filsafat islam (litbang)
DESCRIPTION
filsafat islamTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak didalami dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektika. Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan logika berpikir dan logika bahasa.
Logika merupakan sebuah ilmu yang sama-sama dipelajari dalam matematika dan filsafat. Hal itu membuat filasafat menjadi sebuah ilmu yang pada sisi-sisi tertentu berciri eksak di samping nuansa khas filsafat, yaitu spekulasi, keraguan, rasa penasaran dan ketertarikan. Filsafat juga bisa berarti perjalanan menuju sesuatu yang paling dalam, sesuatu yang biasanya tidak tersentuh oleh disiplin ilmu lain dengan sikap skeptis yang mempertanyakan segala hal.
Etimologi
Kata falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa Arab ,فلسفة yang juga diambil dari bahasa Yunani; philosophia. Dalam bahasa ini, kata ini merupakan kata majemuk dan berasal dari kata-kata (philia = persahabatan, cinta dsb.) dan (sophia = "kebijaksanaan"). Sehingga arti harafiahnya adalah seorang “pencinta kebijaksanaan”.
Kata filosofi yang dipungut dari bahasa Belanda juga dikenal di Indonesia. Bentuk terakhir ini lebih mirip dengan aslinya. Dalam bahasa Indonesia seseorang yang mendalami bidang falsafah disebut "filsuf".
Filsafat Islam
Filsafat Islam merupakan filsafat yang seluruh cendekianya adalah muslim. Ada sejumlah perbedaan besar antara filsafat Islam dengan filsafat lain. Pertama, meski semula filsuf-filsuf muslim klasik menggali kembali karya filsafat Yunani terutama Aristoteles dan Plotinus, namun kemudian menyesuaikannya dengan ajaran Islam.
Kedua, Islam adalah agama tauhid. Maka, bila dalam filsafat lain masih 'mencari Tuhan', dalam filsafat Islam justru Tuhan 'sudah ditemukan, dalam arti bukan berarti sudah usang dan tidak dibahas lagi, namun filsuf islam lebih memusatkan perhatiannya kepada manusia dan alam, karena sebagaimana kita ketahui, pembahasan Tuhan hanya menjadi sebuah pembahasan yang tak pernah ada finalnya.
Salah satu filsuf islam adalah Abū Nasir Muhammad bin al-Farakh al-Fārābi (870-950, Bahasa Persia: فارابی ( محمد singkat Al-Farabi adalah ilmuwan dan filsuf Islam yang berasal dari Farab, Kazakhstan. Ia juga dikenal dengan nama lain Abū Nasir al-Fārābi (dalam beberapa sumber ia dikenal sebagai Abu Nasr Muhammad Ibn Muhammad Ibn Tarkhan Ibn Uzalah Al- Farabi , juga dikenal di dunia barat sebagai Alpharabius, Al-Farabi, Farabi, dan Abunasir. Kemungkinan lain adalah Farabi adalah seorang Syi’ah Imamiyah (Syiah Imamiyah adalah salah satu aliran dalam islam dimana yang menjadi dasar aqidah mereka adalah soal Imam) yang berasal dari Turki.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum, Wr. Wb.
Segala puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, berkat limpahan rahmat, taufik
dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Shalawat serta salam terlimpahcurahkan kepada Nabi Agung Muhammad SAW, yang
menjadi rahmatan lil alamin sehingga terlepaslah kita semua dari kejahiliyahan.
Tidak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyelesaian penyusunan makalah ini.
Makalah ini berjudul “Al Farabi dan Pemikirannya” yang berisikan tentang kehdiupan
seorang filsuf “Al Farabi” dengan buah pemikirannya. Makalah ini dibuat selain untuk
memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Islam oleh Bapak Drs. Yayan Taryana, M.Pd.I juga
untuk khalayak ramai sebagai bahan penambah pengetahuan kita.
Makalah ini kami susun dengan usaha yang maksimal. Namun kami menyadari bahwa
kami bukan manusia yang sempurna masih banyak kekurangan. Oleh karena itu saran, kritik
dan pesan dari pembaca terutama dari Bapak Drs. Yayan Taryana, M.Pd.I selaku dosen mata
kuliah Filsafat Islam sangat kami nantikan.
Semoga apa yang kami buat bermanfaat. Amin.
Wassalamu’alaikum, Wr. Wb.
Subang, Nopember 2011
Penyusun
http://angsolihin91.blogspot.co.id/2011/12/contoh-makalah-mata-kuliah-filsafat.html 11 oktober 2015. 13:30
Andre's Blog
Jumat, 10 Mei 2013
FILSAFAT ISLAM
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pemikiran atau statemen adalah milik sipempunya sebelum diucapkan. Sebaliknya,
setelah dikatakan segera menjadi milik umum. Ada pemikiran dan statemen yang hilang
bersama hembusan angin, tetapi ada juga yang abadi. Pemikiran dan statemen yang abadi
menjadi milik semua manusia melampaui ruang dan waktu. Sehingga generasi belakangan
mewarisinya dari generasi terdahulu. Individu bergantian dengan masyarakat. Dari situlah
terjadinya silih berganti peradaban dan saling mengisi. Hingga sekarang tidak ada keraguan
bahwa kebudayaan Yunani mengambil dari peradaban-peradaban Timur. Ia amat
mempengaruhi peradaban latin, yang pengaruhnya berkembang hingga kebangkitan Eropa.
Peradaban-peradaban modern saling mengisi satu sama lain tanpa terputus.
2. Tujuan
a. Untuk melengkapi tugas mata kuliah Pengantar Filsafat
b. Untuk memahami lebih dalam lagi akan arti filsafat dan sejarah perkembangannya
c. Sebagai bahan diskusi
.
4. Rumusan Masalah
a. Pengertian Filsafat Islam
b. Objek Filsafat Islam
c. Manfaat mempelajarinya
d. Pemikiran Ibnu Rusdy yang terpengaruh terhadap timbulnya Renaissance
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat Islam
Filsafat Islam diartikan sebagai berpikir yang bebas, radikal dan berada dalam dataran
makna. Bebas artinya tidak ada yang menghalang pikiran bekerja, sepanjang seseorang itu
dalam keadaan sehat.
Filsafat Islam membahas hakikat semua yang ada sejak dari tahapan ontologis hingga
menjangkau dataran epistemologis, ekstetika dan etika disamping itu Filsafat Islam
membahas pula tema-tema fundamental dalam kehidupan manusia yaitu Tuhan, manusia,
alam dan kebudayaan.
Kajian filsafat islam terhadap objeknya (objek material) dari waktu ke waktu mungkin
tidak berubah. Tetapi, corak dan sifat serta dimensi yang menjadi tekanan atau fokus-fokus
kajiannya (objek formal) harus berubah, serta konteks kehidupan manusia semangat baru
yang selalu muncul dalam perkembangan zaman.
Dalam makalah ini juga mengkaji secara khusus objek-objek Filsafat Islam. Seorang
calon filosof atau guru pembimbing dapat menfasilitasi perkembangan pribadi para
mahasiswa.
Filsafat Islam terdiri dari 2 kata yaitu Filsafat dan Islam, dalam khasanah ilmu, Filsafat
diartikan sebagai berpikir yang bebas, radikal dan berada dalam dataran makna.
Bebas artinya tidak ada yang menghalangi pikiran bekerja. Kerja pikiran terdapat di
otak, oleh karena itu tidak ada satu kekuatan apapun baik raja/penguasa negara manapun
yang bisa menghalangi seseorang untuk berfikir apalagi mengatur/menyeragamkannya,
sepanjang seseeorang itu dalam keadaan sehat.[1[1]]
B. Objek-objek dalam Filsafat Islam
Secara khusus objek-objek kajian tersebut dapat dirinci menjadi :
1. Ontologi, berhubungan dengan bahasan yang ada (wujud/eksisteni) itu, mana/apa yang
sebenarnya ada yang menjadi landasan/sumber keberadaan yang lainnya. Ada beberapa
sesuatu yang ada itu, mengapa sesuatu ada dan bagaimana mengadanya, dalam konteks Islam
berkaitan degan apa dan siapa yang benar-benar wujud.
1[1] Asy’arie, Musa, Filsafat Umum, Yogykarta : Lesfi, 2002 hal.1
2. Teologi yaitu pembahasan tentang keTuhanan yang akan meliputi eksistensi, esensi, sifat,
nama dan perbuatan-Nya
3. Epistemologi yaitu pembahasan tentang sumber asal segala sesuatu dan metode
mengada/cara mendapatkan sesuatu bila berhubungan dengan ilmu maka berarti sumber-
sumber dan metode perolehannya.
4. Aksiologi yaitu pembahasan tentang nilai, kegunaan dan manfaat segala sesuatu
5. Etika, pembahasan tentang baik buruknya prilaku manusia berdasarkan dalil-dalil tertentu
6. Estetika yaitu pembahasan tentang keindahan, seni dan berbagai dimensi dan cabangnya.
Keindahan tersebut mencangkup Keindahan Hakiki, Keindahan Natural, dan Artifisial.
7. Logika, berhubungan dengan pembahasan benar salahnya suatu pemikiran rasio atau akal
berdasarkan sistem tertentu. Atau berkaitan dengan cara / metode berpikir yang dapat
dipertanggungjawabkan dan menghasilkan kebenaran yang sesungguhnya.
8. Metafisika, yaitu pembahasan tentang sesuatu yang berada di luar jangkauan mata
fisik/material atau yang tidak tampak yang dalam bahasa agama disebut pembahasan yang
gaib
9. Antropologi, membahas masalah hakekat manusia dan hubungannya dengan fungsi dan
perannya dari berbagai sudut pandang
10. Psikologi, membahas masalah aspek kejiwaan manusia, hakekatnya, sifat-sifatnya dan relasi
dengan realitas yang lainnya serta pengarhunya pada perilaku dhahir dan batinnya manusia.
11. Kosmologi, membahas thakekat alam darimana asal dan bagaimana penciptaanya serta jenis
dari cakupannya
12. Eskatologi, membahaw tentang masalah kehidupan sesudah kematian.[2[2]]
Objek Kajian Filsafat Islam menurut Prof. Dr. Musa Asy’arie
1. Filsafat Islam membahasa hakikat semua yang ada sejak dari tahapan ontologis, hingga
menjangkau dataran metafisi. Filsafat Islam juga membahasa mengenai nilai-nilai, yang
meliputi dataran epistemologis, estetika, dan etika. Disamping itu, filsafat islam membahas
pula tema-tema fundametal dalam kehidupan manusia, yaitu Tuhan, manusia, alam dan
kebudayaan. Yang disesuaikan dengan kecenderungan perubahan dan semangant jaman
2. Kajian filsafat Islam terhadap objeknya (objek material) dari waktu ke watu, mungkin, tidak
berubah tetapi corak dan sifat serta dimensi yang menjadi tekanan atau fokus kajiannya
(objek formal) harus berubah, serta konteks kehidupan manuisa dan semangat baru yang
selalu muncul dalam setiap perkembangan zaman.[3[3]]
2[2] Imam Hanafi Al Jauharie, M.Ag, Filsafat Islam, Pekalongan : Stain Pekalongan Press.2006 hal 7-8
C. Manfaat Filsafat
Menurut Harold H. Titus, filsafat adalah suatu usaha untuk memahami alam semesta,
maknanya dan nilainya. Apabila tujuan ilmu adalah kontrol, dan tujuan seni adalah
kreativitas, kesempurnaan, bentuk keindahan komunikasi dan ekspresi, maka tujuan filsafat
adalah pengertian dan kebijaksanaan (understanding and wisdom).
Dr. Oemar A. Hoesin mengatakan : ilmu memberi kepada kita pengetahuan, dan filsafat
memberikan hikmah. Filsafat memberikan kepuasan kepada keinginan manusia akan
pengetahuan yang tersusun dengan tertib akan kebenaran.
S. Takdir Alisyahbana menulis dalam bukunya : filsafat itu dapat memberikan
ketenangan pikiran dan kemantapan hati, sekalipun menghadapi maut. Dalam tujuannya yang
tunggal (yaitu kebenaran) inilah letaknya kebesaran, kemuliaan, malahan kebangsawan
filsafat di antara kerja manusia yang lain. Kebenaran dalam arti yang sedalam-dalamnya dan
seluas-luasnya baginya, itulah tujuan yang tertinggi dan satu-satunya. Bagi manusia,
berfilsafat itu berarti mengatur hidupnya seinsaf-insafnya, senetral-netralnya dengan perasaan
tanggung jawab, yakni tanggung jawab terhadap dasar hidup yang sedalam-dalamnya, baik
Tuhan, alam atau pun kebenaran.
Radhakrishman dalam bukunya, History of Philosophy, menyebutkan : Tugas filsafat
bukanlah sekedar mencerminkan semangat masa ketika kita hidup, melainkan
membimbingnya maju. Fungsi filsafat adalah kreatif, menetapkan nilai, menetapkan tujuan,
menentukan arah danmenuntun pada jalan baru. Filsafat hendaknya mengilhamkan keyakinan
kepada kita untuk menopang duniabaru, mencetak manusia-manusi yang menjadikan
penggolongan-penggolongan berdasarkan nation, ras, dan keyakinan keagamaan mengabi
kepada cita mulia kemanusiaan. Filsafat tidak ada artinya sama sekali apabila tidak universal,
baik dalam ruang lingkupnya maupun dalam semangatnya.
Studi filsafat harus membantu orang-orang untuk membangun keyakinan keagamaan atas
dasar yang matang secara intelektual. Filsafat dapat mendukung kepercayaan keagamaan
seseorang, asal saja kepercayaan tersebut tidak bergantung kepada konsepsi yang prailmiah,
yang usang, yang sempit, dan yang dogmatis. Urusan (concerns) utama agama ialah harmoni,
pengaturan, ikatan, pengabdian, perdamaian, kejujuran, pembebasan, dan Tuhan
Berbeda dengan pendapat Soemadi Soerjabrata, yaitu mempelajari filsafat adalah untuk
mempertajam pikiran, maka H. De Vos berpendapat bahwa filsafat tidak hanya cukup
diketahui, tetapi harus dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Orang mengharapkan
bahwa filsafat akan memberikan kepadanya dasar-dasar pengetahuan yang dibutuhkan untuk
3[3] Prof. Dr. Musa Asy’arie, Filsafat Islam. Yogyakara : LESFI, 2002. hal 31
hidup secara baik. Filsafat hars mengjar manusia bagaimana ia harus hidup agar dapat
menjadi manusia yang baik dan bahagia.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan filsafat adalah mencari hakikat
kebenaran sesuatu, baik dalam logika (kebenaran berpikir), etika (berperilaku), maupun
metafisika (hakikat keadilan).
D. Filsafat Islam dan Kebangkitan Eropa (Renaissance)
Pemikiran Ibnu Rusdy yang berpengaruh terhadap timbulnya Renaissance.
Pmeikiran/Statemen adalah milik siempunya sebelum diucapkan, tapi sebaliknya, setelah
dikatakan segera menjadi milik umum. Ada pemikiran dan statemen yang hilang bersama
hembusan angi. Tetapi ada juga yang abadi. Pemikiran dan statemen yang abadi menjadi
milik semua manusia melampaui ruang dan waktu sehingga generasi belakangan
mewarisinya dari generasi terdahulu.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Rasionalisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang berpendirian bahwa sumber
pengetahuan yang mencukupi dan dapat dipercaya adalah akal. Rasionalisme tidak
mengingkari peran pengalaman, tetapi pengalaman dipandang sebagai perangsang bagi akal
atau sebagai pendukung bagi pengetahuan yang telah ditemukan oleh akal. Akal dapat
menurunkan kebenaran-kebenaran dari dirinya sendiri melalui metode deduktif. Rasionalisme
menonjolkan “diri” yang metafisik, ketika Descartes meragukan “aku” yang empiris, ragunya
adalah ragu metafisik.
Empirisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang berpendapat bahwa empiri atau
pengalamanlah yang menjadi sumber pengetahuan. Akal bukanlah sumber pengetahuan, akan
tetapi akal berfungsi mengolah data-data yang diperoleh dari pengalaman. Metode yang
digunakan adalah metode induktif. Jika rasionalisme menonjolkan “aku” yang metafisik,
maka empirisme menonjolkan “aku” yang empiris.
Ciri-ciri kritisisme diantarnya adalah sebagai berikut:
• Menganggap bahwa objek pengenalan itu berpusat pada subjek dan bukan pada objek.
• Menegaskan keterbatasan kemampuan rasio manusia untuk mengetahui realitas atau
hakikat sesuatu; rasio hanyalah mampu menjangkau gejalanya atau fenomenya saja.
DAFTAR PUSTAKA
Hadiwijono, Harun. 1980. Sari Sejarah Filsafat Baru 2. Yogyakarta : Kanisius
Syadali, Ahmad dan Mudzakir. 1997. Filsafat Umum. Bandung : Pustaka Setia
Diposkan oleh Andre Wicaksono di Jumat, Mei 10, 2013 Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Bagikan ke Pinterest