fibromyalgia.docx
DESCRIPTION
tinjauan pustaka update on fibromyalgiaTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fibromyalgia adalah kelainan yang sering ditemui, dicirikan oleh adanya
nyeri muskuloskeletal yang menyebar dengan penyebaran simetris, kekakuan dan
mudah lelah, parestesi dan gangguan tidur (1). Fibromyalgia ini dikarakteristikkan
dengan keluhan nyeri yang menyebar yang sudah berlangsung 3 bulan dan pada
sisi bilateral pada titik tender. Pada sebagian besar pasien, fibromyalgia ini
berhubungan dengan fatigue, disfungsi tidur, kekakuan, depresi, ansietas,
gangguan kognitif atau intoleransi latihan (2, 3).
Fibromyalgia ini dilaporkan sering ditemukan pada perempuan daripada
laki-laki dengan rasio 9:1 dan berhubungan dengan kondisi reumatologi.
Prevalensi fibromyalgia pada perempuan di Amerika Serikat yaitu sekitar 3,4%,
sedangkan untuk laki- laki 0,5%, dengan beban biaya kesehatan akibat
fibromyalgia mencapai 9 milyar dolar pertahunnya (2). Di Indonesia, lebih dari
50% pasien fibromyalgia mengalami salah diagnosis dan menjalani operasi yang
tidak perlu. Hal tersebut menyebabkan tingkat kecacatan akibat fibromyalgia
relatif tinggi, yaitu 44% (3).
Sampai sekarang, etiologi dan patofisiologi fibromyalgia ini masih belum
begitu jelas. Beberapa hipotesis yang telah dikemukakan, mengacu pada proses
sentral dan atipikal sensorik pada sistem saraf pusat dan disfungsi nosiseptif otot
skeletal dan aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal (4).
1
Berikut pada tinjauan kepustakaan ini akan dibahas mengenai definisi,
epidiemiologi, etiologi, diagnosis dan penanganan fibromyalgia.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Fibromyalgia merupakan suatu nyeri yang difus, kronik yang
berhubungan dengan area tubuh tertentu dan beberapa keluhan somatik lainnya.
Nyeri fibromyalgia ini menyebar, walaupun area yang mengalami nyeri sering
berfluktuasi, dengan berbagai area yang lebih atau kurang dirasakan pada hari-hari
yang berbeda. Menurut definisinya, pasien dengan keluhan nyeri yang khas atau
fokal tidak akan didiagnosis sebagai fibromyalgia. Diagnosis fibromyalgia ini
memerlukan deskripi pasien yang menyatakan nyeri yang menyebar luas,
bersamaan dengan adanya nyeri yang sama pada 11-18 titik. 18 Titik tender
(sensitisasi) sebagai suatu area yang cenderung akan mengalami nyeri dengan
penekanan pada pasien dengan fibromyalgia tersebut (2).
ACR (American college of rheumatology) dengan kriteria fibromyalgia
yang baru pada tahun 2010 menentukan 3 kriteria fibromyalgia. Sebelumnya di
tahun 1990, kriteria fibromyalgia yaitu meliputi 2 kondisi berikut :
Nyeri kronik yang menjalar
Nyeri paling tidak pada 11-18 titik pada palpasi manual dengan penekanan
sekitar 4 kg (2).
3
Gambar 2.1. Lokasi titik tender menurut ACR (definisi tahun 1990) untuk fibromyalgia (2).
Untuk kriteria yang baru pada fibromyalgia yaitu dikembaangkan di tahun
2010. Kriteria ini tidak mengubah deifinis ACR di tahun 1990, tetapi muncul
dengan metode alternatif untuk mendiagnosis kriteria tender point dan semua
gambaran klinik fibromyalgia digunakan sebagai pertimbangan. Kriteria
fibromyalgia secara singkatnya dapat ditentukan menurut 3 poin berikut ini (2,
3) :
Indeks penjalaran nyeri (WPI) ≥ 7 dan skala beratnya gejala (symptom
severity) ≥ 5 atau WPI 3-6 dan skala SS ≥ 9
Adanya gejala-gejala yang sama dalam kurun waktu paling tidak 3 bulan
4
Kurangnya gangguan sebaliknya akan menjelaskan kondisi nyeri.
Pada kriteria 2010 diatas, WPI terdiri atas 19 area tubuh dan skor
menunjukkan seberapa nyeri area pada pasien yang mengeluhkan gejala nyeri
pada minggu-minggu ini (skor 0-19). Pada skala SS (skor 0-12), merupakan level
beratnya nyeri selama minggu akhir yang memberikan gambaran klinik seperti
fatigue, bangun tidak berasa segar, dan gejala kognitif. Beratnya gejala
diperhitungkan dengan skala Likert dari 0-3, yang mana nol itu tidak masalah dan
3 merupakan masalah yang berat. Jangkauan keluhan somatik pada umumnya juga
dicatat dalam skala SS, berkisar antara 0-3 yang mana 0 tanpa gejala dan 3 dengan
sejumlah gejala yang banyak (3, 4).
B. Epidemiologi
Berdasarkan data di Amerika Serikat, fibromyalgia mengenai 2-3%
populasi dewasa. Kebanyakan pasien yang berobat berada pada rentang usia 30-50
tahun (1, 4). Sama halnya dengan kondisi reumatologi lainnya, prevalensinya
lebih rendah di Negara Cina yaitu sekitar 0.05%. Wanita pada umumnya lebih
banyak mengalami fibroyalgia dan menariknya, prevalensi fibromyalgia ini ini
relatif stabil pada pria disepanjang hidupnya, sementara pada wanita
prevalensinya meningkat sering dengan meningkatnya usia, dengan puncak
insidensi antara 55-64 tahun, dan menurun pada usia ≥ 65 tahun (2, 5).
Berdasarkan gambar 2.2, prevalensi fibromyalgia pada pria di Negara
Barat sekitar 0.2 hingga 1.6% dan di antara wanita sekitar 1-4.9% (2, 4, 5).
5
Gambar 2.2. Prevalensi fibromyalgia (4)
Gambar 2.3. Prevalensi fibromyalgia menurut usia (4)
C. Etiologi
Nyeri biasanya selalu dirasakan subjektif dan sering tanpa disertai dengan
adanya kerusakan jaringan. IASP (The International Association for the Study of
6
Pain) mendefinisikan nyeri sebagai “suatu perasaan sensorik yang tidak
menyenangkan dan pengalaman emosional yang berhubungan dengan kerusakan
jaringan yang aktual atau potensial, atau digambarkan dengan istilah “serupa
dengan kerusakan” (5).
Patogenesis nyeri pada fibromyalgia masih belum dimengerti sepenuhnya.
Faktor-faktor lingkungan seperti trauma fisikal, infeksi tertentu, gangguan
autoimun, stres emosional dan kondisi regional nyeri dapat memainkan peranan
penting dalam memberikan trigger atau maintenance untuk penyebaran nyeri
pada fibromyalgia tetapi dapat juga terkait dengan kondisi familial (5).
D. Patogenesis
Meskipun penyebab pasti fibromyalgia masih menjadi misteri, namun
secara umum para ahli sepakat mengenai adanya pengolahan input yang tidak
normal, khususnya input nyeri pada sistem saraf pusat. Pada studi dolorimetri dan
pemberian stimuli seperti panas, dingin, dan elektrik, ditemukan ambang rangsang
yang rendah pada pasien fibromyalgia (3, 5).
Hiperalgesia dan allodynia pada fibromyalgia menunjukkan adanya
peningkatan sensitivitas pada mekanisme sistem saraf sentral yang mengacu pada
sensitisaasi sentral. Pada sensitisasi sentral, neuron nosiseptif pada dorsal horn
menjadi hiperresponsif terhadap nosiseptif, dan kadang-kadang non-nosiseptif,
stimulus somatis. Peningkatan respon ini menyebabkan meningkatnya input
sinyal pada korteks serebral. Sindrom sensitivitas sentral atau kondisi nyeri sentral
merupakan suatu konsep yang masih dalam tahap penelitian, yang mana secara
7
tidak langsung sering tumpang tindih dengan kondisi nyeri kronik seperti
fibromyalgia, IBS, sistitis interstitial dan nyeri kepala tipe tension, yang dapat
memberikan gambaran sensitisasi sentral (5).
Jalur inhibisi descending nyeri dari batang otak, menggunakan
neurotransmitter, menunjukkan adanya defisiensi pada pasien dengan nyeri yang
kronik. Reduksi inhibisi nyeri ini kombinasi dengan meningkatnya input sinyal
nyeri dipertimbangkan sebagai penyebab hiperalgesia yang ditemukan pada
fibromyalgia (5)
Penyimpangan neurobiologi lainnya telah ditunjukkan pada aksis HPA
(Hipotalamus-pituitary-adrenal) dan sistem nonadrenalin-simpatetik pada pasien
dengan nyeri kronik, yang mana komponen respon stres pada manusia. 2
komponen ini menunjukkan hiporeaktif pada fibromyalgia, yang juga
dipertimbangkan sebagai bagian yang menjadi patogenesis fibromyalgia (5,6).
Kesimpulannya, maintenance penyebaran nyeri pada fibromyalgia
dipertimbangkan karena meningkatnya fasilitasi nyeri dan menurunnya
hambatan/inhibisi nyeri. Perubahan ini dipengaruhi oleh kognitif, emosi dan
perilaku. Sementara itu, etiologi nyeri pada pasien dengan fibromyalgia masih
dalam tahap penelitian, yang mana masih ada keterbatasan pengetahuan mengenai
penyebabnya dan ini dipertimbangkan terkain dengan nyeri sentral (5).
E. Faktor Resiko
Semenjak sindrom ini sering ditemukan diantara keluarga (saudara) dan
diantara ibu sehingga kemungkinan memiliki implikasi genetik. Faktor-faktor
8
risiko potensial yang berhubungan dengan onset fibromyalgia termasuk
diantaranya situasi yang penuh dengan stres seperti kecelakaan mobil, gangguan
stres post-traumatik, trauma berulang, penyakit virus dan obesitas (6).
F. Kondisi Komorbid
Kondisi-kondisi komorbid, medis dan psikologis lainnya sering bersamaan
dengan fibromyalgia. Dengan menggunakan data dari penelitian yang dilakukan
di Amerika, prevalensi penyakit yang bersamaan dibandingkan antara pasien
dengan fibromyalgia dan tanpa fibromyalgia. Faktor risiko menunjukkan > 1
kondisi ditemukan sebagai panyakit atau kondisi yang terdapat pada pasien
dengan fibromyalgia. Kondisi medik dan psikologi adalah komorbid pada kedua
jenis kelamin pada pasien dengan fibromyalgia. Gejala komorbid yang paling
sering yaitu nyeri kepala, sindrom fatigue kronik, IBS (irritable bowel syndrome),
gangguan tidur, depresi dan ansietas, dan sindrom obesitas dan metabolik seperti
pada gambar 2.4(1,6).
9
Gambar 2.4. kondisi komorbid dan fibromyalgia. Semua kondisi yang ada pada grafik adalah komorbid dengan fibromyalgia, kecuali SLE pada laki-laki yang
secara statistik tidak signifikan (6)
Disfungsi autonomik juga umum ditemukan pada pasien-pasien dengan
fibromyalgia. Suatu sindrom yang memberikan gambaran klinik yang banyak
sama dengan gejala pada fibromyalgia yang dapat komorbid dengan
fibromyalgia yaitu POTS (postural orthostatic tachycardia syndrome).
Normalnya,ringan atau perubahan kardiovaskular asimptomatik terjadi pada posisi
tubuh tegak, dengan pengurangan 500 ml darah dari thorak ke abdomen dan ke
ekstremitas bawah dan 10-25% berlaihnya volume plasma dari vaskularisasi ke
jaringan insterstitial. Pengembalian vena ke jantung menurun dan menimbulkan
kompensasi berupa aktivasi simpatik, yang menyebabkan peningkatan sementara
denyut jantung selama beberapa menit pertama sekitar 10-20 kali permenit dan
vasokonstriksi sistemik sekitar peningkatan tekanan darah diastole sekitar 5
mmHg (6)
10
Hipotensi ortostatik juga berhubungan dengan fibromyalgia. Penurunan
tekanan darah yang abnromal ditemukan pada 60% pasien fibromyalgia dan tidak
ditemukan pada control (1,6).
G. Gejala
Sebagian besar pasien yang mengalami fibromyalgia akan mengeluhkan
berbagai gejala fluktuasi yang beragam mengenai nyeri ditubuhnya. Sebagian
besar pasien fibromyalgia adalah wanita (97%) dengan usia rerata 47 tahun.
Gejala-gejala yang paling sering dikeluhkan oleh pasien fibromyalgia yaitu
diantaranya nyeri, gangguan sensorik dan neurologis, distres psikologis dan
gejala-gejala gastrointestinal. Berikut di bawah ini berbagai macam gejala
persentasinya yang ditemukan dari peninjauan/penelitian pada pasien-pasien
fibromyalgia (6)
Tabel 2.1 keluhan terata pada pasien-pasie dengan fibromyalgia (1,6).
11
H. Diagnosis
Kriteria yang diperlukan untuk mendiagnosis fibromyalgia :
1. Nyeri dan gejala-gejala yang berlangsung lebih dari beberapa minggu,
tergantung pada jumlah area yang nyeri pada 19 bagian tubuh plus
beberapa gejala berat seperti :
a. Fatigue
b. Bangun tidak segar
c. Masalah kognitif (memori dan pikiran)
Ditambah sejumlah gejala-gejala fisik
2. Gejala-gejala berlangsung paling tidak 3 bulan dengan intensitas yang
sama
3. Tidak ada masalah kesehatan lainnya yang berhubungan dengan nyeri dan
gejala-gejala tersebut (7).
I. Terapi
Tidak ada terapi yang dapat menyembuhkan fibromyalgia ini, dan terapi
yang ada sifatnya masih simptomatik. The European league against rheumatism
(EULAR) mensugestikan suatu guideline terapi untuk fibromyalgia. Terapi yang
paling tepat untuk fibromyalgia memerlukan penerapan multidisiplin melalui
kombinasi antara terapi farmakologis, latihan, terapi kognitif perilaku. Baik itu
terapi farmakologis maupun non-faramakologis menunjukkan suatu efek pada
beratnya gejala dan fungsi fisikal. Terapi ini memerlukan pertimbangkan pada
12
nyeri, fatigue, fungsi dan gambaran klinik lainnya yang berhubungan dengan
fibromyalgia (7, 8)
a. Fisioterapi
Tujuan utama terapi fisioterapi adalah meningkatkan kesehatan. Ahli
fisioterapi mesti menilai pasien dari segi fisik, psikis, sosial dan eksistensinya.
Terapi fisikal yang direkomendasikan termasuk diantaranya latihan aerobik,
latihan penguatan dan edukasi. Evidence yang kurang yaitu untuk terapi seperti
laitan pasif, relaksasi dan manajemen aktivitas (5, 7, 8).
b. Latihan
Latihan didefinisikan sebagai suatu aktivitas fisik yanhg direncanakan,
terstruktur dan pergerakan tubuh yang berulang yang dilakukan untuk
memperbaiki ketahanan fisik atau fitness. Banyak berbagai tipe latihan yang dapat
dilakukan dalam kasus fibromyalgia pada layanan kesehatan seperti latihan
aerobik, latihan resistansi, latihan fleksibilitas, dan terapi kewaspadaan tubuh.
Latihan yang rutin diketahui memberikan fungsi fisik yang bagus pada pasien
dengan fibomyalgia. Latihan aerobik menunjukkan perbaikan outcome yang
global, fungsi fisik dan juga memperbaiki beberapa sensasi nyeri pada titik-titik
tender fibromyalgia. Masih terbatas evidence untuk efek latihan resistensi dan
latihan fleksibilitas pada fibromyalgia (5,7).
Latihan renang merupakan salah satu tipe aerobik yang direkomendasikan
pada pasien dengan fibromyalgia dan menunjukkan perbaikan fungsi fisik dan
kesehatan secara keseluruhan (7, 8, 9).
13
Latihan renang seringnya dilakukan pada temperatur air dengan suhu 30-340C
untuk pasien dengan nyeri yang mana ini dapat mengurangi nyeri dan kekakukan
dan memberikan suatu rasa relaksasi. Viskositas air memberikan resistensi untuk
latihan. Pada pasien dengan fibromyalgia latihan aerobik direkomendasikan
dilakukan selama 2 kali dalam 1 minggu dengan durasi latihan 20-60 menit paling
tidak dalam kurun waktu 6 minggu. Pasien dengan fibromyalgia sering
mengalami peningkatan nyeri dan fatigue selama latihan. Nnamun, bila ini
dilanjutkan hingga beberapa minggu dengan intensitas yang tepat, gejala-gejala
akan menurun. Oleh karena itu penting untuk diinformasikan kepada pasien
mengenai gejala-gejala yang bertambah berat pada awal-awal latihan (7, 9).
c. Edukasi pasien
Edukasi pasien merupakan terapi yang umum pada banyak kondisi
penyakit yang kronik. Edukasi ini dapat berbagai wujud, biasnya tergantung ahli
fisioterapi dengan pasiennya. Berbagai macam edukasi yang direkomendasikan
yaitu yang multidisiplin dan berpengaruh pada pengubahan perilaku. 3 asumsi
yang umum yang disugestikan untuk membimbing pengobatan pada pasien
dengan fibromyalgia yaitu: “ pasien memerlukan keterampilan untuk
mengendalikan gejala-gejala dari hari-ke-hari, dan bahwa mereka dapat belajar
mengatur gejala-gejala fibromyalgianya, dan bahwa latihan efektif dengan
perilaku yang positif akan memberikan perubahan yang positif pada gejala dan
status kesehatan”. Edukasi termasuk diantaranya teknik perilaku kognitif
direkomendasikan dengan latihan merupakan penanganan yang paling efektif
pada kasus fibromyalgia (5, 6, 7, 10).
14
d. Terapi faramakologi
Terapi farmakologis menunjukkan keefektifan yang baik pada beberapa
pasien dengan fibromyalgia, sementara pada beberapa pasien lainnya tidak
memberikan efek. Berbagai tipe pengobatan telah diteliti berkelanjutan.
Terapi/medikasi yang mempengaruhi sistem saraf pusat dipertimbangkan sebagai
terapi yang paling efektif pada pasien dengan fibromyalgia (8, 10).
SNRI (Serotonin-nonepinephrine reuptake inhibitors) seperti duloksetin,
dan obat anti-epilepsi seperti pregabilin dan gabapentin, telah direkomendasikan
digunakan untuk pasien fibromyalgia karena efektifitasnyta pada nyeri, fungsi
fisik dan umunnya baik. Evidencenya masih terbatas bahwa SNRI memberikan
efek pada nyeri, fatigue, fungsi dan mood pasien dengan fibromyalgia (5,8).
Dosis rendah TCA (trisiklik antidepresan) juga direkomendasikan pada
pasien-pasien dengan fibromyalgia, TCA men unjukkan perbaikan yang ringan
pada kondisi fatigeu pasien fibromyalgia dan perbaikan yang moderat pada
manifestasi lain seperti nyeri dan gangguan tiduran. Analgesik sering tidak efektif
pada pasien dengan fibromyalgia keculai tramadol, yang memberikan efek yang
positif pada nyeri dan beberapa fungsi pada pasien dengan fibromyalgia (8).
Kombinasi antidepresan, analgesik dan obat antiepilepsi sering digunakan
dalam praktik sehari-hari, tetapi kombinasi demikian masih belum cukup
penelitiannya (8, 11).
15
Tabel 2.2. berbagai terapi farmakologis untuk fibromyalgia dan implikasinya (9).
Kesimpulannya, banyak berbagai terapi farmakologi yang
direkomendasikan untuk fibromyalgia. EULAR merekomendasikan tramadol dan
berbagai tipe TCA, SNRI dan obat antiepilepsi. Walaupun demikian, banyak
berbagai terapi faramakologi yang tidak berefek pada pasien-pasien dengan
fibromyalgia, sehingga penanganan faramakologis mesti dikombinasikan dengan
terapi latihan dan terapi perilaku kognitif (9, 12).
J. Prognosis
16
Prognosis jangka panjang yang dievaluasi pada pasien fibromyalgia
selama 5 tahun penelitian pada pasien-pasien wanita dengan fibromyalgia dan
tanpa adanya kondisi penyakit kronik lainnya. Perbaikan yang signifikan
ditemukan seiring dengan perjalanan waktu pada kondisi fatigue, fungsi dan skor
depresi, walaupun pada dasarnya nyeri tidak berubah sama sekali (12, 13).
Gambar 2.5 outcome jangka panjang pada pasien-pasien fibromyalgia (a) nyeri, fatigue, dan depresi, (b) fungsi (13)
BAB III
17
PENUTUP
Fibromyalgia ini merupakan suatu kondisi nyeri yang kronik mana
etiologi dan patofisiologinya masih belum jelas. Pasien dikatakan fibromyalgia
bila memiliki nyeri kronik menjalar luar yang terjadi pada beberapa titik bilateral
yang mana ini berlangsung sudah dalam 3 bulan dan dapat diiringi manifestasi
lain seperti fatigue dan bangun tidur yang tidak berasa segar dan tidak ada kondisi
patologis lainnya ditemukan pada pasien dengan fibromyalgia ini. Faktor
risikonya sering terkait dengan stres emosional dan kejadian ini banyak ditemukan
pada wanita dan semakin meningkat insidensinya seiring dengan meningkatnya
usia. Untuk penanganannya, fibromyalgia ini sebenarnya tidak dapat disembuhkan
dan perlu modalitas multidisiplin ilmu untuk penanganannya baik terapi
nonfarmakologis (latihan ,fisioterapi dan edukasi) dan terapi farmakologis (SSRI,
TCA, analgetik dan antiepilepsi).
18