stroke non hemoragik

35
DEFINISI Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat atau kematian. Stroke non hemoragik sekitar 85%, yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan (trombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh atau organ distal. Trombus yang terlepas dapat menjadi embolus. ETIOLOGI Stroke non hemoragik bisa terjadi akibat suatu dari dua mekanisme patogenik yaitu trombosis serebri atau emboli serebri. Trombosis serebri menunjukkan oklusi trombotik arteri karotis atau cabangnya, biasanya karena arterosklerosis yang mendasari. Proses ini sering timbul selama tidur dan bisa menyebabkan stroke mendadak dan lengkap. Defisit neurologi bisa timbul progresif dalam beberapa jam atau intermiten dalam beberapa jam atau hari. Emboli serebri terjadi akibat oklusi arteria karotis atau vetebralis atau cabangnya oleh trombus atau embolisasi materi lain dari sumber proksimal, seperti bifurkasio arteri karotis atau jantung. Emboli dari bifurkasio karotis

Upload: baiq-novaria-rusmaningrum

Post on 30-Apr-2017

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Stroke Non Hemoragik

DEFINISI

Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang

berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada

umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat atau

kematian.

Stroke non hemoragik sekitar 85%, yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan di

satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh

bekuan (trombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh atau

organ distal. Trombus yang terlepas dapat menjadi embolus.

ETIOLOGI

Stroke non hemoragik bisa terjadi akibat suatu dari dua mekanisme patogenik

yaitu trombosis serebri atau emboli serebri. Trombosis serebri menunjukkan oklusi

trombotik arteri karotis atau cabangnya, biasanya karena arterosklerosis yang mendasari.

Proses ini sering timbul selama tidur dan bisa menyebabkan stroke mendadak dan

lengkap. Defisit neurologi bisa timbul progresif dalam beberapa jam atau intermiten

dalam beberapa jam atau hari.

Emboli serebri terjadi akibat oklusi arteria karotis atau vetebralis atau cabangnya

oleh trombus atau embolisasi materi lain dari sumber proksimal, seperti bifurkasio arteri

karotis atau jantung. Emboli dari bifurkasio karotis biasanya akibat perdarahan ke dalam

plak atau ulserasi di atasnya di sertai trombus yang tumpang tindih atau pelepasan materi

ateromatosa dari plak sendiri. Embolisme serebri sering di mulai mendadak, tanpa tanda-

tanda disertai nyeri kepala berdenyut.

KLASIFIKASI

Stroke sebagai diagnosis klinis untuk gambaran manifestasi lesi vaskular serebral,

dapat di bagi dalam :

Stroke non hemoragik yang mencakup:

a. TIA (Transient Ischemic Attack)

b. Stroke in-evolution

Page 2: Stroke Non Hemoragik

c. Stroke trombotik

d. Stroke embolik

e. Stroke akibat komperesi terhadap arteri oleh proses di luar arteri seperti

tumor, abses, granuloma.

Berdasarkan subtipe penyebab :

a. Stroke lakunar

b. Stroke trombotik pembuluh besar

c. Stroke embolik

d. Stroke kriptogenik

FAKTOR RESIKO

Ada beberapa faktor risiko stroke yang sering teridentifikasi pada stroke non

hemoragik, diantaranya yaitu faktor risiko yang tidak dapat di modifikasi dan yang dapat

di modifikasi. Penelitian yang dilakukan Rismanto (2006) di RSUD Prof. Dr. Margono

Soekarjo Purwokertomengenai gambaran faktor-faktor risiko penderita stroke

menunjukan faktor risiko terbesar adalah hipertensi 57,24%, diikuti dengan diabetes

melitus 19,31% dan hiperkolesterol 8,97%.

Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi :

Usia

Pada umumnya risiko terjadinya stroke mulai usia 35 tahun dan akan

meningkat dua kali dalam dekade berikutnya. 40% berumur 65 tahun dan

hampir 13% berumur di bawah 45 tahun. Menurut Kiking Ritarwan (2002),

dari penelitianya terhadap 45 kasus stroke didapatkan yang mengalami stroke

non hemoragik lebih banyak pada tentan umur 45-65 tahun.

Jenis kelamin

Menurut data dari 28 rumah sakit di Indonesia, ternyata bahwa kaum pria lebih

banyak menderita stroke di banding kaum wanita, sedangkan  perbedaan angka

kematianya masih belum jelas. Penelitian yang di lakukan oleh Indah Manutsih

Utami (2002) di RSUD Kabupaten Kudus mengenai gambaran faktor-faktor

Page 3: Stroke Non Hemoragik

risiko yang terdapat pada penderita stroke menunjukan bahwa jumlah kasus

terbanyak jenis kelamin laki-laki 58,4% dari penelitianya terhadap 197 pasien

stroke non hemoragik.

Heriditer

Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya hipertensi,

penyakit jantung, diabetes melitus dan kelainan pembuluh darah, dan riwayat

stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota keluarga pernah

mengalami stroke pada usia kurang dari 65 tahun, meningkatkan risiko terkena

stroke. Menurut penelitian Tsong Hai Lee di Taiwan pada tahun 1997-2001

riwayat stroke pada keluarga meningkatkan risiko terkena stroke sebesar

29,3%.

Rasa atau etnik

Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada kulit putih. Data

sementara di Indonesia, suku Padang lebih banyak menderita dari pada suku

Jawa (khususnya Yogyakarta).

Faktor risiko yang dapat dimodifikasi :

Riwayat stroke

Seseorang yang pernah memiliki riwayat stoke sebelumnya dalam waktu lima

tahun kemungkinan akan terserang stroke kembali sebanyak 35% sampai 42%.

Hipertensi

Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak empat sampai enam

kali ini sering di sebut the silent killer dan merupakan risiko utama terjadinya

stroke non hemoragik dan stroke hemoragik. Berdasarkan Klasifikasi menurut

JNC 7 yang dimaksud dengan tekanan darah tinggai apabila tekanan darah

lebih tinggi dari 140/90 mmHg, makin tinggi tekanan darah kemungkinan

stroke makin besar karena mempermudah terjadinya kerusakan pada dinding

pembuluh darah, sehingga mempermudah terjadinya penyumbatan atau

perdarahan otak.

Penyakit jantung

Page 4: Stroke Non Hemoragik

Penyakit jantung koroner, kelainan katup jantung, infeksi otot jantung, paska

oprasi jantung juga memperbesar risiko stroke, yang paling sering

menyebabkan stroke adalah fibrilasi atrium, karena memudahkan terjadinya

pengumpulan darah di jantung dan dapat lepas hingga menyumbat pembuluh

darah otak.

(DM) Diabetes melitus

Kadar gulakosa dalam darah tinggi dapat mengakibatkan kerusakan endotel

pembuluh darah yang berlangsung secara progresif. Menurut penelitian Siregar

F (2002) di RSUD Haji Adam Malik Medan dengan desain case control,

penderita diabetes melitus mempunyai risiko terkena stroke 3,39 kali

dibandingkan dengan yang tidak menderita diabetes mellitus.

TIA

Merupakan serangan-serangan defisit neurologik yang mendadak dan singkat

akibat iskemik otak fokal yang cenderung membaik dengan kecepatan dan

tingkat penyembuhan berfariasi tapi biasanya 24 jam. Satu dari seratus orang

dewasa di perkirakan akan mengalami paling sedikit satu kali TIA seumur

hidup mereka, jika diobati dengan benar, sekitar 1/10 dari para pasien ini akan

mengalami stroke dalam 3,5 bulan setelah serangan pertama, dan sekitar 1/3

akan terkena stroke dalam lima tahun setelah serangan pertama.

Hiperkolesterol

Lipid plasma yaitu kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam lemak bebas.

Kolesterol dan trigliserida adalah jenis lipid yang relatif mempunyai makna

klinis penting sehubungan dengan aterogenesis. Lipid tidak larut dalam plasma

sehingga lipid terikat dengan protein sebagai mekanisme transpor dalam

serum, ikatan ini menghasilkan empat kelas utama lipuprotein yaitu

kilomikron, lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL), lipoprotein densitas

rendah (LDL), dan lipoprotein densitas tinggi (HDL). Dari keempat lipo

protein LDL yang paling tinggi kadar kolesterolnya, VLDL paling tinggi kadar

trigliseridanya, kadar protein tertinggi terdapat pada HDL. Hiperlipidemia

menyatakan peningkatan kolesterol dan atau trigliserida serum di atas batas

normal, kondisi ini secara langsung atau tidak langsung meningkatkan risiko

Page 5: Stroke Non Hemoragik

stroke, merusak dinding pembuluh darah dan juga menyebabkan penyakit

jantung koroner. Kadar kolesterol total >200mg/dl, LDL >100mg/dl, HDL

<40mg/dl, trigliserida >150mg/dl dan trigliserida >150mg/dl akan membentuk

plak di dalam pembuluh darah baik di jantung maupun di otak. Menurut Dedy

Kristofer (2010), dari penelitianya 43 pasien, di dapatkan hiperkolesterolemia

34,9%, hipertrigliserida 4,7%, HDL yang rendah 53,5%, dan LDL yang tinggi

69,8%.

Obesitas

Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan diabetes

melitus. Prevalensinya meningkat dengan bertambahnya umur. Obesitas

merupakan predisposisi penyakit jantung koroner dan stroke. Mengukur

adanya obesitas dengan cara mencari body mass index (BMI) yaitu berat badan

dalam kilogram dibagi tinggi badan dalam meter dikuadratkan. Normal BMI

antara 18,50-24,99 kg/m2, overweight BMI antara 25-29,99 kg/m2selebihnya

adalah obesitas.

Merokok

Merokok meningkatkan risiko terjadinya stroke hampir dua kali lipat, dan

perokok pasif berisiko terkena stroke 1,2 kali lebih besar. Nikotin dan

karbondioksida yang ada pada rokok menyebabkan kelainan pada dinding

pembuluh darah, di samping itu juga mempengaruhi komposisi darah sehingga

mempermudah terjadinya proses gumpalan darah. Berdasarkan penelitian

Siregar F (2002) di RSUD Haji Adam Malik Medan kebiasaan merokok

meningkatkan risiko terkena stroke sebesar empat kali.

PATOFISIOLOGI

Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang dikenal

sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang memiliki jumlah

neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara berbagi neuron berbeda-

beda. Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar 2% (1200-1400 gram) dari berat

tubuh total, tetapi mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa yang ada di

dalam darah arterial. Dalam jumlah normal darah yang mengalir ke otak sebanyak 50-

60ml per 100 gram jaringan otak per menit. Jumlah darah yang diperlukan untuk seluruh

Page 6: Stroke Non Hemoragik

otak  adalah 700-840 ml/menit, dari jumlah darah itu di salurkan melalui arteri karotis

interna yang terdiri dari arteri karotis (dekstra dan sinistra), yang menyalurkan darah ke

bagian depan otak disebut sebagai sirkulasi arteriserebrum anterior, yang kedua

adalah vertebrobasiler, yang memasok darah ke bagian belakang otak disebut sebagai

sirkulasi arteri serebrum posterior, selanjutnya sirkulasi arteriserebrum anterior bertemu

dengan sirkulasi arteri serebrum posterior membentuk suatu sirkulus Willisi.

Gangguan pasokan darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri-arteri

yang membentuk sirkulus willisi serta cabang-cabangnya. Secara umum, apabila aliran

darah ke jaringan otak terputus 15 sampai 20 menit, akan terjadi infark atau kematian

jaringan. Perlu di ingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark di

daerah otak yang di perdarahi oleh arteri tersebut dikarenakan masih  terdapat sirkulasi

kolateral yang memadai ke daerah tersebut. Proses patologik yang sering mendasari dari

berbagi proses yang terjadi di dalam pembuluh darah yang memperdarhai otak

diantaranya dapat berupa :

1. Keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri, seperti

pada aterosklerosis dan thrombosis.

2. Berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok

atau hiperviskositas darah.

3. Gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari

jantung atau pembuluh ekstrakranium.

Dari gangguan pasokan darah yang ada di otak tersebut dapat menjadikan

terjadinya kelainian-kelainan neurologi tergantung bagian otak mana yang tidak

mendapat suplai darah, yang diantaranya dapat terjani kelainan di system motorik,

sensorik, fungsi luhur, yang lebih jelasnya tergantung saraf bagian mana yang terkena.

GEJALA KLINIS

Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di

otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi tempat

gangguan peredaran darah terjadi, kesadaran biasanya tidak mengalami penurunan,

menurut penelitian Rusdi Lamsudi pada tahun 1989-1991 stroke non hemoragik tidak

Page 7: Stroke Non Hemoragik

terdapat hubungan dengan terjadinya penurunan kesadaran, kesadaran seseorang dapat di

nilai dengan menggunakan skala koma Glasgow yaitu :

Tabel 1.1 Skala koma Glasgow.

Buka mata (E) Respon motorik (M) Respon verbal (V)

1. Tidak ada respons 1. Tidak ada gerakan 1. Tidak ada suara

2. Respons dengan

rangsangan nyeri

2. Ekstensi abnormal 2. Mengerang

3. Buka mata dengan

perintah

4. Fleksi abnormal 3.Bicara kacau

5. Buka mata spontan 5. Menghindari nyeri 4. Disorientasi tempat

dan waktu

6. Melokalisir nyeri 5. Orientasi baik dan

sesuai

7. Mengikuti perintah

                             

            Penilaian skor skala koma Glasgow :

a. Koma (GCS = 3-8)

b. Konfusi, lateragi atau stupor (GCS = 9-14)

c. Sadar penuh, atentif dan orientatif (GCS = 15)

Gangguan yang biasanya terjadi yaitu gangguan mototik (hemiparese), sensorik

(anestesia, hiperestesia, parastesia/geringgingan, gerakan yang canggung serta simpang

siur, gangguannervus kranial, saraf otonom (gangguan miksi, defeksi, salvias), fungsi

luhur (bahasa, orientasi, memori, emosi)  yang merupakan sifat khas manusia, dan

gangguan koordinasi (sidrom serebelar) :

Page 8: Stroke Non Hemoragik

1. Disekuilibrium yaitu keseimbangan tubuh yang terganggu yang terlihat seseorang

akan jatuh ke depan, samping atau belakang sewaktu berdiri

2. Diskoordinasi muskular yang diantaranya, asinergia,dismetria dan seterusnya. 

Asinergiaialah kesimpangsiuran kontraksi otot-otot dalam mewujudkan suatu

corak gerakan. Dekomposisi gerakan atau gangguan lokomotorik dimana dalam

suatu gerakan urutan kontraksi otot-otot baik secara volunter atau reflektorik tidak

dilaksanakan lagi. Disdiadokokinesis tidak biasa gerak cepat yang arahnya

berlawanan contohnya pronasi dan supinasi. Dismetria, terganggunya memulai

dan menghentikan gerakan.

3. Tremor (gemetar), bisa diawal gerakan dan bisa juga di akhir gerakan.

4. Ataksia berjalan dimana kedua tungkai melangkah secara simpangsiur dan kedua

kaki ditelapakkanya secara acak-acakan. Ataksia seluruh badan dalam hal ini

badan yang tidak bersandar tidak dapat memelihara sikap yang mantap sehingga

bergoyang-goyang.

Tabel 1.2 Gangguan nervus kranial.

Nervus kranial Fungsi Penemuan klinis dengan

lesi

I: Olfaktorius Penciuman Anosmia (hilangnya

daya penghidu)

II: Optikus Penglihatan Amaurosis

III:

Okulomotorius

Gerak mata; kontriksi

pupil; akomodasi

Diplopia (penglihatan

kembar), ptosis;

midriasis;hilangnya

akomodasi

IV: Troklearis Gerak mata Diplopia

Page 9: Stroke Non Hemoragik

V: Trigeminus Sensasi umum wajah, kulit

kepala, dan gigi; gerak

mengunyah

”mati rasa” pada wajah;

kelemahan otot rahang

VI: Abdusen Gerak mata Diplopia

VII: Fasialis Pengecapan; sensasi

umum pada platum dan

telinga luar; sekresi

kelenjar lakrimalis,

submandibula dan

sublingual; ekspresi wajah

Hilangnya kemampuan

mengecap pada dua

pertiga anterior lidah;

mulut kering; hilangnya

lakrimasi; paralisis otot

wajah

VIII:

Vestibulokoklearis

Pendengaran;

keseimbangan

Tuli; tinitus(berdenging

terus menerus);

vertigo; nitagmus

IX:

Glosofaringeus

Pengecapan; sensasi

umum pada faring dan

telinga; mengangkat

palatum; sekresi kelenjar

parotis

Hilangnya daya

pengecapan pada

sepertiga posterior lidah;

anestesi pada farings;

mulut kering sebagian

X: Vagus Pengecapan; sensasi

umum pada farings, laring

dan telinga; menelan;

fonasi; parasimpatis untuk

jantung dan visera

abdomen

Disfagia (gangguan

menelan) suara parau;

paralisis palatum

XI: Asesorius

Spinal

Fonasi; gerakan kepala;

leher dan bahu

Suara parau; kelemahan

otot kepala, leher dan

bahu

XII: Hipoglosus Gerak lidah Kelemahan dan pelayuan

Page 10: Stroke Non Hemoragik

lidah

Gejala klinis tersering yang terjadi yaitu hemiparese yang dimana Pendeita stroke

non hemoragik yang mengalami infrak bagian hemisfer otak kiri  akan mengakibatkan

terjadinya kelumpuhan pada sebalah kanan, dan begitu pula sebaliknya dan sebagian juga

terjadiHemiparese dupleks, pendeita stroke non hemoragik yang mengalami hemiparesesi

dupleksakan mengakibatkan terjadinya kelemahan pada kedua bagian tubuh sekaligus

bahkan dapat sampai mengakibatkan kelumpuhan.

Penelitian yang dilakukan Sri Andriani Sinaga (2008) terhadap 281 pasien stroke

di Rumah Sakit Haji Medan  di dapatkan hemiparese sinistra yaitu 46,3%, diikuti

oleh hemiparese dekstra31,7%, tidak tercatat sebanyak 14,2% dan hemiparesese

dupleks 7,8%. Gambaran klinis utama yang berkaitan dengan insufisiensi arteri ke otak

mungkin berkaitan dengan pengelompokan gejala dan tanda berikut yang tercantum dan

disebut sindrom neurovaskular:

1. Arteri karotis interna (sirkulasi anterior : gejala biasanya unilateral)

a. Dapat terjadi kebutaan satu mata di sisi arteria karotis yang terkena,

akibat insufisiensi arteri retinalis

b. Gejala sensorik dan motorik di ekstremitas kontralateral karena

insufisiensi arteria serebri media

c. Lesi dapat terjadi di daerah antara arteria serebri anterior dan media

atau arteria serebri media. Gejala mula-mula timbul di ekstremitas atas

dan mungkin mengenai wajah. Apabila lesi di hemisfer dominan, maka

terjadi afasia ekspresif karena keterlibatan daerah bicara

motorik Broca.

2. Arteri serebri media (tersering)

a. Hemiparese atau monoparese kontralateral (biasanya mengenai lengan)

b. Kadang-kadang hemianopsia (kebutaan) kontralateral

c. Afasia global (apabila hemisfer dominan terkena): gangguan semua

fungsi yang berkaitan dengan bicara dan komunikasi

d. Disfasia

3. Arteri serebri anterior (kebingungan adalah gejala utama)

Page 11: Stroke Non Hemoragik

a. Kelumpuhan kontralateral yang lebih besar di tungkai

b. Defisit sensorik kontralateral

c. Demensia, gerakan menggenggam, reflek patologis

4. Sistem vertebrobasilaris (sirkulasi posterior: manifestasi biasanya bilateral)

a. Kelumpuhan di satu atau empat ekstremitas

b. Meningkatnya reflek tendon

c. Ataksia

d. Tanda Babinski bilateral

e. Gejala-gejala serebelum, seperti tremor intention, vertigo

f. Disfagia

g. Disartria

h. Rasa baal di wajah, mulut, atau lidah

i. Sinkop, stupor, koma, pusing, gangguan daya ingat, disorientasi

j. Gangguan penglihatan dan pendengaran

5. Arteri serebri posterior

a. Koma

b. Hemiparese kontralateral

c. Afasia visual atau buta kata (aleksia)

d. Kelumpuhan saraf kranialis ketiga: hemianopsia, koreoatetosis.

PEMERIKSAAN FISIK

Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke ekstrakranial,

memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai stroke, dan menentukan

beratnya defisit neurologi yang dialami, pemeriksaan neurologik terdiri dari penilaian

hal-hal berikut ini :

1. Status mental

a. Tingkat kesadaran

b. Bicara

c. Orientasi

d. Pengetahuan kejadian-kejadian mutakhir

e. Pertimbangan

Page 12: Stroke Non Hemoragik

f. Abstraksi

g. Kosakata

h. Respons emosional

i. Daya ingat

j. Berhitung

k. Pengenalan benda

l. Praksis (integrasi aktivitas motorik).

2. Nervus kranial

a. Nervus olfaktorius diperiksa tajamnya penciuman dengan satu lubang

hidung pasien ditutup, sementara bahan penciuman diletakan pada

lubang hidung kemudian di suruh membedakan bau.

b. Nervus optikus yang diperikasa adalah ketajaman penglihatan dan

pemeriksaan oftalmoskopi.

c. Nervus okulomotorius yang diperiksa adalah reflek pupil dan

akomodasi.

d. Nervus troklearis dengan cara melihat pergerakan bola mata keatas,

bawah, kiri, kanan, lateral, diagonal.

e. Nervus trigeminus dengan cara melakukan pemeriksaan reflek kornea

dengan menempelkan benang tipis ke kornea yang normalnya pasien

akan menutup mata, Pemeriksaan cabang sensoris pasa bagian pipi,

pemeriksaan cabang motorik pada pipi.

f. Nervus abdusen dengan cara pasien di suruh menggerakan sisi mata ke

samping kiri dan kanan.

g. Nervus fasialis di dapatkan hilangnya kemampuan mengecap pada dua

pertiga anterior lidah, mulut kering, paralisis otot wajah.

h. Nervus vestibulokoklearis yang di periksa adalah pendengaran,

keseimbangan, dan pengetahuan tentang posisi tubuh.

i. Nervus glosofaringeus di periksa daya pengecapan pada sepertiga

posterior lidah anestesi pada farings mulut kering sebagian.

j. Nervus vagus dengan cara memeriksa cara menelan.

Page 13: Stroke Non Hemoragik

k. Nervus asesorius dengan cara memeriksa kekuatan pada

muskulussternokleudomastoideus, pasien di suruh memutar kepala

sesuai tahanan yang di berikan si pemeriksa.

l. Nervus hipoglosus bisa dengan melihat kekuatan lidah, lidah di julurkan

ke luar jika ada kelainan maka lidah akan membelok ke sisi lesi.

3. Fungsi motorik

a. Masa otot bisa dengan inspeksi.

b. Kekuatan otot, dengan menyuruh pasien bergerak secara aktif melawan

tahanan, bandingkan dengan sisi yang lain. Sekala yang lazim

digunakan yaitu 0: tidak ada kontraksi, 1: hanya ada sedikit kontraksi, 2:

gerakan yang dibatasi oleh gravitasi, 3: gerakan melawan gravitasi, 4:

gerakan melawan gravitasi dengan sedikit tahanan, 5: gerakan melawan

gravitasi dengan tahanan penuh (normal).

c. Tonus otot dengan membandingkan gerakan pasif pada otot itu

bandingkan dengan sisi yang lain, lesi neuron motorik atas terjadi

peningkatan tonus tetapi sebaliknya lesi pada neuron motorik bawah

menyebabkan penurunan tonus otot.

4. Reflek

a. Ada dua jenis reflek yang di periksa yaitu reflek renggang, atau tendo

profunda, dan refleksuperfisial.  Reflek renggang diantaranya yaitu

reflek biseps, brakioradialis, triseps, patela dan achiles bisa dinilai

berdasarkan sekala 0-4+  yaitu 0: tak ada respon, 1+: berkurang, 2+:

normal, 3+: meningkat, 4+: hiperaktif. Jika reflek hiperaktif merupakan

ciri penyakit traktus ekstrapiramidalis, kelainan

elektrolit, hipertiroidisme dan kelainan metabolik, sedangkan jika reflek

berkurangnya reflek merupakan ciri kelainan sel kornu

anterior danmiopati. Reflek superfisial yang abnormal yaitu

reflek babinski, reflek chaddock, reflekopenheim. Reflek babinski untuk

menguji radiks saraf pada lumbal lima sampai sacrum dua, dengan

menggores bagian telapak kaki bagian lateral dari tumit  ke arah

pangkal jari-jari kaki melengkung ke medial, maka akan terjadi

Page 14: Stroke Non Hemoragik

dorsifleksi ibu jari kakai dengan penyebaran jari-jari lainya.

Reflek chaddock akan terjadi dorsofleksi ketika sisi lateral kaki di

gores. Reflek openheim dengan penekanan tulang kering yang akan

menyebabkan dorsofeksi ibu jari kaki.

5. Fungsi sensorik

a. Sentuhan ringan

b. Sensasi nyeri

c. Sensasi getar

d. Propriosepsis (sensasi posisi)

e. Lokalisasi taktil.

6. Fungsi serebelar

a. Tes jari ke hidung jika terjadi gangguan di serebelum maka akan

melewati sasaran secara terus menerus dan kadang di sertai tremor.

b. Tes tumit kelutut, pasien di suruh menggeserkan tumit suatu ekstremitas

bawah menuruni tulang kering ekstremitas bawah lainya dengan dimulai

dari lutut, dalam keadaan penyakit serebelum tumitnya bergoyang-

goyang dari sisi ke sisi.

c. Gerakan yang berganti-ganti dengan cepat.

d. Tes Romberg dengan cara menyuruh pasien berdiri di depan pemeriksa,

dengan kaki di rapatkan sehingga kedua tumit dan jari-jari kaki saling

bersentuhan tes ini positif jika pasien mulai bergoyang-goyang dan

harus memindahkan kakinya untuk keseimbangan.

e. Gaya berjalan. 

Hemiplegi cenderung menyeret kakinya. parkinson cenderung berjalan

dengan langkah pendek, diseret, kepala membungkuk dengan punggung

membungkuk dan tergesa-gesa. Ataksia serebelum berjalan dengan

langkah kaki berdasar lebar, kedua kakinya sangat jauh terpisah ketika

berjalan. Foot drop dengan gaya berjalan seperti menampar yang

khas. Ataksia sensoris yaitu berjalan dengan langkah-langkah yang

tinggi.

Page 15: Stroke Non Hemoragik

PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN TEKNIK PENCITRAAN

Pemeriksaan laboratorium standar biasanya di gunakan untuk menentukan

etiologi yang mencakup urinalisis, darah lengkap, kimia darah, dan serologi. Pemeriksaan

yang sering dilakukan untuk menentukan etiologi yaitu pemeriksaan kadar gula darah,

dan pemeriksaan lipid untuk melihat faktor risiko dislipidemia :

1. Gula darah

Tabel 1.3. Kadar glukosa darah.

Diabetes melitus merupakan faktor risiko untuk stroke, namun tidak sekuat

hipertensi. Gatler menyatakan bahwa penderita stroke aterotrombotik di jumpai 30%

dengan diabetes mellitus. Diabetes melitus mampu menebalkan pembuluh darah otak

yang besar, menebalnya pembuluh darah otak akan mempersempit diameter pembuluh

darah otak dan akan mengganggu kelancaran aliran darah otak di samping itu, diabetes

melitus dapat mempercepat terjadinya aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah) yang

lebih berat sehingga berpengaruh terhadap terjadinya stroke.

Kriteria diagnostik DM

Bukan

DM

(mg/dl)

Belum pasti

DM (mg/dl)

DM (mg/dl)

Kadar glukosa darah sewaktu

Plasma Vena <110 110 – 199  >200

Darah kapiler <90 90 – 199 >200

Kadar glukosa darah puasa

Plasma vena <110 110 – 125 >126

Darah <90 90 – 109 >110

Page 16: Stroke Non Hemoragik

2. Profil lipid

Tabel 1.4. Kadar Lipid Serum Normal.

Kolesterol Total (mg/dl)

Optimal < 200

Diinginkan 200 –239

Tinggi ≥240

LDL

Optimal < 100

Mendekati optimal 100 –129

Diinginkan 130 –159

Tinggi 160 –189

Sangat tinggi ≥190

HDL

Rendah < 40

Tinggi ≥ 60

Trigliserida

Optimal < 150

Diinginkan 150 –199

Tinggi 200 –449

Sangat tinggi ≥500

Page 17: Stroke Non Hemoragik

LDL adalah lipoprotein yang paling banyak mengandung kolesterol. LDL

merupakan komponen utama kolesterol serum yang menyebabkan peningkatan

risiko aterosklerosis, HDL berperan memobilisasi kolesterol dari ateroma yang

sudah ada dan memindahkannya ke hati untuk diekskresikan ke empedu , oleh

karena itu kadar HDL yang tinggi mempunyai efek protektif dan dengan cara

inilah kolesterol dapat di turunkan, namun penurunan kadar HDL merupakan

faktor yang meningkatkan terjadinya aterosklerosis dan stroke.

Pemeriksaan lain yang dapat di lakukan adalah dengan menggunakan teknik pencitraan

diantaranya yaitu :

1. CT scan

Untuk mendeteksi perdarahan intra kranium, tapi kurang peka untuk mendeteksi

stroke non hemoragik ringan, terutama pada tahap paling awal. CT scan dapat

memberi hasil tidak memperlihatkan adanya kerusakan hingga separuh dari

semua kasus stroke non hemoragik.

2. MRI (magnetic resonance imaging)

Lebih sensitif dibandingkan dg CT scan dalam mendeteksi stroke non

hemoragik rigan, bahkan pada stadium dini, meskipun tidak pada setiap kasus.

Alat ini kurang peka dibandingkan dengan CT scan dalam mendeteksi

perdarahan intrakranium ringan.

3. Ultrasonografi dan MRA (magnetic resonance angiography)

Pemindaian arteri karotis dilakukan dengan ultrasonografi (menggunakan

gelombang suara untuk menciptakan citra), MRA digunakan untuk mencari

kemungkinan penyempitan arteri atau bekuan di arteri utama, MRA khususnya

bermanfaat untuk mengidentifikasi aneurisma intrakranium dan malformasi

pembuluh darah otak.

4. Angiografi otak

Merupakan penyuntikan suatu bahan yang tampak dalam citra sinar-X ke dalam

arteri-arteri otak. Pemotretan dengan sinar-X kemudian dapat memperlihatkan

pembuluh-pembuluh darah di leher dan kepala.

Page 18: Stroke Non Hemoragik

Penatalaksanaan

Waktu merupakan hal terpenting dalam penatalaksanaan stroke non  hemoragik yang di

perlukan pengobatan sedini mungkin, karena jeda terapi dari stroke hanya 3-6 jam.

Penatalaksanaan yang cepat, tepat dan cermat memegang peranan besar dalam menentukan

hasil akhir pengobatan.

1. Prinsip penatalaksanaan stroke non hemoragik

a. Memulihkan iskemik akut yang sedang berlangsung (3-6 jam pertama)

menggunakan trombolisis dengan rt-PA (recombinan tissue-plasminogen

activator). Ini hanya boleh di berikan dengan waktu onset <3 jam dan hasil CT

scan normal, tetapi obat ini sangat mahal dan hanya dapat di lakukan di rumah

sakit yang fasilitasnya lengkap.

b. Mencegah perburukan neurologis dengan jeda waktu sampai 72 jam yang

diantaranya yaitu :

Edema yang progresif dan pembengkakan akibat infark. Terapi dengan

manitol dan hindari cairan hipotonik.

Ekstensi teritori infark, terapinya dengan heparin yang dapat mencegah

trombosis yang progresif dan optimalisasi volume dan tekanan darah

yang dapat menyerupai kegagalan perfusi.

Konversi hemoragis, msalah ini dapat di lihat dari CT scan, tiga faktor

utama adalah usia lanjut, ukuran infark yang besar, dan hipertensi akut,

ini tak boleh di beri antikoagulan selama 43-72 jam pertama, bila ada

hipertensi beri obat antihipertensi.

c. Mencegah stroke berulang dini dalam 30 hari sejak onset gejala stroke terapi

dengan heparin.

2. Protokol penatalaksanaan stroke non hemoragik akut

a. Pertimbangan rt-PA intravena 0,9 mg/kgBB (dosis maksimum 90 mg) 10% di

berikan bolus intravena sisanya diberikan per drip dalam wakti 1 jam jika onset

di pastikan <3 jam dan hasil CT scan tidak memperlihatkan infrak yang luas.

b. Pemantauan irama jantung untuk pasien dengan aritmia jantung atau iskemia

miokard, bila terdapat fibrilasi atrium respons cepat maka dapat diberikan

Page 19: Stroke Non Hemoragik

digoksin 0,125-0,5 mg intravena atau verapamil 5-10 mg intravena atau

amiodaron 200 mg drips dalam 12 jam.

c. Tekanan darah tidak boleh cepat-cepat diturunkan sebab dapat memperluas

infrak dan perburukan neurologis. Pedoman penatalaksanaan hipertensi bila

terdapat salah satu hal berikut :

o Hipertensi diobati jika terdapat kegawat daruratan hipertensi

neurologis seperti, iskemia miokard akut, edema paru kardiogenik,

hipertensi maligna (retinopati), nefropati hipertensif, diseksi aorta.

o Hipertensi diobati jika tekanan darah sangat tinggi pada tiga kali

pengukuran selang 15 menit dimana sistolik >220 mmHg, diastolik

>120 mmHg, tekanan arteri rata-rata >140 mmHg.

o Pasien adalah kandidat trombolisis intravena dengan rt-PA dimana

tekanan darah sistolik >180 mmHg dan diastolik >110 mmHg.

Dengan obat-obat antihipertensi labetalol, ACE, nifedipin. Nifedifin

sublingual harus dipantau ketat setiap 15 menit karena penurunan darahnya sangat

drastis. Pengobatan lain jika tekanan darah masih sulit di turunkan maka harus

diberikan nitroprusid intravena, 50 mg/250 ml dekstrosa 5% dalam air (200

mg/ml) dengan kecepatan 3 ml/jam (10 mg/menit) dan dititrasi sampai tekanan

darah yang di inginkan. Alternatif lain dapat diberikan nitrogliserin drip 10-20

mg/menit, bila di jumpai tekanan darah yang rendah pada stroke maka harus di

naikkan dengan dopamin atau debutamin drips.

d. Pertimbangkan observasi di unit rawat intensif pada pasien dengan tanda klinis

atau radiologis adanya infrak yang masif, kesadaran menurun, gangguan

pernafasan atau stroke dalam evolusi.

e. Pertimbangkan konsul ke bedah saraf untuk infrak yang luas.

f. Pertimbangkan sken resonasi magnetik pada pasien dengan stroke

vetebrobasiler atau sirkulasi posterior atau infrak yang tidak nyata pada CT

scan.

Page 20: Stroke Non Hemoragik

g. Pertimbangkan pemberian heparin intravena di mulai dosis 800 unit/jam,

20.000 unit dalam 500 ml salin normal dengan kecepatan 20 ml/jam, sampai

masa tromboplastin parsial mendekati 1,5 kontrol pada kondisi :

1) Kemungkinan besar stroke kardioemboli

2) TIA atau infrak karena stenosis arteri karotis

3) Stroke dalam evolusi

4) Diseksi arteri

5) Trombosis sinus dura

Heparin merupakan kontraindikasi relatif pada infrak yang luas. Pasien stroke non

hemoragik dengan infrak miokard baru, fibrilasi atrium, penyakit katup jantung atau

trombus intrakardiak harus diberikan antikoagulan oral (warfarin) sampai minimal satu

tahun.

Perawatan umum untuk mempertahankan kenyamanan dan jalan nafas yang

adekuat sangatlah penting. Pastikan pasien bisa menelan dengan aman dan jaga pasien

agar tetap mendapat hidrasi dan nutrisi. Menelan harus di nilai (perhatikan saat pasien

mencoba untuk minum, dan jika terdapat kesulitan cairan harus di berikan melalui selang

lambung atau intravena. Beberapa obat telah terbukti bermanfaat untuk pengobatan

penyakit serebrovaskular, obat-obatan ini dapat dikelompokkan atas tiga kelompok yaitu

obat antikoagulansia, penghambat trombosit dan trombolitika  :

1. Antikoagulansia adalah zat yang dapat mencegah pembekuan darah dan di

gunakan pada keadaan dimana terdapat kecenderungan darah untuk membeku.

Obat yang termasuk golongan ini yaitu heparin dan kumarin.

2. Penghambat trombosit adalah obat yang dapat menghambat agregasi trombosit

sehingga menyebabkan terhambatnya pembentukan trombus yang terutama

sering ditemukan pada sistem arteri. Obat yang termasuk golongan ini adalah

aspirin, dipiridamol, tiklopidin, idobufen, epoprostenol, clopidogrel.

3. Trombolitika juga disebut fimbrinolitika berkhasiat melarutkan trombus

diberikan 3 jam setelah infark otak, jika lebih dari itu dapat menyebabkan

perdarahan otak, obat yang termasuk golongan ini adalah streptokinase,

alteplase, urokinase, dan reteplase.

Page 21: Stroke Non Hemoragik

Pengobatan juga di tujukan untuk pencegahan dan pengobatan komplikasi

yang  muncul sesuai kebutuhan. Sebagian besar pasien stroke perlu melakukan

pengontrolan perkembangn kesehatan di rumah sakit kembali, di samping melakukan

pemulihan dan rehabilitasi sendiri di rumah dengan bantuan anggota keluarga dan ahli

terapi. 

KOMPLIKASI

Kebanyakan morbiditas dan mortilitas stroke berkaitan dengan komplikasi non

neurologis yang dapat di minimalkan dengan perawatan umum, komplikasi-komplikasi

tersebut yaitu :

1. Demam, yang dapat mengeksaserbasi cedera otak iskemik dan harus di obati

secara agresif dengan antipiretik atau kompres dingin. Penyebab demam

biasanya adalah pneumonia aspirasi, kultur darah dan urin kemudian beri

antibiotik intravena sesuai hasil kultur.

2. Kekurangan nutrisi, bila pasien sadar dan tidak memiliki risiko aspirasi maka

dapat dilakukan pemberian makanan secara oral, tetapi jika pasien tidak sadar

atau memiliki risiko aspirasi beri makanan secara enteral melalui pipa

nasoduodenal ukuran kecil dalam 24 jam pertama setelah onset stroke.

3. Hipovolemia, dapat di koreksi dengan kristaloid isotonis. Cairan hipotonis

(dekstrosa 5% dalam air, larutan NaCl 0,45 %) dapat memperberat edema

serebri dan harus di hindari.

4. Hiperglikemi dan hipoglikemi, ini  dapat lakukan terapi setiap 6 jam selama 3-5

hari sejak onset stoke :

a.       < 50 mg/dl             : dekstrosa 40% 50 ml bolus intravena

b.      50-100 mg/dl         : dekstrosa 5 % dalam NaCl 0,9 %, 500 ml dalam 6 jam

c.       100-200 mg/dl       : pengobatan (-), NaCl 0,9 % atau Ringer laktat

d.      200-250 mg/dl       : insulin 4 unit intravena

e.       250-300 mg/dl       : insulin 8 unit intravena

f.       300-350 mg/dl       : insulin 12 unit intravena

g.      350-400 mg/dl       : insulin 16 unit intravena

h.      > 400 mg/dl           : insulin 20 unit intravena

Page 22: Stroke Non Hemoragik

5. Atelektasis paru, dapat di cegah dengan fisioterapi dada setiap 4 jam

6. Dekubitus, dicegah dengan perubahan posisi tubuh setiap 2 jam, kontraktur

dilakukan latihan gerakan sendi anggota badan secara pasif 4 kali sehari,

pemendekan tendo achilesdi lakukan splin tumit untuk mempertahankan

pergelangan kaki dalam posisi dorsofleksi.

7. Defisit sensorik, kognitif, memori, bahasa, emosi serta visuospasial harus di

lakukanneurorestorasi dini.

8. Trombosis vena dalam, di cegah dengan pemberian heparin 5000 unit atau

fraksiparin 0,3 cc setiap 12 jam selama 5-10 hari.

9. Infeksi vesika, pembentukan batu, gangguan sfingter vesika biasanya di

karenakan pemasangan kateter urin menetap, latihan vesika harus segera di

lakukan sedini mungkin bila pasien sudah sadar.

PENCEGAHAN

Pencegahan primer dapat dilakukan dengan menghindari rokok, stres mental,

alkohol, kegemukan, konsumsi garam berlebih, obat-obat golongan amfetamin, kokain

dan sejenisnya. Mengurangi kolesterol dan lemak dalam makanan. Menggendaliakan

hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, penyakit vaskular aterosklerotik lainya.

Perbanyak konsumsi gizi seimbang dan olahraga teratur.

Pencegahan skunder dengan cara memodifikasi gaya hidup yang berisiko seperti

hipertensi dengan diet dan obat antihipertensi, diabetes melitus dengan diet dan obat

hipoglikemik oral atau insulin, penyakit jantung dengan antikoagulan oral, dislipidemia

dengan diet rendah lemak dan obat antidislipidemia, berhenti merokok, hindari

kegemukan dan kurang gerak.

PROGNOSIS

Prognosis stroke dipengaruhi oleh sifat dan tingkat keparahan defisit neurologis

yang dihasilkan. usia pasien, penyebab stroke, gangguan medis yang terjadi bersamaan

juga mempengaruhi prognosis. Secara keseluruhan, kurang dari 80% pasien dengan

stroke bertahan selama paling sedikit 1 bulan, dan didapatkan tingkat kelangsungan hidup

dalam 10 tahun sekitar 35%. pasien yang selamat dari periode akut, sekitar satu setengah

samapai dua pertiga kembali fungsi independen, sementara sekitar 15% memerlukan

perawatan institusional. Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk

Page 23: Stroke Non Hemoragik

terkena serangan stroke, dan sekitar 25% atau 125.000 orang meninggal dan sisanya

mengalami cacat ringan atau berat. Sebanyak 28,5% penderita stroke meninggal dunia,

sisanya menderita kelumpuhan sebagian maupun total. Hanya 15% saja yang dapat

sembuh total dari serangan stroke dan kecacatan.