fikosianin_ michael heryanto_13.70.0004_d1_unika soegijapranata

34
Acara IV FIKOSIANIN LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT Disusun oleh : Nama : Michael Heryanto NIM : 13.70.0004 Kelompok : D1 ` PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

Upload: praktikumhasillaut

Post on 22-Jan-2016

16 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

laporan ini bertujuan untuk mengetahui proses isolasi dari pigmen fikosianin dan mampu membuat pewarna bubuk dari fikosianin.

TRANSCRIPT

Page 1: Fikosianin_ Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

Acara IV

FIKOSIANIN

LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI HASIL LAUT

Disusun oleh :

Nama : Michael Heryanto

NIM : 13.70.0004

Kelompok : D1

`

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

2015

Page 2: Fikosianin_ Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

I. PRESENTASE PLAGIASI VIPER

1

Page 3: Fikosianin_ Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

1. MATERI DAN METODE

1.1. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam percobaan ini terdiri atas sentrifuge, stirrer, oven, dan plate

stirrer.

Bahan yang digunakan dalam percobaan ini terdiri atas biomassa Spirulina basah atau

kering, aquades, dan dekstrin.

1.2. Metode

2

Biomassa Spirulina ditimbang dalam cawan

Dimasukkan dalam Elenmenyer.

Page 4: Fikosianin_ Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

3

Dilarutkan dalam aqua destilata (1 : 10).

Disentrifugasi 5000 rpm, 10 menit hingga didapat endapan dan supernatant.

Supernatan diencerkan sampai pengenceran 10-2 dan diukur kadar fikosianinnya pada panjang gelombang 615 nm dan 652 nm

Page 5: Fikosianin_ Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

4

Supernatan diambil 8 ml dan ditambah dekstrin dengan perbandingan supernatan : dekstrin = 1 : 1 (kelompok D1-D3), sedangkan kelompok D4-D5 menggunakan

perbandingan 8 : 9

Dicampur merata dan dituang ke wadah

Dioven pada suhu 50°C hingga kadar air ± 7%

Didapat adonan kering yang gempal

Page 6: Fikosianin_ Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

5

Dihancurkan dengan penumpuk hingga berbentuk powder

Kadar Fikosianin (mg/g) diukur dengan rumus :

Konsentrasi Fikosianin / KF (mg /ml )=OD 615−0,474(OD 652)

5,34×

110−2

Yield (mg / g)=KF × Vol(total filtrat )

g (berat biomasa)

Page 7: Fikosianin_ Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

2. HASIL PENGAMATAN

Berikut merupakan hasil pengamatan pada praktikum mengenai proses isolasi pigmen fikosianin dan membuat pewarna bubuk dari

biomassa Spirulina sp, dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Fikosianin

Kelompok

Berat biomassa

kering (gram)

Jumlah aquades

yang ditambahkan

(ml)

Total filtrat yang

diperoleh (ml)

OD 615 OD 652KF

(mg/ml)Yield (mg/g)

Keterangan warna

Sebelum oven

Sesudah Oven

D1 8 100 55 0,1854 0,1733 0,193 1,327 ++ +D2 8 100 55 0,1914 0,1797 0,199 1,368 ++ +D3 8 100 55 0,1863 0,1843 0,185 1,272 ++ +D4 8 100 55 0,1980 0,1803 0,211 1,451 ++ +D5 8 100 55 0,1687 0,2029 0,136 0,935 ++ +

Keterangan Warna:+ Biru Muda++ Biru+++ Biru Tua

Pada Tabel 1 di atas dapat disimpulkan bahwa hasil karateristik fisik kimia fikosianin yang diekstrak dari Spirulina sp semua hasil

pengukuran menunjukan bahwa konsentrasi fikosianin akan berbanding lurus dengan yield dan menunjukan hasil yang relatif sama

dan konstan. Hasil pengamatan terhadap karateristik warna dari pewarna bubuk fikosianin menunjukan terjadinya perubahan warna

dari biru menjadi biru muda, sehingga dapat disimpulkan adanya proses pengovenan akan memudarkan warna dari fikosianin.

6

Page 8: Fikosianin_ Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

3. PEMBAHASAN

Spirulina sp merupakan mikroalga multiseluler (golongan cyanobacterium) yang dapat tinggal di

perairan air tawar hingga salinitas yang tinggi. Menurut Duangsee et al (2009) diketahui bahwa

Spirulina sp mengandung pigmen fikosianin dengan kandungan aktivitas antioksidan yang

tertinggi, memiliki keunggulan mudah diserap oleh tubuh, memiliki aktifitasnya sebagai anti-

inflammatory dan hepatoprotective activities (Zhang et al, 2015). Spirulina sp terbagi dalam

golongan alga cyanobacter (hijau-biru), memiliki karateristik berfilamen, multiseluler, dan

membutuhkan cahaya dan faktor lainnya (CO2) dalam menjalankan aktifitas fotosintetiknya

(Vijaya et al, 2009) Jenis dari Spirulina yang umum dimanfaatkan dalam bidang pangan adalah

Spirulina plantesis yang banyak dijumpai di perairan tropis dan sub-tropis, dan termasuk atas

golongan alkaliphilic halobakteri (Gelagutashvili et al, 2013). Spirulina sangat baik

dimanfaatkan sebagai food additives diakibatkan kandungan gizi yang tinggi, yaitu protein 55-

70%, karbohidrat 15-25%, asam lemak esensial 18%, dan mikronutrien lainnya terdiri atas

vitamin, mineral, dan gabungan pigmen yang terdiri atas klorofil, karoten, xantofil, dan

fikosianin (Salama et al, 2015).

Pada saat ini konsumen semakin menyadari dari pemberitaan informasi mengenai dampak

negatif yang diberikan oleh pewarna sintetis, sehingga pada saat ni penggunaan kembali pewarna

alami menjadi kembali populer. Di tengah keterbatasan dari pigmen alami yang bersifat mahal

untuk diproduksi, tidak stabilnya terhadap panas, pH, dan cahaya, dan ketersediaan terbatas

(Winarno & Laksmi, 1973). Pigmen yang berasal dari Spirulina plantesis hadir mengatasi

permasalahan tersebut dengan keunggulan waktu produksi yang singkat. Ditambah keunggulan

dari fikosianin dibandingkan dengan pewarna biru menurut Duangsee et al (2009) adalah

ketahanan terhadap oksidasi (antioksidatif) yang lebih, bersifat aman dan bergizi

(nutrauceutical), dan berfungsi sebagai antioksidan (penetralisir radikal bebas).

Organisme autrotrof terdiri atas pigmen utama (klorofil) yang bersifat non polar dan pigmen

aksesoris (karotenoid, dan fikobiliprotein) yang bersifat polar. Akan tetapi pada mikroalga jenis

Spirulina plantesis memiliki kandungan utama pigmen yaitu fikobiliprotein, sehingga warna

7

Page 9: Fikosianin_ Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

8

dominan yang dimunculkan dari biomassa Spirulina sp berwarna biru tua (Vijaya et al, 2009).

Fikobiliprotein yang berasosiasi dengan protein, dan salah satunya terdiri atas komponen

fikosianin telah banyak dimanfaatkan baik dalam dunia non food industry (kosmetik, obat-

obatan, dll), dan food industry (permen karet, dairy product, dan jelly dimana fikosianin

berkontribusi sebesar 20% dari total berat kering dari

Spirulina plantesis (Gelagutashvili et al, 2013).

Fikosianin berperan bagi mikroalga sebagai “light

harvesting antenna” yang terdiri atas kromofor (billin)

yang berikatan dengan residu cystein dari suatu

apoprotein dan memiliki massa sebesar 140-210 kD

(Salama et al, 2015).

Karateristik dari pigmen fikosianin yang bersifat polar membuat senyawa ini hanya mampu

diekstrak dengan menggunakan pelarut polar, seperti pelarut air maupun buffer (Duangsee et al,

2009). Fikosianin tersusun atas senyawa polipeptida, sehingga senyawa ini sangat dipengaruhi

oleh pH dan temperatur yang sesuai dalam menghasilkan karateristik yang optimum dari pigmen

warna yang didapat (Seo et al, 2013). Biomassa Spirulina mengandung kadar fikosianin yang

berbeda-beda yang dipengaruhi oleh sejumlah faktor terdiri atas jenis Spirulina, jumlah suplly

nitrogen terhadap Spirulina, kondisi media selama pengkulturan, maupun jenis dan jumlah dari

solven yang digunakan (Handayani et al, 2012). Adapun faktor lainnya yang mempengaruhi dari

produksi fikosianin oleh Spirulina platensis adalah kondisi saat pengkulturan, seperti pemberian

cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda (Walter et al, 2011). Berdasarkan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Walter et al (2011) menunjukan bahwa pemberian fotobioreaktor

berwarna merah akan menghasilkan Spirulina platensis dengan kapasitas produksi fikosianin

yang tinggi. Akan tetapi pengkondisian kultur dengan menggunakan pencahayaan lebih juga

memiliki kelemahan dalam permasalahan biaya produksi fikosianin yang tinggi. Hal ini sangat

dipentingkan menurut Vijaya et al (2009) dikarenakan intensitas cahaya dan jenis warna cahaya

berbeda merupakan salah satu yang berperan penting dan mempengaruhi dari reaksi produksi

pigmen fikosianin pada golongan cyanobacteria. Hasil berbeda yang ditunjukan oleh hasil

penelitian yang dilakukan oleh Vijaya et al (2009) dengan topik yang sama mengenai pemberian

Gambar 1. Struktur Fikosianin (Ó Carra & Ó hEocha, 1976)

Page 10: Fikosianin_ Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

9

iradiasi selama pengkulturan berlangsung menunjukan bahwa iradiasi dengan cahaya biru akan

menghasilkan total produksi fikosianin yang lebih besar dibandingkan warna cahaya lainnya dan

peningkatan intensitas cahaya akan menurunkan kandungan fikosianin dalam cyanobacterium

yang sedang dikulturkan dalam suatu media.

Dalam pembuatan pewarna bubuk fikosianin dari biomassa Spirulina plantesis diawali dengan

proses isolasi pigmen spirulina, pengukuran konsentrasi fikosianin dan yield yang didapatkan,

pencampuran dengan senyawa dekstrin, dan pengeringan dengan menggunakan oven. Langkah

pertama adalah dengan melakukan proses ekstraksi pigmen polar fikosianin dengan melarutkan

biomassa tersebut dengan aqua destilata (1:10), dilanjutkan dengan pengadukan dengan

menggunakan stirrer, dan disentrifugasi. Penggunaan pelarut dengan menggunakan aquades

yang bersifat polar disesuaikan dengan karateristik dari fikosianin yang bersifat polar. Pada

prinsipnya pengambilan senyawa fikosianin dari mikroalga tersusun atas kombinasi dari

perusakan dinding sel dan aqueous extraction (Salama et al, 2015). Ekstraksi fikosianin dari

Spirulina sp memiliki kesulitan yang disebabkan karena dalam dalam Spirulina mengandung

lapisan tumpukan dinding sel yang sulit untuk dipecahkan dan sejumlah besar kontaminan

(Zhang et al, 2015). Hingga saat ini telah banyak diketemukan metode ekstraksi pigmen

fikosianin dengan menggunakan beberapa langkah seperti pemisahan dengan membran atau

sentrifugasi (Chaiklahan et al, 2011), perlakuan tekanan tinggi, kromatografi, ekstraksi dua fase,

ultrasonic extraction dan metode maserasi dingin yang merupakan metode dengan keefektifan

yang tinggi (Kamble et al, 2013). Metode alternatif lainnya yang diujikan dalam penelitian

Zhang et al (2015) adalah berupa ekstraksi dengan menggunakan sistem dua fase (fase larutan

ionik dan garam). Metode aqueous two-phase system (ATPS) yang dikemukakan oleh Zhang et

al (2015) memiliki beberapa kelebihan diantara adalah metode yang simpel, aman bagi

lingkungan, waktu produksi yang singkat, kebutuhan energi yang rendah, dan kemampuan

pencegahan terhadap senyawa fikosianin yang ingin didapatkan lebih efektif.

Metode air panas dan ultrasonic extraction merupakan metode yang umum dilakukan dalam

proses ekstraksi fikosianin (Salama et al, 2015). Akan tetapi segala proses yang dilakukan

dengan menggunakan panas terhadap senyawa yang memiliki sensitifitas yang tinggi merupakan

hal yang percuma karena akan memiliki efektifitas rendah terdahadap fikosianin yang didapat

Page 11: Fikosianin_ Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

10

dan membutuhkan waktu yang lama. Sedangkan untuk metode dengan menggunakan ultrasonic

extraction merupakan metode yang sulit untuk dikontrol dan mampu menghasilkan reaksi

terjadinya degradasi pada struktur dari fikosianin (Salama et al, 2015).

Selain hal tersebut yang menjadi penting untuk dalam melakukan ekstraksi adalah perbandingan

antara biomassa dan solven yang digunakan. Penggunaan sejumlah solven yang tidak tepat akan

memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kemurnian dari fikosianin, jumlah yield yang

didapatkan, dan kualitas sensori dari senyawa ekstrak yang didapatkan (Handayani et al, 2012).

Menurut Handayani et al (2012) semakin banyak solven yang digunakan akan menurunkan kadar

kemurnian dari fikosianin yang didapatkan, sehingga perbandingan 1:50 akan memberikan hasil

yang lebih efektif dalam proses isolasi pigmen fikosianin sebesar 1:100. Akan tetapi dalam

praktikum digunakan perbandingan antara biomassa dengan solven sebesar 1:10. Perbandingan

ini termasuk perbandingan yang efektif, karena jumlah nilai yang tidak terpaut jauh di antara

keduanya. Adapun nilai perbandingan antara biomassa dan solven dipengaruhi juga oleh jenis

solven yang digunakan, jenis Spirulina yang dimanfaatkan, dan konsentrasi fikosianin yang

dituju (Handayani et al, 2012)

Proses pengadukan selama dua jam dengan menggunakan stirrer bertujuan untuk

memaksimalkan proses isolasi fikosianin yang selanjutnya dilakukan dengan metode

sentrifugasi. Menurut Seo et al (2013) proses isolasi dengan menggunakan aquades, pengadukan,

dan diberikan perlakuan sentrifugasi merupakan proses isolasi yang tidak optimal. Hal ini

disebabkan karena selama proses berlangsung memiliki stabilitas yang rendah, dan memiliki

kecenderungan resiko untuk terjadinya penurunan kemurnian yang dipengaruhi oleh kondisi

lingkungan sekitar. Maka dari itu penelitian ekstraksi fikosianin yang dilakukan oleh Seo et al

(2013) dilakukan dengan menggunakan metode maserasi dingin dengan pemberian tekanan yang

mampu menciptakan stabilitas dan konsentrasi dari fikosianin yang tinggi. Akan tetapi menurut

Kamble et al (2013) salah satu alasan mengapa metode ini jarang dilakukan adalah karena biaya

percobaan yang relatif mahal. Ataupun metode ekstraksi lainnya yang digunakan menurut

Salama et al (2015) ekstraksi secara fisik (freeze and thawing pada suhu -50oC dan 20oC) yang

akan menghasilkan hasil yang optimal berdasarkan hasil penelitian yang diuji, dan secara

enzimatik dengan menggunakan bantuan enzim lisosim. Walaupun secara enzimatik akan

Page 12: Fikosianin_ Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

11

memberikan hasil yield yang optimum pada kisaran suhu 40oC, akan tetapi tetap tidak efektif

dibandingkan dengan perlakuan freeze-thaw yang bersifat lebih ekonomis dan mampu menjaga

komponen fikosianin yang diekstrak dalam kondisi yang baik (Salama et al, 2015).

Proses sentrifugasi yang dilakukan dengan menggunakan kecepatan 5000 rpm selama 10 menit

akan menghasilkan endapan dan supernatan. Supernatan yang diperoleh selanjutnya diukur

konsentrasi fikosianinnya dengan menggunakan analisa spektrofotometri dengan menggunakan

panjang gelombang sebesar 615 nm dan 652 nm. Penentuan panjang gelombang yang digunakan

didasarkan pada penyerapan optimal dari fikosianin pada kisaran gelombang 610 nm – 620 nm,

dan tingkat kemurnian yang tinggi dari fikosianin akan menghasilkan warna biru kobalt (Sidler,

1994). Selanjutnya dilakukan perhitungan konsentrasi fikosianin yang didapat dengan

menggunakan persamaan Bennet & Bogorad, yang kemudian dilakukan analisa kuantitatif dalam

perhitungan yield. Pada umumnya dalam melakukan analisa kuantitatif dari fikosianin dilakukan

dengan metode UV-VIS spectra, SDS-PAGE, dan NATIVE PAGE (Song et al, 2013). Namun

pertimbangan dilakukan analisa dengan menggunakan UV-VIS spectra adalah karena biaya

percobaan yang murah, mudah dilakukan, dan memanfaatkan secara langsung dari karateristik

fikosianin yang mampu menyerap cahaya merah dan jinggi, dan memancarkan warna biru

(Aryliza, 2005).

Tahapan selanjutnya adalah dengan mencampurkan supernatan dengan sejumlah dekstrin (1:1).

Dekstrin adalah suatu senyawa karbohidrat berbentuk polisakarida yang tersusun atas α-1,4-D-

glukosa, yang dihidrolis secara parsial dari pati dengan menggunakan perlakuan asam, enzim,

maupun keduanya (Carvalho et al, 2007). Karateristik dari dekstrin adalah sifatnya yang

higroskopis, dan tahan terhadap suhu yang tinggi, sehingga tujuan utama dalam penggunaan

dekstrin dalam proses pembuatan pewarna bubuk adalah untuk melindungi senyawa fikosianin

selama proses pengeringan berlangsung terhadap suhu tinggi yang mampu merusak fikosianin.

Hal lainnya adalah untuk mempercepat proses pengeringan (Carvahlo et al, 2007). Secara umum

penggunaan dekstrin banyak diaplikasikan dalam industri pangan terkhusus dalam penambahan

aroma dan pewarna makanan.

Page 13: Fikosianin_ Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

12

Selanjutnya dilakukan tahap pengeringan dengan menggunakan oven hingga didapatkan kadar

air sebesar ± 7%. Diketahui bahwa fikosianin merupakan pigmen yang berasosiasi dengan

protein, sehingga senyawa fikosianin memiliki karateristik yang cenderung seperti protein.

Dimana sifatnya yang tidak stabil ketika diberikan perlakuan pemanasan, pH, dan cahaya (Seo et

al, 2013). Oleh karena itu tahap pengeringan dengan menggunakan panas merupakan tahap yang

krusial yang memiliki kecenderungan untuk terjadinya degradasi mutu dari fikosianin yang

dihasilkan. Sifatnya yang sensitive terhadap perlakuan pemanasan dapat diantisipasi dengan

perlakuan pengolahan dengan menggunakan senyawa yang ditambahkan terhadap fikosianin

yang berfungsi sebagai barrier dengan ketahanan panas tinggi, seperti dekstrin, ataupun

pengolahan dengan menggunakan sistem air drying yang menurut Doke (2005) hanya

menurunkan konsentrasi fikosianin sebesar 7%. Dibandingkan dengan perlakuan pemanasan

yang mampu menurunkan konsentrasi fikosianin hingga mencapai nilai 50% (Sarada et al,

1999). Suhu lingkungan di sekitar kondisi proses pengolahan juga berperan penting dan

diharapkan berada pada suhu ruang berkisar antara 30°C untuk mendapatkan hasil yang optimal

(Handayani et al, 2012).

Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh menunjukan bahwa konsentrasi fikosianin yang

didapat berkisar 0,136 – 0,211 mg/ml. Berdasarkan pembagian fikosianin berdasarkan tingkat

kemurniannya menurut Song et al (2013) terbagi atas food grade (< 0,7); reactive grade (± 3,9),

dan analytical grade (± 4,0). Oleh karena itu hasil konsentrasi fikosianin yang didapatkan

bersifat food grade (aman untuk dikonsumsi). Sedangkan pembagian menurut Handayani et al

(2012) terbagi atas tingkat konsentrasi tinggi (< 1) dan tingkat konsentrasi rendah (> 4). Nilai

konsentrasi fikosianin dengan yield yang didapat berbanding lurus, dimana terjadinya

peningkatan pada nilai konsentrasi akan meningkatkan dari nilai yield yang didapat. Berdasarkan

hasil konsentrasi dan yield yang didapatkan, terdapat beberapa penurunan yang sangat drastis

yang terdapat pada kelompok D5 dengan nilai konsentrasi sebesar 0,136 mg/ml dari nilai

konsentrasi kelompok lainnya berkisar antara 0,185-0,211 mg/ml. Penurunan kadar fikosianin

yang terjadi ditandai dengan terjadinya penurunan pada nilai absorbansi pada saat penyerapan

gelombang optimal 615 nm. Hal ini disebabkan karena sifatnya yang seperti protein karena

fikosianin tersusun atas ikatan polipeptida, sehingga fikosianin cenderung rentan terhadap

perlakuan panas yang melebihi suhu ruang, pH yang tidak optimum, dan cahaya yang mampu

Page 14: Fikosianin_ Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

13

merusak struktur fikosianin. Oleh karena itu diduga penyebab dari turunnya nilai konsentrasi

fikosianin pada kelompok D5 berasal dari tenggang waktu antara proses pengenceran dengan

waktu pengukuran dengan menggunakan UV-VIS spektra yang berada dalam jangka waktu yang

lama, sehingga dalam proses tersebut mampu terjadinya degradasi struktur fikosianin akibat

pengaruh paparan cahaya dalam waktu yang lama. Hal ini dapat dipastikan karena selama proses

menunggu untuk siap dilakukan pengukuran spektrofotometri, ekstrak dari fikosianin dibiarkan

ditaruh di tabung reaksi dengan tidak diberikannya perlakuan khusus, seperti penggunaan botol

cokelat atau pelapisan dengan menggunakan alumunium foil pada badan tabung.

Semakin murni suatu fikosianin menunjukan bahwa warna yang dimiliki akan semakin berwarna

biru kobalt (Sidler, 1994). Berdasarkan hasil pengamatan menunjukan bahwa seiring dengan

diberikan perlakuan pengeringan akan menghasilkan pewarna dengan intensitas warna yang

semakin rendah (memudar). Warna biru yang memudar mengindikasikan bahwa menurunnya

konsentrasi fikosianin yang terdapat dalam pewarna bubuk yang sebagian besar disebabkan

akibat perlakuan panas yang diberikan. Walaupun dalam percobaan yang dilakukan telah

mencoba untuk menggunakan suhu yang rendah dalam pemanasan (50oC). Akan tetapi

rendahnya nilai konsentrasi dari fikosianin dari suatu pewarna bubuk juga dipengaruhi oleh

jumlah solven dan biomassa yang digunakan, kondisi pengkulturan mikroalga yang tidak sesuai,

penambahan dekstrin yang berlebihan, juga yang berperan penting adalah kondisi lingkungan

selama proses pengolahan berlangsung seperti adanya paparan cahaya berlebihan terhadap

sampel yang sedang diuji (Sidler, 1994). Dengan hal ini dapat diberikan kesimpulan bahwa

dalam tahapan mengisolasi pigmen fikosianin dan dalam pembuatan pewarna bubuk dari

fikosianin harus memperhatikan dari penggunaan suhu, kondisi lingkungan seperti cahaya,

ketidakstabilan pada pH netral, dan kondisi lainnya yang mengakibatkan pigmen fikosianin

menjadi tidak stabil dan terpresipitasi, sehingga warna yang dihasilkan akan memudar.

Page 15: Fikosianin_ Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

4. KESIMPULAN

Fikosianin merupakan salah satu komponen pigmen utama yang terdapat dalam mikrooalga

cyanobacteria, dengan contoh Spirulina plantesis.

Fikosianin memiliki segudang nilai fungsionalitas seperti aktivitas antioksidan yang tinggi

dan sebagai salah satu pewarna alami dengan keunggulan yang mudah diserap tubuh.

Fikosianin dapat dijumpai dan diisolasi dari golongan dengan seperti dari Spirulina sp.

Fikosianin dalam konsentrasi yang murni akan menunjukan karateristik tampilan yang

semakin berwarna biru kobalt.

Pemilihan penggunaan aquades sebagai pelarut bagi fikosianin didasarkan pada karateristik

dari pigmen fikosianin yang bersifat polar (kesamaan polaritas).

Fikosianin memiliki sensitifitas yang tinggi terhadap perubahan temperatur dan pH

disebabkan karena senyawa tersebut tersusun atas polipeptida (ikatan protein).

Suhu lingkungan dan pH yang optimal dalam memaksimalkan karateristik ekstrak fikosianin

yang didapatkan berada pada suhu 30°C dengan pH 8-11.

Perbandingan antara biomassa terhadap solven, kesesuain polaritas, dan perlakuan yang

meminimalkan penggunaan panas dalam metode ekstraksi merupakan beberapa faktor yang

menentukan apakah suatu proses isolasi fikosianin telah berjalan dengan optimum.

Pemberian perlakuan pengadukan dan sentrifungasi dalam percobaan ini bertujuan untuk

memaksimalkan proses isolasi dari fikosianin terhadap partikel padat diluar senyawa

tersebut.

Penggunaan UV-VIS spectra dalam percobaan merupakan langkah yang tepat karena biaya

percobaan yang murah, mudah dilakukan, dan memanfaatkan secara langsung dari

karateristik penyerapan cahaya optimum dari fikosianin (620 nm).

Tidak diberikannya perlakuan khusus terhadap senyawa ekstrak yang ingin diuji

sperktrofotometri dan pengeringan yang dilakukan dengan pemberian panas (50oC) akan

mengakibatkan fikosianin terpresipitasi yang ditandai dengan pemudaran warna.

Paparan cahaya yang memungkinkan terjadi pada saat fikosianin berada dalam ruang

percobaan dapat diminimalisasikan dengan pelapisan tabung reaksi dengan menggunakan

alumunium foil selama berada dalam lingkungan terang.

14

Page 16: Fikosianin_ Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

15

Penambahan dekstrin sebelum proses pengeringan berlangsung bertujuan untuk melindungi

senyawa fikosianin selama proses pengeringan terhadap suhu tinggi dan mempercepat laju

proses pengeringan.

Data hasil percobaan menunjukan bahwa konsentrasi fikosianin yang didapakan merupakan

fikosianin yang digunakan sebagai kadar food grade.

Penurunan konsentrasi fikosianin ditandai dengan penurunan absorbansi dan konsentrasi

yield yang secara fisik ditandai dengan pemudaran warna biru menjadi semakin muda.

Kadar fikosianin dalam biomassa Spirulina sp dipengaruhi oleh faktor dari jenis Spirulina,

jumlah suplly nitrogen terhadap Spirulina, kondisi media selama pengkulturan, jenis dan

jumlah dari solven yang digunakan, dan metode isolasi yang dilakukan.

Semarang, 29 Oktober 2015 Praktikan Asisten Dosen

Michael Heryanto Deanna Suntoro (13.70.0004) Ferdyanto Juwono

Page 17: Fikosianin_ Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

5. DAFTAR PUSTAKA

Arylza, I.S. (2005). Isolasi Pigmen Biru Fikosianin dari Mikroalga Spirulina plantesis. Jurnal Oseanologi dan Limnologi di Indonesia Vol 38:79-92.

Carvalho, J, Goncalves, C, Gil, A.M & F.M, Gama. (2007). Production and Characterization of New Dextrin Base Hydrogel. European Polymer Journal Vol 43:3050-3059.

Chaiklahan, R, Chirasuwan, N, Loha, V, Tia, S & Bunnag, B. (2011) Separation and Purification of Phycocyanin from Spirulina sp Using Membrane Process. Bioresource Technology Vol 102:7159-7164.

Doke, J.M. (2005). An Improved and Efficient Method for Extraction of Phycocyanin From Spirulina sp. International Journal of Food Engineering Vol 1(5):1556-3758.

Duangsee, R, Phoopat, N, Ningsanond, S. (2009). Phycocyanin Extraction From Spirulina plantesis and Extract Stability Under Various pH and Temperature. As.J.Food.Ag-ind Vol 2(4):819-826.

Gelagutashvili .E, dan Ketevan .T. 2013. Effect of Hg(II) dan Pb(II) Ions on C-Phycocyanin (Spirulina platensis). Optics and Photonics Journals 3 : 122-127.

Handayani, N.A, Hadiyanto, Deviana, M, Dianratri, I & A, Nugroho. (2012). A Simple Method for Efficient Extraction and Separation of C-phycocyanin from Spirulina plantesis. Department of Chemical Engineering Diponegoro University. Semarang.

Kamble, S.P, Gaikar, R.B, Padalia, R.B & K.D, Shinde. (2013). Extraction and Purification of C-phycocyanin from Dry Spirulina Powder and Evaluating it’s Antioxidant, Anticoagulation and Prevention of DNA Damage Activity. Journal of Applied Pharmaceutical Science Vol 3(8):149-153.

Ó Carra P, Ó hEocha C.(1976). Algal Biliproteins and Phycobilins. Goodwin TW, editor. 1976. Chemistry and Biochemistry of Plant Pigments. Academic press inc. London.

Salama .A; Abdel G.A; Osman .A; dan Sitohy .M. 2015. Maximising phycocyanin extraction from a newly identified Egyptian cyanobacteria strain: Anabaena oryzae SOS13. International Food Research Journal 22(2): 517-525.

16

Page 18: Fikosianin_ Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

17

Sarada, R, Manoj, G, Pillai, G.A, Ravishankar. (1999). Phycocyanin From Spirulina sp: Influence of Processing Biomass on Phycocyanin Yield, Analysis of Efficacy of Extraction Method and Stability Studies of Phycocyanin. Process Biochemistry Vol 34:795-801.

Seo, Y.C, Choi, W.S, Park, J.H, Park, J.O, Jung, K.H & H.Y, Lee.(2013). Stable Isolation of Phycocyanin from Sprilunia plantesis Associated With High Pressure Extraction Process. Int.J.Mol.Sci Vol 14:1778:1787.

Sidler, W.A. (1991). Phycobilisome and Phycobiliprotein Structure. In Bryant, D.A. The Molecular Biology of Cyanobacteria. Kluwer Academic. Netherlands.

Song, W, Zhao, C & S, Wang. (2013). A Large Scale Preparation Method For High Purity of C-phycocyanin. International Journal of Bioscience, Biochemistry, Bioinformatics Vol 3(4):293-297.

Vijaya .V; dan Narayanaswarny .A. 2009. Blue light enhance the pigment synthesis in cyanobacterium Anabaena ambigua Rao (Nostacales). Journal of Agricultural and Biological Science 4(3). ISSN 1990-6145.

Walter .A; Julio C.C; Vanete T.S; Ana B.B.F; Vanessa .G; dan Carlos R.S. 2011. Study of Phycocyanin Production from Spirulina platensis under different light spectra. International of Biology and Biotechnology Journal 54:675-682. ISSN 1516-8913.

Winarno, F.G & B.S, Laksmi. (1973). Pigmen Dalam Pengolahan Pangan. Departemen Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Zhang .X; Fenqin .Z; Guanghong .L; Shenghui .Y; dan Danxia .W. 2015. Extraction and separation of phycocyanin from Spirulina using aquaeous two-phase systems of ionic liquid and salt. Journal of Food and Nutrition Research 3(1):15-19.

Page 19: Fikosianin_ Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

6. LAMPIRAN

6.1. Perhitungan

Kelompok D1

Konsentrasi Fikosianin KF (mgml )=0,1854−0,474 (0,1733 )

5,34×

1

10−2=0,193

Yield (mgg )=0,193 ×55

8=1,327

Kelompok D2

Konsentrasi Fikosianin KF (mgml )=0,1914−0,474 (0,1797 )

5,34×

1

10−2=0,199

Yield (mgg )=0,199 ×55

8=1,368

Kelompok D3

Konsentrasi Fikosianin KF (mgml )=0,1863−0,474 (0,1843 )

5,34×

1

10−2=0,185

Yield (mgg )=0,185 ×55

8=1,272

Kelompok D4

18

Kadar Fikosianin (mg/g) diukur dengan rumus :

Konsentrasi Fikosianin / KF (mg /ml )=OD 615−0,474(OD 652)

5,34×

110−2

Yield (mg / g)=KF × Vol(total filtrat )

g (berat biomasa)

Page 20: Fikosianin_ Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

19

Konsentrasi Fikosianin KF (mgml )=0,1980−0,474 (0,1803 )

5,34×

1

10−2=0,211

Yield (mgg )=0,211×55

8=1,451

Kelompok D5

Konsentrasi Fikosianin KF (mgml )=0,1687−0,474 (0,2029 )

5,34×

1

10−2=0,136

Yield (mgg )=0,136 ×55

8=1,0,935

6.2. Laporan Sementara

6.3. Diagram Alir

6.4. Abstrak Jurnal

Page 21: Fikosianin_ Michael Heryanto_13.70.0004_D1_UNIKA SOEGIJAPRANATA