dinilai dari genogram keluarga
Alamat lengkap : Plosorejo RT 02/04, Sepat, Masaran, Sragen
Bentuk Keluarga : Nuclear Family
J W Srr
X M
A Su B
L D
T
Gambar 4. Genogram Keluarga Ny. S
Keterangan:
M : Tn. Mangun (60 th) K : Ny. Warni (27 th) L : An. Lela (9 th)
X: Ny. S (52 th) A: Tn. Amat (29 th) D : An. Dwi (5 th)
M : Tn.Barjo (35 th) R : Tn. Sukirno (25 th ) T : An. Tami (3 th)
Sr : Ny. Sri (30 th) J : Ny. Jumi (23 th)
Sumber : Data Primer, Nopember 2012
Kesimpulan :
Penyakit DM Ny. S tidak menurun ke anggota keluarga lain.
Tidak terdapat korelasi terhadap faktor genetik
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit menular
40
Ny. S, 52 tahun
Tn. M, 60 tahun
E. Interaksi Keluarga
Sumber : Data Primer, Nopember 2012
Gambar 5. Pola Interaksi Keluarga Ny. S
Keterangan :
harmonis
tidak harmonis
Kesimpulan :
Dari diagram di atas pola interaksi 2 arah antar anggota keluarga
berjalan baik dan harmonis yaitu antara kepala keluarga yakni Tn. M dan
istrinya Ny. S.
F. Faktor Perilaku dan Non Perilaku Keluarga
1) Faktor Perilaku Keluarga
Perilaku di dalam keluarga ini dipengaruhi oleh kesadaran pasien dan
keluarga tentang kesehatan. Karena pasien sendiri sebelumnya bekerja
sebagai dukun bayi, sehingga pasien cukup tahu tentang kesehatan. Sikap
keluarga dan penderita sendiri terhadap penyakit yang dideritanya cukup
positif yakni mengusahakan kesembuhan dengan mendorong dan
menyediakan fasilitas bagi penderita untuk berobat, membantu proses
kesembuhannya, serta mengembalikan fungsi tubuh. Jika ada anggota
keluarga yang sakit diperiksakan ke puskesmas atau dokter.
41
2) Faktor Non Perilaku Keluarga
Rumah yang dihuni keluarga ini sudah cukup memadai, Lantai sudah
disemen, dinding dari tembok, pencahayaan ruangan dan ventilasi cukup.
Sumber air berasal dari sumur, listrik sudah ada, kamar mandi sudah ada.
Sampah keluarga dibuang ke kebun. Jika berobat pasien dan keluarga
menggunakan biaya pribadi.
G. Identifikasi Lingkungan Rumah
3. Gambaran Lingkungan
a. Indoor
Rumah terdiri dari satu kamar tidur, ruang tamu, dapur, ruang
makan yang menjadi satu dengan dapur, dan kamar mandi. Lantai
rumah sudah disemen, ventilasi rumah cukup, penerangan cukup,
dinding rumah dari tembok, atap dari genteng tanpa langit-langit.
Namun kebersihan rumah kurang baik.
b. Outdoor
Keluarga ini tinggal di sebuah rumah berukuran 8 m x 5 m dengan
total luas tanah 40 m2 menghadap ke timur, dalam lingkungan
pemukiman biasa di tepi jalan. Pekarangan terdapat pada bagian
belakang sebagai tempat pembuangan sampah.
4. Denah Rumah
Kamar Mandi
Gudang
R u a n g T a m u
Kamar Tidur
Dapur U
8 cm
5 c m
Gambar 6. Denah Rumah Ny. S
42
Kesimpulan :Lingkungan indoor kurang baik, Tempat tinggal memadai,
lingkungan outdoor cukup baik.
Tabel 11. Kesimpulan Fungsi Keluarga Ny. S
No. Fungsi Keterangan
1. Holistik Baik
2. Fisiologis Baik
3. Patologis (+) pada faktor medical
4. Genogram Baik
5. Pola interaksi Baik, interaksi antar
anggota keluarga
berlangsung harmonis
6. Perilaku Baik
7 Non Perilaku Kurang
8 Indoor Kurang
9 Outdoor Kurang
Sumber: Data Primer,
Nopember 2012
Secara keseluruhan, fungsi keluarga Ny. S Baik.
H. Faktor-Faktor Perilaku Yang Mempengaruhi Kesehatan
1. Pengetahuan
Ny. S adalah seorang istri dari seorang suami dan memiliki tiga
orang anak. Sejak 4 bulan yang lalu penderita diketahui mengalami ulkus
diabetikum. Suami dan ketiga anaknya belum banyak memiliki
pengetahuan tentang kesehatan khususnya DM tipe 2. Keluarga tersebut
juga kurang memahami besarnya pengaruh kebersihan lingkungan
terhadap kesehatan penderita.
2. Sikap
Sikap keluarga dan penderita sendiri terhadap penyakit yang
dideritanya cukup positif. Menurut anggota keluarga ini, yang dimaksud
43
dengan sehat adalah keadaan terbebas dari sakit, yaitu keadaan yang
menghalangi aktivitas sehari-hari. Keluarga ini menyadari pentingnya
kesehatan karena apabila mereka sakit, mereka tidak dapat bekerja lagi
sehingga otomatis pendapatan keluarga akan berkurang dan menjadi beban
anggota keluarga lainnya. Mereka tidak terlalu mempercayai mitos, apalagi
menyangkut masalah penyakit, mereka lebih mempercayakan pemeriksaan
atau pengobatannya pada mantri, bidan, atau dokter puskesmas, keluarga ini
juga menggunakan kartu jamkesmas untuk berobat.
3. Tindakan
Penderita sendiri kontrol rutin ke puskesmas sebulan sekali dan
mengkonsumsi obat teratur. Sikap keluarga yang positif terhadap penyakit
yang diderita penderita dan kesadaran serta kemauan dari penderita sendiri
untuk kembali pulih, membuat penderita mau memeriksakan dirinya ke
puskesmas terdekat. Namun, belum ada tindakan untuk memperbaiki
sanitasi lingkungan yang mendukung gaya hidup sehat. Hal ini tercermin
dari kebersihan rumah yang kurang dan sampah yang belum dikelola dengan
baik.
I. Faktor-Faktor Non Perilaku Yang Mempengaruhi Kesehatan
1. Lingkungan
Rumah yang dihuni keluarga ini adalah rumah sendiri dengan
kondisi kurang memadai, ukuran 40 m2 . Kebersihan lingkungan rumah
kurang terjaga dengan baik. Dengan pencahayaan ruangan dan ventilasi
cukup memadai.
2. Keturunan
Di dalam garis keturunan ibu dan bapak tidak didapatkan penyakit
yang diturunkan.
3. Pelayanan Kesehatan
Ketersediaan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan cukup baik.
Rumah penderita tidak terlalu jauh dengan puskesmas. Karena penyakit
berupa ulkus diabetikum yang diharuskan rutin kontrol, maka penderita rutin
44
Ny. S
Pemahaman:Keluarga paham mengenai penyakit penderita
Keturunan:Tidak ada faktor keturunan
Pelayanan Kesehatan:Jika sakit keluarga Ny. S berobat ke puskesmasJarak rumah dan puskesmas dekatSarana dan prasarana di Puskesmas cukup
Tindakan:Keluarga mengantarkan Ny. S. untuk periksa ke puskesmas secara rutin dan mengonsumsi obat teratur
Sikap:Sadar akan pentingnya kesehatan
kontrol ke puskesmas maupun ke bidan desa. Namun belakangan ini bila
tidak ada biaya, penderita melakukan medikasi luka sendiri dibantu suami.
: Faktor Perilaku
: Faktor Non Perilaku
Diagram Faktor Perilaku dan Non Perilaku
Kesimpulan :
Faktor perilaku keluarga sudah mendukung ke arah pola hidup sehat, namun
faktor non perilaku belum sepenuhnya mendukung ke arah pola hidup sehat.
45
Lingkungan: Lingkungan rumah kurang
bersih Kondisi pencahayaan dan
ventilasi rumah cukup memadai
J. Identifikasi Indoor Dan Outdoor
Kamar Mandi
Gudang
R u a n g T a m u
Kamar Tidur
Dapur U
8 cm
5 c m
Gambar 6. Denah indoor dan outdoor
Keterangan :
Indoor
- Luas rumah 40 m2, memenuhi kriteria kepadatan hunian sehat (10 m2/orang).
- Lantai rumah berupa lantai bersemen.
- Pencahayaan dan ventilasi cukup baik.
- Sampah belum terkelola dengan baik
- Jarak jamban dengan sumber air bersih > 10 meter.
- Sumber air bersih dari sumur
Outdoor
- Jarak rumah dengan jalan raya ± 7 meter.
- Tingkat kebisingan di sekitar rumah rendah.
- Letak rumah jauh dengan sungai dan tempat pembuangan sampah umum.
Kesimpulan :
Untuk gambaran lingkungan dalam rumah (indoor) belum memenuhi syarat-
syarat kesehatan. Sedangkan gambaran lingkungan luar rumah (outdoor) telah
memenuhi syarat kesehatan.
46
K. Daftar Masalah
1. Masalah Medis
- Diabetes mellitus tipe 2
2. Masalah Non Medis
- Gangguan Fungsi Holistik : (-)
- Gangguan Fungsi Fisiologis APGAR : (-)
- Gangguan Fungsi Patologis SCREEM : (+) pada medical
- Gangguan Genogram : (-)
- Gangguan Fungsi Interaksi keluarga : (-)
- Gangguan Perilaku : (-)
- Gangguan Non Perilaku : (+)
- Gangguan Fungsi Indoor : (+)
- Gangguan Fungsi Outdoor : (+)
47
TAHAP IV
DIAGNOSIS HOLISTIK
Ny. S berusia 40 tahun dalam nuclear family dengan diagnosis DM Tipe 2.
Keluarga cukup harmonis dengan kehidupan sosial cukup aktif sebagai anggota
masyarakat. Berinteraksi dengan tetangga dengan baik serta aktif mengikuti
kegiatan kemasyarakatan. Ny. S tidak terlibat dalam kepengurusan dalam
lingkungan tempat tinggalnya. Penghasilan keluarga ± Rp. 400.000 per bulan dan
pengeluaran ± Rp. 700.000 per bulan.
1. Diagnosis Biologis
DM Tipe 2 sejak 15 tahun yang lalu
2. Diagnosis Psikologis
Hubungan Ny. S dengan suaminya saling mendukung, saling
memperhatikan dan saling pengertian.
3. Diagnosis Sosial dan Ekonomi
Kehidupan sosial Ny. S cukup aktif sebagai anggota masyarakat.
Walaupun Keluarga Ny. S tidak terlibat dalam kepengurusan di
lingkungan tempat tinggalnya namun Keluarga Ny. S berinteraksi dengan
tetangga dengan baik serta aktif mengikuti kegiatan kemasyarakatan.
Penghasilan keluarga ± Rp. 400.000 per bulan pengeluaran ± Rp. 700.000
per bulan
4.
48
TAHAP V
PEMBAHASAN DAN SARAN KOMPREHENSIF
A. Pembahasan
Untuk dapat mencapai Millenium Development Goals (MDGs) 2015,
WHO menekankan bahwa kuncinya adalah dengan memperkuat sistem
pelayanan kesehatan primer (Primary Health Care) sehingga perlu adanya
integrasi dari Community Oriented Medical Education (COME) ke Family
Oriented Medical Education (FOME) dengan pelayanan kedokteran keluarga
yang melaksanakan pelayanan kesehatan secara holistik dan komprehensif
dengan memandang setiap individu adalah bagian dari keluarga.
Untuk dapat menerapkan prinsip kedokteran keluarga maka kami
melakukan kunjungan ke salah satu pasien Bidan Desa Sepat. Berdasarkan
hasil kunjungan pada tanggal 6 Nopember 2012 pada keluarga Ny, S
didapatkan masalah medis berupa DM Tipe 2 dan non medis yaitu
permasalahan pada fungsi patologis SCREEM berupa masalah pembiayaan
dalam hal kesehatan, dan pada fungsi non perilaku tentang kebersihan rumah
yang kurang. Selain itu permasalahan yang lain berupa fungsi indoor berupa
kebersihan rumah yang kurang dan pada fungsi outdoor berupa sampah yang
tidak dikelola dengan baik.
Berdasarkan kunjungan tersebut tampak bahwa keluarga Ny. S
sebenarnya paham akan pentingnya kesehatan. Hal ini tampak pada tindakan
Ny. S yang kontrol rutin ke Puskesmas dan minum obat secara teratur.
Namun, keluarga ini belum memahami bahwa kesehatan tidak hanya dicapai
dengan berobat teratur saat sakit akan tetapi lebih dari itu perlu adanya
kesadaran akan pentingnya lingkungan yang sehat dan perilaku hidup bersih
dan sehat. Sehingga pada kunjungan berikutnya kami menekankan pada
penerapan mengenai cara mencapai lingkungan yang sehat dan perilaku hidup
bersih dan sehat serta edukasi mengenai penyakit yang dialami oleh Ny. S.
Untuk mencapai lingkungan yang sehat maka dimulai dari lingkungan
di dalam rumah. Kondisi rumah Ny. S memang belum memeuhi syarat rumah
49
sehat. Hal ini tampak dari kebersihan rumah yang kurang terjaga dan sampah
yang belum dikelola dengan baik. Sehingga kami memberikan intervensi
berupa penyuluhan mengenai lingkungan rumah yang sehat dan
mendiskusikan langkah praktis yang dapat dilakukan keluarga ini untuk
mencapai kondisi lingkungan rumah yang sehat berupa kebiasaan
membersihkan rumah minimal 2 kali sehari serta membuang sampah pada
tempat pembuangan sampah
Selanjutnya untuk menciptakan perilaku hidup bersih dan sehat kami
juga memberikan penyuluhan mengenai indikator-indikator perilaku hidup
bersih dan sehat pada tatanan rumah tangga dengan membuang sampah pada
tempatnya, membersihkan rumah 2x/hari, membersihkan kamar mandi
1x/minggu, tidak merokok di dalam rumah, mencuci tangan sebelum makan,
makan makanan yang bergizi seimbang, menggosok gigi sebelum tidur dan
olahraga teratur.
Setelah adanya komitmen untuk menciptakan lingkungan yang sehat
dan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat pada setiap anggota keluarga
maka selanjutnya kami melakukan edukasi kepada Ny. S dan anggota
keluarga mengenai penyakit yang dialami Ny. S. Tujuan edukasi ini adalah
untuk memberikan pemahaman mengenai penyakit DM .
DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya 1,3. DM merupakan penyakit kronis yang tidak
dapat disembuhkan. Pengobatan yang diberikan hanya untuk mengontrol gula
darah saja sehingga tidak menimbulkan komplikasi DM berupa retinopati
DM, nefropati DM, neuropati DM, ulkus diabetik, dan PAD (Perifer Arteri
Disease). Bila sudah terjadi ulkus, pengobatan tidak hanya mengontrol gula
darah saja namun juga perawatan (medikasi) luka. Ulkus adalah kerusakan
lokal permukaan jaringan atau organ yang ditimbulkan oleh terkupasnya
jaringan nekrotik radang. Pada penderita diabetes, ulkus biasanya terdapat
pada kaki, dan disebabkan oleh neuropati, angiopati, atau komplikasi lainnya.
Penatalaksanaan DM didasarkan pada rencana diet, latihan fisik, pemberian
50
obat hipoglikemik oral, terapi insulin, pemeriksaan gula darah secara rutin
dan perawatan diri 1,2,3. Sehingga perlu adanya kesadaran untuk rutin berobat,
rutin cek gula darah, patuh akan anjuran diet yang telah ditetapkan, dan
meningkatkan aktivitas serta menjaga kebersihan tubuh.
Terjadinya ulkus diawali dengan adanya hiperglikemia pada
penyandang DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada
pembuluh darah. Pada pasien ini (Ny. Sumiyem, 42 tahun) kemungkinan
telah terjadi proses hiperglikemia kronik mengingat pasien telah di diagnosis
menderita diabetes mellitus sejak 15 tahun yang lalu. Pasien memang telah
menjalani pengobatan dari dokter, akan tetapi pola makan dari pasien yang
tidak terkontrol dapat menyebabkan naiknya kadar gula darah. Apabila
keadaan ini berlanjut dapat menyebabkan komplikasi diantaranya neuropati
yang kemudian menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada
telapak kaki dan selanjutnya akan menyebabkan terjadinya ulkus. Oleh
karena itu pada pasien ini pengobatan tidak hanya mengontrol kadar gula
darahnya saja namun juga perawatan ulkus (luka). Hal ini perlu dilakukan
secara berkesinambungan dan perlu adanya dukungan keluarga untuk dapat
mengingatkan Ny. S untuk meminum obat secara teratur, mengantarkan Ny. S
untuk kontrol ke Puskesmas, menegur Ny. S jika tidak menaati diet yang
telah dianjurkan.
B. Saran Komprehensif
1. Promotif :
a. Edukasi pasien dan keluarga tentang penyakit DM serta perlunya
pengendalian dan pemantauan DM dengan rutin kontrol dan rutin
berobat.
b. Edukasi pasien dan keluarga untuk dapat melakukan perawatan luka
sendiri bila tidak dapat kontrol berobat ke puskesmas serta menjaga
kebersihan diri pasien agar luka tidak mudah terkena infeksi.
c. Mengenalkan pola makan yang benar untuk penderita dan keluarga.
51
d. Edukasi pasien dan keluargaa tentang tatanan rumah tangga untuk
menciptakan lingkungan rumah yang bersih dan setiap anggota
keluarga sehat dengan memperbaiki sistem ventilasi dan pencahayaan
dengan membuka jendela dan pintu rumah ketika pagi hingga sore
hari, membuang sampah pada tempat pembuangan sampah,
membersihkan rumah 2x/hari, membersihkan kamar mandi 1x/minggu,
tidak merokok di dalam rumah, mencuci tangan sebelum makan,
makan makanan yang bergizi seimbang, menggosok gigi sebelum tidur
dan olahraga teratur.
2. Preventif :
a. Makan makanan yang cukup bergizi dan diet diabetes, rendah
kolesterol, rendah garam, minum air putih minimal 8 gelas/ hari dan
mematuhi jadwal makan dengan kecukupan kalori yang dianjurkan.
b. Rutin kontrol gula darah, merawat luka terutama pada kaki sehingga
tidak terjadi komplikasi lebih lanjut dari penyakit DM.
c. Selalu memakai alas kaki untuk mencegah terjadi luka dan menjaga
kaki tetap bersih.
3. Kuratif :
Langkah pertama dalam mengelola diabetes mellitus selalu dimulai
dengan pendekatan non farmakologis berupa perencanaan makanan/terapi
nutrisi medik, kegiatan jasmani dan penurunan berat badan bila didapat
berat badan lebih atau obes. Bila dengan langkah-langkah tersebut sasaran
pengendali diabetes belum tercapai, maka dilanjutkan dengan penggunaan
obat atau intrvensi farmakologis Terapi farmakologis dapat berupa
pemberian obat hipoglikemik oral (OHO) dan pemberikan injeksi insulin 2
4. Rehabilitatif :
Penyesuaian aktivitas sehari-hari sangatlah penting dan membantu
penderita memiliki kembali rasa percaya diri untuk percaya terhadap
intervensi medis dan memberikan motivasi untuk terus merubah sikap dan
perilaku yang tidak sehat menjadi lebih sehat.
52
a. Infection control: pengobatan infeksi secara agresif, jika terlihat tanda
klinis infeksi (indikasi adanya kolonisasi dari pertumbuhan organisme
pada hasil usap bukan merupakan infeksi, jika tidak terdapat tanda
klinis).
b. Wound control: pembuangan jaringan terinfeksi dan nekrotis secara
teratur.
c. Pressure control: mengurangi tekanan. Tekanan yang berulang dapat
menyebabkan ulkus, sehingga harus dihindari. Hal itu sangat penting
dilakukan pada ulkus neuropatik, dan diperlukan pembuangan kalus
dan memakaikan sepatu yang pas yang berfungsi untuk mengurangi
tekanan
53
DAFTAR PUSTAKA
1. Askandar, 1999. Diabetes Melitus klasifikasi, Diagnosis dan Terapi.ed 3. PT
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
2. Gustaviani R. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI
3. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni). 2011. Konsensus
Pengelolaan dan Pencegahan DM Tipe 2 di Indonesia. Jakarta.
54