neurofisiologi ssp satya

Upload: satyagraha84

Post on 07-Mar-2016

242 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Referat

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUANSistem saraf manusia adalah sistem tubuh yang mengatur kebanyakan aktifitas sistem tubuh lainnya dimana mengkoordinasi, menafsirkan dan mengontrol interaksi antara individu dengan lingkungan sekitarnya.. Sistem saraf perifer merupakan sistem saraf diluar sistem saraf pusat yang membawa pesan dari dan menuju sistem saraf pusat untuk menjalankan otot dan organ tubuh. Sistem saraf perifer terbagi menjadi sistem saraf somatik dan sistem saraf otonomik. Saraf perifer mengandung serabut saraf aferen dan eferen. Serabut saraf eferen terlibat dalam fungsi motorik seperti kontraksi otot dan sekresi kelenjar sedangkan serabut saraf aferen biasanya menghantarkan rangsang sensorik dari kulit, selaput lendir dan struktur yang lebih dalam. Stimulasi diterima oleh reseptor sistem saraf perifer yang selanjutnya akan dihantarkan oleh sistem saraf sensoris dalam bentuk impuls listrik ke sistem saraf pusat. Sistem saraf perifer menerima impuls yang dioleh dan diinterpretasikan oleh sistem saraf pusat dan diteruskan menuju efektor yang berfungsi sebagai pencetus jawaban akhir. Sistem saraf perifer membawa jawaban atau respon sistem saraf motorik. Jawaban yang terjadi dapat berupa jawaban yang dipengaruhi oleh kemauan (volunteer) dan jawaban yang tidak dipengaruhi oleh kemauan (involunter). Jawaban volunteer melibatkan sistem saraf somatik sedangkan jawaban involunter melibatkan sistem saraf otonom. Efektor dari sistem saraf somatik adalah otot rangka sedangkan untuk sistem saraf otonom, efektornya adalah otot polos, otot jantung dan kelenjar sebasea.

BAB II NEUROFISIOLOGI SISTEM SARAF PERIFER2.1 Neuroanatomi2.1.1 Struktur serabut saraf periferNeuron merupakan unit anatomis dan fungsional sistem saraf. Neuron terdiri dari badan sel saraf dan prosesus-prosesusnya. Badan sel mengandung nukleus dan sitoplasma yang merupakan pusat metabolisme neuron. Nukleus terletak di sentral bentuknya bulat dan besar. Di dalam sitoplasma terdapat retikulum endoplasma yang mengandung organel seperti substansia Nissl, apparatus Golgi, mitokondria, mikrofilamen, mikrotubulus dan lisosom. Membran plasma dan selubung sel membentuk membran semipermeabelyang memungkinkan difusi ion-ion tertentu melalui membran ini dan menghambat ion-ion lainnya. Prosesus sel neuron terbagi menjadi dendrit-dendrit dan sebuah akson. Neuron mempunyai banyak dendrit yang menghantarkan impuls saraf ke arah badan sel saraf. Akson merupakan prosesus badan sel yang paling panjang menghantarkan impuls dari segmen awal ke terminal sinaps. Segmen awal badan sel merupakan elevasi badan sel berbentuk kerucut yang tidak mengandung granula Nissl dan disebut akson Hillock (Snell, 2006).Sebagian besar akson pada sistem saraf perifer dilapisi mielin dan membentuk segmen-segmen seperti di SSP.

Gambar 2.1 Struktur neuron (Snell, 2006)Neuron diklasifikasikan berdasarkan morfologi neuron yang ditentukan oleh jumlah, panjang dan bentuk percabangan neuritnya menjadi neuron unipolar, neuron bipolar dan neuron multipolar. Pada sistem saraf perifer neuron sensorik berbentuk unipolar dan neuron motorik berbentuk multipolar (Sukardi,1985).Menurut bentuknya neuron dapat diklasifikasi menjadi:1. Neuron unipolar (satu cabang akson dan satu cabang dendrit)Misalnya: neuron-neuron sensorik saraf perifer.2. Neuron bipolar (mempunyai dua serabut, satu dendrit dan satu akson)Misalnya: epitel olfaktorius, retina mata dan telinga dalam.3. Neuron multipolar (mempunyai beberapa dendrit dan satu akson)Misalnya: sel-sel motorik pada kornu anterior dan lateral medula spinalis, sel ganglion otonom.

Gambar 2.2 Jenis neuron pada sistem saraf perifer (Snell, 2006)

2.1.2 Komponen sistem saraf periferSaraf perifer terdiri dari sistem saraf motorik dan saraf sensorik. Sistem saraf perifer dimulai dari neuron motorik ke neuromuscular junction danotot sebaliknya neuron sensorik berasal dari neuromuscular junction, otot keganglion spinalis. Terdapat 31 pasang nervus spinalis yang meninggalkan medula spinalis dan berjalan melalui foramina intervertebralis di kolumna vertebralis. Masing-masing nervus spinalis berhubungan dengan medula spinalis melalui dua radiks yaitu radiks anterior dan radiks posterior. Radiks anterior terdiri dari berkas serabut saraf yang membawa impuls saraf dari SSP (serabut eferen). Radiks posterior terdiri dari berkas serabut saraf yang membawa impuls menuju SSP (serabut aferen). Badan sel serabut saraf ini terletak dalam pembesaran radiks posterior yang disebut ganglion spinalis. Radiks anterior bergabung dengan radiks posterior tepat di bagian distal ganglion spinalis dan keduanya membentuk saraf perifer spinalis. Jadi setiap segmen tubuh mempunyai pasangan saraf spinalisnya masing-masing (Snell, 2007).

Gambar 2.3 Segmen radiks spinalis (Netter, 2002)Dalam perjalanannya, saraf perifer bercabang dan bergabung dengan saraf perifer didekatnya sehingga membentuk jaringan saraf yang disebut pleksus nervosus. Pleksus memungkinkan redistribusi serabut saraf di dalam saraf perifer yang berbeda. Pembentukan pleksus-pleksus ini menyebabkan serat-serat dari setiap pasang radiks bercabang menjadi saraf-saraf perifer yang berbeda, artinya setiap saraf perifer dibuat dari beberapa radiks segmental yang berdekatan (Duus, 1996).2.1.3 Sistem saraf perifer sensorikSistem saraf perifer sensorik adalah sistem saraf di sepanjang jalur sensoris antara reseptor di kulit sampai dengan ganglion spinalis. Semua impuls yang berasal dari reseptor di kulit, otot, sendi dan organ dalam dikirim ke pusat melalui saraf perifer, pleksus, saraf spinal, radiks posterior dan kemudian membentuk ganglion spinalis yang berada di foramen intervertebralis selanjutnya menuju ke dalam medula spinalis untuk diteruskan ke otak. Ketika saraf mencapai ganglion spinalis, serat terbagi menjadi kelompok menurut fungsinya. Hanya beberapa dari impuls yang datang dari otot, sendi, fasia dan jaringan lain mencapai tingkat kesadaran, kebanyakan melayani kontrol otomatis aktivitas motorik yang diperlukan untuk berjalan dan berdiri (Duus, 1996).Ke arah perifer, serat aferen yang berasal dari satu radiks dorsalis bergabung dan melayani daerah segmen tertentu dari kulit disebut dermatom. Jumlah dermatom sebanyak radiks segmental. Karena dermatom berhubungan dengan berbagai segmen radiks medula spinalis maka mempunyai nilai diagnostik yang besar dalam menentukan tingkat (level) dari kerusakan medula spinalis. Serat yang membentuk saraf perifer berasal dari berbagai radiks. Hilangnya sensorik yang disebabkan oleh kerusakan saraf perifer memperlihatkan pola yang sangat berbeda dengan yang disebabkan oleh kerusakan saraf spinal. Segmen dermatom ini dapat digunakan untuk mendeteksi adanya gangguan sensorik sesuai level lesi radiks (Duus, 1996). Gambar 2.4 Peta dermatom (Guyton,1996)Jika saraf perifer rusak, daerah hipestesi umumnya lebih besar dari pada daerah hipalgesia. Yang mungkin sulit adalah membedakan gangguan sensorik yang disebabkan oleh lesi radikuler C8 dari gangguan sensorik yang disebabkan oleh kerusakan saraf ulnaris dan gangguan sensorik lesi radikuler L5-S1 dengan gangguan sensorik yang disebabkan oleh kerusakan saraf peroneus karena daerah yang terlibat hampir sama. Setiap saraf sensorik perifer memiliki daerah yang pasti untuk inervasinya sehingga memungkinkan untuk mengidentifikasi kerusakan saraf melalui pemeriksaan yang cermat (Duus, 1996).2.1.4 Sistem saraf perifer motorikSistem saraf perifer motorik dimulai dari motor neuron di kornu anterior medula spinalis. Neuron-neuron yang menyalurkan impuls motorik dari medula spinalis ke sel otot skeletal dinamakan Lower Motor Neuron(LMN). LMN dengan aksonnya dinamakan final common pathway impuls motorik. LMN dibedakan menjadi alfa motorneuron (berukuran besar, aksonnya yang tebal dan mensarafi serabut otot ekstrafusal) dan gamma motorneuron (berukuran kecil, aksonnya halus dan mensarafi otot intrafusal). Tiap motor neuron menjulurkan hanya satu akson yang ujungnya bercabang-cabang sehingga setiap akson dapat berhubungan dengan sejumlah serabut otot. Penghambatan gerakan dilaksanakan oleh sel interneuron (sel Renshaw). Akson menghubungi sel serabut otot melalui sinaps. Otot-otot individual dipersarafi oleh beberapa radiks spinalis ventralis (persarafan plurisegmental). Akibatnya jika satu radiks dipotong, tidak terjadi kehilangan fungsi yang nyata. Paralisis pola radikular hanya tampak bila beberapa radiks yang berdekatan rusak. Setiap radiks motorik mempunyai otot indikatornya sendiri sehingga memungkinkan untuk mendiagnosis kerusakan radiks dengan elektromiogram terutama di daerah servikal atau lumbal (Duus, 1996).

Gambar 2.5 Radiks saraf dalam pleksus terbagi menjadi saraf perifer (Duss, 1996)Radiks ventralis dan dorsalis bergabung di foramen intervertebralis menjadi satu berkas saraf spinal dan dinamakan sesuai foramen intervertebralis yang dilewati. Di tingkat torakal dan lumbal atas, saraf spinal langsung berlanjut sebagai saraf perifer. Saraf perifer yang berasal dari radiks C2-C4 membentuk pleksus servikalis, saraf perifer dari C5-T1 membentuk pleksus brakhialis dan terdiri dari tiga trunkus utama yaitu trunkus superior (C5, C6), medial (C7) dan inferior (C8, T1). Saraf yang berasal dari T12-L4 membentuk pleksus lumbalis dan saraf yang berasal dari L5-S3 membentuk pleksus sakralis. Pleksus servikalis dan pleksus brakialis terdapat pada pangkal ektremitas atas sedangkan pleksus lumbalis dan pleksus sakralis terdapat pada pangkal ektremitas bawah sehingga serabut saraf yang berasal dari berbagai segmen medula spinalis disusun dan didistribusikan secara efisien di dalam trunkus saraf yang berbeda menuju berbagai bagian ekstremitas atas dan bawah (Mardjono, 2006).

Gambar 2.6 Pleksus saraf (Netter, 2002)Pleksus brakhialis membentuk tiga berkas yaitu fasikulus lateralis, posterior dan medialis sesuai dengan topografinya terhadap a.aksilaris. Fasikulus posterior merupakan induk n.radialis, fasikulus medialis menjadi pangkal n.ulnaris, sedangkan n.medianus disusun oleh serabut dari fasikulus lateralis dan medialis. Sindrom Horner berkorelasi dengan lesi di pleksus brakhialis karena sindrom Horner dihasilkan oleh terputusnya hubungan ortosimpatetik dari ganglion servikal superior yang terletak di daerah pleksus brakhialis. Enam saraf perifer penting keluar dari pleksus brakhialis yaitu n.torakalis longus, n.aksilaris, n.radialis, n.muskulokutaneus, n.medianus dan n.ulnaris. Pada sindrom pleksus brakhialis akibat proses difus terdapat gejala motorik dan sensorik terutama di area C5 dan C6 (Mardjono, 2006). Gambar 2.7 Pleksus Brakhialis (Netter, 2002)Penataan pleksus lumbosakralis lebih sederhana dari pada pleksus brakhialis. Pleksus lumbosakralis terdiri dari pleksus lumbalis dan pleksus sakralis. Pleksus lumbalis disusun oleh cabang anterior saraf spinal L1, 2, 3 dan sebagian L4. Saraf perifer yang berinduk pada pleksus lumbalis adalah n.kutaneus femoralis lateralis, n.femoralis, n.genitofemoralis dan n.obturatorius. Pleksus sakralis disusun oleh cabang anterior saraf spinal L4-S3. Saraf perifer kutan yang berasal dari pleksus sakralis adalah n.gluteus superior dan inferior, n.kutaneus femoralis posterior dan n.iskiadikus. Saraf perifer kutan yang mengurus kulit daerah inguinal ialah n.ilioinguinalis sedangkan daerah kulit tungkai atas lainnya disarafi n.kutaneus femoralis lateralis dan n.kutaneus femoralis anterior. Persarafan kutan tungkai bawah, bagian medial diurus cabang pleksus lumbalis dan bagian lateral posterior diurus oleh cabang pleksus sakralis. Seluruh kulit kaki kecuali yang menutupi maleolus medialis, diurus cabang pleksus sakralis. N.iskiadikus merupakan kelanjutan pleksus sakralis, pada fosa poplitea n.iskiadikus bercabang dua yaitu n.tibialis dan n.peroneus kumunis. Cabang kutan n.tibialis adalah n.kutaneus suralis medialis, n.plantaris dan n.plantaris medialis. Cabang kutan n.peroneus komunis ialah n.kutaneus suralis lateralis, n.peroneus profundus dan superfisialis, n.kutaneus dorsalis pedis intermedius dan n.kutaneus dorsalis pedis medialis (Netter, 2002). Gambar 2.8 Pleksus lumbosakralis (Netter, 2002)

2.2 Fisiologi Sel2.2.1 Membran SelMembran sel merupakan pembungkus sel dengan struktur yang lembut, lentur dan tipis yaitu ketebalannya hanya 7,5 sampai 10 nm. Struktur dasar membran sel adalah berupa lipid bilayer yang tipis dan masing-masing layer hanya setebal satu molekul. Gambar 2.9 Struktur membran sel (Guyton, 1996)Lipid bilayer dasar tersusun dari molekul-molekul fosfolipid. Salah satu ujung molekul fosfolipid adalah ujung fosfat yang dapat larut dalam air (hidrofilik) dan ujung lainnya yaitu fatty acid yang larut dalam lemak (hidrofobik). Bagian hidrofobik terletak di tengah membran dan bagian hidrofilik terletak di kedua sisi membran yang berhubungan dengan cairan intraseluler dan ekstraseluler. Lapisan lipid di tengah membran bersifat impermeabel (sukar ditembus) bagi substansi-substansi yang terlarut dalam air yaitu ion, glukosa dan urea. Sebaliknya substansi-substansi yang larut dalam lemak yaitu oksigen, karbondioksida dan alkohol dapat dengan mudah menembus bagian membran ini (bersifat permeabel bagi substansi yang larut dalam lemak). Sel dalam tubuh berada dalam media cairan yang disebut cairan ekstraseluler (extracellular fluid). Cairan ini merupakan lingkungan internal dalam tubuh, yang berisi ion-ion dan nutrisi yang diperlukan untuk kelangsungan hidup sel. Ion-ion yang banyak terdapat dalam cairan ekstraseluler adalah sodium (Na+), klorida (Cl-) dan bikarbonat. Sebuah sel terdiri atas cairan intraseluler dan organela-organela yang dibungkus oleh suatu membran. Cairan intraseluler terdiri atas lima substansi dasar yaitu air, elektrolit, protein, lemak dan karbohidrat. Di dalam elektrolit terdapat berbagai macam ion, diantaranya yang sangat penting adalah potasium, magnesium, fosfat, sulfat, bikarbonat serta sejumlah kecil sodium, khlorid dan kalsium (Biomedical Engineering, 2010) Gambar 2.10 Komposisi cairan ekstrasel dan intrasel (Guyton, 1996)2.2.2 Potensial AksiSel dalam keadaan istirahat memiliki beda potensial di antara kedua sisi membrannya. Keadaan sel yang seperti ini disebut keadaan polarisasi. Bila sel dalam keadaan istirahat/polarisasi ini diberi rangsangan yang sesuai dan level yang cukup maka sel akan berubah dari keadaan istirahat menuju ke keadaan aktif. Dalam keadaan aktif, potensial membran sel mengalami perubahan dari negatif di sisi dalam berubah menjadi positif di sisi dalam. Keadaan sel seperti ini disebut dalam keadaan depolarisasi. Depolarisasi dimulai dari suatu titik di permukaan membran sel dan merambat ke seluruh permukaan membran. Bila seluruh permukaan membran sudah bermuatan positif di sisi dalam, maka sel disebut dalam keadaan depolarisasi sempurna. Setelah mengalami depolarisasi sempurna, sel selanjutnya melakukan repolarisasi. Dalam keadaan repolarisasi, potensial membran berubah dari positif di sisi dalam menuju kembali ke negatif di sisi dalam. Repolarisasi dimulai dari suatu titik dan merambat ke seluruh permukaan membran sel. Bila seluruh membran sel sudah bermuatan negatif di sisi dalam, maka dikatakan sel dalam keadaan istirahat atau keadaan polarisasi kembali dan siap untuk menerima rangsangan berikutnya. Aktivitas sel dari keadaan polarisasi menjadi depolarisasi dan kemudian kembali ke polarisasi lagi disertai dengan terjadinya perubahan-perubahan pada potensial membran sel. Perubahan ini menghasilkan suatu impuls tegangan yang disebut potensial aksi (action potential). Potensial aksi dari suatu sel dapat memicu aktivitas sel-sel lain yang ada di sekitarnya. Yang berperan dalam proses depolarisasi maupun repolarisasi selama berlangsungnya potensial aksi adalah kanal-kanal sodium dan potasium yang terpicu-tegangan (voltage-gate).

Gambar 2.11 Potensial aksi (Guyton, 1996) Sebuah kanal (misalnya sodium) terpicu-tegangan mempunyai beberapa bagian fungsional. Salah satunya yaitu untuk menentukan selektivitas terhadap ion. Untuk kanal sodium hanya dapat melewatkan ion sodium saja dan tidak untuk ion yang lain misalnya potasium. Bagian lainnya yaitu berfungsi sebagai gerbang (gate) yang dapat membuka atau menutup. Gerbang tersebut dikendalikan oleh sebuah sensor tegangan yang menanggapi level potensial membran. Ada dua macam gerbang yaitu gerbang aktivasi dan gerbang inaktivasi. Ketika potensial membran normal yaitu -90 mV, gerbang inaktivasi terbuka tetapi gerbang aktivasi tertutup sehingga menghalangi masuknya ion sodium ke sisi dalam membran melalui kanal tersebut. Bila karena sesuatu sebab potensial membran di sisi dalam berubah menjadi kurang negatif yaitu menjadi sekitar antara -70 dan -50 mV, maka hal ini akan menyebabkan terjadinya perubahan konformasi dalam gerbang aktivasi sehingga gerbang tersebut menjadi terbuka. Keadaan ini disebut keadaan teraktivasi, yang menaikkan permeabilitas membran terhadap ion sodium menjadi 500 sampai 5000 kali lipat sehingga ion-ion sodium dapat dengan cepat masuk ke dalam sel melalui kanal ini. Masuknya ion sodium ke dalam sel melalui kanal sodium terpicu-tegangan ini menyebabkan kenaikan potensial membran dengan cepat dari -90 mV menjadi+35 mV. Kenaikan potensial membran sel menyebabkan gerbang inaktivasi yang semula terbuka menjadi tertutup. Penutupan ini terjadi sekitar 0,1 ms setelah terbukanya gerbang aktivasi. Berbeda dengan gerbang aktivasi yang membuka dengan cepat, gerbang inaktivasi ini menutup secara lambat. Tertutupnya gerbang inaktivasi mengakibatkan ion sodium tidak lagi dapat mengalir ke dalam sel melalui kanal ini, sehingga potensial membran berubah menuju ke keadaan istirahat (repolarisasi). Gerbang inaktivasi yang tertutup tersebut akan tetap tertutup sampai potensial membran kembali atau mendekati level potensial istirahat. Oleh karena itu, biasanya kanal sodium terpicu-tegangan tidak dapat terbuka kembali sebelum sel kembali ke keadaan repolarisasi terlebih dahulu. Di samping kanal sodium terpicu-tegangan terdapat juga kanal kalsium-sodium terpicu-tegangan yang juga ikut berperan dalam proses depolarisasi. Kanal ini permeabel terhadap ion kalsium maupun sodium. Jika kanal ini terbuka maka ion-ion kalsium dan sodium dapat mengalir ke dalam sel. Kanal ini teraktivasi dengan lambat yaitu memerlukan waktu 10 sampai 20 kali lebih lama dibandingkan kanal sodium terpicu-tegangan dan kanal ini disebut sebagai kanal lambat sedangkan kanal sodium disebut kanal cepat. Terbukanya kanal kalsium-sodium memungkinkan ion kalsium masuk ke dalam sel. Karena ion kalsium bermuatan positif maka masuknya ion ini ke dalam sel mengakibatkan perpanjangan proses depolarisasi atau terjadi penundaan proses repolarisasi.Dalam proses repolarisasi yang juga ikut berperan adalah kanal kalsium terpicu-tegangan. Dalam keadaan istirahat gerbang kanal ini tertutup sehingga ion potasium tidak dapat mengalir melalui kanal ini. Pada saat potensial membran naik dari -90 mV menuju nol, pada kanal ini terjadi pembukaan konformasi gerbang sehingga ion potasium dapat mengalir keluar sel melalui kanal ini. Akan tetapi karena adanya sedikit penundaan (delay), kanal potasium ini terbuka pada saat yang bersamaan dengan mulai tertutupnya kanal sodium. Kombinasi antara berkurangnya ion sodium yang masuk ke dalam sel dan bertambahnya ion potasium yang keluar sel mengakibatkan peningkatan kecepatan proses repolarisasi menuju potensial membran istirahat (Biomedical Engineering, 2010). Gambar 2.12 Kanal terpicu tegangan (Guyton, 1996)2.2.3 Potensial Membran IstirahatDalam keadaan istirahat antara sisi dalam dan luar membran sel terdapat suatu beda potensial yang disebut dengan potensial istirahat sel (cell resting potential). Potensial ini berpolaritas negatif di sisi dalam dan positif di sisi luar membran sel. Dalam keadaan istirahat, di sisi dalam dan luar membran sel sama-sama terdapat ion-ion potasium dan sodium tetapi dengan konsentrasi yang berbeda. Konsentrasi ion potasium (K+) di sisi dalam membran sekitar 35 kali lebih tinggidibandingkan konsentrasi di sisi luar. Sebaliknya, konsentrasi ion sodium (Na+) di sisi luar membran sel sekitar 10 kali lebih tinggi dibandingkan konsentrasi di sisi dalam. Adanya perbedaan konsentrasi ion di sisi dalam dan luar membran ini mendorong terjadinya difusi ion-ion tersebut menembus membran sel. Difusi ion-ion potasium dan sodium menembus membran sel akan mempengaruhi potensial di sisi dalam dan luar membran sel. Misalkan membran sel hanya permeabel terhadap ion potassium, karena konsentrasi ion potasium lebih tinggi di sisi dalam sel maka menurut Hukum Fick untuk difusi, ion potasium akan bergerak menembus keluar membran sel. Gerakan ion potasium keluar membran sel ini menimbulkan arus listrik karena melalui peristiwa difusi disebut arus difusi. Keluarnya ion positif potasium dari dalam sel akan meninggalkan muatan negatif (anion) yang sama besar di dalam sel. Hal ini mengakibatkan terjadinya beda potensial antara sisi dalam dan sisi luar sel dimana sisi dalam lebih negatif dibandingkan sisi luar. Adanya beda potensial ini akan menimbulkan medan listrik dengan arah dari luar ke dalam sel. Medan listrik yang mengarah dari luar ke dalam sel menimbulkan gaya elektrostatik yang mempengaruhi ion-ion yang ada di sekitar membran sel. Ion potasium yang bermuatan positif didorong oleh gaya elektrostatik ke arah dalam membran sel. Gaya elektrostatik ini akan melawan gaya difusi pada ion potasium. Interaksi kedua gaya ini suatu saat akan mencapai keseimbangan yaitu besarnya gaya elektrostatik yang ditimbulkan oleh adanya beda potensial antara kedua sisi membran sama dengan besarnya gaya difusi. Keadaan seimbang ini akan menghasilkan beda potensial antara kedua sisi membran bernilai konstan.

Gambar 2.13 Mekanisme transport ion (Guyton, 1996)Disamping transportasi ion secara difusi terdapat juga transportasi ion secara aktif yang juga mempengaruhi besarnya membran potensial sel. Transportasi ion tersebut adalah Pompa Na+-K+ (Na+-K+ Pump), transport ini secara kontinyu memompa 3Na+ keluar sel dan 2K+ ke dalam sel. Karena lebih banyak ion positif yang dipompa ke luar sel maka hal ini akan mengakibatkan tambahan potensial sekitar -4 mV sehingga potensial akhir membran sel menjadi -90 mV. Potensial membran sel tersebut terdapat pada sel yang sedang istirahat dan disebut sebagai potensial istirahat sel (Biomedical Engineering, 2010).

Gambar 2.14 Pompa Na-K (Guyton, 1996)2.2.4 ImpulsKecepatan hantaran dalam serabut saraf berkisar dari 0,5 meter perdetik pada serabut tak bermielin yang sangat kecil sampai sebesar 130 meter perdetik pada serabut bermielin yang sangat besar. Membran akson sebenarnya adalah membran yang konduktif. Di tengah akson terdapat aksoplasma yang merupakan cairan intrasel yang kental. Selubung mielin merupakan isolator yang baik, yang dapat meningkatkan tahanan bagi aliran ion melalui membran sekitar 5000 kali lipat. Tetapi pada nodus Ranvier, ion-ion dapat mengalir dengan mudah antara cairan ekstrasel dan akson. Potensial aksi dihantarkan dari nodus ke nodus oleh saraf bermielin dan proses ini dinamakan hantaran meloncatloncat yaitu arus listrik mengalir melalui cairan ekstrasel sekitarnya dan aksoplasma dari nodus ke nodus (Guyton, 1996). Gambar 2.15 Konduksi saltotory (Guyton, 1996)2.2.5 Sinaps Sinaps merupakan tempat dua neuron yang berdekatan satu sama lain dan terjadi komunikasi interneuronal. Potensial aksi di neuron prasinaps menyebabkan pengeluaran neurotransmiter yang berikatan dengan reseptor di neuron pascasinaps. Sinaps berdasarkan letak:1. Sinaps aksodendritik2. Sinaps aksosomatik3. Sinaps aksoaksonikJenis sinaps:1. Sinaps KimiawiPermukaan yang berhadapan dengan perluasan akson terminal dan neuron disebut membran prasinaptik dan pascasinaptik yang dipisahkan oleh celah sinaptik. Membran prasinaptik dan pascasinaptik menebal dan sitoplasma meningkat densitasnya. Prasinaptik terminal banyak mengandung vesikel-vesikel prasinaptik yang berisi neurotransmiter. Vesikel-vesikel bergabung dengan membran prasinaptik dan mengeluarkan neurotransmiter ke celah sinaptik melalui proses eksositosis. Mitokondria berperan dalam menyediakan ATP untuk sintesis neurotransmiter baru. Sebagian besar neuron hanya menghasilkan dan melepaskan neurotransmiter utama di semua ujung-ujung sarafnya. Misalnya asetilkolin digunakan di sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi, glisin ditemukan terutama di sinaps-sinaps medula spinalis (Biomedical Engineering, 2010).

Gambar 2.16 Sinaps (Netter, 2002) Neurotransmiter dilepaskan dari ujung saraf ketika datang impuls saraf (potensial aksi). Kemudian neurotransmiter dikeluarkan ke celah sinaps. Ketika berada di celah sinaptik, neurotransmiter mencapai sasarannya dengan meningkatkan atau menurunkan potensial istirahat (resting potential) pada membran pasca sinaptik untuk waktu yang singkat. Protein reseptor pada membran sinaptik mengikat neurotransmiter dan melakukan penyesuaian dengan membuka kanal ion, membangkitkan Excitatory Postsynaptic Potential (EPSP) atau Inhibitory Postsynaptic Potential (IPSP). Eksitasi cepat diketahui menggunakan asetilkolin (nikotinik) dan L-glutamat sedangkan inhibisi menggunakan GABA. Reseptor protein lain mengikat neuromodulator dan mengaktifkan sistem messenger kedua, biasanya melalui transduser molekuler yaitu protein G. Reseptor ini memiliki periode laten yang lebih lama, berlangsung selama beberapa menit atau lebih. Contoh neuromodulator adalah asetilkolin (muskarinik), serotonin, histamin, neuropeptida dan adenosin. Efek eksitasi atau inhibisi pada membran pasca sinaps neuron bergantung pada jumlah respons pasca sinaps pada sinaps yang berbeda. Jika efek keseluruhannya adalah depolarisasi, neuron akan terstimulasi dan potensial aksi akan dibangkitkan pada segmen inisial akson dan impuls saraf dihantarkan sepanjang akson. Sebaliknya, jika efek keseluruhannya adalah hiperpolarisasi, neuron diinhibisi dan tidak timbul impuls saraf. Distribusi neurotransmiter bervariasi di berbagai bagian sistem saraf. Misalnya asetilkolin yang ditemukan di taut neuromuskular, ganglia autonom dan ujung-ujung saraf simpatis. Gambar 2.17 PEPS dan PIPS (Guyton, 1996) Reseptor NeurotransmiterReseptor berupa protein kompleks transmembran yang sebagian menonjol ke lingkungan ekstrasel dan bagian lain yang menonjol ke lingkungan intrasel. Reseptor neurotransmiter menangkap neurotransmiter yang dilepaskan dan menyalurkan pesan yang dibawa neurotransmitter ke intrasel. Reseptor tersebut mempunyai tempat pengikatan yang multipel (binding site).Efek neurotransmiter dipengaruhi oleh destruksi atau reabsorpsi neurotransmiter tersebut. Misalnya pada asetilkolin, efeknya dibatasi oleh enzim asetilkolinesterase (AChE) dengan mendegradasi asetilkolin tetapi efek katekolamin dibatasi dengan kembalinya neurotransmiter ke ujung-ujung saraf prasinaps (Biomedical engineering, 2010).Tabel 2.1 Jenis-jenis neurotransmitter (Guyton, 1996)

2. Sinaps Elektrik Sinaps elektrik merupakan gap junction berupa kanal dari sitoplasma neuron prasinaps ke neuron pascasinaps. Neuron-neuron berkomunikasi secara elektrik dan tidak ada transmiter kimia. Ion mengalir dari suatu neuron ke neuron lain melalui kanal-kanal penghubung. Penyebaran aktivitas yang cepat dari satu neuron ke neuron lain menunjukkan sekelompok neuron melakukan suatu fungsi bersama-sama. Sinaps elektrik dapat berjalan dua arah sedangkan sinaps kimiawi hanya satu arah. Sinaps elektrik memiliki respon yang cepat sehingga penting untuk gerakan refleks.Suatu motorneuron khas di dalam kornu anterior medula spinalis, terdiri dari 3 bagian yaitu: Soma (badan induk neuron) Akson Dendrit Terdapat sekitar 6000 bongkol kecil yang disebut bongkol sinaptik sinaptic knob yang terletak pada permukaan dendrit dan soma, di mana kira-kira 80-90% diantaranya pada dendrit. Banyak di antara bongkol sinaptik ini bersifat eksitasi dan mensekresi suatu zat yang merangsang neuron sedangkan lainnya bersifat inhibisi. Bongkol sinaptik disebut juga terminal knobs, bouton end feet atau terminal presinaptik. Bongkol sinaptik mempunyai struktur internal yang penting yaitu vesikel sinaptik dan mitokondria (Guyton, 1996). Gambar 2.18 Bongkol sinaptik (Guyton, 1996) Bila suatu potensial aksi menyebar sampai ke bongkol sinaptik, depolarisasi membran menyebabkan pengosongan sejumlah kecil vesikel ke dalam celah dan transmiter yang di lepaskan itu kemudian menyebabkan suatu perubahan segera pada sifat-sifat permeabilitas membran neuron dan menimbulkan eksitasi atau inhibisi neuron tersebut tergantung pada jenis zat transmiter. Zat transmiter yang terdapat pada sistem saraf perifer adalah asetilkolin, di perkirakan kira-kira 3000 molekul asetikolin terdapat di dalam setiap vesikel dan cukup untuk menghantar kira-kira 10.000 impuls (Guyton,1996).2.3 Reseptor Sensorik Reseptor adalah organ sensorik khusus yang mampu mencatat perubahan tertentu di dalam organisme dan sekitarnya serta menghantarkan rangsangan ini sebagai impuls.Klasifikasi reseptor sensorik berdasarkan:I. Tipe dari stimulusII. Lokasinya di tubuhIII. Kompleksitas dari strukturnyaI. Klasifikasi stimulusTABEL 2.2 Klasifikasi stimulus Mekanoreseptor Sensibilitas raba, pendengaran, keseimbangantekanan arteri, sensibilitas jaringan dalam

Termoreseptor Dingin, hangat

Nosiseptor Nyeri Reseptor elektromagnetikPenglihatan KemoreseptorPengecapan, osmolalitas, CO2 darah,pembauan, glukosa, asam amino, oksigen arteri, asam lemak darah

II. Klasifikasi berdasarkan lokasi:1. Eksteroseptor -Stimulus berasal dari luar tubuh -Lokasi dekat dengan permukaan tubuh -Termasuk: raba, tekanan, suhu2. Interoseptors atau viseroseptors -Stimulus berasal dari dalam tubuh, organ dalam tubuh dan pembuluh darah. -Termasuk: tidak nyaman, lapar.3. Proprioseptif -Stimulus berasal dari dalam tubuh. -Lokasi pada otot, tulang, tendon, sendi, ligamen dan jaringan penyambung dari otot. -Memonitor derajat regangan dari jaringan yang mana mereka berada.III. Klasifikasi berdasarkan struktur: Reseptor sederhana: kulit, membran mukosa, jaringan penyambung dan otot. Reseptor kompleks dihubungkan dengan reseptor khusus special sense.Serabut saraf dibedakan menjadi tiga jenis berdasarkan diameternya, kecepatan hantarannya dan ciri-ciri fisiologisnya. Serabut tipe A adalah serabut yang besar dan bermielin dengan hantaran yang cepat dan menghantarkan berbagai impuls motorik atau sensorik. Serabut ini paling peka terhadap gangguan akibat tekanan makanik atau kekurangan oksigen. Serabut tipe B lebih kecil dari pada serabut tipe A dan bermielin, serabut ini memiliki hantaran lambat dan berfungsi otonom. Serabut tipe C adalah serabut yang paling kecil dan tidak bermielin, serabut ini menghantarkan impuls paling lambat dan menghantarkan rasa nyeri.Tabel 2.3 Klasifikasi serabut saraf (Snell, 2007)Tipe serabut Kec.hantar DiameterFungsiMielin Serabut tipe A (m/dt) (/m)Alfa 70-120 12-20 Motorik, otot rangka ya Beta 40-70 5-12 Sensoris, raba, tekan, getar ya Gamma 10-15 3-6 Muscle spindle ya Delta 6-30 2-5 nyeri(tajam, lokal),suhu,raba ya Serabut tipe B 3-15