evaluasi proses program terapi psikososial...
TRANSCRIPT
EVALUASI PROSES PROGRAM TERAPI PSIKOSOSIAL
BAGI KORBAN PENYALAHGUNA NAPZA DI BALAI
REHABILITASI SOSIAL KORBAN PENYALAHGUNA
NAPZA (BRSKPN) GALIH PAKUAN BOGOR
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Maulida Farhani
NIM: 11160541000093
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H/2020
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Maulida Farhani
NIM : 11160541000093
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul EVALUASI PROSES
PROGRAM TERAPI PSIKOSOSIAL BAGI KORBAN PENYALAHGUNA
NAPZA DI BALAI REHABILITASI SOSIAL KORBAN
PENYALAHGUNA NAPZA (BRSKPN) GALIH PAKUAN BOGOR adalah
benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat
dalam penyusunannya. Adapuri kutipan yang ada dalam penyusunan karya ini
telah saya cantumkan sumber kutipannya dalam skripsi. Saya bersedia
melakukan proses yang sernestinya sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku jika ternyata skripsi ini sebagian atau keseluruhan merupakan plagiat
dari karya orang lain.
Demikian pernyataan ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya.
Jakarta, 20 Juni 2020
Maulida Farhani
NIM (11160541000093)
iv
ABSTRAK
Maulida Farhani (11160541000093)
Evaluasi Proses Program Terapi Psikososial Bagi Korban Penyalahguna
NAPZA di Balai Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahguna NAPZA
(BRSKPN) Galih Pakuan Bogor
Penyalahgunaan NAPZA merupakan permasalahan yang cukup serius
dan banyak dialami oleh remaja bahkan sampai orang dewasa. Penyebab
seseorang menggunakan NAPZA dapat dilihat dari dua sudut pandang yaitu
pola pikir dan lingkungan. Upaya penanganan penyalahgunaan NAPZA yaitu
dengan rehabilitasi sosial. Rehabilitasi sosial merupakan suatu proses kegiatan
pemulihan baik fisik, mental maupun sosial, agar mantan pecandu narkotika
dapat kembali menjalankan fungsi sosialnya dalam kehidupan masyarakat.
Lembaga yang memberikan pelayanan rehabilitasi sosial bagi korban
penyalahguna NAPZA salah satunya adalah Balai Rehabilitasi Sosial Korban
Penyalahguna NAPZA (BRSKPN) Galih Pakuan Bogor. Program unggulan
yang dimiliki oleh BRSKPN merupakan program terapi psikososial. Terapi
psikososial merupakan upaya untuk memulihkan kembali kemampuan
adaptasi penyalahguna atau ketergantungan NAPZA ke dalam kehidupan
sehari-hari.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan
pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Teknik pengumpulan
data dengan cara observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Teknik
pemilihan informan pada penelitian ini menggunakan teknik purposive
sampling, yaitu sampel yang diambil berdasarkan kriteria yang telah
ditentukan oleh peneliti. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teori evaluasi proses. Evaluasi proses dilakukan berdasarkan empat kriteria
yaitu standar praktik terbaik (best practice standards), kebijakan lembaga,
tujuan proses (process goals), kepuasan klien.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sarana dan prasarana yang
digunakan untuk pelaksanaan program terapi psikososial sudah sesuai dengan
standar yang telah ditentukan oleh lembaga, namun perlu ditingkatkan. Program
yang diberikan juga sudah tepat sasaran sesuai dengan kebijakan lembaga.
Berdasarkan informasi dari para informan tujuan dari program terapi
psikososial ini sudah tercapai. Sejauh ini para petugas bersikap ramah, perhatian
dan peduli terhadap penerima manfaat, petugas sangat bisa diandalkan petugas
juga cepat tanggap dalam menangani permasalahan yang dialami penerima
manfaat, bukti fisik seperti fasilitas, peralatan yang diberikan dan penampilan
dari para petugas sudah sangat meyakinkan menunjukkan keseriusan dari para
petugas.
Kata Kunci: Evaluasi Proses, Terapi Psikososial, Penyalahgunaan
NAPZA, Rehabilitasi Sosial
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil„alamin. Segala puji dan syukur atas kehadirat Allah
swt. yang telah melimpahkan rezeki dan rahmat-Nya sehingga peneliti dapat
menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan baik dan lancar di tengah wabah
pandemi Corona. Skripsi yang berjudul “EVALUASI PROSES PROGRAM
TERAPI PSIKOSOSIAL BAGI KORBAN PENYALAHGUNA NAPZA DI
BALAI REHABILITASI SOSIAL KORBAN PENYALAHGUNA NAPZA
(BRSKPN) GALIH PAKUAN BOGOR” ini dibuat untuk diajukan sebagai
salah satu syarat memperoleh gelar sarjana sosial (S.Sos) di Program Studi
Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Peneliti menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dan
keterbatasan dalam penelitian ini. Oleh karena itu, peneliti meminta maaf
dengan segala kerendahan hati dan sangat menerima kritik serta saran yang
bersifat membangun. Peneliti menyadari bahwa proses penyelesaian skripsi ini
terdapat banyak pihak yang telah berkontribusi dalam memberikan pelajaran
dan dukungan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini peneliti ingin
mengucapkan terima kasih dan rasa hormat kepada:
1. Bapak Dr. Suparto, S.Ag, M.Ed. selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi. Ibu Dr. Siti Napsiyah, MSW. selaku Wakil Dekan bidang
Akademik, Bapak Dr. Sihabudin Noor, MA. selaku Wakil Dekan bidang
Administrasi Umum, dan Bapak Drs. Cecep Castrawijaya, MA. selaku
Wakil Dekan bidang Kemahasiswaan.
2. Bapak Ahmad Zaky, M.Si. selaku Ketua Program Studi Kesejahteraan
Sosial dan Ibu Nunung Khoriyah, M.Ag. selaku sekretaris Program Studi
Kesejahteraan Sosial, dan seluruh jajaran dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
vi
Jakarta yang telah memberikan pelajaran berharga sebagai bekal di masa
mendatang dari awal perkuliahan hingga selesainya penulisan skripsi ini.
3. Bapak Ismet Firdaus, M.Si. sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah
meluangkan waktunya dan dengan sabar mengarahkan dan membimbing
peneliti untuk dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
4. Para Dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial yang telah memberikan
ilmu dan wawasan yang berguna kepada peneliti selama menjadi
mahasiswa di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.
5. Kepada Para Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi dan
seluruh Civitas Akademika di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Bapak Wahidin selaku Kepala Balai Rehabilitasi Sosial Korban
Penyalahguna NAPZA (BRSKPN) Galih Pakuan Bogor beserta jajarannya
yang telah memberikan izin dan membantu jalannya proses penelitian.
7. Terima Kasih kepada kedua orang tua peneliti, Bapak Muhammad Darwin
dan Ibu Nursaida yang sudah membesarkan dan mendidik peneliti. Yang
senantiasa memberikan segala doa dan dukungan serta kasih sayang kepada
peneliti selama peneliti menimba ilmu.
8. Kepada kakak kandung peneliti Kakak Winda Utami dan adik kandung
peneliti Joy Husni yang selalu memberikan doa dan dukungan kepada
peneliti. Serta keluarga besar yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
9. Kepada teman-teman SMP peneliti, Anisa Syafira, Nur Kamilah, Frasilia
Ambar, Tuti Wahyuni, Septya Marheni, Husna Ayu, Dinda Aulia, Nur
Anisyah, Tya Agustiani, Putri Cahyani, Jihan Luthfiyyah, atas segala
kebaikan, kebersamaan, dan dukungan yang diberikan.
10. Kepada teman-teman SMA peneliti, Rodhotul Jannah, Riska Julia, Melati
Pangestu, Nurul Aulia, Nisa Nabella, Aprilia Putri, Ahmad Syawaldi, atas
segala kebaikan, kebersamaan, kasih sayang dan dukungan yang diberikan
selama ini hingga ke depannya kelak.
vii
11. Kepada teman-teman seperjuangan peneliti, Muhammad Assidiq Al-
Khopidh, Tias Dewi Septiani, Shifa Mutia, Rahmawati, Ghina Nadhifah,
Dea Defrilia, Tari Juniar, dan Luciana Dewita atas segala kebaikan,
kebersamaan, dan dukungan yang diberikan selama perkuliahan hingga ke
depannya kelak.
12. Teman-teman Kesejahteraan Sosial angkatan 2016 atas kerjasama dan
kontribusinya selama perkuliahan.
13. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung jalannya perkuliahan
hingga selesainya skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Demikianlah, ucapan terima kasih peneliti. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat.
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA… .................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ iii
ABSTRAK....................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ..................................................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................................................. viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xi
DAFTAR BAGAN ........................................................................................ xii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1
B. Batasan Masalah ..................................................................................... 8
C. Rumusan Masalah .................................................................................. 8
D. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ............................................. 8
E. Tinjauan Kepustakaan ............................................................................ 9
F. Metodologi Penelitian .......................................................................... 11
G. Sistematika Penelitian .......................................................................... 18
BAB II KAJIAN PUSTAKA ........................................................................ 20
A. Landasan Teori ..................................................................................... 20
1. Evaluasi Program ................................................................................ 20
2. Terapi Psikososial ............................................................................... 29
3. Rehabilitasi Sosial .............................................................................. 33
4. Penyalahguna NAPZA ....................................................................... 36
ix
B. Kerangka Berpikir ................................................................................ 38
BAB III GAMBARAN UMUM LATAR PENELITIAN ........................... 40
A. Profil Lembaga ....................................................................................... 40
B. Visi, Misi dan Sasaran Pelayanan ........................................................... 42
C. Jenis Pelayanan Program Terapi ............................................................. 43
D. Struktur Organisasi ................................................................................. 44
E. Alur Pelayanan Proses Rehabilitasi Sosial .............................................. 46
BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN......................................... 47
1. Standar Praktik Terbaik (Best Standar Practice) .................................... 47
2. Kebijakan Lembaga ................................................................................. 65
3. Tujuan Proses .......................................................................................... 73
4. Kepuasan Klien ....................................................................................... 76
BAB V PEMBAHASAN ............................................................................... 90
A. Evaluasi Proses Program Terapi Psikososial .......................................... 92
1. Standar Praktik Terbaik (Best Practice Standards) ................................. 93
2. Kebijakan Lembaga ................................................................................. 97
3. Tujuan Proses .......................................................................................... 99
4. Kepuasan Klien ..................................................................................... 100
BAB VI PENUTUP ..................................................................................... 107
A. Kesimpulan ....................................................................................... 107
B. Saran .................................................................................................... 109
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 111
LAMPIRAN ................................................................................................. 113
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Rancangan Informan Peneliti ........................................................... 15
Tabel 3.2 Rincian Pelayanan Program Terapi................................................... 42
Tabel 4.3 Rencana Kegiatan Terapi Psikososial ............................................... 62
Tabel 4.4 Evaluasi Proses Program Terapi Psikososial… ................................84
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Gedung BRSKPN Galih Pakuan Bogor… .................................. 41
Gambar 4.2 Gedung Entry-House .................................................................. 49
Gambar 4.3 Ruangan Entry-House ................................................................ 50
Gambar 4.4 Gedung Dormitory 1… .............................................................. 52
Gambar 4.5 Ruangan Dormitory 1 ................................................................. 53
Gambar 4.6 Gedung Dormitory 2… ............................................................... 55
Gambar 4.7 Ruangan Dormitory 2 ................................................................. 55
Gambar 4.8 Ruangan House Of Growth ......................................................... 57
Gambar 4.9 Gedung Re-Entry ........................................................................ 59
Gambar 4.10 Ruangan Re-Entry .................................................................... 59
xii
DAFTAR BAGAN
Bagan 3.1 Struktur Organisasi ....................................................................... 45
Bagan 3.2 Alur Pelayanan Proses Rehabilitasi Sosial… ................................46
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya atau yang biasa
disebut dengan NAPZA saat ini sudah bukan hal yang tabu bagi
masyarakat. NAPZA pada awalnya digunakan untuk keperluan dan
kepentingan pengobatan di dalam dunia medis. Narkotika merupakan
zat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman yang dapat
menurunkan dan merubah kesadaran, menghilangkan rasa, mengurangi
bahkan menghilangkan rasa nyeri dan akan menimbulkan
ketergantungan. Psikotropika merupakan zat atau obat yang dapat
mempengaruhi susunan syaraf pusat sehingga menyebabkan perubahan
perilaku dan mental. Sedangkan zat adiktif adalah obat yang dapat
menimbulkan ketergantungan ingin menggunakan secara terus menerus
sulit dihentikan (Suradi 2016, 9). Menurut Undang-Undang Nomor 9
Tahun 1976 narkotika adalah bahan-bahan alamiah yang dapat
dijadikan pengganti morfin atau kokain yang ditetapkan oleh Menteri
Kesehatan apabila bahan-bahan tersebut disalahgunakan dapat
menimbulkan ketergantungan yang merugikan (Hamzah 1994, 83).
Saat ini NAPZA menjadi suatu permasalahan yang cukup serius.
munculnya permasalahan NAPZA akibat adanya penyalahgunaan dari
NAPZA itu sendiri. NAPZA digunakan dan dikonsumsi secara
berlebihan sehingga menimbulkan ketergantungan, kecanduan dan
halusinasi yang tinggi dapat mempengaruhi pusat susunan syaraf dan
menimbulkan perasaan yang dapat berubah-ubah dengan cepat seperti
merasakan gembira kemudian berubah menjadi sedih secara tiba-tiba.
Tentunya dampak dari penyalahgunaan NAPZA dapat merugikan diri
sendiri dan orang lain. Saat ini juga banyak perdagangan ilegal yang
2
menjual obat-obatan terlarang dan tersebar luas di masyarakat bahkan
tanpa dicari banyak yang menawarkan.
Berdasarkan data prevalensi Badan Narkotika Nasional (BNN)
tahun 2019, jumlah pengguna narkoba di Indonesia menyentuh angka
4 juta orang dan mengalami peningkatan hingga dua kali lipat
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Saat ini penyalahguna
NAPZA tidak lagi memandang umur. Peningkatan penyalahgunaan
narkotika di kalangan remaja sekitar 24 hingga 28 persen, bahkan anak
yang berusia antara 14 sampai 18 tahun pun rentan menjadi korban
narkoba (Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia, 2019).
World Drugs Reports 2018 yang diterbitkan United Nations Office
on Drugs and Crime (UNODC), menyatakan 275 juta penduduk di
dunia atau 5,6% dari penduduk dunia, usia 15 sampai 64 tahun pernah
mengonsumsi narkoba. Di Indonesia, BNN selaku focal point di bidang
Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap
Narkoba (P4GN) angka penyalahgunaan narkoba tahun 2017 sebanyak
3.376.115 orang pada rentang usia 10 sampai 59 tahun. Sedangkan
angka penyalahgunaan narkoba di kalangan pelajar tahun 2018
mencapai angka 2,29 juta orang. Salah satu kelompok masyarakat
yang rawan terpapar penyalahgunaan narkoba adalah mereka yang
berada pada rentang usia 15 sampai 35 tahun atau generasi milenial
(Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia, 2019).
Di dalam Al-Qur’an menjelaskan bahwa Allah swt
memerintahkan Nabi untuk mengingatkan umat manusia agar tidak
mengonsumsi segala hal yang dapat memabukkan. Sebagaimana telah
diingatkan pada Surat Al-Baqarah ayat 219 yang berbunyi:
3
م ل فيهما إث
يسر ق
مر وال
خ
ك عن ال
ىه
لمهما يسأ
اس وإث
افع للن
بير ومن
ك
م ك
ه ل
الل
ن لك يبي
ذ
ى ك
عف
ل ال
ق
ىن
فق
ا ين
ك ماذ
ىه
لعهما ويسأ
ف
بر من ه
ك
أ
آ
رونالك
ف
تم ت
ك
عل
٢١٩يات ل :
Artinya:“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi.
Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa
manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari
manfaatnya.” Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka
nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih dari keperluan.” Demikianlah
Allah menerangkan ayat-ayatNya kepadamu supaya kamu berfikir.”
Dalam Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 219 ini memang tidak
dijelaskannya larangan NAPZA secara langsung akan tetapi
menjelaskan tentang perintah Allah swt yang melarang umat manusia
melakukan judi dan meminum-minuman keras seperti khamar karena
apabila mengonsumsi khamar akan membuat mabuk dan menjadi
lemah. Manusia yang berjudi dan mengonsumsi khamar akan
merasakan kepuasan terhadap dirinya dan kenikmatan bagi dirinya,
akan tetapi kepuasan dan kenikmatan tersebut tidaklah abadi dan akan
binasa, dan manusia itu mendapatkan dosa yang sangat besar, sama
halnya dengan mengonsumsi NAPZA yang dapat merusak fungsi otak
dan tubuh pengguna NAPZA, maka dari itu NAPZA sangat dilarang
untuk dikonsumsi karena dapat membahayakan diri sendiri.
Di Indonesia memiliki kebijakan pengaturan tentang narkotika
yaitu UU Nomor 22 Tahun 1997 dan UU Nomor 35 Tahun 2009.
Merujuk pada UU Nomor 22 Tahun 1997 dalam Pasal 45 dan Pasal 47
menjelaskan bahwa pecandu narkotika wajib menjalani pengobatan
atau perawatan dan hakim yang memutuskan pecandu untuk menjalani
pengobatan dan perawatan. Kebijakan Pemerintah dalam UU
4
Nomor 35 Tahun 2009 yang membahas tentang kebijakan
pengobatan dan rehabilitasi dengan mengatur ketentuan tentang
pembinaan dan pengawasan narkotika, pengaturan penyidik,
kebijakan kriminal dalam sistem peradilan pidana, kebijakan pidana
dan pemidanaan berdasarkan penggolongan narkotika. Kebijakan
dalam pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika
dengan menggunakan strategi pengobatan dan rehabilitasi (Siswanto
2012, 12-29).
Hal ini mengandung pemikiran bahwa korban penyalahgunaan
narkotika, tidak hanya sekedar dianggap sebagai pelaku tindak pidana,
akan tetapi juga dianggap sebagai korban kejahatan yang memerlukan
penyembuhan dan rehabilitasi. Dalam UU RI No. 35 Tahun 2009,
rehabilitasi sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara
terpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar mantan pecandu
narkotika dapat kembali menjalankan fungsi sosialnya dalam
kehidupan masyarakat (Rosdi 2018, 23).
Rehabilitasi sosial terhadap korban penyalahgunaan NAPZA
merupakan suatu upaya yang bertujuan untuk mengintegrasikan
seseorang yang mengalami masalah sosial dengan memberikan
pelayanan sosial yang bertujuan untuk mengembalikan fungsi
sosialnya, agar dapat kembali ke dalam kehidupan masyarakat dengan
adanya upaya penyesuaian diri terhadap keluarga maupun masyarakat
luar, menggali dan mengembangkan potensi-potensi yang ada di dalam
dirinya, serta memberikan pembelajaran dan pengetahuan tentang
NAPZA. Pembelajaran yang mereka dapat pada saat mereka menjalani
rehabilitasi sosial dapat menjadi bekal mereka untuk sebuah harapan
hidup mereka. Di Indonesia memiliki lembaga rehabilitasi sosial
khusus bagi korban penyalahgunaan NAPZA yaitu Balai Rehabilitasi
Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA (BRSKPN) Galih Pakuan.
5
Balai Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA
(BRSKPN) Galih Pakuan Bogor adalah UPT (Unit Pelaksana Teknis)
yang berada di bawah naungan Kementrian Sosial Republik Indonesia
(Kemensos RI) sebagai pusat rehabilitasi untuk korban
penyalahgunaan NAPZA. Pada tahun 2018 BRSKPN ini mendapatkan
penghargaan ISO (International Organization for Standarization)
9001:2015. BRSKPN Galih Pakuan Bogor ini dapat menjalankan multi
fungsi sebagai koordinator program regional, pusat penjangkauan
penerima manfaat lintas wilayah dan nasional, lembaga percontohan
rehabilitasi sosial terhadap korban penyalahgunaan NAPZA, pusat
penguatan kelembagaan dan pengembangan model pelayanan.
BRSKPN Galih Pakuan memiliki tugas pokok yang berpedoman pada
Permensos Nomor 106 Tahun 2009, yaitu membimbing, melayani
dalam rehabilitasi sosial yang bersifat kuratif, rehabilitatif, promotif,
dalam bentuk bimbingan pengetahuan dasar, pendidikan fisik, mental,
sosial, bimbingan keterampilan, resosialisasi serta bimbingan lanjut
bagi eks korban narkotika dan pengguna psikotropika sindroma
ketergantungan agar mampu mandiri dan berperan aktif dalam
kehidupan masyarakat, serta pengkajian dan penyiapan standar
pelayanan dan rujukan (Rosdi 2018, 32-35).
Balai Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahguna NAPZA
(BRSKPN) Galih Pakuan Bogor memiliki program-program
rehabilitasi berstandar internasional, salah satu program unggulan
BRSKPN yaitu terapi psikososial. Terapi psikososial merupakan terapi
kelompok yang dilakukan bersama dengan konselor dan pekerja sosial.
Kegiatan-kegiatan dalam terapi psikososial seperti morning meeting,
PAGE group, discussion group, encounter group, seminar. Kegiatan
ini dilakukan setiap hari berdasarkan waktu yang telah ditentukan.
Tujuan dari terapi psikososial ini untuk menstimulasi peran-peran
6
sosial di tengah masyarakat dan penerima manfaat mempraktikannya
secara langsung dengan berinteraksi, sharing, membiasakan dan
melatih penerima manfaat memegang banyak peran yang akan
dihadapi di tengah masyarakat.
Melihat data korban penyalahgunaan NAPZA yang semakin
meningkat setiap tahunnya, peneliti menganggap bahwa permasalahan
NAPZA sangat penting untuk dibahas dan adanya program terapi
psikososial ini peneliti juga tertarik untuk membahasnya. Oleh karena
itu peneliti berkeinginan untuk menggali lebih dalam dengan
melakukan evaluasi proses program terapi psikososial. Evaluasi
program merupakan kegiatan untuk melihat, menilai dan mengukur
apakah program tersebut telah dilaksanakan dan berjalan sesuai dengan
rencana dan mencapai tujuan.
Selain itu dengan melakukan evaluasi proses program dapat
melihat kekurangan yang ada di dalam program, dan mengidentifikasi
capaian target sasaran sesuai dengan rencana. Evaluasi proses
merupakan evaluasi formatif yang berfungsi mengukur kinerja
program untuk mengontrol pelaksanaan program. Menurut Michael
Scriven (1967) dalam (Wirawan 2011, 86) evaluasi formatif
merupakan loop balikan dalam memperbaiki produk. The Program
Evaluation standards (1994) mendefinisikan evaluasi formatif sebagai
evaluasi yang didesain dan dipakai untuk memperbaiki suatu objek,
terutama ketika objek tersebut sedang dikembangkan.
Adapun menurut data riset hasil penelitian mengenai Evaluasi
Program Therapeutic Community Terhadap Residen Korban
Penyalahgunaan NAPZA di Panti Sosial Pamardi Putra “Galih
Pakuan” Putat Nutug Bogor program yang dilakukan sudah tepat
sasaran, jadwal kegiatan terapi dan tahap pelaksanaan terapi,
pelaksanaan metode therapeutic community dilaksanakan sesuai
7
jadwal. Pada evaluasi hasil terlihat adanya perubahan perilaku residen
kearah yang lebih positif. Sedangkan menurut hasil data riset mengenai
“Terapi Holistik terhadap Pecandu Narkoba” sistem terapi holistik
menggunakan sistem pengelompokkan pengobatan medis dan non
medis. Pengobatan medis dilakukan pada tahap detoxifikasi atau
pemutusan dan penstabilan zat adiktif di Entry-Unit. Untuk
pengobatan non medis dilakukan pada tahap primary dan re-entry.
Metode terapi yang digunakan yaitu therapeutic community.
Sedangkan menurut hasil penelitian dalam pembahasan Therapeutic
Community (TC) pada Residen Penyalah Guna Narkoba di Panti
Sosial Marsudiputra Dharmapala Inderalaya Sumatera Selatan
menyebutkan terjadinya perubahan tingkah laku, perkembangan
emosi, perkembangan intelektual, spiritual dan keterampilan kerja
setelah melakukan Therapeutic Community dengan menggunakan
beberapa layanan konseling seperti bimbingan kelompok, konseling
individual dan konseling kelompok dalam melatih mengontrol
stabilitas emosi, meningkatkan rasa persaudaraan, melatih kreativitas,
menghilangkan rasa stress belajar memahami permasalahan,
mengeskpresikan rasa ketidakpuasan, mencari penyelesaian suatu
masalah.
Dari permasalahan dan hal-hal yang telah dipaparkan, maka
peneliti tertarik untuk mencari tahu bagaimana proses pemberian
layanan program terapi psikososial bagi korban penyalahgunaan
NAPZA. Maka peneliti memberikan judul tentang “Evaluasi Proses
Program Terapi Psikososial Bagi Korban Penyalahguna Napza di
Balai Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahguna NAPZA (BRSKPN)
Galih Pakuan Bogor”. Dari hasil evaluasi ini diharapkan mampu
memberikan masukan kepada pihak lembaga dalam meningkatkan
kualitas program terapi psikososial.
8
B. Batasan Masalah
Peneliti membatasi masalah yang akan diteliti agar penelitian
dapat dikaji lebih dalam dan juga sebagai ruang lingkup dari penelitian.
Fokus penelitian ini dibatasi dengan evaluasi proses program terapi
psikososial bagi korban penyalahguna NAPZA di Balai Rehabilitasi
Sosial Korban Penyalahguna NAPZA (BRSKPN) Galih Pakuan
Bogor.
C. Rumusan Masalah
Dari batasan masalah di atas dapat dilihat permasalahan yang dapat
dikaji dan dibahas dalam penelitian ini. Maka peneliti merumuskan
masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana evaluasi proses program
terapi psikososial bagi korban penyalahguna NAPZA di Balai
Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahguna NAPZA (BRSKPN) Galih
Pakuan Bogor?
D. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan tersebut maka
tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan atau
mendeskripsikan evaluasi terhadap pelaksanaan program terapi
psikososial bagi korban penyalahguna NAPZA di Balai Rehabilitasi
Sosial Korban Penyalahguna NAPZA (BRSKPN) Galih Pakuan
Bogor.
2. Manfaat Penelitian
a. Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu manfaat
untuk mengembangkan konsep-konsep dalam ilmu
kesejahteraan sosial.
b. Secara Praktis
1. Bagi Pihak Lembaga
9
Sebagai sarana evaluasi untuk program terapi
psikososial sehingga mampu mengidentifikasipelaksanaan
program dan memperbaiki serta mengembangkan
program.
2. Bagi Peneliti.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
pengalaman dan pembelajaran bagi peneliti.
3. Bagi Masyarakat Umum
Diharapkan penelitian ini menjadi sumber informasi
dan pengetahuan bagi masyarakat luas bahwa di Balai
Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA
(BRSKPN) Galih Pakuan Bogor memiliki program terapi
psikososial dalam upaya membantu rehabilitasi korban
penyalahgunaan NAPZA.
E. Tinjauan Kepustakaan
Peneliti melakukan tinjauan pustaka di Perpustakaan Utama UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Peneliti menemukan beberapa penelitian
yang mengangkat permasalahan yang hampir mirip dengan judul yang
akan peneliti teliti. Penelitian-penelitian terdahulu tersebut dijadikan
bahan referensi oleh peneliti diantaranya:
1. Skripsi Yeni Nur Asisah (2017) yang berjudul “Evaluasi
Program Therapeutic Community Terhadap Residen Korban
Penyalahgunaan NAPZA di Panti Sosial Pamardi Putra
“Galih Pakuan” Putat Nutug Bogor.” Penelitian ini berfokus
pada evaluasi program therapeutic community, bagaimana
tingkat keberhasilan penerapan metode therapeutic community.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan
peneliti yaitu sama-sama menggunakan metode penelitian
10
pendekatan kualitatif jenis deskriptif, teknik pengambilan
subjek dengan purposive sampling, pengumpulan informasi
menggunakan teknik wawancara, observasi, dan studi
dokumentasi. Perbedaannya yaitu penelitian ini melakukan tiga
macam evaluasi yaitu input, proses, dan hasil sedangkan
Peneliti hanya fokus melakukan evaluasi proses saja.
2. Jurnal Mulkiyan dan Ach.Farid (2017) UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta dengan judul “Terapi Holistik terhadap Pecandu
Narkoba”. Persamaan dalam penelitian ini sama-sama
menggunakan metode kualitatif berjenis deskriptif, yaitu
mendeskripsikan tentang bagaimana proses terapi psikososial
bagi korban penyalahguna NAPZA. Perbedaannya terletak
pada lokasi dan waktu penelitian. Fokus dalam penelitian
Mulkiyan dan Ach Farid yaitu pada terapi holistik yang
meliputi aspek biologi, psikologi, sosial, dan spiritual dengan
menggunakan teori yang terdiri dari empat aspek seperti
organobiologik, psikofarmakologi, psikologik, sosiologik dan
spritual. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti
hanya fokus kepada aspek psikososial saja. Peneliti berfokus
pada evaluasi proses terhadap aspek-aspek yang sudah
ditentukan, dimana aspek tersebut memiliki indikator penelitian
yang juga berfokus pada teori terapi psikososial yang sudah
dilakukan.
3. Jurnal Syarifuddin Gani (2013) dengan judul “Therapeutic
Community (TC) pada Residen Penyalah Guna Narkoba di
Panti Sosial Marsudiputra Dharmapala Inderalaya Sumatera
Selatan”. Di dalam penelitian ini mengatakan bahwa metode
therapeutic community menggunakan pendekatan psikososial.
Persamaan dalam penelitian ini yaitu sama-sama melakukan
11
penelitian dengan mengevaluasi program terapi kelompok
dengan pendekatan psikososial bagi korban penyalahguna
NAPZA dan menggunakan metode penelitian kualitatif.
Sedangkan ada beberapa perbedaan yang terletak pada
indikator evaluasi, latar tempat, waktu penelitian, aspek dan
hasil evaluasi proses program.
F. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif
dengan desain penelitian deskriptif analisis. Pendekatan
kualitatif bertujuan untuk mendeskripsikan atau
menggambarkan secara sistematis, faktual dan akurat
mengenai faktor-faktor, sifat, serta hubungan antara fenomena
yang diteliti. Dalam penelitian ini bertujuan untuk
mengevaluasi proses program terapi psikososial untuk melihat
bagaimana program tersebut berjalan dari mulai proses hingga
hasil.
2. Lokasi dan Waktu Penelitian
a. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Balai Rehabilitasi Sosial
Korban Penyalahgunaan NAPZA (BRSKPN) Galih
Pakuan Bogor, Jalan H. Miing No.16, Karihkil,
Kecamatan Ciseeng, Bogor, Jawa Barat 16120. Adapun
alasan pemilihan lokasi ini yaitu:
a) Balai Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan
NAPZA (BRSKPN) Galih Pakuan Bogor
merupakan tempat rehabilitasi sosial bagi para
pecandu NAPZA yang berada dibawah naungan
12
Kementerian Sosial RI.
b) Balai Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan
NAPZA (BRSKPN) Galih Pakuan Bogor ini sudah
menggunakan metode pelayanan program terapi,
salah satu terapi yang paling unggul yaitu terapi
psikososial.
b. Waktu Penelitian
Waktu penelitian terhitung bulan Januari 2020
dilakukan sampai dengan Maret tahun 2020. Peneliti
melakukan riset berupa observasi, wawancara, dan studi
dokumentasi selama kurang lebih 2 bulan.
3. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah petugas lembaga dan
penerima manfaat korban penyalahgunaan NAPZA yang
mengikuti program terapi psikososial di Balai Rehabilitasi Sosial
Korban Penyalahgunaan NAPZA (BRSKPN) Galih Pakuan
Bogor. Sedangkan objek penelitian ini adalah program terapi
psikososial.
4. Sumber Data
Penelitian ini dilakukan dengan cara mempelajari dan
program menganalisa data-data penelitian yang dikelompokkan
menjadi dua bagian, yaitu:
a. Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari hasil
observasi dan wawancara. Peneliti bersama dengan beberapa
informan yang terlibat dalam program terapi psikososial di
Balai Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Napza
(BRSKPN) “Galih Pakuan” Bogor.
13
b. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh langsung dari
sumber-sumber laporan yang berhubungan langsung dengan
judul penelitian ini, seperti dokumen, laporan hasil dari program-
program yang sudah dilakukan lembaga.
5. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data di dalam suatu penelitian menggunakan
beberapa teknik. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu:
a. Observasi
Observasi menurut Young (1996) merupakan suatu
metode penelitian yang dilaksanakan secara sistematis dan
sengaja, dengan menggunakan alat panca indera sebagai alat
penangkap secara langsung kejadian-kejadian yang akan
diteliti. Sedangkan menurut Van Dalen (1962) observasi
dilakukan dengan alat indera, sesuatu yang dapat ditangkap
dengan alat indera dapat di observasi. Seseorang yang menjadi
observer harus sensitif dalam menangkap atau memilih data
(Walgito 2003, 30). Observasi juga dilakukan untuk merekam
pola perilaku manusia, objek penelitian. Melalui observasi
peneliti dapat mendokumentasikan dan merefleksi secara
sistematis terhadap kegiatan dan interaksi subjek penelitian.
Dalam hal ini peneliti menjadi observer dengan melakukan
pengamatan mengenai subjek dan objek yang akan diteliti
terutama terkait dengan penerima manfaat atau klien yang
menjalani program terapi psikososial di BRSKPN Galih
Pakuan Bogor.
b. Wawancara
Wawancara merupakan suatu bentuk komunikasi secara
14
langsung atau verbal sebagai teknik pengumpulan data untuk
keperluan triangulasi dengan menggunakan beberapa model
yang sesuai dengan kebutuhan pewawancara atau interviewer.
Bentuk wawancara yang digunakan adalah wawancara semi
terstruktur, yaitu wawancara yang menggunakan panduan
wawancara dan memberikan kebebasan kepada pewawancara
dalam proses wawancara. Pertanyaan yang akan diajukan
dalam bentuk semi terstruktur adalah pertanyaan yang bersifat
terbuka, namun terdapat batasan dan alur pembicaraan.
Dalam penelitian ini peneliti menggali informasi dengan
melakukan wawancara sesuai dengan pedoman wawancara
kepada pihak lembaga yaitu pimpinan lembaga, pekerja sosial,
konselor dan pendamping yang berperan dalam program terapi
psikososial dan penerima manfaat untuk mendapatkan
informasi yang akan diteliti yaitu terkait proses yang dilakukan
dalam pelaksanaan program, tujuan program, faktor
pendukung serta faktor penghambat berjalannya program. Hal
ini lah yang akan menjadi bahan untuk dilakukannya evaluasi
proses dalam program terapi psikososial ini.
c. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi merupakan salah satu bentuk teknik
pengumpulan data berupa tulisan, gambar, dokumen atau arsip
yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber data. Studi
dokumentasi ini bertujuan untuk melengkapi data dari hasil
wawancara dan observasi. Kemudian di dalam studi
dokumentasi peneliti akan melakukan pengkajian data-data
tersebut dengan mencocokkan hasil wawancara dan observasi
yang telah dilakukan oleh peneliti.
15
6. Teknik Pemilihan Informan
Teknik pemilihan informan merupakan teknik yang digunakan
dalam penelitian kualitatif untuk dapat menentukan informan atau
subjek dalam penelitian. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan
teknik non probability sampling, yaitu teknik pengambilan sampel
yang tidak memberi peluang atau kesempatan yang sama bagi setiap
informan. Untuk memfokuskan penelitian ini peneliti menggunakan
teknik purposive sampling adalah teknik pemilihan informan
dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan teknik purposive
sampling berdasarkan kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti.
Kriteria tersebut seperti pimpinan lembaga, pegawai atau pengurus
yang telah bekerja dalam kurun waktu kurang lebih tiga tahun,
pekerja sosial profesional yang bertugas dalam kurun waktu kurang
lebih tiga tahun, konselor yang sudah bertugas kurang lebih tiga
tahun dan klien yang sudah menjalani rehabilitasi sosial selama lima
bulan.
Tabel 1.1 Rancangan Informan Peneliti
No Informan Informasi yang
Dicari
Jumlah
1. Pimpinan Balai
Rehabilitasi Korban
Penyalahgunaan
NAPZA (BRSKPN)
“Galih Pakuan”
Bogor
Gambaran umum
lembaga
1
2. Pegawai/pengurus
lembaga
Gambaran umum
lembaga
1
16
3. Pekerja sosial Peran pekerja
sosial dalam
terapi psikososial,
perubahan klien
dengan adanya
terapi psikososial,
intervensi yang
diberikan kepada
klien dalam terapi
Psikososial
2
4. Pekerja Sosial
Adiksi Pelaksanaan
program terapi
psikososial
1
5. Konselor Peran konselor
dalam program
terapi psikososial,
Pelaksanaan
terapi psikososial,
evaluasi program
1
6. Penerima manfaat/klien
Pelaksanaan
pemberian
layanan program
terapi psikososial
3
Sumber: Arsip Data BRSKPN Galih Pakuan Bogor 2018
7. Teknik Analisis Data
Menurut Sutopo (2003: 8) analisis data model interaktif terdiri
dari tiga hal utama yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan
kesimpulan (verifikasi), dengan penjelasannya:
17
1. Reduksi data
Reduksi data merupakan suatu proses pemilihan,
pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan
transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan
tertulis di lapangan. Selama pengumpulan data berlangsung,
terjadilah tahapan reduksi selanjutnya (membuat ringkasan,
mengkode, menelusur tema, membuat gugus-gugus, membuat
partisi, membuat memo).
2. Penyajian data
Data sebagai sekumpulan informasi tersusun yang
memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan. Penyajian-penyajian yang baik
merupakan suatu cara yang utama bagi analisis kualitatif yang
valid meliputi: berbagai jenis matrik, grafik, jaringan dan
bagan.
3. Kesimpulan
Tahap terakhir yang berisikan proses pengambilan
keputusan yang menjurus pada jawaban dari pertanyaan
penelitian yang diajukan dan mengungkap sebuah pertanyaan
dari temuan penelitian tersebut.
8. Teknik Keabsahan Data
Menurut Denzin dalam (Moleong 2004, 330) triangulasi
dibedakan menjadi empat yaitu dengan memanfaatkan penggunaan
sumber, metode, penyidik dan teori. Dalam penelitian ini teknik
keabsahan data yang peneliti gunakan yaitu teknik triangulasi
sumber. Sedangkan menurut Patton dalam (Moleong 2004, 330-
331) teknik triangulasi sumber merupakan cara untuk
membandingkan dan mengecek kembali kepercayaan suatu
informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda
18
dalam penelitian kualitatif (Patton, 1987, 331). Berdasarkan teknik
triangulasi sumber ini peneliti akan membandingkan data hasil
pengamatan dengan data hasil wawancara, membandingkan
keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan
pandangan mereka, membandingkan hasil wawancara dengan
studi dokumentasi yang berkaitan.
G. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pembahasan skripsi ini secara sistematis
Penelitiannya dibagi ke dalam enam bab, yang terdiri dari sub-sub bab.
Adapun sistematikanya sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Latar belakang, batasan masalah, rumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan kajian terdahulu,
metode penelitian, sistematika Penelitian.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Teori evaluasi, bentuk-bentuk evaluasi, jenis evaluasi,
teori terapi psikososial, teori rehabilitasi, teori
penyalahguna NAPZA.
BAB III GAMBARAN UMUM LATAR PENELTIAN
Balai Rehabilitasi Korban Penyalahgunaan NAPZA
(BRSKPN) Galih Pakuan adalah UPT (Unit Pelaksana
Teknis) yang berada di bawah naungan Kementerian
Sosial RI (Kemensos RI) sebagai pusat rehabilitasi untuk
korban penyalahgunaan NAPZA.
BAB IV DATA DAN TEMUAN ANALISIS
Berisi uraian penyajian data dan temuan penelitian.
BAB V PEMBAHASAN
Bagian ini berisi uraian yang mengaitkan latar belakang,
19
teori, dan rumusan teori baru dari penelitian.
BAB VI PENUTUP
Simpulan, implikasi, dan saran.
20
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Evaluasi Program
a. Pengertian Evaluasi Program
Menurut King dalam (Wirawan 2011, 64) evaluasi
sebagai suatu proses penelitian sistematik untuk menyediakan
informasi yang dapat dipercaya mengenai karakteristik,
aktivitas, atau keluaran (outcome) program atau kebijakan
untuk tujuan penelitian. Sedangkan menurut Ralph Tyler
(1950) dalam (Arikunto 2013) evaluasi merupakan sebuah
proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana,
dalam hal apa, dan bagian mana tujuan sudah tercapai. Eisner
berpendapat bahwa evaluasi adalah mengenai membuat
penilaian nilai mengenai kualitas sejumlah objek, situasi atau
proses (Wirawan 2011, 50). Sedangkan program adalah
kegiatan atau aktivitas yang dirancang untuk melaksanakan
kebijakan dan dilaksanakan untuk waktu yang tidak terbatas.
Kebijakan bersifat umum dan untuk merealisasikan kebijakan
disusun berbagai jenis program.
Evaluasi program adalah metode sistematik untuk
mengumpulkan, menganalisis, dan memakai informasi untuk
menjawab pertanyaan dasar mengenai program (Wirawan
2011, 17). Evaluasi Program menurut Ralph Tyler (1950)
adalah proses untuk mengetahui apakah suatu tujuan sudah
dapat terealisasikan. Definisi yang lebih diterima masyarakat
luas dikemukakan oleh dua orang ahli evaluasi
21
yaitu Cronbach dan Stufflebeam. Mereka mengemukakan
bahwa evaluasi program adalah sebuah upaya yang dilakukan
untuk menyediakan informasi yang nantinya akan disampaikan
kepada pengambil keputusan (Arikunto 2004).
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa evaluasi program
merupakan suatu proses penelitian untuk mengumpulkan data
dan melakukan penilaian terhadap suatu objek atau program
untuk mengetahui apakah program berjalan sesuai dengan
rencana dan mengetahui tingkat keberhasilan program.
b. Tujuan Evaluasi Program
Menurut Stufflebeam dan Srinkfield (2007) dalam
(Wirawan 2011, 39) mengemukakan bahwa Suchman
mendukung pendapat Bigman mengenai tujuan evaluasi ada
enam yaitu:
1. Menemukan apakah dan seberapa baik objektif program
terpenuhi.
2. Menentukan alasan sukses atau kegagalan program.
3. Membuka prinsip-prinsip yang membuat program sukses.
4. Mengarahkan proses eksperimen-eksperimen dengan
teknik-teknik untuk meningkatkan efektivitasnya.
5. Meletakkan dasar penelitian berikutnya mengenai alasan-
alasan sukses relatif teknik-teknik alternatif.
6. Untuk mendefinisikan kembali alat-alat yang dipakai untuk
mendapatkan objektif dan bahkan untuk mendefinisikan
subtujuan-subtujuan dalam kaitan temuan penelitian.
c. Manfaat Evaluasi
Feurstein (1990) dalam (Adi 2001, 127-128) menyatakan 10
alasan mengapa suatu evaluasi perlu dilakukan:
22
a. Sebuah pencapaian. Untuk melihat apa saja yang telah
dicapai.
b. Mengukur kemajuan. Melihat kemajuan dari program
yang sedang berjalan.
c. Meningkatkan pemantauan. Tercapainya manajemen
yang lebih baik.
d. Mengidentifikasi kekurangan dan kelebihan. Agar dapat
memperkuat program itu sendiri.
e. Melihat apakah usaha yang sudah dilakukan secara
efektif. Melihat perbedaan apa yang terjadi setelah
diterapkan suatu program.
f. Biaya dan manfaat. Melihat apakah biaya yang
dikeluarkan cukup masuk akal.
g. Mengumpulkan informasi. Merencanakan dan mengelola
kegiatan program secara lebih baik.
h. Berbagi pengalaman. Guna melindungi pihak lain agar
tidak terjebak dalam kesalahan yang sama, ataupun
mengajak orang lain untuk ikut melaksanakan.
i. Meningkatkan keefektifan. Agar dapat memberikan
dampak yang lebih luas.
j. Memungkinkan terciptanya perencanaan yang lebih
baik. Karena memberikan kesempatan untuk mendapatkan
masukan dari masyarakat, komunitas fungsional dan
komunitas lokal.
d. Jenis Evaluasi
Notoatmodjo (2009) dalam (Nurliana, 2012, 61) mengatakan
bahwa evaluasi dapat dibedakan berdasarkan atas kapan
dilakukannya evaluasi tersebut, yaitu:
23
a. Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilaksanakan selama
program itu berjalan untuk memberikan informasi yang
berguna kepada pembuat program untuk perbaikan
program. Evaluasi ini dilakukan dalam proses kegiatan
berlangsung, yang bertujuan untuk mengetahui kesalahan
yang terjadi saat program berjalan.
b. Evaluasi sumatif (Summative Evaluation) menurut
Notoatmodjo (2009) dalam (Nurliana, 2012, 61) dilakukan
pada akhir proses kegiatan atau akhir program untuk
memberi informasi kepada pembuatan program atau
kebijakan tentang manfaat atau kegunaan dari suatu
program.
e. Model Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan dengan menggunakan desain atau
konstelasi evaluasi. Menurut Rowley (2002) dalam (Wirawan
2011, 147) desain penelitian merupakan logika yang
menghubungkan data yang akan dikumpulkan dan kesimpulan-
kesimpulan yang harus ditarik ke arah pertanyaan-pertanyaan
dari studi, desain penelitian memastikan terjadinya perpaduan.
Cara lain memandang suatu desain penelitian adalah
melihatnya sebagai rencana tindakan untuk memperoleh dari
pertanyaan ke kesimpulan. Desain penelitian harus
memastikan adanya pandangan yang jelas apa yang harus
dicapai. Desain evaluasi terdiri dari model evaluasi dan metode
penelitian. Model evaluasi menentukan jenis evaluasi apa saja
yang harus dilakukan dan bagaimana proses melaksanakan
tersebut.
24
Menurut Pietrzak, Ramler, Renner, Ford dan Gilbert (1990)
(Adi 2001, 128-129) menjelaskan ada tiga tipe evaluasi, yaitu:
(1) Evaluasi Input; (2) Evaluasi Proses; (3) Evaluasi Hasil.
a. Evaluasi Input
Menurut Pietrzak dkk (1990) dalam (Adi 2001, 128)
evaluasi input memiliki tiga unsur utama yang dapat
menentukan komponen-komponen terkait dengan standar
layanan program, sumber daya program, dan sumber
penunjang lainnya. Pietrzak juga mengemukakan bahwa di
evaluasi input ada 4 kriteria yang dapat dikaji, baik sendiri-
sendiri maupun secara keseluruhan, yaitu adanya tujuan dan
objektif, penilaian terhadap kebutuhan sumber daya manusia,
standar dari suatu praktik yang terbaik dan biaya per unit
layanan.
b. Evaluasi Proses
Menurut Pietrzak, et.al dalam (Adi 2001, 129) tipe evaluasi
proses ini menganalisis sistem pemberian layanan suatu
program. Dalam upaya mengkaji nilai komponen pemberian
layanan, hasil analisis harus dikaji berdasarkan kriteria yang
relevan seperti standar praktik terbaik (best practice
standards), kebijakan lembaga, tujuan proses (proses goals)
dan kepuasan klien. Evaluasi proses ini dapat menentukan
pelayanan dan kualitas pemberian pelayanan suatu program,
termasuk melihat dinamika internal yang terjadi dalam
pelaksanaan program. Terfokus pada aktivitas-aktivitas
program yang melibatkan interaksi langsung antara klien,
staff, dan merupakan pusat dari pencapaian sasaran program.
Evaluasi proses dimulai ketika program mulai
dilaksanakan. Faktor-faktor yang dinilai antara lain, layanan
25
dari program, pelaksanaan layanan, pemangku kepentingan
(stakeholder) yang dilayani, sumber-sumber yang
dipergunakan, pelaksanaan program dibandingkan dengan
yang diharapkan dalam rencana, dan kinerja pelaksanaan
program. Diidentifikasi juga dalam evaluasi proses
perkembangan pengaruh dari program terhadap pemangku
kepentingan program. Evaluasi proses merupakan evaluasi
formatif yang berfungsi mengukur kinerja program untuk
mengontrol pelaksanaan program. Salah satu cakupannya
adalah mengukur apakah terjadi penyimpangan dalam
pelaksanaan program jika terjadi penyimpangan dari yang
direncanakan, diputuskan apa yang harus dilakukan untuk
mengontrol ketimpangan dan mengembalikan pelaksanaan
program seperti kinerja yang diharapkan, penggunaan man
money, material, machine, dan method yang dipergunakan
untuk melaksanakan program (Wirawan 2011, 21).
Menurut Dale (2004) dalam (Sardjo 2017, 14) evaluasi
formatif seringkali digunakan sebagai “review”. Cakupan
dari evaluasi formatif yaitu melakukan evaluasi sebuah
program yang direncanakan dan diimplementasikan pada
saat program masih berlangsung. Hasil dari evaluasi
formatif ini dapat bermanfaat terutama bagi pengelola
program (stakeholders) untuk memperbaiki proses
menyusun rancangan dan implementasi program yang
akhirnya bermuara kepada tercapainya tujuan program bagi
kelompok sasaran.
c. Evaluasi Hasil
Menurut Piertzak, et.al (1990) dalam (Adi 2001, 129)
evaluasi hasil lebih diarahkan pada dampak secara
26
keseluruhan dari suatu program terhadap penerima layanan.
Seorang evaluator dalam evaluasi hasil membuat kriteria
keberhasilan dari suatu program. Kriteria keberhasilan
program ini disesuaikan dengan kemajuan program tersebut.
Evaluasi hasil juga dapat melihat dan menentukan dampak
atau pengaruh yang dihasilkan layanan program terhadap
sasaran secara keseluruhan. Menilai efek (pengaruh) dari
program terhadap klien.
f. Indikator Evaluasi
Berdasarkan penjelasan model evaluasi di atas, peneliti
akan melakukan evaluasi terhadap program yang ada di
lembaga BRSKPN Galih Pakuan khususnya program terapi
psikososial. Namun peneliti hanya akan berfokus pada evaluasi
prosesnya saja. Hal ini peneliti lakukan karena program terapi
psikososial masih berjalan dan supaya pembatasan masalah
tidak terlalu meluas. Peneliti akan mengevaluasi proses
program berdasarkan indikator yang terdiri dari 4 kriteria:
1. Standar Praktik Terbaik (Best Standard Practice)
Standar praktik terbaik atau yang biasa dikenal dengan
Standar Operating Procedur merupakan suatu tata cara atau
prosedur yang mengatur pelaksanaan program dalam suatu
organisasi. Prosedur operasional ini digunakan untuk
memastikan setiap langkah dan keputusan maupun tindakan
berjalan efektif, konsisten, sesuai standar, dan sistematis
(Tambunan 2008, 3).
Kriteria standar praktik terbaik menekankan pada
proses berpikir kreatif yang bertujuan agar perbaikan yang
27
dilakukan tidak hanya untuk mengulang perbaikan tetapi
digunakan untuk meningkatkan kualitas produk atau jasa,
tetapi juga melakukan perubahan manajemen organisasi
suatu perusahaan atau lembaga dapat tetap maju dan
berkembang (Kusnoto 2001, 2).
Dari penjelasan di atas, peneliti dapat menyimpulkan
bahwa standar praktik terbaik adalah sebuah peraturan
dalam suatu lembaga atau organisasi yang dijadikan sebagai
acuan dasar agar dapat melakukan perubahan dan
meningkatkan kualitas yang ada.
Dua jenis standar yang akan dibahas dalam penelitian
ini adalah:
1) Standar sarana dan prasarana, peralatan serta kondisi
dimana suatu pelayanan diberikan dan juga apa saja unsur
yang menunjang pelayanan tersebut.
2) Standar proses mencakup tentang urutan kegiatan.
2. Kebijakan
Kebijakan atau yang disebut policy dalam bahasa
Inggris yang berarti sebuah alat ukur kegiatan baik itu
menyangkut government maupun governance yang
menyentuh kebijakan publik. Pada dasarnya kebijakan
adalah sebuah keputusan atau pilihan tindakan yang dapat
mengatur pengelolaan dan pendistribusian sumber daya
alam, keuangan, dan manusia demi kepentingan yang
menyangkut publik seperti rakyat, penduduk atau warga
negara (Suharto 2013, 3).
28
Kriteria kebijakan lembaga yang akan dibahas dalam
penelitian ini memfokuskan kriteria sumber daya manusia
1. Kriteria klien
Penerima manfaat yang mengikuti program terapi
psikososial di Balai Rehabilitasi Sosial Korban
Penyalahguna NAPZA (BRSKPN) Galih Pakuan
Bogor.
2. Kriteria petugas
Pada indikator ini yang akan dibahas yaitu terkait
petugas-petugas yang bekerja dalam memberikan
program.
3. Tujuan Proses (Process Goal)
Menurut Katz & Kahn (1987) dalam jurnal Manajemen
Pendidikan mengemukakan bahwa dalam suatu organisasi,
sebuah tujuan diartikan sebagai rencana penulisan atau
kerangka kerja yang terdiri dari perilaku tertentu dan
tindakan yang sesuai dengan arahan pimpinan dalam sebuah
organisasi (Subarino 2012, 53). Tujuan harus dibuat
sistematis, fleksibel, perumusan jelas, dan dapat dirancang
untuk jangka pendek, menengah dan jangka panjang (Fattah
2016, 49).
4. Kepuasan Klien
Kepuasan klien merupakan suatu bentuk tanggapan
maupun sikap secara keseluruhan yang ditunjukan oleh
klien. Tanggapan tersebut berupa tanggapan positif maupun
negatif atas suatu barang atau jasa yang telah mereka
gunakan (Mowen 2002, 89).
29
Menurut Martin (1993) dalam buku (Adi 2001, 126)
mengemukakan bahwa ada lima dimensi kualitas pelayanan,
yaitu:
1. Kenyamanan (Assurance) yaitu kemampuan para staf
untuk memunculkan rasa nyaman pengetahuan, sopan
santun dan kemampuan yang dimiliki dalam memberikan
layanan.
2. Empati (Emphaty), yaitu kemampuan untuk membangun
rasa kepedulian dan perhatian kepada orang lain dan tidak
mensamaratakan setiap orang.
3. Keandalan (Reability), yaitu kemampuan untuk
memberikan jasa dengan sikap konsisten dan dapat
diandalkan.
4. Ketanggapan (Responsive), yaitu kemampuan untuk
bersikap cepat dan tanggap dalam melayani.
5. Bukti Langsung (Tangible), yaitu berupa fasilitas fisik,
peralatan, serta tenaga kerja yang memberikan pelayanan.
2. Terapi Psikososial
a. Pengertian Terapi Psikososial
Terapi merupakan suatu bentuk perlakuan dan pengobatan
yang yang ditujukan kepada penyembuhan suatu kondisi yang
menyimpang (patologis) pada diri seseorang (Chaplin 2006).
Tujuan terapi menurut Jung (1996) dalam (Jones 2011, 105)
sebagai adaptasi normal untuk mengatasi neurosis yang
berhubungan dengan penyusutan kembali ke tugas-tugas
30
kehidupan konkret. Terapi terutama difokuskan pada mencapai
tujuan-tujuan tertentu, mengatasi kompleks-kompleks, dan
memperkuat kesadaran dan fungsi ego.
Psikologi sosial menurut Baron dan Byrne (1984:6)
dalam (Walgito 2011, 1) merupakan bidang ilmiah yang
berupaya memahami sifat dan penyebab perilaku individu
dalam situasi sosial. Psikososial mengalami perkembangan,
menurut Erik H. Erikson dalam (Zahrotun 2006, 55)
Perkembangan psikososial dalam dua hal secara budaya
dianggap relatif. Psikososial terus berkembang berdasarkan
pada prinsip epigenetis. Istilah epigenetik berasal dari kata epi
yang berarti “berdasar” dan genesis yang berarti “timbul”.
Kepribadian semakin terdiferensiasi dan secara hirarki
terorganisasi karena suatu kepribadian tidak dapat dimodifikasi
dan dibentuk oleh lingkungan tertentu.
Menurut pandangan psikososial, kematangan fisik
mempengaruhi kepribadian dan potensi sosial seseorang.
Menurut Erik Erikson (1950) mengatakan bahwa manusia lebih
berkembang dalam tahap psikososial daripada tahap
psikoseksual. Erikson juga menekankan perubahan
perkembangan sepanjang kehidupan manusia, bukan hanya
dalam lima tahun pertama kehidupan. Tiap tahap terdiri dari
tugas perkembangan yang unik yang menghadapkan seseorang
sebuah krisis yang harus dihadapi. Terapi psikososial menurut
Francis Tuner dalam (Albert 2008, 168) merupakan terapi
dalam proses perawatan untuk memulihkan kondisi psikis
korban yang mengalami masalah psikososial yang dilakukan
oleh praktisi dengan menggunakan pendekatan psikologis,
afeksi, dukungan moral dan spiritual, serta pembinaan
31
hubungan sosial dengan tujuan mengembalikan keberfungsian
sosial seseorang.
Terapi psikososial menurut Hawari dalam (Hawari 2006)
adalah upaya untuk memulihkan kembali kemampuan adaptasi
penyalahguna atau ketergantungan NAPZA ke dalam
kehidupan sehari-hari. Akibat penyalahgunaan atau
ketergantungan NAPZA adalah gangguan mental dan perilaku
yang bercorak anti-sosial. Dengan terapi psikososial ini
diharapkan perilaku anti-sosial tersebut dapat berubah menjadi
perilaku secara sosial dapat diterima (adaptive behavior).
b. Tujuan Terapi Psikososial
Menurut Francis Turner terapi psikososial bertujuan untuk
membantu individu dalam mencapai tingkat tertinggi dari
kemampuan mereka melalui pemahaman akan masa lalu
mereka, masa kini dan potensinya. Dalam (Rosdi 2018, 93)
terapi psikososial memiliki tujuan yaitu:
1. Memberikan kegiatan harian yang didisain untuk
peningkatan kemampuan dalam mengelola urusan pribadi
dan sosial untuk mengikis sikap buruk, dan memupuk
kebiasaan baik.
2. Untuk membuat seseorang beranjak menjadi manusia yang
memiliki kapabilitas individu (self capability), mengerti dan
mampu menjalankan fungsi sosialnya (Social function) dan
memiliki tanggung jawab sosial (social responsibility) serta
kapabilitas sosial (social capability).
c. Konsep Dasar Terapi Psikososial
Pada dasarnya terapi psikososial merupakan suatu sistem
terbuka yang mengintegrasikan gagasan-gagasan baru dari
32
teori-teori lain yang mendorong praktik pekerjaan sosial
kontemporer. Dalam (Albert 2008, 170) Terapi psikososial juga
memiliki konsep-konsep dasar seperti:
1. Pengakuan atas ketidaksadaran. Ketidaksadaran yang dapat
mempengaruhi kepribadian tetapi tidak menentukan segi-
segi keberfungsian kepribadian manusia.
2. Kesadaran diri untuk bertanggung jawab. Ketidaksadaran klien
dan praktisi juga dapat mempengaruhi klien. Reaksi atau
tanggapan praktisi kepada klien harus sesuai dan tidak
berlebihan.
3. Pentingnya supervisi dan konsultasi. Untuk menjaga
objektivitas dalam menghadapi klien.
4. Kekuatan relasi terapeutik. Berisi unsur-unsur relasi yang
signifikan dari masa lalu klien.
5. Menyadari hakikat patologi. Memahami klien dan keluarga.
6. Pentingnya diagnosis psikososial. Petimbangan praktisi
terkait dengan klien dan situasinya yang akan menjadi
landasan bagi tindakan yang harus dilakukan.
7. Pentingnya penanganan tidak langsung. Interaksi dari
praktisi dengan berbagai sistem dalam kehidupan klien
untuk mencapai perubahan-perubahan yang dapat membantu
klien memperoleh tujuannya.
8. Fokus pada kehidupan. Pemahaman bahwa masa lalu dapat
dijadikan pembelajaran dan fokus memperbaiki kesalahan-
kesalahan di masa lalu.
9. Penggunaan waktu yang strategis. Dalam melaksanakan
terapi psikososial waktu yang digunakan sangat efektif dan
efisien.
10. Komitmen. Praktisi atau klien bertanggungjawab dan
33
bekerjasama dalam proses pelaksanaan terapi psikososial.
d. Bentuk-Bentuk Terapi Psikososial
1. Pelatihan Keterampilan Sosial
2. Terapi Berorientasi Keluarga
3. Support Group
4. CBT
5. Psikoedukasi
6. Terapi Kelompok
7. Self-help Group
8. Konseling
9. Terapi Psikomotor
10. Terapi Rekreasi
11. Terapi Seni (Art therapy)
3. Rehabilitasi Sosial
a. Pengertian Rehabilitasi Sosial
Pada Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 9
Tahun 2017 Tentang Standar Nasional Rehabilitasi Sosial Bagi
Pecandu Dan Korban Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika,
Dan Zat Adiktif Lainnya pasal 1 ayat 3 menjelaskan bahwa
rehabilitasi merupakan sebuah proses refungsionalisasi agar
seseorang mampu menjalankan fungsi sosialnya dalam
kehidupan masyarakat. Sedangkan di dalam Undang-Undang RI
No. 35 Tahun 2009 rehabilitasi sosial adalah suatu proses
kegiatan pemulihan fisik, mental, maupun sosial agar mantan
pecandu narkotika dapat kembali menjalankan fungsi sosialnya
dalam kehidupan masyarakat. Menurut Soeparman (2003) dalam
(Rosdi 2018, 23-24) rehabilitasi merupakan fasilitas atau tempat
yang memberikan pengetahuan, wawasan, pelatihan.
34
b. Tujuan Rehabilitasi Sosial bagi Korban Penyalahguna
NAPZA
1. Untuk memberikan rehabilitasi sosial dan bantuan sosial
bagi korban penyalahguna NAPZA agar mampu
melaksanakan keberfungsian sosialnya yang meliputi
kemampuan dalam melaksanakan peran, memenuhi
kebutuhan, memecahkan masalah dan aktualisasi diri.
2. Untuk memberikan rehabilitasi sosial dan bantuan sosial
bagi korban penyalahguna NAPZA agar dapat kembali ke
masyarakat dan berkontribusi atau berperan secara langsung dan
memberikan dampak yang positif bagi dirinya, keluarga dan
masyarakat tanpa adanya ancaman, tekanan, penelantaran,
maupun kekerasan.
c. Sasaran Rehabilitasi
Berdasarkan Peraturan Menteri Sosial Nomor 9 Tahun 2018,
target sasaran rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA
adalah:
1. Korban penyalahguna NAPZA dewasa adalah seseorang
yang berusia di atas 18 tahun baik laki-laki atau perempuan
yang menggunakan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif
lainnya tanpa sepengetahuan dan pengawasan dokter dengan
maksud bukan untuk pengobatan atau penelitian.
2. Korban penyalahguna NAPZA anak adalah seseorang yang
berusia di bawah 18 tahun yang menggunakan narkotika,
psikotropika, dan zat adiktif lainnya tanpa sepengetahuan
dan pengawasan dokter dengan maksud bukan untuk
pengobatan atau penelitian.
35
d. Kualifikasi Sumber Daya Manusia
Pada Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 9
Tahun 2017 Tentang Standar Nasional Rehabilitasi Sosial Bagi
Pecandu Dan Korban Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika,
Dan Zat Adiktif Lainnya pasal 68 dijelaskan bahwa sumber daya
manusia penyelenggara rehabilitasi sosial bagi pecandu dan
penyalahguna NAPZA terdiri dari:
1. Petugas inti:
a) Pekerja Sosial
b) Tenaga Kesejahteraan Sosial atau relawan
c) Konselor Adiksi
d) Perawat
2. Petugas Tambahan
a) Psikiater
b) Psikolog
c) Dokter
d) Instruktur keterampilan
e) Pembimbing rohani
e. Standar Sarana dan Prasarana
Pada Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 9
Tahun 2017 Tentang Standar Nasional Rehabilitasi Sosial Bagi
Pecandu Dan Korban Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika,
Dan Zat Adiktif Lainnya pasal 71 tertulis aturan tentang standar
minimum sarana dan prasarana pusat rehabilitasi. Berikut isi dari
pasal tersebut:
a. Perkantoran yang terdiri atas ruang pimpinan, ruang kerja
staf, ruang rapat, ruang tamu, ruang dokumentasi, ruang data
dan informasi, ruang perpustakaan, kamar mandi, dan dapur.
b. Ruang pelayanan teknis yang terdiri atas ruang asrama,
36
ruang pengasuh, ruang diagnosa, ruang konseling
psikososial, ruang observasi, ruang instalasi produksi, ruang
olahraga dan pembinaan fisik, ruang bimbingan mental dan
sosial, ruang praktik keterampilan, dan ruang kesenian.
c. Ruang pelayanan umum yang terdiri atas ruang makan,
ruang belajar, ruang ibadah, ruang kesehatan, aula, pos
keamanan, ruang tamu, gudang, kamar mandi, tempat
parkir, dan rumah dinas.
d. Peralatan lembaga rehabilitasi sosial bagi pecandu dan
korban penyalahgunaan NAPZA yang terdiri atas peralatan
penunjang perkantoran, peralatan komunikasi, penerangan,
instalasi air dan air bersih, peralatan bantu bagi penerima
pelayanan, peralatan penunjang pelayanan teknis.
e. Alat transportasi yang terdiri atas alat transportasi
perkantoran dan alat transportasi penerima pelayanan
f. Sandang dan pangan bagi penerima pelayanan
4. Penyalahguna NAPZA
a. Pengertian Penyalahguna NAPZA
Penyalahgunaan narkoba adalah pemakaian narkoba di
luar indikasi medik, tanpa petunjuk atau resep dokter, secara
teratur atau berkala sekurang-kurangnya selama 1 bulan.
Korban penyalahgunaan NAPZA biasanya akan mengalami
ketergantungan dari zat yang ada di NAPZA tersebut (BNN
2011, 13).
Ketergantungan fisik, seseorang yang mengalami
ketergantungan fisik akan merasakan beberapa gejala fisik
yang tidak enak bila jenis narkoba tersebut tidak dipakai dalam
jangka waktu tertentu. Diagnosis ketergantungan narkoba
37
memerlukan adanya sindrom putus atau toleransi.
1. Gejala putus zat adalah gejala yang terjadi akibat
penghentian atau pengurangan dosisnya.
2. Sakauw adalah gejala putus zat karena penggunaan putauw
(heroin), dan gejala sakauw umumnya berlangsunghingga
4-5 hari setelah penggunaan dihentikan.
b. Faktor-Faktor Penyebab Penyalahgunaan NAPZA
1. Faktor Kepribadian
2. Faktor Keluarga
3. Faktor Lingkungan
4. Faktor Gender
5. Faktor Pendidikan
6. Faktor Masyarakat dan Komunitas Sosial
7. Faktor populasi yang rentan
c. Akibat Penyalahgunaan NAPZA
Menurut Romeal (2009) dalam (Suradi 2016, 10) akibat dari
penyalahgunaan NAPZA adalah:
1. Terhadap Mental
Timbulnya sugesti untuk menginginkan kembali
menggunakan NAPZA. Pikiran dan perilaku obsesif
kompulsif dan impulsif.
2. Terhadap Fisik
Badan terasa pegal-pegal, kram otot, ngilu, sakit pada
persendian, katup jantung bocor, paru-paru bolong, liver
rusak, inveksi virus hepatitis C dan HIV/AIDS.
3. Terhadap Emosional
Sering terjadinya perubahan mood yang ekstreem
sehingga menimbulkan sikap agresif yang berlebihan,
38
mudah melakukan kekerasan, emosinya sangat labil, dan
depresi yang mendalam.
4. Terhadap Spiritual
Tidak ingin mengikuti kegiatan yang produktif dan
positif, tidak ingin sekolah, serta meninggalkan kewajiban
dalam hal ibadah.
5. Retardasi
Korban penyalahguna NAPZA tidak memiliki pola
pikir dan kestabilan emosi
B. Kerangka Berpikir
Menurut Sudjarwo dan Basrowi (Basrowi 2009, 69) yang perlu
diperhatikan dalam menulis kerangka berpikir adalah:
1. Menjelaskan argumentasi peneliti untuk menghubungkan
variabel-variabel penelitian (pada umumnya hubungan variabel
bebas atau independen dengan variabel terikat atau dependen).
2. Menyatakan adanya dugaan hubungan antara variabel-variabel
penelitian (variabel independen dan variabel dependen).
39
40
BAB III
GAMBARAN UMUM LATAR PENELITIAN
A. Profil Lembaga
1. Sejarah Balai Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan
NAPZA (BRSKPN) Galih Pakuan
Balai Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA
(BRSKPN) Galih Pakuan merupakan lembaga rehabilitasi bagi
korban penyalahguna NAPZA yang berlokasi di jalan H. Miing
No.71 Putat Nutug Ciseeng Bogor. Awal berdiri pada tahun 1983
sebagai lembaga Rehabilitasi Sosial ANKN (Anak Nakal dan
Korban Narkoba) Innabah Ciseeng Bogor, kemudian berganti
nama menjadi Panti Rehabilitasi Sosial Korban Narkotika
(PRSKN) Putat Nutug Parung Bogor yang berada dibawah proyek
Seksi RPS ANKN Kantor Wilayah Departemen Sosial Provinsi
Jawa Barat. Pada tahun 1983-1986 (PRSKN) dipimpin oleh Bapak
Tatang Sumantri, BSW dan dibantu oleh 7 (tujuh) orang PNS dan
7 (tujuh) orang honorer. Pada bulan Agustus 1986 melakukan
kerjasama dengan PLN Cabang Depok untuk mengalirkan listrik
demi pelayanan terhadap klien, dan melakukan perluasan lahan
seluas 2,5 Ha, sehingga luas lahan menjadi 7,5 Ha.
Metode rehabilitasi sosial yang digunakan pada saat itu adalah
TQN (Toreqat Qodiriyah Naqsabandiyah) seperti mandi malam,
dzikir, sholat wajib dan sunah, pendekatan pekerjaan sosial,
praktik belajar kerja. Pada periode selanjutnya dipimpin oleh
Bapak Letkol Pol. Dr. Soeseno dan terjadi penambahan 3 orang
Pegawai Negeri Sipil serta beberapa tenaga honorer. Di periode ini
pula terjadinya kerjasama antara panti dengan pihak kepolisian
41
resort bogor yaitu adanya personel kepolisian. Saat itu jumlah
klien yang ditangani sebanyak 100 orang. Pengoptimalisasian
terhadap fungsi gedung poliklinik yang bekerjasama dengan
puskesmas.
PRSKN bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Bogor,
Kepolisian Resort Bogor, Puskesmas Ciseeng Bogor, Dinas Sosial
di lingkugan Jawa Barat, dan Departemen Tenaga Kerja
Kabupaten Bogor, penjalinan kerjasama ini dilakukan untuk
mengembangkan program-program yang ada di PRSKN.
Dikeluarkan SK Dirjen Bin-Rehsos nomor: (6/KEP/BRS/IV/1994)
pada tanggal 26 April 1994 PRSKN Putat Nutug berubah nama
menjadi PSPP “Galih Pakuan” Bogor. PSPP “Galih Pakuan”
Bogor mengalami perubahan nomenklatur pada tanggal 9 Agustus
2018 menjadi Balai Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan
NAPZA (BRSKPN) “Galih Pakuan” di Bogor.
Gambar 3.1
Gedung BRSKPN Galih Pakuan Bogor
Sumber: Dokumentasi Pribadi 2020
42
B. Visi, Misi dan Sasaran Pelayanan
1. Visi
Balai Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahguna NAPZA
(BRSKPN) Galih Pakuan Bogor sebagai pusat pelayanan,
perlindungan, dan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan
NAPZA, yang berstandar nasional, profesional, dan berkualitas.
2. Misi
a. Menyelenggarakan pelayanan dan rehabilitasi sosial
penyalahgunaan NAPZA dengan pendekatan multi-intervensi
holistik sistematik.
b. Menyelenggarakan pengkajian pengembangan model layanan
rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA.
c. Menyelenggarakan koordinasi dengan instansi terkait wilayah
cakupan kerja balai.
d. Melaksanakan penjangkauan penerima manfaat lintas wilayah
dan lintas nasional.
e. Menyelenggarakan Rakor, Bimtap, dan Bimtek bagi IPWL dan
masyarakat sebagai bentuk penguatan kapasitas kelembagaan.
f. Menyelenggarakan layanan respon kasus.
3. Sasaran Pelayanan
Menurut Afriadi Rosdi dalam (Rosdi 2018, 52) sasaran
pelayanan rehabilitasi sosial di Balai Rehabilitasi Sosial Korban
Penyalahguna NAPZA (BRSKPN) Galih Pakuan Bogor terdiri
atas:
a. Korban penyalahguna NAPZA yang dirujuk dari dinas atau
instansi terkait (Dinas Sosial, BNN, Kepolisian, Dinas
Kesehatan, Kejaksaan dan instansi terkait lainnya).
b. Korban Penyalahguna NAPZA hasil penjangkauan.
43
c. Korban Penyalahguna NAPZA yang datang dengan keinginan
sendiri mengikuti program rehabilitasi sosial.
d. Usia dewasa 18 tahun sampai 50 tahun
e. Jenis kelamin laki-laki
C. Jenis Pelayanan Program Terapi
Balai Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahguna NAPZA
(BRSKPN) Galih Pakuan Bogor memiliki program yang terdiri dari
empat menu utama terapi yang terdiri dari:
Tabel 3.2 Rincian Pelayanan Program Terapi
NO PELAYANAN
PROGRAM KEGIATAN
1. Terapi Fisik
1. Mandi teratur
2. Makan teratur
3. Pemeriksaan kesehatan
4. Membereskan tempat tidur
5. Olahraga teratur
6. Menjaga kebersihan
lingkungan
2. Terapi
Psikososial
1. Morning meeting
2. PAGE group
3. Discussion group
4. Encounter grup
5. Seminar
44
3. Terapi Mental
Spiritual
1. Sholat berjamaah
2. Pengajian (Muhadhoroh)
3. Yasinan
4. Kebaktian
5. Beribadah teratur sesuai
agama masing-masing
4. Terapi Penghidupan
(Livelihood)
1. Kepemimpinan
2. Disiplin
3. Manajemen waktu
4. Vokasional (pelatihan
keterampilan)
5. Mengerti tujuan hidup
Sumber: Arsip Data BRSKPN Galih Pakuan Bogor 2018
D. Struktur Organisasi
Balai Rehabilitasi Sosial (BRSKPN) Galih Pakuan Bogor
memiliki struktur organisasi. Tujuan dibuatnya struktur organisasi
untuk memperjelas jalur hubungan para petugas dalam melakukan
tanggung jawab pekerjaannya. Struktur organisasinya sebagai
berikut:
45
Bagan 3.1
Sumber: Arsip Data BRSKPN Galih Pakuan Bogor 2018
46
E. Alur Pelayanan Proses Rehabilitasi Sosial
Bagan 3.2
Sumber: Arsip Data Lembaga Tahun 2018
47
BAB IV
DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
Dalam pelayanan rehabilitasi sosial bagi korban penyalahgunaan
NAPZA tidak terlepas dari adanya proses perkembangan psikososial. Ada
beberapa program yang dibuat secara khusus dalam pelayanan rehabilitasi
sosial bagi korban penyalahgunaan NAPZA. Salah satunya program terapi
psikososial yang dilaksanakan di Balai Rehabilitasi Sosial Korban
Penyalahgunaan NAPZA (BRSKPN) Galih Pakuan Bogor. Dalam
penelitian ini akan dilakukan evaluasi proses terhadap program terapi
psikososial tersebut.
Evaluasi proses yang dimaksud merupakan suatu upaya pengkajian
untuk menilai dan menganalisa pemberian layanan suatu program yang
sedang berjalan dengan menggunakan empat kriteria yang relevan
diantaranya ialah standar praktik terbaik (Best Standar Practice),
kebijakan, tujuan proses, kepuasan klien.
1. Standar Praktik Terbaik (Best Standar Practice)
Standar praktik terbaik merupakan suatu aturan yang dijadikan
pedoman atau acuan sumber daya manusia didalam suatu lembaga.
Tujuan dibuatnya standar praktik untuk menjaga konsistensi, dan
memberikan ukuran dalam penilaian mutu kerja atau penilaian
sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan. Berikut ini yang akan
dibahas ialah mencakup standar sarana dan prasarana dan standar
proses pelayanan.
a. Standar Sarana dan Prasarana
Standar sarana dan prasarana ini mencakupi ruangan dan juga
peralatan yang digunakan dalam program terapi psikososial di
Balai Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA
48
(BRSKPN) Galih Pakuan Bogor. Berikut pembahasannya:
1. Ruangan Entry-House
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti
ruangan Entry-House merupakan ruangan yang digunakan
untuk menstabilisasi dari putus zat, dan untuk orientasi
program terapi psikososial. Di dalam ruangan ini juga
penerima manfaat melaksanakan pre test terkait dengan
program rehabilitasi. Setelah penerima manfaat stabil secara
emosional maka penerima manfaat dipindahkan ke asrama
yang telah ditentukan oleh lembaga berdasarkan hasil
screening dan assessment. Kemudian penerima manfaat
diizinkan untuk mengikuti terapi psikososial secara langsung.
Berikut ini dijelaskan oleh Ibu Lastri selaku pekerja sosial
adiksi tujuan adanya ruangan Entry-House tersebut:
“Tujuan dari asrama Entry-House itu adalah untuk
detoks atau untuk hmm.. mengeluarkan zat-zat yang
ada di dalam tubuh si penerima manfaat hmm.. seperti
pengaruh zat narkoba yang digunakannya, dan hmm..
tujuan dari asrama Entry-House juga emm.. untuk
asesmen hmm.. jadi si klien ini atau si penerima
manfaat ini cocoknya di tempatkan di asrama mana,
setelah itu tujuan dari Entry-House juga dimana
penerima manfaat di tempatkan awalnya adalah
emm.. untuk hm... mensosialisasikan program-
program atau terapi psikososial yang akan diterima
oleh penerima manfaat. Setelah itu biasanya kurang
lebih seminggu di Entry-House setelah itu sesuai
dengan hasil asesmen yang dilakukan oleh staf Entry-
House maka emm.. PM akan dipindahkan ke asrama
selanjutnya. Iya selama mereka di Entry-House staf di
Entry-House akan emm.. mensosialisasikan misalnya,
kalo di asrama dormitori satu maupun dormitori dua
hmm.. grup-grup terapi atau terapi psikososial yang
akan mereka terima itu seperti apa, terus hmm.. untuk
di Entry-House sendiri karena memang tujuannya
49
hanya untuk detoks gitu jadi belum ada terapi
psikososial nanti terapi psikososial akan mereka
terima pada saat mereka sudah dipindah asrama.”
(Ibu Lastri, 20 April 2020).
Sedangkan menurut bu Asti selaku pengurus lembaga
mengatakan bahwa ruangan Entry-House digunakan untuk
observasi dan discreening berikut penjelasannya:
“Di Entry-House diobservasi discreening lagi nah
nanti dicari kira-kira klien tersebut hmm.. kondisi
penyalahgunaannya, tingkat ktergantungan terhadap
NAPZAnya berat, ringan, atau sedang”
(Ibu Asti, 18 April 2020).
Gambar 4.2
Gedung Entry-House
Sumber: Dokumentasi Pribadi 2020
Dari penjelasan diatas dapat dilihat bahwa ruangan
Entry-House tersebut memang dirancang untuk tahapan awal
yaitu detoks atau mengeluarkan zat-zat yang ada didalam
50
tubuh penerima manfaat. Saat di ruangan ini juga penerima
manfaat di assesment dan discreening untuk mengetahui
tingkat ketergantungan penerima manfaat menggunakan
NAPZA tersebut.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti
melihat bahwa kondisi ruangan Entry-House ini sangat
tertutup, dan bangunannya pun terlihat sudah lama. Di dalam
ruangan Entry-House terdapat aula untuk mensosialisasikan
terapi psikososial dan memberikan motivasi kepada penerima
manfaat untuk mengikuti kegiatan terapi psikososial.
Ruangan aula ini dinamakan dinning hall, dan memiliki
ukuran 6x13 m2. Ruang dinning hall ini bersih dan ada
beberapa barang-barang yang berserakan di meja. Dinding
ruangan ini dipenuhi dengan jendela-jendela yang
memberikan cahaya sinar matahari secara langsung sehingga
jika siang hari tidak perlu menyalakan lampu. Kondisi jendela
juga masih bagus dan tampak baru di renovasi.
Gambar 4.3
Ruangan Entry-House
Sumber: Dokumentasi Pribadi 2020
51
Ibu Yulia selaku pekerja sosial di BRSKPN Galih Pakuan
Bogor menjelaskan kondisi ruangan Entry-House sebagai
berikut:
“Untuk yang di Entry-House tidak seluas primary
kondisinya, biasanya untuk ruang terapinya itu ada di
letaknya ada di sebelah ruangan staf dan untuk
kegiatan terapi kelompok seperti halnya di primary
juga dilaksanakan cuma karena mengingat jumlah
penerima manfaat di asrama Entry-House itu tidak
sebanyak di asrama primary jadi luasnya pun tidak
seluas di asrama primary.”
(Ibu Yulia, 27 Maret 2020).
Sedangkan menurut Ibu Erni selaku pekerja sosial
mengatakan bahwa:
“Hehe.. hmm.. Kalau kondisi-kondisinya ya baik lah
gitu kan ya, hm.. bisa di fungsikan gitu kan bisa di
fungsikan cuman ya itu tadi nih nih makanya kalo saya
jujur-jujuran aja gitu kan ya hm.. belum memadai
gitu, belum memadai dalam istilahnya. Belum
memadai gitu, itupun kadang-kadang saya juga suka
duh suka gimana ya suka geregetan gitu geregetan
kalo aduh nih ruangan gitu.”
(Ibu Erni, 3 April 2020).
Dari hasil wawancara dan observasi diatas dapat ditarik
kesimpulan bahwa ruangan yang digunakan untuk detoks dan
mensosialisasikan serta memberikan motivasi cukup baik dan
tidak terlalu luas seperti ruangan lainnya tetapi cukup untuk
menampung penerima manfaat yang baru mulai di
rehabilitasi. Untuk cahaya yang dibutuhkan dalam
menjalankan rehabilitasi pada siang hari yaitu sinar matahari
langsung yang menembus jendela-jendela pada ruangan.
Ruangan ini cukup bersih hanya saja kondisinya yang kurang
52
rapi karena banyaknya barang-barang yang berserakan.
2. Ruang Dormitory 1
Ruang dormitory 1 atau yang biasa disebut dengan
asrama primary merupakan ruangan yang digunakan untuk
melaksanakan program terapi psikososial. Dormitory 1
merupakan tempat seseorang dengan penggunaan zat yang
tingkat ketergantungannya tinggi.
Gambar 4.4
Gedung Dormitory 1
Sumber: Dokumentasi Pribadi 2020
Berdasarkan hasil observasi peneliti melihat bahwa
ruangan dormitory 1 ini sangat luas bahkan lebih luas
dibandingkan ruangan-ruangan lainnya. Ruangan ini
berukuran 20x13 m2 dan dapat menampung seratus penerima
manfaat. Ruangan ini memiliki dua lantai. Jarak ruang ini
cukup jauh dari ruangan Entry-House karena ruangan
53
dormitory 1 terletak di belakang. Posisinya yang cukup jauh
dari jalan raya membuat suasana ruangan ini sunyi tidak
adanya kebisingan dari kendaraan di luar sehingga saat
melakukan terapi psikososial kondusif. Peneliti melihat di
ruangan dormitory 1 keadaannya cukup ramai oleh penerima
manfaat yang sedang berkumpul. Di dormitory 1 ini juga
memiliki ruangan aula yang digunakan untuk terapi
psikososial. Ruangannya juga cukup luas, bersih dan rapi.
Gambar 4.5
Ruangan Dormitory 1
Sumber: Dokumentasi Pribadi 2020
Kondisi ruangan dormitory ini juga disampaikan oleh Ibu
Yulia selaku pekerja sosial sebagai berikut:
“Kalau untuk ruang terapi di asrama primary itu
kondisi ruangannya hmm.. sebetulnya tidak terlalu
banyak peralatan khusus jadi itu hanya berupa
ruangan saja yang luas, ruangannya luas karena
harus mengakomodir atau menampung hmm.. dari
jumlah penerima manfaat yang cukup banyak untuk
kegiatan terapi kelompok sendiri. Jadi hmm.. Untuk
kondisinya hanya bisa digambarkan mungkin dari
segi luasnya saja itu cukup luas, itu untuk yang terapi
54
yang ada di primary.”
(Ibu Yulia, 27 Maret 2020).
Hal ini juga didukung oleh pernyataan dari Ibu Asti
selaku pengurus lembaga sebagai berikut:
“Sarana dan prasarana yang tersedia dalam program
terapi psikososial di Balai Rehabilitasi Sosial Korban
Penyalahgunaan NAPZA, terbilang sudah cukup
memadai, luas kapasitas dorm 1, dorm 2 itu bisa
menampung dalam jumlah banyak PM secara
keseluruhan.”
(Ibu Asti, 18 April 2020).
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara diatas dapat
disimpulkan bahwa ruangan dormitory 1 cukup luas untuk
melakukan terapi psikososial, kondisi ruangannya juga cukup
baik karena bersih dan rapi. Ruangan ini cukup memadai
untuk melakukan terapi psikososial. Hanya saja perlu adanya
peningkatan.
3. Ruang Dormitory 2
Ruang dormitory 2 ini digunakan untuk terapi
psikososial. Untuk menempatkan penerima manfaat dalam
ruangan ini para petugas melihat berdasarkan tingkat
ketergantungannya, ruangan dormitory 2 ini merupakan
tempat bagi penerima manfaat yang memiliki tingkat
ketergantungan tinggi atau berat sama halnya dengan
dormitory 1.
55
Gambar 4.6
Gedung Dormitory 2
Sumber: Dokumentasi Pribadi 2020
Berdasarkan hasil observasi peneliti melihat bahwa ruang
dormitory 2 ini letaknya berseberangan dengan gedung
dormitory 1. Ruangan ini berukuran lebih luas dibandingkan
dengan dormitory 1 yaitu 25x15 m2. Gedung ruangan ini
terlihat masih baru dan bagus. Jika dilihat kondisi ruangan
dormitory 2 tidak jauh berbeda dengan dormitory 1. Di dalam
ruangan ini juga terlihat bersih dan rapi, tidak ada sampah dan
peralatan yang berserakan satupun.
Gambar 4.7
Ruangan Dormitory 2
Sumber: Dokumentasi Pribadi 2020
56
Kondisi ruangan ini juga disampaikan oleh Bapak
Wahidin selaku kepala balai berikut penjelasannya:
“Kondisi ruangan terapi psikososial sangat layak
yang ada di asrama masing-masing, maupun
dilaksanakan di luar gedung juga, karena disitu juga
bisa berinteraksi langsung sama pekerja sosial,
konselor, langsung berinteraksi langsung kepada
penerima manfaat tersebut, bisa individu bisa
kelompok, kelompok kecil kelompok besar juga bisa
digunakan di asrama yang ada di Galih Pakuan, tapi
kalau gedung khusus, khusus untuk terapi psikososial
belum ada di Galih Pakuan.”
(Bapak Wahidin, 6 April 2020).
Hal ini juga didukung oleh pernyataan Ibu Lastri selaku
pekerja sosial adiksi sebagai berikut:
“Kalau untuk saat ini kondisi ruangannya cukup
baik.”
(Ibu Lastri, 20 April 2020).
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara peneliti
ruangan dormitory 2 ini diisi oleh penerima manfaat dengan
tingkat ketergantungan zatnya tinggi. Ruangan dormitory 2
ini juga cukup memadai untuk melakukan terapi psikososial.
Selain ruangannya luas juga dapat menampung para penerima
manfaat ruangan ini juga bersih dan rapi dapat menimbulkan
kenyamanan para penerima manfaat dan mencegah timbulnya
penyakit yang disebabkan oleh ruangan yang kotor.
57
4. Ruangan House Of Growth (HOG)
Berdasarkan hasil observasi peneliti melihat bahwa
ruangan HOG terletak di dekat ruang Re-Entry. Pelaksanaan
program terapi psikososial ini dilakukan di ruangan aula HOG
yang memiliki luas 6x13 m2 ruangan ini cukup luas dan bisa
menampung penerima manfaat untuk menjalani terapi
psikososial. Kondisi ruangan ini juga bersih dan rapi.
Gambar 4.8
Ruangan House Of Growth
Sumber: Dokumentasi Pribadi 2020
Ibu Asti juga menyatakan pendapatnya mengenai kondisi
ruangan terapi psikososial sebagai berikut:
“Hog itu luas kapasitasnya itu sudah memadai dengan
jumlah klien ya ditampungnya gitu ya. Jadi secara
keseluruhan sudah memadai sih.”
(Ibu Asti, 18 April 2020).
58
Hal ini juga diyakini oleh pernyataan dari Ibu Lastri
sebagai berikut:
“Sejauh ini sarana dan prasarana yang disediakan
sama pihak balai sudah cukup mendukung dalam
menjalankan terapi psikososial bagi penerima
manfaat yang ada di balai, hanya saja perlu
ditingkatkan.”
(Ibu Lastri, 20 April 2020).
Jika dilihat dari hasil observasi dan wawancara diatas
ruangan HOG ini juga digunakan sebagaimana mestinya.
Ruangan ini cukup memadai untuk melaksanakan program
terapi psikososial. Karena kondisi ruangannya yang tidak
terlalu besar dan penerima manfaat yang berada di ruangan
HOG ini tidak terlalu banyak dapat membuat proses
pelaksanaan program berjalan dengan kondusif. Ruangan
HOG ini cukup rapi dan bersih.
5. Ruangan Re-Entry
Pada tahapan Re-Entry ini penerima manfaat
dipersiapkan untuk memasuki kembali kehidupan normal di
mayarakat. Dari hasil observasi ruangan Re-Entry ini
memiliki ukuran 6x13 m2. Ruangan ini berada di dekat ruang
Entry-House. Ruangannya tidak terlalu besar seperti ruangan
dormitory 1 dan dormitory 2 tetapi cukup untuk menampung
penerima manfaat yang sudah melewati tahapan-tahapan
sebelumnya dan siap untuk menjalankan peran-perannya
yang ada di masyarakat. Ruangan Re-Entry ini kondisinya
59
cukup baik, bersih dan juga rapi.
Gambar 4.9
Gedung Re-Entry
Sumber: Dokumentasi Pribadi 2020
Gambar 4.10
Ruangan Re-Entry
Sumber: Dokumentasi Pribadi 2020
60
Kondisi ruangan tersebut terlihat bersih dan rapi. Hal ini
disampaikan oleh Ibu Yulia sebagai berikut:
“Re-Entry sama Hog sedikit banyak sama kayak di
Entry-House, ruangannya tidak terlalu besar”
(Ibu Yulia, 27 Maret 2020).
Hal senada juga disampaikan oleh Bapak Ilyas sebagai
berikut:
“Ruangan ini kondisinya baik ya, hanya saja perlu
ditingkatkan lagi”
(Bapak Ilyas, 25 April 2020).
Berdasarkan hasil Observasi dan wawancara dapat
disimpulkan bahwa ruangan Re-Entry memiliki ukuran yang
cukup luas dan sama seperti ruang HOG dan Entry-House.
Ruangan Re-Entry ini cukup memadai karena selain luas dan
dapat menampung penerima manfaat, ruangan ini juga bersih
dan rapi.
6. Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam proses rehabilitasi sosial
disesuaikan dengan Peraturan Menteri Sosial Republik
Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 Pasal 71 tentang sarana dan
prasarana fisik rehabilitasi sosial yang menyebutkan bahwa
peralatan lembaga rehabilitasi sosial bagi pecandu dan korban
penyalahgunaan NAPZA terdiri dari peralatan penunjang
perkantoran, peralatan komunikasi, penerangan, instalasi air
dan air bersih, peralatan bantu bagi penerima layanan, dan
peralatan penunjang layanan teknis.
61
Berdasarkan hasil observasi peneliti melihat bahwa
peralatan yang digunakan dalam program terapi psikososial
tidak ada peralatan khusus. Para penerima manfaat hanya
menggunakan alat tulis seperti kertas dan pulpen. Untuk
peralatan lainnya seperti kursi, meja, lampu, dan kipas angin.
Hal ini disampaikan oleh Bapak Ilyas selaku konselor adiksi.
Berikut penjelasannya:
“Peralatan yang dipakai meja, kursi, ada juga
clipboard, kertas, pulpen, spidol, yaaa semacam
itulah kita belajar sekolah, itu juga salah satu alatnya.
Tapi yang paling utama sih meja dan kursi ya.”
(Bapak Ilyas, 25 April 2020).
Ibu Erni juga menyebutkan peralatan yang digunakan
untuk terapi psikososial sebagai berikut:
“Kalau untuk alatnya ya biasa lah kita paling kita ada
kertas ada pulpen gitu, terus biasanya saya suka minta
izin juga sama PM saya kalo memang dirasa perlu
gitu kan merekam gitu kan bisa aja saya perekam juga
pakai handphone aja, terus ya paling itu sih untuk
peralatan ngga ada yang lain yang setiap hari kita
gunakan sih paling itu aja.”
(Ibu Erni, 3 April 2020).
Hal senada juga dijelaskan oleh Ibu Lastri sebagai
berikut:
“Alat yang digunakan untuk terapi psikososial ya
seperti kertas, alat tulis, kursi gitu aja sih.”
(Ibu Lastri, 20 April 2020).
62
Dari hasil data di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
peralatan yang digunakan untuk melaksanakan program
terapi psikososial tidak memerlukan peralatan yang khusus.
Peralatan yang digunakan cukup simple dan mudah. Karena
terapi psikososial merupakan terapi kelompok yang dimana
kegiatannya menggambarkan kehidupan sehari-hari di
masyarakat. Kegiatan terapi psikososial juga mengandalkan
pemikiran dan panca indra karena pada terapi ini penerima
manfaat dilatih untuk berfikir, mendengarkan, dan berbicara.
Jika dilihat berdasarkan observasi peralatan yang
digunakan seperti kursi, meja, alat tulis, kipas angin, lampu
masih dapat berfungsi dengan baik, hanya saja ada kipas
angin yang mengalami kerusakan. Hal ini juga disampaikan
oleh Ibu Erni sebagai berikut:
“Kalau untuk peralatan ya kadang saya juga mikir
duh anak-anak juga di dalam asrama gitu kan
terkadang mungkin ya ACnya yang suka naik turun,
kipas angin juga suka ada yang mati terus mati lampu
gitu, hmm... terus juga penerangan untuk yang di
dalamnya sendiri tuh kayaknya agak sumpek gitu kan
ya dengan kalau kapasitas anak yang banyak gitu,
jadinya ada beberapa hal sih gitu kan ya, tapi ya
selama ini sih gitu ya itu tadi ya so far alhamdulillah
lah lumayan gitu cuman belum memadai gitu.
(Ibu Erni, 3 April 2020).
Sedangkan menurut pendapat Ibu Yulia sebagai berikut:
Hmm.. kondisinya masih dalam keadaan yang baik,
63
soalnya kalau misalkan ada peralatan yang sudah
tidak berfungsi itu biasanya SOPnya itu harus segera
dilaporkan ke sub bagian tata usaha dan tata usaha
segera menindaklanjutinya, apakah itu dengan
memperbaiki atau dengan mengganti menariknya
kemudian mengganti, dan itu berlaku untuk semua
barang-barang yang ada hm.. fasilitas yang ada
sarana prasarana yang ada di Galih Pakuan termasuk
untuk perlengkapan yang ada di ruangan terapi
psikososial.
(Ibu Yulia, 27 Maret 2020).
Bapak Ilyas juga mengatakan bahwa:
“Kondisi peralatan cukup baik, selalu apa.. update
terus. Untuk saat ini tidak ada kerusakan sih karena
baru apa ya… ganti. Banyak yang sudah diganti.”
(Bapak Ilyas, 25 April 2020).
Dari hasil observasi dan wawancara di atas dapat
disimpulkan bahwa kondisi peralatan terapi psikososial cukup
baik dimana setiap alat masih berfungsi sebagaimana
mestinya. Jika peralatan mengalami kerusakan maka petugas
langsung bertindak untuk memperbaiki atau menggantinya,
dan semua peralatan sudah sesuai dengan standar yang ada.
b. Standar Proses
Standar proses adalah standar spesifikasi pemberian layanan
yang digunakan sebagai acuan atau urutan kegiatan pemberian
layanan. Seperti yang telah dijelaskan pada bab 2 bahwa standar
64
proses yang akan dibahas mencakup urutan kegiatan. Urutan
kegiatan dalam hal ini dilihat dari jadwal kegiatan pelaksanaan
terapi psikososial. Jadwal kegiatannya sebagai berikut:
Tabel 4.3 Rencana Kegiatan Terapi Psikososial
NO. KEGIATAN WAKTU KEGIATAN
Hari Jam
1. Morning meeting Senin-Jumat 09.00-11.30
2. Page Group Senin 14.00-15.30
3. Seminar Selasa 13.00-15.00
4. Discussion Group Rabu 14.00-15.30
5. Encounter Group Kamis 14.00-15.30
Sumber: Arsip Data Tahun 2018 BRSKPN Galih Pakuan Bogor
Dari hasil observasi peneliti melihat bahwa terapi psikososial
dilakukan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Waktu
pelaksanaan kegiatan juga melihat situasi dan kondisi yang ada,
hal ini telah dibuktikan oleh peneliti pada saat peneliti ingin
melakukan observasi dalam kegiatan page group tetapi kegiatan
tersebut digantikan oleh religius class karena pembimbing religius
class hanya bisa datang pada hari itu, sehingga kegiatan page
group direschedule.
Ibu Asti selaku pengurus lembaga menyatakan hal sebagai
berikut:
“Sejauh ini pelaksanaan terapi psikososial di asrama
sudah sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.
Jadi, masing-masing kegiatan itu sudah on schedule
lah istilahnya. Kalaupun misalkan ada perubahan
karena alasan tertentu biasanya itu langsung di follow
up sama pendampingnya, dan nanti diganti di lain
hari misalkan seperti itu.”
65
(Ibu Asti, 18 April 2020).
Ibu Erni juga mengatakan hal yang sama bahwa:
“Kalau untuk pelaksanaannya kita diusahakan sesuai
jadwal ya kita usahakan sesuai jadwal untuk yang
grup-grup gitu kan, tapi kadang ada kendala juga,
kita fleksible sih gitu, mungkin waktunya diundur atau
waktunya dimajuin atau mungkin di skip gitu, itu
biasanya seperti itu jadi tidak yang mutlak atau
misalkan ini harus gitu, sebisa mungkin schedule
berjalan.”
(Ibu Erni, 3 April 2020).
Hal ini juga dijelaskan oleh Ibu Yulia bahwa:
“Pelaksanaannya juga sudah dilaksanakan sesuai
dengan jadwal yang telah ditentukan tapi kalau
misalkan ada beberapa kegiatan yang hm.. sifatnya
hm.. perlu menyesuaikan itu diperbolehkan tetapi
kalau untuk standar jadwal itu sudah disusun.”
(Ibu Yulia, 27 Maret 2020).
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara diatas peneliti
membuat kesimpulan bahwa para petugas telah membuat jadwal
kegiatan pelaksanaan terapi psikososial. Pelaksanaan terapi
psikososial ini sudah sesuai dengan jadwal, hanya saja terkadang
ada suatu halangan yang menyebabkan jadwal terapi psikososial
direschedule.
2. Kebijakan Lembaga
Kebijakan yang dibahas dalam penelitian ini adalah kebijakan
lembaga dalam program terapi psikososial yang berkaitan dengan
sumber daya manusia.
a. Kriteria Klien
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti,
66
peneliti melihat bahwa para klien yang mengikuti terapi
psikososial di Balai Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan
NAPZA (BRSKPN) Galih Pakuan Bogor merupakan klien dewasa
dan berjenis kelamin laki-laki. Pelayanan program rehabilitasi
khususnya program terapi psikososial ini ditujukan untuk orang-
orang yang mengalami penyalahgunaan NAPZA. Seperti yang
dijelaskan oleh Ibu Asti selaku pengurus lembaga terkait kriteria
yang harus dimiliki oleh klien agar dapat mengikuti program
terapi psikososial:
“Tentu saja ada, pertama ketika klien datang pertama
kali ke balai ini juga pertama kriteria yang harus dia
miliki misalkan ya, dia harus korban penyalahguna
NAPZA, kalau bukan merupakan korban
penyalahguna NAPZA dia tidak bisa disini misalkan
dengan diagnosa yang lain ada juga biasanya yang
seperti itu kita tidak bisa terima gitu ya, jadi kita
screening dulu. Jadi semua klien discreening apakah
memenuhi kriterianya dengan terapi psikososial yang
kita berikan disini apakah pelayanan rehab kita cocok
dengan klien tersebut. Kemudian setelah masuk ke
kita juga setelah lolos screening itu klien juga
discreening lagi di assessment lagi jadi terus di
assessment, misalkan ketika lolos screening dia masuk
ke Entry-House, di Entry-House di observasi
discreening lagi nah nanti dicari kira-kira klien
tersebut hmm.. kondisi penyalahgunaannya, tingkat
ketergantungan terhadap NAPZAnya berat, ringan,
atau sedang, nah itu kriteria itu juga harus
diperhatikan, misalkan, ketika di observasi si klien itu
ternyata hmm.. pengguna berat misalkan berarti si
klien itu harus masuk ke asrama dorm dia harus ikut
program primary ya. kemudian kalau misalkan yang
ringan misalkan nah dia juga masuk ke program
primary tetapi asramanya di House of Growth
misalkan dia belum terlalu lama pakai atau misalkan
frekuensi penggunaannya dia itu misalkan masih
jarang gitu ya atau misalkan cuma sekali atau dua kali
67
misalkan gitu ya, nah itu dia masuk ke house of growth
yang durasi programnya itu tidak terlalu lama
dibandingkan dengan primary asrama di dorm 1 dan
dorm 2 seperti itu. Nah ketika misalkan dari dorm juga
misalkan nih ya misalkan si anak ini dia rencana
kedepannya ingin melanjutkan ke program vokasional
nah itu discreening lagi juga untuk program
vokasional itukan di Re-Entry nah apakah si klien
tersebut memenuhi kriterianya untuk melanjutkan ke
Re-Entry. Pokoknya setiap tahapan setiap fase itu
misalkan di dorm juga ketika dalam program primary
untuk fase itu kan ada younger middle older nah setiap
fase itu ketika dia mau naik ke fase selanjutnya itu
harus ada kriterianya juga seperti itu. Jadi selalu ada
screening gitu ya apakah klien sesuai dengan kriteria
hm.. terhadap hm.. terapi psikososial yang akan
diberikan gitu. Jadi semuanya untuk sejauh ini sih
sesuai ya kriteria yang dimiliki klien dengan terapi
psikososial yang diberikan gitu. Jadi, kriteria klien ini
disesuaikan dengan prosedur pengasramaan.”
(Ibu Asti, 18 April 2020).
Hal ini juga dijelaskan oleh Ibu Lastri selaku pekerja sosial
adiksi sebagai berikut:
“Hmm.. Kriterianya yang pertama dia harus hmm..
pemakai narkoba, karena terapi yang kita laksanakan
memang khusus untuk penerima manfaat yang
menggunakan narkoba, yang kedua dari segi kriteria
umum kita itu hm.. penerima manfaatnya itu usianya
hm.. di sekitar 18 tahun sampai 50 tahun, terus harus
bisa baca tulis karena memang ada beberapa grup
yang mengharuskan mereka untuk menulis dan
membaca juga, terus hmm.. yang ketiga harus hmm..
sehat secara jasmani maupun rohani dan tidak
mengalami gangguan dual diagnosis. Untuk penerima
manfaat yang baru diterima di BRSKPN Galih
Pakuan dia harus melalui beberapa tahapan
diantaranya yang pertama dia harus masuk asrama
Entry-House tujuan dari asrama Entry-House itu
adalah untuk detoks atau untuk hmm.. mengeluarkan
zat-zat yang ada di dalam tubuh si penerima manfaat
68
hmm.. seperti pengaruh zat narkoba yang
digunakannya, dan hmm.. tujuan dari asrama Entry-
House juga hmm.. untuk assessment hmm.. jadi si
klien ini atau si penerima manfaat ini cocoknya di
tempatkan di asrama mana, setelah itu tujuan dari
Entry-House juga dimana penerima manfaat di
tempatkan awalnya adalah hmm.. untuk hmm..
mensosialisasikan program-program atau terapi
psikososial yang akan diterima oleh penerima
manfaat. Setelah itu biasanya kurang lebih seminggu
di Entry-House setelah itu sesuai dengan hasil
assessment yang dilakukan oleh staf Entry-House
maka hmm.. PM akan dipindahkan ke asrama
selanjutnya. Iya selama mereka di Entry-House staf di
Entry-House akan hmm.. mensosialisasikan misalnya,
kalo di asrama dormitori satu maupun dormitori dua
hmm.. grup-grup terapi atau terapi psikososial yang
akan mereka terima itu seperti apa, terus hmm.. untuk
di Entry-House sendiri karena memang tujuannya
hanya untuk detoks gitu jadi belum ada terapi
psikososial nanti terapi psikososial akan mereka
terima pada saat mereka sudah dipindah asrama.”
(Ibu Lastri, 20 April 2020).
Selain itu kriteria klien yang berhak menerima pelayanan
program terapi psikososial juga dijelaskan oleh Bapak Ilyas selaku
konselor adiksi:
“Semua klien bisa ikut terapi psikososial karena dari
depan sudah kita screening dan assessment lebih
lanjut.”
(Bapak Ilyas, 25 April 2020).
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di atas dapat
ditarik kesimpulan bahwa pecandu atau korban penyalahgunaan
NAPZA yang berusia dewasa sekitar 18 sampai 50 tahun
merupakan target sasaran Balai Rehabilitasi Sosial Korban
Penyalahgunaan NAPZA (BRSKPN) Galih Pakuan Bogor.
69
Pecandu atau korban penyalahgunaan NAPZA yang sudah
terdaftar di Balai Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan
NAPZA (BRSKPN) Galih Pakuan Bogor harus melewati tahapan-
tahapan awal agar bisa mengikuti program terapi psikososial.
Tahapan awalnya seperti screening dan assessment selama 2
minggu, di tahapan ini bertujuan untuk melihat apakah penerima
manfaat tidak memiliki dual diagnosis dan apakah pelayanan
rehabilitasi sosial di BRSKPN Galih Pakuan ini cocok dengan
penerima manfaat atau klien tersebut. Setelah penerima manfaat
lolos screening dan assessment penerima manfaat di tempatkan di
Entry-House.
Screening dan assessment masih terus dilakukan untuk
mengetahui tingkat ketergantungan terhadap NAPZA yang
digunakannya berat, sedang atau ringan. Hasil screening dan
assessment ini bertujuan untuk menentukan tempat pengasramaan
penerima manfaat. Di asrama inilah penerima manfaat
mendapatkan program terapi psikososial. Kriteria yang juga
diperlukan dalam program terapi psikososial ini penerima manfaat
harus bisa membaca dan menulis karena pada saat kegiatan terapi
psikososial penerima manfaat diharuskan untuk membaca dan
menulis. Jadi, penerima manfaat yang telah melewati tahapan
screening dan assessment selama 2 minggu dapat mengikuti terapi
psikososial di tempat asrama yang telah ditentukan oleh lembaga
berdasarkan hasil screening dan assessment saat di Entry-House.
b. Kriteria Petugas
Berdasarkan observasi dan wawancara para petugas yang
saat ini bekerja di Balai Rehabilitasi Sosial Korban
Penyalahgunaan NAPZA (BRSKPN) Galih Pakuan Bogor untuk
70
program terapi psikososial sebagian besar berlatar belakang
pendidikan ilmu sosial. Selain itu juga terdapat konselor yang
berlatar belakang pendidikan SMA dan memiliki riwayat
penyalahgunaan NAPZA. Konselor tersebut juga harus pernah
menjalani proses rehabilitasi sosial. Hal ini dijelaskan oleh Ibu
Lastri selaku pekerja sosial adiksi sebagai berikut:
“Untuk kriterianya kita ada konselor adiksi, untuk
konselor adiksi kriterianya yang pertama dia harus
mantan pengguna narkoba, terus hmm.. latar
belakang pendidikannya SMA, dan harus memiliki
pengalaman pernah menjalani program rehabilitasi
dan pernah melaksanakan pelayanan untuk penerima
manfaat bagi pecandu narkoba, yang kedua pekerja
sosial adiksi sama hmm.. non addict tapi terus dia
harus latar belakangnya sarjana sosial dan harus
memiliki pengalaman juga pernah melayani penerima
manfaat pecandu narkoba.”
(Ibu Lastri, 20 April 2020).
Kriteria-kriteria yang harus dimiliki oleh petugas dalam
program terapi psikososial juga dijelaskan oleh Ibu Yulia selaku
pekerja sosial sebagai berikut:
“Oke tentang kriteria petugas ya.. Petugas di Galih
Pakuan untuk pelaksanaan terapi psikososial ini kan
ada beberapa macam, ada pekerja sosial, kemudian
ada hmm.. tenaga IPWL, tenaga IPWL itu terdiri dari
peksos adiksi sama konselor-konselor. Nah pertama
untuk yang kriteria pekerja sosial ASNnya, yang ASN
ya ini tidak ada kriteria khusus, jadi semua fungsional
pekerja sosial itu memang diharuskan untuk bisa
memberikan terapi psikososial bagi semua penerima
manfaat di semua asrama jadi mereka harus punya
kapabilitas untuk hmm.. memberikan teknik-teknik
terapi psikososial itu untuk ASN. Nah kemudian untuk
yang tenaga IPWL yang terdiri dari peksos adiksi
ataupun konselor hmm.. sama sih sebetulnya mereka
juga harus punya skill dan kapabilitas untuk
memberikan teknik-teknik terapi psikososial. Nah
71
untuk konselor ini biasanya ada beberapa spesifikasi
khusus untuk pelayanan terhadap penerima manfaat
korban penyalahgunaan NAPZA, di kalangan
konselor itu ada pengetahuan-pengetahuan khusus
yang mengacu pada colombo plan namanya. Jadi,
hmm.. colombo plan itu salah satu badan hmm apa
ya.. Salah satu wadah dibawah PBB badan dibawah
PBB gitu ya, untuk menangani masalah adiksi di
seluruh dunia, nah jadi si konselor ini dia mempunyai
beberapa kurikulum pengetahuan yang mengacu ke
colombo plan tersebut. Hmm mulai dari farmakologi
untuk penyalahgunaan zat, kemudian teknik konseling
dasar untuk korban penyalahgunaan NAPZA,
kemudian assessment khusus yang diberikan kepada
korban penyalahgunaan NAPZA, nah mereka
harusnya idealnya itu memiliki kompetensi di bidang
ilmu-ilmu tersebut untuk konselor. Nah ini juga
sebetulnya berlaku bagi para pekerja sosial yang
ASN, bahkan ada ASN-ASN pekerja sosial yang di
Galih Pakuan itu yang sudah hmm.. mengikuti
beberapa sesi kurikulum colombo plan untuk
menambah pengetahuan mereka supaya teknik terapi
psikososialnya itu benar-benar khas atau spesifik
khusus bagi para penerima manfaat korban
penyalahgunaan NAPZA.”
(Ibu Yulia, 27 Maret 2020).
Hal yang sama juga dijelaskan oleh Ibu Asti selaku
pengurus lembaga sebagai berikut:
“Ada, petugas harus punya pengetahuan dan skill
khususnya terapi psikososial yang cocok untuk korban
penyalahgunaan NAPZA itu seperti apa. Nah,
biasanya ada standar khusus nih yang dari colombo
plan itu loh dalam pemberian treatment tapi itu juga
harus disesuaikan dengan pendekatan pekerja sosial.
Nah, konselor disini juga banyak yang ikut colombo
plan ya, pelatihan colombo plan itu. Kemudian dalam
72
pelatihan tersebut itu keterampilan yang dipelajarin
itu yang harus dikuasai itu macem-macem sih
misalkan bagaimana keterampilan cara screening dan
assessment gitu ya, kemudian bagaimana misalkan
dari segi farmakologinya, dari segi kesehatannya
seperti apa itu pengetahuannya itu harus dikuasain
juga, kemudian bagaimana cara untuk berelasi
dengan peer group, dengan significant outhersnya
seperti family itu harus dikuasain juga. Pokoknya
harus diketahuinlah yang pokoknya hal-hal yang
berhubungan dengan treatment ke korban
penyalahgunaan NAPZA dan disesuaikan dengan
pendekatan pekerja sosial kalau disini ya itu harus
dikuasai.”
(Ibu Asti, 18 April 2020).
Dari hasil observasi dan wawancara di atas kriteria petugas
yang dibutuhkan dalam program terapi psikososial merupakan
pekerja sosial dan tenaga IPWL yang terdiri dari pekerja sosial
adiksi dan konselor. Petugas-petugas tersebut harus memiliki ilmu
pengetahuan, keahlian, kapabilitas dan pengalaman dalam
memberikan pelayanan rehabilitasi sosial bagi pecandu atau
korban penyalahgunaan NAPZA, serta mengerti dan memahami
teknik-teknik yang akan digunakan dalam memberikan terapi
psikososial. Konselor memiliki standar atau spesifikasi khusus
yang di dalamnya terdapat pengetahuan-pengetahuan khusus dan
pelatihan-pelatihan khusus yang mengacu kepada colombo plan.
Colombo plan merupakan suatu wadah yang bekerja sama antar
73
negara yang salah satu tujuan dari pembentukannya adalah
menangani permasalahan adiksi dengan cara memberikan
pelatihan-pelatihan seperti screening dan assessment, teknik
konseling, farmakologi dan dari segi kesehatannya. Selain
konselor, pekerja sosial ASN juga sudah mulai mengikuti colombo
plan tersebut.
3. Tujuan Proses
Tujuan yang ingin dicapai oleh program terapi psikososial di Balai
Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA (BRSKPN) Galih
Pakuan Bogor yaitu merubah perilaku seseorang untuk menjadi pribadi
yang lebih baik. Hal ini dijelaskan oleh Bapak Wahidin selaku kepala
lembaga sebagai berikut:
“Tujuan untuk pemberian terapi psikososial kepada
penerima manfaat dimana kita harus mengubah
perilaku seseorang yang sudah dianggap buruk untuk
lebih baik kembali karena kita lihat setiap manusia
atau individu pasti punya masalah dan masalah
tersebut pasti ada jalan penyelesaiannya. Kenapa?
Karena setiap orang bisa berubah, kelompok bisa
mendukung untuk berubah, setiap individu harus
bertanggung jawab, adanya partisipasi aktif dari klien
tersebut dalam pelaksanaan kegiatan terapi
psikososial. Dalam pencapaian terapi psikososial
yang kita laksanakan disini, minimal ada perubahan
setiap hari, setiap minggu, atau bulannya, makanya
kita ada namanya catatan perkembangan harian,
bulanan, mingguan, kepada penerima manfaat.
Program yang kita laksanakan harus terstruktur
dapat menyediakan lingkungan aman dan kondusif
bagi perubahan penerima manfaat tersebut. Jadi,
kalau masalah tercapai saya yakin banyak
tercapainya karena kita melaksanakan terapi
psikososial tersebut sesuai dengan petunjuk, sesuai
dengan jadwal, anak yang ada di Galih Pakuan pasti
74
ada perubahan maupun individu, maupun di
kelompoknya dan sebagainya. Tapi kalau di luar
setelah keluar dari Galih Pakuan itulah tugas
keluarga masing-masing penerima manfaat.”
(Bapak Wahidin, 6 April 2020).
Ibu Erni juga menyampaikan pendapatnya tentang tujuan
dari terapi psikososial sebagai berikut:
“Iya, maksutnya kalau tujuannya sendiri itu
diharapkan si PM itu ada perubahan perilaku gitu kan
ya, karena dari awal dia masuk itu kan dia banyak
mengalami hm.. permasalahan gitu kan ya,
permasalahan khususnya dalam penyalahgunaannya
gitu yang biasanya itu diiringi juga dengan
permasalahan juga, pekerjaan, keluarga, hm.. Ya
dengan apa namanya tuh? Dengan orang tua, ya istri
anaknya gitu. Nah disini diharapkan si PM ini dia bisa
bagaimana dia bisa bertanggung jawab terhadap
dirinya sendiri, lingkungan keluarga, dengan
perubahan yang ada gitu, terus juga hm.. Bagaimana
dia nanti bisa dapat berfungsi sosial seperti semula
gitu kan ya misalkan kalo dia sebagai anak, sebagai
ayah, sebagai hm.. Orang tua gitu. Terus bagaimana
dia bisa memecahkan masalahnya sendiri, karena
rata-rata biasanya para penyalahgunanya tuh
biasanya mereka tuh males untuk menghadapi
masalahnya biasanya ogah gitu. Hmm... Biasanya
mereka menghindari itu masalah yang akhirnya apa
untuk menyelesaikan masalahnya itu biasanya apa
timpah dengan pakai lagi pakai lagi gitu. Nah kita
berusaha bagaimana cooping skill dia, bagaimana dia
bisa memecahkan masalahnya, tau solusinya gitu,
hm.. dengan atau tanpa bantuan orang lain gitu,
karena kan orang lain itu hanya sebagai sarana
doang gitu. Dia secara mandiri bisa memerangi
kebosanannya dia gitu supaya dia melakukan hal-hal
yang positif gitu. Selain itu juga bagaimana dia bisa
hm.. melakukan nilai-nilai atau etika-etika yang ada
di masyarakat yang sebelumnya mereka langgar,
mereka dobrak gitu kan ya, mereka ga peduli, mereka
cuek gitu, mereka bisa paham lagi terhadap aturan-
75
aturan itu gitu. Tujuannya seperti itu bertanggung
jawab terhadap dirinya sendiri, itu dulu deh gitu kan
ya yang paling utama sih itu gitu
(Ibu Erni, 3 April 2020).
Tercapainya tujuan proses pemberian layanan juga
dijelaskan oleh Ibu Yulia sebagai berikut:
“Pencapaian tentang tujuan terapi psikososial berarti
ini kaitannya sama evaluasi ya, nah untuk evaluasinya
sendiri jadi gini, sebetulnya untuk mulai tahun ini
diberlakukan sebuah alat ukur yang kita susun saya
dan teman-teman peksos susun hmm.. jadi ada
semacam pre test dan post test untuk melihat
keberhasilan dari terapi psikososial hmm.. yang
diberikan di Galih Pakuan. Jadi ini masih on going
process ya untuk pencapaian tahun ini gitu, cuma
kalau untuk tahun-tahun sebelumnya hmm hasil
pengukurannya itu hasil evaluasinya itu belum
berpatokan atau merujuk pada satu proses
pengukuran yang baku, kalau untuk tahun kemarin
karena baru mulai diberlakukan tahun ini si alat
ukurnya itu. Jadi untuk tahun-tahun kemarin sejauh
ini evaluasinya hanya berkisar antara apakah terapi
psikososial ini sudah dilalui semuanya oleh penerima
manfaat dari fase younger, middle, older apakah
mereka sudah menjalani ke semua fase itu gitu dan
rata-rata mereka yang sudah pulang, kalau yang
kasusnya bukan kabur atau split ya mereka komplit
program sampai pada tahap older. Jadi kalau ditanya
pencapaiannya terapi psikososialnya bagaimana
sejauh ini yang dilakukan tahun kemarin itu masih
berdasarkan pada aspek apakah penerima manfaat
sudah melalui keseluruhan tahapan program
jawabannya iya, tapi kalau untuk mengukur efektivitas
sejauh mana keberhasilan terapi psikososial ini yang
justru akan jadi project di Galih Pakuan sebetulnya
untuk tahun ini untuk mengukur keberhasilan tersebut
gitu. Kalau untuk alat ukurnya sudah tersedia tahun
ini.”
(Ibu Yulia, 27 Maret 2020).
76
Bapak Ilyas selaku konselor adiksi juga memberikan
tanggapannya terkait dengan pencapaian tujuan proses program
terapi psikososial:
“Tujuan layanan menurut saya pribadi sudah cukup
tercapai, kalau presentasinya sekitar 70%, 30%nya
masih banyak kekurangan-kekurangan yang harus di
evaluasi.”
(Bapak Ilyas, 25 April 2020).
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
pemberian layanan sudah cukup tercapai dan tepat sasaran
walaupun masih ada kekurangan-kekurangan yang harus di
evaluasi. Pada tahun ini Balai Rehabilitasi Sosial Korban
Penyalahgunaan NAPZA (BRSKPN) Galih Pakuan Bogor terus
berupaya melakukan evaluasi dengan menggunakan sebuah alat
ukur khusus yang berfungsi untuk melihat pencapaian hasil dari
pemberian layanan program terapi psikososial bagi penerima
manfaat. Sedangkan pada tahun-tahun sebelumnya untuk melihat
pencapaian dari program terapi psikososial tersebut pihak lembaga
melakukan evaluasi terkait dengan pemberian layanan kepada
penerima manfaat yang dilaksanakan mulai dari penerima manfaat
berada di fase younger, middle sampai berada di fase older.
Pencapaian ini juga dilihat dari perubahan-perubahan dan
perkembangan penerima manfaat setiap harinya, setiap minggu
dan setiap bulan yang tertera pada catatan petugas lembaga.
4. Kepuasan Klien
a. Kenyamanan (Assurance)
Kenyamanan yang dimaksud dalam hal ini meliputi sikap
77
ramah, sopan santun, pengetahuan dan kemampuan petugas untuk
menimbulkan rasa nyaman dari penerima manfaat dalam proses
pemberian layanan program terapi psikososial.
Hal ini disampaikan oleh WP selaku penerima manfaat atau
klien yang sudah menjalankan program terapi psikososial selama
kurang lebih enam bulan. WP mengatakan mengenai keramahan
petugas sebagai berikut:
“Hmm… yang saya alami sampai saat ini semua
petugas dan staf-staf yang ada disini sudah bersikap
sangat ramah dan bertindak sebagaimana mestinya.”
(WP, 7 Mei 2020).
WP juga mengutarakan rasa nyamannya terhadap para
petugas sebagai berikut:
“Hmm.. saya merasa sangat nyaman yah dengan
keberadaan mereka, karena dengan keberadaan
mereka juga bisa banyak membantu pemulihan saya
disini, bisa banyak memberikan feedback dan juga
support untuk bagaimana bersikap untuk menghadapi
pemulihan saya, dimana kan penyakit adiksi ini
adalah penyakit yang tidak bisa disembuhkan hanya
bisa pulih. Mereka memberikan banyak sekali
memberikan support dan dukungan juga masukan-
masukan yang sangat berguna untuk saya.”
(WP, 7 Mei 2020).
Hal senada juga disampaikan oleh MB bahwa:
“Oke.. Para petugas disini saya lihat cara kerjanya
profesional juga baik, ramah, ya kalo bilang bagus
lah gitu”
(MB, 7 Mei 2020).
MB memperkuat argumennya dengan mengatakan bahwa:
“Sangaaat merasa nyaman sih.. karena apa? kalau
staf misalnya ada disini gitu, kita sangat membantu
pemulihan klien disini juga residen disini juga gitu.
78
Jadi kita ada apa-apa butuh punya masalah apa,
karena kan konselor staf atau disini itu apa ya.. dia
sebagai jembatan buat kita ke orang tua gitu. Jadi kita
punya masalah apa kita cerita sama staf yang disini
gitu.”
(MB, 7 Mei 2020).
Berdasarkan hasil wawancara dengan penerima manfaat
tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pengetahuan dan
pengalaman serta sikap profesional yang dimiliki oleh petugas
mampu membuat penerima manfaat merasa nyaman saat
menjalani rehabilitasi. Penerima manfaat juga percaya bahwa para
petugas dapat menolong mereka membantu dalam proses
pemulihan. Kepercayaan tersebut timbul dari adanya dukungan
dan motivasi-motivasi yang selalu diberikan kepada penerima
manfaat, dan petugas juga selalu ada di saat penerima manfaat
membutuhkan bantuan para petugas.
b. Empati (Emphaty)
Kemampuan para petugas untuk menunjukkan rasa empati
atau kepeduliannya dengan memberikan perhatian, dukungan, dan
memahami penerima manfaat atau klien. Hal ini sangat diperlukan
bagi para petugas, karena dengan adanya sikap perhatian dan
dukungan yang diberikan kepada penerima manfaat akan
membantu proses berjalannya rehabilitasi. Penerima manfaat atau
klien akan merasakan kepedulian tersebut sehingga penerima
manfaat merasa bahwa ia tidak sendirian dan banyak yang ingin
membantu serta memberikan dukungan agar penerima manfaat
79
dapat pulih kembali.
WP menyampaikan terkait rasa empati para petugas sebagai
berikut:
“Semua pertugas disini dan staf-stafnya sangat peduli
hm.. terhadap diri saya dan juga terhadap family yang
lain.”
(WP, 7 Mei 2020).
Hal ini juga disampaikan oleh MB sebagai berikut:
“Peduli banget dia sama.. misal saya punya masalah
atau kalau saya lagi konseling lagi itu dia sangat
perhatian, pokoknya peduli banget lah..”
(MB, 7 Mei 2020).
Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan dari Bapak Wahidin
selaku ketua lembaga bahwa:
“Sumber daya manusia yang ada di Galih Pakuan 44
pegawai PNS, 21 konselor, honorer kurang lebih 34,
sangat-sangat mempunyai rasa kepedulian dan
perhatian kepada penerima manfaat. Bukan cuma
pekerja sosial yang harus empati kepada penerima
manfaat, tapi semua pegawai yang ada di Galih
Pakuan mulai dari pimpinan sampai tukang kebun
harus peduli, harus mempunyai tanggung jawab,
harus perhatian kepada penerima manfaat, karena
kita merasa kita satu keluarga, kita merasa sama-
sama untuk menjaga nama baik Galih Pakuan
bersama-sama untuk memulihkan residen yang ada di
Galih Pakuan.”
(Bapak Wahidin, 6 April 2020).
Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa para petugas sampai saat ini selalu bersikap
peduli dan memberikan perhatian serta dukungan kepada seluruh
penerima manfaat.
80
c. Keandalan (Reliability)
Kemampuan petugas untuk memberikan pelayanan dengan
bersikap konsisten dan dapat diandalkan. Hal ini dijelaskan oleh
Bapak Wahidin sebagai berikut:
“Petugas sangat konsisten, dan sangat-sangat
diandalkan dalam pelayanan bagi penerima manfaat
dimana banyak ilmu dia miliki, terutama pekerja
sosial yang begitu dekat kepada penerima manfaat.
Begitupun dengan konselor adiksi, dimana saya lihat
tidak kenal siang, tidak kenal pagi, tidak kenal malam,
untuk memberikan pelayanan kepada penerima
manfaat, melaksanakan kegiatan-kegiatan di dalam
asrama maupun di luar asrama sesuai dengan tata
tertib yang ada di Galih Pakuan dengan jadwal
kegiatan yang kita sudah susun dari mulai anak masuk
di Galih Pakuan, sampai penerima manfaat tersebut
keluar dari Galih Pakuan atau selesai mengikuti
rehabilitasi sosial di Galih Pakuan.”
(Bapak Wahidin, 6 April 2020).
Hal ini juga diperkuat oleh Ibu Asti bahwa:
“Sejauh ini petugas mampu bersikap konsisten untuk
mendukung kepulihan klien. Misalkan konsisten
dalam proses naik fase, kalau si klien itu belum
memenuhi kriteria untuk naik fase, maka itu tidak
akan diizinkan si klien tersebut naik fase, atau
misalkan refelar ke asrama selanjutnya gitu. Jadi
petugas disini harus konsisten karena kalau tidak
konsisten itu tidak akan maksimal pelayanan rehab
yang diberikan gitu. Jadi, konsistensi ini penting untuk
mendorong kepulihan klien kalau tidak konsisten ya
program terapi psikososial yang diberikan ya akan
sia-sia.”
(Ibu Asti, 18 April 2020).
Dari penjelasan di atas dapat dilihat bahwa para petugas
sangat bisa diandalkan dalam memberikan pelayanan, petugas
juga selalu berusaha konsisten terhadap tugas yang menjadi
81
tanggung jawab mereka dan konsisten dalam mematuhi peraturan
atau tata tertib yang diberlakukan oleh lembaga. Bersikap
konsisten dalam memberikan pelayanan menjadi hal yang harus
dimiliki oleh para petugas untuk membantu proses pemulihan
penerima manfaat.
Program terapi psikososial di Balai Rehabilitasi Sosial
Korban Penyalahgunaan NAPZA (BRSKPN) Galih Pakuan Bogor
dinilai telah tepat sasaran, penerima manfaat yang menjadi target
sasaran pemberian layanan program telah berhasil ditangani oleh
petugas. Sebagaimana penjelasan yang diberikan oleh Ibu Asti:
“Sejauh ini pemberian layanan sudah tepat sasaran.
Pemberian layanan diberikan pada korban
penyalahgunaan NAPZA sesuai kriteria keparahan
pemakaiannya.”
(Ibu Asti, 18 April 2020).
Keandalan para petugas dalam mencapai target sasaran juga
dapat dilihat dari pemberian pelayanan kepada masyarakat dengan
memberikan edukasi dan sosialisasi seperti yang dijelaskan oleh
Ibu erni sebagai berikut:
“Kalau untuk tujuan pemberian layanan hm.. Insya
Allah sih sudah tepat sasaran yah selain dari PM kita
sendiri yang ada di Galih Pakuan, kita juga layanan
kita juga biasanya ada ke masyarakat melalui edukasi
melalui sosialisasi ke sekolah-sekolah ya itu tadi
melalui penyuluhan-penyuluhan gitu. Jadi, sepertinya
sih sudah tepat sasaran mudah-mudahan yah gitu.
Terus juga ada warga binaan dari lapas-lapas kita
pernah ada sosialisasi ada assessment malah kita
pernah juga ada di mana itu gunung sindur kalau
ngga salah gitu ada program hm.. yang kita buat
disana gitu, mudah-mudahan sih sudah.”
(Ibu Erni, 3 April 2020).
82
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan
dapat ditarik kesimpulan bahwa para petugas cukup dapat
diandalkan dan konsisten dalam melaksanakan tugasnya. Para
petugas juga selalu berusaha memberikan yang terbaik kepada
penerima manfaat dan masyarakat lainnya. Pemberian program
pelayanan yang diberikan telah sesuai dengan kriteria penerima
manfaat dimana penerima manfaat merupakan seorang laki-laki
yang berumur sekitar 18 sampai 50 tahun yang mengalami
permasalahan penyalahgunaan NAPZA dengan tidak dual
diagnosis, selain itu pemberian pelayanan seperti edukasi dan
sosialisasi juga diberikan kepada masyarakat yang berada di dalam
lembaga maupun di luar lembaga. Hal ini menunjukkan bahwa
pemberian pelayanan program telah tepat sasaran.
d. Ketanggapan (Responsiveness)
Ketanggapan yang dimaksud dalam hal ini merupakan
kemampuan para petugas dalam hal cepat dan tanggap untuk
memberikan pelayanan dan membantu penerima manfaat disaat
penerima manfaat mendapatkan permasalahan. Hal ini dijelaskan
oleh Bapak Ilyas sebagai berikut:
“Petugas khususnya konselor ada di facility atau di
asrama selama 24 jam, setiap kali ada masalah
langsung di follow up.”
(Bapak Ilyas, 25 April 2020).
Hal senada juga disampaikan oleh MA selaku penerima
manfaat di tingkat older sebagai berikut:
“Untuk selama ini yang saya rasakan untuk
penanganan masalah yang saya rasakan sangat jelas
ya, karena staf pun ada yang stay di facility untuk
penanganan langsung dilaksanakan.”
83
(MA, 7 Mei 2020).
Penerima manfaat juga menyampaikan tentang kepuasan
penerima manfaat terhadap ketanggapan dan keterandalan para
petugas. Hal ini disampaikan oleh MB sebagai berikut:
“Sangat-sangat puas, karena.. terapi psikososial yang
ada di Galih Pakuan ini sangat-sangat membantu
untuk pemulihan saya di luar gitu.”
(MB, 7 Mei 2020).
WP juga menjelaskan hal serupa:
“Untuk ketanggapan dan kesigapannya saya merasa
puas yah kalau misalnya harus diberi poin saya beri
poin 85 dari skala 100.”
(WP, 7 Mei 2020).
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa para petugas dirasa telah cepat tanggap karena
para petugas selalu berada di setiap asrama dan selalu cepat
menanggapi permasalahan-permasalahan yang dialami oleh
penerima manfaat.
e. Bukti Langsung (Tangibles)
Tangibles atau bukti konkret yang dimaksud merupakan
kemampuan lembaga untuk menunjukkan yang terbaik bagi klien
atau penerima manfaat dari segi fisik seperti fasilitas yang
digunakan pada saat pemberian program pelayanan terapi
psikososial yang bisa dirasakan langsung oleh penerima manfaat
tersebut. Fasilitas yang digunakan pada saat terapi psikososial
tidak ada fasilitas khusus. Peneliti melihat bahwa kondisi ruangan
terapi psikososial cukup bersih, rapi dan sesuai dengan kapasitas
penerima manfaat yang ada di asrama tersebut. Peralatan yang
digunakan memang tidak terlalu banyak dan kondisi peralatannya
84
masih dapat berfungsi, hanya saja ada beberapa yang mengalami
kerusakan. Hal ini juga disampaikan oleh MB bahwa:
“Menurut saya, peralatan yang disini sih cukup
lengkap dan sangat membantu sih menurut saya.
Peralatan yang rusak banyakan sih kursi gitu, kursi
sama kipas angin cuma beberapa sih, mungkin itu
doang. Kalau ruangan sih menurut saya masih bisa,
masih bisa dipakai cuman.. mungkin harus di cat
ulang aja gitu biar suasananya baru.”
(MB, 7 Mei 2020).
Melalui data wawancara yang disebutkan oleh MB dapat
diketahui bahwa fasilitas yang ada cukup membantu penerima
manfaat dalam menjalani terapi psikososial walaupun ada
beberapa peralatan yang tidak dapat berfungsi secara normal.
Memberikan inovasi warna ruangan juga dibutuhkan penerima
manfaat untuk mendukung adanya suasana baru. Hal tersebut juga
didukung oleh penjelasan WP sebagai berikut:
“Untuk ketersediaan fasilitas menurut saya sudah
cukup, e… walaupun di beberapa sisi, di beberapa
bagian masih ada beberapa kekurangan. Ya
keterbatasan juga mungkin karena ada keterbatasan
dari pihak.”
(WP, 7 Mei 2020).
Berdasarkan penjelasan WP tersebut dapat disimpulkan
bahwa ketersediaan fasilitas fisik juga sudah cukup membantu
dalam proses pelayanan terapi psikososial walaupun masih ada
kekurangan di dalamnya.
Selain dari fasilitas fisik dalam proses pemberian layanan
penampilan petugas juga harus diperhatikan. Selama peneliti
melakukan observasi, peneliti melihat bahwa para petugas
khususnya petugas ASN berpakaian seragam dan untuk pekerja
85
sosial adiksi dan konselor tidak menggunakan seragam tetapi tetap
berpakaian formal dan dilengkapi juga dengan atribut lainnya
seperti alas kaki atau sepatu. Penampilan para petugas selalu
bersih, dan sopan hal itu menunjukkan bahwa para petugas bekerja
dengan profesional dan mengikuti aturan yang sudah ditetapkan
oleh lembaga. Hal ini juga disampaikan oleh Ibu Lastri selaku
pekerja sosial adiksi sebagai berikut:
“Kalau baik konselor adiksi maupun pekerja sosial
adiksi sampai sekarang hm.. belum punya seragam
gitu, tapi pada saat jam kerja kita diwajibkan untuk
pakai kemeja, pakai celana panjang, pakai sepatu.”
(Ibu Lastri, 20 April 2020).
MA selaku penerima manfaat menyampaikan pendapatnya
mengenai penampilan para petugas saat memberikan layanan,
berikut pernyataannya:
“Untuk penampilann.... bagi staf saat duty sangaaat
sopan dan rapi.”
(MA, 7 Mei 2020).
Hal senada juga disampaikan oleh WP sebagai berikut:
“Penampilan petugas sangat rapi ya memakai
seragam dan sopan juga.”
(WP, 7 Mei 2020).
Dari semua penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa pihak lembaga telah memberikan bukti secara langsung
mengenai pemberian layanan program rehabilitasi dengan
menunjukkan bukti fisik seperti fasilitas, peralatan dan
penampilan dari para petugas yang selalu sopan, rapi, dan sikap
atau tindakan yang mencerminkan mereka telah bekerja secara
profesional. Adanya bukti fisik tersebut menunjukkan keseriusan
pihak lembaga untuk memberikan pertolongan kepada penerima
manfaat.
86
Tabel 4.4 Evaluasi Proses Program Terapi Psikososial
Evaluasi Proses Program Terapi Psikososial
Kriteria Indikator Keterangan
Standar Praktik
Terbaik
Sarana dan Prasarana
Sarana dan Prasarana yang
digunakan dalam program terapi
psikososial dapat dikatakan cukup
memadai. Ruangan yang
digunakan untuk menjalankan
program terapi psikososial terdiri
dari ruangan Entry-House,
Dormitory 1, Dormitory 2, House
Of Growth, Re-Entry. Ruangan-
ruangan yang diberikan cukup luas
sehingga dapat menampung semua
penerima manfaat. Semua ruangan
ini digunakan dengan baik dan
sebagaimana mestinya oleh
penerima manfaat dan juga
petugas sehingga kondisinya rapi
dan bersih. Dalam melakukan
terapi psikososial tidak
menggunakan peralatan khusus.
Peralatan yang digunakan terdiri
dari kursi, kipas angin, meja, alat
tulis, dan lampu. Kondisi
87
peralatannya cukup baik dan
memadai hanya saja ada beberapa
kipas angin dan lampu yang rusak.
Urutan Kegiatan
Jadwal kegiatan terapi psikososial
terdiri dari kegiatan morning
meeting yang dilakukan pada hari
senin pukul 09.00-11.30, dan page
group 14.00-15.30. Seminar hari
selasa pukul 13.00-15.00,
discussion group rabu pukul
14.00-15.30, dan encounter group
hari kamis pukul 14.00-15.30.
Kegiatan yang dilaksanakan sudah
sesuai dengan jadwal yang telah
ditentukan dan jika ada perubahan
atau kendala dapat direschedule.
Kebijakan Lembaga
Kriteria Klien
Penerima manfaat yang dapat
menjalani rehabilitasi sosial yaitu
seseorang yang menjadi korban
penyalahguna NAPZA, berumur
18 tahun sampai 50 tahun, berjenis
kelamin laki-laki.
Kriteria Petugas
Petugas yang memberikan
pelayanan terdiri dari pekerja
sosial profesional yang memiliki
pendidikan dan pengetahuan
dalam menangani permasalahan
korban penyalahguna NAPZA,
88
pekerja sosial adiksi dan konselor
yang memiliki pengetahuan dan
pengalaman menangani korban
penyalahguna NAPZA.
Tujuan Proses
Hasil Pemberian Layanan
Tujuan pemberian layanan yaitu
merubah perilaku penerima
manfaat kearah positif,
mengajarkan, dan melatih
penerima manfaat agar dapat
menjalankan perannya di
masyarakat Tujuan terapi
psikososial sudah cukup tercapai
dilihat dari perkembangan
penerima manfaat setaip harinya.
Program terapi psikososial juga
sudah tepat sasaran yaitu kepada
orang-orang yang mengalami
permasalahan penyalahgunaan
NAPZA.
Kepuasan Klien
Kenyamanan
Pengetahuan dan pengalaman serta
sikap profesional yang dimiliki
oleh petugas mampu membuat
penerima manfaat merasa nyaman
dan meyakini penerima manfaat
bahwa para petugas dapat
membantu memulihkan mereka.
Empati Para petugas selalu peduli,
perhatian, dan memberikan
89
dukungan kepada seluruh
penerima manfaat.
Keterandalan
Para petugas sangat dapat
diandalkan dalam memberikan
pelayanan, petugas juga cukup
konsisten dan bertanggung jawab.
Ketanggapan
Para petugas cepat dan tanggap
dalam menangani permasalahan
yang dialami penerima manfaat.
Bukti Langsung
Pihak lembaga telah berupaya
memberikan yang terbaik untuk
penerima manfaat. Dapat dilihat
bahwa bukti langsung mengenai
pemberian layanan seperti
fasilitas, peralatan dan penampilan
para petugas menunjukkan
keseriusan pihak lembaga untuk
membantu proses pemulihan
penerima manfaat.
90
BAB V
PEMBAHASAN
Dalam bab ini peneliti akan mendeskripsikan bagaimana hasil dari
penelitian evaluasi proses program terapi psikososial bagi korban
penyalahgunaan NAPZA di BRSKPN Galih Pakuan Bogor. Hasil
penelitian ini dikaitkan dengan latar belakang masalah serta teori yang
peneliti tulis pada bab 2 mengenai tiga model evaluasi menurut Pietrzak,
Ramler, Forf, Gilbert (1996) dalam (Adi 2001, 128) yang pertama evaluasi
input, yaitu melibatkan tiga variabel utama yang terdiri dari staf, sumber
daya program, klien, dan sumber daya penunjang lainnya. Evaluasi input
menggunakan empat kriteria yaitu tujuan dan objektif, penilaian kebutuhan
klien, standar dari praktik terbaik serta biaya per unit layanan. Selanjutnya
yang kedua yaitu evaluasi proses, evaluasi proses fokus kepada aktivitas
program yang melibatkan adanya interaksi secara langsung antara klien dan
staf atau petugas. Untuk melakukan pengkajian evaluasi proses
menggunakan empat aspek seperti standar praktik terbaik (best practice
standards), kebijakan lembaga, tujuan proses (process goals), dan
kepuasan klien. Selanjutnya model evaluasi ketiga, yaitu evaluasi hasil.
Evaluasi hasil bertujuan untuk mengetahui apakah suatu program sudah
berjalan dan berhasil mencapai tujuan yang diharapkan, dan perubahan
yang dirasakan klien setelah menjalankan suatu program.
Pada bab sebelumnya telah dijelaskan bahwa peneliti hanya berfokus
pada evaluasi proses terhadap program terapi psikososial yang ada di Balai
Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA (BRSKPN) Galih
Pakuan Bogor. Program terapi psikososial secara garis besar bertujuan
untuk memulihkan kondisi psikis dan sosial agar mampu melaksanakan
fungsi sosialnya di dalam keluarga maupun masyarakat. Program terapi
91
psikososial ini ditujukan untuk korban penyalahgunaan NAPZA yang
berusia 18 sampai 50 tahun berjenis kelamin laki-laki. Dalam terapi
psikososial terdapat kegiatan-kegiatan diantaranya morning meeting,
PAGE group, discussion group, encounter group, seminar. Morning
meeting merupakan kegiatan yang dilakukan penerima manfaat setiap pagi
hari untuk membahas tentang isu-isu suatu peristiwa yang dialami oleh
penerima manfaat. Kegiatan ini bertujuan untuk melatih rasa kepedulian
mereka terhadap teman-temannya dan lingkungan asrama, sehingga
mereka dapat memperbaiki sikap dan perilaku mereka. Dalam kegiatan ini
juga dilakukan pembacaan janji atau komitmen dari para penerima manfaat
untuk melaksanakan program terapi psikososial.
Page group merupakan peer accountability group evaluation dan
personal accountability group evaluation kegiatan ini bertujuan untuk
mengevaluasi sisi positif dan sisi negatif dari diri sendiri dan penerima
manfaat lainnya, untuk mengintrospeksi dan memperbaiki diri. Discussion
group merupakan kegiatan diskusi dua kelompok pro dan kontra terkait
dengan tema yang diberikan oleh konselor maupun pekerja sosial. Tujuan
dari kegiatan ini untuk memberikan kesempatan kepada penerima manfaat
dalam berbicara supaya bisa mengeluarkan dan mengekpresikan apa yang
ada di pikirannya, mengasah wawasan dan kemampuan bicara atau analisis
terhadap tema yang diberikan. Encounter group adalah kegiatan untuk
melepaskan keluhan, unek-unek, atau konflik yang dialami oleh penerima
manfaat. Selanjutnya kegiatan seminar merupakan kegiatan pemberian
edukasi yang diberikan oleh konselor, pekerja sosial, ataupun penyuluh
sosial. Tema dan materi yang disampaikan menyangkut tentang adiksi,
pencegahan relapse, menjaga kepulihan dan sebagainya. Tujuan dari
seminar ini adalah meningkatkan pengetahuan penerima manfaat tentang
dunia adiksi dan meningkatkan motivasi serta kepercayaan diri.
92
Menurut Hawari (2016) dalam (Rosdi 2018, 22) Pecandu NAPZA akan
terganggu sistem transmisi (neuro-transmitter) pada susunan syaraf pusat
yang mengakibatkan gangguan pada fungsi kognitif seperti daya pikir dan
memori, fungsi afektif perasaan dan mood, psikomotorik atau perilaku
gerak, komplikasi medik terhadap fisik seperti jantung, paru-paru, ginjal,
dan sebagainya. Seperti yang telah dijelaskan oleh peneliti pada bab 2 ada
beberapa faktor yang menyebabkan seseorang menyalahgunakan NAPZA.
Salah satunya yaitu faktor kepribadian yang ditimbulkan karena distorsi
pikiran. Dinamika kehidupan manusia yang beragam dan cara manusia
menanggapinya juga berbeda-beda, ada yang menanggapi dengan positif
ada pula yang negatif.
Dampak yang dirasakan pertama kali setelah menggunakan NAPZA
yaitu merasa senang, percaya diri bertambah, mampu menghilangkan rasa
takut, tegang, cemas dan melupakan masalah-masalah yang dialami.
Dampak tersebut membuat mereka berfikir bahwa NAPZA memberikan
dampak positif dan dapat dijadikan solusi untuk mengatasi permasalahan
mereka, dan membantu mereka dalam mengerjakan pekerjaannya,
sehingga terjadi pengulangan pemakaian NAPZA terus menerus dan
menyebabkan ketergantungan. Selanjutnya merupakan faktor lingkungan.
Berada di dalam suatu lingkungan yang merupakan pengguna atau bahkan
pengedar menyebabkan mereka ingin mencoba NAPZA dan dilakukan
secara berulang-ulang sehingga menjadi sebuah kebiasaan dan
ketergantungan. Secara fisiologis mereka merasa bahwa dirinya tidak bisa
menghentikan pemakaian zat tersebut karena jika berhenti akan berdampak
buruk bagi dirinya, sehingga NAPZA terus menerus digunakan.
A. Evaluasi Proses Program Terapi Psikososial
Secara garis besar evaluasi proses digunakan untuk menilai, dan
menganalisa program yang sedang berjalan. Evaluasi juga dapat
93
membantu mengidentifikasi dan mengontrol proses pemberian layanan
apakah sesuai dengan standar yang telah ditentukan, dan dapat
meningkatkan mutu pelayanan serta memperbaiki kekurangan dari
program tersebut (Adi 2001, 129). Evaluasi proses dikaji dengan
menggunakan empat kriteria yang relevan yaitu standar praktik terbaik
(best standard practice), kebijakan lembaga, tujuan proses, kepuasan
klien. Berikut pembahasannya:
1. Standar Praktik Terbaik (Best Practice Standards)
Standar praktik terbaik (best practice standards) merupakan
sebuah aturan tata cara yang dijadikan acuan terkait pelaksanaan
dalam pelaksanaan program yang digunakan untuk memastikan
seluruh tindakan berjalan efektif, sesuai dengan standar, konsisten
dan sistematis. Standar praktik terbaik (best practice standards)
pada penelitian ini membahas tentang sarana dan prasarana serta
standar proses yang meliputi urutan kegiatan terapi psikososial.
Berikut Pembahasannya:
a. Standar Sarana dan Prasarana
Pada bab sebelumnya telah dibahas sarana dan prasarana
yang digunakan untuk menjalankan program terapi psikososial.
Jika melihat Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia
Nomor 9 Tahun 2017 Tentang Standar Nasional Rehabilitasi
Sosial bagi Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika,
Psikotropika, dan zat adiktif lainnya pasal 71 (lihat bab 2, p.
35) peneliti memfokuskan kepada ruangan pelayanan teknis
khususnya ruangan konseling psikososial. Ruangan
pelaksanaan program terapi psikososial ini sudah terpenuhi.
Berikut pembahasannya:
94
Ruangan pertama merupakan ruangan Entry-House. Pada
bab sebelumnya telah dijelaskan bahwa ruangan Entry-House
merupakan tempat pertama kali korban penyalahgunaan
NAPZA menjalani rehabilitasi sosial. Kondisi ruangan Entry-
House cukup minimalis, rapi dan bersih. Ruangan Entry-House
ini sangat tertutup karena disinilah penerima manfaat menjalani
proses stabilisasi dari putus zat. Ruangan Entry-House ini
cukup baik dan memadai.
Ruangan kedua merupakan ruangan dormitory 1.
Ruangan tersebut memiliki ukuran yang cukup luas yaitu
20x13m2. Ruangan ini dapat menampung banyak penerima
manfaat dengan kapasitas daya tampung sekitar 100 penerima
manfaat. Posisi ruangan dormitory 1 ini berada di belakang.
Kondisi ruangan dormitory 1 cukup bersih dan rapi. Para
penerima manfaat yang selalu menjaga ruangan tersebut
sehingga pelaksanaan terapi psikososial berjalan dengan
kondusif.
Ketiga, ruangan dormitory 2. Ruangan ini berukuran
25x15m2. Jika dilihat dari segi luasnya ruangan ini dapat
menampung penerima manfaat dengan kapasitas daya
tampung sekitar 100 orang penerima manfaat. Posisi ruangan
dormitory 2 ini berseberangan dengan ruang dormitory 1.
Kondisi ruangan tersebut tidak jauh berbeda dengan ruangan
dormitory 1 yaitu cukup bersih, dan rapi. Ruangan ini dapat
dikatakan ideal dan layak untuk tempat pelaksanaan program
terapi psikososial. Hal ini tidak terlepas dari adanya kerjasama
antara penerima manfaat dan para petugas untuk menjaga
ruangan- ruangan yang ada di lembaga.
95
Ruangan yang keempat adalah asrama HOG yang dimana
di dalamnya terdapat penerima manfaat yang tingkat
ketergantungan dan kecanduannya masih dapat dikatakan
ringan. Pelaksanaan program terapi psikososial ini dilakukan
di ruangan aula HOG yang memiliki luas 6x13 m2 ruangan
ini cukup luas dan bisa menampung penerima manfaat untuk
menjalani terapi psikososial. Kondisi ruangan ini juga bersih
dan rapi.
Ruangan terakhir yaitu ruangan Re-Entry, pada ruangan
ini memiliki ukuran tidak jauh berbeda dengan ruangan HOG
yaitu 6x13m2. Kondisi ruangan cukup baik dan layak
digunakan untuk memberikan program terapi psikososial
kepada penerima manfaat yang sedang mempersiapkan diri
untuk kembali ke kehidupan normal di masyarakat.
Prasarana yang dimaksud merupakan peralatan yang
digunakan untuk melaksanakan terapi psikososial.
Peralatannya terdiri dari alat tulis, kursi, meja, kipas angin dan
lampu. Semua peralatan yang digunakan masih dapat berfungsi
secara normal. Kondisi peralatan juga cukup baik dan sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan. Hanya saja perlu
ditingkatkan. Peralatan untuk terapi psikososial juga digunakan
dengan baik oleh sumber daya manusia yang ada di lembaga.
Dapat disimpulkan bahwa sarana dan prasarana yang
tersedia di BRSKPN Galih Pakuan Bogor untuk melaksanakan
program terapi psikososial sudah sesuai dengan Peraturan
Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017
Tentang Standar Nasional Rehabilitasi Sosial Bagi Pecandu
Dan Korban Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, Dan Zat
96
Adiktif Lainnya pasal 71. Ruangan terapi psikososial tersebut
cukup memadai dan sesuai dengan apa yang dibutuhkan
penerima manfaat. Hal ini juga dipengaruhi oleh para petugas
yang selalu tanggap jika ada sarana dan prasarana yang rusak
dan langsung menggantinya. Selain itu, penerima manfaat yang
juga menjaga sarana dan prasarana yang mereka gunakan.
b. Standar Proses
Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya
bahwa standar proses yang dibahas dalam penelitian ini adalah
urutan kegiatan terapi psikososial. Dapat disimpulkan bahwa
proses yang dilakukan dalam program terapi psikososial ini
sudah cukup maksimal dikarenakan dalam proses pelaksanaan
berpacu dengan jadwal yang telah ditetapkan. Jadwal kegiatan
yang telah disusun oleh para petugas. Para petugas selalu
berusaha melakukan kegiatan sesuai dengan jadwal yang telah
ditentukan, hanya saja terkadang ada suatu halangan yang
menyebabkan jadwal terapi psikososial direschedule (lihat bab
4, p. 54).
Dapat dilihat bahwa standar sarana dan prasarana serta
standar proses dalam pemberian layanan terapi psikososial di
Balai Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahguna NAPZA
(BRSKPN) Galih Pakuan Bogor sudah sesuai dengan indikator
standar praktik terbaik dengan teori Tambunan (2008) yang
mengatakan bahwa Standar Operating Procedur merupakan
suatu tata cara atau prosedur yang mengatur pelaksanaan
program dalam suatu organisasi. Prosedur operasional ini
digunakan untuk memastikan setiap langkah dan keputusan
97
maupun tindakan berjalan efektif, konsisten, sesuai standar,
dan sistematis. Dilihat berdasarkan kriteria standar praktik
terbaik menurut (Kusnoto 2001, 2) yang menekankan pada
proses berpikir kreatif yang bertujuan agar perbaikan yang
dilakukan tidak hanya untuk mengulang perbaikan tetapi
digunakan untuk meningkatkan kualitas produk atau jasa, tetapi
juga melakukan perubahan manajemen organisasi suatu
perusahaan atau lembaga dapat tetap maju dan berkembang
(lihat bab 2, p.26-27).
2. Kebijakan Lembaga
a. Penerima Manfaat
Kebijakan dalam penelitian ini membahas tentang
kriteria yang harus dimiliki oleh penerima manfaat supaya
dapat mengikuti terapi psikososial dan sumber daya manusia
yang bertugas dalam program terapi psikososial.
Dalam bab sebelumnya peneliti telah menjelaskan
mengenai kriteria penerima manfaat yang menjalankan
program terapi psikososial merupakan korban penyalahgunaan
NAPZA berjenis kelamin laki-laki berusia sekitar 18 sampai 50
tahun dengan tidak dual diagnosis. Hal ini sesuai dengan
kebijakan yang dibuat oleh pihak lembaga (lihat bab 3, p. 42).
Peneliti juga melihat bahwa para penerima manfaat dapat
membaca dan menulis. Untuk menentukan kriteria tersebut
penerima manfaat discreening dan assessment secara berulang-
ulang oleh petugas (lihat bab 4, p. 41-42).
b. Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia yang bertugas pada program terapi
98
psikososial dapat dikatakan sesuai dengan Peraturan Menteri
Sosial Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 Tentang
Standar Nasional Rehabilitasi Sosial Bagi Pecandu Dan Korban
Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, Dan Zat Adiktif
Lainnya pasal 68 (lihat bab 2, p. 34-35) Bahwa sumber daya
yang dibutuhkan berlatar belakang pendidikan dan memiliki
pengalaman dalam penanganan rehabilitasi sosial korban
penyalahgunaan NAPZA. Jika dilihat dari pembahasan pada
bab sebelumnya kriteria sumber daya manusia yang bertugas
sudah cukup relevan. Pada program terapi psikososial yang
bertugas memberikan pelayanan adalah pekerja sosial, pekerja
sosial adiksi, dan konselor adiksi. Pekerja sosial profesional
memiliki kapabilitas dan kepedulian serta rasa tanggung jawab
yang tinggi diperoleh dari bidang pendidikan, pelatihan dan
pengalaman praktik pekerja sosial. Konselor adiksi juga
memiliki kapabilitas dan kepedulian serta tanggung jawab yang
diperoleh dari pengalamannya menjadi seorang pecandu,
pengalaman menjadi penerima manfaat, dan mendapatkan
pelatihan-pelatihan seperti screening dan asessment yang
mengacu kepada colombo plan (lihat bab 4, p. 50).
Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya perihal
kebijakan lembaga tentang kriteria penerima manfaat dan para
petugas dirasa sudah cukup relevan. Dimana untuk penerima
manfaat memiliki kualifikasi umur 18 sampai 50 tahun dan
berjenis kelamin laki-laki dengan permasalahan
penyalahgunaan NAPZA atau pcandu. Sedangkan untuk
petugas yang memberikan terapi psikososial saat ini merupakan
pekerja sosial profesional yang memiliki kompetensi yang
99
diperoleh dari pendidikan, pelatihan serta pengalaman praktik
pekerja sosial untuk menangani permasalahan sosial khususnya
rehabilitasi sosial bagi korban penyalahgunaan NAPZA dan
pekerja sosial adiksi serta konselor yang telah dilatih dan
dididik untuk menjalankan tugas pelayanan dan penanganan
masalah sosial.
3. Tujuan Proses
Tujuan merupakan suatu target yang ingin dicapai oleh suatu
organisasi atau lembaga. Pada latar belakang telah dijelaskan bahwa
tujuan utama dari program terapi psikososial adalah untuk
menstimulasi peran-peran sosial di tengah masyarakat dan penerima
manfaat mempraktikannya secara langsung dengan berinteraksi,
sharing, membiasakan dan melatih penerima manfaat memegang
banyak peran yang akan dihadapi di tengah masyarakat.
Untuk melihat tercapainya tujuan program dapat diukur dengan
penerima manfaat sudah melalui seluruh tahapan program terapi
psikososial dimulai dari fase younger, middle, dan older, dilihat
juga dari perubahan-perubahan penerima manfat setiap hari,
minggu, dan bulan menuju pribadi yang lebih baik. Balai
Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA (BRSKPN)
Galih Pakuan Bogor juga berupaya membangun dukungan orang
tua kepada penerima manfaat dan menanamkan sikap peduli. Hal
ini dapat membantu penerima manfaat dalam menjalani proses
rehabilitasi.
Dapat disimpulkan bahwa para petugas selalu berupaya
memberikan pelayanan yang terbaik untuk penerima manfaat dan
membantu meningkatkan kesadaran dan rasa peduli orang tua atau
100
keluarga agar rasa keinginan penerima manfaat untuk pulih semakin
meningkat dan rasa semangat menjalani program terapi psikososial
juga terus meningkat. Pada program terapi psikososial inilah dilihat
perkembangan-perkembangan penerima manfaat, dan pada fase ini
penerima manfaat sudah betul-betul putus dari zat. Kegiatan-
kegiatan terapi psikososial yang dilakukan setiap hari juga sangat
membantu memberikan kesibukan penerima manfaat dengan hal-
hal positif sehingga penerima manfaat dapat membiasakan dirinya
tidak menggunakan zat terlarang dan menyadari kesalahan-
kesalahan yang pernah dilakukan oleh penerima manfaat tersebut.
Hal ini sesuai dengan teori Francis Turner yang mengatakan bahwa
terapi psikososial bertujuan untuk membantu individu dalam
mencapai tingkat tertinggi dari kemampuan mereka melalui
pemahaman akan masa lalu mereka, masa kini dan potensinya (lihat
bab 2, p. 31).
4. Kepuasan Klien
Kepuasan klien merupakan suatu keadaan pemberian
pelayanan yang sesuai dengan harapan mereka. Jika pemberian
layanan sesuai dengan harapan mereka maka mereka akan merasa
puas dan merasakan manfaat dari pelayanan tersebut, sedangkan
jika pelayanan yang diberikan tidak memenuhi atau tidak sesuai
dengan harapan mereka maka mereka akan merasa tidak puas dan
mereka tidak menerima manfaat dari pelayanan tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian observasi dan wawancara kepada
informan, peneliti mendapatkan respon positif dari mereka dan
mereka merasa puas dan terbantu dengan pelayanan yang diberikan
oleh para petugas.
101
Menurut Martin (1993) dalam (Adi 2001, 125-126) meyakini
bahwa ada lima dimensi kualitas pelayanan yang harus
dipertimbangkan dan dipertahankan petugas dalam memberikan
pelayanan untuk meningkatkan kepuasan klien diantaranya adalah
kenyamanan (assurance), empati (empathy), keterandalan
(keterandalan), ketanggapan (responsiveness), bukti langsung atau
hal-hal yang dapat diraba dan dirasakan secara langsung (tangibles).
a. Kenyamanan (Assurance)
Kenyamanan adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh
petugas untuk menimbulkan rasa nyaman dari penerima manfaat
dalam proses pemberian layanan program terapi psikososial.
Kamampuan yang dimaksud seperti memiliki pengetahuan,
bersikap ramah, sopan santun, dan sifat lain yang dapat
memunculkan kenyamanan penerima manfaat.
Berdasarkan hasil penelitian peneliti melihat bahwa para
petugas menerapkan ilmu yang dimiliki yang diperoleh dari
pendidikan dan pelatihan-pelatihan yang diikuti. Selain ilmu
pengetahuan hal lain yang berpengaruh dalam timbulnya
kenyamanan klien adalah sikap sopan santun, dan keramahan
para petugas. Berdasarkan penilaian penerima manfaat sejauh ini
para petugas telah bersikap sopan dan ramah kepada penerima
manfaat. Penerima manfaat merasa nyaman dengan para
petugas, penerima manfaat juga percaya bahwa para petugas
dapat membantu proses pemulihan dimana para petugas selalu
memberikan dukungan kepada penerima manfaat. Karena
kenyamanannya penerima manfaat juga menganggap bahwa
para petugas merupakan jembatan yang menghubungkan
102
penerima manfaat dengan orang tua atau keluarga. Penerima
manfaat juga menjadi lebih terbuka kepada para petugas untuk
menceritakan permasalahan yang dialaminya dan mereka yakin
petugas dapat menolongnya.
b. Empati (Emphaty)
Empati (emphaty) merupakan kemampuan para petugas
memberikan perhatian dan kepedulian kepada penerima
manfaat. Para petugas memahami kebutuhan dan keinginan
penerima manfaat secara individual tidak mensamaratakan
karena setiap penerima manfaat memiliki kebutuhan dan
keinginan yang berbeda-beda.
Hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan beberapa
informan menunjukkan bahwa mereka merasakan perhatian dan
kepedulian yang diberikan oleh para petugas. Seperti halnya
pernyataan WP bahwa para petugas sangat peduli terhadap
dirinya dan juga terhadap penerima manfaat lainnya tanpa ada
perbedaan antara satu dan lainnya. Dari hasil wawancara lainnya,
MB menyatakan bahwa para petugas juga sangat peduli, jika MB
memiliki masalah dan melakukan konseling para petugas selalu
memberikan perhatian dan kepedulian kepada MB sehingga MB
merasa dirinya terbantu dan mampu menghadapi permasalahan
yang dialami MB.
Dari kedua contoh pernyataan di atas terlihat bahwa
kepedulian dan perhatian yang diberikan petugas sama rata
artinya tidak ada yang dibeda-bedakan. Para petugas juga selalu
berupaya untuk merangkul semua penerima manfaat agar
penerima manfaat dapat mengikuti program terapi psikososial
dengan baik sehingga penerima manfaat dapat pulih dan
103
mencegah dari adanya relapse.
c. Keterandalan (Reliability)
Keterandalan (reliability) adalah kemampuan petugas
untuk memberikan pelayanan dengan bersikap konsisten dan
dapat diandalkan.
Berdasarkan hasil temuan penelitian sejauh ini para
petugas cukup dapat diandalkan dalam memberikan pelayanan
kepada penerima manfaat. Para petugas juga selalu
mempertahankan konsistensi terhadap tanggung jawab para
petugas. Konsisten para petugas dapat dilihat dari cara mereka
menentukan kriteria penerima manfaat untuk naik fase ke tingkat
younger, middle, older, apabila penerima manfaat belum
memenuhi kriteria fase tersebut maka petugas bersikap tegas
untuk tidak mengizinkan kenaikan fase tersebut. Selain itu para
petugas juga tegas dalam memberikan pelayanan dan
menjalankannya sesuai tupoksinya masing-masing. Keandalan
para petugas dalam memberikan program terapi psikososial
sudah tepat sasaran yaitu kepada korban penyalahgunaan
NAPZA ditentukan berdasarkan kriteria atau tingkat keparahan
pemakaian NAPZA.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa program
terapi psikososial berjalan dengan baik, sesuai rencana dan tepat
sasaran karena adanya kerja keras dari para petugas yang selalu
berupaya membantu penerima manfaat agar dapat pulih dan
tidak terjerumus ke lubang yang sama dengan menggunakan
nilai-nilai, norma-norma, dan prinsip-prinsip yang dipegang
teguh oleh para petugas. Penerima manfaat merasa terbantu oleh
para petugas yang cukup handal dan konsisten dalam
104
memberikan arahan serta saran pada saat menjalankan program
terapi psikososial.
d. Ketanggapan (Responsiveness)
Ketanggapan (responsiveness) adalah ketanggapan dan
ketersediaan para petugas dalam memberikan pelayanan
terhadap penerima manfaat. Pada bab sebelumnya beberapa
informan menyampaikan pendapatnya mengenai ketanggapan
dan ketersediaannya para petugas dalam memberikan pelayanan
program terapi psikososial. Berdasarkan hasil wawancara
dengan penerima manfaat yaitu MA terkait dengan ketanggapan
dan ketersediaan para petugas program terapi psikososial dapat
dikatakan cepat tanggap karena ketika penerima manfaat
mendapatkan suatu masalah petugas langsung membantu
penerima manfaat dengan sigap. Keberadaan petugas pada
asrama sangat membantu agar bisa mengontrol penerima
manfaat setiap saat.
Pendapat lain disampaikan oleh MB dan WP terkait
ketanggapan dari para petugas program terapi psikososial yang
mengatakan bahwa mereka sangat puas dengan ketanggapan
para petugas dalam membantu permasalahan yang dialami oleh
mereka.
e. Bukti Langsung (Tangibles)
Bukti Langsung (Tangibles) dalam hal ini seperti yang
dijelaskan oleh peneliti pada bab 2 bukti fisik yang dimaksud
merupakan sebuah upaya lembaga untuk menunjukkan yang
terbaik bagi klien atau penerima manfaat dari segi fisik seperti
fasilitas, peralatan dan penampilan para petugas.
105
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti,
fasilitas yang digunakan dalam terapi psikososial dinilai cukup
baik karena kondisi ruangannya luas dan cukup menampung
penerima manfaat dengan jumlah banyak, bersih, dan rapi.
Kondisi peralatannya juga cukup baik masih dapat berfungsi
sebagaimana mestinya akan tetapi ada beberapa peralatan yang
rusak seperti kipas angin yang tidak menyala dan kursi yang
rusak. Seperti pernyataan salah satu penerima manfaat berinisial
“MB” pada saat sesi wawancara mengatakan bahwa peralatan
yang digunakan terapi psikososial cukup lengkap hanya saja ada
yang rusak, kalau terkait ruangan masih dapat digunakan hanya
saja di cat ulang agar menciptakan suasana yang baru.
Selanjutnya mengenai penampilan para petugas.
Berdasarkan observasi peneliti biasanya para petugas
menggunakan seragam yang menunjukkan identitas petugas
dengan jelas. Tetapi untuk tenaga IPWL yang terdiri dari pekerja
sosial adiksi dan konselor adiksi belum memiliki seragam tetapi
tetap menggunakan pakaian formal seperti kemeja, celana
panjang, dan sepatu. Menurut hasil wawancara dengan pekerja
sosial adiksi yaitu Ibu Lastri terkait dengan penampilan para
petugas beliau juga mengatakan bahwa konselor adiksi maupun
pekerja sosial adiksi sampai sekarang belum punya seragam,
pada saat bertugas diwajibkan menggunakan kemeja, celana
panjang, dan sepatu. Salah satu penerima manfaat berinisial
“MA” mengatakan bahwa penampilan petugas sangat sopan dan
rapi.
Dapat disimpulkan bahwa bukti fisik yang terdiri dari
fasilitas, peralatan dan penampilan para petugas sudah
106
menunjukkan bahwa Balai Rehabilitasi Sosial Korban
Penyalahgunaan NAPZA (BRSKPN) di Galih Pakuan Bogor
berupaya memberikan yang terbaik untuk penerima manfaat.
107
A. Kesimpulan
BAB VI
PENUTUP
Berdasarkan penjelasan yang telah peneliti uraikan, maka dapat
ditarik kesimpulan mengenai hasil peneliti berdasarkan empat kriteria
evaluasi pada program terapi psikososial. Peneliti menjabarkan
kesimpulan dari penelitian ini sebagai berikut:
Evaluasi Proses Program Terapi Psikososial
1. Standar Praktik Terbaik (Best Standard Practice)
Dalam penelitian ini terbagi menjadi dua indikator yaitu
sarana dan prasarana yang membahas ruangan dan peralatan yang
digunakan dalam pelaksanaan terapi psikososial. Kemudian
urutan kegiatan yang membahas jadwal kegiatan terapi
psikososial. Beberapa ruangan yang tersedia untuk program terapi
psikososial antara lain ruangan Entry-House, Dormitory 1,
Dormitory 2, House of Growth (HOG), dan Re-Entry. Kondisi
ruangan terapi psikososial cukup luas, bersih dan rapi. Peralatan
yang digunakan seperti kursi, kipas angin, dan alat tulis. Kondisi
peralatannya masih bagus dan dapat berfungsi secara normal,
hanya saja ada beberapa yang mengalami kerusakan. Untuk urutan
kegiatan pelaksanaan dilihat dari jadwal kegiatan yang diawali
pada hari senin dengan kegiatan morning meeting pada pagi hari
sekitar pukul 09.-11.30, page group pukul 14.00-15.30, kemudian
seminar pada hari selasa pukul 13.00-15.00, selanjutnya hari rabu
pukul 14.00-15.30 kegiatan discussion group dan hari terakhir
kamis pukul 14.00-15.30 kegiatan encounter group. Kegiatan ini
dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, jika ada
perubahan jadwal maka kegiatan akan direschedule.
108
2. Kebijakan Lembaga
Kebijakan dalam penelitian ini mencakup terhadap kriteria
penerima manfaat dan petugas. Program terapi psikososial di
BRSKPN Galih Pakuan Bogor menetapkan target sasaran
penerima layanan yaitu korban penyalahgunaan NAPZA yang
berusia 18 sampai 50 tahun berjenis kelamin laki-laki. Sementara
untuk kebijakan kriteria petugas yang dibutuhkan yaitu pekerja
sosial, pekerja sosial adiksi dan konselor yang memiliki
pengetahuan, pengalaman dalam menangani permasalahan
penyalahgunaan NAPZA.
3. Tujuan Proses
Tujuan utama dari program terapi psikososial ini adalah
merubah perilaku penerima manfaat dari perilaku negatif menjadi
perilaku positif. Dapat kembali keberfungsian sosialnya dalam
menjalani kehidupannya di masyarakat. Agar lebih bertanggung
jawab setiap perbuatan yang mereka lakukan, dan belajar dari
kesalahan-kesalahan yang dilakukan sehingga tidak mengulangi
perbuatannya dan jatuh ke permasalahan penyalahgunaan
NAPZA. Tujuan terapi psikososial sudah cukup tercapai jika
dilihat dari perkembangan penerima manfaat yang mengalami
peningkatan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dan setiap
penerima manfaat selalu menaiki fase ke tingkat yang lebih tinggi.
Sejauh ini layanan program terapi psikososial yang diberikan juga
sudah tepat sasaran yaitu kepada orang-orang yang mengalami
penyalahgunaan NAPZA.
4. Kepuasan Klien
Kepuasan klien yang dibahas dalam penelitian ini adalah
kenyamanan (assurance), yang menjelaskan apakah para petugas
109
memberikan layanan dengan ramah, empati (emphaty) petugas
memberikan perhatian dan peduli kepada penerima manfaat,
keterandalan (reliability) yang membahas apakah para petugas
dapat diandalkan dan konsisten, ketanggapan (responsiveness)
ketanggapan dan ketersediaan para petugas, dan yang terakhir
bukti langsung (tangible) yang membahas bukti yang diberikan
kepada penerima manfaat.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian ini, peneliti
memberikan saran untuk pihak-pihak yang terkait, diantaranya:
1. Umum
a. Pemerintah
Pemerintah harus lebih tegas lagi dalam menangani
permasalahan penyalahgunaan NAPZA yang semakin lama
korbannya semakin meningkat
b. Keluarga/Orang Tua
Peneliti berharap pihak keluarga memberikan dukungan
dan perhatian kepada penerima manfaat agar keinginan
penerima manfaat untuk pulih terus meningkat dan rasa
semangat untuk menjalankan proses rehabilitasinya juga
semakin meningkat. Orang tua harus lebih mengawasi
penerima manfaat agar tidak terjerumus dalam NAPZA.
2. Penelitian Lanjutan
a. Balai Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA
(BRSKPN) Galih Pakuan Bogor
110
Pihak lembaga harus meningkatkan kualitas pelayanan
terutama dalam pemberian layanan program terapi
psikososial, mulai dari sarana dan prasarana serta sumber
daya manusia yang bertugas. Meningkatkan keamanan untuk
meminimalisir penerima manfaat yang kabur. Peneliti
berharap para petugas memfollow up penerima manfaat yang
telah dikembalikan ke masyarakat untuk melihat
perkembangan penerima manfaat.
b. Penerima Manfaat
Penerima manfaat harus mampu meningkatkan tekad
untuk pemulihan dirinya karena pihak lembaga telah
berupaya memenuhi kebutuhan penerima manfaat dengan
memberikan sarana dan prasarana agar penerima manfaat
dapat menjalankan program terapi psikososial, para petugas
juga berusaha menimbulkan dan mempertahankan rasa
nyaman penerima manfaat, bersikap empati, dapat
diandalkan, cepat dan tanggap. Peneliti berharap perilaku
dan sikap positif tidak hanya di dalam lembaga rehabilitasi
BRSKPN Galih Pakuan melainkan dapat diterapkan di
keluarga dan masyarakat.
111
DAFTAR PUSTAKA
Adi, I. R. (2001). Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat Dan
Intervensi Komunitas: Pengantar Pada Pemikiran Dan Pendekatan
Praktis. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Ui.
Arikunto, Suharsimi. (2013). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta:
Bumi Aksara.
Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia. (2011). Pencegahan
Penyalahgunaan Narkoba Bagi Remaja. Jakarta.
Fattah, Nanang. (2016). Manajemen Stratejik Berbasis Nilai. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Hamzah, Andi. (1994). Kejahatan Narkotika Dan Psikotropika. Jakarta:
Sinar Grafika.
Hawari, Dadang. (2006). Penyalahgunaan Dan Ketergantungan Napza
(Narkoti, Alkohol, Dan Zat Adiktif). Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Kementerian Sosial. (2017). Peraturan Menteri Sosial Republik
Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 Tentang Standar Nasional
Rehabilitasi Sosial bagi Pecandu dan Korban Penyalahgunaan
Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif Lainnya. Jdih.kemsos.go.id
Kusnoto, Hendro. (2001). Praktik Manajemen Terbaik di Dunia. Bogor:
IN MEDIA
Nihayah, Zahrotun Dkk. (2006). Psikologi Perkembangan. Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN Jakarta, UIN Jakarta Press.
Robert, Albert. (2008). Buku Pintar Pekerja Sosial Jilid 1. Jakarta: Bpk
Gunung Mulia.
112
Rosdi, Afriadi Dkk. (2018). Rehabilitasi Sosial Holistik Sistematik
Terhadap Korban Penyalahgunaan Napza Di BRSKPN Galih
Pakuan: BRSKPN Galih Pakuan, Bogor.
Siswanto. (2012). Politik Hukum Dalam Undang-Undang Narkotika
(UU Nomor 35 Tahun 2009). Jakarta: PT Rineka Cipta.
Subarino. (2012). Jurnal Manajemen Pendidikan. Penetapan Tujuan dan
Keadilan Organisasi serta Dampaknya terhadap Efektivitas Sekolah.
Sebuah Kajian Eksplorasi. 1, , 53.
Sudjarwo Dan Basrowi. (2009). Manajemen Penelitian Sosial. Bandung:
Cv. Mandar Maju.
Suharto, Edi. (2013). Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik.
Bandung: Alfabeta.
Suradi. (2016). Rehabilitasi Sosial Korban NAPZA di Sleman. Jakarta:
P3KS Press.
Tambunan, Rudi M. (2008). Teknik Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Majestas
Persada.
Walgito, Bimo. (2011). Teori-Teori Psikologi Sosial. Yogyakarta: C.V
Andi Offset.
Wirawan, Msl. (2011). Evaluasi. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
113
LAMPIRAN
114
Lampiran 1
Pernyataan Lulus Ujian Seminar Proposal
115
Lampiran 2
Surat Permohonan Bimbingan Skripsi
116
Lampiran 3
Surat Izin Penelitian
117
Lampiran 4
Surat Pemberian Izin Penelitian
118
PEDOMAN OBSERVASI
A. Standar Praktik Terbaik
1. Sarana dan Prasarana
A : Ada
Ta : Tidak Ada
B : Baik
Tb : Tidak Baik
SARANA DAN PRASARANA
Ruangan
Pelayanan
Teknis
Ruangan Terapi
Psikososial
Hasil Observasi
Ketersediaan
Ruangan
Kondisi
Ruangan
Keterangan
A TA B TB
1. Entry-House
2. Dormitory 1
3. Dormitory 2
4. House Of Growth
5. Re-Entry
Peralatan
Pelayanan
Teknis
Hasil Observasi
Peralatan Terapi
Psikososial
Ketersediaan
Peralatan
Kondisi
Peralatan Keterangan
A TA B TB
1. Alat Tulis
2. Kursi
5. Meja
4. Kipas Angin
5. Lampu
119
2. Standar Proses
S : Sesuai
TS : Tidak Sesuai
STANDAR PROSES
Jadwal Kegiatan S TS
Keterangan
Nama Kegiatan Waktu Kegiatan
1. Morning meeting 09.00-11.30
2. Page Group 14.00-15.30
3. Seminar 13.00-15.00
4. Discussion group 14.00-15.30
5. .Encounter group 14.00-15.30
120
PEDOMAN WAWANCARA KEPALA LEMBAGA
BALAI REHABILITASI SOSIAL KORBAN PENYALAHGUNAAN
NAPZA (BRSKPN) “GALIH PAKUAN” BOGOR
Hari/Tanggal :
Waktu :
Nama Informan :
Jabatan :
1. Berapa lama bapak menjadi kepala lembaga di Balai Rehabilitasi Sosial
Korban Penyalahgunaan Napza (BRSKPN) “Galih Pakuan” Bogor?
2. Apakah yang menyebabkan adanya perubahan nama pada lembaga?
3. Apa saja perubahan yang terjadi ketika adanya perubahan nama lembaga
tersebut pak?
4. Apakah ada standar pelayanan dalam sarana dan prasarana untuk
memenuhi program terapi psikososial di BRSKPN Galih Pakuan Bogor?
5. Ada berapakah ruangan terapi psikososial di BRSKPN Galih Pakuan
Bogor?
6. Bagaimana kondisi ruangan terapi psikososial?
7. Apa saja peralatan yang digunakan untuk memenuhi proses pelaksanaan
terapi psikososial?
8. Bagaimana kondisi peralatan yang tersedia dalam terapi psikososial?
9. Bagaimana tanggapan bapak mengenai sarana dan prasarana yang
tersedia dalam program terapi psikososial?
10. Apakah ada jadwal pelaksanaan program terapi psikososial?
11. Apakah pelaksanaan terapi psikososial sudah sesuai dengan jadwal yang
telah ditentukan?
12. Apakah ada kriteria yang harus dimiliki oleh klien agar dapat mengikuti
121
terapi psikososial?
13. Apakah ada kriteria yang harus dimiliki oleh petugas dalam memenuhi
program terapi psikososial?
14. Apakah tujuan pemberian layanan telah tercapai?
15. Apakah pemberian layanan sudah tepat sasaran?
16. Apakah para petugas cepat tanggap dalam menghadapi permasalahan
yang timbul dari klien?
17. Apakah para petugas memiliki kepedulian dan perhatian kepada orang
lain terutama kepada penerima manfaat?
18. Apakah para petugas konsisten dan dapat diandalkan dalam pemberian
layanan kepada klien?
122
PEDOMAN WAWANCARA PENGURUS BALAI REHABILITASI
SOSIAL KORBAN PENYALAHGUNAAN NAPZA (BRSKPN)
GALIH PAKUAN BOGOR
Hari/Tanggal :
Waktu :
Tempat :
Nama Informan :
Jabatan :
1. Apakah ada standar pelayanan dalam sarana dan prasarana untuk
memenuhi program terapi psikososial di BRSKPN Galih Pakuan Bogor?
2. Ada berapakah ruang terapi psikososial di BRSKPN Galih Pakuan
Bogor?
3. Bagaimana kondisi ruangan terapi psikososial?
4. Apa saja peralatan yang digunakan untuk memenuhi proses pelaksanaan
terapi psikososial?
5. Bagaimana kondisi peralatan yang tersedia dalam terapi psikososial?
6. Bagaimana tanggapan ibu mengenai sarana dan prasarana yang tersedia
dalam program terapi psikososial di Balai Rehabilitasi Sosial Korban
Penyalahgunaan NAPZA (BRSKPN) Galih Pakuan Bogor?
7. Apakah ada jadwal pelaksanaan terapi psikososial?
8. Apakah pelaksanaan terapi psikososial sudah sesuai dengan jadwal yang
telah ditentukan?
9. Apakah ada kriteria yang harus dimiliki oleh klien agar dapat mengikuti
terapi psikososial?
10. Apakah ada kriteria petugas dalam memenuhi program terapi
psikososial?
11. Apakah tujuan pemberian layanan telah tercapai?
12. Apakah pemberian layanan sudah tepat sasaran?
123
13. Bagaimana cara para petugas cepat tanggap dalam menghadapi
permasalahan yang timbul dari klien?
14. Apakah para petugas memiliki kepedulian dan perhatian kepada orang
lain?
15. Apakah para petugas konsisten dan dapat diandalkan dalam pemberian
layanan kepada klien?
124
PEDOMAN WAWANCARA PEKERJA SOSIAL
BALAI REHABILITASI SOSIAL KORBAN PENYALAHGUNAAN
NAPZA (BRSKPN) “GALIH PAKUAN” BOGOR
Hari/Tanggal :
Waktu :
Tempat :
Nama Informan :
Jabatan :
1. Apakah ada standar pelayanan dalam sarana dan prasarana untuk
memenuhi program terapi psikososial di BRSKPN Galih Pakuan Bogor?
2. Ada berapakah ruangan terapi psikososial di BRSKPN Galih Pakuan
Bogor?
3. Bagaimana kondisi ruangan terapi psikososial?
4. Bagaimana kondisi peralatan yang tersedia dalam terapi psikososial?
5. Apakah pelaksanaan terapi psikososial sudah sesuai dengan jadwal yang
telah ditentukan?
6. Apakah ada kriteria yang harus dimiliki oleh klien agar dapat mengikuti
terapi psikososial?
7. Apakah ada kriteria petugas dalam memenuhi program terapi
psikososial?
8. Apakah tujuan dari pemberian layanan telah tercapai?
9. Apakah pemberian layanan sudah tepat sasaran?
10. Apakah peran pekerja sosial dalam program terapi psikososial?
11. Apakah perbedaan dari kegiatan morning meeting, page group, seminar,
discussion group, encounter group dalam terapi psikososial?
12. Kegiatan manakah yang lebih menekankan ke arah hubungan sosial dan
mengajarkan klien untuk bertanggung jawab?
125
13. Apakah makna keberfungsian sosial menurut bapak/ibu?
14. Apakah standar ukuran klien dapat dianggap kembali keberfungsian
sosialnya?
15. Apakah ada komitmen yang dibangun antara pekerja sosial dengan
klien?
126
PEDOMAN WAWANCARA PEKERJA SOSIAL
BALAI REHABILITASI SOSIAL KORBAN PENYALAHGUNAAN
NAPZA (BRSKPN) “GALIH PAKUAN” BOGOR
Hari/Tanggal :
Waktu :
Nama Informan :
Jabatan :
1. Apakah ada standar pelayanan dalam sarana dan prasarana untuk
memenuhi program terapi psikososial di BRSKPN Galih Pakuan Bogor?
2. Ada berapakah ruangan terapi psikososial di BRSKPN Galih Pakuan
Bogor?
3. Bagaimana kondisi ruangan terapi psikososial?
4. Apa saja peralatan yang digunakan untuk memenuhi proses pelaksanaan
terapi psikososial?
5. Bagaimana kondisi peralatan yang tersedia dalam terapi psikososial?
6. Apakah pelaksanaan terapi psikososial sudah sesuai dengan jadwal yang
telah ditentukan?
7. Apakah ada kriteria yang harus dimiliki oleh klien agar dapat mengikuti
terapi psikososial?
8. Apakah ada kriteria petugas dalam memenuhi program terapi psikososial?
9. Apakah tujuan pemberian layanan telah tercapai?
10. Apakah pemberian layanan sudah tepat sasaran?
11. Apakah peran pekerja sosial dalam program terapi psikososial?
12. Apakah perbedaan dari kegiatan morning meeting, page group, seminar,
discussion group, encounter group dalam terapi psikososial?
13. Kegiatan manakah yang lebih menekankan ke arah hubungan sosial dan
mengajarkan klien untuk bertanggung jawab?
14. Apakah makna keberfungsian sosial menurut bapak/ibu?
127
15. Apakah standar ukuran klien dapat dianggap kembali keberfungsian
sosialnya?
16. Apakah ada komitmen yang dibangun antara pekerja sosial dengan klien?
128
PEDOMAN WAWANCARA PEKERJA SOSIAL ADIKSI
BALAI REHABILITASI SOSIAL KORBAN PENYALAHGUNAAN
NAPZA (BRSKPN) “GALIH PAKUAN” BOGOR
Hari/Tanggal :
Waktu :
Nama Informan :
Jabatan :
1. Apakah ada standar pelayanan dalam sarana dan prasarana untuk
memenuhi program terapi psikososial di BRSKPN Galih Pakuan Bogor?
2. Ada berapakah ruangan terapi psikososial di BRSKPN Galih Pakuan
Bogor?
3. Bagaimana kondisi ruangan terapi psikososial?
4. Apa saja peralatan yang digunakan untuk memenuhi proses pelaksanaan
terapi psikososial?
5. Bagaimana kondisi peralatan yang tersedia dalam terapi psikososial?
6. Bagaimana tanggapan bapak/ibu mengenai sarana dan prasarana yang
tersedia dalam program terapi psikososial?
7. Apakah pelaksanaan terapi psikososial sudah sesuai dengan jadwal yang
telah ditentukan?
8. Apakah ada kriteria yang harus dimiliki oleh klien agar dapat mengikuti
terapi psikososial?
9. Apakah ada kriteria petugas dalam memenuhi program terapi psikososial?
10. Apakah tujuan pemberian layanan telah tercapai?
11. Apakah pemberian layanan sudah tepat sasaran?
12. Bagaimana cara pekerja sosial adiksi cepat tanggap dalam menghadapi
permasalahan yang timbul dari klien?
13. Apakah ada aturan-aturan yang berlaku untuk para petugas?
14. Apakah perbedaan dari kegiatan morning meeting, page group, seminar,
129
discussion group, encounter group dalam terapi psikososial?
15. Apakah peran pekerja sosial adiksi dalam program terapi psikososial?
16. Apakah makna keberfungsian sosial dan apakah standar ukuran klien
dapat dianggap kembali keberfungsian sosialnya?
130
PEDOMAN WAWANCARA KONSELOR ADIKSI
BALAI REHABILITASI SOSIAL KORBAN PENYALAHGUNAAN
NAPZA (BRSKPN) “GALIH PAKUAN” BOGOR
Hari/Tanggal :
Waktu :
Tempat :
Nama Informan :
Jabatan :
1. Apakah ada standar pelayanan dalam sarana dan prasarana untuk
memenuhi program terapi psikososial di BRSKPN Galih Pakuan Bogor?
2. Ada berapakah ruangan terapi psikososial di BRSKPN Galih Pakuan
Bogor?
3. Bagaimana kondisi ruangan terapi psikososial?
4. Apa saja peralatan yang digunakan untuk memenuhi proses pelaksanaan
terapi psikososial?
5. Bagaimana kondisi peralatan yang tersedia dalam terapi psikososial?
6. Bagaimana tanggapan bapak/ibu mengenai sarana dan prasarana yang
tersedia dalam program terapi psikososial?
7. Apakah ada jadwal pelaksanaan terapi psikososial?
8. Apakah pelaksanaan terapi psikososial sudah sesuai dengan jadwal yang
telah ditentukan?
9. Apakah ada kriteria yang harus dimiliki oleh klien agar dapat mengikuti
terapi psikososial?
10. Apakah ada kriteria petugas dalam memenuhi program terapi psikososial?
11. Apakah tujuan pemberian layanan telah tercapai?
12. Apakah pemberian layanan sudah tepat sasaran?
13. Apakah para petugas cepat tanggap dalam menghadapi permasalahan
yang timbul dari klien?
14. Apakah para petugas memiliki kepedulian dan perhatian kepada orang
131
lain?
15. Apakah peran konselor dalam program terapi psikososial?
16. Apakah yang dimaksud dari kegiatan morning meeting, page group,
seminar, discussion group, encounter group dalam terapi psikososial?
17. Apakah makna keberfungsian sosial dan apakah standar ukuran klien dapat
dianggap kembali keberfungsian sosialnya?
18. Apakah ada komitmen yang dibangun antara konselor dengan klien?
132
PEDOMAN WAWANCARA PENERIMA MANFAAT/KLIEN
BALAI REHABILITASI SOSIAL KORBAN PENYALAHGUNAAN
NAPZA (BRSKPN) “GALIH PAKUAN” BOGOR
Hari/Tanggal :
Waktu :
Tempat :
Nama Informan :
Usia :
Pekerjaan :
1. Apakah para petugas bersikap ramah kepada bapak?
2. Apakah bapak merasa nyaman dengan para petugas?
3. Apakah para petugas perhatian dan peduli terhadap bapak?
4. Apakah bapak merasa terbantu oleh kehadiran para petugas?
5. Apakah para petugas cepat dan tanggap dalam menangani permasalahan
yang dialami oleh bapak atau penerima manfaat lainnya?
6. Apakah bapak puas dengan ketanggapan para petugas?
7. Bagaimana tanggapan bapak mengenai fasilitas dan peralatan yang tersedia
dalam program terapi psikososial?
8. Bagaimana tanggapan bapak terhadap penampilan para petugas?
9. Apakah ada perubahan yang bapak rasakan setelah mengikuti program
terapi psikososial?
10. Apa yang menyebabkan bapak menggunakan NAPZA
11. Apa akibat yang bapak rasakan setelah menggunakan NAPZA?
133
PEDOMAN WAWANCARA PENERIMA MANFAAT/KLIEN
BALAI REHABILITASI SOSIAL KORBAN PENYALAHGUNAAN
NAPZA (BRSKPN) “GALIH PAKUAN” BOGOR
Hari/Tanggal :
Waktu :
Tempat :
Nama Informan :
Usia :
Pekerjaan :
1. Apakah para petugas bersikap ramah kepada bapak?
2. Apakah bapak merasa nyaman dengan para petugas?
3. Apakah para petugas perhatian dan peduli terhadap bapak?
4. Apakah bapak merasa terbantu oleh kehadiran para petugas?
5. Apakah para petugas cepat dan tanggap dalam menangani permasalahan
yang dialami oleh bapak atau penerima manfaat lainnya?
6. Apakah bapak puas dengan ketanggapan para petugas?
7. Bagaimana tanggapan bapak mengenai fasilitas dan peralatan yang tersedia
dalam program terapi psikososial?
8. Bagaimana tanggapan bapak terhadap penampilan para petugas?
9. Apakah ada perubahan yang bapak rasakan setelah mengikuti program
terapi psikososial?
10. Apa yang menyebabkan bapak menggunakan NAPZA
11. Apa akibat yang bapak rasakan setelah menggunakan NAPZA?
134
PEDOMAN WAWANCARA PENERIMA MANFAAT/KLIEN
BALAI REHABILITASI SOSIAL KORBAN PENYALAHGUNAAN
NAPZA (BRSKPN) “GALIH PAKUAN” BOGOR
Hari/Tanggal :
Waktu :
Tempat :
Nama Informan :
Usia :
Pekerjaan :
1. Apakah para petugas bersikap ramah kepada bapak?
2. Apakah bapak merasa nyaman dengan para petugas?
3. Apakah para petugas perhatian dan peduli terhadap bapak?
4. Apakah bapak merasa terbantu oleh kehadiran para petugas?
5. Apakah para petugas cepat dan tanggap dalam menangani permasalahan
yang dialami oleh bapak atau penerima manfaat lainnya?
6. Apakah bapak puas dengan ketanggapan para petugas?
7. Bagaimana tanggapan bapak mengenai fasilitas dan peralatan yang tersedia
dalam program terapi psikososial?
8. Bagaimana tanggapan bapak terhadap penampilan para petugas?
9. Apakah ada perubahan yang bapak rasakan setelah mengikuti program
terapi psikososial?
10. Apa yang menyebabkan bapak menggunakan NAPZA
11. Apa akibat yang bapak rasakan setelah menggunakan NAPZA?
135
TRANSKIP WAWANCARA KEPALA LEMBAGA
BALAI REHABILITASI SOSIAL KORBAN PENYALAHGUNAAN
NAPZA (BRSKPN) “GALIH PAKUAN” BOGOR
Hari/Tanggal : Senin, 6 April 2020
Waktu : 09.00
Nama Informan : Wahidin
Jabatan : Kepala Lembaga
1. Berapa lama bapak menjadi kepala lembaga di Balai Rehabilitasi
Sosial Korban Penyalahgunaan Napza (BRSKPN) “Galih Pakuan”
Bogor? Alhamdulillah saya jadi pimpinan di Balai Rehabilitasi Sosial
Korban Penyalahgunaan Napza Galih Pakuan di Bogor kurang lebih satu
tahun tiga bulan.
2. Apakah yang menyebabkan adanya perubahan nama pada lembaga?
Mengacu kepada Undang-Undang No 23 tahun 2014, tentang
pemerintahan daerah, dimana ada dua pembagian, wewenang pemerintah
pusat dengan wewenang daerah atau Kabupaten Kota, dimana Kabupaten
Kota merehabilitasi atau membina PMKS, dengan dasarnya pemerintah
pusat khususnya di Kementerian Sosial sebagai rehabilitasi lanjutannya.
Rehabilitasi sosial tingkat dasar dilaksanakan oleh pemerintah Kabupaten
Kota rehabilitasi sosial tingkat lanjut dilaksanakan di Kementerian Sosial.
3. Apa saja perubahan yang terjadi ketika adanya perubahan nama
lembaga tersebut pak?
Perubahannyaaa… atau membedakan dari panti menjadi balai yaitu
merehabilitasi sosial dengan holistik sistematik dan terstandar. Jadi ada
standar-standar yang kita gunakan dalam pelayanan di balai dengan
mempergunakan menu 1 bantu atau bantuan bertujuan, kedua terapi,
ketiga sosial care, keempat family support.
136
4. Apakah ada standar pelayanan dalam sarana dan prasarana untuk
memenuhi program terapi psikososial di BRSKPN Galih Pakuan
Bogor?
Oke terimakasih.. Standar pelayanan yang dilaksanakan dalam pelayanan
psikososial, yang dilaksanakan oleh pekerja sosial maupun konselor adiksi,
dengan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan tiap hari, mulai dari residen
bangun pagi, sampai residen tidur kembali dengan standar-standar
pelayanan yang telah dipelajari atau mengikuti diklat yang terlaksanakan,
yang kedua sarana prasarana kalau dalam pelayanan atau pemberian terapi
psikososial kita tidak menggunakan khusus sarana prasarana seperti
ruangan khusus tapi kita dimanapun bisa dilaksanakan maupun dia selama
dikantor, maupun di ruangan-ruangan yang tersedia di Balai Galih Pakuan,
kenapa karena psiko… karena terapi psikososial ini bisa dilaksanakan
secara individu maupun berkelompok, dan lebih bagusnya di ruangan
terbuka supaya residen tersebut bisa mengutarakan apa yang dia ingin
sampaikan kepada konselor maupun peksosnya. Begitupun dengan pekerja
sosialnya atau konselornya bisa menggali sumber-sumber apa yang ada di
dalam penerima manfaat tersebut.
5. Ada berapakah ruangan terapi psikososial di BRSKPN Galih Pakuan
Bogor?
Baik, kalau ruangan khusus untuk masalah terapi psikososial kita mengikut
di asrama klien tersebut. Disitu ada tempat kayak aula mini, disana ada
ruang makannya, ada musiknya, ada serba kayak apa sih namanya ya?
Kayak ruangan serbaguna beda kalau di keterampilan, beda kalau terapi
penghidupan, terapi penghidupan disana kita ada memang khusus ruangan,
khsus untuk mengembangkan kreatif penerima manfaat atau khsusunya
yang sudah di Re-Entry dia minatnya di keterampilan apa saja, kebetulan
di kami di Galih Pakuan ada 4 keterampilan itu keterampilan otomotif,
keterampilan komputer, keterampilan desain grafis, dan keterampilan
137
pembuatan roti. Jadi kalau masalah terapi psikososial, tidak ada gedung
yang standar di Galih Pakuan, tapi Insya Allah pada tahun ini kalau Tuhan
mengizinkan kita akan membuat laboratorium sosial, disitu kita bisa
gunakan ruangan tersebut. Kalau sementara ini kita masih menggunakan di
asrama maupun di luar asrama.
6. Bagaimana kondisi ruangan terapi psikososial?
Kondisi ruangan terapi psikososial sangat layak yang ada di asrama
masing-masing, maupun dilaksanakan di luar gedung juga, karena disitu
juga bisa berinteraksi langsung sama pekerja sosial, konselor, langsung
berinteraksi langsung kepada penerima manfaat tersebut, bisa individu bisa
kelompok, kelompok kecil kelompok besar juga bisa digunakan di asrama
yang ada di Galih Pakuan, tapi kalau gedung khusus, khusus untuk terapi
psikososial belum ada di Galih Pakuan.
7. Apa saja peralatan yang digunakan untuk memenuhi proses
pelaksanaan terapi psikososial?
Kalau masalah pelaksanaan, terapi psikososial alat yang digunakan tidak
begitu banyak, yang cuma digunakan disini ada pulpen, kertas, ada spidol,
ada kertas apa sih namanya yang agak besar itu? nah jadi terapi psikososial
disini kita untuk memberikan penguatan kepada penerima manfaat untuk
meningkatkan pengetahuannya, untuk bisa diterima di masyarakat maupun
di keluarganya, yang penting kita berusaha untuk memeningkatkan fungsi
sosialnya, beda kalau terapi penghidupan, kalau terapi penghidupan disini
banyak kita gunakan peralatan, tapi kalau di khususnya di terapi psikososial
kita cuma bisa menggali sejauh mana sih penerima, penerima, penerima
manfaat tersebut untuk bisa melaksanakan kehidupan sehari-harinya di
asrama tersebut, karena disana banyak diajarkan tentang kehiduan nyata
yang ada dirumah masing-masing.
138
8. Bagaimana kondisi peralatan yang tersedia dalam terapi psikososial?
Kalau berbicara masalah terapi psikososial kita tidak menggunakan
peralatan cara pelaksanaannya, mungkin beda dengan terapi-terapi di
tempat lain kalau kita betul-betul ketemu individu dengan individu karena
kita akan cuma menggali, menggali apa yang dimiliki penerima manfaat
tersebut atau masalah apa yang dihadapi penerima manfaat tersebut, jadi
kalau masalah alat kita atau peralatan cuma kita menggunakan pensil,
pulpen, buku maupun kertas, jadi tidak ada peralatan yang kita gunakan
pada kegiatan tersebut.
9. Bagaimana tanggapan bapak mengenai sarana dan prasarana yang
tersedia dalam program terapi psikososial?
Oke masalah sarana dan prasarana yang ada di Balai Galih Pakuan, kita
sangat.. apa namanya ya? Sangat bisa memungkinkan untuk dilaksanakan
kegiatan terapi psikososial dimana kita memunyai beberapa gedung dibalai
sini, ada kita punya, ada aula yang kita bisa gunakan, ada ruang data juga
bisa kita gunakan, ada dorm 1 dorm 2 yang bisa kita gunakan yang
didalamnya bisa kita laksanakan, maupun di saung-saung yang ada di Galih
Pakuan, begitupun tempat-tempat yang enak, atau yang sejuk kita gunakan,
seperti kita laksanakan dibawah pohon atau kalau malam atau abis maghrib
kita laksanakan di.. di… depan dorm 1 dorm 2 maupun di asrama lainnya,
kenapa karena pelaksanaan terapi psikososial tidak mesti dilaksanaan di
dalam ruangan.
10. Apakah ada jadwal pelaksanaan terapi psikososial?
Iya ada, di setiap asrama memiliki jadwal masing-masing.
11. Apakah pelaksanaan terapi psikososial sudah sesuai dengan jadwal
yang telah ditentukan?
Oke, jadwal terapi psikososial kita memang terjadwalkan dengan baik,
karena kegiatan tersebut dilaksanakan oleh konselor maupun pekerja sosial,
dimana jadwalnya disusun, oleh teman-teman di seksi pelayanan
139
rehabilitasi sosial dimana kegiatan mulai bangun tidur sampai malam,
kenapa karena kita di Galih Pakuan memakai empat unsur terapi yang kita
gunakan untuk setiap hari yaitu terapi fisik, terapi psikososial, terapi mental
spiritual, terapi livelihood atau terapi penghidupan. Dimana jadwalnya
tersusun dari pagi sampai malam dari hari senin sampai hari jumat.
12. Apakah ada kriteria yang harus dimiliki oleh klien agar dapat
mengikuti terapi psikososial?
Serasa kalau anak untuk mengikuti terapi psikososial tidak ada kriterianya,
yang penting anak tersebut sudah terdaftar sebagai penerima manfaat di
Galih Pakuan. Jadi aturan yang ada di Galih Pakuan anak harus laksanakan,
contohnya disini terapi psikososial, mungkin sudah dijelaskan sama pekerja
sosial ada beberapa salah satunya disini, morning meeting, page group,
discussion group dan sebagainya. Itu yang harus dijalankan semua
penerima manfaat yang ada di Galih Pakuan. Dengan, psiko.. terapi
psikososial kita juga tidak memberikan kepada penerima manfaat tersebut,
tapi kita juga memberikan kepada keluarganya, penguatan keluarga,
kenapa, karena kita tidak bisa mendampingi terus menerus di kehidupan
anak tersebut, kita cuma bisa sampai 5 atau 9 bulan, keluarga yang banyak
mendampingi, nanti kalau sampai dirumah penerima manfaat tersebut. Jadi
kita harus memberikan penguatan-penguatan tentang bagaimana sih tata
cara penanganan napza dalam lingkungan keluarga tersebut.
13. Apakah ada kriteria yang harus dimiliki oleh petugas dalam
memenuhi program terapi psikososial?
Oke terimakasih.. untuk kriteria petugasnya dalam pelaksanaan terapi
psikososial, kriterianya tidak terlalu ada, yang penting kalau di Galih
Pakuan seorang pekerja sosial pasti ilmu dia sudah dapatkan di bangku
sekolah, bangku kuliah, maupun di alumni STKS maupun alumni KS
lainnya, begitupun pelatihan-pelatihan yang sering atau pernah dia ikuti,
atau kita memanggil tutor dari luar, seperti dari Universitas-Universitas
140
baik dari program KS maupun dari lainnya, begitupun dengan konselor
Adiksi, kita mengikuti juga atau memberikan peningkatan sdm kita
mengirim ke tempat pelatihan-pelatihan untuk mengikuti jenjang yang
lebih bagus dimana hal tersebut ada di dalam buku e… yang digunakan,
kebetulan disini ada silabus digunakan atau ada petunjuk yang digunakan
dimana seorang pekerja sosial maupun konselor adiksi harus paham betul
cara dalam pemberian terapi psikososial, jadi ada modul-modul yang
dipelajari modul 1 sampai modul 8 yang sering digunakan pada rehabilitasi
sosial korban penyalahgunaan NAPZA.
14. Apakah tujuan pemberian layanan telah tercapai?
Terimakasih.. yaitu tujuan untuk pemberian terapi psikososial kepada
penerima manfaat dimana kita harus mengubah perilaku seseorang yang
sudah dianggap buruk untuk lebih baik kembali karena kita lihat setiap
manusia atau individu pasti punya masalah dan masalah tersebut pasti ada
jalan penyelesaiannya. Kenapa? karena setiap orang bisa berubah,
kelompok bisa mendukung untuk berubah, setiap individu harus
bertanggung jawab, adanya partisipasi aktif dari klien tersebut dalam
pelaksanaan kegiatan terapi psikososial. Dalam pencapaian terapi
psikososial yang kita laksanakan disini, minimal ada perubahan setiap hari,
setiap minggu, atau bulannya, makanya kita ada namanya catatan
perkembangan harian, bulanan, mingguan, kepada penerima manfaat.
Program yang kita laksanakan harus terstruktur dapat menyediakan
lingkungan aman dan kondusif bagi perubahan penerima manfaat tersebut.
Jadi, kalau masalah tercapai saya yakin banyak tercapainya karena kita
melaksanakan terapi psikososial tersebut sesuai dengan petunjuk, sesuai
dengan jadwal, anak yang ada di Galih Pakuan pasti ada perubahan maupun
individu, maupun di kelompoknya dan sebagainya. Tapi kalau di luar
setelah keluar dari Galih Pakuan itulah tugas keluarga masing-masing
penerima manfaat.
141
15. Apakah pemberian layanan sudah tepat sasaran?
Yang pastinya dalam pelayanan terapi psikososial pasti tetap tepat sasaran
pada penerima manfaat korban penyalahgunaan napza untuk menguatkan
kembali karena pasti korban tersebut dijauhi dari keluarga, dijauhi dari
tetangga, dijauhi dari masyarakat, untuk memulihkan kembali kepercayaan
dirinya sebelum kita kembalikan lagi ke keluarganya, kembalikan lagi ke
daerah, atau lingkungan tempat tinggalnya.
16. Apakah para petugas cepat tanggap dalam menghadapi permasalahan
yang timbul dari klien?
Oke terimakasih.. Petugas sangat tanggap dalam pelayanan rehabilitasi
sosial korban penyalahgunaan napza. Kenapa? karena kita membagi
pekerja sosial dalam satu asrama kita siapkan atau kita menempatkan
beberapa pekerja sosial, beberapa konselor, dan beberapa peksos adiksi,
dimana untuk cepat memberikan layanan kepada penerima manfaat
tersebut.
17. Apakah para petugas memiliki kepedulian dan perhatian kepada
orang lain terutama kepada penerima manfaat?
Terimakasih.. Sumber daya manusia yang ada di Galih Pakuan 44 pegawai
PNS, 21 konselor, honorer kurang lebih 34, sangat-sangat mempunyai rasa
kepedulian dan perhatian kepada penerima manfaat. Bukan cuma pekerja
sosial yang harus empati kepada penerima manfaat, tapi semua pegawai
yang ada di Galih Pakuan mulai dari pimpinan sampai tukang kebun harus
peduli, harus mempunyai tanggung jawab, harus perhatian kepada
penerima manfaat, karena kita merasa kita satu keluarga, kita merasa sama-
sama untuk menjaga nama baik Galih Pakuan bersama-sama untuk
memulihkan residen yang ada di Galih Pakuan.
142
18. Apakah para petugas konsisten dan dapat diandalkan dalam
pemberian layanan kepada klien?
Petugas sangat konsisten, dan sangat-sangat diandalkan dalam pelayanan
bagi penerima manfaat dimana banyak ilmu dia miliki, terutama pekerja
sosial yang begitu dekat kepada penerima manfaat. Begitupun dengan
konselor adiksi, dimana saya lihat tidak kenal siang, tidak kenal pagi, tidak
kenal malam, untuk memberikan pelayanan kepada penerima manfaat,
melaksanakan kegiatan-kegiatan di dalam asrama maupun di luar asrama
sesuai dengan tata tertib yang ada di Galih Pakuan dengan jadwal kegiatan
yang kita sudah susun dari mulai anak masuk di Galih Pakuan, sampai
penerima manfaat tersebut keluar dari Galih Pakuan atau selesai mengikuti
rehabilitasi sosial di Galih Pakuan.
143
TRANSKIP WAWANCARA PENGURUS BALAI REHABILITASI
SOSIAL KORBAN PENYALAHGUNAAN NAPZA (BRSKPN)
GALIH PAKUAN BOGOR
Hari/Tanggal : Sabtu, 18 April 2020
Waktu : 10.00
Nama Informan : Asti Mustikaati, S. ST
Jabatan : Pengurus dan Penyuluh Sosial Pertama
1. Apakah ada standar pelayanan dalam sarana dan prasarana untuk
memenuhi program terapi psikososial di BRSKPN Galih Pakuan
Bogor?
Ada, e… standar pelayanan itu untuk rehabilitasi sosial itu ada di peraturan
No 9 Tahun 2017 itu tentang standar nasional rehabilitasi sosial bagi
pecandu dan korban penyalahgunaan NAPZA, nah disitu hm.. standar
sarana dan prasarana itu yang dimaksud meliputi sarana dan prasarana fisik
dan yang kedua itu adalah instrumen teknis rehabilitasi sosial, nah itu kalo
misalkan apa namanya.. dijabarkan ya sarana dan prasarana fisik itu ya
seperti perkantoran, misalkan kayak ruang kerja staff, ruang rapat, ruang
tamu, ruang pelayanan teknis, hmm ruang asrama disitu ya ada ruang
pelayanan umum juga misalkan kayak ruang belajar, ruang ibadah, ruang
kesehatan, atau kita bilang ruang poli klinik, dan lain-lain, sport center itu
sarana dan prasarana fisik. Nah untuk yang keduanya itu instrumen teknis
rehabilitasi sosial, instrumen ini yaitu seperti tools ya, tools ketika
menjalankan apa.. terapi psikososial rehab ini kan kita pake tools nah itu
instrument teknis itu termasuk dalam salah satu sarana dan prasarana yang
sesuai standar rehabilitasi sosial.
144
2. Ada berapakah ruang terapi psikososial di BRSKPN Galih Pakuan
Bogor?
Untuk ruangan terapi psikososial di BRSKPN Galih Pakuan Bogor atau
yang kita bilang hm.. asrama ya, itukan asrama itu adalah tempat dimana
kita melakukan terapi psikososial ya yang bisa menampung PM disini. Ada
lima asrama yang pertama Enrty--House yang kedua Dormitory 1, yang
ketiga Dormitory 2, yang keempat HOG atau House Of Growth, dan Re-
Entry
3. Bagaimana kondisi ruangan terapi psikososial?
Kondisi ruangan terapi psikososial di BRSKPN Galih Pakuan Bogor
Alhamdulillah sekarang dalam kondisi yang baik ya, semua peralatan yang
ada di ruangan tersebut dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
4. Apa saja peralatan yang digunakan untuk memenuhi proses
pelaksanaan terapi psikososial?
Peralatan yang dipakai dalam proses pelaksanaan terapi psikososial itu
biasanya itu kursi, white board, ATK ya ATK itu termasuk kayak alat tulis
klien, kemudian alat tulis white board ya spidol gitu, kemudian instrument
atau form.
5. Bagaimana kondisi peralatan yang tersedia dalam terapi psikososial?
Peralatan yang tersedia dalam keadaan baik dan dapat digunakan
sebagaimana mestinya, paling kalau misalkan kalau habis itu nanti
pendampingnya itu akan merequest ke Tata Usaha untuk penambahan
ketersediaannya.
6. Bagaimana tanggapan ibu mengenai sarana dan prasarana yang
tersedia dalam program terapi psikososial di Balai Rehabilitasi Sosial
Korban Penyalahgunaan NAPZA (BRSKPN) Galih Pakuan Bogor?
Sarana dan prasarana yang tersedia dalam program terapi psikososial di
Balai Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA, terbilang sudah
cukup memadai, luas kapasitas dorm 1, dorm 2 itu bisa menampung dalam
145
jumlah banyak PM secara keseluruhan dan begitupun asrama yang lain ya
seperti Entry-House, Re-Entry dan Hog itu luas kapasitasnya itu sudah
memadai dengan jumlah klien ya ditampungnya gitu ya. Jadi secara
keseluruhan sudah memadai sih. Kemudian untuk sarana dan prasarana
itukan termasuk tools juga ya, tools juga disitu sudah memadai di setiap
asrama karena mungkin kalau di kita sih tidak memerlukan tools yang
banyak ya lebih banyaknya itu grup terapi oleh karena itu kayak tools-tools
yang itu cukup lah memadai dan sejauh ini tidak ada masalah, karena kalau
pun misalkan ada permasalahan dengan sarana dan prasarana, misalkan
hm.. ada peralatan yang rusak atau peralatan yang habis itu sudah pasti
lembaga sudah menyediakan.
7. Apakah ada jadwal pelaksanaan terapi psikososial?
Ada, jadwalnya sudah ada setiap asrama itu punya jadwal ya, dan
jadwalnya itu disesuaikan dengan kegiatan asrama masing-masing yang
bersangkutan. Jadi misalkan, jadwalnya dorm itu dorm 1 dorm 2 nah kalau
untuk jadwal dorm 1 dan dorm 2 itu sama jadwalnya karena kan
programnya sama primary ya, nah akan tetapi pasti berbeda dengan jadwal
yang Re-Entry karena Re-Entry kan istilahnya dia lebih banyak belajar di
vokasional, berbeda juga dengan Hog, dan di Entry-House juga berbeda
seperti itu, disesuaikan dengan kegiatan masing-masing.
8. Apakah pelaksanaan terapi psikososial sudah sesuai dengan jadwal
yang telah ditentukan?
Sejauh ini pelaksanaan terapi psikososial di asrama sudah sesuai dengan
jadwal yang telah ditentukan. Jadi, masing-masing kegiatan itu sudah on
schedule lah istilahnya. Kalaupun misalkan ada perubahan karena alasan
tertentu biasanya itu langsung di follow up sama pendampingnya, dan nanti
diganti di lain hari misalkan seperti itu.
146
9. Apakah ada kriteria yang harus dimiliki oleh klien agar dapat
mengikuti terapi psikososial?
Tentu saja ada, pertama ketika klien datang pertama kali ke balai ini juga
pertama kriteria yang harus dia miliki misalkan ya, dia harus korban
penyalahguna NAPZA, kalau bukan merupakan korban penyalahguna
NAPZA dia tidak bisa disini misalkan dengan diagnosa yang lain ada juga
biasanya yang seperti itu kita tidak bisa terima gitu ya, jadi kita screening
dulu. Jadi semua klien discreening apakah memenuhi kriterianya dengan
terapi psikososial yang kita berikan disini apakah pelayanan rehab kita
cocok dengan klien tersebut. Kemudian setelah masuk ke kita juga setelah
lolos screening itu klien juga discreening lagi diassesment lagi jadi terus
diassesment, misalkan ketika lolos screening dia masuk ke Entry-House, di
Entry-House di observasi discreening lagi nah nanti di cari kira-kira klien
tersebut hm.. kondisi penyalahgunaannya, tingkat ketergantungan terhadap
NAPZAnya berat, ringan, atau sedang, nah itu kriteria itu juga harus
diperhatikan, misalkan, ketika di observasi si klien itu ternyata hm..
pengguna berat misalkan berarti si klien itu harus masuk ke asrama dorm
dia harus ikut program primary ya. kemudian kalau misalkan yang ringan
misalkan nah dia juga masuk ke program primary tetapi asramanya di
House of Growth misalkan dia belum terlalu lama pakai atau misalkan
frekuensi penggunaannya dia itu misalkan masih jarang gitu ya atau
misalkan cuma sekali atau dua kali misalkan gitu ya, nah itu dia masuk ke
house of growth yang durasi programnya itu tidak terlalu lama
dibandingkan dengan primary asrama di dorm 1 dan dorm 2 seperti itu. Nah
ketika misalkan dari dorm juga misalkan nih ya misalkan si anak ini dia
rencana kedepannya ingin melanjutkan ke program vokasional nah itu
discreening lagi juga untuk program vokasional itukan di Re-Entry nah
apakah si klien tersebut memenuhi kriterianya untuk melanjutkan ke Re-
Entry. Pokoknya setiap tahapan setiap fase itu misalkan di dorm juga ketika
147
dalam program primary untuk fase itu kan ada younger middle older nah
setiap fase itu ketika dia mau naik ke fase selanjutnya itu harus ada
kriterianya juga seperti itu. Jadi selalu ada screening gitu ya apakah klien
sesuai dengan kriteria hm.. terhadap hm.. terapi psikososial yang akan
diberikan gitu. jadi semuanya untuk sejauh ini sih sesuai ya kriteria yang
dimiliki klien dengan terapi psikososial yang diberikan gitu. Jadi, kriteria
klien ini disesuaikan dengan prosedur pengasramaan.
10. Apakah ada kriteria petugas dalam memenuhi program terapi
psikososial?
Ada, petugas harus punya pengetahuan dan skill khususnya terapi
psikososial yang cocok untuk korban penyalahgunaan NAPZA itu seperti
apa. Nah, biasanya ada standar khusus nih yang dari Colombo Plan itu loh
dalam pemberian treatment tapi itu juga harus disesuaikan dengan
pendekatan pekerja sosial. Nah, konselor disini juga banyak yang ikut
colombo plan ya, pelatihan colombo plan itu. Kemudian dalam pelatihan
tersebut itu keterampilan yang dipelajarin itu yang harus dikuasai itu
macem-macem sih misalkan bagaimana keterampilan cara screening dan
asesmen gitu ya, kemudian bagaimana misalkan dari segi farmakologinya,
dari segi kesehatannya seperti apa itu pengetahuannya itu harus dikuasain
juga, kemudian bagaimana cara untuk berelasi dengan peer group, dengan
significant outhersnya seperti family itu harus dikuasain juga. Pokoknya
harus diketahuinlah yang pokoknya hal-hal yang berhubungan dengan
treatment ke korban penyalahgunaan NAPZA dan disesuaikan dengan
pendekatan pekerja sosial kalau disini ya itu harus dikuasai.
11. Apakah tujuan pemberian layanan telah tercapai?
Tujuan pemberian layanan cukup tercapai ya.
148
12. Apakah pemberian layanan sudah tepat sasaran?
Sejauh ini pemberian layanan sudah tepat sasaran. Pemberian layanan
diberikan pada korban penyalahgunaan NAPZA sesuai kriteria keparahan
pemakaiannya.
13. Bagaimana cara para petugas cepat tanggap dalam menghadapi
permasalahan yang timbul dari klien?
Para petugas hm.. sejauh ini sudah cepat tanggap dalam mengahadapi
permasalahan yang timbul dari klien. Jadi ketika ada permasalahan nih ada
kasus klien petugas itu akan segera melaksanakan case conference untuk
mencari solusi permasalahan tersebut.
14. Apakah para petugas memiliki kepedulian dan perhatian kepada
orang lain?
Hmm.. Dalam hal ini para petugas Balai Rehabilitasi Korban Penyalahguna
NAPZA di Galih Pakuan memang dituntut untuk memiliki kepedulian dan
perhatian serta bersikap ramah baik itu kepada klien ataupun kepada orang
lain misalkan pihak lain ya. Misalkan nih, kalau misalkan ketika saat
memberikan terapi psikososial petugas itu tidak memiliki kepedulian dan
perhatian dan tidak ada keramahan nah itu akan menghambat proses
pemulihan dari klien itu sendiri. Begitu juga dengan misalkan orang lain
disini itu tamu yang datang untuk konsultasi misalkan ya atau misalkan
masyarakat yang ingin mencari informasi mengenai layanan rehab disini,
nah sudah pasti kalau misalkan petugas tidak memiliki kepedulian dan
perhatian itu bisa jadi orang lain itu tidak akan istilahnya peka dan peduli
terhadap keberadaan hm.. rehab korban penyalahgunaan NAPZA Galih
Pakuan.
15. Apakah para petugas konsisten dan dapat diandalkan dalam
pemberian layanan kepada klien?
Sejauh ini petugas mampu bersikap konsisten untuk mendukung kepulihan
klien. Misalkan konsisten dalam proses naik fase, kalau si klien itu belum
149
memenuhi kriteria untuk naik fase, maka itu tidak akan diizinkan si klien
tersebut naik fase, atau misalkan refelar ke asrama selanjutnya gitu. Jadi
petugas disini harus konsisten karena kalau tidak konsisten itu tidak akan
maksimal pelayanan rehab yang diberikan gitu. Jadi, konsistensi ini penting
untuk mendorong kepulihan klien kalau tidak konsisten ya program terapi
psikososial yang diberikan ya akan sia-sia.
150
TRANSKIP WAWANCARA PEKERJA SOSIAL
BALAI REHABILITASI SOSIAL KORBAN PENYALAHGUNAAN
NAPZA (BRSKPN) “GALIH PAKUAN” BOGOR
Hari/Tanggal : Jumat, 27 Maret 2020
Waktu : 11.00
Nama Informan : Yulia Herlina, S. Sos,Mps,Sp
Jabatan : Pekerja Sosial Pertama
1. Apakah ada standar pelayanan dalam sarana dan prasarana untuk
memenuhi program terapi psikososial di BRSKPN Galih Pakuan
Bogor?
Berkaitan dengan standar pelayanan dari aspek sarana dan prasarana
untuk program terapi psikososial di Galih Pakuan itu ada. Jadi, terapi
psikososial yang dilaksanakan itukan berupa grup-grup terapi, nah untuk
hm.. memfasilitasi pelaksanaan terapi-terapi kelompok atau grup terapi
tersebut, itu dilakukan di sebuah ruangan yang bisa mengakomodir dari
jumlah penerima manfaat yang ada. Jadi mungkin kalau untuk berkaitan
standar pelayanan itu berkaitan dengan ketersediaan daya tampung atau
kapasitas yang hm.. bisa memfasilitasi para penerima manfaat dalam
jumlah banyak untuk melakukan terapi-terapi kelompok atau grup terapi
sebagai bentuk dari terapi psikososial yang ada di Galih Pakuan
2. Ada berapakah ruangan terapi psikososial di BRSKPN Galih
Pakuan Bogor?
Ruang terapi psikososial itu yang sekarang ada hm. jadi masing-masing
asrama itu ada satu ruang kegiatan, mungkin itu yang dikatakan hm..
ruang terapi psikososialnya. Untuk di Galih Pakuan sendiri itu ada asrama
primary sebanyak dua, berarti ada dua ruangan, kemudian Entry-House
satu, tiga, hog empat sama Re-Entry lima, ada lima berarti ada lima
ruangan terapi psikososial, satu ruangan berada di masing-masing asrama.
151
Nah untuk kedepannya sebetulnya sudah ada wacana untuk pendirian
sebuah ruangan atau tempat semacam laboratorium terapi gitu, tapi itu
belum bisa di realisasikan dalam waktu dekat ini, kemarin itu sudah pada
sampai tahap untuk pengajuan lis-list kebutuhan fasilitas sarana dan
prasarananya saja, tetapi untuk realisasinya belum dilaksanakan. Jadi
sejauh ini yang ada atau bisa dikatakan sebagai ruangan terapi psikososial
di Galih Pakuan itu adanya di gedung asrama masing-masing, dua asrama
primary, satu asrama Entry-House, satu asrama Re-Entry, dan satu asrama
house of growth. Jadi totalnya lima ruangan terapi psikososial.
3. Bagaimana kondisi ruangan terapi psikososial?
Kalau untuk ruang terapi di asrama primary itu kondisi ruangannya
sebetulnya tidak terlalu banyak peralatan khusus jadi itu hanya berupa
ruangan saja yang luas, ruangannya luas karena harus mengakomodir atau
menampung dari jumlah penerima manfaat yang cukup banyak, untuk
kegiatan terapi kelompok sendiri sebetulnya juga tidak memerlukan
adanya property atau peralatan-peralatan khusus, jadi mereka hanya
sekedar sharing, melingkar kemudian mereka melaksanakan kegiatan
therapeuticnya. Jadi untuk kondisinya hanya bisa digambarkan mungkin
dari segi luasnya saja itu cukup luas, itu untuk yang terapi yang ada di
primary. Nah kemudian untuk yang di Entry-House tidak seluas primary
kondisinya, biasanya untuk ruang terapinya itu ada di letaknya ada di
sebelah ruangan staf dan untuk kegiatan terapi kelompok seperti halnya
di primary juga dilaksanakan cuma karena mengingat jumlah penerima
manfaat di asrama Entry-House itu tidak sebanyak di asrama primary jadi
luasnya pun tidak seluas di asrama primary, untuk peralatan-peralatan
khusus tidak ada, hanya saja mungkin terapi kelompok biasanya kadang,
suka ada tambahan peralatan misalnya, papan tulis atau flip chart untuk
menulis beberapa poin yang perlu dituliskan dalam kegiatan seminar
misalnya, hmm.. kemudian ada peralatan-peralatan lain seperti alat tulis
152
alat tulis yang dipegang oleh masing-masing atau beberapa dari penerima
manfaat bisa juga seperti itu. Kemudian untuk asrama Entry.. Entry-
House tadi udah ya.. Re-entry sama hog sedikit banyak sama kayak di
Entry-House ruangannya tidak terlalu besar, dan kalau pun ada properti-
properti itu cuma sebatas ya papan tulis, alat tulis kayak gitu-gitu aja,
untuk alat-alat khusus terapi itu tidak ada.
4. Bagaimana kondisi peralatan yang tersedia dalam terapi psikososial?
Hmm.. kondisinya masih dalam keadaan yang baik, soalnya kalau
misalkan ada peralatan yang sudah tidak berfungsi itu biasanya SOPnya
itu harus segera dilaporkan ke sub bagian tata usaha dan tata usaha segera
menindaklanjutinya, apakah itu dengan memperbaiki atau dengan
mengganti menariknya kemudian mengganti, dan itu berlaku untuk semua
barang-barang yang ada fasilitas yang ada sarana prasarana yang ada di
Galih Pakuan termasuk untuk perlengkapan yang ada di ruangan terapi
psikososial.
5. Apakah pelaksanaan terapi psikososial sudah sesuai dengan jadwal
yang telah ditentukan?
Pelaksanaannya juga sudah dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang telah
ditentukan tapi kalau misalkan ada beberapa kegiatan yang sifatnya hm..
perlu menyesuaikan itu diperbolehkan tetapi kalau untuk standar jadwal
itu sudah disusun.
6. Apakah ada kriteria yang harus dimiliki oleh klien agar dapat
mengikuti terapi psikososial?
Kriteria yang harus dimiliki oleh klien kriteria tertentu sih ngga ada ya,
cuma mungkin hm.. jenis dari terapi psikososial yang hm. dilaksanakan
itu sesuai dengan tempat asrama yang ada sesuai dengan keberadaan
penerima manfaat itu, misalnya gini, untuk penerima manfaat yang ada di
Entry-House itu berarti siapapun yang ada di Entry-House itu hm..
153
mengikuti kegiatan terapi di asrama tersebut, begitupun ketika misalkan
dia sudah di asrama primary.
7. Apakah ada kriteria petugas dalam memenuhi program terapi
psikososial?
Oke tentang kriteria petugas ya.. Petugas di Galih Pakuan untuk
pelaksanaan terapi psikososial ini kan ada beberapa macam, ada pekerja
sosial, kemudian ada tenaga IPWL, tenaga IPWL itu terdiri dari peksos
adiksi sama konselor-konselor. Nah pertama untuk yang kriteria pekerja
sosial ASNnya, yang ASN ya ini tidak ada kriteria khusus, jadi semua
fungsional pekerja sosial itu memang diharuskan untuk bisa memberikan
terapi psikososial bagi semua penerima manfaat di semua asrama jadi
mereka harus punya kapabilitas untuk memberikan teknik-teknik terapi
psikososial itu untuk ASN. Nah kemudian untuk yang tenaga IPWL yang
terdiri dari peksos adiksi ataupun konselor sama sih sebetulnya mereka
juga harus punya skill dan kapabilitas untuk memberikan teknik-teknik
terapi psikososial. Nah untuk konselor ini biasanya ada beberapa
spesifikasi khusus untuk pelayanan terhadap penerima manfaat korban
penyalahgunaan NAPZA, di kalangan konselor itu ada pengetahuan-
pengetahuan khusus yang mengacu pada colombo plan namanya. Jadi,
colombo plan itu salah satu badan hmm apa ya.. Salah satu wadah
dibawah PBB badan dibawah PBB gitu ya, untuk menangani masalah
adiksi di seluruh dunia, nah jadi si konselor ini dia mempunyai beberapa
kurikulum pengetahuan yang mengacu ke colombo plan tersebut. Hmm
mulai dari farmakologi untuk penyalahgunaan zat, kemudian teknik
konseling dasar untuk korban penyalahgunaan NAPZA, kemudian
asesmen khusus yang diberikan kepada korban penyalahgunaan NAPZA,
nah mereka harusnya idealnya itu memiliki kompetensi di bidang ilmu-
ilmu tersebut untuk konselor. Nah ini juga sebetulnya berlaku bagi para
pekerja sosial yang ASN, bahkan ada ASN-ASN pekerja sosial yang di
154
Galih Pakuan itu yang sudah mengikuti beberapa sesi kurikulum colombo
plan untuk menambah pengetahuan mereka supaya teknik terapi
psikososialnya itu benar-benar khas atau spesifik khusus bagi para
penerima manfaat korban penyalahgunaan NAPZA.
8. Apakah tujuan dari pemberian layanan telah tercapai?
Pencapaian tentang tujuan terapi psikososial berarti ini kaitannya sama
evaluasi ya, nah untuk evaluasinya sendiri jadi gini, sebetulnya untuk
mulai tahun ini diberlakukan sebuah alat ukur yang kita susun saya dan
teman-teman peksos susun hm.. jadi ada semacam pre test dan post test
untuk melihat keberhasilan dari terapi psikososial yang diberikan di Galih
Pakuan. Jadi ini masih on going process ya untuk pencapaian tahun ini
gitu, cuma kalau untuk tahun-tahun sebelumnya hmm hasil
pengukurannya itu hasil evaluasinya itu belum berpatokan atau merujuk
pada satu proses pengukuran yang baku, kalau untuk tahun kemarin
karena baru mulai diberlakukan tahun ini si alat ukurnya itu. Jadi untuk
tahun-tahun kemarin sejauh ini evaluasinya hanya berkisar antara apakah
terapi psikososial ini sudah dilalui semuanya oleh penerima manfaat dari
fase younger, middle, older apakah mereka sudah menjalani ke semua
fase itu gitu dan rata-rata mereka yang sudah pulang, kalau yang kasusnya
bukan kabur atau split ya mereka komplit program sampai pada tahap
older. Jadi kalau ditanya pencapaiannya terapi psikososialnya bagaimana
sejauh ini yang dilakukan tahun kemarin itu masih berdasarkan pada
aspek apakah penerima manfaat sudah melalui keseluruhan tahapan
program jawabannya iya, tapi kalau untuk mengukur efektivitas sejauh
mana keberhasilan terapi psikososial ini yang justru akan jadi project di
Galih Pakuan sebetulnya untuk tahun ini untuk mengukur keberhasilan
tersebut gitu. Kalau untuk alat ukurnya sudah tersedia tahun ini.
155
9. Apakah pemberian layanan sudah tepat sasaran?
Sudah cukup tepat sasaran ya. Terapi psikososial ini memang
dikhususkan untuk korban penyalahgunaan NAPZA yang menjalani
rehabilitasi di BRSKPN Galih Pakuan ini.
10. Apakah peran pekerja sosial dalam program terapi psikososial?
Pekerja sosial dalam kegiatan terapi psikososial di Galih Pakuan itu dapat
berperan sebagai tenaga konselornya sendiri maksudnya tenaga atau
terapis yang memberikan terapi psikososialnya pertama, dan kedua juga
pekerja sosial itu bisa berperan sebagai supervisor untuk para konselor
adiksi dan peksos adiksi dalam melaksanakan pelayanannya itu paling
perannya. Jadi, satu sebagai terapisnya sendiri, dua dia sebagai supervisor
bagi para konselor adiksi dalam pelayanan yang diberikan oleh konselor
adiksi terhadap penerima manfaat.
11. Apakah perbedaan dari kegiatan morning meeting, page group,
seminar, discussion group, encounter group dalam terapi psikososial?
Perbedaannya gini, kalau morning meeting itu grup yang paling pertama
kali dilakukan pada saat pagi hari dan itu ada format bakunya morning
meeting itu. Ada tentang bagaimana menyampaikan isu-isu asrama dan
lain sebagainya. Kalau page itu lebih kepada si penerima manfaat itu
menilai sisi positif dan negatif masing-masing diantara mereka. Kalau
seminar itu sifatnya edukasi, pemberian transfer knowledge pemberian
pengetahuan. Discussion group itu membahas tentang tema-tema tertentu
atau isu-isu yang e… bisa dipilih dari si konselor atau peksos. Peksos
maunya bicara fokusnya itu tentang apa, misalnya tetang COVID-19 atau
bagaimana cara kencegah kepulihan itu di lempar ke forum mereka
kemudian membahas itu, ada yang pro terhadap isu itu ada yang kontra
terhadap isu itu. Jadi mereka discuss gitu. Kalau encounter itu jadi lebih
kepada melepaskan keluhan melepaskan unek-unek yang ada di dalam
diri mereka. Hmm.. cuma kalo ngga salah itu ada penggantian nama
156
menjadi CRJ kalo ngga salah Conflict Resolution Group jadi itu lebih
kepada bagaimana caranya supaya penerima manfaat dapat mengatasi
konflik di dalam dirinya, bagaimana cara dia meluapkan unek-unek atau
perasaan atau konflik yang ada dalam dirinya.
12. Kegiatan manakah yang lebih menekankan ke arah hubungan sosial
dan mengajarkan klien untuk bertanggung jawab?
Semua grup terapi itu semuanya mengajarkan para penerima manfaat
untuk meningkatkan kedisiplinan dan tanggung jawab. Jadi semua semua
terapi kelompok memang memang dirancang untuk bisa meningkatkan
responsibility dari diri mereka jadi untuk pertanyaan grup mana yang
paling meningkatkan tanggung jawab mereka sepertinya semua grup
memang hm.. diarahkan untuk meningkatkan tanggung jawab mereka.
Sesuai dengan fungsinya terapi kelompok itu untuk meningkatkan
hubungan sosial salah satunya, jadi manakah yang lebih meningkatkan
hubungan sosial, itu ya jelas itu semua grup itu memang bisa
meningkatkan hubungan sosial mereka karena dengan mengikuti program
terapi kelompok itu otomatis mereka harus mempunyai skill atau
kemampuan berkomunikasi, berhubungan, berinteraksi, dan semakin
sering mereka mengikuti grup terapi berarti semakin terasah pula
kemampuan itu sehingga nanti kualitas hubungan yang dihasilkan pun
akan hm.. lebih bermanfaat lebih terasa.
13. Apakah makna keberfungsian sosial menurut bapak/ibu?
Indikator keberfungsian sosial itu biasanya dirumuskan di masing-masing
Direktorat ya, kalau untuk Direktorat disabilitas dibawah Kementerian
Sosial mereka itu sudah menyusun indikator keberfungsian sosial mereka
untuk penerima manfaatnya. Nah kebetulan untuk di Direktorat NAPZA
itu belum ada dicantumkan secara jelas dalam suatu indikator
keberfungsian sosial dari penerima manfaat korban penyalahgunaan
NAPZA. Jadi, sejauh ini kita masih berpatokan kepada keberfungsian
157
sosial hm.. yang dilihat dari tiga poin ya, pertama bagaimana seorang
penerima manfaat memecahkan masalahnya, kedua bagaimana penerima
manfaat memenuhi kebutuhannya, dan ketiga bagaimana penerima
manfaat menjalankan fungsi sosialnya fungsi dan perannya.
14. Apakah standar ukuran klien dapat dianggap kembali keberfungsian
sosialnya?
Memecahkan masalahnya itu berkaitan dengan bagaimana dia berusaha
untuk menghandle perilaku adiksinya bagaimana dia untuk bisa menjaga
kepulihannya, dan bagaimana dia bisa mencegah kembalinya perilaku
penyalahgunaan NAPZA atau mencegah adanya relapse, kemudian
bagaimana dia memenuhi kebutuhannya melalui bagaimana dia bisa
kembali beraktivitas untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya,
kebutuhannya itu bisa berarti kebutuhan dasarnya, kebutuhan
pendidikannya, atau kebutuhan dalam hal pekerjaan. Nah menjalankan
fungsi perannya itu ketika dia kembali ke masyarakat dia kembali
berperan sebagai anggota masyarakat atau di lingkungan keluarga dia
berperan sebagai anak misalnya atau sebagai kepala keluarga kalau yang
sudah menikah seperti itu. Nah sekedar tambahan ada lagi beberapa
patokan yang diberlakukan di lingkungan Direktorat Jenderal Rehabilitasi
Sosial Kementerian Sosial jadi untuk semua penerima manfaat di balai-
balai unit pelaksanaan teknis rehabilitasi sosial itu adanya sebuah tolak
ukur yang dinamakan kapabilitas sosial dan tanggung jawab sosial. Jadi,
semua penerima manfaat ketika sudah mendapatkan pelayanan di
balainya masing-masing itu diharapkan dapat memenuhi kapabilitas
sosialnya. Kapabilitasi sosialnya itu terdiri dari kapabilitas fisik,
kapabilitas psikososial, kapabilitas mental spiritual, dan kapabilitas dalam
segi livelihood atau penghidupannya, dan dia juga selain kapabilitas sosial
juga memenuhi atau diharapkan dapat mencapai social responsibility atau
tanggung jawab sosialnya ini tediri dari tanggung jawab sosialnya
158
terhadap diri sendiri, tanggung jawab sosialnya terhadap keluarga atau
masyarakat, dan tanggung jawab sosialnya terhadap lingkungan misalkan
lingkungan pendidikan atau lingkungan pekerjaannya.
15. Apakah ada komitmen yang dibangun antara pekerja sosial dengan
klien?
Komitmen yang dibangun antara pekerja sosial dengan klien. Hm..
biasanya diawal layanan emm.. itu ada inform concent untuk diisi oleh
para klien atau penerima manfaat, isinya tentang ketersediaan dari mereka
untuk mengikuti setiap tahapan rehabilitasi yang ada di Galih Pakuan
mulai dari asesmen. Nah, secara tertulis itu tertuang dalam inform concent
tersebut, kemudian komitmen-komitmen lain yang tidak tertulis itu
berkaitan dengan bagaimana pekerja sosial memiliki kesepakatan dengan
para klien atau penerima manfaat supaya mereka bisa cooperative atau
bekerja sama ketika melaksanakan program rehabilitasi. Misalnya yang
sering saya lakukan itu kepada klien itu berusaha untuk kasih saran kasih
masukan ke mereka untuk berbicara selepas mungkin karena pastikan
untuk pastikan bahwa kita adalah posisinya sebagai helper atau penolong.
Jadi, biasanya kan kalau untuk kasus penyalahgunaan NAPZA itu
dipandang dari segi aspek kriminalitas juga nah kita sebagai pekerja sosial
meyakinkan kepada klien atau penerima manfaat supaya mereka dapat
melihat kita itu bukan kayak melihat polisi yang berbicara salah atau
benar, tetapi mereka melihat kita itu sebagai seorang profesi yang akan
menolong mereka. Jadi, mereka dipersilakan untuk mengeluarkan apa
yang mereka rasakan, apa yang mereka alami tanpa harus mereka
ketakutan akan di judge oleh kita benar atau salah sikapnya, justru kita
memposisikan diri untuk membantu mereka gitu. Kemudian komitmen
lainnya supaya pekerja sosial dan penerima manfaat itu berada pada
perannya masing-masing. Artinya hubungan therapeutic yang dibangun
itu memiliki batas-batas ke profesionalitasan. Trust building itu
159
diperbolehkan sebagai wujud komitmen tadi itu adanya trust building ya
dari penerima manfaat atau klien kepada pekerja sosial itu sangat
diperlukan, dan itu merupakan modal awal yang sangat signifikan, yang
sangat mempunyai pengaruh besar dalam proses terapi psikososial, tetapi
trust building ini juga harus pada batas-batas ke profesionalitasan. Pekerja
sosial sebagai profesi terapis dan klien sebagai penerima manfaatnya.
Artinya, meskipun ada kedekatan antara pekerja sosial dengan penerima
manfaat itu konteksnya dalam hubungan therapeutic tidak boleh ada
hubungan di luar hubungan therapeutic karena itu sudah menyalahi ke
profesionalitasannya, komitmen itupun perlu dibangun dan di bicarakan,
bukan di bicarakan sih, secara secara eksplisit ya itu dilakukan tanpa harus
diomongkan juga komitmen-komitmen itu harus tetap dipatuhi.
160
TRANSKIP WAWANCARA PEKERJA SOSIAL
BALAI REHABILITASI SOSIAL KORBAN PENYALAHGUNAAN
NAPZA (BRSKPN) “GALIH PAKUAN” BOGOR
Hari/Tanggal : Jumat, 3 April 2020
Waktu : 10.00
Nama Informan : Erni Novianti,S.ST
Jabatan : Pekerja Sosial Muda
1. Apakah ada standar pelayanan dalam sarana dan prasarana untuk
memenuhi program terapi psikososial di BRSKPN Galih Pakuan
Bogor?
Untuk standar pelayanan di Galih Pakuan ini untuk sarana dan
prasarananya kita memang e…. kepengennya gitu kan ya kepengennya ada
standar pelayanan yang apa namanya tuh yang baku yang seperti misalkan
untuk tempat penerimaan gitu kan, tempat asesmen gitu kan, kita
kepengennya ada suatu tempat dimana itu nanti hm.. pada saat si klien
masuk itu tuh hm.. klien bisa pada saat penerimaan terus udah gitu asesmen
terus nanti bagaimana kita bisa CC juga ada disitu, cuman mungkin kalau
untuk yang tempatnya yang nyaman atau yang kayak gimana kita ini
sedang dalam inilah dalam proses gitu, tapi pada dasarnya kita sebisa
mungkin menyiapkan hal-hal itu sehingga supaya terapinya gitu kan ya
atau prosesnya itu tuh berlangsung nyaman gitu seperti juga untuk terapi
apa namanya seperti di dalam asrama kita dimungkinkan kepengennya
anak-anak ada lah ruangan tersendiri yang setidaknya ruangan konseling
khusus gitu kan ya, atau yang bisa kita idealnya sih kita kepengennya
seperti itu gitu kan ya, tapikan terkadang banyak hal yang kita kepengennya
seperti ini gitu kan ya tapi oke dari lembaganya hanya bisa seperti itu gitu
kan ya. Jadi kalo dibilang ada standar kepengennya ada gitu kan ya
161
kepengennya ada standar pelayanan gitu tapi disini kita memaksimalkan
sarana dan prasarana yang ada gitu, yang mungkin dibilang belum memadai
saya bilang sih belum yah belum memadai belum memenuhi sih gitu kan
ya, tapi ya Alhamdulillah ya gitu kan yah dengan apa namanya tuh kondisi
yang sekarang ini proses itu bisa berjalan sih mungkin itu sih.
2. Ada berapakah ruangan terapi psikososial di BRSKPN Galih Pakuan
Bogor?
Kalo dibilang ya ada berapa gitu kan ya paling kita ada yang ruang asesmen
ya yang ada di ruang data itu, terus paling kalau untuk konseling-konseling
gitu sih biasanya kita ada di ruangan myer on duty ya gitu, itu biasanya kita
kalau melakukan konseling gitu, terus juga paling untuk grup-grup yang
ada di asrama kita ada menhol di masing-masing asrama biasanya ada gitu
kan, itu bisa untuk dipakai morning meeting gitu kan diskusi gitu pokoknya
itu ada disitu. Jadi, ya itu tadi seperti saya bilang kalau untuk ruangannya
itu teh yang ruang konseling khusus gitu kan ya supaya ada kayak
laboratorium atau kayak gimana kita memang belum ada gitu.
3. Bagaimana kondisi ruangan terapi psikososial?
Hehe.. Hmm. Kalau kondisi-kondisinya ya baik lah gitu kan ya, bisa di
fungsikan gitu kan bisa di fungsikan cuman ya itu tadi nih nih makanya
kalo saya jujur-jujuran aja gitu kan ya belum memadai gitu, belum
memadai dalam istilahnya untuk Ya seperti ruang asesmen lah gitu kan ya,
kayak ruang tunggu untuk yang keluarga gitu kan ya Misal kan keluarga
mau istirahat bukan istirahat dalam artian gimana ya gitu maksutnya kan
ruang tunggunya kan nyaman atau kayak gimana gitu, itu menurut saya gitu
kan ya, menurut saya belum memadai gitu. Makanya nih saya buka-bukaan
aja gitu ya nanti terserah mba mau apa namanya mengapresiasinya kayak
gimana gitu. Belum memadai gitu, itupun kadang-kadang saya juga suka
duh suka gimana ya suka geregetan gitu geregetan kalo aduh nih ruangan
gitu.
162
4. Apa saja peralatan yang digunakan untuk memenuhi proses
pelaksanaan terapi psikososial?
Kalau untuk alatnya ya biasa lah kita paling kita ada kertas ada pulpen gitu,
terus bisanya saya suka minta izin juga sama PM saya kalo memang dirasa
perlu gitu kan merekam gitu kan bisa aja saya perekam juga pakai
handphone aja, terus ya paling itu sih untuk peralatan ngga ada yang lain
yang setiap hari kita gunakan sih paling itu aja
5. Bagaimana kondisi peralatan yang tersedia dalam terapi psikososial?
Kalau untuk peralatan ya kadang saya mikir duh anak-anak juga di dalam
asrama gitu kan terkadang mungkin ya ACnya yang suka naik turun, mati
lampu gitu, terus juga penerangan untuk yang di dalamnya sendiri tuh
kayaknya agak sumpek gitu kan ya dengan kalau kapasitas anak yang
banyak gitu, jadinya ada beberapa hal sih gitu kan ya, tapi ya selama ini sih
gitu ya itu tadi ya so far alhamdulillah lah lumayan gitu cuman belum
memadai gitu. Ya kalau untuk terapi psikososial dalam program sih gitu
kan misalkan ada nih pada saat inisial interview gitu kan, itu ada ya ada
bukan alat sih ya kita biasa memakai apasih kalau inisial interview tuh itu
biasanya hm.. Duh panjang sih kalau untuk ceritain ininya ya gitu, jadi
pada saat inisial interview terus ya kalau pada saat grup-grup juga gitu
paling yang digunakan ya itu tadi sih cuma ada kertas, paling papan jalan
itu kan terus pulpen ya paling itu sih kali ya untuk peralatan,
6. Apakah pelaksanaan terapi psikososial sudah sesuai dengan jadwal
yang telah ditentukan?
Kalau untuk pelaksanaannya kita diusahakan sesuai jadwal ya kita
usahakan sesuai jadwal untuk yang grup-grup gitu kan, tapi kadang ada
kendala juga, kita fleksible sih gitu, mungkin waktunya diundur atau
waktunya dimajuin atau mungkin di skip gitu, itu biasanya seperti itu jadi
tidak yang mutlak atau misalkan ini harus gitu, sebisa mungkin schedule
berjalan. Nah kalau untuk yang konselingnya sendiri itu tergantung dari
163
treatment plannya si PM jadi itu konselor biasanya kalau ada hal-hal yang
urgent atau apa gitu atau si kliennya ngerasa oh nih saya perlu konseling
gitu, biasanya klien sendiri yang meminta waktu gitu kapan bisa konseling
gitu dan itu pun fleksible gitu. Jadi kalau untuk waktu sih hm.. tidak harus
baku juga harus sesuai jadwal dan di usahakan dengan adanya jadwal itu
jadi inilah situasi rumah kondusif mungkin itu gitu, terus juga waktu time
apa namanya tuh? Time frame yang diharuskan oke dari jam sekian sampai
jam sekian itu bisa terlaksana gitu tidak jadi tidak ada out tanding mungkin
itu sih gitu.
7. Apakah ada kriteria yang harus dimiliki oleh klien agar dapat
mengikuti terapi psikososial?
Ya kalau untuk kriterianya yang pasti dia harus PM BRSKPN Galih Pakuan
Bogor, terus juga bermasalah dengan penyalahgunaan NAPZA, terus
Tidak memiliki apa namanya tuh ada dual diagnosis itu sih paling
kriterianya gitu jadi ngga ada kriteria. Semua PM yang ada di itu memang
harus ya harus mengikuti terapi psikososial gitu, kalau syarat-syaratnya sih
itu.
8. Apakah ada kriteria petugas dalam memenuhi program terapi
psikososial?
Kalau untuk petugasnya sendiri kriterianya hm... Ya seharusnya untuk
kriteria sendiri kan yang memenuhi syarat berarti dia yang oke jam
terbangnya gitu kan ya, terus juga hm.. dia yang sudah ini uji kompetensi
gitu, terus yang memiliki wawasan, terus juga memahami kode etik gitu,
jujur, ya dapat dipercaya sih gitu untuk hal-hal ideal seperti itu gitu kan ya,
idealnya seperti itu. Tapi itu kan secara keseluruhan maksutnya hm..
seharusnya seperti itu gitu, tapi untuk di ya di Galih Pakuan sendiri itu kita
kan memang-memang memang kita harus melaksanakan tugas fungsinya
kita, misalkan untuk konselor apa tugasnya, ya untuk pekerja sosial apa
tugasnya walaupun mungkin si pekerja sosialnya itu sendiri dia engan ada
164
yang masih ada yang latar belakangnya bukan kessos gitu kan ya, terus juga
belum memiliki apa namanya tuh? Sertifikasi uji kompetensi gitu, tapi
karena hm.. dia tugas hm.. pokok dan fungsinya dia memang harus
melakukan hal itu gitu kan, dan dia di sebagai ASN pekerja sosial ya mau
tidak mau memang harus melakukan gitu, tapi kalau untuk kriteria ideal
dan seharusnya ya itu tadi seperti yang sebelumnya saya bilang gitu,
mungkin itu aja.
9. Apakah tujuan pemberian layanan telah tercapai?
Iya, maksutnya kalau tujuannya sendiri itu diharapkan si PM itu ada
perubahan perilaku gitu kan ya, karena dari awal dia masuk itu kan dia
banyak mengalami permasalahan gitu kan ya, permasalahan khususnya
dalam penyalahgunaannya gitu yang biasanya itu diiringi juga dengan
permasalahan juga, pekerjaan, keluarga ya dengan apa namanya tuh?
Dengan orang tua, ya istri anaknya gitu. Nah disini diharapkan si PM ini
dia bisa bagaimana dia bisa bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri,
lingkungan keluarga, dengan perubahan yang ada gitu, terus juga
bagaimana dia nanti bisa dapat berfungsi sosial seperti semula gitu kan ya
misalkan kalo dia sebagai anak, sebagai ayah, sebagai orang tua gitu. Terus
bagaimana dia bisa memecahkan masalahnya sendiri, karena rata-rata
biasanya para penyalahgunanya tuh biasanya mereka tuh males untuk
menghadapi masalahnya biasanya ogah gitu. Hmm.. Biasanya mereka
menghindari itu masalah yang akhirnya apa untuk menyelesaikan
masalahnya itu biasanya apa timpah dengan pakai lagi pakai lagi gitu. Nah
kita berusaha bagaimana cooping skill dia, bagaimana dia bisa
memecahkan masalahnya, tau solusinya gitu, dengan atau hm tanpa
bantuan orang lain gitu, karena kan orang lain itu hanya sebagai sarana
doang gitu. Dia secara mandiri bisa Memerangi kebosanannya dia gitu
supaya dia melakukan hal-hal yang positif gitu. Selain itu juga bagaimana
dia bisa melakukan nilai-nilai atau etika-etika yang ada di masyarakat yang
165
sebelumnya mereka langgar, mereka dobrak gitu kan ya, mereka ga peduli,
mereka cuek gitu, mereka bisa paham lagi terhadap aturan-aturan itu gitu.
Tujuannya seperti itu bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri, itu dulu
deh gitu kan ya hm.. yang paling utama sih itu gitu. Nah kalau tujuannya
sudah tercapai atau belum gitu, kita biasanya ada yang namanya setelah PM
keluar itu tuh ada yang namanya bimbingan lanjut, ada monitoring dan
evaluasi, jadi setiap klien yang atau setiap PM yang sudah keluar dari Galih
Pakuan minimal enam bulan lah itu akan kita binjut untuk melihat
kondisinya sekarang, apakah dia sudah menjalankan fungsi sosialnya
dengan baik, setidaknya dia clean aja dia tidak memakai berarti dia bisa
menjalani kehidupannya secara normal, terus kalo di monitoring dan
evaluasi biasanya setelah PM setahun keluar dari Galih Pakuan kita datang
lagi untuk melihat bagaimana kondisinya gitu. Jadi ya secara berkala sih
kita pantau terus atau mungkin biasanya kalau saya pribadi anak-anak yang
udah keluar dari Galih Pakuan itu bisanya kita kontak-kontakan lewat IG,
lewat WA, lewat facebook gitu kan ya, bagaimana mereka situasi mereka
di luar, bagaimana mereka bersosialisasi dengan masyarakat di luar,
bagaimana dia bisa mengaplikasikan apa yang sudah didapatnya di Galih
Pakuan gitu itu kita pantaunya seperti itu gitu hm.. walaupun tanpa dari
lembaga pun kadang kan kalo dari lembaga kan terbatas ya gitu, tapi kalo
kita secara pribadi bisa mereka bisa ini, setidaknya mereka tidak kehilangan
circlenya mereka tidak kehilangan komunitasnya, jadi biasanya kalau
mereka sudah los dari minimal media sosial lah gitu kan ya, itu pasti ini ada
apa nih apakah itu handphonenya di jual kah atau memang dia sudah pakai
kah atau apa, biasanya rata-rata gejalanya seperti itu, polanya sepertu itu
gitu. Tapi kalau yang masih oke komunikasi masih ni mereka mau
menerima motivasi gitu kan, atau mereka hanya sekedar sharing saja gitu,
itu biasanya kita melalui sarana-sarana media sosial.
166
10. Apakah pemberian layanan sudah tepat sasaran?
Kalau untuk tujuan pemberian layanan Insya Allah sih sudah tepat sasaran
yah selain dari PM kita sendiri yang ada di Galih Pakuan, kita juga layanan
kita juga biasanya ada ke masyarakat melalui edukasi melalui sosialisasi ke
sekolah-sekolah ya itu tadi melalui penyuluhan-penyuluhan gitu. Jadi,
sepertinya sih sudah tepat sasaran mudah-mudahan yah gitu. Terus juga ada
warga binaan dari lapas-lapas kita pernah ada sosialisasi ada asesmen
malah kita pernah juga ada di mana itu gunung sindur kalau ngga salah gitu
ada program yang kita buat disana gitu, mudah-mudahan sih sudah.
11. Apakah peran pekerja sosial dalam program terapi psikososial?
Untuk perannya, sebagai motivator, sebagai pembimbing kelompok
sebagai asesor, sebagai mediator, advokator, terus konselor juga, terus juga
sebagai apa ya emm.. sebagian besar sih itu, apalagi ya.. sebagai oke yang
asesor kan ya pada saat awal kan kita mengasesmen asesmen lanjutan gitu,
di kelompok dimana kita Ada disitu ketika si PM itu melakukan kegiatan
grup yah, terus juga sebagai mediator bagaimana kita menghubungkan
klien lah apa namanya.. Menghubungkan PM drngan keluarga ketika ada
isu-isu yang harus di follow up terus juga bagaimana kita sebagai MK
manajer kasus gitu ketika kita menghubungkan klien dengan lembaga
seperti rumah sakit atau instansi lain dimana klien membutuhkan atau ke
psikiatri gitu kan ya.. Terus juga hmm.. Iya itu juga sebagai apa ya..
Edukator gitu kan ya yang berikan Apa namanya tuh pendidikan ya ketika
mereka membutuhkan informasi-informasi tentang ya bagaimana
penanggulangan-penanggulangan misalkan bagaimana mereka kecanduan
gitu, terus juga sebagai preuner bersama-sama dengan konselor bagaimana
kita menyusun treatment kepada PM selama PM di Galih Pakuan treatment
apa nih yang cocok untuk PM gitu, dengan ada durasi waktunya time
framenya dari awal bagaimana terus kita evaluasi kita lihat
perkembangannya sampai si PM itu terminasi gitu.
167
12. Apakah perbedaan dari kegiatan morning meeting, page group,
seminar, discussion group, encounter group dalam terapi psikososial?
Nah kalau di morning meeting itu bagaimana kita mengevaluasi Kegiatan-
kegiatan yang ada di Asrama ya. Misalkan pada saat itu kan kalau di saya
itu kan pakainya kan ya tapi kalau untuk di TCnya sendiri tuh gini
bagaimana keadaan rumah pada saat kemarin-kemarinnya gitu kan terus di
evaluasi apakah ada hal-hal atau isu-isu atau awareness-awareness yang
mesti dibahas, misalkan isu tuh keadaan rumah seperti apa nih gitu apa
yang menjadi permasalahan krusial gitu contohnya misalkan seperti PM
yang masih banyak yang kurang peduli gitu kurang peduli terhadap
kebersihan gitu itu dibahas, terus pada apa namanya tuh.. Ada penghargaan
terhadap PM yang dia melakukan sesuatu hal yang positif gitu biar jadi
motivasi juga buat yang lain, terus pull up-pull up contohnya jika ada
beberapa PM yang melakukan kesalahan-kesalahan seperti contohnya
membuang sampah sembarangan. Jadi disini morning meeting itu
diharapkan mempunyai tanggung jawab gitu terhadap situasi rumah,
terhadap keberadaan rumah, terhadap aturan-aturan yang ada di rumah gitu,
dan disitu biasanya kan ada conductnya gitu jadi conductnya itu yang dia
yang hm.. Menjadi juru bicara lah seolah-olah ya gitu kan ya gitu jadi kayak
jadi moderator kayak gitu lah dalam morning meeting itu jadi morning
meeting itu diikuti oleh seluruh gitu. Jadi pada saat mengawali hari itu,
semua PMnya tuh berkumpul gitu kan, dan bagaimana juga hm.. si PM
akan menghadapi hari itu gitu apa nih yang harus dilakukan hal-hal apa
yang harus di follow up, hal-hal apa yang harus di benahi hm.. Yang harus
ditindak lanjuti gitu, jadi sampai pada saat si PM tidur, jadi itu dibahas juga
disitu, kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan itu apa aja gitu itu morning
meeting gitu kan ya sebagian besar sih seperti itu hm.. Seluruh gitu seluruh
PM bertanggung jawab terhadap keberadaan rumah. Kalau untuk page
group sendiri pagenya itu tuh kan hm.. peer atau personal accountability
168
group evaluation dimana kalau untuk yang peernya itu tuh hm.. Bagaimana
si PM ini mengevaluasi teman-temannya gitu kan ya teman-temannya
bagaimana dia hm.. mengevaluasi sisi buruk ehh bukan sisi buruk yah sifat
negatif dan positif dari PM yang lain gitu. Jadi disini kita bisa memberikan
pandangan objektif kepada PM itu supaya si PM itu kan ya ada berubah.
Contohnya misalkan oke kepada PM A hm.. Bahwa hari ini ternyata kamu
itu kok terlihatnya seperti malas-malasan tidak mau aktif dalam grup, tidak
mau aktif dalam kegiatan-kegiatan gitu itu mungkin dari ininya ya apa
namanya tuh sisi negatifnya, nah kalau sisi positifnya mungkin sudah mau
apa namanya tuh membantu temannya si A ehh si B gitu, jadi ada sisi positif
dan negatifnya, jadi disini diharapkan si PM itu bisa memberikan
pandangan-pandangan terhadap sikap-sikap PM lain dalam upayanya ya itu
tadi untuk perubahan si PM yang di evaluasi gitu. Jadi bukan-bukan seperti
ada dendam pribadi atau kayak gimana ngga gitu, jadi memang-memang
harus objektif gitu, bukan berarti juga ada oh ini karena satu suku, satu
wilayah engga. Jadi kita berharap disini PM yang di evaluasi ini tuh
mengerti dan paham bahwa oh iya bahwa saya berarti tidak boleh seperti
ini, oh iya saya berarti harus berubah, oh iya ternyata saya nih hidup ngga
sendiri gitu kan ya hm.. Bersama dengan teman-teman lainnya gitu. Nah
kalau personal itu, itu bagaimana si PM mengevaluasi dirinya sendiri gitu,
mengevaluasi dirinya sendiri itu dia juga harus objektif gitu kan, oh iya
saya memang mungkin kurang peduli hm.. Dalam membantu teman gitu,
oh iya memang saya masih malas nih dalam membersihkan pakaian-
pakaian saya, itu secara personal dia mengevaluasi dirinya sendiri itu page
ya.. Nah kalau untuk encounter, encounter itu tuh grup dimana sama sih
hm.. tujuannya untuk memberikan perubahan kepada PM lain gitu, tapi
kalau ini biasanya hm.. Oke kalau dulu ya kalau dulu agak keras gitu kan
ya secara menegurnya itu tuh menegurnya secara keras gitu kan ya, karena
mungkin kesalahannya ini secara berulang-ulang gitu, si PMnya juga yang
169
di tegurnya itu ngga ada perubahan gitu, jadi ini hm.. Tapi kalau untuk
sekarang itu sih udah soft ya udah ngga udah ngga terlalu ada bentakan
kayak gimana gitu. Maksutnya kenapa disini seperti itu jadinya hm.. Ya
untuk mengingatkan gitu untuk mengingatkan si PM yang di tegur yang di
konfrontasi gitu setiap kesalahan-kesalahan yang itu kan kalau mereka itu
kan harus diingatkan kalau tidak diingatkan tuh seolah-olah mereka oh saya
benar gitu, itu kalau encounter ya, apalagi ya.. Kalau seminar yah kalau
seminar hm..Bagaimana kita memberikan edukasi-edukasi kepada PM
tentang apapun gitu kan ya tentang apapun seperti tadi tentang bagaimana
menjaga pola hidup sehat bagaimana apa namanya tuh menjaga hubungan
baik dengan keluarga, biasanya ada materi-msteri tertentu yang
disampaikan gitu.
13. Kegiatan manakah yang lebih menekankan ke arah hubungan sosial
dan mengajarkan klien untuk bertanggung jawab?
Hm.. Kalau untuk kegiatan apa ya, jadi semua kegiatannya itu
berkesinambungan gitu, jadi semua unsur kegiatan yang ada itu tuh
memang diharapkan si PM itu dia dapat memperbaiki hubungan sosialnya
gitu, contohnya misalkan dia yang biasanya antipati, ngga peduli gitu kan
masa bodo gitu dengan lingkungannya dengan orang lain gitu nah di dalam
TC itu atau dalam terapi psikososial yang ada di hm.. Galih Pakuan itu
diharapkan dia bisa setidaknya berempati gitu kan, dia bersimpati, dia bisa
sedikit peduli bukan sedikit yah maksutnya bisa bertanggung jawab juga
gitu, karena ya semua kegiatan-kegiatannya itu tuh saling-saling
berhubungan karena pada awal dateng kan si PM itu tuh mereka jarang lah
yang karena kemauannya sendiri gitu, biasanya mereka tuh dipaksa dan
biasanya mereka kurang accept low accepten terhadap rehabilitasi gitu
terhadap programnya gitu, menyepelekan menganggap remeh,
menganggap bahwa tidak ada manfaatnya apa namanya ada sedikit apa ya
apa namanya.. kayak ini tuh ah ngga mungkin, ngga mungkin gue bisa
170
dipulihkan atau di sembuhkan atau di ini lah, biasanya seperti itu
pemikiran-pemikiran mereka, tapi seiringnya waktu seiringnya proses hm..
Banyak gitu tidak sedikit mereka yang merasa dengan adanya. Program ini
atau terapi psikososial yang mereka jalani di domitori di asrama membawa
perubahan-perubahan terhadap diri mereka, ada aware nya mereka
terhadap teman terus ketika mereka menjalankan kegiatan-kegiatan itu tuh
pedulinya mereka terhadap family yang lain itu banyak, banyak perubahan
yang terjadi perubahan-perubahan. Selain itu juga hubungan mereka
dengan keluarga juga yang pelan-pelan di jembatani oleh konselor gitu kan
ya dengan di fasilitasi oleh pekerja sosial juga disitu, itu lambat laun. Ada
perubahan gitu walaupun mungkin banyak juga yang tidak hm.. ngga
signifikan berubah total atau kayak gimana gitu, tapi setidaknya pelan-
pelan keluarga paham keluarga mengerti, dengan adanya konseling
keluarga family therapy family dialogue gitu. Nah terus kalau tanggung
jawab-tanggung jawab mereka tuh, seperti kan mereka ada diberikan
tanggung jawab status older, di dalam status older itu ada peran-peran yang
harus mereka jalankan seperti dirumah mereka sendiri. Seperti kayak chief
gitu kan ya dia berperan seperti kepala keluarga. ada HOD dia berperan
sebagai ibu gitu kan ya, terus expeditor dia berperan sebagai kakak lah
disitu, jadi peran-peran itu memberikan mereka tanggung jawab bagaimana
mereka mengelola rumah, bagaimana mereka menjaga Rumah itu supaya
kondusif, jika ada familynya yang sakit, oh yang bertugas siapa nih HOD
sebagai ibu nih, atau jika ada family yang melanggar oh ini tugasnya siapa
nih, kadang mungkin expeditornya dulu baru nantu lapor ke chief gitu,
Terus bagaimana mereka belajar hierarki, bagaimana mereka belajar
Belajar untuk communicate terhadap mayor on duty jadi ga sembarang-
sembarang, banyak lah tanggung jawab yang mereka pelajari kayak gitu,
dan pada akhirannya, pada akhirannya mereka merasakan sendiri oh
ternyata sebagai ayah nih susah nih ya ngatur-ngatur anak sekian nih tuh
171
susah, oh berarti ayah gue nih waktu ngurus gua juga susah gitu nih ibu
peran sebagai ibu atau HOD nih anak-anaknya pada ngeyel gitu kan ya, oh
mungkin waktu saya sebagai anak ibu saya juga berpikiran seperti itu, jadi
kita berpikiran kita kembalikan gitu kita balikan apa namanya tuh peran
mereka tuh supaya mereka ngalamin juga gitu dan ini biasanya selalu ada
evaluasi-evaluasi dalam setiap kegiatan-kegiatan yang ada
14. Apakah makna keberfungsian sosial menurut bapak/ibu?
Oke, Hm.. Keberfungsian sosialnya disini tuh bagaimana dia bisa
menjalankan tugas dan fungsinya secara baik yah gitu, bisa bertanggung
jawab, bagaimana dia bisa menjalankan peran-perannya dalam keluarga
dalam masyarakat, dalam kehidupan-kehidupannya dia gitu, bagaimana dia
bisa mengatasi permasalahan-permasalahannya. Nah kalau untuk yang si
PM korban penyalahguna napza itu dengan dia tudak memakai saja, dengan
dia cleand and sober dengan dia bisa apa menjaga recoverynya dia itu, itu
udah ya progress lah lumayan gitu. Terus juga kan namanya permasalahan
mereka itu tuh terkadang banyak gitu kan ya terkadang banyak di satu sisi
mungkin yang ini sudah di selesaikan, ada lagi masalah yang lain gitu
dengan dia sudah bisa bertahan atau sabar saja dalam menghadapai masalah
itu sudah bagus gitu.
15. Apakah standar ukuran klien dapat dianggap kembali keberfungsian
sosialnya?
Kalau standarnya ya kalau standarnya sih bagaimana dia bisa memecahkan
masalahnya sendiri gitu, bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri,
bagaimana dia busa menjaga hubungan baik dengan keluarga dengan
lingkungannya, sebenarnya standarnya gitu. Kalau untuk hal-hal yang
kayak gimana, karena tidak tidak tidak semua juga yang terminasi suda
memenuhi syarat itu kan ya, biasanya kan ada juga yang memang PM itu
tuh harus tiga bulan disana karena dia dapat izin dari kantornya segitu,
padahal mungkin itu belum cukup gitu waktunya tuh belum cukup. Atau
172
ada juga si PM tidak sedikit yang dipaksa, bukan dipaksa ya, yang orang
tuanya meminta untuk PMnya pulang atau ada permasalahan-
permasalahan, atau juga ya PMnya kabur gitu tapi kalau misalkan untuk
standarnya itu sendiri ya itu tadi bagaimana dia bisa ada perubahan-
perubahan dalam dirinya. Bagaimana dia bisa mengatasi permasalahannya,
bagaimana dia bisa mencari solusi dari permasalahannya itu tuh gimana
gitu kan ya, bagaimana dia bisa mandiri gitu, Standarnya sih itu aja sih.
16. Apakah ada komitmen yang dibangun antara pekerja sosial dengan
klien? Ya pastinya ada lah ada komitmen gitu, biasanya kan disitu
komitmennya itu tadi berupa treatment plan gitu. Jadi treatment plan nya
nih hm.. Misalkan pada saat dua minggu sekian gitu kan apa yang harus
dilakukan gitu, terus nanti di evaluasi hm.. Bagaimana gitu kan hal-hal yang
udah dilakukannya itu terus kan pada saat sebulan pada saat si klien masuk
itu kan itu ngga boleh ada ngga boleh telfon keluar gitu kan ya, kalaupun
ada ya telfon masuk dari keluarga itu telfon, terus nanti ada bussiness plan
klien bisa keluar selama 8 jam atau klien bisa nanti home live gitu itu ada
komitmen-komitmen tersendiri gitu, itu sih biasanya.
173
TRANSKIP WAWANCARA PEKERJA SOSIAL ADIKSI
BALAI REHABILITASI SOSIAL KORBAN PENYALAHGUNAAN
NAPZA (BRSKPN) “GALIH PAKUAN” BOGOR
Hari/Tanggal : Senin, 20 April 2020
Waktu : 13.00
Nama Informan : Lastri Y.R Sitompul, S.Sos
Jabatan : Pekerja Sosial Adiksi
1. Apakah ada standar pelayanan dalam sarana dan prasarana untuk
memenuhi program terapi psikososial di BRSKPN Galih Pakuan
Bogor?
Pasti ada..
2. Ada berapakah ruangan terapi psikososial di BRSKPN Galih
Pakuan Bogor?
Kita punya asrama yang pertama dormitori satu, yang kedua dormitori
dua, yang ketiga Entry-House, yang keempat HOG, yang kelima Re-
Entry.
3. Bagaimana kondisi ruangan terapi psikososial?
Kalau untuk saat ini kondisi ruangannya cukup baik.
4. Apa saja peralatan yang digunakan untuk memenuhi proses
pelaksanaan terapi psikososial?
Alat yang digunakan untuk terapi psikososial ya seperti kertas, alat tulis,
kursi gitu aja sih.
5. Bagaimana kondisi peralatan yang tersedia dalam terapi psikososial?
Untuk peralatan yang disediakan saat ini di balai cukup bagus ya, cukup
baik lah, cukup memadai untuk saat ini.
174
6. Bagaimana tanggapan bapak/ibu mengenai sarana dan prasarana
yang tersedia dalam program terapi psikososial?
Sejauh ini sarana dan prasarana yang disediakan sama pihak balai sudah
cukup mendukung dalam menjalankan terapi psikososial bagi penerima
manfaat yang ada di balai, hanya saja perlu ditingkatkan.
7. Apakah pelaksanaan terapi psikososial sudah sesuai dengan jadwal
yang telah ditentukan?
Hmm.. setiap hari kita melaksanakan terapi psikososial sesuai dengan
jadwal yang ditetapkan oleh balai.
8. Apakah ada kriteria yang harus dimiliki oleh klien agar dapat
mengikuti terapi psikososial?
Hmm... Kriterianya yang pertama dia harus emm.. pemakai narkoba,
karena terapi yang kita laksanakan memang khusus untuk penerima
manfaat yang menggunakan narkoba, yang kedua dari segi kriteria umum
kita itu penerima manfaatnya itu usianya di sekitar 18 tahun sampai 50
tahun, terus harus bisa baca tulis karena memang ada beberapa grup yang
mengharuskan mereka untuk menulis dan membaca juga, terus hm.. yang
ketiga harus sehat secara jasmani maupun rohani dan tidak mengalami
gangguan dual diagnosis. Untuk penerima manfaat yang baru diterima di
BRSKPN Galih Pakuan dia harus melalui beberapa tahapan diantaranya
yang pertama dia harus masuk asrama Entry-House tujuan dari asrama
Entry-House itu adalah untuk detoks atau untuk mengeluarkan zat-zat
yang ada di dalam tubuh si penerima manfaat seperti pengaruh zat
narkoba yang digunakannya, dan tujuan dari asrama Entry-House juga
untuk asesmen jadi si klien ini atau si penerima manfaat ini cocoknya di
tempatkan di asrama mana, setelah itu tujuan dari Entry-House juga
dimana penerima manfaat di tempatkan awalnya adalah untuk hm..
mensosialisasikan program-program atau terapi psikososial yang akan
diterima oleh penerima manfaat. Setelah itu biasanya kurang lebih
175
seminggu di Entry-House setelah itu sesuai dengan hasil asesmen yang
dilakukan oleh staf Entry-House maka PM akan dipindahkan ke asrama
selanjutnya. Iya selama mereka di Entry-House staf di Entry-House akan
mensosialisasikan misalnya, kalo di asrama dormitori satu maupun
dormitori dua grup-grup terapi atau terapi psikososial yang akan mereka
terima itu seperti apa, terus untuk di Entry-House sendiri karena memang
tujuannya hanya untuk detoks gitu jadi belum ada terapi psikososial nanti
terapi psikososial akan mereka terima pada saat mereka sudah dipindah
asrama.
9. Apakah ada kriteria petugas dalam memenuhi program terapi
psikososial?
Untuk kriterianya kita ada konselor adiksi, untuk konselor adiksi
kriterianya yang pertama dia harus mantan pengguna narkoba, terus latar
belakang pendidikannya SMA, dan harus memiliki pengalaman pernah
menjalani program rehabilitasi dan pernah melaksanakan pelayanan
untuk penerima manfaat bagi pecandu narkoba, yang kedua pekerja sosial
adiksi sama non addict tapi terus dia harus latar belakangnya sarjana
sosial dan harus memiliki pengalaman juga pernah melayani penerima
manfaat pecandu narkoba.
10. Apakah tujuan pemberian layanan telah tercapai?
Sejauh pemberian pelayanan yang kita berikan, sesuai dengan tujuan yang
telah ditetapkan oleh balai cukup tercapai bagi penerima manfaat.
11. Apakah pemberian layanan sudah tepat sasaran?
Sejauh ini pemberian pelayanan cukup tepat sasaran.
12. Bagaimana cara pekerja sosial adiksi cepat tanggap dalam
menghadapi permasalahan yang timbul dari klien?
Iya kita memang dituntut untuk cepat tanggap, maka dari situ kita standby
24 jam. Jadi, ada staf di asrama yang tinggal dan mereka standby 24 jam.
176
13. Apakah ada aturan-aturan yang berlaku untuk para petugas?
Hmm.. pasti ada kita mempunyai aturan-aturan yang membatasi kerjaan
ataupun pemberian pelayanan bagi penerima manfaat. Aturannya yang
pertama kita tidak boleh melakukan kekerasan fisik terhadap penerima
mnafaat yang kedua hm.. baik konselor maupun peksos adiksi tidak boleh
menerima uang dari orang tua kecuali uang itu untuk keperluan pribadi
penerima manfaat, karena di balai sendiri semua pelayanan yang
diberikan gratis hanya saja untuk rokok itu ditanggung oleh keluarga,
terus wajib untuk melakukan duty setiap hari, wajib menulis atau
menyusun laporan progress report penerima manfaat yang didampingi
oleh setiap konselor maupun peksos adiksinya. Kalau baik konselor adiksi
maupun pekerja sosial adiksi sampai sekarang belum punya seragam gitu,
tapi pada saat jam kerja kita diwajibkan untuk pakai kemeja, pakai celana
panjang, pakai sepatu.
14. Apakah perbedaan dari kegiatan morning meeting, page group,
seminar, discussion group, encounter group dalam terapi psikososial?
Kalau untuk grup morning meeting itu sendiri tujuannya adalah untuk
meningkatkan partisipasi setiap penerima manfaat dengan cara mereka
harus mengobservasi seharian kejadian apa yang terjadi dirumah dan
mereka akan mengangkat isu, mengangkat permasalahan serta mencari
jalan keluar yang mereka hadapi pada saat di asrama pada saat
menjalankan morning meeting. untuk page group sendiri, page group ini
tujuannya adalah untuk yang pertama untuk mengasesmen diri kita sendiri
PM sendiri maupun PM yang lain mengenai kelebihan dan kekurangan
mereka masing-masing. Untuk seminar grup ya seperti biasa ini setiap
minggu hari selasa temanya berbeda-beda tapi tidak keluar dari tema
pemulihan atau recovery terus untuk discussion group kalau untuk
discussion group ini tujuannya adalah untuk melatih partisipasi dari setiap
PM juga agar mereka mampu atau terbiasa untuk mengeluarkan
177
pendapatnya biasanya di grup discussion group ini conduct atau yang
membawakan grup akan mengangkat satu tema dan akan dibagi dua siapa
yang pro dan siapa yang kontra nanti mereka akan menjelaskan alasannya
kenapa mereka kontra terhadap tema yang diangkat atau kenapa mereka
pro terhadap tema yang diangkat, terus untuk encounter group adalah
tujuannya adalah untuk merilis atau melepaskan atau menjelaskan feeling
mereka yang mereka tidak suka terhadap sesama mereka jadi dalam satu
minggu itu pasti mereka ada gesekan antara PM yang satu dengan PM
yang lain, di encounter group ini adalah kesempatan mereka untuk satu
sama lain mengeluarkan keluh kesah mereka terhadap sesama PM.
15. Apakah peran pekerja sosial adiksi dalam program terapi
psikososial?
Untuk peran konselor sendiri adalah bahwa konselor yang akan
membawakan setiap grup terapi yang akan dilaksanakan di asrama, jadi
setiap hari secara bergantian konselor akan duty dan siapapun konselor
maupun peksos adiksi yang duty mereka yang bertanggung jawab untuk
membawakan grup pada hari mereka duty.
16. Apakah makna keberfungsian sosial dan apakah standar ukuran
klien dapat dianggap kembali keberfungsian sosialnya?
Oke.. kalau untuk di Galih Pakuan sendiri kan berbeda dengan BNN,
tujuan kita di Galih Pakuan dari awal adalah memberikan program
rehabilitasi kepada PM dengan tujuan untuk mengembalikan
keberfungsian sosial mereka, makanya selama di rehabilitasi di balai
Galih Pakuan itu terapi psikososial yang kita lakukan adalah bertujuan
untuk meningkatkan keberfungsian sosial mereka makanya dari beberapa
PM yang ada disini setelah menjalankan program primary di asrama
dormitori satu maupun di dormitory dua mereka akan kita hm.. kita
arahkan untuk pindah ke asrama Re-Entry untuk mendapatkan program
keterampilan atau vokasional yang dilaksanakan di balai. Biasanya
178
vokasional itu ada vokasional bengkel mobil, motor maupun desain grafis
atau sablon, nah itu adalah salah satu kita untuk mengembalikan
keberfungsian sosial bagi PM, karena melalui vokasional tersebut PM
akan memperoleh keterampilan nanti yang akan digunakan pada saat
mereka menyelesaikan program dan kembali ke masyarakat.
179
TRANSKIP WAWANCARA KONSELOR ADIKSI
BALAI REHABILITASI SOSIAL KORBAN
PENYALAHGUNAAN NAPZA (BRSKPN) “GALIH PAKUAN” BOGOR
Hari/Tanggal : Sabtu, 25 April 2020
Waktu : 15.30
Nama Informan : Muhammad Ilyas
Jabatan : Konselor Adiksi
1. Apakah ada standar pelayanan dalam sarana dan prasarana untuk
memenuhi program terapi psikososial di BRSKPN Galih Pakuan
Bogor?
Untuk standar sarana prasarana tentu ada, dan itu yang mengatur pihak
tata usaha di Galih Pakuan. Nah jadi yang lebih jelasnya apa saja itu pihak
tata usaha yang lebih mengetahui secara inci. Tapi yang pasti, tentu ada.
2. Ada berapakah ruangan terapi psikososial di BRSKPN Galih
Pakuan Bogor?
Ruangan terapi psikososial kita ada resident room, ruangan IC Individual
Conseling, ruangan living room untuk nonton tv segala macem, ada ruang
daining hall, e… kadang dipakai aula ya kadang dipakai makan juga sama
kita, itu untuk satu asrama. Ada aula atas untuk grup terapi, itu aja.
3. Bagaimana kondisi ruangan terapi psikososial?
Kondisi ruangan dalam keadaan baik tapi ada sebagian yang rusak ringan,
seperti ACnya ga hidup, sama apa ruang untuk ventilasi.
4. Apa saja peralatan yang digunakan untuk memenuhi proses
pelaksanaan terapi psikososial?
Peralatan yang dipakai meja, kursi, ada juga clipboard, kertas, pulpen,
spidol, yaaa semacam itulah kita belajar sekolah, itu juga salah satu
alatnya. Tapi yang paling utama sih meja dan kursi ya.
180
5. Bagaimana kondisi peralatan yang tersedia dalam terapi psikososial?
Kondisi peralatan cukup baik, selalu apa, update terus. Untuk saat ini
tidak ada kerusakan sih karena baru apa ya… ganti. Banyak yang sudah
diganti.
6. Bagaimana tanggapan bapak/ibu mengenai sarana dan prasarana
yang tersedia dalam program terapi psikososial?
Sarana prasarana disini cukup baik, cukup memadai dan itu menunjang
proses terapi psikososial di Galih Pakuan.
7. Apakah ada jadwal pelaksanaan terapi psikososial?
Jadwal ada dari senin sampai minggu.
8. Apakah pelaksanaan terapi psikososial sudah sesuai dengan jadwal
yang telah ditentukan?
Jadwal sudah sesuai dengan yang ditentukan, sesuai hari dan jamnya.
9. Apakah ada kriteria yang harus dimiliki oleh klien agar dapat
mengikuti terapi psikososial?
Semua klien bisa ikut terapi psikososial karena dari depan sudah kita
screening dan assessment lebih lanjut.
10. Apakah ada kriteria petugas dalam memenuhi program terapi
psikososial?
Kriteria petugas sesuai arahan dari Kementerian Sosial, yang pertama dari
pekerja sosial ASN, terus pekerja sosial adiksi yang non ASN, konselor
adiksi, e… dan instruktur yang mumpuni sesuai bidangnya.
11. Apakah tujuan pemberian layanan telah tercapai?
Tujuan layanan menurut saya pribadi sudah cukup tercapai, kalau
presentasinya sekitar 70%, 30%nya masih banyak kekurangan-
kekurangan yang harus di evaluasi.
12. Apakah pemberian layanan sudah tepat sasaran?
Selama ini pemberian layanan sudah tepat sasaran.
181
13. Apakah para petugas cepat tanggap dalam menghadapi
permasalahan yang timbul dari klien?
Petugas khususnya konselor ada di facility atau di asrama selama 24 jam,
setiap kali ada masalah langsung di follow up.
14. Apakah para petugas memiliki kepedulian dan perhatian kepada
orang lain?
Petugas dituntut untuk memiliki rasa empati atau kepedulian yang lebih
terhadap klien, karena hal itu yang bisa membantu pemulihan klien salah
satunya itu.
15. Apakah peran konselor dalam program terapi psikososial?
Mendampingi klien, asesmen lanjutan, asesmen penerimaan, memberikan
rencana intervensi, rencana terapi, piket sesuai jadwal.
16. Apakah yang dimaksud dari kegiatan morning meeting, page group,
seminar, discussion group, encounter group dalam terapi psikososial?
Pertama, morning meeting, morning meeting adalah suatu pertemuan
yang merupakan komponen utama yang dilaksanakan setiap pagi, pagi
hari untuk mengawali kegiatan residen dan diikuti oleh seluruh residen.
Nah kegiatan morning meeting ini diarahkan untuk membawa perubahan-
perubahan, yang pertama, perubahan klien untuk dapat mengungkapkan
perasaannya, terus klien juga dapat meningkatkan kepercayaan dirinya,
klien dapat mulai menumbuhkan sikap jujur dan tanggung jawab terus
klien juga dapat meningkatkan kewaspadaan terhadap familynya ataupun
lingkungannya. Untuk page group itu suatu pertemuan kelompok yang
mengajarkan klien kita untuk memberikan suatu penilaian positif atau
negatif terhadap dirinya sendiri ataupun familynya dalam kehidupan
sehari-harinya di asrama. Kegiatan ini diarahkan untuk membawa
perubahan, perubahan pertama residen itu diarahkan untuk mendapatkan
masukan dari residen lain sehingga dapat merubah perilakunya, terus
residen juga diarahkan untuk berani untuk mengevaluasi dirinya ataupun
182
orang lain, terus juga residen itu menyadari kekurangan dan kelebihan
dirinya, dan ada lagi komunitas dalam rumah ini atau klien disini itu
supaya dapat berjalan dengan sehat dengan adanya page group ini.
Adapula encounter group yang diadakan pada hari kamis siang, itu suatu
pertemuan kelompok yang diikuti oleh seluruh klien untuk
mengungkapkan perasaan kesal, marah atau emosi terhadap klien lain
dengan cara yang apa.. dengan ada caranya tersendiri, lebih sopan.
Kegiatan ini membawa perubahan antara lain, diarahkan untuk pertama
menghindari adanya bentuk kekerasan fisik sesama anggota komunitas,
terus menghilangkan rasa kesal klien, marah, atau emosi, atau juga
dendam antar sesama klien, terus juga klien diarahkan untuk mampu
mengendalikan perasaannya, dan ada juga klien untuk bisa mampu
melihat suatu kondisi secara objektif dalam komunitas. Adapun seminar,
seminar itu bentuk pertemuan kelompok juga diikuti oleh seluruh klien
untuk membahas suatu topik yang berkaitan dengan kehidupan adiksi dan
program yang ada disini. Nah kegiatan ini juga diarahkan untuk
membawa perubahan antara lain, klien agar lebih memahami kehidupan
addict dan cara menghadapi setelah selesai dari program, terus juga apa..
klien diarahkan untuk memaham terhadap program yang akan dijalaninya
dan juga residen atau klien diarahkan untuk memahami pencegahan-
pencegahan relapse. Terakhir discussion group itu suatu pertemuan juga
diikuti oleh semua klien untuk mendiskusikan suatu permasalahan atau
topik yang ditentukan oleh conduct dalam hal ini staff atau fasilitator atau
konselor. Pembahasannya itu yang ada kaitannya dengan perjalanan
recovery atau perjalanan pemulihan. Nah kegiatan ini juga diarahkan
untuk membawa perubahan, membawa perubahan atau untuk klien bisa
membiasakan diri untuk mengemukakan isi hati, berani untuk
mempertahankan pendapat terus juga berani membahas suatu topik dari
berbagai aspek.
183
17. Apakah makna keberfungsian sosial dan apakah standar ukuran
klien dapat dianggap kembali keberfungsian sosialnya?
Keberfungsian sosial itu klien apa.. menunjukkan sikap atau norma-
norma yang berlaku di masyarakt, bisa menjalankan ya itu norma-norma.
Standar keberfungsian sosial melingkupi behavior atau perilaku, terus
psikologis klien juga dinyatakan siap dalam arti dia disini udah
melaksanakan bimbingan mental spiritual dan juga dia bisa jalankan tanpa
banyak arahan, high initiative atau inisiatif yang tinggi, terus juga tidak
paling penting juga untuk livelihoodnya keterampilan dia ketika nanti di
masyarakat.
18. Apakah ada komitmen yang dibangun antara konselor dengan klien?
Tidak ada.
184
TRANSKIP WAWANCARA PENERIMA MANFAAT/KLIEN
BALAI REHABILITASI SOSIAL KORBAN PENYALAHGUNAAN
NAPZA (BRSKPN) “GALIH PAKUAN” BOGOR
Hari/Tanggal : Kamis, 7 Mei 2020
Waktu : 14.00
Nama Informan : MB
Usia : 20 Tahun
Pekerjaan : Petugas Rehabilitasi Rumah Adiksi Indonesia
1. Apakah para petugas bersikap ramah kepada bapak?
Oke.. Para petugas disini saya lihat cara kerjanya profesional juga baik,
ramah, ya kalo bilang bagus lah gitu.
2. Apakah bapak merasa nyaman dengan para petugas?
Sangaaat merasa nyaman sih.. karena apa? kalau staf misalnya ada disini
gitu, kita sangat membantu pemulihan klien disini juga residen disini juga
gitu. Jadi kita ada apa-apa butuh punya masalah apa, karena kan konselor
staf atau disini itu apa ya.. dia sebagai jembatan buat kita ke orang tua gitu.
Jadi kita punya masalah apa kita cerita sama staf yang disini gitu.
3. Apakah para petugas perhatian dan peduli terhadap bapak?
Peduli banget dia sama.. misal saya punya masalah atau kalau saya lagi
konseling lagi itu dia sangat perhatian, pokoknya peduli banget lah..
4. Apakah bapak merasa terbantu oleh kehadiran para petugas?
Sangat terbantu karena apa.. dia.. apa ya.. terbantu lah sangat-sangat
terbantu kalau misal staf ada disini.
5. Apakah para petugas cepat dan tanggap dalam menangani
permasalahan yang dialami oleh bapak atau penerima manfaat
lainnya?
185
Para petugas sangat cepat tanggap ya dalam membantu jika saya ada
masalah.
6. Apakah bapak puas dengan ketanggapan dan ketersediaan petugas
dalam memberikan pelayanan program terapi psikososial?
Sangat-sangat puas, karena.. terapi psikososial yang ada di Galih Pakuan
ini sangat-sangat membantu untuk pemulihan saya di luar gitu.
7. Bagaimana tanggapan bapak mengenai fasilitas dan peralatan yang
tersedia dalam program terapi psikososial?
Menurut saya, peralatan yang disini sih cukup lengkap dan sangat
membantu sih menurut saya. Peralatan yang rusak banyakan sih kursi gitu,
kursi sama kipas angin cuma beberapa sih, mungkin itu doang. Kalau
ruangan sih menurut saya masih bisa, masih bisa dipakai cuman.. mungkin
harus di cat ulang aja gitu biar suasananya baru.
8. Bagaimana tanggapan bapak terhadap penampilan para petugas?
Bersih hm.. terus rapi selalu memakai seragam
9. Apakah ada perubahan yang bapak rasakan setelah mengikuti
program terapi psikososial?
Perubahan sih banyak sih.. karena yang pertama ya itu saya bisa bersikap
di depan orang banyak, berani ngomong di circle group itu, sangat banyak
sih perubahan yang saya rasakan.
10. Apa yang menyebabkan bapak menggunakan NAPZA?
Kenapa saya menggunakan NAPZA itu terutama faktor lingkungan, karena
lingkungan saya itu kebanyakan penjual narkoba gitu, jadi ingin coba-coba
aja sih pertamanya, ingin coba-coba ya kan. Terus udah coba eh
berkelanjutan gitu. Pada intinya sih faktor lingkungan.
11. Apa akibat yang bapak rasakan setelah menggunakan NAPZA?
Akibat dari pengunaan NAPZA saya itu banyak. Yang pertama, secara
emosional saya ngga stabil , sering marah-marah, dan keluarga atau teman
dekat itu semuanya menjauh. Banyak sih akibatnya.. Pekerjaan saya
186
terbengkalai, keluarga sudah mulai ngga percaya sama saya, kan karena
mungkin… rasa peduli sama keluarga tuh udah nggak ada akibat saya pakai
narkoba itu, sering pulang malem, mungkin itu.
187
TRANSKIP WAWANCARA PENERIMA MANFAAT/KLIEN
BALAI REHABILITASI SOSIAL KORBAN PENYALAHGUNAAN
NAPZA (BRSKPN) “GALIH PAKUAN” BOGOR
Hari/Tanggal : Kamis, 7 Mei 2020
Waktu : 16.00
Nama Informan : WP
Usia : 30 Tahun
Pekerjaan : IT Consultant Programer
1. Apakah para petugas bersikap ramah kepada bapak?
E… Yang saya alami sampai saat ini semua petugas dan staf-staf yang ada
disini sudah bersikap sangat ramah dan bertindak sebagaimana mestinya.
2. Apakah bapak merasa nyaman dengan para petugas?
E… Saya merasa sangat nyaman yah dengan keberadaan mereka, karena
dengan keberadaan mereka juga bisa banyak membantu pemulihan saya
disini, bisa banyak memberikan feedback dan juga support untuk
bagaimana bersikap untuk menghadapi pemulihan saya, dimana kan
penyakit adiksi ini adalah penyakit yang tidak bisa disembuhkan hanya bisa
pulih. Mereka memberikan banyak sekali memberikan support dan
dukungan juga masukan-masukan yang sangat berguna untuk saya.
3. Apakah para petugas perhatian dan peduli terhadap bapak?
Semua pertugas disini dan staf-stafnya sangat peduli terhadap diri saya dan
juga terhadap family yang lain.
4. Apakah bapak merasa terbantu oleh kehadiran para petugas?
Jelas kehadiran petugas sangat-sangat membantu saya ya, jadi saya merasa
sangat terbantu dengan keberadaan mereka. Mereka sudah banyak
memberikan semua yang saya butuhkan dalam pemulihan saya.
188
5. Apakah para petugas cepat dan tanggap dalam menangani
permasalahan yang dialami oleh bapak atau penerima manfaat
lainnya?
Selama saya disini sih para petugas cepat dan tanggap ya menangani
permasalahan saya, misal saya lagi sedang ada masalah petugas langsung
cepat mengambil tindakan.
6. Apakah bapak puas dengan ketanggapan dan ketersediaan petugas
dalam memberikan pelayanan program terapi psikososial?
Untuk ketanggapan dan kesigapannya saya merasa puas yah kalau misalnya
harus diberi poin saya beri poin 85 dari skala 100.
7. Bagaimana tanggapan bapak mengenai fasilitas dan peralatan yang
tersedia dalam program terapi psikososial?
Untuk ketersediaan fasilitas menurut saya sudah cukup, e… walaupun di
beberapa sisi, di beberapa bagian masih ada beberapa kekurangan. Ya
keterbatasan juga mungkin karena ada keterbatasan dari pihak Galih
Pakuannya. Tapi over all semuanya masih bisa dikatakan cukup baik.
8. Bagaimana tanggapan bapak terhadap penampilan para petugas?
Penampilan petugas sangat rapi ya memakai seragam dan sopan juga
9. Apakah ada perubahan yang bapak rasakan setelah mengikuti
program terapi psikososial?
E… Untuk masalah perubahan saya bisa katakan banyak sekali perubahan
yang saya rasakan ya.. Dari mulai keteraturan pola hidup, cara memanage
emosi dengan baik, menempatkan emosi sesuai pada tempatnya,
menggunakan segala fasilitas yang ada di dalam tools of the house di terapi
psikososial ini ya menurut saya untuk sampai saat ini yang saya rasakan
perkembangannya cukup banyak. Hm.. Dari pribadi saya yang tidak pernah
bangun pagi atau tidak pernah bisa mengatur diri, jadi bisa berubah menjadi
manusia yang lebih bisa mengatur diri sendiri.
189
10. Apa yang menyebabkan bapak menggunakan NAPZA?
Alasan saya menggunakan NAPZA kalau untuk jenis sabu-sabu alasan saya
karena pekerjaan saya ya.. Karena pekerjaan saya membutuhkan waktu
yang lebih jadi seperti saya gunakan seperti dopping aja ya kalau untuk
sabu-sabu, dan untuk jenis ekstasi disitu baru saya menggunakannya untuk
having fun bersenang-senang mendapatkan kesenangan, untuk ganja saya
tidak menggunakannya jadi saya tidak terlalu mendapatkan efeknya ya.
Kalau untuk alkohol hanya terkadang disaat ingin santai baru saya
mengonsumsi alkohol. Untuk faktor lain mungkin lebih ke faktor
lingkungan kerja ya, dimana rekan-rekan satu tim saya dalam bekerja juga
emang rata-rata pengguna. hm.. untuk faktor lain masalah dengan keluarga
atau dan lain-lain itu ngga ada ya untuk masalah penggunaan saya memang
murni dari lingkungan kerja saya yang memang kurang sehat.
11. Apa akibat yang bapak rasakan setelah menggunakan NAPZA?
Untuk akibat negatifnya yang saya rasakan saat ini sih banyak ya.. Dimulai
dari kurangnya waktu yang saya luangkan untuk ibu saya ya. Hm…
Dimana saya ngga punya lagi quality time dengan keluarga semenjak saya
menggunakan narkoba, saya hanya fokus kepada pekerjaan-pekerjaan dan
bersenang-senang saja. Lalu, dampak yang lainnya adalah pola hidup saya
yang menjadi tidak teratur, pola tidur tidak teratur, pola makan juga tidak
teratur, dan aktivitas saya di luar juga jadi tidak teratur. Terus yang lain
adalah dampak dari segi religi yang juga saya rasakan dimana semenjak
saya menggunakan NAPZA saya hampir tidak pernah untuk menjalankan
ibadah-ibadah ke agamaan saya ya, yang seharusnya saya sholat lima waktu
menjadi terbengkalai semuanya. E… mungkin itu aja sih dampak-dampak
yang saya rasakan. Oh iya.. satu lagi dampak yang juga saya rasakan adalah
dampak perubahan emosional dimana saya menjadi orang yang menjadi
sedikit tempramen dan sensitif terhadap masalah, menghadapi segala
sesuatunya dengan emosi semenjak saya menggunakan NAPZA.
190
TRANSKIP WAWANCARA PENERIMA MANFAAT/KLIEN
BALAI REHABILITASI SOSIAL KORBAN PENYALAHGUNAAN
NAPZA (BRSKPN) “GALIH PAKUAN” BOGOR
Hari/Tanggal :Senin, 11 Mei 2020
Waktu : 14.00
Nama Informan : MA
Usia : 25 Tahun
Pekerjaan : -
1. Apakah para petugas bersikap ramah kepada bapak?
Untuk selama ini yang saya rasakan petugas terhadap penerima manfaat
ramah
2. Apakah bapak merasa nyaman dengan para petugas?
Yang saya rasakan selama saya di Galih Pakuan selama lima bulan lebih
untuk staf disini Alhamdulillah terasa nyaman, enak untuk diajak berbicara,
sopan dalam berbicara juga, mungkin itu yang saya rasakan. Terimakasih..
3. Apakah para petugas perhatian dan peduli terhadap bapak?
Peduli.. Peduli udah pasti, apalagi terhadap anak-anak dalam statiknya.
Yang saya rasakan selama ini konselor saya pun sangat peduli untuk
menjamin permasalahan di dalam facility maupun di luar facility.
4. Apakah bapak merasa terbantu oleh kehadiran para petugas?
Bagi saya pribadi sangat terbantu banget ya untuk kedatangan kehadiran
staf, karena saya disini menjalani mendalami program butuh bantuan-
bantuan beliau, beliau yang memberi saran ngasih arahan buat saya sendiri.
Bagi saya sangat membantu.
5. Apakah para petugas cepat dan tanggap dalam menangani
permasalahan yang dialami oleh bapak atau penerima manfaat
lainnya?
191
Untuk selama ini yang saya rasakan untuk penanganan permasalahan yang
saya rasakan sangat jelas ya.. karena staf pun ada yang stay di dalam facility
untuk penanganan langsung dilaksanakan.
6. Apakah bapak puas dengan ketanggapan petugas dalam memberikan
pelayanan program terapi psikososial?
Yang saya rasakan selama ini dalam penanganan staf dan konselor sangat
berkomiten dengan ucapannya yang saya rasakan seperti itu.
7. Bagaimana tanggapan bapak mengenai fasilitas dan peralatan yang
tersedia dalam program terapi psikososial?
Untuk peralatan dan fasilitas sangat menjamin ya.. karena selama saya
disini lima bulan lebih saya lihat untuk fasilitas ketika ada yang rusak pun
langsung di add back ke depan langsung diperbaiki. Untuk peralatan dan
fasilitas mulai dari tempat tidur dan sarana lainnya sangat bagus.
8. Bagaimana tanggapan bapak terhadap penampilan para petugas?
Untuk penampilan.. bagi staf saat duty sangat sopan dan rapi
9. Apakah ada perubahan yang bapak rasakan setelah mengikuti
program terapi psikososial?
Untuk perubahan dalam kepribadian saya sangat banyak berubah ya, untuk
selama saya lima bulan lebih disini banyak perubahan dari yang positif-
positifnya lah.
10. Apa yang menyebabkan bapak menggunakan NAPZA?
Bagi saya pribadi kenapa saya terjun menggunakan narkoba awalnya dari
lingkungan setempat dan teman-teman saya.
11. Apa akibat yang bapak rasakan setelah menggunakan NAPZA?
Akibat yang saya rasakan setelah saya menggunakan narkoba, emosi saya
tidak teratur, pola makan , pola tidur semuanya tidak teratur. Ngga seperti
sebelum saya menggunakan narkoba.
192
Catatan Observasi Penelitian
Tanggal : 8 Januari 2020
Waktu : 13.00
Fokus Observasi : Ruang Entry-House
Hasil Observasi
A : Ada
TA : Tidak Ada
B : Baik
TB : Tidak Baik
SARANA DAN PRASARANA
Ruangan
Pelayanan
Teknis
Ruangan
Terapi
Psikososial
Hasil Observasi
Ketersediaan
Ruangan
Kondisi
Ruangan
Keterangan
A TD B TB
Entry-House
Ruang Entry-House ini terlihat
sangat tertutup, keadaan ruangan
ini juga cukup sunyi, tidak terlihat
penerima manfaat yang lalu-lalang
di sekitar area luar ruangan ini.
Dalam ruangan Entry-House
terdapat ruangan seperti aula yang
dinamakan dinning hall disinilah
tempat dilaksanakannya sosialisasi
program terapi psikososial. Ruang
dinning hall ini cukup luas dengan
ukuran 6x13m2 dan cukup untuk
menampung penerima manfaat
yang berada di Entry-Hose.
193
Peralatan
Pelayanan
Teknis
Peralatan
Terapi
Psikososial
Hasil Observasi
Ketersediaan
Peralatan
Kondisi
Peralatan Keterangan
A TA B TB
Alat Tulis
Alat tulis yang digunakan oleh
penerima manfaat ini seperti kertas
dan pulpen. Serta ada tambahan
perlatan yang digunakan oleh
petugas seperti form-form
asesmen dan rencana intervensi.
Kursi
Kursi yang tersedia dalam ruangan
ini ada tiga (3) buah kursi
berwarna putih silver.
Meja
Di Entry-House ini terdapat meja
berukuran panjang dan lebar. Meja
ini digunakan untuk menaruh
peralatan seperti tv dan
sebagainya. Meja ini terletak di
sebelah kiri dispenser dan galon.
Kipas Angin
Di dalam ruangan ini terdapat
enam (6) buah kipas angin.
Kondisi kipas angin ini masih baik
dan dapat berfungsi normal.
Lampu
Lampu yang digunakan dalam
ruangan ini ada empat (4) buah
lampu. Kondisi lampu menyala
semua.
194
Tanggal : 13 Januari 2020
Waktu : 09.00
Fokus Observasi : Ruang Dormitory 1
Hasil Observasi
A : Ada
TA : Tidak Ada
B : Baik
TB : Tidak Baik
SARANA DAN PRASARANA
Ruangan
Pelayanan
Teknis
Ruangan
Terapi
Psikososial
Hasil Observasi
Ketersediaan
Ruangan
Kondisi
Ruangan
Keterangan
A TD B TB
Dormitory 1
Ruangan dormitory 1 posisinya
berada paling belakang. Jarak
ruangan ini cukup jauh dari ruang
Entry-House. Ruangan dormitory
1 juga lebih luas dibandingkan
ruang Entry-House. Luas ruangan
tersebut sekitar 20x13m2. Kondisi
ruangan ini cukup bersih dan rapi
tidak ada sampah atau barang-
barang berserakan.
Peralatan
Pelayanan
Teknis
Peralatan
Terapi
Psikososial
Hasil Observasi
Ketersediaan
Peralatan
Kondisi
Peralatan Keterangan
A TA B TB
Alat Tulis
Alat tulis yang digunakan oleh
penerima manfaat ini seperti kertas
195
dan pulpen. Serta ada tambahan
perlatan yang digunakan oleh
petugas seperti form-form
asesmen dan rencana intervensi.
Kursi
Dalam ruangan ini tersedia 60
(enam puluh) kursi berukuran
sedang yang berwarna merah
untuk penerima manfaat
melakukan kegiatan PAGE group,
dan seminar. Kondisi kursi masih
cukup baik untuk digunakan.
Meja
Di ruangan ini juga terdapat meja
untuk pekerja sosial dan konselor.
Diatas meja tersebut terdapat
banyak file atau dokumen-
dokumen yang berisi laporan
harian, tools dan file dokumen
lainnya. Kondisi meja ini masih
bagus dan kelihatan kuat karena
terbuat dari kayu.
Kipas Angin
Di ruangan tersebut juga tersedia 9
(sembilan) kipas angin. Kondisi
kipas angin ini masih baik dan
dapat berfungsi hanya saja ada dua
(2) kipas angin yang rusak.
Lampu
Di ruangan tersebut terdapat
sepuluh (10) buah lampu
kondisinya masih baik dan bagus
karena semua lampunya bisa
menyala dan berfungsi.
196
Tanggal : 16 Januari 2020
Waktu : Pukul 13.00
Fokus Observasi : Ruangan House Of Growth (HOG)
Hasil Observasi
A : Ada
TA : Tidak Ada
B : Baik
TB : Tidak Baik
SARANA DAN PRASARANA
Ruangan
Pelayanan
Teknis
Ruangan
Terapi
Psikososial
Hasil Observasi
Ketersediaan
Ruangan
Kondisi
Ruangan
Keterangan
A TD B TB
House Of
Growth
(HOG)
Berdasarkan hasil observasi
peneliti melihat bahwa ruangan
HOG terletak di dekat ruang Re-
Entry. Pelaksanaan program terapi
psikososial ini dilakukan di
ruangan aula HOG yang memiliki
luas 6x13 m2 ruangan ini cukup
luas dan bisa menampung
penerima manfaat untuk menjalani
terapi psikososial. Kondisi
ruangan ini juga bersih dan rapi.
Peralatan
Pelayanan
Teknis
Peralatan
Terapi
Psikososial
Hasil Observasi
Ketersediaan
Peralatan
Kondisi
Peralatan Keterangan
A TA B TB
197
Alat Tulis
Alat tulis yang digunakan oleh
penerima manfaat ini seperti kertas
dan pulpen. Serta ada tambahan
perlatan yang digunakan oleh
petugas seperti form-form
asesmen dan rencana intervensi.
Kursi
Dalam ruangan ini tersedia tujuh
buah (7) kursi berukuran sedang
yang berwarna biru silver. Kondisi
kursi masih cukup baik untuk
digunakan.
Meja
Di ruangan ini juga terdapat meja
yang dilingkari kursi-kursi. Meja
ini cukup luas dan lebar. Kondisi
meja ini masih bagus dan kelihatan
kuat karena terbuat dari kayu.
Kipas Angin
Di ruangan tersebut juga tersedia 4
(empat) buah kipas angina.
Kondisi kipas angin ini masih baik
dan dapat berfungsi dengan baik.
Lampu
Di ruangan tersebut terdapat 4
(empat) buah lampu yang
kondisinya masih baik dan bagus
karena semua lampunya bisa
menyala dan berfungsi
sebagaimana mestinya.
198
Tanggal : 20 Januari 2020
Waktu : Pukul 14.00
Fokus Observasi : Ruangan Dormitory 2
Hasil Observasi
A : Ada
TA : Tidak Ada
B : Baik
TB : Tidak Baik
SARANA DAN PRASARANA
Ruangan
Pelayanan
Teknis
Ruangan
Terapi
Psikososial
Hasil Observasi
Ketersediaan
Ruangan
Kondisi
Ruangan
Keterangan
A TD B TB
Dormitory 2
Ruangan dormitory 2 posisinya
berseberangan dengan ruang
dormitory 1. Jarak ruangan antara
dormitory 1 dan dormitory 2 tidak
terlalu jauh. Luas ruangan ini lebih
besar dari ruang dormitory 1.
Ruangan tersebut berukuran
25x15m2. Bangunan ruangan
tersebut terlihat masih baru.
Kondisi di dalam ruangan ini
cukup bersih dan rapi. Ruangan ini
juga cukup ramai seluruh
penerima manfaat yang sedang
melakukan kegiatan Page Group.
Peralatan
Pelayanan
Peralatan
Terapi
Hasil Observasi
Ketersediaan Kondisi Keterangan
199
Teknis Psikososial Peralatan Peralatan
A TA B TB
Alat Tulis
Alat tulis yang digunakan oleh
penerima manfaat ini seperti kertas
dan pulpen. Serta ada tambahan
perlatan yang digunakan oleh
petugas seperti form-form
asesmen dan rencana intervensi.
Kursi
Dalam ruangan ini peralatan yang
tersedia juga sama dengan
dormitory 1 seperti 60 (enam
puluh) kursi berukuran sedang
yang berwarna merah untuk
penerima manfaat melakukan
kegiatan PAGE group, dan
seminar
Meja
Di ruangan terdapat meja untuk
pekerja sosial dan konselor. Diatas
meja tersebut terdapat banyak file
atau dokumen-dokumen yang
berisi laporan harian, tools dan
sebagainya. Kondisi meja ini
masih bagus dan kelihatan kuat
karena terbuat dari kayu.
Kipas Angin
Di ruangan tersebut juga tersedia 9
(sembilan) kipas angin yang
menempel di plafond. Kondisi
kipas angin masih bagus dan baik.
Masih dapat berfungsi dan tidak
ada yang rusak.
200
Lampu
Di ruangan ini terdapat 10
(sepuluh) buah lampu yang
kondisinya masih baik dan bagus
karena semua lampunya bisa
menyala dan berfungsi
sebagaimana mestinya.
201
Tanggal : 6 februari 2020
Waktu : Pukul 13.00
Fokus Observasi : Ruangan Re-Entry
Hasil Observasi
A : Ada
TA : Tidak Ada
B : Baik
TB : Tidak Baik
SARANA DAN PRASARANA
Ruangan
Pelayanan
Teknis
Ruangan
Terapi
Psikososial
Hasil Observasi
Ketersediaan
Ruangan
Kondisi
Ruangan
Keterangan
A TD B TB
Re-Entry
Ruang Re-Entry berada di dekat
ruang Entry-House. Dalam
ruangan Re-Entry juga terdapat
ruang aula untuk melaksanakan
program terapi psikososial. Luas
ruangan tersebut tidak jauh
berbeda dengan ruangan Entry-
House dan House Of Growth
(HOG) sekitar 6x13 m2. Kondisi
ruangan tersebut terlihat bersih
dan rapi. Karena di ruangan inilah
penerima manfaat mendalami
peran-perannya yang ada di
masyarakat.
202
Peralatan
Pelayanan
Teknis
Peralatan
Terapi
Psikososial
Hasil Observasi
Ketersedia-an
Peralatan
Kondisi
Peralatan Keterangan
A TA B TB
Alat Tulis
Alat tulis yang digunakan oleh
penerima manfaat ini seperti kertas
dan pulpen. Serta ada tambahan
perlatan yang digunakan oleh
petugas seperti form-form
asesmen dan rencana intervensi.
Kursi
Kursi yang tersedia dalam ruangan
ini ada lima (5) buah kursi
berwarna putih silver.
Meja
Di Entry-House ini terdapat meja
berukuran panjang dan lebar. Meja
ini digunakan untuk menaruh
peralatan seperti tv dan
sebagainya. Meja ini terletak di
sebelah kiri dispenser dan galon.
Kipas Angin
Di dalam ruangan ini terdapat
tujuh (7) buah kipas angin.
Kondisi kipas angin ini masih baik
dan dapat berfungsi normal.
Lampu
Lampu yang digunakan dalam
ruangan ini ada lima (5) buah
lampu. Kondisi lampu menyala
semua.
203
S : Sesuai
TS : Tidak Sesuai
STANDAR PROSES
Jadwal Kegiatan S TS Keterangan
Nama Kegiatan Waktu Kegiatan
Morning meeting 09.00-11.30
Page Group 14.00-15.30
Seminar 13.00-15.00
Discussion group 14.00-15.30
.Encounter group 14.00-15.30
202