fix

26
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gagal ginjal kronik merupakan masalah medik, sosial dan ekonomik yang sangat besar bagi pasien dan keluarganya, khususnya di negara-negara yang sedang berkembang yang memiliki sumber-sumber terbatas untuk membiayai pasien dengan gagal ginjal terminal. Sebagian besar Negara - negara yang sedang berkembang ini jarang memiliki registrasi nasional untuk penyakit ginjal. Dengan demikian insidensi dan prevalensi penyakit ginjal kronik (PGK) serta bebannya terhadap sistem pelayanan kesehatan dan luaran pada pasien dengan gagal ginjal terminal tidak diketahui. Insidensi tahunan gagal ginjal terminal dilaporkan bervariasi mulai dari 4 per sejuta di Bolivia sampai 254 per sejuta penduduk di Puerto Rico. Indonesia sendiri belum memiliki sistem registri yang lengkap di bidang penyakit ginjal, namun di Indonesia diperkirakan 100 per sejuta penduduk atau sekitar 20.000 kasus baru dalam setahun. Penyakit ginjal kronis (CKD) merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Di Amerika Serikat (AS), ditemukan peningkatnya insiden dan prevalensi gagal ginjal kronik. Prevalensi dari penyakit ginjal kronik secara umum didefinisikan sebagai penyakit

Upload: sintha-pratiwi

Post on 17-Jan-2016

10 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

jurnal

TRANSCRIPT

Page 1: Fix

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Gagal ginjal kronik merupakan masalah medik, sosial dan ekonomik yang sangat

besar bagi pasien dan keluarganya, khususnya di negara-negara yang sedang berkembang

yang memiliki sumber-sumber terbatas untuk membiayai pasien dengan gagal ginjal

terminal. Sebagian besar Negara - negara yang sedang berkembang ini jarang memiliki

registrasi nasional untuk penyakit ginjal.

Dengan demikian insidensi dan prevalensi penyakit ginjal kronik (PGK) serta

bebannya terhadap sistem pelayanan kesehatan dan luaran pada pasien dengan gagal

ginjal terminal tidak diketahui. Insidensi tahunan gagal ginjal terminal dilaporkan

bervariasi mulai dari 4 per sejuta di Bolivia sampai 254 per sejuta penduduk di Puerto

Rico. Indonesia sendiri belum memiliki sistem registri yang lengkap di bidang penyakit

ginjal, namun di Indonesia diperkirakan 100 per sejuta penduduk atau sekitar 20.000

kasus baru dalam setahun. Penyakit ginjal kronis (CKD) merupakan masalah kesehatan

masyarakat di seluruh dunia. Di Amerika Serikat (AS), ditemukan peningkatnya insiden

dan prevalensi gagal ginjal kronik. Prevalensi dari penyakit ginjal kronik secara umum

didefinisikan sebagai penyakit yang bertahan lama, kerusakan fungsi ginjal yang

irreversible, dan memiliki angka kejadian lebih tinggi dibandingkan penyakit ginjal

stadium akhir atau terminal. Sekarang ditemukan > 300.000 pasien menderita penyakit

ginjal kronik di negara Amerika Serikat. Di negara negara berkembang lainnya, insiden

ini diperkirakan sekitar 40 - 60 kasus perjuta penduduk per tahunnya. Selain itu

mahalnya tindakan hemodialisis masih merupakan masalah besar dan diluar jangkauan

sistem kesehatan. Survei Perhimpunan Nefrologi Indonesia menunjukkan, 12,5 persen

dari populasi mengalami penurunan fungsi ginjal. Secara kasar itu berarti lebih dari 25

juta penduduk. Di seluruh dunia tahun 2005 ada 1,1 juta orang menjalani dialisis kronik.

Tahun 2010, diproyeksikan lebih dari 2 juta orang.

Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume dan komposisi

kimia darah dan lingkungan dalam tubuh dengan mengeksresikan zat terlarut dan air

Page 2: Fix

secara selektif. Fungsi vital ginjal dicapai dengan filtrasi plasma darah melalui

glomerolus diikuti dengan reabsobsi jumlah zat terlarut dan air dalam jumlah yang sesuai

di sepanjang tubulus ginjal. Kelebihan zat terlarut dan air dieksresikan keluar tubuh

dengan urine melalui sistem pengumpul urine. (Price, Wilson. 2006).

Gagal Ginjal Kronik (CRF) atau penyakit ginjal tahap akhir adalah gangguan

fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversibel. Dimana kemampuan

tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,

menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) ( KMB, Vol 2

hal 1448). Gagal ginjal kronis merupakan suatu keadaan dimana terjadi penurunan fungsi

ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan irreversibel tanpa

memperhatikan penyebabnya (Isselbacher, 2000).

Inflamasi merupakan proses yang kompleks dalam perkembangan patologi

terjadinya gagal ginjal. Inflamasi mempunyai peranan penting dalam proses

aterogenesis. CRP merupakan petanda inflamasi yang berkaitan dengan risiko

morbiditas dan mortalitas kardiovaskular pada pasien gagal ginjal.

Terapi penggantti ginjal yang tersedia ada dua pilihan yaitu dialisi atau cangkok

ginjal. Sedangkan metode dialisis ada dua yaitu hemodialisa yang sering disebut cuci

darah dan peritoneal dialysis. Pada makalah ini kami akan membahas mengenai pengaruh

vitamin C terhadap C-REACTIVE PROTEIN sebagai pertanda inflamasi pada Gagal

Ginjal Kronik dengan Hemodialisis Reguler, agar mengetahui lebih jauh tentang vitamin

C yang dapat menurunkan kadar CRP pada pasien Gagal Ginjal Kronik dengan

Hemodialisis Reguler.

Page 3: Fix

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang dapat diambil dalam jurnal:

1. Bagaimana efektivitas vitamin C dalam menurunkan kadar CRP pada pasien

Gagal Ginjal Kronik dengan Hemodialisis Reguler?

2. Bagaimana implikasi keperawatan dalam penggunaan vitamin C pada pasien

Gagal Ginjal Kronik ?

1.3. Tujuan dan Manfaat

Tujuan penelitian:

1. Untuk mengetahui keefektivan penggunaan vitamin C untuk menurunkan CRP

pada penderita Gagal Ginjal kronik dengan Hemodialisis Reguler.

2. Untuk mengetahui implikasi keperawatan dalam penggunaan vitamin C pada

pasien Gagal Ginjal Kronik.

Manfaat penelitian:

1. Memperkaya khazanah keperawatan Indonesia dalam terapi farmakologi dalam

managemen pengobatan pada klien dengan Gagal Ginjal Kronik.

2. Mengetahui efektivitas vitamin C yang diberikan pada klien dengan Gagal Ginjal

Kronik.

Page 4: Fix

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 PENGERTIAN VITAMIN C

Vitamin C atau asam askorbat adalah suatu senyawa beratom karbon 6 yang dapat

larut dalam air. Vitamin C merupakan vitamin yang disintesis dari glukosa dalam hati

dari semua jenis mamalia, kecuali manusia. Manusia tidak memiliki enzim gulonolaktone

oksidase, yang sangat penting untuk sintesis dari prekursor vitamin C, yaitu 2-keto-1-

gulonolakton, sehingga manusia tidak dapat mensintesis vitamin C dalam tubuhnya

sendiri (Padayatti, 2003).

Di dalam tubuh, vitamin C terdapat di dalam darah (khususnya leukosit), korteks

anak ginjal, kulit, dan tulang. Vitamin C akan diserap di saluran cerna melalui

mekanisme transport aktif (Sherwood, 2000).

1.2 MANFAAT VITAMIN C

Ada beberapa manfaat vitamin C yang telah diketahui sampai saat ini, yaitu:

a. Vitamin C sebagai Penguat Sistem Imun Tubuh

Vitamin C dapat meningkatkan daya tahan tubuh. Akan tetapi hal ini masih

kontroversial, dan belum ada kesepakatan yang jelas untuk mekanismenya (Guyton,

2008).

b. Vitamin C sebagai Antioksidan

Vitamin C merupakan suatu donor elektron dan agen pereduksi. Disebut anti oksidan,

karena dengan mendonorkan elektronnya, vitamin ini mencegah senyawa-senyawa

lain agar tidak teroksidasi. Walaupun demikian, vitamin C sendiri akan teroksidasi

dalam proses antioksidan tersebut, sehingga menghasilkan asam dehidroaskorbat

(Padayatty, 2003).

Reaksi reduksi dan oksidasi asam askorbat (Szent-Györgyi, 1937)

Page 5: Fix

Menurut Padayatty (2003), setelah terbentuk, radikal askorbil (suatu senyawa dengan

elektron tidak berpasangan, serta asam dehidroaskorbat dapat tereduksi kembali

menjadi asam askorbat dengan bantuan enzim 4-hidroksifenilpiruvat dioksigenase.

Tetapi, di dalam tubuh manusia, reduksinya hanya terjadi secara parsial, sehingga

asam askorbat yang terlah teroksidasi tidak seluruhnya kembali. Vitamin C dapat

dioksidasi oleh senyawa-senyawa lain yang berpotensi pada penyakit. Jenis-jenis

senyawa yang menerima elektron dan direduksi oleh vitamin C, dapat dibagi dalam

beberapa kelas, antara lain:

Senyawa dengan elektron (radikal) yang tidak berpasangan, contohnya

radikal-radikal oksigen (superoksida, radikal hidroksil, radikal peroksil,

radikal sulfur, dan radikal nitrogen-oksigen).

Senyawa-senyawa yang reaktif tetapi tidak radikal, misalnya asam hipoklorit,

nitrosamin, asam nitrat, dan ozon.

Senyawa-senyawa yang dibentuk melalui reaksi senyawa pada kelas pertama

atau kelas kedua dengan vitamin C.

Reaksi transisi yang diperantarai logam (misalnya ferrum atau cuprum)

Vitamin C dapat menjadi antioksidan untuk lipid, protein, dan DNA, dengan

cara :

Untuk lipid, misalnya Low-Density Lipoprotein (LDL), akan beraksi dengan

oksigen sehingga menjadi lipid peroksida. Reaksi berikutnya akan

menghasilkan lipid hidroperoksida, yang akan menghasilkan proses radikal

bebas. Asam askorbat akan bereaksi dengan oksigen sehingga tidak terjadi

interaksi antara lipid dan oksigen, dan akan mencegah terjadinya pembentukan

lipid hidroperoksida.

Untuk protein, vitamin C mencegah reaksi oksigen dan asam amino pembentuk

peptide, atau reaksi oksigen dan peptida pembentuk protein.

Untuk DNA, reaksi DNA dengan oksigen akan menyebabkan kerusakan pada

DNA yang akhirnya menyebabkan mutasi (Padayatti, 2003).

Jika asam dehidroaskorbat tidak tereduksi kembali menjadi asam askorbat, maka

asam dehidroaskorbat akan dihidrolisis menjadi asam 2,3-diketoglukonat.

Page 6: Fix

Senyawa tersebut terbentuk melalui rupture ireversibel dari cincin lakton yang

merupakan bagian dari asam askorbat, radikal askorbil, dan asam

dehidroaskorbat. Asam 2,3-diketoglukonat akan dimetabolisme menjadi xilosa,

xilonat, liksonat, dan oksalat (Sharma, 2007).

Kerusakan karena oksidan akan menyebabkan penyakit seperti aterosklerosis

dan diabetes melitus tipe 2. Dan kemungkinan juga memiliki peranan dalam

terjadinya diabetes komplikata, gagal ginjal kronik, penyakit-penyakit

degenerasi neuron, arthritis rheumatoid, dan pancreatitis (Padayatty, 2003).

1.3 PENGERTIAN CRP

CRP merupakan protein darah yang terikat dengan C-polisakarida, pentamer 120

kDa. Kadarnya dapat meningkat 100 . 200 kali atau lebih tinggi pada inflamasi sistemik

yang menyebabkan kerusakan endotel. CRP merupakan petanda inflamasi yang paling

stabil. Berdasarkan rekomendasi dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC),

cut offs point kadar CRP 3 mg/L digunakan untuk membedakan kelompok penderita

risiko rendah dan risiko tinggi terjadinya penyakit kardiovaskular.

1,2 Peningkatan kadar CRP sebagai konsekuensi dari proses inflamasi kronis

didapatkan pada kondisi seperti individu perokok, diabetes mellitus, stroke, hipertensi,

dislipidemia, gagal ginjal kronik. Pada pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisis

regular, proses inflamasi yang terjadi tampak jelas. Proses inflamasi pada gagal ginjal

kronik disebabkan oleh keterlibatan berbagai macam faktor seperti akumulasi toksin

uremia, malnutrisi, stress oksidatif, disregulasi metabolik dan nutrisi, disfungsi imun,

terapi farmakologi dan ekstrakorporeal.

1.4 HEMODIALISA

Terapi hemodialisis adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi pengganti untuk

mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah manusia

seperti air, natrium, kalium, hidrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui

membran semi permeabel sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan

dimana terjadi proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi (Setyawan, 2001).

Page 7: Fix

Dialisis merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan

produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan proses tersebut.

(Brunner & Suddart, 2001).

Jadi hemodialisis merupakan salah satu dari terapi penggganti ginjal yang

digunakan pada penderita dengan penurunan fungsi ginjal baik akut maupun kronik

dimana tujuannya untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari

peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium, hidrogen, urea, kreatinin, asam

urat, dan zat-zat lain dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan proses

tersebut.

1.5 PENGARUH HEMODIALISA TERHADAP PENINGKATAN CRP

CRP merupakan petanda inflamasi yang paling stabil. Berdasarkan rekomendasi

dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC), cut offs point kadar CRP 3 mg/L

digunakan untuk membedakan kelompok penderita risiko rendah dan risiko tinggi

terjadinya penyakit kardiovaskular. Inflamasi merupakan faktor penting pada

pathogenesis aterosklerosis, yang ditunjukkan dengan peningkatan kadar serum CRP

pada lebih dari 70% pasien yang menjalani hemodialisis. Akses vaskuler dari

hemodialisis akan menyebabkan infeksi dan inflamasi yang akan menyebabkan

peningkatan kadar CRP, karena CRP merupakan salah 1 penanda inflamasi. Peningkatan

kadar CRP berhubungan dengan peningkatan risiko infark miokard dan kematian kardiak

mendadak. Pada pasien gagal ginjal terjadi peningkatan CRP dan interleukin-6 (IL-6)

sebanyak 25% dari seluruh populasi dan adanya hubungan terbalik antara kadar CRP dan

IL-6 dengan fungsi ginjal.

Page 8: Fix

1.6 PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP PENURUNAN CRP

Vitamin C merupakan antioksidan yang larut dalam air. Baru-baru ini Dietary

Reference Intake Panel of the Institute of Medicine merekomendasikan diet vitamin C

yang disarankan adalah 90 mg/hari untuk lakilaki dan 75 mg/hari untuk wanita.

Rekomendasi ini berdasarkan data-data penelitian termasuk jumlah yang diperlukan

untuk memelihara konsentrasi netrofil maksimum dengan ekskresi urine yang minimal.

Vitamin C dikatakan mempunyai efek antioksidan baik terhadap oksigen reaktif maupun

nitrogen. Namun efeknya terhadap biomarker inflamasi belum banyak studi yang

mempelajarinya.7 Block et al.8 dalam penelitiannya pada tahun 2004 mendapatkan

penurunan kadar CRP sebesar 24% pada perokok aktif dan pasif yang diberikan vitamin

C 515 mg / hari selama dua bulan. Studi tentang efek vitamin C sebagai antioksidan

berusaha untuk mengetahui mekanisme kerja vitamin C terutama terhadap plak

aterosklerosis. Konsentrasi fisiologis vitamin C secara in vitro dapat menghambat

oxidative modification LDL yang merupakan kejadian penting selama aterogenesis dan

juga meningkatkan sintesis dan aktivitas NO yang menyebabkan penurunan CRP.

Vitamin C juga mempunyai efek anti inflamasi termasuk menurunkan adesi leukosit pada

endotelium dan meningkatkan bioavailability ateroprotektif NO. Vitamin C juga

menghambat aktivasi nuclear factor B (NF-B) yang merupakan pengatur utama ekspresi

gen inflamasi. Pemberian vitamin C dapat memperbaiki disfungsi endotel pada pasien

hiperkolesterolemia.

Page 9: Fix

BAB III

PEMBAHASAN

Efektifitas Pemberian Vitamin C Untuk Menurunkan C-Reactive Protein Sebagai Petanda

Inflamasi Pada Gagal Ginjal Kronik Dengan Hemodialisis Reguler

Masalah Klinis

Mortalitas pada pasien gagal ginjal tetap tinggi sekitar 23%, walaupun telah banyak

kemajuan di bidang dialisis dengan penyebab kardiovaskular sekitar 40-45% dari seluruh

penyebab kematian. Komplikasi kardiovaskular yang disebabkan oleh penyakit aterosklerosis

merupakan penyebab utama kematian pada pasien gagal ginjal. Inflamasi merupakan faktor

penting pada patogenesis aterosklerosis, yang ditunjukkan dengan peningkatan kadar serum CRP

pada lebih dari 70% pasien yang menjalani hemodialisis. Peningkatan kadar CRP berhubungan

dengan peningkatan risiko infark miokard dan kematian kardiak mendadak. Pada pasien gagal

ginjal terjadi peningkatan CRP dan interleukin-6 (IL-6) sebanyak 25% dari seluruh populasi dan

adanya hubungan terbalik antara kadar CRP dan IL-6 dengan fungsi ginjal.

Patofisiologi dan Pengaruh Terapi

Vitamin C merupakan antioksidan yang larut dalam air. Baru-baru ini Dietary Reference

Intake Panel of the Institute of Medicine merekomendasikan diet vitamin C yang disarankan

adalah 90 mg/hari untuk laki-laki dan 75 mg/hari untuk wanita. Rekomendasi ini berdasarkan

data-data enelitian termasuk jumlah yang diperlukan untuk memelihara konsentrasi netrofil

maksimum dengan ekskresi urine yang minimal. Vitamin C dikatakan mempunyai efek

antioksidan baik terhadap oksigen reaktif maupun nitrogen. Namun efeknya terhadap biomarker

inflamasi belum banyak studi yang mempelajarinya. Block et al. dalam penelitiannya pada tahun

2004 mendapatkan penurunan kadar CRP sebesar 24% pada perokok aktif dan pasif yang

diberikan vitamin C 515 mg / hari selama dua bulan.

Defisiensi vitamin C sering terjadi pada pasien GGHD akibat restriksi diet sayur dan

buah untuk mencegah terjadinya hiperkalemia, kehilangan vitamin selama dialisis serta

kurangnya asupan akibat adanya sindrom uremia. Bukan hanya konsentrasi total vitamin C yang

berkurang, namun juga berkurangnya bentuk aktif vitamin C yaitu ascorbic acid.

Page 10: Fix

Antioksidan adalah senyawa dalam kadar rendah yang mampu menghambat oksidasi molekul

target sehingga dapat melawan atau menetralisir radikal bebas. Vitamin C merupakan tipe

antioksidan pereduksi yang bekerja dengan mentransfer aton H atau oksigen, atau bersifat

sebagai pemulung.

Saat radikal bebas mengambil elektron dari lipid melalui proses oksidasi, radikal bebas

baru akan terbentuk. Bentuk radikal bebas hasil dari oksidasi lipid yaitu Lipid Hidroperoksida

yang berasal dari LDL. Jika proses oksidasi terus-menerus terjadi, maka molekul radikal bebas

yang terbentuk akan berputar dan melakukan hal yang sama terhadap molekul LDL lainnya, dan

menghasilkan molekul radikal bebas yang baru. Jika proses ini terjadi terus-menerus, makan

akan terbentuk radikal bebas berupa kolesterol rantai panjang. Kolesterol jangka panjang inilah

yang mengendap di arteri dan menjadi plak yang pada akhirnya memicu terjadinya

aterosklerosis.

Vitamin C yang bersifat mentransfer atom H atau oksigen, akan mentransfer atom H untuk

memutus rantai pembentukan radikal bebas. Sehingga pembentukan kolesterol jangka panjang

akan terputus dan mengurangi risiko terjadinya aterosklerosis.

Selain sebagai antioksidan, vitamin C juga mempunyai efek antiinflamasi termasuk

menurunkan adesi leukosit pada endotelium dan meningkatkan bioavability ateroprotektif NO.

Vitamin C juga menghambat aktivasi nuclear factor κB (NF-κB) yang merupakan pengatur

utama ekspreasi gen inflamasi. Pemberian vitamin C dapat memperbaiki disfungsi endotel pada

pasien hiperkolesterolemia.

Bukti Klinis

Tiga tahap yang paling penting dari percobaan pengaruh vitamin C terhadap C-reactive

protein sebagai petanda inflamasi pada gagal ginjal kronik dengan hemodialisis reguler

dijelaskan di bawah ini.

Dalam percobaan pertama adalah karakteristik penderita. Pada penelitian ini setelah

dilakukan kriteria inklusi dan eksklusi, yang terdiri dari kelompok A (mendapat vitamin C 1000

mg) dan kelompok B (mendapat NaCl 0,9%). Dari karakterisitik penderita tidak dijumpai

perbedaan bermakna antara kelompok vitamin C dan NaCl 0,9%. Semua penderita pada kedua

kelompok menjalani perlakuan selama 4 minggu. Namun pada akhir penelitian satu orang dari

Page 11: Fix

kelompok vitamin C dianggap DO (drop out) karena dicurigai mengalami infeksi dan didukung

oleh peningkatan kadar CRP setelah perlakuan > 10 mg/L (17,600 mg/L).

Percobaan kedua adalah faktor-faktor yang diperkirakan berpengaruh terhadap kadar

CRP pada penderita GGKHD. Pada penelitian ini tidak ada penderita yang merokok, tidak ada

penderita yang mendapat terapi statin dan fibrat maupun obat antiagregasi platelet. Tidak ada

yang menderita penyakit hati kronis, DM. Dari data-data tekanan darah, kolesterol total, HDL,

dan LDL tidak dijumpai perbedaan bermakna pada kelompok vitamin C dan NaCl 0,9%.

Dijumpai peningkatan CRP pada penelitian ini baik pada kelompok vitamin C 1000 mg maupun

kelompok NaCl 0,9%. Dibandingkan dengan kadar CRP awal dari 16 orang pada kelompok

vitamin C 1000 mg, 7 orang (43,75%) mengalami peningkatan, 8 orang 50 %) mengalami

penurunan dan 1 orang (6,25%) kadarnya tetap. Satu orang mengalami peningkatan kadar CRP

yang sangat drastis dari 3,010 mg/L menjadi 17,600 mg/ L. Sedangkan pada kelompok NaCl

0,9%, 8 orang (50%) kadarnya meningkat dan 8 orang (50%) kadarnya menurun.

Percobaan ketiga adalah frekuensi perubahan kadar CRP setelah perlakuan dengan analisis

ANCOVA dilakukan adjustment peranan faktor-faktor seperti hipertensi, kolesterol total,

trigliserida, LDL, HDL terhadap kadar CRP. Pemberian vitamin C 1000 mg dan NaCl 0,9%

selama 4 minggu terhadap kadar CRP hasilnya tetap tidak bermakna (F = 0,17 ; P = 0,69).

Bidang Ketidakpastian

Pada penelitian ini tidak didapatkan perubahan kadar CRP yang bermakna pada

kelompok vitamin C 1000 mg dan kelompok NaCl 0,9%. Dengan analisa ANCOVA dilakukan

adjustment terhadap faktor-faktor hipertensi, kadar kolesterol total, trigliserida, LDL dan HDL,

pemberian vitamin C 1000 mg dan NaCl 0,9%

tetap tidak bermakna.

Pedoman

Fumeron et al. mengatakan bahwa bukan hanya terjadi defisiensi vitamin C secara

kuantitatif tapi juga kualitatif. Dewasa ini pada pasien GGKHD direkomendasikan vitamin C 1 .

1,5 gram /minggu atau 300 mg vitamin C parenteral setiap sesi dialisis untuk mengkompensasi

defisiensi subklinis, walaupun belum banyak data yang mendukung rekomendasi ini. Penelitian

ini seharusnya terlebih dahulu mengukur kadar vitamin C total plasma sehingga betul-betul

Page 12: Fix

diketahui apakah pasien dalam kondisi defisiensi vitamin C atau tidak. Dan inipun akan

berpengaruh terhadap pertimbangan pemberian vitamin C.

Ada Beberapa artikel yang mendukung tentang penggunaan vitamin C yang dapat

menurunkan kadar CRP yaitu:

Artikel yang berjudul “C Reactive Protein level reduction with natural foods, diet,

vitamins, herbs, omega-3 fatty acids, and supplement” oleh Ray Sahelian, M.D. pada

tahun 2008 menyebutkan bahwa C-reactive protein dapat diturunkan dengan

meningkatkan konsumsi buah dan sayuran dan tentunnya dengan penambahan asupan

vitamin yaitu vitamin C. Meningkatkan konsumsi buah dan sayuran segar adalah solusi

yang tepat dan dapat diandalkan untuk menurunkan tingginya CRP. Makanan yang tinggi

akan serat menurunkan CRP dan meminum antioxidant yang tepat seperti vitamin C

dapat menurunkan angka CRP.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Dr. Church pada tahun 2005 yang mempelajari

bagaimana hubungan antara CRP dan kadar serum 6 dari 24 nutrisi dalam Cooper

Complete. Walaupun lebih banyak studi mengenai dugaan vitamin E dalam peningkatan

CRP , namun dalam penelitianya tidak menemukan efek yang bermakna. Vitamin B6 dan

vitamin C adalah pemegang peranan penting. Kedua vitamin tersebut menunjukkan

kolerasi yang kuat, namun belum diketahui spesifikasi komponen yang bersinegris bila

menggunakan komposisi yang berbeda. Ide mengenai multivitamin yang mana terdiri

dari kombinasi dan proporsi yang mampu meningkatkan fisiology tubuh. Multivitamin

tersebut dapat ditemukan dari berbagai macam makanan. Vitamin C bisa didapatkan dari

buah jeruk.

Dari penelitian yang dilakukan temuan studi dalam penelitian yang berjudul The Effects

of Intravenous Vitamin C Administration on hs-CRP and Tumor Necrosis Factor-α

Levels in Haemodialysis Patients yang ditulis oleh Hamid Taiebi Khosroshahi, MD,

Biotechnology Research Center, Tabriz University of Medical Sciences, Tabriz, Iran

pada tahun 2011 dinyatakan  bahwa tinggi hs-CRP and TNF-α berkurang secara

signifikan pada pasien hemodialisis setelah diberikan suplemen berupa vitamin C (hs-

CRP menurun dari 7.27±3.70 menjadi 6.60± 3.75, P< 0.001 dan TNF-α menurun dari

25.61±12.28 menjadi 22.82±22.83, P= 0.006). sehingga dalam penelitian tersebut dapat

Page 13: Fix

disimpulkan asupan vitamin C dapat mengurangi hs-CRP dan TNF-α tingkat pada pasien

hemodialisis dan sebagai juga dapat mencegah aterosklerosis.  Dapat disimpulkan bahwa

pemberian suplemen vitamin C bermanfaat pada pasien hemodialisis

Chien dalam penelitiannya pada tahun 2004 menyebutkan bahwa pemberian 2,5 gram

vitamin C parenteral 2 kali seminggu pada setiap sesi dialysis selama 6 bulan dengan

dosis intravena 2,5 mg dapat menurunkan stres oksidatif pada pasien GGKHD. Selain itu

terjadi penurunan kadar CRP yang signifikan (dari 1,33 ± 0,36 mg /L menjadi 0,28 ±0,09

mg/L, P < 0,05).

Selain penelitian Chien, Block pada tahun 2004 meneliti pengaruh pemberian vitamin C

sebesar 515 mg/hari selama 8 minggu pada pasien hemodialisa. Terjadi penurunan kadar

CRP 24% (95% CI, -38,9 . -5,5%p = 0,0036). Pemberian vitamin C sebesar 2 gram/hari

selama 10hari dapat mengurangi CRP pada pasien dengan hemodialisa.

Tetapi hasil yang kontradiktif didapatkan dalam penelitian oleh Weissinger pada

tahun 2005 yang meneliti efek vitamin C terhadap fungsi endotel serta kadar s-VCAM-1,

IL-6 dan TNF-_pada pasien DM dengan PJK, DM tanpa PJK dan pada pasien non DM.

Pemberian vitamin C 2 gram/hari selama 4 minggu secara signifikan dapat meningkatkan

respon vasodilatasi terhadap hiperemia reaktif pada pasien DM dngan PJK namun tidak

mempunyi efek terhadap kadar sVCAM-1, IL-6, TNF

Selain penelitian dari Weissinger menyatakan kontradiktif, Lu tahun 2005 meneliti

efek vitamin C terhadap mikrosirkulasi pasien DM tipe II. Setelah pemberian vitamin C 1

gram/hari selama 2 minggu didapatkan hasil tidak ada perubahan signifikan reaktivitas

mikrovaskular, demikian pula dengan kadar IL-6, hsCRP dan LDL teroksidasi. Penelitian

Christine Fumeron dalam artikel “Effects of oral vitamin C supplementation on oxidative

stress and inflammation status in haemodialysis patients” dalam pemberian suplemen

vitamin C sebesar 250 mg (3 kali dalam seminggu) didapatkan hasil bahwa tidak adanya

perubahan dalam penurunan CRP pada pasien gagal ginjal kronik yang dilakukan

hemodialisa.

Page 14: Fix

Rekomendasi

Jumlah sampel yang yang lebih besar, jangka waktu yang lebih lama, dan perlunya dilakukan

penelitian kembali disertai dengan pengukuran kadar total vitamin C plasma sebelumnya serta

pengendalian faktor-faktor yang menyebabkan low grade inflammation seperti membran

bioinkompatibilitas, AV shunt, sindrom uremia dan asidosis, sehingga dapat dilihat efek vitamin

C yang sesungguhnya terhadap inflamasi pada pasien GGKHD.

Implikasi keperawatan

Seperti yang telah dijelaskan pada jurnal di atas, vitamin C berperan sebagai antioksidan dan

sebagai antiinflamasi. Hal ini tentu sangat berguna bagi dunia keperawatan, dimana sebagai

calon perawat nantinya harus mengetahui efek dari pengobatan dan perawatan yang diberikan

kepada pasien. Untuk kasus pada jurnal, perawat juga harus mengetahui manfaat dari vitamin C

itu sendiri khususnya vitamin C untuk menurunkan kadar CRP pada penderita GGKHD.

Walaupun pada penelitian jurnal selama 4 minggu belum ada penurunan kadar CRP pada pasien,

mungkin nanti para perawat bisa melanjutkan penelitian ini untuk jangka waktu yang lebih lama,

jumlah sample yang lebih besar sehingga diharapkan nanti hasil yang didapatkan bisa lebih baik

dari hasil sebelumnya.

Perawat juga bisa menjelaskan kepada pasien serta keluarga pasien GGKHD tentang manfaat

dari vitamin C tersebut untuk mencegah hiperkalsemia, sebagai antiinflamasi dan sebagai

antioksidan serta dapat menjelaskan asupan vitamin C sesuai untuk kebutuhan pasien dan sesuai

derajat penyakit pasien agar tidak memberatkan kerja ginjal pasien. Jadi pasien dan keluarga

pasien dapat mengerti dan dapat menambah pengetahuannya tentang pengobatan dan perawatan

terhadap pasien GGKHD dengan vitamin C sesuai kebutuhan tubuh.

Perawat pun bisa berkolaborasi pada tim medis lain seperti dokter, maupun ahli gizi untuk

memberi asupan vitamin C yang sesuai dengan kebutuhan tubuh pasien. Dokter dan perawat

bisa mengukur kadar total plasma vitamin C pada pasien dan ahli gizi pun mampu memberikan

asupan makanan dan vitamin khususnya vitamin C yang sesuai untuk pasien.

Page 15: Fix

BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan :

1. Vitamin C atau asam askorbat adalah suatu senyawa beratom karbon 6 yang dapat larut

dalam air. Di dalam tubuh, vitamin C terdapat di dalam darah (khususnya leukosit),

korteks anak ginjal, kulit, dan tulang. Vitamin C akan diserap di saluran cerna melalui

mekanisme transport aktif

2. CRP merupakan protein darah yang terikat dengan C-polisakarida, pentamer 120 kDa

dimana berfungsi sebagai penanda inflamasi yang paling stabil. Peningkatan kadar CRP

sebagai konsekuensi dari proses inflamasi kronis didapatkan pada kondisi seperti individu

perokok, diabetes mellitus, stroke, hipertensi, dislipidemia, gagal ginjal kronik.

3. Menurut beberapa penelitian menyebutkan bahwa dengan mengkonsumsi makanan yang

mengandung antoiksidan khususnya vitamin C dapat menurunkan tingginya angka CRP

yang berarti tingginya respon inflamasi pada orang yang menerima terapi hemodialisa.

4. Dalam hal ini perawat memiliki peran yang sangat penting dalam implikasinya untuk

setiap orang termasuk perawat itu sendiri, dimana perawat berperan sebagai sebagai care

giver, edukator, pembaharu dan peneliti, motivator, dan sebagai kolaborator.

Saran :

Adapun saran yang dapat kami berikan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :

1. Masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efektifitas vitamin C untuk

menurunkan angka kenaikan CRP bagi pasien yang mendapat terapi hemodialisa untuk

mendapatkan hasil/data yang benar-benar valid.

2. Kami menyarankan kepada para perawat untuk lebih menciptakan suatu inovasi sistem

keperawatan terhadap para pasien yang mendapat terapi hemodialisa yang tidak hanya

menitikberatkan pada hal farmakologis.

Page 16: Fix

3. Sebagai seorang perawat yang professional hendaknya kita mengikuti perkembangan

ilmu pengetahuan dan perkembangan dalam bidang pengobatan. Mempelajari jurnal-

jurnal ilmiah yang berhubungan dengan dunia keperawatan sama pentingnya dengan

mempelajari buku-buku pengetahuan karena dalam jurnal-jurnal ilmiah banyak terdapat

ilmu baru yang baru dikembangkan dan baru diteliti.

Page 17: Fix

DAFTAR PUSTAKA

Catur Wulandari, Diah, dkk. 2008. Pengaruh Vitamin C Terhadap C-Reactive Protein Sebagai

Petanda Inflamasi Pada Gagal Ginjal Kronik Dengan Hemodialisis Reguler . Avaible at:

http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/2_pengaruhvitamin%20c.pdf (Diakses: 27 Februari 2012)

Christine Fumeron ,Thao,dkk.2005. Effects of oral vitamin C supplementation on oxidative

stress and inflammation status in haemodialysis patients. Avaible at :

http://ndt.oxfordjournals.org/content/20/9/1874.short (diakses :28 Februari 2012)

Smeltzer, Suzanne C & Bare, Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner

& Suddarth. Alih bahasa, Agung Waluyo,dkk. Editor edisi bahasa Indonesia, Monica Ester. Ed.8.

Jakarta : EGC

Anonim.2011.Indikasi Vitamin C(online) http://repository.usu.ac.id (Akses : 5 Maret 2011)

Doheny.1987.Peran Perawat Komunitas.Jakarta:Salemba Raya

NN.Konsorsium Ilmu Kesehatan.1999.Jakarta

NN.Lokakarya Keperawatan.1983.Jakarta