fermentasi asam glutamat pada industri dan review singkat atas isu kesehatan terkait (1)

25
TEKNOLOGI FERMENTASI ( ITP 321) FERMENTASI ASAM GLUTAMAT PADA INDUSTRI DAN REVIEW SINGKAT ATAS ISU KESEHATAN TERKAIT Kelompok 13 Husnal Chairi H. F24110013 Nindya Atika I. F24110030 Nina Ivana F24110046 Muhamad U.S. Muksini F24110061 Andhika Prasetyo F24110074 Rena Christdianti F24110091 Winda Syafitri F24110107 Nabila Yusrina Nur A . F24110125 Desatmi F24135003

Upload: hilarious-cloth

Post on 26-Sep-2015

11 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

m

TRANSCRIPT

TEKNOLOGI FERMENTASI ( ITP 321)FERMENTASI ASAM GLUTAMAT PADA INDUSTRI DAN REVIEW SINGKAT ATAS ISU KESEHATAN TERKAIT

Kelompok 13Husnal Chairi H.F24110013Nindya Atika I.F24110030Nina IvanaF24110046Muhamad U.S. MuksiniF24110061Andhika PrasetyoF24110074Rena ChristdiantiF24110091Winda SyafitriF24110107Nabila Yusrina Nur A.F24110125DesatmiF24135003

Departemen Ilmu dan Teknologi PanganFakultas Teknologi PertanianInstitut Pertanian Bogor2013ABSTRAK

Asam glutamat merupakan kelompok asam amino non-essensial dan mempunyai peranan penting dalam kaitannya dengan kehidupan manusia: sebagai neurotransmitter eksitatori (menstimulasi) sel saraf di dalam sistem saraf pusat (SSP) manusia, mempunyai efek menguatkan rasa dalam bentuk L-glutamat bebas, serta keterkaitannya dengan isu-isu kesehatan terhadap konsumsi MSG. Permintaan asam glutamat global mengalami peningkatan yang dramatis sejak diidentifikasi keberadaannya oleh Ritthausen pada 1866 serta oleh Kikunae Ikeda pada 1908. Beberapa tahun mendatang diperkirakan produksi asam glutamat global akan mencapai US$ 10 milyar. Fermentasi asam glutamat pada PT.Palur Raya menggunakan Corynebacterium glutamicum sebagai mikroorganisme fermenter dengan sumber gula berasal dari molases dan juga beet molases yang diimpor dari Mesir. Faktor yang mempengaruhi fermentasi asam glutamat adalah suhu, pH, aliran udara, penambahan biotin dan juga penicillin, serta konsentrasi gula yang ditambahkan. Food and Drug Association (FDA), European Communitys Scientific Committee for Food, American Medical Associations Council on Scientific Affairs and National Academy of, dan Food Standards Australia New Zealand menyatakan bahwa MSG aman dikonsumsi.

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangAsam glutamat merupakan kelompok asam amino non-essensial dan mempunyai peranan penting dalam kaitannya dengan kehidupan manusia. Setidaknya terdapat tiga alasan utama yang mendasari urgensi asam glutamat untuk diangkat dalam tulisan ini. Tiga alasan tersebut antara lain terkait dengan pentingnya fungsi asam glutamat dan turunannya di dalam tubuh, fungsi strategis asam glutamat dalam meningkatkan citarasa, serta isu kesehatan yang terkait atau berusaha dikaitkan dengan konsumsi monosodium glutamat (MSG). Serta memandang dari tingginya permintaan asam glutamat global yang diperkirakan akan mencapai US$ 10 milyar, maka perlu juga untuk dibahas upaya industri untuk melakukan efisiensi produksi.Pada point urgensi yang pertama, asam glutamat mempunyai fungsi penting sebagai neurotransmitter eksitatori (menstimulasi) sel saraf di dalam sistem saraf pusat (SSP) manusia. Selain itu, asam glutamat juga membantu transport kalium ke dalam cairan spinal sehingga berperan menjaga berjalannya impuls di dalam saraf pusat (Misner 2003). Fakta ini kemudian membawa pada suatu konsekuensi penting, bahwa perlakuan asam glutamat dalam dosis yang tepat, dapat digunakan untuk menangani pasien yang mengalami gangguan pada SSP, misalnya pada pasien dengan gangguan mental, epilepsi, kecanduan alkohol, dan juga sindrom parkinson. Point kedua menunjukkan urgensi asam glutamat terkait dengan fungsinya untuk meningkatkan citarasa. Dalam bentuk bebasnya, dan tidak terikat pada asam amino lain di dalam protein, glutamat mempunyai efek menguatkan rasa (Yamaguchi dan Ninomiya 2000). Telah diketahui bahwa glutamat dalam bentuk L-glutamat dapat terikat pada reseptor protein-G pada sel papila lidah serta akan menghasilkan suatu sensasi rasa yang disebut umami (rasa dasar kelima). Sedangkan glutamat dalam bentuk D-glutamat diketahui tidak memberikan efek yang sama pada reseptor protein-G. Efek penguatan rasa ini menjadi penting karena terbukti efektif meningkatkan selera makan. Studi menunjukkan bahwa penambahan glutamat dalam level moderat pada makanan tertentu semisal sup jamur, dapat meningkatkan asupan makanan pada populasi orang tua, hal ini sekaligus berarti peningkatan asupan nutris penting semisal vitamin, protein, dan mineral yang ada pada makanan (Schiffman 1983). Kekurangan asupan makanan dalam jumlah yang besar dapat berakibat pada anorexia.Pada point ketiga, konsumsi asam glutamat banyak dikaitkan dengan isu Chinese Restaurant Syndrom dan atau sindroma-sindroma degeneratif neuron. Hal ini akan dibahas lebih lanjut dalam pembahasan tulisan ini. Dan mengingat pertumbuhan produksinya yang signifikan, maka pembahasan tentang teknologi fermentasi asam glutamat juga akan dibahas lebih mendalam di dalam pembahasan tulisan ini.

1.2 Rumusan Masalah a. Bagaimana kondisi teknologi fermentasi asam glutamat pada industri?b. Apa faktor yang akan mempengaruhi efisiensi fermentasi asam glutamat?c. Bagaimana asersi keamanan kesehatan terkait konsumsi MSG?

1.3 Tujuana. Mengetahui kondisi teknologi fermentasi asam glutamat pada industri.b. Mengetahui faktor-faktor yang akan mempengaruhi efisiensi fermentasi asam glutamat.c. Mengetahui asesrsi keamanan kesehatan terkait konsumsi MSG.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Asam GlutamatBeberapa orang ahli berpendapat bahwasanya defenisi dari Monosodium Glutamate atau Mononatrium Glutamate adalah garam asam glutamat yang berperan sebagai penghasil rasa umami (gurih) dengan formula HOO-CCH(NH2)-CH2CH2COONa yang dihasilkan dari hidrolisa protein nabati atau larutan dari limbah penggilingan gula tebu atau bit (Pramadi 2006). Asam glutamat terdiri dari 5 atom karbon dengan 2 gugus karboksil yang pada salah satu karbonnya berkaitan dengan NH2 yang menjadi ciri asam amino (Sukawan 2008).2.2 Sejarah Asam Glutamat Penemuan asam glutamat bermula pada abad ke-8 dengan diawali penggunaan rumput laut kering sebagai bahan dalam poses pembuatan sup di Jepang (Sugita 2002). Diketahui bahwa ganggang laut (Laminaria sp) yang digunakan sebagai bumbu penyedap (konbu) masakan di Jepang, merupakan substansi yang dapat mengaktifkan rasa (Sukawan 2008). Sejak tahun 1866, Ritthausen, yang merupakan seorang ahli kimia yang berasal dari Jerman, berhasil dalam penelitiannya mengisolasi asam glutamat. Baru pada 1908, seorang ilmuwan Jepang, Prof. Kikunae Ikeda menemukan bahwa asam glutamat adalah senyawa yang bertanggung jawab atas penguatan rasa pada konbu.2.3 Teknologi Fermentasi Asam GlutamatBeberapa tahapan yang dilakukan dalam proses fermentasi asam glutamat, yaitu :a. Pemilihan bahan bakuBahan baku yang digunakan untuk pembuatan MSG adalah tetes tebu, dextrose,dan raw sugar. Gula-gula yang dimanfaatkan bakteri sebagai substrat adalah fermentable sugar (sukrosa, fruktosa dan glukosa). Selain cane molasses, tepung tapioca yang merupakan pati dan raw sugar juga dapat digunakan untuk bahan baku fermentasi MSG (Kurihara 2009). b. Persiapan bakteri dan mediaPersiapan bakteri dan media dilakukan dengan laboratory seed culture, yaitu tahap pembuatan media dan pengembangan mikroba dalam skala laboratorium (Sano 2009).c. Fermentasi utama asam glutamat Pada skala industri main fermentor sebagai tangki fermentasi utama, merupakan tempat terjadinya fermentasi. Pada main fermentor, suhu operasi dijaga konstan 31,5-37 oC dan pH dijaga sekitar 7,7. Selain itu, dilakukan juga penambahan bahan pendukung, yaitu urea sebagai sumber karbon. Proses ini berlangsung selama holding time 28-30 jam disertai dengan pengadukan karena waktu fermentasinya lama maka perlu dilakukan penambahan media sebagai sumber makanan dari bakteri (Sano 2009). Pada akhir proses fermentasi ini akan dihasilkan Original Broth (OB) yang terdiri dari bangkai bakteri, lumpur, sisa media, kotoran dan asam glutamat yang akan diproses lebih lanjut pada Refinery I. Cairan hasil fermentasi ini telah mengandung asam glutamat 10% dan akan dilakukan pemekatan menjadi larutan OB dengan kandungan asam glutamat 31% dengan evaporasi menggunakan multy effect evaporator (evaporator dengan lebih dari dua heater) selama 1 jam dengan suhu 80 oC pada tekanan vakum (Sano 2009).Kemudian tahap selanjutnya akan tergantung pemanfaatan asam amino glutamat yang telah dihasilkan, misalnya produksi MSG, akan dilanjutkan dengan tahap kristalisasi dan netralisasi, serta pengeringan, pengayakan, dan pengemasan.2.4 Industri Asam Glutamat di IndonesiaSaat ini sekitar 640.000 ton MSG diproduksi setiap tahunnya di 14 negara di seluruh dunia (Sugita 2002). Menurut Belitz dan Grosch (2009) pada tahun 1978 konsumsi MSG mencapai 200.000 ton di seluruh dunia. Menurut data 1989, di Indonesia terdapat 9 pabrik MSG dengan estimasi produksi 16.375 ton per tahun (Ardyanto 2004). Indonesia merupakan konsumen kedua terbesar produk MSG setelah China, dan produsen MSG yang cukup besar.

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Bahan Baku Pembuatan Asam GlutamatBahan baku (sumber gula) yang digunakan pada industri fermentasi asam glutamat, umumnya, mengacu pada kondisi geografis tempat pemrosesan. Misalnya Amerika Serikat menggunakan sirup jagung, Asia Selatan menggunakan tapioka, serta molases pada Eropa dan Amerika Selatan. Hal yang menarik adalah pemanfaatan sumber gula pada industri glutamat China yang menggunakan jagung. China sebagai produsen jagnung terbesar di dunia memanfaatkan instrumen pengalihan ekspor jagung menjadi bahan baku dalam negeri untuk menjaga tingkat harga di petani serta mendorong industri dalam negeri yang efisien karena murahnya bahan baku.Contoh industri dalam negeri yang dibawa dalam tulisan ini adalah PT. Palur Raya. PT. Palur Raya menggunakan bahan baku berupa tetes tebu sebagai sumber energi/media pertumbuhan bakteri dalam proses fermentasi dan beet mollases yang berguna untuk meningkatkan rendemen MSG. Tetes tebu diperoleh dari pabrik-pabrik gula disekitar lokasi pabrik sedangkan beet molase diperoleh secara impor dari negara Mesir. Perbandingan penggunaan molase tebu dan molase beet adalah 200 ton beet untuk 5000 ton molase tebu. Kualitas bahan baku akan mempengaruhi kualitas MSG yang nantinya dihasilkan . Molase yang diterima PT. Palur Raya harus memenuhi standar yang ditetapkan yaitu :Kandungan UtamaKomposisi

Kadar Gula Total (TDS)Kadar CaBerat jenisBrixMinimal 55 %0,8-1,3 %1,4-1,6 kg/LMinimal 800

Tabel. 1 Spesifikasi tetes tebu sebagai bahan baku MSGSementara itu, ditambahkan pula beberapa bahan pendukung sebagai berikut :a. HPO sebagai sumber pospat untuk pertumbuhan mikrobab. HSO untuk menurunkan kadar Ca2 yang terkandung dalam tetes tebuc. Urea dan amoniak cair sebagai sumber nitrogen bagi pertumbuhan mikrobad. Defoamer untuk menghilangkan busa/gelembung selama proses fermentasi berlangsunge. Penicillin untuk mengontrol pertumbuhan bakteri dan memudahkan pemanenan asam glutamat menjadi produk akhir dalam proses fermentasi.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fermentasi Asam Glutamata. Baik pada proses pembiakan maupun fermentasi, temperatur proses harus terjaga kurang lebih 30-350C (optimum 340C) karena proses metabolisme yang berlangsung bersifat eksoterm. pH dikontrol antara 7-8 dengan cara menambahnkan NH3. Penurunan pH diakibatkan oleh produksi asam glutamat oleh bakteri. b. fermentasi asam glutamat merupakan fermentasi aerobik, oleh karena itu pengaliran udara (sebagai suplai oksigen) dan aerasi harus cukup agar tidak terbentuk asam laktat (bila kekurangan oksigen)c. kadar gula selama proses fermentasi akan semakin berkurang karena diubah oleh bakteri menjadi asam glutamat, maka penambahan tetes feeding penting dilakukan saat fermentasi berlangsung.d. Efek biotin, kadar yang digunakan 10-20 mg/L. biotin berperan penting dalam akumulasi asam glutamat dalam jumlah yang besare. Efek Penicillin, untuk seleksi mikroba dan mengakumulasi asam glutamat pada saat fase pertumbuhan, serta memudahkan glutamat untuk dipanen karena glutamat terekstraksi keluar sel.3.3 Fermentasi Asam Glutamat di IndustriWalaupun detail dari produksi MSG cenderung berbeda pada tiap-tiap perusahaan, namun secara umum telah diketahui proses efektif untuk skala industrinya. Proses produksi, biasanya dijalankan dengan tipe proses fed-batch dimana gula ditambahkan pada saat proses fermentasi berlangsung. Alasan utamanya menggunakan proses fed-batch dibanding dengan proses batch, dimana semua komponen tersedia pada saat awal proses, adalah dengan penggunaan proses batch dibutuhkan konsentrasi gula yang lebih tinggi. Konsentrasi gula yang tinggi dapat memicu terjadinya oksidasi tidak sempurna dari gula itu sendiri menjadi laktat ataupun asam asetat yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme sehingga menurunkan yields.Proses pembuatan MSG di PT. Palur Raya menggunakan metode fermentasi asam glutamat, pada dasarnya proses produksi MSG di PT Palur Raya dapat dikelompokkan dalam 3 bagian unit produksi yaitu unit fermentasi, unit isolasi, dan unit refining. Proses fermentasi dilakukan dalam fermentor secara fed batch. Proses fermentasi asam glutamat dilakukan dengan bantuan bakteri penghasil asam glutamat. Fermentasi asam glutamat (GA) menggunakan bakteri Micrococcus glutamicus atau yang sekarang disebut Corynebacterium glutamicus. Bakteri ini termasuk ke dalam gram positif, tidak membentuk spora, non-motil, serta memerlukan biotin untuk tumbuh. Bakteri akan mengonversi glukosa dan memetabolismenya menjadi asam glutamat. Pembentukan asam glutamat akan menyebabkan terjadi penurunan kadar gula dan pH. Proses fermentasi selesai setelah 32 jam dan cairan hasil fermentasi disebut Thin Broth yang kemudian mengalami proses pemisahan antara asam glutamat dengan mother liquornya yang disebut tahap isolasi. Proses unit isolasi dilakukan pemekatan Thin Broth menggunakan evaporator dan hasil pemekatannya disebut Concentate Broth ditambah hydrogen source untuk menurunkan pH hingga 3,2 dan membentuk kristal yang berwarna coklat bening dan siap melewati unit refining. Proses refining untuk menjernihkan warna sirup MSG cair dengan menggunakan karbon aktif. Proses berikutnya dengan pengeringan untuk mendapatkan kristal MSG yang putih, kering dan sesuai dengan bentuk yang dikehendaki. Pada makalah ini hanya akan dibahas mengenai proses fermentasi asam glutamat pada perusahaan tersebut. Proses fermentasi asam glutamat berlangsung dalam 3 tahap, yakni :a. Mollases TreatmentTahap ini berguna untuk mengurangi kadar Ca dalam bahan baku dengan menambahkan HSO dan koagulan yang mengendapkan Ca menjadi CaSO. Kadar Ca yang tinggi dapat menyebabkan MSG yang dihasilkan menjadi berwarna keruh sehingga kualitasnya menurun, maka dari itu tahap ini perlu dilakukan. Jumlah asam sulfat yang digunakan tergantung dengan kadar Ca dalam tetes tebu, semakin banyak kadar Ca yang terkandung maka semakin banyak asam sulfat yang ditambahkan.Pada proses treatment, air dan asam sulfat ditambahkan terlebih dahulu. Hal ini dilakukan untuk mencegah terbentuknya kerak yang berlebihan di dalam tangki dan meningkatkan efektifitas pencampuran asam sulfat dengan tetes. Proses ini dipercepat dengan bantuan steam (500), adanya steam akan meningkatkan reaksi antara ion kalsium dengan asam sulfat pekat. Penambahan koagulan (aronfis) bertujuan untuk mengendapkan partikel-partikel yang tidak dapat diendapkan oleh asam sulfat pekat. Endapan yang dihasilkan kemudian dialirkan ke tahap pemisahan sehingga dihasilkan tetes yang bersih. Tahap pemisahan yang pertama adalah thickener. Thickener bekerja dengan memanfaatkan gaya grafitasi, partikel yang besar cenderung akan tertarik ke bawah sedangkan cairan tetes yang bersih akan berada di atas. Tahap pemisahan selanjutnya adalah brush stainer yang berfungsi memisahkan tetes dari kotoran yang berukuran kecil. Saringan yang berada di seluruh permukaan dinding brush stainer akan menyebabkan tetes bersih meresap melewati saringan sedangkan partikel pengotor akan tertinggal di saringan. Alat ini dilengkapi dengan agitator yang berfungsi untuk meratakan tetes dan juga sikat yang berfungsi untuk membersihkan kotoran yang menempel pada saringan. Tahap pemisahan selanjutnya menggunakan sand cyclone yang berfungsi memisahkan tetes dari pasir. Tahap ini memanfaatkan gaya sentrifugal dengan menggunakan tekanan sebesar 2 bar. Gaya sentrifugal menyebabkan partikel pasir terlempar ke dinding alat sedangkan tetes bersih akan naik ke atas. Tahap pemisahan yang terakhir adalah dengan menggunakan westfalia separator. Tahap ini juga memanfaatkan gaya sentrifugal hanya saja gaya nya diperbesar dengan plate-plate yang berbentuk sirip ikan. Tetes bersih memiliki tingkat keasaman 4-4,5 akibat penambahan asam sulfat pada mollases treatment. Endapan dari setiap tahap pemisahan ditreatment kembali dengan ditambahkan air dan asam sulfat pekat. Campuran tersebut kemudian dipisahkan dengan menggunakan SDC (super de canter) yang bekerja secara sentrifugal dengan bantuan ulir berputar. Ulir akan memisahkan endapan dengan air PPT / precipitate (cairan yang masih mengandung tetes), air PPT ini dapat digunakan lagi pada proses awal treatment sedangkan endapannya akan dibuang sebagai limbah.b. Proses SeedingTahap ini merupakan proses pembiakan bakteri sebelum masuk ke dalam fermentor. Hal ini dilakukan agar bakteri dapat beradaptasi di dalam media seeding (starting) sebelum fermentasi dilakukan. Media seeding mengandung air, garam, molase, serta HPO. Proses seeding berlangsung dalam beberapa tahap, yaitu sterilisasi tangki dan main filter, sterilisasi dan pengisian media, proses pemasukan bakteri ke dalam media, serta pencucian tangki. Proses sterilisasi yang dilakukan bertujuan untuk memusnahkan mikroorganisme yang terdapat pada alat-alat tersebut sehingga fermentasi dapat dikendalikan dan hasilnya sesuai dengan harapan.Selama proses seeding, diperlukan pengaturan udara karena bakteri yang dibiakkan bersifat aerob. Selain itu pengaturan suhu juga penting dilakukan karena aktivitas bakteri selama proses bersifat eksoterm (menghasilkan kalor). Oleh sebab itu suhu selama proses harus dijaga tetap 34C dengan cara mengalirkan air dingin. Adanya peningkatan kecepatan aliran air pendingin menunjukkan adanya peningkatan pertumbuhan bakteri.Selain itu adanya pertumbuhan bakteri juga ditandai dengan peningkatan kecepatan aliran amoniak yang diakibatkan oleh aktivitas bakteri yang menghasilkan asam glutamat sehingga terjadi penurunan pH. Oleh karena itu pada saat proses seeding berlangsung NH3 perlu ditambahkan agar pH tetap stabil. Apabila proses seeding telah selesai maka diperoleh cairan seeding yang mengandung banyak bakteri penghasil asam glutamat. Selanjutnya cairan tersebut harus dipindahkan ke fermentor untuk proses fermentasi. Pengaliran cairan seeding ke fermentor harus terjaga dari kontaminasi, oleh karena itu pipa dari seeding ke fermentor harus di sterilisasi terlebih dahulu dengan uap panas selama 15 menit. Setelah itu barulah cairan seeding dialirkan menuju fermentor.c. FermentasiProses fermentasi dilakukan di dalam fermentor secara fed batch. Kapasitas proses fermentasi ini adalah tetes sebanyak 22,5 ton dengan pH sebesar 4,6 dan brix 16. Bahan-bahan lain yang ditambahkan untuk proses fermentasi adalah 1 kg MgSO4; 0.5 kg FeSO4; 0.5 kg mono potasium phospat dan 0.5 kg asam sitrat. Perlu juga ditambahkan NH3 untuk meningkatkan pH menjadi 7,4.Penambahan udara ke dalam fermentor sebelum media masuk dimaksudkan untuk mencegah tekanan vakum di dalam tangki yang memungkinkan terjadinya kontaminasi. Setelah media masuk ke dalam tangki atur pH sampai 7,4 dan atur suhu jangan sampai diatas 340 C. Setelah kondisi memenuhi syarat, bakteri dari seeding masuk. Selama fermentasi ditambahkan aliran udara bervolume 20 m3 /menit kemudian akan naik perlahan untuk memacu pertumbuhan bakteri. Untuk bisa memproduksi asam glutamat diperlukan udara sebesar 60-70 m3 /menit . Bakteri akan mengonversi glukosa untuk tumbuh dan mengubahnya menjadi asam glutamat sehingga kadar gula dan pH turun. Bila kadar gula dibawah 9% maka perlu penambahan tetes dari tangki feeding dan bila pH turun dapat ditambah dengan NH3. Setelah proses fermentasi selama 28-30 jam, asam glutamat yang terbentuk 6-8% (Thin broth) dengan kadar gula 2,5-3% (Wulansari 2005).Feeding adalah tetes yang ditambahkan ke dalam fermentor, berfungsi untuk menambah senyawa karbon (gula) yang merupakan substrat fermentasi. Molase mangandung biotin yang berfungsi sebagai vitamin untuk pertumbuhan bakteri. Biotin menyebabkan terbentuknya lapisan lemak pada bakteri sehingga asam glutamat yang dihasilkan hanya dalam jumlah sedikit. Penambahan Penicillin pada saat fase log bakteri dapat memecah lapisan lemak sehingga asam glutamat dapat dikeluarkan dalam jumlah banyak. Penicillin juga berfungsi sebagai penghambat pertumbuhan bakteri jika jumlahnya terlalu banyak. 3.4 Asersi kesehatan atas konsumsi MSGPada 1958, U.S. Food and Drug Administration (FDA) menyatakan bahwa MSG termasuk generally recognized as save (GRAS), sebagaimana garam, cuka, ataupun baking soda. Pada tahun 1991, European Communitys Scientific Committee for Food mengkonfirmasi keamanan atas MSG. Serta berdasarkan data ilmiah yang diperoleh, maka organisasi tersebut juga menyatakan bahwa Acceptable Daily Intake (ADI) tidak lagi dibutuhkan. American Medical Associations Council on Scientific Affairs and National Academy of Science menyatakan bahwa MSG aman untuk dikonsumsi. Serta mengacu pada Technical Report Series No. 20 yang dipublikasikan oleh Food Standards Australia New Zealand (2003), bahwa MSG aman untuk dikonsumsi. Technical Report Series No. 20 ini juga memberikan uraian bantahan atas publikasi yang menyatakan bahwa MSG tidak aman dikonsumsi, yang antara lain meliputi bantahan terhadap publikasi oleh Allen et al 1987, Moneret-Vautrin 1987, serta Hodge et al 1996 yang menyatakan adanya keterkaitan MSG dengan astma. Kritik terhadap publikasi tersebut meliputi penggunaan protokol single blind dan bukan double blind, kurangnya sampel yang digunakan, ataupun penggunaan metode yang masih lemah dan dipertanyakan. Publikasi yang menyatakan bahwa MSG dapat mendestruksi sel neuron juga dipertanyakan karena besaran dosis yang digunakan yang terlalu besar dalam relevansi konsumsi MSG manusia. Selain itu, penyuntikan MSG pada animal model pada percobaan tertentu juga masih dipertanyakan atas efek MSG tersebut karena asupan MSG yang diujicobakan adalah bentuk MSG yang tidak berinteraksi dengan makanan, dampaknya apabila dikonsumsi bersama-sama dengan makanan masih sangat dipertanyakan. Jinap dan Hajeb (2010) menyatakan bahwa tidak terdapat bukti yang konsisten untuk menyatakan bahwa MSG bertanggung jawab terhadap timbulnya Chinese Restaurant Syndrom (CNS).

BAB IV PENUTUP

4.1 SimpulanProses fermentasi asam glutamat yang saat ini dilakukan di industri, dalam hal ini PT. Palur Raya, adalah tipe proses fed-batch. Hal ini didasari atas efisiennya proses ini terkait penggunaan sumber gula yang lebih sedikit apabila dibandingkan dengan proses batch. Sumber gula yang dapat digunakan, umumnya, mengacu pada kondisi geografis tempat pemrosesan. PT. Palur menggunakan bahan baku molases dan juga beet molases yang diimpor dari Mesir. Bakteri yang digunakan dalam proses fermentasi ini adalah Corynebacterium glutamicus. Proses fermentasi dibagi dalam tiga tahap yaitu mollases treatment, seeding, dan fermentasi. Selama proses tersebut berlangsung, pengendalian aliran udara, suhu (34oC), pH (7-8), kadar gula, biotin, dan penambahan penicilin penting dilakukan agar bakteri dapat tumbuh dengan baik dan asam glutamat yang diproduksi dapat maksimal. FDA, European Communitys Scientific Committee for Food, American Medical Associations Council on Scientific Affairs and National Academy of, dan Food Standards Australia New Zealand menyatakan bahwa MSG aman dikonsumsi.4.2 SaranSaat ini PT. Palur Raya masih menggunakan beet molasses yang diimpor dari Mesir sebagai bahan baku untuk meningkatkan rendemen MSG yang dicampurkan dengan tetes tebu. Disarankan untuk kedepannya PT. Palur Raya tidak lagi mengimpor beet molasses melainkan dapat menggantinya dengan sumber daya lokal yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

Andamari Wulan. 2004. Mempelajari Proses Produksi Monosodium Glutamat (MSG) Di PT. Palur Raya, Surakarta. Laporan Praktek Lapang. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.Ardyanto T.D.2004.MSG dan kesehatan : sejarah, efek dan kontroversinya. Jurnal. Inovasi .vol.1 (XVI) : 52-56.FSANZ. 2003. Monosodium Glutamate : A Safety Assessment, Technical Report Series No. 10. Food Standards Australia New Zealand.Hui Y H. 1992. Encyclopedia of Food Science and Technology. New York : John Wiley and Sons, Inc.Jinap S dan J Hajeb. 2010. Glutamate. Its applications in food and contribution to health. Jurnal. Appetite. 55 (2010): 1-10.Pramadi D. Desember 2006. Flavor Enhancer dalam Produk Pangan. Food Review: 29-32. Sano C. 2009. History of glutamate production. Jurnal. The American Journal of Clinical Nutrition.90 (suppl):728S32S.Schiffman S.S. 1983. Taste and smell in disease. N.Engl. J.Med. 308:1275-1279.Sugita Y. 2002. Flavor Enhancers. Di dalam: Branen A, Davidson P, Salminen S, Thorgate J, editor. Food Additives. New York: Marcel Dekker, IncSukawan U. 2008. Efek toksik Monosodium Glutamat (MSG) pada binatang percobaan.Jurnal. Sutisning ( Jan 2008): 306-314. Wulansari Any. 2005. Proses Fermentasi Asam Glutamat di PT. Palur Raya. Laporan Praktek Lapang. Fakultas Teknologi Pertanian: Universitas Katolik SoegijapranataYamaguchi K. dan Ninomiya K. 2000. Umami and food palatability. J.Nutr. 130:921S-926S.