farmakognosi ii

41
Farmakognosi II Oleh: Baharuddin J.E.A Togatorop

Upload: baharuddin-edy-arfany-togatorop

Post on 26-Oct-2015

1.673 views

Category:

Documents


63 download

DESCRIPTION

pertemuan 1.2 dan 3

TRANSCRIPT

Page 1: Farmakognosi II

Farmakognosi II

Oleh:Baharuddin J.E.A Togatorop

Page 2: Farmakognosi II

Farmakognosi

Pengertian• Farmakognosi merupakan salah satu ilmu yang

mempelajari tentang bagian-bagian tanaman atau hewan yang dapat digunakan sebagai obat alami yang telah melewati berbagai macam uji seperti uji farmakodinamik, uji toksikologi dan uji biofarmasetika (WikipediA)

• Pharmakon yang berarti obat dan gnosis yang berarti ilmu atau pengetahuan, jadi Farmakognosi adalah pengetahuan secara serentak berbagai macam cabang ilmu pengetahuan untuk memperoleh segala segi yang perlu diketahui tentang obat (Fluckiger).

Page 3: Farmakognosi II

OBAT TRADISIONAL

Pengertian• UU RI NO. 36 THN 2009 TENTANG KESEHATAN

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.

• PERMENKES RI. NO 007 THN 2012 TENTANG REGISTRASI OBAT TRADISIONALObat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.

Page 4: Farmakognosi II

• PERMENKE RI. NO. 006 THN 2012 TENTANG INDUSTRI DAN USAHA OBAT TRADISIONAL Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.

• Sesuai Pasal 1 Peraturan Kepala Badan POM No. HK.00.05.4.1384 Tahun 2005 tentang Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka, ditetapkan bahwa :Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman

Page 5: Farmakognosi II

Pengembangan Obat TradisionalTujuan pembanguna dibidang kesehatan

Meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat serta memeiliki akses terhadap pelayanan

kesehatan yang bermutu, adail dan merata

Melalui KepMemKes RI. No. 131/Menkes/SK/I/2004 lahir SKN

KepMenKes RI. No. 381/Menkes/SK/III/2007 tetang Kebijakan Obat Tradisional

Pegembangan dan peningkatan obat tradisional ditujukan agar diperoleh obat tradisional yang bermutu tinggi, aman, memiliki

khasiat nyata yang teruji secara ilmiah dan dimanpaatkan secara luas baik untuk pengubatan sendiri oleh masyarakat maupun

digunakan dalam pelayanan kesehatan formal

Page 6: Farmakognosi II

ILMU GALENICA

Sumber Foto http://akademifarmasiarjuna.blogspot.com/p/tokoh-farmasi-dunia.html

A. Pengertian• Istilah galenika di ambil dari nama seorang

tabib Yunani yaitu Claudius Galenos (GALEN).

• Ilmu Galenika adalah : Ilmu yang mempelajari tentang pembuatan sediaan (preparat) obat dengan cara sederhana dan dibuat dari alam (tumbuhan dan hewan).

• Dokter dan ahli farmasi bangsa yunani yang memperoleh kewarga negaraan romawi.

• Mengarang 500 buku kedokteran.

• Dia memulai pembuatan obat dari tumbuh-tumbuhan dengan mencampur atau melebur masing-masing bahan, sehingga sekarang ini dikenal ilmu “Farmasi Galenik”.

Page 7: Farmakognosi II

1. Pembuatan sediaan galenik secara umum dan singkat sebagai berikut:

1. Bagian tumbuhan yang mengandung obat diolah menjadi simplisia atau bahan obat nabati.

2. Dari simplisia tersebut obat-obat (bahan obat) yang terdapat di dalamnya diambil dan diolah dalam bentuk sediaan/preparat.

2. Tujuan dibuatnya sediaan galenik:a. untuk memisahkan obat-obat yang terkandung dalam

simplisia dari bagian lain yang dianggap tidak bermanfaat.

b. membuat suatu sediaan yang sederhana dan mudah dipakai

c. agar obat yang terkandung dalam sediaan tersebut stabil dalam penyimpanan yang lama.

Page 8: Farmakognosi II

3. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan sediaan galenik

1. Derajat kehalusan a. Derajat kehalusan ini harus disesuaikan dengan mudah atau tidaknya obat yang terkandung tersebut di sari. b. Semakin sukar di sari, simplisia harus dibuat semakin halus, dan sebaliknya.

2. Konsentrasi/kepekatanBeberapa obat yang terkandung atau aktif dalam sediaan tersebut harus jelas konsentrasinya agar kita tidak mengalami kesulitan dalam pembuatan.

3. Suhu dan lamanya waktuHarus disesuaikan dengan sifat obat, mudah menguap atau tidak, mudah tersari atau tidak.

4. Bahan penyari dan cara penyariCara ini harus disesuaikan dengan sifat kelarutan obat dan daya serap bahan penyari ke dalam simplisia.

Page 9: Farmakognosi II

B. Penarikan (Extractio/Extraction)

• Extractio adalah cara menarik satu atau lebih zat-zat dari bahan asal yang umumnya zat berkhasiat tersebut tertarik dalam keadaan (khasiatnya) tidak berubah.

• Istilah extractio hanya dipergunakan untuk penarikan zat-zat dari bahan asal dengan menggunakan cairan penarik/pelarut.

• Cairan penarik yang dipergunakan disebut menstrum, ampasnya disebut marc atau faeces. Cairan yang dipisahkan disebut Macerate Liquid, Colatura, Solution, Perkolat.

Page 10: Farmakognosi II

• Umumnya extractio dikerjakan untuk simplisia yang mengandung zat berkhasiat atau zat-zat lain untuk keperluan tertentu.

• Zat-zat berkhasiat tersebut antara lain alkaloida, glukosida, damar, olea, resina, minyak atsiri, lemak. Disamping itu terdapat juga jenis-jenis gula, zat pati, zat lendir, albumin, protein, pectin, selulosa yang pada umumnya mempunyai daya larut dalam cairan pelarut tertentu dimana sifat-sifat kelarutan ini dimanfaatkan dalam extractio.

• Suhu penarikan juga sangat mempengaruhi hasil penarikan, suhu penarikan untuk:a. Maserasi : 15 – 25 0Cb. Digerasi : 35 – 45 0Cc. Infundasi : 90 – 98 0Cd. Memasak : suhu mendidih

Page 11: Farmakognosi II

• Simplisia yang dipergunakan umumnya sudah dikeringkan, kadang-kadang juga yang segar.

• Disamping itu simplisia tersebut ditentukan derajat halusnya untuk memperbesar atau memperluas permukaannya, sehingga menyebabkan proses difusi dari zat-zat berkhasiat lebih cepat dari pada melalui dinding-dinding sel yang utuh (proses osmose).

Tujuan utama extractio1. untuk mendapatkan zat-zat berkhasiat sebanyak

mungkin dari zat-zat yang tidak berfaedah, sehingga Tujuan pengobatannya terjamin.

2. supaya lebih mudah digunakan dari pada simplisia asal. 3. Penyimpanan lebih mudah.

Page 12: Farmakognosi II

Cara menghilangkan isi simplisia yang tidak berguna:1. Dengan memakai bahan pelarut yang tepat dimana bahan

berkhasiatnya mudah larut, sedangkanyang tidak berguna sedikit atau tidak larut dalam cairan penyari tersebut.

2. Dengan menarik/merendam pada suhu tertentu dimana bahan berkhasiat terbanyak larutnya. 

3. Dengan menggunakan jarak waktu menarik yang tertentu dimana bahan berkhasiat dari sipmlisia lebih banyak larutnya, sedangkan bahan yang tidak berguna sedikit atau tidak larut.

4. Dengan memurnikan/membersihkan memakai cara-cara tertentu baik secara ilmu alam maupun ilmu kimia.

kesimpulan dalam extractio ini adalah memilih salah satu cara penarikan yang tepat dengan cairan yang pantas dan memisahkan ampas dengan hasil penarikan yang akan menghasilkan sebuah preparat galenik yang dikehendaki.

Page 13: Farmakognosi II

C. Cairan - Cairan Penarik

Menentukan cairan penarik apa yang akan digunakan harus diperhitungkan betul-betul dengan memperhatikan beberapa faktor, antara lain:

1. Kelarutan zat-zat dalam menstrum2. Tidak menyebabkan nantinya zat-zat berkhasiat

tersebut rusak atau akibat-akibat yang tidak dikehendaki (perubahan warna, pengendapan, hidrolisa)

3. Harga yang murah4. Jenis preparat yang akan dibuat

Page 14: Farmakognosi II

Macam – macam cairan penyari

1. Air• Termasuk yang mudah dan murah dengan pemakaian yang

luas, pada suhu kamar adalah pelarut yang baik untuk bermacam-macam zat misalnya: garam-garam alkaloida, glikosida, asam tumbuh-tumbuhan, zat warna dan garam-garam mineral.

• Umumnya kenaikan suhu dapat menaikkan kelarutan dengan pengecualian misalnya pada condurangin, Ca hidrat, garam glauber dll.

• Keburukan dari air adalah banyak jenis zat-zat yang tertarik dimana zat-zat tersebut merupakan makanan yang baik untuk jamur atau bakteri.

Page 15: Farmakognosi II

2. Etanol • Etanol hanya dapat melarutkan zat-zat tertentu, Umumnya pelarut

yang baik untuk alkaloida, glikosida, damar-damar, minyak atsiri tetapi bukan untuk jenis-jenis gom, gula dan albumin.

• Etanol juga menyebabkan enzym-enzym tidak bekerja termasuk peragian dan menghalangi perutumbuhan jamur dan kebanyakan bakteri.

• Disamping sebagai cairan penyari juga berguna sebagai pengawet.• Campuran air-etanol (hidroalkoholic menstrum) lebih baik dari pada

air sendiri.

3. Gycerinum (Gliserin)• Terutama dipergunakan sebagai cairan penambah pada cairan

menstrum untuk penarikan simplisia yang mengandung zat samak. • Gliserin adalah pelarut yang baik untuk tanin-tanin dan hasil-hasil

oksidanya, jenis-jenis gom dan albumin juga larut dalam gliserin. • Karena cairan ini tidak atsiri, tidak sesuai untuk pembuatan ekstrak-

ekstrak kering.

Page 16: Farmakognosi II

4. Eter• Sangat mudah menguap sehingga cairan ini kurang

tepat untuk pembuatan sediaan untuk obat dalam atau sediaan yang nantinya disimpan lama.

5. Solvent Hexane• Cairan ini adalah salah satu hasil dari penyulingan

minyak tanah kasar. • Pelarut yang baik untuk lemak-lemak dan minyak-

minyak. • Biasanya dipergunakan untuk menghilangkan lemak

dari simplisia yang mengandung lemak-lemak yang tidak diperlukan, sebelum simplisia tersebut dibuat sediaan galenik, misalnya strychni, secale cornutum.

Page 17: Farmakognosi II

6. Acetonum• Tidak dipergunakan untuk sediaan galenik obat

dalam, • pelarut yang baik untuk bermacam-macam lemak,

minyak atsiri, damar. • Baunya kurang enak dan sukar hilang dari sediaan. • Dipakai misalnya pada pembuatan Capsicum

oleoresin (F.N)

7. Chloroform• Tidak dipergunakan untuk sediaan dalam, karena

efek farmakologinya. • Bahan pelarut yang baik untuk basa alkaloida,

damar, minyak lemak dan minyak atsiri.

Page 18: Farmakognosi II

D. Bentuk-bentuk sediaan galenikI. Hasil Penarikan:

a. TincturaTingtur adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara maserasi atau perkolasi simplisia dalam pelarut yang tertera pada masingmasing monografi. Kecuali dinyatakan lain, tingtur dibuat menggunakan 20% zat khasiat dan 10% untuk zat khasiat keras.

b. ExtractaEkstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan penyari simplisia menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung. Ekstrak kering harus mudah digerus menjadi serbuk.

Page 19: Farmakognosi II

1. MaserasiPembuatan:

Kecuali dinyatakan lain, lakukan sebagai berikut:Masukkan 10 bagian simplisia atau campuran simplisia dengan derajat halus yang cocok kedalam sebuah bejana, tuangi dengan 75 bagian cairan penyari, tutup, biarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sering diaduk, serkai, peras, cuci ampas dengan cairan penyari secukupnya hingga diperoleh 100 bagian. Pindahkan kedalam bejana tertutup, biarkan ditempat sejuk, terlindung dari cahaya selama 2 hari. Enap tuangkan atau saring (badan POM, Acuan Sediaan Herbal Volume Kelima 2010)

Page 20: Farmakognosi II

2. Perkolasi:Kecuali dinyatakan lain, lakukan sebagai berikut:

• Basahi 10 bagian simplisia atau campuran simplisia dengan derajat halus yang cocok dengan 2,5 bagian sampai 5 bagian penyari, masukkan ke dalam bejana tertutup sekurang-kurangnya selama 3 jam. Pindahkan massa sedikit demi sedikit kedalam perkolator sambil tiap kali ditekan hati-hati, tuangi dengan cairan penyari secukupnya sampai cairan mulai menetes dan diatas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari, tutup perkolator, biarkan selama 24 jam. Biarkan cairan menetes dengan kecepatan 1 ml per menit, tambahkan berulang-ulang cairan penyari secukupnya sehingga selalu terdapat selapis cairan diatas simplisia, hingga diperoleh 80 bagian perkolat. Peras massa, campurkan cairan perasan kedalam perkolat, tambahkan cairan penyari secukupnya sehingga diperoleh 100 bagian. Pindahkan kedalam sebuah bejana, tutup, biarkan selama 2 hari ditempat sejuk, terlindung dari cahaya. Enap tuangkan atau saring.

• Jika dalam monografi tertera penetapan kadar, setelah diperoleh 80 bagian perkolat, tetapkan kadarnya. Atur kadar hingga memenuhi syarat, jika perlu encerkan dengan penyari secukupnya.

Page 21: Farmakognosi II

c. Infus infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada suhu 90 derajat Celsus selama 15 menit. Pembuatan infus merupakan cara yang paling sederhana untuk membuat sediaan herbal dari bahan lunak seperti daun dan bunga. Dapat diminum panas atau dingin. Sediaan herbal yang mengandung minyak atsiri akan berkurang khasiatnya apabila tidak menggunakan penutup pada pembuatan infus.

Pembuatan:Campur simplisia dengan derajat halus yang sesuai dalam panci dengan air secukupnya, panaskan di atas tangas air selama 15 menit terhitung mulai suhu mencapai 90 derajat Celsus sambil sekali-sekali diaduk-aduk. Serkai selagi panas melalui kain flanel, tambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume infus yang dikehendaki. Infus simplisia yang mengandung minyak atsiri diserkai setelah dingin. Infus simplisia yang mengandung lendir tidak boleh diperas. Infus simplisia yang mengandung glikosida antarkinon, ditambah larutan natrium karbonat P 10% dari bobot simplisia.

Kecuali dinyatakan lain dan kecuali untuk simplisia yang tertera dibawah, infus yang mengandung bukan bahan berkhasiat keras, dibuat dengan menggunakan 10% simplisia.

Page 22: Farmakognosi II

Hal-hal yang harus diperhatikan untuk membuat sediaan infus:

1. Jumlah simplisia• Kecuali dinyatakan lain, infus yang mengandung bukan bahan

berkhasiat keras di buat dengan menggunakan 10 % simplisia.• Kecuali untuk simplisia seperti yang tertera di bawah ini, untuk

membuat 100 bagian infus, digunakan sejumlah simplisia seperti tersebut di bawah ini :

• Kulit kina 6 bagian• Daun digitalis 0,5 bagian• Akar ipeka 0,5 bagian• Daun kumis kucing 0,5 bagian• Sekale kornutum 3 bagian• Daun sena 4 bagian• Temulawak 4 bagian

Page 23: Farmakognosi II

2. Derajat Halus SimplisiaYang digunakan untuk infus harus mempunyai deajat halus sebagai berikut:

3. Banyaknya Air EkstraUmumnya untuk membuat sediaan infus diperlukan penambahan air sebanyak 2 kali berat simplisia. Air ekstra ini perlu karena simplisia yang kita gunakan pada umumnya dalam keadaan kering.

Serbuk (5/8) Akar manis, daun kumis kucing, daun sirih, daun sena

Serbuk (8/10) Dringo, kelembakSerbuk (10/22) Laos, akar valerian, temulawak, jaheSerbuk (22/60) Kulit kina, akar ipeka, sekale

kornutumSerbuk (85/120 Daun digitalis

Page 24: Farmakognosi II

4. Cara Menyerkai• Pada umumnya infus di serkai selagi panas, kecuali infus simplisia yang

mengandung minyak atsiri, diserkai setelah dingin. • Infus daun sena, infus asam jawa dan infus simplisia lain yang

mengandung lendir tidak boleh diperas.• infus daun sena harus diserkai setelah dingin karena infus daun sena

mengandung zat yang dapat menyebabkan sakit perut yang larut dalam air panas, tetapi tidak larut dalam air dingin.

• Untuk asam jawa sebelum dibuat infus di buang bijinya dan diremas dengan air hingga massa seperti bubur.

• Untuk buah adas manis dan buah adas harus dipecah dahulu.• Bila sediaan tidak disebutkan derajat kehalusannya, hendaknya diambil

derajat kehalusan suatu bahan dasar yang keketalannya sama/sediaan galenik dengan bahan yang sama.

5. Penambahan Bahan-Bahan Lain• Pada pembuatan infus kulit kina ditambahkan asam sitrat 10% dari

bobot bahan berkhasiat.• Pada pembuatan infus simplisia yang mengandung glikosida antrakinon,

ditambahkan Natrium karbonat 10% dari bobot simplisia.

Page 25: Farmakognosi II

4. Dekokta (Dekok)Dekok adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi sediaan herbal dengan air pada suhu 90 derajat Celsus selama 30 menit.

• Pembuatan:Campur simplisia dengan derajat halus yang sesuai dalam panci dengan air secukupnya, panaskan diatas tangas air selama 30 menit terhitung mulai suhu 90 derajat Celsus sambil sekali-sekali diaduk. Serkai selagi panas melalui kain flanel, tambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume dekok yang dikehendaki.

• Untuk decocta Condurango diserkai dingin, karena zat berkhasiatnya larut dalam keadaan panas, akan mengendap dalam keadaan dingin.

Page 26: Farmakognosi II

• Jika tidak ditentukan perbandingan yang lain dan tidak mengandung bahan berkhasiat keras, maka untuk 100 bagian dekok harus dipergunakan 10 bagian dari bahan dasar.

• Untuk bahan berikut, digunakan sejumlah yang tertera.

• Bunga Arnica 4 bagian• Daun Digitalis 0,5 bagian• Kulit Akar Ipeka 0,5 bagian• Kulit Kina 6 bagian• Daun Kumis kucing 0,5 bagian• Akar Senega 4 bagian

Page 27: Farmakognosi II

Lajutan betuk sediaan galenik 2. Hasil Penyulingan/pemerasan : a. Aqua aromatika

Adalah larutan jenuh minyak atsiri atau zat-zat yang beraroma dalam air. Diantara air aromatika, ada yang mempunyai daya terapi yang lemah, tetapi terutama digunakan untuk memberi aroma pada obat-obat atau sebagai pengawet.

Air aromatika harus mempunyai bau dan rasa yang menyerupai bahan asal, bebas bau lain, tidak berwarna dan tidak berlendir.

Cara pembuatan (FI II):• larutkan minyak atsiri sejumlah yang tertera dalam masing-masing

monografi dalam 60 ml etanol 95%.• tambahkan air sedikit demi sedikit sampai volume 100 ml sambil

dikocok kuat-kuat.• tambahkan 500 mg talc, kocok, diamkan, saring.• encerkan 1 bagian filtrat dengan 39 bagian air.

Page 28: Farmakognosi II

• Etanol disini berguna untuk menambah kelarutan minyak atsiri dalam air.

• Talcum berguna untuk membantu terdistribusinya minyak dalam air dan menyempurnakan pengendapan kotoran sehingga aqua aromatik yang dihasilkan jernih.

• Selain cara yang tertera dalam FI II, buku lain juga mencantumkan aqua aromatik adalah hasil samping dari pembuatan olea volatilia secara penyulingan sesudah diambil minyak atsirinya. pembusukannya dengan cara mendidihkan dalam wadah tertutup rapat yang tidak terisi penuh di atas penangas air selama 1 jam. Pembusukan dicegah dengan cara mendidihkan dalam wadah tertutup rapat yang tidak terisi penuh di atas penangas air selama 1 jam.

• Pemerian aqua aromatika : cairan jernih, atau agak keruh, bau dan rasa tidak boleh menyimpang dari bau dan rasa minyak atsiri asal.

• Contoh: Aqua Foeniculi, Aqua Rosae, Aqua Menthae Piperitae, dll.

Page 29: Farmakognosi II

b. Olea velatilia (minyak menguap/atsiri) Olea Volatilia adalah campuran bahan-bahan berbau keras yang menguap, yang diperoleh baik dengan cara penyulingan atau perasan simplisia segar maupun secara sintetis.

1. Sifat-sifat minyak atsiri :– mudah menguap– rasa yang tajam– wangi yang khas– tidak larut dalam air, larut dalam pelarut organik.– minyak atsiri yang segar tidak berwarna, sedikit kuning muda.

Warna coklat, hijau ataupun biru, disebabkan adanya zat-zat asing dalam minyak atsiri tersebut. Misalnya : Minyak kayu putih (Oleum Cajuputi) yang murni tidak berwarna. Warna hijau yang ada seperti yang terlihat diperdagangan karena adanya : klorophyl dan spora-spora Cu (tembaga). Warna kuning atau kuning coklat terjadi karena adanya penguraian.

Page 30: Farmakognosi II

2. Identifikasi:– teteskan 1 tetes minyak di atas air, permukaan air tidak

keruh.– pada sepotong kertas teteskan 1 tetes minyak yang

diperoleh dengan cara penyulingan uap tidak terjadi noda transpara.

– kocok sejumlah minyak dengan larutan NaCl jenuh volume sama, biarkan memisah, volume air tidak boleh bertambah.

Pemerian: Cairan jernih, Bau seperti bau bagian tanaman asal.

Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat, terisi penuh, terlindung dari cahaya dan ditempat sejuk.

Page 31: Farmakognosi II

3. Cara-cara memperoleh minyak atsiri :a. Cara pemerasan

yaitu cara yang termudah dan masih dapat dikatakan primitif. Cara ini hanya dapat dipakai untuk minyak atsiri yang mempunyai kadar tinggi dan untuk minyak atsiri yang mempunyai kadar tinggi dan minyak atsiri yang tidak tahan pemanasan. Contoh : minyak jeruk

b. Cara penyulingan ( destilasi).Ada 2:

1. Cara langsung ( menggunakan api langsung)Bahan yang akan diolah di masukkan ke dalam sebuah bejana di atas pelat yang berlubang dan bejana berisi air. Uap air yang naik melalui lubang dan melalui sebuah pendingin, kemudian minyak yang keluar dengan uap air di tampung. Cara ini hanya dapat digunakan untuk jumlah bahan bakal yang sedikit, karena jumlah air yang akan menjadi uap dan membawa serta minyak terbatas jumlahnya.

2. Cara tidak langsung ( destilasi uap)Bahan yang akan di olah di masukkan ke dalam sebuah bejana dan di tambah dengan air. Alirkan ke dalamnya uap air yang berasal dari bejana lain. Cara ini dapat digunakan untuk bahan bakal dalam jumlah yang besar terutama bahan bakal yang mempunyai kadar minyak atsiri yang rendah.

Page 32: Farmakognosi II

Gambar alat destilasi Cara langsung (menggunakan api langsung)

Page 33: Farmakognosi II

Gamabar alat destilasi tidak langsung (destilasi uap)

Page 34: Farmakognosi II

4. Syarat – syarat minyak atsiri• Harus jernih, tidak berwarna, kalau perlu setelah pemanasan. Kejernihan dapat

dibuktikan dengan cara meneteskan 1 tetes minyak atsiri keatas permukaan air, permukaan air tidak keruh.

• Minyak menguap umumnya tidak berwarna, hanya beberapa yang sesui dengan warna aslinya. Oleum bergamottae berwarna hijau karena klorofilnya terlarut kedalamnya. Oleum kajuputi berwarna hijau karena senyawa tembaga dari alat penyulingnya terlarut kedalamnya. Minyak atsiri akan berwarna kuning atau kuning kecoklatan karena sudah terurai atau teroksidasi.

• Mudah larut dalam Chloroform atau Eter.

• Minyak atsiri yang diperoleh dari penyulingan uap harus bebas minyak lemak. Hal ini dibuktikan dengan cara meneteskan keatas kertas perkamen tidak meninggalkan noda transparan.

• Harus kering, karena air akan mempercepat reaksi oksidasi sehingga minyak akan berwarna. Kekeringan dibuktikan dengan cara mengocok sejumlah minyak atsiri dengan larutan Natrium Klorida jenuh vbolume sama, biarkan memisah, volume air tidak boleh bertambah.

• Bau dan rasa seperti simplisia.

• Bau diperiksa dengan cara mencampurkan satu tetes minyak atsiri dengan 10 ml air. Rasa diperiksa dengan mencampur satu tetes minyak atsiri dengan 2 gram gula.

• Contoh: Oleum foeniculi (minyak adas), Oleum Cinnamommi ( minyak kayu manis), Oleum Caryophylli (minyak cengkeh), Oleum Aurantii (minyak jeruk manis, Oleum Eucalypti (minyak kayu putih)

Page 35: Farmakognosi II

c. Olea pinguia (minyak lemak)

Adalah campuran senyawa asam lemak bersuku tinggi dengan gliserin (gliserida asam lemak bersuku tinggi).

1. Cara-cara mendapatkan minyak lemak • Diperas pada suhu biasa,

misalnya : oleum arachidis, oleum olivae, oleum ricini

• Diperas pada suhu panas,

misalnya : oleum cacao, oleum cocos

Page 36: Farmakognosi II

2. Minyak lemak dibagi dalam dua golongan :• minyak-minyak yang dapat mengering

misalnya : oleum lini, oleum ricini.• minyak-minyak yang tidak dapat mengering.

misalnya: oleum arachidis, oleum olivarum, oleum amygdalarum, oleum sesami.

3. Syarat-syarat untuk minyak lemak:• harus jernih, yang cair harus jernih, begitupun yang padat

sesudah dihangatkan (diatas suhu leburnya) tidak boleh berbau tengik.

• kecuali dinyatakan lain harus larut dalam segala perbandingan dalam CHCl3, dan Eter.

• Harus memenuhi syarat-syarat minyak mineral, minyak harsa dan minyak-minyak asing lainnya, senyawa belerang dan logam berat.

Page 37: Farmakognosi II

4. Cara identifikasi minyak lemak • Pada kertas meninggalkan noda lemak 

5. Penggunaan minyak lemak• Sebagai zat tambahan• Sebagai pelarut, misalnya: sebagai pelarut obat suntik, lotio dan lain-

lain, anti racun, untuk racun yang tidak larut dalam lemak (racunnya dibalut lemak, lalu segera diberi pencahar atau emetikum) tetapi bila racun yang larut dalam lemak maka dalam bentuk terlarut absorpsi dipercepat.

• Sebagai obat, misalnya : oleum ricini, dapat dipakai sebagai pencahar.

6. Penyimpanan minyak lemak • Kecuali dinyatakan lain, harus disimpan dalam wadah tertutup baik, terisi

penuh, terlindung dari cahaya.

Contoh minyak lemak: Minyak kacang(Oleum Arachidis), Minyak coklat (Oleum Cacao), Minyak kelapa (Oleum Cocos), Minyak Lini (Oleum Lini), Minyak Wijen (Oleum sesami)

Page 38: Farmakognosi II

Lajutan betuk sediaan galenik 3. Syrup.1. Cara pembuatan sirup :

Buat cairan untuk sirup, panaskan, tambahkan gula, jika perlu didihkan hingga larut. Tambahkan air mendidih secukupnya hingga diperoleh bobot yang dikehendaki, buang busa yang terjadi, serkai.

2. Cairan untuk sirup, kedalam mana gulanya akan dilarutkan dapat dibuat dari:

• aqua destilata : untuk sirupus simplex.• hasil-hasil penarikan dari bahan dasar:

– maserat misalnya sirupus Rhei– perkolat misalnya sirupus Cinnamomi– colatura misalnya sirupus Senae– sari buah misalnya rubi idaei

• larutan atau campuran larutan bahan obat misalnya : methydilazina hydrochloridi sirupus, sirup-sirup dengan nama patent misalnya yang mengandung campuran vitamin.

Page 39: Farmakognosi II

3.Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Pada Pembuatan Sirup:• pada pembuatan sirup dari simplisia yang mengandung glikosida antrakinon di

tambahkan Na2CO3 sejumlah 10% bobot simplisia.

• Kecuali dinyatakan lain, pada pembuatan sirup simplisia untuk persediaan ditambahkan metil paraben 0,25 % b/v atau pengawet lain yang cocok.

• Kadar gula dalam sirup pada suhu kamar maksimum 66 % sakarosa, bila lebih tinggi akan terjadi pengkristalan, tetapi bila lebih rendah dari 62 % sirup akan membusuk.

• Bj sirup kira-kira 1,3.

• Pada penyimpanan dapat terjadi inversi dari sakarosa (pecah menjadi glukosa dan fruktosa) dan bila sirup yang bereaksi asam inversi dapat terjadi lebih cepat.

• Pemanasan sebaiknya dihindari karena pemanasan akan menyebabkan terjadinya gula invert.

• Gula invert adalah gula yang terjadi karena penguraian sakarosa yang memutar bidang polarisasi kekiri.

• Gula invert tidak dikehendaki dalam sirup karena lebih encer sehingga mudah berjamur dan berwarna tua ( terbentuk karamel ), tetapi mencegah terjadinya oksidasi dari bahan obat.

• Pada sirup yang mengandung sakarosa 62 % atau lebih, sirup tidak dapat ditumbuhi jamur, meskipun jamur tidak mati.

Page 40: Farmakognosi II

Lanjutan Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Pada Pembuatan Sirup:

• Bila kadar sakarosa turun karena inversi, maka jamur dapat tumbuh. Bila dalam resep, sirup diencerkan dengan air dapat pula ditumbuhi jamur.

• Untuk mencegah sirup tidak menjadi busuk, dapat ditambahkan bahan pengawet misalnya nipagin.

• Kadang-kadang gula invert dikehendaki adanya misalnya dalam pembuatan sirupus Iodeti ferrosi.

• Hal ini disebabkan karena sirup merupakan media yang mereduksi, mencegah bentuk ferro menjadi bentuk ferri.

• Gula invert disini dipercepat pembuatannya dengan memanaskan larutan gula dengan asam sitrat.

• Bila cairan hasil sarian mengandung zat yang mudah menguap maka sakarosa dilarutkan dengan pemanasan lemah dan dalam botol yang tertutup, seperti pada pembuatan Thymi sirupus dan Thymi compositus sirupus, aurantii corticis sirupus. Untuk cinnamomi sirupus sakarosa dilarutkan tanpa pemanasan.

• Maksud menyerkai pada sirup adalah untuk memperoleh sirup yang jernih.

Page 41: Farmakognosi II

4. Cara menjernihkan sirup:1. Menambahkan kocokan zat putih telur segar pada sirup. Didihkan sambil

diaduk, zat putih telur akan menggumpal karena panas.2. Menambahkan bubur kertas saring lalu didihkan dan saring kotoran sirup

akan melekat ke kertas saring.

• Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat dan di tempat sejuk.

Sirup-sirup yang tercantum dalam FI ed III• Chlorpheniramini maleatis sirupus• Cyproheptadini hydrochloridi sirupus• Dextrometorphani hydrobromidi sirupus• Piperazini citratis sirupus• Prometazini hydrochloridi sirupus• Methidilazini hydrochloridi sirupus• Sirupus simplex yang dibuat dengan melarutkan 65 bagian sacharosa

dalam larutan metil paraben secukupnya hingga diperoleh 100 bagian sirup.