filsafat hukum pidana islam

21
BAB I PENDAHULUAN Sebelum lebih jauh memasuki wilayah Hukum Pidana Islam telah di uraikan dalam pembahasan makalah sebelum kelompok kami tentang pengertian filsafat Hukum Islam dan aspek-aspeknya , kita ketahui bahwa wilayah kajian filsafat hukum islam termasuk di dalamnya segala aspek filsafat yang lebih di khususkan pada hukum-hukum islam sesuai Al-Qur’an dan Hadist, seperti Tasyri, Syari’ah, Fiqh, Filsafat Hukum, dan Filsafat Hukum Islam. selanjutnya pada bagian ini kami akan sedikit membahas tentang Filsafat Hukum Pidana Islam, apabila kita lihat dari pengertian Hukum Pidana sudah pasti adalah sebuah Hukuman untuk orang-orang yang telah melanggar hukum, atau kalau dalam hukum islam lebih dikenal dengan Jarimah dan semacamnya. Dan untuk lebih jelasnya insaya Allah akan di uraikan oleh Kelompok kami. 1

Upload: jurigajabisa

Post on 12-Jun-2015

2.708 views

Category:

Documents


36 download

DESCRIPTION

makalah nie di buat Oleh Mahasiawa UIN bandung.....

TRANSCRIPT

Page 1: Filsafat Hukum Pidana Islam

BAB I

PENDAHULUAN

Sebelum lebih jauh memasuki wilayah Hukum Pidana Islam telah di

uraikan dalam pembahasan makalah sebelum kelompok kami tentang pengertian

filsafat Hukum Islam dan aspek-aspeknya , kita ketahui bahwa wilayah kajian

filsafat hukum islam termasuk di dalamnya segala aspek filsafat yang lebih di

khususkan pada hukum-hukum islam sesuai Al-Qur’an dan Hadist, seperti Tasyri,

Syari’ah, Fiqh, Filsafat Hukum, dan Filsafat Hukum Islam. selanjutnya pada

bagian ini kami akan sedikit membahas tentang Filsafat Hukum Pidana Islam,

apabila kita lihat dari pengertian Hukum Pidana sudah pasti adalah sebuah

Hukuman untuk orang-orang yang telah melanggar hukum, atau kalau dalam

hukum islam lebih dikenal dengan Jarimah dan semacamnya. Dan untuk lebih

jelasnya insaya Allah akan di uraikan oleh Kelompok kami.

1

Page 2: Filsafat Hukum Pidana Islam

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum Pidana

Pengertian hukum pidana secara tradisional adalah “Hukum yang memuat

peraturan-peraturan yang mengandung keharusan dan larangan terhadap

pelanggarnya yang diancam dengan hukuman berupa siksa badan”1

Pengertian lain adalah, “Hukum pidana adalah peraturan hukum tentang

pidana”. Kata “pidana” berarti hal yang “dipidanakan”, yaitu hal yang

dilimpahkan oleh instansi yang berkuasa kepada seorang oknum sebagai hal yang

tidak enak dirasakan dan juga hal yang tidak dilimpahkan sehari-hari. Sedangkan

Prof. Dr. Moeljatno, SH menguraikan berdasarkan dari pengertian istilah hukum

pidana bahwa “Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang

berlaku disuatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk:

1. Menentukan perbuatan-perbuatan yang tidak boleh dilakukan, yang

dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi berupa pidana

tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut;

2. Menentukan dan dalam hal apa kepada mereka yang melanggar

larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana

sebagaimana yang telah diancamkan;

3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat

dilakasanakan apabila orang yang disangkakan telah melanggar

larangan tersebut “.2

Berkenaan dengan pengertian dari hukum pidana, C.S.T. Kansil juga

memberikan definisi sebagai berikut: “Hukum pidana adalah hukum yang

mengatur pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan

umum, perbuatan yang diancam dengan hukuman yang merupakan suatu

penderitaan atau siksaan, selanjutnya ia menyimpulkan bahwa hukum pidana itu 1 Samidjo, SH., Ringkasan dan Tanya Jawab hukum Pidana, (Bandung: CV Armico, 1985), h 12 Prof. Moeljatno, SH, Asas-Asas hukum Pidana, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002), h 1

2

Page 3: Filsafat Hukum Pidana Islam

bukanlah suatu hukum yang mengandung norma-norma baru, melainkan hanya

mengatur pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap norma-

norma hukum mengenai kepentingan umum“.

Adapun yang termasuk kepentingan umum menurut C.S.T kansil adalah:

a) Badan peraturan perundangan negara, seperti negara, lembaga-

lembaga negara, pejabat negara, pegawai negeri, undang-undang,

peraturan pemerintah dan sebagainya.

b) Kepentingan umum tiap manusia yaitu, jiwa, raga, tubuh,

kemerdekaan, kehormatan, dan hak milik/harta benda3

Selanjutnya apabila dikaitkan dengan Hukum Islam sudah jelas bahwa Al-

Qur’an juga memerintahkan kepada kita untuk taat dan patuh kepada Pemimpin

(pemerintah) dan segala aturan-aturan yang dibuat, selama aturan tersebut tidak

berlawanan dengan Al-Qur’an dan Assunnah. Antara pengertian Pidana fositif

dengan hukum islam Sebenarnya sama saja, Cuma berbeda Istilah dan dalam

hukum Pidana Islam Lebih identik dengan kata Jarimah baik pengertian jarimah

menurut bahasa maupun istilah, pengertian jarimah tersebut tidak jauh beda

dengan pengertian tindak pidana (peristiwa pidana, delik) pada Hukum Pidana

Fositif. Para fuqaha sering memakai kata-kata “Jinayah” untuk “Jariamah” .

semula pengertian jinayah adalah hasil perbuatan seseorang yang dilarang oleh

syara, baik perbuatan itu mengenai jiwa atau harta benda ataupun lainnya.

Kata jinayah juga dipakai dalam Kitab UU Hukum Pidana Republik

Persatuan Arab (KUHP RPA) akan tetapi dengan pengertian berbeda yaitu dengan

pengertian yang berlaku dikalangan Fuqaha yaitu lebih identik dengan perbuatan

mengenai jiwa orang atau anggota badan, seperti membunuh , melukai, memukul,

mengguurkan kandungan dan sebagainya.

Jadi pada dasarnya syari’at hukum Islam sama pendiriannya dengan

Hukum Positif (hukum Umum) dalam menetapkan perbuatan Jarimah beserta

3http://www.pta-banjarmasin.net/index.php?content=mod_artikel&id=29

3

Page 4: Filsafat Hukum Pidana Islam

hukum-hukumnya, yaitu memelihara kepentinagn dan ketentraman masyarakat,

serta menjamin kelangsungan hidupnya.

Meskipun demikian, terdapat perbedaan yang jauh antara keduanya, yaitu

bahwa syari’at menganggap ahlak yang tinggi sebagai sandi masyarakat. Oleh

karena itu syariat sangat memperhatikan soal ahlak, dimana tiap-tiap perbuatan

yang bertentangan dengan ahlak yang tinggi tentu diancam dengan hukuman.

Akan tetapi tidak demikian halnya dengan hukum fositif yang boleh dikatakan

telah mengabaikan soal-soal ahlak sama sekali, dan baru mengambil tindakan,

apabila perbuatan tersebut membawa kerugian langsung bagi perseorangan atau

ketentuan masyarakat. 4

B. Filsafat Hukum Pidana Islam

Filsafat hukum pidana pada hakekatnya merenungkan nilai-nilai hukum

pidana, berusaha merumuskan dan menyerasikan nilai-nilai yang berpasangan,

tetapi yang mungkin bertentangan. Objek dalam dogmatik hukum pidana adalah

hukum pidana positif, yang mencakup kaidah-kaidah dan sistem sanksi. Ilmu

tersebut bertujuan untuk mengadakan analisis dan sistematisasi kaidah-kaidah

hukum pidana untuk kepentingan penerapan yang benar. Ilmu tersebut juga

berusaha untuk menemukan asas-asas hukum pidana yang menjadi dasar dari

hukum pidana positif, yang kemudian menjadi patokan bagi perumusan serta

penyusunan secara sistematis.

Dalam hukum Islam, tindak pidana diartikan sebagai perbuatan-perbuatan

yang dilarang oleh syara’ yang diancam oleh Allah dengan hukuman hudud atau

ta’zir. Pensyari’atan hukuman terhadap setiap tindak pidana dalam hukum islam

bertujuan untuk mencegah manusia memperbuat tindakan tersebut. Dasar

pelarangan perbuatan pidana dan penetapan hukumnya dalam hukum islam adalah

demi melindungi kemaslahatan manusia memeliharan peraturan atau sistem yang

ada, serta terjaminnya keberlangsungan yang kuat dan berakhlak mulia. Penetapan

hukuman cenderung mengarah keapada hal-hal yang tidak disukai manusia, yakni

4 Ahmad hanafi, “ Asas-Asas Hukum Pidana Islam” Bulan bintang, Jakarta Indonesia 1967. Hal 1-4

4

Page 5: Filsafat Hukum Pidana Islam

selama hukuman itu memberikan kemaslahatan masyarakat dan mencegah hal-hal

yang disukai mereka, selama hal itu dapat merusak mereka. Berdasarkan al-

Qur’an, perbuatan pidana yang dilakukan oleh seseorang yang bertanggungjawab

diberi hukuman yang tertentu sesuai dengan keadilan menurut petunjuk Allah.

Dasar daripada siapa yang berbuat pidana, perbuatan kejahatan apa yang dapat

dipidana dan bagaimana hukumannya. Pertama didasarkan kepada keimanan

kepada Allah dan wahyu Allah al-Qur’an dan kedua didasarkan kepada akal sehat

manusia untuk mendapatkan kemaslahatan di dunia dan kebahagiaan di akhirat.

Ajaran islam memandang bahwa hukuman yang dijatuhkan di dunia

menghapuskan dosa dan sisanya di akhirat. Sabda Rasulullah SAW., ”Hukuman

di dunia menghapuskan dosa di akhirat”.

Kejahatan-kejahatan pidana merupakan kejahatan:

1. Kejahatan terhadap jiwa dan raga manusia berupa pembunuhan dan

mencederai anggora badan (jarah), Allah SWT berfirman:

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash

berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang

merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa

yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan)

mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar

(diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). Yang demikian

itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa

yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih . Dan

5

Page 6: Filsafat Hukum Pidana Islam

dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang

yang berakal, supaya kamu bertakwa. (QS. Al-Baqarah: 178-179)

2. Kejahatan terhadap harta berupa pencurian terdapat dalam Firman

Allah SWT:

Artinya: Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah

tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan

sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS.

Al-Maidah: 38)

3. Kejahatan terhadap kehormatan seperti berupa qadzaf. Allah

berfirman:

Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat

zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka

(yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima

kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang

fasik. (QS. An-Nur: 4)

4. Kejahatan terhadap keluarga yaitu berbuat sesuatu yang tidak

diperbolehkan karena tidka menjadi suami isteri; yaitu kejahatan zina

seperti yang tercantum dalam al-Qur’an:

Artinya: Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-

tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan

6

Page 7: Filsafat Hukum Pidana Islam

kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu

beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman

mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman. (QS. An-Nur: 2)

5. kejahatan terhadap akal berupa perbutan merusakkan akal seperti yang

tercantum dalam firman-Nya: Artinya: Hai orang-orang yang

beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban

untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah , adalah termasuk

perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu

mendapat keberuntungan. (QS. Al-Maidah: 90.

Dan hukumanya didapat dari hadits Nabi bahwa Rasulullah SAW.,

menghukum peminum khamar dengan cambuk sebanyak 40 kali, demikian pula

Abu Bakar mencambuk peminum khamar 40 kali, sedangkan Umar

mencambuknya 80 kali.

6. Kejahatan terhadap agama, yang berupa murtad sebagaimana yang

ditunjuki oleh Allah dalam Firman-Nya: Artinya: Mereka bertanya

kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah:

"Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi

(manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk)

Masjidilharam dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar

(dosanya) di sisi Allah . Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya)

daripada membunuh. Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu

sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada

kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di

antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka

mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan

mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. (QS. Al-

Baqarah: 217)

Hukuman duniawi terhadap murtad di dadapat dari hadits yang berbeda-

beda.

7

Page 8: Filsafat Hukum Pidana Islam

Kejahatan terhadap kepentingan umum, seperti perbuatan perampokkan dan

membuat kerusakan di muka bumi seprti yang terdapat dalam firman Allah SWT.,

Artinya: Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah

dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh

atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik , atau

dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu

penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang

besar. (QS. Al-Maidah: 33)

A. Macam-macam Hukuman

Ajaran Islam menetapkan hukuman:

1) Hukuman akhirat, sebagaimana di cantumkan dalam al-Qur’an

2) Hukuman duniawi yang diputuskan oleh hakim dan dilaksanakan hukumnnya

di dunia.

Hukuman duniawi ada dua, ada yang berdasarkan nas, dan adayang tidak

berdasarkan nas, melainkan diserahkan pada kebijaksanaan hakim untuk

mewujudkan kemaslahatan (’Uqubah tafwidiyah). Yang berupa ’uqubah nas, ada

yang berupa qisas, diyat, dan hadd, sedangkan hukuman ’uqubah tafwidiyah

berupa ta’zir yang bentuk dan sifatnya diserahkan kepada hakim. Hukuman

akhirat akanhapus apabila hukuman dunia telah dilaksanakan sesuai dengan

syari’at (hadd).

Dalam masalah kejahatan terhadap jiwa-jiwa manusia selain masalah

publik mengandung masalah perdata yang hukumannya diserahkan kepada ahli si

korban; apakah dengan qisas, apakah dengan diyat (mengganti kerugian kepada

famili) si korban, ataukah si famili mema’afka, tidak menuntut balas terhadap si

pembuat pidana. Hal ini memberikan rasa keadilan kepada keluarga yang mati

dibunuh orang. Karena terdapat kerugian keluarga yagn diakibatkan dari

hilangnya dalam keluarga itu. Hukuman qisas dan diyat terhadap pembunuhan ini

8

Page 9: Filsafat Hukum Pidana Islam

menghilangkan rasa dendam dari keluargasiterbunuh terhadap pembunuh dan

keluarganya.

Keluarga/wali si terbunuh diberi kekuasaan untuk menentukan hukuman

alternatif sebgai yang disebut dalam al-Qur’an, bahkan sampai memaafkannya

tidak memberi hukuman terhadap pembunuh. Apabila keluarga memaafkannya,

maka hak hakim yang mempunuai wewenang memberi hukuman ta’zir terhadap si

pembunuhg apabila hakim memandang si pembunh harus di hukum, hukuman

ta’zir menurut para ulama (Hanabilah) dapat berupa hukuman mati.

Bentuk hukuman qisas tentang mati yaitu dengan hukuman mati, sedangkan cara

bagaimana menghukum mati adalah termasuk masalah duniawiyah, yang

berhubungan denganmasalah kultur atau budaya.

B. Hukum Hadd

Yang termasuk dihukum dengan had menurut ahli fiqh: Murtad,

Zina,Khadzf, Pencuri, Merampok, Minum Khamer.

Hukuman-hukuma yang telah tersebut dalam nas, merupakan hukuman

hadd yang ditetapkan oleh Allah. Dari segi rasional dalam hukuman hadd,

hukuman yang ditetapkan oleh Allah mengandung masalah suprarasional yang

tidak cukup dengan penalaran akal karena keterbatasan akal untuk memahami

kebenaran yang ada di balik kemampuan akal. Yang paling nampak bahwa

masalah perbuatan dan akibatnya yang akan diterima di akhirat. Ajaran Islam

mencanangkan bahwa apabila hukuman telah dilaksanakan di dunia ia bebas dari

hukuman di akhirat.

C. Hukuman Ta’zir

Ta’zir hukuman yang tidak terdapat dalam nas, melainkan didasarkan

kepada pertimbangan akal sehat dan keyakinan hakim untuk mewujudkan

maslahat dan menimbulkan rasa keadilan. Ulama sepakat ta’zir dapat diterapkan

pada setiap maksiat pelanggaran yang tidak ada hukuman haddnya.Adanya ta’zir

dalam hukum Islam menjamin rasa keadilan masyarakat untuk mewujudkan

9

Page 10: Filsafat Hukum Pidana Islam

maslahat. Yang sifat dan bentuk hukuman ta’zir diserahkan kepada kebijaksanaan

akal sehat, keyakinan dan rasa keadilan hakim yang didasarkan kepada rasa

keadilan masyarakat.

C. Beberapa Prinsip dalam Pidana Islam

Adapun secara terminologinya Hasbi Ash-Shiddiqie mengungkapkan

bahwa hukum Islam sebagai hukum yang lain mempunyai azas dan tiang pokok

sebagai berikut :

a) Azas Nafyul Haraji yaitu meniadakan kepicikan, artinya hukum Islam dibuat

dan diciptakan itu berada dalam batas-batas kemampuan para mukallaf.

Namun bukan berarti tidak ada kesukaran sedikitpun sehingga tidak ada

tantangan, sehingga tatkala ada kesukaran yang muncul bukan hukum Islam

itu digugurkan melainkan melahirkan hukum Rukhsah;

b) Azas Qillatu Taklif yaitu tidak membahayakan taklifi, artinya hukum Islam

itu tidak memberatkan pundak mukallaf dan tidak menyukarkan;

c) Azas Tadarruj yaitu bertahap (gradual), artinya pembinaan hukum Islam

berjalan setahap demi setahap disesuaikan dengan tahapan perkembangan

manusia;

d) Azas Kemuslihatan Manusia yaitu Hukum Islam seiring dengan dan

mereduksi sesuatu yang ada dilingkungannya;

e) Azas Keadilan Merata yaitu artinya hukum Islam sama keadaannya tidak

lebih melebihi bagi yang satu terhadap yang lainnya;

f) Azas Estetika yaitu artinya hukum Islam memperbolehkan bagi kita untuk

mempergunakan/memperhatiakn segala sesuatu yang indah;

g) Azas Menetapkan Hukum Berdasar Urf yang Berkembang Dalam

Masyarakat yaitu Hukum Islam dalam penerapannya senantiasa

memperhatikan adat/kebiasaan suatu masyarakat;

h) Azas Syara Menjadi Dzatiyah Islam yaitu artinya Hukum yang diturunkan

secara mujmal memberikan lapangan yang luas kepada para filusuf untuk

berijtihad dan guna memberikan bahan penyelidikan dan pemikiran dengan

10

Page 11: Filsafat Hukum Pidana Islam

bebas dan supaya hukum Islam menjadi elastis sesuai dengan perkembangan

peradaban manusia.

Sedangkan lebih khusus lagi tentang Pidana Islam; Pertama, hukuman

ditimpakan kepada orang berbuat jarimah atau pidana, tidak boleh orang yang

tidak berbuat jahat dikenai hukuman sesuai dengan Firman Allah:

Artinya: Katakanlah: "Apakah aku akan mencari Tuhan selain Allah,

padahal Dia adalah Tuhan bagi segala sesuatu. Dan tidaklah seorang membuat

dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang

yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain . Kemudian kepada

Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu

perselisihkan." (QS. Al-An’am: 164)

Kedua, adanya kesenjangan, seseorang dihukum karena kejahatan apabila

ada unsur kesengajaan berarti karena kelalaian, terasalah atau keliru atau terlupa,

walau tersalah, keliru, atau lupa ada hukumannya namun bukan hukuman karena

kejahatan, melainkan untuk kemaslahatan dan bersifat mendidik, Allah Berfirman:

Artinya: Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang

mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja) , dan barangsiapa

membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan

seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan

kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh)

bersedekah . Jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai)

11

Page 12: Filsafat Hukum Pidana Islam

antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang

diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya

yang beriman. Barangsiapa yang tidak memperolehnya , maka hendaklah ia (si

pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada

Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.(QS. An-Nisaa:

92)

Ketiga, hukuman hanya dijatuhkan apabila kejahatan tersebut secara

meyakinkan telah diperbuat. Dalam masalah yang meragukan hukuman tidak

boleh dijatuhkan, sebagaimana menurut Hadits Nabi SAW., ” Tinggalkanlah

menghukum dalam masalah yang syubhat, karena sesungguhnya hakim itu apabil

bersalah karena memaafkan lebih baik daripada bersalah karena menghukum”.

Keempat, berhati-hati menghukum, membiarkan tidak menghukum dan

menyerahkannya kepada Allah apabila kekurangan bukti.

BAB IIIKESIMPULAN

Filsafat hukum pidana pada hakekatnya merenungkan nilai-nilai hukum

pidana, berusaha merumuskan dan menyerasikan nilai-nilai yang berpasangan,

tetapi yang mungkin bertentangan. Objek dalam dogmatik hukum pidana adalah

hukum pidana positif, yang mencakup kaidah-kaidah dan sistem sanksi. Ilmu

tersebut bertujuan untuk mengadakan analisis dan sistematisasi kaidah-kaidah

hukum pidana untuk kepentingan penerapan yang benar. Ilmu tersebut juga

berusaha untuk menemukan asas-asas hukum pidana yang menjadi dasar dari

hukum pidana positif, yang kemudian menjadi patokan bagi perumusan serta

penyusunan secara sistematis.

12

Page 13: Filsafat Hukum Pidana Islam

DAFTAT PUSTAKA

Ash Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. ”Falsafah Hukum Islam”. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2001

Bakri, Asafri Jaya. ”Konsep Maqashid Syari’ah Menurut Al-Syatibi”. Jakarta: PT. Grafindo Persada, 1996

Nurul Hakim. ”Prinsip-prinsip dan Asas-asas Hukum Islam”. (http://www.badilag.net/) Artikel ini diakses pada 22 Desember 2008 dari http://jodisantoso.blogspot.com/2008/01/prinsip-prinsip-dan-asas-asas-hukum.html

Syah, Ismail Muhammad, dkk. ”Filsafat Hukum Islam”. Jakarta: Departemen Agama, 1992

http://eka548.blogspot.com/2008/12/filsafat-pidana-islam.html

http://www.pta-banjarmasin.net/index.php?content=mod_artikel&id=29

13

Page 14: Filsafat Hukum Pidana Islam

Prof. Moeljatno, SH, Asas-Asas hukum Pidana, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002), hal 1

Samidjo, SH., Ringkasan dan Tanya Jawab hukum Pidana, (Bandung: CV Armico, 1985), hal 1

Ahmad hanafi, “ Asas-Asas Hukum Pidana Islam” Bulan bintang, Jakarta Indonesia 1967. Hal 1-4

FILSAFAT HUKUM PIDANA ISLAM

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Pada Mata Kuliah

Filsafat Hukum Islam

14

Page 15: Filsafat Hukum Pidana Islam

Oleh:

Rizal Firdaus

Septian Faturahman

Tatang kusnadi

Ujang Shalihuddin

Fuzy Dwi Fitri Imaniyar

Yedi Suryadi

Yeti Susanti

JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSIYAH

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG

2009

15