etika dalam berperilaku mahasiswa

28
Etika dalam Berperilaku Mahasiswa a. Sikap dan Perilaku Kreatif dan Kritis Sikap dan perilaku kreatif dan kritis dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu: proses, pribadi, lingkungan, dan produk. Dilihat dari proses, mahasiswa diharapkan mampu melaksanakan tugas- tugas yang sifatnya divergen, yang ditandai dengan adanya ketertarikan untuk berdiskusi, mampu menyelesaikan masalah, mampu menyelesaikan tugas, mampu bekerjasama, dan mampu menyelesaikan persoalan yang bersifat menantang. Selain itu, mahasiswa juga harus mampu mengidentifikasi dan memecahkan masalah serta ada kebaruan dalam solusi yang ditawarkan.Dilihat dari sudut pribadi, mahasiswa diharapkan memiliki komitmen yang tinggi terhadap tugas yang menjadi tanggung jawabnya yang ditandai dengan disiplin dan daya juang yang tinggi. Dilihat dari aspek produk, mahasiswa diharapkan dapat menghasilkan karya/produk (baik konsep maupun benda) yang inovatif dan ditandai kebaruan (novelty), kemenarikan, dan kemanfaatan. b.Kooperatif Sikap kooperatif terkait dengan kemampuan untuk berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan kelompok yang ditandai dengan keinginan untuk berkontribusi dalam kelompok, tidak mendominasi kelompok, dan memberi kesempatan orang lain untuk berpartisipasi. Sikap kooperatif juga terkait dengan kemampuan berkomunikasi yang ditandai sikap asertif (mampu menyampaikan pikiran, perasaan, dan keinginan tanpa merugikan pihak lain); mampu berkomunikasi secara lisan, tertulis, verbal, nonverbal secara jelas, sistematis tidak ambigu; menjadi pendengar yang baik; merespon dengan tepat (sesuai dengan substansi dan caranya); dan dapat memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi

Upload: mismis-vava

Post on 15-Feb-2015

88 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

etika dalam berperilaku mahasiswa

TRANSCRIPT

Page 1: Etika Dalam Berperilaku Mahasiswa

Etika dalam Berperilaku Mahasiswa

a. Sikap dan Perilaku

Kreatif dan Kritis Sikap dan perilaku kreatif dan kritis dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu: proses,

pribadi, lingkungan, dan produk. Dilihat dari proses, mahasiswa diharapkan mampu melaksanakan

tugas-tugas yang sifatnya divergen, yang ditandai dengan adanya ketertarikan untuk berdiskusi, mampu

menyelesaikan masalah, mampu menyelesaikan tugas, mampu bekerjasama, dan mampu

menyelesaikan persoalan yang bersifat menantang. Selain itu, mahasiswa juga harus mampu

mengidentifikasi dan memecahkan masalah serta ada kebaruan dalam solusi yang ditawarkan.Dilihat

dari sudut pribadi, mahasiswa diharapkan memiliki komitmen yang tinggi terhadap tugas yang menjadi

tanggung jawabnya yang ditandai dengan disiplin dan daya juang yang tinggi. Dilihat dari aspek produk,

mahasiswa diharapkan dapat menghasilkan karya/produk (baik konsep maupun benda) yang inovatif

dan ditandai kebaruan (novelty), kemenarikan, dan kemanfaatan.

b. Kooperatif

Sikap kooperatif terkait dengan kemampuan untuk berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan

kelompok yang ditandai dengan keinginan untuk berkontribusi dalam kelompok, tidak mendominasi

kelompok, dan memberi kesempatan orang lain untuk berpartisipasi. Sikap kooperatif juga terkait

dengan kemampuan berkomunikasi yang ditandai sikap asertif (mampu menyampaikan pikiran,

perasaan, dan keinginan tanpa merugikan pihak lain); mampu berkomunikasi secara lisan, tertulis,

verbal, nonverbal secara jelas, sistematis tidak ambigu; menjadi pendengar yang baik; merespon dengan

tepat (sesuai dengan substansi dan caranya); dan dapat memanfaatkan teknologi informasi dan

komunikasi dengan baik. Selain itu, sikap kooperatif juga terkait dengan kemampuan membangun sikap

saling percaya (trust). Sikap ini ditandai dengan adanya komitmen dan disiplin yang bersifat terbuka

dalam menerima pendapat orang lain (openness), berbagi informasi (sharing), memberi dukungan

(support) dengan cara elegant dan gentle, menerima orang lain (acceptance) dengan tulus, terampil

mengelola konflik, mampu mengubah situasi konflik menjadi situasi problem solving, serta jeli dalam

mengkritisi ide/gagasan dari orang lain dan bukan mencela orangnya (personal).

c. Etis

Sikap etis dalam etika pergaulan baik akademik maupun dalam kehidupan sehari-hari ditandai dengan

sikap jujur, berpikir positif, bertatakrama, dan taat hukum. Sikap jujur ditandai dengan tidak melakukan

Page 2: Etika Dalam Berperilaku Mahasiswa

plagiat, berani mengakui kesalahan dan menerima diri apa adanya, tidak ragu-ragu mengapresiasi orang

lain, tidak melakukan pemalsuan (termasuk tanda tangan presensi kuliah, pembimbingan, dan urusan

administrasi lainnya), membangun dan mengembangkan sikap saling percaya di antara civitas

akademika, serta mampu menyampaikan pendapat sesuai dengan fakta (data). Berpikir positif ditandai

dengan adanya sikap adil dan objektif (tidak apriori terhadap orang atau kelompok lain),

toleransi/apresiasi (menerima dan menghargai keragaman atau perbedaan, termasuk perbedaan

pendapat), dan dapat bekerjasama dengan semua orang (tanpa melihat perbedaan latar belakang suku,

agama, ras, atau golongan). Sikap bertatakrama ditandai dengan bertutur kata santun yang tetap

berpikir kritis (santun dalam berargumen, misalnya ditunjukkan dengan penggunaan istilah, salam, maaf,

permisi, terima kasih); berpenampilan dan berperilaku sopan baik dalam tingkah laku maupun tatacara

berpakaian (bersih, rapi, dan atau menutup aurat bagi yang merasa perlu); serta menghormati tradisi

serta norma masyarakat lokal/setempat. Sikap taat hukum ditandai dengan sikap dan perilaku

mematuhi peraturan walaupun secara fisik tidak ada yang mengawasi; tidak mengkonsumsi minuman

keras dan atau narkoba; tidak memiliki barang illegal; tidak melakukan perusakan lingkungan hidup

(bioetik); menolak budaya instan (jalan pintas) yang mendorong pelanggaran akademik (menyontek,

menjiplak tugas/karya tulis, melakukan perjokian, dan suap-menyuap).

d. Berpakaian dan bersepatu rapi di lingkungan kampus

Dalam melaksanakan perkuliahan hendaknya berpakaian dan bersepatu rapi, serta sebaiknya dosen

melarang mahasiswa yang masuk dengan menggunakan sandal dan para asistan lab juga menegur

mahasiswanya yang pada saat praktikum menggunakan sandal.

e. Memberi contoh yang baik dalam berperilaku kepada adik tingkat, teman setingkat dan kakak tingkat

Hendaknya memberikan contoh yang baik kepada adik tingkat, teman setingkat, dan kakak tingkat agar

tercipta perkulahan yang tertib

f. Saling menghormati dan menghargai terhadap sesama mahasiswa.

Sesama mahasiswa hendaknya saling menghormati agar tidak terjadi perselisihan paham antara

mahasiswa sehingga tercipta kondisi yang aman, tertib, dan damai.

g. Berperilaku dan bertutur kata yang sopan, baik di dalam kelas dan di luar kelas.

Page 3: Etika Dalam Berperilaku Mahasiswa

Seorang mahasiswa sebaiknya dapat menjaga perkataanya sehingga tidak menimbulkan perselisihan

paham yang akibatnya dapat mencemarkan nama baik Universitas gunadarma.

h. Tidak berperilaku asusila atau tidak bermoral;

Mahasiswa Gunadarma hendaknya dapat menahan dirinya untuk tidak berperilaku asusila atau tidak

bermoral baik dalam lingkungan gunadarma maupun di luar lingkungan gunadarma.

Pengaruh Kampus Terhadap Perilaku Mahasiswa Dalam Pembentukan Budaya Akademik.

Mahasiswa adalah sebutan bagi mereka yang mengenyam pendidikan di perguruan tinggi baik swasta

maupun negeri. Karena telah lebih lama mendapatkan pendidikan sejak pendidikan dasar, menengah

dan sampai perguruan tinggi maka banyak orang menilai mahasiswa sebagai kaum intelektual atau

kaum akademisi. Juga karena telah lebih dulu mengenyam pendidikan di perguruan tinggi atau

universitas maka mahasiswa pasti diperlakukan berbeda dari pada siswa.

Kampus berasal dari bahasa Latin, campus yang berarti “lapangan luas”, “tegal”. Dalam pengertian

modern, kampus berarti sebuah kompleks atau daerah tertutup yang merupakan kumpulan gedung-

gedung universitas atau perguruan tinggi. Bisa pula berarti sebuah cabang daripada universitas sendiri.

Misalkan Universitas Gunadarma di Jakarta, Indonesia memiliki ‘kampus Margonda’, ‘kampus Kelapa

Dua’, ‘kampus Kali Malang’ dan kampus lainnya.

Perguruan tinggi dipandangi sebagai institusi independen, hal itu yang menguatkan pemahaman kita

bahwa di dalamnya terisi oleh para intelektual bangsa dan calon-calon pemimpin masa depan yang

mempunyai spesifikasi ilmu masing-masing, mahasiswa ekonomi, mahasiswa hukum, mahasiswa kimia,

teknik, sastra dan sebagainya. Tuntutan atau tanggung jawab ilmu pengetahuan yang didapatkannya

dari sebuah Perguruan tinggi membawa kita ke pertarungan sesungguhnya yaitu realitas. Proses

pembelajaran di sekolah-sekolah maupun di universitas ditujukan untuk dapat menjawab tuntutan yang

ada di masyarakat pada umumnya yakni melalui transformasi keilmuan dapat tercipta pemberdayaan

masyarakat, partisipasi aktif dalam proses pembangunan dan peningkatan taraf hidup berbangsa dan

bernegara.

Page 4: Etika Dalam Berperilaku Mahasiswa

Mahasiswa merupakan bagian dari masyarakat, mahasiswa merupakan faktor

pendorong dan pemberi semangat sekaligus memberikan contoh dalam menerapkan

perilaku terpuji. Peran mahasiswa dalam masyarakat secara garis besar dapat

digolongkan menjadi peran sebagai kontrol sosial dan peran sebagai pembaharu

yang diharapkan mampu melakukan pembaharuan terhadap sistem yang ada. Salah

satu contoh yang paling fenomenal adalah peristiwa turunnya orde baru dimana

sebelumnya didahului oleh adanya aksi mahasiswa yang masif di seluruh Indonesia.

Perguruan tinggi sebagai suatu institusi dalam masyarakat memiliki ciri khas tersendiri di samping

lapisan-lapisan masyarakat lainnya. Warga dari suatu perguruan tinggi adalah insan-insan yang memiliki

wawasan dan integritas ilmiah. Oleh karena itu masyarakat akademik harus senantiasa mengembangkan

budaya ilmiah yang merupakan esensi pokok dari aktivitas perguruan tinggi. Terdapat sejumlah ciri

masyarakat ilmiah yang harus dikembangkan dan merupakan budaya dari suatu masyarakat akademik,

yang terdiri dari :

1. Kritis, yang berarti setiap insan akademis harus senantiasa mengembangkan sikap ingin tahu segala

sesuatu untuk selanjutnya diupayakan jawaban dan pemecahannya melalui suatu kegiatan ilmiah

penelitian.

2. Kreatif, yang berarti setiap insan akademis harus senantiasa mengembangkan sikap inovatif, berupaya

untuk menemukan sesuatu yang baru dan bermanfaat bagi masyarakat.

3. Obyektif, yang berarti kegiatan ilmiah yang dilakukan harus benar-benar berdasarkan pada suatu

kebenaran ilmiah, bukan karena kekuasaan, uang atau ambisi pribadi.

4. Analitis, yang berarti suatu kegiatan ilmiah harus dilakukan dengan suatu metode ilmiah yang

merupakan suatu prasyarat untuk tercapainya suatu kebenaran ilmiah.

5. Konstruktif, yang berarti suatu kegiatan ilmiah yang merupakan budaya akademik harus benar-benar

mampu mewujudkan suatu karya baru yang memberikan asas kemanfaatan bagi masyarakat.

6. Dinamis, yang berarti ciri ilmiah sebagai budaya akademik harus dikembangkan terus-menerus.

Page 5: Etika Dalam Berperilaku Mahasiswa

7. Dialogis, artinya dalam proses transformasi ilmu pengetahuan dalam masyarakat akademik harus

memberikan ruang pada peserta didik untuk mengembangkan diri, melakukan kritik serta

mendiskusikannya.

8. Menerima kritik, ciri ini sebagai suatu konsekuensi suasana dialogis yaitu setiap insan akademik

senantiasa bersifat terbuka terhadap kritik.

9. Menghargai prestasi ilmiah/akademik, masyarakat intelektual akademik harus menghargai prestasi

akademik, yaitu prestasi dari suatu kegiatan ilmiah.

10. Bebas dari prasangka, yang berarti budaya akademik harus mengembangkan moralitas ilmiah yaitu

harus mendasarkan kebenaran pada suatu kebenaran ilmiah.

11. Menghargai waktu, yang berarti masyarakat intelektual harus senantiasa memanfaatkan waktu

seefektif dan seefisien mungkin, terutama demi kegiatan ilmiah dan prestasi.

12. Memiliki dan menjunjung tinggi tradisi ilmiah, yang berarti masyarakat akademik harus benar-benar

memiliki karakter ilmiah sebagai inti pokok budaya akademik.

13. Berorientasi ke masa depan, artinya suatu masyarakat akademik harus mampu mengantisipasi suatu

kegiatan ilmiah ke masa depan dengan suatu perhitungan yang cermat, realistis dan rasional.

14. Kesejawatan/kemitraan, artinya suatu masyarakat ilmiah harus memiliki rasa persaudaraan yang

kuat untuk mewujudkan suatu kerja sama yang baik.

Oleh karena itu budaya akademik senantiasa memegang dan menghargai tradisi almamater sebagai

suatu tanggung jawab moral masyarakat intelektual akademik.

Perilaku Asertif, Kebutuhan Mahasiswa

Mahasiswa merupakan generasi muda bangsa yang akan menentukan bagaimana masa depan

bangsanya. Oleh karena itu, seorang mahasiswa harus sadar akan tugas yang diembannya dan perannya

yang begitu penting bagi bangsa. Mahasiswa harus bisa menempatkan dirinya pada keadaan yang tepat.

Untuk dapat mewujudkan perannya sebagai generasi muda tumpuan bangsa, seorang mahasiswa perlu

memiliki sikap yang memang harus ada dalam dirinya. Sikap ini sering dikenal dengan sikap asertif. Sikap

asertif meliputi banyak hal, salah satunya adalah mengatakan “Ya” atau “Tidak” sesuai dengan

kenyataan. Hal ini berarti seorang mahasiswa harus menjunjung kebenaran dan kejujuran.

Page 6: Etika Dalam Berperilaku Mahasiswa

Sifat lainnya yang harus ada dalam diri mahasiswa adalah sikap selalu berpikir positif. Dengan berpikir

positif, seorang mahasiswa tidak akan melihat dan menilai suatu masalah dengan dangkal, tetapi

mahasiswa akan dapat menilai suatu masalah dengan jelas dan mendalam, yang nantinya dapat

mengambil keputusan secara bijak.

Perilaku asertif juga meliputi sikap bertanggung jawab. Seorang mahasiswa dituntut untuk dapat

mempertanggungjawabkan semua yang ia lakukan, baik dalam mengerjakan tugas maupun aktivitas lain

yang sering dilakukan oleh mahasiswa di lingkungan universitas dan masyarakat. Dengan adanya rasa

bertanggung jawab, maka seorang mahasiswa akan selalu siap dalam menghadapi konsekuensi dari

segala hal yang ia lakukan dan berusaha menyelesaikannya dengan baik.

Seorang mahasiswa juga perlu bersikap terbuka, mandiri, dan berpartisipasi aktif. Banyaknya masalah

dan tugas yang dihadapi, membuat mahasiswa terkadang membutuhkan orang lain. Di sinilah

diperlukan sikap asertif dalam kerja kelompok yang sering dilakukan oleh mahasiswa. Sikap asertif yang

dibutuhkan dalam kerja kelompok adalah terkait dengan kemampuan untuk berpartisipasi aktif dalam

berbagai kegiatan kelompok yang ditandai dengan keinginan untuk berkontribusi dalam kelompok, tidak

mendominasi kelompok, dan memberi kesempatan orang lain untuk berpartisipasi. Sikap asertif

tersebut juga terkait dengan kemampuan berkomunikasi yang ditandai mampu menyampaikan pikiran,

perasaan, dan keinginan tanpa merugikan pihak lain, mampu berkomunikasi secara lisan, tertulis, verbal,

nonverbal secara jelas, sistematis tidak ambigu, menjadi pendengar yang baik, merespon dengan tepat

(sesuai dengan substansi dan caranya), dan dapat memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi

dengan baik.

Dalam bekerja secara kelompok seorang mahasiswa diharapkan memiliki sikap terbuka dalam

kelompoknya dan dapat bekerja sama dengan baik. Jika semua mahasiswa dapat menerapkan sifat

tersebut, maka kelancaran dalam diskusi akan terwujud dan masalah akan dapat diselesaikan dengan

lebih baik.

Page 7: Etika Dalam Berperilaku Mahasiswa

Lingkungan universitas sangat berbeda dengan lingkungan sekolah sebelumnya. Lingkungan di dalam

suatu universitas lebih beragam, sehingga dibutuhkan penyesuain yang baik oleh seorang mahasiswa, di

sinilah peranan sikap asertif yang menjadi kebutuhan yang penting bagi seorang mahasiswa dalam

memahami dan berhubungan dengan banyak orang dalam berbagai aktivitas kehidupan di universitas,

karena selain mahasiswa mendapatkan lingkungan yang baru, ia juga mendapatkan teman yang

beragam dari seluruh pelosok negeri, yang tentunya memiliki budaya yang berbeda. Oleh karena itu,

seorang mahasiswa harus dapat saling menghargai, manghormati, dan memahami satu sama lain. Jika

antara sesama mahasiswa saling menghargai, menghormati, dan menghargai satu sama lain, akan

menciptakan kehidupan kampus yang penuh dengan rasa persaudaraan dan kekeluargaan.

Managing Partner The Jakarta Consulting Group (2006) dalam artikelnya yang berjudul ”Memilih Asertif

Bukan Agresif” menyatakan bahwa dalam membangun assertivitas terdapat beberapa pendekatan yang

dapat ditempuh. Salah satunya adalah Formula 3 A, yang terangkai dari tiga kata Appreciation,

Acceptance, Accommodating:

Appreciation berarti menunjukkan penghargaan terhadap kehadiran orang lain, dan tetap memberikan

perhatian sampai pada batas-batas tertentu atas apa yang terjadi pada diri mereka. Mereka pun, seperti

kita, tetap membutuhkan perhatian orang lain. Dengan demikian, agar mereka mau memperhatikan,

memahami, dan menghargai diri kita, maka sebaiknya kita mulai dengan terlebih dahulu menunjukkan

perhatian, pemahaman, dan penghargaan kepada mereka.

Acceptance adalah perasaan mau menerima, memberikan arti sangat positif terhadap perkembangan

kepribadian seseorang, yaitu menjadi pribadi yang terbuka dan dapat menerima orang lain sebagaimana

keberadaan diri mereka masing-masing. Dalam hal ini, kita tidak memiliki tuntutan berlebihan terhadap

perubahan sikap atau perilaku orang lain (kecuali yang negatif) agar ia mau berhubungan dengan

mereka. Tidak memilih-milih orang dalam berhubungan dengan tidak membatasi diri hanya pada

keselarasan tingkat pendidikan, status sosial, suku, agama, keturunan, dan latar belakang lainnya.

Page 8: Etika Dalam Berperilaku Mahasiswa

Terakhir adalah accomodating. Menunjukkan sikap ramah kepada semua orang, tanpa terkecuali,

merupakan perilaku yang sangat positif. Keramahan senantiasa memberikan kesan positif dan

menyenangkan kepada semua orang yang kita jumpai. Keramahan membuat hati kita senantiasa

terbuka, yang dapat mengarahkan kita untuk bersikap akomodatif terhadap situasi dan kondisi yang kita

hadapi, tanpa meninggalkan kepribadian kita sendiri. Dalam artian, kita dapat memperlihatkan toleransi

dengan penuh rasa hormat, namun bukan berarti kita jadi ikut lebur dalam pandangan orang lain,

apalagi dengan hal-hal yang bertentangan dengan diri kita. Hal ini penting sekali untuk diperhatikan agar

kita mampu menempatkan diri secara benar di tengah khalayak luas, sekaligus membina saling

pengertian dengan banyak orang.

Kebalikan dari sikap asertif adalah sikap agresif. Seorang mahasiswa harus menghindari sikap agresif

yang merupakan sikap yang tidak mampu menempatkan dirinya pada keadaan yang tepat. Sikap ini

disertai dengan rasa emosional, tergesa-gesa, tidak berpikir jernih, dan perilaku-perilaku buruk lainnya.

Sikap agresif ini sangat berbahaya bagi seorang mahasiswa. Agar terhindar dari sikap agresif maka

seorang mahasiswa perlu mengembangkan sikap asertif dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-

hari.

Seorang mahasiswa bukanlah seorang siswa. Seorang mahasiswa dinilai telah lebih dewasa dan lebih

tinggi tingkatannya daripada seorang siswa. Sikap seorang mahasiswa pun juga harus berbeda dari sikap

seorang siswa, sehingga seorang mahasiswa harus menerapkan sikap asertif agar dirinya benar-benar

dapat dikatakan sebagai seorang mahasiswa dan bukan sekedar seorang siswa.

Dengan perilaku asertif akan memb4 Perilaku Mahasiswa Yang Mirip Hewan

August 7, 2008 by Wahyu Kresna El Haydar

Page 9: Etika Dalam Berperilaku Mahasiswa

Tidak bisa dipungkiri dan dielakkan lagi, bahwasannya mahasiswa sekarang sudah jauuuuuuuuhhhhh

berbeda dari zaman nenek moyang kita (ya iyalah). Dulu waktu aku masih muda (halah, emange umurku

berapa???) aku cuba mengamati tiap gerak gerik mahasiswa yang mencurigakan (kayak pengamatan

hewan aja) tapi aku juga bisa sedikit menyimpulkan ada juga kesamaan antara tingkah laku hewan

dengan mahasiswa, tapi mahasiswa isn’t same like an animal! Cuman nama2nya aja yang beda, misalnya

ada Kupu2, ada Kura2, ada Kutu buku, ada juga kelelawar, ada adaaaa’ aja… ck ck ck…

Kupu-Kupu

Tahukah kalian apa itu kupu2??? Kupu2 disini bukan laiknya kupu2 pada kondisi normalnya, dan

tentunya bukan juga kupu2 malam seperti yang anda maksudkan dan inginkan,lho??? tapi kupu-kupu

maksud saya disini yaitu KUliah-PUlang KUliah-PUlang. Nah mahasiswa kayak gini nih yang sukanya

ngendok di rumah aja, entah gara2 gak ada kerjaan, males ngapa2in ato juga di rumah punya kegiatan

yang lebih menyenangkan daripada di kampus, tapi yang jelas dari segi pengalaman mereka

jauuuuuuhhhhh kurang berpengalaman dari yang lain2 karena mereka kurang bersosialisasi.

Kura-Kura

Ini juga bukan kura2 yang waktu kecil (tokik) dilepas di pantai2 di Indonesia, tapi maksudku disini yaitu

KUliah-RApat KUliah-RApat. Mahasiswa yang kayak gini nih yang over aktif banget, emang sih dia kuliah

tapi pikirannya itu rapaaaaaaattt terus, gak tau juga itu maksudnya Rapatiada hasil, atau malah rapatio

penting (gak begitu penting). Ikut kegiatan boleh2 saja, tapi jangan lupa tugas utama kita tentunya

belajar. Kita juga kudu kejar pengalaman juga, pengalaman bukan berarti berpengalaman dapat nilai A,

B, C, D, atau E atau jangan2 F, bukan itu yang aku maksudkan! Tapi berpengalaman dalam belajar dari

sebuah proses. Waktu aku masih muda dulu juga kayak gitu :mrgreen:

Kutu Buku

Page 10: Etika Dalam Berperilaku Mahasiswa

Kalo yang satu ini jelas bukan singkatan lagi, mahasiswa kutu buku = mahasiswa gila buku, seneng

banget sama buku (abnormal ya??? Mungkin ini varian baru dalam dunia disorder :D ), tapi perlu diinget,

gak semua laki-laki kutu buku itu juga bagus, It depends on buku apa yang mereka baca, bisa juga kan

mereka kutu buku komik, Koran, novel, dan bisa juga buku buku *tiiiit. Nah lho gimana kalo gitu???

Bacalah buku2 yang bermanfaat buku yang menunjang proses belajar, tapi belajar juga tidak hanya

sebatas pelajaran juga lho!

Kelelawar

Yang ini bukan juga singkatan kayak kura2 maupun kupu2, bukan juga arti yang mirip kutu buku, tapi

pengklasifikasian kelelawar ini cenderung mengarah kepada perilakunya yang mirip mahasiswa masa

kini. Kelelawar suka tidur di pagi-sore hari trus dia bangun dan keluyuran mencari makan dan

beraktivitas pada malam hari. Nah ini dia, ini dia yang sering aku liat semasa muda dulu, kalo ke kampus

banyak sekali mata2 yang berkantung kayak kantungnya kangguru, bahkan mereka jadi mirip orang2

CINA dan JEPANG (soalnya matanya sipit). Katanya “gua ngantuk banget, tadi malem tidur jam segini…”.

Kalo ku pikir, salah siapa? Salah siapa tidur malem2???, tidur malem boleh2 aja, asal tau waktu juga, dan

kegiatan apa yang kita lakukan juga kudu mengarah ke hal yang positif, jangan yang negatif2 kayak:

Kongkow, ke diskow, ngedrugs, minumuat seseorang merasa bertanggung jawab dan konsekuen untuk

melaksanakan keputusannya sendiri. Dalam hal ini, ia bebas untuk mengemukakan berbagai keinginan,

pendapat, gagasan, dan perasaan secara terbuka sambil tetap memperhatikan juga pendapat orang lain.

Sehingga mahasiswa akan dapat mewujudkan perannya sebagai generasi harapan bangsa dan mampu

membawa bangsa dan negara menyambut masa depan yang lebih baik.

Mahasiswa dan Sikap

Ketika menulis artikel ini penulis merasakan beban yang cukup berat, hal ini terjadi karena selang

beberapa waktu sebelum tulisan ini terbit penulis terlibat dalam kegiatan aras fakultas yang cukup

menyita waktu, tenaga dan pikiran. Penulis mulai sedikit merenung tentang setiap kejadian yang penulis

alami ketika berada di bangku sekolah hingga ke perkuliahan. Penulis mencoba memaknai setiap detik

nafas yang keluar dalam kehidupan yang semu ini.

Page 11: Etika Dalam Berperilaku Mahasiswa

Di sela-sela aktivitas yang padat, penulis mencoba mengekspresikan setiap penglihatan menjadi sebuah

rangkain kata yang syarat akan makna. Dalam kehidupan manusia pada dasarnya terjadi fragmentasi

nyata untuk saling menonjolkan sikap yang dimiliki. Suatu proses pemaknaan dalam memunculkan citra

diri kepada orang lain. Bagaimana pencitraan tersebut tergantung orang yang bersangkutan. Satu

dengan yang lain tentu beda dalam memunculkan sikap seperti ini.

Terkadang perlakuan seperti adalah suatu usaha seseorang untuk merasa agar diakui keberdaaan dalam

lingkungannya. Sikap yang ditunjukkan seseorang untuk memunculkan citra diri kepada orang lain lebih

cenderung mengikuti aliran jaman. Mungkin beberapa dalam memunculkan citra diri hanya dijadikan

sebagai pelampiasan akan masalah yang mungkin pernah atau sedang dialami. Ketika seseorang yang

mempunyai masa lalu yang kelam dan dikemudian memunculkan pencitraan diri yang sebenarnya bukan

dirinya.

Pemalsuan

Perilaku-perilaku mahasiswa cenderung mengikuti trend dalam berpenampilan, bersikap, berucap dan

banyak hal lainnya. Mahasiswa terlalu mudah terprofokasi oleh hal-hal yang dianggap berkelas dan

bergengsi. Padahal sejatinya ini bukanlah suatu primerisasi dalam kehidupan perkuliahan mereka.

Mahasiswa juga manusia yang membutuhkan suatu pengakuan dari orang lain dan memunculkan citra

akan dirinya. Penulis sering kali melihat beberapa teman kampus yang mulai merelokasi setiap citra

dalam dirinya.

Banyak terdapat perbedaan dalam perilaku mahasiswa ketika masih dalam tahun pertama, pertengahan

dengan tahun terakhir perkuliahan. Penulis berfikir ini adalah sebuah sikap pencitraan diri mahasiswa

dalam menemukan jati diri yang sesungguhnya. Bagi penulis ini adalah sebuah proses yang wajar yang

dialami setiap manusia di dunia ini. Kenyataan seperti ini yang membuat penulis merenung bahwa

dalam proses seperti ini akan ada masa transisi dari citra buruk ke baik dan sebaliknya citra baik ke citra

buruk. Perubahan ini jelas saja bisa terjadi karena seseorang tersebut terbawa oleh lingkungan.

Lingkungan dimana seseorang berpijak kerap kali dijadikan sebagai alasan bagaimana bisa merubah citra

diri seseorang.

Page 12: Etika Dalam Berperilaku Mahasiswa

18876_105885129430095_100000258267795_141064_2156981_nBeberapa hal seperti inilah yang

menjadikan penulis mengamati bagaimana suatu sikap seseorang dapat berubah seiring dengan

perkembangan lingkungan disekitarnya. Perubahan dan perkembangan memang pada dasarnya baik

dengan seiring perkembangan trend dan teknologi yang ada. Penulis merasa ini adalah sebuah

kemajuan dan kemauan yang keras dari mahasiswa yang mau belajar dan menyesuaikan dengan

perubahan jaman. Penulis hanya menyayangkan proses perubahan yang terjadi kenapa harus diikuti

juga dengan perubahan citra diri seseorang. Mahasiwa terkadang tidak ingin jika dalam lingkungannya

dikatakan tidak gaul, tidak mengikuti jaman dan sebagainya. Seperti halnya seorang mahasiswa yang

kesehariannya taat berkuliah dan bersosialisasi namun karena salah dalam pergaulan maka mahasiswa

tersebut terjerumus dalam pergaulan bebas yang tiada batas.

Kehidupan bermahasiswa adalah kehidupan yang keras dan penuh pengorbanan. Mereka yang bisa

berfikir secara sehat tentu tidak akan terjerumus dalam kepalsuan yang dapat merusak masa depan.

Penulis banyak menemukan beberapa teman yang terjerumus kedalam kehidupan semu perkuliahan.

Mereka yang melakukan pemalsuan terhadap citra diri hanya untuk sekedar pengakuan dari teman dan

lingkungan. Penulis mempunyai pemikiran mahasiswa yang seperti itu tidak memiliki sikap independensi

dalam menjaga karakter diri. Intinya mahasiswa yang seperti ini seperti dedaunan yang terbang tak

punya arah tujuan saat terbawa angin. Ada yang ke utara ikut ke utara, ada yang ke selatan ikut ke

selatan.

Sikap dan Tantangan

Mahasiwa adalah siswa yang maha, dari pemotongan kata ini tentu mahasiswa dapat diartikan sebagai

pelajar yang tertinggi. Pelajar memang mempunyai tugas untuk belajar dan mahasiswa juga demikian.

Mahasiswa juga merupakan generasi penerus bangsa yang akan mengatur, memerintah dan menjaga

kestabilan ekonomi, politik, sosial, budaya bangsa Indonesia. Ini merupakan tanggungjawab yang sangat

besar bagi generasi penerus bangsa.

Page 13: Etika Dalam Berperilaku Mahasiswa

Para penerus bangsa memang harus dibekali dengan ilmu yang bisa digunakan kelak. Penulis berfikir

tidak hanya ilmu saja yang harus dibekali, namun sejatinya sikap akan tindakan itu yang paling utama.

Bagaimana jadinya jika penerus bangsa memiliki ilmu yang bermanfaaat namun tidak memiliki sikap etos

kerja dan kejujuran. Hal yang sama mungkin akan terjadi seperti bangsa sekarang ini. Penulis hanya

khawatir apa yang terjadi dalam pemerintahan bangsa saat ini merupakan cerminan dari pemerintahan

kelak.

Sebuah ketakutan besar buat penulis yang juga merupakan generasi penerus bangsa. Retorika politik

yang penulis alami dalam kehidupan bermahasiwa juga hampir tidak jauh berbeda dengan permainan

politik negara ini. Ini adalah sebuah sikap dan tantangan bagi penerus bangsa kelak agar bagaimana

kondisi pemerintah saat ini tidak terulang dikemudian hari. Sebenarnya bukan pemerinatahannya yang

disalahkan namun orang-orang didalamnya yang mungkin memiliki sikap etos kerja dan kejujuran yang

kurang.

Seperti paragraf sebelumya saat penulis menjabarkan bagaimana pemalsuan dalam pecitraan diri

mahasiswa untuk mendapatkan pengakuan di lingkungannya maka tidak akan berbeda jauh dengan

sikap pengakuan diri di orang-orang yang ada di pemerintahan sekarang. Penulis bukannya menyatakan

adanya pemerosotan dalam kepemimpinan pemerintahan namun lebih kepada sikap etos kerja yang

terbentuk.

25thPenulis yang juga merupakan Beswan Djarum merasa pelatihan-pelatihan yang diberikan oleh

Djarum Bakti Pendidikan dapat sedikit menjadikan kami untuk bertahan dalam sikap dan karakter kami.

Pembekalan setiap training menjadikan diri kami menjadi semakin terpacu untuk meningkatkan

kemampuan dan skills kami dan bukan untuk mengganti sikap dan karakter hanya untuk sebuah

pengakuan.

Perilaku Belajar Mahasiswa di Indonesia

Page 14: Etika Dalam Berperilaku Mahasiswa

Penilaian Pembaca: / 34

BurukTerbaik

Ditulis Oleh Achsin El-Qudsy

09-10-2008,

Halaman 1 dari 2

Belajar merupakan hak setiap orang, akan tetapi kegiatan belajar di suatu perguruan tinggi merupakan

suatu hak istimewa karena hanya orang yang memenuhi syarat saja yang berhak belajar di lembaga

pendidikan tinggi tersebut.

Dengan pengakuan tersebut, harapan adalah bahwa seorang yang telah mengalami proses belajar

secara formal akan mempunyai wawasan, pengetahuan, keterampilan, kepribadian dan perilaku

tertentu sesuai dengan apa yang ingin dituju oleh lembaga pendidikan.

Tujuan lembaga tinggi pendidikan pada umumnya dikaitkan dengan tujuan pendidikan nasional. Yang

perlu dicatat bahwa belajar merupakan kegiatan individual tertentu.

Suatu fakta angan-angan individual terhadap career plan merupakan gejala belajar seseorang di

perguruan tinggi dan merupakan suatu kebutuhan (needs). Kebutuhan ini akhirnya menentukan sikap,

perilaku dan pandangan belajar di perguruan tinggi yang merupakan suatu prospek penting dalam

career plan seseorang dewasa ini.

Ada dua tujuan yang terlibat dan saling menunjang dalam proses belajar mengajar di perguruan tinggi.

Yang pertama adalah tujuan lembaga pendidikan dalam menyediakan sumber pengetahuan dan

pengalaman belajar (knowledge and learning experience) yang kedua adalah tujuan individual mereka

yang belajar (mahasiswa).

Page 15: Etika Dalam Berperilaku Mahasiswa

Proses belajar mengajar mestinya harus mampu menyelaraskan tujuan individual dan tujuan lembaga

pendidikan dan bahkan tujuan pendidikan nasional. Dua hal di atas kadang-kadang tidak disadari benar

baik oleh penyelenggara pendidikan maupun oleh mahasiswa.

Kegiatan belajar hampir tidak ada bedanya dengan kegiatan mengajar dalam suatu kursus atau

pendidikan keterampilan. Masalahnya sekarang adalah apakah tujuan individual seseorang memasuki

perguruan tinggi? Hal ini yang acap kali diidentifikasi atau dirumuskan dengan jelas oleh mereka yang

memutuskan untuk belajar di perguruan tinggi.

Gejala yang sering dirasakan di Indonesia adalah belajar di perguruan tinggi lebih merupakan kebutuhan

sosial orang lain (misalnya orang tua), akibatnya, belajar dianggap sebagai suatu beban dan penderitaan.

Apakah tujuan yang ingin dicapai melalui belajar-mengajar yang disebut kuliah. Kuliah merupakan

bentuk interaksi antara dosen, mahasiswa dan pengetahuan. Pemahaman dan persepsi mengenai

hubungan ketiga faktor tersebut sangat menentukan keberhasilan proses belajar.

Perilaku Belajar

Bisa dikatakan mahasiswa Indonesia menganggap kuliah merupakan sumber pengatahuan utama,

bahkan satu-satunya, sehingga catatan kuliah merupakan jimat yang ampuh dan dosen merupakan

dewa pengetahuan.

Lingkungan belajar seperti ini menempatkan dosen menjadi seperti tukang sulap yang kelihatan pintar

tetapi hanya karena mengetahui muslihat-muslihat (tricks) yang sengaja disembunyikannya dan

kemudian menjual pengetahuan tersebut melalui loket kuliah.

Page 16: Etika Dalam Berperilaku Mahasiswa

Kebanyakan mahasiswa di Indonesia memperoleh pengetahuan sedikit demi sedikit seperti membeli kue

dari sebuah warung. Kekeliruan persepsi ini bukan semata-mata kesalahan mahasiswa, persepsi

tersebut dapat timbul justru dari sikap dosen yang secara tidak sadar telah menciptakan kondisi

demikian.

Akibatnya, mahasiswa kebanyakan mempunyai perilaku untuk hanya datang, duduk,dengar dan catat

[D3C]. Catatan kuliah dianggap sumber pengetahuan dan bahkan kalau perlu mahasiswa tidak usah

datang ke kuliah tetapi cukup dengan mengkopi saja catatan mahasiswa yang lain.

Karena pendekatan pengendalian proses belajar-mengajar di kelas yang kurang mendukung, banyak

mahasiswa yang merasa nyaman menjadi "mesin dengar kopi". Kalau tujuan individual akan dicapai

secara efektif, arti kuliah harus diredifinisi dan dilaksanakan secara konsekuen.

Mahasiswa dan dosen mempunyai kedudukan yang sama dalam akses terhadap pengetahuan. Dengan

konsep ini, pengetahuan merupakan barang bebas, walaupun diperlukan biaya untuk memperolehnya.

Dosen berbeda dengan mahasiswa karena wawasan dan pengalaman-pengalaman berharga yang

dimilikinya yang berkaitan dengan pengetahuan tersebut.

Wawasan dan pengalaman dosen diperoleh karena mereka telah mengalami proses belajar serta

pergaulannya dengan para praktisi atau karena riset serta penelitian yang dilaksanakan. Dengan

demikian, kuliah harus diartikan sebagai forum untuk mengkonfirmasikan pemahaman mahasiswa

terhadap pengetahuan yang bebas tersebut.

Fakta yang tidak dapat dihindari adalah bahwa waktu kuliah (tatap muka) adalah sangat pendek dan

terbatas. Di pihak lain, cukupan materi kedalaman pemahaman tidak dapat diberikan secara seketika

dalam waktu pendek tersebut.

Page 17: Etika Dalam Berperilaku Mahasiswa

Masalahnya adalah, apakah yang harus dikerjakan dalam waktu yang sangat pendek dan terbatas

tersebut ? Kalau kuliah diisi dengan kegiatan yang sebenarnya mahasiswa dapat melakukannya sendiri di

luar jam temu kelas.

Maka kelas tersebut sama sekali tidak mempunyai nilai tambah. Tidak terjadi proses belajar yang

sesungguhnya, yang terjadi adalah pengalihan catatan dosen ke catatan kuliah mahasiswa melalui

proses "mesin dengar kopi", sebuah proses yang bahkan jauh lebih primitif dibandingkan dengan

fotokopi.

Keefektifan temu kelas dalam menunjang proses belajar sangat bergantung pada pemahaman konsepsi

dosen dan mahasiswa terhadap arti temu kelas. Kesenjangan pengertian dapat menimbulkan frustasi di

kedua belah pihak.

Adakah fakta merupakan education culture di Indonesia? Sulit untuk mendeteksi mengapa ini sampai

terjadi dan terus dilestarikan. Kemungkinan yang sangat logis adalah kurangnya kesiapan lembaga

pendidikan, dosen dan mahasiswa untuk terus memberdayakan diri melalui bacaan, kuliah

konvensional, sehingga terlihat tidak ada upaya dan usaha dalam self improvement.

Faktor lain terbatasnya sarana dan prasarana (buku, artikel, komputer) yang tersedia untuk bisa akses

dalam pemberdayaan dan pengembangan diri. Situasi ini membuat kita berada pada disadvantaged

position.

Untuk membenahi kesenjangan ini perlu bagi kita agar berlaku arif bahwa mahasiswa dan dosen

mempunyai kedudukan yang sama dalam akses terhadap pengetahuan. Sudah saatnya sekarang kita

bersama-sama mengartikan proses belajar merupakan kegiatan untuk memperkuat pemahaman

mahasiswa terhadap materi pengetahuan sebagai hasil kegiatan belajar mendiri. Agar image dosen

Page 18: Etika Dalam Berperilaku Mahasiswa

tukang sulap, mahasiswa yang telah terlanjur menjadi "mesin dengar kopi" dapat ditingkatkan menjadi

proses belajar mandiri, komunikatif, dinamis dan inovatif.

Achsin El-Qudsy, alumni Madrasah Diniyyah Muawanatul Muslimin Kenepan Kudus Dan HI UMY

Situasi ini merupakan tantangan yang berat bagi penerus bangsa Indonesia. Banyak perilaku-perilaku

yang seharusnya tidak ditunjukan oleh pemerintah namun dipertontonkan kepada masyarakat yang

sebenarnya itu bukan merupakan sikap para pemimpin. Media massa memiliki sorot mata yang tajam,

wartawan mempunyai telinga yang peka dalam pekerjaannya. Masyarakatpun juga mempunyai mata,

telinga, dan hati untuk melihat apa yang dilakukan orang-orang yang ada di pemerintahan. Penulis

berharap khusus kepada seluruh Beswan Djarum Se-Indonesia agar dapat menjadi penutan bagi semua

dan jangan sia-siakan pelatihan dan pembekalan yang telah didapat. Beswan Djarum dan generasi muda

ada untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Perilaku Belajar Mahasiswa

OPINI | 05 May 2010 | 07:13 256 9 1 dari 1 Kompasianer menilai Menarik

http://unib.ac.id/faperta-subdomain/images/stories/foto0211.jpg

Foto Dokumen: http://unib.ac.id/faperta-subdomain/images/stories/foto0211.jpg

Bisa dikatakan mahasiswa Indonesia menganggap kuliah merupakan sumber pengatahuan utama

(bahkan satu-satunya), sehingga catatan kuliah merupakan jimat yang ampuh dan dosen merupakan

dewa pengetahuan.

Lingkungan belajar seperti ini menempatkan dosen menjadi seperti tukang sulap yang kelihatan pintar

tetapi hanya karena mengetahui muslihat-muslihat (tricks) yang sengaja disembunyikannya dan

kemudian menjual pengetahuan tersebut melalui loket kuliah.

Kebanyakan mahasiswa di Indonesia memperoleh pengetahuan sedikit demi sedikit seperti membeli kue

dari sebuah warung. Kekeliruan persepsi ini bukan semata-mata kesalahan mahasiswa, persepsi

Page 19: Etika Dalam Berperilaku Mahasiswa

tersebut dapat timbul justru dari sikap dosen yang secara tidak sadar telah menciptakan kondisi

demikian.

Akibatnya, mahasiswa kebanyakan mempunyai perilaku untuk hanya datang, duduk,dengar dan catat

[D3C]. Catatan kuliah dianggap sumber pengetahuan dan bahkan kalau perlu mahasiswa tidak usah

datang ke kuliah tetapi cukup dengan mengkopi saja catatan mahasiswa yang lain.

Karena pendekatan pengendalian proses belajar-mengajar di kelas yang kurang mendukung, banyak

mahasiswa yang merasa nyaman menjadi”mesin dengar kopi”. Kalau tujuan individual akan dicapai

secara efektif, arti kuliah harus diredifinisi dan dilaksanakan secara konsekuen.

Mahasiswa dan dosen mempunyai kedudukan yang sama dalam akses terhadap pengetahuan. Dengan

konsep ini, pengetahuan merupakan barang bebas (walaupun diperlukan biaya untuk memperolehnya).

Dosen berbeda dengan mahasiswa karena wawasan dan pengalaman-pengalaman berharga yang

dimilikinya yang berkaitan dengan pengetahuan tersebut.

Wawasan dan pengalaman dosen diperoleh karena mereka telah mengalami proses belajar serta

pergaulannya dengan para praktisi atau karena riset serta penelitian yang dilaksanakan. Dengan

demikian, kuliah harus diartikan sebagai forum untuk mengkonfirmasikan pemahaman mahasiswa

terhadap pengetahuan yang bebas tersebut.

Fakta yang tidak dapat dihindari adalah bahwa waktu kuliah (tatap muka) adalah sangat pendek dan

terbatas. Di pihak lain, cukupan materi kedalaman pemahaman tidak dapat diberikan secara seketika

dalam waktu pendek tersebut.

Masalahnya adalah, apakah yang harus dikerjakan dalam waktu yang sangat pendek dan terbatas

tersebut ? Kalau kuliah diisi dengan kegiatan yang sebenarnya mahasiswa dapat melakukannya sendiri di

luar jam temu kelas.

Maka kelas tersebut sama sekali tidak mempunyai nilai tambah. Tidak terjadi proses belajar yang

sesungguhnya, yang terjadi adalah pengalihan catatan dosen ke catatan kuliah mahasiswa melalui

proses “mesin dengar kopi” (proses yang jauh lebih primitif dibandingkan dengan fotokopi).

Page 20: Etika Dalam Berperilaku Mahasiswa

Keefektifan temu kelas dalam menunjang proses belajar sangat bergantung pada pemahaman konsepsi

dosen dan mahasiswa terhadap arti temu kelas. Kesenjangan pengertian dapat menimbulkan frustasi di

kedua belah pihak.

Adakah fakta merupakan education culture di Indonesia ? Sulit untuk mendeteksi mengapa ini sampai

terjadi dan terus dilestarikan. Kemungkinan yang sangat logis adalah kurangnya kesiapan lembaga

pendidikan, dosen dan mahasiswa untuk terus memberdayakan diri (melalui bacaan, kuliah

konvensional), sehingga terlihat tidak ada upaya dan usaha dalam self improvement.

Faktor lain terbatasnya sarana dan prasarana (buku, artikel, komputer) yang tersedia untuk bisa akses

dalam pemberdayaan dan pengembangan diri. Situasi ini membuat kita berada pada disadvantaged

position.

Untuk membenahi kesenjangan ini perlu bagi kita agar berlaku arif bahwa mahasiswa dan dosen

mempunyai kedudukan yang sama dalam akses terhadap pengetahuan. Sudah saatnya sekarang kita

bersama-sama mengartikan proses belajar merupakan kegiatan untuk memperkuat (reinforcement)

pemahaman mahasiswa terhadap materi pengetahuan sebagai hasil kegiatan belajar mendiri. Agar

image dosen tukang sulap, mahasiswa yang telah terlanjur menjadi “mesin dengar kopi” dapat

ditingkatkan menjadi proses belajar mandiri, komunikatif, dinamis dan inovatif.