laporan kasus fome siska
DESCRIPTION
fome fomeTRANSCRIPT
BAB 1PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Struma adalah setiap pembesaran kelenjar tiroid yang disebabkan oleh
penambahan jaringan kelenjar tiroid yang menghasilkan hormon tiroid dalam
jumlah banyak, sedangkan struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar
tiroid yang secara klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda
hipertiroidisme.1
Pada tahun 2007 sekitar 33.550 orang di Amerika Serikat menderita
gangguan tiroid dan 1.530 orang berakhir dengan kematian. Prevalensi struma
nodosa yang Hasil survey Balitbang pada tahun 2007 didapatkan angka prevalensi
struma nodosa di Indonesia meningkat sebesar 35,38%. Laporan akhir survey
nasional pemetaan GAKY (Gangguan Akibat Kekurangan Yodium) menunjukkan
bahwa sebanyak 42 juta penduduk Indonesia tinggal di daerah endemik dan
sebanyak 10 juta menderita struma nodosa. Struma nodosa banyak ditemukan di
daerah pegunungan yang disebabkan oleh defisiensi yodium dan merupakan salah
satu masalah gizi di Indonesia.3
Penyebab utama pembesaran kelenjar tiroid adalah defisiensi yodium.
Sekitar 70 – 75 % rumah tangga di Amerika Serikat menggunakan garam
beryodium (Utiger, 2006). Berdasarkan hasil survei Puslitbang Gizi tahun 2006,
cakupan konsumsi garam beryodium secara nasional sebanyak 72,8 % (Susenas
2005). Hasil survei BPS pada tahun 2005 didapatkan sekitar 70% rumah tangga di
Jakarta menggunakan garam beryodium. Data ini menunjukkan prevalensi struma
1
nodosa di wilayah perkotaan masih cukup tinggi. Defisiensi yodium banyak
terjadi di daerah pegunungan. Namun saat ini, terjadi perubahan pola daerah
endemik Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY). Berdasarkan hasil
studi epidemiologi GAKY menunjukkan bahwa defisiensi yodium tidak hanya di
daerah pegunungan saja, akan tetapi juga terjadi di daerah pesisir pantai.3
Penyebab lainnya adalah paparan goitrogen yang terdapat di obat-obatan dan
makanan. Goitrogenik adalah zat yang dapat menghambat pengambilan zat
yodium oleh kelenjar tiroid, sehingga konsentrasi yodium dalam kelenjar menjadi
rendah. Jenis makanan seperti brokoli, kubis, bunga kol, lobak, bayam, sawi,
kacang tanah, kedelai dan produk kedelai termasuk tempe dan tahu merupakan
jenis makanan yang mengandung goitrogen.2
Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid
yang dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. Di bagian
posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Struma dapat
mengarah ke dalam sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara
sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia. Hal tersebut akan berdampak
terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. Bila
pembesaran keluar maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat asimetris
atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia.Kebanyakan penderita
tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme,
penderita datang berobat karena keluhan kosmetik atau ketakutan akan keganasan.
Namun sebagian pasien mengeluh adanya gejala mekanis yaitu penekanan pada
esofagus (disfagia) atau trakea (sesak napas), biasanya tidak disertai rasa nyeri
kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul.2
2
Diagnosis dapat ditegakkan atas dasar adanya struma yang bernodul dan
tidak toksik antara lain melalui: palpasi teraba batas yang jelas bernodul satu atau
lebih serta konsistensinya kenyal, Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan
serum T4 (tiroksin) dan T3 (triiodotironin) dalam batas normal. Pada pemeriksaan
USG (ultrasonografi) dapat dibedakan padat atau tidaknya nodul.Pada struma
nodosa non toksik yang besar dapat dilakukan tindakan operasi bila pengobatan
tidak berhasil atau terjadi gangguan misalnya: penekanan pada organ sekitarnya,
indikasi kosmetik, dan indikasi keganasan yang pasti akan dicurigai.4
BAB 2LAPORAN KASUS
2.1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. R
Umur : 40 Tahun
Jenis Kelamin : Wanita
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
3
Alamat : Py.terbang
Suku : Aceh
Tanggal Pemeriksaan : 10 februari 2015
2.2 KELUHAN UTAMA
Benjolan di leher bagian depan
2.3 KELUHAN TAMBAHAN
rasa tidak nyaman pada leher.
2.4 RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang ke puskesmas samudera dengan keluhan terdapat
benjolan di leher. Benjolan dirasakan sejak ± 4 bulan yang lalu, benjolan
dirasakan semakin lama semakin membesar. Pasien mengaku merasa tidak
nyaman oleh karena benjolan pada lehernya tersebut. Namun pasien
mengaku tidak pernah merasakan keluhan seperti nyeri pada benjolan,
berkeringat berlebihan, tremor, mudah lelah. Pasien juga tidak mengalami
penurunan Berat badan.
2.5 RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Riwaya thipertensi(+) sejak 1 tahun terakhir.
Riwayat Diabetes mellitus disangkal
Riwayat alergi disangkal
2.6 RIWAYAT PEMAKAIAN OBAT
Pasien hanya mengkonsumsi obat hipertensi
2.7 RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
4
Pasien mengaku tidak ada keluarganya yang mengalami benjolan
seperti yang dirasakan olehnya. Riwayat penyakit lainnya pada keluarga
tidak diketahui.
Gambar 2.1 : Benjolan di leher pasien
2.8 STATUS PRESENT
2.8.1 Vital Sign
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 140/80 mmHg
Heart Rate : 80 x/menit
Respiratory Rate : 22 x/menit
Temperatur : 37,2º C
5
2.9 PEMERIKSAN FISIK
2.9.1 KEPALA
Bentuk : Normocephali
Rambut : Hitam dan tidak rontok
Mata : cekung
Hidung : Tidak adakelainan
Telinga : Tidak ada kelainan
Mulut dan Lidah : dalam batas normal
2.9.2 LEHER
TVJ : R- 2cm H2O
Pembesaran KGB : (-)
Kelenjar tiroid : Tampak adanya pembesaran (+)
Trakea : Letak medial
2.9.3 THORAX
- Thoraks Depan
Inspeksi
simetris, (+) retraksi (-)
Palpasi
Stem Fremitus Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Normal Normal
6
Lap. Paru tengah Normal Normal
Lap.Paru bawah Normal Normal
Perkusi
Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Sonor Sonor
Lap. Parutengah Sonor Sonor
Lap.Paru bawah Sonor Sonor
Auskultasi
Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Vesikuler Vesikuler
Lap.Paru tengah Vesikuler Vesikuler
Lap.Paru bawah Vesikuler Vesikuler
- Thoraks Belakang
Inspeksi
simetris, retraksi (-)
Palpasi
Stem premitus Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Normal Normal
Lap. Parutengah Normal Normal
Lap.Paru bawah Normal Normal
Perkusi
7
Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Sonor Sonor
Lap. Parutengah Sonor Sonor
Lap.Paru bawah Sonor Sonor
Auskultasi
Suara Paru Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Vesikuler Vesikuler
Lap.Paru tengah Vesikuler Vesikuler
Lap.Paru bawah Vesikuler Vesikuler
Inspeksi : Dinding dada simetris, retraksiselaiga (-)
Palpasi : Vocal fremitus kiridankanansama
Perkusi : Sonordikedualapangparu
Auskultasi : vesikuler (+/+), wheezing (-/-) , ronkhi (-/-)
2.9.4 JANTUNG
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba ICS 5 linea
midklavikula Sinistra
Perkusi : Batas-batas jantung:
- Atas : ICS II parasternal
- Kiri : ICS V linea midklavikula sinistra
- Kanan : Dua jari lateral garis parasternal dekstra
8
- Auskultasi : BJ I > BJ II, reguler, bising(-), gallop (-).
2.9.5 ABDOMEN
Inspeksi : simetris, distensi (-)
Palpasi : Soepel (+) Hepar dan Lien tidak teraba,
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltikusus normal
2.9.6 ANUS DAN GENETALIA
Tidak dilakukan pemeriksaan
2.9.7 EKSTREMITAS
Superior : edema (-) sianosis (-)
Inferior : edema (-) sianosis (-)
2.9.8 KULIT
Warna : Sawo Matang
Turgor : kembali cepat
Icterus : (-)
Anemi : (-)
Sianosis : (-)
Udema : (-)
2.9.9 Status Lokalisata a/r Colli
Inspeksi : asimetris, tampak adanya benjolan bernodul,
benjolan ikut terangkat saat menelan.
Palpasi : teraba adanya massa bernodul ukuran 4x5cm,nyeri
tekan (-), konsistensi lunak.
9
Auskultasi : bising (-)
Kelenjar Getah Bening : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
2.10 DIAGNOSA BANDING
1. Struma nodusa non toksik
2. Tirotoksikosis
3. Tiroiditis
4. Karsinoma tiroid
2.11 PLANNING I
Darah Rutin
Pemeriksaan TSH, T3 dan fT4
2.12 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dapat dilakukan dipuskesmas, pasien dirujuk
2.13 DIAGNOSA KERJA
Struma nodusa non toksik
2.14 PENATALAKSANAAN
Amlodipine 1x5 mg
2.15 PLANNING II
Pasien dirujuk ke RSU Cut Meutia Buket Rata, Lhokseumawe
2.8 RESUME
Pasien datang ke puskesmas samudera dengan keluhan terdapat benjolan
di leher. Benjolan dirasakan sejak ± 4 bulan yang lalu, benjolan dirasakan
semakin lama semakin membesar. Pasien mengaku merasa tidak nyaman oleh
karena benjolan pada lehernya tersebut. Namun pasien mengaku tidak pernah
10
merasakan keluhan seperti Benjolan tidak nyeri, berkeringat berlebihan, tremor,
mudah lelah. Pasien juga tidak mengalami penurunan Berat badan.
Dari pemeriksaan vital sign didapatkan keadaan pasien tampak lelah,
Kesadaran Compos Mentis, tekanan darah 140/80 mmHg, Heart Rate 80 x/menit,
Respiratory Rate 22x/menit. Temperatur afebris. Pada pemeriksaan ditemukan
Inspeksi leher : asimetris, tampak adanya benjolan, benjolan ikut bergerak saat
menelan. Pada Palpasi teraba adanya massa ukuran 6x4cm, nyeri tekan (-),
konsistensi lunak.
BAB 3TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Kelenjar Tiroid
3.1.1 Anatomi Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid merupakan organ yang bentuknya seperti kupu-kupu dan
terletak pada leher bagian bawah di sebelah anterior trakea. Kelenjar ini merupakan
kelenjar endokrin yang paling banyak vaskularisasinya, dibungkus oleh kapsula yang
11
berasal dari lamina pretracheal fascia profunda. Kapsula ini melekatkan tiroid ke
laring dan trakea. Kelenjar ini terdiri dari dua buah lobus lateral yang dihubungkan
oleh sebuah istmus. kelenjar tiroid terletak di pangkal leher di kedua sisi bagian
bawah laring dan bagian atas trakea. Panjang kelenjar tiroid kurang lebih 2,5-4 cm
dengan lebar 1-1,5 cm cm dan tebal 1-1,5 cm serta berat sekitar 10-20 gram.5
(a)
(b) Gambar 3.1 : Anatomi kelenjar tiroid.
Tiroid terdiri dari nodula-nodula yang tersusun dari folikel-folikel kecil yang
dipisahkan satu dengan lainnya oleh suatu jaringan ikat. Setiap folikel dibatasi oleh
epitel kubus dan diisi oleh bahan proteinaseosa berwarna merah muda yang disebut
12
koloid. Vaskularisasi kelenjar tiroid termasuk amat baik. A.tiroidea superior berasal
dari a.karotis komunis. A.tiroidea inferior dari a.subklavia dan arteri tiroidima berasal
dari a. Brakhiosefalik salah satu cabang dari arcus aorta.
3.1.2 FISIOLOGIS KELENJAR TIROID
Kelenjar tiroid berfungsi untuk mempertahankan tingkat metabolisme di
berbagai jaringan agar optimal sehingga mereka berfungsi normal. Hormon tiroid
merangsang konsumsi O2 pada sebagian besar sel di tubuh, membantu mengatur
metabolisme lemak dan karbohidrat, dan penting untuk pertumbuhan dan pematangan
normal.Hormon-hormon tiroid memiliki efek pada pertumbuhan sel, perkembangan
dan metabolisme energi. Efek-efek ini bersifat genomic, melalui pengaturan ekspresi
gen, dan yang tidak bersifat genomic, melalui efek langsung pada sitosol sel,
membran sel, dan mitokondria. 5
Hormon tiroid juga merangsang pertumbuhan somatis dan berperan dalam
perkembangan normal sistem saraf pusat.7 Hormon ini tidak esensial bagi kehidupan,
tetapi ketiadaannya menyebabkan perlambatan perkembangan mental dan fisik,
berkurangnya daya tahan tubuh terhadap dingin, serta pada anak-anak timbul
retardasi mental dan kecebolan (dwarfisme). Sebaliknya, sekresi tiroid yang
berlebihan menyebabkan badan menjadi kurus, gelisah, takikardia, tremor, dan
kelebihan pembentukan panas. 5
Dua hormon tiroid utama yang dihasilkan oleh folikel-folikel adalah tiroksin
(T4) dan triiodotironin (T3). Sel yang mensekresikan hormon lain dalam kelenjar
tiroid yaitu sel parafolikular yang terdapat pada dasar folikel dan berhubungan
dengan membran folikel, sel ini mensekresi hormon kalsitonin, suatu hormon yang
dapat merendahkan kadar kalsium serum dan dengan demikian ikut berperan dalam
pengaturan homeostasis kalsium. 5
13
Tiroksin (T4) mengandung empat atom yodium dan triiodotironin (T3)
mengandung tiga atom yodium. T4 disekresi dalam jumlah lebih banyak dibandingkan
dengan T3, tetapi apabila dibandingkan milligram per milligram, T3 merupakan
hormon yang lebih aktif daripada T4.Fungsi utama hormon tiroid T3 dan T4 adalah
mengendalikan aktivitas metabolik seluler.
Kedua hormon ini bekerja sebagai alat pacu umum dengan mempercepat
proses metabolisme. Efeknya pada kecepatan metabolisme sering ditimbulkan oleh
peningkatan kadar enzim-enzim spesifik yang turut berperan dalam konsumsi
oksigen, dan oleh perubahan sifat responsif jaringan terhadap. perkembangan otak.
Adanya hormon tiroid dalam jumlah yang adekuat juga diperlukan untuk
pertumbuhan normal. Melalui efeknya yang luas terhadap metabolisme seluler,
hormon tiroid mempengaruhi setiap sistem organ yang penting.5
Gambar 3.2 : sistem hormon kelenjar tiroid
a. Tiroksin (T4)
Hormon tiroksin (T4) mengandung empat atom iodium dalam setiap
molekulnya. Hormon ini disintesis dan disimpan dalam keadaan terikat dengan
14
protein di dalam sel-sel kelenjar tiriod; pelepasannya ke dalam aliran darah terjadi
ketika diperlukan. Kurang lebih 75% hormon tiroid terikat dengan globulin
pengikat-protein (TBG; thyroid-binding globulin). Hormon tiroid yang lain berada
dalam keadaan terikat dengan albumin dan prealbumin pengikat tiroid. Bentuk T4
yang terdapat secara alami dan turunannya dengan atom karbon asimetrik adalah
isomer L. D-Tiroksin hanya memiliki sedikit aktivitas bentuk L.6
Hormon tiroid yang bersirkulasi dalam plasma terikat pada protein plasma,
diantaranya : 5,6
(1) globulin pengikat tiroksin (TBG).
(2) prealbumin pengikat tiroksin (TBPA).
(3) albumin pengikat tiroksin (TBA).
Dari ketiga protein pengikat tiroksin, TBG mengikat tiroksin yang paling
spesifik. Selain itu, tiroksin mempunyai afinitas yang lebih besar terhadap protein
pengikat ini di bandingkan dengan triiodotironin. Secara normal 99,98% T4 dalam
plasma terikat atau sekitar 8 μg/dL (103 nmol/L); kadar T4 bebas hanya sekitar 2
ng/dL (Gambar 2). Hanya terdapat sedikit T4 dalam urin. Waktu paruh
biologiknya panjang (6-7 hari), dan volume distribusinya lebih kecil jka
dibandingkan dengan cairan ekstra seluler (CES) sebesar 10L, atau sekitar 15%
berat tubuh.
b. Triiodotironin (T3)
Hormon yang merupakan asam amino dengan sifat unik yang mengandung
molekul iodium yang terikat pada asam amino ini hanya mengandung tiga atom
iodium saja dalam setiap molekulnya. Hormon tiroksin juga di bentuk di jaringan
perifer melalui deiodinasi T4. Hormon triiodotironin (T3) lebih aktif daripada
15
hormon tiroksin (T4). T4 dan T3 disintesis di dalam koloid melalui iodinasi dan
kondensasi molekul-molekul tirosin yang terikat pada linkage peptida dalam
triglobulin. Kedua hormon ini tetap terikat pada triglobulin sampai disekresikan.
Sewaktu disekresi, koloid diambil oleh sel-sel tiroid, ikatan peptida mengalami
hidrolisis, dan T3 serta T4 bebas dilepaskan ke dalam kapiler. 7
Triiodotironin mempunyai afinitas yang lebih kecil terhadap protein
pengikat TBG dibandingkan dengan tiroksin, menyebabkan triiodotironin lebih
mudah berpindah ke jaringan sasaran. Faktor ini yang merupakan alasan mengapa
aktivitas metabolik triiodotironin lebih besar.7
Pelepasan hormon tiroid T3 dan T4 distimulasi oleh tirotropin atau TSH
(Thyroid Stimulating Hormon) yang disekresi oleh kelenjar hipofisis. Pengeluaran
TSH diatur oleh TRH (Thyrotropin Releasing Hormon) yang disekresikan oleh
hipotalamus. Penurunan suhu tubuh dapat meningkatkan sekresi TRH.
Pengeluaran TSH begantung pada kadar T3 dan T4 yang biasa disebut sebagai
pengendalian umpan balik atau feedback control. Kalsitonin merupakan hormon
penting lain yang disekresi kelenjar tiroid yang tidak dikendalikan oleh TSH. 5,7
Fungsi kalsitonin adalah menjaga keseimbangan kadar kalsium plasma
dengan meningkatkan jumlah penumpukan kalsium pada tulang dan menurunkan
reabsorpsi kalsium pada ginjal, dengan demikian kadar kalsium plasma tidak
menjadi tinggi Yodium berperan penting dalam pembentukan hormon tiroid.
Yodium yang telah terserap dalam darah dari GI track akan diambil oleh
kelenjar tiroid dan akan dipekatkan dalam sel kelenjar tiroid. Molekul yodium
yang telah diambil akan bereaksi dengan tirosin (asam amino) untuk membentuk
hormon tiroid. Kelenjar tiroid mengatur fungsi metabolism tubuh, dimana tubuh
16
menghasilkan energi yang berasal dari nutrisi dan oksigen yang mempengaruhi
fungsi tubuh penting, seperti tingkat kebutuhan energi dan detak jantung. Selain
itu kelenjar tiroid juga berfungsi meningkatkan kadar karbohidrat, meningkatkan
ukuran dan kepadatan mitokondria, meningkatkan sintesis protein dan
meningkatkan pertumbuhan pada anak-anak. Sel-sel sasaran untuk hormon tiroid
adalah hampir semua sel di dalam tubuh. 6
Fungsi hormon tiroid antara lain :
Merangsang laju metabolik sel-sel sasaran dengan meningkatkan
metabolisme protein, lemak, dankarbohidrat.
Merangsang kecepatan pompa natrium-kalium di sel sasaran.
Meningkatkan responsivitas sel-sel sasaran terhadap katekolamin sehingga
meningkatkan frekuensi jantung.
Meningkatkan responsivitas emosi.
Meningkatkan kecepatan depolarisasi otot rangka, yang meningkatkan
kecepatan kontraksi otot rangka.
Hormon tiroid penting untuk pertumbuhan dan perkembangan normal
semua sel tubuh dan dibutuhkan untuk fungsi hormone pertumbuhan.
3.2 Struma Nodusa Non Toksik
3.2.1 Definisi
Pembesaran pada tiroid yang disebabkan akibat adanya nodul, disebut
struma nodusa. Biasanya dianggap membesar bila kelenjar tiroid lebih dari 2x
ukuran normal. Pembesaran ini dapat terjadi pada kelenjar yang normal
(eutirodisme), pasien yang kekurangan hormon tiroid (hipotiroidisme) atau
kelebihan produksi hormon (hipertiroidisme). Struma nodosa terdapat dua jenis,
17
toxic dan non toxic. Struma nodusa non toxic merupakan struma nodusa tanpa
disertai tanda- tanda hipertiroidisme.8
3.2.2 Epidemiologi
Struma nodosa merupakan pembesaran pada kelenjar tiroid yang teraba
sebagai suatu nodul (Sudoyo dkk, 2009). Sekitar 10 juta orang di seluruh dunia
mengalami gangguan tiroid, baik kanker tiroid, struma nodosa non toxic, maupun
struma nodosa toxic. Struma nodosa non toxic adalah pembesaran kelenjar tiroid
baik berbentuk nodul atau difusa tanpaada tanda-tanda hipertiroidisme dan bukan
disebabkan oleh autoimun atau prosesinflamasi. Pada tahun 2007 sekitar 33.550
orang diAmerika Serikat menderita gangguan tiroid dan 1.530 orang berakhir
dengankematian.1,8
Prevalensi struma nodosa yang didapat melalui palpasi sekitar 4,7- 51 per
1000 orang dewasa dan 2,2 – 14 per 1000 pada anak-anak. Hasil survey Balitbang
pada tahun 2007 didapatkan angka prevalensi struma nodosa di Indonesia
meningkat sebesar 35,38%. Laporan akhir survey nasional pemetaan GAKY
(Gangguan Akibat Kekurangan Yodium) menunjukkan bahwa sebanyak 42 juta
penduduk Indonesia tinggal di daerah endemik dan sebanyak 10 juta menderita
struma nodosa.3
Menurut Penelitian Framingham, setiap orang berisiko 5-10% untuk
menderita struma nodosa dan perempuan berisiko 4 kali lipat dibanding laki-laki.
Kebutuhan hormon tiroid meningkat pada masa pertumbuhan, masa kehamilan
dan menyusui. Pada umumnya struma nodosa banyak terjadi pada remaja, wanita
hamil dan ibu menyusui.3
3.2.3 Klasifikasi
18
Berdasakan fisiologisnya struma nodosa dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:9
a. Eutiroidisme
Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang
disebabkan stimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah normal sedangkan
kelenjar hipofisis menghasilkan TSH dalam jumlah yang meningkat. Struma
nodosa atau struma semacam ini biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali
pembesaran pada leher yang jika terjadi secara berlebihan dapat mengakibatkan
kompresi trakea.
b. Hipotiroidisme
Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar tiroid
sehingga sintesis dari hormon tiroid menjadi berkurang. Kegagalan dari kelenjar
untuk mempertahankan kadar plasma yang cukup dari hormon. Beberapa pasien
hipotiroidisme mempunyai kelenjar yang mengalami atrofi atau tidak mempunyai
kelenjar tiroid akibat pembedahan/ablasi radioisotop atau akibat destruksi oleh
antibodi autoimun yang beredar dalam sirkulasi. Gejala hipotiroidisme adalah
penambahan berat badan, sensitif terhadap udara dingin, dementia, sulit
berkonsentrasi, gerakan lamban, konstipasi, kulit kasar, rambut rontok, mensturasi
berlebihan, pendengaran terganggu dan penurunan kemampuan bicara.
c. Hipertiroidisme
Dikenal juga sebagai tirotoxicosis atau Graves yang dapat didefenisikan
sebagairespon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid
yang berlebihan. Keadaan ini dapat timbul spontan atau adanya sejenis antibodi
dalam darah yang merangsang kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya produksi
19
hormon yang berlebihan tetapi ukuran kelenjar tiroid menjadi besar. Gejala
hipertiroidisme berupa berat badan menurun, nafsu makan meningkat, keringat
berlebihan, kelelahan, lebih suka udara dingin, sesak napas. Selain itu juga
terdapat gejala jantung berdebar-debar, tremor pada tungkai bagian atas, mata
melotot (eksoftalamus), diare, haid tidak teratur, rambut rontok, dan atrofi otot.
Secara klinis struma nodosa dapat dibedakan menjadi:10
a. Struma nodosa toxic
Struma nodosa toxic dapat dibedakan atas dua yaitu struma nodosa diffusa
toxic dan struma nodosa nodusa toxic. Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah
kepada perubahan bentuk anatomi dimana struma nodosa diffusa toxic akan
menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak diberikan tindakan medis sementara
nodusa akan memperlihatkan benjolan yang secara klinik teraba satu atau lebih
benjolan (struma nodosa multinodular toxic). Struma nodosa diffusa toxic
(tiroktosikosis) merupakan hipermetabolisme karena jaringan tubuh
dipengaruhioleh hormon tiroid yang berlebihan dalam darah. Penyebab tersering
adalah penyakit Grave (gondok eksoftalmik/exophtalmic struma nodosa), bentuk
tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan diantara hipertiroidisme
lainnya.Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun telah diiidap
selamaberbulan-bulan. Antibodi yang berbentuk reseptor TSH beredar dalam
sirkulasidarah, mengaktifkan reseptor tersebut dan menyebabkan kelenjar tiroid
hiperaktif.
b. Struma nodosa non toxic
Struma nodosa non toxic sama halnya dengan struma nodosa toxic yang
dibagi menjadi struma nodosa diffusa non toxic dan struma nodosa nodusa non
20
toxic. Struma nodosa non toxic disebabkan oleh kekurangan yodium yang kronik.
Struma nodosa ini disebut sebagai simpel struma nodosa, struma nodosa endemik,
atau struma nodosa koloid yang sering ditemukan di daerah yang air minumya
kurang sekali mengandung yodium dan goitrogen yang menghambat sintesa
hormon oleh zat kimia.
3.2.4 Etiologi
Penyebab utama struma nodosa ialah karena kekurangan yodium.
Defisiensi yodium dapat menghambat pembentukan hormon tiroid oleh kelenjar.
Hal tersebut memungkinkan hipofisis mensekresikan TSH dalam jumlah yang
berlebihan. TSH kemudian menyebabkan sel-sel tiroid mensekresikan tiroglobulin
dalam jumlah yang besar ke dalam folikel, dan kelenjar menjadi bertambah besar.
Penyebab lainnya karena adanya cacat genetik yang merusak metabolisme
yodium, konsumsi goitrogen yang tinggi (yang terdapat pada obat, agen
lingkungan, makanan, sayuran), kerusakan hormon kelenjar tiroid, gangguan
hormonal dan riwayat radiasi pada kepala dan leher.9
3.2.5 Patogenesis
Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk
pembentukan hormon tiroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus,
masuk ke dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tiroid.
Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimuler oleh
Tiroid Stimulating Hormone (TSH) kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin
yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul
diiodotironin membentuk tiroksin (T4) dan molekul triiodotironin (T3). Tiroksin
(T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi TSH dan bekerja
21
langsung pada tirotropihypofisis, sedang triiodotironin (T3) merupakan hormon
metabolik aktif. Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis,
pelepasan, dan metabolisme tiroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4)
dan melalui rangsangan umpan balik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh
kelenjar hipofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid.6
Hal yang mendasari pertumbuhan nodul pada struma nodosa non toxic
adalah respon dari sel-sel folikular tiroid yang heterogen dalam satu kelenjar tiroid
pada tiap individu. Dalam satu kelenjar tiroid yang normal, sensitivitas sel-sel
dalam folikel yang sama terhadap stimulus TSH dan faktor perumbuhan lain (IGF
dan EGF) sangat bervariasi. Terdapat sel-sel autonom yang dapat bereplikasi
tanpa stimulasi TSH dan sel-sel sangat sensitif TSH yang lebih cepat bereplikasi.
Sel-sel akan bereplikasi menghasilkan sel dengan sifat yang sama. Sel-sel folikel
dengan daya replikasi yang tinggi ini tidak tersebar merata dalam satu kelenjar
tiroid sehingga akan tumbuh nodul-nodul.9
Biasanya tiroid mulai membesar pada usia muda dan berkembang menjadi
multinodular pada saat dewasa. Karena pertumbuhannya berangsur-angsur, struma
dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian besar
penderita dengan struma nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa keluhan.
Walaupun sebagian struma nodosa tidak mengganggu pernafasan karena
menonjol kebagian depan, sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan trakea
bila pembesarannya bilateral.2,4
3.2.6 Manifestasi Klinis
Beberapa penderita struma nodosa non toxic tidak memiliki gejala sama
sekali. Jika struma cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat
22
mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga esofhagus tertekan sehingga
terjadi gangguan menelan. Beberapa diantaranya mengeluh adanya gangguan
menelan, gangguan pernapasan, rasa tidak nyaman di area leher, dan suara yang
serak. Pemeriksaan fisik struma nodosa non toxic berfokus pada inspeksi dan
palpasi leher untuk menentukan ukuran dan bentuk nodular. Inspeksi dilakukan
oleh pemeriksa yang berada di depan penderita yang berada pada posisi duduk
dengan kepala sedikit fleksi atau leher sedikit terbuka.
Jika terdapat pembengkakan atau nodul, perlu diperhatikan beberapa
komponen yaitu lokasi, ukuran, jumlah nodul, bentuk (diffus atau noduler kecil),
gerakan pada saat pasien diminta untuk menelan dan pulpasi pada permukaan
pembengkakan. Pemeriksaan dengan metode palpasi dimana pasien diminta untuk
duduk, leher dalam posisi fleksi. Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan meraba
tiroid dengan menggunakan ibu jari kedua tangan pada tengkuk penderita. Struma
nodosa tidak termasuk kanker tiroid, tapi tujuan utama dari evaluasi klinis adalah
untuk meminimalkan risiko terhadap kanker tiroid.8,9
3.2.7 Diagnosis
3.2.7.1 Inspeksi
Inspeksi dilakukan oleh pemeriksa yang berada di depan penderita yang
berada pada posisi duduk dengan kepala sedikit fleksi atau leher sedikit terbuka.
Jika terdapat pembengkakan atau nodul, perlu diperhatikan beberapa komponen
yaitu lokasi, ukuran, jumlah nodul, bentuk (diffus atau noduler kecil), gerakan
pada saat pasien diminta untuk menelan dan pulpasi pada permukaan
pembengkakan.
3.2.7.2 Palpasi
23
Pemeriksaan dengan metode palpasi dimana pasien diminta untuk duduk,
leher dalam posisi fleksi. Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan meraba tiroid
dengan menggunakan ibu jari kedua tangan pada tengkuk penderita.
3.2.7.3 Tes Fungsi Tiroid
Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantara tes-tes
fungsi tiroid untuk mendiagnosa penyakit tiroid diantaranya kadar total tiroksin
dan triyodotiroin serum diukur dengan radioligand assay. Tiroksin bebas serum
mengukur kadar tiroksin dalam sirkulasi yang secara metabolik aktif.
Kadar TSH plasma sensitif dapat dipercaya sebagai indikator fungsi tiroid.
Kadar tinggi pada pasien hipotiroidisme sebaliknya kadar akan berada di bawah
normal pada pasien peningkatan autoimun (hipertiroidisme). Uji ini dapat
digunakan pada awal penilaian pasien yang diduga memiliki penyakit tiroid.
bertujuan untuk membantu menentukan status tiroid. Tes T4 digunakan untuk
menentukan suatu hipotiroidisme atau hipertiroidisme, menentukan maintenance
dose tiroid pada hipotiroidisme dan memonitor hasil pengobatan antitiroid pada
hipertiroidisme. Tes T3 digunakan untuk mendiagnosis hipertiroidisme dengan
kadar T4 normal .
TSHs (Thyroid Stimulating Hormon sensitive) adalah tes TSH generasi ke
tiga yang dapat mendeteksi TSH pada kadar yang sangat rendah sehingga dapat
digunakan sebagai pemeriksaan tunggal dalam menentukan status tiroid dan
dilanjutkan dengan tes FT4 hanya bila dijumpai TSHs yang abnormal. FT4 lebih
sensitif daripada FT3 dan lebih banyak digunakan untuk konfirmasi
hipotiroidisme setelah dilakukan tes TSHs.2
3.2.7.4 Nilai Rujukan Dan Interpretasi Tes Fungsi Tiroid
24
1. TES T4
Nilai Rujukan :
- Dewasa : 50-113 ng/L (4,5mg/dl)
- Wanita hamil, pemberian kontrasepsi oral : meningkat
- Diatas : diatas 16,5 mg/dl
- Anak-anak : diatas 15,0 mg/dl
- Usila : menurun sesuai penurunan kadar protein plasma
Interpretasi :
- Meningkat : hipertiroidisme,
- Menurun : hipotiroidisme,
2. TES T3
Nilai Rujukan:
Dewasa : 0,8 – 2,0 ng/ml (60-118 ng/dl)
Wanita hamil, pemberian kontrasepsi oral : meningkat
Infant dan anak-anak kadarnya lebih tinggi.
Interpretasi
- Meningkat : hipertiroidisme,
- Menurun : hipotiroidisme
3. TES FT4 (FREE THYROXIN)
Nilai Rujukan: 10 – 27 pmol/L
o Interpretasi
- Meningkat : pada penyakit Graves dan tirotoksikosis yang disebabkan kelebihan
produksi T4.
25
- Menurun : hipertiroidisme primer, hipotiroidisme sekunder, tirotoksikosis
karena kelebihan produksi T3.
1. 4. TES FT3 (FREE TRI IODOTIRONIN)
· Nilai Rujukan : 4,4 – 9,3 pmol/L
· Interpretasi :
- Meningkat : pada penyakit Graves dan tirotoksikosis yang disebabkan kelebihan
produksi T3.
- Menurun : hipertiroidisme primer, hipotiroidisme sekunder,
5. Tes TSH (THYROID STIMULATING HORMONE)
Nilai rujukan : 0,4 – 5,5 mIU/l
Interpretasi :
- Meningkat : hipotiroidisme pimer, tiroiditis (penyakit autoimun Hashimoto)
- Menurun : hipertiroidisme primer, hipofungsi kelenjar hipofisis anterior.
Adapun interpretasi secara singkat dari pemeriksaan TSH,fT4,T3.
TSH fT4 T3 INTERPRETASI
Normal Normal Normal Normal
Menurun Normal Normal Hipertiroid Subklinis
Menurun Meningkat Meningkat Hipertiroid
Meningkat Normal Normal Hipotiroid Subklinis
Meningkat Menurun Menurun Hipotiroid
3.2.7.5 Pemeriksaan radiologi.
26
Foto rontgen dapat memperjelas adanya deviasi trakea, ataupembesaran
struma yang pada umumnya secara klinis sudah bias diduga, foto rontgen pada
leher lateral diperlukan untuk evaluasikondisi jalan nafas.
Pemeriksaan ultrasonografi (USG). Manfaat USG dalam pemeriksaan
tiroid :
Untuk menentukan jumlah nodul.
Dapat membedakan antara lesi tiroid padat dan kistik.
Dapat mengukur volume dari nodul tiroid.
Dapat mendeteksi adanya jaringan kanker tiroid residif yang tidak
menangkap yodium, dan tidak terlihat dengan sidik tiroid.
Untuk mengetahui lokasi dengan tepat benjolan tiroid yang akan
dilakukan biopsy terarah.
3.2.7.6 Biopsi Aspirasi Jarum Halus (Fine Needle Aspiration Biopsy).
Biopsi aspirasi jarum halus (Fine Needle Aspiration Biopsy). Biopsi ini
dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi
aspirasi jarum tidak nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel
ganas. Kerugian pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu karena
lokasi biopsi kurang tepat. Selain itu teknik biopsi kurang benar dan pembuatan
preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah intrepertasi oleh ahli
sitologi.
Diagnosis dapat ditegakkan atas dasaradanya struma yang bernodul dan
tidak toksik, melalui:
1. Pada palpasi teraba batas yang jelas, bernodul satu atau lebih, konsistensinya
kenyal.
27
2. Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan serum T4 (tiroksin) dan T3
(triiodotironin) dalam batas normal.
3. Pada pemeriksaan USG (ultrasonografi) dapat dibedakan padat atau tidaknya
nodul.
4. Biopsi aspirasi jarum halus (Fine Needle Aspiration Biopsy) tidak dijumpai
keganasan.4
3.2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan operatif
Tiroidektomi merupakan Tindakan pembedahan yang dilakukan untuk
mengangkat kelenjar tiroid adalah tiroidektomi, meliputi subtotal ataupun total.
Tiroidektomi subtotal akan menyisakan jaringan atau pengangkatan 5/6 kelenjar
tiroid, sedangkan tiroidektomi total, yaitu pengangkatan jaringan seluruh lobus
termasuk istmus. Tiroidektomi merupakan prosedur bedah yang relative aman
dengan morbiditas kurang dari 5 %.2
Menurut Lang (2010), terdapat 6 jenis tiroidektomi, yaitu :11
‒ Lobektomi tiroid parsial, yaitu pengangkatan bagian atas atau bawah satu lobus
‒ Lobektomi tiroid, yaitu pengangkatan seluruh lobus
‒ Lobektomi tiroid dengan isthmusectomy, yaitu pengangkatan satu lobus dan
istmus
‒ Subtotal tiroidektomi, yaitu pengangkatan satu lobus, istmus dan sebagian besar
lobus lainnya.
‒ Total tiroidektomi, yaitu pengangkatan seluruh kelenjar.
‒ Tiroidektomi total radikal, yaitu pengangkatan seluruh kelenjar dan kelenjar
limfatik servikal.
28
Indikasi untuk eksplorasi bedah glandula tiroid meliputi :
1. Terapi Pengurangan massa fungsional dalam keadaan hipertiroid;
Tiroidektomi subtotal pada penyakit Grave atau strum multinodular toksik
atau eksisi adenoma toksik.
2. Terapi Pengurangan massa menekan; Tiroidektomi subtotal dalam
struma multinodular nontoksik atau lobektomi untuk kista tiroid atau
nodulus tunggal (misal noulus koloid) yang menimbulkan penekanan
trakea atau esofagus
3. Ekstirpasi penyakit keganasan. Biasanya tiroidektomi total dengan
pengupasan kelenjar limfe; untuk sejumlah tumor diindikasikan lobektomi
unilateral.
4. Paliasi. Eksisi massa tumor yang tak dapat disembuhkan yang
menimbulkan gejala penekanan mengganggu; anaplastik, metastatik, atau
tumor limfedematosa.
Tanda-tanda infeksi pada luka tiroidektomi harus diobservasi. Infeksi dapat
disebabkan oleh bakteri Staphylococcus atau Streptococcus. Infeksi pada luka
tiroidektomi jarang ditemukan, hanya sekitar 0,3 – 0,8%. Pemantauan suhu dan
kadar leukosit harus dipantau sebagai indikator dini adanya infeksi. Kolaborasi
pemberian antibiotik dapat menjadi salah satu bentuk intervensi kolaborasi yang
dapat diberikan kepada pasien.
Tindakan tiroidektomi dapat menyebabkan keadaan hipotiroidisme, yaitu
suatukeadaan terjadinya kegagalan kelenjar tiroid untuk menghasilkan hormon
dalam jumlah adekuat, keadaan ini ditandai dengan adanya lesu, cepat lelah, kulit
kering dan kasar, produksi keringat berkurang, serta kulit terlihat pucat. Tanda-
29
tanda yang harus diobservasi pasca tiroidektomi adalah hipokalsemia yang
ditandai dengan adanya rasa kebas, kesemutan pada bibir, jari-jari tangan dan
kaki, dan kedutan otot pada area wajah. Keadaan hipolakalsemia menunjukkan
perlunya penggantian kalsium dalam tubuh.
3.2.9 Pencegahan
Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
struma adalah :
a. Memberikan edukasi kepada masyarakat dalam hal merubah pola perilaku
makan dan memasyarakatkan pemakaian garam yodium
b. Mengkonsumsi makanan yang merupakan sumber yodium seperti ikan laut
c. Mengkonsumsi yodium dengan cara memberikan garam beryodium setelah
dimasak, tidak dianjurkan memberikan garam sebelum memasak untuk
menghindari hilangnya yodium dari makanan
d. Iodisai air minum untuk wilayah tertentu dengan resiko tinggi. Cara ini
memberikan keuntungan yang lebih dibandingkan dengan garam karena dapat
terjangkau daerah luas dan terpencil. Iodisasi dilakukan dengan yodida diberikan
dalam saluran air dalam pipa, yodida yang diberikan dalam air yang mengalir, dan
penambahan yodida dalam sediaan air minum.
e. Memberikan kapsul minyak beryodium (lipiodol) pada penduduk di daerah
endemik berat dan endemik sedang. Sasaran pemberiannya adalah semua pria
berusia 0-20 tahun dan wanita 0-35 tahun, termasuk wanita hamil dan menyusui
yang tinggal di daerah endemis berat dan endemis sedang. Dosis pemberiannya
bervariasi sesuai umur dan kelamin. Memberikan suntikan yodium dalam minyak
30
(lipiodol 40%) diberikan 3 tahun sekali dengan dosis untuk dewasa dan anak-anak
di atas 6 tahun 1 cc dan untuk anak kurang dari 6 tahun 0,2-0,8 cc.
3.2.10 Komplikasi
Setiap pembedahan dapat menimbulkan komplikasi, termasuk
tiroidektomi. Komplikasi pasca operasi utama yang berhubungan dengan cedera
berulang pada saraf laring superior dan kelenjar paratiroid. Devaskularisasi,
trauma, dan eksisi sengaja dari satu atau lebih kelenjar paratiroid dapat
menyebabkan hipoparatiroidisme dan hipokalsemia, yang dapat bersifat sementara
atau permanen. Pasien akan menunjukkan rendahnya kadar kalsium dalam darah
atau hipokalsemia dan rasa kesemutan di ekstrimitas.
Pemeriksaan yang teliti tentang anatomi dan suplai darah ke kelenjar
paratiroid yang adekuat sangat penting untuk menghindari komplikasi ini. Namun,
prosedur ini umumnya dapat ditoleransi dengan baik dan dapat dilakukan dengan
cacat minimal. Komplikasi lain yang dapat timbul pasca tiroidektomi adalah
perdarahan, thyrotoxic strom, edema pada laring, pneumothoraks, hipokalsemia,
hematoma, kelumpuhan syaraf laringeus reccurens, dan hipotiroidisme.12
Komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah kelumpuhan nervus
laringeus reccurens yang menyebabkan suara serak. Jika dilakukan tiroidektomi
total, pasien perludiberikan informasi mengenai obat pengganti hormon tiroid,
seperti natrium levotiroksin (Synthroid), natrium liotironin (Cytomel) dan obat-
obatan ini harus diminum selamanya.
Perdarahan pasca pembedahan tiroid terjadi pada 0,1 – 1,5% pasien, hal ini
dapat terjadi karena banyaknya suplai darah ke organ dan sebagai hasil dari
pemisahan jaringan yang luas akibat pengangkatan kelenjar tiroid. Pada sebagian
31
besar pasien, perdarahan terjadi pada 6 – 12 jam pertama pasca pembedahan.
Luka tiroidektomi harus dipantau.
Cedera syaraf pada laring merupakan komplikasi yang paling serius pasca
tiroidektomi. Hal ini disebabkan oleh mekanisme yang berbeda, termasuk sayatan,
klem, peregangan syaraf, skeletonisasion (proses dimana serat kecil saraf dibagi
dari struktur utama), kompresi lokal saraf akibat edema atau hematoma. 13
BAB 4KESIMPULAN
. Struma nodosa non toxic adalah pembesaran kelenjar tiroid baik
berbentuk nodul atau difusa tanpaada tanda-tanda hipertiroidisme dan bukan
disebabkan oleh autoimun atau prosesinflamasi.Penyebab utama struma nodosa
ialah karena kekurangan yodium. Hasil survey Balitbang pada tahun 2007
didapatkan angka prevalensi struma nodosa di Indonesia meningkat sebesar
35,38%. Laporan akhir survey nasional pemetaan GAKY (Gangguan Akibat
Kekurangan Yodium) menunjukkan bahwa sebanyak 42 juta penduduk Indonesia
tinggal di daerah endemik dan sebanyak 10 juta menderita struma nodosa.
Defisiensi yodium dapat menghambat pembentukan hormon tiroid oleh
kelenjar.Penderita struma nodosa non toxic tidak memiliki gejala sama sekali. Jika
struma cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat
mengakibatkangangguan pada respirasi dan juga esofhagus tertekan sehingga
terjadi gangguan menelan.
Diagnosis dapat ditegakkan atas dasar adanya struma yang bernodul dan
tidak toksik, melaluipalpasi yaitu akan teraba batas yang jelas, bernodul satu atau
lebih, konsistensinya kenyal.Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan serum T4
32
(tiroksin) dan T3 (triiodotironin) dalam batas normal. Pada pemeriksaan USG
(ultrasonografi) dapat dibedakan padat atau tidaknya nodul serta padabiopsi
aspirasi jarum halus (Fine Needle Aspiration Biopsy) tidak dijumpai keganasan.
Penatalaksanaan struma dapat dilakukan dengan penatalaksanaan konservatif
yaitu dengan pemberian tiroksin dan obat anti-tiroid serta terapi yodium radioaktif
. dan juga dengan tindakan operatif yaitu tiroidektomi.
33