falsafah pengkaderan
TRANSCRIPT
-
7/29/2019 FALSAFAH PENGKADERAN
1/3
FALSAFAH PENGKADERAN
Falsafah menurut KBBI adalah anggapan, gagasan, dan sikap batin yang
paling dasar yang dimilii oleh orang atau masyarakat. Sedangkan pengkaderan
berasal dari kata dasar kader yang berarti orang yang diharapkan akan memegang
peranan penting di dalam pemerintahan, partai, atau organisasi. Pengkaderan
adalah suatu proses mendidik untuk membentuk seseorang menjadi kader. Metode
pengkaderan yang dilakukan disesuaikan dngn ideologi yang dianut dalam
organisasi tersebut.
Pengkaderan adalah suatu proses pembentukan karakter seseorang agar
sepaham dengan ideologi suatu (wadah) kelompok, menumbuhkan aspek-aspek
kepribadian seseorang menuju arah yang lebih bijak, penanaman nilai-nilai
kemanusiaan agar tercipta regenerasi yang kelak akan berjalan bersama untuk
mencapai tujuan kelompok tersebut. Ideal adalah keadaan dimana sesuatu berjalan
sebagaimana mestinya.
Tujuan pengkaderan dari definisi diatas jelas, untuk membentuk sebuah
karakter dan menumbuhkan kearah yang lebih bijak. Sejalan dengan itu kader-kader
yang terbentuk akan secara otomatis mengemban tanggung jawab, baik itu dalam
kelompok ataupun sebuah tanggung jawab sosial. Karena seorang kader adalah
gambaran dari sebuah wadah. Hakikatnya kemana seorang kader berada, disitu ia
bawa nilai-nilai kelompok yang mewadahinya.
Keadaaan yang ideal suatu pengkaderan sampai sekarang masih sebuah
pencarian dan akan tetap seperti itu, konsep ataupun sistem akan terbentuk dan
menyesuaikan dengan keadaan masa kini. Barangkali seperti itulah hakikat manusia
yang terus mencari dan berusaha untuk mencapai kesempurnaan. Bagaimanapun
sebuah pengkaderan dilaksanakan, seideal apapun hal itu diusahakan, kelak
hasilnya akan kembali lagi kepada sang kader, sukses atau tidaknya pengkaderan
akan tercermin dari perilaku sang kader. Apakah kemudian nilai-nilai mulia yang
disampaikan dalam pengkaderan itu mampu diaplikasikan dengan konsisten..
Ada manfaat yang dapat diperoleh dari sebuah kelompok ataupun organisasi
resmi (wadah) jika menjadi bagian didalamnya. Pribadi-pribadi yang menjadi bagiandari suatu kelompok, dalam hal ini seperti institusi pendidikan misalnya universitas
(mahasiswa baru), dihadapkan dalam sebuah pilihan. Pilihan untuk menjadi bagian
dari keluarga mahasiswa, tentu dengan mengikuti prosesi pengkaderan bertahap
yang diadakan. Yang diperlukan selanjutnya adalah kesadaran Maba (Mahasiswa
Baru) dalam menentukan pilihan. Hal-hal diluar kesadaran pribadi misalnya
pengaruh orang lain kemudian menjadi sebuah pilihan juga, entah kemudian tercipta
sebuah kesadaran yang entah juga kemudian tercipta sebuah tanggungjawab.
Mengikuti dan menyadari pentingnya proses pengkaderan bertahap tentu
sangat bermanfaat bagi seorang Maba, selain untuk perkenalan universitas yangakan menjadi tempat bagi mereka untuk menuntut ilmu, juga sebagai salah satu
-
7/29/2019 FALSAFAH PENGKADERAN
2/3
bentuk perkenalan dan pengakraban dengan Maba lain yang tentunya akan menjadi
teman berinteraksi dalam beberapa tahun kedepan.
Namun tidak sedikit juga pribadi-pribadi yang kemudian menjadi was-was dan
bertanya-tanya dengan bagaimanakah pengkaderan itu. Pengalaman-pengalaman
masa SMA ataupun gambaran-gambaran media mengenai pengkaderan, kemudian
menciptakan rasa enggan untuk mengikuti pengkaderan dan mengabaikan manfaat-
manfaat yang dapat diperoleh.Pengetahuan Maba mengenai sejarah-sejarah
pengkaderan di universitas tertentu bahkan menciptakan rasa takut, takut terhadap
senior dan pengkaderannya dan bayangan-bayangan intimidasi yang menghantui.
Sehingga Maba yang terlanjur seperti itu kemudian menghindari senior.
Bahkan timbul perasaan tidak nyaman berada dikampus sendiri karena
perasaan-perasaan didiskriminasikan antara keluarga (ikut pengkaderan) dan bukan
keluarga. Hal ini terus berlanjut, walaupun seperti kita ketahui antara kedua
kelompok tersebut tentu memiliki hak-hak yang berbeda karena proses yang dilalui
berbeda pula. Disini letak kekeliruannya, perbedaan-perbedaan karakter seseorang
tidak kita sikapi dengan bersahabat.
Sampai pada proses pengakaderan tingkat awal, hal yang ditanamkan berupa
perkenalan yang bersifat akademis ataupun lifeskill. Kemudian berlanjut dengan
hakikat mahasiswa yang semestinya. Pembentukan pola pikir secara bertanggung
jawab dilakukan dengan penyampaian materi-materi bersangkutan.
Tidak hanya sampai dengan penyampaian-penyampaian materi, dengan
menjadi pelaksana suatu kegiatan pun mahasiswa dapat belajar dengan efektif
dengan kegiatan-kegitan turun kejalan bersama bahkan akan lebih mudah
mencerna nilai-nilai hakikat mahasiswa.
Adapun penyimpangan-penyimpangan yang terjadi bukan diakibatkan dari
sistem ataupun konsep yang diterapkan. Melainkan ulah segelintir oknum yang tidak
memahami nilai-nilai bahkan arah pengkaderan tersebut. Sangatlah mulia orang-
orang yang berusaha membentuk sebuah konsep yang ideal, memahami hendak di
bawa kemana arah pengkaderan serta menjalankannya dengan niat yang baik
semata-mata untuk memanusiakan manusia tanpa ditunggangi oleh nilai-nilai yanglain. Tentu saja, kita tidak ingin melihat nilai-nilai yang murni dicemari dengan hal-hal
yang kurang terpuji. Sampai kapan hal tersebut akan berlanjut dalam sebuah proses
pembentukan karakter, yang tentunya hanya akan mencemari dan kelak akan
menjadi sebuah budaya yang tidak bertanggung jawab.
MASALAH PENGKADERAN
Permasalahan yang biasa/sering terjadi dalam realita adalah terjadinya
perbedaan antara nilai-nilai kader dengan nilai-nilai kemanusiaan. sebagai seorang
warga negara yang baik; Sesuai dengan yang tersirat dalam UUD 1945 yang kurang
lebih maknanya dapat kita simpulkan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa
-
7/29/2019 FALSAFAH PENGKADERAN
3/3
bukanlah sebuah isapan jempol belaka. Cita-cita bangsa yang diamanahkan dalam
UUD 1945 merupakan sebuah tonggak bagi lahirnya pola pengkaderan yang ideal
bagi setiap manusia dalam NKRI.
Namun, dalam konsep hukum dan hak asasi manusia yang dapat kita
simpulkan bahwa setiap manusia berhak untuk memiliki pandangan tanpa adanya
tekanan maupun intervensi dari manusia lainnya. Dari sini terjadi sebuah
pertentangan dalam pola pengkaderan. Sering pula budaya-budaya kekerasan telah
di klaim menjadi ciri organisasi sehingga hal yang demikian menjadi suatu hal yang
berkesinambungan dan betul-betul telah menjadi ciri serta karakter organisasi,
walaupun sebenarnya kita tahu bersama bahwa hal itu tidaklah sedemikian
benarnya. Saya sepakat sekali dengan sebuah peribahasa: satu kebohongan yang
berulang-ulang akan menjelma menjadi sebuah kebenaran yang mutlak.
Maka terjadilah proses kembali untuk mencari dan menemukan konsep yang
ideal dalam pola pengkaderan. Bagaimana pun, berbeda wadah maka dengan
sendirinya berbeda pula pola konsepsi dalam menanggapi pola pengkaderan.
Dengan sendirinya, pola pengkaderan dalam suatu wadah tentu saja akan diarahkan
sesuai dengan cita-cita, visi dan misi dari wadah tersebut. Maka yang kemudian
terjadi adalah pemaksaan karakter kepada setiap anggota baru yang ingin
memasuki wadah tersebut. Pemaksaan yang dimaksudkan adalah sebuah
kekerasan, maka yang kemudian terjadi adalah kekerasan Fisik dan kekerasan
Psikis bagi setiap anggota baru.
Ada satu hal yang (mungkin) dilupakan dalam hal ini, bahwa berbeda kepala,maka berbeda pula ciri, watak, serta karakter. jikalau pola pengkaderan yang
dimaksudkan ideal adalah mencetak kader-kader yang sesuai dengan visi dan misi
dalam suatu wadah, maka tak ubahnya wadah tersebut adalah sebuah wadah yang
mencetak robot-robot berbentuk manusia yang dijalankan sesuai dengan keinginan
pembuatnya
Pengkaderan yang ideal adalah memanusiakan manusia dan bukan
mencetak sebuah robot. Tentu saja manusia dicetak melalui proses pengalaman
serta pengamalan yang mulia dan bertanggung jawab dan bukan melalui sebuah
program yang di doktrinkan oleh segelintir oknum. Seandainya saja, dalam sebuahwadah bisa memahami perbedaan-perbedaan watak serta karakter yang ada di
dalam sebuah wadah tersebut maka bukan tidak mungkin cita-cita tentang sebuah
konsep pengkaderan yang ideal bisa terwujudkan.