dr. satya gunawan - transformasi hemoragik

32
Transformasi Hemoragik Manifestasi klinis Transformasi hemoragik dapat didefinisikan baik secara radiografis maupun klinis. Transformasi hemoragik mencakup suatu spektrum luas perdarahan sekunder, yang berkisar mulai dari per- darahan petekial area kecil sampai hematoma masif yang memenuhi- ruang. Secara radiografis, peneliti dari ECASS (European Coopera- tive Acute Stroke Study) mengklasifikasikan transformasi hemoragik menjadi infark hemoragik (infark petekial tanpa effek yang memenuhi ruang) dan hematoma parenkim (perdarahan yang disertai effek massa). Infark hemoragik dibagi lebih lanjut menjadi infark hemoragik 1 (petekie kecil) dan infark hemoragik 2 (petekie yang lebih banyak bertaut). Begitu juga, hematoma parenkim dibagi lebih lanjut menjadi hematoma parenkim 1 (kurang dari 33% dari daerah infark disertai effek menempati-ruang yang sifatnya ringan) dan hematoma parenkim 2 (lebih dari 33% dari daerah infark disertai effek menempati-ruang yang signifikan atau disertai bekuan darah yang jauh dari daerah infark). Dalam analisis ECASS I, infark hemoragik 1, infark hemoragik 2, dan hematoma parenkim 1 tidak memodifikasi risiko deteriorasi neurologis dini, mortalitas, dan disabilitas, sedangkan hematoma parenkim 2 mempunyai dampak yang membawa bencana terhadap perkembangan neurologis dini dan mortalitas 3-bulan (Firelli et al, 1999). 1

Upload: anon815411906

Post on 29-Oct-2015

251 views

Category:

Documents


24 download

TRANSCRIPT

Page 1: Dr. Satya Gunawan - Transformasi Hemoragik

Transformasi Hemoragik

Manifestasi klinis

Transformasi hemoragik dapat didefinisikan baik secara

radiografis maupun klinis. Transformasi hemoragik mencakup suatu

spektrum luas perdarahan sekunder, yang berkisar mulai dari per-

darahan petekial area kecil sampai hematoma masif yang memenuhi-

ruang.

Secara radiografis, peneliti dari ECASS (European Coopera-

tive Acute Stroke Study) mengklasifikasikan transformasi

hemoragik menjadi infark hemoragik (infark petekial tanpa effek

yang memenuhi ruang) dan hematoma parenkim (perdarahan yang

disertai effek massa). Infark hemoragik dibagi lebih lanjut

menjadi infark hemoragik 1 (petekie kecil) dan infark hemoragik 2

(petekie yang lebih banyak bertaut). Begitu juga, hematoma

parenkim dibagi lebih lanjut menjadi hematoma parenkim 1 (kurang

dari 33% dari daerah infark disertai effek menempati-ruang yang

sifatnya ringan) dan hematoma parenkim 2 (lebih dari 33% dari

daerah infark disertai effek menempati-ruang yang signifikan atau

disertai bekuan darah yang jauh dari daerah infark). Dalam

analisis ECASS I, infark hemoragik 1, infark hemoragik 2, dan

hematoma parenkim 1 tidak memodifikasi risiko deteriorasi

neurologis dini, mortalitas, dan disabilitas, sedangkan hematoma

parenkim 2 mempunyai dampak yang membawa bencana terhadap

perkembangan neurologis dini dan mortalitas 3-bulan (Firelli et

al, 1999).

Perdarahan yang “signifikan” dapat didefinisikan berdasar

volume dan ukuran; sebuah studi mendapati bahwa suatu perdarahan

yang lebih dari 25 mL akan menghasilkan outcome buruk yang lebih

signifikan secara klinis ditinjau dari skala stroke NIH pada saat

pemulangan dari rumah sakit dibandingkan perdarahan yang kurang

dari 25 mL (Christoforidis et al, 2007).

1

Page 2: Dr. Satya Gunawan - Transformasi Hemoragik

Secara klinis, suatu pendekatan kedua untuk klasifikasi

membagi transformasi hemoragik sebagai simptomatik atau nonsimp-

tomatik. Grup peneliti stroke tPA dari NINDS (National Institute

of Neurological Disorder and Stroke) mendapati bahwa perdarahan

kecil di area yang genting pada otak juga dapat membawa bencana,

menjadikan klinikus sebagai hakim yang paling memenuhi syarat

untuk menilai transformasi hemoragik yang signifikan. Jika suatu

penurunan pada kondisi pasien berkaitan secara temporal dengan

perdarahan menurut CT scan, maka transformasi hemoragik tersebut

diklasifikasikan sebagai simptomatik (Grup Peneliti Stroke tPA

NINDS tahun 1997). Grup NINDS mendapati bahwa variabel yang

secara independen berkaitan dengan meningkatnya risiko perdarahan

intraserebral simptomatik adalah beratnya defisit neurologis

(sebagaimana diukur oleh Skala Stroke Institut Kesehatan

Nasional) dan edema otak (hipodensitas akut) atau effek massa

menurut CT scan sebelum perawatan. Tetapi model regresi

multivariate mereka dengan tepat meramalkan pasien yang dirawat

dengan tPA yang akan dan yang tidak akan mengalami perdarahan

simptomatik hanya pada 57%. Transformasi hemoragik simptomatik

terjadi pada 6,4% (n = 22) dari pasien yang dirawat dengan tPA

dibandingkan dengan 0,6% dari pasien yang dirawat dengan plasebo.

Kendatipun demikian, pada subkelompok pasien yang mempunyai

defisit berat, pasien yang dirawat dengan tPA adalah lebih

mungkin memperoleh outcome 3-bulan yang menguntungkan dari pada

mereka yang memperoleh plasebo, dan penurunan risiko mortalitas

absolute adalah 4%. Penulis berkesimpulan bahwa kendatipun

tingkat perdarahan intraserebral lebih tinggi, tetapi pasien

dengan stroke berat atau edema atau effek massa pada CT scan

permulaan masih merupakan kandidat yang masuk akal untuk tPA jika

ini diberikan dalam 3 jam setelah awitan.

Dari 624 pasien yang direkrut dalam trial NINDS, separuh

dirawat dengan tPA dan separuh dengan plasebo. Duapuluh-dua

mengalami perdarahan yang signifikan secara klinis, yaitu 20

(6,4%) pada kelompok tPA dan 2 (0,6%) pada kelompok yang dirawat

dengan plasebo. Empat perdarahan intrakranial simptomatik terjadi

2

Page 3: Dr. Satya Gunawan - Transformasi Hemoragik

diluar distribusi vaskuler stroke iskhemik (20% dari semua

perdarahan intrakranial simptomatik yang berkaitan dengan tPA dan

1,3% dari semua pasien yang dirawat dengan tPA). Dari 10 pasien

yang mengalami perdarahan fatal, 8 (7 pasien dirawat dengan tPA

dan 1 pasien dirawat dengan plasebo) mengalami awitan gejala

dalam 12-jam pertama, dan semua pasien mengalami awitan gejala

dalam 24 jam pertama. Tanda dan gejala perdarahan intrakranial

simptomatik diantara 22 pasien tersebut meliputi deteriorasi

tingkat kesadaran pada 20 pasien, meningkatnya keadaan lemah pada

16 pasien, nyeri kepala pada 5 pasien, dan naiknya tekanan darah

atau denyut nadi pada 11 pasien.

Dari penelitian NINDS, haruslah diperhatikan bahwa ada 21

pasien mengalami perdarahan intrakranial asimptomatik selama 36

jam pertama, dan 5 pasien mengalami perdarahan intrakranial

simptomatik antara 36 jam dan 3 bulan. Ini sesuai dengan

literatur sebelumnya yang menyebutkan bahwa sebagian besar infark

hemoragik adalah asimptomatik (Berger et al, 2001). Adanya infark

tersebut sering terdeteksi secara kebetulan pada CT scan follow-

up yang dilakukan pada pasien yang stabil atau yang sedang

membaik secara klinis (Hornig, et al 1986; Ott et al 1986;

Sherman and Hart 1986; Laureno et al 1987; Toni et al 1996).

Lebih lanjut, seringkali sulit mengaitkan deteriorasi klinis

dengan transformasi hemoragik apabila penyebab progresi stroke

lainnya, misalnya edema sitotoksik yang sedang berkembang,

herniasi otak, atau hipoperfusi berkoeksistensi.

Penelitian kami telah memberikan suatu kisaran tingkat

transformasi simptomatik yang dilaporkan antara 0,6% sampai 6,5%

(Tabel 1) dari pasien kelompok plasebo pada trial terapi

trombolisis untuk stroke iskhemik akut. Suatu meta-analisis

terhadap trial trombolisis pada stroke iskhemik akut melaporkan

insidensi keseluruhan 2,5% untuk perdarahan simptomatik pada

pasien kontrol (Wardlaw et al 1996).

Apabila trombolitik ditambahkan, maka tingkat transformasi

hemoragik simptomatik naik menjadi antara 6,4% sampai 19,8%

3

Page 4: Dr. Satya Gunawan - Transformasi Hemoragik

dengan rtPA dan antara 8% sampai 21,2% dengan streptokinase

(Tabel 2).

TABEL 1. Tingkat Perdarahan Spontan pada Pasien yang Dirawat-Plasebo:

Hasil Trial Trombolisis

NINDS

Pasien: 312

Transformasi hemoragik: 11

Perdarahan intrakranial simptomatik pada pasien kontrol: 2(0,6%)

ECASS I

Pasien: 307

Transformasi hemoragik: 113

Perdarahan intrakranial simptomatik pada pasien kontrol:20(6,5%)

ECASS II

Pasien: 800

Transformasi hemoragik: -

Perdarahan intrakranial simptomatik pada pasien kontrol:13(3.4%)

ASK

Pasien: 166

Transformasi hemoragik: 23

Perdarahan intrakranial simptomatik pada pasien kontrol: 5 (3%)

MAST-I

Pasien: 156

Transformasi hemoragik: 15

Perdarahan intrakranial simptomatik pada pasien kontrol: 4(2,6%)

MAST-E

Pasien: 154

Transformasi hemoragik: 17

Perdarahan intrakranial simptomatik pada pasien kontrol: 4(2,6%)

Tabel 2. Perdarahan Simptomatik Setelah Trombolisis: Hasil Trial Trombolitik

NINDS

Pasien: 624

Perdarahan intrakranial simptomatik pada psein kontrol: 0,6%

4

Page 5: Dr. Satya Gunawan - Transformasi Hemoragik

Perdarahan simptomatik setelah rtPA: 6,4%

ECASS I

Pasien: 620

Perdarahan intrakranial simptomatik pada pasien kontrol: 6,5%

Perdarahan simptomatik setelah rtPA: 19,8%

ECASS II

Pasien: 800

Perdarahan intrakranial simptomatik pada pasien kontrol: 3,4%

Perdarahan simptomatik setelah rtPA: 8,8%

ASK

Pasien: 340

Perdarahan intrakranial simptomatik pada pasien kontrol: 3%

Perdarahan simptomatik setelah streptokinase: 12,6%

MAST-I

Pasien: 622

Perdarahan intrakranial simptomatik pada pasien kontrol: 2,6%

Perdarahan simptomatik setelah streptokinase: 8%

MAST-E

Pasien: 310

Perdarahan intrakranial simptomatik pada pasien kontrol: 2,6%

Perdarahan simptomatik setelah streptokinase: 21,2%

Evolusi dinamik transformasi hemaragik mempunyai implikasi klinis

penting untuk memulai terapi antikoagulasi atau penggunaan obat

trombolitik untuk stroke iskhemik akut. Infark hemoragik jarang

terdeteksi dalam 6 jam pertama setelah awitan stroke dan ada pada

CT scan awal yang dilakukan dalam 24 jam pertama hanya pada 5%

dari stroke kardioembolik (Grup Study Emboli Serebral 1984; Hart

1986; Ott et al 1986). Ini memberikan “kesempatan terapi” yang

mungkin aman untuk terapi trombolisis yang diberikan dalam

beberapa jam pertama iskhemia untuk menyelamatkan jaringan yang

masih dapat hidup. Pedoman dari Asosiasi Stroke Amerika

merekomendasikan rtPA intravena dalam 3 jam setelah awitan stroke

dan tPA intra-arterial dalam 6 jam disebabkan oleh adanya risiko

5

Page 6: Dr. Satya Gunawan - Transformasi Hemoragik

transformasi hemoragik yang signifikan setelah melewati kurun

waktu tersebut (Adam et al 2003). Transformasi hemoragik yang

signifikan secara klinis paling sering terjadi dalam beberapa jam

pertama setelah awitan stroke. Grup Studi Emboli Serebral

melaporkan bahwa 20 (74%) dari 27 infark hemoragik yang

terdeteksi pada CT terlihat dalam 4 jam setelah kejadian iskhemik

(Grup Studi Emboli Serebral 1986). Transformasi yang lebih akhir

juga terjadi. Sebuah penelitian CT serial prospektif mendeteksi

infark hemoragik pada 28 (43%) dari 65 pasien stroke iskhemik,

diantaranya 11 (39%) terdeteksi dalam minggu pertama, 15 (54%)

antara 7 sampai 14 hari, dan 2 lainnya (7%) dalam minggu ketiga

(Hornig et al 1986). Deteriorasi klinik yang berkaitan dengan

transformasi hemoragik hanya terjadi pada 3 pasien, semuanya

dalam minggu pertama, 2 diantaranya menderita hematoma parenkim.

Sifat benigna infark hemoragik yang lambat-terjadi mungkin

menunjukkan adanya patogenesis yang berbeda dimana perdarahan

reperfusi disebabkan oleh terbukanya kolateral pial ketika edema

infark sembuh.

Effek antikoagulasi terhadap insidensi dan beratnya trans-

formasi hemoragik masih belum pasti. Heparin sering digunakan

setelah suatu stroke embolik untuk mencegah rekurensi dini.

Dilemma klinik terletak pada keseimbangan risiko antara mencegah

deteriorasi neurologis yang disebabkan oleh emboli rekuren lawan

kemungkinan meningkatnya transformasi hemoragik simptomatik.

Trial Stroke Internasional merandomisasi lebih dari 19.000

pasien untuk menerima heparin subkutan dengan dosis 10.000 unit

per hari, 25.000 unit per hari, atau plasebo (Grup Kolaborasi

Trial Stroke Internasional 1997). Keseluruhan insidensi stroke

iskhemik rekuren dalam 14 hari adalah 3,8% pada kelompok kontrol

dan 2,9% pada pasien yang dirawat dengan heparin. Pada pasien

fibrillasi atrial, insidensi stroke rekuren dalam 14 hari pertama

adalah 4,9% pada kelompok kontrol dan 2,8% pada pasien yang

dirawat dengan heparin. Trial TOAST (Trial of ORG-10172 in Acute

Stroke Treatment) mengevaluasi heparinoid, danaparoid (Komite

Publikasi untuk Trial ORG 10172 dalam Investigator Stroke

6

Page 7: Dr. Satya Gunawan - Transformasi Hemoragik

Inkhemik Akut 1998). Dalam trial ini, 1281 pasien stroke iskhemik

yang diterima dalam 24 jam awitan gejala dirandomisasi untuk obat

ini atau plasebo intravena selama 7 hari. Stroke iskhemik rekuren

didiagnosa selama periode perawatan pada 1,2% pasien; tingkat

stroke rekuren tersebut tidak dipengaruhi oleh tipe stroke

(aterosklerosis arteri besar, kardioemboli, oklusi arteri kecil,

lainnya, dan penyebab tidak dapat ditentukan). Risiko stroke

rekuren yang relatif rendah dalam Trial Stroke Internasional

adalah bertentangan dengan analisis data kumulatif dari laporan-

laporan lama tentang pasien yang tidak dirawat yang

memperlihatkan tingkat rata-rata stroke rekuren dalam 21 hari

pertama sebesar 12% (berkisar 2% sampai 21%) (Fisher 1979;Furlan

et al 1982; Koller 1982; Grup Studi Emboli Serebral 1983; Hart et

al 1983; Sage dan Van Uitert 1983; Yamaguchi et al 1984; Norrving

dan Nilsson 1986). Tetapi, suatu ringkasan dari “megatrial”

stroke memperlihatkan tingkat stroke iskhemik rekuren berkisar

antara 0,63 sampai 2,2 per 100 pasien per minggu, dan kebanyakan

ahli sekarang sependapat bahwa perkiraan lama tentang tingkat

stroke rekuren adalah tinggi (Swanson, 1999). Besarnya jumlah

pasien yang dievaluasi dalam Trial Stroke Internasional dan Trial

TOAST mendukung kesimpulan bahwa keseluruhan risiko stroke

rekuren dini adalah rendah dan bahwa keuntungan absolute dari

heparin rutin adalah marginal. Risiko dan keuntungan pada

subkelompok pasien yang dinilai dengan hati-hati dan dipantau

dengan cermat masih tetap tidak pasti. Oleh karena itu, pedoman

dari Asosiasi Stroke Amerika tidak merekomendasikan antikoagulasi

rutin urgen dengan tujuan memperbaiki outcome neurologis atau

mencegah stroke rekuren dini. Tetapi subkelompok tertentu mungkin

memperoleh keuntungan dari antikoagulasi (Adam 2003).

Deteriorasi klinik yang disebabkan oleh perdarahan masif ke

daerah infark ringan pada pasien yang memperoleh antikoagulan

telah dilaporkan. Dalam Trial Stroke Internasional, berkurangnya

risiko stroke rekuren pada pasien fibrilasi atrial yang dirawat

dengan heparin hampir diimbangi oleh meningkatnya insidensi

stroke hemoragik yang berkaitan heparin (1,2% lawan 0,4%)(Grup

7

Page 8: Dr. Satya Gunawan - Transformasi Hemoragik

Kolaborasi Trial Stroke Internasional 1997). Dalam trial TOAST,

transformasi hemoragik simptomatik pada stroke terjadi pada 9

pasien yang memperoleh ORG-10172 dan pada 3 pasien yang

memperoleh plasebo (p = 0,14) selama periode perawatan 7-hari; 3

pasien pada masing-masing grup menderita transformasi hemoragik

asimptomatik (Komite Publikasi untuk Trial ORG 10172 pada

Investigator Terapi Stroke Akut 1998). Babikian dan rekan

melaporkan 15 kematian dalam 26 kasus (10 pasien baru, 16 dari

literatur) perdarahan intraserebral yang berkaitan dengan anti-

koagulasi heparin (Babikian et al 1989). Kebanyakan perdarahan

terjadi pada infark sedang atau besar, dan antikoagulasi yang

berlebihan ditemukan pada 18 pasien. Grup Studi Emboli Sebebral

melaporkan bahwa 22 dari 24 pasien dengan transformasi hemoragik

simptomatik adalah berkaitan dengan terapi antikoagulasi (Grup

Studi Emboli Serebral 1984). Sejumlah laporan menunjukkan bahwa

walaupun antikoagulasi tidak menyebabkan transformasi hemoragik,

tetapi antikoagulasi dapat memperburuk perdarahan spontan (Grup

Study Emboli Serebral 1983; 1987; Calandre et al 1984). Sebuah

meta-analisis memperlihatkan bahwa pada pasien stroke kardio-

emboli akut, antikoagulasi dini adalah berkaitan dengan

pengurangan yang tidak signifikan pada rekurensi stroke iskhemik,

tidak ada pengurangan yang substansial pada mortalitas dan

disabilitas, dan meningkatnya perdarahan intrakranial (Paciaroni

et al 2007). Rekomendasi klinis bahwa antikoagulasi ditunda

sampai 5 – 7 hari setelah infark serebral besar telah ditentang

oleh sebuah laporan bahwa ukuran infark dan beratnya tidak minim-

bulkan komplikasi perdarahan tambahan pada pasien yang dirawat

dengan heparin apabila antikoagulasi yang berlebihan dihindari

(Chamorro et al, 1995).

Masalah transformasi hemoragik simptomatik merupakan beban

langsung pada keamanan terapi trombolisis untuk stroke akut.

Perdarahan intrakranial berat yang mengakibatkan deteriorasi

neurologis atau kematian adalah komplikasi yang paling ditakuti

dari terapi trombolisis. Dalam beberapa trial, insidensi hematoma

parenkim atau perdarahan intraserebral simptomatik berkisar

8

Page 9: Dr. Satya Gunawan - Transformasi Hemoragik

antara 6,4% sampai 21,2% (Hommel et al 1995; Trial stroke Akut

Multisenter – Grup Italia 1995; Hacke et al 1995; 1998; Grup

Studi Stroke NINDS rt-PA 1995; Donnan et al, 1996). Variasi ini

mungkin disebabkan oleh perbedaan dalam dosis dan tipe obat

trombolitik yang digunakan, penggunaan obat antitrombosis secara

bersamaan, kesempatan terapi, kontrol hipertensi, dan pelaksanaan

penelitian di lapangan. Trial Stroke dan Penyakit Neurologis

Institut Nasional (Grup Study Stroke rt-PA NINDS 1995), yang

melaporkan insidensi paling rendah perdarahan parenkim, yaitu

6,4%, menggunakan 0,9 g/kg tissue plasminogen activator yang

diberikan dalam 3 jam pertama setelah awitan gejala. Tekanan

darah ditata-laksanakan dengan hati-hati berdasar protokol untuk

menghindari hipertensi yang berlebihan selama dan setelah

perawatan. Study Kerjasama Stroke Akut Eropa I melaporkan

insidensi 19,8% hematoma parenkim atau perdarahan simptomatik

yang berkaitan dengan dosis 1,1 mg/kg tissue plasminogen

activator yang diberikan dalam 6 jam setelah awitan gejala (Hacke

et al, 1995). Lebih tinggi dosisnya dan lebih lama kurun waktu

terapinya mungkin menyebabkan lebih tingginya insidensi

perdarahan dalam penelitian ini. Sejumlah besar pasien (17,4%)

direkrut dalam trial ini kendatipun ada pelanggaran besar pada

protokol. Disebabkan adanya kekhawatiran tentang itu maka

European Cooperative Acute Stroke Study I, European Cooperative

Acute Stroke Study II (Hacke et al 1998) menggunakan regimen

dosis tPA menurut National Institute of Neurological Disease and

Stroke yaitu 0,9 mg/kg, pelatihan yang lebih baik untuk

interpretasi hasil CT, dan kontrol yang lebih ketat terhadap

hipertensi sebelum, selama dan setelah pemberian obat tersebut.

Tingkat perdarahan parenkim simptomatik turun ke 8,8% pada

kelompok yang dirawat dengan tPA pada ECASS II (European

Cooperative Acute Stroke Study II). Dalam penelitian ICARO, yang

mengevaluasi efikasi dan keamanan trombolisis sistemik pada

pasien oklusi arteri carotid internal, terjadi lebih banyak kasus

perdarahan intrakranial (17,8% vs. 11,1%) dan perdarahan

intrakranial fatal (2,8% lawan 0,4%) diantara pasien yang dirawat

9

Page 10: Dr. Satya Gunawan - Transformasi Hemoragik

dengan rtPA dibandingkan kontrol (Paciaroni et al 2011). Tiga

trial besar, acak, tersamar-ganda, dikontrol-plasebo yang

menggunakan streptokinase intravena dengan dosis jantung

melaporkan tigkat perdarahan intraserebral simptomatik atau

hematoma parenkim yang berkisar antara 10% sampai 21,2% (Trial

Stroke Akut Multisenter – Grup Italia 1995; Donnan et al 1996;

Trial Stroke Akut Multisenter – Grup Study Eropa 1996). Tiga

trial tersebut seluruhnya dihentikan secara prematur disebabkan

oleh naiknya tingkat perdarahan intraserebral dan mortalitas pada

kelompok yang dirawat dengan streptokinase. Sebagai akibat trial

ini, maka streptokinase telah ditinggalkan sebagai terapi untuk

stroke iskhemik akut. Transformasi hemoragik juga dilaporkan

dalam penggunaan trombolisis intraarterial untuk stroke iskhemik

akut. Secara historis, tingkat transformasi hemoragik berkisar

antara 2% sampai 11% pada trial yang tidak acak (Hickenbottom dan

Barsan 2000). Trial PROACT II dan II (Prolyse in Acute Cerebral

Thromboembolism Trial) menggunakan prourokinase intra-arterial

atau plasebo pada pasien stroke iskhemik akut yang diterima dalam

6 jam setelah awitan gejala (del Zoppo et al 1998; Furlan et al

1999). Trial tersebut berbeda dalam dosis prourokinase dan juga

dalam regimen dosis untuk heparin. Transformasi hemoragik

simptomatik terjadi pada 15,4% dari pasien yang dirawat dengan

prourokinase dalam trial PROACT I, dan tingkat yang tertinggi

terjadi pada pasien yang secara bersamaan dirawat dengan regimen

heparin dosis-tinggi. Dalam trial PROACT II, transformasi

hemoragik simptomatik terjadi pada 10% dari pasien yang dirawat

dengan prourokinase.

Trial tersebut menyelidiki effek tPA intra-arterial. Trial

IMS (Interventional Management of Stroke) melibatkan pasien yang

mempunyai stroke akut yang dirawat dengan 0,6 mg/kg rtPA

intravena dalam 3 jam setelah awitan stroke yang diikuti dengan

22 mg rtPA intraarterial. Jika perdarahan terjadi dalam 36 jam

disepanjang deteriorasi klinis, maka ini dianggap simptomatik.

Hasilnya memperlihatkan bahwa perdarahan simptomatik terjadi pada

6% dan perdarahan asimptomatik pada 43% dari pasien; tingkat ini

10

Page 11: Dr. Satya Gunawan - Transformasi Hemoragik

sama dengan trial NINDS yang hanya menggunakan rtPA intravena

(investigator Study IMS 2006).

Etiologi

Perdarahan setelah serangan iskhemik dianggap sebagai multi-

faktorial, yang melibatkan stress oksidatif, infiltrasi leukosit,

aktivasi vaskuler, dan proteolisis ekstraseluler dalam

disregulasi (Wang dan Lo, 2003). Perdarahan di area infark

iskhemik terjadi apabila darah mengalami ekstravasasi melalui

dinding pembuluh yang cedera oleh iskhemia. Oleh karena itu

terjadinya perdarahan memerlukan suatu serangan iskhemik yang

cukup beratnya dan cukup durasinya untuk merubah permeabilitas

dan integritas dinding pembuluh, ditambah pemulihan reperfusi

yang adekuat, langsung atau kolateral, pada tempat cedera (Hain

et al 1952; Lyden dan Zivin 1993; Hamann et al 1999). Perdarahan

sekunder dapat terjadi pada sebagian besar mekanisme stroke,

tetapi beberapa penelitian telah memperlihatkan kecenderungan

khusus pada infark embolik untuk mengalami transformasi hemoragik

(Fisher dan Adams 1951; Yamaguchi et al 1984; Hornig et al 1986;

Bozzao et al 1991).

Radang sistemik juga dapat meningkatkan risiko transformasi

hemoragik disertai peningkatan 5 kali lipat pada MMP-9, yang

terlibat dalam mencederai taut cerebrovaskuler; inhibisi MMP-9

pada tikus mengakibatkan berkurangnya insidensi transformasi

hemoragik (McColl et al 2008).

Patogenesis dan Pathofisiologi

Fisher dan Adams mengusulkan teori “emboli yang bermigrasi”,

disertai perdarahan reperfusi sekunder dari kapiler yang

mengalami cedera secara iskhemik sebagai basis patofisiologi yang

bertanggung-jawab atas evolusi infark hemoragik (Fisher dan Adams

1951). Konsep ini, yang berasal dari observasi patologis,

mengusulkan bahwa oklusi embolik mengakibatkan cedera iskhemik

distal yang pada awalnya pucat. Material emboli tersebut

mengalami fragmentasi, pemecahan, atau lisis yang mengakibatkan

11

Page 12: Dr. Satya Gunawan - Transformasi Hemoragik

migrasi distal dan reperfusi pada jaringan iskhemik. Perdarahan

adalah akibat ekstravasasi dan diapedesis darah melalui pembuluh

yang mengalami cedera secara iskhemik. Yang lebih akhir,

hilangnya integritas mikrovaskuler serebral akibat degradasi

laminin yang diproduksi plasmin, aktivasi matriks metallo-

protease, aktivitas VAP-1 (vascular adhesion protein-1)

(Hernandez-Guillamon et al 2010), tingginya kadar ferritin serum

(Choi et al, 2012), dan transmigrasi leukosit radang melalui

dinding pembuluh juga dianggap terlibat (Hamann et al 1999).

Durasi dan beratnya iskhemia adalah determinan penting untuk

transformasi hemoragik. Penelitian angiografik memperlihat-kan

bahwa rekanalisasi spontan secara parsial atau total terjadi pada

sampai 90% dari oklusi embolik (Yamaguchi et al 1984). Hipotesis

bahwa rekanalisasi dini mungkin protektif terhadap perdarahan

reperfusi masih belum terbukti (Lyden dan Zivin 1993). Loh dan

rekan mendapati bahwa diantara pasien dengan pola MRI yang

menunjukkan cedera ganglia basal tahap lanjut, suksesnya

rekanalisasi meramalkan lebih tingginya risiko transformasi

hemoragik tetapi outcome lebih baik (Loh et al 2010). Juga,

reperfusi setelah sonotrombolisis stroke dengan gelembung-mikro

mungkin meramalkan perdarahan intraserebral tetapi tampaknya

tidak meningkatkan risiko perdarahan intrakranial simptomatik

(Dinia et al 2009). Pengalaman sampai saat ini memperlihatkan

bahwa insidensi perdarahan sekunder adalah rendah (dapat

diterima) jika trombolisis diberikan dalam 180 menit setelah

awitan stroke, sedangkan frekuensi komplikasi perdarahan mening-

kat apabila perawatan ditunda (Brott et al 1992; del Zoppo et al

1992; Hacke et al 1995; 1998; Grup Studi Stroke rt-PA NINDS 1995;

Clark et al 2000). Dengan menggunakan Doppler transkranial,

Molina memperlihatkan bahwa rekanalisasi arterial spontan yang

tertunda (lebih dari 6 jam) setelah stroke kardioembolik adalah

prediktor independen untuk transformasi hemoragik (odds ratio

8,9%, 95% CI 2,1 sampai 33,3)(Molina et al 2001).

Beratnya iskhemia ditentukan oleh jumlah aliran darah

serebral residual didalam territory pembuluh yang teroklusi.

12

Page 13: Dr. Satya Gunawan - Transformasi Hemoragik

Adanya perubahan hipodensitas pada CT scan yang dilaksanakan

dalam 5 jam setelah awitan gejala, yang diperkirakan menunjukkan

iskhemia berat, adalah prediktor transformasi hemoragik (Toni et

al 1996; Molina et al 2001). Dalam sebuah model stroke pada

anjing, berkurangnya aliran darah serebral sampai kurang dari 50%

adalah menentukan untuk berkembangnya infark hemoragik (Seki et

al 1983). SPECT telah digunakan untuk mengevaluasi pra-terapi

aliran darah serebral pada pasien yang menjalani terapi trombo-

lisis intraarterial super-selektif (Ueda et al 1994). Nilai

aliran darah serebral adalah lebih rendah secara signifikan pada

5 pasien yang mengalami infark hemoragik dibandingkan dengan 15

pasien yang tidak mengalami perdarahan.

Infark hemoragik mungkin juga terjadi pada stroke trombotik

dan mekanisme stroke nonembolik lainnya tetapi ini jarang

dibandingkan infark embolik (Yamaguchi et al 1984). Transformasi

hemoragik telah dicatat terjadi setelah endarterektomi carotid

dini untuk stroke yang belum lama. Perdarahan juga biasa

ditemukan pada infark territory arteri serebral posterior yang

berkaitan dengan herniasi lobus temporalis, yang menekan arteri

mungkin secara parsial atau intermitten terhadap tepi tentorial.

Infark yang disebabkan oleh vasospasme dapat menjadi hemoragik.

Terada melaporkan transformasi hemoragik pada 35% (13 dari 37)

infark yang disebabkan oleh vasospasme yang diinduksi oleh per-

darahan subarachnoid aneurismal (Terada et al 1986). Diperkira-

kan, tema umum oklusi pembuluh yang mengakibatkan iskhemia

kapiler dan berubahnya permeabilitas yang diikuti oleh reperfusi

dan selanjutnya perdarahan adalah operatif pada banyak contoh

ini.

Transformasi hemoragik dapat terjadi disebelah distal oklusi

arteri yang ada yang disebabkan oleh aliran darah yang diberikan

oleh kanal kolateral, walaupun frekuensi perdarahan yang

disebabkan oleh mekanisme ini tetap tidak pasti (Hornig et al

1986; Ogata et al 1989; Bogousslavsky et al 1991). Bang dkk

mendapati bahwa derajat angiografik aliran kolateral dengan kuat

mempengaruhi tingkat transformasi hemoragik setelah rekanalisasi

13

Page 14: Dr. Satya Gunawan - Transformasi Hemoragik

oleh terapi untuk stroke iskhemik akut (Bang et al 2011). Ogata

dan rekan melaporkan data klinis dan otopsi tentang 7 pasien yang

mengalami transformasi hemoragik disebelah distal oklusi embolik

persisten (Ogata et al 1989). Penulis tersebut mengusulkan bahwa

peningkatan transien tekanan arteri dan adanya aliran darah yang

efisien melalui pembuluh kolateral leptomeningeal dapat mengaki-

batkan perdarahan reperfusi. Oklusi arteri yang persisten

terdeteksi pada 4 dari 10 kasus infark hemoragik yang telah

diverifikasi secara patologis yang dilaporkan oleh Yamaguchi dan

rekan (Yamaguchi et al 1984). Bukti dari beberapa model stroke

hewan memberikan dukungan eksperimental untuk peran sirkulasi

kolateral dalam genesis perdarahan sekunder (Hain et al 1952;

Faris et al 1963; Lyden dan Zivin 1993). Berkembangnya

transformasi hemoragik, yang terjadi setelah minggu pertama,

mungkin disebabkan oleh berkembangnya sirkulasi kolateral dan

reperfusi pada kapiler yang cedera yang terbuka kembali ketika

edema infark membaik (Faris et al 1963; Hart dan Easton 1986;

Hornig et al 1986; Bozzao et al 1991).

Perawatan stroke iskhemik akut melibatkan trombolisis, yang

meningkatkan risiko perdarahan sampai dengan 10 kali apabila

dibandingkan kontrol (Hamann et al 1999). Iskhemia serebral dapat

mengakibatkan hilangnya lamina basal pada mikrovaskulatur

serebral melalui mekanisme misalnya degradasi laminin yang

diproduksi-plasmin, aktivasi metalloproteinase matriks, atau

transmigrasi leukosit melalui dinding pembuluh (Hamann et al

1999). tPA dapat menyebabkan transformasi hemoragik pada stroke

iskhemik melalui berbagai mekanisme yang telah diusulkan. tPA

mempunyai effek samping neurotoksik; ini melisis bekuan, ini

adalah suatu protease ekstraseluler, dan mungkin meningkatkan

aliran kalsium eksitotoksik dengan menjadi suatu reseptor

glutamate tipe NMDA (Wang et al 2004). Wang dan rekan menyebutkan

bagaimana tPA dapat mendegradasi integritas matriks ekstraseluler

dengan cara meningkatkan disregulasi metalloproteinase matriks;

ini dapat meningkatkan risiko perdarahan (Wang et al 2004).

14

Page 15: Dr. Satya Gunawan - Transformasi Hemoragik

Patogenesis hematoma parenkim setelah cedera iskhemik masih

belum diteliti secara lengkap. Hart dan Easton mengusulkan bahwa

hanya ada perbedaan kuantitatif antara hematoma parenkim dan

infark hemoragik (Hart dan Easton 1986). Tetapi pada sejumlah

kasus, hematoma parenkim tentu merupakan akibat dari ruptur

arteriol kecil yang menembus yang serupa dengan mekanisme

perdarahan hipertensif atau ruptur arteri yang lebih besar dari

pada oleh ekstravasasi darah melalui taut endothelium kapiler

yang cedera.

Pencegahan dan Faktor Risiko

Diperlukan prediktor klinis dan radiologis untuk mengidentifikasi

pasien yang berisiko paling tinggi untuk transformasi hemoragik

agar dapat memberi pedoman tentang penggunaan yang aman antikoa-

gulan atau terapi trombolitik.

Mekanisme stroke kardioembolik, infark besar, oklusi batang

arteri serebral tengah, tidak adanya aliran kolateral, hipergli-

kemia, dan pendeteksian perubahan hipodensitas dini pada CT dapat

membantu meramalkan transformasi hemoragik (Broderick et al 1995;

Hackle 1995; Alexandrov et al 1997; Gorter et al 1997; Molina et

al 2001).

Sebuah penelitian laboratorium neuropatologi mengevaluasi

245 otopsi dan mendapati bahwa umur yang lebih dari 75 tahun

adalah suatu faktor risiko untuk transformasi hemoragik pada

infark embolik. Juga didapati bahwa diabetes mellitus (tetapi

bukan kadar glukosa serum), bersama dengan ukuran infark yang

lebih dari 10 cm3 adalah prediktor independen transformasi

hemoragik pada stroke iskhemik (Kerenyi et al 2006).

Stroke embolik, khususnya yang disebabkan oleh emboli

kardiogenik, adalah sangat condong untuk mengalami transformasi

hemoragik (Fisher dan Adams 1951; Hart dan Easton 1986;

Alexandrov et al 1997). Ukuran infark yang besar, adanya effek

massa, edema serebral, dan herniasi otak semuanya secara

signifikan meningkatkan risiko perdarahan sekunder (Grup Study

Emboli Serebral 1984; Hornig et al 1986; Ott et al 1986; Laureno

15

Page 16: Dr. Satya Gunawan - Transformasi Hemoragik

et al 1987; Chamorro et al 1995). Laporan-laporan masing saling

bertentangan mengenai kontribusi hipertensi, usia lanjut, dan

diabetes atau hiperglikemia dalam meningkatkan transformasi hemo-

ragik (Faris et al 1963; Grup Studi Emboli Serebral 1983;

Broderick et al 1995; Bruno et al 1999). Pendeteksian perubahan

hipodensitas dini pada CT yang dilakukan dalam beberapa jam

setelah awitan stroke dapat meramalkan perdarahan yang terjadi

berikutnya (Yamaguchi et al 1984; Bozzao et al 1991; Toni et al

1996). Nilai koefisien difusi yang tampak lebih rendah dan

defisit perfusi persisten yang terlihat pada imaging MRI yang

ditimbang-difusi/perfusi adalah berkaitan dengan meningkatnya

risiko untuk transformasi hemoragik (Tong et al 2001). Volume

darah serebral regional yang sangat rendah meramalkan transfor-

masi hemoragik setelah trombolisis secara lebih tepat dari pada

volume imaging yang ditimbang-difusi maupun koefisien difusi yang

terlihat (Campbell et al 2010; Kim et al 2010). Juga,

permeabilitas sawar darah-otak yang dinilai dengan CT scan

perfusi meramalkan transformasi hemoragik simptomatik (Hom et al

2011; Lee et al 2012).

Penggunaan antikoagulan secara dini adalah berkaitan dengan

transformasi hemoragik (Grup Studi Emboli Serebral 1987; Babikian

et al 1989; Grup Kolaborasi Trial Stroke Internasional 1997).

Sebaliknya, beberapa laporan tidak memperlihatkan deteriorasi

klinis yang berkaitan dengan antikoagulasi dini, dan penggunaan

klinis secara luas persisten. Pedoman terapi yang diusulkan untuk

stroke embolik berkisar mulai dari antikoagulasi dini sampai

penundaan 2 minggu atau lebih untuk infark besar (Grup Studi

Emboli Serebral 1984; 1987; Tim Kerja Emboli Serebral 1989).

Rekomendasi ini pada umumnya empiris, dan antikoagulasi biasanya

ditunda atau dihindari pada pasien yang mengalami defisit

neurologis berat, penurunan tingkat kesadaran, infark besar

dengan effek massa pada CT, atau hipertensi berat yang tidak

terkontrol (Teal dan Pessin 1992). Sebuah penelitian terhadap 171

pasien yang menjalani antikoagulasi setelah stroke akut, termasuk

83 pasien yang mengalami infark hemisfer embolik yang dirawat

16

Page 17: Dr. Satya Gunawan - Transformasi Hemoragik

dalam 72 jam setelah awitan gejala, mendapati bahwa pemanjangan

yang berlebihan pada masa tromboplastin parsial aktif (lebih dari

2 kali dibanding kontrol) adalah satu-satunya faktor yang secara

signifikan berkaitan dengan deteriorasi hemoragik (Chammoro et al

1995). Adanya infark besar, defisit klinis berat, dan usia,

walaupun berkaitan dengan frekuensi konversi hemoragik, tidak

meramalkan lebih tingginya risiko perdarahan simptomatik. Pasien

dengan infark kardioembolik kecil atau sedang yang berisiko

tinggi untuk rekurensi dapat dengan aman memperoleh antikoagulasi

dini atau segera jika tidak ada perdarahan pada CT pertama (Grup

Studi Emboli Serebral 1983; Tim Kerja Emboli Serebral 1989).

Prediktor transformasi hemoragik yang berkaitan dengan

terapi trombolisis juga telah diidentifikasi. Trial NINDS

melaporkan meningkatnya risiko perdarahan yang berkaitan dengan

adanya defisit neurologis awal berat atau adanya effek massa pada

CT scan pertama (Grup Studi Stroke rt-PA NINDS 1995; 1997).

Penelitian lain juga menunjukkan bahwa peninggian glukosa serum

permulaan lebih dari 300 mg/dL adalah suatu prediktor independen

untuk transformasi hemoragik pada pasien yang dirawat dengan tPA

(Demchuk et al 1999). Sebuah analisis terhadap data Studi Stroke

Akut Kerjasana Eropa juga memperlihatkan kaitan antara beratnya

defisit neurologis awal dan adanya perubahan iskhemik dini pada

CT serta infark hemoragik yang terjadi berikutnya (Larrue et al

1997). Lebih lanjut, variabilitas tekanan darah dalam 24 jam

pertama stroke akut dapat mengakibatkan meningkatnya risiko

transformasi hemoragik (Yong dan Kaste 2008). Sesungguhnya,

naiknya tekanan darah post-trombolisis dan variabilitas tekanan

darah, lebih dari pada tingkat tekanan darah absolute, adalah

berkaitan dengan transformasi hemoragik pada stroke iskhemik akut

(Butcher et al 2010; Ko et al 2010). Analisis data dari trial

ECASS II mengkonfirmasi temuan ini, dan juga menunjukkan bahwa

meningkatnya umur pasien, tekanan darah sistolik permulaan, gagal

jantung kongestif, dan terapi dengan aspirin sebelum trombolisis

adalah prediktor tansformasi hemoragik (Larrue et al 2001; Dorado

et al 2010). Peneliti juga telah mengevaluasi berbagai teknik

17

Page 18: Dr. Satya Gunawan - Transformasi Hemoragik

MRI, termasuk difusi MR dan scan perfusi, dalam upaya menilai

risiko transformasi hemoragik setelah trombolisis (Selim et al,

2002). Sebuah studi yang menganalisa terapi trombolisis dengan

tPA intravena dan risiko transformasi hemoragik mendapati masa

perawatan setelah 3 sampai 6 jam, volume lesi yang lebih besar,

dan skor NIHSS yang tinggi pada saat pasien diterima adalah

prediktor independen yang signifikan untuk transformasi hemoragik

(Thomalla et al 2007). Tetapi usia tua adalah prediktor signi-

fikan yang utama untuk perdarahan parenkim setelah tPA intravena

(Thomalla et al 2007). Tetapi sebuah penelitian menegaskan bahwa

usia tua (lebih dari 80 tahun) tidak meningkatkan risiko

transformasi hemoragik simptomatik setelah pemberian terapi

trombolisis; dengan demikian, usia tua tidak merintangi seseorang

untuk memberikan terapi trombolisis (Pundik et al 2008). Hematoma

parenkim telah diketahui mempunyai outcome yang lebih buruk; ini

diramalkan oleh lesi yang lebih besar yang disebabkan oleh penya-

kit kardioembolik, glukosa darah yang tinggi, atau trombolisis

(Paciaroni et al 2008).

Karena transformasi hemoragik berkaitan dengan kerusakan

endothelium setelah stroke iskhemik, maka albuminuria, suatu

penanda kerusakan kronis pada endothelium, dapat digunakan untuk

meramalkan transformasi hemoragik (Rodriguez-Yanez et al 2006).

Sebuah studi mandapati bahwa albuminuria adalah prediktor inde-

penden yang signifikan untuk transformasi hemoragik, khususnya

pada transformasi hemoragik yang paling berat, khususnya

perdarahan parenkim tipe 1 dan 2 pada pasien yang telah mempunyai

stroke iskhemik akut (Rodriguez-Yanez et al 2006).

Sebuah penelitian menilai 279 pasien via MRI dan

mengevaluasi apakah perdarahan mikro serebral adalah berkaitan

dengan transformasi hemoragik dini setelah terapi trombolisis

untuk stroke iskhemik hiperakut. Hasilnya membuktikan bahwa

perdarahan mikro, apakah beberapa atau banyak, adalah bukan

faktor risiko independen untuk transformasi hemoragik dini dari

stroke iskhemik atau untuk perdarahan simptomatik apapun setelah

18

Page 19: Dr. Satya Gunawan - Transformasi Hemoragik

terapi trombolisis untuk stroke iskhemik hiperakut (Kim et al

2006).

Prediktor untuk trombolisis intraarterial juga telah dieva-

luasi. Sebuah penelitian memperlihatkan bahwa skor NIHSS yang

lebih tinggi, lebih panjangnya masa ke rekanalisasi, hitung

platelet rendah, kadar platelet-berlapis rendah, dan kadar

glukosa tinggi adalah prediktor independen untuk transformasi

hemoragik setelah trombolisis intraarterial (Kidwell et al 2002;

Prodan et al 2010). Juga didapati bahwa setelah terapi

rekanalisasi untuk stroke iskhemik, kadar LDL rendah (tidak

tergantung penggunaan statin), merokok, dan memburuknya stroke

meningkatkan risiko transformasi hemoragik simptomatik (Bang et

al 2007). Kadar kolesterol LDL yang rendah meningkatkan transfor-

masi hemoragik pada stroke aterotrombosis arteri besar tetapi

tidak pada stroke kardioemboli (Kim et al 2009; Paciaroni et al

2009).

Penelitian IMS yang dipublikasikan pada tahun 2006 menda-

pati bahwa fibrilasi atrial dan oklusi arteri carotid internal,

berbeda dengan oklusi arteri serebral tengah, adalah berkaitan

secara signifikan dengan transformasi hemoragik dari stroke.

Diagnosa Banding

Transformasi hemoragik dari infark serebral harus diperbe-

dakan secara klinis dengan beberapa kondisi klinis lain: perda-

rahan lobar sebagaimana pada angiopati amyloid, perdarahan

subarachnoid dari malformasi arteriovena atau aneurisma, atau

perdarahan hipertensif. Hasil radiografi dalam kombinasi dengan

riwayat klinis akan berguna untuk memperbedakan. Biasanya,

transformasi hemoragik dari suatu infark iskhemik pada awalnya

akan ada bersama dengan hasil radiografi yang konsisten dengan

iskhemia bukan perdarahan. Perdarahan biasanya berkembang secara

lambat setelah beberapa jam sampai beberapa hari berikutnya.

Kondisi lain tersebut diatas akan ada bersama perdarahan pada CT

scan kepala pertama. Tetapi apabila pasien stroke memperlihatkan

secara lambat dan mempunyai hasil radiografi (dari saat yang

19

Page 20: Dr. Satya Gunawan - Transformasi Hemoragik

sama) yang konsisten dengan perdarahan, maka sulit menetapkan

etiologi perdarahan secara tepat. Sesungguhnya, ada variabilitas

pengamat yang substansial dalam membedakan antara perdarahan

intraserebral primer dan transformasi hemoragik dari infark pada

imaging otak oleh CT (Lovelock et al 2009).

Pendeteksian transformasi hemoragik dari suatu infark

iskhemik menimbulkan dugaan adanya penyebab embolik yang menda-

sari. Tetapi perdarahan sekunder dapat terjadi oleh mekanisme

stroke lainnya, dan penyebab yang tidak berkaitan dengan iskhemia

juga harus dipertimbangkan. Trombosis vena serebral sering

mengakibatkan transformasi hemoragik yang berkisar mulai dari

perdarahan petekial sampai perdarahan massif. Stroke yang

berkaitan dengan endokarditis infeksius sering disertai oleh

komplikasi perdarahan. Gangguan hematologi termasuk trombositope-

nia, koagulasi intravaskuler diseminata, dan koagulopati lainnya

semuanya dapat meningkatkan infark hemoragik. Infark hemoragik

telah terlihat pada stroke yang disebabkan oleh vaskulitis maupun

vaskulopati non-radang misalnya migren dan angiopati amiloid.

Dengan mengetahui bahwa transformasi hemoragik dini dapat

menimbulkan suatu pola CT yang serupa dengan hematoma

parenkimatosa telah timbul usul bahwa perdarahan intraserebral

primer mungkin terlalu banyak didiagnosis jika CT pertama

tertunda atau tidak dilakukan (Bogousslavsky et al 1991).

Pemeriksaan Diagnostik

Neuroimaging MRI dan CT pada umumnya telah menggantikan peran

otopsi dan pungsi lumbal untuk mendiagnosa infark hemoragik

(Hornig et al 1986). Transformasi hemoragik dapat diketahui

adanya dengan cukup andal oleh ahli neuroradiologi dan dokter

saraf yang telah terlatih dalam CT (Motto et al 1997).

Transformasi hemoragik berkembang secara dinamik dari waktu ke

waktu; oleh karena itu, pemeriksaan CT serial akan menghasilkan

lebih tingginya insidensi perdarahan dari pada pemeriksaan

radiologi tunggal atau acak. Akurasi CT scan untuk mendeteksi

area-area kecil perdarahan masih belum pasti (Ott et al, 1986).

20

Page 21: Dr. Satya Gunawan - Transformasi Hemoragik

MRI lebih sensitif dari pada CT untuk mendeteksi perdarahan,

khususnya apabila menggunakan teknik MRI yang lebih baru misalnya

imaging yang ditimbang-difusi atau –perfusi (Nighoghossian et al

2001; Tong et al 2001). Untuk mengetahui adanya infark hemoragik

mungkin memerlukan evaluasi diagnostik untuk mekanisme stroke

embolik atau penyebab lain. Pembesaran parenkim pada MRI pada 2

jam setelah terapi trombolisis dapat meramalkan transformasi

hemoragik dengan spesifisitas tinggi (Hjort et al 2008).

Dahulu belum diperlihatkan apakah MRI atau CT yang lebih

akurat dalam mendeteksi perdarahan intraserebral akut pada pasien

yang memperlihatkan gejala stroke fokal akut. Kidwell dan rekan

melakukan sebuah penelitian yang membandingkan akurasi MRI lawan

CT dan mendapati bahwa ‘MRI echo yang mengingat gradien’ adalah

lebih sensitif dalam mendeteksi perdarahan dari pada CT. Baik CT

maupun MRI sama-sama dapat mendeteksi perdarahan akut, tetapi MRI

lebih unggul dalam mendeteksi perdarahan kronis (perdarahan

mikro) bersama dengan transformasi hemoragik dari stroke iskhemik

(Kidwell et al 2004). Tetapi CT juga dapat mendeteksi perdarahan

subarachnoid dengan lebih baik dari pada MRI (Kidwekk et al

2004).

Walaupun telah didapati bahwa pembesaran parenkim dini pada

MRI adalah spesifik untuk transformasi hemoragik (Vo et al 2003),

tetapi volume lesi imaging yang ditimbang-difusi dan nilai

koefisien difusi tidak berkaitan erat dengan transformasi hemo-

ragik (Kim et al 2005b). Tetapi telah dibicarakan bahwa imaging

yang ditimbang-difusi dan imaging yang ditimbang-suseptibilitas

dapat digunakan secara andal untuk meramalkan perdarahan intra-

kranial pada saat ketika imaging CT meragukan (sulit diinter-

pretasikan) dalam mendeteksi perdarahan setelah trombolisis

intraarterial (Greer et al 2004).

Telah didapati bahwa perdarahan setelah terapi dengan tPA

terjadi di regio yang tampaknya mempunyai volume darah serebral

rendah pada MRI kontras bolus; volume darah serebral tampak

memberikan ramalan yang lebih baik tentang transformasi hemoragik

setelah tPA dari pada koefisien difusi yang terlihat (Alsop et al

21

Page 22: Dr. Satya Gunawan - Transformasi Hemoragik

2005). Tanda MCA hiper-intensif pada MRI T1W1 post-Gd adalah

berkaitan dengan lebih besarnya kemungkinan transformasi hemo-

ragik (Guo et al 2006).

Alat lainnya misalnya pemantauan sonografik transkranial

mampu mendeteksi transformasi hemoragik dari stroke. Sebuah

penelitian mencatat bahwa pada 18 dari 20 pasien, pemantauan

sonografik transkranial mengkonfirmasi transformasi hemoragik,

yang telah dideteksi oleh CT kranial. Sensitivitasnya 90% dan

spesifisitasnya 97,5% (Seidel et al 2008).

Telah didapati bahwa pada pasien yang dirawat dengan

trombolisis intraarterial setelah episode iskhemik akut, hiper-

intensitas sulcus pada imaging FLAIR disebabkan oleh media

kontras ber-iodin, bukan perdarahan subarachnoid. Tetapi hiper-

intensitas ini secara signifikan berkaitan dengan transformasi

hemoragik yang terjadi kemudian (Kim et al 2005).

Ketika risiko transformasi hemoragik meningkat oleh datang-

nya terapi baru misalnya rtPA untuk reperfusi otak yang iskhemik,

maka risiko cedera reperfusi meningkat. Telah dirancang

penelitian untuk mengukur cedera ini dengan cara mengukur cedera

pada sawar darah-otak yang terbukti oleh tertundanya peningkatan

gadolinium pada cairan serebrospinal pada imaging FLAIR. Ini

disebut sebagai HARM atau penanda reperfusi hiper-intensif. HARM

telah ditemukan pada 33% dari pasien stroke iskhemik, karena

reperfusi adalah prediktor independen kuat tentang cedera sawar

darah-otak. HARM juga berkaitan dengan transformasi hemoragik dan

memburuknya outcome klinik pada stroke yang lebih berat pada

awitan dan dengan umur yang lebih tua. Saat terjadinya HARM

adalah cukup dini (kira-kira 3,8 jam setelah awitan stroke)

sehingga ini dapat membantu dalam mengurangi komplikasi dari

terapi trombolisis akut (Warach dan Latour 2004).

Imaging radiografik tidak hanya dapat digunakan untuk

mendiagnosa transformasi hemoragik, tetapi telah didapati bahwa

konsentrasi metalloproteinase-9 matriks plasma yang tinggi dalam

fase akut suatu infark serebral adalah tidak tergantung prediktor

22

Page 23: Dr. Satya Gunawan - Transformasi Hemoragik

biokimia untuk transformasi hemoragik pada stroke jenis apapun

(Castellanos et al 2003).

Sebuah penelitian di Jerman menyimpulkan bahwa S100B, yaitu

suatu penanda disfungsi sawar darah-otak, dapat meramalkan

transformasi hemoragik sebelum terapi trombolisis dapat diberikan

sebagai suatu faktor risiko, kendatipun akurasi diagnostiknya

sekarang masih terlalu rendah (Forch et al 2007).

Prognosis dan Komplikasi

Walaupun spektrum transformasi hemoragik berkisar mulai dari

perdarahan petekial kecil sampai perdarahan masif yang

menimbulkan massa, tetapi beberapa laporan menunjukkan bahwa

sebagian besar perubahan hemoragik adalah ringan dan tidak

berkaitan dengan deteriorasi klinis (Hornig et al 1986; 1993;

Sherman dan Hart 1986; Laureno et al 1987). Prognosis biaanya

ditentukan berdasar ukuran infark dan lokasinya dan oleh

komplikasi sistemik bukan oleh perdarahan sekunder, kecuai jika

masif. Hornig dkk melaporkan terjadinya deteriorasi klinis hanya

pada 3 dari 28 pasien yang mengalami transformasi hemoragik yang

terdeteksi oleh CT scan serial (Hornig et al 1986). Transformasi

hemoragik yang timbul secara lambat biasanya bersifat petekial

dan jarang berkaitan dengan deteriorasi neurologis. Ott dan rekan

melaporkan terjadinya deteriorasi pada 7 dari 44 pasien yang

mengalami infark hemoragik (Ott et al 1986). Tujuh pasien

tersebut semuanya memperoleh antikoagulan dan 6 dari 7 tersebut

mempunyai infark sedang atau besar. Dalam sebuah penelitian MRI,

tidak ada deteriorasi klinis yang terjadi diantara 24 pasien yang

mengalami infark hemoragik (Hornig et al 1993). Yang lebih akhir,

ECASS I dan II mendapati bahwa infark hemoragik tidak berkaitan

dengan meningkatnya risiko deteriorasi neurologis dini atau

lambat, atau mortalitas 3-bulan atau disabilitas (Fiorelli et al

1999; Berger et al 2001). Sangat berbeda dengan perjalanan infark

hemoragik yang benigna, hematoma parenkim biasanya disertai oleh

deteriorasi neurologis atau kematian, kecuali untuk perdarahan

kecil (Hornig et al 1986; Okada et al 1989; Bogousslavsky et al

23

Page 24: Dr. Satya Gunawan - Transformasi Hemoragik

1991; del Zoppo et al 1992). Dalam trial trombolisis, kira-kira

separuh dari semua hematoma parenkim yang berkaitan dengan terapi

trombolisis adalah fatal. Data dari ECAS I dan II mengkonfirmasi

temuan ini, dimana hematoma parenkim besar adalah jauh lebih

mungkin mengakibatkan deteriorasi neurologis dini dan kematian

pada 3 bulan (Fiorelli et al 1999; Berger et al 2001).

Bukti ini dikonfirmasi oleh fakta bahwa transformasi hemo-

ragik dari suatu lesi iskhemik tidak didapati mempengaruhi

outcome rahabilitasi pada mereka yang selamat dari stroke.

Penelitian tersebut juga mendukung penggunaan antikoagulan dalam

fase akut kecuali jika obat tersebut dikontraindikasikan (Bayra-

moglu et al 2003). Tetapi penelitian lainnya mengatakan bahwa

transformasi hemoragik asimptomatik mungkin merupakan faktor

negatif untuk perbaikan dramatik pemulihan neurologis (Kimura et

al 2008).

Sebuah penelitian juga menemukan effek yang berbahaya dari

overload besi karena ini berkaitan dengan lebih besarnya stress

dan cedera otak dalam kaitan dengan iskhemia serebral dan

reperfusi; penelitian tersebut mendapati bahwa simpanan besi yang

tinggi didalam tubuh secara signifikan berkaitan dengan trans-

formasi hemoragik simptomatik, prognosis buruk, dan edema pada

pasien yang dirawat dengan tPA setelah stroke (Millan et al

2007).

Telah dibicarakan diatas bahwa transformasi hemoragik

mungkin benigna, kendatipun sebuah penelitian di Kanada menyimpul

kan bahwa transformasi hemoragik tidaklah selalu benigna.

Prognosis buruk setelah trombolisis adalah berkaitan dengan

luasnya perdarahan pada CT scan setelah trombolisis; dengan

demikian, transformasi hemoragik mungkin berbahaya, khususnya

jika ini besar (Dzialowski et al 2007).

Juga telah dibicarakan bahwa penggunaan antikoagulan secara

mendesak, kecuali dalam mencegah trombosis vena profunda dan

emboli paru diantara pasien yang berisiko tinggi, setelah suatu

stroke iskhemik akut akan meningkatkan risiko transformasi

24

Page 25: Dr. Satya Gunawan - Transformasi Hemoragik

hemoragik setelah stroke dan mungkin tidak memperbaiki prognosis

(Adam 2002).

Transformasi hemoragik mungkin juga merupakan suatu kompli-

kasi dari pembedahan endarterektomi carotid emergency (dalam 8

jam) setelah stroke iskhemik akut. Walaupun pasien yang direkrut

dalam prosedur ini diduga mempunyai CT negatif, tetapi kadang CT

tidak mendeteksi oklusi arteri serebral tengah (yang juga dikenal

sebagai tanda arteri serebral tengah) dalam beberapa jam pertama.

Satu pasien dalam sebuah penelitian oleh Sbarigia dan rekan

mengalami transformasi hemoragik fatal setelah endarterektomi

carotid dini (Sbarigia et al 2003).

Sebuah studi mengevaluasi 179 scan MRI permeabilitas dari

129 pasien dan menganalisa pola dan prediktor transformasi

hemoragik. Tekanan darah diastolik yang tinggi dan glukosa tinggi

adalah berkaitan dengan meningkatnya transformasi hemoragik pra-

perawatan; LDL tinggi, profil MRI maligna, dan meningkatnya masa

antara awitan ke terapi rekanalisasi adalah berkaitan dengan

meningkatnya transformasi hemoragik pasca-perawatan (Bang et al

2009). Formasi kolateral pial yang buruk juga berkaitan dengan

meningkatnya insidensi dan transformasi hemoragik ukuran-besar

setelah trombolisis intraarterial (Christoforidis et al 2009).

Telah ditemukan bahwa komplikasi transformasi hemoragik

setelah stroke mungkin berupa kejang dini, kendatipun kejang dini

tidak berkaitan dengan outcome buruk setelah pemulangan (Albert

et al 2008).

Tatalaksana

Tatalaksana infark hemoragik berpedoman pada prinsip perawatan

umum dan supportif yang sama seperti stroke non-hemoragik.

Hipertensi yang berlebihan harus dihindari secara bijaksana.

Sebuah penelitian telah mendapati pada tikus bahwa perdarahan

sebagai akibat tPA tergantung kepada tekanan darah; jika

hipertensi dikurangi melalui cara-cara farmakologis selama

pemberian tPA, maka risiko transformasi hemoragik dapat dikurangi

(Tejima et al 2001). Evakuasi dengan bedah mungkin diindikasikan

25

Page 26: Dr. Satya Gunawan - Transformasi Hemoragik

untuk hematoma parenkimatosa yang mengancam-nyawa yang melibatkan

lokasi lobar dan serebellar. Edema serebral dapat ditatalaksana-

an secara standard, dengan diuretic osmotic, larutan garam

hipertonik, meninggikan kepala tempat tidur, hiperventilasi, dan

membatasi resusitasi cairan yang berlebihan. Antikoagulasi harus

dihentikan pada pasien yang mengalami transformasi hemoragik

simptomatik. Keamanan antikoagulasi lanjutan untuk mencegah

emboli rekuren pada pasien yang stabil secara klinis setelah

terdeteksinya perdarahan sekunder pada CT scan masih tidak pasti.

Pessin dan rekan melaporkan pengalaman mereka dengan 12 pasien

yang mempunyai bukti CT tentang infark hemoragik yang tetap

stabil secara klinik walaupun terus dipertahankan pada antikoa-

gulasi (n = 6) atau ini hanya dipertahankan secara temporer (n =

6) (Pessin et al 1993). Peneliti lainnya juga telah melaporkan

outcome benigna pada pasien yang diketahui mengalami transformasi

hemoragik dimana antikoagulasi dimulai, diteruskan, atau hanya

dihentikan secara singkat dan kemudian diteruskan (Ott et al

1986). Diperlukan evaluasi lebih lanjut sebelum rekomendasi yang

kuat dapat dibuat mengenai keamanan dan indikasi klinis untuk

pendekatan ini. Pedoman untuk tatalaksana komplikasi hemoragik

dari terapi trombolisis telah dipublikasikan oleh Dewan Stroke

dari Assosiasi Jantung Amerika (Adams et al 1996).

Sebuah penelitian menunjukkan bahwa penggunaan minosiklin

bersama tPA dapat memperluas kesempatan waktu tPA dalam merawat

stroke iskhemik; Sebuah penelitian yang menggunakan tikus menda-

pati bahwa penggunaan tPA lambat (dalam 6 jam) meningkatkan

transformasi hemoragik, tetapi dengan penggunaan minosiklin,

transformasi hemoragik ini dapat diringankan (Murata et al 2008).

#######

26