fakultas psikologi universitas kristen satya...

29
HUBUNGAN POLA ASUH PERMISIF DENGAN SCHOOL REFUSAL PADA SISWA DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN KRISTEN SALATIGA OLEH BAYU YOGI STYAJI 802011601 TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi Program StudiPsikologi FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015

Upload: truonghanh

Post on 12-Mar-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9246/2/T1_802011601_Full... · merupakan cara masyarakat mengajar anak berperilaku moral yang

HUBUNGAN POLA ASUH PERMISIF DENGAN SCHOOL REFUSAL

PADA SISWA DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN KRISTEN SALATIGA

OLEH

BAYU YOGI STYAJI

802011601

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk

Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program StudiPsikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2015

Page 2: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9246/2/T1_802011601_Full... · merupakan cara masyarakat mengajar anak berperilaku moral yang
Page 3: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9246/2/T1_802011601_Full... · merupakan cara masyarakat mengajar anak berperilaku moral yang
Page 4: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9246/2/T1_802011601_Full... · merupakan cara masyarakat mengajar anak berperilaku moral yang
Page 5: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9246/2/T1_802011601_Full... · merupakan cara masyarakat mengajar anak berperilaku moral yang
Page 6: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9246/2/T1_802011601_Full... · merupakan cara masyarakat mengajar anak berperilaku moral yang
Page 7: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9246/2/T1_802011601_Full... · merupakan cara masyarakat mengajar anak berperilaku moral yang

HUBUNGAN POLA ASUH PERMISIF DENGAN SCHOOL REFUSAL

PADA SISWA DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN KRISTEN SALATIGA

Bayu Yogi Styaji

Ratriana Y.E.Kusumiati

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2015

Page 8: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9246/2/T1_802011601_Full... · merupakan cara masyarakat mengajar anak berperilaku moral yang

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan yang positif dan

signifikan antara pola asuh permisif dengan school refusal siswa di Sekolah Menengah

Kejuruan Kristen Salatiga. Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Kejuruan Kristen

dengan subjek pelajar akktif. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian

ini yaitu teknik purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan pengkhususan

batasan tertentu. Selanjutnya, sampel penelitian berkisar 90 orang dengan pertimbangan

bahwa jumlah sampel merupakan merupakan siswa yang berada di kelas 2. Untuk mengukur

school refusal akan diukur menggunakan pengukuran menurut Setzer & Salzhauer (2001)

yaitu menghindari objek atau situasi yang berhubungan dengan sekolah, menghindari situasi

yang mendatangkan rasa tidak nyaman dalam berinteraksi dengan teman sebaya, mencari

perhatian dari luar sekolah, dan mengejar kesenangan di luar sekolah. Sementara untuk

mengukur pola asuh permisif (dalam Kang & Moore, 2011) yang mencakup rendahnya

tutuan terhadap anak dan kecendrungan menuruti keinginan anak. Dari penelitian ini

diperoleh hasil korelasi sebesar rit = 0,629 (p > 0,05). Hal tersebut menunjukan bahwa ada

hubungan yang positif dan signifikan antara pola asuh permisif dan school refusal siswa di

Sekolah Menengah Kejuruan Kristen Salatiga.

Kata kunci: Pola asuh permisif, School Refusal

Page 9: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9246/2/T1_802011601_Full... · merupakan cara masyarakat mengajar anak berperilaku moral yang

Abstact

The objective of the study is to observe the relationship between permisif parenting and

school refusal among Christian Vocation High School students Salatiga. The research is

conducted in Chirstian Vocation High School, while the respondents are the active students.

The sample of the research use purposive sampling, in which determine the sample according

to certain characteristics. Furthermore, sample of the study are 90 of 2nd grade students.

School refusal schale use school refusal scale according to Setzer & Salzhauer (2001) such

as; object or situation related to school avoidance, avoid the situation which encourage

uncomfortable feeling in establishing relationship withe peers, seeking attention outside

school, and pursuit of pleasure outside school. While to measure permisif parenting used

permisif parenting scale (Kang & Moore, 2011) including: the low demand to children and

and i nclined to grant the wishes of children. The result of the study shows that correlation

value rit = 0,629 (p > 0,05). It measn that there is a positive significant relationship between

permisif parenting and school refusal among Christian Vocation High School students

Salatiga.

Key Words: Permisif Parenting, School Refusal

Page 10: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9246/2/T1_802011601_Full... · merupakan cara masyarakat mengajar anak berperilaku moral yang

1

PENDAHULUAN

Sekolah sebagai institusi pendidikan secara berkesinambungan berupaya

mengembangkan serta menumbuhkembangkan sifat pengendalian diri pada diri siswa,

sehingga perbuatan siswa selalu berada dalam koridor disiplin dan tata tertib sekolah. Sebagai

salah satu lembaga pendidikan formal di kota Salatiga, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

juga memiliki peran memajukan pendidikan bagi masyarakat di kota Salatiga dan sekitarnya

juga (seperti wilayah kabupaten Semarang) dengan berlandaskan iman Kristiani.

Namun dalam upaya memajukan pendidikan tersebut, terjadi beberapa kendala di

SMK Kristen Salatiga. Berdasarkan wawancara terhadap kepala sekolah dan guru bimbingan

konseling serta pengamatan penulis yang dilakukan secara nonformal pada awal tahun 2014,

maka diketahui bahwa ada beberapa konotasi yang beredar terkait dengan tingkat

kedisiplinan sekolah menengah kejuruan yang kurang mendapat perhatian dibandingkan

sekolah menengah umum, sehingga untuk mencapai siswa yang berkualitas menjadi kurang

maksimal.

Fenomena kedisiplinan yang minim sangat mungkin terjadi jika proses pendidikan

tanpa dukungan dari lingkungan yaitu keluarga, masyarakat, sekolah, dan kelompok teman

sebaya meskipun di sekolah telah ada tata tertib yang mengajarkan untuk berdisiplin, tetapi

masih saja ada siswa yang melanggarnya. Hurlock (2008) mengatakan bahwa disiplin

merupakan cara masyarakat mengajar anak berperilaku moral yang disetujui kelompok.

Adapun fungsi atau manfaat disiplin menurut Hurlock (2008) diantaranya: 1) untuk mengajar

anak bahwa perilaku tertentu selalu diikuti hukuman, namun yang lain akan diikuti pujian, 2)

untuk mengajar anak suatu tingkatan penyesuaian yang wajar tanpa menuntut konformitas

yang berlebihan, 3) membantu anak mengendalikan diri dan pengarahan diri sehingga mereka

dapat mengembangkan hati nurani untuk membimbing tindakan mereka.

Terkait dengan penegakan disiplin, ada suatu permasalahan yang telah ada dan

berkembang sejak beberapa dekade terakhir ini, salah satunya adalah school refusal yang

telah menjadi tradisi di kalangan pelajar. Fenomena ini terlihat saat banyak pelajar yang

dijumpai di luar kelas saat jam pelajaran. Bukan hanya berada di lingkungan sekolah saja,

namun bahkan sampai ada yang meninggalkan sekolah. Menurut Kearney (2006) anak usia

sekolah dapat mengalami school refusal jika: sama sekali meninggalkan sekolah (absen

terus‐menerus); masuk sekolah tetapi kemudian meninggalkan sekolah sebelum jam sekolah

usai; mengalami perilaku bermasalah yang berat setiap pagi saat menjelang pergi ke sekolah,

Page 11: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9246/2/T1_802011601_Full... · merupakan cara masyarakat mengajar anak berperilaku moral yang

2

misalnya mengamuk (tantrum); pergi ke sekolah dengan kecemasan yang luar biasa dan di

sekolah berulang kali mengalami masalah (misalnya pusing, ke toilet, berkeringat dingin).

Kasus school refusal pada remaja umumnya dilatarbelakangi oleh kondisi kejiwaan yang

memicu. Pada penelitan terkait maka diketahui bahwa ada hubungan antara school refusal

dengan kemiskinan, ukuran keluarga, hidup dengan orang tua tiri, orang tua tanpa ijazah

sekolah tinggi atau menganggur, tinggal di berbahaya lingkungan, gaya pengasuhan atau

konflik, depresi ibu, atau orang tua dengan riwayat keyakinan pidana (Egger,dkk., 2003).

Selain itu, munculnya school refusal biasanya dikaitkan dengan faktor keluarga yang di

antaranya adalah: pola interaksi yang kurang sehat di dalam keluarga, misalnya adanya

ketergantungan yang berlebihan antar anggota keluarga, masalah komunikasi serta masalah

pembagian peran dalam keluarga (Fremont, 2003; Hogan, 2006). Sementara perilaku school

refusal juga dipengaruhi pola interaksi dalam keluarga (Kearney & Silverman, 1995). Pada

penelitianya Kearney & Silverman (2002) juga mengungkapkan bahwa kurangnya kendali

orang tua atas fungsi kebebasan atau penjaringan yang minim berpotensi menimbulkan

perilaku school refusal.

Selain itu, dalam penelitiannya Manurung (2012) menemukan bahwa school refusal pada

anak sekolah dasar disebabkan oleh pengalaman sebelumnya dari individu yang

bersangkutan. Sementara, fenomena school refusal di sekolah pada akhir-akhir ini juga

terbawa dan nampak hingga dewasa, yang terlihat pada kalangan pemerintahan seperti pada

para pegawai negeri maupun wakil rakyat yang seharusnya menjalankan tugas dan

kewajibannya secara optimal, dan masih banyak peristiwa lainnya. Selanjutnya, sebagaimana

diungkapkan oleh Bernstein, dkk (2001) bahwa secara umum perilaku school refusal di

antara anak laki-laki dan perempuan seimbang namun perilkau School Refusal pada anak

perempuan mungkin didasarkan oleh rasa cemas dan takut, sementara perilaku school refusal

pada anak laki-laki mungkin lebih didasarkan untuk keinginan yang kuat untuk memberontak

atau melakukan perlawanan. Akhirnya melalui fenomena-fenomena tersebut serta penelitian

terdahulu maka diketahui bahwa peran pola asuh orang tua dalam menegakan kedisiplinan

berperan aktif terhadap terbentuknya perilaku suatu individu. Dengan kasus-kasus yang telah

ada di atas dan fenomena yang terjadi di kalangan remaja mengenai school refusal khususnya

di lingkungan sekolah menengah atas, maka penulis tertarik untuk meneliti apakah ada

hubungan antara pola asuh permisif dengan school refusal remaja pada para siswa Sekolah

Menegah Kejuruan (SMK) Kristen di Salatiga.

Page 12: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9246/2/T1_802011601_Full... · merupakan cara masyarakat mengajar anak berperilaku moral yang

3

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat diajukan rumusan masalah yaitu apakah

ada hubungan antara pola asuh permisif dengan school refusal siswa di Sekolah Menengah

Kejuruan (SMK) Kristen di Salatiga?

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi School Refusal

School refusal dapat diartikan sebagai perilaku menghindari sekolah karena adanya

tekanan emosi, perasaan takut dan cemas menghadapi sekolah. Mereka biasanya merasa

bersalah dengan meninggalkan sekolah dan rasa bersalah ini membuat mereka semakin

tertekan (Wenar, 1994; Fremont, 2003). Meskipun, Gelfand & Drew (2003) berpendapat

bahwa kini semakin sulit untuk membedakan kedua bentuk di atas karena semakin banyak

bukti bahwa anak ternyata bisa saja mengalami gangguan kecemasan (yang berasosiasi

dengan school phobia) dan gangguan perilaku agresif (yang berasosiasi dengan truancy)

secara bersamaan.

Selanjutnya, Kearney (2006) menambahkan bahwa anak usia sekolah dapat

mengalami school refusal jika: sama sekali meninggalkan sekolah (absen terus‐menerus);

masuk sekolah tetapi kemudian meninggalkan sekolah sebelum jam sekolah usai; mengalami

perilaku bermasalah yang berat setiap pagi saat menjelang pergi ke sekolah, misalnya

mengamuk (tantrum); pergi ke sekolah dengan kecemasan yang luar biasa dan di sekolah

berulang kali mengalami masalah (misalnya pusing, ke toilet, berkeringat dingin). School

refusal pada remaja umumnya dilatarbelakangi oleh kondisi kejiwaan yang memicu seperti:

kemiskinan, ukuran keluarga, hidup dengan orang tua tiri, orang tua tanpa ijazah sekolah

tinggi atau menganggur, tinggal di berbahaya lingkungan, gaya pengasuhan atau konflik,

depresi ibu, atau orang tua dengan riwayat keyakinan pidana (Egger et al., 2003).

Jenis School Refusal

Menurut Gelfand & Drew (2003) school refusal terbagi menjadi dua jenis yaitu:

(1) Jenis I (tipe akut), tipe ini puncaknya terjadi pada anak sekitar umur 5‐8 tahun. School

refusal akut terjadi dalam kurun waktu antara 2 minggu sampai satu tahun. Tipe ini

memiliki prognosis yang lebih bagus

(2) Jenis II (kronis), yang terjadi selama 2 tahun ajaran atau lebih. Tipe ini puncaknya

terjadi pada anak tingkat SLTP atau SLTA dan memperlihatkan kesulitan yang lebih

serius. Tipe ini memiliki prognosis yang kurang bagus. Onset school refusal biasanya

Page 13: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9246/2/T1_802011601_Full... · merupakan cara masyarakat mengajar anak berperilaku moral yang

4

mengikuti suatu pola yang cukup universal. Gangguan biasanya mulai timbul saat

bangun pagi. Saat harus bersiap‐siap untuk berangkat ke sekolah, anak akan mengalami

berbagai simtom seperti mual, muntah, sakit perut, diare, pusing, dan sebagainya.

Hal‐hal kecil membuatnya marah (Wenar, 1994; Gelfand & Drew, 2003).

Indikator School Refusal

School refusal bervariasi, namun secara umum Setzer & Salzhauer (2001)

menyebutkan empat indikator untuk menghindari sekolah yaitu:

(1) Menghindari objek‐objek atau situasi yang berhubungan dengan sekolah yang

mendatangkan distress

(2) Melarikan diri dari situasi yang mendatangkan rasa tidak nyaman baik dalam interaksi

dengan sebaya atau dalam kegiatan akademik

(3) Mencari perhatian dari pihak pihak terkait di luar sekolah

(4) Mengejar penghargaan atas perilaku mencari kesenangan di luar sekolah.

Munculnya school refusal biasanya dikaitkan dengan faktor keluarga. Terjadinya

school refusal pada anak telah ditemukan berhubungan dengan berbagai pola interaksi yang

kurang sehat di dalam keluarga, misalnya adanya ketergantungan yang berlebihan antar

anggota keluarga, masalah komunikasi serta masalah pembagian peran dalam keluarga

(Fremont, 2003; Hogan, 2006).

Pola Asuh Permisif

Menurut Hurlock (2008) pada hakikatnya pola asuh merupakan upaya untuk mendidik

serta mempersiapkan anak agar dapat menyesuaikan diri dan diterima oleh lingkungan sosial.

Selanjutnya, Baumrind (1991) mendefinisikan pola asuh permisif sebagai parental control

(kontrol orang tua terhadap anak-anaknya) yang disertai sikap orang tua yang terlampau

bermurah atau berbaik hati dalam mendidik anak-anaknya dan terkadang lebih cenderung

untuk memenuhi permintaan anak-anak. Pada pola asuh permisif, orang tua menganggap

serta memperlakukan sebagai teman bagi anak-anaknnya sehingga sangat jarang menerapkan

pendisiplinan kepada anak-anaknya karena mereka memiliki harapan kematangan dan

pengontrolan diri yang relatif rendah, bahkan pola asuh seperti ini mendorong orang tua

untuk lebih responsif dibandingkan dengan menuntut perilaku tertentu dari anak-anak

mereka. Baumrind (dalam Mussen, 1989) mengatakan bahwa pola asuh permisif merupakan

pola asuh yang tidak mengendalikan, tidak menuntut dan hangat, mereka tidak terorganisasi

Page 14: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9246/2/T1_802011601_Full... · merupakan cara masyarakat mengajar anak berperilaku moral yang

5

dengan baik. Atau tidak efektif dalam menjalankan rumah tangga, lemah dalam

mendisiplinkan dan mengajar remaja, hanya menutup sedikit perilaku dewasa dan hanya

sedikit memberi perhatian dalam melatih kemandirian dan kepercayaan diri. Orang tua

dengan gaya pengasuh permisif memberikan sedikit tuntutan dan menekankan sedikit

disiplin.

Orang tua yang menerapkan pola asuh permisif akan memiliki tingkat kontrol yang

rendah dan tingkat responsif yang tinggi (Bornstein & Bornstein, 2007). Mereka seringkali

lebih menerima dan menyetujui perilaku-perlaku anak-anak mereka dan percaya terhadap

pendekatan tanpa pemberian hukuman. Mereka seringkali menghindari konfrontasi dan tidak

menutut adanya ketaatan (Baumrind, 1991).

Selanjutnya Baumrind (dalam Kang & Moore, 2011) Pola Asuh Permisif sebagai pola

asuh dengan karakteristik orang tua yang tidak terlalu menuntut anak dan cenderung menuruti

keingianan anak. Kebebasan diberikan secara penuh dan remaja diijinkan membuat

keputusan untuk dirinya sendiri. Tanpa peraturan orang tua dan boleh berkelakuan menurut

apa yang diinginkannya tanpa adanya kontrol dari oran tua.

Dari beberapa pendapat tersebut maka diketahui, bahwa pola asuh yang tepat

merupakan faktor yang penting dalam pendidikan anak. Berdasarkan hasil penelitian, maka

diketahui bahwa anak-anak yang dididik dengan pola asuh permisif akan cenderung memiliki

tingkat kematangan serta dorongan untuk melakukan kontrol diri yang rendah (Cummings,

Braungart-Rieker, & Du Rocher-Schudlich, 2003) .

Ciri Pola Asuh Permisif

Pola asuh permisif ini memiliki beberapa karakteristik seperti: orang tua memberikan

kebebasan seluas mungkin kepada anak. Orang tua (ayah maupun ibu) memberikan kasih

sayang yang banyak dan bersikap sangat longgar. Dengan kata lain anak tidak dituntut untuk

belajar bertanggung jawab, anak diberi hak yang sama dengan orang dewasa. Anak diberi

kebebasan yang seluas-luasnya untuk mengatur dirinya sendiri. Orang tua tidak banyak

campur tangan dalam mengatur dan mengontrol anak-anaknnya serta diberi kesempatan

untuk mandiri dengan menyeimbangkan kontrol internalnya sendiri (Baumrind, 1971).

Baumrind (dikutip Mahmud 2003), mengungkapkan ciri-ciri pola asuh permisif:

a. Orang tua kurang sekali terlibat dalam mengontrol remaja

b. Orang tua tidak menerapkan hukuman pada remaja.

c. Orang tua tidak membentuk peran remaja dalam keluarga

d. Orang tua kurang menggunakan haknya untuk membuat aturan kepada remaja.

Page 15: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9246/2/T1_802011601_Full... · merupakan cara masyarakat mengajar anak berperilaku moral yang

6

Sementara Hurlock (2008), menyebutkan ciri-ciri pola asuh permisif, antara

lain: tidak ada pengendalian atau kontrol serta tuntutan orang tua kepada anak,

komunitas kurang hangat karena orang tua bersifat masa bodoh, disiplin yang bersifat

permisif sehingga tidak membimbing anak ke arah pola perilaku yang disetujui secara

sosial, juga tidak adanya hukuman atau hadiah.

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pola asuh

permisif adalah pola asuh yang tidak menggunakan aturan-aturan yang ketat, bimbingan

jarang diberikan sehingga tidak ada pengendalian, pengontrolan serta tuntutan kepada

anak.

Remaja Tengah

Menurut Hurlock (2000), remaja berasal dari kata latin adolescere (kata bendanya

adolescentra yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa yang

mengalami kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Jadi masa remaja adalah usia di

mana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia di mana anak tidak lagi merasa

di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua, melainkan berada dalam tingkatan yang sama,

sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Selanjutnya Hurlock (2000) menyatakan 13-18

tahun untuk remaja wanita dan 14-18 tahun untuk remaja pria, dan apabila remaja itu

bersekolah mereka adalah duduk di sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah

umum (SMU).

Sedangkan menurut Monks (2002) batasan usia remaja antara 12-21 tahun, dan masa

remaja dikelompokan menjadi 3 kelompok, yaitu:

a. Masa remaja awal : 12-15 tahun

b. Masa remaja tengah : 15-18 tahun

c. Masa remaja akhir : 18-21 tahun

Dari beberapa pendapat penulis mengacu pada pendapat yang dikemukakan oleh Monks

(2002), yaitu bahwa batasan usia remaja tengah adalah dimulai dari umur 15-18 tahun.

Menurut Hurlock (2000) masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya

dengan perilaku sebelum dan selanjutnya. Ciri-ciri tersebut akan dijelaskan secara singkat di

bawah ini:

a. Masa remaja sebagai periode yang penting

Perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan cepatnya

perkembangan mental yang cepat, terutama pada awal masa remaja, semua

Page 16: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9246/2/T1_802011601_Full... · merupakan cara masyarakat mengajar anak berperilaku moral yang

7

perkembangan itu menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya

membentuk sikap, nilai, dan minat baru.

b. Masa remaja sebagai periode peralihan

Peralihan tidak berarti terputus dengan atau berubah dari apa yang terjadi

sebelumnya, melainkan lebih-lebih sejumlah peralihan dari satu terhadap

perkembangan ke tahap berikutnya. Artinya apa yang telah terjadi sebelumnya

akan meninggalkan bekasnya pada apa yang terjadi sekarang dan akan datang.

c. Masa remaja sebagai periode perubahan

Selama awal masa remaja, ketika perubahan fisik terjadi dengan pesat maka

perubahan perilaku dan sikap juga berlangsung cepat.

d. Masa remaja sebagai masa mencari identitas

Identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya,

apa peranan dalam masyarakat.

Hubungan Pola Asuh Permisif dengan School Refusal siswa

Remaja yang kurang mendapat pemenuhan kebutuhan psikis dari lingkungannya dapat

mengakibatkan remaja bersangkutan tumbuh dalam kesepian dan depresi, lebih mudah marah

dan susah tidur, lebih gugup dan agresif (Shapiro dalam Sari, 2005). Pada kondisi ini, remaja

menjadi rentan untuk terlibat pada kasus-kasus kriminalitas akibat pengaruh kekuatan yang

tidak baik dalam lingkungan sosialnya, seperti tidak bertanggung jawab pada diri dan

pemenuhan tugas serta kewajibannya (Gottman & DeClaire dalam Sari, 2005). Agar

seseorang berperilaku baik tentu saja harus didasari adanya kemampuan untuk menyesuaikan

dirinya dengan keadaan lingkungan tempat ia tinggal, sedangkan bila seseorang gagal dalam

mengadakan penyesuaian diri akan dimanifestasi dalam kelainan tingkah laku yang

dimunculkan dalam bentuk tingkah laku keinginan melanggar peraturan dan norma yang

berlaku di lingkungan sosialnya (Daradjat, 1985).

Pola asuh permisif sangatlah berpengaruh bagi perilaku, karena Pola asuh orang tua

permisif bersikap terlalu lunak, tidak berdaya, memberi kebebasan terhadap anak tanpa

adanya norma-norma yang harus diikuti oleh mereka. Sedikit banyak orang tua perpendapat

bahwa pengasuhan yang sangat melongarkan anaknya akan mempengaruhi kedewasaan

anaknya dengan baik, tetapi kadang orang tua juga salah, karena dampak dari pola asuh

permisif yang mereka terapkan itulah seorang anak, kususnya remaja akan berbalik dengan

perilaku agresif. Anak tersebut akan merasa sangat bebas bertindak dengan tidak adanya

Page 17: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9246/2/T1_802011601_Full... · merupakan cara masyarakat mengajar anak berperilaku moral yang

8

tekanan yang diberikan orang tuanya. Dengan adanya pola asuh permisif yang bersifat bebas

tersebut, seorang anak akan terbiasa merasa tidak ada halangan supaya dia dapat bertindak

sesukanya tanpa adanya hukuman atau sangsi, karena orang tua sendiri tidak memberlakukan

hukuman atau sangsi dan ketegasan.

Melalui pola asuh permisif ini, maka seorang siswa atau siswi juga memberanikan diri

untuk menampilkan perilaku school refusal, di mana individu yang bersangkutan berupaya

menghindari tugas dan tanggung jawabnya sebagai pelajar di sekolah. Pada prinsipnya

perilaku school refusal berkepanjangan akhirnya akan berdampak prestasi akademik (Egger,

Costello, & Angold, 2003). Oleh karena itu, maka perilaku school refusal ini, perlu

mendapatkan perhatian dan penanganan yang khusus dari pihak orang tua dan sekolah. Dari

pola asuh permisif yang diterapkan itulah seorang remaja akan terbiasa melakukan proses

yang semaunya sendiri dan menjadikan dirinya sebagai pemberontak dan menjadi sangat

agresif di dalam lingkungannya, salah satunya adalah pertengkaran, perkelahian, atau

perbuatan kriminal yang bila mana orang tua dapat mengontrolnya akan dapat di

tanggulanginya.

Hipotesis

Berdasarkan landasan teori yang ada, maka rumusan hipotesis yang dikembangkan dalam

penelitian ini adalah adanya hubungan antara pola asuh permisif dengan school refusal pada

para siswa SMK Kristen Salatiga.

METODOLOGI PENELITIAN

Variabel Penelitian

Adapun variabel-variabel dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel terikat : School refusal

Penelitian skala school refusal menurut Setzer & Salzhauer (2001) yaitu:

(1) Menghindari objek‐objek atau situasi yang berhubungan dengan sekolah yang

mendatangkan distress

(2) Menghindar dari situasi yang mendatangkan rasa tidak nyaman baik dalam interaksi

dengan sebaya atau dalam kegiatan akademik

(3) Mencari perhatian dari significant others di luar sekolah

(4) Mengejar kesenangan di luar sekolah.

Page 18: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9246/2/T1_802011601_Full... · merupakan cara masyarakat mengajar anak berperilaku moral yang

9

2. Variabel bebas : Pola asuh permisif

Selanjutnya, pengukuran pola asuh menggunakan skala pola asuh menurut Baumrind (dalam

Kang & Moore, 2011) yaitu rendahnya tuntutan terhadap anak dan cenderung menuruti

keingianan anak.

Populasi dan Sampel

Populasi

Populasi adalah semua individu atau sejumlah individu yang paling sedikit mempunyai

sifat dan ciri yang sama sehingga kenyataan yang akan diperoleh tersebut akan dapat

digeneralisasikan. Generalisasi ini berarti dapat diasumsikan ciri sifat atau karakteristik

kelompok yang bersangkutan dapat mewakili sifat-sifat individu secara umum (Hadi, 1991).

Dalam penelitian ini sebagai populasi adalah 300 siswa dan siswi remaja tengah yang

bersekolah di sekolah menengah kejuruan SMK Kristen Salatiga. Adapun pemilihan subjek

ini dikarenakan subjek masuk dalam kategori remaja tengah (usia antara 15-18) tahun. Selain

itu fenomena school refusal secara umum lebih sering terjadi di sekolah kejuruan di

bandingkan dengan sekolah menengah atas pada umumnya.

Sampel

Sampel adalah bagian yang hendak dipelajari serta diselidiki dari penelitian dan minimal

memiliki satu pengkhususan. Terkait dengan pengumpulan data, maka penelitian yang

dikembangkan oleh penulis menggunakan teknik pengambilan sampel yang dilakukan

dengan teknik Purposive Sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan

tertentu. Hal ini berarti subyek penelitian diperoleh peneliti melalui pengkhususan dengan

batasan-batasan tertentu hingga jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi (Hadi, 1991).

Karakteristik sampel yang diambil oleh penulis, yaitu: Subjek merupakan remaja tengah yang

berusia antara 15-18 tahun. Pada penelitian ini penulis menggunakan sampel sebanyak 90

siswa dan siswi Sekolah Menengah Kejuruan Kristen Salatiga.

Metode Pengumpulan Data

Penelitian mengenai hubungan antara pola asuh permisif dengan school refusal pada para

siswa di Sekolah Menegah Kejuruan (SMK) Kristen Salatiga yang penulis lakukan

menggunakan angket. Metode angket merupakan suatu metode penyelidikan yang

menggunakan daftar pertanyaan yang berisi aspek-aspek yang hendak diukur dan yang harus

dijawab atau dikerjakan oleh orang-orang yang menjadi subjek penelitian (Suryabrata, 2003).

Page 19: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9246/2/T1_802011601_Full... · merupakan cara masyarakat mengajar anak berperilaku moral yang

10

Menurut Warsito (1995), mengatakan bahwa angket bertujuan untuk mendapatkan informasi

yang lengkap mengenai suatu masalah.

Angket yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah angket yang bersifat langsung.

Nawawi (1995) menyatakan bahwa angket yang bersifat langsung adalah angket yang

langsung diberikan kepada responden. Selain itu, angket yang digunakan dalam penelitian ini

adalah angket tertutup. Arikunto (2002) menyatakan bahwa angket tertutup adalah angket

yang disajikan dalam bentuk sedemikian rupa, sehingga responden tinggal memberikan tanda

centang (√) pada kolom atau tempat yang sesuai.

Uji Validitas dan uji reliabialitas

Uji Validitas

Validitas mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam

melakukan fungsi ukurnya. Pengujian alat ukur ini menggunakan teknik Product Moment

dari Karl Pearson dengan rumus sebagai berikut :

2222 tiNtiN

tiitNrit

keterangan :

itr = koefisien korelasi antara skor item dan skor total

i = jumlah skor masing-masing item

t = jumlah skor seluruh item total

it = jumlah nilai hasil kali skor item dan skor total

N = jumlah subjek yang diteliti

Kriteria validitas item didasarkan pada besarnya korelasi yang diperoleh.

Menurut Azwar (2000) yaitu suatu item dikatakan valid jika koefisien korelasinya ≥ 0,25.

Uji Reliabilitas

Reliabilitas alat ukur menyatakan seberapa hasil pengukuran dengan alat tersebut dapat

dipercaya. Reliabilitas alat ukur menunjuk kepada sejauh mana perbedaan-perbedaan skor

perolehan itu mencerminkan perbedaan-perbedaan atribut yang sebenarnya (Suryabrata,

2000). Penentuan reliabilitas pada penelitian ini menggunakan teknik Alpha Cronbach.

Perhitungan teknik analisis varians menggunakan bantuan komputer paket SPSS for windows

versi 17, dengan rumus :

2

22

1 S

SiS

N

N

Keterangan

Page 20: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9246/2/T1_802011601_Full... · merupakan cara masyarakat mengajar anak berperilaku moral yang

11

koefisien Alpha Cronbach

N jumlah item pada kuisioner

2S varians seluruh skor tes

2Si varians tiap item

Uji reliabilitas dalam penelitian ini mengikuti standar yang dikemukan oleh

Awar (2000):

α < 0.7 = tidak reliabel

0.7 < α < 0.8 = cukup

0.8 < α < 0.9 = bagus

0.9 < α < 1 = sangat bagus

Analisa Data

Dalam penelitian ini metode analisis data yang digunakan teknik korelasi Product

Moment dari Pearson yang berfungsi untuk mencari korelasi antara dua variabel yaitu

variabel bebas dan variabel terikat yang masing-masing bergejala interval atau rasio

(Sugiyono, 2009). Untuk menentukan signifikansi koefisien korelasi peneliti menggunakan

program SPSS for windows versi 12.Rumus :

𝑟𝑥𝑦 = 𝑁 ∑𝑥𝑦 − ∑𝑥 . ∑𝑦

𝑁 . ∑𝑥 2 − ∑𝑥

2 . 𝑁 . ∑𝑦 2 − ∑𝑦

2

Keterangan :

𝑟𝑥𝑦 = Koefisien korelasi antara x dan y

∑𝑥 = Jumlah skor

∑𝑦 = Jumlah skor Produktivitas kerja

∑𝑥 2 = Jumlah kuadrat skor

∑𝑦 2 = Jumlah kuadrat skor variabel y

∑𝑥𝑦 = Jumlah hasil perkalian skor variabel x dengan skor variabel y

𝑁 = Jumlah subjek

HASIL

Page 21: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9246/2/T1_802011601_Full... · merupakan cara masyarakat mengajar anak berperilaku moral yang

12

Analisis Deskriptif

Analisa deskriptif dilakukan untuk melihat hasil penelitian berdasarkan rata-rata

(mean), standart deviasi, nilai maksimal dan minimal. Dari hasil penelitian yang telah

dilakukan, maka didapat rata-rata dari masing-masing variabel, sebagai berikut:

a. Pola Asuh Permisif

Berdasarkan angket Pola Asuh Permisif terdapat 26 item valid. Berdasarkan hasil

analisa dari angket Pola Asuh Permisif di dapat skor tertinggi adalah 104 dan skor terendah

adalah 27 Berikut adalah rumus pengkategorian tinggi rendahnya atau interval Pola Asuh

Permisif:

KategoriJml

terendahskorJmltertinngiskorJmlInterval

5

26104 = 15,6

Tabel 4.2

Pola Asuh Permisif

Skor Kriteria F % Min Max Mean

26 ≤ x < 41,6 Sangat rendah 4 4,44% 27

41,6 ≤ x < 57,2 Rendah 43 47,78%

57,2 ≤ x < 72,8 Sedang 23 25,56% 60,3778

72,8 ≤ x < 88,4 Tinggi 14 15,56%

88,4 ≤ x ≤ 104 Sangat tinggi 6 6,67% 104

Jumlah 100 SD = 15,40435

Dari tabel di atas, diketahui bahwa sebanyak 20 siswa beranggapan bahwa mereka

tumbuh dan berkembang dalam Pola Asuh Permisif. Sedangkan sebanyak 47 siswa

menganggap mereka tidak diasuh dalam Pola Asuh Permisif. Skor tertinggi pada kategori

sangat tinggi dan skor terendah berada pada kategori sangat rendah. Selengkapnya dapat

dilihat pada tabel di atas.

b. Perilaku School Refusal

Angket Perilaku School Refusal disusun berdasarkan 33 item skala school refusal

menurut Setzer & Salzhauer (2001). Pengkategorian tinggi rendahnya Perilaku School

Refusal berdasarkan skor tertinggi dari penilaian Perilaku School Refusal adalah 98 dan skor

Page 22: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9246/2/T1_802011601_Full... · merupakan cara masyarakat mengajar anak berperilaku moral yang

13

terendahnya adalah 37, dengan 5 kategori yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan

sangat rendah. Berikut adalah tabel hasil pengkategorian:

Tabel 4.3

Interval Perilaku School Refusal

Skor Kriteria F % Min Max Mean

27 ≤ X < 43,2 Sangat rendah 3 3,33% 37

43,2 ≤ X <59,4 Rendah 49 54,44%

59,4 ≤ X < 75,6 Sedang 22 24,44% 61,8778

75,6 ≤ X < 91,8 Tinggi 11 12,22%

91,8 ≤ X ≤ 108 Sangat tinggi 5 5,56% 98

Jumlah 100 SD = 14,24728

x = Perilaku School Refusal

Dari tabel di atas, diketahui bahwa rata-rata responden Perilaku School Refusalnya

berada pada kategori sedang. Nilai tertinggi berada pada kategori sangat tinggi dan nilai

terendah pada kategori sangat rendah. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel di atas.

Uji Asumsi

Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji one sample-

Kolmogrov Smirnov. Uji normalitas hanya dilakukan pada angket Pola Asuh

Permisif. Hasil uji normalitas terhadap sampel yang berasal dari siswa SMK

Kristen Salatiga, didapat nilai Kolmogrov Smirnov angket Pola Asuh Permisif

1,885 (p < 0,05) sedangkan nilai Kolmogrov Smirnov angket Perilaku School

Refusal sebesar 1,757 (p < 0,05). Syarat data normal adalah p > 0,05. Hal ini

berarti data responden tidak berdistribusi normal. Hasil uji normalitas dan

grafik uji normalitas dapat dilihat pada lampiran.

Uji Linearitas

Uji linearitas dilakukan untuk melihat data linear atau tidak. Uji

linearitas dilakukan dengan melihat nilai F. Nilai F = .1,751 (p < 0,05), hal ini

berarti uji linearitas tidak terpenuhi.

Uji Korelasi

Dari hasi uji normalitas dan uji linearitas data, didapat hasil data tidak

berdistribusi normal dan data tidak linear. Jadi, perhitungan korelasi yang dilakukan

adalah menggunakan korelasi sperman rho. Berdasarkan pada perhitungan Uji

Page 23: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9246/2/T1_802011601_Full... · merupakan cara masyarakat mengajar anak berperilaku moral yang

14

korelasi sperman rho dari output SPSS terlihat bahwa nilai r = 0,629 (p < 0,05).

Melihat hasil perhitungan tersebut Hi diterima dan H0 ditolak. Ini berarti disimpulkan

bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara Pola Asuh Permisif dengan

Perilaku School Refusal siswa SMK Kristen Salatiga. Hasil perhitungan selengkapnya

dapat dilihat pada lampiran.

PEMBAHASAN

Dari hasil penelitian korelasi sperman rho sebesar 0,629 (p < 0,05). Hal ini

menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara pola asuh permisif dan

perilaku School refusal siswa SMK Kristen Salatiga. Adapun temuan ini dimungkinkan

terjadi, karena remaja yang berada dalam lingkungan dengan pola asuh permisif cenderung

mendapatkan kebebasan bersikap dan berperilaku tanpa adanya kontrol dan evaluasi atas

sikap nya akan berperilaku school refusal bersikap dan berperilaku. Pada pola asuh permisif

orang tua lebih mengutamakan pengembangan aplikasi kompetensi yang dimilikinya. Hasil

temuan tersebut juga mengindikasikan bahwa secara umum bahwa agar seseorang bersikap

dan berperilaku sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pelajar tentu saja harus

didasari adanya kemampuan untuk menyesuaikan dirinya dengan keadaan lingkungan

sekolahnya baik dalam belajar maupun dalam bersosialisasi, sedangkan bila seseorang gagal

dalam mengadakan penyesuaian diri akan dimanifestasi dalam sikap dan tingkah laku

melanggar peraturan dan norma yang berlaku di lingkungan sekolahnya.

Pada hakikatnya pola asuh permisif sangatlah berpengaruh bagi perilaku, karena Pola

asuh orang tua permisif bersikap terlalu lunak, tidak berdaya, memberi kebebasan terhadap

anak tanpa adanya norma-norma yang harus diikuti oleh mereka. Dengan adanya pola asuh

permisif yang bersifat bebas tersebut, seorang anak akan terbiasa merasa tidak ada halangan

supaya dia dapat bertindak sesukanya tanpa adanya hukuman atau sangsi, karena orang tua

sendiri tidak memberlakukan hukuman atau sangsi dan ketegasan.

Melalui pola asuh permisif ini, maka seorang siswa atau siswi juga memberanikan diri

untuk menampilkan perilaku school refusal, di mana individu yang bersangkutan berupaya

menghindari tugas dan tanggung jawabnya sebagai pelajar di sekolah. Pada prinsipnya

perilaku school refusal berkepanjangan akhirnya akan berdampak prestasi akademik (Egger,

Costello, & Angold, 2003).

Page 24: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9246/2/T1_802011601_Full... · merupakan cara masyarakat mengajar anak berperilaku moral yang

15

Penelitian ini sesuai dengan pendapat yang diungkapkan Hurlock (2008) bahwa melalui

pola asuh yang merupakan upaya untuk mendidik serta mempersiapkan anak agar dapat

menyesuaikan diri dan diterima oleh lingkungan sosial. Namun upaya tersebut tidak dapat

memenuhi tujuan pendidikan dasar dalalm keluarga, karena adanya kontrol dari orang tua

yang minim. Seperti diungkapkan Baumrind (1991) bahwa melalui pola asuh permisif

sebagai parental control (kontrol orang tua teerhadap anak-anaknya) yang disertai sikap

orang tua yang terlampau bermurah atau berbaik hati dalam mendidik anak-anaknya dan

terkadang lebih cenderung untuk memenuhi permintaan anak-anak, berakibat pada

pendisiplinan yang rendah dengan kematangan dan pengontrolan diri yang relatif rendah,

bahkan pola asuh seperti ini mendorong orang tua untuk lebih responsif dibandingkan dengan

menuntut perilaku tertentu dari anak- anak mereka.

Secara umum melalaui pola asuh permisif dengan karakteristik pemberian kebebasan

seluas mungkin kepada anak, memberi kasih sayang yang banyak dan bersikap sangat

longgar maka mengakibatkan seorang remaja menjadi pribadi yang tidak dituntut untuk

belajar bertanggung jawab. Sementara berdasarkan besarnya korelasi / nilai r maka diketahui

bahwa pola asuh permisif memilki sumbangan efektif sebesar 0,395 terhadap perilaku school

refusal, dimana melalui pola asuh permisif dengan karakteristik sikap terlalu lunak, tidak

berdaya, memberi kebebasan terhadap remaja tanpa adanya norma-norma yang harus diikuti

oleh remaja yang bersangkutan dapat memicu remaja utuk mengutamakan kebebasan dalam

bertindak dengan tidak adanya tekanan yang diberikan orang tuanya. Selain itu remaja yang

bersangkutan juga terbiasa merasa tidak ada halangan dalam bertindak sesukanya tanpa

adanya hukuman atau sangsi, meskipun menampilkan perilaku school refusal, di mana

individu yang bersangkutan berupaya menghindari tugas dan tanggung jawabnya sebagai

pelajar di sekolah. Jadi secara umum dapat disimpulkan bahwa pola asuh permisif

berhubungan dengan Perilaku School Refusal.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisa data penelitian, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Ada hubungan positif dan signifikan antara pola asuh permisif dengan school refusal

siswa di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Kristen di Salatiga. Hal tersebut berarti

semakin tinggi pola asuh permisif maka semakin tinggi perilaku school refusal

remaja. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah pola asuh permisif dengan school

Page 25: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9246/2/T1_802011601_Full... · merupakan cara masyarakat mengajar anak berperilaku moral yang

16

refusal semakin rendah pula perilaku school refusal siswa di Sekolah Menengah

Kejuruan (SMK) Kristen di Salatiga

2. Alat ukur perilaku school refusal memiliki nilai rata-rata sebesar 61,8778 sehingga

dapat dikatkan bahwa perilaku school refusal siswa di Sekolah Menengah Kejuruan

(SMK) Kristen di Salatiga Salatiga termasuk dalam kategori sedang.

3. Alat ukur pola permisif memiliki rata-rata sebesar 60,3778 yang menunjukan bahwa

siswa di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Kristen di Salatiga berada dalam

keluarga dengan pola asuh permisif dalam kategori sedang.

4. Sumbangan efektif pola suh permisif terhadap perilaku school refusal sebesar 0,395 %

B. Saran

Dengan hasil penelitian di atas, maka peneliti mengajukan saran bagi beberapa pihak

sebagai berikut :

1. Bagi Keluarga

a. Dapat memperbaiki pola asuh terhadap remaja dan menyesuaikan dengan

karakteristik anak sehingga para remaja dapat lebih memahami tugas dan

tanggungjawab sebagai seorang individu (baik sebagai pelajar maupun anak di

dalam keluarga, dan anggota masyarakat).

b. Lebih memantau sikap dan perilaku anak dan memberikan kontrol serta feedback

terhadap sikap dan perilaku yang ditampilkan anak.

c. Memantau kegiatan akademis remaja dan evaluasi terhadap sikap dan perilaku

siswa baik di lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah, sehingga

menciptakan situasi dan kondisi yang lebih kondusif dalam upaya

mengembangkan tanggung jawab remaja.

2. Bagi Siswa

a. Mengembangkan kompetensi dan keahlian akademis dan non akademis secara

lebih maksimal agar dapat mencapai target hasil atau output dari proses belajar

secara maksimal.

b. Lebih menjaga pergaulan baik di dalam lingkungan sekolah maupun di luar

lingkungan sekolah yang memiliki peran penting dalam membentuk kebiasaan

untuk berperilaku di kalangan remaja.

c. Memilih kegiatan ekstra kulikuler atau tambahan di sekolah yang dapat

mengembangkan kompetensi sisiwa secara akademis maupun non akademis.

Page 26: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9246/2/T1_802011601_Full... · merupakan cara masyarakat mengajar anak berperilaku moral yang

17

d. Terlibat aktif dalam kegiatan masyarakat (karang taruna) dan komunitas

(perkumpulan keagamaan).

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Bagi penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut

dengan meneliti faktor-faktor lain yang memiliki hubungan yang erat dengan perilaku

school refusal siswa di Sekolah selain pola asuh permisif. Faktor-faktor tersebut

seperti: faktor komponen metode tugas dalam belajar, lingkungan sosial, orientasi

siswa yang bersangkutan dalam belajar, latar belakang keluarga (sosial, ekonomi dan

pendidikan), dan lain sebagainya

Page 27: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9246/2/T1_802011601_Full... · merupakan cara masyarakat mengajar anak berperilaku moral yang

18

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto. (2002). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Azwar. (2000). Reliabilitas dan Validitas (edisi ketiga). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Baumrind (1991). The Influence of Parenting Style on Adolescent Competence and

Substance Use. Journal of Early Adolescence. 11(1), 56-95.

Bernstein, Borchardt, C., Perwien, A., Crosby, R., Kushner, M., Thuras, P., Last, C. (2001).

Imipramine plus cognitive-behavioral therapy in the treatment of school refusal.

Journal of the American Academy of Child & Adolescent Psychiatry, 39(3), 276-283.

Dodge, K. A., & Frame, C. L. (1982). Social cognitive biases and deficits in aggressive boys.

Child Development. 53, 620–632.

Egger, Costello, & Angold. (2003). The Development Epidemiology of Anxiety Disorder:

Phenomenology, Prevalence, and Comorbidity. Journal. 14 (631-648). Adolescent

Psychiatric Clinic of North America.

Fremont (2003). School refusal in children and adolescents. American Family Physician, 68,

1555–1560, 1563–1564.

Gelfand, D. M. & Drew, C, J. (2003). Understanding Child Behavior Disorders. 4th edition.

Australia: Thomson Wadsworth.

Ghozali. I. (2006). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. (edisi ke 4).

Semarang: Badan Penerbit Unversitas Diponegoro

Hadi, S. (1991). Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi

UGM.

Hadi, S. (1995). Analisis Regresi. Yogyakarta: Andi Offset.

Hogan, M. (2006). School Phobia. Diambil dari www.school phobia.htm, pada 10 November

2014.

Hurlock, E. B. (2008). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang

Kehidupan. Terjemahan (sedisi ke 5). Jakarta: Erlangga.

Kang, Y. & Moore, J. (2011). ‘Parenting style and adolescents’ school performance in

mainland China’. US–China Education Review, B (1), 133–138.

Kearney& Silverman (1995). Functionally-based prescriptive and nonprescriptive treatment

for children and adolescents with school refusal behavior. Behavior Therapy, 30,

673−695.

Page 28: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9246/2/T1_802011601_Full... · merupakan cara masyarakat mengajar anak berperilaku moral yang

19

_________________ (2002) School refusal behavior. In R. B. Mennuti, A. Freeman, & R.

W. Christner (Eds.), Cognitive–behavioral interventions in educational settings: A

handbook for practice (hlm. 89−105). New York: Brunner-Routledge.

Kearney, C.A. 2006. Casebook in Child Behavior Disorders. 3rd edition. Australia: Thomson

Wadsworth.

Medinnus, G.R., & Johnson, R.C. (1976). Child & Adolescent Psychology, 2nd

edition.

Canada: John Wiley & Sons, Inc

Monks, dkk, (2002). Psikologi Perkembangan, Yogyakarta:Gadjah Mada University Press.

Nawawi. H. (1995). Metode Penelitian Bidang Sosial. Jogjakarta: Universitas Gajah Mada

Press

Papalia, D., dkk. (2001). Human Develompment. New York: Mc Graw Hill.

Santrock, J. (2002). Life-Span Development : Perkembangan Masa Hidup, edisi 5, jilid 1.

Jakarta : Erlangga.

Sears, D, O. Freedman, J, L & Peplau, L, A. (1985). Psikologi sosial. edisi kelima, jilid 1.

Jakarta: Erlangga.

Setzer, N. & Salzhauer, A. (2001). Understanding School Refusal. NYU Child Study Center

Source: Journal of Youth and Adolescence, February (2009). (diterjemahkan dari

http://news.yahoo.com/s/nm/20081126/tv_nm/us_teen_violence;_ylt=AgOmYvjngUx

DmT8yin3LuObLLJ94)

Soemantrie. H. (2010). Perkembangan Kurikulum Sekolah Madrasah Aliyah di Indonesia:

Suatu Perspektif Historis dari Masa ke Masa. (edisi pertama). Jakarta: Kementrian

Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum

Sukadji. (1988). Keluarga dan Keberhasilan Pendidikan. Diambil tanggal 3 April 2010 dari

http://one.indoskripsi.com/content/faktor-penyebab-perilaku-agresi.

Sumadi, S. (2003). Metode Penelitian. Jakarta: Rajawali

Sumadi, S. (2000). Metode Penelitian. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Suryabrata, S. (2003). Metodologi Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Trijono, Lambang. 2001, Keluar dari Kemelut Maluku. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Warsito. H. (1995). Pengantar etodologi Penelitian. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Winkel, W. S. (2004). Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta: PT. Gramedia

Pustaka Utama.

Page 29: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9246/2/T1_802011601_Full... · merupakan cara masyarakat mengajar anak berperilaku moral yang

20

http://psikologi-unissula.com/article/88565/agresivitas-anak--suatu-studi-kasus.html

Orgs/Rts (2002,July 18).siswi SMU 82 Lapor ke Polisi karena Dianiaya Senior.Kompas

diambil dari: http://www.Kompas.com

Seminar Nasional Fungsionalisasi Lembaga Pendidikan sebagai Upaya Penanggulangan

Kenakalan Remaja. Wawasan. 2001. Koran Jawa Tengah. Tanggal 9 Februari