expert pinus modern dressing post op
DESCRIPTION
health NURSETRANSCRIPT
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada saat ini, perawatan luka telah mengalami perkembangan yang sangat
pesat terutama dalam dua dekade terakhir ini. Teknologi dalam bidang kesehatan
juga memberikan kontribusi yang sangat besar untuk menunjang praktek
perawatan luka ini. Disamping itu pula, isu terkini yang berkait dengan
manajemen perawatan luka ini berkaitan dengan perubahan profil pasien,
dimana pasien dengan kondisi penyakit degeneratif dan kelainan metabolic
semakin banyak ditemukan. Kondisi tersebut biasanya sering menyertai
kekompleksan suatu luka dimana perawatan yang tepat diperlukan agar proses
penyembuhan bisa tercapai dengan optimal (Kartika, 2015).
Dengan demikian, perawat dituntut untuk mempunyai pengetahuan dan
keterampilan yang adekuat terkait dengan proses perawatan luka yang dimulai
dari pengkajian yang komprehensif, perencanaan intervensi yang tepat,
implementasi tindakan, evaluasi hasil yang ditemukan selama perawatan serta
dokumentasi hasil yang sistematis. Isu lain yang harus dipahami oleh perawat
adalah berkaitan dengan cost effectiveness. Manajemen perawatan luka modern
sangat mengedepankan isu tersebut. Hal ini ditunjang dengan semakin
banyaknya inovasi terbaru dalam perkembangan produk-produk yang bisa
dipakai dalam merawat luka. Dalam hal ini, perawat dituntut untuk memahami
produk-produk tersebut dengan baik sebagai bagian dari proses pengambilan
keputusan yang sesuai dengan kebutuhan pasien.
Pada dasarnya, pemilihan produk yang tepat harus berdasarkan
pertimbangan biaya (cost), kenyamanan (comfort), keamanan (safety). Secara
umum, perawatan luka yang berkembang pada saat ini lebih ditekankan pada
intervensi yang melihat sisi klien dari berbagai dimensi, yaitu dimensi fisik,
psikis, ekonomi, dan sosial.
B. Tujuan
Berdasarkan latar belakang, penulis ingin mengetahui tentang bagaiman
perawatan luka yang efektif untuk pasien post TURP menurut expert
(Perawat Senior di ruang Pinus RSUD Caruban)
1
BAB II. ISI
A. Tinjauan Teori
1. Definisi Luka, Klasifikasi dan Proses Penyembuhan Luka
Secara definisi suatu luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan
oleh karena adanya cedera atau pembedahan. Luka ini bisa diklasifikasikan
berdasarkan struktur anatomis, sifat, proses penyembuhan dan lama
penyembuhan. Adapun berdasarkan sifat yaitu : abrasi, kontusio, insisi, laserasi,
terbuka, penetrasi, puncture, sepsis, dll. Sedangkan klasifikasi berdasarkan
struktur lapisan kulit meliputi: superfisial, yang melibatkan lapisan
epidermis; partial thickness, yang melibatkan lapisan epidermis dan dermis;
dan full thickness yang melibatkan epidermis, dermis, lapisan lemak, fascia dan
bahkan sampai ke tulang. Menurut Carville K (2007), berdasarkan proses
penyembuhan, dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu:
A. Healing by primary intention
Tepi luka bisa menyatu kembali, permukaan bersih, biasanya terjadi karena
suatu insisi, tidak ada jaringan yang hilang. Penyembuhan luka berlangsung
dari bagian internal ke ekseternal.
B. Healing by secondary intention
Terdapat sebagian jaringan yang hilang, proses penyembuhan akan
berlangsung mulai dari pembentukan jaringan granulasi pada dasar luka dan
sekitarnya.
C. Delayed primary healing (tertiary healing)
Penyembuhan luka berlangsung lambat, biasanya sering disertai dengan
infeksi, diperlukan penutupan luka secara manual.
Berdasarkan klasifikasi berdasarkan lama penyembuhan bisa dibedakan
menjadi dua yaitu: akut dan kronis. Luka dikatakan akut jika penyembuhan yang
terjadi dalam jangka waktu 2-3 minggu. Sedangkan luka kronis adalah segala
jenis luka yang tidak ada tanda-tanda untuk sembuh dalam jangka lebih dari 4-6
minggu. Luka insisi bisa dikategorikan luka akut jika proses penyembuhan
berlangsung sesuai dengan kaidah penyembuhan normal tetapi bisa juga
dikatakan luka kronis jika mengalami keterlambatan penyembuhan (delayed
healing) atau jika menunjukkan tanda-tanda infeksi.
2
Proses Penyembuhan Luka
A. Luka akan sembuh sesuai dengan tahapan yang spesifik dimana bisa terjadi
tumpang tindih(overlap).
B. Proses penyembuhan luka tergantung pada jenis jaringan yang rusak serta
penyebab luka tersebut.
C. Fase penyembuhan luka :
1. Fase inflamasi :
Hari ke 0-5
Respon segera setelah terjadi injuri
Pembekuan darah
Untuk mencegah kehilangan darah
Karakteristik : tumor, rubor, dolor, color, functio laesa
Fase awal terjadi haemostasis
Fase akhir terjadi fagositosis
Lama fase ini bisa singkat jika tidak terjadi infeksi
2. Fase proliferasi or epitelisasi
Hari 3 – 14
Disebut juga dengan fase granulasi adanya pembentukan jaringan
granulasi pada luka
Luka nampak merah segar, mengkilat
Jaringan granulasi terdiri dari kombinasi : Fibroblasts, sel inflamasi,
pembuluh darah yang baru, fibronectin and hyularonic acid
Epitelisasi terjadi pada 24 jam pertama ditandai dengan penebalan
lapisan epidermis pada tepian luka
Epitelisasi terjadi pada 48 jam pertama pada luka insisi
3. Fase maturasi atau remodelling
Berlangsung dari beberapa minggu sampai 2 tahun
Terbentuknya kolagen yang baru yang mengubah bentuk luka serta
peningkatan kekuatan jaringan (tensile strength)
Terbentuk jaringan parut (scar tissue)
3
50-80% sama kuatnya dengan jaringan sebelumnya
Terdapat pengurangan secara bertahap pada aktivitas selular dan
vaskularisasi jaringan yang mengalami perbaikan
2. Faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka
Status Imunologi
Kadar gula darah (impaired white cell function)
Hidrasi (slows metabolism)
Nutrisi
Kadar albumin darah (‘building blocks’ for repair, colloid osmotic
pressure – oedema)
Suplai oksigen dan vaskularisasi
Nyeri (causes vasoconstriction)
Corticosteroids (depress immune function)
3. Pengkajian Luka
A. Kondisi luka
1. Warna dasar luka
o Slough (yellow)
o Necrotic tissue (black)
o Infected tissue (green)
o Granulating tissue (red)
o Epithelialising (pink)
2. Lokasi ukuran dan kedalaman luka
3. Eksudat dan bau
4. Tanda-tanda infeksi
5. Keadaan kulit sekitar luka : warna dan kelembaban
6. Hasil pemeriksaan laboratorium yang mendukung
B. Status nutrisi klien : BMI, kadar albumin
C. Status vascular : Hb, TcO2
D. Status imunitas: terapi kortikosteroid atau obat-obatan immunosupresan
yang lain
E. Penyakit yang mendasari : diabetes atau kelainan vaskularisasi lainnya
4
4. Perencanaan
A. Pemilihan Balutan Luka
Balutan luka (wound dressings) secara khusus telah mengalami
perkembangan yang sangat pesat selama hampir dua dekade ini. Revolusi dalam
perawatan luka ini dimulai dengan adanya hasil penelitian yang dilakukan oleh
Professor G.D Winter pada tahun 1962 yang dipublikasikan dalam
jurnal Nature tentang keadaan lingkungan yang optimal untuk penyembuhan
luka. Menurut Gitarja (2002), adapun alasan dari teori perawatan luka dengan
suasana lembab ini antara lain:
1. Mempercepat fibrinolisis
Fibrin yang terbentuk pada luka kronis dapat dihilangkan lebih cepat oleh
netrofil dan sel endotel dalam suasana lembab.
2. Mempercepat angiogenesis
Dalam keadaan hipoksia pada perawatan luka tertutup akan merangsang lebih
pembentukan pembuluh darah dengan lebih cepat.
3. Menurunkan resiko infeksi
Kejadian infeksi ternyata relatif lebih rendah jika dibandingkan
dengan perawatan kering.
4. Mempercepat pembentukan Growth factor
Growth factor berperan pada proses penyembuhan luka untuk membentuk
stratum corneum dan angiogenesis, dimana produksi komponen tersebut lebih
cepat terbentuk dalam lingkungan yang lembab.
5. Mempercepat terjadinya pembentukan sel aktif.
Pada keadaan lembab, invasi netrofil yang diikuti oleh makrofag, monosit dan
limfosit ke daerah luka berfungsi lebih dini.
Pada dasarnya prinsip pemilihan balutan yang akan digunakan untuk
membalut luka harus memenuhi kaidah-kaidah berikut ini:
1. Kapasitas balutan untuk dapat menyerap cairan yang dikeluarkan oleh
luka (absorbing)
5
2. Kemampuan balutan untuk mengangkat jaringan nekrotik dan
mengurangi resiko terjadinya kontaminasi mikroorganisme (non viable
tissue removal)
3. Meningkatkan kemampuan rehidrasi luka (wound rehydration)
4. Melindungi dari kehilangan panas tubuh akibat penguapan
5. Kemampuan atau potensi sebagai sarana pengangkut atau pendistribusian
antibiotic ke seluruh bagian luka (Hartmann, 1999; Ovington, 1999)
Dasar pemilihan terapi harus berdasarkan pada :
Apakah suplai telah tersedia?
Bagaimana cara memilih terapi yang tepat?
Bagaimana dengan keterlibatan pasien untuk memilih?
Bagaimana dengan pertimbangan biaya?
Apakah sesuai dengan SOP yang berlaku?
Bagaimana cara mengevaluasi?
B. Jenis-jenis balutan dan terapi alternative lainnya
1. Film Dressing
Semi-permeable primary atau secondary dressings
Clear polyurethane yang disertai perekat adhesive
Conformable, anti robek atau tergores
Tidak menyerap eksudat
Indikasi : luka dengan epitelisasi, low exudate, luka insisi
Kontraindikasi : luka terinfeksi, eksudat banyak
Contoh: Tegaderm, Op-site, Mefilm
2. Hydrocolloid
Pectin, gelatin, carboxymethylcellulose dan elastomers
Support autolysis untuk mengangkat jaringan nekrotik atau slough
Occlusive –> hypoxic environment untuk mensupport angiogenesis
Waterproof
Indikasi : luka dengan epitelisasi, eksudat minimal
6
Kontraindikasi : luka yang terinfeksi atau luka grade III-IV
Contoh: Duoderm extra thin, Hydrocoll, Comfeel
3. Alginate
Terbuat dari rumput laut
Membentuk gel diatas permukaan luka
Mudah diangkat dan dibersihkan
Bisa menyebabkan nyeri
Membantu untuk mengangkat jaringan mati
Tersedia dalam bentuk lembaran dan pita
Indikasi : luka dengan eksudat sedang sampai dengan berat
Kontraindikasi : luka dengan jaringan nekrotik dan kering
Contoh : Kaltostat, Sorbalgon, Sorbsan
4. Foam Dressings
Polyurethane
Non-adherent wound contact layer
Highly absorptive
Semi-permeable
Jenis bervariasi
Adhesive dan non-adhesive
Indikasi : eksudat sedang s.d berat
Kontraindikasi : luka dengan eksudat minimal, jaringan nekrotik
hitam
Contoh : Cutinova, Lyofoam, Tielle, Allevyn, Versiva
5. Terapi alternatif
Zinc Oxide (ZnO cream)
Madu (Honey)
Sugar paste (gula)
Larvae therapy/Maggot Therapy
Vacuum Assisted Closure
7
Hyperbaric Oxygen
5. Implementasi
A. Luka dengan eksudat & jaringan nekrotik (sloughy wound)
Bertujuan untuk melunakkan dan mengangkat jaringan mati (slough
tissue)
Sel-sel mati terakumulasi dalam eksudat
Untuk merangsang granulasi
Mengkaji kedalaman luka dan jumlah eksudat
Balutan yang dipakai antara lain: hydrogels, hydrocolloids, alginates
dan hydrofibre dressing
B. Luka Nekrotik
Bertujuan untuk melunakan dan mengangkat jaringan nekrotik (eschar)
Berikan lingkungan yg kondusif untuk autolisis
Kaji kedalaman luka dan jumlah eksudat
Hydrogels, hydrocolloid dressing
C. Luka terinfeksi
Bertujuan untuk mengurangi eksudat, bau dan mempercepat
penyembuhan luka
Identifikasi tanda-tanda klinis dari infeksi pada luka
Wound culture – systemic antibiotics
Kontrol eksudat dan bau
Ganti balutan tiap hari
Hydrogel, hydrofibre, alginate, metronidazole gel (0,75%), carbon
dressings, silver dressings
D. Luka Granulasi
Bertujuan untuk meningkatkan proses granulasi, melindungi jaringan
yang baru, jaga kelembaban luka
8
Kaji kedalaman luka dan jumlah eksudat
Moist wound surface – non-adherent dressing
Treatment overgranulasi
Hydrocolloids, foams, alginates
E. Luka epitelisasi
Bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif untuk “re-
surfacing”
Transparent films, hydrocolloids
Balutan tidak terlalu sering diganti
F. Balutan kombinasi
Tujuan Tindakan
Rehidrasi
Hydrogel + film
atau hanya hydrocolloid
Debridement (deslough)
Hydrogel + film/foam
Atau hanya hydrocolloid
Atau alginate + film/foam
Atau hydrofibre + film/foam
Manage eksudat sedang
sampai berat
Extra absorbent foam
Atau extra absorbent alginate + foam
Atau hydrofibre + foam
Atau cavity filler plus foam
6. Evaluasi dan Monitoring Luka
Dimensi luka : size, depth, length, width
Photography
Wound assessment charts
Frekuensi pengkajian
Plan of care
9
7. Dokumentasi Perawatan Luka
Potensial masalah
Komunikasi yang adekuat
Continuity of care
Mengkaji perkembangan terapi atau masalah lain yang timbul
Harus bersifat faktual, tidak subjektif
Wound assessment charts
C. Resume Kasus
Tn. T, 75 tahun, di rawat di rumah sakit dengan keluhan sulit BAK
kemudian didiagnosa benigna prostat hiperplasia. Klien mengalami nyeri
pada perut kanan bawah selama satu minngu. Klien nampak pucat dan
cemas. Setelah didiagnosa Benigna Prostat Hiperplasia, diputuskan bahwa
klien harus dioperasi. Tindakan operasi yang harus dijalani klien ada TURP.
Setelah selesai dioperasi terdapat bekas luka post TURP pada perut klien.
Berdasarkan pengkajian pasca operasi, klien mengatakan nyeri pada luka
bekas operasi dan terasa seperti tusukan. Nyeri mulai terasa saat efek
anastesi spinal menghilang.
D. Hasil
Berdasarkan hasil diskusi dengan salah satu expert didapatkan hasil sebagai
berikut :
1) Nanang Tri Priyono, Amd.Kep (Perawat Senior Ruang Pinus RSUD
Caruban)
Tujuan dari perawatan luka post operasi itu sendiri adalah untuk menjaga agar
luka bekas insisi tidak terkontaminasi oleh lingkungan luar dan menutup luka
agar tidak terjadi kebocoran. Pada perawatan luka post operasi dapat
menerapkan prinsip modern dressing maupun konvensional tergantung dari
10
kebutuhan klien. Kelebihan dari modern dressing yaitu : memiliki daya serap
yang tinggi untuk menyerap pus dan perawatan luka dapat dilakukan sehari
sekali. Namun modern dressing juga memiliki kekurangan yaitu : biaya
perawatan yang tinggi jadi belum bisa diaplikasikan untuk semua klien terutama
klien dari golongan pemegang asuransi JKN. Perawatan luka post operasi masih
sering menggunakan metode konvensional dikarenakan biaya untuk perawatan
lebih terjangkau. Meskipun masih menggunakan metode konvensional,
kelembapan luka tetap harus dijaga dengan cara melakukan pembersihan luka
dua kali sehari dengan cara membersihkan luka dengan cairan NaCl dan
menutup luka dengan kassa yang lembab. Hal yang terpenting dari perawatan
luka itu sendiri bukanlah dari metode yang digunakan baik itu dengan modern
dressing atau konvensional tetapi berawal dari dalam tubuh klien itu sendiri
yaitu dengan cara menjaga nutrisi dengan baik. Nutrisi yang baik terutama untuk
kebutuhan protein, dapat mempercepat proses penyembuhan luka. Selain itu,
menjaga kebersihan diri dan lingkungan juga sangat mendukung proses
penyembuhan luka.
E. Pembahasan
Berdasarkan hasil diskusi dengan expert dalam hal perawatan luka post operasi
didapatkan bahwa perawatan luka dengan menggunakan modern dressing belum
sepenuhnya dapat diterapkan di lingkungan rumah sakit dikarenakan biaya
perawatan dan pembelian produk modern dressing yang masih mahal. Menurut
Kartika (2015), keberhasilan proses penyembuhan luka tergantung pada upaya
untuk mempertahankan lingkungan lembab yang seimbang karena akan
memfasilitasi pertumbuhan sel dan proliferasi kolagen. Dengan menggunakan
perawatan luka modern, dapat menciptakan lingkungan luka yang lembap.
Bahan hydrogel berfungsi menciptakan lingkungan luka tetap lembap,
melunakkan serta menghancurkan jaringan nekrotik tanpa merusak jaringan
sehat, yang kemudian terserap ke dalam struktur gel dan terbuang bersama
dengan pembalut (debridemen autolitik alami). Balutan dapat diaplikasikan
selama tiga sampai lima hari, sehingga tidak sering menimbulkan trauma dan
nyeri pada saat penggantian balutan (Sibbald, 2006). Akan tetapi prinsip
perawatan luka modern belum sepenuhnya dapat diaplikasikan karena
11
keterbatasan cost dalam pembelian produk modern dressing. Modern dressing
biasanya hanya digunakan pada klien rawat inap kelas satu dan VIP dengan
asumsi mereka mampu membiayai perawatan luka modern, sedangkan untuk
klien dengan asuransi JKN masih menggunakan metode rawat luka
konvensional. Meskipun masih menggunakan rawat luka konvensional,
kelembapan area luka harus tetap dijaga dengan cara mengganti balutan luka dua
kali sehari, menutup luka dengan kassa yang lembab, dan tetap mempertahankan
nutrisi yang baik.
BAB III. PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Penggunaan ilmu dan teknologi serta inovasi produk perawatan luka dapat
memberikan nilai optimal jika digunakan secara tepat.
2. Prinsip utama dalam manajemen perawatan luka adalah pengkajian luka yang
komprehensif agar dapat menentukan keputusan klinis yang sesuai dengan
kebutuhan pasien.
B. Saran
1. Bagi Pemerintah hendaknya mengalokasikan dana kepada pemegang asuransi
JKN untuk perawatan luka modern.
12
2. Bagi Perawat hendaknya meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan klinis
untuk menunjang perawatan luka yang berkualitas.
Referensi
1. http://www.podiatrytoday.com/article/1894
2. Georgina Casey, Modern Wound Dressings. Nursing Standard, Oct 18-Oct 24,
2000:15,5: Proquest Nursing & Allied Health Search
3. Kathleen Osborn, Nursing Burn Injuries. Nursing Management; May 2003;
34,5: Proquest Nursing & Allied Health Search
4. Madelaine Flanagan, Managing Chronic Wound Pain in Primary Care. Practice
Nursing; Jun 23, 2006; 31, 12; ABI/INFORM Trade & Industry
5. Maureen Benbow, Healing and Wound Classification. Journal of Community
Nursing; Sep 2007; 21,9; Proquest Nursing & Allied Health Search
6. Ritin Fernandez, Rhonda Griffiths, Cheryl Ussia (2002). The Effectiveness of
Solutions, Techniques and Pressure in Wound Cleansing. The Joanna Briggs
Institute for Evidence Based Nursing & Midwifery.
Australia. www.joannabriggs.org.au
7. Ruth Ropper. Principles of Wound Assessment and Management. Practice
Nurse; Feb 24, 2006; 31,4; Proquest Nursing & Allied Health Search
13