laporan kasus fome siska

49
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struma adalah setiap pembesaran kelenjar tiroid yang disebabkan oleh penambahan jaringan kelenjar tiroid yang menghasilkan hormon tiroid dalam jumlah banyak, sedangkan struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid yang secara klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme. 1 Pada tahun 2007 sekitar 33.550 orang di Amerika Serikat menderita gangguan tiroid dan 1.530 orang berakhir dengan kematian. Prevalensi struma nodosa yang Hasil survey Balitbang pada tahun 2007 didapatkan angka prevalensi struma nodosa di Indonesia meningkat sebesar 35,38%. Laporan akhir survey nasional pemetaan GAKY (Gangguan Akibat Kekurangan Yodium) menunjukkan bahwa sebanyak 42 juta penduduk Indonesia tinggal di daerah endemik dan sebanyak 10 juta menderita struma nodosa. Struma nodosa banyak ditemukan di daerah pegunungan 1

Upload: putrii-joan

Post on 04-Jan-2016

62 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

fome fome

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kasus Fome Siska

BAB 1PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Struma adalah setiap pembesaran kelenjar tiroid yang disebabkan oleh

penambahan jaringan kelenjar tiroid yang menghasilkan hormon tiroid dalam

jumlah banyak, sedangkan struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar

tiroid yang secara klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda

hipertiroidisme.1

Pada tahun 2007 sekitar 33.550 orang di Amerika Serikat menderita

gangguan tiroid dan 1.530 orang berakhir dengan kematian. Prevalensi struma

nodosa yang Hasil survey Balitbang pada tahun 2007 didapatkan angka prevalensi

struma nodosa di Indonesia meningkat sebesar 35,38%. Laporan akhir survey

nasional pemetaan GAKY (Gangguan Akibat Kekurangan Yodium) menunjukkan

bahwa sebanyak 42 juta penduduk Indonesia tinggal di daerah endemik dan

sebanyak 10 juta menderita struma nodosa. Struma nodosa banyak ditemukan di

daerah pegunungan yang disebabkan oleh defisiensi yodium dan merupakan salah

satu masalah gizi di Indonesia.3

Penyebab utama pembesaran kelenjar tiroid adalah defisiensi yodium.

Sekitar 70 – 75 % rumah tangga di Amerika Serikat menggunakan garam

beryodium (Utiger, 2006). Berdasarkan hasil survei Puslitbang Gizi tahun 2006,

cakupan konsumsi garam beryodium secara nasional sebanyak 72,8 % (Susenas

2005). Hasil survei BPS pada tahun 2005 didapatkan sekitar 70% rumah tangga di

Jakarta menggunakan garam beryodium. Data ini menunjukkan prevalensi struma

1

Page 2: Laporan Kasus Fome Siska

nodosa di wilayah perkotaan masih cukup tinggi. Defisiensi yodium banyak

terjadi di daerah pegunungan. Namun saat ini, terjadi perubahan pola daerah

endemik Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY). Berdasarkan hasil

studi epidemiologi GAKY menunjukkan bahwa defisiensi yodium tidak hanya di

daerah pegunungan saja, akan tetapi juga terjadi di daerah pesisir pantai.3

Penyebab lainnya adalah paparan goitrogen yang terdapat di obat-obatan dan

makanan. Goitrogenik adalah zat yang dapat menghambat pengambilan zat

yodium oleh kelenjar tiroid, sehingga konsentrasi yodium dalam kelenjar menjadi

rendah. Jenis makanan seperti brokoli, kubis, bunga kol, lobak, bayam, sawi,

kacang tanah, kedelai dan produk kedelai termasuk tempe dan tahu merupakan

jenis makanan yang mengandung goitrogen.2

Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid

yang dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. Di bagian

posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Struma dapat

mengarah ke dalam sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara

sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia. Hal tersebut akan berdampak

terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. Bila

pembesaran keluar maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat asimetris

atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia.Kebanyakan penderita

tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme,

penderita datang berobat karena keluhan kosmetik atau ketakutan akan keganasan.

Namun sebagian pasien mengeluh adanya gejala mekanis yaitu penekanan pada

esofagus (disfagia) atau trakea (sesak napas), biasanya tidak disertai rasa nyeri

kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul.2

2

Page 3: Laporan Kasus Fome Siska

Diagnosis dapat ditegakkan atas dasar adanya struma yang bernodul dan

tidak toksik antara lain melalui: palpasi teraba batas yang jelas bernodul satu atau

lebih serta konsistensinya kenyal, Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan

serum T4 (tiroksin) dan T3 (triiodotironin) dalam batas normal. Pada pemeriksaan

USG (ultrasonografi) dapat dibedakan padat atau tidaknya nodul.Pada struma

nodosa non toksik yang besar dapat dilakukan tindakan operasi bila pengobatan

tidak berhasil atau terjadi gangguan misalnya: penekanan pada organ sekitarnya,

indikasi kosmetik, dan indikasi keganasan yang pasti akan dicurigai.4

BAB 2LAPORAN KASUS

2.1. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. R

Umur : 40 Tahun

Jenis Kelamin : Wanita

Status Perkawinan : Menikah

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

3

Page 4: Laporan Kasus Fome Siska

Alamat : Py.terbang

Suku : Aceh

Tanggal Pemeriksaan : 10 februari 2015

2.2 KELUHAN UTAMA

Benjolan di leher bagian depan

2.3 KELUHAN TAMBAHAN

rasa tidak nyaman pada leher.

2.4 RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Pasien datang ke puskesmas samudera dengan keluhan terdapat

benjolan di leher. Benjolan dirasakan sejak ± 4 bulan yang lalu, benjolan

dirasakan semakin lama semakin membesar. Pasien mengaku merasa tidak

nyaman oleh karena benjolan pada lehernya tersebut. Namun pasien

mengaku tidak pernah merasakan keluhan seperti nyeri pada benjolan,

berkeringat berlebihan, tremor, mudah lelah. Pasien juga tidak mengalami

penurunan Berat badan.

2.5 RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Riwaya thipertensi(+) sejak 1 tahun terakhir.

Riwayat Diabetes mellitus disangkal

Riwayat alergi disangkal

2.6 RIWAYAT PEMAKAIAN OBAT

Pasien hanya mengkonsumsi obat hipertensi

2.7 RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

4

Page 5: Laporan Kasus Fome Siska

Pasien mengaku tidak ada keluarganya yang mengalami benjolan

seperti yang dirasakan olehnya. Riwayat penyakit lainnya pada keluarga

tidak diketahui.

Gambar 2.1 : Benjolan di leher pasien

2.8 STATUS PRESENT

2.8.1 Vital Sign

Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan Darah : 140/80 mmHg

Heart Rate : 80 x/menit

Respiratory Rate : 22 x/menit

Temperatur : 37,2º C

5

Page 6: Laporan Kasus Fome Siska

2.9 PEMERIKSAN FISIK

2.9.1 KEPALA

Bentuk : Normocephali

Rambut : Hitam dan tidak rontok

Mata : cekung

Hidung : Tidak adakelainan

Telinga : Tidak ada kelainan

Mulut dan Lidah : dalam batas normal

2.9.2 LEHER

TVJ : R- 2cm H2O

Pembesaran KGB : (-)

Kelenjar tiroid : Tampak adanya pembesaran (+)

Trakea : Letak medial

2.9.3 THORAX

- Thoraks Depan

Inspeksi

simetris, (+) retraksi (-)

Palpasi

Stem Fremitus Paru kanan Paru kiri

Lap. Paru atas Normal Normal

6

Page 7: Laporan Kasus Fome Siska

Lap. Paru tengah Normal Normal

Lap.Paru bawah Normal Normal

Perkusi

Paru kanan Paru kiri

Lap. Paru atas Sonor Sonor

Lap. Parutengah Sonor Sonor

Lap.Paru bawah Sonor Sonor

Auskultasi

Paru kanan Paru kiri

Lap. Paru atas Vesikuler Vesikuler

Lap.Paru tengah Vesikuler Vesikuler

Lap.Paru bawah Vesikuler Vesikuler

- Thoraks Belakang

Inspeksi

simetris, retraksi (-)

Palpasi

Stem premitus Paru kanan Paru kiri

Lap. Paru atas Normal Normal

Lap. Parutengah Normal Normal

Lap.Paru bawah Normal Normal

Perkusi

7

Page 8: Laporan Kasus Fome Siska

Paru kanan Paru kiri

Lap. Paru atas Sonor Sonor

Lap. Parutengah Sonor Sonor

Lap.Paru bawah Sonor Sonor

Auskultasi

Suara Paru Paru kanan Paru kiri

Lap. Paru atas Vesikuler Vesikuler

Lap.Paru tengah Vesikuler Vesikuler

Lap.Paru bawah Vesikuler Vesikuler

Inspeksi : Dinding dada simetris, retraksiselaiga (-)

Palpasi : Vocal fremitus kiridankanansama

Perkusi : Sonordikedualapangparu

Auskultasi : vesikuler (+/+), wheezing (-/-) , ronkhi (-/-)

2.9.4 JANTUNG

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba ICS 5 linea

midklavikula Sinistra

Perkusi : Batas-batas jantung:

- Atas : ICS II parasternal

- Kiri : ICS V linea midklavikula sinistra

- Kanan : Dua jari lateral garis parasternal dekstra

8

Page 9: Laporan Kasus Fome Siska

- Auskultasi : BJ I > BJ II, reguler, bising(-), gallop (-).

2.9.5 ABDOMEN

Inspeksi : simetris, distensi (-)

Palpasi : Soepel (+) Hepar dan Lien tidak teraba,

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Peristaltikusus normal

2.9.6 ANUS DAN GENETALIA

Tidak dilakukan pemeriksaan

2.9.7 EKSTREMITAS

Superior : edema (-) sianosis (-)

Inferior : edema (-) sianosis (-)

2.9.8 KULIT

Warna : Sawo Matang

Turgor : kembali cepat

Icterus : (-)

Anemi : (-)

Sianosis : (-)

Udema : (-)

2.9.9 Status Lokalisata a/r Colli

Inspeksi : asimetris, tampak adanya benjolan bernodul,

benjolan ikut terangkat saat menelan.

Palpasi : teraba adanya massa bernodul ukuran 4x5cm,nyeri

tekan (-), konsistensi lunak.

9

Page 10: Laporan Kasus Fome Siska

Auskultasi : bising (-)

Kelenjar Getah Bening : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

2.10 DIAGNOSA BANDING

1. Struma nodusa non toksik

2. Tirotoksikosis

3. Tiroiditis

4. Karsinoma tiroid

2.11 PLANNING I

Darah Rutin

Pemeriksaan TSH, T3 dan fT4

2.12 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tidak dapat dilakukan dipuskesmas, pasien dirujuk

2.13 DIAGNOSA KERJA

Struma nodusa non toksik

2.14 PENATALAKSANAAN

Amlodipine 1x5 mg

2.15 PLANNING II

Pasien dirujuk ke RSU Cut Meutia Buket Rata, Lhokseumawe

2.8 RESUME

Pasien datang ke puskesmas samudera dengan keluhan terdapat benjolan

di leher. Benjolan dirasakan sejak ± 4 bulan yang lalu, benjolan dirasakan

semakin lama semakin membesar. Pasien mengaku merasa tidak nyaman oleh

karena benjolan pada lehernya tersebut. Namun pasien mengaku tidak pernah

10

Page 11: Laporan Kasus Fome Siska

merasakan keluhan seperti Benjolan tidak nyeri, berkeringat berlebihan, tremor,

mudah lelah. Pasien juga tidak mengalami penurunan Berat badan.

Dari pemeriksaan vital sign didapatkan keadaan pasien tampak lelah,

Kesadaran Compos Mentis, tekanan darah 140/80 mmHg, Heart Rate 80 x/menit,

Respiratory Rate 22x/menit. Temperatur afebris. Pada pemeriksaan ditemukan

Inspeksi leher : asimetris, tampak adanya benjolan, benjolan ikut bergerak saat

menelan. Pada Palpasi teraba adanya massa ukuran 6x4cm, nyeri tekan (-),

konsistensi lunak.

BAB 3TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Kelenjar Tiroid

3.1.1 Anatomi Kelenjar Tiroid

Kelenjar tiroid merupakan organ yang bentuknya seperti kupu-kupu dan

terletak pada leher bagian bawah di sebelah anterior trakea. Kelenjar ini merupakan

kelenjar endokrin yang paling banyak vaskularisasinya, dibungkus oleh kapsula yang

11

Page 12: Laporan Kasus Fome Siska

berasal dari lamina pretracheal fascia profunda. Kapsula ini melekatkan tiroid ke

laring dan trakea. Kelenjar ini terdiri dari dua buah lobus lateral yang dihubungkan

oleh sebuah istmus. kelenjar tiroid terletak di pangkal leher di kedua sisi bagian

bawah laring dan bagian atas trakea. Panjang kelenjar tiroid kurang lebih 2,5-4 cm

dengan lebar 1-1,5 cm cm dan tebal 1-1,5 cm serta berat sekitar 10-20 gram.5

(a)

(b) Gambar 3.1 : Anatomi kelenjar tiroid.

Tiroid terdiri dari nodula-nodula yang tersusun dari folikel-folikel kecil yang

dipisahkan satu dengan lainnya oleh suatu jaringan ikat. Setiap folikel dibatasi oleh

epitel kubus dan diisi oleh bahan proteinaseosa berwarna merah muda yang disebut

12

Page 13: Laporan Kasus Fome Siska

koloid. Vaskularisasi kelenjar tiroid termasuk amat baik. A.tiroidea superior berasal

dari a.karotis komunis. A.tiroidea inferior dari a.subklavia dan arteri tiroidima berasal

dari a. Brakhiosefalik salah satu cabang dari arcus aorta.

3.1.2 FISIOLOGIS KELENJAR TIROID

Kelenjar tiroid berfungsi untuk mempertahankan tingkat metabolisme di

berbagai jaringan agar optimal sehingga mereka berfungsi normal. Hormon tiroid

merangsang konsumsi O2 pada sebagian besar sel di tubuh, membantu mengatur

metabolisme lemak dan karbohidrat, dan penting untuk pertumbuhan dan pematangan

normal.Hormon-hormon tiroid memiliki efek pada pertumbuhan sel, perkembangan

dan metabolisme energi. Efek-efek ini bersifat genomic, melalui pengaturan ekspresi

gen, dan yang tidak bersifat genomic, melalui efek langsung pada sitosol sel,

membran sel, dan mitokondria. 5

Hormon tiroid juga merangsang pertumbuhan somatis dan berperan dalam

perkembangan normal sistem saraf pusat.7 Hormon ini tidak esensial bagi kehidupan,

tetapi ketiadaannya menyebabkan perlambatan perkembangan mental dan fisik,

berkurangnya daya tahan tubuh terhadap dingin, serta pada anak-anak timbul

retardasi mental dan kecebolan (dwarfisme). Sebaliknya, sekresi tiroid yang

berlebihan menyebabkan badan menjadi kurus, gelisah, takikardia, tremor, dan

kelebihan pembentukan panas. 5

Dua hormon tiroid utama yang dihasilkan oleh folikel-folikel adalah tiroksin

(T4) dan triiodotironin (T3). Sel yang mensekresikan hormon lain dalam kelenjar

tiroid yaitu sel parafolikular yang terdapat pada dasar folikel dan berhubungan

dengan membran folikel, sel ini mensekresi hormon kalsitonin, suatu hormon yang

dapat merendahkan kadar kalsium serum dan dengan demikian ikut berperan dalam

pengaturan homeostasis kalsium. 5

13

Page 14: Laporan Kasus Fome Siska

Tiroksin (T4) mengandung empat atom yodium dan triiodotironin (T3)

mengandung tiga atom yodium. T4 disekresi dalam jumlah lebih banyak dibandingkan

dengan T3, tetapi apabila dibandingkan milligram per milligram, T3 merupakan

hormon yang lebih aktif daripada T4.Fungsi utama hormon tiroid T3 dan T4 adalah

mengendalikan aktivitas metabolik seluler.

Kedua hormon ini bekerja sebagai alat pacu umum dengan mempercepat

proses metabolisme. Efeknya pada kecepatan metabolisme sering ditimbulkan oleh

peningkatan kadar enzim-enzim spesifik yang turut berperan dalam konsumsi

oksigen, dan oleh perubahan sifat responsif jaringan terhadap. perkembangan otak.

Adanya hormon tiroid dalam jumlah yang adekuat juga diperlukan untuk

pertumbuhan normal. Melalui efeknya yang luas terhadap metabolisme seluler,

hormon tiroid mempengaruhi setiap sistem organ yang penting.5

Gambar 3.2 : sistem hormon kelenjar tiroid

a. Tiroksin (T4)

Hormon tiroksin (T4) mengandung empat atom iodium dalam setiap

molekulnya. Hormon ini disintesis dan disimpan dalam keadaan terikat dengan

14

Page 15: Laporan Kasus Fome Siska

protein di dalam sel-sel kelenjar tiriod; pelepasannya ke dalam aliran darah terjadi

ketika diperlukan. Kurang lebih 75% hormon tiroid terikat dengan globulin

pengikat-protein (TBG; thyroid-binding globulin). Hormon tiroid yang lain berada

dalam keadaan terikat dengan albumin dan prealbumin pengikat tiroid. Bentuk T4

yang terdapat secara alami dan turunannya dengan atom karbon asimetrik adalah

isomer L. D-Tiroksin hanya memiliki sedikit aktivitas bentuk L.6

Hormon tiroid yang bersirkulasi dalam plasma terikat pada protein plasma,

diantaranya : 5,6

(1) globulin pengikat tiroksin (TBG).

(2) prealbumin pengikat tiroksin (TBPA).

(3) albumin pengikat tiroksin (TBA).

Dari ketiga protein pengikat tiroksin, TBG mengikat tiroksin yang paling

spesifik. Selain itu, tiroksin mempunyai afinitas yang lebih besar terhadap protein

pengikat ini di bandingkan dengan triiodotironin. Secara normal 99,98% T4 dalam

plasma terikat atau sekitar 8 μg/dL (103 nmol/L); kadar T4 bebas hanya sekitar 2

ng/dL (Gambar 2). Hanya terdapat sedikit T4 dalam urin. Waktu paruh

biologiknya panjang (6-7 hari), dan volume distribusinya lebih kecil jka

dibandingkan dengan cairan ekstra seluler (CES) sebesar 10L, atau sekitar 15%

berat tubuh.

b. Triiodotironin (T3)

Hormon yang merupakan asam amino dengan sifat unik yang mengandung

molekul iodium yang terikat pada asam amino ini hanya mengandung tiga atom

iodium saja dalam setiap molekulnya. Hormon tiroksin juga di bentuk di jaringan

perifer melalui deiodinasi T4. Hormon triiodotironin (T3) lebih aktif daripada

15

Page 16: Laporan Kasus Fome Siska

hormon tiroksin (T4). T4 dan T3 disintesis di dalam koloid melalui iodinasi dan

kondensasi molekul-molekul tirosin yang terikat pada linkage peptida dalam

triglobulin. Kedua hormon ini tetap terikat pada triglobulin sampai disekresikan.

Sewaktu disekresi, koloid diambil oleh sel-sel tiroid, ikatan peptida mengalami

hidrolisis, dan T3 serta T4 bebas dilepaskan ke dalam kapiler. 7

Triiodotironin mempunyai afinitas yang lebih kecil terhadap protein

pengikat TBG dibandingkan dengan tiroksin, menyebabkan triiodotironin lebih

mudah berpindah ke jaringan sasaran. Faktor ini yang merupakan alasan mengapa

aktivitas metabolik triiodotironin lebih besar.7

Pelepasan hormon tiroid T3 dan T4 distimulasi oleh tirotropin atau TSH

(Thyroid Stimulating Hormon) yang disekresi oleh kelenjar hipofisis. Pengeluaran

TSH diatur oleh TRH (Thyrotropin Releasing Hormon) yang disekresikan oleh

hipotalamus. Penurunan suhu tubuh dapat meningkatkan sekresi TRH.

Pengeluaran TSH begantung pada kadar T3 dan T4 yang biasa disebut sebagai

pengendalian umpan balik atau feedback control. Kalsitonin merupakan hormon

penting lain yang disekresi kelenjar tiroid yang tidak dikendalikan oleh TSH. 5,7

Fungsi kalsitonin adalah menjaga keseimbangan kadar kalsium plasma

dengan meningkatkan jumlah penumpukan kalsium pada tulang dan menurunkan

reabsorpsi kalsium pada ginjal, dengan demikian kadar kalsium plasma tidak

menjadi tinggi Yodium berperan penting dalam pembentukan hormon tiroid.

Yodium yang telah terserap dalam darah dari GI track akan diambil oleh

kelenjar tiroid dan akan dipekatkan dalam sel kelenjar tiroid. Molekul yodium

yang telah diambil akan bereaksi dengan tirosin (asam amino) untuk membentuk

hormon tiroid. Kelenjar tiroid mengatur fungsi metabolism tubuh, dimana tubuh

16

Page 17: Laporan Kasus Fome Siska

menghasilkan energi yang berasal dari nutrisi dan oksigen yang mempengaruhi

fungsi tubuh penting, seperti tingkat kebutuhan energi dan detak jantung. Selain

itu kelenjar tiroid juga berfungsi meningkatkan kadar karbohidrat, meningkatkan

ukuran dan kepadatan mitokondria, meningkatkan sintesis protein dan

meningkatkan pertumbuhan pada anak-anak. Sel-sel sasaran untuk hormon tiroid

adalah hampir semua sel di dalam tubuh. 6

Fungsi hormon tiroid antara lain :

Merangsang laju metabolik sel-sel sasaran dengan meningkatkan

metabolisme protein, lemak, dankarbohidrat.

Merangsang kecepatan pompa natrium-kalium di sel sasaran.

Meningkatkan responsivitas sel-sel sasaran terhadap katekolamin sehingga

meningkatkan frekuensi jantung.

Meningkatkan responsivitas emosi.

Meningkatkan kecepatan depolarisasi otot rangka, yang meningkatkan

kecepatan kontraksi otot rangka.

Hormon tiroid penting untuk pertumbuhan dan perkembangan normal

semua sel tubuh dan dibutuhkan untuk fungsi hormone pertumbuhan.

3.2 Struma Nodusa Non Toksik

3.2.1 Definisi

Pembesaran pada tiroid yang disebabkan akibat adanya nodul, disebut

struma nodusa. Biasanya dianggap membesar bila kelenjar tiroid lebih dari 2x

ukuran normal. Pembesaran ini dapat terjadi pada kelenjar yang normal

(eutirodisme), pasien yang kekurangan hormon tiroid (hipotiroidisme) atau

kelebihan produksi hormon (hipertiroidisme). Struma nodosa terdapat dua jenis,

17

Page 18: Laporan Kasus Fome Siska

toxic dan non toxic. Struma nodusa non toxic merupakan struma nodusa tanpa

disertai tanda- tanda hipertiroidisme.8

3.2.2 Epidemiologi

Struma nodosa merupakan pembesaran pada kelenjar tiroid yang teraba

sebagai suatu nodul (Sudoyo dkk, 2009). Sekitar 10 juta orang di seluruh dunia

mengalami gangguan tiroid, baik kanker tiroid, struma nodosa non toxic, maupun

struma nodosa toxic. Struma nodosa non toxic adalah pembesaran kelenjar tiroid

baik berbentuk nodul atau difusa tanpaada tanda-tanda hipertiroidisme dan bukan

disebabkan oleh autoimun atau prosesinflamasi. Pada tahun 2007 sekitar 33.550

orang diAmerika Serikat menderita gangguan tiroid dan 1.530 orang berakhir

dengankematian.1,8

Prevalensi struma nodosa yang didapat melalui palpasi sekitar 4,7- 51 per

1000 orang dewasa dan 2,2 – 14 per 1000 pada anak-anak. Hasil survey Balitbang

pada tahun 2007 didapatkan angka prevalensi struma nodosa di Indonesia

meningkat sebesar 35,38%. Laporan akhir survey nasional pemetaan GAKY

(Gangguan Akibat Kekurangan Yodium) menunjukkan bahwa sebanyak 42 juta

penduduk Indonesia tinggal di daerah endemik dan sebanyak 10 juta menderita

struma nodosa.3

Menurut Penelitian Framingham, setiap orang berisiko 5-10% untuk

menderita struma nodosa dan perempuan berisiko 4 kali lipat dibanding laki-laki.

Kebutuhan hormon tiroid meningkat pada masa pertumbuhan, masa kehamilan

dan menyusui. Pada umumnya struma nodosa banyak terjadi pada remaja, wanita

hamil dan ibu menyusui.3

3.2.3 Klasifikasi

18

Page 19: Laporan Kasus Fome Siska

Berdasakan fisiologisnya struma nodosa dapat diklasifikasikan sebagai

berikut:9

a. Eutiroidisme

Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang

disebabkan stimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah normal sedangkan

kelenjar hipofisis menghasilkan TSH dalam jumlah yang meningkat. Struma

nodosa atau struma semacam ini biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali

pembesaran pada leher yang jika terjadi secara berlebihan dapat mengakibatkan

kompresi trakea.

b. Hipotiroidisme

Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar tiroid

sehingga sintesis dari hormon tiroid menjadi berkurang. Kegagalan dari kelenjar

untuk mempertahankan kadar plasma yang cukup dari hormon. Beberapa pasien

hipotiroidisme mempunyai kelenjar yang mengalami atrofi atau tidak mempunyai

kelenjar tiroid akibat pembedahan/ablasi radioisotop atau akibat destruksi oleh

antibodi autoimun yang beredar dalam sirkulasi. Gejala hipotiroidisme adalah

penambahan berat badan, sensitif terhadap udara dingin, dementia, sulit

berkonsentrasi, gerakan lamban, konstipasi, kulit kasar, rambut rontok, mensturasi

berlebihan, pendengaran terganggu dan penurunan kemampuan bicara.

c. Hipertiroidisme

Dikenal juga sebagai tirotoxicosis atau Graves yang dapat didefenisikan

sebagairespon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid

yang berlebihan. Keadaan ini dapat timbul spontan atau adanya sejenis antibodi

dalam darah yang merangsang kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya produksi

19

Page 20: Laporan Kasus Fome Siska

hormon yang berlebihan tetapi ukuran kelenjar tiroid menjadi besar. Gejala

hipertiroidisme berupa berat badan menurun, nafsu makan meningkat, keringat

berlebihan, kelelahan, lebih suka udara dingin, sesak napas. Selain itu juga

terdapat gejala jantung berdebar-debar, tremor pada tungkai bagian atas, mata

melotot (eksoftalamus), diare, haid tidak teratur, rambut rontok, dan atrofi otot.

Secara klinis struma nodosa dapat dibedakan menjadi:10

a. Struma nodosa toxic

Struma nodosa toxic dapat dibedakan atas dua yaitu struma nodosa diffusa

toxic dan struma nodosa nodusa toxic. Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah

kepada perubahan bentuk anatomi dimana struma nodosa diffusa toxic akan

menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak diberikan tindakan medis sementara

nodusa akan memperlihatkan benjolan yang secara klinik teraba satu atau lebih

benjolan (struma nodosa multinodular toxic). Struma nodosa diffusa toxic

(tiroktosikosis) merupakan hipermetabolisme karena jaringan tubuh

dipengaruhioleh hormon tiroid yang berlebihan dalam darah. Penyebab tersering

adalah penyakit Grave (gondok eksoftalmik/exophtalmic struma nodosa), bentuk

tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan diantara hipertiroidisme

lainnya.Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun telah diiidap

selamaberbulan-bulan. Antibodi yang berbentuk reseptor TSH beredar dalam

sirkulasidarah, mengaktifkan reseptor tersebut dan menyebabkan kelenjar tiroid

hiperaktif.

b. Struma nodosa non toxic

Struma nodosa non toxic sama halnya dengan struma nodosa toxic yang

dibagi menjadi struma nodosa diffusa non toxic dan struma nodosa nodusa non

20

Page 21: Laporan Kasus Fome Siska

toxic. Struma nodosa non toxic disebabkan oleh kekurangan yodium yang kronik.

Struma nodosa ini disebut sebagai simpel struma nodosa, struma nodosa endemik,

atau struma nodosa koloid yang sering ditemukan di daerah yang air minumya

kurang sekali mengandung yodium dan goitrogen yang menghambat sintesa

hormon oleh zat kimia.

3.2.4 Etiologi

Penyebab utama struma nodosa ialah karena kekurangan yodium.

Defisiensi yodium dapat menghambat pembentukan hormon tiroid oleh kelenjar.

Hal tersebut memungkinkan hipofisis mensekresikan TSH dalam jumlah yang

berlebihan. TSH kemudian menyebabkan sel-sel tiroid mensekresikan tiroglobulin

dalam jumlah yang besar ke dalam folikel, dan kelenjar menjadi bertambah besar.

Penyebab lainnya karena adanya cacat genetik yang merusak metabolisme

yodium, konsumsi goitrogen yang tinggi (yang terdapat pada obat, agen

lingkungan, makanan, sayuran), kerusakan hormon kelenjar tiroid, gangguan

hormonal dan riwayat radiasi pada kepala dan leher.9

3.2.5 Patogenesis

Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk

pembentukan hormon tiroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus,

masuk ke dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tiroid.

Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimuler oleh

Tiroid Stimulating Hormone (TSH) kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin

yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul

diiodotironin membentuk tiroksin (T4) dan molekul triiodotironin (T3). Tiroksin

(T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi TSH dan bekerja

21

Page 22: Laporan Kasus Fome Siska

langsung pada tirotropihypofisis, sedang triiodotironin (T3) merupakan hormon

metabolik aktif. Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis,

pelepasan, dan metabolisme tiroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4)

dan melalui rangsangan umpan balik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh

kelenjar hipofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid.6

Hal yang mendasari pertumbuhan nodul pada struma nodosa non toxic

adalah respon dari sel-sel folikular tiroid yang heterogen dalam satu kelenjar tiroid

pada tiap individu. Dalam satu kelenjar tiroid yang normal, sensitivitas sel-sel

dalam folikel yang sama terhadap stimulus TSH dan faktor perumbuhan lain (IGF

dan EGF) sangat bervariasi. Terdapat sel-sel autonom yang dapat bereplikasi

tanpa stimulasi TSH dan sel-sel sangat sensitif TSH yang lebih cepat bereplikasi.

Sel-sel akan bereplikasi menghasilkan sel dengan sifat yang sama. Sel-sel folikel

dengan daya replikasi yang tinggi ini tidak tersebar merata dalam satu kelenjar

tiroid sehingga akan tumbuh nodul-nodul.9

Biasanya tiroid mulai membesar pada usia muda dan berkembang menjadi

multinodular pada saat dewasa. Karena pertumbuhannya berangsur-angsur, struma

dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian besar

penderita dengan struma nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa keluhan.

Walaupun sebagian struma nodosa tidak mengganggu pernafasan karena

menonjol kebagian depan, sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan trakea

bila pembesarannya bilateral.2,4

3.2.6 Manifestasi Klinis

Beberapa penderita struma nodosa non toxic tidak memiliki gejala sama

sekali. Jika struma cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat

22

Page 23: Laporan Kasus Fome Siska

mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga esofhagus tertekan sehingga

terjadi gangguan menelan. Beberapa diantaranya mengeluh adanya gangguan

menelan, gangguan pernapasan, rasa tidak nyaman di area leher, dan suara yang

serak. Pemeriksaan fisik struma nodosa non toxic berfokus pada inspeksi dan

palpasi leher untuk menentukan ukuran dan bentuk nodular. Inspeksi dilakukan

oleh pemeriksa yang berada di depan penderita yang berada pada posisi duduk

dengan kepala sedikit fleksi atau leher sedikit terbuka.

Jika terdapat pembengkakan atau nodul, perlu diperhatikan beberapa

komponen yaitu lokasi, ukuran, jumlah nodul, bentuk (diffus atau noduler kecil),

gerakan pada saat pasien diminta untuk menelan dan pulpasi pada permukaan

pembengkakan. Pemeriksaan dengan metode palpasi dimana pasien diminta untuk

duduk, leher dalam posisi fleksi. Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan meraba

tiroid dengan menggunakan ibu jari kedua tangan pada tengkuk penderita. Struma

nodosa tidak termasuk kanker tiroid, tapi tujuan utama dari evaluasi klinis adalah

untuk meminimalkan risiko terhadap kanker tiroid.8,9

3.2.7 Diagnosis

3.2.7.1 Inspeksi

Inspeksi dilakukan oleh pemeriksa yang berada di depan penderita yang

berada pada posisi duduk dengan kepala sedikit fleksi atau leher sedikit terbuka.

Jika terdapat pembengkakan atau nodul, perlu diperhatikan beberapa komponen

yaitu lokasi, ukuran, jumlah nodul, bentuk (diffus atau noduler kecil), gerakan

pada saat pasien diminta untuk menelan dan pulpasi pada permukaan

pembengkakan.

3.2.7.2 Palpasi

23

Page 24: Laporan Kasus Fome Siska

Pemeriksaan dengan metode palpasi dimana pasien diminta untuk duduk,

leher dalam posisi fleksi. Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan meraba tiroid

dengan menggunakan ibu jari kedua tangan pada tengkuk penderita.

3.2.7.3 Tes Fungsi Tiroid

Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantara tes-tes

fungsi tiroid untuk mendiagnosa penyakit tiroid diantaranya kadar total tiroksin

dan triyodotiroin serum diukur dengan radioligand assay. Tiroksin bebas serum

mengukur kadar tiroksin dalam sirkulasi yang secara metabolik aktif.

Kadar TSH plasma sensitif dapat dipercaya sebagai indikator fungsi tiroid.

Kadar tinggi pada pasien hipotiroidisme sebaliknya kadar akan berada di bawah

normal pada pasien peningkatan autoimun (hipertiroidisme). Uji ini dapat

digunakan pada awal penilaian pasien yang diduga memiliki penyakit tiroid.

bertujuan untuk membantu menentukan status tiroid. Tes T4 digunakan untuk

menentukan suatu hipotiroidisme atau hipertiroidisme, menentukan maintenance

dose tiroid pada hipotiroidisme dan memonitor hasil pengobatan antitiroid pada

hipertiroidisme. Tes T3 digunakan untuk mendiagnosis hipertiroidisme dengan

kadar T4 normal .

TSHs (Thyroid Stimulating Hormon sensitive) adalah tes TSH generasi ke

tiga yang dapat mendeteksi TSH pada kadar yang sangat rendah sehingga dapat

digunakan sebagai pemeriksaan tunggal dalam menentukan status tiroid dan

dilanjutkan dengan tes FT4 hanya bila dijumpai TSHs yang abnormal. FT4 lebih

sensitif daripada FT3 dan lebih banyak digunakan untuk konfirmasi

hipotiroidisme setelah dilakukan tes TSHs.2

3.2.7.4 Nilai Rujukan Dan Interpretasi Tes Fungsi Tiroid

24

Page 25: Laporan Kasus Fome Siska

1. TES T4

         Nilai Rujukan :

- Dewasa   : 50-113 ng/L (4,5mg/dl)

- Wanita hamil, pemberian kontrasepsi oral : meningkat

- Diatas                   : diatas 16,5 mg/dl

- Anak-anak          : diatas 15,0 mg/dl

- Usila                     : menurun sesuai penurunan kadar protein plasma

 Interpretasi :

- Meningkat : hipertiroidisme,

- Menurun : hipotiroidisme,

2. TES T3

         Nilai Rujukan:

Dewasa         : 0,8 – 2,0 ng/ml (60-118 ng/dl)

Wanita hamil, pemberian kontrasepsi oral : meningkat

Infant dan anak-anak kadarnya lebih tinggi.

         Interpretasi

- Meningkat : hipertiroidisme,

- Menurun :  hipotiroidisme

3. TES FT4 (FREE THYROXIN)

         Nilai Rujukan: 10 – 27 pmol/L

o    Interpretasi

- Meningkat : pada penyakit Graves dan tirotoksikosis yang disebabkan kelebihan

produksi T4.

25

Page 26: Laporan Kasus Fome Siska

- Menurun : hipertiroidisme primer, hipotiroidisme sekunder, tirotoksikosis

karena  kelebihan produksi T3.

1.       4. TES FT3 (FREE TRI IODOTIRONIN)

         · Nilai Rujukan  : 4,4 – 9,3 pmol/L

         · Interpretasi :

- Meningkat : pada penyakit Graves dan tirotoksikosis yang disebabkan kelebihan

produksi T3.

- Menurun : hipertiroidisme primer, hipotiroidisme sekunder,

5. Tes TSH (THYROID STIMULATING HORMONE)

         Nilai rujukan : 0,4 – 5,5  mIU/l

         Interpretasi :

- Meningkat : hipotiroidisme pimer, tiroiditis (penyakit autoimun Hashimoto)

- Menurun : hipertiroidisme  primer, hipofungsi kelenjar hipofisis anterior.

Adapun interpretasi secara singkat dari pemeriksaan TSH,fT4,T3.

TSH fT4 T3 INTERPRETASI

Normal Normal Normal Normal

Menurun Normal Normal Hipertiroid Subklinis

Menurun Meningkat Meningkat Hipertiroid

Meningkat Normal Normal Hipotiroid Subklinis

Meningkat Menurun Menurun Hipotiroid

3.2.7.5 Pemeriksaan radiologi.

26

Page 27: Laporan Kasus Fome Siska

Foto rontgen dapat memperjelas adanya deviasi trakea, ataupembesaran

struma yang pada umumnya secara klinis sudah bias diduga, foto rontgen pada

leher lateral diperlukan untuk evaluasikondisi jalan nafas.

Pemeriksaan ultrasonografi (USG). Manfaat USG dalam pemeriksaan

tiroid :

Untuk menentukan jumlah nodul.

Dapat membedakan antara lesi tiroid padat dan kistik.

Dapat mengukur volume dari nodul tiroid.

Dapat mendeteksi adanya jaringan kanker tiroid residif yang tidak

menangkap yodium, dan tidak terlihat dengan sidik tiroid.

Untuk mengetahui lokasi dengan tepat benjolan tiroid yang akan

dilakukan biopsy terarah.

3.2.7.6 Biopsi Aspirasi Jarum Halus (Fine Needle Aspiration Biopsy).

Biopsi aspirasi jarum halus (Fine Needle Aspiration Biopsy). Biopsi ini

dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi

aspirasi jarum tidak nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel

ganas. Kerugian pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu karena

lokasi biopsi kurang tepat. Selain itu teknik biopsi kurang benar dan pembuatan

preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah intrepertasi oleh ahli

sitologi.

Diagnosis dapat ditegakkan atas dasaradanya struma yang bernodul dan

tidak toksik, melalui:

1. Pada palpasi teraba batas yang jelas, bernodul satu atau lebih, konsistensinya

kenyal.

27

Page 28: Laporan Kasus Fome Siska

2. Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan serum T4 (tiroksin) dan T3

(triiodotironin) dalam batas normal.

3. Pada pemeriksaan USG (ultrasonografi) dapat dibedakan padat atau tidaknya

nodul.

4. Biopsi aspirasi jarum halus (Fine Needle Aspiration Biopsy) tidak dijumpai

keganasan.4

3.2.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan operatif

Tiroidektomi merupakan Tindakan pembedahan yang dilakukan untuk

mengangkat kelenjar tiroid adalah tiroidektomi, meliputi subtotal ataupun total.

Tiroidektomi subtotal akan menyisakan jaringan atau pengangkatan 5/6 kelenjar

tiroid, sedangkan tiroidektomi total, yaitu pengangkatan jaringan seluruh lobus

termasuk istmus. Tiroidektomi merupakan prosedur bedah yang relative aman

dengan morbiditas kurang dari 5 %.2

Menurut Lang (2010), terdapat 6 jenis tiroidektomi, yaitu :11

‒ Lobektomi tiroid parsial, yaitu pengangkatan bagian atas atau bawah satu lobus

‒ Lobektomi tiroid, yaitu pengangkatan seluruh lobus

‒ Lobektomi tiroid dengan isthmusectomy, yaitu pengangkatan satu lobus dan

istmus

‒ Subtotal tiroidektomi, yaitu pengangkatan satu lobus, istmus dan sebagian besar

lobus lainnya.

‒ Total tiroidektomi, yaitu pengangkatan seluruh kelenjar.

‒ Tiroidektomi total radikal, yaitu pengangkatan seluruh kelenjar dan kelenjar

limfatik servikal.

28

Page 29: Laporan Kasus Fome Siska

Indikasi untuk eksplorasi bedah glandula tiroid meliputi :

1. Terapi Pengurangan massa fungsional dalam keadaan hipertiroid;

Tiroidektomi subtotal pada penyakit Grave atau strum multinodular toksik

atau eksisi adenoma toksik.

2. Terapi Pengurangan massa menekan; Tiroidektomi subtotal dalam

struma multinodular nontoksik atau lobektomi untuk kista tiroid atau

nodulus tunggal (misal noulus koloid) yang menimbulkan penekanan

trakea atau esofagus

3. Ekstirpasi penyakit keganasan. Biasanya tiroidektomi total dengan

pengupasan kelenjar limfe; untuk sejumlah tumor diindikasikan lobektomi

unilateral.

4. Paliasi. Eksisi massa tumor yang tak dapat disembuhkan yang

menimbulkan gejala penekanan mengganggu; anaplastik, metastatik, atau

tumor limfedematosa.

Tanda-tanda infeksi pada luka tiroidektomi harus diobservasi. Infeksi dapat

disebabkan oleh bakteri Staphylococcus atau Streptococcus. Infeksi pada luka

tiroidektomi jarang ditemukan, hanya sekitar 0,3 – 0,8%. Pemantauan suhu dan

kadar leukosit harus dipantau sebagai indikator dini adanya infeksi. Kolaborasi

pemberian antibiotik dapat menjadi salah satu bentuk intervensi kolaborasi yang

dapat diberikan kepada pasien.

Tindakan tiroidektomi dapat menyebabkan keadaan hipotiroidisme, yaitu

suatukeadaan terjadinya kegagalan kelenjar tiroid untuk menghasilkan hormon

dalam jumlah adekuat, keadaan ini ditandai dengan adanya lesu, cepat lelah, kulit

kering dan kasar, produksi keringat berkurang, serta kulit terlihat pucat. Tanda-

29

Page 30: Laporan Kasus Fome Siska

tanda yang harus diobservasi pasca tiroidektomi adalah hipokalsemia yang

ditandai dengan adanya rasa kebas, kesemutan pada bibir, jari-jari tangan dan

kaki, dan kedutan otot pada area wajah. Keadaan hipolakalsemia menunjukkan

perlunya penggantian kalsium dalam tubuh.

3.2.9 Pencegahan

Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya

struma adalah :

a. Memberikan edukasi kepada masyarakat dalam hal merubah pola perilaku

makan dan memasyarakatkan pemakaian garam yodium

b. Mengkonsumsi makanan yang merupakan sumber yodium seperti ikan laut

c. Mengkonsumsi yodium dengan cara memberikan garam beryodium setelah

dimasak, tidak dianjurkan memberikan garam sebelum memasak untuk

menghindari hilangnya yodium dari makanan

d. Iodisai air minum untuk wilayah tertentu dengan resiko tinggi. Cara ini

memberikan keuntungan yang lebih dibandingkan dengan garam karena dapat

terjangkau daerah luas dan terpencil. Iodisasi dilakukan dengan yodida diberikan

dalam saluran air dalam pipa, yodida yang diberikan dalam air yang mengalir, dan

penambahan yodida dalam sediaan air minum.

e. Memberikan kapsul minyak beryodium (lipiodol) pada penduduk di daerah

endemik berat dan endemik sedang. Sasaran pemberiannya adalah semua pria

berusia 0-20 tahun dan wanita 0-35 tahun, termasuk wanita hamil dan menyusui

yang tinggal di daerah endemis berat dan endemis sedang. Dosis pemberiannya

bervariasi sesuai umur dan kelamin. Memberikan suntikan yodium dalam minyak

30

Page 31: Laporan Kasus Fome Siska

(lipiodol 40%) diberikan 3 tahun sekali dengan dosis untuk dewasa dan anak-anak

di atas 6 tahun 1 cc dan untuk anak kurang dari 6 tahun 0,2-0,8 cc.

3.2.10 Komplikasi

Setiap pembedahan dapat menimbulkan komplikasi, termasuk

tiroidektomi. Komplikasi pasca operasi utama yang berhubungan dengan cedera

berulang pada saraf laring superior dan kelenjar paratiroid. Devaskularisasi,

trauma, dan eksisi sengaja dari satu atau lebih kelenjar paratiroid dapat

menyebabkan hipoparatiroidisme dan hipokalsemia, yang dapat bersifat sementara

atau permanen. Pasien akan menunjukkan rendahnya kadar kalsium dalam darah

atau hipokalsemia dan rasa kesemutan di ekstrimitas.

Pemeriksaan yang teliti tentang anatomi dan suplai darah ke kelenjar

paratiroid yang adekuat sangat penting untuk menghindari komplikasi ini. Namun,

prosedur ini umumnya dapat ditoleransi dengan baik dan dapat dilakukan dengan

cacat minimal. Komplikasi lain yang dapat timbul pasca tiroidektomi adalah

perdarahan, thyrotoxic strom, edema pada laring, pneumothoraks, hipokalsemia,

hematoma, kelumpuhan syaraf laringeus reccurens, dan hipotiroidisme.12

Komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah kelumpuhan nervus

laringeus reccurens yang menyebabkan suara serak. Jika dilakukan tiroidektomi

total, pasien perludiberikan informasi mengenai obat pengganti hormon tiroid,

seperti natrium levotiroksin (Synthroid), natrium liotironin (Cytomel) dan obat-

obatan ini harus diminum selamanya.

Perdarahan pasca pembedahan tiroid terjadi pada 0,1 – 1,5% pasien, hal ini

dapat terjadi karena banyaknya suplai darah ke organ dan sebagai hasil dari

pemisahan jaringan yang luas akibat pengangkatan kelenjar tiroid. Pada sebagian

31

Page 32: Laporan Kasus Fome Siska

besar pasien, perdarahan terjadi pada 6 – 12 jam pertama pasca pembedahan.

Luka tiroidektomi harus dipantau.

Cedera syaraf pada laring merupakan komplikasi yang paling serius pasca

tiroidektomi. Hal ini disebabkan oleh mekanisme yang berbeda, termasuk sayatan,

klem, peregangan syaraf, skeletonisasion (proses dimana serat kecil saraf dibagi

dari struktur utama), kompresi lokal saraf akibat edema atau hematoma. 13

BAB 4KESIMPULAN

. Struma nodosa non toxic adalah pembesaran kelenjar tiroid baik

berbentuk nodul atau difusa tanpaada tanda-tanda hipertiroidisme dan bukan

disebabkan oleh autoimun atau prosesinflamasi.Penyebab utama struma nodosa

ialah karena kekurangan yodium. Hasil survey Balitbang pada tahun 2007

didapatkan angka prevalensi struma nodosa di Indonesia meningkat sebesar

35,38%. Laporan akhir survey nasional pemetaan GAKY (Gangguan Akibat

Kekurangan Yodium) menunjukkan bahwa sebanyak 42 juta penduduk Indonesia

tinggal di daerah endemik dan sebanyak 10 juta menderita struma nodosa.

Defisiensi yodium dapat menghambat pembentukan hormon tiroid oleh

kelenjar.Penderita struma nodosa non toxic tidak memiliki gejala sama sekali. Jika

struma cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat

mengakibatkangangguan pada respirasi dan juga esofhagus tertekan sehingga

terjadi gangguan menelan.

Diagnosis dapat ditegakkan atas dasar adanya struma yang bernodul dan

tidak toksik, melaluipalpasi yaitu akan teraba batas yang jelas, bernodul satu atau

lebih, konsistensinya kenyal.Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan serum T4

32

Page 33: Laporan Kasus Fome Siska

(tiroksin) dan T3 (triiodotironin) dalam batas normal. Pada pemeriksaan USG

(ultrasonografi) dapat dibedakan padat atau tidaknya nodul serta padabiopsi

aspirasi jarum halus (Fine Needle Aspiration Biopsy) tidak dijumpai keganasan.

Penatalaksanaan struma dapat dilakukan dengan penatalaksanaan konservatif

yaitu dengan pemberian tiroksin dan obat anti-tiroid serta terapi yodium radioaktif

. dan juga dengan tindakan operatif yaitu tiroidektomi.

33