fh.unram.ac.id · web viewkedudukan harta bersama dalam perkawinan poligami menurut kompilasi hukum...

27
i JURNAL ILMIAH ANALISIS PUTUSAN NOMOR 0475/Pdt.G/2014/PA.Mtr., Jo. PUTUSAN NOMOR 0095/PDT.G/2015/PTA.MTR., TENTANG KEDUDUKAN DAN BAGIAN ISTERI ATAS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN POLIGAMI Oleh : RAFI LESMANA NANDA YANA D1A 013 318 FAKULTAS HUKUM

Upload: others

Post on 03-Jan-2020

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: fh.unram.ac.id · Web viewkedudukan harta bersama dalam perkawinan poligami menurut Kompilasi Hukum Islam yaitu harta bersama dalam perkawinan poligami tetap ada, tetapi dipisahkan

i

JURNAL ILMIAH

ANALISIS PUTUSAN NOMOR 0475/Pdt.G/2014/PA.Mtr., Jo.

PUTUSAN NOMOR 0095/PDT.G/2015/PTA.MTR., TENTANG

KEDUDUKAN DAN BAGIAN ISTERI ATAS HARTA BERSAMA

DALAM PERKAWINAN POLIGAMI

Oleh :RAFI LESMANA NANDA YANA

D1A 013 318

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MATARAM

MATARAM

2018

Page 2: fh.unram.ac.id · Web viewkedudukan harta bersama dalam perkawinan poligami menurut Kompilasi Hukum Islam yaitu harta bersama dalam perkawinan poligami tetap ada, tetapi dipisahkan

ii

HALAMAN PENGESAHAN JURNAL ILMIAH

ANALISIS PUTUSAN NOMOR 0475/Pdt.G/2014/PA.Mtr., Jo.

PUTUSAN NOMOR 0095/PDT.G/2015/PTA.MTR., TENTANG

KEDUDUKAN DAN BAGIAN ISTERI ATAS HARTA BERSAMA

DALAM PERKAWINAN POLIGAMI

Oleh :RAFI LESMANA NANDA YANA

D1A 013 318

Mataram, Januari 2018

Menyetujui,

Pembimbing Pertama,

Muhammad Umar, SH., MH.NIP: 195212311984031104

Page 3: fh.unram.ac.id · Web viewkedudukan harta bersama dalam perkawinan poligami menurut Kompilasi Hukum Islam yaitu harta bersama dalam perkawinan poligami tetap ada, tetapi dipisahkan

iii

I. PENDAHULUAN

Suatu perkawinan dimana terdapat seorang suami yang memiliki lebih

dari seorang isteri (dalam Hukum Islam maksimal 4 orang) dalam waktu yang

besamaan disebut poligami. Perkawinan poligami dapat dilakukan sesuai

dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 4 Ayat (1) Undang-undang Nomor

1 Tahun 1974 tentang perkawinan:

“Dalam hal seorang suami akan beristri lebih dari seorang sebagaimana tersebut dalam Pasal 3 Ayat (2) Undang-undang ini, maka ia akan wajib mengajukan permohonan kepada Pengadilan di daerah tempat tinggalnya.”

Dalam perkawinan poligami, tentunya mempunyai akibat hukum

tersendiri, yaitu terhadap harta yang diperoleh selama perkawinan terjadi.

Dalam hal putusnya perkawinan karena meninggal dunia bagi suami yang

berpoligami akibat hukumnya pembagian harta warisan yang terdapat dalam

harta bersama bagi laki-laki yang berpoligami tersebut.1

Apabila putusnya perkawinan disebabkan karena salah satu dari suami

atau isteri meninggal dunia, maka yang menjadi masalah dalam perkawinan

poligami adalah tentang pembagian harta bersama yang diperoleh selama

perkawinan berlangsung. Hal ini disebabkan masing-masing pihak merasa

berhak atas harta bersama tersebut tidak berbeda dengan putusnya perkawinan

karena perceraian harta bersama juga turut andil menjadi timbulnya sengketa

1 Satria Effendi, Problematika Hukum: Kekeluargaan Kontenporer, Kencana, Jakarta, 2010, hlm. 107.

Page 4: fh.unram.ac.id · Web viewkedudukan harta bersama dalam perkawinan poligami menurut Kompilasi Hukum Islam yaitu harta bersama dalam perkawinan poligami tetap ada, tetapi dipisahkan

iv

dalam putusnya perkawinan karena kematian, kematian adalah faktor kewarisan

dalam Islam.2 Masalah harta bersama dalam perkawinan poligami merupakan

masalah yang cukup pelik dan rumit dan dapat berakibat pada kerugian bagi

setiap istri, apabila tidak dilakukan pembukuan yang rapi dan akuntabel.

Pembagian harta bersama dalam perkawinan poligami senantiasa

merupakan suatu hal yang krusial, karena isteri atau isteri-isteri dan ahli waris

lain yang hidup terlama akan mempersoalkan mengenai pembagian harta

bersama yang ditinggalkan oleh si peninggal (pewaris), seperti yang terjadi

dalam kasus yang akan penulis teliti sebagaimana terdapat dalam Putusan

Pengadilan Tinggi Agama Mataram Nomor: 0095/PDT.G/2015/PTA. MTR.

Putusan Pengadilan Tinggi Agama Mataram Nomor: 0095/PDT.G/ 2015/PTA.

MTR., merupakan putusan tingkat banding atas Putusan Perkara Nomor:

0475/Pdt.G/2004/PA.Mtr., yang telah dikuatkan oleh Mahkamah Agung

Republik Indonesia dan telah berkekuatan hukum tetap (inkrah). Sehingga

rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimanakah pengaturan pembagian

harta bersama dalam perkawinan poligami menurut Undang-Undang Perkawinan

dan Kompilasi Hukum Islam serta apa dasar dan pertimbangan hukum dalam

Putusan Nomor: 0475/Pdt.G/ 2014/PA.Mtr., Jo Putusan PerkaRa Nomor:

0095/Pdt.G/2015/PTA.MTR., tentang pembagian harta bersama dalam

perkawinan poligami. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

2 Yawirman, Hukum Keluarga, Karakteristik dan Prospek Doktrin Islam dan Adat Dalam Masyarakat Matrilineal Minang Kabau, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011, hlm. 219.

Page 5: fh.unram.ac.id · Web viewkedudukan harta bersama dalam perkawinan poligami menurut Kompilasi Hukum Islam yaitu harta bersama dalam perkawinan poligami tetap ada, tetapi dipisahkan

v

pengaturan pembagian harta bersama dalam perkawinan poligami menurut

Undang-Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam dan untuk

menganalisis dan mengetahui dasar dan pertimbangan hukum dalam Putusan

Nomor: 0475/Pdt.G/2014/PA. Mtr., Jo Putusan Nomor: 0095/Pdt.G/2015/PTA.

MTR., tentang pembagian harta bersama dalam perkawinan poligami.

Selanjutnya manfaat dari penelitian ini adalah penelitian ini diharapkan dapat

memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan Ilmu Hukum pada

umumnya dan Hukum Keluarga pada khususnya mengenai pembagian harta

bersama dalam perkawinan poligami serta dapat meningkatkan pengetahuan dan

pemahaman bagi masyarakat yang melakukan perkawinan poligami, dan

memberi kankontribusi atau masukan bagi pemerintah serta legislatif dalam

menyusun atau merubah peraturan perrundang-undangan yang mengatur

keudukan dan pembagian harta bersama dalam perkawinan poligami.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian

hukum normatif. Metode Pendekatan yang dipakai yaitu pendekatan undang-

undang (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach).

Sumber dan jenis bahan hukum yaitu terdiri dari bahan hukum primer, sekunder,

dan tersier. Bahan hukum dikumpulkan dengan teknik studi dokumen. Kemudian

bahan hukum dianalisis dengan analisis kualitatif.

Page 6: fh.unram.ac.id · Web viewkedudukan harta bersama dalam perkawinan poligami menurut Kompilasi Hukum Islam yaitu harta bersama dalam perkawinan poligami tetap ada, tetapi dipisahkan

vi

II. PEMBAHASAN

1. Pengaturan Pembagian Harta Bersama Dalam Perkawinan Poligami

Menurut Undang-Undang Perkawinan Dan Kompilasi Hukum Islam

Mengenai harta bersama menurut Undang-Undang Nomor 1 tentang

perkawinan di atur dalam Pasal 35 Ayat (1), 36 Ayat (1) dan Pasal 37.

Seperti diketahui di atas bahwa Pasal 35 Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974 tentang Perkawinan menyatakan bahwa harta benda yang diperoleh

selama perkawinan menjadi harta bersama. Harta bawaan dari masing-

masing suami dan istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing

sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing

sepanjang para pihak tidak menentukan lain, sedangkan Pasal 36 Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan bahwa

mengenai harta bersama, suami atau istri dapat bertindak atas persetujuan

kedua belah pihak. Mengenai harta bawaan masing-masing, suami dan istri

mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai

harta bendanya.

Khusus ketentuan harta bersama dalam perkawinan poligami diatur

dalam Peraturan Peralihan, Pasal 65 Ayat (1) dan Ayat (2) Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974. Berdasarkan pada Pasal 65 ayat (1) Huruf b Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, maka dapat dikatakan

bahwa pembagian harta bersama akibat kematian dalam perkawinan

Page 7: fh.unram.ac.id · Web viewkedudukan harta bersama dalam perkawinan poligami menurut Kompilasi Hukum Islam yaitu harta bersama dalam perkawinan poligami tetap ada, tetapi dipisahkan

vii

poligami menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan adalah kedudukan istri kedua, ketiga dan seterusnya dalam

perkawinan poligami akibat kematian tidak mempunyai hak atas harta

bersama dari perkawinan suami dengan istri yang pertama, istri ketiga dan

keempat tidak mempunyai hak atas harta bersama dari perkawinan suami

dengan istri pertama dan kedua, sedangkan istri ketiga tidak mempunyai hak

atas harta bersama dari perkawinan suami dengan istri pertama dan kedua.

Kemudian Pengaturan Harta Bersama Dalam Perkawinan Menurut

Kompilasi Hukum Islam atur dalam Pasal 85, 86 Ayat (1), dan Pasal 87 Ayat

(1), (2), akan tetapi dalam Pasal 94 KHI memberikan pengaturan yang

berbeda dengan ketentuan tersebut di atas, pasal ini menyatakan:

(1) Harta bersama dari perkawinan seorang suami yang mempunyai isteri lebih dari seorang, masing-masing terpisah dan berdiri sendiri.

(2) Pemilikan harta bersama dari perkawinan seorang suami yang mempunyai isteri lebih dari seorang sebagaimana tersebut pada ayat (1), dihitung pada saat berlangsungnya akad perkawinan yang kedua, ketiga dan seterusnya.

Selanjutnya pengaturan harta bersama dalam perkawinan poligami

secara mendetail diatur dalam Pedoman Pelaksanaan Tugas dan

Administrasi Peradilan Agama,3 menurut buku ini pengaturan harta bersama

sebagaimana yang dimuat pada Pasal 94 Kompilasi Hukum Islam, akan

3 Keputusan Mahkamah Agung RI Nomor 032/SK/IV/2006 tanggal 04 April 2006 Tentang Pedoman Pelaksaan Tugas Dan Administrasi Peradilan Agama, Buku II Edisi Revisi tahun 2010 halaman.140.

Page 8: fh.unram.ac.id · Web viewkedudukan harta bersama dalam perkawinan poligami menurut Kompilasi Hukum Islam yaitu harta bersama dalam perkawinan poligami tetap ada, tetapi dipisahkan

viii

menimbulkan ketidakadilan, karena dalam keadaan atau kasus tertentu dapat

merugikan isteri yang dinikahi lebih dahulu.

Dari ketentuan teknis dalam Keputusan Mahkamah Agung RI Nomor

032/SK/IV/2006 tanggal 04 April 2006 Tentang Pedoman Pelaksaan Tugas

Dan Administrasi Peradilan Agama di atas pada prinsipnya sudah mengatur

secara kongkret ketentuan dalam Pasal 65 Ayat (1) huruf b dan c Undang-

undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan Pasal 94 Kompilasi

Hukum Islam dimana isteri yang kedua dan seterusnya tidak mempunyai

hak atas harta bersama yang telah ada sebelum perkawinan dengan isteri

kedua atau berikutnya itu terjadi. Artinya dalam hal harta bersama yang

diperoleh sejak perkawinan antara suami dan isteri pertama merupakan hak

secara mutlak yang dimiliki dari pasangan suami isteri tersebut. Sedangkan

isteri kedua, ketiga, dan keempat tidak mempunyai hak dari harta bersama

tersebut. Dan pada pedoman teknis tersebut sudah mengatur secara tegas

seorang suami yang mempunyai isteri lebih dari seorang, masing-masing

terpisah dan berdiri sendiri yang terdapat dalam Pasal 94 Kompilasi Hukum

Islam dengan pengaturan secara rinci harta bersama tersebut karena dalam

pasal tersebut pada keadaan tertentu dapat merugikan isteri yang pertama

sehigga dirasa menimbulkan ketidakadilan, maka dalam pedoman pelaksaan

tugas dan administrasi peradilan agama mengatur secara konkret kedudukan

dan pembagian harta bersama tersebut.

Page 9: fh.unram.ac.id · Web viewkedudukan harta bersama dalam perkawinan poligami menurut Kompilasi Hukum Islam yaitu harta bersama dalam perkawinan poligami tetap ada, tetapi dipisahkan

ix

Dapat dikatakan bahwa KHI memberikan pengaturan yang kurang

lebih serupa dengan pengaturan yang terdapat dalam Undang-Undang

Perkawinan mengenai harta benda dalam perkawinan.

Berdasarkan pasal 86 Ayat (1) dan (2) KHI ini dapat pula ditafsirkan

adanya pengaturan yang memisahkan hak kepemilikan pada harta benda

dalam perkawinan sebagaimana yang ditetapkan oleh kaidah-kaidah Hukum

Islam. Penafsiran pertama: terdapat ketentuan yang mengatur adanya harta

bersama (Pasal 85 KHI). Dengan demikian adanya harta bersama ini

menimbulkan konsekuensi terjadinya percampuran harta kekayaan suami

dan istri selama perkawinan berlangsung menjadi hak kepemilikan kolektif

si suami dan si istri baik dalam hal penghasilan masing-masing menjadi

harta bersama.4 Penafsiran kedua: terdapat ketentuan yang mengatur bahwa

tidak ada penggabungan harta dalam perkawinan, melainkan tetap terjadi

pemisahan harta benda. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan pasal 86 Ayat

(1) KHI: “Pada dasarnya tidak ada percampuran antara harta suami dan harta

istri karena perkawinan”. Dan pernyataan pasal 86 Ayat (2) KHI: “Harta istri

tetap menjadi hak istri dan dikuasai penuh olehnya, demikian juga harta

suami tetap menjadi hak suami dan dikuasai penuh olehnya”. Ayat (1) Pasal

86 KHI secara tegas memberikan dasar hukum untuk meniadakan harta

bersama sehingga secara otomatis meniadakan pula hak kepemilikan secara

4 Harahap, M. Yahya, Kedudukan, Kewenangan Di Acara Peradilan Agama, Cet-Ke 3, Pustaka Kartini, Jakarta, 2013.

Page 10: fh.unram.ac.id · Web viewkedudukan harta bersama dalam perkawinan poligami menurut Kompilasi Hukum Islam yaitu harta bersama dalam perkawinan poligami tetap ada, tetapi dipisahkan

x

kolektif suami dan istri dan Ayat (2) Pasal 86 juga secara tegas menguatkan

di Ayat 1 dengan memberikan dasar hukum bagi suami dan istri untuk tetap

mempunyai hak kepemilikan secara pribadi secara penuh. Dengan sendirinya

berdasarkan Pasal 86 ini, ketentuan Hukum Islam yang tidak mengatur

adanya harta bersama dan pada dasarnya memisahkan hak kepemilikan

secara pribadi antar suami dan istri, berlaku sepenuhnya. Pasal 87 KHI:

1) Ayat 1: harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta yang

diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah dibawah

penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain

dalam perjanjian perkawinan. 2) Ayat (2): suami dan istri mempunyai hak

sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum atas harta masing-masing

berupa hibah, hadiah, sadaqah atau lainnya.5

Jenis-jenis harta bersama (Pasal 91 KHI) sebagai berikut: 1) Harta

bersama sebagaimana tersebut dalam Pasal 85 diatas dapat berupa benda

berwujud atau tidak berwujud; 2) Harta bersama yang berwujud dapat

meliputi benda tidak bergerak, benda bergerak dan surat-surat berharga;

3) Harta bersama yang tidak berwujud dapat berupa hak maupun kewajiban;

dan 4) Harta bersama dapat dijadikan sebagai barang jaminan oleh salah satu

pihak atau persetujuan pihak lainnya.6

5 Lubis Haris, Hukum Perkawinan Nasional, Citra Aditya Bakti, Jakarta, 2010. hlm.50.6 Ibid. hlm.58

Page 11: fh.unram.ac.id · Web viewkedudukan harta bersama dalam perkawinan poligami menurut Kompilasi Hukum Islam yaitu harta bersama dalam perkawinan poligami tetap ada, tetapi dipisahkan

xi

2. Dasar dan Pertimbangan Hukum Dalam Putusan Nomor: 0475/Pdt.G/

2014/PA.Mtr., Jo Putusan Perkara Nomor: 0095/Pdt.G/2015/PTA.MTR.,

Tentang Pembagian Harta Bersama Dalam Perkawinan Poligami

Dasar dan Pertimbangan Hakim Menetapkan Harta Bersama Dalam

Poligami Dalam Perkara Nomor 0475/Pdt.G/2014/PA.Mtr., Jo Putusan

Perkara Nomor: 0095/Pdt.G/2015/PTA.MTR., adalah sebagai berikut : a.

Adanya alasan yang dibenarkan oleh undang-undang. Bahwa Istri (Pemohon)

mengajukan permohonan harta bersama dengan alasan isteri (Termohon) saat

ini, terhadap obyek waris tersebut tidak pernah dilakukan pembagian waris,

akan tetapi obyek waris tersebut dikuasai dan dikelola secara sepihak oleh

Para Tergugat tanpa memperdulikan hak-hak Para Penggugat, bahkan pada

tahun 2013 tanpa sepengetahuan dan persetujuan Para Penggugat tanah obyek

sengketa 4.5 oleh Para Tergugat telah dijual kepada Turut Tergugat. Untuk itu

mohon kepada Ketua Pengadilan Agama Mataram berkenan menetapkan

bagian waris masing-masing ahli waris tersebut diatas menurut hukum,serta

menghukum/memerintahkan Para Tergugat dan Turut Tergugat untuk

menyerahkan tanah obyek sengketa kepada Para Penggugat sesuai dengan

bagiannya masing-masing. b. Pasal 4 Ayat (2) huruf a, Pasal 5 Ayat (1) huruf

a Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan jo Pasal 58 huruf

a Kompilasi Hukum Islam. c. Bahwa para Penggugat khawatir para Tergugat

Page 12: fh.unram.ac.id · Web viewkedudukan harta bersama dalam perkawinan poligami menurut Kompilasi Hukum Islam yaitu harta bersama dalam perkawinan poligami tetap ada, tetapi dipisahkan

xii

dan Turut Tergugat akan menjual, atau memindahtangankan obyek waris

kepada pihak ketiga, maka untuk itu mohon diletakkan Sita

Jaminan(Conservatoir Beslag). d. Bahwa gugatan ini didasarkan pada bukti-

bukti yang kuat, sehingga putusannya dapat dijalankan serta-merta meskipun

Para Tergugat dan Turut Tergugat melakukan upaya hukum dalam bentuk

apapun. e. Adanya permohonan penetapan harta bersama. Hal ini telah sesuai

dengan ketentuan yang dimaksud dalam buku II dan majelis hakim telah

menetapkan harta bersama antara pemohon dan termohon sebagai berikut:

Putusan Majelis hakim dalam perkara tersebut menetapkan harta

bersama berada pada Pemohon dan Termohon. Hal ini menurut penyusun

telah sesuai dengan ketentuan Pasal 94 Ayat (1) Kompilasi Hukum Islam

yaitu harta bersama dari perkawinan seorang suami yang mempunyai isteri

lebih dari seorang, masing-masing terpisah dan berdiri sendiri dan Majelis

hakim telah pula menerapkan tujuan hukum tersebut diatas dengan prioritas

mengedepankan kepastian hukum, kemudian keadilan dan kemanfaatan.

Setelah menerima putusan Pengadilan Agama Mataram tersebut para

Tergugat tidak puas, kemudian mereka mengajukan banding ke Pengadilan

Tinggi Agama Mataram melalui surat tanggal 26 Agustus 2015 Masehi.

Pengadilan Tinggi Agama Mataram melalui putusannya Nomor 22/Pdt.G/

2015/PTA.Mtr tanggal 2 September 2015 Masehi memutuskan menerima

permohonan banding Para Pembanding.

Page 13: fh.unram.ac.id · Web viewkedudukan harta bersama dalam perkawinan poligami menurut Kompilasi Hukum Islam yaitu harta bersama dalam perkawinan poligami tetap ada, tetapi dipisahkan

xiii

Bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan, maka putusan

Pengadilan Agama Mataram Nomor 0475/Pdt.G/2014/PA.Mtr., tanggal 20

Agustus 2015 Masehi, bertepatan dengan tanggal 05 Dzulqoidah 1436 Hijriah

mengenai gugatan rekovensi tersebut patut dikuatkan dengan perbaikan

amarnya sebagaimana disebutkan di bawah ini.

Menimbang, bahwa Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Agama

Mataram berpendapat, bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan

menjadi harta bersama (vide : Pasal 35 Ayat (1) Undang-undang Nomor 1

Tahun 1974, sedangkan harta-harta sebagaimana tersebut pada angka 1, 2,3,4

dan 5 di atas diperoleh H. Sarafudin ketika masih terikat perkawinan yang

sah dengan 2 orang isterinya yaitu Hj. Nurjanah dan Sapiah alias

Hj. Nurhasanah sampai yang bersangkutan (H. Sarafudin) meninggal dunia

pada tahun 2012.

Menimbang, bahwa obyek sengketa tersebut di atas diperoleh/dibeli

sesudah H. Sarafudin menikah dengan Sapiah alias Hj. Nurhasanah dan

H. Sarafudin masih terikat perkawinan yang sah dengan isteri pertama

(Hj. Nurjanah), namun objek sengketa tersebut di atas oleh Majelis Hakim

Pengadilan Agama Mataram dengan berpedoman pada Pasal 94 Kompilasi

Hukum Islam hanya menisbatkan sebagai harta bersama H. Sarafudin dan

Hj. Nurjanah, hal demikian merugikan isteri yang dinikahi lebih

dulu/isteri pertama, oleh karena itu ketentuan pasal 94 Kompelasi Hukum

Islam tersebut menurut Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Agama Mataram

Page 14: fh.unram.ac.id · Web viewkedudukan harta bersama dalam perkawinan poligami menurut Kompilasi Hukum Islam yaitu harta bersama dalam perkawinan poligami tetap ada, tetapi dipisahkan

xiv

harus ditafsirkan sebagaimana ketentuan Buku II (Pedoman Pelaksanaan

Tugas dan Administrasi Peradilan Agama) halaman 136 yang diambil alih

sebagai pendapat Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Agama Mataram yang

menyebutkan bahwa harta yang diperoleh suami selama dalam ikatan

perkawinan dengan isteri pertama, merupakan harta bersama milik suami dan

isteri pertama, sedangkan harta yang diperoleh suami selama dalam ikatan

perkawinan dengan isteri kedua dan selama itu pula suami masih terikat

perkawinan dengan isteri pertama, maka harta tersebut merupakan harta

bersama milik suami, isteri pertama dan isteri ketiga (H. Sarafudin,

Hj. Nurjanah dan Sapiah alias Hj. Nurhasanah).

Menimbang, bahwa oleh karena isteri pertama H. Sarafudin

(Hj. Nurjanah) hanya sebagai ibu rumah tangga, sedang isteri ketiga bersama

suami sebagai pedagang beras dan biji-bijian yang sukses dan dari hasil/

keuntungan berdagang tersebut mampu membeli objek sengketa (harta

bersama) maka dipandang adil patut bagi Hj.Nurjanah mempunyai hak/bagian

dari obyek sengketa tersebut di atas, meskipun bagian yang menjadi hak

Hj. Nurjanah tidak sebesar yang diterima oleh H. Sarafudin (suami) maupun

yang diterima isteri ketiga (Sapiah alias Hj. Nurhasanah), oleh karena itu

dipandang adil dan patut sesuai dengan peran/andil masing-masing dalam

memperoleh objek sengketa/harta bersama tersebut, yaitu Hj. Nurhasanah

(isteri ketiga) memperoleh bagian sebesar 2/5 bagian atau 40 % dari harta

bersama, H. Sarafudin (suami) memperoleh bagian sebesar 2/5 bagian atau 40

Page 15: fh.unram.ac.id · Web viewkedudukan harta bersama dalam perkawinan poligami menurut Kompilasi Hukum Islam yaitu harta bersama dalam perkawinan poligami tetap ada, tetapi dipisahkan

xv

% dari harta bersama dan Hj. Nurjanah (isteri pertama) memperoleh bagian

sebesar 1/5 bagian atau 20 % dari harta bersama.

III. PENUTUP

1. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan secara sistematis,

maka dapat diambil kesimpulan bahwa kedudukan harta bersama dalam

perkawinan poligami menurut Undang-Undang Perkawinan yaitu harta benda

yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Harta bawaan dari

masing-masing suami dan istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing

sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing

sepanjang para pihak tidak menentukan lain, dan menyatakan bahwa

mengenai harta bersama, suami atau istri dapat bertindak atas persetujuan

kedua belah pihak. Mengenai harta bawaan masing-masing, suami dan istri

mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai

harta bendanya. Sedangkan kedudukan harta bersama dalam perkawinan

poligami menurut Kompilasi Hukum Islam yaitu harta bersama dalam

perkawinan poligami tetap ada, tetapi dipisahkan antara milik istri pertama,

kedua, dan seterusnya. Sehingga ditentukan Pemilikan harta bersama dari

perkawinan seorang suami yang mempunyai istri lebih dari seorang, dihitung

pada saat berlangsungnya akad perkawinan yang kedua, ketiga, atau yang

Page 16: fh.unram.ac.id · Web viewkedudukan harta bersama dalam perkawinan poligami menurut Kompilasi Hukum Islam yaitu harta bersama dalam perkawinan poligami tetap ada, tetapi dipisahkan

xvi

keempat. Sehingga dalam pembagiannya dipenuhi rasa keadilan. Mengenai

Yang menjadi pertimbangan Hakim dalam memutus perkara Nomor Kasus

Posisi Putusan Nomor 0475/Pdt.G/2014/PA.Mtr., Jo Putusan Nomor

0095/Pdt.G/2015/PTA.Mtr., adalah Pasal 35 Ayat (1) Undang-Undang

Perkawinan dan Pasal 96 Ayat (1) Kompilasi Hukum Islam Indonesia yang

telah menjadi hukum terapan yang berlaku bagi peradilan agama di Indonesia.

Pasal 35 ayat (1) Undang-undang Perkawinan menentukan bahwa harta benda

yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Sedangkan Pasal

96 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam menentukan apabila cerai mati maka

separuh harta adalah hak pasangan hidup yang lebih lama.

2. Saran

Saran dalam penelitian ini adalah agar menghindari terjadinya

sengketa harta dalam perkawinan, khususnya pada perkawinan poligami

disarankan akta nikah pasangan suami istri disertai dengan ketentuan harta

bersama dalam perjanjian perkawinan. Dan juga hendaknya dalam memutus

perkara tentang pembagian warisan, khususnya dalam perkawinan poligami

sebaiknya sesuai dengan Kompilasi Hukum Islam sebagai hukum terapan

yang dipakai dalam Peradilan Agama, yakni dengan membagi terlebih dulu

harta bersama dalam perkawinan dan membagi harta warisan sesuai dengan

porsi yang telah ditetapkan. Disarankan kepada Majelis Hakim dalam

memutuskan perkara, disamping menjadikan Kompilasi Hukum Islam

Page 17: fh.unram.ac.id · Web viewkedudukan harta bersama dalam perkawinan poligami menurut Kompilasi Hukum Islam yaitu harta bersama dalam perkawinan poligami tetap ada, tetapi dipisahkan

xvii

Indonesia sebagai dasar pertimbangan juga harus menjadikan hukum yang

hidup ditengah-tengah masyarakat sebagai dasar pertimbangan putusan

hakim.