fixhy

6
ABSTRAK Tujuan : untuk mengamati perubahan morfologi kelenjar meibom pada pasien dengan kontak lensa terkait konjungtivitis alergi (CLAC) dan untuk menilai hubungan antara perubahan morfologi kelopak mata dan parameter tear film. Metode : Subyek dibagi ke dalam 4 kelompok, 64 yang memakai CL dengan CLAC (32 laki-laki dan 32 perempuan, usia 31,1 ± 9,4 tahun), 77 yang memakai CL tanpa CLAC (31 laki-laki dan 46 perempuan; 32,5 berusia ± 8.1 tahun), 55 pasien dengan AC (29 laki-laki dan 26 perempuan; 32.3 ± 15.0 tahun), 47 subjek sehat (22 pria dan 25 wanita; 32,8 ± 9,5 tahun). Pemeriksaan yang dilakukan adalah sebagai berikut Slit-lamp baik sebelum dan sesudah fluorescein, pengukuran tear film breakup time (BUT), meibography, produksi air mata dengan Schirmer test, tingkat ekspresi meibum. Hasil : rata-rata distorsi kelenjar meibom secara sinifikan lebih tinggi pada kelompok pemakai CL dengan CLAC dari pada kelompok pemakai CL tanpa CLAC (P < 0,0001) ; pada kelompok non pemakai CL dibandingkan dengan kelompok sehat (P < 0,0001). Tidak ada perbedaan yang signifikan untuk distorsi kelenjar meibom pada kelompok non CLdengan AC dibandingkan dengan kelompok CL dengan CLAC (p = 0,27). Rata-rata kelenjar meibom berkorelasi positif dengan meiboscore pada kelompok CL dengan CLAC dan meiboscore pada kelompok CL tanpa CLAC

Upload: arianrizkiamalia

Post on 15-Apr-2016

221 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

jjk

TRANSCRIPT

ABSTRAKTujuan : untuk mengamati perubahan morfologi kelenjar meibom pada pasien dengan kontak

lensa terkait konjungtivitis alergi (CLAC) dan untuk menilai hubungan antara perubahan

morfologi kelopak mata dan parameter tear film.

Metode : Subyek dibagi ke dalam 4 kelompok, 64 yang memakai CL dengan CLAC (32 laki-

laki dan 32 perempuan, usia 31,1 ± 9,4 tahun), 77 yang memakai CL tanpa CLAC (31 laki-laki

dan 46 perempuan; 32,5 berusia ± 8.1 tahun), 55 pasien dengan AC (29 laki-laki dan 26

perempuan; 32.3 ± 15.0 tahun), 47 subjek sehat (22 pria dan 25 wanita; 32,8 ± 9,5 tahun).

Pemeriksaan yang dilakukan adalah sebagai berikut Slit-lamp baik sebelum dan sesudah

fluorescein, pengukuran tear film breakup time (BUT), meibography, produksi air mata dengan

Schirmer test, tingkat ekspresi meibum.

Hasil : rata-rata distorsi kelenjar meibom secara sinifikan lebih tinggi pada kelompok pemakai

CL dengan CLAC dari pada kelompok pemakai CL tanpa CLAC (P < 0,0001) ; pada kelompok

non pemakai CL dibandingkan dengan kelompok sehat (P < 0,0001). Tidak ada perbedaan yang

signifikan untuk distorsi kelenjar meibom pada kelompok non CLdengan AC dibandingkan

dengan kelompok CL dengan CLAC (p = 0,27). Rata-rata kelenjar meibom berkorelasi positif

dengan meiboscore pada kelompok CL dengan CLAC dan meiboscore pada kelompok CL tanpa

CLAC

Kesimpulan : CLAC dikaitkan dengan peningkatan distorsi kelenjar meibom. Reaksi alergi pada

kelompok CL berpengaruh untuk peningkatan distorsi kelenjar meibom pada pasien dengan

CLAC.

LATAR BELAKANG

Contact Lens-related allergic (CLAC) adalah penyebab umum dari ketidaknyamanan ocular pada

pemakai lensa kontak, yang kadang-kadang menyebabkan intoleransi lensa kontak (CL).

Peradangan CLAC menyebabkan berbagai reaksi dan gejala, seperti pembentukan papiler,

hyperemia konjungtiva, lendir, dan gatal.

CLAC yang berat dapat menyebaban pembentukan konjungtivitis papiler raksasa (GPC) yang

dilaporkan terkait dengan penurunan fungsi kelenjar meibom. Penelitian lain melaporkan bahwa

pengguna CL dengan GPC lebih signifikan terjadinya kelainan pada kelenjar meibom dan

viskositasnya lebih tinggi dari non GPC.

Konjungtivitis alergi (AC) tanpa CL terkait dengan ketidakstabilan air mata dan mata kering.

Karena jaringan konjungtiva terletak berdekatan dengankelenjar meibom, CLAC juga dapat

mempengaruhi kelenjar meibom, sehingga menyebabkan ketidakstabilan air mata.

TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengamati perubahan morfologi kelenjar meibom pada

pasien dengan CLAC dengan menggunakan meibography non contact dan untuk menilai

hubungan antara perubahan morfologi, morfologi kelopak mata dan parameter tear film.

METODOLOGI

(ini tambahin sebelum subjek sama word dimas yg ttg metodologi (t test, u

test and ANOVA itu yaa))

……………METODE………………………………………………………………….?????????

Subyek terdiri dari empat kelompok:

1. 64 yang memakai CLdengan CLAC (32 laki-laki dan 32 perempuan, usia 31,1 ± 9,4 tahun),

2. 77 yang memakai CL tanpa CLAC (31 laki-laki dan 46 perempuan; 32,5 berusia ± 8.1

tahun),

3. 55 pasien dengan AC (29 laki-laki dan 26 perempuan; 32.3 ± 15.0 tahun),

4. 47 subjek sehat (22 pria dan 25 wanita; 32,8 ± 9,5 tahun).

AC didiagnosis pada kelompok non CL dan pemakai CL berdasarkan keluhan rasa gatal dan

pembentukan papiler di konjungtiva.

Kriteria eksklusi untuk AC dan kelompok kontrol termasuk blepharitis, kelainan kelopak mata

atau gangguan permukaan mata, memakai CL pada kelompok sehat, menggunakan tetes mata

terus menerus, riwayat operasi dan penyakit sistemik atau mata yang bisa mengganggu

produksi film air mata atau fungsinya. Data digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari mata

kanan masing-masing subjek. Ketika mata kanan dikeluarkan dari penelitian, data dari mata kiri

yang digunakan. Informed consent tertulis diperoleh dari semua sebelum pemeriksaan. Ketika

subyek lebih muda dari 20 tahun, izin tertulis diperoleh dari orang tua mereka. Penelitian ini

telah disetujui oleh Dewan Institusi Klinik Itoh dan Deklarasi Helsinki.

PEMERIKSAAN

Setelah CL dilepaskan, dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan slit lamp pada kornea dan

konjungtiva sebelum dan sesudah dilakukan pemeriksaan flourescein, kemudian dilakukan

pemeriksaan BUT (Break Up Time), meibography, produksi air mata dengan menggunakan test

Schirmer, dan tingkat ekspresi meibum Keratopathy punctata superficial di kornea diberi skor

dari 0 sampai 3. BUT dilakukan sebanyak 3 kali setelah test flourescein dan nilai mediannya

yang digunakan. Pada test meibography, kelopak mata atas dan bawah dieversi dan dilihat

kelenjar meibomnya. Hilangnyasebagian atau seluruhnya dari kelenjar meibom diskor

menggunakan nilai berikut (meiboscore) untuk setiap kelopak mata, grade 0: tanpa kehilangan

kelenjar meibom, grade 1: area hilangnya <1/3 dari total daerah kelenjar meibom, grade 2: area

yang hilang antara1/3 dan 2/3 dari total kelenjar meibom, grade 3: kehilangan>2/3 dari total area.

Distorsi ditentukan dengan meibography ketika distorsi >45° di satu kelenjar meibom di kelopak

mata atas atau bawah. Distorsi Kelenjar meibom (MG) dinilai untuk kelopak mata atas antara 0-

2; grade 0: tidak ada distorsi kelenjar meibom; grade 1: 1-4 kelenjar meibom dengan distorsi;

grade 2: lebih dari lima MGs dengan distorsi (Gbr. 1).

Produksi air mata dievaluasi dengan uji Schirmer tanpa menerapkan anestesi topikal. Tingkat

sekresi meibom (meibum) dievaluasi secara semikuantitatif sebagai berikut: grade 0, tidak ada

tekanan; grade1, cloudy meibum dengan tekanan ringan; kelas 2, cloudy meibum dengan tekanan

sedang; dan grade 3, meibum yang tidak dapat dinyatakan bahkan dengan tekanan keras.