fome-tbc home visit

Upload: anikcindi

Post on 29-Oct-2015

59 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

home visit- kedokteran keluarga. dimana kedokteran jkeluarga akan menjadi trend 2014 di indonesia

TRANSCRIPT

LAPORAN KEGIATAN KEDOKTERAN KELUARGA

Klinik Dokter Keluarga FK UNSNo Berkas:01

Berkas Pembinaan KeluargaNo RM:

Puskesmas II Gatak SukoharjoNama KK:Tn. Wasidi

Tanggal kunjungan pertama kali 7 September 2005,

Nama pembina keluarga pertama kali : Dr. Anik LestariTabel 1. CATATAN KONSULTASI PEMBIMBING (diisi setiap kali selesai satu periode pembinaan )

TanggalTingkat

PemahamanParaf

PembimbingParaf Keterangan

KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA

Nama Kepala Keluarga: Tn. Wasidi

Alamat lengkap : Padangan RT 02/03, Kagokan, Gatak SukoharjoBentuk Keluarga

: Nuclear Family

Tabel 2. Daftar Anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah

NoNamaKedudukan dalam keluargaL/PUmurPendidikanPekerjaanPasien Klinik (Y/T)Ket

1WasidiKKL37SMPBuruhT-

2MargiyatiIstriP36SMPBuruhT-

3Rendra Prasetya AdjiAnakL9SD -YTB Paru Kasus baru

Sumber : Data Primer, September 2005LAPORAN KASUS KEDOKTERAN KELUARGA

BAB I

STATUS PENDERITA

A. PENDAHULUAN

Laporan ini diambil berdasarkan kasus yang diambil dari seorang penderita TB paru kasus baru, berjenis kelamin laki-laki dan berusia 9 tahun, dimana penderita merupakan salah satu dari penderita TB paru yang berada di wilayah Puskesmas Gatak II, Kabupaten Sukoharjo, dengan berbagai permasalahan yang dihadapi. Mengingat kasus ini masih banyak ditemukan di masyarakat khususnya di daerah Puskesmas II Gatak Kabupaten Sukoharjo beserta permasalahannya seperti masih kurangnya pengetahuan masyarakat tentang TB terutama masalah penularannya dan mengenai kepatuhan meminum obat anti TB. Oleh karena itu penting kiranya bagi penulis untuk memperhatikan dan mencermatinya untuk kemudian bisa menjadikannya sebagai pengalaman di lapangan.

B. IDENTITAS PENDERITA

Nama:An. R

Umur:9 tahun

Jenis kelamin:Laki-laki

Pekerjaan:-

Pendidikan:SD ( kelas 3)

Agama:Islam

Alamat:Padangan RT 02/03, Kagokan, Gatak Sukoharjo

Suku :Jawa

Tanggal periksa:7 September 2005C. ANAMNESIS

1. Keluhan Utama:Batuk-batuk

2. Riwayat Penyakit Sekarang:

Kurang lebih dua bulan yang lalu penderita mulai merasa sering batuk-batuk, batuk ngikil dan berdahak, dahak tidak kental dan berwarna putih.. Selain itu penderita juga mengeluhkan napas terasa sesak , timbul keringat dingin malam hari tanpa aktivitas, nafsu makan menurun, dan berat badan dirasakan turun terus (dari 23 kg sebelum sakit turun menjadi 19 kg). Penderita juga merasakan badannya lemas, dan kadang mengeluhkan pusing. Penderita tidak engeluh nyeri kepala, mual, muntah, dan nyeri dada. Selama batuk, penderita berobat ke dokter umum dekat rumah. BAB dan BAK tidak ada keluhan

Karena batuk tidak sembuh-sembuh akhirnya penderita di bawa ke dokter spesialis penyakit anak dan dianjurkan untuk melakukan foto rontgen dada. Kemudian penderita drujuk ke rumah sakit BP4.Disana penderita di beri obat 3 macam dan harus diminum selama 6 bulan.3. Riwayat Penyakit Dahulu: Riwayat kontak dengan penderita TB: disangkal

Riwayat batuk lama

: (+) ( sejak 2 bulan yang lalu

Riwayat batuk darah

: disangkal

Riwayat mondok

: (+) dua bulan yang lalu di RSDM Riwayat Imunisasi

: lengkap Riwayat sakit gula

: disangkal Riwayat asma

: disangkal Riwayat alergi obat/makanan

: disangkal Riwayat penyakit jantung

: disangkal4. Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat keluarga dengan penyakit serupa : disangkal

Riwayat keluarga sakit batuk berdarah : disangkal

Riwayat sakit sesak nafas

: disangkal

Riwayat hipertensi

: disangkal

Riwayat sakit gula

: disangkal

5. Riwayat Kebiasaan

Riwayat merokok

: disangkal

Riwayat Ayah/ibu merokok

: disangkal

Riwayat olah raga

: jarang sekali

Riwayat pengisian waktu luang dengan berbincang bincang dengan keluarga jarang, berekreasi jarang Riwayat kebiasaan batuk, pilek dan meludah sembarangan

6. Riwayat Sosial EkonomiPenderita adalah seorang seorang anak tunggal dari pasangan suami istri, Tn W dan Ny. M. Ayah dan ibu penderita tinggal di sebuah rumah yang berpenghuni 3 orang (penderita, ayah dan ibu). Penderita masih bersekolah kelas 3 di Sekolah Dasar II Kagokan. Ayah penderita bekerja sebagai buruh di Pabri Batik Keris dengan jam kerja yang diatur sesuai shift yang di putar setiap minggunya. Ibu penderita juga bekerja di tempat yang sama dan memiliki jam kerja yang tetap. Sumber pendapatan keluarga didapatkan dari Ayah dan Ibu dengan total penghasilan rata-rata perbulan Rp. 900.000,-. 7. Riwayat Gizi.

Penderita makan sehari-harinya biasanya antara 2-3 kali dengan nasi sepiring, sayur, dan lauk pauk seperti telur, tahu-tempe kerupuk, dan jarang dengan daging. Penderita termasuk anak yang sulit untuk makan. Sejak sakit penderita menjadi sering makan buah seperti pepaya, pisang, dan kadang minum susu. Kesan status gizi kurang.D. ANAMNESIS SISTEM1. Kulit : warna kulit sawo matang, kulit gatal (-)2. Kepala: sakit kepala (-), pusing (-), rambut kepala tidak rontok, luka pada kepala (-), benjolan/borok di kepala (-)3. Mata: pandangan mata berkunang-kunang (-), penglihatan kabur (-), ketajaman baik4. Hidung: tersumbat (-), mimisan (-)5. Telinga: pendengaran berkurang (-), berdengung (-), keluar cairan (-)6. Mulut: sariawan (-), mulut kering (-), lidah terasa pahit7. Tenggorokan: sakit menelan (-), serak (-)8. Pernafasan : sesak nafas (+), batuk lama (+) selama +2 bulan, mengi (-), batuk darah (-)9. Kadiovaskuler : berdebar-debar (-), nyeri dada (-), ampeg (-)10. Gastrointestinal : mual (-), muntah (-), diare (-), nafsu makan menurun (+), nyeri perut (-), BAB tidak ada keluhan11. Genitourinaria : BAK lancar, 3-4 kali/hari warna dan jumlah biasa

12. Neuropsikiatri : Neurologik: kejang (-), lumpuh (-)Psikiatrik

: emosi stabil, mudah marah (-)

13. Muskuloskeletal: kaku sendi (-), nyeri tangan dan kaki (-), nyeri otot (-)

14. Ekstremitas:Atas: bengkak (-), sakit (-)

Bawah: bengkak (-), sakit (-)

E. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan Umum

Tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis (GCS E4V5M6), status gizi kesan kurang.

2. Tanda Vital dan Status Gizi Tanda Vital

Nadi:128 x/menit, reguler, isi cukup, simetris

Pernafasan :36 x/menit

Suhu :36,8 oC

Tensi:100/70 mmHg

Status gizi ( Kurva NCHS ) :

BB:19 kg

TB:120 cm

TB/U x 100% = 120/134 x 100% = 89,55%( Gizi kurang

BB/U x 100% = 19/28 x100% = 67,86% ( Gizi kurang

BB/TB x 100% = 19/22 x 100% = 86,36% ( Gizi kurang

Status Gizi ( Gizi Kurang

3. Kulit

Warna:Sawo matang, ikterik (-), sianosis (-)

Kepala:Bentuk mesocephal, tidak ada luka, rambut tidak mudah dicabut, atrofi m. temporalis(-), makula (-), papula (-), nodula (-), kelainan mimik wajah/bells palsy (-)

4. Mata

Conjunctiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), pupil isokor (3mm/3mm), reflek kornea (+/+), warna kelopak (coklat kehitaman), katarak (-/-), radang/conjunctivitis/uveitis (-/-)

5. Hidung

Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), deformitas hidung (-), hiperpigmentasi (-), sadle nose (-)

6. Mulut

Bibir pucat (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), papil lidah atrofi (+), tepi lidah hiperemis (-), tremor (-)

7. Telinga

Nyeri tekan mastoid (-), sekret (-), pendengaran berkurang (-), cuping telinga dalam batas normal

8. Tenggorokan

Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-)

9. Leher

JVP (5+2) cmH2O tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran kelenjar limfe (-), lesi pada kulit (-)

10. Thoraks

Simetris, retraksi interkostal (-), retraksi subkostal (-)

-Cor:I:ictus cordis tak tampak

P:ictus cordis tak kuat angkat

P:batas kiri atas:SIC II 1 cm lateral LPSS

batas kanan atas:SIC II LPSD

batas kiri bawah:SIC V 1 cm lateral LMCS

batas kanan bawah:SIC IV LPSD

batas jantung kesan tidak melebar

A:BJ III intensitas normal, regular, bising (-)

-Pulmo:Statis (depan dan belakang)

I:pengembangan dada kanan sama dengan kiri

P:fremitus raba kiri sama dengan kanan

P:sonor/sonor

A:suara dasar vesikuler (+/+)

suara tambahan RBK (+/+), whezing (-/-)

Dinamis (depan dan belakang)

I:pergerakan dada kanan sama dengan kiri

P:fremitus raba kiri sama dengan kanan

P:sonor/sonor

A:suara dasar vesikuler (+/+)

suara tambahan RBK (+/+), whezing (-/-)

11. Abdomen

I:dinding perut sejajar dengan dinding dada, venektasi (-)

P:supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tak teraba

P:timpani seluruh lapang perut

A:peristaltik (+) normal

12. Sistem Collumna Vertebralis

I:deformitas (-), skoliosis (-), kiphosis (-), lordosis (-)

P:nyeri tekan (-)

P:NKCV (-)

13. Ektremitas:palmar eritema(-/-)

akral dinginoedem

- -- -

- -- -

14. Sistem genetalia: dalam batas normal

15. Pemeriksaan Neurologik

Fungsi Luhur:dalam batas normal

Fungsi Vegetatif:dalam batas normal

Fungsi Sensorik:dalam batas normal

Fungsi motorik:

K 5 5 T N N RF 2 2 RP - -

5 5 N N 2 2 - -

16. Pemeriksaan Psikiatrik

Penampilan:sesuai umur, perawatan diri cukup

Kesadaran:kualitatif tidak berubah; kuantitatif compos mentis

Afek:appropriate

Psikomotor:normoaktif

Proses pikir:bentuk:realistik

isi:waham (-), halusinasi (-), ilusi (-)

arus:koheren

Insight:baik

F. PEMERIKSAAN PENUNJANGPemeriksaan test Mantoux:tidak dilakukan

Pemeriksaan bakteriologis:biakan sputum/dahak tidak dilakukan

Pemeriksaan rontgen thoraks:Hillus kanan tampak menebal, corakan bronchovaskuler kasar, kesan : gambaran TBG. RESUME

Seorang anak laki-laki 9 tahun dengan keluhan utama batuk. Penderita mulai merasa sering batuk-batuk 2 bulan yang lalu, batuk ngikil dan berdahak, dahak tidak kental dan berwarna putih,terasa susah keluar. Napas terasa sesak, timbul keringat dingin malam hari tanpa aktivitas, nafsu makan menurun, kadang tersa pusing, dan berat badan dirasakan turun (dari 23 kg sebelum sakit turun menjadi 18 kg), badan terasa lemas.Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, compos mentis, status gizi kesan kurang. Tanda vital T:100/70 mmHg, N: 128 x/menit, Rr: 36 x/menit, S:36,80C, BB:19 kg, TB:120 cm, status gizi ( Gizi kurang. Dari pemeriksaan fisik didapatkan Conjuntiva anemis (+/+), lidah atrofi (+). Pada pemeriksaan penunjang radiologi gambaran TB.H. PATIENT CENTERED DIAGNOSISDiagnosis Biologis1. TB Paru Kasus Baru (dalam pengobatan fase intensif)

2. Nafsu makan kurang.

3. Status gizi yang rendah

Diagnosis Psikologis

-

Diagnosis Sosial Ekonomi dan Budaya

1. Status ekonomi kurang.2. Penyakit mengganggu aktifitas sehari-hari.3. Kondisi lingkungan dan rumah yang tidak sehat.

I. PENATALAKSANAANNon Medika mentosa

1. Bed Rest tidak total

Diharapkan agar penderita mengurangi aktivitas berat yang dapat mengurangi daya tahan tubuh penderita serta banyak istirahat.

2. Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) 1600 Kalori

Diharapkan agar penderita makan makanan yang bergizi tinggi, juga minum susu untuk meningkatkan daya tahan tubuh sehingga mempercepat kesembuhan dan berat badannya akan meningkat, yang merupakan indikator kesembuhan pasien.

3. Olah raga

Diharapkan penderita dapat menjaga kesehatan tubuhnya dengan melakukan olah raga ringan seperti jalan pagi hari di lingkungan sekitar, dan latihan pernafasan untuk mengurangi sesak.

4. Mengurangi stress tertentu

Diharapkan penderita mendapat motivasi yang adekuat dari keluarga untuk kesembuhan penderita salah satunya dengan cara lebih banyak memberikan perhatian dan meluangkan waktu untuk berbincang-bincang atau bermain dan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Medikamentosa

Oral Anti TBC (OAT) paketan untuk kategori I fase intensif dari puskesmas, dengan regimen pengobatan 2HRZ/4H3R3 yang terdiri atas : 1. Rifampicin dosis harian 10 mg/kgBB, dengan sediaan tablet 450 mg diberikan dengan dosis tunggal selama 6 bulan (fase intensif 2 bulan, fase intensif 4 bulan )

2. Isoniazid dosis harian 5 mg/kgBB, dengan sediaan tablet 300 mg diberikan dengan dosis tunggal selama 6 bulan (fase intensif 2 bulan, fase intensif 4 bulan )

3. Pirazinamid dosis harian 25 mg/kgBB, dengan sediaan tablet 500 mg diberikan dengan dosis 2 tablet/hari selama 8 bulan (pengobatan pertama 3 bulan dilanjutkan 5 bulan berikutnya)

4. Vitamin B kompleks dengan dosis 3 tablet/hari.J. FOLLOW UP

Tanggal 8 September 2005

S:Penderita merasa nafsu makan menurun (+), badan lemas ((), batuk (+) ngikil, batuk darah (-), sesak napas (+), nyeri dada (-), dan keringat malam (-).

O:KU sedang, compos mentis, gizi kurang

Tanda vital:T : 110/60 mmHgR:36 x/menit

N : 120 x/menitS:36,7 0C

Status Generalis:Mata : Conjunctiva pucat (+/+)

Mulut : Papil lidah atrofi (+/+)

Pulmo : RBK (+/+)

Status Neurologis: dalam batas normal.

Status Mentalis: dalam batas normal

A:TB paru Kasus Baru (dalam pengobatan fase intensif).P:Terapi medikamentosa berupa OAT, non medika mentosa selain itu juga dilakukan patient centered management: dukungan psikologis, penentraman hati, penjelasan, basic konseling pada keluarga dan edukasi pasien.Tanggal 9 September 2005

S:Penderita merasa nafsu makan menurun (+), badan lemas ((), batuk (+) ngikil, batuk darah (-), sesak napas (+), nyeri dada (-), dan keringat malam (-).

O:KU sedang, compos mentis, gizi kurang

Tanda vital:T : 110/60 mmHgR:36 x/menit

N : 120 x/menitS:36,5 0C

Status Generalis:Mata : Conjunctiva pucat (+/+)

Mulut : Papil lidah atrofi (+/+)

Pulmo : RBK (+/+)

Status Neurologis: dalam batas normal.

Status Mentalis: dalam batas normal

A:TB paru Kasus Baru (dalam pengobatan fase intensif).

P: Terapi medikamentosa berupa OAT, non medika mentosa selain itu juga dilakukan patient centered management: dukungan psikologis, penentraman hati, penjelasan, basic konseling pada keluarga dan edukasi pasien.Tanggal 10 September 2005

S:Penderita merasa nafsu makan menurun (+), badan lemas (-), batuk (+) batuk darah (-), sesak napas (+), nyeri dada (-), dan keringat malam (-).O:KU sedang, compos mentis, gizi kurang

Tanda vital:T : 110/70 mmHgR:32 x/menit

N : 120 x/menitS:36,5 0C

Status Generalis:Mata : Conjunctiva pucat (+/+)

Mulut : Papil lidah atrofi (+/+)

Pulmo : RBK (+/+)

Status Neurologis: dalam batas normal.

Status Mentalis: dalam batas normal

A:TB paru Kasus Baru (dalam pengobatan fase intensif).

P: Terapi medikamentosa berupa OAT, non medika mentosa selain itu juga dilakukan patient centered management: dukungan psikologis, penentraman hati, penjelasan, basic konseling pada keluarga dan edukasi pasien.

FLOW SHEET

Nama:An. RDiagnosis:TB paru Kasus Baru (dalam pengobatan fase intensif).NOT

G

LTensi

mm

HgBB

KgTB

CmStatus

GiziMantoux TestFoto

Rontgen

ThoraksMataKET

1

8/09/05110/6019120Gizi kurangTidak

dila

ku

kanGambaran TBCA

(+/+)OAT

2HRZ/4H3R3

2

9/09/05110/6019120Gizi kurangGambaran TBCA

(+/+)

3

10/09/05110/7019120Gizi kurangGambaran TBCA

(+/+)

BAB II

IDENTIFIKASI FUNGSI- FUNGSI KELUARGA

A. FUNGSI KELUARGA

1. Fungsi Biologis.

Keluarga terdiri dari penderita, ayah (Tn. Wasidi, 37 tahun), Ibu (Ny. Margiyati, 36 tahun). Penderita tinggal serumah ayah dan ibunya. Penderita ketika lahir ditolong oleh bidan, spontan, menangis kuat dengan BB lahir 3,5 kg di rumah seorang bidan desa.2. Fungsi Psikologis.

An. R tinggal serumah dengan kedua orang tuanya (Tn. Wasidi dan Ny. Margiyati). Hubungan keluarga mereka terjalin cukup akrab, terbukti dengan permasalahan-permasalahan yang dapat diatasi dengan baik dalam keluarga ini. Hubungan diantara mereka cukup dekat antara satu dengan yang lain, bahkan juga dengan keluarga besar dari ayah yang tinggal berdekatan dengan rumah penderita. Kedua orang tua penderita bekerja dari pagi dan pulang di sore harinya. Sehingga sehari-hari penderita lebih banyak menghabiskan waktunya dengan neneknya yang setiap hari datang untuk menjaganya. Namun kedua orang tua penderita tetap berusaha untuk memperhatikan kebutuhan penderita sehari-hari terutama mengenai pendidikan dan makn sehari-hari.Permasalahan yang timbul dalam keluarga dipecahkan secara musyawarah dan dicari jalan tengah, serta dibiasakan sikap saling tolong menolong baik fisik, mental, maupun jika ada salah seorang di antaranya yang menderita kesusahan. Meskipun penghasilan mereka tak berkecukupan, namun mereka tetap hidup bahagia dan memasrahkan semuanya kepada Tuhan.

3. Fungsi Sosial

Penderita adalah anak yang senang bermain dengan temen-teman sekolah dan sekitar rumahnya.Dalam masyarakat penderita dan kedua orang tua hanya sebagai anggota masyarakat biasa, tidak mempunyai kedudukan sosial tertentu dalam masyarakat. Kedua orang tua penderita kurang aktif dalam kegiatan sosial di masyarakat karena jam kerja yang menyita waktu, namun penderita tetap mengikuti kegiatan lainnya seperti gotong royong di hari minggu atau membantu hajatan tetangga. Dalam kesehariannya penderita bergaul akrab dengan masyarakat di sekitarnya seperti halnya anggota masyarakat yang lain. Kegiatan-kegiatan yang harus mengeluarkan biaya terlalu tinggi merupakan faktor penghambat lain bagi keluarga ini untuk aktif dalam kegiatan sosial, selain karena merasa kurang mampu baik dari materi maupun status sosial.

4. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan

Penghasilan keluarga berasal dari penghasilan dari ayah dan ibu yang bekerja di Pabri Batik Keris dengan total penghasilan sebesar Rp 900.000,00 perbulannya.

Penghasailan tersebut juga digunakan untuk membiayai kedua orang tua dan satu orang adik perempuan dari ayah penderita yang tidak jauh dari rumah penderita. Untuk biaya hidup sehari-hari seperti makan, minum, biaya sekolah atau iuran membayar listrik hanya mengandalkan uang yang ada dan tidak pernah menyisihkannya untuk menabung ataupun biaya-biaya mendadak (seperti biaya pengobatan dan lain-lain). Untuk kebutuhan air dengan menggunakan pompa air. Untuk memasak memakai kompor minyak atau kayu bakar. Makan sehari-hari lauk pauk, kadang daging, buah dan frekuensi makan kadang-kadang 2-3 kali. Kalau ada keluarga yang sakit biasa berobat ke puskesmas, dan penderita sudah mempunyai kartu sehat.5. Fungsi Penguasaan Masalah dan Kemampuan Beradaptasi

Penderita termasuk anak yang terbuka sehingga bila mengalami kesulitan atau masalah penderita sering bercerita kepada kedua orang tuanya terutama ibu.B. APGAR SCORE

ADAPTATIONSelama ini dalam menghadapi masalah keluarga, pasien selalu pertama kali membicarakannya kepada ibunya dan mengungkapkan apa yang diinginkannya dan menjadi keluhannya. Baik keluhan tentang penyakitnya maupun tentang sekolah. Penyakitnya ini kadang mengganggu aktivitasnya sehari-hari baik belajar di sekolah ataupun bermain dengan teman-temannya disekolah dan di rumah. Dukungan dari orang-orang orang tua, keluarga dan petugas kesehatan yang sering memberi penyuluhan kepadaya, orang tua dan nenek yang menjaganya sangat memberinya motivasi untuk sembuh dan teratur minum obat, karena penderita dan keluarga yakin penyakitnya bisa sembuh total bila ia mematuhi aturan pengobatan sampai sakitnya benar-benar sembuh dan tidak sampai terjadi putus obat agar tidak terjadi relaps atau kambuh kembali. Hal ini menumbuhkan kepatuhan penderita dalam mengkonsumsi obat.PARTNERSHIP

An. R mengerti bahwa ia adalah harapan keluarga karena merupakan anak satu-satunya. Selain itu ayah, ibu dan keluarganya meyakinkannya bahwa ia bisa sembuh kembali, komunikasi antar anggota keluarga masih berjalan dengan baik.

GROWTH

An. R sadar bahwa ia harus bersabar menghadapi penyakitnya walaupun kadang menganggunya terutama dalam hal pelajaran karena membuatnya kurang konsentrasi dan kadang tidak masuk sekolah.AFFECTION

An. R merasa hubungan kasih sayang dan interaksinya dengan ayah dan ibu cukup meskipun akhir-akhir ini ia sering menderita sakit. Bahkan perhatian yang dirasakannya bertambah. Ia menyayangi keluarganya, begitu pula sebaliknya.RESOLVEAn. R merasa cukup puas dengan kebersamaan dan waktu yang ia dapatkan dari kedua orang tuanya dan neneknya walaupun waktu yang tersedia tidak banyak karena ayah dan ibu penderita harus bekerja dan kadang harus melembur sampai malam. Karena pada hari minggu atau hari libur besar kedua orang tuanya kadang menyempatkan untuk pergi ke tempat rekreasi walaupun jarang sekali.APGAR Tn. Wasidi Terhadap KeluargaSering/selaluKadang-kadangJarang/tidak

ASaya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya bila saya menghadapi masalah(

PSaya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi masalah dengan saya(

GSaya puas dengan cara keluarga saya menerima dan mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru(

ASaya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll(

RSaya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersama-sama(

Total poin = 9 fungsi keluarga dalam keadaan baik

Tn Wasidi bekerja sebagai buruh pabrik sampai sore, kadang-kadang lembur, sehingga semakin sedikit waktu untuk bersama-sama. Ketika sampai di rumah masih harus sibuk mengurusi urusan rumah tangga, sehingga kadang sulit untuk membagi waktu untuk bersama-sama.APGAR Ny. Margiyati Terhadap KeluargaSering/selaluKadang-kadangJarang/tidak

ASaya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya bila saya menghadapi masalah(

PSaya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi masalah dengan saya(

GSaya puas dengan cara keluarga saya menerima dan mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru(

ASaya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll(

RSaya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersama-sama(

Total poin = 9, fungsi keluarga dalam keadaan baik

Ny. Margiati juga bekerja sebagai buruh pabrik di tempat yang sama dengan ayah dan bekerja sampai sore dan kadang-kadang juga mendapat jam lembur, sehingga semakin sedikit waktu untuk bersama-sama. Ketika sampai di rumah masih harus sibuk mengurusi urusan rumah tangga, sehingga kadang sulit untuk membagi waktu untuk bersama-sama.

APGAR An. Rendra Terhadap KeluargaSering/selaluKadang-kadangJarang/tidak

ASaya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya bila saya menghadapi masalah(

PSaya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi masalah dengan saya(

GSaya puas dengan cara keluarga saya menerima dan mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru(

ASaya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll(

RSaya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersama-sama(

Total poin = 9, fungsi keluarga dalam keadaan baik

Kedua orang tua sebagai buruh pabrik yang banyak menyita waktu, sehingga semakin sedikit untuk waktu mereka untuk bersama-sama.

Secara keseluruhan total poin dari APGAR keluarga An. Rendra adalah 27, sehingga rata-rata APGAR dari keluarga An. Rendra adalah 9. Hal ini menunjukkan bahwa fungsi fisiologis yang dimiliki keluarga An. Rendra dan orang tuanya dalam keadaan baik. Hubungan antar individu dalam keluarga tersebut terjalin baik.C. SCREEM

SUMBERPATHOLOGYKET

SosialInteraksi sosial yang baik antar anggota keluarga juga dengan saudara partisipasi mereka dalam masyarakat cukup meskipun banyak keterbatasan._

CulturalKepuasan atau kebanggaan terhadap budaya baik, hal ini dapat dilihat dari pergaulan sehari-hari baik dalam keluarga maupun di lingkungan, banyak tradisi budaya yang masih diikuti. Sering mengikuti acara-acara yang bersifat hajatan, sunatan, nyadran dll. Menggunakan bahasa jawa, tata krama dan kesopanan_

Religius

Agama menawarkan pengalaman spiritual yang baik untuk ketenangan individu yang tidak didapatkan dari yang lainPemahaman agama cukup. Namun penerapan ajaran agama kurang, hal ini dapat dilihat dari penderita dan orang tua hanya menjalankan sholat sesekali saja. Sebelum sakit penderita rutin belajar mengaji di sore hari di masjid dekat rumah.+

EkonomiEkonomi keluarga ini tergolong menengah ke bawah, untuk kebutuhan primer sudah bisa terpenuhi, meski belum mampu mencukupi kebutuhan sekunder rencana ekonomi tidak memadai, diperlukan skala prioritas untuk pemenuhan kebutuhan hidup+

EdukasiPendidikan anggota keluarga kurang memadai. Tingkat pendidikan dan pengetahuan orang tua masih rendah. Kemampuan untuk memperoleh dan memiliki fasilitas pendidikan seperti buku-buku, koran terbatas. +

Medical

Pelayanan kesehatan puskesmas memberikan perhatian khusus terhadap kasus penderitaTidak mampu membiayai pelayanan kesehatan yang lebih baik Dalam mencari pelayanan kesehatan keluarga ini biasanya menggunakan Puskesmas dan hal ini mudah dijangkau karena letaknya dekat. _

Keterangan :

Ekonomi (+) artinya keluarga An. Rendra masih menghadapi permasalahan dalam hal perekonomian keluarga. Hal ini dapat dilihat dari emenuhan kebutuhan sehari-hari yang pas-pasan dan belum dapat memnuhi kebutuhan sekunder dan tertiernya.

Religius (+) artinya keluarga An. Rendra juga menghadapi permasalahan di bidang agama, An. Rendra dan kedua orang tuanya tidak taat menjalankan kewajiban agama yaitu sholat 5 waktu. Hal ini akan mempengaruhi ketentraman batin karena penderita kurang dekat dengan Tuhan terutama dalam menghadapi berbagai permasalahan yang ada.

Edukasi (+) artinya keluarga An. Rendar juga menghadapi permasalahan dalam bidang pendidikan, An. Rendra menjadi sering tidak masuk sekolah sejak sakit. Sedangkan kedua orang uanya hanya tamat SMP. Hal ini akan mempengaruhi pengetahuan dan pola berpikir dari anggota keluarga Ny. Suratmi.

D. KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA

Alamat lengkap:Padangan RT 02/03, Kagokan, Gatak SukoharjoBentuk Keluarga:Nuclear Family

Diagram 1. Genogram Keluarga An. RendraDibuat tanggal 7 September 2005

Sumber : Data Primer, 7 Setember 2005

Keterangan :

Penderita

Tn. Wasidi

: Ayah Penderita

Ny. Margiyati

: Ibu PenderitaE. Informasi Pola Interaksi Keluarga

Keterangan :

: hubungan baik

: hubungan tidak baik

Hubungan antara An. Rendra, ayah dan ibunya baik dan dekat. Antara ayah dan ibunya baik. Dalam keluarga ini tidak sampai terjadi konflik atau hubungan buruk antar anggota keluarga.

F. Pertanyaan Sirkuler

1. Ketika penderita jatuh sakit apa yang harus dilakukan oleh ibu?Jawab :

Ibu merawat penderita dan menyiapkan kebutuhan penderita selama ibu pergi bekerja.2. Ketika ibu bertindak seperti itu apa yang dilakukan ayah?

Jawab :

Ayah mendukung apa yang dilakukan oleh ibu. Karena ia mempercayai urusan anak sehari-hari kepada ibu.3. Ketika ayah seperti itu apa yang dilakukan anggota keluarga yang lain?

Jawab :

Ikut mendukung dan membantu apa yang diputuskan ayah.4. Kalau butuh dirawat/operasi ijin siapa yang dibutuhkan?

Jawab :

Dibutuhkan ijin ayah, karena ia sebagai kepala keluarga. Namun sebelumya melalui musyawarah dengan anggota keluarga lainya atau mungkin juga melibatkan keluarga besarnya.

5. Siapa anggota keluarga yang terdekat dengan penderita?

Jawab :

Anggota keluarga yang dekat dengan penderita adalah ibu. Walaupun waktu yang tersedia untuk bertemu ibu tidak banyak namun penderita selalu menyampaikan keinginannya ataupun keluhannya kepada ibu.6. Selanjutnya siapa/

Jawab :

Selanjutnya adalah nenek penderita. Karena selama kedua orang tua penderita bekerja, neneknya yang tinggal tak jauh dari rumah datang menjaganya sampai kedua orang tuanya pulang.

7. Siapa yang secara emosional jauh dari penderita?

Jawab :

Ayah, karena ayah penderita termasuk orang yang pendiam dan tidak terlalu ekspresif mengungkapkan rasa sayangnya.

8. Siapa yang selalu tidak setuju dengan pasien?

Jawab :

Ayah, karena sebagian besar keputusan di dalam keluarga diambil oleh ayah.

9. Siapa yang biasanya tidak setuju dengan anggota keluarga lainnya?

Jawab :

Ayah, karena sebagian besar keputusan di dalam keluarga diambil oleh ayah.

BAB III

IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

KESEHATAN

A. Identifikasi Faktor Perilaku dan Non Perilaku Keluarga

1. Faktor Perilaku Keluarga

An. R adalah seorang anak dari pasangan Tn. W dan Ny. M. Penderita sekarang duduk di kelas 3 SD di Sekolah dasar II Kagokan. Namun sudah kurang lebih 2 minggu ini kadang penderita tidak masuk sekolah karena kesehatannya yang tidak memungkinkan. Kedua orang tua penderita dan nenek penderita yang menjaganya sehari-hari belum banyak memiliki pengetahuan tentang kesehatan khususnya tentang TBC sendiri dan pentingnya kebersihan lingkungan yang berhuubungan erat dengan penyakit penderita. Walaupun begitu mereka tetap memandang pendidikan sebagai hal penting bagi anaknya.

Menurut semua anggota keluarga ini, yang dimaksud dengan sehat adalah keadaan terbebas dari sakit, yaitu yang menghalangi aktivitas sehari-hari. Keluarga ini menyadari pentingnya kesehatan karena apabila mereka sakit, mereka menjadi tidak dapat bekerja lagi sehingga otomatis pendapatan keluarga akan berkurang dan menjadi beban anggota keluarga lainnya. Keluarga ini meyakini bahwa sakitnya disebabkan oleh kuman penyakit, bukan dari guna-guna, sihir, atau supranatural/ takhayul. Mereka tidak terlalu mempercayai mitos, apalagi menyangkut masalah penyakit, lebih mempercayakan pemeriksaan atau pengobatannya pada mantri, bidan, atau dokter di puskesmas yang terletak dekat dengan rumah.Walaupun perabot rumah tidak tertata dengan rapi namun Keluarga ini berusaha menjaga kebersihan lingkungan rumahnya misalnya dengan menyapu rumah dan halaman paling tidak sehari dua kali, pagi dan sore.

Keluarga ini tidak memiliki fasilitas jamban keluarga sehingga apabila ingin membuang hajatnya penderita dan keluarga harus ke kali dahulu. Namun untuk melakukan kegiatan mencuci dan mandi keluarga ini menggunakan air dari pompa air yang ada di rumah.

2. Faktor Non Perilaku

Dipandang dari segi ekonomi, keluarga ini termasuk keluarga menengah ke bawah. Keluarga ini memiliki dua sumber penghasilan yaitu dari ayah dan iabu yang sama-sama bekerja di Pabrik Batik Keris. Dari total semua penghasilan tersebut keluarga dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari walaupun belum semua kebutuhan dapat terpenuhi terutama kebuthan sekunder dan tertier. Rumah yang dihuni keluarga ini kurang memadai karena masih ada kekurangan dalam pemenuhan standar kesehatan. Lantai belum diubin hanya dilapisi oleh semen, pencahayaan ruangan kurang, ventilasi kurang, dan tidak memiliki fasilitas jamban keluarga. Pembuangan limbah keluarga belum memenuhi sanitasi lingkungan karena limbah keluarga tidak dialirkan melainkan hanya dibiarkan keluar dari rumah ke belakang rumah dan dibiarkan meresap, serta belum adanya got pembuangan limbah keluarga. Sampah keluarga dibuang ditempat pembuangan sampah yang ada di belakang rumah. Fasilitas kesehatan yang sering dikunjungi oleh keluarga ini jika sakit adalah Puskesmas II Gatak.II. Identifikasi Lingkungan Rumah

Gambaran Lingkungan

Keluarga ini tinggal di sebuah rumah berukuran 12x6 m2 yang berdempetan dengan rumah tetangganya dan menghadap ke Selatan. Tidak memiliki pekarangan rumah dan pagar pembatas. Terdiri dari ruang kamar tamu yang sekaligus digunakan sebagai ruang keluarga dan menonton TV, dua kamar tidur, satu kamar makan yang jarang digunakan, dapur, gudang dan kamar mandi yang tidak memilki fasilitas jamban keluarga sehingga penderita dan keluarga harus ke kali terlebih dahulu untuk membuang hajat. Terdiri dari 2 pintu keluar, yaitu 1 pintu depan dan 1 pintu belakang. Jendela ada 3 buah, dikamar tamu dan disetiap kamar tidurnya namun semuanya jarang dibuka..Di depan rumah terdapat teras yang berukuran 6x1 m2. Lantai rumah sebagian besar terbuat dari bahan semen dan pada bagian dapur dan gudang berlantaikan tanah. Ventilasi dan penerangan rumah masih kurang. Atap rumah tersusun dari genteng dan tidak ditutup langit-langit. Masing-masing kamar memiliki dipan untuk meletakan kasur. Dinding rumah terbuat dari batubata namun belum dicat. Perabotan rumah tangga minim. Sumber air untuk kebutuhan sehari-harinya keluarga ini menggunakan mesin pompa air. Secara keseluruhan kebersihan rumah masih kurang. Sehari-hari keluarga memasak menggunakan kompor minyak dan kadang menggunakan kayu bakar yang biasa disimpan di gudang dan belakang rumah. Denah Rumah:

6 M

GUDANG K. MANDI

DAPUR

U

K. TIDUR

12 M S

K. MAKAN

K. TIDUR

K. TAMU

TERAS

Keterangan :

: Jendela

: Satu Pintu

: Tembok Bata

: Pagar teras

: Papan pembatas BAB IV

DAFTAR MASALAH

1. Masalah aktif :

a. TB Paru Kasus Baru b. Kondisi ekonomi lemah

c. Pengetahuan orang tua yang kurang tentang penyakit penderitad. Resiko penularan pada anggota keluarga yang lain

2. Faktor resiko :

a. Status gizi kurang

b. Lingkungan dan tempat tinggal yang tidak sehat

DIAGRAM PERMASALAHAN PASIEN

(Menggambarkan hubungan antara timbulnya masalah kesehatan yang ada dengan faktor-faktor resiko yang ada dalam kehidupan pasien)

BAB V

PATIENT MANAGEMENT

A. PATIENT CENTERED MANAGEMENT

1. Suport Psikologis

Pasien memerlukan dukungan psikologis mengenai faktor-faktor yang dapat menimbulkan kepercayaan baik pada diri sendiri maupun kepada dokternya. Antara lain dengan cara :

a. Memberikan perhatian pada berbagai aspek masalah yang dihadapi.

b. Memberikan perhatian pada pemecahan masalah yang ada. Memantau kondisi fisik dengan teliti dan berkesinambungan.

c. Memantau kondisi fisik dengan teliti dan berkesinambungan.

d. Timbulnya kepercayaan dari pasien, sehingga timbul pula kesadaran dan kesungguhan untuk mematuhi nasihat-nasihat dari dokter.

Pendekatan Spiritual, diarahkan untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan YME, misalnya dengan rajin ibadah, berdoa dan memohon hanya kepada Tuhan YME.

Dukungan psikososial dari keluarga dan lingkungan merupakan hal yang harus dilakukan. Bila ada masalah, evaluasi psikologis dan evaluasi kondisi sosial, dapat dijadikan titik tolak program terapi psikososial.

2. Penentraman Hati

Menentramkan hati diperlukan untuk pasien dengan problem psikologis antara lain yang disebabkan oleh persepsi yang salah tentang penyakitnya, kecemasan, kekecewaan dan keterasingan yang dialami akibat penyakitnya. Menentramkan hati penderita dengan memberikan edukasi tentang penyakitnya bahwa penyakitnya tersebut bukan penyakit turunan dan dapat disembuhkan. Faktor yang paling penting untuk kesembuhannya adalah ketekunan dalam menjalani pengobatan sesuai petunjuk dokter. Selain itu juga didukung dengan makan makanan yang bergizi tinggi meskipun sederhana, istirahat yang cukup. Diharapkan pasien bisa berpikir positif, tidak berprasangka buruk terhadap penyakitnya, dan membangun semangat hidupnya sehingga bisa mendukung penyembuhan dan meningkatkan kualitas hidupnya.

3. Penjelasan, Basic Konseling dan Pendidikan Pasien

Diberikan penjelasan yang benar mengenai persepsi yang salah tentang TBC. Pasien TBC dan keluarganya perlu tahu tentang penyakit, pengobatannya, pencegahan dan penularannya. Sehingga persepsi yang salah dan merugikan bisa dihilangkan. Hal ini bisa dilakukan melalui konseling setiap kali pasien kontrol dan melalui kunjungan rumah baik oleh dokter maupun oleh petugas Yankes.

Beberapa persepsi yang harus diluruskan yaitu :

a. Penyakit TBC merupakan penyakit turunan

b. Penyakit TBC tidak dapat disembuhkan.

Maka pasien harus diberi pengertian untuk terus mengupayakan kesembuhannya melalui program pengobatan dan rehabilitasi yang dianjurkan oleh dokter. Juga harus dilakukan pendalaman terhadap berbagai masalah penderita termasuk akibat penyakitnya (TBC) terhadap hubungan dengan keluarganya, pemberian konseling jika dibutuhkan. Penderita juga diberi penjelasan tentang pentingnya menjaga diet TKTP yang benar dalam rangka mencapai berat badan ideal, pentingnya olah raga yang teratur dan sebagainya.

4. Menimbulkan rasa percaya diri dan tanggung jawab pada diri sendiriDokter perlu menimbulkan rasa percaya dan keyakinan pada diri pasien bahwa ia bisa melewati berbagai kesulitan dan penderitaannya. Selain itu juga ditanamkan rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri mengenai kepatuhan dalam jadwal kontrol, keteraturan minum obat, diet yang dianjurkan dan hal-hal yang perlu dihindari serta yang perlu dilakukan.5. Pengobatan

Medika mentosa dan non medikamentosa seperti yang tertera dalam penatalaksanaan.

6. Pencegahan dan Promosi Kesehatan

Hal yang tidak boleh terlupakan adalah pencegahan dan promosi kesehatan berupa perubahan tingkah laku (tidak meludah di sembarang tempat, menutup mulut jika batuk), lingkungan (tempat tinggal yang tidak boleh lembab dengan penggunaan ventilasi yang cukup, pemakaian genteng kaca sehingga pencahayaan cukup dan kebersihan lingkungan rumah dan luar rumah yang bersih dengan disapu 2x/hari), meningkatkan daya tahan tubuh dengan cara diet makanan bergizi dan olah raga yang teratur. Dengan demikian paradigma yang salah tentang penyakit TBC di masyarakat dapat diluruskan.

B. PREVENSI BEBAS TBC UNTUK KELUARGA LAINNYA (AYAH, IBU, DAN KELUARGA LAINNYA)

Pada prinsipnya secara umum prevensi untuk bebas TBC adalah sama dengan prevensi bebas TBC untuk penderita, namun dalam hal ini diutamakan untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Misalnya dengan cara sebagai berikut :

1. Bagi keluarga jangan terlalu dekat cukup intim dengan anggota keluarga yang lain (ayah, ibu dan kelurga lainnya), apalagi saat berbicara atau batuk, agar tidak tertular langsung kuman TB dari penderita. Saat batuk sebaiknya di tutup kain atau masker.

2. Diusahakan agar penderita tidak meludah di sembarang tempat yang mengakibatkan kuman TB dapat berterbangan dan terhirup oleh anggota keluarga yang lain.

3. Istirahat yang cukup 6-8 sehari semalam.

4. Olah raga teratur dan makan-makanan yang bergizi.

Kesemuanya ini merupakan langkah-langkah untuk meningkatkan daya tahan tubuh bagi anggota keluarga yang serumah dengan penderita agar tidak tertular infeksi TBC dari penderita.

BAB VI

TINJAUAN PUSTAKA

TUBERKULOSIS

A. LATAR BELAKANG

Insiden penyakit TBC dan mortalitasnya menurun setelah ditemukan kemoterapi, namun pada tahun-tahun terakhir penurunan itu tidak terjadi lagi, bahkan insidennya cenderung meningkat (Price SA, 1995). Menurut hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995, menunjukan angka kematian no. 1 dari seluruh golongan penyakit infeksi. Terbukti dengan setiap satu menit terdapat penderita TBC baru, setiap dua menit terdapat penderita TBC yang menularkan ke orang lain, dan setiap empat menit terdapat penderita TBC yang meninggal akibat penyakitnya. Penyakit ini masih banyak di jumpai pada masyarakat yang tingkat sosial ekonomi rendah, kepadatan tinggi dan berusia produktif (Suradi, 2001). Sampai saat ini belum ada negara yang dinyatakan sebagai bebas TBC, bahkan Indonesia sendiri sebagai penyumbang terbesar nomor tiga setelah India dan Cina (Aditama TY, 2001).

B. DEFINISI

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, akan tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (Depkes RI, 2002).

C. TB PARU PADA ANAK

Seorang anak dapat terkena infeksi TB tanpa menjadi sakit TB dimana terdapat uji tuberkulin positif tanpa ada kelainan klinis, radiologis paru dan laboratoris. Kalau daya tahan tubuh anak kurang dan basil TB yang menginfeksi virulen maka kemungkinan seorang anak yang terkena infeksi TB menjadi sakit TB lebih besar. Sampai saat ini diagnostik TB anak masih menjadi masalah karena tanda dan gejala yang tidak spesifik, populasi basil TB yang rendah pada anak dengan TB, sulitnya mendapatkan spesimen (sputum atau bilasan lambung) dan masih rendahnya nilai diagnostik tes-tes yang ada. Sedangkan usaha untuk memperbaiki atau meningkatkan tes-tes diagnostik TB belum memadai ( Safari Ahli Respirologi Anak, 2001).D. EPIDEMIOLOGI

Tahun 1999, WHO memperkirakan setiap tahun terjadi 583.000 kasus baru TB dengan kematian karena TB sekitar 140.000. Secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130 penderita baru TB paru BTA positif (Depkes RI,2002).

Dengan meningkatnya kejadian tuberkulosis (TB) di dunia, maka jumlah anak yang terinfeksi tuberculosis akan meningkat dan jimlah anak dengan penyakit tuberkulosis juga meningkat. Pada tahun 1994-1995 diperkirakan terdapat 1.300.000 kasus TB baru berumur dibawah 15 tahun. Peningkatan kejadian tuberculosis pada anak menggambarkan juga peningkatan penularan TB dewasa. TB anak merupakan 5-15% seluruh kasus TB ( Safari Ahli Respirologi Anak, 2001).

E. ETIOLOGI

Kuman penyebab penyakit TB adalah Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium bovis, Mycobacterium africanus yang menyebabkan penyakit TB pada manusia. Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan beberapa jam di tempat gelap dan lembab.(Depkes RI, 2000).

F. PENULARAN

Sumber penularan adalah penderita TB dengan BTA positif, yang dapat menularkan kepada orang yang berada di sekelilingnya, terutama kontak erat. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular (Price SA, 1995).

Penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak) pada waktu batuk atau bersin. Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar dalam beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan (Price SA, 1995).

G. GEJALA

Gejala Tuberkulosis pada anak dibagi atas :

1. Gejala Umum atau nonspesifik tuberculosis anak :a. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dalam 1 bulan dengan penangan gizi

b. Nafsu makan tidak ada (aneroxia) dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik denagn adekuat (failure to thrive).c. Demama lama dan berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria, atau infeksi saluran napas akut), dapat disertai keringat malam.d. Pembesaran kelenjar limfe superfisisalis yang tidak sakit dan biasanya multipel.

e. Batuk lama lebih dari 30 hari.

f. Diare persisteen yang tidak sembuh dengan pengobatan diare.2. Gejala spesifik sesuai organ yang terkena :a. TB kulit/skrofuloderma

b. TB tulang dan sendi

Tulang punggung Spondilitis) : gibbus

Tulang panggul (koksitis) : pincang

Tulang lutut : pincang dan atau bengkak

Tulang kaki dan tangan

Dengan gejala pembengkakan sendi, gibbus, pincang dan sulit membungkuk.

c. TB otak dan saraf Meningitis

Dengan gejala iritabel, kaku kuduk, muntah-muntah dan kesadaran menurun.

d. TB mata

Conjunctivitis Phlyctenularis Tuberkel koroid (hanya terlihat dengan funduskopi)( Safari Ahli Respirologi Anak, 2001)H. PENEMUAN PENDERITA TUBERKULOSIS

Penemuan penderita tuberkulosis dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan cara pasif dan aktif (Depkes RI 1994).

1. Penemuan secara pasif

Penemuan penderita TB secara pasif, artinya penjaringan tersangka penderita dilaksanakan pada mereka yang datang berkunjung ke unit pelayanan kesehatan. (Depkes RI 1994).

2. Penemuan secara aktif

Kegiatan ini diharapkan terus dilakukan sebagaimana yang lalu dengan catatan kegiatan active case finding lebih melibatkan peran serta kader, posyandu maupun penyuluhan kesehatan masyarakat setempat yang telah ditatar sebelumnya. Penemuan dahak penderita dilakukan oleh petugas kesehatan atau penderita tersangka dan langsung mengantarkannya ke laboratorium Puskesmas.

I. DIAGNOSIS

Tuberkulosis dikatakan sebagai the great imitator, yaitu penyakit yang banyak menyerupai penyakit-penyakit lain dari penyakit paru dan penyakit yang menimbulkan gejala-gejala umum, kelemahan atau panas. Diagnosis Tuberkulosa paru menahun dibuat atas dasar :

1. Anamnesa

Keluhan: batuk, batuk darah, sesak nafas nyeri dada dan nafas bunyi yang berlangsung lama, bukan monopoli keluhan penderita paru menahun. Keluhan tersebut dapat disebabkan oleh semua penyakit paru menahun (Asril, 1990).

2. Pemeriksaan fisik diagnostik

Gejala yang ditemukan dapat berupa suara bronchial, amforik, ronkhi basah atau penarikan jaringan atau organ seperti deviasi trachea, penarikan diafragma, mediastinum dan penyempitan ruang antar iga.

3. Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium terdiri atas :

a. Pemeriksaan dahak : merupakan material yang paling penting yang harus diperiksa pada setiap penyakit paru. Pada tuberkulosa paru, ditemukan basil tahan asam dalam dahak.

b. Pemeriksaan cairan pleura : dilakukan pada kasus-kasus yang diduga terdapat efusi pleura.

c. Pemeriksaan darah terdiri atas LED dan leukosit.: biasanya meningkat pada proses yang aktif, tetapi LED yang normal tidak mengesampingkan proses aktif. Sedangkan jumlah lekosit dapat normal atau sedikit meningkat pada proses-proses yang aktif. (Depkes, 2000).Diagnosis TB pada anak :

Pada seorang anak dengan riwayat kontak erat dengan pasien tuberkulosis perlu dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis yang lengkap dan teliti.

Uji tuberkulin cara Mantoux memakai tuberkulin PPD-RT 23 2 TU atau PPD-S (Siebert) 5 TU yang disuntikkan secara intrakutan 0.1 ml di bagian volar bagian bawah.

Pembacaan dilakukan setelah 48-72 jam setelah penyuntikkan, diukur diameter indurasi yang terjadi dan dinyatakan dalam milimeter. Diameter indurasi 10 mm ke atas dinyatakan positif. Pada anak yang telah mendapatkan BCG diameter indurasu 15 mm ke atas baru dinyatakan positif, sedangkan pada anak kontak erat dengan penderita tuberkulosis aktif diameter indurasi 5 mm ke atas harus dinyatakan positif. Pada anak tanpa resiko tetapi tinggal di daerah dimana prevalensi tuberkulosis meningkat, uji Mantoux perlu dilakukan pada umur 1 tahun, 4-5 tahun, 11-16 tahun. Tetapi di daerah dengan resiko tinggi uji Mantoux harus dilkukan tiap tahun.

Uji Mantoux negatif belum tentu tidak ada atau infeksi tuberkulosis. Konversi uji Mantoux dari negatif menjadi positif terjadi 3-8 minggu setelah infeksi tuberkulosis. Uji Mantoux negatif tidak selalu tidak ada infeksi tuberkulosis dan sebaliknya kalau positif tidak selalu ada infeksi tuberkulosi (Safari Ahli Respirologi Anak, 2001).

Diaganosa kerja TB biasanya di buat berdasarkan gambaran klinis, uji tuberkulin dan gambaran radilogis paru. Diagnosa pasti kalau ditemukan basil tuberkulosis pada pemeriksaan mikrobiologis. Tetapi tidak selalu mudah membuat diagnosa kerja TB pada anak.

Mengingat gambaran klinis dan radiologis pada anak tidak selalu spesifik, pemeriksaan bakteriologis hasilnya lama dan sedikit yang positif karena sulitnya pengambilan spesimen dan pemeriksaan serologis masih memerlukan evaluasi lebih lanjut untuk pemakaian klinis praktis, maka ada berbagai usaha untuk diagnosis TB anak. Stegan dan kawan-kawan membuat sistem nilai atau angka diagnosis tuberkulosis. Tiap penilaian diberi nilai ( Stegen at. al, 1969).Tabel 3. Sistem nilai diagnosis TB anakPenemuanNilai

BTA positif/biakan M.tb positif+3

Granuloma TB (PA)+3

Uji Tuberkulin10 mm atau lebih+3

Gambaran Rontgen sugestif TB+2

Pemeriksaan fisis sugestif TB+2

Uji Tuberkulin 5-9 mm+2

Konversi uji Tuberkulin dari (-) menjadi (+)+2

Gambaran rontgen tidak spesifik+1

Pemeriksaan fisis sesuai TB+1

Riwayat kontak dengan TB+1

Granuloma non spesifik+1

Umur kurang dari 2 tahun+1

BCG dalam 2 tahun terakhir+1

Jumlah nilai : 1-2 sangat tidak mungkin TB

3-4 Mungkin TB, perlu pemeriksaan lebih lanjut

5-6 sangat mungkin TB

7 praktis TB

J. PENGOBATAN

Biasanya cara pengobatan tuberkulosis pada anak merupakan ekstrapolasi dari penelitian pada orang dewasa. Karena kemungkinan komplikasi tuberkulosis pada anak sangat luas, maka lebih baik terlalu cepat mengobati dari pada terlalu terlambat mengobati. Maka setelah diperiksa seteliti dan selengkap mungkin dan di curigai kemungkinan besar tuberkulosis sebaiknya langsung diobati.Kalau 2 bulan terlihat perbaikan nyata, maka diagnosis tuberkulosis lebih pasti maka obat dapat diteruskan. Kalau 2 bulan tidak ada perbaikan nyata mungkin bukan tuberkulosis atau ada resistensi terhadap obat sehingga perlu pemeriksaan yang teliti. Regimen pengobatan tuberkulosis saat ini memerlukan waktu 6 bulan atau lebih lama karena basil fase laten atau lambat sulit dibunuh. Regimen dasar pengobatan tuberkulosis adalah kombinasi Isoniazid dan Rimfampisin selama 6 bulan dengan Pirazinamid pada 2 bulan pertama. Pada tuberkulosis berat atau dengan resiko resistensi maka diberi juga Ethambutol pada permulaan pengobatan. Jadi pada 2 bulan pertama diberikan Isoniazid, Rifampisisn dan Pirazinamid, kemudian dilanjutakan dengan Isoniazid dan Rimfapisin saja selam 4 bulan lagi. Pada tuberkulosis berat pada 2 bulan pertama diberikan 4-5 obat anti tuberkulosis selanjutnya Isoniazid saja selama 4-6 bulan lagi sesuai dengan perkembangan kilnisnya (Safari Respirologi Anak, 2001).Tabel 4. Obat anti tuberkulosis yang biasanya dipakai pada anak dan dosisnyaNama obatDosis harian

(mg/Kg BB/hari)Dosis 2xSeminggu

(mg/Kg BB/hari)Dosis 3xSeminggu

(mg/Kg BB/hari)Efek samping

Isoniazid5 - 15(300 mg)15 - 40(900 mg)15 - 40(900 mg)Hepatitis, neuritis perifer, hipersensitifitas

Rifampisin10 - 20(600 mg)10 - 20((600 mg)10 20(600 mg)Gastrointestinal, reaksi kulit,hepatitis, trombositopeni, ensim hepar, cairan tubuh berwarna oranye

Pirazinamid15 40(2 g)50 -70(4 g)50 70(3 g)Toksisitas hepar, atralgia, gastrointestinal

Ethambutol15 25(2,5 g)50(2,5 g)50(2,5 g)Neuritis optik, ketajaman mata berkurang, buta warna merah hijau, hipersensitivitas, gastrointestinal

Streptomisin15 40(1 g)25 40(1,5 g)25 40(1,5 g)Ototoksik, nefrotoksik

Kortikosteroid diberikan pada tuberkulosis susunan syaraf pusat terutama meningitis, perikarditis, tuberkulosis milier, dan efusi pleura. Prednison biasanya diberikan dengan dosis 1-2 mg/kg BB/hari selama 2-4 minggu kemudian diturunkan secara pelan-pelan (tapering off) sampai 2-6 minggu lagi.ALUR DETEKSI DINI DAN RUJUKAN TB ANAK

HUBUNGAN KONDISI PERUMAHAN DENGAN PENULARAN TB PARU

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa keadaan kesehatan lingkungan di Indonesia relatif masih kurang baik (Anwar M,1996). Misal dalam hal penyediaan air bersih separoh dari penduduk masih menggunakan air sumur gali, dalam pembuangan kotoran hanya 44,3 % yang memiliki jamban sendiri, dimana 65,2% dari jumlah tersebut tidak dilengkapi dengan tangki septik. Pemukiman penduduk juga masih terdapat 39,5% yang menggunakan lantai tanah (BKKBN,1993). Sehingga penyakit yang berhubungan erat dengan keadaan lingkungan yang jelek seperti TB Paru, ISPA, dan diare masih tinggi. Padahal untuk penyakit TB Paru sendiri merupakan penyebab utama kematian pada kelompok usia produktif (Depkes RI, 2002). Mengingat penyakit TB Paru menjadi masalah kesehatan masyarakat Indonesia dan belum dilaksanakan pemberantasannya secara menyeluruh, maka diperlukan upaya swasembada masyarakat yang dapat mendukung pemberantasan TB Paru. Peran serta masyarakat yang dapat mendukung pemberantasan TB Paru antara lain : peningkatan kesehatan lingkungan pemukiman, memperhatikan aspek sosial budaya, dan perilaku hidup sehat yang berkaitan dengan penularan penyakit TB Paru (Kusnindar,1993). Seorang penderita TB Paru yang telah berobat ke Puskesmas, diperkirakan masih dapat menularkan kepada anggota keluarga sebanyak dua orang (33,3% penghuni) Bila dalam rumah terdapat seorang balita, kemungkinan ditulari penyakit TB Paru sebesar 90,2% (Kusnindar,1993). Mengingat sasaran yang dicapai program pemberantasan masih belum memadai maka upaya swasembada masyarakat dalam perbaikan perumahan sangat besar untuk dapat pencegah penularan penyakit TB Paru.

Rumah yang sehat harus memenuhi 4 hal pokok yaitu :

1. Memenuhi kebutuhan fisiologis (pencahayaan, perhawaan, ruang gerak yang cukup, terhindar dari kebisingan yang menggangu tidur). Penyediaan air bersih dan pembuangan air limbah serta sampah diatur dengan baik agar tidak menimbulkan pencemaran. Lantai dan dinding tidak dibiarkan lembab. Tidak terpengaruh oleh pencmaran seperti bau, rembesan air kotor, udara kotor.

2. Memenuhi kebutuhan psikologis (privasi yang cukup, komunikasi yang cukup antar anggota keluarga). Agar keluarga dapat tinggal dengan nyaman dan dapat melakukan kegiatan dengan mudah. Untuk itu diperlukan ruang yang mencukupi. Ukuran ruangan sesuai dengan kegiatan penghuni didalamnya. Penataan ruang harus baik, penghijauan halaman diatur sesaui dengan kebutuhan.

3. Memenuhi persyaratan pencegahan penyakit antar anggota keluarga atau penghuni rumah (meliputi penyediaan air minum, pengelolaan tinja dan limbah rumah tangga, bebas vektor penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang tidak berlebihan, cukup sinar matahari pagi, terlindungnya makanan dan minuman dari pencemaran).

4. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang timbul karena keadaan luar dan dalam rumah (seperti persyaratan garis sempadan jalan, konstruksi yang tidak mudah roboh dan terbakar, juga tidak cenderung membuat penghuninya jatuh dan tergelincir). (Sulistyawati, 1999)

Penularan penyakit TB paru sangat dipengaruhi oleh kepadatan hunian, kualitas udara yang terkait dengan sistem perhawaan dan pencahayaan, perilaku dan hygene perorangan, masuknya sinar matahari pagi (Soewasti,2000 ).

Mengingat sebagian besar penduduk Indonesia termasuk golongan ekonomi menengah kebawah yang kurang mampu membuat atau membeli rumah yang memenuhi syarat kesehatan maka penularan penyakit pernafasan (TB paru) akan sangat mudah terjadi.

Dari penelitian didapatkan faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit TB Paru pada balita terdiri atas 5 parameter lingkungan yaitu : jenis lantai, jenis dinding, jenis atap, kepadatan hunian, dan jenis bahan bakar yang dipakai, Besarnya resiko dari masing-masing parameter sekitar 20%. Jika faktor lingkungan dimasukkan bersama-sama faktor sosial (umur ibu, tempat ibu bekerja, kegiatan sosial ibu, media informasi yang ada, pendidikan ibu dan kepala keluarga) semuanya akan memberikan resiko yang bermakna (Agustina, 1996)

Status sosial dan lingkungan berpengaruh terhadap kejadian TB paru (Trastenojo 1984). Lebih lanjut dikatakan bahwa prevalensi TB Paru di lingkungan keluarga penderita TB paru jauh lebih besar dibandingkan prevalensi TB paru dalam masyarakat umum yaitu 47,6% berbanding dengan 0,42% hal ini jelas karena seperti telah dikatakan di atas bahwa seorang penderita TB Paru yang telah berobat ke puskesmas masih dapat menularkan kepada 33,3% dai seluruh keluarga yang tinggal serumah (Kusnindar, 1993). Kusnindar juga membuktikan bahwa banyaknya penderita dalam rumah tergantung dari intensitas cahaya di kamar tidur penderita dan ruang tamu serta luas jendela dan lubang perhawaan. Dari data didapatkan bahwa luas genteng kaca tidak mempengaruhi penularan dalam rumah yang penting adalah peletakan jendela kaca yang seharusnya diutamakan di kamar tidur penderita dan ruang tamu (Kusnindar, 1993).

Hal yang mempermudah penularan TB paru adalah kebiasaan tidur penderita bersama-sama dengan istri atau suami, anak-anak dan anggota keluarga yang lain (Suharjo dkk, 1993).

Dari hasil-hasil penelitian tersebut dapat diambil kesimpulan beberapa parameter yang dapat mempengaruhi penularan TB paru.

1. Kepadatan hunian

2. Pencahayaan terutama dari sinar matahari

3. Perhawaan (ventilasi)

4. Jenis lantai

5. Jenis dinding

6. Jenis bahan bakar yang digunakan dalam rumah tangga

Kepadatan hunian

Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh rumah biasa dinyatakan m2/orang. Untuk rumah sederhana minimum 10 m2/orang jadi untuk 1 keluarga yang terdiri 3 orang minimum 30 m2. untuk kamar tidur diperlukan luas lantai 3 m2/orang dan untuk mencegah penularan penyakit pernapasan jarak antara tepi tempat tidur yang satu dengan yang lain minimum 90 cm. Sebaiknya jangan digunakan tempat tidur bertingkat karena hal ini dapat mempermudah penularan penyakit pernapasan. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni lebih dari 2 orang apabila ada anggota keluarga yang menderita penyakit pernapasan sebaiknya tidak tidur sekamar dengan anggota keluarga yang lain. Untuk menjamin volume udara yang cukup sebaiknya tinggi langit-langit minimal 2,75 m (Soewasti,2000).

Pencahayaan

Untuk memperoleh pencahayaan yang cukup pada siang hari diperlukan luas jendela kaca minimum 20% dari luas lantai. Kamar tidur sebaiknya di sebelah timur agar sinar ultraviolet pada sinar matahari pagi dapat masuk. Atau dapat pula dipasang genteng kaca. Karena menurut Robert Koch semua jenis cahaya dapat mematikan kuman hanya berbeda satu sam a lain dari segi lamanya proses mematikan kuman. Agar masuknya cahay matahari tidak terhalang sesuatu di luar rumah maka jarak rumah yang satu dengan yang lain minimal sama dengan tingginya rumah (Soewasti,2000).

Perhawaan (ventilasi)

Pergantian udara yang lancar memerlukan minimum luas lubang ventilasi 5% dari luas lantai, dan jika ditambah dengan luas lubang yang dapat memasukkan udara lainnya (celah pintu/jendela, lubang anyaman bambu dan sebagainya) menjadi berjumlah 10% daari luas lantai. Jangan mengandalkan masuknya udara dari jendela atap bersusun karena udara yang lebih atas suhunya lebih tinggi.

Jenis lantai

Lantai tanah jelas tidak baik dari segi kebersihan udara dalam rumah. Jadi paling sedikit lantai diplester atau lebih baik lagi bila dilapisi ubin agar mudah dibersihkan (Soewasti,2000).

Jenis dinding

Dinding anyaman bambu dan papan atau kayu masih dapat ditembus udara jadi masih dapat memperbaiki ventilasi tetapi sulit untuk dapat menjamin kebersihannya dari debu yang menempel padanya.

Apabila terdapat penghuni yang menderita sakit pernapasan maka kuman mungkin juga ada dalam debu yang menempel pada dinding sehingga rumah sebaiknya memakai dinding permanen dari bahan yang mudah dibersihkan (Soewasti, 2000).

Jenis bahan bakar

Di pedesaan sering dijumpai rumah yang menggunakan kayu sebagai bahan bakar. Jika ventilasi tidak baik asap akan memenuhi ruangan, asap akan memperparah penderita sakit pernapasan lebih-lebih pada bayi, balita dan orangtua. Sedapat mungkin digunakan bahan bakar yang tidak menimbulkan pencemaran udara indoor atau yang sisa pembakarannya dapat disalurkan ke luar rumah (Soewasti,2000).

Kebiasaan dan perilaku penghuni

1. Harus rajin membersihkan rumah

2. Tidak boleh meludah, bersin, batuk sembarangan atau jika bersin, batuk harus ditutup.

3. Rajin menjemur bantal, guling dan kasur.

4. Tidak tidur bersama penderita.

5. Hygiene perseorangan harus dijaga.

6. Pagi hari bukalah jendela agar sinar matahari pagi dapat masuk terutama ke kamar tidur.

7. Sedapat mungkin tidak memakai tempat tidur bertingkat.

BAB VIIPENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Segi Biologis :

An. R (9 tahun), menderita penyakit TB Paru Kasus baru ( (dalam pengobatan fase intensif) Status gizi An. R berdasarkan NCHS termasuk dalam kategori Gizi kurang Rumah dan lingkungan sekitar keluarga An. R tidak sehat.

2. Segi Psikologis :

Hubungan antara anggota keluarga dan anggota masyarakat yang terjalin cukup akrab, harmonis, dan hangat

Pengetahuan akan TB Paru yang masih kurang yang berhubungan dengan tingkat pendidikan yang masih rendah

Tingkat kepatuhan dalam mengkonsumsi obat yang baik, mendukung untuk penyembuhan penyakit tersebut

3. Segi Sosial :

Problem ekonomi menjadi kendala utama dalam keluarga ini yang berpengaruh pada ketidakmampuan mendapatkan pelayanan dan informasi tentang kesehatan keluarga juga untuk dapat mempunyai fasilitas sanitasi, rumah yang sesuai dengan standart kesehatan

4. Segi fisik :

Rumah dan lingkungan sekitar keluarga An. R tidak sehat.

B. SARAN

1. Untuk masalah medis (TB Paru) dilakukan langkah-langkah :

Preventif : penderita jangan meludah di sembarang tempat, menutup mulut dengan kain atau masker terutama saat batuk. Harus rajin membersihkan rumah. Rajin menjemur bantal, guling dan kasur. Menjaga Hygiene dan sanitasi. Membuka jendela pagi hari agar sinar matahari pagi dapat masuk terutama ke kamar tidur. Sedapat mungkin tidak memakai tempat tidur bertingkat. Diharapkan menggunakan genteng kaca, membersihkan rumah, menguras bak mandi, membuat jamban keluarga, membangun tempat pembuangan sampah dan saluran air, menata barang-barang agar tidak menjadi sarang kuman dan nyamuk.

Promotif : edukasi penderita dan keluarga mengenai TB Paru dan pengobatannya oleh petugas kesehatan atau dokter yang menangani.

Kuratif : saat ini penderita memasuki pengobatan fase intensif, sehingga diberikan pengobatan berupa, Rifampisin 200 mg, INH 100 mg, Pirazinamid 500 mg. Rehabilitatif : mengembalikan kepercayaan diri An. R sehingga tetap memiliki semangat untuk sembuh dan dapat bersekolah lagi.2. Untuk masalah status gizi yang masuk kategori Gizi kurang, dilakukan .langkah-langkah ;

Promotif : edukasi penderita dan kedua oaring tua penderita mengenai pola makan yang memenuhi gizi yang seimbang dan diberi pengarahan agar dalam menyiapkan makanan sehari-hari selalu memperhatikan masalah gizi makanannya, diusahakan yang sederhana tetapi mengandung gizi yang cukup.

Kuratif : mengkonsumsi makanan yang mengandung banyak kalori dan protein untuk menjaga daya tahan tubuh. Konsumsi protein yang mencukupi, seperti dari tempe, tahu dan daging-dagingan atau ikan.

3. Untuk masalah lingkungan tempat tinggal dan rumah yang tidak sehat dilakukan langkah-langkah :

Promotif : edukasi penderita dan anggota keluarga untuk membuka jendela tiap pagi, penggunaan genteng kaca, dan menjaga kebersihan rumah dan lingkungan rumah. Lantai hendaknya diplester atau diganti dengan ubin agar mudah dibersihkan..

4. Untuk masalah problem ekonomi, dilakukan langkah-langkah :

Rehabilitatif : Pemerintah hendaknya berupaya pemberian kesempatan memperoleh pendapatan yang layak, dan membantu memperkuat kemampuan wanita untuk membina keluarganya, sehingga diharapkan pada masa yang akan datang dapat terlepas dari kemiskinan. Karena dengan peningkatan pendapatan memungkinkan untuk dapat membeli makanan yang lebih baik, kondisi pemukiman yang lebih sehat, dan pemeliharaan kesehatan yang lebih baik.

5. Untuk masalah persepsi mengenai penyakit TB, dilakukan langkah-langkah:

Promotif: Memberikan pengertian kepada penderita dan anggota keluarga mengenai penyakit TB bahwa penyakit TB bukan penyakit keturunan dan merupakan penyakit yang dapat disembuhkan.

DAFTAR PUSTAKA

Aditama TY., (1997). Tuberculosis DiagnosaTerapi dan Permasalahannya dalam : Journal Respirologi Indonesia, hal : 1-14.

Aditama TY, (2001). DOT dan DOTS Plus dalam : Temu Ilmiah Respirologi 2001, hal : 1020.

Agustina , (1996). " Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Penyakit TB Paru Pada Balita" , Buletin Penelitian Kesehatan, Vol. 24, Jakarta, hal 2-3Amin M. dkk, (1989). Tuberkulosis Paru dalam : Pengantar Ilmu Penyakit Paru, Airlangga University Press, Surabaya, hal : 1325.

Anwar M, (1996). "Kesehatan Lingkungan Dan Kemiskinan" dalam : Media Litbangkes, Vol : VI No.03, hal : 2-12

Asril, (1990). Tuberkulosis Paru dalam : Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Balai Penerbit FK UI, Jakarta, hal : 7256.

BKKBN, (1993). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia, BKKBN, Jakarta

Djaeni S., (1990). Ilmu Gizi dalam Pandangan Islam , Penerbit PT. Dian Rakyat, Jakarta, hal :50-5.

DepKes RI, (2000). Pedoman Nasional dan Penatalaksanaan Tuberkulosa Paru, DepKes RI, Jakarta.

DepKes RI, (2002). Pedoman Nasional dan Penatalaksanaan Tuberkulosa Paru, DepKes RI, Jakarta.

Kusnindar, (1993). Pengaruh Pencahayaan dan perhawaan terhadap Penularan Penyakit Tuberkulosis Paru. Cermin Dunia Kedokteran, No. 84, Jakarta, hal : 34-38

PDPI, (1998). Pedoman dan Penatalaksanaan Tuberkulosa Paru, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Jakarta, hal : 1036.

Price SA, (1995). Tuberkulosis Paru-Paru" dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, hal : 753-66.

Safari Respirologi Anak, (2001).Tata Laksana Mutakhir Penyakit Respiratorik Pada Anak , UKK Pulmonologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia, Solo.

Soewasti, (2000). " Hubungan Kondisi Perumahan dengan Penularan Penyakit TB Paru ", Media Litbang Kesehatan, Vol.X No.2,hal : 27-31

Suhardjo, (1993). "Pengaruh Sikap dan Perilaku Penderita dalam Penularan TB Paru di Lingkungan Keluarga", Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia, Tahun XXI, No : 3. Jakarta

Sulistyawati, (1999). " Pengembangan kriteria Rumah Sehat Ditinjau dari Konsep Sehat-Sakit Rumah Tinggal Tradisional Bali ", Majalah Kedokteran Udayana, Vol.30 No.103, hal : 9-20

Suradi, (2001). Diagnosis dan Penatalaksanaan TB Paru dalam : Temu Ilimiah Respirologi 2001, hal : 1015.

Stegen G, at. al.,(1969) Criteria for Guidence in The Diagnosis of Tuberculosis Pediatric, 43:260-263.

Trastenojo, MS. (1984). " Penyakit Infeksi Saluran Nafas Akut pada Anak", dalam Kumpulan Pembahasan Makalah Pada Lokakarya Nasional Ke I Penanggulangan Infeksi Saluran Pernnapasan Akut. Cipanas. 1984

- Tn Wasidi

- 37 tahun

-

- buruh

- etnis Jawa

- Ny. Margiyati,

- 36 th

-

- buruh

- etnis Jawa

- Rendra P. Adji

- 9 th

--

- siswa SD

- etnis Jawa

An. Rendra Prasetya Adji, 9 th

Tn. Wasidi, 37 th

Ny. Margiyati, 36 th

Dianggap TB

Bila 3 positif

Hal-hal yang mencurigakan TB :

Mempunyai sejarah kontak erat dengan penderita TB dengan BTA (+)

Tes uji tuberkulin yang positif (> 10 mm)

Gambaran foto rongent sugestif TB

Terdapat reaksi kemerahan yang cepat (dalam 3-7 hari) setelah imunisasi dengan BCG

Batuk-batuk lebih dari 3 hari

Sakit dan demam lama atau berulang, tanpa sebab yang jelas

Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan kurang baik yang tidak naik alam 1 bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi (failure to thrive)

Gejala-gejala klinis spesifik (pada kelenjar limfe, otak tulang dll)

1.Lingkungan dan rumah yang tidak sehat sehatang memadai

2. Kondisi ekonomi lemah

8.Tingkat pendidikan orang tua masih rendah

7. Persepsi orang tua dan nenek yang salah ttg penyakitnya

.3. Prevensi untuk anggota keluarga lainnya

An. Rendra,

9 th

4. P H B S

5. Underweight

Beri obat OAT

Observasi

2 bulan

Membaik

Memburuk/tetap

Membaik

OAT

Bukan TB

TB kebal obat

Rujuk ke RS

Rumah sakit :

Gejala Klinis

Uji Tuberkulin

Foto Rongent

Pemeriksaan mikrobiologi dan serologi

Pemeriksaan Patologi Anatomi

Prosedur dan tatalaksana yang sesuai dengan prosedur Rumah sakit bersangkutan.

PAGE 48