fiqih

22
FIQIH A. Pengertian Thoharoh Kata Thaharah berasal dari bahasa arab At Thoharoh yang artinya menurut bahasa sama dengan An- Nadhofah yang berarti bersih, suci, dan terbebas dari kotoran, baik bersifat hissi ( konkrit atau dapat di indra ) maupun ma’nawi ( abstrak) 1 [4] Sedangkan Thoharoh secara Terminologis ( syara’ ) adalah suatu kegiatan bersuci dari hadast dan najis sehingga seseorang diperboehkan untuk mengerjakan sesuatu ibadah untuk dituntut harus dalam keadaan suci seperti Sholat dan Thowaf. Dari pengertian diatas, thoharoh secara syariat Islam terbagi menjadi dua bagian, yaitu : Thoharoh dari hadast dan thoharoh dari najis 1. Thoharoh dari hadast ada tiga bagian, yaitu : wudlu, mandi, dan tayamum. Alat yang digunakan untuk bersuci adalah air untuk wudlu dan mandi, dan tanah (debu) untuk tayamum. 1

Upload: pida-putra

Post on 11-Dec-2015

19 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

makalah ini berisi tentang hukum-hukum fiqih seperti Thaharah, wudlu, tayammum dan istinja.

TRANSCRIPT

Page 1: FIQIH

FIQIH

A.    Pengertian Thoharoh

Kata Thaharah berasal dari bahasa arab At Thoharoh

yang artinya menurut bahasa sama dengan An-Nadhofah

yang berarti bersih, suci, dan terbebas dari kotoran, baik

bersifat hissi ( konkrit atau dapat di indra ) maupun

ma’nawi ( abstrak)1[4]

Sedangkan Thoharoh secara Terminologis ( syara’ )

adalah suatu kegiatan bersuci dari hadast dan najis

sehingga seseorang diperboehkan untuk mengerjakan

sesuatu ibadah untuk dituntut harus dalam keadaan suci

seperti Sholat dan Thowaf.

Dari pengertian diatas, thoharoh secara syariat Islam

terbagi menjadi dua bagian, yaitu : Thoharoh dari hadast

dan thoharoh dari najis

1.      Thoharoh dari hadast ada tiga bagian, yaitu : wudlu,

mandi, dan tayamum. Alat yang digunakan untuk bersuci

adalah air untuk wudlu dan mandi, dan tanah (debu)

untuk tayamum.

Air2[5] dan tanah sebagai alat bersuci harus memenuhi

persyaratan , yaitu suci mensucikan. Selain air dan tanah

ada juga alat bersuci lainnya yaitu dabigh ( penyamak

1

2

Page 2: FIQIH

kulit ) yang digunakan untuk membersihkan kulit bangkai ,

dan takhallul ( pembuat cuka ) untuk mensucikan khomr.

2.      Thoharoh dari najis dan kotoran yaitu dengan membasuh

dan membersihkan najis dan kotoran dengan air dan alat

thoharoh lainnya.

B.     Macam macam pembagian air

Ditinjau dari segi hukumnya air dibagi menjadi empat

macam

1.    Air suci mensucikan dan tidak dimakruhkan ( Air

muthlaq).3[6]

Al Jurjani di dalam Al-Ta’rifatnya 195” menandaskan air

muthlaq adalah air yang masih dalam asal kejadiannya,

tidak terkena najis dan tdak pula tercampuri barang

barang suci yang lain secara berlebihan. Yang termasuk

jenis air muthlaq ini yaitu air hujan,air laut dan air yang

lainnya yang sudah di paparkan dihalaman sebelumnya.

وأنزل]7[4مـــن السمــــإ مـــأ طهورا

Artinya : dan kami turunkan dari langit air yang amat

bersih.

2.    Air yang suci mensucikan, tetapi makruh digunakan

( air musyammas )

3

4

Page 3: FIQIH

Yang dimaksud air musyammas yaitu air yang terkena

panas terik matahari yang mana air tersebut didalam

tempat logam yang terbuat dari seng atau besi, tembaga,

baja, auminium yang masing masing benda logam itu

barkarat. Air musyammas adalah air yang suci mensucikan

akan tetapi makruh dipakai karena dikhawatirkan akan

menimbulkan pencemaran ataupun penyakit.

Adapun air yang ditempat logam yang tidak berkarat

dan terkena terik matahari tidak termasuk air

musyammas, demikian juga air yang ditempatkan tidak

pada logam dan dipanaskan diterik matahari tidak

termasuk air musyammas, atau air yang dipanaskan bukan

pada terik matahari.5[8] juga bukan air musyammas.

3.    Thohir ghoiru muthohir ( air musta’mal )

Yang dimaksu air thohir ghoiru muthohir adalah bahwa

air ini hukumnya suci tetapi tidak dapat mensucikan

Ada tiga macam jenis air ini, yaitu :

a.       Air suci yang dicampur dengan benda suci ainnya

sehingga air itu berubah salah satu sifatnya (warnanya,

rasanya, baunya) contoh : air kopi, air teh, dll.

b.      Air suci yang kurang dari dua qullah6[9] yang sudah

digunakan untuk bersuci walaupun tidak berubah sifatnya,

5

6

Page 4: FIQIH

atau air yang cukup dua qullah yang sudah dipergunakan

untuk bersuci dan teah berubah sifatnya.

c.       Air buah buahan atau air yang ada didalam pohon,

misalnya : pohon bambu, dll.

4.    Air mutanajis atau air yang bernajis

Yang dimaksud dari air ini yaitu air yang tadinya suci

kurang dari dua qullah tetapi terkena najis dan telah

berubah salah satu sifatnya (misalnya warnanya, baunya,

rasanya). Air seperti ini hukumnya najis, tidak boleh

diminum, tidak sah dipergunakan untuk wadlu, mandi atau

menuci benda yang terkena najis.

Rosululloh bersabda :

Yang artinya : “Air itu tidak dinajisi sesuatu, kecuai telah

berubah rasanya, warnanya atau baunya”. 7[10]

Sebaliknya apabila air itu banyak (dua qullah atau lebih)

walaupun terkena najis tetapi tidak berubah salah satu

sifatnya, maka air itu hukumnya tetap suci mensucikan, air

tersebut boleh diminum, sah dipergunakan untuk bersuci

baik untuk menghilangkan hadast atau najis. Rasulullah

bersabda :

Yang artinya : “Apabila air itu cukup dua qullah tidak

dinajisi oleh suatu apapun”.8[11]

7

8

Page 5: FIQIH

C.    Macam macam Najis dan Cara Mensucikannya

Najis yang bisa mencegah sahnya sholat ada

kemungkinan melekat pada badan, pada pakaian atau

tempat yang dipergunakan untuk sholat.

Najis najis tersebut terbagi menjadi 3 (tiga) macam :9[12]

1.    Najis mukhaffafah yang artinya najis yang ringan

2.    Najis mutawasithah yang artinya najis sedang

3.    Najis mugholadhah yang artinya najis berat

a.      Najis mukhaffafah

Yang termasuk najis mukhoffafah ialah air kencing anak

laki laki yang belum berumur dua tahun dan belum makan

maupun minum sesuatu keculi air susu ibu (ASI)

Cara mensucikan najis mukhafafah

Adalah dengan memercikkan air pada benda yang

terkena najis mukhofafah itu. Yang dimaksu dengan

memercikkan air iaah cukup dengan percikan air yang

tidak dituntut percikan itu sampai menimbulkan air itu

mengali, Rasulullah SAW bersabda yang artinya:

“Dibasuh dari kencing perempuan dan dipercikkan dari air

kencing anak laki laki” (HR. Abu dawud dan An-Nasa’i)

b.      Najis mutawasithah

Yang termasuk najis mutawasithoh ialah:

9

Page 6: FIQIH

1)        bangkai binatang darat yang berdarah sewaktu hidupnya

adalah termasuk najis, Alloh SWT berfirman yang artinya:

“diharamkan atas kamu bangkai10[13]

Yang dimaksud dengan bangkai adalah binatang yang

mati karena tidak disembelih, atau disembelih tetapi tidak

menurut aturan syari’at islam. Yang termasuk golongan

bangkai ialah daging yang dipotong dari binatang yang

masih hidup, seperti memotong paha suatu binatang.

Rosulullah SAW. Bersabda yang artinya:

“Daging yang dipotong dari binatang yang masih hidup

termasuk bangkai”.11[14]

2)        Darah

Semua macam darah termasuk najis Jika darah itu

sedikit, maka dapat dimaafkan seperti : darah nyamuk

yang melekat pada badan atau pakaian, darah bisul dan

darah karena luka kecil.

3)        Nanah

Nanah pada hakikatnya adalah darah yang tidak sehat

dan sudah membusuk

4)        Muntah

Muntah termasuk najis tetapi kalau sedikit dapat

dimaafkan

5)        Kotoran manusia dan kotoran binatang

10

11

Page 7: FIQIH

Semua benda baik yang padat maupun yang cair yang

keuar dari qubu dan dubur manusia ataupun binatang

hukumnya najis kecuali Mani. Biarpun air mani tidak

termasuk najis tetapi disunnahkan untuk dibersihkan.

6)        Arak (Khamr)

Semua minuman keras yang mamabukkan termasuk

benda najis berdasarkan firman Allah SWT yang artinya:

“Sesungguhnya (meminum) arak, berjudi (berkorban

untuk) berhala dan mengundi nasib dengan panah adalah

perbuatan keji termasuk perbuiatan syaithon.12[15]

Najis mutawasithah dibagi menjadi 2 bagian yaitu :

a)        Najis ainiyah

Yaitu najis mutawasithoh yang masih keliahatan

wujudnya dan baunya.

b)        Najis hukmiyah

Yaitu adalah najis yang diyakini adanya, tetapi sudah

tidak kelihatan wujudnya, warna dan baunya. Contoh : air

kencing yang sudah kering yang terdapat pada pakaian.

Cara mensucikan najis mutawasithoh ainiyah13[16]

Adalah dengan menghilangkan najis tersebut dan

membasuhnya dengan air sampai hilang warna, rasa dan

baunya.

12

13

Page 8: FIQIH

Cara mensucikan najis mutawasithaoh

hukmiyah14[17]

adalah cukup dengan menggenangi air mutlaq pada

tempat najis hukmiyah tersebut. Dengan demikian

seseorang tidak perlu membasuh seluruh lantai. Dan

apabila bekas najis yang sudah dicuci sampai berulang

ulang masih juga tidak dapat hilang semua, maka yang

demikian itu dapat dimaafkan dan dianggap suci.

c.       Najis mugholadhoh

Yang termasuk najis ini ialah air liur dan kotoran

binatang ajing dan babi.

Cara menyucikan najis mugholadhoh

Ialah dengan menyuci najis ntersebut sebanyak tujuh

kali dengan air dan satu kali dengan debu. Rosululah SAW.

bersabda yang artinya:

“sucinya tempat dan peralatan salah seorang kamu,

apabila dijilat anjing hendaklah dicuci tujuh kali, permulaan

dari tujuh kali harus dengan tanah atau dengan

debu”15[18]

WUDLU

14

15

Page 9: FIQIH

A.    Pengertian Wudlu

Kata wudlu berasal dari bahasa arab yang diadopsi

dari kata “Wadlo ah” yang berarti baik dan bersih. Menurut

syara’ wudlu adalah perbuatan tertentu yang dinilai

dengan niat. Wudlu dapat juga diartikan menyengaja

membasuh anggota badan tertentu yang telah

disyariatkan untuk melaksanakan suatu perbuatan yang

membutuhkannya, seprti sholat dan thowaf.

Dalil wajibnya wudlu didasarkan pada Al Qur an16[19],

hadist (sunnah) dan ijma’ uama’.

B.     Syarat dan fardlu wudlu

Untuk sahnya wudlu harus terpenuhi beberapa

syarat dan fardunya. Para ulama’ telah menyepakati

bahwa syarat sahnya wudlu sebagai berikut :

1.      Islam

2.      Tamyiz (memasuki usia dewasa)

3.      Air mutlaq (suci mensucikan)

16

Page 10: FIQIH

4.      Tidak ada yang menghalangi pada anggota wudlu baik

Hissi17[20] maupun syar’i18[21].

5.      Masuk waktu sholat (khusus bagi yang hadastnya

berkepanjangan)

C.    Fardlu Wudlu

Fardlu wudlu ada 6, yaitu :

1.      Niat

2.      Membasuh muka

3.      Membasuh tangan

4.      Mengusap kepala

5.      Membasuh kaki

6.      Tertib

D.    Sunnah wudlu

Ada beberapa hal yang disunahkan dalam

berwudlu19[22].

1.      Membaca Basmallah

17

18

19

Page 11: FIQIH

2.      Membersihkan sela-sela jari kedua tangan

3.      Membasuh kedua telapak tangan sampai ke pergelangan

sebanyak 3 kali sebelum berkumur

4.      Madmadloh (berkumur)

5.      Istinsyaq dan istinsyar (menghisap air kehidung kemudian

membuangnya)

6.      Menyela nyela jenggot yang tebal sampai merata dan

bersih

7.      Membasahi rambut kepala sampai merata

8.      Memasukkan telunjuk tangan ke telinga kanan dan

telunjuk kiri ke telinga kiri dibantu dengan dua buah ibu

jari.

9.      Membersihkan sela sela jari kaki kanan dan kiri memakai

tangan kiri sampai bersih

10.  Mendahulukan anggota wudlu yang kanan dari yang kiri

11.  Membasuh setiap anggota wudlu masing masing tiga kali

12.  Memelihara (menjaga) agar percikan wudlu tidak terkena

pada anggota wudlu yang lain

Page 12: FIQIH

13.  Tidak berbicara selama berwudlu kecuai jika sangat

penting

14.  Tidak meminta tolong kepada orang lain dalam

melaksanakan wudlu

15.  Tidak menyeka / mengelap air wudlu setelah selesai

wudlu

16.  Menghadap qiblat ketika berwudlu

17.  Menghadap qiblat setelah selesai berwudlu dan membaca

do’a

E.     Batalnya wudlu

Ada beberapa hal yang menyebabkan menyebabkan

wudlu seseorang batal20[23], diantaranya :

1.      Keluarnya sesuatu dari jalan dua (Qubul dan Dubur)

2.      Tidur, kecuali dalam keadaan duduk dengan mantap

3.      Hilang akal karena gila, mabuk, marah, penyakit atau

yang lainnya.

4.      Bersentuhan antara kulit laki laki dan perempuan

5.      Menyentuh kemaluan manusia dengan perut telapak

tangan tanpa alas

20

Page 13: FIQIH

6.      Ini berdasarkan sabda Nabi SAW yang artinya : “Barang

siapa menyentuh kemaluannya, hendaklah ia berwudlu”.21

[24]

TAYAMUM

A.    Pengertian Tayamum

Kata tayamum berasal dari kata bahasa arab

Tayammamu yang artinya menyengaja atau menuju.

Adapun menurut istilah syara’, tayamum adalah mengusap

tanah yang suci pada muka dan kedua tangan sebagai

pengganti wudlu atau mandi dengan beberapa syarat dan

rukun tertentu. Allah SWT berfirman yang artinya :

“Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau salah

seorang diantara kamu datang dari tempat buang air atau

kamu menyentuh perempuan kemudian kamu tidak

mendapatkan air maka bertayammumlah kamu dengan

debu yang suci, maka usaplah nukamu dan tanganmu,

sesungguhnya Alloh maha pemaaf lagi maha

pengampu”22[25]

B.     Syarat Tayammum

21

22

Page 14: FIQIH

Seseorang dibenarkan bertayammum apabila

memenuhi syarat syarat berikut :

1.    Sudah masuk waktu sholat Tayammum untuk sholat yang

berwaktu, baik wajib maupun yang sunnah, hanya

dibenarkan setelah masuk waktunya. Alasannya

tayammum itu karena darurat dan tidak ada keadaan

darurat sebelum masuk waktu sholat.

2.    Telah berusaha mencari air tapi tidak mendapatkannya

3.    Ada udzur sehingga tidak dapat menggunakan air. Udzur

menggunakan air itu terjadi karena musafir, sakit, atau

hajat.

4.    Dengan tanah yang murni dan suci. Tayammum hanya

sah dengan menggunakan tanah yang suci dan berdebu

(turob). Bahan bahan lainnya seperti semen, batu,

belerang atau tanah yang bercampur dengannya tidak sah

digunakan untuk bertayammum.

C.    Rukun Tayammum

Tayammum terdiri dari empat rukun :

1.      Niat Istibahah (niat membolehkan) sholat atau ibadah lain

yang memerlukan thaharah, seperti thawaf dan sujud. Dalil

wajibnya niat ini berlaku seperti pada wudlu23[26].

2.      Mengusap wajah, sebagaimana dijelaskan dalam QS. An

Nisa’ ayat 43.

23

Page 15: FIQIH

3.      Mengusap kedua tangan hingga kedua siku

4.      Orang yang meaksanakan tayammum harus melepaskan

sesuatu yang menghalangi sampainya usapan pada tangan

tersebut, seperti cincin dan gelang.

5.      Tartib (berurutan) yaitu mendahulukan wajah dari tangan

D.    Hal hal yang membatalkan tayammum

1.      Segala sesuatu yang membatalkan wudlu termasuk

membatalkan tayammum

2.      Mendapatkan / melihat air sebelum mengerjakan shalat

bagi orang yang tayammum karena ketiadaan air. Bagi

orang yang menemukan air setelah selesai mengerjakan

shalat, ia tidak wajib mengulangi shalatnya walaupun

waktu sholat masih ada.

ISTINJA’

A.    Pengertian Istinja’

Istinja’ menurut bahasa artinya terlepas atau

selamat, dari bahasa arab Al Istija’a. Sedangakan istinja’

menurut istilah syari’at islam adalah bersuci sesudah

buang air besar atau buang air kecil.

B.     Cara beristinja’

Page 16: FIQIH

Beristinja’ ini hukumnya adalah wajib bagi orang

yang baru saja buang air besar maupun buang air kecil,

baik dengan air ataupun dengan benda selain air. Benda

selain air yang dapat digunakan untuk beristinja’ adalah

benda yang keras dan kesat seperti batu, kertas atau daun

daun yang sudah kering.

Cara beristinja’ dapat dilakukan dengan salah satu tiga

cara sebagai berikut :24[27]

1.      Membasuh atu membersihkan tempat keluar kotoran air

besar atau air kecil dengan air sampai bersih25[28].

2.      Membasuh atau membersihkan tempat keluar kotoran air

besar atau air kecil dengan batu, kemudian dibasuh dan

dibersihkan dengan air.

3.      Membasuh dan membersihkan tempat keluar kotoran air

besar atau air kecil dengan batu atau benda benda kesat

lainnya sampai bersih26[29].

C.    Syarat beristinja’

Syarat syarat berstinja’ terdiri dari enam macam,

yaitu :

1.      Batu atau benda itu keras/ kesat dan harus suci serta

dapat dipakai untuk membersihkan najis.

24

25

26

Page 17: FIQIH

2.      Batu atau benda itu tidak termasuk yang di hormati

misalnya bahan makanan dan batu masjid.

3.      Sekurang-kurangya dengan tiga kali usapan dan sampai

bersih.

4.      Najis yang di bersihkan belum sampai kering.

5.      Najis itu tidak pindah dari tempat keluarnya.

6.      Najis itu tidak bercampur dengan benda lain, meskipun

benda itu suci dan tidak terpecik oleh air.

DAFTAR PUSTAKA

Al-ustadz Saiful Anwar, “Audlohul Mawahib” jawaban pelbagai kemusykian kitab Fathul Qorib cet 1,Darul Hikmah,Jombang,2008

Drs. Supiana, M.Ag & M. Karman, M.Ag, Materi Pendidikan Agama Islam, PT Remaja Rosdakarya,Bandung,2001

Drs. H. Amir Abyan, MA dkk, Fiqih, PT Karya Toha Putra, Semarang,1997