fix
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rongga mulut mempunyai berbagai fungsi, yaitu sebagai mastikasi, fonetik,
dan juga estetik. Hal tersebut mengakibatkan rongga mulut merupakan tempat paling
rawan dari tubuh karena merupakan pintu masuk berbagai agen berbahaya, seperti
produk mikroorganisme, agen karsinogek, selain rentan terhadap trauma fisik,
kimiawi, dan mekanis.
Mulut merupakan pintu gerbang pertama di dalam sistem pencernaan.
Makanan dan minuman akan diproses didalam mulut dengan bantuan gigi- geligi,
lidah, saliva, dan otot. Pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut merupakan salah satu
upaya meningkatkan kesehatan. Mulut bukan sekedar pintu masuk makanan dan
minuman, tetapi fungsi mulut lebih dari itu dan tidak banyak orang menyadari
besarnya peranan mulut bagi kesehatan dan kesejahteraan seseorang. Masyarakat
akan sadar pentingnya kesehatan gigi dan mulut ketika terjadi masalah atau ketika
terkena penyakit. Oleh karena itu kesehatan gigi dan mulut sangat berperan dalam
menunjang kesehatan seseorang.
Salah satu penyakit yang sudah tidak asing lagi ialah stomatitis. Stomatitis
dapat disebabkan oleh rangsangan mekanik, termal, kimia, dan fisik. Selain itu juga
disebabkan karena malnutrisi, diabetes, dan sistem hemopoietik. Faktor- faktor
lainnya yang meyebabkan stomatitis adalah protesa yang tidak tepat, benda asing,
makan atau minum yang panas, pengaruh alkali dan juga asam.
Salah satu jenis stomatitis yaitu angular cheilitis. Angular cheilitis merupakan
lesi yang ditandai dengan keretakan atau fisur pada sudut mulut. angular cheilitis
disebut juga cheilitis, angular stomatitis atau perleche dimana penderitanya mencapai
jutaan diseluruh dunia. angular cheilitis juga ditandai dengan ulser yang merah dan
sudut bibir pecah- pecah. Meskipun tidak membahayakan kehidupan atau benar-
benar menular, ulser pada sudut bibir ini sangat mengganggu estetik dan membuat
penderita malu dan memberikan dampak sosial.
Ada berbagai alasan mengapa angular cheilitis terjadi. Hal ini dapat
disebabkan oleh infeksi jamur atau infeksi bakteri atau virus, dan malnutrisi atau
kekurangan gizi. angular cheilitis sering terjadi pada anak dikarenakan kekurangan
gizi. Kekurangan gizi memiliki dampak yang besar, salah satunya gangguan
kesehatan.
Berdasarkan penjelasan diatas, walaupun pengetahuan dan teknologi dalam
bidang kedokteran gigi semakin berkembang, namun berbagai penyakit gigi dan
mulut juga semakin beragam. Berbagai penyakit yang bisa dikatakan masih awam
atau asing pada masyarakat harus segera disosialisasikan agar pencegahan dan
penyembuhannya dapat diterapkan pada masyarakat. Tetapi, penyakit- penyakit yang
sudah tidak asing lagi tetap menjadi polemik dalam bidang kedokteran gigi, karena
tidak jarang kita temukan masyarakat yang pengetahuannya masih sangat minim
untuk mencegah maupun terapi penyakit tersebut. Sebagai dokter gigi hendaknya
kita mampu mendiagnosa suatu penyakit baik berdasarkan pemeriksaan klinis
pemeriksaan obyektif, maupun pemeriksaan penunjang. Selain itu kita juga dituntut
untuk dapat melakukan rencana perawatan bagi penderita.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa saja dasar- dasar penegakan diagnosis penyakit mulut?
1.2.2 Bagaimana cara melakukan anamnesis?
1.2.3 Bagaimanakah cara melakukan pemeriksaan klinis?
1.2.4 Bagaimanakah cara menentukan rencana perawatan?
1.2.5 Bagaimana cara menentukan pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan dan
bagaimana cara membaca hasil pemeriksaan penunjang?
1.2.6 Bagaimana prognosis dari penyakit tersebut?
1.2.7 Apa saja macam- macam diagnosis dan dasar penegakannya?
1.3 Tujuan
1.3.1 Mampu mengetahui dasar- dasar penegakan diagnosis penyakit mulut.
1.3.2 Mampu melakukan anamnesis
1.3.3 Mampu melakukan pemeriksaan klinis
1.3.4 Mampu menentukan rencana perawatan
1.3.5 Mampu menentukan pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan dan membaca
hasil pemeriksaan penunjang
1.3.6 Mampu mengetahui prognosis penyakit
1.3.7 Mampu mengetahui macam- macam diagnosis dan dasar penegakannya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi dari Angular Cheilitis
Angular cheilitis atau disebut juga perleche atau angular cheilosis merupakan
suatu lesi yang ditandai dengan adanya fisur – fisur, pecah – pecah pada sudut bibir,
berwarna kemerahan, mengalami ulserasi serta disertai rasa terbakar, nyeri dan rasa
kering pada sudut mulut. Pada kasus yang parah, retakan tersebut dapat berdarah
ketika membuka mulut dan menimbulkan ulser dangkal atau krusta. (Burket’s. 1994)
Angular cheilitis atau perleche ialah reaksi inflamasi pada sudut bibir mulut
yang sering dimulai dengan penyimpangan mukokutaneus dan berlanjut hingga ke
kulit. Angular cheilitis ini dikarakteristik oleh kemerahan yang menyebar, bentuknya
seperti fisur- fisur, kulit yang nampak terkikis, ulser yang permukaannya berlapis dan
disertai dengan gejala yang subjektif seperti rasa sakit, rasa terbakar, dan nyeri.
(Susan,ZL. 2009)
Menurut Stannus, lesi ini ditandai dengan adanya fisur-fisur dan eritema pada
sudut mulut yang menyebar sampai ke bawah bibir dan kemungkinan meluas ke
mukosa pipi. Angular cheilitis memiliki nama lain perleche, angular cheilosis dan
angular stomatitis. Istilah perleche sebenarnya digunakan untuk angular cheilitis yang
disebabkan defisiensi vitamin B kompleks, namun sekarang telah digeneralisasikan
untuk semua angular cheilitis dengan berbagai etiologi. ( Burket’s . 1994)
Gejala awal Angular cheilitis ialah rasa gatal pada sudut mulut dan terlihat
tampilan kulit yang meradang dan bintik merah. Pada awalnya, hal ini tidak
berbahaya, tetapi akan terasa nyeri di sudut mulut dan mudah berdarah yang
dikarenakan oleh gerakan mulut seperti tertawa ataupun berbicara. Tingkat keparahan
Gejala awal Angular cheilitis ialah rasa gatal pada sudut mulut dan terlihat tampilan
kulit yang meradang dan bintik merah. Pada awalnya, hal ini tidak berbahaya, tetapi
akan terasa nyeri di sudut mulut dan mudah berdarah yang dikarenakan oleh gerakan
mulut seperti tertawa ataupun berbicara. Tingkat keparahan inflamasi ini ditandai
dengan retakan sudut mulut dan beberapa pendarahan saat mulut dibuka.(Murray, J.J.
2008)
Angular cheilitis menjadi masalah yang serius karena perkembangannya yang
cepat, karena itu tidak boleh ada keterlambatan dalam pengobatan jika gejala angular
cheilitis telah terjadi dan sangat jelas. Hal ini tidak terbatas pada kelompok usia
tertentu, dimana kondisi ini telah mempengaruhi anak- anak dan orangtua. Baik anak-
anak maupun remaja dapat terkena angular cheilitis tanpa melihat jenis kelamin.
(Murray, J.J. 2008)
Kasus unilateral pada angular cheilitis sering terjadi dikarenakan trauma
perawatan dental dan trauma pada sudut bibir, sedangkan kasus bilateral terjadi jika
penderita dengan penyakit sistemik seperti anemia, diabetes mellitus, dan infeksi
monomial yang kronis. Lama penyakit bisa bervariasi dari beberapa hari hingga
beberapa tahun, tergantung etiologinya. (Murray, J.J. 2008)
2.2 Etiologi Angular Cheilitis
Etiologi angular cheilitis antara lain disebabkan oleh anemia defisiensi besi,
dental sore mouth dan defisiensi vitamin B kompleks. Selain itu dapat disebabkan
oleh kebiasaan bernafas melalui mulut, gangguan mental dimana anak sering
mengeluarkan air ludah seperti penderita rhagades pada mongolism. Membasahi bibir
dengan air ludah, menjilati sudut mulut dan sering mengeluarkan air liur
(mengences). Jaringan pada sudut mulut akan terlumasi oleh ludah dan terbentuklah
lingkungan yang sesuai untuk proliferasi mikroorganisme. Keadaan ini dapat menjadi
lebih parah dengan membiarkan bibir yang basah dikeringkan oleh angin dan sinar
matahari. Biasanya pada anak angular cheilitis sering diikuti oleh demam. Pada
beberapa kasus juga ditemukan dapat juga disebabkan oleh sensitivitas terhadapa
kontak dengan agen seperti mainan, makanan dan sinar matahari, alergi terhadap obat
– obatan dan kosmetik serta terapi antibiotic dalam jangka waktu yang lama.
(Burket’s. 1994)
Defisiensi vitamin B yang menyebabkan angular cheilitis adalah akibat dari
kekurangan riboflavin (vitamin B2), asam folat dan piridoksin (vitamin B6).
Sedangkan vitamin lainnya yang juga tergabung di dalam B kompleks tidak
menyebabkan terjadinya angular cheilitis walaupun menimbulkan lesi – lesi di rongga
mulut. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa angular cheilitis dapat
disebabkan oleh defisiensi riboflavin(vitamin B2) yang bertumpang tindih dengan
infeksi jamur atau infeksi bakteri. Penelitian dilakukan oleh Ohman dkk (1985) yang
melibatkan 64 pasien (31 pria dan 33 wanita) usia 18-89 tahun yang menderita
angular cheilitis unilateral dan bilateral. Dimana dari hasil penelitian didapat hasil
mikroorganisme penyebab angular cheilitis selain candida albicans yaitu
staphylococcus aureus dan streptococcus B hemolitikus. (Derrick, DD. 1987)
Cawson mengevaluasi sekelompok pasien yang menderita denture sore mouth
yang banyak menderita angular cheilitis. Ia mampu mengisolasi candida albicans dan
mikroorganisme lainnya dalam jumlah yang besar, dan menyimpulkan bahwa angular
cheilitis disebabkan oleh infeksi intraoral oleh candida albicans. Hal ini sesuai dengan
pendapat ahli lain yang menyatakan bahwa lebih dari 80% pasien penderita angular
cheilitis dimana sebelumnya menderita denture stomatitis.(Burket’s. 1994)
Rose (1968) menduga bahwa terlihat hubungan antara angular cheilitis dengan
defisiensi zat besi dalam plasma darah, dimana pasiennya seorang wanita yang
menderita lesi ini diberikan pengobatan selama 1 minggu, tetapi setelah 10 hari tidak
juga menunjukkan penyembuhan. Setelah dilakukan pemeriksaan secara hematologi
dan biokimia menunjukkan bahwa terjadi defisiensi besi. Kemudian pasien
dianjurkan terapi besi secara sistemik dan pengaturan diet. Sepuluh hari kemudian
hemoglobinnya normal dan lesinya menghilang. (Burton, JF.1969)
Beberapa factor yang dianggap sebagai factor predisposisi antara lain :
1) Penyakit – penyakit sistemik seperti diabetes mellitus, AIDS, herpes
labialis dan sifilis
2) Penyakit kulit seperti dermatitis
3) Terapi obat – obatan dan antibiotika dalam jangku waktu yang lama
4) Xerostomia
5) Lingkungan, seperti udara dingin dan kekeringan
6) Sensitivitas terhadap sinar matahari
7) Malnutrisi
Secara garis besar, ada beberapa factor yang dapat dikelompokkan sebagai
factor utama etiologi cheilitis angular :
1) Candidiasis
Candidiasis adalah infeksi jamur yang berwarna merah dan krem yang
awalnya terlihat seperti bercak terbentuk pada permukaan lembab dimulut dan bisa
menyebabkan rasa sakit. Kondisi ini dapat menyebabkan kesulitan menelan dan
mengubah indera perasa. Candidiasis lebih sering terjadi pada anak yang masih muda
dan orangtua dan juga pada orang yang sistem imunnya sangat rendah. Hal ini bisa
dipicu oleh perawatan antibiotik, yang dapat mengganggu aktivitas normal bakteri
mulut. Jika antibiotik adalah etiologinya, dokter gigi harus segera mengurangi dosis
atau mengubah pengobatan. Anti jamur dapat digunakan untuk mengobati kondisi
gangguan kesehatan ini. (Murray, J.J. 2008)
2) Trauma
Ada banyak penyebab trauma pada rongga mulut, seperti mekanik, kimia, dan
termal. Trauma mekanis bisa disebabkan oleh:
1. Trauma cups yang tajam
2. Peralatan ortodonti
3. Menggigit bibir atau pipi
Diagnosa jenis ini biasanya tidak sulit tergantung pada posisi, bentuk dan
ukuran ulserasi yang harus sesuai dengan penyebab yang dicurigai. Ulserasi biasanya
mulai sembuh dalam 10 hari. Jika penyembuhan tidak terjadi maka penyebab lain dari
ulserasi harus dicurigai.
3) Gigi Tiruan
Gigi tiruan termasuk etiologi yang sering terjadi, dimana ketidaknormalan
anatomi dari pemasangan gigi tiruan penuh atau sebagian dengan stabilitas yang tidak
baik, kehilangan vertikal dimensi atau lingual yang terletak pada gigi anterior,
kehilangan gigi posterior, atrisi, dan kehilangan gigi tanpa memakai gigi tiruan. Pada
kasus ini, pasien sering mengalami bilateral angular cheilitis dan dengan periode yang
lama. Selain itu, gigi tiruan yang tidak terpasang dengan baik dapat menyebabkan
penutupan mulut yang kurang tepat sehingga menyebabkan saliva memenuhi sudut
mulut dan terjadi infeksi. Bagian- bagian yang tajam dan celah yang dihasilkan oleh
gigi tiruan yang tidak pas dapat menyebabkan angular cheilitis. Selain itu, gigi tiruan
yang tidak pas dapat menyebabkan saliva menumpuk pada sudut mulut dan infeksi.
4) Status Gizi Pada Usia Anak – Anak
Angular cheilitis disebabkan oleh kekurangan zat besi dan beberapa jenis
vitamin. Kekurangan gizi paska usia dini mempunyai dampak yang buruk pada masa
dewasa yang dimanifestasikan dalam bentuk fisik yang lebih kecil dengan tingkat
produktivitas yang lebih rendah. Dampak kekurangan gizi pada usia dini makin
menjadi penting bila memperhatikan analisis berbagai data yang ada. Hasil- hasil
analisis tersebut memperkuat hipotesa mengenai besarnya peranan kekurangan gizi
pada usia dini terhadap terjadinya penyakit degenerative pada dewasa yang justru
merupakan usia produktif.
Kekurangan gizi paska masa anak- anak selalu dihubungkan dengan vitamin
dan mineral yang spesifik, yang berhubungan dengan mikronutrien tertentu.
Konsekuensi defisiensi mikronutrien selama masa anak- anak sangat berbahaya.
a) Defisiensi Zat Besi
Defisiensi zat besi dapat menyebabkan angular cheilitis mengganggu
perkembangan mental dan motorik anak dan juga menyebabkan anemia. Mengingat
tingginya prevalensi defisiensi zat gizi tertentu serta efek negatifnya, maka
suplementasi zat gizi seperti zat besi pada anak- anak akan sangat bermanfaat,
khususnya karena secara praktis sulit meningkatkan zat gizi yang adekuat dari pola
makan bayi yang ada selama ini. Beberapa makanan yang diberikan pada anak
cenderung menghambat penyerapan zat besi seperti asam filtrat yang terkandung di
dalam padi- padian dan susu sapi yang dapat menurunkan absorbsi zat besi
Sampai saat ini, anemia defisiensi besi (ADB) merupakan masalah gangguan
nutrisi yang paling umum di dunia dan mempengaruhi lebih dari 700 juta orang di
dunia. ADB lebih banyak terjadi pada negara berkembang termasuk Indonesia.
Diperkirakan pada negara berkembang terjadi sebesar 36% atau sekitar 1,4 milyar
populasi. Walaupun pada pria dewasa juga memiliki resiko terjadinya ADB, namun
resiko terbesar adalah pada masa bayi, prasekolah, remaja, dan wanita usia
reproduktif.
Konsekuensi anemia defisiensi zat besi diakui memberi pengaruh terhadap
metabolisme energi dan fungsi kekebalan yang akan berpengaruh pada fungsi
kognitif dan perkembangan motorik. Defisiensi zat besi juga berhubungan dengan
menurunnya fungsi kekebalan yang diukur dengan perubahan dalam beberapa
komponen sistem kekebalan yang terjadi selama defisiensi zat besi. Konsekuensi dari
perubahan fungsi kekebalan adalah resistensi terhadap penyakit infeksi. Pada anak-
anak defisiensi zat besi berhubungan dengan kelesuan, daya tangkap rendah, mudah
marah dan menurunnya kemampuan belajar.(Tageman, CA.2010)
b) Defisiensi vitamin B
Kekurangan yang paling dikenal adalah vitamin B12. Vitamin ini ditemukan
terutama di hati, telur, daging, dan susu. Kekurangan vitamin B12 biasanya terlihat
pada anemia pernisiosa, yang terdapat kekurangan faktor intrinsik lambung yang
dibutuhkan untuk penyerapan vitamin B12. Glossitis dan stomatitis dapat disebabkan
dari kekurangan vitamin B12. Ujung lidah memerah pada tahap awal kekurangan dan
pada akhirnya menyebar dengan fissuring yang disebut dengan atrofi papiler. Angular
stomatitis, apthae, dan lesi erosi juga dapat dilihat. Beberapa pasien mungkin
memiliki burning mouth sindrom.
Kekurangan vitamin B 12 dapat menyebabkan kekurangan darah (anemia),
yang sebenarnya disebabkan oleh kekurangan folat. Tanpa vitamin B12, folat tidak
dapat berperan dalam pembentukan sel- sel darah merah. Gejala kekurangan lainnya
adalah sel- sel darah merah menjadi belum matang (immature) yang menunjukkan
sintesis DNA yang lambat. Kekurangan vitamin B12 dapat juga mempengaruhi
system syaraf, berperan pada regenerasi syaraf peripheral, mendorong kelumpuhan.
Selain itu juga dapat menyebabkan hipersensitif pada kulit.(Tageman CA.2010)
2.3 Gambaran Klinis Angular Cheilitis
Secara umum angular cheilitis mempunyai simtom utama bibir kering, rasa
tidak nyaman, adanya sisik-sisik dan pembentukan fisur (celah) yang diikuti dengan
rasa terbakar pada sudut mulut. Yang paling sering sebagai daerah eritema dan udema
yang berbentuk segitiga pada kedua komisura atau dapat berupa atropi, eritema, ulser,
krusta dan pelepasan kulit sampai terjadi eksudasi yang berulang. Reaksi jangka
panjang, terjadi supurasi dan jaringan granulasi.
Pada pasien angular cheilitis yang dihubungkan dengan defisiensi nutrisi
dapat terlihat penipisan papilla lidah (depapillated tongue) dikarenakan defisiensi
besi. Lidah yang merah dan berkilat (depapillated glossy red tongue) pada pasien
dengan defisiensi asam folat, atau lidah ungu kemerahan (reddish-purple depapillated
tounge) pada defisiensi vitamin B. Angular cheilitis yang disertai alopesia, diare dan
ulserasi oral non-spesifik yang biasanya terdapat di lidah dan mukosa bukal, dapat
diduga dikarenakan defisiensi seng.(Burket’s.1994)
2.4 Diagnosa Banding Angular Cheilitis
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Dasar Penegakan Diagnosis Penyakit Mulut
Untuk penegakan diagnosis penyakit, dapat dilakukan dengan pemeriksaan
subyektif, obyektif, dan penunjang.
a. Pemeriksaan Subyektif
Pemeriksaan subjektif (anamnesis). Anamnesis merupakan percakapan
professional antara dokter dengan pasienuntuk mendapatkan data/riwayat penyakit
yang dikeluhkan pasien.Informasi tentang riwayat pasien dibagi menjadi 3 bagian :
riwayat sosial,dental dan medis. Riwayat ini memberikan informasi yang berguna
merupakan dasar dari rencana perawatan.
b. Pemeriksaan Obyektif
Terdiri dari riwayat penyakit, keluhan, kondisi umum (sistemik), pada
keluhan dipertanyakan lokasi, lama waktu, rasa sakit seperti apa, dan apa pemicunya.
Pemeriksaan obyektif terdiri dari:
Melihat
Palpasi
Perkusi
Sonde
Termis
Pemeriksaan klinis ini meliputi:
1. Pemeriksaan Ekstra-oral
Setiap kelainan ekstraoral yang nampak yang dicatat selama pencatatan
riwayat dapat diperiksa lebih lanjut. Penampilan umum-besar dan berat, cara berjalan,
corak kulit, mata, bibir, simetri wajah, dan kelenjar limfe. Pemeriksaan ekstraoral
meliputi pemeriksaan terhadap:
a. Bentuk muka/wajah
b. Bentuk bibir
c. Sendi Rahang
2. Pemeriksaan Intra-oral
Pemeriksaan intraoral meliputi pemeriksaan terhadap gigi, antara lain:
a. Gigi yang hilang
b. Keadaan gigi yang tinggal
c. Oral Hygiene
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Radiograf
Berfungsi sebagai informasi tambahan bagi pemeriksan klinis.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Meliputi pemeriksaan mikrobiologi, HPA, dll.
3.2 Cara Melakukan Anamnesis
Data diri:
Data pribadi termasuk nama, jenis kelamin, usia, dan pekerjaan penderita
Riwayat keluhan termasuk lokasi terjadinya, berapa lama onset, factor
pencetus, riwayat keluarga, serta riwayat social
Kondisi sistemik: yaitu apakah terdapat penyakit sistemik seperti diabetes
mellitus, hipertensi, dll.
Dari skenario diketahui penderita berusia 60 tahun, sakit pada sudut mulut kiri
dan kanan, sedangkan etiologinya dikarenakan gigi tiruan penuh. Gigi tiruan yang
tidak terpasang dengan baik dapat menyebabkan penutupan mulut yang kurang tepat
sehingga menyebabkan saliva memenuhi sudutmulut dan terjadi infeksi. Bagian-
bagian yang tajam dan celah yang dihasilkan oleh gigi tiruan yang tidak pas dapat
menyebabkan angular cheilitis. Selain itu, kebersihan gigi tiruan juga harus
diperhatikan dan dirawat.
Selain itu pada anamnesa juga didapatkan keterangan dari penderita bahwa
penderita menggunakan pengobatan dengan madu. Madu mempunyai sedikit khasiat
untuk penyembuhan jaringan tetapi mungkin karena usia penderita yang sudah tua
mempengaruhi daya regenerasi dan daya tahan tubuh.
3.3 Cara Melakukan Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan fisik adalah sebuah proses dari seorang tenaga kesehatan dalam
memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit. Pemeriksaan
fisik merupakan peninjauan tubuh yang memberikan informasi objektif tentang klien
dan memungkinkan dokter gigi untuk membuat penilaian klinis.
METODE PEMERIKSAAN FISIK
INSPEKSI
Inspeksi, yaitu melihat dan mengevaluasi pasien secara visual dan merupakan
metode tertua yang digunakan untuk mengkaji/menilai pasien. Inspeksi juga
merupakan proses observasi. Dokter gigi menginspeksi untuk mendeteksi
karakteristik normal atau tanda fisik yang signifikan.
PALPASI
Palpasi, yaitu menyentuh atau merasakan dengan tangan, adalah langkah
kedua pada pemeriksaan pasien dan digunakan untuk menambah data yang telah
diperoleh melaluiinspeksi sebelumnya.. Pengkajian lebih lanjut terhadap bagian tubuh
yang dilakukan melalui indera peraba. Melalui palpasi tangan dapat dilakukan
pengukuran yang lembut dan sensitif terhadap tanda fisik termasuk posisi, ukuran,
kekenyalan, kekasaran, tekstur dan mobilitas.
Jenis Palpasi
1. Palpasi ringan : perawat memberikan tekanan perlahan, lembut dan hati2, sedalam
kira2 1 cm
2. Palpasi dalam : untuk memeriksa kondisi organ, penekanan sedalam 2-4 cm
PERKUSI
Perkusi, langkah ketiga pemeriksaan pasien adalah menepuk permukaan tubuh
secara ringan dan tajam, untuk menentukan posisi, ukuran dan densitas struktur atau
cairan atau udara di bawahnya. Perkusi juga merupakan pengetukan tubuh dengan
ujung2 jari guna mengevaluasi ukuran, batasan dan konsistensi organ2 tubuh dan
menemukan adanya cairan di dalam rongga tubuh. Perkusi juga dapat dilakukan
dengan menggunakan alat- alat tertentu.
AUSKULTASI
Auskultasi adalah ketrampilan untuk mendengar. Auskultasi dilakukan secara
langsung maupun menggunakan stetoskop.
Berdasarkan scenario pemeriksaan klinis bisa dilakukan secara visual atau
inspeksi dimana didapatkan tanda klinis berupa adanya fisur, dan eritema yang
terdapat pada sudut mulut. Dengan cara palpasi mungkin bisa didapatkan adanya
pembesaran kelenjar limfa. Bisa juga dengan menggunakan audioskopi.
3.4 Menentukan Rencana Perawatan
Terapi pertama kali yang dapat dilakukan adalah terapi simptomatis. Terapi
ini berfungsi untuk menghilangkan keluhan-keluhan yang ada, misalnya perih saat
mengkonsumsi makanan yang pedas dan asam. Untuk menghilangkan keluhan seperti
ini dapat digunakan cream, misalnya Decubal cream (merk dagang). Cream ini
berfungsi sebagai pelembab. Cream ini mengandung lanolin dalam bentuk murni dan
bersifat hipoalergenik. Decubal cream juga mengandung zat lemak yang sama dengan
zat-zat lemak yang terdapat pada kulit, sehingga membuat cream ini mudah meresap
ke dalam kulit dan melumasi mukosa sudut mulut.
Selain Decubal cream, juga dapat diberikan Solcoseryl. Solcoseryl merupakan
obat topical lesi mulut. Solcoseryl ini berfungsi meningkatkan regenerasi sel dan
bekerja degam cara merekat pada mukosa dengan membentuk suatu selaput yang
dapat melindungi mukosa terhadap iritasi selama makan.
Selanjutnya dapat diberikan anti jamur, misalnya Mikostatin dan Polyene.
Anti jamur ini bersifat fungisidal, artinya dapat berikatan dengan sterol pada dinding
membran sehingga merusak permeabilitas dinding jamur dan metabolisme sel jamur.
Dapat diberikan tiap 6 jam selama 4 minggu. Selain anti jamur, juga dapat diberikan
antibiotik, dalam hal ini adalah Efisol liquid yang bekerja dengan cara memusnahkan
bakteri gram negatif dan bakteri gram positif yang bersifat pathogen. Penggunannya
dengan cara kumur-kumur. Jika terdapat kekurangan vitamin dan zat besi, maka juga
diberikan suplai vitamin dan zat besi. Hal ini bisa didapatkan dari produk makanan
olahan yang mengandung susu, cereal atau biji bijian, kemudian sayuran yang
berdaun dan sebagainya.
Yang paling penting sebelum terapi di atas adalah Dental Health Education.
Artinya pengetahuan dan perilaku tentang kesehatan mulut juga memegang peranan
penting. Misalnya saja tanpa kita sadari, kebiasaan membasahi bibir, terutama pada
sudut mulut dengan saliva mengakibatkan Candida dan bakteri berkumpul pada sudut
tersebut dan akhirnya dapat menginfeksi jaringan mukosa ketika sistem imun tubuh
menurun. Hasil dari infeksi tersebut secara klinis, mukosa sudut mulut menjadi
merah, lunak dan berulserasi, setelah itu menjadi fisura eritematosa yang dalam dan
melebar dari sudut mulut ke kulit sekitar bibir, selanjutnya menimbulkan ulkus dan
keropeng dan membentuk nodula-nodula. Bila terdapat faktor predisposisi denture
atau gigi palsu, maka diperlukan perawatan atau pembuatan denture atau gigi tiruan
yang baru.
Perawatan ini tergantung kepada etiologinya. Apabila etiologi spesifik yang tetap
tidak juga ditemukan, lesi ini bisa sulit untuk disembuhkan dan dapat bertahan sampai
beberapa tahun. Harus diingat adanya infeksi merupakan etiologi sekunder, jika
penyebab utama tidak dirawat, pengobatan terhadap infeksi tidak akan menghasilkan
kesembuhan permanen. Misalnya kebiasaan bernafas melalui mulut pada anak harus
dihilangkan penyebabnya, begitu juga kebiasaan-kebiasaan lain. Bila disebabkan oleh
penyakit sistemik maka perawatan secara local tidak akan berhasil bila tidak disertai
perawatan secara sistemik. Angular cheilitis yang disebabkan oleh defisiensi vitamin
B perawatannya dengan memeberikan suplemen vitamin B kompleks atau
multivitamin yang mengandung vitamin B .Akan tetapi,defisiensi satu jenis vitamin
biasanya diikuti gejala defisiensi nutrisi,maka dalam perawatannya pemberian
multivitamin lebih efektif daripada pemberian vitamin B kompleks saja.Dilaporkan
pengobatan penyakit akibat defisiensi vitamin B12 dengan terapi vitamin dapat
sembuh dalam waktu 3 minggu (Decker RT,2005). Pemberian antimikroba pada
penderita angular cheilitis yang disebabakan defisiensi nutrisi hanya berfungsi
menyingkat waktu penyembuhan.
3.5 Menentukan Pemeriksaan Penunjang dan Membaca Hasil Pemeriksaan
Penunjang
Pemeriksaan laboratorium merupakan pemeriksaan untuk menunjang
diagnosis penyakit, guna mendukung atau menyingkirkan diagnosis lainnya.
Pemeriksaan laboratorium juga sebagai ilmu terapan untuk menganalisa cairan tubuh
dan jaringan guna membantu petugas kesehatan dalam mendiagnosis dan mengobati
pasien.
Pada umumnya diagnosis penyakit dibuat berdasarkan gejala penyakit
(keluhan dan tanda), dan gejala ini mengarahkan dokter pada kemungkinan penyakit
penyebab. Hasil pemeriksaan laboratorium dapat menunjang atau menyingkirkan
kemungkinan penyakit yang menyebabkan, misalnya dalam pemeriksaan biakan
darah, jika positif amat mendukung diagnosis, tapi bila negatif tak menyingkirkan
diagnosis.
Dalam diagnosis penyakit kadang-kadang tidaklah mudah, terutama pada
permulaan penyakit, gejala klinis penyebabnya masih berupa kemungkinan, meski
dokter biasanya dapat menetapkan kemungkinan yang paling tinggi. Karena itu, pada
tahap permulaan dokter tidak selalu dapat menentukan diagnosis penyakit.
Diperlukan data-data tambahan dari pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
penunjang lain.
Untuk memastikan diagnosa angular cheilitis pada skenario, dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaaan mikrobiologi. Angular cheilitis ini lebih
baik dilakukan pemeriksaan penunjang, dalam hal ini adalah biopsi dari hasil swab
pada daerah yang tererosi. Hasil swab tersebut diletakkan pada glass obyek dan
difiksasi dengan alcohol 95 %, setelah itu langsung dikirim ke laboratorium
mikrobiologi guna diteliti etiologi dari angular cheilitis. Dari pemeriksaan patologi
tersebut dapat diketahui etiologi dari angular cheilitis, apakah single etiologi atau
multiple etiologi. Mengetahui banyaknya etiologi suatu penyakit merupakan hal yang
penting karena berhubungan erat dengan penatalaksaannya. Jika etologinya jamur,
nantinya pada pemeriksaan mikrobiologi akan terlihat bentukan hifa-hifa dari
Candida albicans. Sedangkan jika etiologinya adalah bakteri maka akan terlihat
koloni-koloni bakteri.
Hapusan dan usapan secara terpisah harus dilakukan untuk tiap sudut mulut,
setiap anterior nares, palatum, dan permukaan geligi tiruan atas yang berkontak
dengan palatum. Bekas kumur-kumur juga harus dikirim untuk pemeriksaan kultur.
Jika berdasarkan pemeriksaan laboratorium mikrobiologi, etiologi kasus yang
ada pada skenario merupakan multiple faktor, dalam hal ini karena jamur (Candida
albicans) dan bakteri (Staphilokokus aureus atau Streptokokus aureus). Maka terapi
yang diberlakukan juga lebih dari satu.
Pada oral swab jamur Candida, spora bersifat non pathogen karena dapat
dinetralisir oleh tubuh, sedangkan hifa bersifat paogen dan dapat menyebabkan
penyakit.
Selain itu bisa juga dilakukan pemeriksaan darah yaitu untuk mengetahui
adanya etiologi lain seperti defisiensi zat besi.
Pemeriksaan penunjang juga dapat dilakukan dengan rujukan pada klinik
prostodonsia jika dimungkinkan etiologi terjadinya angular cheilitis karena
penggunaan gigi tiruan yang kurang pas.
3.6 Menentukan Prognosis Penyakit
Prognosis adalah memprediksi atau meramalkan kemungkinan terjadinya
penyakit, lama dan akibat yang di timbulkan berdasarkan patogenesis penyakit, dan
adanya faktor resiko untuk penyakit. Ditentukan setelah diagnosis dan sebelum
rencana terapi di tetapkan. Prognosis selain berdasarkan pada informasi spesifik
mengenai penyakit, juga di pengaruhi oleh pengalaman klinisi.
Prognosis sangat bagus (exellent) jika kerjasama pasien bagus, tidak ada
faktor sistemik/lingkungan.
Prognosis bagus, bila ada satu atau lebih keadaan berikut: kemungkinan untuk
mengontrol faktor etiologi, kerjasama pasien cukup, tidak ada faktor
sistemik/lingkungan, atau bila ada faktor sistemik dapat dikontrol.
Prognosis sedang (Fair Prognosis) bila ada satu atau lebih keadaan berikut:
dapat dilakukan pemeliharaan, kerjasama penderita dapat diterima, ada faktor
sistemik/lingkungan ringan.
Prognosis jelek, bila ada satu atau lebih keadaan berikut : sulit melakukan
pemeliharaan daerah dan/atau kerjasama pasien diragukan, ada faktor
sistemik/lingkungan.
Berdasarkan scenario, angular cheilitis memiliki prognosis yang baik bila
factor predisposisi bisa diminimalkan atau dihilangkan, dan bisa sembuh jika gigi
tiruan yang berperan sebagai etiologi dikoreksi.
3.7 Menentukan Macam- Macam Diagnosis Dan Diagnosis Banding Angular
Cheilitis
Macam- Macam Diagnosa
- Early Diagnosa: Diagnosa awal yang ditegakkan sebelum dapat dipastikan kelainan
spesifik.
- Clinical Diagnosa: Diagnosis yang berdasarkan tanda, geajala dan pemeriksaan
laboratorium.
- Rontenologis Diagnosa: Penegakkan diagnosa berdasarkan hasail pemeriksaan
radiolagi.
- Differantial Diagnosa: Penentuan satu dari beberapa penyakit yang dihasilkan oleh
beberapa gejala, yang mempunyai gejala yang serupa.
- Final Diagnosa: Penegakkan diagnosa penyakit secara pasti bedasarkan tanda dan
gejala spesifik dan pemeriksaan penunjang yang mengarah kesuatau penyakit
tertentu.
Diagnosa Banding Angular Cheilitis
Angular cheilitis juga dapat didiagnosa bandingdengan lesi herpes labialis,
ulser, impetigo dan lesi dari sifilis sekunder.
A. Herpes Labialis
Adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh virus herpes simplex. Virus dapat
menjadi aktif dalam keadaan panas, dingin dan juga stress. Pasien sering mengeluh
telah ada lesi yang sama seperti pada waktu sebelumnya. Terlihat vesikel atau lesi
yang ulseratif yang kecil pada bibir di mucocutaneus junction sudut mulut atau
dibawah hidung.
Pada saat perkembanganannya lesi sering terasa gatal, bias juga dijumpai flu
ringan. Secara objektif ditemukan vesikel sebesar 2-4 mm pada daerah mucocutaneus
junction di bibir, sudut mulut dan bawah hidung. Vesikel akan pecah setelah 36-48
jam, kemudian bergabung membentuk krusta kekuning – kuningan. Proses
penyembuhan terjadi selama 7-10 hari. Emapt puluh delapan jam pertama adalah
waktu infeksi mncapai puncaknya dan menurun. Ulser dapat hilang tanpa
terbentuknya parut. Biasanya lesi akan rekuren dan tampak pada tempat yang sama.
(Langlais RP.1984)
B. Ulser
Merupakan kerusakan kulit atau membrane mukosa yang lebih dalamdan
dapat mencapai jaringan dibawah epitel. Tepi dari sebuah ulser bias tampak kasar dan
mencolok, sera semakin lama semakin dalam. Ulser bisa terbentuk akibat penyakit
local ataupun sistemik atau dapat berupa gambaran sekunder dari suatu lesi primer.
Ulser dapat terjadi akibat factor fisika seperti panas atau dingin, factor kimia seperti
asam atau basa, factor trauma seperti gigi – gigi tajam, makanan – makanan kering,
bulu – bulu sikat gigi yang tajam, ataupun benda asing didalam mulut. Ulser bias
tidak terasa sakit dan nyeri, tetapi bias sangat sensitive. (Kerr DA.1974)