evaluasi kualitatif proses mengajar...

245
BAB I PENDAHULUAN Kompetensi Umum Mengembangkan kemampuan mahasiswa dalam mengintegrasikan pendidikan berwawasan kebangsaan dalam proses pembelajaran PKn berdasarkan taksonomi tujuan pendidikan nasional sehingga menjadi warga negara yang sesuai dengan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945. Standar Kompetensi Mahasiswa mengerti dan memahami Pendidikan Berwawasan Kebangsaan melalui Pembelajaran PKn berdasarkan taksonomi tujuan pendidikan nasional. Kompetensi Dasar Mahasiswa dapat menjelaskan sejarah, latar belakang, ruang lingkup dan tujuan Pendidikan Budaya, Pendidikan Multikultural, Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan Kewarganegaraan serta teori- teorinya. Juga mencakup hubungannya dengan Pancasila. Kecerdasan Karakter a. Bahasa-pengetahuan 1

Upload: vanthuan

Post on 06-Mar-2019

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

BAB IPENDAHULUAN

Kompetensi Umum

Mengembangkan kemampuan mahasiswa dalam mengintegrasikan

pendidikan berwawasan kebangsaan dalam proses pembelajaran PKn

berdasarkan taksonomi tujuan pendidikan nasional sehingga menjadi warga

negara yang sesuai dengan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945.

Standar Kompetensi

Mahasiswa mengerti dan memahami Pendidikan Berwawasan Kebangsaan

melalui Pembelajaran PKn berdasarkan taksonomi tujuan pendidikan nasional.

Kompetensi Dasar

Mahasiswa dapat menjelaskan sejarah, latar belakang, ruang lingkup dan

tujuan Pendidikan Budaya, Pendidikan Multikultural, Sistem Pendidikan

Nasional, Pendidikan Kewarganegaraan serta teori-teorinya. Juga mencakup

hubungannya dengan Pancasila.

Kecerdasan Karakter

a. Bahasa-pengetahuan

b. Intrapersonal

c. Interpersonal

d. Kinestetis

e. Religius

f. Emosional dan sosial

g. Professional

1

Page 2: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

Petunjuk untuk Dosen

1. Materi yang akan disampaikan dalam bahan ajar ini terdiri dari

pembahasan Pendidikan Budaya, Pendidikan Multikultural,

pembelajaran PKn berdasarkan taksonomi tujuan pendidikan nasional.

Proses pembelajaran akan dilakukan melalui penjelasan teori selama

enam kali pertemuan tatap muka. Dilanjutkan dengan Sembilan kali

tugas terstruktur, diskusi dan satu kali ujian akhir.

2. Untuk mencapai standar kompetensi, dalam menjelaskan dosen harus

berdasarkan pada kompetensi dasar yang telah ditetapkan. Kompetensi

dasar merupakan pedoman untuk menjelaskan materi dalam Bab-bab.

3. Pada awal perkuliahan, dosen membuat kontrak perkuliahan dan

menjelaskan kompetensi dasar dan standar kompetensi, tugas yang

akan dilakukan sampai pada tahap evaluasi penilaian akhir.

4. Pada perkuliahan selanjutnya, dosen diharapkan melakukan hal-hal

sebagai berikut:

a. Memberi penjelasan tentang materi dengan member kesempatan

mahasiswa untuk bertanya seluas-luas (berusaha membuat

mahasiswa bertanya).

b. Memberi penjelasan tentang tugas yang akan dilakukan.

c. Membagi dalam kelompok-kelompok kecil (4-5 orang).

d. Pembagian materi tugas.

e. Observasi materi dan pengumpulan bahan-bahan dari buku dan

internet.

f. Mempresentasikan tugas atau mempraktikkan tugas di depan kelas.

g. Memberi penilaian langsung.

5. Penulisan buku ajar ini mencakup hal-hal sebagai berikut.

a. Pendidikan Budaya.

b. Pendidikan Multikultural.

c. Sistem Pendidikan Nasional.

2

Page 3: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

d. PKn berdasarkan Taksonomi Tujuan Pendidikan Nasional dan

Pancasila (dalam menjelaskan mengenai contoh nyata).

e. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang hubungannya dengan

Pancasila.

6. Buku-buku dan bacaan yang dapat dipakai sebagai bahan pembanding,

yaitu:

a. Model Pembelajaran berbasis Budaya.

b. Pendidikan Multikultural.

c. Pendidikan Berwawasan Kebangsaan.

d. Perkembangan Peserta Didik.

e. Belajar dan Pembelajaran.

f. Materi dan Pembelajaran PKn.

g. Strategi Pembelajaran PKn.

h. Motivasi dalam Belajar dan Pembelajaran.

Petunjuk untuk Mahasiswa

1. Mahasiswa wajib memahami Kompetensi Umum, Kompetensi Dasar dan

Standar Kompetensi supaya mereka memiliki arah pemikiran yang

sistematis (sesuai apa yang akan diperoleh mahasiswa setelah selesai

mengikuti perkuliahan).

2. Untuk membantu mahasiswa dalam mengerjakan tugas maka mahasiswa

harus dapat bekerjasama (ada yang menjadi pemimpin dan terpimpin)

sehingga dapat belajar menjadi warga Negara yang baik dan

bertanggungjawab.

3. Mahasiswa dianjurkan sering melakukan kunjungan ke perpustakaan dan

selalu browsing internet.

A. Kompetensi Pendidikan di Perguruan Tinggi

Integrasi Pembelajaran Pendidikan Berwawasan Kebangsaan dalam

berbagai mata pelajaran/mata kuliah mulai kembali dikembangkan oleh

3

Page 4: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

Pemerintah. Sebenarnya sudah sejak tahun 2003 telah dikembangkan Sistem

Pendidikan Nasional melalui UU No. 20 Tahun 2003. Namun belum banyak

sekolah maupun perguruan tinggi yang mengimplementasikan secara

keseluruhan tentang hal tersebut. Lulusan atau output perguruan tinggi di

Indonesia sekarang ini mulai banyak diragukan karena kurikulum yang hanya

diajarkan melalui teori tanpa dapat mempraktikkannya baik di kelas ataupun di

luar kelas serta tidak mempunyai intregrasi dengan berbagai jenis pendidikan.

Lulusan atau output perguruan tinggi diharapkan mempunyai kompetensi

professional di bidang masing-masing sehingga mampu menjadi manusia

muda, warga masyarakat yang baik, dan akhirnya generasi penerus

pembangunan bangsa dan Negara. Salah satu segi kepribadian yang mampu

mendukung pembentukkan karakter dan oleh karenanya perlu dikembangkan

selama pendidikan yaitu “… pemilikan cakrawala yang luas disertai dengan

wawasan matang seimbang dalam menyikapi permasalahan-permasalahan

kehidupan masyarakat…”. Permasalahan dalam masyarakat sekarang ini sudah

dalam tataran yang sangat mengkhawatirkan untuk pertumbuhan generasi

muda. Dengan integrasi Pendidikan Berwawasan Kebangsaan dalam

Pembelajaran PKn maka diharapkan mampu ikut membantu memberikan

pengetahuan dan contoh nyata sehingga mahasiswa dapat ikut berpartisipasi

aktif dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi.

Perkembangan dan pertumbuhan generasi muda yang diharapkan harus

sesuai dengan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945 beserta amandemennya.

Banyak generasi muda yang tumbuh kembang lebih mengenal dan menyukai

budaya Negara lain ketimbang budaya Negara sendiri. Apalagi sekarang ini

dunia pertelevisian kita lebih banyak menyiarkan gosip-gosip para selebritis

artis mulai dari pagi sampai malam, mulai dari hanya kegiatan selebritis yang

cuman mandi berenang ditambah dengan acara-acara yang selalu

memunculkan kekerasan, penekanan, dan penyiksaan. Hal ini sangat

mengkhawatirkan tumbuh kembang kognitif, afektif, dan psikomotor mereka

4

Page 5: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

yang diperparah oleh kurangnya bimbingan dan kasih sayang dari orang tua

mereka.

B. Pendidikan Budaya Huma Betang dan Isen Mulang

Nilai-nilai dalam Huma Betang ini terlihat dalam Belum Bahadat (hidup

beradat) dan semangat Isen Mulang.

Pengertian dari Belum Bahadat adalah dalam kehidupan sehari-hari

masyarakat Kalimantan Tengah khususnya dayak Ngaju, adat istiadat

mengajarkan bahwa setiap orang harus “Belum Bahadat” artinya “Hidup

Beradat”. Ketentuan Belum Bahadat tersebut berlaku bagi setiap insan, yang

diajarkan mulai dari masa anak-anak, masa remaja, masa akil balig/pemuda.

Belum Bahadat juga dituntut kepada orang dewasa atau terhadap mereka yang

kaya atau miskin maupun terhadap mereka yang berpangkat atau warga

masyarakat biasa. Peran adat istiadat dalam tata pergaulan hidup masyarakat

antara lain :

Adat istiadat mengajarkan bahwa anak-anak wajib hormat kepada

ayah/ibu, kakek/nenek, atau kepada paman dan bibi, dan anak muda wajib

hormat kepada orang lain yang lebih tua. Meskipun tidak seperti pada

keluarga-keluarga masyarakat suku Jawa atau suku Banjar bahwa rasa hormat

anak kepada orang tua atau yang di tuakan disamping menunjukan sikap

hormat melalui perilaku, juga dinyatakan dengan bahasa halus (misalnya:

Bahasa Jawa Kromo) pada keluarga masyarakat Dayak anak-anak sejak kecil

juga telah diajarkan bagaimana bersikap dan berkata-kata sopan sebagai tanda

hormat kepada orang tua atau orang yang di tuakan. Salah satu bentuk bahasa

yang menunjukan rasa hormat terhadap orang tua, maka kepada anak-anak

tidak diijinkan memanggil orang tua dengan sebutan nama melainkan

memanggil melalui nama anak yang bersangkutan dengan didahului

menyebutkan tingkat silsilah.

Adat istiadat mengajarkan kepada setiap orang agar memberikan

hormat kepada mereka yang telah menikah dan telah memiliki anak. terhadap

5

Page 6: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

mereka yang sudah menikah dan telah memiliki anak ini, akan terasa lebih

hormat apabila memanggil mereka melalui nama anaknya meskipun dari usia

mereka lebih muda atau dari silsilah statusnya lebih rendah. Adat istiadat

mengajarkan bahwa antara kaum laki-laki dan kaum perempuan harus saling

hormat menghormati. Hal tersebut di buktikan dalam”Tandak Batang Garing”

dalam bahasa sangen yaitu: Laki-laki disebut dengan “Habatang Garing,

Habaner Garantung, Habasung Runjan”. Perempuan disebut dengan “Balimut

Bulau Pasihai Runjan. Kaum laki-laki wajib menghormati, melindungi dan

menjaga martabat kaum perempuan dan keluarganya. Dalam masyarakat

Kalimantan Tengah, kata-kata, sikap dan tindakan melecehkan seorang anak

gadis ataupun perempuan dewasa dapat dituntut dengan Singer (denda)

menurut hukum adat (Pelangi, 2014).

Filosofi dari Huma Betang merupakan nilai-nilai yang sudah sekian

lama ada, namun seiring dengan banyaknya gempuran dari budaya asing yang

belum tentu punya filosofi yang sesuai dengan masyarakat Kalimantan Tengah

mulai mampu menyingkirkan filosofi dari Huma Betang.

Isen Mulang sebagian orang mungkin bertanya-tanya “apa arti Isen

Mulang?” bahkan mungkin bagi kalangan akademisi mungkin bertanya-tanya

“pengertian Isen Mulang”. Secara sederhana kata “Isen Mulang” dapat

diartikan sebagai semangat Pantang Mundur. Kata Isen Mulang ini juga

terkandung dalam Lambang, Simbol atau Logo Provinsi Kalimantan Tengah

karena kata Isen Mulang mengandung makna yang besar bagi Masyarakat

Kalimantan Tengah secara umum. Isen Mulang sebagai sebuah wacana

mengandung pengertian tidak pulang kalau tidak menang. Artinya sekali orang

Dayak memutuskan turun ke medan laga, sangat memalukan jika ia pulang

tanpa membawa kemenangan. Karena itu lebih baik pulang nama dari pada

pulang membawa kekalahan. Bagi yang pulang kalah, yang bersangkutan tidak

akan mempunyai tempat menaruh muka di depan masyarakat. Ia tidak

dipandang sebelah mata lagi. Dari pada pulang tidak lagi dipandang oleh

masyarakat kampungnya, pertanda bahwa ia bukan seseorang yang ‘’mamut-

6

Page 7: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

menteng, pintar-harati, mameh-ureh, andal dia batimpal’’ (gagah-berani,

cerdik-berbudi, urakan dan tekun, hebat tiada bertara), maka  dari pada hidup

menanggung malu, lebih baik bertarung habis-habisan merebut kemenangan.

Kalaupun mati dalam pertarungan ini, hidup, harkat dan martabatnya telah ia

bela dengan semestinya sebagai seorang Dayak.

Isen Mulang berasal dari kata Ela Buli Manggetu Hinting Bunu

Panjang Isen Mulang Menetas Rantai Kamara Ambu yang berarti “jangan

pulang sebelum memenangkan perjuangan yang panjang, pantang mundur

sebelum memutuskan tali kemiskinan, kebodohan dan kemelaratan”. Kata-kata

Isen Mulang dalam teks sebenarnya di atas merupakan teks yang ditulis

menggunakan Bahasa Sangiang yakni Bahasa Dayak yang tertua di

Kalimantan Tengah. Bahasa Sangiang ini hingga sekarang masih banyak

digunakan  oleh masyarakat Kalimantan Tengah yang beragama Kaharingan

untuk melakukan ritual keagamaan dan komunikasi dengan yang Maha Kuasa.

Manakir Petak (menumiti bumi) dan mengikatkan kain merah di kepala

mereka (lawung bahandang), pertanda semangat Isen Mulang (pantang

mundur) jika tak berhasil melaksanakan misi mereka tak akan pulang. Isen

Mulang ini oleh Provinsi Kalimantan Tengah dijadikan Motto Provinsi

sehingga Kalimantan Tengah  sering  juga dikenal dengan sebutan “Bumi Isen

Mulang” yang lengkapnya bermakna biarkan nama saja yang kembali apabila

gagal merampungkan misi.

Secara filosofi kata Isen Mulang bukan berarti perang secara fisik yang

saling membunuh satu sama lain akan tetapi Isen Mulang berarti memerangi

kemiskinan, kebodohan, dan sengaja diambil sebagai simbol semangat juang

masyarakat Kalimantan Tengah untuk membangun daerah agar dapat terus

maju dan berkembang dan dapat bersaing di tengah zaman yang semakin

berkembang, tanpa henti-hentinya di dalam berbagai bidang kehidupan,

seperti pendidikan, sosial, budaya, politik, ekonomi dan yang lainnya sampai

tutup usia atau titik darah terakhir. Isen Mulang merupakan semangat yang

7

Page 8: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

dijadikan motto masyarakat Kalimantan Tengah untuk mencapai visi dan

misinya (Pelangi, 2014).

Peter L. Berger mengemukakan bahwa pembangunan yang dilakukan

secara drastic dengan mengabaikan kearifan tradisi dan nilai-nilai budaya

masyarakat lokal akan menjadi problem karena kurang mempertimbangkan

dimensi sosial budaya yang menjadi bingkai laku hidup masyarakat setempat.

Nilai-nilai kearifan budaya local itu jika tidak kita jaga dan pelihara,

dikhawatirkan secara berangsur akan terjadi proses kepunahan, termasuk di

dalamnya berbagai sumber yang amat berharga bagi pembentukan wacana

kebudayaan Indonesia di abad mendatang. Hal ini ditambahkan oleh Arnold

Toynbee bahwa proses sejarah adalah berangkainya sahut-menyahut antara

challenge dan response maka globalisasi sebagai challenge niscaya akan

menghadapi nasionalisme sebagai response. Desain besar kebudayaan sering

kali tak mampu mengendalikan dinamika social kea rah bagaimana

dirancangkan sehingga upaya menjadikan “Budaya Lokal sebagai Pondasi

Modernisasi Budaya menuju Budaya Indonesia yang Maju dan Unggul”

sebagai desain besar kebudayaan kita, rasanya tidak akan mudah dicapai jika

tidak kita lakukan langkah-langkah yang tepat (Anshoriy, 2008).

C. Hakikat Pembelajaran PKn di sekolah

Proses pembelajaran adalah proses interaksi antara pengajar dan pelajar

(siswa atau peserta didik) dalam kelas umumnya. Namun istilah tersebut

kurang mengambarkan makna yang seharusnya. Jika proses di kelas itu adalah

pembelajaran (learning-teaching), maka subjek atau fokusnya tentulah

pengajar. Artinya, yang belajar itu adalah pengajar, dan ia belajar untuk

mengajar. Amat berbeda jika proses interaksi antara pengajar dengan pelajar di

kelas itu dipahami sebagai proses mengajar-belajar, yakni pembelajaran

(teaching-learning) jadi fokusnya adalah pada pelajar dan kemudian pengajar.

Menurut Harefa (2001:66-67) dan Pusat kurikulum (Pidarta, 2007:196),

dipandang dari bidang atau mata pelajaran keilmuan, pembelajaran berarti

8

Page 9: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

belajar bagaimana belajar atau learning how to learn dan belajar bagaimana

berpikir atau learning how to think sesuai dengan prinsip-prinsip keilmuan

tertentu. Dilihat dari bidang atau mata pelajaran keterampilan, pembelajaran

berarti belajar melakukan atau learning how to do. Dilihat dari bidang atau

mata pelajaran yang bersifat sosial budaya, pembelajaran berarti belajar

bergaul atau learning how to live together.

Pembelajaran tidak hanya mengajarkan teori tertulis di buku teks tetapi

juga bagaimana memberi contoh yang nyata sesuai dengan kehidupan sehari-

hari misalnya bagaimana cara menghormati orang tua, guru, keluarga;

mengetahui tayangan di televisi itu baik atau tidak; menghargai jasa-jasa para

pahlawan dengan bersikap jujur dan menghormatinya. Karena itu perlu

pengembangan pembelajaran mata pelajaran PKn di sekolah dasar yang lebih

berpengaruh pada peserta didik (student centered) sehingga peserta didik dapat

berkembang secara optimal baik afektif, kognitif, dan psikomotornya.

Djahiri, dkk. (2006:9) menyatakan PKn atau Civic Education adalah

program pendidikan/pembelajaran yang secara programatik – prosedural

berupaya memanusiakan (humanizing) dan membudayakan (civilizing) serta

memberdayakan (empowering) manusia/anak didik (diri dan kehidupannya)

menjadi warga negara yang baik sebagaimana tuntutan keharusan/ yuridis

konstitusional bangsa/negara yang bersangkutan.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan penulis diperlukan

strategi pembelajaran yang berdasarkan taksonomi tujuan pendidikan dalam

membentuk karakter peserta didik khususnya peserta didik. Winataputra, dkk.

(2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan pembelajaran

PKn mengajarkan sesuai dengan taksonomi tujuan pendidikan yaitu (1)

pengembangan keterampilan pemecahan masalah yang terkait pada peran

warga negara dalam proses kebijakan publik (civic skills/psikomotor/sikap),

(2) pengembangan wawasan kewarganegaraan (civic

knowledge/kognitif/pengetahuan), (3) pengembangan keterampilan partisipasi

kewarganegaraan (civic participation/afektif/nilai).

9

Page 10: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

Untuk mencapai hal itu diperlukan pembelajaran yang fokusnya kepada

peserta didik. Menurut beberapa teori pembelajaran yang mendukung hal

tersebut di antaranya teori konstruktivisme menyatakan bahwa siswa harus

menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek

informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-

aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat

menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah,

menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah

dengan ide-ide (Trianto, 2007:13).

Secara teori peserta didik yang dalam penelitian ini adalah anak usia

SD/MI (6-12 tahun) dengan tahap perkembangnya adalah seorang anak yang

sedang tumbuh dan berkembang, perkembangan seorang anak dengan segala

potensi yang dimilikinya akan dapat diantarkan mejadi seorang pribadi yang

dewasa. Pribadi yang dewasa adalah individu yang sampai pada kemampuan

untuk mengerti dan memahami siapa diri dan apa peran yang harus

dilakukannya secara sehat (wajar, normal) dan bertanggungjawab.

Menanamkan kebiasaan berperilaku sehat dalam arti wajar dan normal serta

bertanggungjawab, tidaklah harus menunggu seorang anak memasuki usia

dewasa, sebab kedewasaan tidak selalu berhubungan dengan bertambahnya

usia (Al-Lamri dan Ichas, 2006:38).

Intinya anak usia SD/MI lebih banyak ditanamkan nilai dan sikap dari

pada pengetahuan. Sebab nilai dan sikap yang akan memperkaya

pengetahuannya. Koentjaraningrat (1980:33) menyatakan suatu sikap adalah

suatu disposisi atau keadaan mental di dalam jiwa dan diri seorang individu

untuk bereaksi terhadap lingkungannya (baik lingkungan manusia atau

masyarakatnya, baik lingkungan alamiahnya, maupun lingkungan fisiknya).

Walaupun berada di dalam diri seorang individu, toh sikap itu biasanya juga

dipengaruhi oleh nilai budaya.

Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di Tingkat Satuan

Pendidikan, sebagai suatu konsep dan sekaligus sebuah program dan

10

Page 11: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

Pendekatan yang digunakan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan:

yakni memposisikan siswa sebagai subjek didik bukan sebagai objek didik,

dimana siswa lebih dominan dalam proses pembelajaran (Haryati, 2007).

Inti dari pembelajaran adalah terjadi peningkatan pengetahuan dari

pengetahuan awal berkembang seiring dengan bertambahnya masukan

informasi yang dihimpun oleh peserta didik. Pembelajaran seharusnya tidak

hanya menghasilkan nilai yang baik tapi juga sikap, perbuatan, dan tingkah

laku yang baik pula. Belajar pada hakekatnya merupakan proses perubahan di

dalam kepribadian yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, dan kepandaian.

Perubahan ini bersifat menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu

hasil dari latihan atau pengalaman.

Pembelajaran khususnya mata pelajaran PKn sekarang ini perlu

pengembangan dalam hal keseimbangan pembelajaran afeksi, kognitif, dan

psikomotor. Secara umum banyaknya kasus asusila seperti menggunakan

tangan kiri untuk berbagai kegiatan, tidak menjaga kebersihan, membuang

sampah sembarangan, permainan menirukan Gulat, merokok, melawan orang

tua, menganggu orang serta coret mencoret fasilitas, perkosaan terhadap teman

sebaya yang dilakukan berkelompok, mencoba mencium lem yang dianggap

seperti pemakai narkoba, berpacaran sembunyi-sembunyi, memakai teknologi

informasi komunikasi yang tidak sesuai dengan umur, kurang mengenal

pahlawan dan kebudayaan daerah; permasalahan yang ada ini menunjukkan

bahwa pembelajaran PKn belum mampu merubah ranah afeksi.

Untuk itu topik materi yang diambil yang sesuai dengan permasalahan

tersebut yaitu kompetensi dasar PKn sekolah dasar. Sekolah dasar adalah tahap

perkenalan, tahap bermain, tahap orientasi atau pengenalan berbagai macam

pengetahuan, sikap, dan keterampilan (Al-Lamri dan Ichas, 2006:19).

Mendikbud, M. Nuh pada tahun 2013 menyatakan bahwa untuk masuk sekolah

dasar jangan ada lagi tes calistung. Ini mendukung bagaimana memahami nilai

baik dan buruk atau perbuatan baik dan buruk dan contoh-contohnya dalam

kehidupan sehari-hari. Esensi yang terkadung dalam kompetensi dasar sekolah

11

Page 12: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

dasar yaitu persatuan dan kesatuan, mengenal norma, mengenal harga diri,

dan bangsa sebagai bangsa Indonesia. Masyarakat Kalimantan Tengah

khususnya Palangka Raya adalah majemuk. Jadi sekarang ini bagaimana

dengan kondisi masyarakat yang majemuk mampu menciptakan persatuan dan

kesatuan. Implementasinya pada kehidupan sehari-hari di sekolah dasar yaitu

saling menghormati dan menghargai antara guru dan peserta didik, tidak

merusak dan mencoret fasilitas sekolah, dan menghargai jasa pahlawan

khususnya pahlawan Kalimantan Tengah contohnya Tjilik Riwut serta

mengetahui kebudayaan masyarakat Kalimantan Tengah sehingga tercipta

kenyaman dan keselarasan tidak ada konflik.

Dengan adanya ruang lingkup kompetensi dasar mata pelajaran PKn yang

telah dipersempit ke taksonomi tujuan pendidikan menurut logika akan mudah

seorang guru untuk mencapai target pengajaran materi sesuai dengan Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Tetapi yang terpenting bagaimana seorang

guru berfungsi sebagai “fasilitator” (pemberi kemudahan peristiwa belajar),

dengan mencontohkan misalnya bagaimana cara menghormati orang tua, guru,

orang yang lebih tua umurnya ataupun sesama teman dengan praktek langsung

didalam kelas. Artinya seorang guru memberikan masalah kepada peserta

didik melalui media gambar-gambar yang ditampilkan baik secara langsung

maupun melalui media gambar cetak (poster, photo, dan lukisan).

Dengan mencoba melakukan studi tentang kondisi dan situasi

pembelajaran peserta didik sekolah dasar di Kalimantan Tengah khususnya SD

yang ada di Palangka Raya maka diharapkan pembelajaran mata pelajaran PKn

sesuai (congruence) dengan standar kompetensi, kompetensi dasar, dan

indikator setiap materi artinya bahwa perbandingan persentase pengajaran

kognitif, afeksi, dan psikomotor seimbang sehingga sesuai dengan tujuan

pembelajaran (tidak menimbulkan kesenjangan (discrepancy)) bahwa peserta

didik hanya mengetahui teori tanpa bisa mengerti, memahami, dan

mengimplementasikan.

12

Page 13: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

Salah satu yang menandai perubahan kurikulum pendidikan dasar 2004

pada jenjang sekolah dasar khususnya; mata pelajaran Pendidikan Pancasila

dan Kewarganegaraan (PPKn) yang telah dibina dan terus dikembangkan

sebagai wahana dan sarana penanaman nilai-moral kebangsaan berganti nama

menjadi Pendidikan kewarganegaraan (PKn). Substansi mata pelajaran

Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) tetap sebagai materi pelajaran yang

diberikan mulai tahap awal yang memiliki tujuan khusus dalam penanaman

nilai dasar yang harus dipahami dan dilaksanakan oleh siswa sekolah dasar –

madrasah ibtidaiyah (Al-Lamri dan Ichas, 2006:3) dan (Winataputra, 2001:1-

2).

Mata pelajaran tersebut Mencakup hal-hal yang perlu dipraktekkan dalam

kehidupan sehari-hari ini sesuai dengan salah satu rambu-rambu di dalam

kerangka dan struktur Kurikulu yaitu dalam pembelajaran pengetahuan sosial

m(dalam hal ini termasuk PKn) perlu diikuti dengan praktek belajar

pengetahuan sosial. Praktek belajar ini merupakan suatu inovasi pembelajaran

yang dirancang untuk membantu siswa agar memahami fakta peristiwa,

konsep dan generalisasi melalui praktek belajar secara empirik yang disebut

dengan Praktek Kesadaran Lingkungan Belajar (PKLB) (Al-Lamri dan Ichas,

2006:9) artinya integrasi Pendidikan Berwawasan Kebangsaan dalam

Pembelajaran PKn harus dilaksanakan secara terus menerus.

D. PKn

a. Latar Belakang

Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta

didik menjadi warga negara yang memiliki komitmen kuat dan konsisten

untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hakikat

negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara kebangsaan modern.

Negara kebangsaan modern adalah negara yang pembentukannya

didasarkan pada semangat kebangsaan --atau nasionalisme-- yaitu pada

tekad suatu masyarakat untuk membangun masa depan bersama di bawah

13

Page 14: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

satu negara yang sama walaupun warga masyarakat tersebut berbeda-

beda agama, ras, etnik, atau golongannya. [Risalah Sidang Badan

Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan

Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), Jakarta: Sekretariat

Negara Republik Indonesia, 1998].

Komitmen yang kuat dan konsisten terhadap prinsip dan semangat

kebangsaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara

yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, perlu

ditingkatkan secara terus menerus untuk memberikan pemahaman yang

mendalam tentang Negara Kesatuan Republik Indonesia. Secara historis,

negara Indonesia telah diciptakan sebagai Negara Kesatuan dengan bentuk

Republik.

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang

berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha

Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan

kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan

sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. [Pembukaan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia 1945]

Dalam perkembangannya sejak Proklamasi 17 Agustus 1945 sampai

dengan penghujung abad ke-20, rakyat Indonesia telah mengalami

berbagai peristiwa yang mengancam keutuhan negara. Untuk itu

diperlukan pemahaman yang mendalam dan komitmen yang kuat serta

konsisten terhadap prinsip dan semangat kebangsaan dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berdasarkan pada Pancasila

dan Undang-Undang Dasar 1945. Konstitusi Negara Republik Indonesia

perlu ditanamkan kepada seluruh komponen bangsa Indonesia, khususnya

generasi muda sebagai generasi penerus.

Indonesia harus menghindari sistem pemerintahan otoriter yang

memasung hak-hak warga negara untuk menjalankan prinsip-prinsip

14

Page 15: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Kehidupan yang demokratis di dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan

keluarga, sekolah, masyarakat, pemerintahan, dan organisasi-organisasi

non-pemerintahan perlu dikenal, dipahami, diinternalisasi, dan diterapkan

demi terwujudnya pelaksanaan prinsip-prinsip demokrasi. Selain itu, perlu

pula ditanamkan kesadaran bela negara, penghargaan terhadap hak azasi

manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian lingkungan hidup, tanggung

jawab sosial, ketaatan pada hukum, ketaatan membayar pajak, serta sikap

dan perilaku anti korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata

pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warganegara yang

memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk

menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter

yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.

b. Tujuan PKn

Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan agar peserta didik memiliki

kemampuan sebagai berikut:

1. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu

kewarganegaraan.

2. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak

secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan

bernegara, serta anti-korupsi.

3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri

berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat

hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.

4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia

secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan

teknologi informasi dan komunikasi.

15

Page 16: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

c. Ruang Lingkup PKn

Ruang lingkup Pendidikan Kewarganegaraan meliputi aspek-aspek

sebagai berikut.

1. Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi: Hidup rukun dalam perbedaan, Cinta lingkungan, Kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda, Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Partisipasi dalam pembelaan negara, Sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, Keterbukaan dan jaminan keadilan

2. Norma, hukum dan peraturan, meliputi: Tertib dalam kehidupan keluarga, Tata tertib di sekolah, Norma yang berlaku di masyarakat, Peraturan-peraturan daerah, Norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Sistim hukum dan peradilan nasional, Hukum dan peradilan internasional

3. Hak asasi manusia meliputi: Hak dan kewajiban anak, Hak dan kewajiban anggota masyarakat, Instrumen nasional dan internasional HAM, Pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM

4. Kebutuhan warga negara meliputi: Hidup gotong royong, Harga diri sebagai warga masyarakat, Kebebasan berorganisasi, Kemerdekaan mengeluarkan pendapat, Menghargai keputusan bersama, Prestasi diri , Persamaan kedudukan warga negara

5. Konstitusi Negara meliputi: Proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang pertama, Konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, Hubungan dasar negara dengan konstitusi

6. Kekuasan dan Politik, meliputi: Pemerintahan desa dan kecamatan, Pemerintahan daerah dan otonomi, Pemerintah pusat, Demokrasi dan sistem politik, Budaya politik, Budaya demokrasi menuju masyarakat madani, Sistem pemerintahan, Pers dalam masyarakat demokrasi

7. Pancasila meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, Proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara, Pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi terbuka

8. Globalisasi meliputi: Globalisasi di lingkungannya, Politik luar negeri Indonesia di era globalisasi, Dampak globalisasi, Hubungan internasional dan organisasi internasional, dan Mengevaluasi globalisasi.

16

Page 17: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

E. Arah Pengembangan Integrasi Pendidikan Berwawasan Kebangsaan dalam Pembelajaran PKn

Standar kompetensi dan kompetensi dasar menjadi arah dan landasan

untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan

indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Dalam merancang

kegiatan pembelajaran dan penilaian perlu memperhatikan Standar Proses

dan Standar Penilaian.

Hasil pemaduan analisis menggambarkan, bahwa pendidikan

berwawasan kebangsaan belum ternyatakan secara eksplisit dalam

produk kebijakan tentang sistem pendidikan nasional, implementasi

kebijakan tersebut pada tataran praksis pendidikan tidak terarah

sebagaimana yang diharapkan (Supriatna, 2015).

Masalah yang teridentifikasi di lapangan hasil observasi langsung,

Guru PKn kurang mengembangkan kemampuan mengajarnya. Dalam

mengajar guru PKn seharusnya menyeimbangkan antara kognitif (civic

knowledge), afeksi (civic skills), dan psikomotor (civic participation) di

kelas yaitu penerapan tidak hanya sebatas melaksanakan pengajaran dan

tugas menghafal serta guru menerangkan/menjelaskan tetapi juga

memberikan contoh sikap, perbuatan, dan tingkah laku yang ada dalam

kehidupan sehari-hari. Disini para siswa hanya diharuskan menghapal dan

menghafal Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 secara terus

menerus mulai dari sila-sila, butir-butir dan pasal-pasal. Pembelajaran

akhirnya kurang menyenangkan dan monoton.

Contoh sesuai hasil observasi di atas maka harapan yang termaktub

dalam tabel 1. Indikator karakter peserta didik di salah satu SDN Palangka

Raya berarti belum tercapai sepenuhnya atau kurang sesuai dengan

kenyataan di lapangan.

17

Page 18: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

Tabel 1Indikator Karakter Peserta Didik

NO. INDIKATOR KARAKTER

1 Beriman - melaksanakan semua perintah-Nya sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing

2 Jujur - mengatakan yang sebenarnya- tidak berlaku curang atau menipu- mengakui setiap kesalahan yang dilakukan- tidak berusaha membuat hal yag salah

menjadi benar3 Tahu Berterima

Kasih

- menunjukkan kepada orang tua dan guru bahwa siswa menghargai mereka

- menuliskan pesan-pesan ”terima kasih”- menjaga barang-barang yang dimiliki- merasa puas dengan apa yang dimiliki- menghitung kebaikan yang diterima

4 Tertib - menempatkan diri secara benar- melakukan sesuatu dengan baik tanpa

menganggu sekitarnya5 Penuh Perhatian - menatap orang yang sedang berbicara padanya

- bertanya jika saya tidak bisa- duduk maupun berdiri dengan tegak- tidak berusaha mencari perhatian bagi diri

sendiri- tidak memalingkan mata, telinga, tangan, kaki,

dan mulut jika sedang memperhatikan seseorang6 Baik Hati - mengerjakan sesuatu dengan senang hati

- mampu memberikan pertolongan pada orang lain

7 Tanggungjawab - mengerjakan sesuatu dengan baik- mengetahui apa yang seharusnya dilakukan- melakukan sesuatu yang menjadi

tanggungjawabnya8 Pemaaf - memaafkan orang lain dengan lapang dada

- melupakan kesalahan orang lain- tidak menaruh dendam- memperhatikan kebutuhan orang lain

9 Peduli - membantu orang lain yang sedang dalam kesulitan walaupun tanpa diminta

10 Menghargai Waktu - tepat waktu- memanfaatkan waktu- melakukan sesuatu secara terjadwal teratur dan

direncanakan- mengerjakan sesuatu sesuai dengan waktunya

18

Page 19: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

11 Sabar - menahan diri terhadap sesuatu yang sangat diinginkan

- menerima musibah12 Cermat - teliti dalam mengerjakan sesuatu

- melakukan sesuatu berdasarkan hasil pertimbangan yang hati-hati

13 Pengendalian diri - mampu menahan diri- mampu menunda keinginan

14 Tenggang Rasa - menghargai perbedaan- menghargai orang lain- memahami kebutuhan orang lain

15 Sopan Santun - mengikuti norma- menjalankan aturan

16 Rela Berkorban - membantu orang lain dengan senang hati- memberikan sesuatu dengan senang hati- mendahulukan kepentingan orang lain

17 Sportif/Berjiwa

Ksatria/Berjiwa

Besar

- menerima dan mengakui kelebihan orang lain- menerima kekalahan dan kekurangan diri

sendiri- berlapang dada untuk menerima kekalahan

18 Mandiri - berinisiatif untuk melakukan sesuatu- berusaha untuk tidak bergantung pada orang

lain- berusaha melakukan sesuatu dengan

kemampuan sendiri

Indikator karakter tersebut dapat dianalisis bahwa ada integrasi

Pendidikan Berwawasan Kebangsaan dalam pembelajaran khususnya PKn.

Samani (2007:156) menyatakan intinya bahwa sejak kecil anak sudah

harus diperkenalkan dengan berbagai macam akhlak baik maupun akhlak

buruk jadi dia sejak kecil sudah bisa berpikir mana yang boleh dilakukan

dan mana yang tidak boleh dilakukan. Karenanya diperlukan strategi

pembelajaran yang joyful learning yaitu belajar dengan situasi yang

menyenangkan dalam arti mampu membuat siswa menikmati situasi

belajar, sehingga tidak usah diawasi oleh siapapun, anak akan belajar.

Pembelajaran kontekstual dan pembelajaran yang menyenangkan sejalan

dengan prinsip bahwa pembelajaran harus bermakna dengan mengajarkan

berbagai kecakapan hidup (life Skill).

19

Page 20: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

Pembelajaran pada hakekatnya adalah suatu proses interaksi antar anak

dengan anak, anak dengan sumber belajar dan anak dengan pendidik.

Kegiatan pembelajaran ini akan menjadi bermakna bagi anak jika

dilakukan dalam lingkungan yang nyaman dan memberikan rasa aman bagi

anak. Proses belajar bersifat individual dan kontekstual, artinya proses

belajar terjadi dalam diri individu sesuai dengan perkembangannya dan

lingkungannya.

Pembelajaran bermakna (meaningfull learning) merupakan suatu

proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang

terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Pembelajaran bermakna

sebagai hasil dari peristiwa mengajar ditandai oleh terjadinya hubungan

antara aspek-aspek, konsep-konsep, informasi atau situasi baru dengan

komponen-komponen yang relevan di dalam struktur kognitif siswa.

Proses belajar tidak sekadar menghafal konsep-konsep atau fakta-fakta

belaka, tetapi merupakan kegiatan menghubungkan konsep-konsep untuk

menghasilkan pemahaman yang utuh, sehingga konsep yang dipelajari

akan dipahami secara baik dan tidak mudah dilupakan. Dengan demikian,

agar terjadi belajar bermakna maka guru harus selalu berusaha mengetahui

dan menggali konsep-konsep yang telah dimiliki peserta didik dan

membantu memadukannya secara harmonis konsep-konsep tersebut

dengan pengetahuan baru yang akan diajarkan.

Realitas faktual itu berlangsung bukan saja disebabkan para guru

sebagai pelaksana teknis kurang atau tidak memahami esensi tujuan

pendidikan yang dibawa oleh konstruks mata pelajaran seperti PKn

ataupun Pendidikan Agama, tetapi lebih dikarenakan kurikulum

menempatkannya sebagai mata pelajaran seperti mata pelajaran lainnya.

Pemetaan baru atas komponen tujuan dalam artian riilnya; kompentensi

berikut evaluasi dan pengorganisasian kembali sejumlah mata pelajaran di

dalam kurikulum, tentunya dapat dipahami sebagai langkah strategis yang

diharapkan akan mendekati pencapaian tujuan pendidikan, bukan saja pada

20

Page 21: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

hajat penguasaan sejumlah materi pelajaran yang ada, terutama yang

bersifat disiplin ilmu, tetapi pada keseluruhan proses aktivitas dan

aktualisasi progres di dalam dan di luar kelas, di lingkungan sekolah dan

masyarakat sekitarnya. Karena itu, kurikulum KTSP bermakna perolehan

hasil belajar berkenaan khusus dengan pemahaman nilai dan

internalisasinya pada kemampuan integral guru dan sekolah dengan semua

komponen yang ada di dalamnya (Al-Lamri dan Ichas, 2006:68).

Pembelajaran PKn di sekolah dasar yang terkait dengan pengetahuan

(civic knowledge/kognitif) meliputi: (1) mengenal makna satu nusa, satu

bangsa, dan satu bahasa, 2) mengenal aturan-aturan yang berlaku di

lingkungan masyarakat sekitar, (3) menyebutkan contoh aturan-aturan

yang berlaku di lingkungan masyarakat sekitar, (4) mengenal pentingnya

memiliki harga diri, dan (5) mengenal kekhasan bangsa Indonesia, seperti

kebhinekaan, kekayaan alam, keramahtamahan.

Pembelajaran PKn di sekolah dasar yang terkait dengan sikap (civic

skills/psikomotor) meliputi: (1) mengamalkan nilai-nilai Sumpah Pemuda

dalam kehidupan sehari-hari dan (2) memberi contoh bentuk harga diri,

seperti menghargai diri sendiri, mengakui kelebihan dan kekurangan diri

sendiri dan lain-lain.

Pembelajaran PKn di sekolah dasar yang terkait dengan nilai (civic

participation/afektif) meliputi: (1) melaksanakan aturan-aturan yang

berlaku di lingkungan masyarakat sekitar, (2) menampilkan perilaku yang

mencerminkan harga diri, dan (3) menampilkan rasa bangga sebagai anak

Indonesia.

Suharjo (2006:33-34) menyatakan guru-guru Pkn kurang konsisten

dalam mengikuti pedoman pelaksanaan pendidikan yang sesuai dengan

taksonomi tujuan pendidikan dan hanya menerapkan model pembelajaran

tradisional dengan menggunakan metode ceramah. Jadi peserta didik lebih

banyak menerima materi pelajaran dari melihat, mendengarkan, dan

menghafal. Artinya aspek kognitif (civic knowledge) lebih dominan

21

Page 22: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

diajarkan daripada aspek psikomotor (civic skill) dan aspek afektif (civic

participation).

Permasalahan yang terjadi saat ini adalah Bagaimanakah pembelajaran

Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) berdasarkan taksonomi tujuan

pendidikan dalam membentuk karakter peserta didik di sekolah dasar

selama ini? Masalah utama diperjelas dengan beberapa sub permasalahan

sebagai berikut: (1) Pengetahuan (civic knowledge) apa yang diajarkan

guru PKn dalam membentuk karakter peserta didik di sekolah dasar?; (2)

Sikap (civic skills/psikomotor) apa yang diajarkan guru PKn dalam

membentuk karakter peserta didik di sekolah dasar?; (3) Nilai (civic

participation/afektif) apa yang diajarkan guru PKn dalam membentuk

karakter peserta didik di sekolah dasar?; dan (4) Mana yang lebih banyak

diajarkan oleh guru PKn dalam membentuk karakter peserta didik di

sekolah dasar, apakah pengetahuan (civic knowledge/kognitif), sikap (civic

skills/psikomotor), dan nilai (civic participation/afektif).

F. Tujuan Penulisan Buku Ajar

Berdasarkan penjelasan sebelumnya tujuan utama yaitu untuk

membahas integrasi Pendidikan Berwawasan Kebangsaan dalam pembelajaran

Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang diajarkan pendidik dalam

membentuk karakter sumberdaya manusia berdasarkan taksonomi tujuan

pendidikan nasional sehingga mampu membantu memperoleh wawasan

pemikiran yang lebih luas dan ciri-ciri kepribadian yang diharapkan dari setiap

generasi muda, khususnya berkenaan dengan ranah/domain yang sering

terlupakan oleh para pendidik yaitu sikap dan tingkah laku manusia dalam

menghadapi manusia-manusia lain serta terhadap diri sendiri mereka.

Sedangkan tujuan penulisan buku ajar ini secara khusus untuk membahas.

1. Pengetahuan (civic knowledge/kognitif) yang diajarkan pendidik dalam

membentuk karakter sumberdaya manusia.

22

Page 23: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

2. Sikap (civic skills/psikomotor) yang diajarkan pendidik dalam membentuk

karakter sumberdaya manusia.

3. Nilai (civic participation/afektif) yang diajarkan pendidik dalam

membentuk karakter sumberdaya manusia.

4. Pembelajaran Pendidik dalam membentuk karakter sumberdaya manusia

lebih banyak mengajarkan pengetahuan (civic knowledge/kognitif), sikap

(civic skills/psikomotor), atau nilai (civic participation/afektif).

5. Pembelajaran manajemen situasi dan kondisi baik di dalam kelas maupun

di luar kelas (lingkungan).

G. Manfaat Penulisan Buku Ajar PKn

1. Berguna untuk para pendidik yang mengampu PKn agar dapat

mengevaluasi pembelajaran selama ini mereka lakukan supaya kedepannya

menjadi lebih menekankan pembelajaran berimbang dari tiga taksonomi

tujuan pendidikan nasional tersebut sehingga mampu membentuk karakter

sumberdaya manusia sesuai Pendidikan Berwawasan Kebangsaan.

2. Untuk Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia

menjadi bahan evaluasi untuk meningkatkan pembelajaran PKn.

3. Dapat digunakan oleh mahasiswa dan dosen sebagai salah satu bahan

pembelajaran.

H. Aktivitas Pembelajaran

Pembelajaran di dalam kelas dan lingkungan sekolah artinya selama

pendidik melakukan aktivitas pembelajaran PKn dan selama sumberdaya

manusia melakukan aktivitas belajar baik di kelas maupun di lingkungan

sekolah.

Definisi pembelajaran pada hakekatnya adalah melakukan kegiatan

belajar yang berfokus pada peserta didik, disini peserta didiklah yang belajar

bukan pendidik yang mengajar sehingga sesuai dengan pembelajaran aktif,

23

Page 24: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAKEM) sebagai bagian integral dari

pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Suryanti dkk., 2008).

Operasional berdasarkan taksonomi tujuan PKn: 1. Pengembangan

keterampilan pemecahan masalah yang terkait pada peran warga negara dalam

proses kebijakan publik (civic skills/psikomotor), 2. Pengembangan wawasan

kewarganegaraan (civic knowledge/kognitif), dan 3. Pengembangan

keterampilan partisipasi kewarganegaraan (civic participation/afektif).

Winataputra mengemukakan uraian rinci materi pokok civic skills dalam

disertasinya sebagai berikut.

1. Kemampuan berkomunikasi secara argumentatif dalam bahasa

Indonesia yang baik dan benar atas dasar tanggungjawab sosial.

2. Kemampuan berpartisipasi dalam lingkungan sekolah atau masyarakat

secara cerdas dan penuh tanggungjawab personal dan sosial.

3. Kemampuan mengambil keputusan individual dan atau kelompok

secara cerdas dan bertanggungjawab serta bertanggungjawab.

4. Siswa memiliki kemampuan membangun kerjasama dengan dasar

toleransi, saling pengertian, dan kepentingan bersama.

5. Kemampuan berlomba-lomba untuk berprestasi lebih baik dan lebih

bermanfaat.

6. Kemampuan menentang berbagai bentuk pelecehan terhadap

keterampilan warga negara (civil skills) dengan cara yang dapat diterima

secara sosial-budaya.

7. Kemampuan memimpin dan memberikan dukungan.

8. Kemampuan membangun saling pengertian antar suku, agama, ras, dan

golongan guna memelihara keutuhan dan semangat kekeluargaan.

9. Kemampuan berusaha untuk meningkatkan kemampuan pribadi dan

kegiatan sosial kultural dengan kesadaran untuk berbuat lebih baik (Al

Muchtar, dkk. 2009:9.5-9.6).

Winataputra mengemukakan uraian rinci materi pokok civil

knowledge dalam disertasinya sebagai berikut.

24

Page 25: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

1. manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan makhluk sosial,

2. manusia sebagai individu yang memiliki hak asasi yang harus

dilindungi dan diwujudkan secara bertanggungjawab,

3. demokrasi dalam kehidupan keluarga,

4. demokrasi dalam kehidupan di sekolah,

5. demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,

6. Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai nilai dasar dan landasan demokrasi

di Indonesia,

7. secara konstitusional kedaulatan adalah ditangan rakyat,

8. demokrasi menuntut kecerdasan warga negara,

9. demokrasi menuntut pembagian kekuasaan negara,

10. demokrasi dengan perwujudan otonomi dalam konteks negara

kesatuan,

11. peradilan yang bebas dan tidak memihak,

12. dinamika penerapan konsep, prinsip, nilai, dan cita-cita demokrasi

dalam masyarakat yang berbhinneka tunggal ika,

13. pentingnya pemberdayaan warganegara dalam memperkokoh persatuan

dan kesatuan bangsa dan proses alih generasi secara bertanggungjawab,

14. keluarga sebagai inti masyarakat berperan sebagai lembaga yang paling

dini dalam pemberdayaan individu sebagai anggota masyarakat yang

demokratis,

15. organisasi pelajar/mahasiswa/pemuda berperan sebagai wahana

gerakan moral yang potensial mempengaruhi kebijakan politik kenegaraan

dan fungsional dalam membudayakan kehidupan yang demokratis,

16. koperasi berperan sebagai wahana pemberdayaan warga negara dalam

rangka perwujudan demokrasi ekonomi,

17. pemilihan umum berfungsi sebagai sarana demokrasi yang berperan

untuk menyeleksi calon-calon terbaik anggota lembaga perwakilan rakyat

yang dilaksanakan secara jujur dan adil,

18. pemerintah berfungsi sebagai pelaksana amanat rakyat,

25

Page 26: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

19. media massa merupakan sarana demokrasi yang berperan sebagai

media komunikasi massa yang jujur dan bertanggungjawab, serta memberi

dampak pendidikan politik kepada seluruh warga negara (Al Muchtar,

dkk., 2009:10.8-10.11).

Materi pokok pembelajaran PKn yang berkenaan dengan konsep civic

participation sebagai berikut.

1. Partisipasi warga negara dalam melakukan bakti sosial atas dasar

tanggungjawab sosial.

2. Partisipasi warga negara dalam melakukan kerja sama dalam

memberikan pertolongan yang terkena musibah dengan penuh kesadaran

dan tanggungjawab personal dan sosial.

3. Partisipasi warga negara menjaga tata tertib dan kebersihan lingkungan

sekolah atau masyarakat secara cerdas dan penuh tanggungjawab personal

dan sosial.

4. Partisipasi dalam melaksanakan keputusan individual dan atau

kelompok sesuai dengan konteksnya secara bertanggungjawab.

5. Partisipasi menentang berbagai bentuk pelecahan terhadap

keterampilan warga negara.

6. Memimpin kegiatan kemasyarakatan secara bertanggungjawab.

7. Memberikan dukungan yang sehat dan penuh tanggungjawab kepada

calon pemimpin dalam lingkungannya.

8. Membangun saling pengertian antar suku, agama, ras, dan golongan

guna memelihara keutuhan dan semangat kekeluargaan.

9. Siswa dapat berpartisipasi dalam menbangun saling pengertian antar

bangsa melalui berbagai media komunikasi yang tersedia. Meningkatkan

kemampuan pribadi dan kegiatan sosial kultural (Al Muchtar, dkk.,

2009:11.5-11.6).

Membahas tujuan PKn tidak bisa dipisahkan dari fungsi mata pelajaran

PKn karena keduanya saling berkaitan, di mana tujuan menunjukkan dunia

cita, yakni suasana ideal yang harus dijelmakan, sedangkan fungsi adalah

26

Page 27: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

pelaksanaan-pelaksanaan dari tujuan yang hendak dicapai. Oleh karena itu,

fungsi menunjukkan keadaan gerak, aktivitas dan termasuk dalam suasana

kenyataan, dan bersifat riil dan konkret.

Demikian pula membicarakan fungsi PKn memiliki keterkaitan dengan

visi dan misi mata pelajaran PKn. Mata pelajaran PKn memiliki visi, yaitu

"terwujudnya suatu mata pelajaran yang berfungsi sebagai sarana pembinaan

watak bangsa (nation and character building) dan pemberdayaan warga

negara". Upaya pembinaan watak/ karakter bangsa merupakan ciri khas dan

sekaligus amanah yang diemban oleh mata pelajaran PKn atau Civic Education

pada umumnya.

Sedangkan misi mata pelajaran PKn, yaitu "membentuk warga negara

yang baik yakni warga negara yang sanggup melaksanakan hak dan

kewajibannya dalam kehidupan bernegara, dilandasi oleh kesadaran politik,

kesadaran hukum, dan kesadaran moral". Untuk mewujudkan misi di atas,

jelas bahwa peserta didik harus memiliki kemampuan kewarganegaraan yang

multidimensional agar dapat menjalankan hak dan kewajibannya dalam

berbagai aspek kehidupan.

Sementara itu, mata pelajaran PKn berfungsi sebagai wahana untuk

membentuk warga negara cerdas, terampil, dan berkarakter yang setia kepada

bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan

berpikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945.

Jika rumusan fungsi PKn tersebut dihubungkan dengan dimensi

keilmuan PKn maka fungsi PKn tersebut dapat dikelompokkan menjadi:

1. Fungsi PKn dalam membina kecerdasan /pengetahuan

sumberdaya manusia (civic knowledge/kognitif);

2. Fungsi PKn dalam membina keterampilan sumberdaya

manusia (civic participation/afektif);

3. Fungsi PKn dalam membina watak/karakter sumberdaya

manusia (civic skills/psikomotor).

27

Page 28: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

Secara umum melalui integrasi Pendidikan Berwawasan Kebangsaan

dalam Pembelajaran PKn diharapkan sumberdaya manusia khususnya peserta

didik dan mahasiswa bukan hanya memiliki pengetahuan yang luas tentang

materi pokok PKn yang meliputi politik, hukum, dan moral (pengetahuan

kewarganegaraan), tetapi juga memiliki keterampilan dalam merespon

berbagai persoalan politik, hukum, moral, dan terampil menggunakan hak dan

kewajibannya di bidang politik, hukum, dan moral (keterampilan

kewarganegaraan). Selain itu, melalui PKn diharapkan peserta didik memiliki

sikap, rasa tanggung jawab dan hormat terhadap peraturan yang berlaku

(watak kewarganegaraan).

I. Jadwal Perkuliahan dan Materi PKn

Dengan asumsi bahwa satu semester terdiri dari empat bulan efektif,

termasuk sekali ujian akhir semester, serta 50 menit x sks mata kuliah maka

disusun jadual perkuliahan PKn sesuai dengan Satuan Acara Perkuliahan

(SAP).

28

Page 29: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

BAB IIPENGANTAR TEORI PENDIDIKAN BERWAWASAN KEBANGSAAN

dan PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKn)

A. Pendidikan Berwawasan Kebangsaan

Pendidikan Berwawasan Kebangsaan sesuai Permendagri Nomor 71

Tahun 2012 bahwa Wawasan Kebangsaan adalah cara pandang bangsa

Indonesia tentang diri dan lingkungannya mengutamakan persatuan dan

kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah yang dilandasi Pancasila, Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika,

dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pendidikan wawasan kebangsaan yang selanjutnya disingkat PWK

adalah pendidikan cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan

lingkungannya agar mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta

kesatuan wilayah yang dilandasi Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945.

Pusat pendidikan wawasan kebangsaan yang selanjutnya disingkat

PPWK adalah suatu wadah yang berbentuk kelompok kerja yang diarahkan

untuk pengembangan cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan

lingkungannya mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan

wilayah yang dilandasi Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945.

Jadi Pendidikan Berwawasan Kebangsaan yaitu sistem pendidikan

yang menyedikan wadah belajar sehingga mampu memberikan pembelajaran

mengenai transformasi tata nilai budaya setempat menjadi perilaku nasional

yang dapat meningkatkan martabat dan kesejahteraan sumberdaya manusia

sesuai dengan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945. Confusius

mengemukakan bahwa jika anda berpikir menetap di suatu tempat selama

beberapa tahun, mulailah bertanam padi. Jika anda berpikir menetap untuk

waktu lebih lama lagi, mulailah bertanam pohon. Akan tetapi, jika anda mau

menetap untuk selamanya, mulailah mendidik manusianya (Anshoriy, 2008).

29

Page 30: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

B. Pengertian PKn

Amin (2008) mengemukakan Pendidikan Kewarganegaraan dapat

diartikan sebagai “usaha sadar” untuk menyiapkan peserta didik agar pada

masa datang dapat menjadi patriot pembela bangsa dan Negara. Maksud

patriot pembela bangsa dan Negara ialah pemimpin yang mempunyai

kecintaian, kesetiaan, serta keberanian untuk membela bangsa dan tanah air

melalui bidang profesinya masing-masing. Jika anda seorang guru, dengan

penuh kesetiaan dan pengabdian anda berjuang mencerdaskan peserta didik

sebagai anak bangsa yang berguna untuk Nusa Bangsa dan Negaranya, anda

berhak mendapat predikat patriot, satria, pahlawan, kendatipun tanpa tanda

jasa.

Definisi Pendidikan Kewarganegaraan menurut pendapat para ahli:

a. Menurut Azyumardi Azra: Pendidikan Kewarganegaraan adalah

pendidikan yang mengkaji dan membahas tentang pemerintahan,

konstitusi, lembaga – lembaga demokrasi, rule of law, HAM, hak

dan kewajiban warganegara serta proses demokrasi.

b. Menurut Zamroni: Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan

demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat

untuk berpikir kritis dan bertindak demokratis.

c. Menurut Merphin Panjaitan: Pendidikan Kewarganegaraan adalah

pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mendidik generasi

muda menjadi warganegara yang demokrasi dan partisifasif melalui

pendidikan yang dialogial.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas tersebut disimpulkan bahwa

Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan yang mengkaji dan

membahas tentang civic knowledge, civic skills, civic participation

Pembelajaran PKn di SD yang bertujuan untuk mendidik generasi muda

30

Page 31: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

menjadi warganegara yang demokrasi berlandaskan Pancasila dan UUD 1945

beserta amandemen.

Fajar (2004) mengemukakan pelajaran adalah sesuatu yang

dikaji/dipahami atau yang diajarkan misalnya membaca, latihan, penyelidikan.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem

Pendidikan Nasional, mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan

Kewarganegaraan (PPKn) berubah menjadi Pendidikan Kewarganegaraan

(PKn), dan dalam Kurikulum 2004 disebut sebagai mata pelajaran

Kewarganegaraan (citizenship).

Mata pelajaran Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang

memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama,

sosiokultural, bahasa, usia, dan suku bangsa utuk menjadi warga Negara

Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh

Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945. Fungsinya adalah sebagai wahana untuk

membentuk warganegara yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang setia

kepada bangsa dan Negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam

kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD

NRI Tahun 1945.

Tabel 2.Analisis Muatan Konsep Nilai dalam

Struktur Kurikulum Pengetahuan Sosial SD/MI 2004

Sub-Rumpun Sub-Disiplin Dimensi-Isi Konflik-

Issue

Aktualisasi Nilai

Pendidikan Kewarganegaraan

Kewarganegaraan -Idiologi Nasional

-Sosial / Etika Universal

Moralitas diri sebagai anggota keluarga, masyarakat / Negara dan dunia

- Pengetahuan sikap dan keterampilan hidup sebagai pribadi, anggota keluarga, masyarakat / negara dan dunia universal

-(Sumber: Al-Lamri dan Ichas. 2006:63)

31

Page 32: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

Jadi berdasarkan fungsi dan kurikulum maka dapat disimpulkan bahwa

mata Pelajaran PKn harus dinamis dan mampu menarik perhatian peserta

didik, yaitu dengan cara sekolah membantu peserta didik mengembangkan

pemahaman, baik materi maupun ketrampilan intelektual dan partisipatori

dalam kegiatan sekolah berupa intra kurikuler, dan ekstra kurikuler.

Fungsi dan kurikulum dapat kita lihat dari pelaksanaan pembelajaran di

kelas dalam RPP yang dibuat guru, silabus, dan sebagainya. Berarti, apabila

rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah disiapkan oleh guru sesuai

fungsi dan kurikulum yang berlaku, maka proses pembelajaran di kelas akan

menarik dan mudah dipahami peserta didik. Begitu juga sebaliknya, apabila

rencana pelaksanaan pembelajaran tidak sesuai dengan fungsi dan kurikulum

yang berlaku maka pembelajaran akan menjadi kacau dan membuat peserta

didik bingung.

PKn dengan paradigma baru mensyaratkan materi pembelajaran yang

memuat komponen-komponen pengetahuan, keterampilan, dan disposisi

kepribadian warga negara yang fungsional bukan hanya dalam tataran

kehidupan berbangsa dan bernegara melainkan juga dalam masyarakat di era

global. Kewarganegaraan dalam demokrasi konstitusional berarti bahwa setiap

warga negara (1) merupakan anggota penuh dan sederajat dari sebuah

masyarakat yang berpemerintahan sendiri dan (2) diberi hak-hak dasar dan

dibebani tanggungjawab. Warga negara hendaknya mengerti bahwa dengan

keterlibatannya dalam kehidupan dan dalam masyarakat demokratis, mereka

dapat membantu meningkatkan kualitas hidup di lingkungan tetangga,

masyarakat, dan bangsanya.

Keterampilan intelektual yang penting bagi terbentuknya warga negara

yang berwawasan luas, efektif, dan bertanggungjawab, antara lain adalah

keterampilan berpikir kritis, yang meliputi keterampilan mengidentifikasi dan

mendeskripsikan; menjelaskan dan menganalisis; mengevaluasi, menentukan

dan mempertahankan sikap atau pendapat berkenaan dengan persoalan-

persoalan publik.

32

Page 33: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

C. Tujuan Mata Pelajaran PKn

Menurut Al. Muchtar, dkk (2009) Tujuan Pendidikan

Kewarganegaraan adalah membina sikap, perilaku, dan pengetahuan dasar

kepada peserta didik yang didasarkan pada nilai moral pancasila dalam

kehidupan sehari-hari serta berbagai bekal untuk mengikuti pendidikan

lebih lanjut.

Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan adalah partisipasi yang penuh

nalar dan tanggungjawab dalam kehidupan politik dari warga Negara yang

taat kepada nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar demokrasi konstritusional

Indonesia. Partisipasi warga negara yang efektif dan penuh tanggung jawab

memerlukan penguasaan seperangkat ilmu pengetahuan dan keterampilan

intelektual serta keterampilan untuk berperan serta. Partisipasi yang efektif

dan bertanggungjawab itu pun ditingkatkan lebih lanjut melalui

pengembangan disposisi atau watak-watak tertentu yang meningkatkan

kemampuan individu berperan serta dalam proses politik dan mendukung

berfungsinya system politik yang sehat serta perbaikan masyarakat

(Winataputra, 2008).

Sedangkan pendapat lain tujuan Pendidikan Kewarganegaraan, sebagai

berikut.

1. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi

isu kewarganegaraan.

2. Berpartisipasi secara bermutu dan bertanggungjawab, dan

bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara.

3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk

diri berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat

hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.

4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia

secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi dan

komunikasi (Fajar, 2004).

33

Page 34: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

Dari deskripsi di atas jelas bahwa tujuan PKn mengembangkan

kompetensi-kompetensi meliputi tiga aspek pembelajaran yaitu kognitif,

afektif, dan psikomotor sehingga peserta didik mampu beradaptasi di

masyarakat. Jangan sampai ada kompetensi-kompetensi yang tidak ajar oleh

guru PKn karena akan mengakibatkan ketidaksesuaian dengan tujuan

pembelajaran.

Hal tersebut dipertegas dengan pemahaman terhadap hakikat pembelajaran

PKn, yaitu sebagai wahana pengembangan berpikir kritis, artinya

pembelajaran dimaknai sebagai proses pengembangan kemampuan berpikir

kritis, artinya pembelajaran dimaknai sebagai proses pengembangan

kemampuan berpikir kritis peserta didik, menghindari pembelajaran PKn

hanya sebatas hafalan. Berpikir kritis menekankan yang lebih menekankan

kepada aspek evaluasi dan sintesis untuk memahami arti, sehingga dapat

menghasilkan pengetahuan tentang penyebab, bukti dan teori tertentu.

Sedangkan berpikir kreatif dikemukakannya sebagai proses berpikir yang

menekankan pada kualifikasi terhadap sifat yang unik dan transformasi dari

analogi dan induksi logis sehingga dapat membentuk ide baru. Selanjutnya

pelajari jenis berpikir kritis, imajinatif, berpikir bebas berikut ini Berpikir

kritis, yaitu cara berpikir disiplin dan dikendalikan oleh kesadaran. Cara

berpikir ini mengikuti alur logika dan rambu-rambu pemikiran yang sesuai

dengan fakta atau teori yang diketahui berpikir ini mencerminkan pikiran yang

terlatih. Selama dalam pendidikan, para ilmuwan dilatih untuk berpikir dan

bekerja secara sistematis Berpikir imajinatif, yaitu alur bebas yang tidak

dikendalikan secara sadar dan sering kali bersifat subjektif. Tipe berpikir ini

terutama digunakan oleh anak-anak, akan tetapi kadang-kadang juga oleh

orang dewasa yang terdidik. Misalnya ketika sedang melamun atau berkhayal.

Berpikir imajinatif disebut juga alur asosiatif karena membiarkan pikiran

mengembara mengikuti asosiasi, hubungan, keterkaitan antara hal yang satu

dengan yang lain, kesamaan, analogi, dan bahkan juga dalam bermimpi.

Menciptakan bayangan atau imajinasi dalam berpikir juga merupakan bagian

34

Page 35: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

dari cara berpikir ini. Berpikir bebas, kurang disiplin dinadingkan dengan

berpikir imajinatif, tetapi cara berpikir ini kadang-kadangdapat menjadi dasar

brainstorming, sebagai terobosan untuk mencari pandangan baru terhadp

subjek. Kadang-kadang informasi yang tidak relevan dan ide-ide liar dapat

muncul dan memasuki alur pikir.

D. Karakteristik Pelajaran PKn

PKn memiliki ciri khas pembelajaran, yaitu pengetahuan, keterampilan,

dan karakter kewarganegaraan. Hal tersebut merupakan bekal bagi peserta

didik (siswa) untuk meningkatkan kecerdasan multidimensional yang memadai

untuk menjadi warga negara yang baik (Fajar, 2004:143).

Isi pengetahuan (body of knowledge) diorganisasikan secara

interdisipliner dari berbagai ilmu-ilmu sosial seperti ilmu politik, hukum,

tatanegara, psikologi, dan berbagai bahan kajian lainnya yang berasal dari

kemasyarakatan, nilai-nilai budi pekerti, dan hak asasi manusia dengan

penekanan kepada hubungan antara warga negara dan warga negara, warga

negara dan pemerintahan negara, serta warga negara dan warga dunia.

Dalam masa transisi atau proses perjalanan bangsa menuju masyarakat

madani (civil society), Pendidikan Kewarganegaraan sebagai salah satu atau

mata pelajaran di persekolahan perlu menyesuaikan diri sejalan dengan

kebutuhan dan tuntutan masyarakat yang sedang berubah. Proses

pembangunan karakter bangsa (national character building) yang sejak

proklamasi kemerdekaan RI telah mendapat prioritas, perlu direvitalisasi agar

sesuai dengan arah dan pesan konstitusi Negara RI. Pada hakekatnya proses

pembentukan karakter bangsa diharapkan mengarah pada penciptaan suatu

masyarakat Indonesia yang menempatkan demokrasi dalam kehidupan

berbangsa dan bernegara sebagai titik sentral. Dalam proses itulah,

pembangunan karakter bangsa kembali dirasakan sebagai kebutuhan yang

sangat mendesak dan tentunya memerlukan pola pemikiran atau paradigm baru

(Winataputra, 2008).

35

Page 36: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

Jadi karakteristik mata pelajaran PKn harus dapat diimplementasikan

oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Peserta didik misalnya

menjadi mudah berempati kepada orang lain yang membutuhkan pertolongan,

mengerti peraturan yang berlaku misal dilarang membuang sampah

sembarangan dan mencoret-coret fasilitas publik, dan mampu menghargai jasa

pahlawan.

Proses pendidikan moral sangat erat hubunganya dengan proses

perkembangan moral. Hal ini seudah barang tentu sesuai dengan tujuan PKn

yaitu membina nilai-nilai moral dalam diri peserta didik. Hal ini mengandung

konsekuensi, bahwa dalam merencanakan program pengajaran PKn harus

diawali dengan diagnosis atau prediksi mengenai krakteristik pertumbuhan

moral anak. Selanjutnya menurut Arbuthnot dan Faust (1981) yang dikutip

oleh Winataputra (2001), bahwa program pendidikan moral yang dirancang

dengan menggunakan pendekatan perkembangan anak memiliki prinsip-

prinsip sebagai berikut.

1. Member kemudahan perkembangan

2. Menciptakan disequilibrasi

3. Peranan pendidik

4. Rujukan etis.

Dalam merencanakan program pembelajaran PKn di sekolah dasar seorang

guru harus mampu mengembangkan strategi, metode, dan teknik pembelajaran

dengan baik dan terarah. Oleh karena itu sebelum memulai merancang rencana

pembelajaran, terlebih dahulu harus mampu menentukan target atau harapan-

harapan apa yang diinginkan dalam mengarjakan materi/topic tersebut.

Harapan-harapan itu harus meliputi harapan dalam Konsep, Nilai, Moral dan

Norma (KNMN). Hal ini mengandung arti, konsep-konsep apa yang harus

dikuasai peserta didik, nilai moral apa yang harus diyakini peserta didik, serta

bentuk perilaku apa yang diharapkan akan dilakukan peserta didik setelah

mereka mempelajari materi yang kita sampaikan (Aziz Wahab, dkk, 2007).

Untuk kepentingan pembelajaran PPKn/PKn di sekolah dasar dapat digunakan

36

Page 37: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

berbagai alternative metode pembelajaran, baik untuk kepentingan kognitif,

afektif ataupun psikomotor.

Hal tersebut dilakukan untuk dapat mengungkapkan potensi diri peserta

didik. Untuk potensi yang berkaitan dengan intelektual atau kognitif tidaklah

terlalu mengalami kesulitan, karena dapat dilihat dari indicator hasil ujian atau

Tanya jawab, begitu juga aspek keterampilan, kita dapat melakukannya

dengan observasi. Hal ini tidak berlaku bagi aspek afektif, Karen aspek afektif

merupakan aspek kejiwaan yang bersifat tentatif, subjektif, situasional dan

multi interprestasi, maka untuk mengungkapkannya menurut Djahiri (2006)

kita harus melihat indicator-indikator sebagai berikut:

1. Cita-cita atau tujuan yang dianut atau diutarakan seseorang

2. Aspirasi yang dinyatakan atau disampaikan

3. Sikap yang ditampilkan atau Nampak

4. Perasaan yang diutarakan atau ditampilkan

5. Perbuatan yang dijalankan

6. Kekuatiran yang diutarakan atu Nampak.

Jadi untuk dapat melihat keberhasilan pengungkapan potensi afektual

peserta didik, kita harus melihat indikator-indikator tersebut, sudah barang

tentu makin banyak indikator yang kita kembangkan akan semakin mendekati

kenyataan dan sebaliknya makin sedikit indikator yang Nampak, makin jauh

dari apa yang kita harapkan.

Jika kata hati diartikan sebagai bentuk pengertian yang menyertai

perbuatan, maka yang dimaksud dengan moral (yang sering juga disebut etika)

adalah perbuatan itu sendiri. Di sini tampak bahwa masih ada jarak kata hati

dengan moral. Artinya seseorang yang telah memiliki kata hati yang tajam

belum otomatis perbuatannya merupakan realisasi dari kata hatinya itu. Untuk

menjembatani jarak yang mengantarai keduanya masih ada aspek yang

diperlukan yaitu kemauan. Bukankah banyak orang yang memiliki kecerdasan

akal tetapi tidak cukup memiliki moral (keberanian berbuat). Itulah sebabnya

maka pendidikan moral juga sering disebut pendidikan kemauan, yang oleh

37

Page 38: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

M.J. Langeveld dinamakan De opvoedeling omzichzelfs wil. Tentu saja yang

dimaksud adalah kemauan yang sesuai dengan tuntutan kodrat manusia.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa moral yang sinkron dengan

kata hati yang tajam yaitu yang benar-benar baik bagi manusia sebagai

manusia merupakan moral yang baik atau moral yang tinggi (luhur). Etika

biasanya dibedakan dari etiket. Jika moral (etika) menunjuk kepada perbuatan

yang baik/benar ataukah yang salah, yang berperikemanusiaan atau yang jahat,

maka etiket hanya berhubungan dengan soal sopan santun. Karena moral

bertalian erat dengan keputusan kata hati, yang dalam hal ini berarti bertalian

erat dengan nilai-nilai, maka sesungguhnya moral itu adalah nilai-nilai

kemanusiaa (Tirtarahrdja, Umar dan La Sula, 2000).

E. Ruang Lingkup Pembelajaran PKn

Tabel 3.Ruang Lingkup Integrasi Pendidikan Berwawasan Kebangsaan dalam

Pembelajaran PKn

ASPEK SUB ASPEKSistem Berbangsa dan Bernegara 1. Persatuan bangsa dan Negara

2. Nilai dan norma (agama, kesusilaan, kesopanan dan hukum)

3. Hak Asasi Manusia4. Kebutuhan hidup warganegara5. Kekuasaan dan politik6. Masyarakat demokratis7. Pancasila dan konstitusi Negara8. Globalisasi

(Sumber: Fajar, 2004:144)

Ruang lingkup pembelajaran ke dalam aspek dan sub aspek agar para

guru lebih terfokus dalam menerapkan pembelajaran PKn. Proses

pembelajaran PKn yang terfokus diharapkan akan mampu mencapai kebutuhan

apa yang diperlukan oleh peserta didik terlebih dahulu sesuai dengan kondisi

daerah masing-masing (semangat KTSP).

38

Page 39: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

PKn merupakan mata pelajaran yang memprioritaskan untuk menanam

nilai-nilai luhur Pancasila dan UUD 1945 beserta amandemennya kepada

peserta didik sehingga peserta didik mampu menjadi warga Negara yang baik.

Fungsi PKn adalah mata pelajaran Kewarganegaraan berfungsi sebagai

wahana untuk membentuk warga Negara cerdas, terampil dan berkarakter yang

setia kepada bangsa dan Negara Indonesia dengan mereflesikan dirinya dalam

kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan

UUD1945. Jadi semakin jelas makna pembelajaran PKn, yaitu berkaitan

dengan pembelajaran yang harus konstruksi memiliki dasar-dasar teoritik,

merancang model pembelajaran PKn yang membentuk warga Negara cerdas.

Hal ini mempertegas pula bahwa makna pembelajaran sebagai pendidikan nilai

dan moral, khususnya dalam pembentukan warga Negara yang terampil dan

berkarakter yang setia kepada bangsa dan Negara Indonesia dengan

mereflesikan dirinya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai amat

Pancasila dan UUD 1945 (Al Muchtar, 2009).

Dalam kurikulum (PKn) biasanya ada penegasan bahwa uraian kegiatan

belajar mengajar setiap pokok bahasan mencakup kegiatan pengenalan,

pengembangan, dan pengamalan suatu konsep atau nilai. Dalam pengenalan

suatu konsep atau nilai-norma, dapat menggunakan metode ceramah atau

ekspositorik; sedangkan untuk pengembangan konsep, nilai-norma, dapat

menggunakan metode diskusi atau Tanya jawab nilai dan analisis nilai. Untuk

pengamalan dapat menggunakan metode diskusi atau simulai. Misalnya,

melalui diskusi untuk pkok bahasan tertentu, dapat mengamati dan membina

kemampuan peserta didik dalam menghargai pendapat orang lain, kemampuan

dalam member kesempatan yang sama kepada setiap orang, dan sikap tidak

ingin menang sendiri.

F. PKn Memantapkan Identitas Nasional Bhinneka Tunggal Ika

Identitas nasional bangsa Indonesia ialah Pancasila. Pancasila menjadi

pedoman hidup kita dalam praktik kehidupan berbangsa dan bermasyarakat

39

Page 40: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

harus betul-betul diterapkan. Pendidikan Kewarganegaraan menciptakan

peserta didik menjadi warga negara yang beridentitas Pancasila. Ia tidak hanya

sekedar dihafal atau menjadi keterampilan kognitif, tetapi hendaknya menjadi

perilaku (nilai praktis) setiap bangsa Indonesia, lembaga pemerintah dan

lembaga Negara. Inilah yang harus dimantapkan agar benar-benar menjadi jati

diri bangsa Indonesia. Di sisi lain bangsa kita adalah bangsa yang majemuk.

Perlu disadari dalam kemajemukkan itu terdapat kerawanan yaitu gampang

dipecah belah. Sejarah perpecahan bangsa Indonesia telah cukup menjadi

pelajaran. Jangan sampai kita kehilangan tongkat dua kali kata orang bijak.

Oleh karena itu, perlu diciptakan iklim yang kondusif untuk hidup bersama

dalam suasana kebhinnekaan tersebut. Hilangkan premordialisme. Kondisi-

kondisi mengarah kepada pertentangan SARA (suku, agamar, ras dan antar

golongan/aliran) harus dihilangkan. Selain itu, menegakkan hokum (rule of

law) dengan asas-asasnya mutlak diterapkan. Jangan terjadi yang seperti

contoh sekarang ini perkelahian antar kampong, perkelahian antar geng,

perkelahian antar golongan, perkelahian antar peserta didik (tawuran).

PKn sebagai mata pelajaran ataupun mata kuliah harus mampu diterapkan

untuk mengembangkan, menjaga, dan melestarikan nilai-nilai luhur dan moral

yang berakar pada kearifan budaya lokal. Kearifan budaya lokal itu

diwujudkan dalam perilaku kehidupan sehari-hari di sekolah dan di luar

lingkungan sekolah (masyarakat).

40

Page 41: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

BAB IIITAKSONOMI TUJUAN PEMBELAJARAN PKn YANG

TERINTEGRASI DALAM PENDIDIKAN BERWAWASAN KEBANGSAAN

A. Taksonomi Tujuan Pendidikan

Taksonomi tujuan pendidikan merupakan suatu kategorisasi tujuan

pendidikan, yang umumnya digunakan sebagai dasar untuk merumuskan

tujuan kurikulum dan tujuan pembelajaran. Taksonomi terdiri dari domain-

domain kognitif, afektif, dan psikomotor.

1. Matra Kognitif, matra ini menitikberatkan pada proses intelektual.

Bloom mengemukakan jenjang-jenjang tujuan kognitif, yaitu

pengetahuan, pemahaman, penerapan (aplikasi), analisis (pengkajian),

sintesis, dan evaluasi.

2. Matra Afektif, matra ini memfokuskan pada beberapa hal yaitu sikap,

perasaan, emosi, dan karakteristik moral, yang merupakan indicator

perkembangan peserta didik. Krathwohl, Bloom, dan Masia

mengembangkan menjadi penerimaan, sambutan, menilai, organisasi,

dan karakterisasi dengan suatu kompleks nilai.

3. Matra Psikomotorik, matra ini menunjukkan pada gerakan-gerakan

jasmaniah dan kontrol jasmaniah. Kecakapan-kecakapan fisik dapat

berupa pola-pola gerakan atu keterampilan fisik yang khusus atau

urutan keterampilan. Struktur tujuan-tujuan psikomotorik

dikembangkan oleh Elizabeth Simpson yaitu persepsi, kesiapan,

respons terbimbing, mekanisme, respons yang unik, adaptasi, dan

originasi (menciptakan tindakan-tindakan baru) (Mulbar, 2009).

Dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang

SISDIKNAS Bab I Pasal 1:1, dikatakan bahwa: Pendidikan adalah usaha sadar

dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran

agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,

41

Page 42: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa

dan Negara.

Sesuai Permendagri Nomor 71 Tahun 2012 tentang Pendidikan

Berwawasan Kebangsaan maka Penyelenggaraan PWK sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk:

a. mengoptimalkan pengembangan dan pelaksanaan nilai kebangsaan guna

pemberdayaan dan penguatan kesadaran berbangsa dan bernegara yang

berlandaskan pada nilai Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara

Kesatuan Republik Indonesia;

b. mengoptimalkan pengembangan dan perbaikan kinerja demokrasi daerah

yang berdasarkan pada Indeks Demokrasi Indonesia;

c. mengembangkan dan melaksanakan model PWK yang tidak indoktrinatif

dan sesuai dengan kearifan lokal;

d. memfasilitasi proses pembentukan simpul PWK;

e. memberikan usulan perubahan kebijakan yang terkait dengan masalah

kebangsaan; dan

f. membangun jaringan kerjasama dengan berbagai pihak untuk

pengembangan PWK tingkat lokal, nasional, dan regional sesuai peraturan

perundangan.

Taksonomi tujuan pendidikan nasional yang didalamnya terdapat

Pendidikan Berwawasan Kebangsaan berarti kategorisasi tujuan yang akan

dilaksanakan dalam pembelajaran. Taksonomi tersebut menjadi landasan untuk

pengembangan taksonomi tujuan yang terintergasi degan mata pelajaran PKn.

Al-Muchtar, dkk. (2009) menyatakan taksonomi tujuan mata pelajaran PKn

yaitu:

42

Page 43: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

(1) Pengembangan keterampilan pemecahan masalah yang

terkait pada peran warga negara dalam proses kebijakan publik (civic

skills/psikomotor),

Pembelajaran materi pengembangan keterampilan warga negara dalam

mata pelajaran Kewarganegaraan merupakan proses dan upaya dengan

menggunakan pendekatan belajar kontekstual untuk mengembangkan dan

meningkatkan kecerdasan, keterampilan, dan karakter warga negara Indonesia,

khususnya dalam menaati aturan. Pendekatan belajar metode simulasi dapat

dilakukan misalnya pada saat dihadapkan pada pembelajaran yang memuat

pengembangan aspek keterampilan kewarganegaraan, seperti kemampuan

membangun saling pengertian antar suku, agama, ras, dan golongan guna

memelihara keutuhan dan semangat kekeluargaan.

Dalam hal ini Praktik Belajar Kewarganegaraan (PBK) adalah suatu

inovasi pembelajaran yang dirancang untuk membantu peserta didik

memahami teori kewarganegaraan melalui pengalaman belajar praktek-

empirik. Dengan adanya praktek, siswa diberikan latihan untuk belajar secara

kontekstual. Model ini sangat tepat bagi pengembangan kurikulum yang

memiliki dukungan terhadap pengembangan keterampilan. Penilaian terhadap

pembelajaran materi keterampilan kewarganegaraan dalam mata pelajaran

Kewarganegaraan diarahkan untuk mengukur pencapaian indikator hasil

belajar. Penilaian dapat menggunakan model penilaian berdasarkan perbuatan

(performance-based assessment) atau juga dikenal dengan penilaian otentik

(authentic assessment).

Model Pembelajaran PKn Berorientasi Pengembangan Keterampilan

Pemecahan Masalah yang Berhubungan dengan Keterampilan Warga Negara

(Civic Skills)

a. Dalam pembelajaran PKn tentang materi pengembangan keterampilan

kewarganegaraan antara lain bertujuan untuk meningkatkan kemampuan

melaksanakan hak dan kewajiban sebagai warga negara yang baik.

43

Page 44: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

b. Salah satu fungsi dari pengembangan keterampilan kewarga-negaraan

adalah supaya warga negara turut serta dalam berbagai kegiatan kehidupan

bernegara.

c. Keterampilan kewarganegaraan perlu dimiliki oleh setiap warga negara,

sehingga mereka memiliki kemampuan untuk turut dalam kehidupan

bernegara dan berbangsa sesuai dengan konstitusi.

d. Pengembangan konsep keterampilan kewargnegaraan dapat dilakukan

dalam berbagai kegiatan baik di dalam kelas maupun di luar kelas, dengan

menggunakan metode yang beragam. Akan tetapi dipilih yang tepat untuk

meningkatkan keterlibatan siswa dalam belajar dan berlatih keterampilan

kewarganegaraannya

(2) Pengembangan wawasan kewarganegaraan (civic

knowledge/kognitif),

Pembelajaran wawasan kewarganegaraan hendaknya dilakukan secara

kelompok dengan menekankan kepada diskusi terutama untuk mempelajari

bahan pelajaran yang berbentuk masalah wawasan kewarganegaraan.

Pembelajaran materi wawasan kewarganegaraan dalam mata PKn merupakan

proses dan upaya dengan menggunakan pendekatan belajar kontekstual untuk

mengembangkan dan meningkatkan kecerdasan, keterampilan, dan karakter

warga negara Indonesia, khususnya dalam keterampilan kewarganegaraan.

Pendekatan belajar Metode pemecahan masalah dapat dilakukan

misalnya pada saat dihadapkan pada pembelajaran yang memuat

pengembangan wawasan kewarganegaraan seperti tentang partai politik

bagaimana melakukan memperkuat wawasan pengetahuan fungsi kabinet

sebagai sarana demokrasi yang berperan membantu presiden sebagai

mandataris MPR melaksanakan ketetapan/keputusan MPR dan peraturan

perundangan lainnya secara profesional, jujur, dan penuh tanggung jawab.

Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan merupakan sarana

demokrasi yang berperan sebagai pemimpin bangsa dan negara, dan manajer

pemerintahan yang cerdas, demokratis, dan religius

44

Page 45: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

(3) Pengembangan keterampilan partisipasi kewarganegaraan

(civic participation/afektif).

PKn merupakan program dari pendidikan yang dikembangkan dari

kajian ilmu politik, sosial politik, dan ilmu pendidikan sasarannya adalah

semua warga negara untuk meningkatkan kualitas partisipasi warga negara

dalam kehidupan politik, dengan menggunakan pendekatan sosial budaya dan

kependidikan.

Pengembangan kemampuan partisipasi kewarganegaraan adalah visi

dan misi serta pendekatan dari pendidikan kewarganegaraan, yang sasarannya

seluruh warga negara, dan dapat dilakukan pada lembaga pendidikan

persekolahan. Yang dilaksanakan baik di kelas maupun di luar kelas, bertujuan

dalam kerangka pembentukan warga negara yang partisipatif (socio civic

behaviours).

Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan bertujuan

memperkuat partisipasi warga negara, yang dikembangkan dalam kurikulum

sekolah, yang dilihat dari sasarannya lebih khusus warga negara dalam usia

sekolah. Oleh karena itu, secara keilmuan bersumber pada konsep dasar

partisipasi warga negara dalam ilmu politik dengan menggunakan pendekatan

psikologis untuk kepentingan pendidikan. Disajikan dalam bentuk PKN

sebagai modal pendidikan, yang mengembangkan nilai partisipasi warga

negara politik warga negara, dan Tata Negara

Pembelajarannya lebih menekankan kepada pengembangan bernalar

dan bersikap serta bertindak demokratis melalui pengembangan kemampuan

pengambilan keputusan (decision making process) melalui proses

pembelajaran.

Pembelajarannya lebih diutamakan terhadap peningkatan kemampuan,

untuk mengenal dan memecahkan masalah yang dihadapi oleh warga negara,

sehingga mampu bertindak sebagai warga negara yang baik.

Pendekatan belajar Metode pemecahan masalah dapat dilakukan

misalnya pada saat dihadapkan pada pembelajaran yang memuat

45

Page 46: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

pengembangan aspek sikap dan keterampilan seperti bagaimana melakukan

pengambilan keputusan dengan lebih mementingkan kepentingan umum dari

pada kelompok atau pribadinya

Bloom dan Krathwohl (dalam Usman, 2006) menyatakan bahwa tujuan

instruksional (indikator dan tujuan) dikelompokkan ke dalam tiga kategori,

yakni domain kognitif, afektif, dan psikomotor. Domain kognitif mencakup

tujuan yang berhubungan dengan ingatan (recall), pengetahuan, dan

kemampuan intelektual. Domain afektif mencakup tujuan-tujuan yang

berhubungan dengan perubahan-perubahan sikap, nilai, perasaan, dan minat.

Domain psikomotor mencakup tujuan-tujuan yang berhubungan dengan

manipulasi dan kemampuan gerak (motor).

Untuk domain kognitif Bloom telah direvisi oleh Anderson dan

Krathwohl (2001) domain kognitif menjadi dua, yaitu: domain proses kognitif

dan domain pengetahuan. Dalam domain pengetahuan terdapat aspek-aspek

adalah (1) pengetahuan faktual (factual knowledge), (2) pengetahuan

konseptual (conceptual knowledge), (3) pengetahuan prosedural (procedural

knowledge), dan (4) pengetahuan metakognitif (metacognitive knowledge).

Tobias dan Everson; dan Flavell menyatakan bahwa metakognisi sebagai

gabungan dari pengetahuan metakognitif dan keterampilan metakognitif.

Pengetahuan metakognitif berkaitan dengan pengetahuan seseorang tentang

apa yang diketahuinya, sedangkan keterampilan metakognitif berkaitan dengan

apa yang dilakukan seseorang pada saat itu. Karena itu, pengetahuan

metakognitif mengacu pada pengetahuan yang diperoleh seseorang tentang

aktivitas kognitifnya, atau pengetahuan yang dapat dipergunakan untuk

mengontrol aktivitas kognitifnya (dalam Mulbar, 2009).

Jadi proses pembelajaran PKn harus menerapkan strategi pembelajaran

yang sesuai dengan taksonomi tujuan pembelajaran PKn. Sehingga tujuan

yang telah direncanakan akan tercapai semaksimal mungkin. Peserta didik

tidak hanya dapat memahami tetapi dapat merubah sikap dan menerapkannya.

46

Page 47: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

Untuk terwujudnya tujuan pendidikan di atas, diperlukan unsur-unsur yang

dapat menunjangnya dalam hal ini ialah peran seorang guru yang merupakan

figur sentral kesuksesan, karena berhasil tidaknya suatu pencapaian tujuan

pembelajaran ada ditangan para guru.

Kedudukan guru mempunyai arti penting dalam pendidikan. Arti penting

itu bertolak dari tugas dan tanggung jawab guru yang cukup berat dan

kompleks yaitu untuk mencerdaskan peserta didiknya. Guru juga mempunyai

tugas multi peran tidak terbatas hanya sebagai pengajar yang melakukan

Transfer Of Knowledge tetapi juga dituntut mampu memahami watak peserta

didik yang satu dengan yang lainnya dengan menggunakan tiga aspek yaitu (1)

intelektual, (2) psikologis dan (3) biologis.

Ketiga aspek tersebut diakui sebagai akar permasalahan yang melahirkan

bervariasinya sifat dan tingkah laku peserta didik di kelas. Hal itu pula yang

menjadi tugas yang cukup berat bagi para guru dalam mengelola kelas dengan

baik sebab pengelolaan kelas yang baik akan melahirkan interaksi belajar

mengajar yang baik pula sehingga tujuan pembelajaran pun dapat tercapai

sebagaimana yang telah diharapkan.

B. Strategi Pembelajaran PKn untuk Mencapai Taksonomi Tujuan Pendidikan Nasional

Kata strategi berasal dari bahasa latin strategia, yang diartikan sebagai

seni penggunaan rencana untuk mencapai tujuan. Frelberg dan Driscoll

menyatakan strategi pembelajaran digunakan untuk mencapai berbagai tujuan

pemberian materi pelajaran pada berbagai tingkatan, untuk siswa yang

berbeda, dalam konteks yang berbeda pula. Gerlach dan Ely menyatakan

strategi pembelajaran merupakan cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan

materi pelajaran dalam lingkungan pembelajaran tertentu, yang meliputi sifat,

lingkup, dan urutan kegiatan yang dapat memberikan pengalaman belajar

kepada siswa (dalam Al-Muchtar, dkk., 2009:1.2).

47

Page 48: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

Al-Muchtar, dkk., (2009:1.3) mengemukakan strategi pembelajaran

dapat diartikan sebagai pola kegiatan pembelajaran yang dipilih dan digunakan

guru secara kontekstual, sesuai dengan karakteristik siswa, kondisi sekolah,

lingkungan sekitar serta tujuan khusus pembelajaran yang dirumuskan.

Slameto (Riyanto, Yatim. 2005: 89) mengemukakan pengertian strategi

adalah suatu rencana tentang pendayagunaan dan penggunaan potensi dan

sarana yang ada untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pengajaran.

Winataputra dalam penelitian untuk penulisan disertasinya. Ditemukan

sejumlah generalisasi yang dapat dijadikan rujukan dalam pengembangan

strategi pembelajaran PKn sesuai taksonomi tujuan pendidikan, yaitu a.

pengembangan taksonomi pengetahuan wawasan kewarganegaraan (civic

knowledge/kognitif) siswa memiliki wawasan, seperti 1) manusia sebagai

makhluk Tuhan Y.M.E dan makhluk sosial, 2) manusia sebagai individu yang

memiliki hak asasi, 3) HAM, 4) demokrasi, 5) konstitusi, 6) Pancasila, 7)

Hukum, 8) Negara, 9) Fungsi-fungsi lembaga eksukutif, Yudikatif, dan

legislatif, 10) keluarga, 11) Koperasi, 12) Organisasi, 13) partai politik, 14)

Pemilu, 15) Pemerintah Daerah,16) lembaga-lembaga ekonomi dan keuangan,

(17) media massa (dalam Al-Muchtar, dkk., 2009: 10.8-10.11); b.

Pengembangan taksonomi sikap keterampilan warga negara (civic

skill/afektif), seperti 1) kemampuan berkomunikasi, 2) kemampuan

berorganisasi, 3) kemampuan berpartisipasi, 4) kemampuan mengambil

keputusan, 5) kemampuan melaksanakan keputusan, 6) kemampuan

mempengaruhi kebijakan umum, 7) kemampuan bekerja sama, 8) kemampuan

berkompetisi, 9) kemampuan turut serta aktif membahas masalah sosial, 10)

kemampuan menentang berbagai bentuk pelecehan, 11) kemampuan turut serta

mengatasi konflik sosial, 12) kemampuan menganalisis, 13) kemampuan

memimpin, 14) kemampuan memberikan dukungan, 15) kemampuan

menjalankan hak dan kewajiban, 16) kemampuan membangun saling

pengertian antar suku, agama, ras, dan golongan, 17) kemampuan meningkatan

kompetensi individu (dalam Al-Muchtar, dkk., 2009: 9.5-9.6); c.

48

Page 49: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

Pengembangan taksonomi partisipasi kewarganegaraan (civic

participation/psikomotor), yaitu 1) berpartisipasi dalam kegiatan bakti sosial,

2) berpartisipasi dalam memberikan pertolongan, 3) berpartisipasi menjaga

tata tertib dan kebersihan, 4) berpartisipasi melaksanakan keputusan, 5)

berpartisipasi dalam mempengaruhi kebijakan umum, 6) berpartisipasi dalam

bekerja sama, 7) berpartisipasi aktif membahas masalah sosial, 8)

berpartisipasi dalam menentang bentuk pelecehan, 9) berpartisipasi menanangi

konflik sosial, 10) berpartisipasi memimpin berbagai kegiatan, 11)

berpartisipasi memberikan dukungan, 12) berpartisipasi dalam hak dan

kewajiban, 13) berpartisipasi dalam membangun saling pengertian antar suku,

agama, ras dan golongan, 14) berpartisipasi dalam meningkatkan kompetensi

individu, 15) berpartisipasi dalam membangun informasi lewat media massa

dan media komunikasi (dalam Al-Muchtar, dkk., 2009).

Guru juga dianggap kurang memperhatikan metode pembelajaran yang

digunakan karena menurut peserta didik terkesan monoton dan tidak sistematis

sehingga kurang menyentuh aspek psikologis peserta didik itu sendiri. Guru

juga kurang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengungkapkan

saran, ide dan gagasan, sehingga peserta didik merasa tidak dilibatkan dalam

interaksi belajar mengajar tersebut, sehingga dampaknya para peserta didik

tidak tertarik untuk memperhatikan mata pelajaran yang diberikan guru.

Peserta didik yang memiliki motivasi rendah mempunyai indikator seperti

tidak memperhatikan guru, mengobrol dengan teman, mengerjakan tugas lain,

masih ada peserta didik yang datang terlambat ke kelas, tidak mengerjakan

tugas, kelesuan, penginderaan atau pelarian diri, pertentangan,

ketidakberdayaan, kompensasi, tidak memiliki kelengkapan belajar akuntansi

misalnya kalkulator & penggaris.

Pertanyaan yang sering muncul dalam kaitannya dengan peserta didik

dalam pembelajaran adalah bagaimana peran peserta didik dalam belajar. Hal

ini ada kaitannya dengan makna belajar itu sendiri. Penelitian secara umum

mengungkapkan bahwa kelemahan PKn selama ini terletak pada proses

49

Page 50: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

belajar, proses belajar masih lemah dan terperangkap kepada proses menghafal

hanya menyentuh pengembangan kognitif tingkat rendah. Persoalannya adalah

bagaimana peningkatan kualitas peran peserta didik sebagai peserta didik

dalam belajar? Partisipasi belajar peserta didik dalam belajar masih rendah,

mereka belum diperankan sebagai pembelajar yang secara mandiri melakukan

kegiatan belajar. Lebih dari itu belajar belum diartikan sebagai pengembangan

potensi berpikir, posisi penerima masih banyak dilakukan oleh peserta didik.

Begitu pula peserta didik belum dilibatkan secara optimal dalam pembentukan

konsep berdasarkan potensi intelektual dan emosional dirinya sendiri. Konsep

peserta didik belum dijadikan basis pembelajaran PKn.

D. Pendekatan, Pengorganisasian Materi dan Penilaian PKn Untuk Mencapai Taksonomi Tujuan Pendidikan nasional

1. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan belajar kontekstual

untuk mengembangkan dan meningkatkan kecerdasan, ketrampilan,

dan karakter warganegara Indonesia. Pendekatan belajar kontekstual

dapat diwujudkan antara lain dengan metode-metode: a. kooperatif, b.

penemuan, c. inkuiri, d. interaktif, e. eksploratif, f. berpikir kritis, g.

pemecahan masalah.

Pendekatan lain yang dapat digunakan yaitu a. Pendekatan

Pengelolaan Kontingensi menurut Skinner. Lebih menekankan kepada

penguasaan fakta, konsep dan skill yang dijadikan dasar pengubahan

tingkah laku; b. Pendekatan Mawas Diri menurut Skinner.

Menekankan pada bentuk tingkah laku social dan keterampilan mawas

diri; c. Pendekatan Relaksasi menurut David C. Rimm dan John C.

Masters. Menekankan pada pembentukan pribadi yang dapat

menanggulangi stress dan kecemasan; (d) Pendekatan Reduksi Stress

menurut David C. Rimm dan John C. Masters. Lebih menekankan pada

cara menghadapi kecemasan dalam situasi sosial; (e) Pendekatan

Assertive Training menurut J. Welpe, Arnold A. Lazarus dan A. Salter.

50

Page 51: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

Pendekatan ini mempunyai tujuan yang bersifat langsung, spontanitas

ekspresif dalam merasakan perubahan sosial; dan (f) Pendekatan Direct

Training menurut Robert Gagne, Karl. U. Smith dan Margaret Foltz

Smith. Penedekatan ini lebih menekankan kepada pembentukan pola-

pola tingkah laku dan keterampilan.

2. Pembelajaran Kewarganegaraan seperti yang dikemukakan pada

pendekatan di atas, dapat dilaksanakan secara bervariasi di dalam atau

di luar kelas dengan memperhatikan ketersediaan sumber-sumber

belajar. Guru dengan persetujuan kepala sekolah selaian dapat

membawa siswa menemui tokoh masyarakat dan pejabat setempat atau

mengundang mereka untuk memberikan informasi yang relevan

dengan materi yang dibahas dalam kegiatan pembelajaran.

3. Pembelajaran Kewarganegaraan perlu diikuti dengan Praktik

Belajar Kewarganegaraan (PBK). PBK ini adalah suatu inovasi

pembelajaran yang dirancang untuk membantu peserta didik untuk

memahami teori kewarganegaraan melalui pengalaman belajar praktik-

empirik. Dengan adanya praktik, siswa diberikan latihan untuk belajar

secara kontekstual. Budaya merupakan suatu ungkapan yang bermakna

ganda. Di satu sisi bisa diartikan sebagai perilaku manusia dalam

menanggapi suatu fenomena kehidupan kemasyarakatan, sedangkan di

sisi lain dapat diartikan sebagai hasil cipta, karsa dan karya manusia

guna mengekspresikan dirinya dalam ikatan kehidupan masyarakat,

bangsa maupun negara. Kedua arti tersebut pada hakikatnya tetap

bermuara pada keberadaan manusia itu sendiri sebagai makhluk

individu maupun makhluk sosial.

Menurut deskripsi diatas hasil akhir dari PBK adalah portofolio (portfolio)

hasil belajar yang berupa rencana dan tindakan nyata yang ditayangkan oleh

setiap individu atau kelompok dan dinilai secara periodik melalui suatu

kompetisi interaktif-argumentatif pada tingkat kelas, sekolah, daerah setempat,

51

Page 52: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

dan nasional. Peserta didik kemudian diberikan sertifikat keberhasilan dalam

mengikuti kegiatan praktik tersebut.

Dengan melakukan hal tersebut maka pembelajaran PKn berdasarkan

taksonomi tujuan pendidikan dapat menjadikan peserta didik seutuhnya.

Maksudnya peserta didik yang mempunyai semua, selaras, serasi dan

seimbang perkembangan semua segi individunya. Individu-individu yang

mampu menjangkau segenap hubungan dengan Tuhan, dengan

lingkungan/alam sekeliling, dengan manusia lain dalam suatu kehidupan sosial

yang konstruktifdan dengan dirinya sendiri. Persona atau individu yang

demikian pada dirinya terdapat suatu kepribadian terpadu baik unsur akal

pikiran, perasaan, moral dan keterampilan (cipta, rasa, dan karsa), jasmani

maupun rohani, yang berkembang secara penuh. Integrasi perkembangan dari

unsur-unsur itulah yang menciptakan peserta didik seutuhnya sebagai

taksonomi tujuan pendidikan.

Stenhouse (Al Muchtar, 2009) nampaknya lebih melihat faktor guru

sebagai sentralitas faktor emansipasi proses pendidikan ini. Artinya, bila

sasaran akhir proses pendidikan adalah kemandirian peserta didik, maka

perubahan harus dimulai dari kinerja profesional guru. Proses pendidikan

harus merupakan a non authoritarian context di dalam situasi mana setiap

peserta didik dapat mencipta makna-makna bagi dirinya sendiri (the creation

of individual meaning), dan memposisikan guru dalam peran sebagai

liberating forces person.

E. Faktor-Faktor Psikologis Pembelajaran untuk Mencapai Taksonomi Tujuan Pendidikan Nasional

Dalam hubungannya dengan proses interaksi pembelajaran banyak faktor

yang mempengaruhinya lebih ditekankan pada faktor intern. Faktor intern ini

sebenarnya menyangkut faktor-faktor fisiologis dan faktor psikologis. Tapi

pembahasa lebih ditekankan pada faktor-faktor psikologis. Faktor-faktor

psikologis akan senantiasa memberikan landasan dan kemudahan dalam upaya

52

Page 53: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

mencapai tujuan belajar secara optimal (taksonomi tujuan pendidikan).

Sebaliknya, tanpa faktor-faktor psikologis, dapat mempengaruhi proses

pembelajaran.

Faktor-faktor psikologis yang dikatakan memiliki peranan penting ini,

dapat dipandang sebagai cara-cara berfungsinya pikiran peserta didik dalam

hubungannya dengan pemahaman bahan pelajaran, sehingga dapat mencapai

belajar tuntas (mastery learning). Dengan demikian, proses pembelajaran akan

berhasil jika didukung oleh faktor-faktor psikologis dari peserta didik. Thomas

F. Stanton menguraikan enam macam faktor psikologis.

1. Motivasi. Seseorang akan berhasil belajar, kalau pada dirinya sendiri ada

keinginan untuk belajar. Keinginan atau dorongan untuk belajar inilah

yang disebut dengan motivasi. Motivasi dalam hal ini meliputi dua hal: (1)

mengetahui apa yang akan dipelajari; dan (2) memahami mengapa hal

tersebut patut dipelajari.

2. Konsentrasi. Konsentrasi dimaksudkan memusatkan segenap kekuatan

perhatian pada suatu situasi belajar. Unsur motivasi dalam hal ini sangat

membantu tumbuhnya proses pemusatan perhatian. Konsentrasi ini

keterlibatan mental secara detail sangat diperlukan, sehingga tidak

”perhatian” sekadarnya.

3. Reaksi. Kegiatan belajar diperlukan keterlibatan unsur fisik maupun

mental, sebagai suatu wujud reaksi. Pikiran dan otot-ototnya harus dapat

bekerja secara harmonis, sehingga subjek belajar itu bertindak atau

melakukannya. Belajar harus aktif, tidak sekedar apa adanya, menyerah

pada lingkungan, tetapi semua itu harus dipandang sebagai tantangan yang

memerlukan reaksi.

4. Organisasi. Belajar dapat juga dikatakan sebagai kegiatan

mengorganisasikan, menata atau menempatkan bagian-bagian bahan

pelajaran ke suatu pengertian. Perbedaan belajar yang berhasil dengan

kebingungan, kemungkinan besar hanyalah perbedaan antara cara

53

Page 54: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

penerimaan dan pengaturan fakta-fakta dan ide-ide dalam pikiran peserta

didik yang belajar.

5. Pemahaman. Pemahaman atau comprehension dapat diartikan menguasai

sesuatu dengan pikiran. Karena itu belajar berarti harus mengerti secara

mental makna dan filosofinya, maksud dan implikasi serta aplikasi-

aplikasinya, sehingga menyebabkan peserta didik dapat memahami suatu

situasi.

6. Ulangan. Lupa adalah sifat umum manusia. Penyelidikan menunjukkan,

bahwa sehari sesudah para peserta didik mempelajari sesuatu bahan

pelajaran atau mendengarkan suatu ceramah, mereka banyak melupakan

apa yang telah mereka peroleh selama jam pelajaran tersebut. Sehubungan

dengan kenyataan itu, untuk mengatasi kelupaan, diperlukan kegiatan

”ulangan”. Mengulang-ulang suatu pekerjaan atau fakta yang sudah

dipelajari membuat kemampuan para peserta didik untuk mengingatnya

akan semakin bertambah.

F. Pengelolaan Kelas sebagai Wadah Pendidikan Berwawasan Kebangsaaan

Peran guru pada pengelolaan kelas sangat penting khususnya dalam

menciptakan suasana pembelajaran yang menarik. Itu karena secara prinsip

seorang guru memegang dua tugas sekaligus yaitu pengajaran dan pengelolaan

kelas, tugas pokok pertama yakni pengajaran dimaksudkan segala bentuk

usaha untuk membantu siswa dalam pencapaian tujuan pembelajaran.

Sebaliknya masalah pengelolaan berkaitan dengan usaha untuk menciptakan

dan mempertahankan kondisi sedemikian rupa sehingga proses pembelajaraan

dapat berlangsung secara efektif dan efesien.

Pengelolaan kelas terdiri dari dua kata yaitu pengelolaan dan kelas. Istilah

dari kata pengelolaan adalah manajemen yang berarti ketatalaksanaan, tata

pimpinan. Hamalik mengemukakan kelas adalah “suatu kelompok orang yang

melakukan kegiatan belajar bersama, yang mendapat pengajaran dari guru”.

54

Page 55: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

Sardiman A.M ( 2001) mengatakan pengertian pengelolaan kelas adalah :

Pengelolaan kelas merupakan upaya dalam mendayagunakan potensi kelas.

Karena itu, kelas mempunyai peranan dan fungsi tertentu dalam menunjang

keberhasilan proses belajar mengajar maka agar memberikan dorongan dan

rangsangan terhadap peserta didik untuk belajar kelas harus dikelola sebaik-

baiknya oleh guru.

Sedangkan Pidarta mengemukakan pengelolaan kelas adalah :

“Pengelolaan kelas adalah seleksi dan penggunaan alat-alat yang tepat

terhadap problem dan situasi kelas”.

Uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian pengelolaan kelas

adalah keterampilan guru dalam menciptakan dan memelihara kondisi belajar

yang optimal serta nyaman di kelas dan mengembalikannya apabila terjadi

gangguan dalam proses belajar mengajar.

Kegiatan-kegiatan untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi yang

optimal demi terwujudnya proses belajar mengajar dapat tercapai jika guru

mampu mengatur peserta didik dan sarana pengajaran serta mengendalikannya

dalam suasana yang menyenangkan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Ini

menegaskan bahwa kegagalan guru dalam mencapai tujuan pembelajaran

berbanding lurus dengan ketidakmampuan guru dalam mengelola kelas

sehingga pengelolaan kelas yang efektif merupakan prasyarat mutlak bagi

terwujudnya proses belajar mengajar yang efektif.

Penciptaan suasana kelas yang kondusif guna menunjang proses

pembelajaran yang optimal menuntut guru untuk mengetahui, memahami,

memilih dan menerapkan pendekatan yang dinilai efektif untuk menciptakan

suasana kelas yang kondusif menurut Riduwan (2004) setidaknya ada tujuh

pendekatan yang bisa dilakukan oleh guru untuk mengelola kelas yaitu :

a. Pendekatan kekuasaan

b. Pendekatan kebebasan

c. Pendekatan resep

d. Pendekatan pembelajaran / pengajaran

55

Page 56: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

e. Pendekatan perubahan tingkah laku

f. Pendekatan suasana emosi & hubungan sosial

g. Pendekatan pluralistik

Pengelolaan kelas bukanlah hal yang mudah dan ringan. Jangankan bagi

guru yang baru menerjunkan diri ke dalam dunia pendidikan, bagi guru yang

sudah profesional pun sudah merasakan betapa sukarnya mengelola kelas.

Namun begitu tidak pernah guru merasa jenuh dan kemudian jera mengelola

kelas setiap kali mengajar di kelas.

Karena itu, pengelolaan kelas merupakan kompetensi guru yang sangat

penting dikuasai oleh guru dalam kerangka keberhasilan proses belajar

mengajar di kelas sebab di dalam kelas terkumpul berbagai karakteristik

peserta didik yang bervariasi suatu kevariasian akan melahirkan perilaku yang

bermacam-macam pula berarti bermacam-macam pula masalah yang

ditimbulkan

Pidarta (2007) mengemukakan variasi perilaku Karena ada faktor-faktor

penyebablah timbulnya variasi perilaku itu. Menurutnya faktor-faktor

penyebab variasi perilaku itu adalah :

a. Karena pengelompokan (pandai, sedang, bodoh). Kelompok

bodoh akan menjadi sumber negatif, penolakan atau apatis.

b. Karakteristik individual, kemampaun kurang dan latar belakang

ekonomi rendah sehingga menghalangi kemampuan.

c. Kelompok pandai akan merasa terhalang oleh teman-temannya

yang tidak seperti dia. Kelompok ini sering menolak standar yang

diberikan oleh guru sehingga kelompok ini membentuk norma sendiri yang

tidak sesuai dengan harapan sekolah.

Dari uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa variasi perlaku

peserta didik dapat menimbulkan masalah bagi guru dalam upaya mengelola

kelas, Made Pidarta mengemukakan masalah-masalah yang berhubungan

dengan perilaku peserta didik adalah :

56

Page 57: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

a. Kurang kesatuan, seperti adanya kelompok-kelompok, klik-klik

dan pertentangan jenis kelamin.

b. Tidak ada standar perilaku dalam berkerja kelompok, misalnya

ribut, bercakap-cakap, pergi kesana kemari dan sebagainya.

c. Reaksi negatif terhadap anggota kelompok, misalnya ribut,

bermusuhan, mengucilkan, dan merendahkan kelompok bodoh.

d. Mudah mereaksi ke hal-hal negatif/terganggu, misalnya bila

didatangi monitor, tamu-tamu, iklim yang berubah dan sebagainya.

e. Moral rendah, permusuhan, agresif, misalnya dalam lembaga

yang alat-alat belajarnya kurang, kekurangan uang dan lain-lain.

f. Tidak mampu menyesuaikan dengan lingkungan yang

berubah,seperti tugas-tugas tambahan, anggota kelas yang baru, situasi

baru dan sebagainya.

Dalam kelas dapat muncul masalah pengajaran dan masalah pengelolaan,

masalah pengajaran adalah usaha membantu peserta didik dalam mencapai

tujuan khusus pengajaran secara langsung dan apabila terjadi masalah dapat

ditanggulangi dengan tindakan instruksional. Sedangkan masalah pengelolaan

kelas adalah usaha untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi

sedemikian rupa, sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung secara

efektif dan efesien dan apabila terjadi masalah dapat dilakukan tindakan

korektif (sanksi).

Masalah pengelolaan kelas yang bersumber pada peserta didik dapat

dikelompokkan menjadi dua macam yaitu masalah individual dan masalah

kelompok. Dreikus & Cassel mengemukakan (Hamalik, 2000) masalah

pengelolaan kelas individual dibedakan menjadi empat kategori yaitu

a. Tingkah laku yang ingin mendapatkan perhatian orang lain, misalnya

dengan membadut di kelas membuat suatu kegaduahan

b. Tingkah laku yang ingin menunjukkan kekuatan atau konfrontasi, misalnya

berdebat, membandel, membantah dan bertindak emosional

57

Page 58: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

c. Tingkah laku yang bertujuan menyakiti orang lain, misalnya menyakiti

dengan cara mengejek dan memukul

d. Peragaan ketidakmampuan atau memboikot, berlagak menyerah atau tak

berdaya, pasif, apatis acuh tak acuh bahkan menolak sama sekali

melakukan apapun.

Sedangkan Johnson & Bany mengemukakan (Hamalik, 2004) masalah

pengelolaan kelas kelompok dibedakan menjadi enam kategori yaitu :

a. Kelas kurang kohesif atau kompak sehingga timbul klik-klik dalam kelas

b. Kelas bereaksi negatif terhadap salah satu seorang anggotanya

c. Kelas membombong atau membesarkan anggota kelas yang melanggar

norma

d. Kelas mudah sekali dialihkan perhatikannya

e. Semangat kerja rendah, lamban dan malas

f. Kelas sukar menyesuaikan diri dengan keadaan baru misalnya perubahan

jadwal dan penggantian guru

Sehingga dalam rangka memperkecil masalah atau gangguan dalam

mengelola kelas seperti pada uraian di atas, maka prinsip – prinsip pengelolaan

dapat dipergunakan, oleh karena itu penting bagi seorang guru untuk

mengetahui serta menguasai prinsip-prinsip pengelolaan kelas sebagai berikut :

a. Hangat dan Antusias

Hangat dan antusias dalam proses belajar mengajar. Guru yang hangat dan

akrab dengan peserta didik selalu menunjukkan antusias pada tugasnya atau

pada aktivitasnya sehingga berhasil dalam mengimplementasikan pengelolaan

kelas

b. Tantangan

Penggunaan kata-kata, tindakan, cara kerja atau bahan-bahan yang menantang

akan meningkatkan gairah peserta didik untuk belajar sehingga mengurangi

kemungkinan munculnya tingkah laku yang menyimpang.

c. Bervariasi

58

Page 59: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

Penggunaan alat, media, alat bantu, gaya mengajar, pola interaksi antara guru

dan peserta didik akan mengurangi munculnya gangguan

d. Keluwesan

Keluwesan tingkah laku guru untuk mengubah strategi mengajarnya dapat

mencegah kemungkinan munculnya gangguan peserta didik serta menciptakan

iklim belajar mengajar yang efektif

e. Penekanan pada hal-hal yang positif

Dalam mengajar guru harus menekankan pada hal-hal yang positif dan

menghindari pemusatan perhatian peserta didik pada hal-hal yang negatif.

Penekanan tersebut dapat dilakukan dengan pemberian penguatan yang positif,

dan kesadaran guru untuk menghindari kesalahan yang dapat mengganggu

jalannya proses belajar mengajar

f. Penanaman Disiplin Diri

Tujuan akhir dari pengelolaan kelas adalah peserta didik dapat

mengembangkan disiplin diri sendiri. Karena itu, guru sebaiknya selalu

mendorong peserta didik untuk melaksanakan disiplin diri sendiri dan guru

sendiri hendaknya menjadi teladan mengenai pengendalian diri dan

pelaksanaan tanggung jawab.

G. Pengelolaan Kelas Yang Baik

Mengajar di suatu kelas mengharuskan seorang guru dapat mengelola kelas

sebaik dan seoptimal mungkin karena pengelolaan kelas adalah suatu upaya

dalam mendayagunakan potensi kelas baik itu peserta didik maupun

media/peralatan yang berada di dalam kelas. Oleh karena itu, kelas mempunyai

peranan dan fungsi tertentu dalam menunjang keberhasilan proses belajar

mengajar. Adapun indikator – indikator pengelolaan kelas yang baik adalah

sebagai berikut :

1). Situasi kelas dalam proses belajar mengajar, meliputi :

a. Tercipta kedisiplinan, dan

b. Tercipta suasana sosial pembelajaran yang efektif

59

Page 60: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

2). Keadaan peserta didik dalam proses belajar mengajar, meliputi :

a. Perkembangan Intelektual serta motivasi peserta didik

b. Perkembangan Kreatifitas peserta didik, dan

c. Terkendalinya emosi peserta didik

3). Hubungan guru dengan peserta didik dalam proses belajar mengajar,

meliputi :

a. Terjalinnya komunikasi yang efektif

b. Kekohesifan antara guru dengan peserta didik dan peserta didik

dengan peserta didik.

H. Aspek – aspek Pengelolaan Kelas

1). Penataan Peserta Didik di Kelas

a. Pengelompokan Organisasi

Organisasi dapat melatih dan membina peserta didik untuk dapat

bertanggung jawab terhadap tugas yang telah dipercayakan. Organisasi

kelas pada umumnya berbentuk sederhana yang personelnya meliputi

ketua kelas, wakil ketua kelas, bendahara, sekretaris dan beberapa buah

seksi.

b. Pengelompokan Peserta Didik

Conny Semiawan mengemukakan pengelompokan peserta didik

dapat di kelompokkan menjadi : “(1) Pengelompokan menurut

kesenangan berkawan (2) pengelompokan menurut kemampuan (3)

pengelompokan menurut minat”.

2). Penataan Ruang Kelas

a. Penataan tempat duduk

Dalam belajar peserta didik memerlukan tempat duduk. Tempat

atau posisi duduk dapat mempengaruhi peserta didik dalam belajar.

Bila tempat duduk bagus tidak terlalu rendah dan tidak terlalu besar

dan sesuai dengan postur tubuh peserta didik, maka peserta didik dapat

belajar dengan nyaman dan tenang serta formasi tempat duduk pun

60

Page 61: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

harus diperhatikan dan dirancang sedemikian rupa adapun contoh

formasi yang sering dipergunakan adalah posisi berhadapan, posisi

setengah lingkaran dan posisi berbaris dibelakang.

b. Pengaturan alat-alat pengajaran

Di antara alat-alat pengajaran di kelas yang harus diatur adalah

sebagai berikut :

1). Perpustakaan Kelas

2). Alat – alat Peraga Media Pengajaran

3). Papan Tulis, Penghapus, Kapur Tulis dan lain-lain

4). Papan Presensi Peserta Didik

c. Penataan Keindahan dan Kebersihan Kelas

1). Hiasan Dinding

2). Penempatan Lemari

3). Pemeliharaan Kebersihan

d. Ventilasi dan Tata Cahaya

1). Ventilasi

2). Pengaturan Tata Cahaya

J. Teori-Teori Belajar sesuai Pendidikan Berwawasan Kebangsaan

Menurut Wasty (1983) Mengatakan bahwa teori belajar dapat

dikelompokkan menjadi tiga yakni :

1. Teori belajar dari psikologi behavioristik

Teori belajar dari psikologi behavioristik, teori ini berpendapat

bahwa tingkah laku manusia itu dikendalikan oleh ganjaran atau

penguatan dari lingkungan. Dengan demikian tingkah laku belajar

terdapat jalinan yang sangat erat antara reaksi-reaksi dengan

stimulus. Pandangan ini berpendapat bahwa tingkah laku adalah

61

Page 62: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

merupakan reaksi-reaksi lingkungan mereka pada masa lalu dan

pada masa sekarang bahkan segenap tingkah laku adalah merupakan

hasil belajar. Jadi belajar adalah proses hubungan stimulus respon-

reinforcement.

2. Teori belajar dari psikologi kognitif

Teori ini berpendapat bahwa dalam situasi belajar, seseorang

terlibat langsung dalam situasi itu dan memperoleh insting untuk

pemecahan masalah. Jadi kognitif berpandangan, bahwa tingkah

laku seseorang lebih bergantung kepada insting terhadap hubungan

hubungan yang ada di dalam suatu situasi. Keseluruhan adalah yang

ada didalam suatu situasi.keseluruhan adalah lebih dari bagian-

bagiannya. Mereka memberi tekanan pada organisasi pengamatan

atas stimuli didalam linkungan pada faktor-faktor yang

mempengaruhi pengamatan.

3. Teori belajar dari psikologi humanistik

Teori belajar dari psikologi humanistik. teori ini berpendapat

bahwa penyusunan dan penyajian materi pelajaran harus sesuai

dengan perasaan dan perhatian peserta didik, dengan maksud untuk

membentuk peserta didik agar mengembangkan dirinya yaitu

membentuk masing-masing individu untuk mengenal diri mereka

sendiri sebagai manusia yang unik dan membantunya dalam

mewujudkan potensi-potensi yang ada pada diri peserta didik.

62

Page 63: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

Dari uraian diatas dapatlah kiranya disimpulkan bahwa belajar

adalah segala daya upaya atau usaha dalam mengubah situasi maupun

kemajuan yang menuju kearah intelek, jiwa serta sikap pribadi.

K. Model Pembelajaran PKn berbasis Pendidikan Berwawasan Kebangsaan

Protofolio adalah suatu kumpulan pekerjaan peserta didik dengan maksud

tertentu dan terpadu yang diseleksi menurut panduan-panduan yang

ditentukan. Panduan-panduan ini beragam tergantung pada mata pelajaran dan

tujuan penilaian portofolio. Portofolio dalam pembelajaran PKn merupakan

kumpulan informasi yang tersusun dengan baik yang menggambarkan rencana

kelas peserta didik berkenaan dengan suatu isu kebijakann publik yang telah

diputuskan untuk dikaji mereka, baik dalam kelompok kecil maupun kelas

secara keseluruhan. Portofolio kelas berisi bahan-bahan seperti pernyataan-

pernyataan tertulis, peta, grafik, fotografi, dan karya seni asli. Bahan-bahan ini

menggambarkan:

1. Hal-hal yang telah dipelajari peserta didik berkenaan dengan suatu masalah

yang telah mereka pilih;

2. Hal-hal yang telah dipelajari peserta didik berkenaan dengan alternatif-

alternatif pemecahan terhadap masalah tersebut;

3. Kebijakan publik yang telah dipilih atau dibuat oleh peserta didik untuk

mengatasi masalah tersebut;

4. Rencana tindakan yang telah dibuat peserta didik untuk digunakan dalam

mengusahakan agar pemerintahan menerima kebijakan yang mereka

usulkan.

Pembelajaran PKn yang berbasis portofolio memperkenalkan kepada para

peserta didik dan mendidik mereka dengan metode dan langkah-langkah

yang digunakan dalam proses politik. Pembelajaran ini bertujuan untuk

63

Page 64: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

membina komitmen aktif para peserta didik terhadap kewarganegaraannya

dan pemerintahannya dengan cara:

1. membekali pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk

berpartisipasi secara efektif;

2. membekali pengalaman praktis yang dirancang untuk mengembangkan

kompetensi dan efektivitas partisipasi;

3. mengembangkan pemahaman akan pentingnya partisipasi warga

negara.

Pembelajaran ini akan menambah pengetahuan, meningkatkan

keterampilan, dan memperdalam pemahaman peserta didik tentang bagaimana

bangsa Indonesia, yakni kita semua, dapat bekerja sama mewujudkan

masyarakat yang lebih baik. Pembelajaran ini bertujuan untuk membantu

peserta didik belajar bagaimana cara mengungkapkan pendapat, bagaimana

cara menentukan tingkat pemerintahan dan lembaga pemerintah manakah yang

paling tepat dan layak untuk mengatasi masalah yang diidentifikasi oleh

mereka, dan bagaimana cara mempengaruhi penetapan-penetapan kebijakan

pada tingkat pemerintahan tersebut. Pembelajaran ini mengajak para peserta

didik untuk bekerja sama dengan teman-temannya di kelas dan, dengan

bantuan guru serta para relawan, agar tercapai tugas-tugas pembelajaran

berikut.

1. Mengidentifikasi masalah yang

akan dikaji.

2. Mengumpulkan dan menilai

informasi dari berbagai sumber berkenaan dengan masalah yang dikaji.

3. Mengkaji pemecahan masalah.

4. Membuat kebijakan publik.

5. Membuat rencana tindakan.

Model pembelajaran ini perlu disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan

kebutuhan peserta didik bahkan tingkat perkembangannya. Guru dapat

memodifikasi model dengan tidak mengubah prinsip-prinsip pokok.

64

Page 65: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

Dalam pembelajaran PKn yang berbasis portofolio, kelas dibagi ke dalam

empat kelompok. Setiap kelompok bertanggungjawab untuk membuat satu

bagian portofolio kelas. Adapun tugas kelompok-kelompok tersebut.

1. Kelompok Portofolio Satu: Menjelaskan Masalah

Kelompok portofolio satu ini bertanggungjawab untuk menjelaskan

masalah yang telah dipilih untuk dikaji oleh kelas. Kelompok ini pun harus

menjelaskan mengapa masalah tersebut penting dan mengapa lembaga

pemerintahan tersebut harus menangani masalah tersebut.

2. Kelompok Portofolio Dua: Menilai Kebijakan Alternatif yang

Diusulkan unntuk Memecahkan Masalah

Kelompok ini bertanggungjawab untuk menjelaskan kebijakan saat ini

dan/atau kebijakan alternatif yang dirancang untuk memecahkan masalah.

3. Kelompok Portofolio Tiga: Membuat Satu Kebijakan Publik yang

akan Didukung oleh Kelas

Kelompok ini bertanggungjawab untuk membuat satu kebijakan publik

tertentu yang disepakati untuk didukung oleh mayoritas kelas serta

melakukan justifikasi terhadap kebijakan tersebut.

4. Kelompok Portofolio Empat: Membuat Suatu Rencana Tindakan agar

Pemerintah Mau Menerima Kebijakan Kelas

Kelompok ini bertanggungjawab untuk membuat suatu rencana tindakan

yang menunjukkan bagaimana warga negara dapat mempengaruhi

pemerintah untuk menerima kebijakan yang didukung kelas.

Bagaimana kedudukan dari portofolio tersebut? Karya dari keempat

kelompok akan diutamakan pada portofolio kelas. Karya tersebut memiliki dua

seksi: Seksi Penayangan dan Seksi Dokumentasi.

1. Seksi Penayangan. Untuk seksi ini hasil karya (hasil penelitian dan

pengumpulan informasi) masing-masing dari keempat kelompok

ditempelkan pada satu bidang panel dari papan tayangan empat-panel.

Tayangan ini dibuat sedemikian rupa sehingga dapat diletakkan di atas

meja, papan buletin atau pada empat kuda-kuda.

65

Page 66: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

Bahan-bahan yang ditayangkan dapat meliputi pernyataan-pernyataan

tertulis, daftar sumber, peta, grafik, photo, karya seni asli, dan sebagainya.

2. Seksi Dokumentasi. Masing-masing dari keempat kelompok harus memilih

dari bahan-bahan yang terkumpul, bahan-bahan terbaik yang

mendokumentasikan atau memberi bukti penelitiannya. Bahan-bahan yang

termasuk ke dalam seksi dokumen harus mewakili contoh-contoh

penelitian terpenting dan/atau paling bermakna yang telah dikerjakan

peserta didik. Tidak semua penelitian harus dimasukkan. Bahan-bahan ini

dimasukkan ke dalam sebuah map jepit. Gunakan pemisah berwarna beda

untuk memisahkan keempat seksi dokumentasi dari keempat kelompok

portofolio tersebut Winataputra, dkk, 2008).

Sesuai Permendagri Nomor 71 Tahun 2012 tentang Pendidikan

Berwawasan Kebangsaan maka model ini sesuai yaitu membentuk kelompok

yang selanjutnya bekerja dan berdiskusi untuk menghasilkan pemecahan

masalah.

66

Page 67: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

BAB IVKARAKTERISTIK BERWAWASAN KEBANGSAAN

Sumberdaya manusia berhak mendapatkan pendidikan yang baik dan

berkualitas. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 mengenai standar

nasional pendidikan mengamanatkan bahwa pendidikan yang berkualitas

merupakan pendidikan yang menunjukkan kualitas yang baik yang tercermin

dari pemenuhan standar isi, proses, kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga

kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, serta penilaian.

Standar pendidikan nasional tersebut perlu disesuaikan dengan perkembangan

kehidupan baik lokal, nasional, maupun global (Baedhowi, 2010). Dengan

menerapkan standar nasional pendidikan, diharapkan akan terwujud

pendidikan nasional yang berfokus pada peserta didik yang akan

dikembangkan oleh guru menjadi warga negara yang cerdas, menghargai

kearifan lokal, dan mampu menampilkan watak Indonesia bergaul dalam

peradaban bangsa-bangsa.

Pembentukan kepribadian menjadi salah satu tujuan pendidikan nasional

dengan beberapa langkah yang akan dilakukan, yaitu (1) pembangunan

pendidikan nasional ke depan didasarkan pada paradigma pembangunan

manusia Indonenesia seutuhnya; (2) pembangunan pendidika nasional

menempatkan anak didik sebagai subjek; (3) pembangunan pendidikan

nasional bertunjukan untuk memanusiakan manusia secara totalitas; (4)

67

Page 68: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

pembangunan pendidikan nasional bertujuan agar anak menguasai ipteks dan

ketrampilan, yang dilandasi iman, takwa, estetika, moral, berbudaya, berdaya,

dan berkepribadian mulia.

Kepribadian dapat dibentuk melalui proses pembelajaran, yaitu (1)

memberikan konsep-konsep baik dan buruk; (2) memberikan contoh peristiwa,

watak, sikap, perilaku, dan tutur bahasa yang baik dan santun; (3) Peserta didik

disuruh menilai peristiwa watak, sikap perilaku, dan tutur bahasa

seseorang/masyarakat; (4) watak, sikap, perilaku, dan tutur bahasa yang baik

dan santun para guru sebagai model pembelajaran; (5) pembentukan

kepribadian menjadi tanggungjawab semua pendidik/guru (Supratno, 2010).

Pembentukan karakter adalah bagaimana menyelaraskan antara ucapan,

pikiran dan tindakan sebagaimana cara pandang kita terhadap bangsa dan

negara Indonesia. Kebangsaan Indonesia meliputi persatuan dan kesatuan

bangsa dan kesatuan wilayah dilandasi Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945.

Menyelaraskan ucapan, pikiran dan tindakan memerlukan wadah untuk

melatihnya supaya menjadi budaya yang berwawasan kebangsaan tetapi tidak

menyingkirkan budaya lokal.

A. Peserta Didik

Peserta didik merupakan suatu komponen masukan dalam sistem

pendidikan, yang selanjutnya diproses dalam proses pendidikan, sehingga

menjadi manusia yang berkualitas sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.

Sebagai suatu komponen pendidikan, peserta didik dapati ditinjau dari

berbagai pendekatan, antara lain: pendekatan sosial, pendekatan psikologis,

dan pendekatan edukatif/paedagogis (Hamalik, 2005).

Pendekatan Sosial. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang sedang

disiapkan untuk menjadi anggota masyarakat yang lebih baik. Sebagai anggota

masyarakat, dia berada dalam lingkungan keluarga, lingkungan sekolah,

masyarakat sekitarnya, dan masyarakat yang lebih luas. Peserta didikperlu

disiapkan agar pada waktunya mampu melaksanakan perannya dalam dunia

68

Page 69: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

kerja dan dapat menyesuaikan diri dari masyarakat. Dalam konteks inilah,

peserta didik melakukan interaksi dengan rekan sesamanya, guru-guru, dan

masyarakat yang berhubungan dengan sekolah. Dalam situasi inilah nilai-nilai

sosial yang terbaik dapat ditanamkan secara bertahap dan terus menerus

melalui proses pembelajaran dan pengalaman langsung.

Pendekatan Psikologis. Peserta didik adalah suatu organisme yang sedang

tumbuh dan berkembang. Peserta didik memiliki berbagai potensi manusiawi,

seperti: bakat, minat, kebutuhan, sosial-emosional-personal, dan kemampuan

jasmaniah dikembangkan melalui proses pendidikan dan pembelajaran di

sekolah, sehingga membentuk manusia seutuhnya (memanusiakan manusia).

Perkembangan itu bersifat keseluruhan, misalnya perkembangan intelegensi,

sosial, emosional, spritual, yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya.

Hasil penelitian mengenai kebutuhan pendidikan pada peserta didik remaja

menunjukkan, bahwa ada 11 kelompok kebutuhan, ialah:

1. Belajar dan sukses di sekolah;

2. Pertumbuhan dan perkembangan kesehatan;

3. Kemampuan sosial;

4. Hubungan antara laki-laki dan perempuan;

5. Penyesuaian jabatan;

6. Menemukan filsafat hidup;

7. Perkawinan dan kehidupan keluarga;

8. Persoalan keuangan, pengeluaran dan keamanan;

9. Pengertian dan perdamaian dunia;

10. Pengertian atas bangsa sendiri dan warga negara yang aktif.

Pemuasan kebutuhan ini tidak dilakukan secara serentak, melainkan secara

bertahap dan seiring dengan perkembangan fisik dan rohani.

Pendekatan edukatif. Pendekatan ini menempatkan peserta didik sebagai

unsur penting, yang memiliki hak dan kewajiban dalam rangka sistem

pendidikan menyeluruh dan terpadu. Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional Bab VI pasal 24 menjelaskan bahwa setiap

69

Page 70: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

peserta didik pada suatu satuan pendidikan mempunyai hak-hak sebagai

berikut:

1) Mendapat perlakuan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya;

2) Mengikuti program pendidikan yang bersangkutan atas dasar pendidikan

berkelanjutan, baik untuk mengembangkan kemampuan diri maupun untuk

memperoleh pengakuan tingkat pendidikan tertentu yang telah dibakukan;

3) Mendapat bantuan fasilitas belajar, beasiswa, atau bantuan lain sesuai

dengan persyaratan yang berlaku;

4) Pindah ke satuan pendidikan yang sejajar atau yang tingkatnya lebih tinggi

sesuai dengan persyaratan penerimaan peserta didik pada satuan

pendidikan yang hendak dimasuki;

5) Memperoleh penilaian hasil belajarnya;

6) Menyelesaikan program pendidikan lebih awal dari waktu yang ditentukan;

7) Mendapat pelayanan khusus bagi yang menyandang cacat.

Berdasarkan kutipan tersebut, tampak jelas bagaimana tingkat pengakuan

terhadap peserta didik, yang tentunya harus dilaksanakan pula dalam praktik

pendidikan di sekolah.

Identitas individu adalah hasil dari pendidikan individu, budaya kelompok

dan sekolah. Peserta didik harus dapat menjawab, bagaimana peserta didik

belajar? Bagaimana peserta didik dapat tumbuh berkembang? Bagaimana

peserta didik dapat mengetahui kebutuhan paling dasar yang diperlukan?

Bagaimana individu membangun dirinya dari peserta didik sekolah dasar

menjadi peserta didik sekolah menengah dan seterusnya.

Individu berasal dari kata in-dividere artinya tidak dapat dibagi-bagikan,

atau sebagai sebutan bagi manusia yang berdiri sendiri, manusia perorangan.

Aristoteles berpendapat bahwa manusia merupakan perjumlahan daripada

beberapa kemampuan tertentu yang masing-masing bekerja tersendiri seperti

kemampuan-kemampuan vegetatif yaitu makan dan berkembang biak,

kemampuan sensitif, yaitu kemampuan bergerak mengamat-amati, bernafsu

dan perasaan, dan kemampuan intelektif, yaitu berkemampuan berkecerdasan.

70

Page 71: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

Lain halnya dengan pendapat Descartes, bahwa manusia terdiri atas zat

rohaniah ditambah zat materiel merupakan suatu kesatuan jiwa raga yang

berkegiatan sebagai keseluruhan. Jika manusia mengamati sesuatu maka kita

bukan hanya melihat sesuatu dengan alat mata kita, melainkan juga dengan

seluruh minat dan minat perhatian yang kita curahkan kepada objek yang kita

amati dipengaruhi oleh niat dan kebutuhan (dalam Winataputra, 2008).

Salah satu kriteria guru yang baik adalah jika guru itu dapat mengenal dan

memahami peserta didiknya. Dengan begitu, guru dapat memberikan

pendidikan dan pembelajaran secara tepat. Dalam praktik pendidikan di

sekolah seringkali kita jumpai sistem pembelajaran maupun tindakan guru

yang tidak sesuai dengan situasi dan kondisi serta kebutuhan anak.

Penggunaan strategi/metode dan media yang selalu sama pada semua materi

pelajaran, pembelajaran yang secara rutin didominasi oleh keaktifan guru,

tuntutan kurikuler yang terlalu tinggi kepada peserta didik, merupakan

beberapa contoh dari ketidaktepatan guru dalam merencanakan dan

melaksanakan pembelajaran. Kondisi tersebut salah satunya bersumber dari

kurangnya pemahaman guru terhadap hakekat, sifat, dan karakteristik peserta

didik.

Dari segi antropologis, anak didik itu pada hakikatnya sebagai makhluk

individual, makhluk sosial, dan makhluk susila (moralitas). Sebagai makhluk

individual, nak itu mempunyai karakteristik yang khas (unik) yang dimiliki

oleh dirinya sendiri dan tidak ada kembarannya dengan yang lain. Jadi setiap

anak itu memiliki perbedaan-perbedaan individual (individual differences)

yang secara alami ada pada setiap pribadi anak. Bahkan dua anak kembar yang

berasal dari satu telur pun masing-masing mempunyai karakteristik yang unik.

Setiap anak memiliki perbedaan individual baik dalam bakat, watak

temperament, tempo serta irama perkembangnya. Dengan adanya karakteristik

yang khas ini, maka anak didik itu kehendak, perasaan, kecenderungan,

motivasi, yang berbeda-beda (Suharjo, 2006).

71

Page 72: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

Anak didik sebagai makhluk susila atau bermoral, anak didik itu pada

dasarnya memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan susila, dan

mampu membedakan hal-hal yang baik dari yang buruk sesuai dengan norma-

norma tertentu yang didasarkan kepada filsafat hidup atau ajaran agama

tertentu. Manusia sebagai makhluk susila juga berarti manusia itu memiliki

nilai-nilai, menghayati dan melaksanakan nilai tersebut dalam perbuatan.

Pemahaman anak tentang kesusilaan itu tidak serta merta dipahami oleh

peserta didik. Oleh karena itu peserta didik harus diarahkan, dibimbing, dan

dididik ke arah tujuan hidup yang sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan yang

dijunjung tinggi (Saifullah, A., 1982; Kartono, K., 1992; Drijarkara, 1978)

(Suharjo, 2006).

B. Karakteristik

Karakter adalah ”watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang

yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang

diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir,

bersikap, dan bertindak. Kebjikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan

norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada

orang lain”. Interaksi seseorang dengan orang lain menumbuhkan karakter

masyarakat dan karakter bangsa.

David O. McKay berpendapat pengetahuan adalah bijaksana dan

bijaksana adalah karakter. Kualitas pendidikan di suatu bangsa sangat jelas

tergambar dari kualitas para pendidik (guru) dan kurikulumnya. Keterkaitan

erat antara kualitas pendidikan dan kualitas guru adalah suatu keniscayaan

mengingat peran sentral dan esensial yang diemban guru baik dalam pola

pendidikan formal maupun dalam pendidikan informal. Sementara itu,

kurikulum dan media pembelajaran merupakan aspek penting dalam

pendidikan. Kurikulum yang oleh para pakar pendidikan dianggap sebagai

”Key aspect in education” merupakan arah dan sekaligus pedoman bagi

72

Page 73: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

penyelenggaraan pendidikan. Sementara guru, sebagai ujung tombak atau key

person dalam implementasi kurikulum.

Sejak dasarwasa terakhir ini perhatian pemerintah terhadap guru baik

secara kuantitas maupun kualitas sangat tinggi. Melalui berbagai upaya, seperti

sertifikasi guru, pemberian beasiswa, pengangkatan dan penambahan guru, dan

peningkatan profesionalisme guru, pemerintah secara bertahap tetapi pasti

ingin meningkatkan kualitas dan kuantitas, serta kesejahteraan guru. Hal ini

dilakukan karena pemerintah sadar betul peran guru dalam pembentukan

karakter bangsa yang cirinya memiliki nasionalisme yang tinggi, bekerja keras

dan jujur, memiliki kepekaan dan solidaritas sosial tinggi, berkualitas dan

berdaya saing tinggi, serta menjunjung tinggi nilai-nilai keimanan dan

ketakwaan kepada Tuhan yang Maha Esa dalam kehidupan bermasyarakat dan

bernegara sejalan dengan Pancasila dan UUD 1945 beserta amandemennya. Di

samping itu, kurikulum yang merupakan guideline bagi tujuan pendidikan

yang ingin dicapai, yang tidak lain adalah suatu upaya untuk membentuk

karakter dan identitas bangsa yang handal, profesional, dan berdaya saing serta

berdaya juang tinggi. Karakter bangsa yang demikian inilah yang sangat

diperlukan dalam dunia global yang selalu berkembang dan hampir tanpa batas

(borderless world).

Pembentukan karakter merupakan hal yang sangat penting dalam dunia

pendidikan. Munculnya fenomena tawuran antara pelajar (bahkan mahasiswa),

pemalakan dan premanisme yang dilakukan pelajar, membuktikan bahwa

penanaman nilai-nilai agama atau etika masih dinilai kurang dalam

pembelajaran di sekolah. Oleh karena itu, perlu kiranya upaya revitalisasi

pembelajaran yang dilakukan oleh para guru dan dosen terhadap peserta didik

maupun mahasiswanya, sehingga para guru maupun dosen tidak hanya

transfer of knowledge saja, akan tetapi yang lebih utama adalah transfer of

value. Dengan demikian, diharapkan kelak akan muncul generasi-generasi

bangsa yang melek dan menguasai Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Sains

(IPTEKS), yang dilandasi penghayatan dan pengamalan nilai-nilai Iman dan

73

Page 74: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

Taqwa (IMTAQ) (Baedhowi, 2010). Dari hal inilah peran guru dan dosen

dalam pembentukan karakter bangsa dipertaruhkan.

Karakteristik adalah ciri-ciri atau keadaan sifat mendasar yang terdapat dan

melekat pada sesuatu hal yang menjadi objek perhatian/telaah. Pemahaman

terhadap ciri-ciri atau karakteristik sesuatu benda atau objek perhatian

didasarkan pada tanda-tanda yang dapat dikenali, mulai berdasar kemampuan

penginderaan hingga menurut pemahaman yang menuntut kemampuan logika.

Dengan demikian fungsi pengenalan terhadap karakteristik/ciri-ciri objektif

sesuatu hal diperlukan dalam setiap membangun pengetahuan untuk menjadi

dasar pengertian/pemahaman yang komprehensif atau apa yang disebut

verstehen di dalam kerangka ilmu pengetahuan (Al-Lamri dan Ichas, 2006:18).

Pengelompokan karakteristik perkembangan peserta didik dalam

pengembangan materi pelajaran berdasar kurikulum 1994, dikenali dua

pembagian besar, yakni kelas rendah (kelas 1- kelas 3) dan kelas tinggi (kelas

4 – kelas 6). Hurlock (2004:14) menyatakan bahwa anak usia enam sampai

sepuluh atau dua belas tahun adalah akhir masa kanak-kanak. Lebih lanjut

Hurlock (2004:146-147) mengemukakan bahwa orang tua, pendidik, dan ahli

psikologi memberikan berbagai label kepada periode ini dan label-label itu

mencerminkan ciri-ciri penting dari periode akhir masa kanak-kanak ini.

a. Label yang digunakan oleh orang tua, akhir masa kanak-kanak

merupakan usia menyulitkan-suatu masa di mana anak tidak mau lagi

menuruti perintah dan di mana ia lebih banyak dipengaruhi oleh teman-

teman sebaya daripada oleh orang tua dan anggota keluarga lainnya.

b. Label yang digunakan oleh pendidik, para pendidik melabelkan

akhir masa kanak-kanak dengan usia sekolah dasar. Pada usia tersebut

anak diharapkan memperoleh dasar-dasar pengetahuan yang dianggap

penting untuk keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan dewasa; dan

mempelajari berbagai keterampilan penting tertentu, baik keterampilan

kurikuler maupun ekstrakurikuler.

74

Page 75: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

c. Label yang digunakan oleh ahli psikologi, bagi ahli psikologi,

akhir masa kanak-kanak adalah usia berkelompok-suatu masa di mana

perhatian utama anak tertuju pada keinginan diterima oleh teman-teman

sebaya sebagai anggota kelompok, terutama kelompok yang bergengsi

dalam pandangan teman-temannya. Oleh karena itu, anak ingin

menyesuaikan dengan standar yang disetujui kelompok dalam penampilan,

berbicara, dan perilaku.

C. Peserta Didik dan Perubahan Karakter

Pengembangan karakter bagai para peserta didik di sekolah diprogramkan

melalui strategi seperti tertera pada gambar berikut (Syamsu Yusuf L.N. dan

Nani M. Sugandhi, 2011).

Gambar 2. Startegi Pendidikan karakter di Sekolah

Pada dasarnya fungsi sekolah dari awal pendiriannya mempunyai misi

untuk membangun karakter atau akhlak para peserta didik, di samping

mengembangkan wawasan dan penguasaan ilmu dan teknologi. Untuk

melaksanakan pendidikan karakter di sekolah, ada beberapa strategi yang

75

Penataan Sosio-Emosional dan Kultur Akademik Sekolah

Penciptaan Iklim Religius yang kondusif

Bekerjasama dengan Pihak

Lain

Terpadu dalam Proses Belajar Mengajar

STRATEGI PENDIDIKA

N KARAKTER Di SEKOLAH

Terpadu dalam program Bimbingan

Konseling

Terpadu dalam Program Ekstrakurikuler

Page 76: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

seyogyanya ditempuh, yaitu seperti digambarkan di atas. Setiap strategi

tersebut dijelaskan pada paparan berikut.

1) Menciptakan iklim religius yang kondusif. Strategi ini dimaksudkan adalah

bahwa sekolah, dalam hal ini pihak pimpinan sekolah, guru-guru, dan staf

sekolah lainnya perlu memiliki komitmen yang sama untuk merealisasikan

(mengamalkan) nilai-nilai agama atau ketakwaan kepada Tuhan Yang

Maha Esa, dalam proses pendidikan di sekolah.

2) Menata iklim sosio-emosional. Sekolah merupakan lingkungan yang

diharapkan dapat mengembangkan kompetensi sosial dan emosional

peserta didik. Untuk itu sekolah perlu memfungsikan dirinya sebagai

lingkungan yang mendukung berkembangnya kedua kompetensi peserta

didik tersebut.

3) Membangun budaya akademik. Sekolah sebagai lembaga pendidikan perlu

membangun budaya akademik di kalangan para peserta didik. Yang

dimaksud dengan budaya akademik adalah merujuk kepada sikap mental,

kebiasaan, dan perilaku yang terkait dengan proses pengembangan

intelektual, dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Termasuk di

dalamnya aspek kejujuran akademik (tidak mencontek atau menjadi

plagiator).

4) Terpadu dengan proses pembelajaran. Pendidikan karakter bukan mata

pelajaran, tetapi setiap guru dituntut untuk menanamkan nilai-nilai karakter

(akhlak mulia) itu kepada para peserta didik. Cara yang dapat ditempuh

oleh guru dalam menanamkan karakter tersebut, di antaranya adalah (a)

memberi teladan kepada peserta didik dalam bertutur kata yang santun,

berpakaian yang bersih dan sopan (menutup aurat bagi yang muslim), dan

disiplin dalam mengajar; (b) mengaitkan nilai-nilai karakter dengan materi

pelajaran; (c) memberi kesempatan kepada peserta didik untuk

mengemukakan pendapat, atau mengajukan pertanyaan; (d) bersikap

objektif dalam memberikan nilai; (e) memberikan reward

(penghargaan/pujian) kepada peserta didik yang berprestasi atau

76

Page 77: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

berperilaku baik, dan memberikan hukuman yag bersifat edukatif kepada

peserta didik yang berperilaku kurang baik; dan (f) membangun sikap

toleransi, saling menghargai dan tolong menolong di antara peserta didik.

5) Terpadu dalam program bimbingan dan konseling. Bagi sekolah-sekolah

yang sudah melaksanakan program bimbingan dan konseling, pendidikan

karakter itu terintegrasikan juga ke dalam program tersebut. Dalam

pelaksanaannya, guru bimbingan dan konseling atau konselor dapat

memasukkannya ke dalam empat area/bidang garapan bimbingan, yaitu

bidang bimbingan pribadi, sosial, akademik, dan karier.

Pendidikan harus dipandang sebagai suatu proses perkembangan yang

berjalan sepanjang hidup selain itu, pendidikan juga merupakan suatu interaksi

sehingga dapat dilaksanakan dalam bentuk pendidikan formal maupun

nonformal. Pendidikan formal adalah pedidikan yang diselenggarakan melalui

jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri dari pendidikan

dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.

Tujuan pendidikan di sekolah dasar (SD) adalah untuk memperoleh

penganjaran dan pendidikan dari guru dengan transfer pengetahuan dan

pengalaman nyata, meningkatkan prestasi peserta didik dalam pendidikan,

serta mengetahui tingkat kedisiplinan peserta didik dalam belajar dan

pembelajaran. Membentuk peserta didik harus berdasarkan dengan tujuan

pendidikan nasional dimulai sejak dini mulai PAUD dan TK, SD/MI/SLB,

SMP/MTs/SMPLB, SMA/SMK/MA, baik negeri maupun swasta, sampai

perguruan tinggi.

Pendidikan dasar bertujuan memberikan bekal kemampuan dasar bagi

peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota

masyarakat, warga negara dan anggota umat manusia serta mempersiapkan

untuk mengikuti pendidikan menengah (UU No. 20 Tahun 2003). Pendidikan

dasar sangat penting karena disinilah peserta didik mulai belajar dari yang

tidak tahu menjadi tahu yang nantinya akan menciptakan tingkah laku kearah

77

Page 78: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

yang lebih baik. Belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang relative

bersifat menetap yang disebabkan oleh adanya pengalaman (Hitipeuw, 2009).

Perubahan pada diri individu akan terjadi jika diri mau menerima

pengalaman dan pengetahuan yang baru mereka terima dari pengajaran dan

pendidikan. Hal ini disebabkan pada dasarnya mereka adalah “Animal

Educondum” artinya manusia yang dapat di didik, Sasmita (1991: 5)

mengemukakan agar memperoleh sikap, pengetahuan dan ketrampilan serta

perilaku tersebut, maka peserta didik harus memiliki disiplin belajar yang

tinggi,karena dengan disiplin, maka segala usaha untuk membiasakan diri

untuk melawan nafsu yang ceroboh, tidak hati-hati, tidak teratur dalam berbuat

sesuatu akan dapat tercapai dengan baik.

Berdasarkan teori, kenyataan memang memperlihatkan bahwa dengan

keseimbangan mengajar antara teori dan praktik dalam artian mengajar dan

mendidik sedangkan dalam ranah taksonomi tujuan pendidikan mata pelajaran

PKn maka civic knowledge, civic skills, dan civic participation. Akan tetapi

kenyataan berdasarkan observasi di sekolah-sekolah bahwa guru hanya

mengajarkan dari segi kognitif aja atau civic knowledge. Hal ini, dapat terlihat

bahwa ada sebagian besar peserta didik selalu datang ke sekolah tidak tepat

waktu, tidak mengikuti upacara bendera, sering ribut dikelas mengganggu

temannya saat belajar, dan mengumpulkan tugas tidak tepat waktu, tugas

dikerjakan oleh orang lain (Apriana, 2012). Perilaku peserta didik tersebut

dikarenakan kurangnya disiplin dalam belajar di sekolah. Dengan begitu secara

tidak langsung akan mempengaruhi prestasi belajar peserta didik. Namun pada

dasarnya prestasi belajar juga tidak hanya dipengaruhi faktor internal, artinya

faktor dari individu peserta didik tersebut, seperti intelegensi. Faktor lain yang

juga mempengaruhi prestasi belajar yaitu lingkungan, yang dalam hal ini

meliputi lingkungan soaial dan non sosial. Baik lingkungan sekolah,

lingkungan pergaulan, lingkungan keluarga maupun lingkungan tempat tinggal

dari peserta didik itu sendiri. Hal itu mengindikasikan bahwa kedisiplinan dan

kondisi lingkungan tempat tinggal mempunyai peranan penting atau hubungan

78

Page 79: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

dengan prestasi belajar seorang peserta didik. Prestasi belajar berarti

kemampuan peserta didik dalam mengikuti pembelajaran yang dinilai dalam

bentuk raport setiap akhir semester.

Kemampuan merupakan suatu bentuk kekuatan sisawa baik itu berupa

kesiapan mental, intelektual yang berwujud, sikap ilmu pengetahuan maupun

keterampilan yang dimiliki oleh setiap individu Peserta Didik. Jhonnson

mengemukakan (Wijaya. C dan Tabrani Pusyam, 1991) kemampuan Peserta

Didik merupakan kemampuan Peserta Didik dalam proses belajar-mengajar

yang merupakan gambaran perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan

yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan.

Dari pendapat diatas lebih mengungkapkan kemampuan cenderung

menunjuk pada perilaku baik itu rasional maupun kualitatif dalam proses

belajar mengajar.

Dari pengertian-pengertian mengenai belajar-mengajar kemampuan

Peserta Didik. Maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa kemampuan Peserta

Didik dalam proses belajar mengajar adalah suatu bentuk kekuatan yang

berasal dari individu Peserta Didik untuk suatu proses perubahan secara formal

dengan mengikuti sistem lingkungan yang diinginkan untuk menjawab suatu

yang dihadapinya.

a. Karateristik kemapuan Peserta Didik dalam proses belajar mengajar

Karateristik kemapuan Peserta Didik merupakan ciri-ciri atau

gambaran tingkah lakuyang menunjukan tingkah kemampuan Peserta

Didik.

Karakteristik kemampuan sebagai berikut : (1). Peserta Didik aktif

dalam mengikuti pelajaran, (2). Mampu menyelesaikan tes tepat pada

waktunya, (3). Cepat tanggap terhadap respon yang datang dari diri

sendiri, (4). Bertanggup jawab bila ada pekerjaan rumah, (5). Mampu

mengembangkan diri dalam mengikuti pelajaran (Wijaya. C dan

Tabrani Pusyam, 1991).

Dari pendapat lain sebagai berikut:

79

Page 80: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

Karakteristik Peserta Didik yaitu bila Peserta Didik menunjukan ciri

sebagai berikut: (1). Mampu menciptakan ide-ide, seperti cara belajar

yang baik, pembagian waktu dan sebagainya, (2). Cepat dan tepat

dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi, (3). Mampu merespon

adanya suatu yang baru, (4). Kreatif untuk menciptakan hal-hal yang

baru.

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa karakteristik

kemampuan Peserta Didik itu hal-hal yang dilakukan Peserta Didik

sehubungan dengan belajar seperti keaktifan, kecepatan dan ketepatan

menyelesaikan masalah, disiplin dalam pembagian waktu, mempunyai

daya respon terhadap lingkungan belajar, dan memiliki ide-ide kretif

mengembangkan diri untuk menciptakan hal baru.

Selanjutnya marilah kita lihat karakteristik anak dari segi pertumbuhan

fisik dan psikologinya. Anak sejak di dalam kandungan sampai mati akan

mengalami proses pertumbuhan yang bersifat jasmaniah maupun

kejiwaannya. Pertumbuhan dalam arti sempit merupakan perubahan dalam

aspek jasmaniah, seperti berubahnya struktur tulang, tinggi dan berat

badan, dan sebagainya, sedangkan dalam arti luas pertumbuhan dapat

mencakup perubahan secara psikis, misalnya munculnya kemampuan

berfikir simbolik, abstrak, dan sebagainya. Dengan kata lain, pertumbuhan

itu merupakan peralihan tingkah laku atau fungsi kejiwaan dari yang lebih

rendah kepada tingkat yang lebih tinggi. Pertumbuhan dan perkembangan

itu berlangsung secara teratur dan terus menerus ke arah kemajuan.

Perkembangan dan belajar anak itu sebagai berikut.

1. Kemampuan berfikir anak itu berkembang secara sekuensial dari

kongkrit menuju abstrak.

2. Anak harus siap menuju ke tahap perkembangan berikutnya dan tidak

boleh dipaksakan untuk bergerak menuju tahap perkembangan kognitif

yang lebih tinggi, misalnya: dalam hal membaca permulaan, mengingat

angka, dan belajar konservasi.

80

Page 81: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

3. Anak belajar melalui pengalaman-pengalaman langsung, khususnya

melalui aktivitas secara efektif di sekolah.

4. Anak memerlukan pengembangan kemampuan penggunaan bahasa

yang dapat digunakan secara efektif di sekolah.

5. Perkembangan sosial anak bergerak dari egosentris menuju kepada

kemampuan untuk berempati dengan yang lain.

6. Setiap anak sebagai seorang individu, masing-masing memiliki cara

belajar yang unik.

D. Upaya Meningkatkan Minat Belajar

Perilaku belajar merupakan salah satu perilaku. Seorang anak yang

membaca iklan surat kabar dengan keinginan mencari sekolah yang baik akan

memperoleh kepuasan karena ia memperoleh informasi yang benar, dalam hal

ini terjadilah motivasi belajar secara tidak langsung.

Perilaku belajar di sekolah telah menjadi pola umum sejak usia tujuh

tahun, peserta didik masuk sekolah selama lima sampai enam jam sehari

sekurang-kurangnya tiap peserta didik mengalami belajar di sekolah selama

beberapa tahun bahkan sampai sekarang terus berlanjut. Dari segi

perkembangan, ada peserta didik yang semula hanya ikut-ikutan, suka

bermain, belum mengerti faedah belajar. Dengan tugas-tugas sekolahnya,

kemudian mereka mulai menyenangkan belajar.

Penguasaan metode pembelajaran merupakan salah satu persyaratan utama

yang harus dimiliki guru dan dosen. Kemampuan guru dan dosen dalam

menggunakan berbagai metode pembelajaran akan berpengaruh terhadap

keberhasilan belajar peserta didik baik keberhasilan kognitif, maupun aspek

afektif dan psikomotor. Ketidaktepatan memilih dan menerapkan metode

pembelajaran akan mengakibatkan kegagalan dalam mencapai tujuan

pembelajaran. Misalnya, untuk meningkatkan minat belajar, tidak cukup hanya

menerapkan metode ceramah murni, tetapi perlu divariasikan dengan metode

yang dapat mengungkapkan nilai, seperti analisis nilai, simulasi, permainan,

dan percontohan.

81

Page 82: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

Peran guru pada pengelolaan kelas sangat penting khususnya dalam

menciptakan suasana pembelajaran yang menarik. Itu karena secara prinsip

seorang guru memegang dua tugas sekaligus yaitu pengajaran dan pengelolaan

kelas, tugas pokok pertama yakni pengajaran dimaksudkan segala bentuk

usaha untuk membantu siswa dalam pencapaian tujuan pembelajaran.

Sebaliknya masalah pengelolaan berkaitan dengan usaha untuk menciptakan

dan mempertahankan kondisi sedemikian rupa sehingga proses pembelajaraan

dapat berlangsung secara efektif dan efesien.

E. Pengelolaan Kelas

Pengelolaan kelas terdiri dari dua kata yaitu pengelolaan dan kelas. Istilah

dari kata pengelolaan adalah manajemen yang berarti ketatalaksanaan, tata

pimpinan. Pengelolaan atau manajemen dalam pengertian umum, Arikunto

mengemukakan adalah “pengadministrasian, pengaturan atau penataan suatu

kegiatan”. Sedangkan kelas, Hamalik mengemukakan “suatu kelompok orang

yang melakukan kegiatan belajar bersama, yang mendapat pengajaran dari

guru”.

Sardiman A.M (2001) mengemukakan pengertian pengelolaan kelas

adalah:

Pengelolaan kelas merupakan upaya dalam mendayagunakan potensi kelas.

Karena itu, kelas mempunyai peranan dan fungsi tertentu dalam

menunjang keberhasilan proses belajar mengajar maka agar memberikan

dorongan dan rangsangan terhadap peserta didik untuk belajar kelas harus

dikelola sebaik-baiknya oleh guru.

Sedangkan Pidarta mengemukakan pengelolaan kelas adalah :

“Pengelolaan kelas adalah seleksi dan penggunaan alat-alat yang tepat

terhadap problem dan situasi kelas”.

Uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian pengelolaan kelas

adalah keterampilan guru dalam menciptakan dan memelihara kondisi

82

Page 83: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

belajar yang optimal serta nyaman di kelas dan mengembalikannya apabila

terjadi gangguan dalam proses belajar mengajar.

Kegiatan-kegiatan untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi

yang optimal demi terwujudnya proses belajar mengajar dapat tercapai jika

guru mampu mengatur peserta didik dan sarana pengajaran serta

mengendalikannya dalam suasana yang menyenangkan untuk mencapai

tujuan pembelajaran. Ini menegaskan bahwa kegagalan guru dalam

mencapai tujuan pembelajaran berbanding lurus dengan ketidakmampuan

guru dalam mengelola kelas sehingga pengelolaan kelas yang efektif

merupakan prasyarat mutlak bagi terwujudnya proses belajar mengajar

yang efektif.

Arikunto mengemukakan “memahami pengelolaan kelas dapat dilihat

dari dua segi yaitu pengelolaan yang menyangkut siswa & pengelolaan

yang menyangkut fisik (ruangan, perabotan, alat pengajaran)”.

Penciptaan suasana kelas yang kondusif guna menunjang proses

pembelajaran yang optimal menuntut guru untuk mengetahui, memahami,

memilih dan menerapkan pendekatan yang dinilai efektif untuk

menciptakan suasana kelas yang kondusif, Riduwan (2004)

mengemukakan setidaknya ada tujuh pendekatan yang bisa dilakukan oleh

guru untuk mengelola kelas yaitu :

a. Pendekatan kekuasaan

b. Pendekatan kebebasan

c. Pendekatan resep

d. Pendekatan pembelajaran / pengajaran

e. Pendekatan perubahan tingkah laku

f. Pendekatan suasana emosi & hubungan sosial

g. Pendekatan pluralistik

Pengelolaan kelas bukanlah hal yang mudah dan ringan. Jangankan

bagi guru yang baru menerjunkan diri ke dalam dunia pendidikan, bagi

guru yang sudah profesional pun sudah merasakan betapa sukarnya

83

Page 84: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

mengelola kelas. Namun begitu tidak pernah guru merasa jenuh dan

kemudian jera mengelola kelas setiap kali mengajar di kelas.

Karena itu, pengelolaan kelas merupakan kompetensi guru yang sangat

penting dikuasai oleh guru dalam kerangka keberhasilan proses belajar

mengajar di kelas sebab di dalam kelas terkumpul berbagai karakteristik

peserta didik yang bervariasi suatu kevariasian akan melahirkan perilaku

yang bermacam-macam pula berarti bermacam-macam pula masalah yang

ditimbulkan

Pidarta mengemukakan variasi perilaku itu bukan tanpa sebab. Karena

ada faktor-faktor penyebablah timbulnya variasi perilaku itu. Menurutnya

faktor-faktor penyebab variasi perilaku itu adalah :

a. Karena pengelompokan (pandai, sedang, bodoh).

Kelompok bodoh akan menjadi sumber negatif, penolakan atau

apatis.

b. Karakteristik individual, kemampaun kurang dan latar

belakang ekonomi rendah sehingga menghalangi kemampuan.

c. Kelompok pandai akan merasa terhalang oleh teman-

temannya yang tidak seperti dia. Kelompok ini sering menolak

standar yang diberikan oleh guru sehingga kelompok ini

membentuk norma sendiri yang tidak sesuai dengan harapan

sekolah.

Dari uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa variasi perlaku

peserta didik dapat menimbulkan masalah bagi guru dalam upaya

mengelola kelas, Pidarta mengemukakan masalah-masalah yang

berhubungan dengan perilaku peserta didik adalah :

b. Kurang kesatuan, seperti adanya kelompok-kelompok, klik-klik dan

pertentangan jenis kelamin.

c. Tidak ada standar perilaku dalam berkerja kelompok, misalnya

ribut, bercakap-cakap, pergi kesana kemari dan sebagainya.

84

Page 85: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

d. Reaksi negatif terhadap anggota kelompok, misalnya ribut,

bermusuhan, mengucilkan, dan merendahkan kelompok bodoh.

e. Mudah mereaksi ke hal-hal negatif / terganggu, misalnya bila

didatangi monitor, tamu-tamu, iklim yang berubah dan sebagainya.

f. Moral rendah, permusuhan, agresif, misalnya dalam lembaga yang

alat-alat belajarnya kurang, kekurangan uang dan lain-lain.

g. Tidak mampu menyesuaikan dengan lingkungan yang

berubah,seperti tugas-tugas tambahan, anggota kelas yang baru,

situasi baru dan sebagainya

Dalam kelas dapat muncul masalah pengajaran dan masalah

pengelolaan, masalah pengajaran adalah usaha membantu peserta didik

dalam mencapai tujuan khusus pengajaran secara langsung dan apabila

terjadi masalah dapat ditanggulangi dengan tindakan instruksional.

Sedangkan masalah pengelolaan kelas adalah usaha untuk menciptakan

dan mempertahankan kondisi sedemikian rupa, sehingga proses belajar

mengajar dapat berlangsung secara efektif dan efesien dan apabila terjadi

masalah dapat dilakukan tindakan korektif (sanksi).

Masalah pengelolaan kelas yang bersumber pada peserta didik dapat

dikelompokkan menjadi dua macam yaitu masalah individual dan masalah

kelompok. Dreikus & Cassel mengemukakan sebagaimana dikutip

Hamalik (2000) masalah pengelolaan kelas individual dibedakan menjadi

empat kategori yaitu

a. Tingkah laku yang ingin mendapatkan perhatian orang

lain, misalnya dengan membadut di kelas membuat suatu

kegaduahan.

b. Tingkah laku yang ingin menunjukkan kekuatan atau

konfrontasi, misalnya berdebat, membandel, membantah dan

bertindak emosional.

c. Tingkah laku yang bertujuan menyakiti orang lain,

misalnya menyakiti dengan cara mengejek dan memukul.

85

Page 86: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

d. Peragaan ketidakmampuan atau memboikot, berlagak

menyerah atau tak berdaya, pasif, apatis acuh tak acuh bahkan

menolak sama sekali melakukan apapun.

Sedangkan Johnson & Bany mengemukakan sebagaiman dikutip

Hamalik (2004) masalah pengelolaan kelas kelompok dibedakan

menjadi enam kategori yaitu :

a. Kelas kurang kohesif atau kompak sehingga timbul klik-klik

dalam kelas.

b. Kelas bereaksi negatif terhadap salah satu seorang anggotanya.

c. Kelas membombong atau membesarkan anggota kelas yang

melanggar norma.

d. Kelas mudah sekali dialihkan perhatikannya.

e. Semangat kerja rendah, lamban dan malas.

f. Kelas sukar menyesuaikan diri dengan keadaan baru misalnya

perubahan jadwal dan penggantian guru.

Sehingga dalam rangka memperkecil masalah atau gangguan dalam

mengelola kelas seperti pada uraian di atas, maka prinsip – prinsip

pengelolaan dapat dipergunakan, oleh karena itu penting bagi seorang guru

untuk mengetahui serta menguasai prinsip-prinsip pengelolaan kelas

sebagai berikut :

a. Hangat dan Antusias

Hangat dan antusias dalam proses belajar mengajar. Guru yang

hangat dan akrab dengan peserta didik selalu menunjukkan

antusias pada tugasnya atau pada aktivitasnya sehingga berhasil

dalam mengimplementasikan pengelolaan kelas.

b. Tantangan

Penggunaan kata-kata, tindakan, cara kerja atau bahan-bahan

yang menantang akan meningkatkan gairah peserta didik untuk

belajar sehingga mengurangi kemungkinan munculnya tingkah

laku yang menyimpang.

86

Page 87: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

c. Bervariasi

Penggunaan alat, media, alat bantu, gaya mengajar, pola interaksi

antara guru dan peserta didik akan mengurangi munculnya

gangguan

d. Keluwesan

Keluwesan tingkah laku guru untuk mengubah strategi

mengajarnya dapat mencegah kemungkinan munculnya gangguan

peserta didik serta menciptakan iklim belajar mengajar yang

efektif

e. Penekanan pada hal-hal yang positif

Dalam mengajar guru harus menekankan pada hal-hal yang

positif dan menghindari pemusatan perhatian peserta didik pada

hal-hal yang negatif. Penekanan tersebut dapat dilakukan dengan

pemberian penguatan yang positif, dan kesadaran guru untuk

menghindari kesalahan yang dapat mengganggu jalannya proses

belajar mengajar

f. Penanaman Disiplin Diri

Tujuan akhir dari pengelolaan kelas adalah peserta didik dapat

mengembangkan disiplin diri sendiri. Karena itu, guru sebaiknya

selalu mendorong peserta didik untuk melaksanakan disiplin diri

sendiri dan guru sendiri hendaknya menjadi teladan mengenai

pengendalian diri dan pelaksanaan tanggung jawab

F. Pengelolaan Kelas Yang Baik

Mengajar di suatu kelas mengharuskan seorang guru dapat mengelola kelas

sebaik dan seoptimal mungkin karena pengelolaan kelas adalah suatu upaya

dalam mendayagunakan potensi kelas baik itu peserta didik maupun

media/peralatan yang berada di dalam kelas. Oleh karena itu, kelas mempunyai

peranan dan fungsi tertentu dalam menunjang keberhasilan proses belajar

87

Page 88: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

mengajar. Adapun indikator – indikator pengelolaan kelas yang baik adalah

sebagai berikut :

1). Situasi kelas dalam proses belajar mengajar, meliputi :

a. Tercipta kedisiplinan, dan

b. Tercipta suasana sosial pembelajaran yang efektif

2). Keadaan peserta didik dalam proses belajar mengajar, meliputi :

a. Perkembangan Intelektual serta motivasi peserta didik

b. Perkembangan Kreatifitas peserta didik, dan

c. Terkendalinya emosi peserta didik

3). Hubungan guru dengan peserta didik dalam proses belajar

mengajar, meliputi :

a. Terjalinnya komunikasi yang efektif

b. Kekohesifan antara guru dengan peserta didik dan peserta

didik dengan peserta didik.

Aspek – aspek Pengelolaan Kelas

1). Penataan Peserta Didik di Kelas

a. Pengelompokan Organisasi

Organisasi dapat melatih dan membina peserta didik untuk

dapat bertanggung jawab terhadap tugas yang telah

dipercayakan. Organisasi kelas pada umumnya berbentuk

sederhana yang personelnya meliputi ketua kelas, wakil ketua

kelas, bendahara, sekretaris dan beberapa buah seksi.

b. Pengelompokan Peserta Didik

Conny Semiawan mengemukakan pengelompokan peserta didik

dapat di kelompokkan menjadi : “(1) Pengelompokan menurut

kesenangan berkawan (2) pengelompokan menurut kemampuan

(3) pengelompokan menurut minat”.

2). Penataan Ruang Kelas

a. Penataan tempat duduk

88

Page 89: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

Dalam belajar peserta didik memerlukan tempat duduk.

Tempat atau posisi duduk dapat mempengaruhi peserta didik

dalam belajar. Bila tempat duduk bagus tidak terlalu rendah dan

tidak terlalu besar dan sesuai dengan postur tubuh peserta didik,

maka peserta didik dapat belajar dengan nyaman dan tenang

serta formasi tempat duduk pun harus diperhatikan dan

dirancang sedemikian rupa adapun contoh formasi yang sering

dipergunakan adalah posisi berhadapan, posisi setengah

lingkaran dan posisi berbaris dibelakang .

b. Pengaturan alat-alat pengajaran

Di antara alat-alat pengajaran di kelas yang harus diatur

adalah sebagai berikut :

1). Perpustakaan Kelas

2). Alat – alat Peraga Media Pengajaran

3). Papan Tulis, Penghapus, Kapur Tulis dan lain-lain

4). Papan Presensi Peserta Didik

c.Penataan Keindahan dan Kebersihan Kelas

1). Hiasan Dinding

2). Penempatan Lemari

3). Pemeliharaan Kebersihan

d. Ventilasi dan Tata Cahaya

1). Ventilasi

2). Pengaturan Tata Cahaya

G. Kemampuan Peserta didik

Kemampuan peserta didik baik itu berupa kesiapan mental intelektual yang

berwujud maupun keterampilan yang dimiliki oleh setiap individu siswa.

Broke Dan Store (Wijaya dan Tabrani Pusyam, 1991) mengemukakan bahwa

kemampuan peserta didik dalam proses belajar mengajar artinya suatu

gambaran yang merupakan hakikat dari kualitatif perilaku peserta didik.

89

Page 90: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

Arti intelegensi adalah kemampuan yang bersifat umum untuk

mengadakan penyesuaian terhadap suatu situasi atau masalah. Kemampuan

yang bersifat umum tersebut meliputi berbagai jenis kemampuan psikis seperti

abstrak, berpikir mekanis, matematis, memahami, mengingat, dan berbahasa.

Gerret mengemukakan bahwa : “Intelegensi merupakan kemampuan-

kemampuan yang diperlukan untuk pemecahan masalah-masalah yang

memerlukan pengertian serta menggunakan simbol-simbol.

Dari pendapat tersebut lebih mengungkapkan intelegensi menyangkut

kemampuan peserta didik untuk belajar dan menggunakan apa yang telah

dipelajari dalam usaha penyesuaian terhadap situasi yang kurang di kenal, atau

dalam pemecahan masalah-masalah. Ini artinya peserta didik harus

menunjukkan kualitasnya secara rasional dengan kata lain peserta didik harus

bisa menunjukkan keterampilannya dalam proses belajar mengajar.

Arti keterampilan adalah suatu keahlian yang merupakan kemampuan

khusus untuk memanipulasi alat, ide dan keinginan untuk melaksanakan suatu

kegiatan yang digunakan bagi dirinya sendiri maupun orang banyak

(Chaniago, 1998).

Dari pengertian-pengertian mengenai kemampuan peserta didik maka

peneliti dapat menyimpulkan bahwa kemampuan peserta didik adalah suatu

bentuk kekuatan yang berasal dari individu peserta didik untuk suatu proses

perubahan secara formal dengan mengikuti sistem lingkungan yang di

inginkan untuk menjawab suatu masalah yang dihadapinya secara rasional

dengan daya pikir dan kreatifitasnya, sehingga masalah tersebut dapat

diselesaikan.

Karakteristik kemampuan peserta didik merupakan ciri-ciri atau gambaran

tingkah laku yang menunjukan tingkat kemampuan peserta didik.

Karakteristik kemampuan peserta didik sebagai berikut: (1) Peserta didik

aktif dalam mengkuti pelajaran, (2) Mampu menyelesaikan tes tepat pada

waktunya, (3) Cepat tanggap terhadap respon yang datangnya dari luar diri

90

Page 91: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

sendiri, (4) Bertanggung jawab bila ada pekerjaan rumah dan, (5) Mampu

mengembangkan diri dalam mengikuti pelajaran (Wijaya dan Tabrani, 1991).

Karakteristik kemampuan peserta didik dapat dilihat dari keaktifan,

kecepatan dan ketepatan menyelesaikan masalah, serta mempunyai daya

respon terhadap lingkungan belajar.

Kemampuan peserta didik dalam proses belajar mengajar, memilki

tanggung jawab dalam melaksanakan tugas dan berusaha cepat menyelesaikan

laporan keuangan. Semakin tinggi tingkat pemahaman materi dan latihan yang

diberikan maka akan semakin tinggi pula kemampuan peserta didik untuk

penguasaan materi pelajaran Ekonomi Akuntansi.

Kemampuan pesertas didik, adalah :

a. kemampuan peserta didik dalam berpikir secara induktif dan

deduktif, berpikir menurut aturan logika, memahami dan

menganalisis pola angka-angka, serta memecahkan masalah dengan

menggunakan kemampuan berpikir.

b. kemampuan peserta didik untuk menggunakan bahasa dan kata-

kata, baik secara tertulis maupun lisan, dalam berbagai bentuk yang

berbeda untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya.

c. kemampuan peserta didik untuk memahami secara lebih mendalam

hubungan antara objek dan ruang.

Peserta didik yang mampu mencapai prestasi yang tinggi karena

mempunyai kemampuan-kemampuan yang unggul. Kemampuan-kemampuan

tersebut meliputi :

a). kemampuan intelektual umum (kecerdasan atau intelegensi)

b). kemampuan akademik khusus.

c). kemampuan berpikir kreatif-produktif.

d). kemampuan memimpin

e). kemampuan dalam salah satu bidang seni.

f). kemampuan psikomotor (seperti dalam olah raga).

91

Page 92: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

Jadi peneliti menyimpulkan dari penjelasan di atas bahwa kemampuan

peserta didik tidak terbatas pada kecerdasan intelektual yang diukur dengan

menggunakan tes saja, atau sekadar melihat prestasi yang ditampilkan seorang

peserta didik melalui ulangan maupun ujian di sekolah. Tetapi kemampuan

peserta didik dapat diperhatikan dengan cara kemampuan mengenali emosi

diri, kemampuan mengelola emosi, kemampuan memotivasi diri, kemampuan

mengenali emosi orang lain, dan kemampuan membina hubungan.

H. Sikap dan Perilaku Warga Negara

Peserta didik akhirnya akan berlaku sebagai warga negara, Bagaimana

sikap dan perilaku warga negara? Tentu yang diharapkan adalah warga negara

yang memiliki pengetahuan, sikap dan perilaku yang baik. Hal tentunya sudah

pahami bahwa ini merupakan sasaran dari mata pelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan yang selalu geluti di kelas setiap hari. Setiap negara tentu

memiliki prinsip-prinsip politik yang diterapkan kepada warga negaranya

sehingga atribut-atribut kewarganegaraan itu tentu akan berbeda-beda menurut

hakikat sistem politik masing-masing. Warga negara dalam 5 kategori, yaitu:

1. A sense of identify;

2. The enjoyment of certain rights;

3. The fulfillment of corresponding obligations;

4. A degree of interest and involvement in public affairs, and;

5. An acceptance of basic societal values.

Jadi, warga negara yang diharapkan memiliki atribut berikut.

1. Warga negara harus memiliki identitas atau jati diri sesuai dengan ideologi

negaranya, seperti warga negara Indonesia, ia memiliki identitas sebagai

insan Tuhan, insan yang peduli terhadap orang lain dan lingkungannya,

dan loyal terhadap bangsa dan negara.

2. Warga negara memiliki hak-hak tertentu, artinya warga negara mengetahui

hak-haknya, dan pemerintah menjamin hak-hak warga negaranya.

92

Page 93: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

3. Warga negara memiliki kewajiban-kewajiban yang menjadi keharusan

sehingga selalu menjaga keseimbangan antara kepentingan pribadi dengan

kepentingan publik serta memiliki sikap tanggungjawab.

4. Warga negara memiliki sikap tanggungjawab untuk berpartisipasi demi

kepentingan umum sehingga merasa terpanggil untuk ikutserta dalam

kegiatan-kegiatan yang bersifat kepentingan umum.

5. Warga negara memiliki sikap menerima nilai-nilai dasar kemasyarakatan

sehingga mampu menjalin dan membina kerjasama, kejujuran dan

kedamaian serta rasa cinta dan kebersamaan.

Kelima atribut ini sangat tepat sekali dimiliki oleh warga negara dalam

situasi bangsa kita sekarang ini. Sering kita jumpai masyarakat selalu

menuntut hak-haknya tanpa peduli terhadap kewajiban-kewajibannya. Jika

atribut-atribut ini sudah hilang dari bangsa kita ini maka apa jadinya bangsa

kita yang tercinta ini (Winataputra, dkk, 2008).

Dalam menghadapi kehidupan abad ke-21, warga negara perlu memiliki

karakteristik, keterampilan dan kompetensi tertentu agar dapat menghadapi

dan mengatasi kecenderungan yang tidak diinginkan serta dapat

menumbuhkembangkan kecenderungan-kecenderungan yang diinginkan.

Delapan karakteristik yang perlu dimiliki warga negara, yaitu sebagai berikut.

1. Ability to look at and approach problems as a

member of a global society,

2. Ability to work with others in a cooperative way

and to take responsibility for one’s roles/duties within society,

3. Ability to understand, accept, and tolerate

cultural differences,

4. Capacity to think in a critical and systematic

way,

5. Willingness to resolve conflict in a non-violent

manner,

93

Page 94: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

6. Willingness to change one’s lifestyle and

consumption habits to protect the environment,

7. Ability to be sensitive towards and to defend

human rights (eg., rights of women, ethnic minorities, etc),

8. Willingness and ability to participate in politics

at local, national, and international levels.

Maksudnya adalah agar warga negara memiliki kemampuan sebagai

berikut.

Pertama, kemampuan untuk mengamati dan melakukan pendekatan

terhadap masalah atau tantangan sebagai anggota masyarakat global. Individu

asal mulanya adalah sebagai anggota keluarga yang hanya menghadapi

permasalahan di lingkungan keluarga. Akan tetapi, sebagai manusia/warga

negara dan sekaligus pula menjadi anggota masyarakat, seharusnya peduli

kepada lingkungan yang lebih luas. Oleh karena kita sebagai anggota keluarga,

juga sebagai anggota masyarakat, sebagai warga negara dan juga sebagai

warga dunia. Oleh karena sikap rasa kemanusiaan tidak terbatas lokal,

nasional, tetapi nasional dan global.

Kedua, memiliki kemampuan untuk bekerjasama dengan orang lain dan

memikul tanggungjawab atas peran dan kewajibannya dalam masyarakat.

Dalam bekerjasama tidak dibatasi oleh lingkungan etnis dan kepulauan, akan

tetapi harus menempatkan diri bahwa kita adalah anggota masyarakat yang

memiliki peran dan tanggungjawab bersama bahkan ada rasa memiliki dan

kewajiban untuk bekerjasama.

Ketiga, kemampuan untuk memahami, menerima dan toleran terhadap

perbedaan budaya. Perbedaan bukan pemisah akan tetapi harus dianggap

sebagai pemersatu dan kekayaan bangsa.

Keempat, kemampuan untuk berpikir secara kritis dan sistematis. Dalam

menghadapi berbagai masalah tidak cukup berpangku tangan, akan tetapi harus

peduli dan kritis dan sistematis dalam mencari solusi demi kepentingan

bersama.

94

Page 95: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

Kelima, mampu untuk menyelesaikan konflik tanpa kekerasan. Kekerasan

dalam menyelesaikan konflik bukanlah atribut bangsa yang religius. Jauhilah

kekerasan tetapi konflik dapat diselesaikan.

Keenam, mampu untuk mengubah gaya hidup dan kebiasaan konsumtif

guna melindungi lingkungan.

Ketujuh, peka terhadap hak asasi manusia. Berani menengakkan hak asasi

manusia, tetapi juga melaksanakan kewajiban-kewajiban. Sebagai contoh hak-

hak kaum perempuan dan etnik minoritas.

Kedelapan, kesadaran dan kemampuan untuk berpartisipasi dalam

kehidupan politik pada tingkat lokal, nasional dan internasional.

Karakter dan komitmen sangat penting karena memungkinkan proses

politik berfungsi secara efektif untuk peningkatan kebersamaan dan memberi

kontribusi pada realisasi ide-ide fundamental sistem politik termasuk

perlindungan hak-hak individu. Karakter warga negara yang konduktif untuk

berfungsinya dmeokrasi konstitusional secar sehat, yaitu keadaban (civility),

tanggungjawab, disiplin diri, rasa kewarganegaraan (civic mindedness),

kemauan kompromi, toleran terhadap keragaman, kasih sayang, solidaritas dan

loyalitas, minat dan motivasi (dalam Winataputra, dkk, 2008).

95

Page 96: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

BAB VBELAJAR DAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN BERWAWASAN

KEBANGSAAN

A. Pola Belajar

Belajar pada dasarnya merupakan aktivitas yang sangat kompleks pada

diri manusia, dan samapai saat ini pemahaman terhadap belajar itu masih

belum dapat dipahami secara tuntas. Karena itu para ahli pendidikan dan

psikologi melakukan penelitian yang berkaitan dengan belajar.

Proses belajar yang baik memberi pengaruh yang baik kepada

perkembangan pribadi anak. Ia belajar berpikir secara kritis dan kreatif, ia

belajar bekerja sama untuk memecahkan masalah-masalah, ia belajar

mengenal kesanggupan yang ada padanya dan sebagainya.

96

Page 97: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

Mursell dan Nasution (2002) mengemukakan Prinsip-prinsip belajar

yang mendapat dukungan semua ahli psikologi modern ialah: 1) Belajar selalu

mulai dengan suatu problema yang riil, yang mendesak, yang urgen bagi si

siswa itu sendiri; 2) Proses belajar selalu merupakan suatu usaha untuk

memecahkan suatu masalah yang sungguh-sungguh dengan menangkap atau

memahami hubungan antara bagian-bagian problema itu; 3) Belajar itu

berhasil bila disadari telah ditemukan petunjuk atau hubungan antara unsur-

unsur dalam problema itu sehingga diperoleh pengetahuan atau wawasan.

Anwar (1986) Belajar adalah mengingat, mengerti, menerangkan

menganalisis, mensintesis, mengevaluasi, berpikir, merasakan, percaya,

berpartisipasi, melaksanakan/performing, daftar ini dapat diteruskan lebih

panjang karena suatu kata-kata kerja tersebut dan masih banyak lagi adalah

aspek-aspek belajar.

Belajar diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku pada diri

individu berkat adanya interaksi antara individu dan individu dengan

lingkungannya. Burton (Usman, 2006) menyatakan “Learning is a change in

the individual due to instruction of that individual and his environment, wich

fells a need and makes him more capable of dealing adequately with his

environment”. Dalam pengertian ini terdapat kata change atau “perubahan”

yang berarti bahwa seseorang setelah mengalami proses belajar, akan

mengalami perubahan tingkah laku, baik aspek pengetahuannya,

keterampilannya, maupun aspek sikapnya.

Claxton (Suharjo, 2006) belajar dipandang sebagai suatu proses yang

bersifat personal dan aktif.

Atkinson (Al-Lamri dan Ichas, 2006) mengemukakan membedakan

perilaku belajar dalam empat jenis: a. habituasi, b. pengkondisian klasik, c.

pengkondisian operan, dan d. apa yang disebut belajar kompleks. Karena itu,

menurut Atkinson dkk.; “belajar dapat didefinisikan sebagai perubahan yang

relative permanent pada perilaku yang terjadi akibat latihan” sebaliknya semua

97

Page 98: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

perubahan perilaku yang terjadi karena proses kematangan dan bukan hasil

latihan tidak termasuk di dalamnya.

Skinner (Al-Lamri dan Ichas, 2006:72) menyatakan belajar sebagai

sebuah perilaku ; dimana pada saat orang belajar responsnya menjadi lebih

baik, sebaliknya bila tidak belajar maka responsnya menurun”.

Gagne (Al-Lamri dan Ichas, 2006) menyatakan belajar merupakan

kegiatan kompleks.”Dimana hasil belajar berujud menjadi sejumlah

kemampuan (kapabelitas).”Setelah belajar orang memiliki keterampilan,

pengetahuan, sikap dan nilai.”Terbentuknya kapabelitas tersebut

dimungkinkan terjadi antara lain dari adanya a. stimuli yang berasal dari

lingkungan dan b. proses kognitif yang dilakukan oleh pebelajar. Akhirnya

Gagne berpandangan bahwa belajar didefinisikan sebagai “seperangkat proses

kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan

informasi, menjadi kapabelitas baru”.

Fajar (2004) Terdapat beberapa prinsip belajar yaitu:

1. Belajar harus berorientasi pada tujuan yang jelas;

2. Proses belajar akan terjadi bila seseorang dihadapkan pada situasi

problematis.;

3. Belajar dengan pemahaman akan lebih bermakna daripada belajar

dengan hafalan;

4. Belajar secara menyeluruh akan lebih berhasil daripada belajar secara

terbagi-bagi;

5. Belajar memerlukan kemampuan dalam menangkap intisari pelajaran

itu sendiri;

6. Belajar merupakan proses yang kontinu;

7. Proses belajar memerlukan metode yang tepat;

8. Belajar memerlukan minat dan perhatian siswa.

Prinsip belajar ini mengacu pada empat pilar pendidikan universal, yaitu:

98

Page 99: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

Belajar mengetahui (learning to know), belajar melakukan (learning to

do), belajar menjadi diri sendiri (learning to be), dan belajar hidup dalam

kebersamaan (learning to live together).

Jadi belajar ialah memahami. Belajar adalah usaha mencari, menemukan

dan melihat seluk beluk sesuatu. Belajar ialah memecahkan masalah tidak

hanya dalam pelajaran ketrampilan motoris, atau menghargai suatu sanjak atau

simponi.

Dalam pola belajar seperti itu terdapat beberapa aspek yang perlu

dititikberatkan.

1. Belajar pada hakikatnya selalu bertujuan.

2. Proses asasi dalam belajar adalah penyelidikan dan penemuan, bukan

ulangan belaka.

3. Hasil belajar selalu merupakan wawasan, pemahaman.

4. Hasil belajar tidak hanya terbatas pada situasi di mana hasil itu

diperoleh, tetapi dapat ditransfer, atau digunakan dalam situasi-situasi lain.

B. Cara Belajar

Sanggalang mengemukakan keberhasilan studi dapat dipengaruhi oleh

cara belajarnya ada cara belajar yang efisien, dan ada pula cara belajar yang

tidak efisien, memungkinkannya untuk mencapai prestasi yang lebih tinggi

dari pada murid yang mempunyai cara belajar tidak efisien.

Ada faktor yang berasal dari luar diri murid adalah :

1) Lingkungan Alam

Keadaan alam di sekitarnya pun mempengaruhi hasil belajar murid.

2) Lingkungan Keluarga

Keluarga mempunyai pengaruh baik terhadap keberhasilan belajar Hal ini

yang dapat mempengaruhi prestasi belajar anak adalah adalah suasana. rumah

yang ramai, gaduh dapat mengganggu konsentrasi anak pada waktu belajar.

Keadaan ekonomi keluarga dari perhatian orang tua terhadap pendidikan

Peserta Didik dapat pula mempengaruhi hasil belajar anak.

99

Page 100: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

3) Lingkungan Masyarakat

Jika keluarga adalah komunitas masyarakat terkecil, maka masyarakat adalah

komunitas masyarakat dalam kehidupan sosial yang tersebar. Masyarakat

merupakan penjelmaan dari suku, ras, agama. antar golongan, pendidikan,

jabatan, status dan sebagainya. Pergaulan yang terkadang kurang bersahabat

sering memicu konflik sosial. Gosip bukanlah ucapan dalam dalam pandangan

masyarakat tertentu. Keributan, pertengkaran, perkelahian, prampokan,

pembunuhan, perjudian, perilaku jahiliyah lainnya sudah menjadi santapan

sehari-hari dalam masyarakat. Namun, sayang harapan hanya tinggal harapan.

Anak didik tidak dapat berharap banyak kepada lingkungan masyarakat. Hidup

dalam masyarakat yang tidak terpelajar cenderung menimbulkan masalah bagi

anak didik. Mungkin yang kotor dengan 'segala ketidakteraturannya dalam

menata lingkungan hidup. Lingkungan masyarakat seperti ini adalah

lingkungan yang kurang bersahabat pada anak didik, karena anak didik tidak

mungkin dapat belajar dengan teman baru yang tidak sedap dari lingkungan

yang kotor atau jorok membuat anak didik sukar berkonsentrasi. Keributan

lingkungan disekitar berpotensi memudahkan konsentrasi anak didik dalam

belajar. Akhirnya anak didik pun tidak betah belajar, karena sulit

membangkitkan daya konsentrasi.

Kesulitan belajar bagi anak didik tidak hanya bersumber dari obat-obatan

terlarang dan lingkungan masyarakat yang buruk, tetapi juga dapat bersumber

dari media cetak dan media elektronik.

4) Lingkungan Sekolah

Sekolah adalah lembaga pendidikan formal tempat pengabdian guru dan

rumah rehabilitasi anak didik. Di tempat inilah anak didik menimba ilmu

pengetahuan dengan bantuan guru yang berhati mulia atau kurang mulia,

memang pribadi seorang yang kurang baik.

Sebagai lembaga pendidikan yang setiap hari anak didik datangi tentu saja

mempunyai dampak yang besar bagi anak didik, kenyamanan dan ketenangan

anak didik di dalam belajar akan ditentukan sampai sejauh mana kondisi dan

100

Page 101: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

sistem sosial di sekolah dalam menyediakan lingkungan yang kondusif dan

kreatif Sarana dan prasarana sudahlah mampu dibangun dan memberikan

layanan yang memuaskan bagi anak didik yang berinteraksi dan hidup

didalamnya.

Bila tidak, maka sekolah itu dapat mempengaruhi belajar dan hasil belajar

Peserta Didik. Kalau begitu faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dan hasil

belajar Peserta Didik adalah sebagai berikut :

a) Kepribadian guru

b) Guru yang berkualitas

c) Hubungan guru dengan Peserta Didik

d) Aktivitas belajar

e) Kebiasaan belajar Peserta Didik

f) Latar belakang pengalaman yang pahit

g) Kesehatan Peserta Didik dan guru

Oleh sebab itu kepada guru-guru dituntut untuk menguasai bahan pelajaran

yang akan diajarkannya, dan memiliki tingkah laku yang tepat dalam

mengajar.

C. Pembelajaran

Pembelajaran dapat diartikan dari beberapa sudut pandang. Pertama,

pembelajaran diartikan sebagai kegiatan menyampaikan pesan berupa

pengetahuan, keterampilan, dan sikap dari guru kepada peserta didik. Kedua,

pembelajaran dipandang sebagai suatu proses penggunaan seperangkat

keterampilan (teaching as a skill) secara terpadu. Ketiga, pembelajaran

dipandang sebagai suatu seni, yang mengutamakan penampilan (kinerja) guru

secara unik yang berasal dari sifat-sifat khas, dan perasaan serta naluri guru.

Keempat, pembelajaran dipandang sebagai penciptaan suatu sistem lingkungan

yang memungkinkan terjadinya proses belajar (Kartadinata, S dan Permana, J.,

1997; Raka Joni, 1983; Hasibuan dan Mudjiono, 1995) (Suharjo, 2006).

101

Page 102: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

Berdasarkan definisi tersebut, dapat dianalisis bahwa pembelajaran

merupakan suatu kegiatan yang kompleks. Pembelajaran pada hakikatnya

tidak hanya sekedar menyampaikan pesan pembelajaran kepada peserta didik,

akan tetapi merupakan aktifitas profesional yang menuntut guru untuk dapat

menggunakan keterampilan dasar mengajar secara terpadu, serta menciptakan

sistem lingkungan yang memungkinkan peserta didik dapat belajar secara

efektif dan efisien. Sistem lingkungan (pembelajaran) ini terdiri dari

komponen-komponen yang saling mempengaruhi, antara lain: tujuan

pembelajaran, materi pembelajaran, guru dan peserta didik, jenis kegiatan yang

dilakukan, sarana/prasarana belajar yang tersedia, dan penilaian. Komponen-

komponen ini saling bergantung, saling berkaitan, dan saling mempengaruhi

dalam kerangka proses pembelajaran, dan berfungsi secara terpadu kearah

tercapainya tujuan pembelajaran.

Dalam proses pembelajaran terdapat interaksi antara guru dan peserta

didik dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

Interaksi pembelajaran ini dapat berupa serangkaian kegiatan yang dilakukan

oleh peserta didik dan guru. Serangkaian kegiatan peserta didik dapat berupa

membaca buku, mendengarkan penjelasan guru, berdiskusi, kerja kelompok,

praktikum, dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan guru misalnya

mendemonstrasikan suatu keterampilan, menjelaskan suatu topik, mengajukan

pertanyaan, mendorong diskusi, dan sebagainya. Dengan demikian bahwa

pembelajaran pada hakikatnya merupakan proses penciptaan stimulasi kepada

kelompok peserta didik, baik secara individu maupun kelompok sehingga

terjadi proses belajar dalam diri peserta didik (Suharjo, 2006).

Kartadinata, S dan Permana, J.; Raka joni; Hasibuan dan Mudjiono,

menyatakan pembelajaran dapat diartikan dari beberapa sudut pandang.

Pertama, pembelajaran diartikan sebagai kegiatan menyampaikan pesan berupa

pengetahuan, keterampilan, dan sikap dari guru kepada peserta didik. Kedua,

pembelajaran dipandang sebagai suatu proses penggunaan seperangkat

ketrampilan (teaching as a skill) secara terpadu. Ketiga, pembelajaran

102

Page 103: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

dipandang suatu seni, yang mengutamakan penampilan (kinerja) guru secara

unik yang berasal-dari sifat-sifat khas, dan perasaan serta naluri guru.

Keempat, pembelajaran dipandang sebagai penciptaan suatu sistem lingkungan

yang memungkinkan terjadinya proses belajar (Suharjo, 2006).

Hamalik (2005) mengemukakan pembelajaran adalah suatu kombinasi

yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas,

perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan

pembelajaran. Manusia terlibat dalam sistem pengajaran terdiri dari peserta

didik, guru, dan tenaga kependidikan. Material, meliputi buku-buku, papan

tulis atau white board, kapus atau spidol, fotografi, slide dan film, audio dan

video tape. Fasilitas dan perlengkapan, terdiri dari ruangan kelas, perlengkapan

audio visual, juga komputer. Prosedur, meliputi jadwal dan metode

penyampaian informasi, praktik, belajar, ujian dan sebagainya.

Kegiatan pembelajaran (Fajar, 2004) diselenggarakan untuk membentuk

watak, peradaban, dan meningkatkan mutu kehidupan peserta didik.

Suharjo (2006) mengemukakan tujuan pembelajaran yang secara eksplisit

diusahakan dicapai melalui tindakan pembelajaran tertentu dinamakan

instructional effects sedangkan tujuan pembelajaran yang lebih merupakan

hasil sampingan dari pembelajaran dinamakan nurturant effects. Instructional

effects biasanya berbentuk pengetahuan dan keterampilan, sedangkan

nurturant effects tercapainya karena siswa menghadapi suatu sistem

lingkungan belajar tertentu, misalnya siswa mampu berpikir kritis, bersifat

terbuka menerima pendapat orang lain, kreatif, disiplin, dan sebagainya,

karena siswa menghayati pengalaman berupa diskusi kelompok/kelas.

Hisyam dan Suyanto (2000) Aktivitas siswa adalah aktivitas jasmaniah

maupun mental, yang digolongkan dalam lima hal yaitu:

a. Aktivitas visual (visual activities) seperti membaca, menulis,

melakukan eksperimen, dan demontrasi.

b. Aktivitas lisan (oral activities) seperti bercerita, membaca sajak, tanya

jawab, diskusi, menyanyi.

103

Page 104: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

c. Aktivitas mendengarkan (listening activities) seperti mendengarkan

penjelasan guru, ceramah, pengarahan.

d. Aktivitas gerak (motor activities) seperti senam, atletik, menari,

melukis.

e. Aktivitas menulis (writing activities) seperti mengarang, membuat

makalah, membuat surat.

Beberapa hal yang juga harus diperhatikan selain aktivitas-aktivitas

tersebut, yaitu Pengetahuan Awal Siswa, Refleksi, Motivasi, Keragaman

Individu, Kemandirian dan Kerjasama, Belajar untuk Kebersamaan, Siswa

sebagai pembangun Gagasan, Rasa Ingin Tahu, Kreativitas, Ketuhanan,

Interaksi dan Komunikasi, , Menyenangkan, Belajar Cara Belajar, Suasana

yang Mendukung.

D. Pembelajaran Pendidikan Berwawasan Kebangsaan yang Efektif

Menurut Tim Pembina Mata Kuliah Didaktik Metodik/Kurikulum IKIP

Surabaya (Suryosubroto, 1997), mengemukakan bahwa:

Efisiensi dan Efektivitas mengajar dalam proses interaksi belajar mengajar

yang baik adalah segala daya upaya guru untuk membantu murid-murid agar

bisa belajar dengan baik. Untuk mengetahui efektivitas mengajar, dengan

memberikan tes sebagai hasil tes dapat dipakai untuk mengevaluasi berbagai

aspek proses pengajaran. Hasil tes mengungkapkan kelemahan belajar siswa

dan kelemahan pengajaran menyeluruh.

Pidarta (2007) mengemukakakan istilah belajar-mengajar berubah karena

proses mengajar pada perkembangan terakhir tidak lagi tekanannya sama

antara peserta didik dan pendidik, melainkan tekanan utamanya ada pada

peserta didik. Peserta didiklah yang aktif belajar mengembangkan diri,

kepribadian, bakat, pengetahuan, dan keterampilannya untuk menjadi manusia

dewasa yang dapat mandiri dan menjadi warga Negara yang baik. Sementara

itu pendidik hanya bertindak sebagai fasilitator, yaitu merencanakan dan

104

Page 105: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

menyiapkan serta mengatur segala sesuatu untuk keperluan belajar peserta

didik.

Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang menekankan makna

dan mengaktifkan siswa (Natawidjaja, Rochman, dkk. (Eds.), 2007).

Arend (Sumardi, 2008) menyatakan pembelajaran yang efektif berarti

pencapaian/penguasaan peserta didik terhadap materi ajar sesuai dengan tujuan

pembelajaran yang sudah dirumuskan.

Al-Muchtar (2009) menyatakan Efektivitas pembelajaran dipengaruhi

oleh berbagai faktor, baik ditinjau dari segi guru maupun dari segi pembelajar.

Guru yang efektif akan mempertimbangkan kebutuhan pembelajar,

mengorganisasikan dan mengelola kelas dengan baik, menyediakan sumber-

sumber dan bahan pembelajaran yang sesuai, dan membimbing pembelajar

dalam kegiatan pembelajaran. Dari segi pembelajar, faktor-faktor yang

mempengaruhi, antara lain motivasi belajar, disiplin kelas, tanggungjawab,

kerjasama antar pembelajar.

Samani (2007:165) menyatakan pendidik tidak dapat “memindahkan”

pemahamannya kepada pikiran peserta didik. Peserta didik sendiri yang

mengkonstruk. Hakikat pembelajaran Pendidikan Berwawasan Kebangsaan

yang efektif dipengaruhi beberapa segi, yang dimulai dari perencanaan

pendidikan. Keputusan tentang perencanaan juga berhubungan dengan materi

yang dipilih, strategi pembelajaran, penyampaian pelajaran, media

pembelajaran, pengelolaan kelas, iklim kelas, dan evaluasi pembelajaran.

E. Sistem Pembelajaran Pendidikan Berwawasan Kebangsaan

Sistem pembelajaran yang menggunakan Pendidikan Berwawasan

Kebangsaan menuntut kegiatan belajar mengajar yang memberdayakan semua

potensi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang diharapkan.

Pemberdayaan ini diarahkan untuk mendorong individu belajar sepanjang

hayat dan mewujudkan masyarakat belajar. Depdiknas (Suharjo, 2006)

mengemukakan Kegiatan belajar mengajar dilandasi oleh prinsip-prinsip:

105

Page 106: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

1. berpusat pada peserta didik;

2. mengembangkan kreativitas peserta didik;

3. menciptakan kondisi menyenangkan dan menantang;

4. mengembangkan beragam kemampuan yang

bermuatan nilai;

5. menyediakan pengalaman belajar yang beragam;

serta

6. belajar melalui berbuat.

KBK merupakan dasar kelahiran Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

(KTSP) karena itu esensinya sama. KTSP yang pada dasarnya merupakan

aplikasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (Kurikulum 2004) di Tingkat Satuan

Pendidikan, sebagai suatu konsep dan sekaligus sebagai sebuah program,

Siskandar menyatakan KTSP memiliki ciri-ciri:

a. Menekankan pada ketercapaian siswa

baik secara individual maupun klasikal;

b. Berorientasi pada hasil dan

keberagaman;

c. Penyampaian dalam pembelajaran

menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi;

d. Sumber relajar bukan hanya guru tetapi

sumber belajar lanilla yang memenuhi unsur edukatif; dan

e. Penilaian menekankan pada proses dan

hasil belajar dalam upaya penguasaan statu kompetensi.

Sesuai ciri-ciri tersebut maka peserta didik diposisikan sebagai subyek

didik bukan sebagai objek didik, dimana siswa lebih dominan dalam proses

pembelajaran.

F. Prinsip Urutan (Sequence) dan Organisasi Integrasi Pendidikan Berwawasan Kebangsaan dalam Pembelajaran PKn

106

Page 107: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

Mursell dan Nasution (2002) menyatakan yang dibicarakan hingga

sekarang ialah cara memberi suatu pelajaran tertentu dengan cara yang efektif

yakni dengan menggunakan prinsip konteks, fokus, sosialisasi dan

individualisasi. Akan tetapi guru juga harus memperhatikan efektivitas urutan

pelajaran. Guru mengajarkan dan mendidik anak mencoba mengubah

kelakuannya, memberi pemahaman sikap, pandangan hidup.

Rumusan prinsip urutan adalah urutan pelajaran yang bermakna harus

bermakna pula jika dikehendaki hasil-hasil yang autentik. Artinya “kita tak

mungkin mengajarkan seluruh mata pelajaran sekaligus. Bagaimanapun juga

kita hanya dapat mengajarkan suatu pelajaran atau satu bidang atau satu pokok

tertentu, jadi hanya sesuatu yang spesifik. Akan tetapi pelajaran yang spesifik

kita harapkan memberi perkembangan seluruh pribadi anak.

Masalah urutan bertalian erat dengan proses perkembangan atau

pertumbuhan mental. Jadi urutan pelajaran harus disesuaikan dengan taraf

perkembangan mental anak.

Ciri urutan yang baik, sejalan dengan ciri-ciri perkembangan

pertumbuhan: (1) pertumbuhan itu kontinu, (2) pertumbuhan bergantung pada

tujuan, dan (3) pertumbuhan bergantung pada timbulnya pemahaman.

Urutan logis materi, jika kemampuan dasar dan indikator dirumuskan

dalam bentuk kata kerja maka standar materi dirumuskan dalam bentuk kata

benda, atau kata kerja yang dibendakan. Selanjutnya, pokok-pokok materi

tersebut perlu dirinci atau diuraikan kemudian diurutkan untuk memudahkan

kegiatan pembelajaran. Setelah jenis dan cakupan materi ditentukan, langkah

berikutnya adalah mengurutkan (squencing) materi tersebut sesuai dengan

urutan mempelajarinya. Sama halnya dengan cara mengurutkan kemampuan

dasar dan standar kompetensi, materi pelajaran dapat diurutkan dengan

menggunakan pendekatan prosedural, hierarkis, dari sederhana ke sukar, dari

konkret ke abstrak, spiral, tematis, dan terpadu (Budimansyah, 2007:8.24-

8.25). Sumberdaya manusia, pada masa transisi dimana sumberdaya manusia

akan memasuki ke jenjang tingkat pemikiran yang lebih tinggi maka

107

Page 108: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

pembelajaran abstrak sudah harus diperkenalkan dan diberi porsi pembelajaran

yang lebih banyak artinya aspek afektif (civic participation) dan psikomotor

(civic skills) mulai diperbanyak digunakan.

G. Lima Elemen Belajar yang Konstruktivistik yang Mendasari

Pendidikan Berwawasan Kebangsaan

Menurut Zahorik ada lima elemen yang harus diperhatikan dalam praktek

pembelajaran konstektual.

1. Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating

knowledge).

2. Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge) dengan

cara mempelajari secara keseluruhan dulu, kemudian memperhatikan

detailnya.

3. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), yaitu

dengan cara menyusun (1) konsep sementara (hipotesis), (2) melakukan

sharing kepada orang lain agar mendapat tanggapan (validasi) dan atas

dasar tanggapan itu (3) konsep tersebut direvisi dan dikembangkan.

4. Mempraktekkan pengetahuan dan pengalaman tersebut

(applying knowledge).

5. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi

pengembangan pengetahuan tersebut.

Selama ini pendidik disibukkan untuk ”memompakan” materi ajar pada

tataran kognitif (civic knowledge) dan tidak sampai pada penghayatan serta

pengamalannya dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi hasilnya juga diukur

melalui ulangan/ujian tertulis, yang tentu belum menyentuh aspek pengamalan

(afektif/civic paticipation dan psikomotor/civic skills) (Samani, 2007:79).

Konstruktivistik adalah salah satu elemen dalam pembelajaran

kontekstual. Pembelajaran kontekstual diperlukan untuk menunjang Praktek

Belajar Kewarganegaraan (PBK). PBK adalah suatu inovasi pembelajaran

108

Page 109: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

yang dirancang untuk membantu peserta didik memahami teori

kewarganegaraan melalui pengalaman belajar praktek-empirik.

BAB VIKARAKTER, KOMITMEN DAN DEDIKASI PENDIDIK

A. Karakter, Komitmen dan Dedikasi Pendidik

Ornstein mengemukakan hasil penelitian David Ryans tentang

karakteristik pendidik yang efektif atau yang sangat diharapkan. Ryans

109

Page 110: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

meneliti lebih dari 6.000 orang pendidik di 1.700 sekolah, dalam jangka waktu

sekitar enam tahun, dengan menggunakan teknik observasi dan “self rating”.

Ryans mengklasifikasikan karakteristik pendidik itu ke dalam empat kluster

dimensi guru, yaitu (1) kreatif: pendidik yang kreatif bersifat imajinatif,

senang bereksperimen, dan orisinal; sedangkan yang tidak kreatif bersifat

rutin, bersifat eksak, dan berhati-hati; (2) Dinamis: pendidik yang dinamis

bersifat energik dan extrovert, sedangkan yang tidak dinamis bersifat pasif,

menghindar, dan menyerah; (3) Terorganisasi: pendidik bersifat sadar akan

tujuan, pandai mencari pemecahan masalah, control; sedangkan yang tidak

terorganisasi bersifat kurang sadar akan tujuan, tidak memiliki kemampuan

mengontrol; dan (4)Kehangatan: pendidik yang memiliki kehangatan bersifat

pandai bergaul, ramah, sabar; sedangkan yang dingin bersifat tidak bersahabat,

sikap bermusuhan, dan tidak sabar (Syamsu Yusuf L.N. dan Nani M.

Sugandhi, 2011).

Tabel 4. Karakteristik Pendidik yang Efektif dan Tidak Efektif

Karakteristik yang Efektif Karakteristik yang Tidak Efektif

1. Menampilkan sikap yang bersemangat

2. Menaruh perhatian terhadap peserta didik dan kegiatan kelas

3. Bergirang hati dan optimis4. Memiliki kemampuan

1. bersikap apatis dan malas

2. kurang menaruh perhatian terhadap peserta didik dan kegiatan kelas

3. depresi dan pesimis

110

Page 111: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

mengendalikan diri dan tidak mudah bingung

5. Senang bergurau dan humor6. Mengakui kesalahan sendiri7. Bersikap adil dan objektif dalam

memperlakukan peserta didik8. Bersikap sabar9. Menunjukkan sikap memahami

dan simpati dalam bekerja dengan peserta didik

10. Bersahabat dan ramah dalam bergaul dengan peserta didik

11. Membantu memecahkan masalah peserta didik (pribadi atau pendidikan)

12. Memberikan penghargaan kepada peserta didik yang melakukan tugas dengan baik

13. Menerima dan memercayai usaha peserta didik

14. Memiliki kemampuan untuk mengantisipasi reaksi orang lain

15. Mendorong peserta didik untuk mencoba melakukan sesuatu dengan cara yang baik

16. Merencanakan dan mengorganisasikan prosedur pembelajaran di kelas

17. Bersifat fleksibel dalam merencanakan pembelajaran di kelas

18. Mengantisipasi kebutuhan peserta didik

19. Menstimulasi peserta didik melalui materi dan metode yang menarik

20. Mendemonstrasikan dan menerangkan materi pelajaran dengan jelas

21. Memberikan tugas dengan jelas22. Mendorong peserta didik untuk

memecahkan masalahnya sendiri dan mengevaluasi hasilnya

23. Menegakkan disiplin dengan cara yang positif

4. mudah naik darah dan mudah bingung

5. terlalu serius6. tidak menyadari kesalahan sendiri7. tidak bersikap adil dan objektif

terhadap peserta didik8. tidak sabar9. kurang bersikap simpati dan

sering melecehkan (mencemooh) peserta didik

10. kurang ramah atau bersahabat dalam bergaul dengan peserta didik

11. kurang memerhatikan masalah peserta didik

12. tidak memberikan penghargaan kepada peserta didik

13. bersikap curiga terhadap motif peserta didik

14. kurang memiliki kemampuan untuk mengatisipasi reaksi orang lain

15. tidak berusaha memberikan dorongan kepada peserta didik

16. tidak merencanakan dan mengorganisasikan pembelajaran

17. perencanaan pembelajaran bersifat kaku

18. gagal dalam mengantisipasi kebutuhan peserta didik

19. materi dan metode pembelajaran tidak menarik perhatian peserta didik

20. kurang jelas dalam menerangkan materi pelajaran

21. kurang jelas dalam memberikan tugas

22. kurang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memecahkan masalahnya sendiri

23. kurang menegakkan disiplin secara positif

24. memberikan bantuan dengan setengah hati (kurang ikhlas)

25. gagal dalam memahami dan

111

Page 112: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

24. Memberikan bantuan kepada peserta didik secara ikhlas

25. Mengetahui secara dini dan mencoba memecahkan berbagai masalah potensial

memecahkan masalah potensial

Pendidik merupakan salah satu komponen yang sangat berperan penting

dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah dasar. Pendidik adalah tenaga

professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses

pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan

pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat,

terutama bagi pendidik di perguruan tinggi (UU No. 20 Tahun 2003). Pendidik

yang bertugas melaksanakan pendidikan dan pengajaran di sekolah disebut

guru, sedangkan yang bertugas di perguruan tinggi disebut dosen (Suharjo,

2006).

Pendidik mempunyai kewajiban dan hak sesuai UU No. 20 Tahun 2003.

Kewajiban meliputi tiga macam yaitu (1) menciptakan suasana pendidikan

yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis; (2) mempunyai

komitmen secara professional untuk meningkatkan mutu pendidikan; dan (3)

memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan

sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya. Sedangkan Hak-haknya

sebagai berikut.

1. Penghasilan dan jaminan kesejahteraan social yang pantas dan

memadai;

2. Penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;

3. Pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas;

4. Perlindungan hokum dalam melaksanakan tugas dan hak atas hasil

kekayaan intelektual; dan

5. Kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana, fasilitas

pendidikan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas.

112

Page 113: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

Untuk mendapatkan hak setelah memenuhi kewajiban. Akan tetapi

sebelum menjadi pendidik ada syarat-syarat yang harus dipunyai dan dikuasai,

secara umum sebagai berikut.

1. Persyaratan kepribadian. Ada beberapa pilar kunci kemuliaan akhlak

yang harus dimiliki oleh seorang pendidik, yaitu (1) jujur perkataan, (2)

tutur kata yang lembut, (3) wajah yang cerah dan jernih, (4)

melaksanakan amanat yang diberikan kepadanya, (5) menepati janji,

(6) sikap yang sopan dan penuh etika, (7) berjiwa lapang dada, dan (8)

meninggalkan hal-hal yang dilarang oleh norma-norma agama maupun

masyarakat, Negara, bangsa.

2. Persyaratan jasmani dan kesehatan. Seorang pendidik harus memiliki

kondisi kesehatan tubuh dan rohani yang baik sehingga dapat

menjalankan tugasnya sebagai pendidik.

3. Persyaratan penguasaan kompetensi pendidik. Direktorat Jenderal

Pendidikan Tinggi – Depdiknas telah menetapkan Standard

Kompetensi pendidik dapat dipandang dari dua segi, yakni segi

substansi dan segi tataran. Dari segi substansi, kemampuan pendidik

dikelompokkan dalam empat rumpun kompetensi, yaitu penguasaan

bidang studi, pemahaman tentang peserta didik, penguasaan

pembelajaran yang mendidik serta pengembangan kepribadian dan

keprofesionalan. Ditinjau dari segi tatarannya, perangkat komptensi

menjadi tiga tingkatan, yaitu Kompetensi Utama/KU (kemampuan

mutlak dalam melakukan unjuk kerja keguruan-kependidikan, yang

memungkinkan pendidik dapat mengambil keputusan-keputusan

professional dalam melaksanakan tugasnya), Kompetensi

Pendukung/KP (perangkat kemampuan yang berfungsi untuk

meningkatkan kemantapan pelaksanaan layanan ahli sesuai dengan

jenis dan kewenangannya), Kompetensi Lain/KL (kemampuan

tambahan yang dapat melengkapi kompetensi pelaksanan tugas sebagai

pendidik kelas.

113

Page 114: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

Pendidik dituntut untuk memiliki komitmen dan dedikasi yang tinggi

dalam mengembangkan profesionalitasnya sebagai guru sekolah dasar dengan

mampu membangun interaksi dan komunikasi sosial, memiliki daya saing dan

sikap responsive, antisipatif serta adaptif dalam era global.

Pendidik mempunyai wewenang mengajar berdasarkan kualifikasi sebagai

tenaga pengajar. Wewenangnya adalah melaksanakan peran (Hamalik, 2004),

yakni:

a. Sebagai fasilitator, yang menyediakan kemudahan-kemudahan bagi peserta

didik untuk melakukan kegiatan belajar;

b. Sebagai pembimbing, yang membantu peserta didik mengatasi kesulitan

dalam proses pembelajaran;

c. Sebagai penyedia lingkungan, yang berupaya menciptakan lingkungan

yang menantang peserta didik agar melakukan kegiatan belajar;

d. Sebagai komunikator, yang melakukan komunikasi dengan peserta didik

dan masyarakat;

e. Sebagai model yang mampu memberikan contoh yang baik kepada peserta

didiknya agar berperilaku yang baik;

f. Sebagai evaluator; yang melakukan penilaian terhadap kemajuan belajar

peserta didik;

g. Sebagai innovator, yang turut menyebarluaskan usaha-usaha pembaruan

kepada masyarakat;

h. Sebagai agen moral dan politik, yang turut membina moral masyarakat,

peserta didik, serta menunjang upaya-upaya pembangunan;

i. Sebagai agen kognitif, yang menyebarkan ilmu pengetahuan kepada

peserta didik dan masyarakat;

j. Sebagai manajer, yang memimpin kelompok peserta didik dalam kelas

sehingga proses pembelajaran berhasil.

Tugas pendidik mencakup tiga hal. Tugas yang pertama adalah tugas

profesional yaitu mendidik (dalam rangka mengembangkan kepribadian),

114

Page 115: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

mengajar (dalam rangka mengembangkan kemampuan berfikir/kecerdasan)

dan melatih (dalam rangka penerapan teknologi dan ketrampilan) (Suharjo,

2006).

Arbi (Suryosubroto, 1997) menyatakan sikap pribadi yang dijiwai oleh

filsafat Pancasila, yang akan mengagungkan budaya bangsanya, yang rela

berkorban bagi kelestarian bangsa dan negaranya termasuk dalam kompetensi

pribadi. Sedangkan kompetensi kemasyarakatan adalah kemampuan guru

dalam membina dan mengembangkan interaksi sosial baik sebagai tenaga

profesional maupun sebagai warga masyarakat.

Standar kompetensi pendidik sebagaimana termaktub dalam Undang-

Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 10 mencakup: (1)

kompetensi pedagogik ialah kemampuan mengelola pembelajaran peserta

didik, (2) kompetensi kepribadian ialah kemampuan kepribadian yang mantap,

berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik, (3)

kompetensi sosial, dan (4) kompetensi profesional ialah kemampuan

penguasaan materi secara luas dan mendalam.

Jadi dengan pendekatan kualitatif dengan sifat mengeksplorasi

pembelajaran yang dilakukan guru PKn pada setiap kali proses pembelajaran,

maka kita mengetahui apakah pembelajaran sudah dilakukan dengan seimbang

dalam artian semua aspek taksonomi tujuan pendidikan terbelajarkan sehingga

dapat membentuk karakter peserta didik sekolah dasar sesuai dengan indikator

karakter peserta didik.

B. Profesionalisme Pendidik

Pekerjaan sebagai pendidik dapat disebut sebagai suatu pekerjaan yang

professional. Suatu pekerjaan dikatakan sebagai pekerjaan professional jika

memiliki persyaratan sebagai berikut: (1) memberikan layanan kepada

masyarakat, (2) menuntut adanya pendidikan khusus pada jenjang pendidikan

115

Page 116: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

tinggi. Selain persyaratan tersebut (3) adanya kepekaan terhadap dampak

kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya, (4) menuntut adanya

keterampilan berlandaskan pada konsep dan teori ilmu pengetahuan yang

mendalam, (5) menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai

dengan keprofesiannya, dan (6) memungkinkan pengembangan sejalan dengan

dinamika kehidupan (Suharjo, 2006).

Pandangan tersebut didukung pendapat dalam buku Sistem Pendidikan

Tenaga Kependidikan PGSD (2004) dikemukakan bahwa profesi merupakan

suatu pekerjaan yang memerlukan prasyarat pendidikan khusus dalam jangka

waktu relatif lama dan adanya pewadahan dalam organisasi. Ditjen Dikti

(2004) mengemukakan yang membedakan antara professional atau bukan yaitu

(1) landasan keilmuan yang spesifik, (2) kewenangan yang diakui oleh

pemakai, (3) sanksi dan pengakuan masyarakat atas kewenangan itu, (4) kode

etik yang mengatur hubungan di kalangan para professional dengan klien dan

sejawatnya, (5) budaya profesi yang terdiri atas nilai-nilai, norma-norma dan

lambing-lambang, serta (6) wadah atau persatuan profesi yang kuat dan

berpengaruh (dalam Suharjo, 2006).

Pendidik yang professional adalah mampu mengingatkan dirinya adalah

seorang pendidik, jadi mereka dapat menjadi pendidik yang baik dan

bertanggungjawab. Merosotnya pengaruh pendidik dalam kehidupan peserta

didik atau kepercayaan peserta didik terhadap guru dapat dipakai sebagai

bahan renungan. Pasalnya, indikator terhadap kurangnya kepercayaan peserta

didik terhadap guru mulai Nampak. Sebagai contoh, adanya peserta didik yang

tidak kenal nama gurunya padahal peserta didik tersebut masih belajar di

sekolah tersebut, sama halnya juga banyak mahasiswa yang tidak kenal rektor,

pembantu rektor, dekan, ketua prodi atau ketua jurusan; adanya peserta didik

yang tidak menghiraukan nasehat pendidik dan lebih mendengarkan saran

teman-temannya. Jika hal ini terjadi, bukan semata-mata kesalahan peserta

didik atau mahasiswa. Berbagai pihak perlu mawas diri dan evaluasi diri.

Pendidik misalnya, perlu melakukan self introspection apakah mereka sudah

116

Page 117: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

kompeten dan professional dalam menjalankan tugas sebagai pendidik; apakah

pendidik telah memperlakukan peserta didiknya secara adil dan demokratis;

apakah pendidik memperhatikan dan mau mendengarkan kesulitan dan

keluhan peserta didik.

Komponen kinerja profesional pendidik yaitu (1) gaya mengajar, menurut

Donald Medley gaya mengajar guru ini merujuk kepada kemampuan guru

untuk menciptakan iklim kelas (classroom climate). Sementara ahli lain

menggambarkan gaya mengajar itu sebagai (a) aspek ekspresif mengajar, yang

menyangkut karakteristik hubungan emosional antara pendidik-peserta didik,

seperti hangat atau dingin; dan (b) aspek instrumental mengajar, yang

menyangkut bagaimana guru memberikan tugas-tugas, mengelola belajar, dan

merancang aturan-aturan kelas (Syamsu Yusuf L.N. dan Nina M. Sugandhi,

2011).

C. Peran Pendidik

Guru selaku pelaku utama dalam implementasi atau penerapan program

pendidikan di sekolah memiliki peranan yang sangat strategis dalam mencapai

tujuan pendidikan yang diharapkan. Dalam hal ini, guru dipandang sebagai

factor determinan terhadap pencapaian mutu prestasi belajar peserta didik.

Dalam konteks pembentukan karakter bangsa, guru maupun dosen

merupakan key person in the classroom yang memiliki peran yang amat

srtategis mengingat pembentukan karakter bangsa mengenyam pendidikan di

sekolah maupun pendidikan tinggi. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan

apabila diberbagai Negara maju telah menekankan perlunya pendidikan

karakter (Character Education) yang merupakan bagian dari sistem

pendidikan mereka. Paterson (2005) menyatakan bahwa “many schools have

looked for ways ro provide guidance for the positive behaviours and value that

should be a part oh the education for all people”. Hal yang serupa juga

dikemukakan oleh Brendtro et al (1990) yang menyatakan bahwa banyak

sekolah mulai menyadari perlunya penanaman nilai-nilai (values), kepercayaan

117

Page 118: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

(beliefs), dan bahkan menanamkan nasionalisme dan kepahlawan dengan

menceritakan kepada siswa tentang pahlawan-pahlawan bangsa yang menjadi

bagian dari masyarakat. Henley et al (1999) bahkan menyatakan bahwa di

Amerika “As a result, many schools have embraced “character education” as

a way to teach community and national values”. Jika “character education”

diajarkan di sekolah maupun pendidikan tinggi sebagai upaya “nation

character building”, peran guru dan dosen menjadi sentral dan vital,

mengingat guru dan dosen yang menjadi kunci penentu pendidikan karakter

tersebut. Dengan perannya sebagai agent of change guru maupun dosen

diharapkan mampu melakukan pembentukan karakter peserta didik atau

mahasiswa yang merupakan generasi muda bangsa. Oleh karena itu, guru dan

dosen harus benar-benar kompeten dan professional dalam menjalankan peran

dan tugasnya, jika tidak akan berpengaruh terhadap kualitas dan efektivitas

pembentukan karakter bangsa (Baedhowi, 2010).

Peran guru adalah mengidentifikasi tentang berbagai perspektif belajar

peserta didik, dan mengintegrasikannya di dalam pembelajaran yang

diselenggarakan. Untuk melakukan peran tersebut, seorang guru harus

memiliki pengetahuan tentang diri anak, ekspektasi dan pengalaman anak

sebelumnya dan mengembangkannya secara optimal selama pembelajaran.

Baik bagi pencitaan kondisi dan kesiapan diri mereka untuk belajar, maupun

agar bahan dan tugas-tugas belajar yang diberikan memiliki makna, dipandang

penting, serta relevan dengan apa yang telah mereka ketahui atau alami

sebelumnya. Kompetensi guru ini dalam terminasi Hoyle dinamakan the

restricted professional yang atribut-atribut kualitatif yang minimal harus

dimiliki oleh seorang guru sebagai prasyarat kelayakan profesi. Sejalan dengan

itu, Hyde and Bizar mengemukakan tujuh prinsip pembelajaran Pendidikan

IPS/PKn yang seyogyanya ditunaikan guru dalam mengembangkan

pembelajaran, yaitu:

118

Page 119: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

1. Menyadari bahwa skema kognitif, salah

konsep atau teori-teori yang naïf yang dimiliki peserta didik senantiasa

akan dibawanya ke dalam kelas.

2. Lebih memperhatikan pada adanya sudut

pandang yang berbeda-beda dari setiap peserta didik.

3. Membantu peserta didik mengeksplorasi,

menggenerate, memantapkan, mengelaborasi, dan merefleksi ide-ide

pokok yang terdapat di dalam konsep peserta didik.

4. Merancang pembelajaran yang bersifat

inkuiri sistematik yang dapat mengaitkan atau menjembatani kesenjangan

yang terjadi antara konsep peserta didik dengan konsep yang diharapkan

oleh kurikulum.

5. Memedomani peserta didik dengan

berbagai konsep-konsep arahan, atau mendorong peserta didik agar

berhasil mencapai pengertian baru atau dalam merestrukturisasi agar

berhasil mencapai pengertian baru atau dalam merestrukturisasi skema

konsepnya.

6. Melakukan tukar pikiran dan proses-proses

meta kognitif, sehingga peserta didik dapat melakukan refleksi terhadap

proses yang terjadi, titik kunci keputusan yang diambil, atau bagaimana

mereka mendapatkan kemantapan pengertian terhadap topik-topik tertentu.

7. Mengelaborasi skema mereka dengan

membantunya melihat kaitan antara apa yang telah mereka ketahui dengan

bidang-bidang kajian antara apa yang telah mereka ketahui dengan bidang-

bidang kajian dan permasalahan yang terdapat di dalam pendidikan. Guru

sebagai motivator, diagnostician, guide, innovator, experimenter, dan

researcher (Osborne and Freyberg; Posner et. al; Osborne, Bell and Gilbert;

Cosgrove and Osborne) (Al Muchtar, 2009).

Hal tersebut diperkuat dengan hasil penelitian Noor (2014) menyatakan

bahwa calon guru harus memiliki kompetensi yaitu percaya diri, berani tampil,

119

Page 120: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

mempunyai suara keras, jelas, dan artikulasi baik, berwawasan luas, dan

mempunyai kemampuan teknologi informasi komunikai untuk mendukung

kemampuan mengajar. Dengan kemampuan tersebut maka pendidik dapat

mengembangkan diri menjadi pendidik yang professional sehingga

mendapatkan kesejahteraan yang diinginkannya.

120

Page 121: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

BAB VIITAKSONOMI TUJUAN PENDIDIKAN NASIONAL

A. Taksonomi Tujuan Pendidikan Nasional di Sekolah

Tujuan pendidikan nasional menurut UU Nomor 20 Tahun 2003 yaitu

mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indoensia

seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang

Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan,

kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa

tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Tujuan Pendidikan Nasional dalam UUD 1945 (versi Amandemen)1. Pasal 31, ayat 3 menyebutkan, “Pemerintah mengusahakan dan

menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.”

2. Pasal 31, ayat 5 menyebutkan, “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.”

Dari kedua Tujuan Pendidikan Nasional tersebut terlihat bahwa

taksonomi jelas dibagi dalam 3 ranah yaitu Kognitif (Pengetahuan), Afektif

(Sikap, tingkah laku, budi pekerti), dan Psikomotor (keterampilan/kompetensi)

karena itu sekolah merupakan wadah atau tempat agar taksonomi tersebut

dapat dibelajarkan secara maksimal melalui pengembangan Kurikulum.

Sekolah konvensional merupakan sekolah yang menyelenggarakan

pendidikan dengan sistem guru kelas dan pembelajaran tatap muka antara

siswa dengan guru dalam hari dan jam-jam pelajaran efektif yang telah

ditetapkan.

Di dalam sekolah konvensional, guru kelas setiap hari menggunakan

strategi pembelajaran dalam bentuk: tatap muka, dan klasikal. Tatap muka

artinya dalam proses belajar mengajar itu terdapat interaksi pembelajaran

121

Page 122: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

secara tatap muka (face to face) antara guru dengan siswa. Pembelajaran dalam

bentuk klasikal artinya pembelajaran diperuntukkan kepada sejumlah anak (8

sampai 40 orang) dalam satu kelas tertentu (Suharjo, 2006:26).

Pendidik kurang konsisten dalam mengikuti pedoman pelaksanaan

pendidikan yang sesuai dengan taksonomi tujuan pendidikan dan hanya

menerapkan model pembelajaran tradisional dengan menggunakan metode

ceramah. Sehingga pembelajaran yang masih berorientasi pada pendidik

(Teacher Center Learning) (Suharjo, 2006:33-34).

Dilandasi visi dan misi di salah satu SDN Palangka Raya untuk

membentuk karakter peserta didik, maka

1. Pembelajaran

a. melaksanakan KBM yang mendidik dan mengajar

b. menumbuh kembangkan karakter peserta didik secara optimal

c. menciptakan suasana kekeluargaan ibarat anak dengan orang tua

d. menata lingkungan belajar yang sehat dan bersih

e. mengembangkan hubungan timbal balik antara guru-siswa-pimpinan-

karyawan yang harmonis sehingga tercipta suasana kerja menyenangkan

tanpa paksaan

f. melakukan pembenahan yag dilandasi oleh perubahan pandangan melalui

KKG, KKKS, MKKS dan rapat di sekolah

2. Pengabdian pada Masyarakat

a. Membina hubungan yang baik dengan semua sekolah se gugus melalui

Porseni

b. Melibatkan siswa dalam kegiatan sosial untuk membantu sesama yang

kurang beruntung atau kena musibah atau sakit

c. Menyelenggarakan kegiatan hari besar keagamaan

3. Memotivasi guru

Melakukan penelitian sederhana berkaitan bahan ajar, terutama berkaitan

dengan tugas akademik untuk meningkatkan profesionalisme.

122

Page 123: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

4. Kurikulum

Kurikulum yang digunakan dari kelas I s/d kelas VI adalah Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Untuk mata pelajaran muatan lokal yaitu

Bahasa Daerah Dayak Ngaju dan Bahasa Inggris menggunakan tenaga honorer

(yang berbakat). Sedangkan Pendidikan Karakter adalah pembelajaran

yang dilakukan dengan menyisipkan 18 butir indikator dari Pendidikan

Karakter ke dalam semua mata pelajaran dalam setiap KBM sehingga

kompetensi akhir yang diinginkan yaitu siswa memiliki tata susila dan sopan

santun dalam kehidupan.

5. Acuan Pendidikan

a. Setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran, oleh

sebab itu di sekolah ini siswanya berasal dari berbagai suku, ada suku

Jawa, Batak, Dayak, dan Banjar.

b. Pada dasarnya anak adalah makhluk yang aktif, kreatif, serta memiliki rasa

ingin tahu, dan secara dini harus sudah ditumbuh kembangkan ole guru.

c. Hubungan antara guru dan siswa bersifat setara, didasari oleh rasa saling

menghormati dan menghargai serta pengakuan atas martabat masing-

masing.

d. Sekolah adalah rumah kedua bagi anak, guru sebagai pengganti orang tua

selama di sekolah.

e. Setiap ada kasus antar anak harus segera diselesaikan secara musyawarah

dan kekeluargaan.

123

Page 124: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

BAB VIIIPELAKSANAAN TAKSONOMI TUJUAN PENDIDIKAN NASIONAL

Strategi pembelajaran yang berdasarkan taksonomi tujuan pendidikan

dalam membentuk karakter peserta didik di sekolah dasar. Pembelajaran PKn

mengajarkan sesuai dengan taksonomi tujuan pendidikan yaitu (1)

pengembangan keterampilan pemecahan masalah yang terkait pada peran

warga negara dalam proses kebijakan publik (civic skills/psikomotor), (2)

pengembangan wawasan kewarganegaraan (civic knowledge/kognitif), (3)

pengembangan keterampilan partisipasi kewarganegaraan (civic

participation/afektif). Dan memberi sumbangan pemikiran terhadap fenomena

yang terjadi. Karena hal ini disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan peserta

didik kelas rendah dan kelas tinggi.

Teori tersebut di atas reduksi dari beberapa teori yang dikembangkan

antara lain oleh Branson (1998) mengemukakan pengembangan pembelajaran

pendidikan kewarganegaraaan terdiri atas tiga komponen penting, yaitu 1)

Civic knowledge (pengetahuan kewarganegaraan), berkaitan dengan

kandungan atau apa yang seharusnya diketahui oleh warganegara; 2) Civic

skill (keterampilan kewarganegaraan), adalah kecakapan intelektual dan

partisipatoris warganegara yang relevan; dan 3) Civic disposition (watak

kewarganegaraan) yang mengisyaratkan pada karakter publik maupun privat

yang penting bagi pemeliharaan dan pengembangan demokrasi konstitusional

(Arif dan Vedhuis (1998) mengemukakan bahwa dalam proses pendidikan

kewarganegaraan kita harus membedakan antara aspek-aspek pengetahuan

(knowledge), sikap dan pendapat (attitudes and opinions), keterampilan

intelektual (intellectual skills), dan keterampilan partisipasi (participatory

skils) (Winataputra, 2008:7.21).

Winataputra, Udin S. (2008:1.1-1.2) mengemukakan tugas PKn dalam

paradigma barunya mengemban tiga fungsi pokok, yakni mengembangkan

kecerdasan warga negara (civic intelligence), membina tanggung jawab warga

124

Page 125: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

negara (civic responsibility) dan mendorong partisipasi warga negara (civic

participation).

Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan strategi pembelajaran PKn

yang perlu dikembangkan guru sebagai guru PKn yang professional yaitu 1)

pengembangan keterampilan (civic skills), 2) pengembangan wawasan

kewarganegaraan (civic knowledge), 3) pengembangan partisipasi

kewargangeraan (civic participation), dan 4) pengembangan tanggung jawab

kewarganegaraan (civic responbility).

A. Pengetahuan (civic knowledge/kognitif)

Pembelajaran yang dapat dilakukan untuk menutupi kekurangan tersebut

dan memaksimalkan daya tangkap otak peserta didik adalah setiap jadual mata

pelajaran PKn, 1) guru dalam pembelajaran harus menggunakan pakaian

adat/daerah atau batik yang mempunyai ciri khas sesuai dengan daerah

masing-masing. Dengan begitu konsentrasi pembelajaran peserta didik

menjadi terfokus sehingga mengurangi keributan menjadi bermakna dan

akhirnya menjadi pengetahuan yang selalu diingat oleh peserta didik, dan 2)

menggunakan alat musik seperti gitar untuk bernyanyi bersama menggunakan

lagu-lagu nasional (yang terlupakan) atau lagu-lagu daerah yang hampir tidak

pernah terdengar di stasiun radio maupun televisi swasta sehingga pola

pembelajaran belajar sambil bermain yang sesuai dengan kelas rendah dapat

terlaksana. Peserta didik tidak bosan, jenuh, dan merasa kelelehan.

Banyak generasi muda yang sudah melupakan bahkan tidak mau tahu,

sampai akhirnya negara lain yang ingin mematenkannya baru semua tergerak

ingin melindungi. Pengetahuan budaya daerah masing-masing sudah sangat

berkurang saat ini indikatornya adalah bahwa civic knowledge guru PKn hanya

berdasarkan SK dan KD yang ada pada materi bukan pada pengetahuan yang

juga berasal dari lingkungan.

125

Page 126: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

B. Sikap (civic skills/psikomotor)

Pendidik kurang pengalaman dalam organisasi, pergaulan dalam

masyarakat, dan perkembangan pengetahuan dari luar misalnya

mengembangkan banyak membaca dan suka browsing internet. Hal tersebut

menghambat dalam memperkenalkan istilah-istilah dan semboyan dari

kebudayaan daerah setempat dalam setiap KD yang akan diajarkan dalam

perbuatan yang nyata dalam kehidupan sehari-hari. Seperti yang dibahas

sebelumnya Pendidikan Budaya Kalimantan Tengah ”Huma betang” yang

bermakna kebersamaan. Rumah besar yang dihuni oleh beberapa keluarga

yang dapat hidup rukun walaupun berbeda sifat tetapi dapat hidup bersama dan

saling membantu, ”Isen Mulang” bermakna semangat pantang mundur apabila

berjuang dan menghadapi musuh, dan ”Oh Indang Oh Apang Oh Pahari

tuntang jalahan samandiai sahindai tau mampendeng petak danum, uluh dayak

ngaju” artinya Oh Ibu Oh Bapak Oh Saudara-Saudara dan Teman-Teman

semua...Jangan Cuma berdiri-diri menjual muka sebelum bisa membangun

Tanah Air, orang Dayak Ngaju.”

Juga di Kalimantan Tengah khususnya adalah mempunyai ciri khusus

yaitu bertutur kata yang sopan dan ramah. Setiap peserta didik menjadi

mengetahui cara melakukan bertutur kata yang sopan dan ramah dan

melakukan aktivitas dengan menggunakan tangan kanan.

C. Nilai (civic participation/afektif)

Nilai (civic participation/afektif) yang diajarkan guru PKn dalam

membentuk karakter peserta didik di sekolah, berdasarkan hasil penelitian

strategi pembelajaran PKn yang diterapkan oleh guru PKn lebih banyak

menggunakan metode ceramah, mendikte, dan mencatat di papan tulis serta

memberikan contoh untuk menjelaskan nilai dalam membentuk karakter

peserta didik di sekolah dasar berdasarkan visi dan misi.

Pengembangan pembelajaran nilai yang dibelajarkan dapat belajar dari

pengetahuan yang berupa kebudayaan daerah setempat. Di Kalimantan Tengah

126

Page 127: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

misalnya ada beberapa seni musik misalnya Mansana Kayau adalah kisah

kepahlawan yang dilagukan kembali. Biasanya dinyanyikan bersahut-sahutan

dua sampai empat orang baik perempuan maupun laki-laki. Atau Karungut

yang juga biasa disebut pantun yang dilagukan adalah sastra lisan nusantara

sebagai ekspresi kegembiraan dan rasa bahagia. Karungut biasanya dipakai

untuk hajatan misalnya upacara perkawinan, khitanan, upacara pemakaman,

penyambutan tamu, hari ulang tahun, ulang tahun kantor, bahkan sekarang

digunakan kampanye pilkada. Atau manasai yaitu tarian menyambut tamu

yang datang. Dilakukan bersama-sama tua muda sambil bergembira.

Seharusnya pendidik mempunyai pengetahuan tentang kesenian minimal

pengetahuan dasar sehingga arti filosofi yang ada pada nyanyi atau tarian

tersebut dapat menjadi contoh. Di Kalimantan Tengah misalnya Kalalai-Lalai

adalah nyanyian yang disertai tari-tarian Suku Dayak di daerah Kotawaringin.

Pembelajaran tersebut mampu mengurangi kejenuhan dan kebosanan para

peserta didik sehingga pembelajaran menjadi bermakna.

D. Keseimbangan Pembelajaran PKn

Pembelajaran PKn dalam membentuk karakter peserta didik

berdasarkan taksonomi tujuan pendidikan dan 18 indikator karakter peserta

didik. Hal yang paling penting untuk mencapai sasaran perkembangan karakter

peserta didik dalam pembelajaran adalah guru harus menjadi fasilitator yang

menyediakan waktu untuk mendiskusikan pengetahuan yang didapatnya baik

dari sekolah maupun dari lingkungan dengan peserta didik.

Untuk mendukung pembelajaran yang seperti tersebut diatas sekolah

dasar harus memiliki fasilitas dan sarana prasarana media pembelajaran yang

lengkap dalam hal ini peralatan OHP, LCD, dan multimedia tidak ada tetapi

kamera digital, handycam, lapangan olahraga/halaman, tanah untuk berkebun,

perpustakaan, kantin, dan ruang guru sudah ada. Sekolah dasar harus

meningkatkan berbagai sarana prasarana juga SDM. Dan juga yang paling

127

Page 128: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

penting diperlukan disini adalah laboratorium PKn semacam tempat pengenal

berbagai kegiatan misal demokrasi dan pemerintahan.

Contoh: dalam Naskah Akademik Kajian Kebijakan Kurikulum

Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) untuk SK dan KD kelas III terlihat bahwa

1) KD 2.3 Melaksanakan aturan-aturan yang berlaku di lingkungan

masyarakat, KD ini sama dengan KD 4.2 di kelas I semester 2, 2) susunan KD

3.1; 3.2 dan 3.3 tidak runtut, dan 3) KD 3.3 Menampilkan perilaku yang

mencerminkan harga diri, KD ini sulit terukur pada proses belajar. Hal ini

menambahkan masukkan bahwa tidak hanya dibutuhkan kemampuan guru

membelajarkan tetapi juga kurikulum yang sesuai dengan semangat KTSP

yaitu otonomi pendidikan.

128

Page 129: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

BAB IXKURIKULUM PENDIDIKAN BERWAWASAN KEBANGSAAN

A. Kurikulum

Belajar dari pengalaman (lesson learnerd), kurikulum-kurikulum yang

ditetapkan oleh pemerintah pusat belum sepenuhnya dapat diterapkan dan

sesuai dengan kondisi sekolah. Oleh karena itu Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP) merupakan pendidikan yang dapat menyelaraskan

pandangan sumberdaya manusia untuk proses pembentukan karakter yang

disesuaikan dengan kondisi, karakteristik, dan potensi daerah, sekolah, dan

kompetensi sumberdaya manusia. Dengan demikian KTSP lebih

mengedepankan pembentukan karakter pendidikan yang sesuai dengan

kondisi, karakteriktik daerah (kearifan budaya lokal), sekolah dan peserta

didik.

Upaya meningkatkan kualitas, profesionalitas dan karakter pendidikan

serta penerapan kurikulum yang baik dan bermutu merupakan sebagian upaya

pemerintah untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas demi

meningkatkan mutu dan karakter bangsa. Kurikulum sebagai rencana

pembelajaran kurikulum. Kurikulum adalah suatu program pendidikan yang

disediakan untuk membelajarkan peserta didik. Dengan program tersebut

peserta didik melakukan berbagai kegiatan belajar, sehingga terjadi perubahan

dan perkembangan tingkah laku. Pendapat Douglass sehubungan dengan

konsep tersebut, sebagai berikut:

The curriculum is as broad and varied as the child’s school environment. Broadly conceived, the curriculum embraces not only subject matter but also various aspects of the physical and social environment. The school brings the child with his impelling flow of experiences into an environment consisting of school facilities, subject matter, other children, and teachers. From interaction or the child with these (Hamalik, 2007).

Hal tersebut berarti, semua hal dan semua orang yang terlibat dalam

memberikan bantuan pembelajaran kepada peserta didik termasuk dalam

kurikulum.

129

Page 130: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

Kurikulum merupakan alat transmisi kebudayaan, transaksi dengan

masyarakat atau transformasi pribadi anak didik. Konsep ini menekankan

adanya kepedulian kurikulum terhadap lingkungan dimana peserta didik

berada. Model konsep kurikulum ini memfokuskan pada perubahan sosial dan

personal pada diri peserta didik yang bersifat pluralistik dan holistik (Miller

dan Seller, 1999). Jadi integrasi pendidikan berwawasan kebangsaan dalam

pembelajaran PKn sesuai konsep tersebut dimana peserta didik akan belajar

pada lingkungan yang nyata untuk meningkatkan kemampuan hasil belajar

PKn (Anshoriy dan Pembayun, 2008).

B. Karakter Bangsa

Kesejahteraan bangsa bukan lagi bersumber pada sumberdaya alam dan

modal yang bersifat fisik, melainkan bersumber pada modal moralitas. Oleh

karena itu, tuntutan untuk terus-menerus memajukan moralitas menjadi suatu

keharusan. Mutu lulusan tidak cukup diukur dengan standar lokal saja sebab

perubahan global telah sangat besar mempengaruhi ekonomi bangsa.

Dinamika pendidikan dewasa ini ditandai revolusi dan transformasi pemikiran

tentang hakikat pembelajaran PKn. Titik sentral setiap proses pembelajaran

terletak pada ”suksesnya peserta didik/mahasiswa mengorganisasi

pengalamannya, bukan pada kebenaran peserta didik/mahasiswa dalam

melakukan replikasi atas apa yang dilakukan pendidik” (Anshoriy dan

Pembayun, 2008).

Ekowarni (2007) mengemukakan bahwa sebagai identitas atau jati diri

suatu bangsa, karakter merupakan nilai dasar perilaku yang menjadi acuan tata

nilai interaksi antar manusia (when character is lost then everything is lost).

Secara universal berbagai karakter dirumuskan sebagai nilai hidup bersama

berdasarkan atas pilar: kedamaian (peace), menghargai (respect), kerjasama

(cooperation), kebebasan (freedom), kebahagiaan (happinnes), kejujuran

(honesty), kerendahan hati (humility), kasih sayang (love), tanggungjawab

130

Page 131: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

(responsibility), kesederhanaan (simplicty), toleransi (tolerance), dan persatuan

(unity) (Baedhowi, 2010).

Bangsa Indonesia memiliki banyak tokoh panutan yang memiliki karakter

seperti Sukarno, Mohammad Hatta, Ki Hadjar Dewantara, Sri Sultan

Hamengku Buwono IX dan tokoh lainnya mampu yang memberikan

keteladanan bagi bangsa dengan karakter mereka yang kuat. Rajasa (2008)

mengemukakan bahwa bangsa Indonesia perlu meneladani karakter para

pahlawan dengan memperluas cakupannya bukan hanya kerelaan untuk

berbuat sesuatu yang ditujukan untuk mencapai cita-cita besar bangsanya

diiringi dengan kesediaan untuk mempertaruhkan jiwa dan raga namun juga

mampu merancang skenariomasa depan bangsanya, menuju bangsa yang

mandiri dan bermartabat melalui semangat juang tinggi, disiplin dan kerja

keras di semua bidang kehidupan. Lebih lanjut ia menambahkan bahwa bangsa

yang berhasil di era milenium ini adalah bangsa dengan kapasitas daya saing

tinggi, yang rakyatnya memiliki kapasitas berpikir yang cerdas, kemampuan

imajinasi dan kreasi yang tak terbatas dan mental yang robust atau tahan

banting. Bangsa dengan kualitas yang seperti itulah yang akan sanggup

berevolusi di era milenium ini dan di masa depan. Soepandji (2007)

menambahkan bahwa generasi muda perlu membangun karakter ”Bhinneka

Tunggal Ika” yang dilandasi nilai-nilai budaya damai, toleransi, anti

kekerasan, menekankan kejujuran, kepedulian, keadilan, kepatuhan hukum

serta menjunjung tinggi supremasi hukum (Baedhowi, 2010).

Namun pada kenyataannya, karakter dan identitas bangsa yang selama ini

berkembang di Indonesia adalah karakter yang kurang memiliki daya juang

yang tinggi terhadap proses (upaya) mencapai sesuatu dan cenderung memilih

jalan pintas untuk memperoleh hasil tertentu. Sebagai contoh, untuk

mendapatkan nilai baik, masih banyak peserta didik yang memilih jalan pintas

dengan mempelajari soal-soal yang digunakan sebelumnya, dengan membuat

catatan untuk menyontek, atau bahkan ada yang melakukannya dengan cara-

cara tertentu (semacam suap) agar dapat nilai baik atau lulus ujian.

131

Page 132: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

Implikasi lebih luas adalah, maraknya bangsa yang selalu mengambil jalan

pintas untuk memperoleh keberhasilna (uang banyak, kedudukan/jabatan)

dengan cara-cara pintas melalui kolusi, korupsi dan nepotisme yang sering

dikenal dengan istilah KKN. Berdasarkan pengalaman inilah maka bangsa

Indonesia memiliki pekerjaan dan sekaligus tantangan berat untuk

mewujudkan guru yang berkualitas, profesional, dan karakter yang patut

dijadikan panutan serta kurikulum yang mampu membentuk karakter dan

identitas bangsa yang handal, profesional, memiliki daya saing serta daya

juang yang tinggi (Baedhowi, 2010).

Karakter dan keretakan sosial merupakan faktor utama menjalankan hidup

berdemokrasi. Suatu pemikiran penting yang perlu diantisipasi adalah apakah

batas-batas antara kelompok-kelompok etnis itu kuat atau lemah; apakah satu

golongan dapat menembus dinding batas itu sehingga tidak ada kelompok

eksklusif sehingga satu kelompok dengan kelompok lain dapat berkomunikasi

dan bekerja sama. Keberhasilan dalam membangun masyarakat demokratis,

misalnya di Amerika Serikat karena batasan antarkelompok sangat lemah. Hal

ini beda dengan kondisi di Sri Lanka, misalnya rasa permusuhan antara

kelompok minoritas Tamil dan mayoritas Sinhala mengakibatkan munculnya

kelompok pemberontak Tamil. Di Nigeria, terjadi praktik diskriminasi

terhadap minoritas Ibo yang mengakibatkan perang Biafrican tahun 1960 dan

kehilangan ribuan jiwa penduduk. Di Fiji, muncul kebencian penduduk asli

Fiji terhadap kemenangan imigran India dan pada tahun-tahun terakhir ini

terjadi perang berdarah antar etnis dan agama di negera-negara pecahan

Yugoslavia antara Serbia, Bosnia, dan Kroasia. Jiwa manusia sudah tidak

berharga lagi dalam situasi perang antar etnis. Oleh karena itu, faktor sosial

dan politik, khususnya upaya pembangunan bangsa, nations and character

building sangat penting dalam mewujudkan suatu masyarakat dan negara

demokratis.

132

Page 133: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

C. Sifat Hakikat Manusia dalam

Pendidikan

Sifat hakikat manusia menjadi bidang kajian filsafat, khususnya filsafat

antropologi. Hal ini menjadi keharusan oleh karena pendidikan bukanlah

sekadar soal praktek melainkan praktek yang berlandasan dan bertujuan.

Sedangkan landasan dan tujuan pendidikan itu sendiri sifatnya filosofis

normative. Bersifat filosofis karena untuk mendapatkan landasan yang kukuh

diperlukan adanya kajian yang bersifat mendasar, sistematis, dan universal

tentang ciri hakiki manusia. Bersifat normative karena pendidikan mempunyai

tugas untuk menumbuhkembangkan sifat hakikat manusia tersebut sebagai

sesuatu yang bernilai luhur, dan hal itu menjadi keharusan peserta didik

mempunyai minat untuk melakukannya (Tirtarahardja dan La Sula, 2000).

Setiap peserta didik bebas menentukan minat dalam belajarnya sehingga

mampu menciptakan makna-makna melalui interaksi atau pengaitan diri antara

pengetahuan yang telah ada dalam struktur kognitifnya dengan pengetahuan

baru (Anshoriy dan Pembayun, 2008).

Untuk mendukung minat dalam belajar peserta didik perlu dipahami wujud

hakikat manusia yang tidak dimiliki oleh hewan) yang dikemukakan oleh

paham eksistensialisme, dengan maksud menjadi masukan dalam membenahi

konsep pendidikan yaitu:

a. Kemampuan menyadari diri;

b. Kemampuan bereksistensi;

c. Pemilikan kata hati;

d. Moral;

e. Kemampuan bertanggungjawab;

f. Rasa kebebasan;

g. Kesediaan melaksanakan kewajiban dan menyadari hak;

h. Kemampuan menghayati kebahagiaan (Tirtarahardja dan La Sula, 2000).

133

Page 134: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

Lebih jelasnya lagi lihat penjelas berikut ini.

a. Kemampuan menyadari diri

Kaum rasionalis menunjuk kunci perbedaan manusia dengan hewan

pada adanya kemampuan menyadari diri yang dimiliki oleh manusia.

Berkat adanya kemampuan menyadari diri yang dimiliki oleh manusia,

maka manusia menyadari bahwa dirinya (akunya) memiliki cirri khas atau

karakteristik diri. Orang lain merupakan pribadi-pribadi di sekitar, adapun

pohon, abut, cuaca dan sebagainya merupakan lingkungan nonpribadi.

Drijarkara menyebutkan kemampuan tersebut dengan istilah “meng-

Aku”, yaitu kemampuan mengeksplorasi potensi-potensi yang ada pada

aku, dan memahami potensi-potensi tersebut sebagai kekuatan yang dapat

dikembangkan sehingga aku dapat berkembang kea rah kesempurnaan diri.

Kenyataan seperti ini mempunyai implikasi pedagogis, yaitu keharusan

pendidikan untuk menumbuhkembangkan kemampuan meng-Aku pada

peserta didik. Dengan kata lain pendidikan diri sendiri yang oleh

Langeveld disebut self forming perlu mendapat perhatian.

b. Kemampuan bereksistensi

Dengan keluar dari dirinya, dan dengan membuat jarak antara aku

dengan objek, lalu melihat objek itu sebagai sesuatu, berarti manusia itu

dapat menembus atau menerobos dan mengatasi batas-batas yang

membelenggu dirinya. Kemampuan menerobos ini bukan saja dalam

kaitannya dengan soal ruang, melainkan juga dengan waktu. Kemampuan

menempatkan diri dan menerobos inilah yang disebut kemampuan

bereksistensi.

Kemampuan bereksistensi perlu dibina melalui pendidikan. Peserta

didik diajar agar belajar dari pengalamannya, belajar mengantisipasi

sesuatu keadaan dan peristiwa, belajar melihat prospek masa depan dari

sesuatu, serta mengembangkan daya imajinasi kreatif sejak dari masa

kanak-kanak.

c. Kata Hati (conscience of man)

134

Page 135: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

Kata hati atau conscience of man juga sering disebut dengan istilah hati

nurani, lubuk hati, suara hati, pelita hati. Conscience ialah “pengertian

yang ikut serta” atau “pengertian yang megikut perbuatan”. Manusia

memiliki pengertian yang menyertai tentang apa yang akan, yang sedang,

dan yang telah dibuatnya, bahkan mengerti juga akibatnya (baik atau

buruk) bagi manusia sebagai manusia.

Orang yang memiliki kecerdasan akal budi sehingga mampu

menganalisis dan mampu membedakan yang baik/benar dengan yang

buruk/salah bagi manusia sebagai manusia disebut tajam kata hatinya.

Dalam kaitannya dengan moral (perbuatan), kata hati merupakan petunjuk

bagi moral/perbuatan. Melatih akal kecerdasan dan kepekaan emosi akan

mewujudkan kata hati yang tajam.

d. Moral

Jika kata hati diartikan sebagai bentuk pengertian yang menyertai

perbuatan, maka yang dimaksud dengan moral (yang sering juga disebut

etika) adalah perbuatan itu sendiri.

Di sini tampak bahwa masih ada jarak antara kata hati dengan moral.

Artinya seseorang yang telah memiliki kata hati yang tajam belum

otomatis perbuatannya merupakan realisasi dari kata hatinya untuk itu

diperlukan kemauan. Itulah sebabnya maka pendidikan moral juga sering

disebut pendidikan kemauan, yang oleh M.J. Langeveld dinamakan de

opvoedeling omzichzelfs wil.

e. Tanggungjawab

Kesediaan untuk meanggung segenap akibat dari perbuatan yang

menuntut jawab, merupakan pertanda dari sifat orang yang

bertanggungjawab. Wujud bertanggungjawab bermacam-macam. Ada

tanggungjawab kepada Tuhan. Tanggungjawab kepada diri sendiri berarti

menanggung tuntutan kata hati, misalnya dalam bentuk penyesalan yang

mendalam. Bertanggungjawab kepada masyarakat berarti menanggung

tuntutan norma-norma social.

135

Page 136: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

Di sini tampak betapa eratnya hubungan antara kata hati, moral dan

tanggungjawab.kata hati memberi pedoman, moral melakukan, dan

tanggungjawab merupakan kesediaan menerima konsekuensi dari

perbuatan.

f. Rasa kebebasan

Merdeka adalah rasa kebebasan (tidak merasa terikat oleh sesuatu),

tetapi sesuai dengan tuntutan kodrat manusia. Dalam pernyataan ini ada

dua hal yang kelihatannya saling bertentangan yaitu “rasa bebas” dan

“sesuai dengan tuntutan kodrat manusia” yang berarti ada ikatan.

Kemerdekaan dalam arti yang sebenarnya memang berlangsung dalam

keterikatan. Artinya bebas berbuat sepanjang tidak bertentangan dengan

tuntutan kodrat manusia. Implikasi pedagogisnya adalah sama dengan

pendidikan moral yaitu mengusahakan agar peserta didik dibiasakan

menginternalisasikan nilai-nilai, aturan-aturan ke dalam dirinya, sehingga

dirasakan sebagai miliknya. Dengan demikian aturan-aturan itu tidak lagi

dirasakan sebagai sesuatu yang merintangi gerak hidupnya. Inilah

kekurang kita bangsa Indonesia karena aturan-aturan tidak ditegakkan

kepada seluruh lapisan masyarakat (masih memandang bulu) maka

akhirnya aturan-aturan dianggap sesuatu hal yang menghalangi.

g. Kewajiban dan hak

Kewajiban dan hak adalah dua macam gejala yang timbul sebagai

manifestasi dari manusia sebagai makhluk sosial. Pemenuhan hak dan

pelaksanaan kewajiban bertalian erat dengan soal keadilan. Maka hak asasi

manusia harus diartikan sebagai cita-cita, aspirasi-aspirasi atau harapan-

harapan yang berfungsi untuk member arah pada segenap usaha

menciptakan keadilan.

Dengan berlandaskan kewajiban dan hak maka pendidikan disiplin dan

tanggungjawab harus dilaksanakan sejak masih balita. Benih-benih

kedisiplinan dan rasa tanggungjawab seharusnya sudah mulai

ditumbuhkembangkan sejak dini, bahkan sejak anak masih dalam

136

Page 137: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

keranjang ayunan, melalui latihan kebiasaan (habit forming) khususnya

mengenai hal-hal yang nantinya bersifat rutin dan dibutuhkan di dalam

kehidupan. Disiplin diri menurut Selo Soemardjan meliputi empat aspek,

yaitu:

(1) Disiplin rasional, yang bila terjadi pelanggaran menimbulkan rasa

salah.

(2) Disiplin social, jika dilanggar menimbulkan rasa malu.

(3) Disiplin afektif, jika dilanggar menimbulkan rasa gelisah.

(4) Disiplin agama, jika terjadi pelanggaran menimbulkan rasa

berdosa.

h. Kemampuan menghayati kebahagiaan

Kebahagiaan adalah suatu istilah yang lahir dari kehidupan manusia.

Penghayatan hidup yang disebut “kebahagiaan” ini meskipun tidak mudah

untuk dijabarkan tetapi tidak sulit untuk dirasakan. Manusia perlu melestarikan

dan mengembangkan hubungan yaitu (1) hubungan konsentris (memahami

kelebihan dan kekurangan diri); (2) hubungan horisentral 1 (perimbangan

antara hak dan kewajiban); (3) hubungan horisentral 2 (perimbangan

mengeksploitasi dengan melestarikan; dan (4) hubungan vertical (pemahaman

dan pengamalan nilai agama).

Kepribadian yang terbentuk dari hubungan-hubungan itu harus serasi dan

seimbang. Antara segenap aspek kepribadian yaitu kemampuan rohani dan

jasmani, antara cipta, rasa, dan karsa, antara cita-cita dengan kemampuan

mencapainya, antara kemampuan berikhtiar dengan kesediaan menerima

hasilnya. Pendidikan dapat dimanipulasi untuk membina terbentuknya

kepribadian yang selaras.

D. Integrasi Pendidikan Berwawasan Kebangsaan dalam Pembelajaran PKn

Pendidikan Berwawasan Kebangsaan perlu diorganisasi dengan lebih

manusiawi. Kebermaknaan belajar sebagai hasil dari peristiwa mengajar

137

Page 138: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

ditandai oleh terjadinya hubungan substantive antara aspek nilai, tafsir atau

suasana baru dengan komponen-komponen yang relevan dalam struktur

tujuan Pendidikan Kewarganegaraan. Hubungan-hubungan yang

dikembangkan bersifat derivative, elaborative, korelatif, eupportif, maupun

yang bersifat kualifikatif atau representasional. Dalam Integrasi Pendidikan

Berwawasan Kebangsaan dalam Pembelajaran PKn memiliki peran sangat

penting dalam proses pengubahan konseptual nilai sumberdaya manusia

(Anshoriy dan Pembayun, 2008). Sebagaimana telah diuraikan diatas

bahwa dalam membangun minat belajar peserta didik di perlukan saranan

dan prasaranajuga peran serta dari lingkungan belajar peserta didik yang di

bangun untuk meningkat daya imajinasi dalam perkembangan anak dalam

proses belajar mengajar, sehingga daya tangkap, minat anak terhadap ilmu

pengetahuan bisa diterima dan berkembang dengan baik, terlebih dalam

Integrasi Pendidikan Berwawasan Kebangsaaan dalam pembelajaran PKn.

Hal ini dikarenakan apa yang dipelajari memiliki hubungan

keterkaitan dengan alam atau lingkungan. Aktivitas belajar peserta didik

tidak selamanya berlangsung wajar, kadang-kadang lancar dan kadang-

kadang tidak, kadang-kadang cepat menangkap apa yang dipelajari,

kadang-kadang terasa sulit untuk dipahami. Dalam hal semangat pun

kadang-kadang tinggi dan kadang-kadang sulit untuk bisa berkonsentrasi

dalam belajar.Demikian kenyataan yang sering kita jumpai pada setiap

peserta didik dalam kehidupannya sehari-hari di dalam aktivitas belajar

mengajar.

Maka oleh sebab itu, peran dan tugas pihak sekolah, guru, orang tua,

dan masyarakat, dituntut untuk lebih memperhatikan kondisi lingkungan

tempat anak tinggal dan belajar serta dalam berinteraksi dan

mengembangkan kemampuan diri, dimana hal ini pengaruh yang sangat

besar dalam menentukan perilaku sikap dan kemampuan anak diperoleh

dari lingkungannya. Dalam hal ini, minat dari setiap peserta didik memang

tidak ada yang sama, perbedaan inilah yang menyebabkan perbedaan

138

Page 139: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

tingkah laku belajar dikalangan peserta didik, sehingga menyebabkan

perbedaan dalam hasil belajar. Hasil belajar PKn perlu didukung

Pendidikan Berwawasan Kebangsaan dengan begitu hasil dari suatu proses

yang di dalamnya terdapat sejumlah faktor yang saling mempengaruhi,

tinggi rendahnya hasil belajar peserta didik tergantung pada faktor-faktor

tersebut.

Oleh karena itu, suasana lingkungan belajar di sekolah maupun di

rumah serta sarana dan prasarana juga harus mendukung untuk terjadinya

kegiatan belajar yang nyaman dan menyenangkan sangatlah dibutuhkan

oleh setiap peserta didik guna dapat memperoleh hasil belajar yang optimal

terlebih dalam mengerjakan tugas yang di berikan guru kepada semua

peserta didik untuk dikerjakan dengan baik dan bersemangat penuh

konsentrasi tanpa adanya gangguan dari luar. Tidak terlepas juga perhatian

orang tua yang baik terhadap anaknya khususnya untuk pendidikan

diperlukan untuk mencapai hasil belajar yang optimal. Suasana lingkungan

belajar seperti itu dapat diciptakan oleh bantuan pihak sekolah dan para

orangtua, seluruh aparat pemerintah, swasta, tokoh masyarakat, tokoh

agama, dan segenap lapisan masyarakat yang ada di mana peserta didik

tinggal.

Selanjutnya Syamsudin (1990) merinci lebih jauh mengenai indikator-

indikator jenis hasil belajar peserta didik, yaitu sebagai berikut.

Tabel 5. Indikator-Indikator Jenis Hasil Belajar Peserta DidikJenis Hasil Belajar Indikator-Indikator Cara Pengungkapan

A. Kognitif1. Pengamatan /Perseptual

2. Hafalan/Ingatan

3. Pengertian/Pemahaman

Dapat menunjukkan/ membandingkan/ menghubungkan

Dapat menyebutkan/ menunjukkan lagi

Dapat menjelaskan/ mendefinisikan dengan kata-kata sendiri

Tugas/tes/observasi

Pertanyaan/tugas/tes

Pertanyaan/soal/tes/tugas

139

Page 140: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

4. Aplikasi/Penggunaan

5. Analisis

6. Sintesis

7. Evaluasi

B. Afektif1. Penerimaan

2. Sambutan

3. Penghargaan/apresiasi

4. Internalisasi/pendalaman

5. Karakteristik/Penghayatan

C. Psikomotor1. Keterampilan bergerak

2. Keterampilan ekspresi verbal dan non-verbal

Dapat meberikan contoh/ menggunakan dengan tepat/ memecahkan masalah

Dapat menguraikan/ mengklasifikasikan

Dapat menghubungkan/ menyimpulkan/ menggeneralisasikan

Dapat menginterpretasikan/ memberikan kritik/ memberikan pertimbangan/ penilaian

Bersikap menerima/ menyetujui/ atau sebaliknya

Bersedia terlibat/ partisipasi/ memanfaatkan atau sebaliknya

Memandang penting/ bernilai/ berfaedah/ indah/ harmonis/ kagum atau sebaliknya

Mengakui/ mempercayai/ meyakinkan atau sebaliknya

Melembagakan/ membiasakan/ menjelmakan dalam pribadi dan perilakunya sehari-hari

Koordinasi mata, tangan, dan kaki

Gerak, mimik, ucapan

Tugas/persoalan/tes/observasi

Tugas/persoalan/tes

Tugas/persoalan/tes

Tugas/persoalan/tes

Pernyataan/ tes/ skala sikap

Tugas/observasi/tes

Skala penilaian/ tugas/ observasi

Skala sikap/ tugas/ eks-presif/ proyektif

Skala sikap/ tugas/ eks-presif/ proyektif

Tugas/observasi/tindakan

Tugas/observasi/tes/tindakan

140

Page 141: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

Indikator-indikator tersebut harus dapat dilaksanakan semaksimal

mungkin atau malah menambah lagi indikator-indikator lainnya. Maka itu

pendidikan memiliki beberapa fungsi sebagai batasannya, yaitu (1) pendidikan

sebagai proses transformasi budaya; (2) pendidikan sebagai proses

pembentukan pribadi; (3) pendidikan sebagai proses penyiapan warga negara;

(4) pendidikan sebagai penyiapan tenaga kerja (Tirtarahardja dan La Sula,

2000).

Kalau indikator-indikator tersebut dapat dirangkum dalam Taksonomi

Tujuan Pendidikan yang selama ini telah dikembangkan untuk dapat dicapai

semaksimal mungking dengan melalui kurikulum dan pembelajaran bermakna.

141

Page 142: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

DAFTAR PUSTAKA

Al Muchtar, Suwarma, dkk. 2009. Strategi Pembelajaran PKn. Jakarta: Universitas Terbuka.

Al-Lamri dan Ichas. 2006. Pengembangan Pendidikan Nilai dalam Pembelajaran Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar. Jakarta : Depdiknas, Dirjen Pendidikan Tinggi, Direktorat Ketenagaan

Anshoriy, Nasruddin dan Pembayun. 2008. Pendidikan Berwawasan Kebangsaan, Kesadaran Ilmiah Berbasis Multikulturalisme. Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara

Anderson, L. W. dan Krathwohl, D. R. 2001. A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing (A Revision of Bloom’s Taxonomy f Educational Objectives). New York: Addison Wesley Longman

Anwar, Moch. Idochi. 1986, Kepemimpinan Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung : Penerbit Angkasa

Apriana. 2012. Hubungan Kedisiplinan dan Kondisi Lingkungan Tempat Tinggal dengan Prestasi Belajar PKn Peserta Didik Kelas IV SDN-1 LANGKAI PALANGKA RAYA Tahun Pelajaran 2012/2013. Skripsi. Prodi PGSD FKIP Universitas Muhammadiyah Palangkaraya

Arif, Dikdik Baehaqi, http//74.125.153.132/search?q=cache:ODL6qQMaydEJ: www .scribd.com/doc/17283638/Masyarakat-Multikultural-Melalui-Pendidikan-Kewarganegaraan+pendidikan+karakter+melalui+ PKn&cd=4&hl=id&ct= clnk&gl=id

Arends, Richard I. 2008. Learning to Teach (Belajar untuk Mengajar). Edisi dalam Bahasa Indonesia, diterjemahkan oleh Helly Prajitno Sooetjipto dan Sri Mulyantini Soetjipto. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Bafadal, Ibrahim. 2003. Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar dalam Rangka Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta : Bumi Aksara

142

Page 143: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

______________. 2003. Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah Dasar dari Sentralisasi Menuju Desentralisasi. Jakarta : Bumi Aksara

Baedhowi. 2010. Pendidikan sebagai Pembentuk Kualitas dan Karakter Bangsa. Disampaikan pada Kegiatan Ilmiah “Komitmen Universitas Negeri Surabaya (UNESA) menuju World Class University dengan memperkuat peranannya dalam Pendidikan yang membentuk Kualitas dan Karakter Bangsa. Surabaya

Budimansyah, Dasim. 2007. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran PKn. Jakarta : Universitas terbuka

Borich, G. D. 1994. Obervation Skills for Effective Teaching. New York : Macmillan Publishing Company

BSNP. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta : Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP)

Chaniago, A. 1998. Pendidikan Keterampilan Bidang Jasa. Bandung : CV.

Armico

Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan bekerjasama dengan PT. Rineka Cipta

Djahiri, dkk. 2006. Pendidikan Nilai Moral dalam Dimensi Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung : Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

Fajar, Arnie. 2004. Portfolio dalam Pembelajaran IPS. Bandung : PT Remaja Rosdakarya

Gunarsa, 1992. http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi/penjaskes/identifikasi-faktor-penyebab-munculnya-minat-anak-usia-12-15-tahun.

Hafiz Muthoharoh. http://alhafizh84.wordpress.com/2010/03/04/metode-sistem-regu-team-teaching. Diakses tanggal 03 Maret 2011

Hamalik, Oemar. 2005. Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara.

______________. 2000. Psikologi Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru Algensindo

143

Page 144: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

______________. 2004. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta : Bumi Askara

______________. 2007. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara

Hasbullah. 2005. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta : PT. Raja GrafindoPersada.

Hariyati, Mimin. 2007. Model dan Teknik Penilaian pada Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta : Gaung Persada Press

Harefa, Andrias. 2001. Pembelajaran di Era Serba Otonomi. Jakarta : Penerbit Buku Kompas

Hisyam dan Suyanto. 2000. Refleksi dan Reformasi Pendidikan di Indonesia Memasuki Milenium III. Yogyakarta : Adicita Karya Nusa

Hurlock. Elizabeth B. 1996. Perkembangan Anak, Jakarta : Erlangga

_________________. 2004. Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Hidup. Terjemahan. Jakarta: Penerbit Erlangga

Hitipeuw, I. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Malang: FIP Universitas Negeri Malang.

Jamal Ma’mur Asmani. 2011. 7 Tips Aplikasi PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif Dan Menyenangkan), Jakarta : Diva Press.

Jarolimek, John dan Foster, Clifford D., Sr. 1993. Teaching & Learning in The Elementary School. United States of America : Macmillan Publishing Company

Johnson, Elaine B. 2008. Contextual Teaching and Learning (Menjadikan Kegiatan Belajar-Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna. Terjemahan. Bandung : MLC

Koentjaraningrat. 1980. Kebudayaan Mentalitet dan Pembangunan. Jakarta: PT Gramedia

Marzuki. 2011. Integrasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Sekolah Menengah Pertama. Makalah disampaikan pada Seminar Pendidikan Karakter. http:// http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/dr-marzuki-mag/dr-marzuki-mag-integrasi-pendidikan-karakter-dalam-pembelajaran-di-smp.pdf. diakses pada tanggal 27 Juli 2015.

144

Page 145: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

Mulbar, Usman. 2009. ”Pembelajaran Matematika Realistik yang Melibatkan Metakognisi Siswa di Sekolah Menengah Pertama”. Disertasi Doktor Pendidikan, Universitas Negeri Surabaya

Mursell dan Nasution. 2002. Mengajar Dengan Sukses (Successful Teaching).

Jakarta : Bumi Aksara

Nasution, S. 2000. Interaksi dan Motivasi Mengajar. Jakarta : Rajawali.

Natawidjaja, Rochman, dkk. (Eds.). 2007. Rujukan Filsafat, Teori dan Praksis Ilmu Pendidikan. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia Press

Ningsih, Rini. 2007. PKn (Pendidikan Kewarganegaraan). Bogor : Yudhistira

Noor, Ady Ferdian. 2010. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) Berdasarkan Taksonomi Tujuan Pendidikan dalam Membentuk Karakter Peserta Didik Kelas III (Studi Kasus Pembelajaran PKn Kelas III di SDN-9 Menteng Palangka Raya. Tesis Magister Pendidikan. Universitas Negeri Surabaya

Noor, Ady Ferdian. 2014. Kompetensi Mengajar Calon Guru SD (Studi Kasus Mahasiswa Program Studi PGSD FKIP Universitas Muhammadiyah Palangkaraya. Penelitian Dosen Pemula. Universitas Muhammadiyah Palangkaraya

Pidarta, Made. 2007. Wawasan Pendidikan (Mencapai Tujuan Pendidikan Nasional Pengembangan Afeksi dan Budaya Pancasila Mengurangi Lulusan Menganggur). Surabaya : Unesa University Press

____________. 2000. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Surabaya: Unesa Press

Pelangi, Herman. 2014. Nilai-Nilai Pancasila melalui Falsafah Huma Betang. http:// http://hermanhp.blogspot.com/2014/11/nilai-nilai-pancasila-melalui-falsafah.html. diakses tanggal 28 Juli 2015.

Prijodarminto. 1994. Psikologi Untuk Bimbingan, Jakarta : PT. Gunung Mulya

Riyanto, Yatim. 2005. Paradigma Pembelajaran. Surabaya: Unesa University Press

Riduwan. 2004. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru – Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung : CV. Alfabeta

145

Page 146: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

Safari. 2003. Indikator Minat Belajar, (http://indikator minat_belajar.html.com/2011/06/02: diakses tanggal 20 Des 2012)

Samani. Muchlas. 2007. Mengagas Pendidikan Bermakna. Surabaya: SICSardiman A.M. 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : PT.

Raja Grafindo Persada

Sasmita. 1991. Peran Pendidikan Keluarga dalam Pendidikan. Bandung : Majalah Mimbar.

Slameto. 1991. http://pinterdw.blogspot.com/2012/03/pengertian-minat-belajar.html ( diakses tanggal 06/04/12)

Soejanto, Agoes. 1995. Bimbingan Kearah Belajar Yang Sukses. Jakarta : PT. Rineka Cipta

Sudjana, Nana dan Ibrahim, 2001, Penelitian dan Penilaian Pendidikan, Sinar Baru Algensindo, Bandung

Suharjo. 2006. Mengenal Pendidikan Sekolah Dasar Teori dan Praktek, Depdiknas, Dirjen Pendidikan Tinggi, Direktorat Ketenagaan, Jakarta

Sulang, Kusni. Opini: ”Pendidikan: Benteng Kebudayaan Bangsa.” Dalam Kalteng Pos. 8 Maret 2010 : Palangka Raya

Sumardi, Lalu. 2008. ”Kompetensi yang harus dimiliki Guru Sekolah Dasar Kelas Rendah dalam rangka Menciptakan Pembelajaran yang Efektif”. Tesis Magíster Pendidikan, Universitas Negeri Surabaya

Supratno, Haris. 2010. Pendidikan sebagai Pembentuk Kualitas dan Karakter Bangsa. Disampaikan pada Kegiatan Ilmiah “Komitmen Universitas Negeri Surabaya (UNESA) menuju World Class University dengan memperkuat peranannya dalam Pendidikan yang membentuk Kualitas dan Karakter Bangsa. Surabaya

Suryabrata, Sumadi. 1983. Psikologi Pendidikan. Malang, Bineka Aksara.

Suryosubroto, B. 1997. Proses Belajar Mengajar Di Sekolah. Jakarta : PT. Rineka Cipta

Supranto, J. 1992. Statistik. Edisi Kelima. Jilid 1 dan 2. Jakarta : Erlangga.

Supriatna, Mamat. 2015. Studi Kebijakan tentang Pendidikan Berwawasan Kebangsaan.http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PSIKOLOGI_PEND_DAN_BIMBINGAN/196008291987031MAMAT_SUPRIATNA/

146

Page 147: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

03._STUDI_KEBIJAKAN_TENTANG_PENDIDIKAN_BERWAWASAN_KEBANGSAAN.pdf. diakses tanggal 28 Juli 2015.

Suryanti dkk. 2008. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surabaya: Unesa University Press

Slamet dkk. 2008. Pendidikan Kewarganegaraan untuk SD/MI Kelas III. Jakarta : Pusat Perbukuan Depdiknas

Syaiful Bahri Djamarah. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta : PT. Rineka Cipta

___________________. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta : PT. Rineka Cipta

Syamsu Yusuf, L.N. dan Nani M. Sugandhi, (2011). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada

Syukur. 1996. http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi/penjaskes/identifikasi-faktor-penyebab-munculnya-minat-anak-usia-12-15-tahun

Tim Kemendagri. 2012. Permendagri Nomor 71 Tahun 2012 tentang Pedman Pendidikan Wawasan Kebangsaan. Jakarta: Kemendagri RI

Tulus Tu’u. 2004. Peran disiplin Pada Perilaku dan Prestasi Siswa. Jakarta : Grasindo

Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Beroriantasi Konstruktivistik (Konsep, Landasan Teoritis-Praktis dan Implementasinya). Jakarta : Prestasi Pustaka

The Center for Civic Education and The U.S. Departement of Education and The Pew Char. 2007. National Standards for Civics and Government.

Umar Tirtarahardja dan La Sula. 2000. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT

RINEKA CIPTA

Uno, Hamzah B. 2007. Model Pembelajaran ”Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif”. Yakarta: Bumi Aksara

Usman, Moh. User. 2006. Menjadi Guru Profesional. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Wahab, Azis, dkk. 2007. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Jakarta: Penerbit UT

147

Page 148: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

Wasty, Soemanto. 1983. Psikologi Pendidikan. Malang.

Wijaya. C. dan Tabrani Pusyam. A. 1991. Kemampuan Siswa Dalam Proses Belajar. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Winataputra, Udin S. 2001. “Paradigma Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Wahana Sistemik Pendidikan Demokrasi.” Jakarta : Balitbang Depdiknas

_________________. 2008. Materi dan Pembelajaran PKn SD. Jakarta : Universitas Terbuka

Winkel. 1993. Pola-Pola Interaksi Belajar. Jakarta : PT. Gramedia.

Warsono. 2008. Logika Cara berpikir Sehat. Surabaya : Unesa University Press

Zainul Ittihad Amin. 2008. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Penerbit UT

148

Page 149: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

GLOSARIUM

Pendidikan Berwawasan Kebangsaan adalah yang selanjutnya disingkat PWK

adalah pendidikan cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan

lingkungannya agar mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta

kesatuan wilayah yang dilandasi Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945.

Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) adalah pendidikan yang mengkaji dan membahas tentang civic knowledge, civic skills, civic participation Pembelajaran PKn di SD yang bertujuan untuk mendidik generasi muda menjadi warganegara yang demokrasi berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 beserta amandemen.

Tugas PKn dengan paradigm barunya adalah mengembangkan pendidikan demokrasi mengemban tiga fungsi pokok, yakni mengembangkan kecerdasan warga Negara (civic intelligence), membina tanggungjawab warga Negara (civic responsibility) dan mendorong partisipasi warga Negara (civic participation). Teori tersebut direduksi berdasarkan hasil observasi pada penelitian ady ferdian noor, 2010 menjadi rumusan fungsi PKn tersebut dihubungkan dengan dimensi keilmuan PKn yaitu taksonomi tujuan pendidikan maka fungsi PKn tersebut dapat dikelompokkan menjadi: 1. Fungsi PKn dalam membina kecerdasan /pengetahuan peserta didik (civic

knowledge/kognitif); 2. Fungsi PKn dalam membina keterampilan peserta didik (civic

participation/afektif);3. Fungsi PKn dalam membina watak/karakter peserta didik (civic

skills/psikomotor).

Karakter adalah ”watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebjikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain”. Interaksi

149

Page 150: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

seseorang dengan orang lain menumbuhkan karakter masyarakat dan karakter bangsa.

Sumberdaya manusia adalah anggota masyarakat yang sedang disiapkan untuk menjadi anggota masyarakat yang lebih baik (pendekatan sosial). Sumberdaya manusia menurut pendekatan psikologis adalah suatu organisme yang sedang tumbuh dan berkembang. Sedangkan menurut pendekatan edukatif/paedagogis, sumberdaya manusia sebagai unsur penting, yang memiliki hak dan kewajiban dalam rangka sistem pendidikan menyeluruh dan terpadu.

Praktik Belajar Kewarganegaraan (PBK) adalah suatu inovasi pembelajaran yang dirancang untuk membantu peserta didik untuk memahami teori kewarganegaraan melalui pengalaman belajar praktik-empirik.

Taksonomi tujuan pendidikan merupakan suatu kategorisasi tujuan pendidikan, yang umumnya digunakan sebagai dasar untuk merumuskan tujuan kurikulum dan tujuan pembelajaran. Taksonomi terdiri dari domain-domain kognitif, afektif, dan psikomotor.

150

Page 151: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

INDEKS

Alur Asosiatif 35Authentic assessment 43Assertive training 50A non authoritarian context 52Animal Educondum 77A sense of identify 92A degree of interest and involvement in public affairs 92An acceptance of basic societal values 92Ability to look at and approach problems as a member of a global society 93Ability to work with others in a cooperative way and to take responsibility for one’s roles/duties within society 93Ability to understand, accept, and tolerate cultural differences 93Ability to be sensitive towards and to defend human rights (eg., rights of women, ethnic minorities, etc.) 93 Activating knowledge 107Applying knowledge 107Agent of change

Berpikir kritis 34Berpikir imajinatif 35Berpikir bebas 34Brainstorming 35Body of knowledge 35Borderless 73Beliefs

Civic education 9,27Civic skills 9,17,21,22,23,24,27,43,48,78,108,123,124Civic knowledge 9,17,21,22,23,24,27,44,48,78,107,123,124Civic participation 9,17,21,23,24,26,27,44,48,78,107,123,124Congruence 12Citizenship 31Civil society 35Conceptual knowledge 46Capacity to think in a critical and systematic way 93Civility 94Civic mindedness 54Classroom climate 9,116Civic intelligence 129

151

Page 152: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

Civic responsibility 129

Disequilibrasi 36Decision making process 45Drill 38

Environment 9

Factual knowledge 46Face to face 120Field trip 129Freedom 9

Huma Betang 5

In-dividere 70Individual differences 71Instructional effects 103Isen Mulang 5,6,7,123

Joyful learning 19

Key aspect in education 7

Learning-teaching 8Teaching-learning 9Learning how to learn 9,98Learning how to think 9,98Learning how to live together 9,98Life skill 19Liberating forces person 52Listening activities 103Linguistic behavior 128Lesson learned 129

Mastery learning 5Meaningfull learning 20Matra kognitif 41Matra afektif 41Matra psikomotorik 41Motor 46Metacognitive knowledge 46Motor activities 103

Nurturant effects 102,103

152

Page 153: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

National character building 27,35

Oral activities 103

PAKEM 24Performance-based assessment 43Procedural knowledge 48Pengelolaan kontingensi 50Praktik Belajar Kewarganegaraan (PBK) 51,108PortfolioPermanent 97Problem solving 42,123Participatory skillsPendidikan Wawasan Kebangsaan (PWK) 69 Peace 129

Recall 46Respect 129Responsibility 129

Student centered 9Strategia 47Self rating 109Soliciting moves 129Simplicity 133

Transfer of knowledge 47,73Transfer of value 73The creation of individual meaning 52The enjoyment of certain rights 92The fulfillment of corresponding obligations 92Teaching as a skill 101,102The restricted professional 117Teacher center learning 120Tolerance 129

Understanding knowledge 107Unity 129Visual activities 103

Willingness to resolve conflict in a non-violent manner 93Willingness to change one’s lifestyle and consumption habits 93to protect the environmentWillingness and ability to participate in politics at 93

153

Page 154: EVALUASI KUALITATIF PROSES MENGAJAR …umpalangkaraya.ac.id/dosen/adyferdian/wp-content/uploads/... · Web viewWinataputra, dkk. (2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan

local, national, and international levelsWriting activities 103

154