tokoh filsafat islam

52
TOKOH FILSA FAT ETIKA ISLAM Makalah agama islam AAN ARDIANSYAH 20 MEI 2013

Upload: aan-ardiansyah

Post on 02-Jan-2016

193 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tokoh Filsafat Islam

Makalah agama islam

AAN ARDIANSYAH20 MEI 2013

Page 2: Tokoh Filsafat Islam

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur harusnya selalu kita panjatkan ke hadirat Allah SWT. karena

atas kasih sayang, rahmat dan petunjuk-Nya saya dapat menyelesaikan makalah yang

berjudul Tokoh Flsafat Etika Islam.

Makalah ini dibuat sebagai media penambah wawasan bagi pembacanya dan

sebagai bentuk kepedulian terhadap perkembangan Agama Islam yang belum

mancapai titik perkembagan maksimal, di mana para pemeluk Agama Islam masih

belum sepenuhnya mengetahui bahwa ajaran Agama Islam itu sangat lengkap dan

mencakup berbagai aspek kehidupan.

Saya menyadari bahwa di dalam pembuatan makalah ini masih banyak

kekurangan. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak, sangat kami harapkan

dalam menyempurnakan makalah ini. Sangat diharapkan makalah ini dapat berguna

dan dimanfaatkan sebagaimana degan tujuannya sehingga dapat mendatangkan

manfaat bagi pembacanya.

Makassar, 20 Mei 2013

Penyusun,

1

Page 3: Tokoh Filsafat Islam

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................ 1

DAFTAR ISI....................................................................................................... 2

TOKOH FILSAFAT ETIKA ISLAM................................................................. 4

A.    Mulla Shadra...................................................................................... 4

1.      Biografi Mulla Sadra............................................................... 4

2.      Karya-Karya Mulla Sadra....................................................... 4

3.      Filsafat Mulla Sadra................................................................ 4

B.     Al-Razi.............................................................................................. 7

1.      Biografi Al-Razi...................................................................... 7

2.      Filsafat Ar-Razi....................................................................... 7

3.      Kontroversi Pandangan Al-Razi Tentang Kenabian............... 8

C.    Al-Farabi............................................................................................ 10

1.      Biografi Al-Farabi................................................................... 10

2.      Filsafat al-Farabi .................................................................... 10

D.    Al-Ghazali.......................................................................................... 13

1.      Biografi Al-Ghazali................................................................. 13

2.      Karya-Karya Al-Ghazali......................................................... 13

3.      Filsafat al-Ghazali................................................................... 13

a.      Epistimologi................................................................... 13

b.      Metafisika...................................................................... 15

c.       Moral............................................................................. 17

2

Page 4: Tokoh Filsafat Islam

d.      Jiwa................................................................................ 18

E.     Ibnu Maskawaih................................................................................ 20

1.      Biografi Ibnu Maskawaih........................................................ 20

2.      Karya-Karya Ibnu Maskawaih................................................ 20

3.      Filsafat Ibnu Maskawaih......................................................... 21

a.      Hikmah dan Falsafah..................................................... 21

b.      Metafisika...................................................................... 21

c.       Teori evolusi................................................................. 22

d.      Dasar-dasar Etika........................................................... 23

F.     Ibnu Rusyd........................................................................................ 26

1.      Biografi Ibnu Rusyd................................................................ 26

2.      Filsafat Ibnu Rusyd................................................................. 26

G.    Ibnu Sina............................................................................................ 27

1.      Biografi Ibnu Sina................................................................... 27

2.      Filsafat Ibnu Sina.................................................................... 28

PENUTUP........................................................................................................... 29

SOAL DAN JAWABAN.................................................................................... 30

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 35

3

Page 5: Tokoh Filsafat Islam

TOKOH FILSAFAT ETIKA ISLAM

   A.    Mulla Shadra

   1.      Biografi Mulla Sadra

Shadr al-Din Muhammad ibn Ibrahim ibn Yahya

Qawami al-Syirazi atau yang lebih dikenal dengan Mulla

Shadra, dilahirkan di Syiraz pada tahun 1572 M. Pendidikan

dasarnya dijalani dikotanya dalam bidang al-Qur'an, Hadis,

Bahasa Arab dan Bahasa Persia kemudian dilanjutkan di

Isfahan sebuah kota pusat studi yang penting pada masa itu.

Di sana, Mulla Shadra berguru kepada Baha' al-Din al-Amili

(w. 1622 M), Mir Damad (w. 1631) dan Mir Abu Al-Qasim

Findereski (w. 1640).

Konon, Mulla Shadra pernah melaksanakan ibadah haji dengan berjalan kaki

sebanyak tujuh kali, dan wafat di Basrah sekembalinya dari menunaikan ibadah haji

yang ketujuh pada 1641.

2.      Karya-Karya Mulla Sadra

Sumbangan filsafat Mulla Shadra sangatlah banyak diantaranya; Al-

Suhrawadi, Hikmah Al-Isyraq, Al-Abhari, Al-Hidayah fi Al-Hikmah, dan Ibn sina,

Al-Syifa bersanding dengan risalah-risalahnya tentang organization, Resurraction

(Awal Penciptaan dan Hari Akhir), Predicating Essence of Existence, dan beberapa

makalah singkatnya dalam tema-tema serupa. Namun, karya filsafatnya yang

berpengaruh adalah Al-Masya'ir (Keprihatinan), Kasr Asnam Al-Jahiliyah

(Menghancurkan Arca-Arca Paganisme), dan "Hikmah Transedental", yang lebih

dikenal sebagai "Empat Pengembaraan" (Al-Asfar Al-Arba'ah).

3.      Filsafat Mulla Sadra

Dalam bagian pendahuluan kitab Al-Asfar, Mulla Shadra menyesalkan sikap

berpaling masyarakat Muslim dari studi filsafat. Padahal, prinsip-prinsip filsafat yang

dipadukan dengan kebenaran wahyu Nabi adalah cermin nilai kebenaran tertinggi.

Menurutnya, keharmonisan itu menunjukkan kebenaaran tunggal yang

dibawa oleh Adam. Dari Adam, kebenaran ini diturunkan kepada Ibrahim, kemudian

para filosof Yunani, lalu para sufi, dan akhirnya, para filosof pada umumnya. Orang-

orang Yunani, tulisannya, semula menjadi penyembah binatang. Akan tetapi, dalam

perjalanannya, mereka mengambil filsafat dan teologi dari Ibrahim.

4

Page 6: Tokoh Filsafat Islam

Dalm konteks ini, Mulla Shadra membedakan dua kategori filosof Yunani

kuno. Kategori pertama dimulai oleh Thales dan berakhir pada Socrates dan Plato.

Dan kategori kedua dimulai oleh Pythagoras yang menerima filsafat dari sulaiman

dan para rahib Mesir-seperti yang terungkap dari banyak catatan sejarah filsafat

Arab. Di antara "tiang-tiang filsafat", Mulla Shadra menyebut nama Empedocles,

Pythagoras, Socrates, Plato, dan Aristoteles, sedangkan mengenai hubungan

Plotinus-yang dijulukinya dengan guru Yunani dan acp disebutnya dengan rasa

hormat dengan Plato dan Aristoteles, Mulla Shadra, seperti kebanyakan filosof

Muslim lainnya, samasekali berskap diam. Semua "tiang filsafat" Yunani  yang

disebutkan di atas, menurut Mulla Shadra, menerima "cahaya Hikmah" dari

"mercusuar kenabian".

Inilah sebabnya, para filosof itu secara keseluruhan bersesuaian dengan para

nabi dalam persoalan-persoalan menyangkut keesaan Tuhan, penciptaan alam, dan

hari kebangkitan. Terlepas dari pandangannya tentang sejarah filsafat ini, sosok

metodologi

Mulla Shadra yang mesti diperhatikan adalah penerapan kategori-kategori filsafat

dan tasawuf pada ajaran-ajaran Syi'ah. Dia berpendapat bahwa tahapan kenabian

dalam sejarah dunia berakhir dengan wafatnya Nabi Muhammad Saw., "pamungkas

para nabi". Tahapan selanjutnya ialah imamah (wilayah/wishayah) yang terdiri dari

dua belas imam Syi'ah. Imamah akan terus berlanjut hingga kembalinya imam kedua

belas yang saat ini masih gaib menurut doktrin Syi'ah.

Empat perjalanan jiwa, seperti yang dikemukakan dalam Al-Asfar Al-

Arba'ah,

adalah sebagai berikut:

- Perjalanan dari makhluk (khalaq) menuju Tuhan (Haqq).

- Perjalanan menuju Tuha melalui (bimbingan )Tuhan.

- Perjalanan dari Tuhan menuju makhluk melalui (bimbingan) Tuhan.

- Perjalanan di dalam makhluk melalui (bimbingan) Tuhan.

Jiwa manusia berbeda dengan semua entitas makhluk lantaran ia merupakan

sebuah perpaduan cahaya dan kegelapan. Karena itulah ada keterkaitan antara alam

akal, atau "alam perintah", demikian para sufi menyebutnya, dan alam materiil, atau

"alam ciptaan". Yang terakhir dimulai dengan garis lintas universal-yang

memisahkan "alam akal" atau alam jiwa dengan alam materiil atau alam entitas-

entitas indriawi.

5

Page 7: Tokoh Filsafat Islam

Diagram berikut akan melukiskan hierarki atau "mata rantai wujud" dalam

konsep

Mulla Shadra yang pada dasarnya mirip konsep Neoplatinos:

Cahaya Tertinggi

(Wajib Al Wujud)

   

Alam Perintah atau Entitas-Entitas Tunak(Alam Kawruhan)

Bentuk-Bentuk Kawruhan

(Jiwa Manusia)

Falak Universal

(Falak Luar)

Alam Ciptaan

(Alam Materiil)

Dari diagram ini dapat kita lihat bagaimana Mulla Shadra seperti halnya para

filosof Isyraqi lain melanjutkan tradisi Ibn Sina dan neo Platonisme dengan

variasivariasi yang lebih bersifat verbal atau semantic.

Pandangan yang sempurna yang diperkaya oleh Mulla Shadra dengan kutipan

ekstensif dari Al-Qur'an, Hadits, dan ucapan-ucapan Imam Syi'ah, memiliki tujuan

melindungi keyakinan tentang kebangkitan kembali. Melalui penyulingan subtil ini,

status raga yang tadinya kabur itu kini diasumsikan memiliki bentuk etereal. Dan

dalam kondisi seperti ini, raga dinyatakan identik dengan jiwa. Etereal berasal dari

bahasa Inggris ethereal, yaitu unsur sangat halus yang memenuhi lapisan teratas luar

angkasa.

6

Page 8: Tokoh Filsafat Islam

B.     Al-Razi

   1.      Biografi Al-Razi

Nama lengkapnya adalah Abu Bakr Muhammad bin

Zakaria bin Yahya Al-Razi. Dia lahir di Ray, dekat Teheran,

Iran, pada 865 M/251 H. Al-Razi hidup di bawah

pemerintahan Dinasti Saman. Di kota Ray, Al-Razi belajar

ilmu kedokteran pada Ali bin Rabban al-Thabari, belajar

ilmu filsafat pada al-Balkhi. Di samping itu, Al-Razi juga

belajar matematika, astronomi, sastra, dan kimia. Di masa

mudanya, Al-Razi hidup sebagai tukang intan, penukar mata

uang, dan sebagai pemusik/pemetik kecapi. Al-Razi menulis hampir semua karyanya

kecuali matematika

Al-Razi dikenal sebagai seorang pemberani dan pengeritik dogma-dogma

Islam yang fundamental, seperti soal Al-Qur`an, kenabian, dan takdir. Buku Naqd al-

Adyan aw fi al-Nubuwwah yang diduga kuat sebagai karyanya, menjadi sasaran kritik

dari lawan-lawannya, seperti: 1) Abu Hatim Al-Razi (seorang teolog, ahli hadis, dan

da’i beraliran Syi’ah Ismailiyah); 2) Abu Qasim al-Balkhi (seorang Mu’tazilah yang

berbeda soal waktu dan zaman); dan 3) Ibnu Tammar yang menolak tulisan Al-Razi

berjudul Al-Thibb Al-Ruhani.

Al-Razi meninggal pada 5 Sya’ban 313 H bertepatan dengan 27 Oktober 925

M karena menderita penyakit semacam katarak. Beberapa dokter menawarkannya

untuk mengobati kebutaan matanya, tetapi Al-Razi menolaknya dengan berkata,

“Sudah banyak dunia yang aku lihat, dan aku tidak ingin melihatnya kembali”.

2.      Filsafat Ar-Razi

Al-Razi dikenal dengan ajaran “Lima Kekal”, yaitu:

- al-Bari Ta’ala (Allah): hidup dan aktif (dengan sifat independent).

- al-Nafs al-Kulliyyah (jiwa universal): hidup dan aktif dan menjadi al-mabda`

alqadim al-tsani (sumber kekal kedua). Hidup dan aktifnya bersifat dependent. Al-

Nafs al-Kulliyyah tidak berbentuk. Namun karena punya naluri untuk bersatu dengan

al-Hayula al-Ula, maka al-Nafs al-Kulliyyah memiliki zat yang berbentuk (form)

sehingga bisa menerima sekaligus menjadi sumber penciptaan benda-benda alam

semesta, termasuk badan manusia. Ketika masuk pada benda-benda itulah, Allah

menciptakan ruh untuk menempati benda-benda alam dan badan manusia di mana

jiwa (parsial) melampiaskan kesenangannya. Oleh karena semakin lama jiwa bisa

7

Page 9: Tokoh Filsafat Islam

terlena pada kejahatan, Allah kemudian menciptakan akal untuk menyadarkan jiwa

yang terlena dalam fisik tersebut.

- al-Hayula al-Ula (materi pertama): tidak hidup dan pasif. Al-Hayula al-Ula adalah

substansi (jauhar) yang kekal yang terdiri dari dzarrah, dzarat (atom-atom). Materi

yang sangat padat menjadi substansi bumi, yang agak renggang menjadi substansi

air, yang renggang menjadi substansi udara, dan yang lebih renggang menjadi api.

Al-Hayula al-Ula: kekal karena tidak mungkin berasal dari ketiadaan. Buktinya,

semua ciptaan Tuhan melalui susunan-susunan (yang berproses) dan tidak dalam

sekejab yg sangat sederhana dan mudah.

- al-Makan al-Muthlaq (ruang absolut) ? tidak aktif dan tidak pasif. Materi yang

kekal membutuhkan ruang yang kekal pula sebagai ‘tempat’ yang sesuai. Ada dua

macam ruang: ruang partikular (relatif) dan ruang universal. Yang partikular terbatas

sesuai keterbatasan maujud yang menempatinya. Sementara ruang universal tidak

terbatas dan tidak terikat pada maujud, karena bisa saja terdapat terjadi kehampaan

tanpa maujud.

- al-Zaman al-Muthlaq (zaman absolut) ? tidak aktif dan tidak pasif. Zaman atau

masa ada dua: relatif/terbatas yang bisaa disebut al-waqt dan zaman universal yang

bisa disebut al-dahr. Yang terakhir ini (al-dahr) tidak terikat pada gerakan alam

semesta dan falak atau benda-benda angkasa raya.

3.      Kontroversi Pandangan Al-Razi Tentang Kenabian

Sebagian dari penjelasan al-Razi yang menunjukkan pengingkarannya pada

kenabian dan cenderung merendahkan posisi para nabi adalah dapat dilihat dalam

dua buah karyanya, Makhariq al-Anbiya` aw Hiyal al-Mutanabbi`in? (Kehebatan

Para Nabi atau Tipu Muslihat Orang-Orang yang Mengaku Nabi?) dan Naqd al-

Adyan aw fi al-Nubuwwah? (Kritik atas Agama-Ag/ama atau Kenabian?). Karya

yang pertama mendapat sambutan cukup sukses di kalangan kelompok yang

menyebarkan ajaran zindiq dan ateis, khususnya kaum Qaramithah (salah satu dari

sekte-keagamaan Syi’ah–pen).

Abu Hatim menyebut bahwa al-Razi berkata, “Yang lebih utama bagi hikmah

dan kasih sayang Sang Maha Bijaksana adalah memberi inspirasi pada seluruh

hamba-Nya untuk mengetahui, baik cepat atau lambat, beberapa manfaat dan

kemudharatan, dan tidak boleh melebihkan sebagian mereka dari yang lain serta

tidak boleh terdapat pertentangan dan pertikaian di antara mereka sehingga

menyebabkan kebinasaan. Hal ini lebih hati-hati dari pada Dia menjadikan sebagian

dari mereka beberapa pemimpin, lalu pengikut-pengikutnya membenarkan sang

8

Page 10: Tokoh Filsafat Islam

imam (pemimpin) dan mengingkari pemimpin lainnya sehingga terjadi peperangan di

antara mereka dan menimbulkan bencana. Keba-nyakan manusia binasa karena hal

ini”. Disebutkan pula bahwa Al-Razi mengatakan, “Para nabi tidak berhak mengaku

diri mereka sebagai manusia yang istimewa, baik secara akal maupun spiritual,

karena seluruh manusia adalah sama dan bentuk keadilan dan kebijaksanaan Allah

Swt. adalah tidak boleh memberi keistimewaan seseorang atas lainnya”.

  

9

Page 11: Tokoh Filsafat Islam

C.    Al-Farabi

   1.      Biografi Al-Farabi

Nama lengkapnya adalah Abu Nashr Muhammad bin

Muhammad bin Tarkhan bin Auzalagh. Lahir pada 870 M di

desa Wasij, bagian dari Farab, yang termasuk bagian dari

wilayah Mā Warā`a al-Nahr (Transoxiana); sekarang berada di

wilayah Uzbekistan. Al-Farabi meninggal di Damaskus,

ibukota Suriah pada umur sekitar 80 tahun, tepatnya pada 950

M. Di negeri Barat, al-Farabi dikenal dengan nama Avennaser

atau Alfarabius. Ayahnya berasal dari Persia (Suriah) yang

pernah menjabat sebagai panglima perang Turki. Sedang ibunya berasal dari Turki.

   2.      Filsafat al-Farabi

Al-Farabi menggunakan proses konseptual yang disebutnya dengan

nazhariyyah al-faidh (teori emanasi) untuk memahami hubungan antara Tuhan

danalam pluralis dan empirik. Menurut teori ini, alam terjadi dan tercipta karena

pancaran dari Yang Esa (Tuhan); yaitu keluarnya mumkin al-wujud (disebut alam)

dari pancaran Wājib al-Wujud (Tuhan). Proses terjadinya emanasi (pancaran) ini

melalui tafakkur (berpikir) Tuhan tentang diri-Nya, sehingga Wājib al-Wujūd juga

diartikan sebagai “Tuhan yang berpikir”. Tuhan senantiaa aktif berpikir tentang diri-

Nya sendiri sekaligus menjadi obyek pemikiran. Al-Farabi memberi 3 istilah yang

disandarkan padaTuhan: al-‘Aql (akal, sebagai zat atau hakikat dari akal-akal);

al-‘Āqil (yang berakal, sebagai subyek lahirnya akal-akal); dan al-Ma’qūl (yang

menjadi sasaran akal, sebagai obyek yang dituju oleh akal-akal).

Sistematika teori emanasi al-Farabi adalah sebagai berikut:

- Tuhan sebagai al-‘Aql dan sekaligus Wujud I. Tuhan sebagai al-‘Aql (Wujud I) ini

berpikir tentang diri-Nya hingga melahirkan Wujud II yang substansinya adalah Akal

I → al-Samā` al-Awwal (langit pertama).

- Wujud II itu berpikir tentang Wujud I hingga melahirkan Wujud III yang

substansinya Akal II → al-Kawākib (bintang-bintang).

- Wujud III itu berpikir tentang Wujud I hingga melahirkan Wujud IV yang

substansinya Akal III → Saturnus.

- Wujud IV itu berpikir tentang Wujud I hingga melahirkan Wujud V yang

substansinya Akal IV → Jupiter.

- Wujud V itu berpikir tentang Wujud I hingga melahirkan Wujud VI yang

substansinya Akal V → Mars.

10

Page 12: Tokoh Filsafat Islam

- Wujud VI itu berpikir tentang Wujud I hingga melahirkan Wujud VII yang

substansinya Akal VI → Matahari.

- Wujud VII itu berpikir tentang Wujud I hingga melahirkan Wujud VIII yang

substansinya Akal VII → Venus.

- Wujud VIII itu berpikir tentang Wujud I hingga melahirkan Wujud IX yang

substansinya Akal VIII → Mercury.

- Wujud IX itu berpikir tentang Wujud I hingga melahirkan Wujud X yang

substansinya Akal IX → Bulan.

- Wujud X itu berpikir tentang Wujud I hingga melahirkan Wujud XI yang

substansinya Akal X → Bumi, ruh, dan materi pertama (hyle) yang menjadi dasar

terbentuknya bumi: api, udara, air, dan tanah. Akal X ini disebut juga al-‘aql alfa’āl

(akal aktif) yang bisaanya disebut Jibril yang berperan sebagai wāhib alsuwar

(pemberi bentuk, form).

Al-Farabi membagi wujud-wujud itu ke dalam dua kategori: 1) esensinya

tidak berfisik (baik yang tidak menempati fisik (yaitu Tuhan, Akal I, dan Akal-Akal

Planet) maupun yang menempati fisik (yaitu jiwa, bentuk, dan materi). 2) esensinya

berfisik (yaitu benda-benda langit, manusia, hewan, tumbuhan, barang-barang

tambang, dan unsur yang empat, yaitu: api, udara, air, dan tanah).

Pemikiran al-Farabi yang lain adalah tentang jiwa. Menurutnya, jiwa berasal

dari pancaran Akal X (Jibril). Hubungan antara jiwa dan jasad hanya bersifat

accident (‘ardhiyyah), artinya ketika fisik binasa jiwa tidak ikut binasa, karena

substansinya berbeda. Jiwa manusia disebut al-nafs al-nāthiqah (jiwa yang berpikir)

yang berasal dari alam Ilahi, sedang jasad berasal dari alam khalq yang berbentuk ,

berkadar, bergerak, dan berdimensi. Jiwa manusia, menurut al-Farabi, memiliki 3

daya:

- Daya gerak (quwwah muharrikah), berupa: makan (ghadiyah, nutrition),

memelihara (murabbiyah, preservation), dan berkembang biak (muwallidah,

reproduction).

- Daya mengetahui (quwwah mudrikah), berupa: merasa (hassah, sensation) dan

imajinasi (mutakhayyilah, imagination).

- Daya berpikir (al-quwwah al-nathiqah, intellectual), berupa: akal praktis (‘aql

‘amali) dan akal teoretis (‘aql nazhari).

Menurut Al-Farabi, Nabi dan filosof sama-sama mampu berkomunikasi

dengan ‘aql fa’āl (akal ke-10) yang tidak lain adalah Jibril, karena keduanya sampai

11

Page 13: Tokoh Filsafat Islam

pada tingkat ‘aql mustafād. Hanya keduanya memiliki perbedaan: nabi mampu

berkomunikasi dengan akal ke-10 tanpa melalui latihan khusus karena mendapat

limpahan dari Tuhan berupa kekuatan atau daya suci (quwwah qudsiyyah) yang di

dalamnya ada daya imaginasi luar bisaa, berupa al-hads (semacam insight khusus).

Sementara filosof harus melalui latihan yang serius dan cukup lama. Dengan

demikian, nabi lebih tinggi tingkatannya daripada filosof. Dan bisa juga dikatakan

bahwa setiap nabi pasti seorang filosof, tetapi setiap filosof belum tentu seorang nabi.

  

12

Page 14: Tokoh Filsafat Islam

D.    Al-Ghazali

   1.      Biografi Al-Ghazali

Nama lengkapnya Abu Hamid bin Muhammad bin

Ahmad Al-Ghazali, digelar Hujjah (Acuan) Al-Islam lahir di

Thus, bagian kota Khusaran, Iran pada 450 H (1056 M).

Ayahnya tergolong orang yang hidup sangat sederhana

sebagai pemintal benang (ghazzal) sehinnga dijuluki al-

Ghazzali, karena dinisbatkan kepada mata pencaharian

ayahnya, tetapi ayah mempunyai semangat keagamaan yang

tinggi seperti terlihat ada simpatiknya pada ulama, dan mengharapkan anaknya

menjadi ulama yang selalu memberi nasehat pada uamaqt. Sebelum ayahnya wafat,

ayahnya menitipkan anaknya Al-Ghazali dan saudaranya, Ahmad yang pada itu

masih kecil, kepada seorang ahli tasawuf untuk mendapatkan didikan dan bimbingan.

2.      Karya-Karya al-Ghazali

Karya Al-Ghazali diperkirakan mencapai 300 buah, diantaranya adalah:

- Maqashid-Al-Falasifah (Tujuan-tujuan Para Filsuf), sebagai karangannya yang

pertama dan berisi masalah-masalah filsafat.

- Tahafut Al-Filasafah (Kekacuaan Pikiran Para Filsuf), dikarang sewaktu berada

di Bagdad tatkala jiwanya dilanda keragu-raguan.

- Mi’yar Al-‘Ilm (Kriteria-Kriteria / Standar Keilmuan).

- Ihya ‘Ulum Al-Din (Menghidupkan Kembali Agama-Agama), merupakan karya

terbesar Al-Ghazali.

- Al-Munqidz Min Al-Dhalal (Penyelamatan dari Kesehatan), merupakan sejarah

alam pikiran Al-Ghazali sendiri dan mereflesikan sikapnya terhadap beberapa

macam ilmu serta jalan mencapai Tuhan.

- Al-Ma’arif Al-‘Aqliah (Pengatahuan Yang Rasional).

- Misyakat Al-Anwar (Lampu Yang Bersinar Banyak), berisi pembahasan tentang

akhlak dan tasawuf.

- Minhaj Al-‘Abidin (Jalan Mengabdikan Diri Kepada Tuhan).

- Al-Iqtishad fi al-‘Itiqad (moderasi dalam akidah).Al-Mustadzhir Qisthasul

Mustaqim (Nerca Yang Lurus).

3.      Filsafat al-Ghazali

a.      Epistimologi

Sebagaimana dijelaskan Al-Ghazali dalam bukunya Al-Munqidz Min Al-

Dhalal, ia ingin mencari kebenaran yang sejati, yaitu kebenaran yang diyakininya

13

Page 15: Tokoh Filsafat Islam

betul-betul merupakan kebenaran, seperti kebenaran sepuluh lebih banyak dari tiga.

“sekiranya ada orang yang mengatakan bahwa tiga itu lebih banyak dari sepuluh

dengan argumen bahwa tongkat dapat ia jadikan ular, dan hal itu memang memang

betul ia laksanakan, saya akan kagum melihat kemampuannya, sungguhpun demikian

keyakinan saya bahwa sepuluh lebih banyak dari tiga tidak akan goyah”. Seperti

inilah menurut Al-Ghazali pengetahuan yang sebenarnya.

Pada mulanya Al-Ghazali beranggapan bahwa pengatahuan itu adalah hal-hal

yang dapat yang ditangkap oleh panca indera. Teatapi, kemudian ternyata baginya

bahwa panca indera juga berdusta. Seumpama: “bayangan (rumah) kelihatannya

tidak bergerak, tetapi berpindah tempat,” atau seperti “bintang-bintang dilangit,

kelihatannya kecil tetapi perhitungan menyatakan bahwa bintang-bintang itu lebih

besar dari bumi”.

Karena tidak percaya kepada panca indera, Al-Ghazali kemudiaan

meletakkan kepercayaannya kepada akal. Tetapi akal juga tak dapat dipercaya.

Sewaktu bermimpi, demikian menurut Al-Ghazali, orang melihat hal-hal yang

kebenarannya betul-betul, namun setelah bangun ia sadar bahwa apa yang ia lihat

benar itu sebetulnya tidaklah benar atau karena ia melihat bahwa aliran-aliran yang

menggunakan akal sebagai sumber pengetahuan, ternyata menghasilkan pandangan-

pandangan yang bertentangan, yang sulit diselesaikan dengan akal. Artinya, akal

pada dirinya membenarkan pandangan-pandangan yang bertentangan itu. Seperti

yang disebut diatas bahwasannya Al-Ghazali mencari ‘ilm al-yaqini yang tidak

mengandung pertentangan pada dirinya. Namun, Al-Ghazali tidak konsekuen dalam

menguji kedua sumber pengetahuan itu. Ketika menguji pengetahuan inderawi, ia

menggunakan argumentasi faktual atas kelemahannya. Tetapi, ketika membuktikan

adanya sumber pengetahuan yang lebih tinggi dari akal, ia menggunakan kesimpulan

hipotesis (fardhi) saja. Ketika itu, ia tidak berhasil membuktikan adanya sumber

pengetahuan yang lebih tinggi daripada akal secara faktual. Akhirnya Al-Ghazali

mengalami puncak kesangsian, karena ia tidak menemukan sumber pengetahuan

yang dapat dipercaya. Tetapi dua bulan kemudian, dengan cara tiba-tiba tuhan

memberikan nur- yang disebut juga oleh Al-Ghazali sebagai kunci ma’rifat- ke

dalam hatinya, sehingga ia merasa sehat dan dapat menerima kebenaran pengetahuan

a priori yang bersifat aksiomatis. Dengan demikian, bagi Al-Ghazali bahwa al-

dzawaq (intuisi) lebih tinggi dan lebih dipercaya dari pada akal untuk menangkap

pengetahuan tertinggi tersebut dinamakan juga al-nubuwwat, yang pada nabi-nabi

berbentuk wahyu dan ada manusia bisaa berbentuk ilham.

14

Page 16: Tokoh Filsafat Islam

Pengetahuan yang bersifat rabbaniyah (ladunniyah) adalah tingkat tertinggi

pengetahuan. Pengetahuan yang membutuhkan ibadah, kezuhudan, mujahadah

(mendekatkan diri kepada AllahSWT), dan olah batin (riyadhah an-nafs). Lapangan

filsafat menurut Al-Ghazali ada enam yaitu: matematika, logika, fisika, politik, etika,

dan metafisika.

Logika menurut Al-Ghazali, juga tidak ada sangkut pautnya dengan agama.

Logika berisi penyelidikan tentang dalil-dali pembuktian, silogisme, syarat-syarat

pembuktian, definisi-definisi, dsb. Bahaya yang ditimbulkan logika adalah

menjadikan logika sebagai pendahuluan dalam persoalan ketahunan (metafisika),

sedangkan sebenarnya tidak demikian.

Al-Ghazali membagi filsuf kepada tiga golongan, yaitu materialis

(dahriyyun), naturalis (thabi’iyyun), dan theis (ilahiyun). Kelompok pertama

materialis, terdiri dari para filsuf awal, seperti Emepodokles (490-430 SM) dan

Demokritus (460-360 SM), mereka pencipta dan pengatur dunia, dan yakin bahwa

dunia ini telah ada dengan sendirinya sejak dahulu. Al-Ghazali menganggap mereka

tidak beragama.

Kelompok kedua naturalis,terpesona oleh keajaiban penciptaan dan sadar

akan maksud yang berkelanjutan dan kebijaksanaan dalam rencana segala

sesuatunya, mengakui eksistensi suatu pencipta bijaksana tetapi menyangkal

kerohanian dan sifat immateriality jiwa manusia mereka menjelaskan perihal jiwa

dalam istilah naturalis sebagai sautu epifenomena jasad dan yakin bahwa kematiaan

jasad menyebabkan jiwa tak berwujud sama sekali.

Kelompok ketiga theis, tergolong para filsuf lebih modern, meski mereka

menyerang menyerang kaum materialis dan naturalis Al-Ghazali berpendapat kaum

theis ini masih menyimpan sisa kekafiran dan paham bi’ah. Sebab itu dia menilai

mereka maupun para filsuf muslim yang mengikutinya sebagai kaum kafir. Menurut

pendaatnya diantara pengukut mereka, Al-Farabi dan Ibn Sina adalah penerus terbaik

filsafat Aristoteles ke dalam dunia islam.

b.      Metafisika

Dalam lapangan metafisika (ketuhanan), Al-Ghazali memberikan reaksi keras

terhadap Neo-Platonisme islam, karena mereka tidak teliti seperti halnya dalam

lapangan logika dan matematika. Untuk itu secara langsung Al-Ghazali mengecam

dua tokoh Neo-Platonisme muslim (Al-Farabi dan Ibn Sina), dan Aristoteles, guru

mereka.

15

Page 17: Tokoh Filsafat Islam

Menurut Al-Ghazali dalam bukunya Tahafut al-Falasifah, para pemikir bebas

tersebut ingin meninggalkan keyakinan-keyakinan islam dan mengabaikan

dasardasar pemujaan ritual dengan menganggapnya sebagai tidak berguna bagi

pencapaian intelektual mereka. Kekeliruan filsuf tersebut sebanyak dua puluh

persoalan (enam belas dalam bidang metafisika dan empat dalam bidang fisika).

Dalam tujuh belas soal mereka harus dinyatakan sebagai ah-bida’ , sedangkan dalam

tiga soal lainnya, mereka dinyatakan sebagai kafir, karena pikiran-pikiran mereka

dalam tiga soal teresbut berlawanan sama sekali dengan pendirian semua kaum

muslimn.

Diantara dua puluh soal persoalan yang dimaksud adalah:

- Alam qadim (tidak bermula).

- Keabadian (abadiah) alam, masa, dan gerak.

- Konsep tuhan sebagai pencipta alam dan bahwa alam adalah produk citaan-

Nya,ungkapan ini bersifat metaforis.

- Demonstrasi/pembuktian eksistensi penciptaan alam.

- Penolakan akan sifat-sifat tuhan.

- Argumen rasional bahwa tuhan itu satu dan mungkinnya pengandaian dua wajib al-

wujud.

- Kemustahilan konsep genus (jins) kepada Tuhan.

- wujud tuhan dalah wujud yang sederhana, wujud murni, tanpa kuiditas atau esensi.

- Argumen rasional tentang sebab dan pencipta alam (hukum tak dapat berubah).

- Argumen rasional bahwa tuhan bukan tubuh (jism).

- Pengetahuan tuhan tentang selain diri-Nya, dan tuhan mengetahui species dan

secara universal.

- Pembuktian bahwa tuhan mengetahui diri-Nya sendiri.

- Tuhan tidak mengetahui perincian segala sesuatu (juziyyat) melainkan secara

umum.

- Langit adalah makhluk hidup dan mematuhi tuhan dengan gerak putarnya.

- Tujuan yang menggerakkan langit.

- Jiwa-jiwa langit mengetahui partikular-partikular yang bermula (al-juziyyat al-

haditsah).

- Kemustahilan perpisahan dari sebab alami peristiwa-peristiwa.

- Jiwa manusia adalah subtansi spiritual yang ada dengan sendirinya, tidak

menempati ruang, tidak terpateri pada tubuh, daan bukan tubuh.

16

Page 18: Tokoh Filsafat Islam

- Jiwa manusia setelah terwujud tidak dapat hancur, dan watak keabadiannya

membuatnya mustahil bagi kita membayangakan kehancurannya.

- Penolakan terhadap kebangkitan jasmani.

Tiga persoalan yang menyebabkan para filsuf dipandang kafir adalah:

- Alam kekal (qadim) atau abadi dalam arti tidak berawal.

- Tuhan tidak mengetahui perincian atau hal-hal yang partikular (juziyyat) yang

terjadi di dalam.

- Pengingkaran terhadap kebangkitan jasmani (hasry al-ajsad) di akhirat.

Dalam persoalan ini, terlepas dari besarnya pengaruh dan jasa Al-Ghazali,

setidaknya ada tiga hal yang patut dicermati, yaitu: Pertama: bahwa ia sesungguhnya

hanya menyerang persoalan metafisika, khususnya Al-Farabi dan Ibn Sina dan tidak

menyerang pemikiran filsafat secara keseluruhan. sebab Al-Ghazali tetap mengakui

pentingnya logika atau epistimologi dalam penjabaran ajaran-ajaran agama. Kedua:

dalam bukunya Al-Ghazali menilai Al-Farabi dan Ibn Sina serta filsuf yang lainnya

telah kufur karena mengajarkan tentang keqodiman alam, kebangkitan ruhani dan

ketidaktahuan tuhan terhadap hal-hal yang partikular. Ketiga: tentang pembagian

filsafat yunani dalam tiga bagian materalisme (Dahriyun), naturalisme (Thabi’iyyun),

dan theisme (Ilahiyyun) bahwa betul Al-Farabi adalah Aristoteles tapi ia hanya

mengambil dan mengembangkan aspek logikanya belaka seperti yang kita lihat pada

bagian epistimologi burhani.

Al-Ghazali juga membagi manusia kepada tiga golongan, yaitu: (1) kaum

awam, yang cara berpikirnya sederhan sekali, (2) kaum pilihan (elect) yang akalnya

tajam dan berpikir secara mendalam, dan (3) kaum penengkar. Sebagai filosof-filosof

dan ulama-ulama lain, Al-Ghazali dalam hal ini, membagi manusia kedalam dua

golongan besar, awam dan khawas, yang daya tangkapnya tidak sama, dan oleh

karena itu apa yang dapat diberikan kepada golongan khawas tidak selamanya dapat

diberikan kepada kaum awam. Dan sebaliknya pengertian kaum awam dan kaum

khawas tentang hal yang sama tidak selamanya sama, tetapi acap kali berbeda, dan

berbeda menurut daya berfikir masing-masing. Kaum awam membaca apa yang

tersurat dan kaum khawas, sebaliknya, membaca apa yang tersirat.

c.       Moral

Ada tiga teori penting mengenai tujuan mempelajari akhlak, yaitu:

-Mempelajari akhlak sekedar sebagai studi murni teoretis, yang berusaha memahami

ciri kesusilaan(morlitas), tetapi tanpa maksud mempengaruhi perilaku orang yang

mempelajarinya.

17

Page 19: Tokoh Filsafat Islam

- Mempelajari akhlak sehingga akan meningkatkan sikap dan perilaku sehari-hari.

- Karena akhlak terutama merupakan subyek teoritis yang berkenaan dengan usaha

menemukan kebenaran tentang hal-hal moral, maka dalampenyelidikan akhlak harus

terdapat kritik yang terus-menerus mengenai standar moralitas yang ada, sehingga

akhlak menjadi suatu subyek praktis, seakan-akan tanpa maunya sendiri.

Prinsip-prinsip moral dipelajari dengan maksud menerapkan semuanya dalam

kehidupan sehari-hari. Al-Ghazali menegaskan bahwa pengetahuan yang tidak

diamalkan tidak lebih dari pada kebodohan. Akhlak yang dikembangkan Al-Ghazali

bercorak teologis (ada tujuannya), sebab ia menilai amal dengan mengacu kepada

akibatnya. Suatu derat baik atau buruk berbagai amal berbada oleh sebab perbedaan

dalam hal pengaruh yang ditimbulkannya dalam jiwa pelakunya.

Masalah kebahagian, menurut Al-Ghazali kebahagian yang menjadi tujuan

manusia adalah kebahagian ukhrawi. Kebahagian ukhrawi mempunyai empat ciri

khas, yakni berkelanjutan tanpa akhir, kegembiraan tanpa dukacita, pengetahuan

tanpa kebodohan,dan kecukupan (ghina), yang tak membutuhkan apa-apa lagi guna

kepuasan yang sempurna. Kebahagian yang dimaksud adalah kebahagian yang sesuai

Al-qur’an dan Hadits adalah surga.

d.      Jiwa

Manusia diciptakan menurut Al-Ghazali dicitakan Allah sebagai makhluk

yang terdiri dari jiwa dan jasad. Jiwa, menjadi inti hakekat manusia adalah makhluk

spiritual rabbani yang sabgat halus (lathifa rabbaniyah ruhaniyah). Istilah-istilah

yang digunakan Al-Ghazali untuk itu adalah qalb, ruh, nafs, dan ‘aql.

Jiwa bagi Al-Ghazali merupakan suatu zat (jauhur) sehingga ia ada pada

dirinya sendiri. Jasadlah yang adanya bergantung pada jiwa, dan bukan sebaliknya.

Jiwa berada didalam spiritual, sedangkan jasad dialam materi. Jiwa bagi Al-Ghazali,

berasal sama dengan malaikat. Asal dan sifatnya ilahiyah. Disamping itu jiwa

mempunyai kemampuan memahami, sehingga persoalan kenabian, ganjaran

perbuatan manusia, dan seluruh berita tentang akhirat membawa makan dalam

kehidupan manusia.

Mengenai kekekalan jiwa Al-Ghazali menegaskan bahwa tuhan

sesungguhnya dapat menghancurkan jiwa (al-nafs), tetapi ia tidak melakukannya.

Disini Al-Ghazali berada dipersimpangan pandangan sebagai mutakallimin

(kemungkinan hancurnya jiwa apabiala dikehendaki tuhan), dan pandangan sebagai

filsuf (jiwa mempunyai sifat substanai kekla). Dengan demikin bantahan Al-Ghzali

terhadap filsuf dalam bukunya Tahafut al-Falasafah, bukan ditekankan pada kekalnya

18

Page 20: Tokoh Filsafat Islam

jiwa, yang dibantahnya dalil-dalil rasional yang digunakan para filsuf untuk

memebuktikan jiwa itu. Menurutnya, hanya syara’ yang bisa menjelaskan persoalan

al-ma’ad (kehidupan di akhirat).

Adapun hubungan jiwa dan jasad dari segi pandangan moral adalah, setiap

jiwa diberi jasad, sehingga dengan bantuanya iwa bisa mendatapkan bekal bagi hidup

kekal. Semua yang ada pada jasad merupakan “pembantu” jiwa. Meskipun jiwa dan

jasad merupakan wujud yang berbeda tetapi kedunya mempengruhi dan menentukan

jalannya masing-masing. Karena itu, bagi Al-Ghazali setiap perbuatan akan

menimbulkan pengaruh pada jiwa, yakni membentuk kualitas jiwa, asalkan perbuatan

itu dilakukan secara sadar.

  

19

Page 21: Tokoh Filsafat Islam

E.     Ibnu Maskawaih

   1.      Biografi Ibnu Maskawaih

Maskawaih adalah seorang

filosuf muslim yang memusatkan

perhatiannya pada etika islam. Ia

seorang sejarawan tabib, ilmuan

dan sastrawan. Nama lengkapnya

adalah Abu Ali Al-Khasim Ahmad

bin Ya’qub bin Maskawaih.

Namanya yang lebih masyhur

adalah Maskawaih atau Ibnu

Maskawaih.dari gelar ini tidak salah jika orang mengatakan bahwa Maskawaih

tergolong menganut aliran syi’ah. Maskawaih dilahirkan di Ray (Iran), pada 320H

(932M) dan wafat di Asfahan pada 9 Safar 421H (16 Pebruari 1030M).

2.      Karya-Karya Ibnu Maskawaih

Maskawaih dikenal terutama dalam keahliannya sebagai sejarawan dan

filosuf, Maskawaih memperoleh sebutan Bapak Etika Islam, karena Maskawaih-lah

yang pertama mengemukakan teori etika dan sekaligus menulis buku tentang etika.

Adapun karya-karya Maskawaih yang dapat terekam oleh para penulis

(sejarahwan) diantaranya adalah sebagai berikut:

- Kitab Al-Fauz Al-Ashgar, tentang ketuhanan, jiwa dan kenabian (metafisika).

- Kitab Al-Fauz Al-Akbar, tentang etika.

- Kitab Thabarat Al-Nafs, tentang etika.

- Kitab Tadzhib Al-Akhlaq Wa Rath-hir Al-‘Araq, tentang etika.

- Kitab Tartib As-Sa’adat, tentang etika dan politik terutama mengenai pemerintahan

Bani Abbas dan Bani Buwaih

- Kitab Tajarib Al-Umam, tentang sejarah yang berisi peristiwa-peristiwa sejarah

sejak setelah air bah Nabi Nuh hingga tahun 369H.

- Kitab Al-Jami’, tentang ketabiban.

- Kitab Al-Adawiyah, tentang obat-obatan.

- Kitab Al-Asyribah, tentang minuman.

Berdasarkan banyak kitab yang ditulisnya maka ketokohannya sebagai ahli

filsafah dan pengarang tidak dapat dinafikan. Ide dan pandangannya jelas

mendahului zaman menjadikannya sebagai salah seorang ilmuwan sarjana Islam

yang tiada tolak bandingan pada zamannya.

20

Page 22: Tokoh Filsafat Islam

3.      Filsafat Ibnu Maskawaih

a.      Hikmah dan Falsafah

Maskawaih membedakan antara pengertian hikmah (kebijaksanaan , wisdom)

dan falsafah (filsafat). Menurutnya, hikmah adalah keutamaan jiwa yang cerdas

(aqilah) yang mampu membeda-bedakan (Mumayyis). Hikmah adalah bahwa engkau

mengetahui segala yang ada (Al-Maujudat) atau engkau mengetahui perkara-perkara

ilahiah (ketuhanan) dan perkara-perkara insaniah (kemanusiaan), dan hasil dari

pengetahuan engkau mengetahui kebenaran-kebenaran sepiritual (ma’qulat) dapat

membedakan mana yang wajib dilakukan dan mana yang wajib ditinggalkan.

Maskawaih membagi filsafat menjadi dua bagian : bagian teori dan bagian

praktis. Bagian teori merupakan kesempurnaan manusia yang mengisi potensinya

untuk dapat mengetahui segala sesuatu, hingga dengan kesempurnaan ilmunya itu

pikirannya benar. Sedangkan bagian praktis merupakan kesempurnaan manusia yang

mengisi potensinya untuk dapat melakukan perbuatan-perbuatan moral. Jika manusia

memiliki dua bagian filsafat, yang teoritis dan yang praktis tersebut, maka ia telah

memperoleh kebahagiaan yang sempurna.

b.      Metafisika

Metafisika Maskawaih mencakup pembahasan tentang bukti adanya Tuhan

pencipta, jiwa dan kenabian (nubuwah). Sejarah lengkap metafisika Maskawaih

dituangkan dalam kitabnya Al-Fauz Al Ashghar.

- Bukti-bukti adanya Tuhan pencipta

Membuktikan adanya Tuhan Pencipta, dari satu segi dapat dikatakan mudah,

karena kebenaran ada-Nya telah terbukti pada dirinya sendiri dengan amat jelas.

Adapun segi kesukarannya ialah karena keterbatasan akal manusia. Maskawaih

berusaha membuktikan bahwa Tuhan Pencipta itu Esa, azali (tanpa awal) dan

bukannya materi (jism). Tuhan dapat diketahui dengan cara menidakkan (negative),

bukan dengan cara positif. Pembuktian secara positif berarti pembuktian secara

langsung, sedang pembuktian secara negative adalah secara tidak langsung, Tuhan

adalah bergerak, Tuhan adalah tidak Esa, Tuhan adalah diciptakan dan sebagainya.

Maskawaih menggunakan berbagai macam argument untuk menetapkan

adanya Tuhan. Yang penting ditonjolkan adalah adanya gerak atau perubahan yang

terjadi pada alam. Memperhatikan bahwa segala macam benda mempunyai sifat

gerak atau berubah sesuai dengan watak pembawa masing-masing (sifat gerak itu

berbeda-beda), maka adanya gerak yang berbeda-beda itu membuktikan adanya yang

menjadi sumber gerak, Penggerak pertama yang tidak bergerak yaitu Tuhan.

21

Page 23: Tokoh Filsafat Islam

- Jiwa (an-Nafs)

Maskawaih mengatakan bahwa jiwa berasal dari limpahan Akal Aktif. Jiwa

bersifat rohani, suatu substansi yang sederhana yang tidak dapat diraba oleh salah

satu pancaindera. Kesatuan aqliah jiwa tercermin secara amat jelas, yaitu bahwa jiwa

itu mengetahui dirinya sendiri, dan mengetahui bahwa ia mengetahui dirinya, dengan

demikian jiwa merupakan kesatuan yang di dalamnya terkumpul unsur-unsur akal,

subyek yang berfikir dan obyek-obyek yang dipikirkan, dan ketiganya merupakan

sesuatu yang satu.

Menurut Maskawaih, jiwa manusia mempunyai tiga kekuatan yang

bertingkattingkat. Dari tingkat yang paling rendah disebutkan urutannya sebagai

berikut:

- An-Nafs al-bahimiyah (nafsu kebinatangan) yang buruk.

- An-Nafs al-sabu’iah (nafsu binatang buas) yang sedang.

- An-Nafs an-nathiqah (jiwa yang cerdas) yang baik.

Manusia menjadi manusia yang sebenarnya jika memiliki jiwa yang cerdas.

Dengan jiwa yang cerdas utuh, manusia terangkat derajatnya, setingkat malaikat dan

dengan jiwa yang cerdas itu pula manusia dibedakan dari binatang. Manusia yang

paling mulia adalah yang paling besar kadar jiwa cerdasnya, dan dalam hidupnya

selalu cenderung mengikuti ajakan jiwa yang cerdas itu.

- Kenabian (An-Nubuwah)

Dalam membicarakan hal kenabian, Maskawaih menyajikan banyak hal yang

sepintas lalu tidak lazim digolongkan sebagai topik kenabian:

- Maskawaih membicarakan masalah-masalah tingkatan wujud dalam alam dan

hubungannya satu sama lain.

- Dibicarakannya pula manusia yang merupakan mikrokosmos dibandingkan dengan

alam semesta yang merupakan mikrokosmos.

- Dibicarakannya juga macam-macam kapasitas dan daya manusia yang mengalami

perkembangan pancaindera meningkat menjadi kekuatan bersama.

- Dibicarakan pula perihal wahyu dan cara diperolehnya.

- Tentang perbedaan antara nabi yang diutus dan nabi yang tidak diutus akhirnya

tentang perbedaan antara nabi yang sungguh-sungguh dan orang yang mengaku

sebagai nabi (mutanabbi).

c.       Teori evolusi

Maskawaih berpendapat bahwa segala yang ada di alam mengalami proses

evolusi, dilaluinya rentetan proses kejadian yang nyata rantainya tidak terputus.

22

Page 24: Tokoh Filsafat Islam

Dikatakannya bahwa segala sesuatu di alam ini bermula dari wujud yang sederhana.

Kemudian mengalami evolusi menjadi benda-benda yang lebih tinggi.

Maskawaih mengemukakan betapa tinggi kedudukan para Nabi dibanding

dengan manusia lainnya, dengan jalan terlebih dulu mengungkapkan proses evolusi.

Maskawaih menetapkan adanya tipe manusia yang memang sanggup sampai ke

tingkat kemanusiaan yang paling tinggi, yang memperoleh kebenaran-kebenaran

yang hakiki tidak dengan jalan berpikir, tetapi dengan jalan wahyu, yaitu para nabi.

Nabi tingkatnya lebih tinggi dari filosof.

d.      Dasar-dasar Etika

Sebagai bapak etika Islam, Maskawaih dikenal juga sebagai Guru Ketiga (Al

Mu’allim Al-Tsalits), setelah Al-Farabi, yang digelari Guru Kedua (Al-Mu’allim Al-

Tsani). Sedangkan yang dipandang sebagai Guru Pertama (Al-Mu.allim Al-Awwal)

adalah Aristoteles. Teorinya tentang etika secara runic ditulis dalam kitab Tahzib Al-

Akhlaq wa That-hir Al-‘arq (pendidikan budi dan pembersihan watak). Mengenai

teori etika Maskawaih, dalam kesempatan ini hanya akan disajikan dasar-dasarnya

saja, yaitu:

a. Unsur-Unsur Etika Maskawaih

Teori Etika Maskawaih bersumber pada filsafat Yunani, peradaban Persia

ajaran syariat Islam, dan pengalaman pribadi. Usaha Maskawaih adalah

mempertemukan ajaran syariat Islam dengan teori-teori etika dalam filsafat, setelah

berusaha mempertemukan antara berbagai macam teori etika dalam filsafat.

b. Pengertian Akhlak

Kata akhlaq adalah bentuk jamak (plural) dari kata khuluq. Maskawaih

memberikan pengertian khuluq sebagai peri keadaan jiwa yang mendorongnya untuk

melakukan perbuatan-perbuatan tanpa dipikirkan dan diperhitungkan sebelumnya.

Dengan kata lain khuluq adalah peri keadaan jiwa yang mendorong timbulnya

perbuatan-perbuatan secara spontan . Perikeadaan jiwa itu dapat merupakan fitrah

sejak kecil, dan dapat pula merupakan hasil latihan membisaakan diri. Hal ini dapat

dibuktikan pada perubahan-perubahan yang dialami anak dalam masa

pertumbuhannya dari satu keadaan kepada keadaan lain sesuai dengan lingkungan

yang mengelilinginya dan macam pendidikan yang diperolehnya. Dari sini pula

Maskawaih memandang penting arti pendidikan dan lingkungan bagi manusia dalam

hubungannya dengan pembinaan akhlak.

c. Keutamaan (fadhilah)

23

Page 25: Tokoh Filsafat Islam

Maskawaih menyebutkan adanya tiga macam kekuatan jiwa, yaitu bahimiyah

atau syahwiyah , (kebinatangan atau nafsu syahwat) yang mengejar kelezatan-

kelezatan jasmani, sabu’iyah (binatang buas) yang bertumpuh pada kemarahan dan

keberanian, dan nathiqah yang selalu berpikir tentang hakikat segala sesuatu.

Keselarasan antara tiga keutamaan dasar itu menimbulkan keutamaan lain,

yang merupakan kesempurnaan ketiga keutamaan dasar tersebut. Dengan demikian

keutamaan-keutamaan jiwa itu ada empat macam, yaitu hikmah (wisdom), ’iffah

(kesucian), syaja’ah (keberanian) dan ‘adalah (keadilan). Kebijaksanaan adalah

keutamaan jiwa cerdas, kesucian adalah keutamaan nafsu syahwat; keutamaan lahir

jika manusia dapat menyalurkan syahwatnya sejalan dengan pertimbangan akal yang

sehat, hingga ia bebas dari perbudakan syahwatnya. Keberanian adalah keutamaan

jiwa ghadhabiyah (shabu’iyah”). Keadilan adalah keutamaan jiwa yang terjadi dari

kumpulan tiga macam keutamaan tersebut diatas:

- Kebahagiaan (sa’adah)

- Cinta ( mahabbah)

- Pendidikan Akhlak Pada Anak-Anak

d. Perihal Kematian

Adanya kematian itu merupakan bukti keadilan tuhan terhadap hamba-Nya,

tidak ada alasan untuk takut mati. Rasa takut semacam itu akan mengganggu

ketentraman dan kebahagiaan hidup. Takut mati yang merupakan penyakit jiwa itu

dapat terjadi karena adanya sebab-sebab sebagai berikut:

- Tidak mengetahui hakikat kematian.

- Tidak mengetahui kesudahan jiwa.

- Tidak mengetahui kekekalan jiwa.

- Mempunyai sangkaan bahwa kematian itu merupakan sakit yang amat berat,

melebihi pedihnya sakit yang mendahuluinya.

- Adanya kebingungan, karena tidak tahu apa yang akan dialaminya setelah mati.

- Karena adanya rasa berat untuk bercerai dengan yang disenanginya, yaitu

keluarga, anak, harta benda dan kenikmatan-kenikmatan duniawi lainnya.

- Agar orang jangan sampai takut mati harus diatasi dengan rasa sebagai berikut:

- Orang harus mengetahui bahwa mati itu hakikatnya tidak lebih daripada jiwa

yang menghentikan penggunaan alatnya.

- Orang harus mengetahui bahwa sebenarnya mati itu ada dua macam: mati iradi

dan mati alami. Mati iradi adalah mematikan keinginan-keinginan (syahwat) dan

24

Page 26: Tokoh Filsafat Islam

meninggalkan usaha memenuhi tuntutan-tuntutannya sedang mati alami adalah

terpisahnya jiwa dari badan.

- Orang harus mengetahui benar bahwa mati hanyalah peristiwa badaniah  yang

menjadi jalan pelepasan jiwa dan penghormatan bagi jiwa.

- Orang harus menyadari bahwa rasa sakit itu hanya berada pada orang hidup dan

orang hidup itulah yang menerima bekas jiwa yang ada pada badannya.

- Orang yang merasa takut mati karena takut akan tertimpa hukuman setelah mati

harus menyadari bahwa yang ditakuti itu sebenarnya bukan matinya tetapi

siksanya yang mungkin diderita setelah mati.

- Pengalaman manusia setelah mati patut ditakuti.

- Orang tidak boleh kuatir akan berpisah dengan keluarganya, anak dan harta

benda, sebab semuanya tidak akan kekal.

  

25

Page 27: Tokoh Filsafat Islam

F.     Ibnu Rusyd

   1.      Biografi Ibnu Rusyd

Ibnu Rusyd atau nama lengkapnya Abu

Walid Muhammad Ibnu Ahmad lahir di Kardova

pada tahun 1126. Beliau ahli falsafah yang paling

agung pernah dilahirkan dalam sejarah Islam.

Pengaruhnya bukan sahaja berkembang luas

didunia Islam, tetapi juga di kalangan masyarakat

di Eropah. Di Barat, beliau dikenal sebagai

Averroes. Keturunannya terdiri daripada golongan

yang berilmu dan ternama. Bapanya dan datuknya

merupakan kadi di Kardova.

Pada lewat penghujung usianya, kedudukan Ibnu Rusyd dipulihkan semula

apabila Khalifah Al-Mansor Al-Muwahhidi menyadari kesilapan yang dilakukannya.

Namun, segala kurniaan dan penghormatan yang diberikan kepadanya tidak sempat

dikecapi karena beliau menghembuskan nafas terakhirnya pada tahun 1198.

Kematiannya merupakan kehilangan yang cukup besar kepada kerajaan dan

umat Islam di Sepanyol. Beliau tidak meninggalkan sebarang harta benda melainkan

ilmu dan tulisan dalam pelbagai bidang seperti falsafah, perubatan, ilmu kalam, falak,

fiqh, muzik, kaji bintang, tatabahasa, dan nahwu. Antara karya besar yang pernah

dihasilkan oleh Ibnu Rusyd termasuklah "Kulliyah fit-Thibb" yang mengandungi

jilid, mengenai perubatan secara umum, MabadilFalsafah (Pengantar Ilmu Falsafah),

Tafsir Urjuza yang membicarakan perubatan dan tauhid, Taslul, buku mengenai ilmu

kalam, Kasyful Adillah, yang mengungkap persoalan falsafah dan agama, Tahafatul

Tahafut, ulasannya terhadap buku Imam Al-Ghazali yang berjudul Tahafatul

Falaisafah, dan Muwafaqatil Hikmah Wal Syari'a yang menyentuh persamaan antara

falsafah dengan agama.

2.      Filsafat Ibnu Rusyd

Pembicaraan falsafah Ibnu Rusyd banyak tertumpu pada persoalan yang

berkaitan dengan metafizik, terutamanya ketuhanan. Beliau telah mengemukakan

idea yang bernas lagi jelas, dan melakukan pembaharuan semasa membuat huraianya

mengenai perkara tersebut. Pembaharuan ini dapat dilihat juga dalam bidang

perubatan apabila Ibnu Rusyd memberi penekanan tentang kepentingan menjaga

kesihatan.

26

Page 28: Tokoh Filsafat Islam

Beberapa pandangan yang dikemukakan dalam bidang perubatan juga

didapati mendahului zamannya. Beliau pernah menyatakan bahawa demam campak

hanya akan dialami oleh setiap orang sekali sahaja. Kehebatannya dalam bidang

perubahan tidak berlegar di sekitar perubatan umum, tetapi juga merangkum

pembedahan dan fungsi organ di dalam tubuh manusia. Ilmu pengetahuan yang

dimiliki oleh Ibnu Rusyd turut menjangkau bidang yang berkaitan dengan

kemasyarakatan apabila beliau cuba membuat pembahagian masyarakat itu kepada

dua golongan iaitu golongan elit yang terdiri daripada ahli falsafah dan masyarakat

awam.

Pembahagian strata sosial ini merupakan asas pengenalan pembahagian

masyarakat berdasarkan kelas seperti yang dilakukan oleh ahli falsafah terkemudian,

seperti Karl Max dan mereka yang sealiran dengannya. Apabila melihat keterampilan

Ibnu Rusyd dalam pelbagai bidang ini, maka tidak syak lagi beliau merupakan tokoh

ilmuwan Islam yang tiada tolok bandingannya. Malahan dalam banyak perkara,

pemikiran Ibnu Rusyd jauh lebih besar dan berpengaruh jika dibandingkan dengan

ahli falsafah yang pernah hidup sebelum zamannya ataupun selepas kematiannya.

   G.    Ibnu Sina

   1.      Biografi Ibnu Sina

Ibnu Sina yang memiliki nama lengkap Abu Ali al-

Hussein Ibn Abdallah, lahir di Afshana dekat Bukhara

(Asia Tengah) pada tahun 981. Pada usia sepuluh tahun,

dia telah menguasai dengan baik studi tentang Al Quran

dan ilmu-ilmu clasar. Ilmu logika, dipelajarinya dari Abu

Abdallah Natili, seorang filsuf besar pada masa itu.

Filsafatnya meliputi buku-buku Islam dan Yunani yang

sangat beragam.

Kemampuannya dalam bidang pengobatan sudah

begitu mumpuni di usianya yang masih belia. Bahkan ketika usianya baru tujuhbelas

tahun, dia sudah berhasil menyembuhkan penguasa Bukhara, Nun Ibn Manshur.

Padahal sebelumnya para pakar kesehatan kerajaan sudah menyerah, tak satu pun

yang mampu mengatasi penyakit sang raja. Atas jasanya itu, Manshur bermaksud

memberinya hadiah. Namun Ibnu Sina justru lebih memilih izin dari sang raja untuk

diperkenankan meggunakan perpustakaan kerajaan yang dikenal memiliki koleksi

buku-buku yang unik.

27

Page 29: Tokoh Filsafat Islam

2.      Filsafat Ibnu Sina

Karya Ibnu Sina dalam bidang filsafat yang terkenal adalah Al-Najat, Isyarat,

dan al-Shifa (buku yang berisi tentang penyembuhan penyakit) merupakan

ensiklopedi filosofis. Di dalamnya berisi jangkauan pengetahuan yang luas, dari

filsafat hingga ilmu pengetahuan. Filsafat Ibnu Sina merupakan penggabungan tradisi

Aristotelian, pengaruh Neoplatonic dan teologi Islam. Ibnu Sina mengelompokkan

seluruh bidang ilmu ke dalam dua kategori besar, yakni: pengetahuan teoritis dan

pengetahuan praktis. Pengetahuan teoritis meliputi fisika, matematika, dan

metafisika, sedangkan pengetahuan praktis meliputi etika, ilmu ekonomi, dan ilmu

politik.

Jenius yang satu ini tidak pernah berhenti mengembara, baik secara fisik

maupun secara batin. Secara fisik, dia terus berpindah-pindah dari satu tempat ke

tempat lain, untuk memuaskan rasa ingin tahunya terhadap segala hal, serta untuk

dapat belajar, belajar, dan belajar. Karena terlalu banyak memeras otak dan

diperparah oleh gejolak politik pada masa itu, kesehatannya semakin memburuk.

Akhirnya, pada tahun 1037 dia kembali ke Hamadan, dan meninggal di sana.

  

28

Page 30: Tokoh Filsafat Islam

PENUTUP

Tokoh-tokoh filsafat dan etika dalam islam adalah tokoh yang sangat penting

di mana melalui pandangan mereka lahir suat motivasi dan penjelasan-penjelasan

yang akan sangat membatu umat sesudahnya untuk lebih mudah dalam memahami

ilmu agama.

Filsafat etika dalam islam adalah sebagai perangkat nilai yang tidak

terhingga dan agung yang bukan saja beriskan sikap, prilaku secara normative,

yaitu dalam bentuk hubungan manusia dengan tuhan (iman), melainkan wujud dari

hubungan manusia terhadap Tuhan, Manusia dan alam semesta dari sudut pangan

historisitas. Etika sebagai fitrah akan sangat tergantung pada pemahaman dan

pengalaman keberagamaan seseorang. Maka Islam menganjurkan kepada manusia

untuk menjungjung etika sebagai fitrah dengan menghadirkan kedamaian,

kejujuran, dan keadilan. Etika dalam islam akan melahirkan konsep ihsan, yaitu cara

pandang dan perilaku manusia dalam hubungan social hanya dan untuk mengabdi

pada Tuhan, buka ada pamrih di dalamnya. Di sinilah pean orang tua dalam

memberikan muatan moral kepada anak agar mampu memahami hidup dan

menyikapinya dengan bijak dan damai sbagaimana Islam lahir ke bumi membawa

kedamaian untuk semesta (rahmatan lilalamain).

29

Page 31: Tokoh Filsafat Islam

SOAL DAN JAWABAN

1. Siapa sajakah nama tokoh filsafat dalam islam yang penting untuk kita

ketahui ?

Jawab :

A.    Mulla Shadra

B.     Al-Razi

C.    Al-Farabi

D.    Al-Ghazali.

E.     Ibnu Maskawaih

F.     Ibnu Rusyd

G.    Ibnu Sina

2. Apakah fungsi dari etika islam ?

Jawab :

Fungsinya adalah salah satunya untuk mengetahui hak dan kewajiban

sesama.dan mnentukan yang baik dan yang tidak

3. Apa alasan yang paling mendasar sehingga Al-Ghazali tidak sependapat

dengan para filsuf lainnya ?

Jawab :

Alasan yang mendasar adalah Al-Ghazali menganggap bahwa para filsuf

telah mengeluarkan pendapat dan pandangan yang keliru sekaitan dengan

sifat sifat tuhan, dan mulai melenceng dari ajaran Agama Islam yang murni.

4. Apakah manfaat atau faedah mempelajari filsafat ?

Jawab : Manfaat atau faedah mempelajari filsafat menurut saya filsafat itu

bermanfaat dalam memecahkan berbagai masalah-masalah yang terjadi dalam

kehidupan, yang mana masalah-masalah itu dapat terselesaikan dengan

mencari kebijakan-kebijakan yang baik ataupun dapat terungkapnya suatu

30

Page 32: Tokoh Filsafat Islam

kebenaran-kebenaran yang menurut kita hal itu belum jelas kebenarannya.

Misalkan saja contohnya yaitu pada zaman dahulu orang beranggapan bahwa

Tuhan mereka matahari dan mereka menyembah matahari, namun mereka

mulai berfikir ketika datang malam hari, maka matahari tidak ada lagi dan

mereka beranggapan bahwa bulan adalah Tuhan mereka, namun pada saat itu

mereka berfikir pula bagaimana jika pada saat siang hari mereka harus

menyembah apa, maka dari situ mereka mulai berfikir, siapakah yang dapat

menciptakan bulan, bintang, matahari serta alam semesta ini dan itulah Tuhan

kita.

Itu merupakan salah satu contoh seseorang berfilsafat, selain itu juga

menurut saya filsafat juga bermanfaat sekali bagi diri kita untuk

menyongsong masa depan yang lebih semangat dan lebih baik. Misalkan saya

contohnya kita memikirkan atau membuat suatu keinginan kita untuk

menjalani kehidupan kita kedepannya nanti bagaimana, dan dengan begitu

kita akan lebih bersemangat dalam menjalani kehidupan yang kita jalani.

5. sebutkan contoh manfaat filsafat dalam kehidupan ?

Jawaban:

Yaitu ketika seseorang mengalami kebingungan untuk menentukan asebuah

tindakan yang harus ia lakukan dalam suatu kegiatan perpolitikan, maka ia

dapat menggunakan buku atau pendapat para filsuf dalam mencari

pemecahannya.

6. Mengapa pendapat al-Razi dikatakan sangat kotraversional ? apa buktinya !

Jawaban :

Pendapat atau pandangan al-Razi dikatakan kontraversional karena Sebagian

dari penjelasan al-Razi yang menunjukkan pengingkarannya pada kenabian

dan cenderung merendahkan posisi para nabi adalah dapat dilihat dalam dua

buah karyanya, Makhariq al-Anbiya` aw Hiyal al-Mutanabbi`in? (Kehebatan

31

Page 33: Tokoh Filsafat Islam

Para Nabi atau Tipu Muslihat Orang-Orang yang Mengaku Nabi?) dan Naqd

al-Adyan aw fi al-Nubuwwah? (Kritik atas Agama-Ag/ama atau Kenabian?).

Abu Hatim menyebut bahwa al-Razi berkata, “Yang lebih utama bagi hikmah

dan kasih sayang Sang Maha Bijaksana adalah memberi inspirasi pada

seluruh hamba-Nya untuk mengetahui, baik cepat atau lambat, beberapa

manfaat dan kemudharatan, dan tidak boleh melebihkan sebagian mereka dari

yang lain serta tidak boleh terdapat pertentangan dan pertikaian di antara

mereka sehingga menyebabkan kebinasaan. Hal ini lebih hati-hati dari pada

Dia menjadikan sebagian dari mereka beberapa pemimpin, lalu pengikut-

pengikutnya membenarkan sang imam (pemimpin) dan mengingkari

pemimpin lainnya sehingga terjadi peperangan di antara mereka dan

menimbulkan bencana. Keba-nyakan manusia binasa karena hal ini”.

Disebutkan pula bahwa Al-Razi mengatakan, “Para nabi tidak berhak

mengaku diri mereka sebagai manusia yang istimewa, baik secara akal

maupun spiritual, karena seluruh manusia adalah sama dan bentuk keadilan

dan kebijaksanaan Allah Swt. adalah tidak boleh memberi keistimewaan

seseorang atas lainnya”.

7. Apa perbedaan pendapat para filsuf islam dengan para filsuf modern ?

Jawab :

Perbedannya yaitu para filsuf modern berpandangan bahwa kebenaran yang

teritinggi di alam adalah akal sehat dan pemikiran yang jernih, sedangkan

tentang nilai tentang ketuhanan merupakan suat kebebasan setiap insan untuk

memilihnya. Sedangkan menurup para filsuf islam kebenaran yang hakiki

adalah suatu gabungan atara filsafat dan ajaran islam, di mana kebenaran

filsafat terikat dari hukum-hukum Agama.

8. Diantara para filsuf diatas siapa yang menurut anda paling menonjol dari

yang lainnya, mengapa ?

32

Page 34: Tokoh Filsafat Islam

Jawab :

Bukan berarti membandingkan, tetapi jika dilihat dari pendapat mereka dan

kepopuleran karyanya maka yang palimng menonol adalah Al-Gazali karena

pendapatnya mencakup dan membahas mengenai pendapat para filsuf lainnya

dan buku-bukunya sangat banyak beredar khususnya di Indonesia.

9. Apa yang dimaksudkan dalam teori evolusi yang dikemukakan oleh

Maskawaih ?

Jawab :

Maskawaih berpendapat bahwa segala yang ada di alam mengalami proses

evolusi, dilaluinya rentetan proses kejadian yang nyata rantainya tidak

terputus. Dikatakannya bahwa segala sesuatu di alam ini bermula dari wujud

yang sederhana. Kemudian mengalami evolusi menjadi benda-benda yang

lebih tinggi.

Maskawaih mengemukakan betapa tinggi kedudukan para Nabi dibanding

dengan manusia lainnya, dengan jalan terlebih dulu mengungkapkan proses

evolusi. Maskawaih menetapkan adanya tipe manusia yang memang sanggup

sampai ke tingkat kemanusiaan yang paling tinggi, yang memperoleh

kebenaran-kebenaran yang hakiki tidak dengan jalan berpikir, tetapi dengan

jalan wahyu, yaitu para nabi. Nabi tingkatnya lebih tinggi dari filosof. Namun

buakan berarti dia mengatakan bahwa manusia itu berasal dari kera,

melainkan manusia itu merupakan ciptaan Allah SWT. yang merupakan anak

cucu Adam.

10. Apa perbedaan pendapat Al-Gazali dan Maskawaih mengenai metafisika ?

Jawab :

Menurut Al-Gazali Dalam lapangan metafisika (ketuhanan), Al-

Ghazali memberikan reaksi keras terhadap Neo-Platonisme islam, karena

mereka tidak teliti seperti halnya dalam lapangan logika dan matematika.

33

Page 35: Tokoh Filsafat Islam

Untuk itu secara langsung Al-Ghazali mengecam dua tokoh Neo-Platonisme

muslim (Al-Farabi dan Ibn Sina), dan Aristoteles, guru mereka.

Menurut Al-Ghazali dalam bukunya Tahafut al-Falasifah, para pemikir bebas

tersebut ingin meninggalkan keyakinan-keyakinan islam dan mengabaikan

dasardasar pemujaan ritual dengan menganggapnya sebagai tidak berguna

bagi pencapaian intelektual mereka. Kekeliruan filsuf tersebut sebanyak dua

puluh persoalan (enam belas dalam bidang metafisika dan empat dalam

bidang fisika). Dalam tujuh belas soal mereka harus dinyatakan sebagai ah-

bida’ , sedangkan dalam tiga soal lainnya, mereka dinyatakan sebagai kafir,

karena pikiran-pikiran mereka dalam tiga soal teresbut berlawanan sama

sekali dengan pendirian semua kaum muslimn.

Menurut Maskawaih Membuktikan adanya Tuhan Pencipta, dari satu

segi dapat dikatakan mudah, karena kebenaran ada-Nya telah terbukti pada

dirinya sendiri dengan amat jelas. Adapun segi kesukarannya ialah karena

keterbatasan akal manusia. Maskawaih berusaha membuktikan bahwa Tuhan

Pencipta itu Esa, azali (tanpa awal) dan bukannya materi (jism). Tuhan dapat

diketahui dengan cara menidakkan (negative), bukan dengan cara positif.

Pembuktian secara positif berarti pembuktian secara langsung, sedang

pembuktian secara negative adalah secara tidak langsung, Tuhan adalah

bergerak, Tuhan adalah tidak Esa, Tuhan adalah diciptakan dan sebagainya.

Maskawaih menggunakan berbagai macam argument untuk

menetapkan adanya Tuhan. Yang penting ditonjolkan adalah adanya gerak

atau perubahan yang terjadi pada alam. Memperhatikan bahwa segala macam

benda mempunyai sifat gerak atau berubah sesuai dengan watak pembawa

masing-masing (sifat gerak itu berbeda-beda), maka adanya gerak yang

berbeda-beda itu membuktikan adanya yang menjadi sumber gerak,

Penggerak pertama yang tidak bergerak yaitu Tuhan.

Pada umumnya pandangan mereka adalah sama.

DAFTAR PUSTAKA

34

Page 36: Tokoh Filsafat Islam

- http://Halid.nurislami.com

- http://www.nlm.nih.gov/hmd/arabic/E8.html

- http://nuryandi-cakrawalailmupengetahuan.blogspot.com

35