fh.unram.ac.id€¦ · web viewfakultas hukum universitas mataram abstrak tujuan dari penulisan...
TRANSCRIPT
RAHASIA BANK DAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA
JURNAL
Untuk Memenuhi Sebagian PersyaratanUntuk Mencapai Derajat S-1 Pada
Program Studi Ilmu Hukum
Oleh:
SITI ROSYIDAHD1A 009 212
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
2017
RAHASIA BANK DAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA
JURNAL
Oleh:
SITI ROSYIDAHD1A 009 212
Menyetujui,
Budi Sutrisno, SH.,M.HumNIP : 195910221989031002
RAHASIA BANK DAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA
Siti RosyidahD1A 009 212
Fakultas Hukum Universitas Mataram
Abstrak
Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui undang-undang perbankan sudah memberikan kepastian hukum mengenai pengecualian rahasia bank dan bentuk perlindungan hukum yang dilakukan pihak bank kepada nasabah pada perbankan syariah. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengecualian mengenai rahasia bank pada perbankan syariah sedikit berbeda dengan perbankan konvensional yaitu Pertama, tidak diaturnya pengecualian rahasia bank untuk kepentingan piutang yang diserahkan kepada BUPLN/PUPN, seperti halnya yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan Konvensional. Kedua, pengaturan mengenai penyidik diperluas, tidak hanya terbatas pada Jaksa atau Polisi, tetapi berlaku juga bagi penyidik lain yang diberi wewenang berdasarkan Undang-Undang. Bentuk perlindungan hukum bagi nasabah dalam penerapan asas kerahasiaan bank pada perbankan syariah umumnya sama dengan perbankan konvensional ada dua cara yaitu preventif dan refresif.
Kata kunci: Rahasia Bank, Pebankan Syariah
SECRET BANK AND LEGAL PROTECTION FOR CUSTOMERS BY POSITIVE LAW IN INDONESIA
ABSTRACT The purpose of this thesis is to find out the banking legislation already provides legal certainty regarding the exclusion of bank secrecy and forms of legal protection made by the bank to customers in Islamic banking. The research method used is normative. The results showed that the exclusion of the bank secrecy in Islamic banking is slightly different from conventional banking, namely First, that the exclusion of bank secrecy exception for interest receivable submitted to BUPLN/PUPN, as was stipulated in the Banking Law Conventional. Second, the provision of investigators expanded, not just limited to the prosecutor or the police, but also applies to other investigators who are authorized by law. Forms of legal protection for customers in the application of the principle of banking secrecy in Islamic banking is generally the same as the conventional banking there are two ways of preventive and repressive.
Keywords: Secret Bank, Islamic Banking
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Ahmad Rodoni dan Abdul Hamid, 2008, Lembaga Keuangan Syariah, Cet ke
1, Jakarta
Doddy Donna Roesmara, Buletin Ekonomika dan Bisnis Islam, Laboraturium
Ekonomika dan Bisnis Islam (LEBI) FEB UGM
Edy Wibowo dan Untung Hendy, 2005, Mengapa Memilih Bank Syariah, Cet
ke 1, Ghalia Indonesia, Bogor
Hermansyah, 2005, Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Cet ke 2,
Kencana, Jakarta
Hirsanudin, 2008, Hukum Perbankan Syariah di Indonesia. Genta Press,
Yogyakarta
Muhamad Djumhana, 2003, Hukum Perbankan di Indonesia. Cet ke 4, PT.
Citra Aditya Bakti, Bandung
Muhamad, ed. 2004, Bank Syariah Analisis Kekuatan, Peluang, Kelemahan,
dan Ancaman, Cet ke 3, Ekonisia, Yogyakarta
Rachmadi Usman, 2003, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Indonesia.Cet. ke
4, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Rachmadi Usman, 2012, Aspek Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, Cet
ke 1, Sinar Grafika, Banjarmasin
Warkum Sumitro, 2004, Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembga
Terkait, Edisi Revisi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta
Internethttp://www.bernismubarroq.blogspot
http://www.d111mpks-b.blogspot
Http://www.artikata.com/perlindungan-hukum.html
i
I. PENDAHULUAN
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dan
menyalurkannya dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam
rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.1 Dalam melaksanakan
kegiatan usahanya, bank seharusnya menerapkan asas kepercayaan. Bank
merupakan suatu lembaga yang eksistensinya tergantung mutlak pada
kepercayaan dari para nasabahnya yang mempercayakan dana simpanan
mereka pada bank. Oleh karena itu, bank sangat berkepentingan agar kadar
kepercayaan masyarakat, yang telah maupun yang akan menyimpan dananya,
terpelihara dengan baik dalam tingkat yang tinggi.
Ada beberapa faktor yang sangat mempengaruhi tingkat kepercayaan
masyarakat terhadap suatu bank. Faktor-faktor tersebut adalah:2 Integritas
pengurus, kesehatan bank yang bersangkutan dan kepatuhan bank terhadap
kewajiban rahasia bank.
Sebagaimana dikemukakan di atas salah satu faktor untuk dapat
memelihara dan meningkatkan kadar kepercayaan masyarakat terhadap suatu
bank pada khususnya dan perbankan pada umumnya ialah kepatuhan bank
terhadap kewajiban rahasia bank. Maksudnya adalah menyangkut ”dapat atau
tidaknya bank dipercaya oleh nasabah yang menyimpan dananya pada bank
tersebut untuk tidak mengungkapkan simpanan nasabah, identitas nasabah
1Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. LN No. 32 Tahun 1992, TLN No. 3473, Psl.1.
2Sofyandi, Kerahasiaan Bank, Diakses: Rabu, 23 Mei 2012, http://www.d111mpks-b.blogspot
ii
tersebut kepada pihak lain.” Dengan kata lain, tergantung pada kemampuan
bank itu untuk menjunjung tinggi dan mematuhi rahasia bank.
Permasalahan yang diangkat dalam Jurnal Ilmiah ini adalah tentang
pengecualian mengenai ketentuan kerahasiaan bank pada perbankan syrariah
dan bentuk perlindungan hukum bagi nasabah dalam penerapan asas
kerahasiaan bank pada perbankan syariah. Jurnal ilmiah ini dibuat untuk
dengan tujun untuk mengetahui pengecualian mengenai ketentuan kerahasiaan
bank pada perbankan syariah menurut hukum positif di Indonesia dan
mengetahui bentuk perlindungan hukum bagi nasabah dalam penerapan asas
kerahasiaan bank pada perbankan syariah. Jurnal ilmiah ini diharapkan
memberi manfaat untuk menambah khazanah keilmuan yang dapat berguna
bagi pembangunan ilmu hukum yang berkaitan dengan hukum bisnis syariah
dan dapat memberikan manfaat praktis bagi pelaku usaha, masyarakat dan
pemerintah dalam pengembangan usaha perbankan, khususnya mengenai
masalah kerahasiaan bank. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penyusun
melakukan dengan penelitian jenis penilitian hukum normatif , metode
pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan perundang-undangan,
pendekatan konsep dan pendekatan analitis. Tehnik Pengumpulan bahan
hukum terhadap penelitian ini diperoleh dengan menggunakan teknik studi
dokumen atau yang biasa dikenal dengan istilah studi kepustakaan. Teknik
memperoleh bahan hukum ini dilakukan dengan cara melakukan penelitian
kepustakaan, yaitu dengan mempelajari, mencatat dan menyalin buku-buku
iii
literatur, peraturan perundang-undangan terkait, pendapat para sarjana, skripsi,
dan bahan lain yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti.3
3Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm. 184
iv
II. PEMBAHASAN
Pengecualian Mengenai Ketentuan Kerahasiaan Bank Menurut Hukum
Positif di Indonesia
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo Undang-Undnag Nomor 10
Tahun 1998 tentang Perbankan secara limitatif menyebutkan pengecualian dari
ketentuan kerahasiaan bank itu sebagaimana tetera pada Pasal 41, Pasal 41A,
Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44 dan Pasal 44A. Kewajiban bank untuk memegang
teguh kerahasiaan bank tidak berlaku atau dikecualikan dalam hal-hal seperti
dibawah ini, yaitu untuk: 1. Kepentingan perpajakan; 2. Kepentingan
penyelesaian piutang bank, Dalam Pasal 41A Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1992 jo Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
menyebutkan bahwa untuk penyelesain piutang bank yang sudah diserahkan
kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang
Negara, pimpinan Bank Indonesia memberikan izin kepada pejabat
BPUPLN/PUPN untuk memperoleh keterangan mengenai simpanan nasabah
debitor. Jika diteliti, pengecualian ini berkaitan dengan bank itu sendiri (in the
interest of bank) untuk menjamin kelangsungan usahanya; 3. Kepentingan
peradilan pidana, merupakan pengecualian paksaan hukum yang diatur dalam
Pasal 42 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo Undang-Undnag Nomor 10
Tahun 1998 tentang Perbankan. Untuk kepentingan peradilan dalam perkara
pidana atas permintaan polisi dalam tahap penyelidikan, Jaksa dalam tahap
penuntutan, atau Hakim dalam tahap pemeriksaan di pengadilan, kerahasiaan
bank dapat dikecualikan. Polisi, Jaksa atau Hakim tersebut dapat meminta izin
v
kepada Pimpinan Bank Indonesia untuk memperoleh keterangan mengenai
simpanan tersangka atau terdakwa yang ada pada suatu bank. Dalam hal ini
pun, dasar disclosure kerahasiaan bank semata-mata diletakkan pada
kepentingan umum. Prinsip kerahasiaan bank bertujuan untuk melindungi
kepentingan individu seseorang nasabah dikorbankan demi
menyeimbangkannya dengan kepentingan masyarakat umum, yang dalam hal
ini menyangkut penyelesaian perkara tindak pidana; 4. Kepentingan
pemeriksaan peradilan perdata, pengecualian ini disebutkan dalam Pasal 43
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo Undang-Undnag Nomor 10 Tahun
1998 tentang Perbankan yang membatasi pada sengketa atau perkara perdata
yang terjadi antara bank dengan nasabahnya. Pasal ini memeperkenankan bank
menginformasikan kepada pengadilan tentang keadaan keuangan nasabah yang
bersangkutan dan memebrikan keterangan lain yang relevan dengan perkara
yang diajukan kepada pengadilan; 5. Kepentingan tukar menukar informasi
antar bank, dalam Pasal 44 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo Undang-
Undnag Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan menetapkan bahwa dalam
rangka tukar menukar informasi antar bank, direksi bank dapat memberikan
informasi mengenai keadaan keuangan nasabah kepada bank lain. Tukar
menukar informasi antar bank tersebut dilakukan untuk memperlancar dan
mengamankan kegiatan usaha bank, antara lain guna mencegah pemberian
kredit rangkap serta mengetahui keadaan dan statusnya dari bank yang lain
sehingga bank dapat menilai tingkat risiko yang dihadapi sebelum melakukan
transaksi dengan nasabah atau dengan bank lain; 6. Kepentingan penyelesaian
vi
kewarisan, pengecualian ini disebutkan dalam Pasal 44A ayat (1) Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo Undang-Undnag Nomor 10 Tahun 1998
tentang Perbankan, menetapkan bahwa bank wajib memberikan keterangan
mengenai simpanan nasabah penyimpan pada bank yang bersangkutan kepada
pihak yang ditunjuk oleh nasabah penyimpan. Kemudian dalam Pasal 44A ayat
(2) menetapkan bahwa dalam hal nasabah meninggal dunia, maka ahli waris
yang sah dari nasabah penyimpan yang bersangkutan berhak memperoleh
informasi atau keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan tersebut.
Dengan sendirinya bank berkewajiban memberikan keterangan mengenai
simpanan nasabah penyimpan kepada ahli warisnya yang sah bila yang
bersangkutan telah meninggal
Sedangkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah secara limitatif menyebutkan pengecualian dari ketentuan kerahasiaan
bank itu sebagaimana tertera pada Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43,
Pasal 44, dan Pasal 44A. Kewajiban bank untuk memegang teguh kerahasiaan
bank tidak berlaku atau dikecualikan dalam hal-hal seperti di bawah ini, yaitu
untuk:4 1. Kepentingan perpajakan, ketentuan dalam Pasal 42 Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah menetapkan bahwa untuk
kepentigan perpajakan, kerahasiaan bank dapat dikesampingkan guna
mengetahui keadaan keuangan seseorang yang kebetulan menjadi nasabah
penyimpan atau nasabah investor tertentu pada suatu bank syariah; 2.
Kepentingan peradilan dalam perkara pidana, pengecualian ini merupakan
4Rachmadi Usman. Aspek Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, Cet. Ke 1, Sinar Grafika, Banjarmasin, 2012, hlm. 332
vii
pengecualian atas paksaan hukum yang diatur dalam Pasal 43 Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Berdasarkan ketentuan
dalam pasal ini, bahwa untuk kepentingan peradilan perkara pidana atas
permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian, Jakasa Agung, Ketua Mahkamah
Agung Republik Indonesia dan pimpinan instatnsi yang diberi wewenang untuk
melakukan penyidikan, kerahasian bank dapat dikecualikan. Polisi, Jaksa,
Hakim atau penyidik lainnya dapat meminta izin kepada Pimpinan Bank
Indonesia untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan atau
investasi tersangka atau terdakwa yang ada pada suatu bank syariah; 3.
Kepentingan pemeriksaan peradilan perdata, dari ketentuan dalam Pasal 45
Undang-Undang Nomo 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dapat
diketahui bahwa pengecualian yang terjadi antara bank syariah dengan
nasabahnya; 4. Kepentingan tukar menukar informasi antar-bank, sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 46 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah ditetapakn bahwa dalam rangka tukar menukar informasi
antar-bank, direksi bank dapat memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya
kepada bank lain. Dengan merujuk kepada ketentuan dalam Pasal 46 Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah maka Direksi dapat
memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya kepada Bank Syariah lainnya,
yang dilakukan dalam rangka tukar menukar informasi antar-bank; 5.
Permintaan, persetujuan, atau kuasa dari nasabah penyimpan atau nasabah
investor secara tertulis, dalam Pasal 47 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah ditetapkan bahwa bank syariah wajib memberikan
viii
keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan atau nasabah investor pada
bank yang bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oleh nasabah penyimpan
atau nasabah investor. Keterangan mengenai simpanan nabah penyimpan atau
nasabah investor tersebut akan diberikan oleh bank yang bersangkutan dengan
persyaratan bilamana sebelumnya: adanya permintaan, persetujuan, atau kuasa
dari nasabah penyimpan atau nasabah investor dan dibuat secara tertulis yang
ditujukan kepada bank syariah dimana nasabah penyimpan atau nasabah
investor menempatkan dana; 6. Kepentingan penyelesaian kewarisan,
pengecualian atas rahasia bank dalam kegiatan usaha perbankan syariah
berlaku dalam hal adanya ahli waris yang sah untuk memperoleh keterangan
mengenai simpanan nasabah sebagaimana ditentukan dalam Pasal 48 Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Dalam ketentuan
Pasal 48 tersebut telah ditetapkan bahwa ahli waris yang sah dari nasabah
penyimpan atau nasabah investor berhak memperoleh keterangan mengenai
simpanan nasabah penyimpan atau nasabah investor dalam hal nasabah
penyimpan atau nasabah investor meninggal dunia. Jika diperhatikan,
pengecualian atas rahasia bank ini didasarkan kepada kepentingan ahli waris
dalam rangka penyelesaian pembagian harta kewarisan yang pewarisnya
menjadi nasabah perbankan syariah.
Analisis penyusun yaitu bahwa beberapa pengecualian mengenai
ketentuan kerahasiaan bank dalam Undang-Undang Perbankan Syariah yang
berbeda dengan Undang-Undang Perbankan Konvensional, antara lain:5 1.
5Bernis Mubarroq, Perbankan Syariah, Diakses: Selasa, 5 Maret 2012, http://www.bernismubarroq.blogspot
ix
Tidak diaturnya pengecualian rahasia bank untuk ke pentingan piutang yang
diserahkan kepada BUPLN/PUPN, seperti halnya yang diatur dalam Undang-
Undang Perbankan Konvensional. Dengan demikian pengecualian rahasia bank
yang dapat dimintakan izinnya ke Bank Indonesia terbatas untuk kepentingan
perpajakan, dan kepentingan peradilan dalam perkara pidana. Disamping itu
terdapat pengecualian lainnya yang tidak memerlukan izin dari Bank Indonesia,
yaitu dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya, dalam rangka
tukar menukar informasi antar bank, dan atas permintaan, persetujuan atau
kuasa dari nasabah, serta bagi ahli waris yang sah dalam hal nasabah
meninggal dunia; 2. Pengaturan mengenai penyidik diperluas, tidak hanya
terbatas pada Jaksa atau Polisi, tetapi berlaku juga bagi penyidik lain yang
diberi wewenang berdasarkan Undang-Undang (Pasal 43 Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan).
Bentuk Perlindungan Hukum bagi Nasabah dalam penerapan Asas
Kerahasiaan Bank pada Perbankan Syariah
x
Berkaitan dengan perlindungan hukum bagi nasabah, Marulak Pardede
mengemukakan bahwa dalam sistem perbankan Indonesia, mengenai lingkup
perlindungan bagi nasabah penyimpan dana dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu:6 1. Perlindungan Secara Implisit (Implicit deposit Protection), yaitu
perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan bank yang
efektif, yang dapat menghindarkan terjadinya kebangkrutan bank; 2.
Perlindungan Secara Eksplisit (Explicit Deposit Protection), yaitu perlindungan
melalui sebuah lembaga yang menjamin simpanan masyarakat, sehingga
apabila bank mengalami kegagalan, maka lembaga tersebut yang akan
mengganti dana masyarakat yang disimpan pada bank yang gagal tersebut.
Perlindungan ini diperoleh melalui pembentukan lembaga yang menjamin
simpanan masyarakat, sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 29 tahun 1998 tentang kewajiban terhadap bank umum.
Sedangkan menurut hasil pengamatan bentuk perlindungan yang dilakukan
yaitu: 1. Perlindungan Secara Preventif yitu dengan cara: Pembuatan peraturan
baru, Pelaksanaan peraturan yang ada, perlindungan nasabah deposan lewat
lembaga asuransi deposito, Memperketat perizinan bank, memperketat
pengaturan di bidang kegiatan bank, memperketat pengawasan bank. 2.
perlindungan secara refresif yakni dengan memberikan sanksi terhadap
pelanggarnya , baik sanksi administratif maupun sanksi pidana sesuai dengan
peraturan yang sudah ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah
6 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Cet. Kseenam, Jakarta, 2010, Hlm. 175
xi
III.PENUTUP
Kesimpulan
xii
Pengecualian mengenai ketentuan kerahasiaan bank pada perbankan syariah
hampir sama dengan perbankan konvensional namun ada beberapa pengaturan
yang membedakannya yaitu: Pertama, tidak diaturnya pengecualian rahasia
bank untuk kepentingan piutang yang diserahkan kepada BUPLN/PUPN,
seperti halnya yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan Konvensional.
Dengan demikian pengecualian rahasia bank yang dapat dimintakan izinnya ke
Bank Indonesia terbatas untuk kepentingan perpajakan, dan kepentingan
peradilan dalam perkara pidana. Disamping itu terdapat pengecualian lainnya
yang tidak memerlukan izin dari Bank Indonesia, yaitu dalam perkara perdata
antara bank dengan nasabahnya, dalam rangka tukar menukar informasi antar
bank, dan atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah, serta bagi ahli
waris yang sah dalam hal nasabah meninggal dunia. Kedua, pengaturan
mengenai penyidik diperluas, tidak hanya terbatas pada Jaksa atau Polisi, tetapi
berlaku juga bagi penyidik lain yang diberi wewenang berdasarkan Undang-
Undang (Pasal 43 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan).
Bentuk perlindungan hukum bagi nasabah dalam penerapan asas kerahasiaan
bank pada perbankan syariah umumnya sama dengan perbankan konvensional
ada dua cara yaitu: Pertama, perlidungan secara preventif yakni dengan
membuat peraturan baru, pelaksanaan aturan yang ada, memperketat perizinan
bank, memperketat pengaturan dibidang kegiatan bank. Selain itu upaya yang
dilakukan untuk menjaga rahasia bank yakni kelaziman operasional, pencatatan
pada bank. Kedua, perlindungan secara refresif yakni dengan memberikan
sanksi terhadap pelanggarnya , baik sanksi administratif maupun sanksi pidana
xiii
sesuai dengan peraturan yang sudah ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor
21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Saran
Pengaturan mengenai rahasia bank sebagai perlindungan hukum bagi nasabah
pada dasarnya sudah baik. Untuk itu diharapkan pemerintah selaku penyusun
kebijakan publik harus sedapat mungkin menyikapi dan mempertimbangkan
wacana eksistensi Undang-Undang yang melindugi nasabah dengan
menerapkan asas kerahasiaan bank secara nasional khususnya Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.