isi stroke non hemoragik lengkapa
DESCRIPTION
refarat stroke hemoragik laporan kasusTRANSCRIPT
STROKE NON HEMORAGIK
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresi
cepat, berupa defisit neurologis fokal dan/atau global, yang berlangsung 24 jam
atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan
oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik. Bila gangguan peredaran
darah otak ini berlangsung sementara, beberapa detik hingga beberapa jam
(kebanyakan 10 - 20 menit), tapi kurang dari 24 jam, disebut sebagai serangan
iskemia otak sepintas (transient ischemic attack TIA).1
Stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan neurologis
yang utama di Indonesia. Serangan otak ini merupakan kegawatdaruratan medis
yang harus ditangani secara cepat, tepat, dan cermat.1
Dalam skala internasional, sebagaimana di Amerika Serikat (AS), stroke
merupakan penyebab kematian terbanyak ketiga dan kecacatan pada usia dewasa.
Pada tahun 2004 pembiayaan untuk stroke diperkirakan mencapai 53,6 miliar
dollar AS (secara langsung maunpun tidak langsung) dengan pembiayaan
kehidupan rata-rata sekitar 140.048 dollar AS. Insiden stroke semakin meningkat
secara global, karena jumlah penduduk berusia lebih dari 65 tahun juga
mengalami peningkatan dari 390 juta pada saat sekarang menjadi 800 juta pada
tahun 2025. Hipertensi (HTN) merupakan faktor risiko terkendali yang paling
kuat terhadap stroke pada populasi secara, dimana sekitar 50 juta penduduk AS
dan 1 miliar penduduk dunia menderita hipertensi, termasuk penderita stroke
pertama atau yang sudah berulang. HTN berpengaruh terhadap lebih dari 49%
kasus stroke. Penderita HTN berisiko menderita stroke 2-3 kali dibanding bukan
penderita HTN, sedangkan risiko penderita pre-HTN sekitar 1,5 kali. Seluruh
bentuk HTN, mencakup HTN sistolik terisolasi, diastolik terisolasi, dan
kombinasi sistolik dan diastolik, berhubungan dengan peningkatan risiko
terjadinya stroke. Hubungan antara tekanan darah (TD) dan risiko stroke
cenderung pada level lebih rendah sampai pada TD 115/75 mmHg.1
1
STROKE NON HEMORAGIK
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
Menurut WHO (World Health Organization) stroke adalah suatu
gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala
klinik baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat
menimbulkan kematian, disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak.
Chandra B tahun 1996 mengatakan bahwa stroke adalah gangguan fungsi
saraf akut yang disebabkan oleh karena gangguan peredaran darah otak, dimana
secara mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam)
timbul gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah fokal otak yang terganggu.
Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang
berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada
umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan
cacat atau kematian.3
Stroke non hemoragik sekitar 85%, yang terjadi akibat obstruksi atau
bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat
disebabkan oleh bekuan (trombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak
atau pembuluh atau organ distal. Trombus yang terlepas dapat menjadi embolus.4
2.2. ETIOLOGI
Stroke non hemoragik bisa terjadi akibat suatu dari dua mekanisme
patogenik yaitu trombosis serebri atau emboli serebri.5
1. Trombosis serebri menunjukkan oklusi trombotik arteri karotis atau
cabangnya, biasanya karena arterosklerosis yang mendasari. Proses ini sering
timbul selama tidur dan bisa menyebabkan stroke mendadak dan lengkap.
Defisit neurologi bisa timbul progresif dalam beberapa jam atau intermiten
dalam beberapa jam atau hari.5
2. Emboli serebri terjadi akibat oklusi arteria karotis atau vetebralis atau
cabangnya oleh trombus atau embolisasi materi lain dari sumber proksimal,
seperti bifurkasio arteri karotis atau jantung. Emboli dari bifurkasio karotis
biasanya akibat perdarahan ke dalam plak atau ulserasi di atasnya di sertai
trombus yang tumpang tindih atau pelepasan materi ateromatosa dari plak
2
STROKE NON HEMORAGIK
sendiri. Embolisme serebri sering di mulai mendadak, tanpa tanda-tanda
disertai nyeri kepala berdenyut.5
2.3. KLASIFIKASI
Stroke sebagai diagnosis klinis untuk gambaran manifestasi lesi vaskular
serebral, dapat di bagi dalam :
1. Stroke non hemoragik, yang mencakup6 :
a. TIA (Transient Ischemic Attack)
b. Stroke in-evolution
c. Stroke trombotik
d. Stroke embolik
e. Stroke akibat komperesi terhadap arteri oleh proses di luar arteri seperti
tumor, abses, granuloma.
2. Berdasarkan subtipe penyebab4 :
a. Stroke lakunar
Terjadi karena penyakit pembuluh halus hipersensitif dan menyebabkan
sindrom stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam atau kadang-
kadang lebih lama. Infark lakunar merupakan infark yang terjadi setelah
oklusi aterotrombotik atau hialin lipid salah satu dari cabang-cabang
penetrans sirkulus Willisi, arteria serebri media, atau arteri vertebralis
dan basilaris. Trombosis yang terjadi di dalam pembuluh-pembuluh ini
menyebabkan daerah-daerah infark yang kecil, lunak, dan disebut lacuna.
Gejala-gejala yang mungkin sangat berat, bergantung pada kedalaman
pembuluh yang terkena menembus jaringan sebelum mengalami
trombosis. Terdapat empat sindrom lakunar yang sering dijumpai :
Hemiparesis motorik murni akibat infark di kapsula interna posterior
Hemiparesis motorik murni akibat infark pars anterior kapsula
interna
Stroke sensorik murni akibat infark thalamus
Hemiparesis ataksik atau disartria serta gerakan tangan atau lengan
yang canggung akibat infark pons basal
b. Stroke trombotik pembuluh besar
3
STROKE NON HEMORAGIK
Sebagian besar dari stroke ini terjadi saat tidur, sat pasien relative
mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Gejala dan tanda
akibat stroke iskemik ini bergantung pada lokasi sumbatan dan tingkat
aliran kolateral di jaringan yang terkena. Stroke ini sering berkaitan
dengan lesi aterosklerotik.
Hipertensi non simptomatik pada pasien berusia lanjut harus diterapi
secara hati-hati dan cermat, karena penurunan mendadak tekanan darah
dapat memicu stroke atau iskemia arteri koronaria atau keduanya.
c. Stroke embolik
Asal stroke embolik dapat dari suatu arteri distal atau jantung. Stroke
yang terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan deficit neurologik
mendadak dengan efek maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya
serangan terjadi saat pasien beraktivitas. Pasien dengan stroke
kardioembolik memiliki risiko besar menderita stroke hemoragik di
kemudian hari.
d. Stroke kriptogenik
Biasanya berupa oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar tanpa
penyebab yang jelas walaupun telah dilakukan pemeriksaan diagnostic
dan evaluasi klinis yang ekstensif.
2.4. FAKTOR RESIKO
Ada beberapa faktor risiko stroke yang sering teridentifikasi pada stroke non
hemoragik, diantaranya yaitu faktor risiko yang tidak dapat di modifikasi dan
yang dapat di modifikasi, yaitu7,8 :
1. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi (non modifiable)
a. Usia ( diatas 45 tahun ).
b. Jenis kelamin, dimana laki-laki lebih banyak dari pada wanita.
c. Genetik.
Menurut penelitian Tsong Hai Lee di Taiwan pada tahun 1997-2001
riwayat stroke pada keluarga meningkatkan risiko terkena stroke sebesar
29,3%.
d. Ras / Etnik.
4
STROKE NON HEMORAGIK
Pola hidup (makanan dan tradisi) sangat berpengaruh dalam hal ini.
2. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi (modifiable)
a. Riwayat stroke
Seseorang yang pernah memiliki riwayat stoke sebelumnya dalam waktu
lima tahun kemungkinan akan terserang stroke kembali sebanyak 35%
sampai 42%.8
b. Hipertensi
Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak empat sampai
enam kali ini sering di sebut the silent killer dan merupakan risiko utama
terjadinya stroke non hemoragik dan stroke hemoragik. Berdasarkan
Klasifikasi menurut JNC 7 yang dimaksud dengan tekanan darah tinggai
apabila tekanan darah lebih tinggi dari 140/90 mmHg, makin tinggi
tekanan darah kemungkinan stroke makin besar karena mempermudah
terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh darah, sehingga
mempermudah terjadinya penyumbatan atau perdarahan otak.8,9
c. Penyakit jantung
Penyakit jantung koroner, kelainan katup jantung, infeksi otot jantung,
paska operasi jantung juga memperbesar risiko stroke, yang paling sering
menyebabkan stroke adalah fibrilasi atrium, karena memudahkan
terjadinya pengumpulan darah di jantung dan dapat lepas hingga
menyumbat pembuluh darah otak.8
d. Diabetes Mellitus
Kadar glukosa dalam darah tinggi dapat mengakibatkan kerusakan
endotel pembuluh darah yang berlangsung secara progresif. Penderita
diabetes melitus mempunyai risiko terkena stroke 3 kali lebih besar
dibandingkan dengan yang tidak menderita diabetes mellitus.8
e. Hiperkolestrol
Hiperlipidemia menyatakan peningkatan kolesterol dan atau trigliserida
serum di atas batas normal, kondisi ini secara langsung atau tidak
langsung meningkatkan risiko stroke, merusak dinding pembuluh darah
dan juga menyebabkan penyakit jantung koroner.
5
STROKE NON HEMORAGIK
Kadar kolesterol total >200mg/dl, LDL >100mg/dl, HDL <40mg/dl,
trigliserida >150mg/dl dan trigliserida >150mg/dl akan membentuk plak
di dalam pembuluh darah baik di jantung maupun di otak. Menurut Dedy
Kristofer (2010), dari penelitianya 43 pasien, di dapatkan
hiperkolesterolemia 34,9%, hipertrigliserida 4,7%, HDL yang rendah
53,5%, dan LDL yang tinggi 69,8%.8,10,11
f. Obesitas
Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan diabetes
melitus. Prevalensinya meningkat dengan bertambahnya umur. Obesitas
merupakan predisposisi penyakit jantung koroner dan stroke. Mengukur
adanya obesitas dengan cara mencari body mass index (BMI) yaitu berat
badan dalam kilogram dibagi tinggi badan dalam meter dikuadratkan.
Normal BMI antara 18,50-24,99 kg/m2, overweight BMI antara 25-29,99
kg/m2 selebihnya adalah obesitas.8
g. Merokok
Merokok meningkatkan risiko terjadinya stroke hampir dua kali lipat,
dan perokok pasif berisiko terkena stroke 1,2 kali lebih besar. Nikotin
dan karbondioksida yang ada pada rokok menyebabkan kelainan pada
dinding pembuluh darah, di samping itu juga mempengaruhi komposisi
darah sehingga mempermudah terjadinya proses gumpalan darah.8
2.5. PATOFISIOLOGI
Sekitar 80% sampai 85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi akibat
obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum.
Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan (trombus) yang terbentuk di dalam suatu
pembuluh otak atau pembuluh atau organ distal. Pada trombus vaskular distal,
bekuan dapat terlepas, atau mungkin terbentuk di dalam suatu organ seperti
jantung, dan kemudian dibawa melalui sistem aretri ke otak sebagai suatu
embolus.7
Sumbatan aliran di arteri karotis interna sering merupakan penyebab
stroke pada orang usia lanjut, yang sering mengalami pembentukan plak
aterosklerotik di pembuluh darah sehingga terjadi penyempitan atau stenosis.
Pangkal arteri karotis interna (tempat arteri karotis komunis bercabang menjadi
6
STROKE NON HEMORAGIK
arteri karotis interna dan eksterna) merupakan tempat tersering terbentuknya
aterosklerosis.8
Penyebab lain stroke iskemik adalah vasospasme, yang sering merupaka
respon vaskuler reaktif terhadap perdarahan ke dalam ruang antara lapisan
araknoid dan piamater meninges.9
2.5.1. Stroke Trombotik
Trombosis pembuluh darah besar dengan aliran lambat adalah salah satu
subtipe stroke iskemik. Sebagian besar dari stroke jenis ini terjadi saat tidur, saat
pasien relatif mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Stroke ini
sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik yang menyebabkan stenosis di arteri
karotis interna, atau, yang lebih jarang, di pangkal arteri serebri media atau di taut
arteri vertebralis dan basilaris. Tidak seperti trombosis arteri koronaria yang
oklusi pembuluh darahnya cenderung terjadi mendadak dan total, trombosis
pembuluh darah otak cenderung memiliki awitan bertahap, bahkan berkembang
dalam beberapa hari. Pola ini menyebabkan timbulnya istilah “stroke-in-
evolution”.
Akibat dari penyumbatan pembuluh darah karotis bervariasi dan sebagian
besar tergantung pada fungsi sirkulus Willisi. Bila sistem anastomosis arterial
pada dasar otak ini dapat berfungsi normal, maka sumbatan arteri karotis tidak
akan memberikan gejala, seperti yang terjadi pada kebanyakan penderita.
Sirkulasi pada bagian posterior tidak memiliki derajat perlindungan anastomosis
yang sama, dan penyumbatan aterosklerotik dari arteri basilaris selalu
mengakibatkan kejadian yang lebih berat, dan biasanya fatal. Penyumbatan arteri
vertebralis, boeh jadi tidak memberikan gejala.7
Mekanisme lain pelannya aliran pada arteri yang mengalami trombosis
parsial adalah defisit perfusi yang dapat terjadi pada reduksi mendadak curah
jantung atau tekanan darah sistemik. Agar dapat melewati lesi stenotik intraarteri,
aliran darah mungkin bergantung pada tekanan intravaskular yang tinggi.
Penurunan mendadak tekanan tersebut dapat menyebabkan penurunan
generalisata CBF, iskemia otak, dan stroke. Dengan demikian, hipertensi harus
7
STROKE NON HEMORAGIK
diterapi secara hati-hati dan cermat, karena penurunan mendadak tekanan darah
dapat memicu stroke atau iskemia arteri koronaria atau keduanya.7
2.5.2. Stroke Embolik
Stroke embolik diklasifikasikan berdasarkan arteri yang terlibat, atau asal
embolus. Asal stroke embolik dapat suatu arteri distal atau jantung. Stroke yang
terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan defisit neurologik mendadak
dengan efek maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya serangan terjadi saat
pasien beraktivitas. Trombus embolik ini sering tersangkut di bagian pembuluh
darah yang mengalami stenosis. Stroke kardioembolik, yaitu jenis stroke embolik
tersering, didiagnosis apabila diketahui adanya kausa jantung seperti fibrilasi
atrium atau apabila pasien baru mengalami infark miokardium yang mendahului
terjadinya sumbatan mendadak pembuluh besar otak. Embolus berasal dari bahan
trombotik yang terbentuk di dinding rongga jantung atau katup mitralis. Karena
biasanya adalah bekuan yang sangat kecil, fragmen-fragmen embolus dari jantung
mencapai otak melalui arteri karotis atau vertebralis. Dengan demikian, gejala
klinis yang ditimbulkannya bergantung pada bagian mana dari sirkulasi yang
tersumbat dan seberapa dalam bekuan berjalan di percabangan arteri sebelum
tersangkut.7
Selain itu, embolisme dapat terurai dan terus mengalir sepanjang pembuluh darah
sehingga gejala-gejala mereda. Namun, fragmen kemudian tersangkut di sebelah
hilir dan menimbukan gejala-gejala fokal. Pasien dengan stroke kardioembolik
memiliki resiko yang lebih besar menderita stroke hemoragik di kemudian hari,
saat terjadi perdarahan petekie atau bahkan perdarahan besar di jaringan yang
mengalami infark beberapa jam atau mungkin hari setelah proses emboli pertama.
Penyebab perdarahn tersebut adalah bahwa struktur dinding arteri sebelah distal
dari oklusi embolus melemah atau rapuh karena kekurangan perfusi. Dengan
demikian, pemulihan tekanan perfusi dapat menyebabkan perdarahan arteriol atau
kapiler di pembuluh tersebut.7
8
STROKE NON HEMORAGIK
2.5.3. Mekanisme Kerusakan Sel-Sel Saraf pada Stroke Iskemik
Sebagian besar stroke berakhir dengan kematian sel-sel di daerah pusat
lesi (infark) tempat aliran darah mengalami penurunan drastis sehingga sel-sel
tersebut biasanya tidak dapat pulih. Ambang perfusi ini biasanya terjadi apabila
CBF hanya 20% dari normal atau kurang. CBF normal adalah sekitar 50ml/100g
jaringan otak / menit.
Mekanisme cedera sel akibat stroke adalah sebagai berikut:
1. Tanpa obat-obat neuroprotektif, sel-sel saraf yang mengalami iskemia 80%
atau lebih (CBF 10ml/100g jaringan otak / menit) akan mengalami
kerusakan ireversibel dalam beberapa menit. Daerah ini disebut pusat
iskemik. Pusat iskemik dikelilingi oleh daerah lain jaringan yang disebut
penumbra iskemik dengan CBF antara 20% dan 50% normal (10 sampai
25ml/100g jaringan otak / menit). Sel-sel neuron di daerah ini berada dalam
bahaya tetapi belum rusak secara ireversibel. Terdapat bukti bahwa waktu
untuk timbulnya penumbra pada stroke dapat bervariasi dari 12 sampai 24
jam.
2. Secara cepat dalam pusat infark, dan setelah beberapa saat di daerah
penumbra, cedera dan kematian sel otak berkembang sebagi berikut:
Tanpa pasokan darah yang memadai, sel-sel otak kehilangan kemampuan
untuk menghasilkan energi, terutama adenosin trifosfat (ATP)
Apabila terjadi kekurangan energi ini, pompa natrium-kalium sel berhenti
berfungsi, sehingga neuron membengkak
Salah satu cara sel otak berespon terhadap kekurangan energi ini adalah
dengan meningkatkan konsentrasi kalsium intrasel. Yang memperparah
masalah adalah proses eksitotoksisitas, yaitu sel-sel otak melepaskan
neurotransmitter eksitatorik glutamat yang berlebihan. Glutamat yang
dibebaskan ini merangsang aktivitas kimiawi dan listrik di sel otak lain
dengan melekat ke suatu molekul di neuron lain, reseptor N-metil-D-
aspartat (NMDA). Pengikatan reseptor ini memicu pengaktifan enzim
nitrat oksida sintase (NOS), yang menyebabkan terbentuknya gas nitrat
oksida (NO). Pembentukan NO dapat terjadi secara cepat dalam jumlah
besar sehingga terjadi pengurian dan kerusakan struktur-struktur yang
9
STROKE NON HEMORAGIK
vital. Proses ini terjadi melalui perlemahan asam deoksiribnukleosida
(DNA) neuron.
NO dalam jumlah berlebihan dapat menyebabkan kerusakan dan
kematian neuron. Obat yang dapat menghambat NOS atau produksi NO
mungkin akan bermanfaat untuk mengurangi kerusakan otak akibat
stroke.
Sel-sel otak akhirnya mati akibat kerja berbagai protease (enzim yang
mencerna protein sel) yang diaktifkan oleh kalsium, lipase (enzim yang
mencerna membran sel), dan radikal bebas yang terbentuk akibat jejas
iskemik.7
2.6. MANIFESTASI KLINIS
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak
bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokalisasinya.
Sebagian besar kasus terjadi secara mendadak, sangat cepat, dan menyebabkan
kerusakan otak dalam beberapa menit.9,10
Gejala utama stroke iskemik akibat trombosis serebri ialah timbulnya
defisit neurologik secara mendadak/subakut, terjadi pada waktu istirahat atau
bangun pagi dan kesadaran biasanya tidak menurun. Biasanya terjadi pada usia
lebih dari 50 tahun. Sedangkan stroke iskemik akibat emboli serebri didapatkan
pada usia lebih muda, terjadi mendadak dan pada waktu beraktifitas. Kesadaran
dapat menurun bila emboli cukup besar.9,10
Vaskularisasi otak dihubungkan oleh 2 sistem yaitu sistem karotis dan
sistem vertebrobasilaris. Gangguan pada salah satu atau kedua sistem tersebut
akan memberikan gejala klinis tertentu.11
2.6.1. Gangguan pada sistem karotis
Pada cabangnya yang menuju otak bagian tengah (a.serebri media) dapat
terjadi gejala :
1) Gangguan rasa di daerah muka dan sesisi atau disertai gangguan rasa di
lengan dan tungkai sesisi.
10
STROKE NON HEMORAGIK
2) Gangguan gerak dan kelumpuhan dari tingkat ringan sampai total pada
lengan dan tungkai sesisi (hemiparesis/hemiplegi)
3) Gangguan untuk berbicara baik berupa sulit mengeluarkan kata-kata atau
sulit mengerti pembicaraan orang lain, ataupun keduanya (afasia)
4) Gangguan pengelihatan dapat berupa kebutaan satu sisi, atau separuh
lapangan pandang (hemianopsia)
5) Mata selalu melirik ke satu sisi
6) Kesadaran menurun
7) Tidak mengenal orang-orang yang sebelumnya dikenalnya
Pada cabangnya yang menuju otak bagian depan (a.serebri anterior) dapat
terjadi gejala:
1) Kelumpuhan salah satu tungkai dan gangguan saraf perasa
2) Ngompol (inkontinensia urin)
3) Penurunan kesadaran
4) Gangguan mengungkapkan maksud
Pada cabangnya yang menuju otak bagian belakang (a.serebri posterior),
dapat memberikan gejala :
1) Kebutaan seluruh lapangan pandang satu sisi atau separuh lapangan
pandang pada satu sisi atau separuh lapangan pandang pada kedua mata.
Bila bilateral disebut cortical blindness.
2) Rasa nyeri spontan atau hilangnya persepsi nyeri dan getar pada separuh
sisi tubuh.
3) Kesulitan memahami barang yang dilihat, namun dapat mengerti jika
meraba atau mendengar suaranya.
2.6.2. Gangguan pada sistem vertebrobasilaris
Gangguan pada sistem vertebrobasilaris dapat menyebabkan gangguan
penglihatan, pandangan kabur atau buta bila gangguan pada lobus oksipital,
gangguan nervus kranialis bila mengenai batang otak, gangguan motorik,
gangguan koordinasi, drop attack, gangguan sensorik dan gangguan kesadaran.9,10
11
STROKE NON HEMORAGIK
Selain itu juga dapat menyebabkan :
Gangguan gerak bola mata, hingga terjadi diplopia, sehingga jalan
sempoyongan
Kehilangan keseimbangan
Vertigo
Nistagmus.11
Bila lesi di kortikal, akan terjadi gejala klinik seperti afasia, gangguan
sensorik kortikal, muka dan lengan lebih lumpuh, deviasi mata, hemiparese yang
disertai kejang. Bila lesi di subkortikal, akan timbul tanda seperti; muka, lengan
dan tungkai sama berat lumpuhnya, distonic posture, gangguan sensoris nyeri dan
raba pada muka lengan dan tungkai (tampak pada lesi di talamus). Bila disertai
hemiplegi, ini berarti terdapat lesi pada kapsula interna.9
Bila lesi di batang otak, gambaran klinis berupa hemiplegi alternans, tanda-
tanda serebelar, nistagmus, dan gangguan pendengaran. Selain itu juga dapat
terjadi gangguan sensoris, disartri, gangguan menelan, dan deviasi lidah.9
2.7. DIAGNOSIS
Ditetapkan dari anamnesis dan pemeriksaan neurologis dimana didapatkan
gejala-gejala yang sesuai dengan waktu perjalanan penyakitnya dan gejala serta
tanda yang sesuai dengan daerah pendarahan pembuluh darah otak tertentu.9,10,11
2.7.1. Anamnesis
Defisit neurologis yang terjadi secara tiba-tiba, saat aktifitas/istirahat,
onset, nyeri kepala/tidak, kejang/tidak, muntah/tidak, kesadaran menurun,
serangan pertama atau berulang. Juga bisa didapatkan informasi mengenai faktor
resiko stroke. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah usia, jenis
kelamin, ras, dan genetik. Sementara faktor resiko yang dapat diubah adalah
hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, riwayat TIA/ stroke sebelumnya,
merokok, kolesterol tinggi dalam darah, dan obesitas.10,12
12
STROKE NON HEMORAGIK
2.7.2. Pemeriksaan fisis
Keadaan umum, kesadaran (Glasgow Coma Scale), tanda vital.
Pemeriksaan neurologis dapat dilakukan untuk melihat apakah ada deficit
neurologis, tanda-tanda perdarahan, tanda-tanda peningkatan TIK, ataupun tanda-
tanda ransang meninges.10,12
Alat bantu skoring : Skor Hasanuddin
Penggunaan skor Hasanuddin turut dilakukan dalam membantu
mendiagnosa stroke pada sebelum atau tanpa adanya CT scan. Bagi stroke
iskemik skornya kurang atau sama dengan 15. 9
SKOR HASANUDDIN
Kesadaran Menurun
Menit - 1 jam = 10
1 jam - 24 jam = 7,5
Sesaat tapi pulih kembali = 6
≥ 24 jam = 1
Tidak beraktifitas = 1
Sakit Kepala
Sangat hebat = 10
Hebat = 7,5
Ringan = 1
Tidak ada = 0
Muntah Proyektil
Menit - 1 jam = 10
1 jam - 24 jam = 7,5
> 24 jam = 1
Tidak ada = 0
Tekanan Darah Saat Serangan
> 220/110 = 7,5
< 220/110 = 1
13
STROKE NON HEMORAGIK
2.7.3. Pemeriksaan Penunjang
Penggunaan CT-Scan adalah untuk mendapatkan etiologi dari stroke yang terjadi.
Pada stroke non-hemoragik, ditemukan gambaran lesi hipodens dalam parenkim
otak. Sedangkan dengan pemeriksaan MRI menunjukkan area hipointens.10
Menurut perjalanan penyakitnya, diagnosis dapat dibedakan menjadi :
1. Transient Ischemic Attack (TIA)
Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran
darah di otak yang akan menghilang dalam waktu 24 jam. Diagnosa T.I.A
berimplikasi bahwa lesi vascular yang terjadi bersifat reversible dan
disebabkan embolisasi.9,11
2. Reversible Ishemic Neurological Deficit (RIND).
Gejala neurologik yeng timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari
24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu. Ini menggambarkan gejala yang
beransur-ansur dan bertahap. RIND ini pula berimplikasi bahwa lesi
intravaskular yang sedang menyumbat arteri serebral berupa timbunan oleh
fibrin dan trombosit.9,11
3. Stroke In Evolution
Gejala klinis semakin lama semakin berat. Ini dikarenakan gangguan aliran
darah yang makin berat.11
4. Completed Stroke
Gejala klinis sudah menetap. Kasus completed stroke ini ialah hemiplegi
dimana sudah memperlihatkan sesisi yang sudah tidak ada progresi lagi.
Dalam hal ini, kesadaran tidak terganggu.9,11
2.8. DIAGNOSIS BANDING
1) Stroke Hemoragik
2) Ensefalopati toksik/metabolik
3) Ensefalitis
4) Lesi struktural intrakranial (hematoma subdural, hematoma epidural,
tumor otak)
5) Kelainan non neurologis / fungsional (contoh: kelainan jiwa)
14
STROKE NON HEMORAGIK
6) Trauma kepala
7) Ensefalopati hipertensif
8) Migren hemiplegik
9) Abses otak
10) Sklerosis multipel.11,12
2.9. PENATALAKSANAAN
Stroke adalah suatu kejadian yang berkembang, karena terjadinya jenjang
perubahan metabolik yang menimbulkan kerusakan saraf dengan lama bervariasi
setelah terhentinya aliran darah kesuatu bagian otak. Dengan demikian, untuk
mengurangi morbiditas dan mortalitas perlu dilakukan intervensi secara cepat.
Salah satu tugas terpenting dokter sewaktu menghadapi devisit neurologik akul,
fokal, dan non konvulsif adalah menentukan apakah kausanya perdarahan atau
iskemia-infark. Terapi darurat untuk kedua tipe stroke tersebut berbeda, karena
terapi untuk pembentukan trombus dapat memicu perdarahan pada stroke
hemoragik.
Pendekatan pada terapi darurat memiliki tiga tujuan :
1. Mencegah cedera otak akut dengan memuliihkan perfusi kedaerah iskemik
non infark.
2. Membalikkan cedera saraf sedapat mungkin,
3. Mencegah cedera neurologik lebih lanjut dengan melindungi sel dari daerah
penumbra iskemik dari kerusakan lebih lanjut oleh jenjang glutamat.7
Terapi pada stroke iskemik dibedakan pada fase akut dan pasca akut.
2.9.1. Fase akut (hari 0-14 sesudah onset penyakit)
Pada stroke iskemik akut, dalam batas-batas waktu tertentu sebagian besar
cedera jaringan neuron dapat dipulihkan.Mempertahankan fungsi jaringan adalah
tujuan dari apa yang disebut sebagai strategi neuroprotektif.7
Sasaran pengobatan : menyelamatkan neuron yang menderita jangan sampai mati
dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tidak mengganggu /
mengancam fungsi otak. Tindakan dan obat yang diberikan haruslah menjamin
perfusi darah ke otak tetap cukup, tidak justru berkurang.
15
STROKE NON HEMORAGIK
Secara umum dipakai patokan 5B, yaitu :3
1. Breathing
Harus dijaga jalan nafas bersih dan longgar, dan bahwa fungsi paru-paru
cukup baik. Pemberian oksigen hanya perlu bila kadar oksigen darah
berkurang.3
2. Brain
Posisi kepala diangkat 20-30 derajat.
Udem otak dan kejang harus dihindari. Bila terjadi udem otak, dapat dilihat
dari keadaan penderta yang mengantuk, adanya bradikardi, atau dengan
pemeriksaan funduskopi.3
3. Blood
Jantung harus berfungsi baik, bila perlu pantau EKG.
Tekanan darah dipertahankan pada tingkat optimal, dipantau jangan
sampai menurunkan perfusi otak.
Kadar Hb harus dijaga cukup baik untuk metabolisme otak
Kadar gula yang tinggi pada fase akut, tidak diturunkan dengan drastis,
lebih-lebih pada penderita dengan diabetes mellitus lama.
Keseimbangan elektrolit dijaga.3,10
4. Bowel
Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Nutrisi per oral hanya boleh
diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik. Bila tidak baik atau pasien
tidak sadar, dianjurkan melalui pipa nasogastrik.10
5. Bladder
Jika terjadi inkontinensia, kandung kemih dikosongkan dengan kateter
intermiten steril atau kateter tetap yang steril, maksimal 5-7 hari diganti,
disertai latihan buli-buli.10
Penatalaksanaan komplikasi :
1) Kejang harus segera diatasi dengan diazepam/fenitoin iv sesuai protokol yang
ada, lalu diturunkan perlahan.
2) Ulkus stres : diatasi dengan antagonis reseptor H2
3) Peneumoni : tindakan fisioterapi dada dan pemberian antibiotik spektrum luas
16
STROKE NON HEMORAGIK
4) Tekanan intrakranial yang meninggi diturunkan dengan pemberian Mannitol
bolus : 1 g/kg BB dalam 20-30 menit kemudian dilanjutkan dengan 0,25-0,5
g/kg BB setiap 6 jam selama maksimal 48 jam. Steroid tidak digunakan
secara rutin.10
Penatalaksanaan keadaan khusus :
1. Hipertensi
Penurunan tekanan darah pada stroke fase akut hanya bila terdapat salah satu
di bawah ini :
Tekanan sitolik >220 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30 menit
Tekanan diastolik >120 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30
menit
Tekanan darah arterial rata-rata >130-140 mmHg pada dua kali
pengukuran selang 30 menit
Disertai infark miokard akut/gagal jantung
Penurunan tekanan darah maksimal 20% kecuali pada kondisi keempat,
diturunkan sampai batas hipertensi ringan.
Obat yang direkomendasikan: golongan beta bloker, ACE inhibitor, dan
antagonis kalsium.10
2. Hipotensi
Hipotensi harus dikontrol sampai normal dengan dopamin drips dan diobati
penyebabnya.10
3. Hiperglikemi
Hiperglikemi harus diturunkan hingga GDS: 100-150 mg% dengan insulin
subkutan selama 2-3 hari pertama.10
4. Hipoglikemi
Hipoglikemi diatasi segera dengan dekstrose 40% iv sampai normal dan
penyebabnya diobati,10
5. Hiponatremi
Hiponatremia dikoreksi dengan larutan NaCl 3%.10
17
STROKE NON HEMORAGIK
Penatalaksanaan spesifik :
1. Fase Akut
Pada fase akut dapat diberikan :
Pentoksifilin infus dalam cairan ringer laktat dosis 8mg/kgbb/hari
Aspirin 80 mg per hari secara oral 48 jam pertama setelah onset
Dapat dipakai neuroprotektor: piracetam, cithicolin, nimodipin.10
2. Fase Pasca Akut
Pada fase paska akut dapat diberikan:
Pentoksifilin tablet: 2 x 400 mg
ASA dosis rendah 80-325 mg/hari
Neuroprotektor.10
Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititikberatkan pada tindakan
rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya strok.9
Rehabilitasi :
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun,
maka paling penting pada masa ini ialah upaya membetasi sejauh mungkin
kecacatan penderita, fisik dan mental, dengan fisioterapi, ‘terapi wicara’ dan
psikoterapi. Rehabilitasi segera dimulai begitu tekanan darah, denyut nadi, dan
pernafasan penderita stabil.9
Tujuan rehabilitasi ialah :
Memperbaiki fungsi motoris, bicara, dan fungsi lain yang terganggu
Adaptasi mental, sosial dari penderita stroke, sehingga hubungan
interpersonal menjadi normal
Sedapat mungkin harus dapat melakukan aktivitas sehari-hari.9
Prinsip dasar rehabilitasi :
Mulai sedini mungkin
Sistematis
Ditingkatkan secara bertahap
Rehabilitasi yang spesifik sesuai dengan defisit yang ada.9
18
STROKE NON HEMORAGIK
Terapi Preventif :
Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru. Ini
dapat dicapai dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor
risiko strok :
1. Pengobatan hipertensi
2. Mengobati diabetes mellitus
3. Menghindari rokok, obesitas, stress, dll
4. Berolahraga teratur.
2.10. STROKE BERULANG (RECURRENT STROKE)
Stroke berulang merupakan suatu hal yang mengkhawatirkan pasien stroke
karena dapat memperburuk keadaan dan meningkatkan biaya perawatan.13
Diperkirakan 25% orang yang sembuh dari stroke yang pertama akan
mendapatkan stroke berulang dalam kurun waktu 5 tahun.13
Menurut studi Framingham, insiden stroke berulang dalam kurun waktu 4
tahun pada pria 42% dan wanita 24%. Makmur dkk. (2002) mendapatkan kejadian
stroke berulang 29,52%, yang paling sering terjadi pada usia 60-69 tahun (36,5%),
dan pada kurun waktu 1-5 tahun (78,37%) dengan faktor risiko utama adalah
hipertensi (92,7%) dan dislipidemia (34,2%).
Faktor - faktor risiko strokeberulang belum didefinisikan dengan jelas,
tetapi tampaknya hampir sama dengan faktor primer penyebab stroke. Risiko
tinggi stroke berulang berhubungan dengan tekanan darah tinggi, penyakit katup
jantung dan gagal jantung kongestif, fibrilasi atrium, hasil CT scan yang abnormal
dan riwayat penyakit diabetes mellitus.
Berdasarkan studi di Oxfordshire Community Stroke Project, risiko stroke
berulang tidak berhubungan dengan umur, jenis kelamin, tipe patologi stroke, dan
riwayat penyakit jantung atau fibrilasi atrium sebelumnya tidak berhubungan
secara pasti dengan stroke berulang, dalam kurun waktu 30 hari sampai tahun-
tahun pertama.
Seseorang yang pernah terserang stroke mempunyai kecenderungan lebih
besar akan mengalami serangan stroke berulang, terutama bila faktor risiko yang
19
STROKE NON HEMORAGIK
ada tidak ditanggulangi dengan baik. Karena itu perlu diupayakan prevensi
sekunder yang meliputi gaya hidup sehat dan pengendalian faktor risiko, yang
bertujuan mencegah berulangnya serangan stroke pada seseorang yang
sebelumnya pernah terserang stroke.
Dengan pertimbangan hal-hal di atas perlu dilakukan penelitian tentang
beberapa faktor risiko yang mempengaruhi kejadian stroke berulang, meliputi
faktor risiko yang dapat diubah dan tidak dapat diubah.
Tingginya kadar gula darah dalam tubuh secara patologis berperan dalam
peningkatan konsentrasi glikoprotein, yang merupakan pencetus atau faktor risiko
dari beberapa penyakit vaskuler. Selain itu, adanya perubahan produksi
protasiklin dan penurunan aktivitas plasminogen dalam pembuluh darah dapat
merangsang terjadinya trombus.13
Diabetes mellitus akan mempercepat terjadinya aterosklerosis pembuluh
darah kecil maupun besar di seluruh tubuh termasuk di otak, yang merupakan
salah satu organ sasaran diabetes mellitus. Kadar glukosa darah yang tinggi pada
saat stroke akan memperbesar kemungkinan meluasnya area infark karena
terbentuknya asam laktat akibat metabolisme glukosa secara anaerobik yang
merusak jaringan otak.13
Menurut Broderick, dkk (1992), kelainan jantung yang sering berhubungan
dengan stroke berulang adalah :
Aterosklerosis,
Disritmia jantung khususnya fibrilasi atrium,
Penyakit jantung iskemik,
Infark miokard, dan
Gagal jantung.13
Kelainan-kelainan jantung tersebut dapat ditampilkan dalam gambaran
EKG. Obat antiplatelet bermanfaat untuk mencegah terjadinya clot dan
merupakan obat pilihan untuk mencegah terjadinya stroke trombotik.
Obat-obat dengan khasiat antiplatelet seperti aspirin, tiklopidin,
dipiridamol, silostasol, dan klopidogrel dibutuhkan untuk mengobati dan
20
STROKE NON HEMORAGIK
mencegah stroke20. Aspirin lebih sering dipakai untuk pengobatan pada
pencegahan stroke primer maupun sekunder.13
Banyak studi sebelumnya yang terbukti bahwa penggunaan aspirin
mengurangi kejadian stroke berulang hingga kira-kira 25%. Pada penelitian
tiklopidin dapat menurunkan 21% risiko relatif terjadinya stroke berulang dalam 3
tahun pemberian. Sementara itu klopidogrel lebih efektif dibanding dengan aspirin
dalam menurunkan risiko stroke iskemik, infark miokard, kematian karena faktor
vaskuler pada pasien dengan penyakit aterotrombotik, atau untuk mencegah
terjadinya stroke sekunder.
2.12. PROGNOSIS
Prognosis stroke secara umum adalah ad vitam. Tergantung berat stroke
dan komplikasi yang timbul.12
Sepertiga penderita dengan infark otak akan mengalami kemunduran
status neurologik setelah dirawat. Sebagian disebakan edema otak dan iskemi
otak. Sekitar 10% pasien dengan stroke iskemik akan membaik dengan fungsi
normal. Prognosis lebih buruk pada pasien dengan kegagalan jantung kongestif
dan penyakit jantung koroner.9
21
STROKE NON HEMORAGIK
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. Stroke. Dalam: eds. Mansjoer A. Kapita selekta kedokteran. Jilid 2.
Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2000. h.17-26.
2. Tobing SML. Penanggulangan bencana peredaran darah di otak. Dalam:
Cermin dunia kedokteran. [online]. 1984. [cited 14 Mei 2010]. Nomor 34.
Available from :
http://www.kalbe.co.id/files/cak/files/07.PenanggulanganBencanaPeredaranO
tak.pdf/07G
3. Aliah A, Kuswara FF, Limoa RA, Wuysang G. Gambaran umum tentang
gangguan peredaran darah otak. Dalam: eds. Harsono. Kapita Selekta
Neurologi. Edisi ke-2. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press; 2005.
h.81-82.
4. Anonim. Mekanisme gangguan vaskular susunan saraf. Dalam: eds.
Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Penerbit Dian
Rakyat; 2004. h. 274-8.
5. Snell RS. Kepala dan leher. Dalam: Anatomi klinik untuk mahasiswa
kedokteran. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006. h.761-2
6. Lisal, JI. Vaskularisasi SSP. Dalam: Kumpulan slide kuliah anatomi sistem
neuropsikiatri. Makassar: Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin; 2007.
7. Hartwig M. Penyakit serebrovaskular. Dalam: Price SA,eds. Patofisiologi
konsep klinis proses-proses penyakit. Volume 2. Edisi 6. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC;2005.h.1105-30.
8. Morris JH. Sistem saraf. Dalam: Robbins SL, Kumar V,eds. Buku ajar
patologi. Volume 2. Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC; 2002.
h.474-510.
9. Anonimus. Gejala, diagnosa & terapi stroke non hemoragik (serial online)
2009 [cited 2010 May 15].
22
STROKE NON HEMORAGIK
Available from:
http://www.jevuska.com/2007/04/11/gejala-diagnosa-terapi-stroke-non-
hemoragik.
10. Anonim. Strok. Dalam: ed. Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin/RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo. Standar pelayanan
medik. Makassar: Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin/RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo; 2010. h.2-4.
11. Anonim. Tanda-tanda dini gpdo. Dalam: eds.Harsono. Buku ajar neurologi
klinis. Edisi ketiga. Yogyakarta: Gadjah mada university press; 2005. h.67-
70.
12. Anonim. Stroke. Dalam: eds.Misbach J, Hamid A. Standar pelayanan medis
dan standar prosedur operasional 2006. Jakarta: Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia; 2006. h.19-23.
13. Siswanto, Yuliaji. Beberapa faktor risiko yang mempengaruhi kejadian
stroke Berulang (studi kasus di rs dr. Kariadi semarang). 2008.
Available at : www.pdffactory.com
23
STROKE NON HEMORAGIK
STATUS PASIEN
I. ANAMNESA PRIBADI
Nama : Siti Aisyah.
Umur : 66 tahun.
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga.
Status perkawinan : Sudah Menikah.
Agama : Islam.
Alamat : Jalan kelapa sawit Ds. Perdamaian. Stabat
Tanggal masuk : 28 Agustus 2013.
II. ANAMNESA PENYAKIT
Keluhan utama : Muntah
Telaah :
Pasien datang ke RSUD Dr. RM. Djoelham pada tanggal 28 Agustus 2013
pukul 22.30 wib. Pasien diantar oleh keluarga dengan keluhan muntah sejak ±
1 hari lalu. Menurut pengakuan pasien muntah, tidak menyembur, berisi
makanan dan cairan, dengan frekuensi sudah lebih dari 4 kali sejak pagi tadi.
Pasien juga mengeluhkan selera makan menurun, disertai rasa mual, pusing
dan susah tidur dalam seminggu ini.
Pasien juga mengeluhkan tangan dan kaki kiri terasa lemah, sukar
digerakkan, dan terasa berat digerakkan sejak seminggu lalu.
R. Penyakit Terdahulu : Hipertensi
R. Pemakaian Obat : Captopril 25 mg 1x1
III. STATUS PRESENT
Keadaan umum
1. Sensorium : Compos Mentis
2. Tekanan darah : 190 / 100 mmHg
3. Heart rate : 100 x / i, reguler
4. Respiratory rate : 24 x / i, reguler
5. Temperatur : 37oC
24
STROKE NON HEMORAGIK
IV. STATUS NEUROLOGIS
A. Rangsangan Meningeal
1. Kaku kuduk : - (tidak ditemukan tahanan pada tengkuk)
2. Brudzinski I : - (tidak ditemukan flexi pada tungkai)
3. Brudzinski II : - (tidak ditemukan flexi pada tungkai)
4. Brudzinski III : - (tidak ditemukan flexi pada tungkai)
5. Brudzinski IV : - (tidak ditemukan flexi pada tungkai)
6. Kernig : - (tidak terdapat nyeri sblm mencapai 235º)
B. Rangsangan Radikuler
1. Laseque : - / + (sebelah kiri timbul rasa sakit pd sendi pinggul)
2. Cross Laseque : - / - (tidak ditemukan nyeri kontralateral)
3. Lhermitte Test : - / -
C. Nervus Cranialis
1. N-I (Olfactorius)
a. Normosmia : + / + (pasien dpt menyebutkan bau yg di uji)
b. Anosmia : - / -
c. Parosmia : - / -
d. Kakosmia : - / -
e. Uncinate fit : - / -
2. N-II (Opticus)
a. Refleks Pupil
Direct : + / +
Indirect : + / +
b. Tes Konfrontasi : + / +
pasien dan pemeriksa sama melihat gerakan jari
3. N-III, IV, VI (Occulomotorius, Trochlearis, Abducens)
a. Gerakan bola mata : + / +
b. Ptosis : - / -
c. Doll’s eye phenomenon : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
25
STROKE NON HEMORAGIK
4. N-V (Trigeminus)
a. Sensorik
N-V1 : +
N-V2 : +
N-V3 : +
(pasien dpt menunjukkan tempat ransang raba)
b. Motorik : +
Pasien dpt merapatkan gigi dan saat membuka mulut terlihat deviasi
ke arah rahang bawah kiri
c. Refleks kornea : + / +
Terdapat refleks menutup mata spontan
d. Refleks masseter : -
5. N-VII (Facialis)
a. Sensorik : +
Pasien dapat memberi isyarat rasa yang di uji
b. Motorik
Kerut kening : + , terlihat simetris kanan dan kiri
Menutup mata : + / +
Sudut mulut : + / -
Terlihat tidak simetris pada saat pemeriksaan
Lagofthalmos : - / -
c. Refleks
Stapedial refleks : + / +
Glabella refleks : +
Pasien dapat menunjukkan refleks kedipan mata pada saat diuji
6. N. VIII (Vestibulocochlearis)
a. Keseimbangan
Nistagmus : -
Tidak ditemukan
26
STROKE NON HEMORAGIK
Tes Romberg : Tidak Dapat Dinilai
Tidak dilakukan pemeriksaan, karena pasien tidak dapat berdiri,
dan posisi pada saat pasien di dudukkan, tubuh pasien jatuh ke
arah sebelah kiri.
b. Pendengaran
Tes Rinne : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
Tes Schwabach : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
Tes Weber : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
7. N-IX, X (Glossopharyngeus, Vagus)
a. Refleks menelan : +
b. Refleks batuk : +
c. Refleks muntah : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
d. Gerakan palatum : +
e. Gerakan uvula : +, normal; Deviasi ( - )
8. N-XI (Accessorius)
a. Kekuatan m. sternocleidomastoideus : + / +
b. Kekuatan m. trapezius : + / +
Pada saat pasien diminta mengangkat bahu ke atas, terlihat bahu
sebelah kiri tertinggal dan tidak simetris.
9. Hypoglossus
a. Menjulurkan lidah : +
b. Menggerakkan ke lateral : +
c. Fasikulasi : -
d. Atropi : -
D. Pemeriksaan Motorik
1. Refleks
a. Refleks Fisiologis
Biceps : + / +
Triceps : + / +
KPR : + / +
APR : + / +
27
STROKE NON HEMORAGIK
b. Refleks Patologis
Babinski : - / +
Oppenheim : - / -
Chaddock : - / -
Gordon : - / -
Scaeffer : - / -
Rossolimo : - / -
Hoffman-Trommer : - / -
2. Kekuatan Otot
a. Ekstremitas Superior Dextra : 4 4 4 4 4
b. Ekstremitas Inferior Dextra : 4 4 4 4 4
c. Ekstremitas Superior Sinistra : 2 2 2 2 2
d. Ekstremitas Inferior Sinistra : 2 2 2 2 2
4 4 4 4 4
Ekstremitas Superior Dextra
2 2 2 2 2
Ekstremitas Superior Sinistra
4 4 4 4 4
Ekstremitas Inferior Dextra
2 2 2 2 2
Ekstremitas Inferior Sinistra
Ket : 4 Pasien dapat mengatasi tahanan yang diberikan
2 Dapat digerakan dengan cara digeser tetapi gerakan tidak mampu
melawan gravitasi
3. Tonus Otot
a. Hipotoni : - / +
b. Hipertoni : + / -
Tangan sebelah kiri tidak mampu menahan gerakan sedangkan tangan
sebelah kanan pasien mampu menahan gerakan agar tidak mengenai
wajah
28
STROKE NON HEMORAGIK
E. Sistem Ekstrapiramidal
1. Tremor : -
2. Chorea : -
3. Tic : -
4. Fasikulasi : -
5. Mioklonic Jerk : -
6. Atetosis : -
7. Asterixis : -
8. Balismus : -
9. Tardiv Diskinesia : -
Tidak ditemukan saat dilakukan pemeriksaan
F. Sistem Koordinasi
1. Romberg Test : Tidak Dapat Dilakukan Pemeriksaan.
2. Tandem Walking : Tidak Dapat Dilakukan Pemeriksaan
3. Finger to Finger Test : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
4. Finger to Node Test : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
5. Nose Finger Nose Test : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
G. Fungsi Kortikal
1. Atensi . Konsentrasi : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
2. Disorientasi : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
3. Kecerdasan : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
4. Bahasa : Tidak ditemukan gangguan berbahasa
5. Memori : Tidak ditemukan gangguan memori
6. Gnosia : Pasien dapat mengenal objek dg baik
29
STROKE NON HEMORAGIK
V. KESIMPULAN PEMERIKSAAN
Anamnesa
Pasien mengeluhkan tangan dan kaki kiri terasa lemah, sukar digerakkan, dan
terasa berat digerakkan sejak seminggu lalu.
RPT : Hipertensi
RPO : Captopril 25mg 1x1
Status present
Tekanan darah : 190/100 mmHg
Satus neurologis
1. Ransangan meningeal : Kaku kuduk ( - ), tidak ditemukan kelainan
2. Ransangan radikuler
Laseque : - / +
3. Nervus Cranialis
1) Nervus VII
Pada pemeriksaan motorik, Sudut mulut pasien +/- . Terlihat tidak simetris
pada saat pemeriksaan
2) Nervus VIII
Tidak Dapat Dinilai, Tidak dapat dilakukan pemeriksaan karena pasien
tidak dapat berdiri, dan posisi pada saat pasien di dudukkan, tubuh pasien
jatuh ke arah sebelah kiri.
4. Pemeriksaan Refleks Patologis
Babinski : - / +
5. Kekuatan Otot
4 4 4 4 4
Ekstremitas Superior Dextra
2 2 2 2 2
Ekstremitas Superior Sinistra
4 4 4 4 4
Ekstremitas Inferior Dextra
2 2 2 2 2
Ekstremitas Inferior Sinistra
7. Tonus Otot
Tangan sebelah kiri tidak mampu menahan gerakan sedangkan tangan
sebelah kanan pasien mampu menahan gerakan agar tidak mengenai wajah
8. Sistim Ekstrapiramidal
Tidak ditemukan kelainan
30
STROKE NON HEMORAGIK
9. Sistim Koordinasi
Tidak dilakukan pemeriksaan
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Darah Lengkap
WBC : 9.0 x 103/µl.
RBC : 5.08 x 106/µl.
HGB : 14.1 g/dL.
HCT : 38.4 %.
PLT : 382 x 103/µl.
2. Kadar Gula Darah ad Random
30 Agustus 2013 : 115 mg/dL
3. Renal Function Test
Ureum : 28.7 mg/dL.
Creatinine : 0.76 mg/dL.
Uric acid : 6.3 mg/dL.
4. Hepar Function Test
SGOT : 11.23 U/l
SGPT : 26.64 U/l
5. CT-Scan Kepala
Hasil :
Infratentorial cerebellum dan ventrikel IV normal.
Tampak lesi hipodens di basal ganglia kiri.
Tidak tampak mass effect maupun midline shift.
Ventricular system normal.
Cortical sulci melebar.
Kesimpulan Radiologis :
Infark di basal ganglia kiri.
Brain atrophy.
31
STROKE NON HEMORAGIK
VII. DIAGNOSA BANDING
1. Stroke Non Haemorrhagic.
2. Stroke Haemorrhagic.
VIII. DIAGNOSA KLINIK
Stroke Non Haemorrhagic
IX. TERAPI
Bed Rest
Diet M2
IVFD RL 20 gtt/i
Inj. Ranitidine 1 amp / 12 jam
Inj. Ondancetron 1 amp / 12 jam
Inj. Furosemid 1 amp / hari
Aspar K 1x1.
X. ANJURAN
CT Scan kepala
Darah lengkap
Urin rutin
KGD
Lipid profile
XI. PROGNOSA
Dubia ad Bonam
32
STROKE NON HEMORAGIK
FOLLOW UP HARIAN
Hari / Tanggal Status Present Terapi
Rabu
28 Agustus 2013
KU : Lemah tubuh sebelah
kiri, Muntah (+)
TD : 190/100 mmHg.
HR : 100 x/i.
RR : 24 x/i.
To : 37oC
Bed Rest
Diet M2
IVFD RL 20 gtt/i
Inj. Ranitidine 1 amp / 12 jam
Inj. Ondancetron 1 amp/12 jam
Inj. Furosemid 1 amp / hari
Aspar K 1x1 (K.L. Aspartate)
Kamis
29 Agustus 2013
KU : Lemah tubuh sebelah
kiri, Susah tidur
TD : 160/70 mmHg.
HR : 80 x/i.
RR : 22 x/i.
To : 36,5oC
Bed Rest
Diet M2
IVFD RL 20 gtt/i
Inj. Ranitidine 1 amp / 12 jam
Inj. Ondancetron 1 amp/12 jam
Inj. Furosemid 1 amp / hari
Aspar K 1x1 (K.L. Aspartate)
Canderin 1x1
Sohobion 1x1
Aspilet 1x1
Clopiran 1x1
Mucogard syrup 3xC1
Jum’at
30 Agustus 2013
KU : Lemah tubuh sebelah
kiri, bahu kiri dan tangan
kiri lemah, sulit tidur,
mual (+)
TD : 170/80 mmHg.
HR : 82 x/i.
RR : 24 x/i.
To : 36.6o C
Kesadaran baik
Bed Rest
Diet M2
IVFD RL 20 gtt/i
Inj. Ranitidine 1 amp / 12 jam
Inj. Furosemid 1 amp / hari
Aspar K 1x1 (K.L. Aspartate)
Canderin 1x1
Sohobion 1x1
Aspilet 1x1
Clopiran 1x1
33
STROKE NON HEMORAGIK
Kaku kuduk : -
Saraf otak : Parese N.VII Kiri
Motorik : hemiparese kiri
R. patologis +/- (Babinsky)
Diagnosa sementara:
Stroke Non Hemoragik
Anjuran : CT Scan Kepala
Mucogard syrup 3xC1
Inj. Citicolin 1 Amp / 8 jam
Sabtu
31 Agustus 2013
KU : Lemah tubuh sebelah
kiri
TD : 170/100 mmHg.
HR : 82 x/i.
RR : 22 x/i.
To : 36oC
Bed Rest
Diet M2
IVFD RL 20 gtt/i
Inj. Ranitidine 1 amp / 12 jam
Aspar K 1x1 (K.L. Aspartate)
Canderin 1x1
Sohobion 1x1
Aspilet 1x1
Clopiran 1x1
Mucogard syrup 3xC1
Minggu
1 September 2013
KU : Lemah tubuh sebelah
kiri, pusing (+)
TD : 160/90 mmHg.
HR : 80 x/i.
RR : 28 x/i.
To : 36oC
Bed Rest
Diet M2
IVFD RL 20 gtt/i
Inj. Ranitidine 1 amp / 12 jam
Aspar K 1x1 (K.L. Aspartate)
Canderin 1x1
Sohobion 1x1
Aspilet 1x1
Clopiran 1x1
Mucogard syrup 3xC1
Senin
2 September 2013
KU : Lemah tubuh sebelah
kiri, pasien mengeluhkan
saat minum batuk,
TD : 140/70 mmHg.
HR : 62 x/i.
Bed Rest
Diet M2
IVFD RL 20 gtt/i
Inj. Ranitidine 1 amp / 12 jam
Aspar K 1x1 (K.L. Aspartate)
34
STROKE NON HEMORAGIK
RR : 26 x/i.
To : 36oC
Pasien melakukan CT Scan di
RSU. H. Adam Malik
Canderin 1x1
Sohobion 1x1
Aspilet 1x1
Clopiran 1x1
Mucogard syrup 3xC1
Frisium 2x1
Selasa
3 September 2013
KU : Lemah tubuh sebelah
kiri,
TD : 180/100 mmHg.
HR : 76 x/i.
RR : 24 x/i.
To : 36.3oC
Pemeriksaan Kekuatan Otot:
a) Ekstremitas Superior Sinistra
2 2 2 2 2
11111
b) Ekstremitas Inferior Sinistra
2 2 2 2 2
11111
Bed Rest
Diet M2
IVFD RL 20 gtt/i
Inj. Ranitidine 1 amp / 12 jam
Aspar K 1x1 (K.L. Aspartate)
Canderin 1x1
Sohobion 1x1
Aspilet 1x1
Clopiran 1x1
Mucogard syrup 3xC1
Frisium 2x1
Rabu
4 September 2013
KU : Tangan dan kaki kiri
tidak dapat digerakkan.
TD : 180/100 mmHg
HR : 88 x/i
RR : 24 x/i
To : 37,40 C
Hasil CT-Scan:
Infark di basal ganglia kiri.
Brain atrophy.
Bed Rest
Diet M2
IVFD RL 20 gtt/i
Inj. Ranitidine 1 amp / 12 jam
Aspar K 1x1 (K.L. Aspartate)
Canderin 1x1
Sohobion 1x1
Aspilet 1x1
Clopiran 1x1
Mucogard syrup 3xC1
Frisium 2x1
35
STROKE NON HEMORAGIK
Kamis
5 September 2013
KU : Tangan dan kaki kiri
tidak dapat digerakkan.
Sens : Compos mentis
TD : 160/90 mmHg
HR : 100 x/i
RR : 24 x/i
To : 38,30 C
Bed Rest
Diet M2
IVFD RL 20 gtt/i
Inj. Ranitidine 1 amp / 12 jam
Aspar K 1x1 (K.L. Aspartate)
Canderin 1x1
Sohobion 1x1
Aspilet 1x1
Clopiran 1x1
Mucogard syrup 3xC1
Frisium 2x1
Simvastatin 1x1
Jum’at
6 September 2013
KU : Tangan dan kaki kiri
lemah digerakkan ,
Sens : Compos mentis
TD : 120/80 mmHg
HR : 60 x/i
RR : 24 x/i
To : 360 C
Dari bagian Neurologi pasien
sudah bisa Pulang Berobat
Jalan.
Bed Rest
Diet M2
IVFD RL 20 gtt/i
Inj. Ranitidine 1 amp / 12 jam
Aspar K 1x1 (K.L. Aspartate)
Canderin 1x1
Sohobion 1x1
Aspilet 1x1
Clopiran 1x1
Mucogard syrup 3xC1
Frisium 2x1
Simvastatin 1x1
Syrup Azythromycin 2xC1
Syrup Laxadin 3xC1
36
STROKE NON HEMORAGIK
Lampiran 1
STROKE SCORE ( SSS )
Nama : Siti Aisyah
Umur : 66 th / (Perempuan)
Diagnosa : Stroke Non Haemorrhagic
No. Medrec : 09.45.28
Tanggal : 28 Agustus 2013
SSS = ( 2,5 x kesadaran ) + ( 2 x muntah ) + ( 2 x nyeri kepala ) + ( 0,1 x tekanan
diastolik ) - ( 3 x atheroma ) – 12
Jenis Pemeriksaan Interpretasi Poin (X) Nilai
Kesadaran
Compos Mentis
Somnolen & Stupor
Semikoma & Koma
0
1
2
2,5 0
Muntah dalam waktu 2
jam
Tidak Ada
Ada
0
12 0
Nyeri kepala dalam waktu
2 jam
Tidak Ada
Ada
0
12 0
AtheromaTidak Ada
Ada
0
13 0
Tekanan Diastolik 100 0,1 10
Konstanta - 12 - 12 - 12
Jumlah -2
Nilai SSS : Diagnosa :
> 1
< - 1
- 1 < SSS < 1
Perdarahan Otak
Infark Otak
Diagnosa Meragukan (Gunakan Kurva atau CT-Scan)
37
STROKE NON HEMORAGIK
Lampiran II
ALOGARITMA STROKE GAJAH MADA
38