executive summary evaluasi implementasi sistem · pdf fileagency (ga) yang terkait dengan...
TRANSCRIPT
Executive Summary
EVALUASI IMPLEMENTASI SISTEM INATRADE
Sistem perijinan INATRADE yang dibangun oleh Kementerian Perdagangan
merupakan salah satu upaya untuk mengurangi biaya transaksi melalui peningkatan
efisiensi waktu, biaya dan akurasi data dalam proses penanganan perijinan dalam rangka
mendukung pelaksanaan Indonesia National Single Window (INSW) dan meningkatkan
daya saing nasional melalui. Melalui sistem tersebut, diharapkan proses pengajuan
perijinan menjadi lebih mudah dan cepat karena diakses secara online; memiliki
document tracking untuk mengetahui sampai dimana proses dokumen yang diajukan;
mengurangi penggunaan kertas (paperless); monitoring lebih baik; database perijinan
lengkap; verifikasi dokumen secara otomatis karena memiliki akses ke Government
Agency (GA) yang terkait dengan ekspor dan impor; serta mempercepat Customs
Clearance.
Namun demikian, sejak diberlakukannya Peraturan Menteri Perdagangan No.
28/M-DAG/PER/6/2009 terkait Sistem Perijinan Online, hanya sekitar 6,8% dari 1.688
perusahaan yang telah menggunakan hak aksesnya dalam melaksanakan perijinan dengan
sistem elektronik untuk periode 30 Juni 2009 sampai dengan 20 Oktober 2010. Berkaitan
dengan fakta tersebut, maka kajian ini berupaya untuk menjawab pertanyaan mengenai
permasalahan dan hambatan dalam implementasi INATRADE, manfaat yang diperoleh
pelaku usaha baik sebelum maupun sesudah penerapan INATRADE, bagaimana
sosialisasi yang dilakukan baik sebelum maupun sesudah adanya INATRADE,
bagaimana meningkatkan pemanfaatan INATRADE, serta bagaimana strategi kebijakan
optimalisasi manfaat INATRADE dalam rangka memperlancar arus barang di Indonesia.
Kajian ini pada dasarnya menggunakan metode survei lapangan dengan responden
pengguna sistem INATRADE. Survei dilakukan melalui wawancara baik secara langsung
dan tidak langsung melalui web INATRADE, namun secara keseluruhan kuesioner
diberikan kepada responden untuk kemudian dikembalikan kepada tim pengkaji dimana
pertanyaan yang digunakan dibuat terstruktur. Penyajian hasil survei menekankan pada
analisa deskriptif berdasarkan temuan di lapangan.
Manfaat Sebelum dan Sesudah Penerapan INATRADE
Untuk menilai manfaat sebelum dan setelah penerapan INATRADE, responden
dikelompokkan menjadi dua yaitu mereka yang baru pertama kali menggunakan
INATRADE dan kelompok responden yang sudah menggunakan INATRADE terlebih
dahulu. Manfaat sebelum dan sesudah penerapan INATRADE dilihat dari beberapa aspek
diantaranya kemudahan dalam mengakses sistem, pemonitoran proses perijinan, dan
proses kelengkapan dokumen.
Manfaat yang diperoleh responden terhadap kemudahan dalam mengakses sistem
INATRADE terhitung tinggi. Bagi responden yang menggunakan INATRADE pertama
kali, merasakan manfaat kemudahan dalam mengakses INATRADE yang lebih besar
(95,15%) dibandingkan responden yang sudah terlebih dahulu menggunakan (84,78%).
Manfaat yang diperoleh responden dalam mengecek atau memonitor ijin menunjukkan
hal yang sama dengan sebelumnya dimana responden yang baru menggunakan
INATRADE memberikan penilaian yang tinggi mencapai 93,65%. Sementara itu,
responden yang baru pertama kali menggunakan INATRADE merasakan manfaat
kemudahan dalam proses kelengkapan dokumen sebesar 93,55%.
Selain manfaat penggunaan INATRADE, dilakukan pula penilaian terhadap
kejelasan informasi yang berguna untuk meningkatkan efisiensi proses perijinan melalui
prosedur, syarat, biaya, dan waktu. Kelompok responden yang baru pertama kali
menggunakan INATRADE memberikan penilaian yang tinggi terhadap kejelasan
informasi (83,61%) daripada responden yang sudah menggunakan INATRADE terlebih
dahulu. Penilaian responden terkait kejelasan prosedur dan syarat menunjukkan bahwa
penilaian responden yang sudah menggunakan INATRADE terlebih dahulu memberikan
penilaian yang lebih tinggi dibandingkan pengguna pemula
Bagi kelompok responden yang pertama kali menggunakan INATRADE, seluruh
responden mengganggap biaya yang dibebankan sudah jelas untuk pengurusan prosedur
perijinan. Namun ketika ada penambahan intensitas pengurusan dokumen, penilaian
responden cenderung beragam bahkan terdapat banyak ketidakpastian dengan persentase
penilaian responden yang cukup besar dalam menjawab tidak jelas dan kurang jelas,
masing-masing sebesar 40% dan 30%. Sementara itu, mayoritas bahkan seluruhnya
memberikan penilaian cukup jelas terkait ketepatan waktu dokumen yang berhasil
diajukan. Namun bagi kelompok responden yang sudah pernah menggunakan sistem
tersebut, hanya separuh kelompok responden tersebut yang memberikan penilaian cukup
jelas untuk ketepatan waktu. Temuan ini memberikan indikasi bahwa untuk efisiensi dari
implementasi INATRADE perlu ditingkatkan karena dari segi biaya dan waktu dirasa
masih kurang bagi responden.
Evaluasi Implementasi Sistem INATRADE Survei yang dilakukan dalam studi evaluasi pelaksanaan INATRADE ini
memperoleh 119 responden perusahaan yang telah mencoba layanan publik satu pintu
melalui sistem INATRADE. Responden yang menjadi narasumber kuesioner sistem
INATRADE yang Jakarta menempati porsi terbesar yaitu 24,37% kemudian diikuti
Medan (10,08%), Bekasi (8,4%), Tangerang (7,56%), Semarang (5,88%), Bandung
(5,04%), Bogor (4,2%) dan kota-kota lain di Indonesia. Responden berjenis kelamin pria,
lebih banyak dibandingkan dengan wanita.
Sebagian besar responden (84,04%) menjawab penggunaan INATRADE mudah
yang menunjukkan bahwa sistem perijinan online INATRADE sudah cukup user
friendly. Sementara responden yang menjawab tidak mudah dalam menggunakan sistem
sebagian besar dikarenakan koneksi internet lambat (45,45%) dan beberapa responden
juga tidak paham tahapan penggunaan sistem perijinan online INATRADE (36,36%).
Menurut pendapat responden, sebagian besar merasakan kemudahan layanan
mengecek atau memonitor ijin dengan presentase yaitu sebesar 84,04%, Bagi responden
yang menjawab tidak merasakan kemudahan pelayanan INATRADE dalam mengecek
atau memonitor ijin, alasan terbanyak karena informasi sulit didapat dari situs
INATRADE dan sistem tidak meng-update ijin pemohon (masing-masing sebesar
25,00%). Kemudian diikuti karena alasan sistem sering error, sistem sering keliru
menampilkan status ijin pemohon, dan konfirmasi via email sering tidak dibalas oleh
petugas (masing-masing sebesar 16,67%).
Terkait waktu yang dibutuhkan untuk pengurusan dokumen melalui sistem
INATRADE, sebagian besar responden memberikan penilaian yang baik terhadap
kecepatan pengurusan dokumen melalui sistem INATRADE. Beberapa responden
(35,29%) menjawab butuh waktu tiga hari untuk pengurusan dokumen, sedangkan
mayoritas responden menjawab lebih dari 14 hari waktu yang diperlukan untuk mengurus
dokumen (46,22%). Padahal jumlah hari yang dibutuhkan bisa lebih singkat menjadi 3
hari sesuai dengan Standard Operational Procedure (SOP) yang telah ditetapkan.
Pengguna INATRADE merasa dibantu dalam proses kelengkapan dokumen dengan
prosentase sebesar 83,19%. Namun ada pula yang merasakan tidak terbantudengan alasan
informasi item kelengkapan dokumen tidak disajikan secara lengkap (40%), sering
munculnya item dokumen tambahan (33,33%), dan adanya perbedaan item dokumen
yang muncul disitus dengan yang ada di petugas lapangan (26,67%).
Praktis tidaknya sistem INATRADE juga menjadi penilaian bagi pengguna.
Sebanyak 83,19% responden menyatakan sistem INATRADE praktis, sedangkan
10,92%. Responden lainya mengatakan bahwa sistem tersebut tidak praktis. Penilaian ini
termasuk baik mengingat sistem INATRADE masih tergolong baru. Kepraktisan yang
dirasakan pengguna tentunya sejalan dengan visi sistem ini diadakan sebagai media
pengurusan dokumen terkomputerisasi yang praktis dan efisien. Kendala
ketidakpraktisan bagi sebagian responden disebabkan karena pada tahapan pengisian
masih berbelit (30,77%), terlalu banyaknya pihak yang terlibat (30,77%), selain itu lokasi
pengurusan yang tidak satu atap (23,08%), dan bahasa yang digunakan sulit dipahami
bagi beberapa responden (15,38%).
Tingkat kejelasan informasi yang diberikan sistem INATRADE diukur dengan
empat indikator pengukuran yaitu prosedur, syarat, waktu, dan biaya. Meskipun bagi
mayoritas responden menyatakan bahwa sistem ini memberikan informasi yang jelas
(93%), namun keempat komponen indikator pengukuran tingkat kejelasannya dirasa
masih kurang memuaskan dimana persentase kekurangjelasan setiap komponen yaitu
prosedur (88,89%), syarat (66,67%), waktu (61,11%), dan biaya (73,33%). Ini
menunjukkan bahwa bahasa yang digunakan sistem INATRADE haruslah mudah
dipahami, tidak bermakna ganda, dan dapat menyesuaiakan dengan tingkat pendidikan
pengguna yang beragam.
Terkait dengan keberadaan jasa perantara, mayoritas responden (68,91%)
menyatakan bahwa tidak ada kemungkinan adanya jasa perantara dalam pengurusan
perijinan secara online. Sedangkan sebanyak 25,21% responden menyatakan bahwa
kemungkinan jasa perantara itu ada dalam pengurusan perijinan meskipun sudah ada
penerapan sistem INATRADE. Bagi responden yang menjawab ada kemungkinan jasa
perantara, mereka menyatakan bahwa keberadaan jasa perantara tidak mengganggu
(50%). Sedangkan responden yang menyatakan bahwa keberadaan jasa perantara tersebut
sangat mengganggu dan mengganggu hanya sebesar 18,42% dan 26,32%. Bahkan ada
juga responden yang merasa diuntungkan dengan adanya jasa perantara yaitu sebesar
5,26%
Beberapa responden yang menggunakan jasa perantara juga perlu mengalokasikan
waktu untuk bertemu sehingga kepastian selesainya dokumen bisa dipantau. Hampir
separuh responden menjawab beberapa kali untuk sebagian kecil tahapan, sedangkan
yang melakukan pertemuan hanya sekali pertemuan sebanyak 46,15%. Adapula
responden yang perlu bertemu setiap kali untuk sebagian tahapan proses perijinan dengan
persentase sebesar 3,85%. Ini menunjukkan bahwa responden yang menggunakan jasa
perantara masih belum yakin jika prosedur yang sedang diurus tidak dapat selesai
sebagaimana yang diharapkan atau tepat waktu
Sementara itu, keinginan untuk bertemu dari pemohon kepada pihak perantara
mempunyai latar belakang motivasi yang beragam. Sebagian besar pertemuan tersebut
karena untuk melengkapi sejumlah persyaratan yang kurang dan mempercepat waktu
pengurusan, masing-masing sebesar 37,5%. Alasan berikutnya adalah mengambil
dokumen yang sudah jadi (15%), menjalin perkenalan dengan petugas (7,5%) dan
menegoisasikan biaya tambahan untuk kecepatan dokumen (2,5%). Kelima motivasi
tersebut bersifat jamak dan memunculkan potensi biaya tambahan yang dikenakan
kepada pengguna
Pengurusan dokumen dengan sistem INATRADE juga memberikan peluang
munculnya keluhan dari pengguna. Berdasarkan hasil survei menyatakan bahwa
mayoritas responden (68,07%) belum pernah mengajukan keluhan kepada petugas.
Sedangkan responden yang sudah pernah mengajukan keluhan kepada petugas hanya
sebesar 26,05%. Tingginya responden yang menjawab belum pernah mengajukan
keluhan kepada petugas perlu diapresiasi bagus artinya sistem ini telah mampu
mengakomodir kepentingan pengguna dalam mengurus perijinan yang lebih mudah.
Sementara itu, keluhan yang diajukan pengguna juga direspon dengan baik oleh petugas
Mayoritas responden yang memberikan penilaian positif terhadap tanggapnya komplain
yang diajukan membuktikan keseriusan lembaga pengelola sistem untuk terus
menyempurnakan dan memperbaiki INATRADE.
Kesimpulan dan Saran
Hasil temuan dari studi implementasi pelaksanaan INATRADE dapat ditarik
kesimpulan bahwa sistem INATRADE masih memiliki beberapa permasalahan dan
hambatan. Permasalahan yang dirasakan oleh pengguna INATRADE diantaranya
mengenai kesulitan memperoleh informasi dari situs INATRADE, perbedaan item
dokumen disitus dengan petugas lapangan, dan pengguna belum cukup paham tahapan
penggunaan INATRADE dikarenakan penggunaan bahasa yang sulit dipahami
Sistem INATRADE telah disarakan manfaatnya bagi mayoritas penggunanya, baik
berupa kemudahan dalam mengakses, kemudahaan dalam mengecek atau memonitor,
maupaun kemudahan dalam membantu proses kelengkapan dokumen. Mayoritas
responden merasakan peningkatan manfaat dan terbantu dengan sistem INATRADE
terutama dalam bentuk kepraktisan pengurusan beragam dokumen perjinan.
Sistem INATRADE memberikan kemungkinan yang kecil bagi jasa perantara untuk
terlibat dalam pengurusan dokumen. Meskipun jumlahnya kecil, namun latar belakang
motivasi pengguna INATRADE untuk bertemu dengan perantara patut dicermati.
Sebagian besar pertemuan tersebut karena untuk melengkapi sejumlah persyaratan yang
kurang dan mempercepat waktu pengurusan, mengambil dokumen yang sudah jadi,
menjalin perkenalan dengan petugas, dan menegoisasikan biaya tambahan untuk
kecepatan dokumen. Kelima motivasi tersebut bersifat jamak dan memunculkan potensi
biaya tambahan yang dikenakan kepada pengguna
Terakhir, pengelola sistem INATRADE dinilai telah memperhatikan dan proaktif
terhadap komplain atau pengaduan yang diajukan oleh pengguna. Sebagian besar
responden memberikan penilaian sangat baik dan baik terkait respon petugas terhadap
pengajuan komplain atau pengaduan. Hal ini membuktikan keseriusan lembaga pengelola
sistem untuk terus menyempurnakan dan memperbaiki INATRADE.
Hasil kajian ini pada gilirannya menuntut pengelolan sistem INATRADE untuk
meningkatkan kinerja sehingga dapat memacu perbaikan prosedur pengurusan ijin via
INATRADE secara keseluruhan. Adapun saran yang dapat dijadikan solusi implementatif
bagi perbaikan system INATRADE adalah sebagai berikut:
Sistem INATRADE perlu mempertimbangkan adanya kegiatan sosialisasi dan
mekanisme pemanduan serta pendampingan terhadap pengguna yang dilakukan
secara massif hingga tingkat daerah atau SKPD teknis.
Sistem INATRADE perlu memperbaiki tampilan, pilihan kosakata, dan kinerja
karena masih ada responden yang mengeluhkan sistem sering error, tahapan
pengisian masih berbelit, bahasa yang digunakan sulit dipahami, serta terlalu banyak
pihak yang terlibat.
Sistem INATRADE sebaiknya memberikan kepastian tidak adanya perantara dalam
pengurusan dokumen yang sudah terkomputerisasi.
Sistem INATRADE perlu memberikan jaminan kepastian dan ketepatan waktu
terhadap prosedur pengurusan dokumen yang sedang diajukan oleh pemohon
1
1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
National Single Window (NSW) yang dibangun oleh Indonesia dilaksanakan dengan
menggunakan prinsip yang sedikit lebih jika dibandingkan prinsip yang dalam perjanjian
ASEAN Single Window (ASW) yaitu untuk meningkatkan efisiensi pelayanan dalam
penyelesaian dokumen, customs clearance dan cargo release sekaligus berfungsi untuk
meningkatkan efektivitas pengawasan ekspor impor. NSW merupakan sistem pelayanan
yang memiliki 2 sub sistem pelayanan yaitu trade net dan port net dengan tujuan untuk
kelancaran dokumen dan kelancaran arus barang; melayani kegiatan ekspor tidak hanya
dengan negara-negara ASEAN namun juga semua negara.
Di dalam sistem Indonesia National Single Window (INSW) dapat menyampaikan
data dan informasi secara tunggal (single submission of data and information) seperti yang
tertuang dalam Peraturan Presiden No. 10 Tahun 2008, selain itu juga dalam sistem ini
dapat melakukan pemrosesan data dan informasi secara tunggal dan sinkron (single and
synchronous processing of data and information), termasuk pembuatan keputusan secara
tunggal untuk pemberian izin kepabeanan dan pengeluaran barang ( single decision making
for customs clearance and release of cargoes).
Di Indonesia sistem NSW dilakukan secara bertahap untuk aktivitas impor, ekspor,
arus komoditi, aktivitas pelabuhan, instansi yang terlibat serta kelembagaanya. Untuk
pelayanan impor dilakukan sejak 17 Desember 2007 dan hingga saat ini sudah diterapkan
2
secara mandatory di 5 (lima) pelabuhan utama, yaitu Tanjung Priok, Tanjung Emas,
Tanjung Perak, Belawan dan Bandara Soekarno Hatta. Pada saat implementasi NSW tahap
nasional pada Oktober 2010, seluruh perijinan dikirim ke portal NSW baik yang proses
pengajuannya masih dilakukan secara manual maupun yang sudah dilakukan secara online.
Sejak diterapkannya, Kementerian Perdagangan telah menerima pengajuan sebanyak 53
(lima puluh tiga) perijinan impor secara online melalui portal NSW.
Untuk mempercepat proses customs clearance sampai dengan akhir tahun 2009 sisa
perijinan impor yang diproses secara manual dikirimkan ke portal NSW melalui webservice
INATRADE. Sehingga sampai dengan saat ini seluruh perijinan impor (78 perijinan) telah
dikirim ke portal NSW. Selain itu juga, Laporan Surveyor (LS) dan Certificate of
Inspection (COI) untuk impor juga telah dikirim ke portal NSW melalui INATRADE
(Ditjen Daglu, 2011).
Sementara untuk sistem NSW pelayanan ekspor penerapannya diawali dengan
penerapan secara mandatory di pelabuhan Tanjung Perak pada tanggal 18 Januari 2010,
kemudian di Tanjung Emas mulai tanggal 17 Juni 2010, pelabuhan Belawan mulai tanggal
15 Juli 2010, Tanjung Priok mulai tanggal 5 Agustus 2010 dan di bandara Soekarno Hatta
pada tanggal 23 September 2010. Terkait dengan perijinan ekspor tersebut telah dibangun
sistem Surat Keterangan Asal (SKA) otomasi/online di 28 (dua puluh delapan) Instansi
Penerbit Surat Keterangan Asal (IPSKA) guna mempercepat layanan publik terkait dengan
penerbitan SKA dan 57 (lima puluh tujuh) IPSKA yang melaksanakan penerbitan secara
manual sehingga total sudah ada 85 (delapan puluh lima) IPSKA.
3
Beberapa upaya diperlukan untuk mengurangi biaya transaksi melalui peningkatan
efisiensi waktu, biaya dan akurasi data dalam proses penanganan perijinan dalam rangka
mendukung pelaksanaan Indonesia National Single Window (INSW) dan meningkatkan
daya saing nasional serta meningkatkan fasilitasi perdagangan dalam menghadapi
persaingan global, adalah salah satunya pembuatan sistem perijinan INATRADE oleh
Kementerian Perdagangan. Sistem perijinan ini diatur dalam Peraturan Menteri
Perdagangan No. 28/M-DAG/PER/6/2009.
Tujuan diterapkannya sistem perijinan INATRADE sebagai pendukung NSW dan
ASW adalah agar proses pengajuan perijinan menjadi lebih mudah dan cepat karena
diakses secara online melalui internet tanpa perlu melakukannya secara manual; memiliki
document tracking untuk mengetahui sampai dimana proses dokumen yang diajukan;
mengurangi penggunaan kertas (paperless); monitoring lebih baik; database perijinan
lengkap; verifikasi dokumen secara otomatis karena memiliki akses ke Government Agency
(GA) yang terkait dengan ekspor dan impor; serta mempercepat Customs Clearance (Ditjen
Daglu, 2011).
Sistem INATRADE tidak hanya digunakan untuk mengajukan perijinan secara online
namun juga dapat digunakan untuk melihat status proses perijinan manual yang diajukan
oleh pemohon perijinan pada Ditjen Perdagangan Luar Negeri. Disamping itu, laporan
realisasi yang harus disampaikan oleh importir atau eksportir telah dapat dikirimkan
melalui website tersebut, sehingga importir maupun eksportir tidak perlu lagi datang ke
Kementerian Perdagangan untuk menyampaikan file hardcopy. Sejak diberlakukannya
Peraturan Menteri Perdagangan No. 28/M-DAG/PER/6/2009 terkait Sistem Perijinan
4
Online pada 30 Juni 2009 sampai dengan 20 Oktober 2010 ada sebanyak 1.688 perusahaan
yang telah memiliki hak akses, namun pada kenyataannya dari 1.688 perusahaan tersebut
hanya sekitar 6,8% yang telah menggunakan hak aksesnya untuk melaksanakan perijinan
dengan sistem elektronik (Ditjen Daglu, 2011).
Berkaitan dengan fakta bahwa rendahnya pemanfaatan hak akses dalam sistem
perijinan INATRADE di atas, maka kajian ini mencoba untuk menjawab pertanyaan
bagaimana permasalahan dan hambatan dalam implementasi INATRADE, bagaimana
manfaat yang diperoleh pelaku usaha baik sebelum maupun sesudah penerapan
INATRADE, bagaimana sosialisasi yang dilakukan baik sebelum maupun sesudah adanya
INATRADE, bagaimana meningkatkan pemanfaatan INATRADE, serta bagaimana strategi
kebijakan optimalisasi manfaat INATRADE dalam rangka memperlancar arus barang di
Indonesia maka dilakukan kajian mengenai “Evaluasi Implementasi INATRADE”.
1.2. Permasalahan
Fakta sedikitnya pemanfaatan hak akses yaitu sebesar 6,8% dari 1.688 pemilik hak
akses, maka permasalahan yang akan diangkat dalam kajian ini adalah:
1. Apa permasalahan dan hambatan yang dihadapi dalam implementasi INATRADE
dalam rangka mendukung INSW?
2. Manfaat apa yang diperoleh baik sebelum maupun sesudah penerapan INATRADE?
3. Bagaimana sosialisasi yang dilakukan baik sebelum maupun sesudah penerapan
INATRADE?
4. Bagaimana peningkatan pemanfaatan INATRADE?
5
5. Bagaimana rekomendasi kebijakan optimalisasi manfaat INATRADE dalam rangka
memperlancar arus barang di Indonesia?
1.3. Ruang Lingkup
Ruang lingkup kajian ini adalah sistem perijinan online INATRADE di Kementerian
Perdagangan, dilihat dari manfaat yang diperoleh seperti waktu, transparansi, akurasi, biaya,
dan sosialisasi sistem tersebut.
1.4. Tujuan
Secara umum kajian ini bertujuan:
1. Mengetahui permasalahan dan hambatan dalam implementasi INATRADE;
2. Mengetahui manfaat sebelum dan sesudah penerapan INATRADE
3. Mengetahui bagaimana sosialisasi sebelum dan sesudah adanya INATRADE
4. Mengetahui peningkatan pemanfaatan INATRADE
5. Menghasilkan bahan rekomendasi dalam menyusun kebijakan optimalisasi manfaat
INATRADE dalam rangka memperlancar arus barang di Indonesia.
6
2 STUDI EMPIRIS
2.1. Gambaran Asean Single Window (ASW) dan National Single Window (NSW)
Pengembangan dan implementasi ASEAN Single Window (ASW) telah menjadi
komitmen para kepala pemerintahan di kawasan ASEAN untuk meningkatkan fasilitasi
perdagangan dengan menyediakan platform yang terintegrasi antara institusi pemerintah
dengan pengguna akhir seperti operator transportasi dan operator logistik dalam pergerakan
barang. Negara-negara anggota ASEAN telah berupaya dengan sungguh-sungguh
membangun ASW dengan meletakkan fondasi yang kuat yang fokus pada keamanan inter-
operabilitas dan inter-konektivitas berbagai sistem otomasi pengolahan informasi. Inisiatif
strategis ini dimaksudkan mendukung proses integrasi ekonomi bagi terwujudnya
Masyarakat Ekonomi ASEAN sebelum tahun 2015 dan dapat dijadikan momentum bagi
negara anggota ASEAN untuk mengakselerasi perbaikan sistem pelayanan terpadu dalam
transaksi perdagangan internasional.
Landasan Hukum Pembentukan ASEAN Single Window
Kesepakatan para Pemimpin negara anggota ASEAN yang dikenal dengan
Declaration of ASEAN Concord II (Bali Concord II) tahun 2003 yang ditandatangani oleh
seluruh Pemimpin Negara-negara ASEAN mengenai visi integrasi ekonomi untuk
membentuk Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community) pada tahun
2020 (yang kemudian dipercepat menjadi 2015) merupakan mandat secara politis untuk
7
pembangunan sistem ASEAN Single Window. Deklarasi tersebut ditindaklanjuti oleh
Menteri-menteri Ekonomi negara ASEAN dengan penandatanganan Persetujuan untuk
Membangun dan Melaksanakan ASEAN Single Window (Agreement to Establish and
Implement The ASEAN Single Window), dikenal dengan nama ASW Agreement, pada
tanggal 9 Desember 2005 di Kuala Lumpur, dimana dari Indonesia diwakili oleh Menteri
Perdagangan Republik Indonesia. Untuk melaksanakan ASW Agreement tersebut,
penjelasan teknis lebih lanjut dituangkan kedalam Protokol untuk Membangun dan
Melaksanakan ASEAN Single Window (Protocol to Establish and Implement The ASEAN
Single Window), dikenal dengan nama ASW Protocol, yang ditandatangani secara sirkulasi
oleh para Menteri Keuangan pada tanggal 20 Desember 2006. Penandatanganan ASW
Agreement and ASW Protocol merupakan milestone dimulainya pembentukan Single
Window di regional ASEAN.
Pengertian, Tujuan, dan Konsep Single Window
ASEAN Single Window merupakan suatu lingkungan fasilitasi perdagangan yang
beroperasi berdasarkan pada parameter standar informasi, prosedur, formalitas, praktek-
praktek terbaik internasional yang relevan untuk proses pelepasan dan penyelesaian
kepabeaan (release and clearance) kargo di titik masuk ASEAN di bawah sistem
kepabeanan tertentu (impor, ekspor, dan sebagainya). Hal tersebut ditujukan untuk
mempercepat pelepasan kargo yang diangkut ke dan dari ASEAN dalam rangka untuk
mengurangi biaya transaksi dan waktu yang dibutuhkan di wilayah tersebut. ASW juga
8
harus dilihat sebagai bagian dari rantai pasokan global dan industri logistik yang bekerja
untuk merealisasikan Masyarakat Ekonomi ASEAN yang efektif.
Perspektif pengembangan ASW terdiri dari suatu kolaborasi yang harmonis dan
kemitraan antara Administrasi Pabean dan instansi pemerintah, serta aktor-aktor ekonomi
dan para operator (misalnya importir, eksportir, operator transportasi, broker pabean,
forwarder, entitas perbankan komersial dan lembaga keuangan, asuransi, dan sejenisnya)
dalam kerangka rantai pasokan internasional di mana transaksi internasional berlangsung.
ASW dan National Single Windows (NSW) beroperasi di lingkungan terbuka (fungsional
dan teknis) yang memberikan peluang lebih lanjut bagi hubungan operasional untuk sistem
kliring lain terhadap negara lain setelah kondisi siap.
Batasan ASW yang disepakati sejauh ini adalah suatu lingkungan dimana NSW dari
negara-negara anggota ASEAN beroperasi dan berintegrasi. NSW sendiri didefinisikan
sebagai sebuah sistem yang memungkinkan dilakukannya:
a) Satu pengajuan data dan informasi (a single submission of data and information);
b) Suatu sistem pemrosesan yang terintegrasi (a single and synchronous processing of
data and information);
c) Keputusan tunggal/akhir dalam proses penyelesaian pabean (a single decision-making
for customs release and clearance).
Pembuatan keputusan tunggal diartikan sebagai satu titik ujung keputusan
penyelesaian barang oleh pabean berdasarkan keputusan-keputusan (yang relevan atas
barang tersebut) dari departemen/lembaga terkait yang disampaikan tepat waktu kepada
Pabean.
9
ASW adalah lingkungan di mana sepuluh NSW (merepresentasikan jumlah negara
anggota ASEAN) beroperasi dan berintegrasi untuk mempercepat pelepasan dan
penyelesaian pabean. Cara kerja ASW didasarkan pada hubungan antara aktor ekonomi
dalam bentuk Pemerintah-ke-Pemerintah, Pemerintah-ke-Bisinis, Bisnis-ke-Bisnis atau
Bisnis-ke-Pemerintah. Sistem ini juga bekerja dalam konteks peningkatan penyederhanaan
dan harmonisasi prosedur kepabeanan dan formalitas serta standardisasi dari parameter
informasi dengan standar internasional. ASW menerapkan pengolahan informasi yang
canggih (Teknologi Informasi dan Komunikasi-TIK), dan mengintegrasikan dirinya melalui
lingkungan jaringan yang aman. Model konseptual ASW adalah sebagai berikut:
Gambar 1. Model Konseptual ASEAN Single Window
Sumber: ASW Technical Guide, 2006
10
Dalam konsep yang lebih luas, ASW beroperasi di lingkungan yang terdiri dari fitur
sinkronisasi progresif dan proses integrasi dan parameter informasi yang terstandarisasi
oleh pihak terkait (pemerintah dan bisnis). Pengolahan hubungan konseptual dan fungsional
dalam Model Konseptual ASW adalah sebagai berikut:
Gambar 2. Diagram Alur Pengelolaan Informasi ASEAN Single Window
Sumber: ASW Technical Guide, 2006
Pada tingkat nasional, terdapat enam area utama pengolahan informasi dan data yang
terkoordinasi untuk proses penyelesaian yang lebih cepat seperti yang diilustrasikan pada
Gambar 2. Area tersebut memperhatikan transaksi rinci antara pemerintah dan lembaga
administrasi, agen ekonomi dan operator (misalnya importir, eksportir, operator transportasi,
11
broker pabean, forwarder, entitas perbankan komersial dan lembaga keuangan, asuransi,
dan sejenisnya), dan penyelesaian prosedur oleh otoritas manajemen di setiap bagian
(manajemen perdagangan, bea cukai dan manajemen pajak, dan lain-lain). Area pengolahan
informasi di NSW meliputi
a) Pabean;
b) Instansi Pemerintah lainnya (OGAs);
c) Industri Perbankan dan Asuransi;
d) Industri Transportasi;
e) Dunia Usaha; dan
f) Mata Rantai ASEAN/ Internasional.
Struktur tersebut juga menjelaskan bahwa, meskipun Administrasi Pabean merupakan
komponen vital dari sebuah national single window, kerjasama dan keterlibatan komponen-
komponen lain sangat menentukan apakah sebuah sistem pelayanan kepabeanan memenuhi
kriteria sebagai sistem single window. Bahkan terdapat mata rantai ASEAN/Internasional
yang memungkinkan hubungan komunikasi data antar 10 (national) single window di
ASEAN bahkan dimungkinkan dengan entitas non-ASEAN.
Perlu diingat bahwa NSW diupayakan untuk menjadi poros (hub) yang netral, aman
dan handal untuk bisnis, industri dan pemerintah untuk berkomunikasi, bertukar dan
mengolah informasi perdagangan dan logistik dalam rangka mewujudkan proses
penyelesaian perizinan barang dan komoditas yang efisien. Model konseptual NSW adalah
sebagai berikut:
12
Gambar 3. Model Konseptual National Single Window
Sumber: ASW Technical Guide, 2006
ASW dan NSW berkerja di lingkungan yang lebih global untuk meningkatkan
efisiensi perdagangan dan daya saing. Peningkatan daya saing untuk transaksi internasional
pada perekonomian regional ditempuh melalui:
Standardisasi perdagangan terkait data dan informasi yang sesuai;
Standarisasi dan harmonisasi dokumen dan formalitas dengan standar dan konvensi
internasional;
Penyederhanaan dan standarisasi alur proses bisnis yang berhubungan dengan
perizinan kargo; dan
Pengembangan kerangka hukum yang tepat.
13
ASW dan NSW berfungsi untuk memfasilitasi perdagangan dan investasi berdasarkan
penyederhanaan, standarisasi dan modernisasi prosedur, praktek dan parameter informasi
yang relevan untuk manajemen perdagangan dan kepabeanan kargo, dengan maksud untuk
mencapai rilis barang dan pengiriman yang lebih pasti dan cepat di kawasan ASEAN.
Pelaksanaannya akan dipengaruhi oleh upaya-upaya kolektif oleh kementerian dan lembaga,
khususnya Administrasi Pabean. ASW dan NSW dibentuk untuk mempromosikan integrasi
regional melalui ASEAN Economic Community melalui perbaikan kompatibilitas sistem
fungsional transaksi perdagangan internasional, manajemen perdagangan (termasuk sistem
release dan clearance) dan kontrol oleh para pemangku kepentingan di masing-masing
negara.
Tujuan dibangunnya sistem NSW dan ASW adalah untuk meningkatkan kinerja
pelayanan atas lalu-lintas barang di kawasan ASEAN, khususnya yang menyangkut
masalah kepabeanan dan kargo. Oleh karena itu ada 4 prinsip yang menjadi dasar bagi
pengimplementasian sistem NSW dan ASW ini, yaitu konsistensi, simplifikasi, transparansi,
dan juga efisiensi. Secara sederhana, apa yang dikehendaki oleh ASW Agreement tersebut
adalah agar masing-masing negara ASEAN dapat membuat suatu Common-portal, yang
memungkinkan dilakukannya pertukaran data dalam rangka customs clearance and cargo
release dalam satu layanan tunggal elektronik. Common-portal yang ada di masing-masing
negara ASEAN itulah yang kemudian diintegrasikan ke dalam common-portal ASW,
sehingga memungkinkan dilakukannya pertukaran data dalam rangka customs clearance
and cargo release secara lebih luas lagi ditingkat ASEAN.
14
ASW Agreement mengamanatkan negara-negara anggota ASEAN untuk membangun
dan mengimplementasikan NSW secara tepat waktu dalam rangka pembentukan ASW.
Negara ASEAN-6 yang meliputi Brunei Darussalam, Filipina, Indonesia, Malaysia,
Singapura, dan Thailand ditargetkan mengimplementasikan NSW masing-masing pada
akhir tahun 2008, sedangkan negara ASEAN lainnya yang mencakup Kamboja, Laos,
Myanmar, dan Vietnam diharapkan dapat mengoperasikan NSW-nya paling lambat pada
akhir tahun 2012.
2.2. Perkembangan INATRADE
Tahapan pembangunan dan pengembangan NSW sampai saat ini telah mencapai
implementasi tahap nasional untuk perizinan impor yang diresmikan oleh Presiden RI
tanggal 29 Januari 2010. Mengingat besarnya cakupan sistem yang akan dibangun,
kompleksitas permasalahan dan banyaknya instansi yang dilibatkan serta jumlah pengguna
yang sangat besar, maka penerapan Sistem NSW di Indonesia dilakukan secara bertahap
(Gambar 4).
15
Gambar 4. Tahapan Pembangunan NSW di Indonesia
Sumber: Ditjen Daglu, 2011
Dalam rangka mendukung pelaksanaan Indonesia National Single Window (INSW),
Kementerian Perdagangan telah membangun dan mengembangkan sistem perijinan secara
elektronik melalui internet (e-licencing) dengan nama INATRADE. Sistem INATRADE
mulai beroperasi sejak tanggal 17 Desember 2007 bersamaan dengan implementasi NSW
Tahap I di pelabuhan Tanjung Priok. Sebagai landasan hukum pembangunan dan
pengembangan INATRADE telah diterbitkan Peraturan Menteri Perdagangan sebagai
berikut :
16
a. Permendag No. 28/M-DAG/PER/6/2009, tentang Ketentuan Pelayanan Perijinan
Ekspor Dan Impor Dengan Sistem Elektronik Melalui INATRADE Dalam Kerangka
Indonesia National Single Window;
b. Kepmendag No. 934/M-DAG/KEP/6/2009, tentang Pembentukan Tim Pengelola
INATRADE;
c. Perdirjen No. 14/DAGLU/KEP/8/2009, tentang Prosedur Operasi Standar (Standard
Operating Procedure) Registrasi Hak Akses INATRADE dan Dokumen Persetujuan
Hak Akses INATRADE Dalam Kerangka Indonesia National Single Window;
d. Permendag No. 32/M-DAG/PER/10/2010, tentang Unit Pelayanan Perdagangan (UPP);
e. Permendag No. 40/M-DAG/PER/10/2010, tentang Jenis Perijinan Ekspor Dan Impor,
Prosedur Operasi Standar (Standard Operating Procedure) Dan Tingkat Layanan
(Service Level Arrangement) Dengan Sistem Elektronik Melalui INATRADE Dalam
Kerangka Indonesia National Single Window.
Berdasarkan Permendag tersebut di atas, Kementerian Perdagangan terus berupaya
meningkatkan pelayanan publik khususnya pelayanan di Bidang Perdagangan Luar Negeri,
salah satunya melalui penerapan INSW dan INATRADE yang perkembangannya cukup
signifikan dalam mendorong kinerja pelayanan ekspor impor untuk mengatasi
permasalahan yang menghambat kelancaran arus barang.
Selain itu, website INATRADE dapat digunakan untuk mengajukan perijinan secara
online, melihat status perijinan manual sehingga pelaku usaha tidak perlu lagi datang secara
langsung ke kantor Kementerian Perdagangan, serta laporan realisasi yang harus
17
disampaikan oleh importir atau eksportir sebagai amanat Peraturan Menteri Perdagangan
(Tinjauan Terkini Perdagangan Indonesia, 2010).
Sejak diterapkan, Kementerian Perdagangan telah menerima pengajuan 53 (lima
puluh tiga) jenis perijinan yang merupakan penyederhanaan dari 78 (tujuh puluh delapan)
perijinan impor yang dapat diajukan secara online melalui website INATRADE
(http://inatrade.kemendag.go.id) ke portal INSW oleh seluruh importir yang terlebih dahulu
mereka harus memiliki password dan user name sesuai dengan aturan yang ditetapkan dan
mempercepat proses customs clearance dengan mengirimkan sisa perijinan impor yang
diproses secara manual ke portal INSW melalui webservice INATRADE, dengan demikian
seluruh perijinan impor (53 perijinan) telah dikirim secara mandatory ke portal NSW secara
elektronik untuk customs clearance (Gambar 5). Selain itu juga, terkait perijinan ekspor
Kementerian Perdagangan telah membangun sistem SKA otomasi di 28 (dua puluh
delapan) Instansi Penerbit SKA (IPSKA) serta telah mempercepat layanan publik terkait
dengan penerbitan SKA.
Selain perijinan impor melalui website INATRADE yang dikirim ke portal INSW,
Laporan Surveyor (LS) dan Certificate of Inspection (COI) yang diterbitkan oleh Surveyor
juga dikirimkan ke portal INSW. Sementara itu, dalam rangka uji coba NSW ekspor di
pelabuhan Tanjung Perak, perijinan ekspor yang telah dikirimkan ke portal NSW sudah
mencakup 5 (lima) perijinan, yaitu: Eksportir Terdaftar Rotan (ETR), Persetujuan Ekspor
Rotan, LS Ekspor Rotan, Persetujuan Ekspor Migas dan Persetujuan Ekspor Skrap Logam.
Dalam rangka mandatory NSW ekspor yang dilakukan bulan Oktober 2010, maka seluruh
perijinan ekspor yang diterbitkan oleh Kementerian Perdagangan akan dikirim melalui
18
portal NSW yaitu terdiri dari 28 (dua puluh delapan) Perijinan Ekspor, 7 (tujuh) Laporan
Surveyor (LS), serta 1 (satu) Perijinan Ekspor berupa Endorsement dari BRIK.
Gambar 5. Skema INATRADE Dalam Rangka INSW & ASW
SAP / Customs
e-BPOM, Sister Karolin - Sipusra / Karantina
KementerianLainnya
INATRADE/ Kemendag
INSWASW
ImportirEksportir
Daglu PDNBapebti
Lembaga Lainnya* KSO, IPSKA, Disperindag dll
Sumber: Ditjen Daglu, 2011
2.3. Mekanisme Sistem Online INATRADE
Aplikasi INATRADE merupakan aplikasi pengajuan perijinan ekspor-impor milik
Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang dapat dilakukan secara online melalui internet,
sangat mudah, dan efisien. Aplikasi INATRADE ini dapat digunakan para pelaku usaha
dalam proses pengajuan permohonan perijinan baik ijin ekspor maupun impor.
19
Tatacara penggunaan pelayanan perijinan ekspor dan impor dengan sistem elektronik
melalui aplikasi INATRADE, baik yang diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan
maupun dalam panduan-panduannya, sebagai berikut :
Penggunaan layanan online perijinan ekspor/impor melalui INATRADE, yang diatur
dalam Peraturan Menteri Perdagangan No : 28/M-DAG/PER/6/2009;
Panduan penggunaan aplikasi INATRADE;
Pendaftaraan registrasi untuk mendapatkan Hak Akses INATRADE dan kemilikan
Kode Verifikasi data realisasi ekspor/impor yang dimiliki perusahaan.
Adapun alur dari permohonan ijin melalui INATRADE adalah sebagai berikut:
1. Pelaku usaha membuka website INATRADE
2. Pelaku usaha melakukan login atau registrasi bagi yang belum memiliki user name dan
password
3. Setelah melakukan pendaftaran, akan mendapatkan email konfirmasi. Setelah itu segera
datangi Unit Pelayanan Terpadu untuk validasi profile user dan perusahaan, selain itu
harus menyerahkan dokumen yang dibutuhkan.
4. Petugas loket akan memeriksa kelengkapan dokumen pengaju perijinan. Setelah
semuanya lengkap maka user pun telah selesai divalidasi dan dapat langsung
digunakan.
5. Setelah melakukan login atau registrasi, pelaku usaha dapat mengajukan permohonan
perijinan secara online dan melihat status perijinannya.
20
6. Setelah surat permohonan telah selesai diterbitkan, pelaku usaha dapat datang untuk
mengambil perijinan tersebut (Ditjen Daglu, 2011).
Layanan Aplikasi INATRADE
Untuk masuk pada layanan aplikasi INATRADE terlebih dahulu user harus membuka
website INATRADE yang ada di http://inatrade.kemendag.go.id/; kemudian user bisa
memilih apakah akan masuk pada konten Layanan Perdagangan Luar Negeri (DAGLU),
Layanan Perdagangan Dalam Negeri (DAGRI), atau masuk pada konten Badan Pengawas
Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI). Konten Layanan DAGLU dilaksanakan
oleh Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri, dimana dalam konten ini menyediakan
layanan pengajuan permohonan perijinan secara online, dengan jenis layanannya sebagai
berikut :
Status Permohonan, layanan untuk mengecek status terkini permohonan perusahaan
dengan mengisi data sesuai dengan lembar Tanda Terima Permohonan Perijinan;
Laporan Realisasi, bagi perusahaan/importir/pelaku usaha yang ingin melaporkan data
realisasi impor melalui form entry yang tersedia pada aplikasi INATRADE;
Impor Barang Jadi, layanan untuk melakukan permohonan penetapan dalam daftar
produsen yang dapat melakukan impor barang jadi;
Daftar HS, Gunakan layanan ini untuk mengetahui HS diatur oleh ijin di Kementerian
Perdagangan;
Document Tracking untuk melihat alur proses permohonan perijinan yang diajukan;
21
Laporan Realisasi, untuk melaporkan setiap kegiatan importasi yang dilakukan melalui
form entry yang tersedia pada aplikasi INATRADE;
Larangan dan Pembatasan, konten bagi perusahaan/importir/pelaku usaha untuk dapat
melihat barang-barang yang terkena larangan dan pembatasan impor.
Sementara itu konten Layanan DAGRI, dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal
Perdagangan Dalam Negeri, dengan menyediakan konten layanan online sebagai berikut:
Pengajuan Online, perusahaan/importir/pelaku usaha dapat mengajukan permohonan
perijinan secara online;
Document Tracking, perusahaan/importir/pelaku usaha dapat melihat alur proses
permohonan perijinan yang di ajukan;
Cek Status Sertifikat, perusahaan/importir/pelaku usaha dapat melihat status sertifikat
yang sudah diajukan;
Berita, perusahaan/importir/pelaku usaha dapat melihat berita-berita terbaru mengenai
perdagangan dalam negeri.
Sedangkan konten BAPPEBTI, dilaksanakan oleh Badan Pengawas Perdagangan
Berjangka Komoditi yang memiliki tugas pokok melaksanakan pembinaan, pengaturan dan
pengawasan kegiatan perdagangan berjangka serta pasar fisik dan jasa. Adapaun
BAPPEBTI menyediakan konten layanan online sebagai berikut:
Resi Gudang Anda dapat melihat dan mencari resi gudang;
Pasar Lelang, perusahaan/importir/pelaku usaha dapat melihat pasar lelang;
22
Harga Komoditi, perusahaan/importir/pelaku usaha dapat melihat harga-harga komoditi
di seluruh Indonesia mulai level terbawah hingga teratas;
Edukasi, perusahaan/importir/pelaku usaha dapat melihat glossary, brosur/leaflet dan
artikel.
Dalam setiap melakukan pengajuan perijinan online, beberapa hal yang perlu
diperhatikan adalah kemudahan akses ke web, kemudahan mengakses form laporan
realisasi ekspor/impor serta kepastian keamanan data, selain itu kemudahan melakukan
registrasi untuk mendapatkan hak akses INATRADE harena 1 (satu) hak akses ini hanya
diberikan kepada satu perusahaan. Dengan memiliki hak akses INATRADE, para pelaku
usaha tidak perlu lagi memiliki Kode Verifikasi untuk setiap perijinan yang dimiliki
perusahaan. Selain untuk melaporkan realisasi ekspor/impor secara online, hak akses juga
dapat digunakan untuk mengajukan permohonan perijinan impor.
23
3 METODOLOGI
3.1 Kerangka Teori
Penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk
mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena
buatan manusia. Fenomena itu bisa berupa bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan,
hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara fenomena yang satu dengan fenomena lainnya
(Sukmadinata, 2006). Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berusaha
mendeskripsikan dan menginterpretasikan sesuatu, misalnyakondisi atau hubungan yang
ada, pendapat yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek yang
terjadi, atau tentang kecendrungan yang tengah berlangsung.
Penelitian deskriptif pada umumnya dilakukan dengan tujuan utama, yaitu
menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek dan sobjek yang diteliti
secara tepat. Dalam perkembangan akhir-akhir ini, metode penelitian deskriptif juga banyak
di lakukan oleh para penelitian karena dua alasan. Pertama, dari pengamatan empiris
didapat bahwa sebagian besar laporan penelitian di lakukan dalam bentuk deskriptif. Kedua,
metode deskriptif sangat berguna untuk mendapatkan variasi permasalahan yang berkaitan
dengan bidang pendidikan maupun tingkah laku manusia.
Dalam penelitian deskriptif, peneliti tidak melakukan manipulasi variabel dan tidak
menetapkan peristiwa yang akan terjadi, dan biasanya menyangkut peristiwa-peristiwa
yang saat sekarang terjadi. Dengan penelitian deskriptifi, peneliti memungkinkan untuk
24
menjawab pertanyaan penelitian yang berkaitan dengan hubungan variabel atau asosiasi,
dan juga mencari hubungan komparasi antarvariabel.
Langkah-langkah pelaksanaan penelitian deskriptif
Penelitian dengan metode deskriptif mempunyai langkah penting seperti berikut:
Mengidentifikasi adanya permasalahan yang signifikan untuk dipecahkan melalui
metode deskriptif.
Membatasi dan merumuskan permasalahan secara jelas.
Menentukan tujuan dan manfaat penelitian.
Melakukan studi pustaka yang berkaitan dengan permasalahan.
Menentukan kerangka berpikir, dan pertanyaan penelitian dan atau hipotesis penelitian.
Mendesain metode penelitian yang hendak digunakan termasuk dalam hal ini
menentukan populasi, sampel, teknik sampling, menentukan instrumen, mengumpulkan
data, dan menganalisis data.
Mengumpulkan, mengorganisasikan, dan menganalisis data dengan menggunakan
teknik statistika yang relevan.
Membuat laporan penelitian
Furchan (2004:448-465) menjelaskan, beberapa jenis penelitian deskriptif, yaitu; (1)
Studi kasus, yaitu, suatu penyelidikan intensif tentang individu, dan atau unit sosial yang
dilakukan secara mendalam dengan menemukan semua variabel penting tentang
perkembangan individu atau unit sosial yang diteliti. Dalam penelitian ini dimungkinkan
25
ditemukannya hal-hal tak terduga kemudian dapat digunakan untuk membuat hipotesis. (2)
Survei. Studi jenis ini merupakan studi pengumpulan data yang relatif terbatas dari kasus-
kasus yang relatif besar jumlahnya. Tujuannya adalah untuk mengumpulkan informasi
tentang variabel dan bukan tentang individu. Berdasarkan ruang lingkupnya (sensus atau
survai sampel) dan subyeknya (hal nyata atau tidak nyata), sensus dapat dikelompokkan
menjadi beberapa kategori, yaitu: sensus tentang hal-hal yang nyata, sensus tentang hal-hal
yang tidak nyata, survei sampel tentang hal-hal yang nyata, dan survei sampel tentang hal-
hal yang tidak nyata. (3) Studi perkembangan. Studi ini merupakan penelitian yang
dilakukan untuk memperoleh informasi yang dapat dipercaya bagaimana sifat-sifat anak
pada berbagai usia, bagaimana perbedaan mereka dalam tingkatan-tingkatan usia itu, serta
bagaimana mereka tumbuh dan berkembang. Hal ini biasanya dilakukan dengan metode
longitudinal dan metode cross-sectional. (4) Studi tindak lanjut, yakni, studi yang
menyelidiki perkembangan subyek setelah diberi perlakukan atau kondisi tertentu atau
mengalami kondisi tertentu. (5) Analisis dokumenter. Studi ini sering juga disebut analisi
isi yang juga dapat digunakan untuk menyelidiki variabel sosiologis dan psikologis. (6)
Analisis kecenderungan. Yakni, analisis yang dugunakan untuk meramalkan keadaan di
masa yang akan datang dengan memperhatikan kecenderungan-kecenderungan yang terjadi.
(7) Studi korelasi. Yaitu, jenis penelitian deskriptif yang bertujuan menetapkan besarnya
hubungan antar variabel yang diteliti.
26
3.2 Data dan Sumber Data
Data primer diperoleh melalui survey dan focus group discussion (FGD) dengan
pelaku usaha/importir. Survey telah dilakukan dibeberapa daerah yaitu Sulawesi Selatan,
Batam, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Barat, sedangkan FGD dilakukan di Jawa Tengah
dan Jawa Timur. Untuk importir, beberapa aspek yang digali informasinya meliputi:
(i) Pengetahuan dan pemahaman pelaku usaha terkait perijinan impor online melalui
INATRADE
(ii) Kemudahan dalam mengakses sistem INATRADE
(iii) Kejelasan informasi melalui sistem INATRADE
(iv) Persepsi mengenai prosedur layanan perijinan INATRADE
(v) Persepsi responden terhadap keberadaan sistem INATRADE
Selain itu data primer juga diperoleh melalui benchmarking ke beberapa negara yaitu
Taiwan, Korea Selatan dan Thailand untuk membandingkan sistem online yang mendukung
NSW di masing-masing negara dengan diarahkan untuk hal-hal sebagai berikut:
(i) Tujuan dari dikeluarkannya kebijakan perijinan online di masing-masing negara;
(ii) Jenis dan jumlah perijinan yang ditangani secara online dan apakah menyatu dengan
sistem NSW;
(iii) Koordinasi sistem perijinan online antar instansi di masing-masing negara.
Selain data primer, data yang dikumpulkan untuk penelitian ini adalah data sekunder
yang diperoleh dari publikasi di internet, yakni dari website INATRADE.
27
3.3 Metode & Instrumen Survey
Survey lapangan dilakukan kepada pengguna sistem INATRADE. Survey dilakukan
melalui wawancara baik secara langsung dan tidak langsung melalui web INATRADE,
namun secara keseluruhan kuesioner diberikan kepada responden untuk kemudian
dikembalikan kepada tim pengkaji dimana pertanyaan yang digunakan dibuat terstruktur.
Sebelum survey dilaksanakan, kuesioner telah ditelaah dan direview sehingga
diperoleh masukan baik dari kalangan akademisi serta pejabat, ketua, dan anggota tim
pengkaji dari Kementrian Perdagangan yang berkepentingan terhadap kegiatan ini. Survey
awal atau pre-test dilakukan sebelum pelaksanaan survey sesungguhnya, kemudian
diperoleh masukan tentang pertanyaan yang sukar dipahami agar diperbaiki dan
dimodifikasi untuk mempermudah pelaksanaan survey sesungguhnya.
Kuesioner penelitian terdiri dari lima bagian, meliputi (1) pertanyaan saringan; (2)
identitas responden; (3) pemanfaatan internet dalam perusahaan; (4) penggunaan sistem
INATRADE; dan (5) persepsi responden terhadap keberadaan sistem INATRADE.
Disamping itu, ada juga kuesioner tambahan untuk mengetahui sejauhmana pengalaman
responden dalam menggunakan sistem INATRADE berkaitan dengan permohonan
pengajuan ijin.
Penyajian hasil survey menekankan pada analisa deskriptif berdasarkan temuan
dilapangan. Hasil survey disajikan dalam bagian tersendiri yang merupakan output dari
kuesioner yang telah diberikan kepada responden, dalam hal ini adalah responden yang
telah menggunakan sistem INATRADE dalam pengurusan dokumen perijinannya.
28
3.4 Kerangka Pemikiran Penelitian
Dalam rangka mendukung pelaksanaan Indonesia National Single Windows (INSW),
Kementerian Perdagangan berinisiatif membangun sistem perijinan secara online yaitu
INATRADE. Dengan adanya sistem tersebut diharapkan proses perijinan menjadi lebih
sederhana karena diproses melalui layanan elektronik melalui internet (e-licencing) serta
biaya murah sehingga pada akhirnya akan memperlancar arus barang serta dapat
meningkatkan daya saing Indonesia dalam persaingan global. Namun, sejak beroperasinya
sistem perijinan online INATRADE pada 17 Desember 2007 hingga saat ini, ada sebanyak
1.688 pemilik hak akses namun hanya 6,8% yang memanfaatkan hak akses tersebut
melakukan perijinan secara online melalui webservice INATRADE.
Oleh karena itu, kajian ini ingin mengevaluasi bagaimana implementasi dari
pelaksanaan sistem perijinan INATRADE, dengan membandingkan manfaat yang
diperoleh pelaku usaha baik sebelum dan sesudah diterapkannya sistem INATRADE ini,
serta mengetahui permasalahan dan hambatan apa yang dihadapi selama implementasi
system ini dilihat dari sisi pengguna, unit pengelola serta pemilik hak akses. Untuk
mengetahui ini semua dianalisis secara deskriptif berdasarkan hasil survey dan Focus
Group Discussion (FGD). Seperti yang terlihat pada gambar 6 di bawah ini:
29
Gambar 6. Kerangka Pemikiran Penelitian
INATRADE (Perijinan
Impor)
Rendahnya
pemanfaatan hak akses Sebelum
INATRADE
Setelah
INATRADE
Manfaat
Waktu
Transparansi
Akurat
Biaya
Sosialisasi
Manfaat
Waktu
Transparansi
Akurat
Biaya
Sosialisasi
Rekomendasi kebijakan optimalisasi manfaat INATRADE dalam
rangka memperlancar arus barang di Indonesia
Permasalahan dan hambatan implementasi
INATRADE
SDM (pengguna, unit pengelola)
Pemilik hak akses
Indonesia National
Single Window
(INSW)
Survey Langsung, Depth Interview dan FGD
30
4 HAMBATAN DAN PERMASALAHAN INATRADE
4.1. Manfaat Sebelum dan Sesudah Penerapan INATRADE
Sistem INATRADE diterapkan untuk meningkatkan efisiensi pelayanan penyelesaian
dokumen sekaligus berfungsi untuk meningkatkan efektivitas pengawasan ekspor impor.
Sistem ini diharapkan menjadi salah solusi untuk mendukung pelaksanaan INSW dan
meningkatkan daya saing nasional serta meningkatkan fasilitas perdagangan dalam
menghadapi persaingan global.
Bagian ini akan melihat sejauh mana manfaat yang diperoleh responden dari
kelompok sebelum dan sesudah penerapan INATRADE. Responden yang merasakan
manfaat sebelum penerapan INATRADE dilihat dari mereka yang menggunakan sistem
INATRADE untuk pertama kalinya sedangkan responden yang merasakan manfaat setelah
penerapan INATRADE dilihat dari mereka yang telah menggunakan sistem INATRADE
atau dengan kata lain sistem INATRADE bukan pertama kali digunakan oleh responden.
Manfaat yang dirasakan responden terkait penggunaan sistem INATRADE adalah
kemudahan dalam mengakses sistem INATRADE, kemudahan dalam mengecek atau
memonitor ijin, kemudahaan dalam membantu proses kelengkapan dokumen, dan
kemudahan dalam prioritas layanan prosedur perijinan.
Gambar 7 menunjukkan manfaat yang diperoleh responden terhadap kemudahan
dalam mengakses sistem INATRADE terhitung tinggi. Bagi responden yang menggunakan
INATRADE pertama kali, merasakan manfaat kemudahan dalam mengakses INATRADE
31
yang lebih besar (95,15%) dibandingkan responden yang sudah terlebih dahulu
menggunakan (84,78%). Rendahnya penilaian responden yang bukan pertama kali
menggunakan INATRADE terhadap manfaat yang diperoleh harus menjadi perhatian serius
bagi pengelola sistem. Karena jika perhatian yang diberikan kurang optimal maka
pengguna yang baru pertama kali mencoba dan akan menggunakan layanan untuk kedua
kalinya berpotensi untuk memberikan penilaian serupa dengan responden yang bukan
pertama kali menggunakan INATRADE.
Gambar 7. Kemudahaan dalam Mengakses INATRADE
Ya95.16%
Tidak4.84%
SebelumYa
84.78%
Tidak15.22%
Sesudah
Sumber : Data primer diolah
Manfaat yang diperoleh responden dalam mengecek atau memonitor ijin
menunjukkan hal yang sama dengan sebelumnya (Gambar 8). Responden yang baru
menggunakan INATRADE memberikan penilaian yang tinggi (sebesar 93,65%) terhadap
kemudahan dalam mengecek atau memonitor ijin. Meskipun penilaian ini lebih rendah
32
dibandingkan manfaat sebelumnya, terbilang cukup konsisten. Penilaian yang lebih rendah
diberikan bagi mereka yang telah menggunakan INATRADE terkait manfaat kedua.
Gambar 8. Kemudahaan dalam Mengecek atau Memonitor Ijin
Ya93.65%
Tidak6.35%
Sebelum
Ya84.78%
Tidak15.22%
Sesudah
Sumber : Data primer diolah
Berikutnya, manfaat yang diperoleh responden untuk kemudahan dalam melengkapi
dokumen (Gambar 9). Responden yang baru pertama kali menggunakan INATRADE
merasakan manfaat kemudahan dalam proses kelengkapan dokumen (93,55%). Sebaliknya,
responden yang sudah terlebih dahulu menggunakan INATRADE memberikan penilaian
yang lebih kecil untuk manfaat kemudahan dalam proses kelengkapan dokumen yaitu
sebesar 83,33%.
33
Gambar 9. Kemudahaan dalam Membantu Proses Kelengkapan Dokumen
Sumber : Data primer diolah
Gambar 10. Kemudahaan dalam Prioritas Layanan Prosedur Perijinan
Ya86.44%
Tidak13.56%
Sebelum
Ya89.36%
Tidak10.64%
Sesudah
Sumber : Data primer diolah
34
Bentuk manfaat lain adalah kemudahan pemohon untuk menerima prioritas layanan
dalam pengurusan prosedur perijinan. Gambar 10 menunjukkan bahwa responden yang
baru pertama kali menggunakan INATRADE memberikan penilaian yang lebih rendah
(86,44%) dibandingkan dengan responden yang terlebih dahulu menggunakan sistem
tersebut. Penilaian yang rendah dari responden pemula terhadap manfaat prioritas layanan
merupakan yang paling kecil dibandingkan bentuk manfaat lain yang telah diperoleh
sebelumnya. Tentu, ini harus dicarikan jalan keluar karena jika dilihat dari kelompok
responden bukan pemula ternyata memberikan jawaban yang cenderung konsisten terhadap
bentuk manfaat yang telah diperoleh sebelumnya.
Kecenderungan penurunan dari penilaian kelompok responden yang bukan pertama
kali menggunakan sistem INATRADE perlu ditelusuri sebabnya. Jika dilihat lebih jauh,
sistem ini tampaknya belum menjamin kepastian dan ketepatan terhadap prosedur
pengurusan dokumen yang sedang diajukan oleh pemohon sehingga mereka merasa belum
mendapatkan manfaat yang optimal dari sistem INATRADE tersebut.
4.2. Peningkatan Efisiensi Pemanfaatan INATRADE
INATRADE dibangun untuk mengurangi biaya transaksi melalui peningkatan
efisiensi waktu, biaya dan akurasi data dalam proses penanganan perijinan. Sistem
INATRADE diharapkan dapat mendukung pelaksanaan Indonesia National Single Window
(INSW) dan meningkatkan daya saing nasional serta meningkatkan fasilitasi perdagangan
dalam menghadapi persaingan global.
35
Maka, sudah seharusnya jika sistem ini memberikan kejelasan sistem informasi yang
diberikan dalam petunjuk penggunaan INATRADE. Bagian ini akan menyajikan penilaian
responden terkait kejelasan informasi yang berguna untuk meningkatkan efisiensi proses
perijinan melalui prosedur, syarat, biaya, dan waktu. Responden dibagi menjadi dua
kelompok yaitu mereka yang baru pertama kali menggunakan INATRADE dan kelompok
responden yang sudah menggunakan INATRADE terlebih dahulu.
Gambar 11 menunjukkan penilaian responden terhadap kejelasan informasi yang
diterima dalam pengurusan dokumen perijinan dengan INATRADE. Kelompok responden
yang baru pertama kali menggunakan INATRADE, memberikan penilaian sebesar 83,61%.
Penilaian ini lebih tinggi dibandingkan responden yang sudah menggunakan INATRADE
terlebih dahulu yang hanya sebesar 79,59%. Tingginya persentase penilaian dari kelompok
responden yang sudah terlebih dahulu menggunakan INATRADE perlu diperhatikan serius
oleh pengelola sistem INATRADE karena persentase dengan kelompok yang baru pertama
kali ternyata tidak jauh berbeda.
Gambar 11. Kejelasan Informasi INATRADE
Sumber : Data primer diolah
Ya83.61%
Tidak16.39%
SebelumYa
79.59%
Tidak20.41%
Sesudah
36
Gambar 12. Kejelasan Prosedur
Cukup Jelas75.00%
Tidak Jelas12.50%
Kurang Jelas12.50%
Sebelum
Cukup Jelas90.91%
Tidak Jelas9.09%
Kurang Jelas0.00%
Sesudah
Sumber : Data primer diolah
Penilaian responden terkait efektivitas dalam bentuk kejelasan prosedur menunjukkan
bahwa penilaian responden yang sudah menggunakan INATRADE terlebih dahulu
memberikan penilaian yang lebih tinggi dibandingkan pengguna pemula (Gambar 12).
Penilaian yang diberikan sebesar 90,91% untuk kelompok responden pemohon
INATRADE bukan pemula, sedangkan kelompok responden pemula sebesar 75,00%.
Kelompok responden pengguna pemula masih merasa kurang jelas untuk prosedur tersebut.
Ini ditunjukkan dengan masih adanya responden yang memberikan pilihan tersebut yaitu
sebesar 12,5%.
37
Gambar 13. Kejelasan Syarat
Cukup Jelas
87.50%
Tidak Jelas
12.50%
Kurang Jelas0.00%
Sebelum
Cukup Jelas
77.78%
Tidak Jelas
22.22%
Kurang Jelas0.00%
Sesudah
Sumber : Data primer diolah
Gambar 13 menunjukkan penilaian responden terhadap kejelasan syarat yang
diinformasikan dalam sistem INATRADE. Responden yang pertama kali menggunakan
sistem INATRADE menganggap syarat yang diinformasikan sudah cukup jelas, ini terlihat
dari 87,5% responden menjawab pilihan tersebut. Sedangkan responden yang sudah
terlebih dahulu menggunakan sistem INATRADE cenderung memberikan penilaian yang
lebih rendah (77,28%) terkait kejelasan syarat yang diinformasikan melalui sistem
INATRADE.
Responden yang memberikan kejelasan biaya dalam pengurusan prosedur perijinan
melalui sistem INATRADE sangat berbeda diantara kelompok responden yang pertama
kali menggunakan sistem tersebut dibandingkan kelompok yang sudah (gambar 14). Bagi
kelompok responden yang pertama kali menggunakan INATRADE, seluruh responden
38
mengganggap biaya yang dibebankan sudah jelas untuk pengurusan prosedur perijinan.
Disini ada ekspektasi yang tinggi dari pengguna bahwa sistem INATRADE yang
terkomputerisasi dapat memberikan kepastian biaya pengurusan dokumen. Namun ketika
ada penambahan intensitas pengurusan dokumen, penilaian responden cenderung beragam
bahkan terdapat banyak ketidakpastian. Ini ditunjukkan dengan persentasepenilaian
responden yang cukup besar dalam menjawab tidak jelas dan kurang jelas. Masing-masing
sebesar 40% dan 30%. Hanya 30% responden saja yang menjawab cukup jelas terkait
kejelasan biaya pengurusan dokumen dengan INATRADE.
Gambar 14. Kejelasan Biaya
Cukup Jelas100%
Tidak Jelas0%
Kurang Jelas
0%
Sebelum
Cukup Jelas30%
Tidak Jelas40%
Kurang Jelas30%
Sesudah
Sumber : Data primer diolah
Pendapat hampir senada dengan diatas juga terjadi untuk kejelasan waktu dalam
pengurusan prosedur perijinan dengan sistem INATRADE. Responden yang baru pertama
kali mengguankan INATRADE menaruh harapan besar bahwa sistem ini dapat
39
memberikan kejelasan waktu selesainya dokumen perijinan yang mereka ajukan. Mayoritas
bahkan seluruhnya memberikan penilaian cukup jelas terkait ketepatan waktu dokumen
yang berhasil diajukan. Namun bagi kelompok responden yang sudah pernah menggunakan
sistem tersebut, hanya separuh kelompok responden tersebut yang memberikan penilaian
cukup jelas untuk ketepatan waktu. Sisanya, responden memberikan penilaian kurang jelas
dan tidak jelas, masing-masing sebesar 37,5% dan 12,5%. Temuan ini memberikan indikasi
bahwa untuk efisiensi dari implementasi INATRADE perlu ditingkatkan karena dari segi
biaya dan waktu dirasa masih kurang bagi responden (gambar 15).
Gambar 15. Kejelasan Waktu
Sumber : Data primer diolah
Cukup Jelas
100%
Tidak Jelas0%
Kurang Jelas0%
Sebelum
Cukup Jelas50%
Tidak Jelas12%
Kurang Jelas
38%
Sesudah
40
Tabel 1. Kepraktisan INATRADE
Sebelum Sesudah
Tidak Mengisi 23.53 10.77
Ya 76.47 89.23
100.00 100.00
Sumber : Data primer diolah
Peningkatan efisiensi manfaat dalam bentuk kepraktisan yang dirasakan responden
pengguna sistem INTARADE ditunjukkan dalam tabel 1. Bagi responden yang baru
pertama kali menggunakan sistem, mayoritas yang menjawab “ya” sebesar 76,47%.
Sedangkan responden yang telah menggunakan sistem dan menjawab “ya” adalah sebesar
89,23%. Tingginya persentase yang diberikan responden yang sudah menggunakan sistem
dan menjawab “ya” bisa jadi karena responden tersebut sudah merasakan kepraktisan dari
pengurusan dokumen yang bisa dilakukan dari tempat kerja dengan bermodalkan koneksi
internet yang baik.
4.3. Hasil Survey Luar Negeri
Survey ke luar negeri dilakukan untuk membandingkan sistem online yang
mendukung NSW di masing-masing negara dengan diarahkan untuk hal-hal sebagai
berikut:
Tujuan dari dikeluarkannya kebijakan perijinan online di masing-masing negara; Jenis dan
jumlah perijinan yang ditangani secara online dan apakah menyatu dengan sistem NSW;
41
Koordinasi sistem perijinan online antar instansi di masing-masing negara. Ada tiga negara
yang dipilih sebagai tujuan survey kajian ini, yaitu Taiwan, Korea Selatan dan Thailand.
4.3.1. Taiwan
Taiwan telah memulai untuk membangun sistem online sejak 1992. Pada tahun
tersebut paperless/online system digunakan pada customs clearance. Dalam online system
tersebut terdapat 16 lembaga yang terlibat dan lebih dari 90% sertifikat telah dikeluarkan
secara paperless. Namun demikian, berdasarkan informasi yang di peroleh dari pelaku
usaha di Taiwan, pelaku usaha lebih banyak menggunakan jasa custom brokers untuk
mengurus perijinan yang terkait dengan customs clearance.
Taiwan akan meluncurkan National Single Window (NSW) pada tahun 2013. NSW
tersebut mengintegarsikan 3 sistem online yaitu: administrasi perdagangan, administrasi
pelabuhan dan kepabeanan. Tujuan dikeluarkannya kebijakan perijinan online yang ada di
Taiwan adalah mengkombinasikan sistem komputer yang digunakan oleh berbagai lembaga
dan biro dalam 3 area: trade administration, port administration dan customs; mengurangi
waktu yang dibutuhkan untuk aplikasi, dan meningkatkan keamanan dalam wilayah
perbatasan, di luar wilayah perbatasan dan dalam daerah perbatasan. Ada beberapa jenis
perijinan yang ada di Taiwan yaitu: perijinan di bidang ekspor/impor untuk komoditi yang
harus dikontrol ekspor/impornya yang berada di Bureau of Foreign Trade (BOFT) Ministry
of Economic Affairs, sistem jaringan cargo clearance automation yang dilaksanakan sejak
tahun 1990 oleh Trade Van Information Services Co. yang merupakan lembaga yang
didirikan oleh Kementerian Keuangan.
42
Selain Custom Clearance Automation, layanan Trade-Van terdiri dari: Layanan
Monitoring Cargo Secara Real Time (Real Time Cargo Status Tracking and Monitoring
Services), E-Tax Filing dan E-procurement. Layanan Monitoring Cargo Secara Real Time
adalah layanan jasa yang dapat mendeteksi pergerakan kontainer barang dengan alat
tertentu. Saat ini Trade-Van juga menjalin kerjasama dengan Korea melalui Korea Trade
Net (KTNET) yang merupakan Korea Customs Service Provider dalam proyek E-
Certificate of Origin (ECO). Sistem ini diharapkan dapat mempermudah pelaku usaha di
kedua negara.
4.3.2. Korea Selatan
Ada beberapa jenis sistem online yang ada di Korea Selatan, antara lain:
Terkait dengan penerbitan Surat Keterangan Asal (C/O) yang dilakukan oleh Korea
Chamber of Commerce and Industry (KCCI). Penerbitan C/O baik untuk non-
preferential C/O dan preferential C/O secara elektronik melalui sistem WEB/internet
baru direalisasikan pada bulan Oktober 2006 dengan terlebih dahulu diperkenalkan
sistem ASP (Active server Pages) pada tahun 2001 oleh KCCI. Tujuan adanya sistem
ini adalah untuk meningkatkan keamanan dan pemeliharaan sistem keamanan internet,
serta dapat berbagi basis data dengan institusi pemerintah terkait.
Landasan hukum KCCI untuk menerbitkan C/O adalah Foreign Trade Act (Ministry of
Knowledge Economy mendelegasikan pernerbitan C/O kepada KCCI), Special Act for
FTA (KCCI dan Korea Customs Service ditujuk sebagai institusi resmi penerbit C/O
43
untuk FTA Korea-Singapura dan Korea-ASEAN), dan Regulation on Trade Certificate
Issuance (KCCI memiliki peraturan tersendiri dalam penerbitan sertifikat perdagangan).
Selain itu, melalui Korea Customs Service (KCS), Korea Selatan memiliki sistem e-
clearance yang disebut dengan UNI-PASS. Nama tersebut diambil dari keunggulan-
keunggulan yang pada sistem, yaitu ’Unified’ yang berarti mengintegrasikan proses
clearance ekspor/impor, pembayaran bea cukai dan drawbak, dan verifikasi
persyaratan; ’Universal’ yang berarti sistem dapat diaplikasikan universal di seluruh
dunia dan mengacu pada standar internasional; ’Unique’ yang merepresentasikan fitur
unik yang disediakan kepada pengguna untuk mengakses informasi kargo secara real-
time; dan ’Pass’ yang mengekspresikan kecepatan dalam melakukan clearance.
Penggunaan sistem UNI-PASS mampu menghemat anggaran kurang-lebih KRW 3,8
trilliun per tahun, dengan waktu clearance 1,5 jam untuk impor dan 2 menit untuk
ekspor dimana proses clearence dilakukan sepenuhnya menggunakan formulir e-
document. Sistem ini mampu meningkatkan volume perdagangan dari US$ 134,9 miliar
(1990) menjadi US$ 686 miliar (2009). Sementara itu, tenaga kerja yang digunakan
cenderung tetap yaitu sebanyak 4.427 orang pada tahun 1990 dan 4.454 orang pada
tahun 2009. Ke depan, KCS merencanakan untuk mewujudkan real-time customs yang
menyediakan informasi pengambilan keputusan baik untuk internal (bea cukai) maupun
eksternal, serta mendukung terwujudnya global single window dan global logistics
management sistem yang bukan hanya diperuntukkan bagi pertukaran data tetapi juga
informasi visibilitas logistik antar negara.
44
Pemerintah Korea Selatan Korea Strategic Trade Institute (KOSTI) meluncurkan sistem
kontrol ekspor online ‘Yestrade’ pada tahun 2005 yang bertujuan untuk memfasilitasi
kepatuhan industri dan meningkatkan efisiensi administrasi. Sistem ini diterapkan untuk
pengendalian ekspor barang-barang strategis, seperti persenjataan pemusnah masal
(nuklir dan biokimia), alat-alat persenjataan konvensional, serta software dan teknologi
yang dapat digunakan untuk membuat dan mengembangkan persenjataan tersebut.
Pengendalian ekspor dimaksudkan untuk mencegah barang-barang strategik
disebarluaskan ke countries of concern serta kelompok-kelompok teroris.
Fitur utama Yestrade diantaranya single window untuk kontrol ekspor, proses yang
transparan, penerbitan dan verifikasi secara elektronik, perangkat self-classification,
perangkat pencarian, dan modul pelatihan online terkait kontrol ekspor. Namun secara
umum, Yestrade yang dioperasikan oleh KOSTI menyediakan dua layanan utama yang
dilakukan secara online/internet, yaitu layanan klasifikasi dan layanan perizinan.
Layanan klasifikasi diperuntukkan bagi perusahaan yang kesulitan menentukan apakah
barang yang akan diekspor dalam pengaturan atau tidak. Sementara itu, layanan
perizinan utamanya berupa izin ekspor untuk barang atau teknologi yang dianggap
strategis. Apabila eksportir luar negeri membutuhkan surat keterangan/sertifikat
penggunaan akhir barang atau pengguna sebagai persyaratan transaksi, maka pihak
pengimpor dapat mengajukan Korea Import Certificate kepada Pemerintah Korea
melalui Yestrade.
45
Informasi perizinan ekspor barang yang telah diterbitkan kemudian dikirim ke bea cukai,
kemudian informasi clearance atas barang tersebut oleh bea cukai dikirim balik ke
Yestrade. Perbedaan informasi perizinan ekspor dan informasi clearance diperiksa
dalam Yestrade.
4.3.3. Thailand
Terkait dengan perkembangan national single window, masih terkendala karena
sistem perijinan belum seluruhnya secara elektronik. Terkait dengan dukungan NSW
Thailand dalam rangka ASEAN Communty 2015, berdasarkan informasi dari The Custom
Department of Thailand belum banyak diharapkan karena masih adanya perbedaan yang
mendasar diantara negara anggota ASEAN, seperti ketimpangan perekonomian, termasuk
ketidaksamaan kekuatan masing-masing mata uang yang dipertukarkan.
46
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Bagian ini akan memberikan pemaparan hasil survey terhadap evaluasi
implementasi sistem perijinan online INATRADE yang telah dilakukan. Hasil disajikan
dalam dua bagian berdasarkan kuesioner yang diberikan kepada responden.
5.1 Pertanyaan Saringan Sistem Evaluasi INATRADE
Survey yang dilakukan dalam studi evaluasi pelaksanaan INATRADE ini
memperoleh 119 responden perusahaan. Responden perusahaan ini telah mencoba layanan
publik satu pintu melalui sistem INATRADE. Dalam tabel 2, berdasarkan pertanyaan
saringan terkait pengetahuan dan penerapan sistem INATRADE, mayoritas responden
(98,32%) sudah mengetahui sistem INATRADE. Responden yang menggunakan sistem
INATRADE juga cukup banyak yaitu mencapai 94,96%. Responden yang memiliki hak
akses INATRADE juga cukup besar mencapai 93,28%. Responden menggunakan pertama
kali sistem INATRADE sebesar 42,86%, lebih sedikit dibandingkan yang tidak yaitu
sebesar 54,62%.
Tabel 2. Pertanyaan Saringan untuk Sistem INATRADE
Ya Tidak Tidak Mengisi
Sudah mengetahui INATRADE 98.32 1.68 0.00
Pernah menggunakan INATRADE 94.96 3.36 1.68
Hak akses INATRADE 93.28 5.88 0.84
Pertama kali menggunakan INATRADE 42.86 54.62 2.52
Pilihan JawabanKategori
Sumber : Data primer diolah
47
5.2 Profil Demografi Responden
Profil demografi responden yang menjadi narasumber kuesioner sistem INATRADE
disajikan dalam Tabel 3. Hasil survey ini mencakup responden yang berada dibeberapa
kota. Jakarta menempati porsi terbesar yaitu 24,37% kemudian diikuti Medan (10,08%),
Bekasi (8,4%), Tangerang (7,56%), Semarang (5,88%), Bandung (5,04%), dan Bogor
(4,2%). Sedangkan sisanya tersebar dikota lain seperti Banten, Ciamis, Cikarang, Depok,
Gresik, Sidoarjo, Malang, Purwakarta, Samarinda, Serang, Surakarta, dan Tangerang
Selatan. Adapun responden yang tidak mengisi asal daerah juga ada sebesar 15,13%.
Tabel 3. Profil Demografi Responden dengan Sistem INATRADE
Freq. Percent
Bandung 6 5.04
Banten 1 0.84
Bekasi 10 8.40
Bogor 5 4.20
Ciamis 1 0.84
Cikarang 1 0.84
Denpasar 2 1.68
Depok 2 1.68
Gresik 3 2.52
Jakarta 29 24.37
Sidoarjo 1 0.84
Karawang 1 0.84
Kota Malang 2 1.68
Medan 12 10.08
Purwakarta 1 0.84
Samarinda 1 0.84
Semarang 7 5.88
Serang 1 0.84
Surabaya 4 3.36
Surakarta 1 0.84
Tangerang 9 7.56
Tangerang Selatan 1 0.84
Tidak Mengisi 18 15.13
Pria 72 60.50
Wanita 43 36.13
Tidak Mengisi 4 3.36
Daerah
Karakteristik
Jenis Kelamin
Sumber : Data primer diolah
48
Responden berjenis kelamin pria, mayoritas menjadi narasumber survey kali ini yaitu
sebesar 60,50% dan responden wanita sebesar 36,13%. Sedangkan responden yang tidak
mengisi memiliki persentase kecil sebesar 3,36%.
5.3 Pemanfaatan Internet Dalam Perusahaan
Terkait pemanfaatan internet dalam perusahaan (Tabel 4 & Tabel 5). Pertanyaan
pertama terkait ketersediaan fasilitas internet, sebagian besar responden (99,16%)
menjawab bahwa perusahaan memiliki fasilitas internet. Seluruh responden juga merasakan
kemudahan yang didapat dari internet bahkan semua responden juga memperoleh manfaat
dari adanya internet.
Tabel 4. Pemanfaatan Internet
Ya Tidak
Ketersediaan fasilitas Internet 99.16 0.84
Kemudahan internet 100.00 0.00
Perolehan manfaat internet 100.00 0.00
KategoriPilihan Jawaban
Sumber : Data primer diolah
Tabel 5. Alasan Responden Memperoleh Manfaat
Alasan Responden Memperoleh Manfaat Freq. Percentase
1. Mencari informasi bahan baku 78 65.55
2. Memperluas pemasaran 53 44.54
3. Mengamati kompetitor 34 28.57
4. Mengamati informasi nilai tukar 73 61.34
5. Melakukan transaksi perbankan 46 38.66
6. Lainnya 48 40.34
Sumber : Data primer diolah
49
Alasan responden dalam memperoleh manfaat dari internet cukup beragam, mulai
dari kemudahan dalam memperoleh informasi bahan baku, memperluas pemasaran,
mengamati competitor, mengetahui informasi nilai tukar, serta dapat dimanfaatkan untuk
melakukan transaksi perbankan. Persentase responden yang menjawab untuk kemudahan
dalam mencari informasi bahan baku cukup besar yakni sebesar 65,55% kemudian diikuti
dengan mengamati informasi nilai tukar sebesar 61,34%. Adapula responden yang
memperoleh manfaat dapat memperluas pemasarannya melalui internet sebesar 44, 54%
lalu melakukan transaksi perbankan dan mengamati kompetitor yang masing-masing
sebesar 38,66% dan 28,57%.
5.4 Penggunaan Sistem INATRADE
Tabel 6 menunjukkan jawaban responden terkait kemudahan penggunaan
INATRADE. Berdasarkan tabel tersebut, sebagian besar responden (84,04%) menjawab
penggunaan INATRADE mudah. Hal ini menunjukkan bahwa sistem perijinan online
INATRADE cukup user friendly. Responden yang menjawab “tidak” cukup sedikit sekitar
9,24% namun ada juga responden yang tidak mengisi yaitu sebesar 6,72%. Alasan
responden yang menjawab tidak mudah dalam menggunakan sistem ini (Tabel 7), sebagian
besar dikarenakan koneksi internet lambat (45,45%), beberapa responden juga tidak paham
tahapan penggunaan sistem perijinan online INATRADE (36,36%), dan tidak mengetahui
adanya sistem perijinan online INATRADE (18,18%).
50
Tabel 6. Kemudahaan Penggunaan INATRADE
Ya Tidak Tidak Mengisi
Kemudahan penggunaan INATRADE 84.03 9.24 6.72
KategoriPilihan Jawaban (%)
Sumber : Data primer diolah
Tabel 7. Alasan Menjawab Tidak User Friendly
Alasan menjawab tidak Percen.
Koneksi internet lambat 45.45
Tidak paham tahapan penggunaan INATRADE 36.36
Tidak mengetahui sistem INATRADE 18.18
Sumber : Data primer diolah
Sistem perijinan online INATRADE juga memberikan layanan kemudahan dalam
mengecek atau memonitor ijin yang sudah diajukan pemohon (Tabel 8 & Tabel 9). Menurut
pendapat responden, sebagian besar merasakan kemudahan layanan tersebut dengan
presentase yaitu sebesar 84,04%, sedangkan responden yang tidak merasakan kemudahan
layanan tersebut sebesar 10,08%. Adapun responden yang tidak memberikan jawaban
hanya sebesar 5,88%. Bagi responden yang menjawab tidak merasakan kemudahan
pelayanan INATRADE dalam mengecek atau memonitor ijin, alasan terbanyak karena
informasi sulit didapat dari situs INATRADE dan sistem tidak meng-update ijin pemohon
(masing-masing sebesar 25,00%). Kemudian diikuti karena alasan sistem sering error,
sistem sering keliru menampilkan status ijin pemohon, dan konfirmasi via email sering
tidak dibalas oleh petugas (masing-masing sebesar 16,67%).
51
Tabel 8. Kemudahaan Mengecek atau Memonitor Ijin
Ya Tidak Tidak Mengisi
INATRADE memudahkan dalam mengecek 84.03 10.08 5.88
atau memonitor ijin
KategoriPilihan Jawaban
Sumber : Data primer diolah
Tabel 9. Alasan Responden Menjawab Tidak Mudah
Alasan menjawab tidak Percen.
Informasi sulit didapat dari situs INATRADE 25.00
Sering dijumpai sistem yang error 16.67
Sistem tidak mengupdate ijin pemohon 25.00
Sistem sering keliru menampilkan ijin pemohon 16.67
Konfirmasi via email sering tidak dibalas petugas 16.67
Sumber : Data primer diolah
Terkait waktu yang dibutuhkan untuk pengurusan dokumen melalui sistem
INATRADE, sebagian besar responden memberikan penilaian yang baik terhadap
kecepatan pengurusan dokumen melalui sistem INATRADE. Padahal jumlah hari yang
dibutuhkan bisa lebih singkat menjadi 3 hari sesuai dengan Standard Operational
Procedure (SOP) yang telah ditetapkan. Tabel 10, mayoritas responden menjawab lebih
dari 14 hari waktu yang diperlukan untuk mengurus dokumen (46,22%). Beberapa
responden (35,29%) menjawab butuh waktu tiga hari untuk pengurusan dokumen.
Sedangkan bagi responden yang menjawab lebih dari 30 hari waktu pengurusan maupun
responden yang tidak menjawab presentasenya cukup sedikit yaitu masing-masing sebesar
6,72% dan 11,76%.
52
Tabel 10. Jumlah Hari untuk Mengurus Dokumen via INATRADE
Jumlah hari untuk mengurus dokumen via INATRADE Freq. Percen.
1. 3 hari 42 35.29
2. >14 hari 55 46.22
3. >30 hari 8 6.72
4. Tidak mengisi 14 11.76
Sumber : Data primer diolah
Sepanjang tahun 2011 merupakan jawaban mayoritas responden (78,99%) yang
menyatakan bahwa responden terakhir melakukan transaksi melalui sistem INATRADE,
sedangkan sebanyak 15,13% menggunakan terakhir pada tahun 2010. Responden yang
tidak memberikan jawaban juga relatif sedikit hanya sekitar 5,88% (Tabel 11). Ini
menunjukkan ada peningkatan signifikan terkait pengetahuan masyarakat terhadap adanya
sistem pengurusan dokumen dengan menggunakan INATRADE. Masyarakat sudah tahu
jika ada sistem online yang dapat membantu pengurusan dokumen.
Tabel 11. Penggunaan Terakhir Kali via INATRADE
Penggunaan terakhir kali dengan INATRADE Freq. Percen.
1. 2010 18 15.13
2. 2011 94 78.99
3.Tidak mengisi 7 5.88
Sumber : Data primer diolah
53
Pengguna INATRADE merasa dibantu dalam proses kelengkapan dokumen. Tabel 12
menunjukkan hal tersebut dimana sebagian besar responden sudah memanfaatkannya
dalam proses kelengkapan dokumen melalui responden yang menjawab “ya” sebesar
83,19% dibandingkan responden yang menjawab “tidak” sebesar 12,61%. Sistem yang
membantu proses kelengkapan dokumen sangatlah penting karena dapat mempermudah
pengguna mempersiapkan segala kelengkapan yang digunakan untuk mengurus dokumen
tertentu. Bagi mereka yang tidak tinggal di Jakarta, dapat dengan mudah mengakses
dokumen apa saja yang perlu dilengkapi untuk mengurus perijinan tertentu.
Tabel 12. INATRADE Membantu Proses Kelengkapan Dokumen
INATRADE membantu dalam proses kelengkapan dokumen Freq. Percen.
1. Ya 99 83.19
2. Tidak 15 12.61
3. Tidak mengisi 5 4.20
Sumber : Data primer diolah
Meskipun ada responden yang merasa terbantu, adapula yang meraasakan sebaliknya.
Berikut, beberapa alasan yang disampaikan oleh responden yang menjawab bahwa sistem
INATRADE tidak membantu dalam proses kelengkapan dokumen disajikan dalam tabel 13.
Sebagian besar alasan responden adalah disebabkan karena informasi item kelengkapan
dokumen tidak disajikan secara lengkap (40%), sering munculnya item dokumen tambahan
(33,33%), dan adanya perbedaan item dokumen yang muncul disitus dengan yang ada di
petugas lapangan (26,67%). Ketiga alasan ini tentunya akan menjadi masukan penting
karena sering dialami pengguna dilapangan. Ketidakcocokan item kelengkapan dokumen
54
seringkali berpotensi munculnya atau berkurangnya dokumen sehingga dapat menjadi
media bagi petugas lapangan untuk memainkan peran yang dapat merusak tujuan utama
dari keberadaan sistem INATRADE itu sendiri.
Tabel 13. Alasan Responden Menjawab Tidak Membantu Kelengkapan Dokumen
Alasan menjawab tidak Percen.
Informasi item dokumen tidak tersaji lengkap 40.00
Seringkali muncul item dokumen tembahan 33.33
Ada perbedaan item dokumen disitus dengan petugas lapangan 26.67
Sumber : Data primer diolah
Tabel 14. Kepraktisan Sistem INATRADE
Kepraktisan sistem INATRADE Freq. Percen.
1. Ya 99 83.19
2. Tidak 13 10.92
3. Tidak mengisi 7 5.88
Sumber : Data primer diolah
Praktis tidaknya sistem INATRADE juga menjadi penilaian bagi pengguna (Tabel 14).
Sebanyak 83,19% responden menyatakan sistem INATRADE praktis, sedangkan
responden yang mengatakan bahwa sistem tersebut tidak praktis sebanyak 10,92%.
Penilaian ini termasuk baik mengingat sistem INATRADE masih tergolong baru.
Kepraktisan yang dirasakan pengguna tentunya sejalan dengan visi sistem ini diadakan
sebagai media pengurusan dokumen terkomputerisasi yang praktis dan efisien.
Kendala ketidakpraktisan bagi sebagian responden disebabkan karena pada tahapan
pengisian masih berbelit (30,77%), terlalu banyaknya pihak yang terlibat (30,77%), selain
55
itu lokasi pengurusan yang tidak satu atap (23,08%), dan bahasa yang digunakan sulit
dipahami bagi beberapa responden (15,38%). Kedua alasan pertama yang memiliki
persentase hampir separuhnya itu berkaitan dengan personel lapangan yang belum enggan
melepaskan sebagaian kewenangannya dalam mekanisme pengurusan dokumen. Idealnya,
sistem yang sudah terkomputerisasi harus dapat meminimalkan peran dari petugas lapangan.
Tabel 15. Alasan Responden Menjawab Tidak Praktis
Alasan menjawab tidak praktis Percen.
Tahapan pengisian masih berbelit 30.77
Bahasa yang digunakan sulit dipahami 15.38
Lokasi pengurusan tidak satu atap 23.08
Terlalu banyak pihak yang terlibat 30.77
Sumber : Data primer diolah
Berdasarkan tabel 16 di bawah ini, terlihat bahwa sebagian besar responden
menyatakan bahwa sistem perijinan online INATRADE sebenarnya memberikan informasi
yang jelas bagi penggunanya. Tingkat kejelasan informasi yang diberikan sistem
INATRADE diukur dengan empat indikator pengukuran yaitu prosedur, syarat, waktu, dan
biaya.
Tabel 16. Sistem INATRADE Memberikan Informasi yang Jelas
Sistem INATRADE memberikan informasi yang jelas Freq. Percen.
1. Ya 93 78.15
2. Tidak 21 17.65
3. Tidak mengisi 6 5.04
Sumber : Data primer diolah
56
Namun demikian, meskipun bagi mayoritas responden menyatakan bahwa sistem ini
memberikan informasi yang jelas, tetapi keempat komponen indikator pengukuran tingkat
kejelasannya dirasa masih kurang jelas. Dimana persentase kekurang jelasan setiap
komponen yaitu prosedur (88,89%), syarat (66,67%), waktu (61,11%), dan biaya (73,33%).
Sedangkan responden yang menjawab bahwa sistem ini tidak memberikan informasi yang
jelas, persentase ketidak jelasan setiap komponen tersebut yaitu prosedur (11,11%), syarat
(16,67%), waktu (22,22%), dan biaya (6,67%) (tabel 17). Ini menunjukkan bahwa bahasa
yang digunakan sistem INATRADE haruslah mudah dipahami, tidak bermakna ganda, dan
dapat menyesuaiakan dengan tingkat pendidikan pengguna yang beragam. Disinilah
perlunya pendamping dari instansi terkait yang membantu pengguna menggunakan
INATRADE.
Tabel 17. Tingkat Kejelasan Informasi dari Sistem INATRADE
Sistem INATRADE memberikan informasi yang jelas Kurang Jelas Tidak Jelas Sangat Tidak Jelas
Prosedur 88.89 11.11 0.00
Syarat 66.67 16.67 16.67
Waktu 61.11 22.22 16.67
Biaya 73.33 6.67 20.00
Sumber : Data primer diolah
Berdasarkan tabel 18 di bawah ini, terlihat bahwa ada sebanyak 79,83% responden
yang memberikan penilaian bahwa sistem INATRADE memberikan prioritas layanan yang
lebih baik, sedangkan responden yang menyatakan bahwa system INTRADE tidak
memberikan prioritas layanan yang lebih baik hanya sebesar 11,76% (Tabel 18). Beberapa
57
alasan kenapa responden menyatakan bahwa system ini tidak memberikan prioritas yang
lebih baik adalah adanya kekhawatiran terhadap kelengkapan prosedur yang belum
menjamin cepat selesainya dokumen (79,83%), status pengurusan dokumen seringkali
terlambat (23,08%), serta ketepatan validasi dokumen sering berbeda (15,38%) (Tabel 19).
Tabel 18. Sistem INATRADE Memberikan Prioritas Layanan Lebih Baik
INATRADE memberikan prioritas layanan yang lebih baik Freq. Percen.
1. Ya 95 79.83
2. Tidak 14 11.76
3. Tidak mengisi 10 8.4
Sumber : Data primer diolah
Tabel 19. Alasan Responden Menjawab Tidak untuk Prioritas
Alasan menjawab tidak Percen.
Kelengkapan prosedur belum memberikan jaminan 61.54
Status pengurusan dokumen sering terlambat 23.08
Ketepatan validasi seringkali berbeda 15.38
Sumber : Data primer diolah
Jasa perantara yang seringkali muncul dalam layanan publik juga menjadi perhatian
dari evaluasi sistem INATRADE ini. Berdasarkan tabel 20 di bawah ini, mayoritas
responden (68,91%) menyatakan bahwa “tidak ada” terhadap kemungkinan adanya jasa
perantara dalam pengurusan perijinan secara online. Sedangkan sebanyak 25,21%
58
responden menyatakan bahwa kemungkinan jasa perantara itu ada dalam pengurusan
perijinan meskipun sudah ada penerapan sistem INATRADE. Hal ini menjadi indikasi awal
bahwa kedepan perlu dikurangi bahkan dihilangkan kemungkinan jasa perantara tersebut
karena idealnya ketika sistem sudah terkomputerisasi, maka jasa perantara jangan lagi
muncul agar lebih efektif dan efisien.
Tabel 20. Sistem INATRADE Memungkinkan Adanya Jasa Perantara
INATRADE memungkinkan adanya jasa perantara Freq. Percen.
1. Ya 30 25.21
2. Tidak 82 68.91
3. Tidak mengisi 7 5.88
Sumber : Data primer diolah
Berdasarkan tabel 21, Kategori jasa perantara yang seringkali terlibat dalam proses
perijinan sistem INATRADE sebagian besar merupakan petugas langsung (54,17%) baik
yang mengurus proses kelengkapan layanan dokumen maupun proses layanan penerbitan
perijinan. Pekerja tidak langsung juga ada terutama meraka yang bekerja di unit lain
(12,5%) dan pihak luar termasuk didalamnya tukang parkir, satpam, pedagang, penunggu
toilet, dan lain-lain (10,42%). Responden yang mempercayakan pengurusan dokumen via
badan jasa pengurusan juga ada, terhitung relatif besar yaitu mencapai 22,92%. Ini
menunjukkan bahwa responden tidak mau terlalu repot untuk mengurus dokumen.
59
Bagi responden yang menjawab ada kemungkinan jasa perantara, mereka menyatakan
bahwa keberadaan jasa perantara tidak mengganggu (50%). Sedangkan responden yang
menyatakan bahwa keberadaan jasa perantara tersebut sangat mengganggu dan
mengganggu hanya sebesar 18,42% dan 26,32%. Bahkan ada juga responden yang merasa
diuntungkan dengan adanya jasa perantara yaitu sebesar 5,26% (Tabel 22). Jasa perantara
tampaknya masih dibutuhkan bagi sebagian responden. Meskipun ini mengurangi nilai
lebih dari keberadaan sistem komputerisasi yang seharusnya pengguna dapat terlibat
langsung dan tidak mengalami hambatan dari adanya sistem tersebut. Dengan kata lain,
peran jasa perantara harusnya makin berkurang dan tidak perlu ada.
Tabel 21. Jasa Perantara dalam Sistem INATRADE
Jasa perantara yang terlibat dalam sistem INATRADE Freq. Percen.Petugas langsung yang mengurus proses layanan kelengkapan dokumen 12 25.00Petugas langsung yang mengurus proses layanan penerbitan perijinan 14 29.17Pekerja yang tidak terkait langsung karena bekerja di unit lain 6 12.50Individu yang bekerja diluar unit tersebut 0 0.00Orang luar (tukang parkir, satpam, pedagang, penunggu toilet, dll) 5 10.42Badan jasa pengurusan 11 22.92
Sumber : Data primer diolah
Tabel 22. Jasa Perantara Memberikan Gangguan
60
Jasa perantara sistem INATRADE memberikan gangguan Freq. Percen.
Sangat mengganggu 7 18.42
Mengganggu 10 26.32
Tidak menggangu 19 50.00
Menguntungkan 2 5.26
Sumber : Data primer diolah
Namun berdasarkan tingkat kebutuhan jasa perantara diluar sistem INATRADE
seperti yang ada pada tabel 23 di bawah ini, bagi sebagian besar responden jasa perantara
tersebut dianggap tidak terlalu dibutuhkan (62,16%), sisanya menjawab dibutuhkan
(32,43%) dan sangat dibutuhkan (5,42%). Ini menunjukkan bahwa responden sebenarnya
sadar bahwa sistem ini memberikan kemudahan bagi mereka untuk mengurus dokumen
secara mandiri. Kejelasan informasi dari penyedia layananlah yang seharusnya diperkuat
agar kesadaran masyarakat bahwa pengurusan dokumen bisa dilakukan sendiri menjadi
lebih baik.
Tabel 23. Tingkat Kebutuhan Jasa Perantara Diluar Sistem INATRADE
Tingkat kebutuhan jasa perantara diluar sistem INATRADE Freq. Percen.
Tidak terlalu dibutuhkan 23 62.16
Dibutuhkan 12 32.43
Sangat dibutuhkan 2 5.41
Sumber : Data primer diolah
Beberapa responden yang menggunakan jasa perantara juga perlu mengalokasikan
waktu untuk bertemu sehingga kepastian selesainya dokumen bisa dipantau (Tabel 24).
61
Hampir separuh responden menjawab beberapa kali untuk sebagian kecil tahapan,
sedangkan yang melakukan pertemuan hanya sekali pertemuan sebanyak 46,15%. Adapula
responden yang perlu bertemu setiap kali untuk sebagian tahapan proses perijinan dengan
persentase sebesar 3,85%. Ini menunjukkan bahwa responden yang menggunakan jasa
perantara masih belum yakin jika prosedur yang sedang diurus tidak dapat selesai
sebagaimana yang diharapkan atau tepat waktu. Adanya frekuensi pertemuan dengan pihak
perantara cenderung memperbesar ruang gerak pungutan tak resmi yang seharusnya tidak
perlu ada dalam sistem yang terkomputerisasi.
Tabel 24. Frekuensi Pertemuan dengan Pihak Perantara
Frekuensi pertemuan dengan pihak perantara Freq. Percen.
1. Hanya sekali 12 46.15
2. Beberapa kali untuk sebagian kecil tahapan 13 50.00
3. Seringkali untuk sebagian besar tahapan 0 0.00
4. Setiap kali untuk sebagian tahapan 1 3.85
Sumber : Data primer diolah
Keinginan untuk bertemu dari pemohon kepada pihak perantara tentunya mempunyai
latar belakang motivasi yang beragam (Tabel 25). Sebagian besar pertemuan tersebut
karena untuk melengkapi sejumlah persyaratan yang kurang dan mempercepat waktu
pengurusan. Kedua alasan itu memiliki persentase masing-masing sebesar 37,5%. Alasan
berikutnya adalah mengambil dokumen yang sudah jadi (15%), menjalin perkenalan
dengan petugas (7,5%) dan menegoisasikan biaya tambahan untuk kecepatan dokumen
(2,5%). Ini menunjukkan beragamnya motivasi pengguna yang sering muncul dilapangan
62
terhadap jasa perantara. Kelima motivasi tersebut bersifat jamak dan memunculkan potensi
biaya tambahan yang dikenakan kepada pengguna meskipun persentase yang menjawab ini
sangat kecil.
Tabel 25. Motivasi Bertemu dengan Pihak Perantara
Melengkapi sejumlah persyaratan yang kurang 15 37.50
Mempercepat waktu pengurusan 15 37.50
Menegoisasikan biaya tambahan untuk kecepatan dokumen 1 2.50
Menjalin perkenalan dengan petugas 3 7.50
Mengambil dokumen yang sudah jadi 6 15.00
Freq. Percen.Motivasi untuk bertemu pihak perantara dalam mengurus ijin
dengan sistem INATRADE
Sumber : Data primer diolah
Pengurusan dokumen dengan sistem INATRADE juga memberikan peluang
munculnya keluhan dari pengguna (Tabel 26). Berdasarkan hasil survei menyatakan bahwa
mayoritas responden (68,07%) belum pernah mengajukan keluhan kepada petugas.
Sedangkan responden yang sudah pernah mengajukan keluhan kepada petugas hanya
sebesar 26,05%. Tingginya responden yang menjawab belum pernah mengajukan keluhan
kepada petugas perlu diapresiasi bagus artinya sistem ini telah mampu mengakomodir
kepentingan pengguna dalam mengurus perijinan yang lebih mudah. Kedepan, diharapkan
63
muncul persepsi positif dan kesadaran bahwa pengurusan perijinan dengan sistem
INATRADE memberikan manfaat lebih baik dibandingkan sebelumnya.
Tabel 26. Pengajuan Komplain kepada Petugas
Pengajuan komplain ke petugas Freq. Percen.
Pernah 31 26.05
Tidak 81 68.07
Tidak mengisi 7 5.88
Sumber : Data primer diolah
Keluhan yang diajukan pengguna direspon dengan baik oleh petugas (Tabel 27). Ini
terlihat dari mayoritas responden (64,44%) yang memberikan penilaian baik dan sangat
baik sebesar 24,44%. Sisanya responden yang memberikan penilaian tidak baik dan sangat
tidak baik, masing-masing sebesar 6,67% dan 4,44%. Mayoritas responden yang
memberikan penilaian positif terhadap tanggapnya komplain yang diajukan membuktikan
keseriusan lembaga pengelola sistem untuk terus menyempurnakan dan memperbaiki
INATRADE.
Tabel 27. Pengajuan Komplain kepada Petugas (lanjutan)
Respon petugas terhadap pengajuan komplain Freq. Percen.
Sangat baik 11 24.44
Baik 29 64.44
Tidak baik 3 6.67
Sangat tidak baik 2 4.44
Sumber : Data primer diolah
64
Bagi responden yang pernah mengajukan keluhan, petugas melakukan tindak lanjut
(Tabel 28). Sebanyak 44,44% responden merasa keluhannya ditindaklanjuti oleh petugas.
Selain itu, sebanyak 48,89% responden merasakan keluhannya ditanggapi oleh petugas.
Namun, masih ada responden yang mengalami penolakan ketika mengajukan keluhan yaitu
sebesar 6,67%. Prestasi bagus terlihat bahwa tidak ada keluhan yang diabaikan oleh petugas.
Hal ini menjadi prestasi tersendiri bagi petugas lapangan yang telah berupaya melayani
pengguna dengan baik tanpa mengabaikan keluhan yang berpotensi muncul dari
penggunaan INATRADE. Kecenderungan keluhan yang ditanggapi dan ditindaklanjuti
memunculkan anggapan bahwa penyedia jasa layanan serius mengelola sistem tersebut.
Tabel 28. Tindak Lanjut Pengaduan
Tindak lanjut pengaduan sistem INATRADE Freq. Percen.
Ditindaklanjuti 20 44.44
Ditanggapi 22 48.89
Diabaikan 0 0.00
Ditolak 3 6.67
Sumber : Data primer diolah
5.5 Persepsi Pengguna terhadap Sistem INATRADE
Tabel 29, persepsi pengguna terkait sistem INATRADE. Sebagian besar responden
menyatakan terbantu, ini ditunjukkan dengan persentase responden yang menjawab
terbantu sebesar 57,14% dan sangat terbantu sebesar 38,66%. Responden merasa puas
dengan keberadaan sistem INATRADE sebesar 68,07% bahkan yang menyatakan sangat
65
puas juga ada yakni sebesar 22,69%. Mayoritas responden memperoleh manfaat dengan
sistem INATRADE, yang menjawab bermanfaat sebesar 68,91% dan sangat bermanfaat
sebesar 26,89%. Sebesar 76,47% responden menjawab sosialisasi sistem INATRADE
adalah baik dan sangat baik sebesar 9,24%. Ada juga responden yang menjawab tidak baik
sebesar 8,4% dan sangat tidak baik sebesar 2,62%. Bagian ini masih terdapat responden
yang tidak mengisi dengan persentase yang kecil untuk setiap pertanyaan antara 2,52
sampai 3,36%. Respon positif yang diberikan pengguna sistem INATRADE menunjukkan
bahwa mereka merasakan keberadaan sistem INATRADE yang mempermudah dalam
pengurusan dokumen perijinan. Respon positif yang muncul dalam periode survei
memberikan bukti akan peran dan konstribusi sistem INATRADE terhadap arus kegiatan
perdagangan itu sendiri.
Tabel 29. Persepsi Pengguna Sistem INATRADE
Terbantu / Puas Tidak Terbantu/ Tidak Sangat
/ Bermanfaat Puas / Tidak Bermanfaat Tidak
Terbantu dengan sistem INATRADE 38.66 57.14 1.68 0.00 2.52
Puas dengan sistem INATRADE 22.69 68.07 5.04 1.68 2.52
Manfaat dengan sistem INATRADE 26.89 68.91 1.68 0.00 2.52
Sosialisasi sistem INATRADE 9.24 76.47 8.4 2.52 3.36
Pilihan Jawaban
KategoriSangat
Tidak
Mengisi
Sumber : Data primer diolah
5.6 Permohonan Pengajuan Ijin Dokumen dengan Sistem INATRADE
66
Survei ini merupakan tambahan dari sebelumnya dengan desain kuesioner yang
berbeda. Tujuan survei tetap sama hanya ingin melihat lebih jauh pengalaman responden
terkait permohonan pengajuan ijin dokumen secara lebih spesifik. Survei ini memperoleh
63 responden perusahaan yang telah mencoba layanan publik satu pintu melalui sistem
INATRADE.
Tabel 30, terkait permohonan ijin dengan menggunakan sistem INATRADE,
mayoritas responden (sebesar 44,44%) telah mencoba sistem INATRADE sebanyak satu
kali. Responden yang mencoba lebih dari satu kali juga cukup banyak. Responden telah
mencoba 2 hingga 5 kali mencapai 36,51%, sedangkan responden yang telah mencoba lebih
dari lima kali mencapai 6,35%. Ada pula responden yang tidak mengisi dikarenakan belum
pernah mencoba sistem tersebut dengan persentase sebesar 12,7%. Ini menunjukkan bahwa
ketika survei ini dilakukan responden pemula cukup banyak dibandingkan yang bukan
pemula.
Tabel 30. Jumlah Pengajuan Ijin melalui Sistem INATRADE
Pilihan Freq. Percent
1 kali 28 44.44
2 - 5 kali 23 36.51
Lebih dari 5 kali 4 6.35
Tidak Mengisi 8 12.70
Total 63 100.00
Sumber : Data primer diolah
Jenis permohonan ijin dengan sistem INATRADE (Tabel 31). Hasil survey juga
memberikan gambaran bahwa mayoritas responden yang mengajukan jenis ijin dengan
sistem online INATRADE berupa ijin impor barang jadi sebesar 20,63%. Bentuk ijin yang
67
lain adalah NPIK, NPIK elektronik, laporan realisasi impor, ijin impor mobil, dan
perubahan impor mobil memiliki persentasekumulatif sebesar 30,15%. Adapun sisanya
untuk ijin yang lain seperti IP-IT, IP besi baja, IP hewan, IP produk kosmetik, ijin importir
produsen, ijin impor gula putih, importir terdaftar, importir makanan & minuman,
perpanjangan realisasi impor, dan rekomendasi IP. Namun, adapula responden yang tidak
mengisi karena belum pernah menggunakan sistem tersebut yang%tasenya sebesar 12,7%.
Tabel 31. Jenis Permohonan Ijin dengan Sistem INATRADE
68
Jenis Ijin Freq. Percent
IP - IT 1 1.59
IP Besi atau Baja 1 1.59
IT Hewan 1 1.59
IT Produk tertentu kosmetik (NO.06.10.0 1 1.59
Ijin Impor White Sugar 1 1.59
Ijin impor mobil 2 3.17
Ijin importir produsen 1 1.59
Impor Barang Jadi 13 20.63
Importir Terdaftar 1 1.59
Importir Tertentu Makanan dan Minuman 1 1.59
Laporan Realisasi Impor 3 4.76
Monitor Proses Ijin Ekspor 1 1.59
NPIK 8 12.70
NPIK Elektronik 6 9.52
NPIK Elektronika 1 1.59
NPIK TPT 1 1.59
PI 1 1.59
Permohonan IP Gula 1 1.59
Perpanjangan IP Tekstil 1 1.59
Perpanjangan IT 1 1.59
Perpanjangan NPIK 1 1.59
Perpanjangan Realisasi Impor 1 1.59
Perubahan ETK Perusahaan 1 1.59
Perubahan NPIK 2 3.17
Perubahan SRP ke NIK 1 1.59
Realisasi Impor 1 1.59
Rekomendasi IP Gula 1 1.59
Tidak mengisi 8 12.70
Total 63 100.00
Sumber : Data primer diolah
Terkait, pengurusan ijin apa saja yang menggunakan sistem online INATRADE
(Tabel 32). Sebagian besar responden sebanyak 38,1% responden mengurus semua
perijinan melalui sistem online INATRADE. Responden yang menjawab pilihan sebagian
besar dan sebagian kecil saja juga ada, masing-masing sebesar 12,7% dan 9,52%. Bagi
responden yang menjawab perijinan tertentu sebesar 25,4% sedangkan responden yang
tidak mengisi karena belum mencoba sebesar 14,29%. Cukup banyaknya responden yang
69
menjawab semua menunjukkan bahwa beberapa pilihan perijinan yang ditawarkan oleh
INATRADE telah dicoba oleh responden. Indikator ini dapat dianggap baik karena
responden mau mencoba semua pilihan pengurusan ijin yang ada.
Tabel 32. Kategori Pengurusan Ijin dengan Sistem INATRADE
Pilihan Freq. Percent
Semua 24 38.10
Sebagian Besar 8 12.70
Sebagian kecil 6 9.52
Perijinan Tertentu 16 25.40
Tidak Mengisi 9 14.29
Total 63 100.00
P i l i h a n F r e q . P e r c e n t
A 2 4 3 8 . 1 0
B 8 1 2 . 7 0
C 6 9 . 5 2
D 1 6 2 5 . 4 0
T i d a k m e n g i s i 9 1 4 . 2 9
T o t a l 6 3 1 0 0 . 0 0
Sumber : Data primer diolah
Tabel 33. Keterangan Jawaban Pilihan Perijinan Tertentu
Ijin Ekspor 3 18.75
Impor Barang Jadi 3 18.75
Impor Daging Sapi 1 6.25
Importir Terdaftar 1 6.25
Kosmetik 1 6.25
Laporan Realisasi Impor 2 12.5
NPIK 4 25
Perubahan NPIK 1 6.25
Total 16 100
Keterangan Responden Menjawab
Pilihan Perijinan TertentuFreq. Percent
I j in E k s p o r 3 1 8 .7 5
Im p o r B a r a n g J a d i 3 1 8 .7 5
Im p o r D a g in g S a p i 1 6 .2 5
Im p o r t ir T e r d a f t a r 1 6 .2 5
K o s m e t ik 1 6 .2 5
L a p o r a n R e a l is a s i Im p o r 2 1 2 .5
N P IK 2 1 2 .5
N P IK E le k t r o n ik 2 1 2 .5
P e r u b a h a n N P IK 1 6 .2 5
T o t a l 1 6 1 0 0 .0 0
K e t e r a n g a n R e s p o n d e n
M e n ja w a b P i l ih a n DF r e q . P e r c e n t
Sumber : Data primer diolah
Tabel 33, responden yang menjawab kategori perijinan tertentu dengan sistem online
INATRADE mempunyai pilihan sebagai berikut. Kebanyakan responden mengurus ijin
ekspor dan impor barang jadi dengan persentase lebih tinggi dibandingkan lainnya yaitu
70
masing-masing sebesar 18,75%. Persentase hampir merata (sebesar 12,5%) digunakan
untuk laporan realisasi impor, NPIK, dan NPIK elektronik. Sedangkan sisanya digunakan
untuk mengurus impor daging sapi, importir terdaftar, kosmetika, dan perubahan NPIK.
Terkait jumlah hari yang dibutuhkan responden untuk memperoleh ijin dengan
pengurusan via sistem online INATRADE (Tabel 34). Mayoritas responden menjawab 7
hari adalah sebesar 33,33%. Patut diapresiasi juga, ada responden yang mempunyai
pengalaman lebih singkat yang direpresentasikan dengan jawaban 3 hari yaitu sebesar
15,87%. Cukup banyak juga responden yang menjawab pilihan lebih dari 14 hari dengan
persentase sebesar 28,57%. Responden yang menjawab pilihan 30 hari sebesar 9,52%.
Sedangkan responden yang belum pernah mencoba sistem ini sehingga tidak mengisi
sebesar 12,7%. Beragamnya pengalaman responden dalam memperoleh ijin perlu menjadi
pertimbangan pengelola sistem agar tidak memunculkan kesan perbedaan prioritas dalam
mekanisme perolehan ijin yang dilakukan oleh setiap individu.
Tabel 34. Jumlah Hari untuk Memperoleh Ijin
Pilihan Freq. Percent
3 hari 10 15.87
7 hari 21 33.33
> 14 hari 18 28.57
30 hari 6 9.52
Tidak mengisi 8 12.70
Total 63 100.00
Pilihan Freq. Percent
A 10 15.87
B 21 33.33
C 18 28.57
D 6 9.52
Tidak mengisi 8 12.70
Total 63 100.00
Sumber : Data primer diolah
Tabel 35 menunjukkan tingkat kejelasan informasi tentang prosedur, biaya, syarat,
dan waktu yang diberikan dalam petunjuk sistem online INATRADE. Mayoritas responden
71
sebesar 55,56% menjawab jelas, responden yang menjawab kurang jelas sebesar 30,16%.
Jawaban ekstrim dari responden sangat tidak jelas juga ada meskipun persentasenya kecil
yaitu sebesar 3,17%. Bagi responden yang belum mencoba sehingga tidak mengisi
memiliki persentasesebesar 11,11%. Temuan ini mendukung sebelumnya dimana tingkat
kejelasan informasi baik dari segi prosedur, waktu, hingga biaya mencapai persentase
diatasnya. Tentu, yang patut diperbaiki dan dicarikan jalan keluar adalah masih adanya
responden yang merasa kurang jelas dengan informasi yang dimuat dalam sistem
INATRADE. Pemilihan kata yang tepat dan sederhana dengan tampilan visual yang tidak
mencolok dapat menjadi pertimbangan bagi pengelola sistem INATRADE.
Tabel 35. Tingkat Kejelasan Informasi Sistem INATRADE
Pilihan Freq. Percent
Tidak Jelas 0 0.00
Kurang Jelas 19 30.16
Jelas 35 55.56
Sangat Tidak Jelas 2 3.17
Tidak Mengisi 7 11.11
Total 63 100.00
P i l i h a n F r e q . P e r c e n t
A 0 0 . 0 0
B 1 9 3 0 . 1 6
C 3 5 5 5 . 5 6
D 2 3 . 1 7
T i d a k m e n g i s i 7 1 1 . 1 1
T o t a l 6 3 1 0 0 . 0 0
Sumber : Data primer diolah
72
6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Bagian ini akan memberikan kesimpulan dan saran terkait hasil studi yang telah
dilakukan sebelumnya. Berikut hasil temuan dari studi implementasi pelaksanaan
INATRADE.
1. Sistem INATRADE masih memiliki beberapa permasalahan dan hambatan.
Permasalahan tersebut diantaranya pengguna masih merasa sulit memperoleh informasi
dari situs INATRADE dikarenakan informasi item dokumen tidak tersaji lengkap
sehingga memunculkan perbedaan item dokumen disitus dengan petugas lapangan,
sistem seringkali tidak mengupdate status ijin pemohon sehingga status pengurusan
dokumen menjadi terlambat, dan pengguna belum cukup paham tahapan penggunaan
INATRADE dikarenakan bahasa yang digunakan masih sulit dipahami.
Sedangkan hambatan yang muncul berupa koneksi internet yang lambat disinyalir
menyebabkan sistem INATRADE dianggap sering error, tidak semua pelaku usaha
mengetahui serta menggunakan hak akses sistem INATRADE, dan tidak semua daerah
menggunakan pelayanan satu atap dalam implementasi sistem INATRADE.
2. Sistem INATRADE dibuat untuk memberikan manfaat bagi para penggunanya.
Periode sebelum merepresentasikan responden yang baru pertama kali menggunakan
sistem sedangkan periode sesudah merupakan responden yang telah menggunakan
sistem. Manfaat kemudahan dalam mengakses INATRADE untuk periode sebelum
sebesar 95,16% sedangkan sesudah 84,78%. Manfaat kemudahaan dalam mengecek
atau memonitor ijin untuk periode sebelum sebesar 93,65% atau sesudah sebesar
73
84,78%. Manfaat kemudahan dalam membantu proses kelengkapan dokumen untuk
periode sebelum sebesar 93,65% dan sesudah 84,78%. Manfaat kemudahan dalam
memberikan layanan prioritas perijinan untuk periode sebelum sebesar 86,44% dan
sesudah 89,36%.
3. Sosialisasi yang dilakukan pihak pengelola INATRADE telah dilakukan dengan baik.
Persepsi responden yang memberikan penilaian sangat baik dan baik cukup tinggi
masing-masing sebesar 9,24% dan 76,47%. Sistem INATRADE sudah diketahui oleh
sebagian besar responden dan responden yang sudah mengetahui sistem tersebut telah
menggunakannya. Ini ditunjukkan dengan mayoritas responden yang menjawab Ya
untuk keduanya masing-masing sebesar 98,32% dan 94,96%. Mayoritas responden
bukan pengguna pertama dari sistem INATRADE. Responden yang menjawab telah
menggunakan lebih dari sekali mencapai 54,62% sedangkan responden yang baru
pertama kali hanya 42,86%.
4. Mayoritas responden merasakan peningkatan manfaat dan terbantu dengan sistem
INATRADE. Responden yang memberikan penilaian sangat bermanfaat dan
bermanfaat masing-masing sebesar 26,89% dan 68,91%. Responden yang memberikan
penilaian sangat terbantu dan terbantu masing-masing sebesar 38,66% dan 57,14%.
Responden yang merasakan peningkatan manfaat dalam bentuk kepraktisan
pengurusan beragam dokumen perjinan cukup besar. Bagi responden yang baru
pertama kali menggunakan INATRADE dan menjawab Ya sebesar 76,47%.
Sedangkan responden yang telah menggunakan INATRADE dan menjawab Ya sebesar
89,23%. Sistem INATRADE belum memberikan keseragaman waktu yang dibutuhkan
74
oleh pemohon untuk menyelesaikan pengurusan dokumen. Responden memberikan
jawaban selesainya dokumen dalam 3 hari sebesar 35,29%; lebih besar 14 hari sebesar
46,22%; lebih besar 30 hari sebesar 6,72%; dan tidak mengisi sebesar 11,76%.
5. Sistem INATRADE memberikan kemungkinan yang kecil bagi jasa perantara untuk
terlibat dalam pengurusan dokumen . Responden yang menjawab tidak memungkinkan
adanya jasa perantara sebesar 68,91% sedangkan yang masih dan tidak menjawab
masing-masing sebesar 25,21% dan 5,88%.
6. Pengelola sistem INATRADE bisa memperhatikan dan proaktif terhadap komplain
atau pengaduan yang diberikan oleh pengguna. Responden yang memberikan penilaian
sangat baik dan baik terkait respon petugas terhadap pengajuan komplain atau
pengaduan masing-masing sebesar 24,44% dan 64,44%. Responden yang memberikan
penilaian terkait tindak lanjut pengaduan sistem INATRADE untuk kategori
ditindaklanjuti dan ditanggapi masing-masing sebesar 44,44% dan 48,89%.
6.2 Saran
1. Sistem INATRADE perlu mempertimbangkan adanya kegiatan sosialisasi dan
mekanisme pemanduan serta pendampingan terhadap pengguna yang dilakukan secara
massif hingga tingkat daerah atau SKPD teknis.
2. Sistem INATRADE perlu memperbaiki tampilan, pilihan kosakata, dan kinerja karena
masih ada responden yang mengeluhkan sistem sering error, tahapan pengisian masih
berbelit, bahasa yang digunakan sulit dipahami, lokasi pengurusan tidak satu atap, serta
terlalu banyak pihak yang terlibat.
75
3. Sistem INATRADE sebaiknya memberikan kepastian tidak adanya perantara dalam
pengurusan dokumen yang sudah terkomputerisasi. Masih adanya responden yang
memberikan jawaban kemungkinan adanya pihak ketiga yang ikut andil dalam
membantu kelancaran proses pengurusan dokumen harus dihilangkan.
4. Sistem INATRADE perlu memberikan jaminan kepastian dan ketepatan waktu
terhadap prosedur pengurusan dokumen yang sedang diajukan oleh pemohon. Masih
ada responden yang memberikan penilaian tidak seragam terkait jumlah hari yang
dibutuhkan untuk mengurus dokumen via INATRADE.
76
DAFTAR PUSTAKA
ASEAN Secretariat. 2005. Agreement to Establish and Implement the ASEAN Single
Window. Kuala Lumpur, 9 December 2005
ASEAN Secretariat, 2006. 8th
Meeting of the ASW Task Force for the ASEAN Single
Window. Technical Guide of ASEAN Single Window and National Single
Windows Implementation (ASW Technical Guide).
ASEAN Secretariat. 2006. Protocol to Establish and Implement The ASEAN Single
Window.
ASEAN Secretariat. 2008. ASEAN Economic Community Blueprint. January 2008
Ditjen Daglu. 2011. Presentasi Dirjen Perdagangan Luar Negeri dalam Rapat Kerja
Kementerian Perdagangan 2011.
Furchan, A. 2004. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Le, Quang Anh. ASEAN Single Window for Trade Facilitation and ASEAN Integration by
2015. SPECA-ASEAN UNeDOCS Seminar, April 2007
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Pengesahan
Agreement to Establish and Implement the Asean Single Window (Persetujuan
untuk Membangun dan Melaksanakan ASEAN Single Window) beserta Protocol to
Establish and Implement the Asean Single Window (Protokol untuk Membangun
dan Melaksanakan ASEAN Single Window)
77
Term of Refference Single Window (SW) Sistem dalam rangka National Single Window
(NSW) Implementation dan mendukung Joint to ASEAN Single Window (ASW).
Disampaikan pada Penyelenggaraan Workshop Nasional Perumusan dan
Pembahasan SW-Sistem untuk Indonesia. Jakarta, Februari 2007
Sukmadinata, Syaodih Nana. 2006. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Remaja
Rosdakarya
Susila, Wr., Ernawati M. 2007. Penggunaan Analytical Hierarchy Process Untuk
Penyusunan Prioritas Proposal Penelitian. Informatika Pertanian Volume 16 No. 2
UNECE. 2006. A Roadmap towards Paperless Trade. New York and Geneva: United
Nations Economic Commission for Europe.
UNESCAP. 2002. Trade Facilitation Handbook for the Greater Mekong Sub-region. New
York, NY: United Nations Economic and Social Commission for Asia and the
Pacific.
Warta Bea Cukai Tahun XXXVII Edisi 371 Oktober 2005