evaluasi kualitatif proses mengajar...
TRANSCRIPT
BAB IPENDAHULUAN
Kompetensi Umum
Mengembangkan kemampuan mahasiswa dalam mengintegrasikan
pendidikan berwawasan kebangsaan dalam proses pembelajaran PKn
berdasarkan taksonomi tujuan pendidikan nasional sehingga menjadi warga
negara yang sesuai dengan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945.
Standar Kompetensi
Mahasiswa mengerti dan memahami Pendidikan Berwawasan Kebangsaan
melalui Pembelajaran PKn berdasarkan taksonomi tujuan pendidikan nasional.
Kompetensi Dasar
Mahasiswa dapat menjelaskan sejarah, latar belakang, ruang lingkup dan
tujuan Pendidikan Budaya, Pendidikan Multikultural, Sistem Pendidikan
Nasional, Pendidikan Kewarganegaraan serta teori-teorinya. Juga mencakup
hubungannya dengan Pancasila.
Kecerdasan Karakter
a. Bahasa-pengetahuan
b. Intrapersonal
c. Interpersonal
d. Kinestetis
e. Religius
f. Emosional dan sosial
g. Professional
1
Petunjuk untuk Dosen
1. Materi yang akan disampaikan dalam bahan ajar ini terdiri dari
pembahasan Pendidikan Budaya, Pendidikan Multikultural,
pembelajaran PKn berdasarkan taksonomi tujuan pendidikan nasional.
Proses pembelajaran akan dilakukan melalui penjelasan teori selama
enam kali pertemuan tatap muka. Dilanjutkan dengan Sembilan kali
tugas terstruktur, diskusi dan satu kali ujian akhir.
2. Untuk mencapai standar kompetensi, dalam menjelaskan dosen harus
berdasarkan pada kompetensi dasar yang telah ditetapkan. Kompetensi
dasar merupakan pedoman untuk menjelaskan materi dalam Bab-bab.
3. Pada awal perkuliahan, dosen membuat kontrak perkuliahan dan
menjelaskan kompetensi dasar dan standar kompetensi, tugas yang
akan dilakukan sampai pada tahap evaluasi penilaian akhir.
4. Pada perkuliahan selanjutnya, dosen diharapkan melakukan hal-hal
sebagai berikut:
a. Memberi penjelasan tentang materi dengan member kesempatan
mahasiswa untuk bertanya seluas-luas (berusaha membuat
mahasiswa bertanya).
b. Memberi penjelasan tentang tugas yang akan dilakukan.
c. Membagi dalam kelompok-kelompok kecil (4-5 orang).
d. Pembagian materi tugas.
e. Observasi materi dan pengumpulan bahan-bahan dari buku dan
internet.
f. Mempresentasikan tugas atau mempraktikkan tugas di depan kelas.
g. Memberi penilaian langsung.
5. Penulisan buku ajar ini mencakup hal-hal sebagai berikut.
a. Pendidikan Budaya.
b. Pendidikan Multikultural.
c. Sistem Pendidikan Nasional.
2
d. PKn berdasarkan Taksonomi Tujuan Pendidikan Nasional dan
Pancasila (dalam menjelaskan mengenai contoh nyata).
e. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang hubungannya dengan
Pancasila.
6. Buku-buku dan bacaan yang dapat dipakai sebagai bahan pembanding,
yaitu:
a. Model Pembelajaran berbasis Budaya.
b. Pendidikan Multikultural.
c. Pendidikan Berwawasan Kebangsaan.
d. Perkembangan Peserta Didik.
e. Belajar dan Pembelajaran.
f. Materi dan Pembelajaran PKn.
g. Strategi Pembelajaran PKn.
h. Motivasi dalam Belajar dan Pembelajaran.
Petunjuk untuk Mahasiswa
1. Mahasiswa wajib memahami Kompetensi Umum, Kompetensi Dasar dan
Standar Kompetensi supaya mereka memiliki arah pemikiran yang
sistematis (sesuai apa yang akan diperoleh mahasiswa setelah selesai
mengikuti perkuliahan).
2. Untuk membantu mahasiswa dalam mengerjakan tugas maka mahasiswa
harus dapat bekerjasama (ada yang menjadi pemimpin dan terpimpin)
sehingga dapat belajar menjadi warga Negara yang baik dan
bertanggungjawab.
3. Mahasiswa dianjurkan sering melakukan kunjungan ke perpustakaan dan
selalu browsing internet.
A. Kompetensi Pendidikan di Perguruan Tinggi
Integrasi Pembelajaran Pendidikan Berwawasan Kebangsaan dalam
berbagai mata pelajaran/mata kuliah mulai kembali dikembangkan oleh
3
Pemerintah. Sebenarnya sudah sejak tahun 2003 telah dikembangkan Sistem
Pendidikan Nasional melalui UU No. 20 Tahun 2003. Namun belum banyak
sekolah maupun perguruan tinggi yang mengimplementasikan secara
keseluruhan tentang hal tersebut. Lulusan atau output perguruan tinggi di
Indonesia sekarang ini mulai banyak diragukan karena kurikulum yang hanya
diajarkan melalui teori tanpa dapat mempraktikkannya baik di kelas ataupun di
luar kelas serta tidak mempunyai intregrasi dengan berbagai jenis pendidikan.
Lulusan atau output perguruan tinggi diharapkan mempunyai kompetensi
professional di bidang masing-masing sehingga mampu menjadi manusia
muda, warga masyarakat yang baik, dan akhirnya generasi penerus
pembangunan bangsa dan Negara. Salah satu segi kepribadian yang mampu
mendukung pembentukkan karakter dan oleh karenanya perlu dikembangkan
selama pendidikan yaitu “… pemilikan cakrawala yang luas disertai dengan
wawasan matang seimbang dalam menyikapi permasalahan-permasalahan
kehidupan masyarakat…”. Permasalahan dalam masyarakat sekarang ini sudah
dalam tataran yang sangat mengkhawatirkan untuk pertumbuhan generasi
muda. Dengan integrasi Pendidikan Berwawasan Kebangsaan dalam
Pembelajaran PKn maka diharapkan mampu ikut membantu memberikan
pengetahuan dan contoh nyata sehingga mahasiswa dapat ikut berpartisipasi
aktif dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi.
Perkembangan dan pertumbuhan generasi muda yang diharapkan harus
sesuai dengan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945 beserta amandemennya.
Banyak generasi muda yang tumbuh kembang lebih mengenal dan menyukai
budaya Negara lain ketimbang budaya Negara sendiri. Apalagi sekarang ini
dunia pertelevisian kita lebih banyak menyiarkan gosip-gosip para selebritis
artis mulai dari pagi sampai malam, mulai dari hanya kegiatan selebritis yang
cuman mandi berenang ditambah dengan acara-acara yang selalu
memunculkan kekerasan, penekanan, dan penyiksaan. Hal ini sangat
mengkhawatirkan tumbuh kembang kognitif, afektif, dan psikomotor mereka
4
yang diperparah oleh kurangnya bimbingan dan kasih sayang dari orang tua
mereka.
B. Pendidikan Budaya Huma Betang dan Isen Mulang
Nilai-nilai dalam Huma Betang ini terlihat dalam Belum Bahadat (hidup
beradat) dan semangat Isen Mulang.
Pengertian dari Belum Bahadat adalah dalam kehidupan sehari-hari
masyarakat Kalimantan Tengah khususnya dayak Ngaju, adat istiadat
mengajarkan bahwa setiap orang harus “Belum Bahadat” artinya “Hidup
Beradat”. Ketentuan Belum Bahadat tersebut berlaku bagi setiap insan, yang
diajarkan mulai dari masa anak-anak, masa remaja, masa akil balig/pemuda.
Belum Bahadat juga dituntut kepada orang dewasa atau terhadap mereka yang
kaya atau miskin maupun terhadap mereka yang berpangkat atau warga
masyarakat biasa. Peran adat istiadat dalam tata pergaulan hidup masyarakat
antara lain :
Adat istiadat mengajarkan bahwa anak-anak wajib hormat kepada
ayah/ibu, kakek/nenek, atau kepada paman dan bibi, dan anak muda wajib
hormat kepada orang lain yang lebih tua. Meskipun tidak seperti pada
keluarga-keluarga masyarakat suku Jawa atau suku Banjar bahwa rasa hormat
anak kepada orang tua atau yang di tuakan disamping menunjukan sikap
hormat melalui perilaku, juga dinyatakan dengan bahasa halus (misalnya:
Bahasa Jawa Kromo) pada keluarga masyarakat Dayak anak-anak sejak kecil
juga telah diajarkan bagaimana bersikap dan berkata-kata sopan sebagai tanda
hormat kepada orang tua atau orang yang di tuakan. Salah satu bentuk bahasa
yang menunjukan rasa hormat terhadap orang tua, maka kepada anak-anak
tidak diijinkan memanggil orang tua dengan sebutan nama melainkan
memanggil melalui nama anak yang bersangkutan dengan didahului
menyebutkan tingkat silsilah.
Adat istiadat mengajarkan kepada setiap orang agar memberikan
hormat kepada mereka yang telah menikah dan telah memiliki anak. terhadap
5
mereka yang sudah menikah dan telah memiliki anak ini, akan terasa lebih
hormat apabila memanggil mereka melalui nama anaknya meskipun dari usia
mereka lebih muda atau dari silsilah statusnya lebih rendah. Adat istiadat
mengajarkan bahwa antara kaum laki-laki dan kaum perempuan harus saling
hormat menghormati. Hal tersebut di buktikan dalam”Tandak Batang Garing”
dalam bahasa sangen yaitu: Laki-laki disebut dengan “Habatang Garing,
Habaner Garantung, Habasung Runjan”. Perempuan disebut dengan “Balimut
Bulau Pasihai Runjan. Kaum laki-laki wajib menghormati, melindungi dan
menjaga martabat kaum perempuan dan keluarganya. Dalam masyarakat
Kalimantan Tengah, kata-kata, sikap dan tindakan melecehkan seorang anak
gadis ataupun perempuan dewasa dapat dituntut dengan Singer (denda)
menurut hukum adat (Pelangi, 2014).
Filosofi dari Huma Betang merupakan nilai-nilai yang sudah sekian
lama ada, namun seiring dengan banyaknya gempuran dari budaya asing yang
belum tentu punya filosofi yang sesuai dengan masyarakat Kalimantan Tengah
mulai mampu menyingkirkan filosofi dari Huma Betang.
Isen Mulang sebagian orang mungkin bertanya-tanya “apa arti Isen
Mulang?” bahkan mungkin bagi kalangan akademisi mungkin bertanya-tanya
“pengertian Isen Mulang”. Secara sederhana kata “Isen Mulang” dapat
diartikan sebagai semangat Pantang Mundur. Kata Isen Mulang ini juga
terkandung dalam Lambang, Simbol atau Logo Provinsi Kalimantan Tengah
karena kata Isen Mulang mengandung makna yang besar bagi Masyarakat
Kalimantan Tengah secara umum. Isen Mulang sebagai sebuah wacana
mengandung pengertian tidak pulang kalau tidak menang. Artinya sekali orang
Dayak memutuskan turun ke medan laga, sangat memalukan jika ia pulang
tanpa membawa kemenangan. Karena itu lebih baik pulang nama dari pada
pulang membawa kekalahan. Bagi yang pulang kalah, yang bersangkutan tidak
akan mempunyai tempat menaruh muka di depan masyarakat. Ia tidak
dipandang sebelah mata lagi. Dari pada pulang tidak lagi dipandang oleh
masyarakat kampungnya, pertanda bahwa ia bukan seseorang yang ‘’mamut-
6
menteng, pintar-harati, mameh-ureh, andal dia batimpal’’ (gagah-berani,
cerdik-berbudi, urakan dan tekun, hebat tiada bertara), maka dari pada hidup
menanggung malu, lebih baik bertarung habis-habisan merebut kemenangan.
Kalaupun mati dalam pertarungan ini, hidup, harkat dan martabatnya telah ia
bela dengan semestinya sebagai seorang Dayak.
Isen Mulang berasal dari kata Ela Buli Manggetu Hinting Bunu
Panjang Isen Mulang Menetas Rantai Kamara Ambu yang berarti “jangan
pulang sebelum memenangkan perjuangan yang panjang, pantang mundur
sebelum memutuskan tali kemiskinan, kebodohan dan kemelaratan”. Kata-kata
Isen Mulang dalam teks sebenarnya di atas merupakan teks yang ditulis
menggunakan Bahasa Sangiang yakni Bahasa Dayak yang tertua di
Kalimantan Tengah. Bahasa Sangiang ini hingga sekarang masih banyak
digunakan oleh masyarakat Kalimantan Tengah yang beragama Kaharingan
untuk melakukan ritual keagamaan dan komunikasi dengan yang Maha Kuasa.
Manakir Petak (menumiti bumi) dan mengikatkan kain merah di kepala
mereka (lawung bahandang), pertanda semangat Isen Mulang (pantang
mundur) jika tak berhasil melaksanakan misi mereka tak akan pulang. Isen
Mulang ini oleh Provinsi Kalimantan Tengah dijadikan Motto Provinsi
sehingga Kalimantan Tengah sering juga dikenal dengan sebutan “Bumi Isen
Mulang” yang lengkapnya bermakna biarkan nama saja yang kembali apabila
gagal merampungkan misi.
Secara filosofi kata Isen Mulang bukan berarti perang secara fisik yang
saling membunuh satu sama lain akan tetapi Isen Mulang berarti memerangi
kemiskinan, kebodohan, dan sengaja diambil sebagai simbol semangat juang
masyarakat Kalimantan Tengah untuk membangun daerah agar dapat terus
maju dan berkembang dan dapat bersaing di tengah zaman yang semakin
berkembang, tanpa henti-hentinya di dalam berbagai bidang kehidupan,
seperti pendidikan, sosial, budaya, politik, ekonomi dan yang lainnya sampai
tutup usia atau titik darah terakhir. Isen Mulang merupakan semangat yang
7
dijadikan motto masyarakat Kalimantan Tengah untuk mencapai visi dan
misinya (Pelangi, 2014).
Peter L. Berger mengemukakan bahwa pembangunan yang dilakukan
secara drastic dengan mengabaikan kearifan tradisi dan nilai-nilai budaya
masyarakat lokal akan menjadi problem karena kurang mempertimbangkan
dimensi sosial budaya yang menjadi bingkai laku hidup masyarakat setempat.
Nilai-nilai kearifan budaya local itu jika tidak kita jaga dan pelihara,
dikhawatirkan secara berangsur akan terjadi proses kepunahan, termasuk di
dalamnya berbagai sumber yang amat berharga bagi pembentukan wacana
kebudayaan Indonesia di abad mendatang. Hal ini ditambahkan oleh Arnold
Toynbee bahwa proses sejarah adalah berangkainya sahut-menyahut antara
challenge dan response maka globalisasi sebagai challenge niscaya akan
menghadapi nasionalisme sebagai response. Desain besar kebudayaan sering
kali tak mampu mengendalikan dinamika social kea rah bagaimana
dirancangkan sehingga upaya menjadikan “Budaya Lokal sebagai Pondasi
Modernisasi Budaya menuju Budaya Indonesia yang Maju dan Unggul”
sebagai desain besar kebudayaan kita, rasanya tidak akan mudah dicapai jika
tidak kita lakukan langkah-langkah yang tepat (Anshoriy, 2008).
C. Hakikat Pembelajaran PKn di sekolah
Proses pembelajaran adalah proses interaksi antara pengajar dan pelajar
(siswa atau peserta didik) dalam kelas umumnya. Namun istilah tersebut
kurang mengambarkan makna yang seharusnya. Jika proses di kelas itu adalah
pembelajaran (learning-teaching), maka subjek atau fokusnya tentulah
pengajar. Artinya, yang belajar itu adalah pengajar, dan ia belajar untuk
mengajar. Amat berbeda jika proses interaksi antara pengajar dengan pelajar di
kelas itu dipahami sebagai proses mengajar-belajar, yakni pembelajaran
(teaching-learning) jadi fokusnya adalah pada pelajar dan kemudian pengajar.
Menurut Harefa (2001:66-67) dan Pusat kurikulum (Pidarta, 2007:196),
dipandang dari bidang atau mata pelajaran keilmuan, pembelajaran berarti
8
belajar bagaimana belajar atau learning how to learn dan belajar bagaimana
berpikir atau learning how to think sesuai dengan prinsip-prinsip keilmuan
tertentu. Dilihat dari bidang atau mata pelajaran keterampilan, pembelajaran
berarti belajar melakukan atau learning how to do. Dilihat dari bidang atau
mata pelajaran yang bersifat sosial budaya, pembelajaran berarti belajar
bergaul atau learning how to live together.
Pembelajaran tidak hanya mengajarkan teori tertulis di buku teks tetapi
juga bagaimana memberi contoh yang nyata sesuai dengan kehidupan sehari-
hari misalnya bagaimana cara menghormati orang tua, guru, keluarga;
mengetahui tayangan di televisi itu baik atau tidak; menghargai jasa-jasa para
pahlawan dengan bersikap jujur dan menghormatinya. Karena itu perlu
pengembangan pembelajaran mata pelajaran PKn di sekolah dasar yang lebih
berpengaruh pada peserta didik (student centered) sehingga peserta didik dapat
berkembang secara optimal baik afektif, kognitif, dan psikomotornya.
Djahiri, dkk. (2006:9) menyatakan PKn atau Civic Education adalah
program pendidikan/pembelajaran yang secara programatik – prosedural
berupaya memanusiakan (humanizing) dan membudayakan (civilizing) serta
memberdayakan (empowering) manusia/anak didik (diri dan kehidupannya)
menjadi warga negara yang baik sebagaimana tuntutan keharusan/ yuridis
konstitusional bangsa/negara yang bersangkutan.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan penulis diperlukan
strategi pembelajaran yang berdasarkan taksonomi tujuan pendidikan dalam
membentuk karakter peserta didik khususnya peserta didik. Winataputra, dkk.
(2008:1.1-1.2) dan Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan pembelajaran
PKn mengajarkan sesuai dengan taksonomi tujuan pendidikan yaitu (1)
pengembangan keterampilan pemecahan masalah yang terkait pada peran
warga negara dalam proses kebijakan publik (civic skills/psikomotor/sikap),
(2) pengembangan wawasan kewarganegaraan (civic
knowledge/kognitif/pengetahuan), (3) pengembangan keterampilan partisipasi
kewarganegaraan (civic participation/afektif/nilai).
9
Untuk mencapai hal itu diperlukan pembelajaran yang fokusnya kepada
peserta didik. Menurut beberapa teori pembelajaran yang mendukung hal
tersebut di antaranya teori konstruktivisme menyatakan bahwa siswa harus
menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek
informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-
aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat
menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah,
menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah
dengan ide-ide (Trianto, 2007:13).
Secara teori peserta didik yang dalam penelitian ini adalah anak usia
SD/MI (6-12 tahun) dengan tahap perkembangnya adalah seorang anak yang
sedang tumbuh dan berkembang, perkembangan seorang anak dengan segala
potensi yang dimilikinya akan dapat diantarkan mejadi seorang pribadi yang
dewasa. Pribadi yang dewasa adalah individu yang sampai pada kemampuan
untuk mengerti dan memahami siapa diri dan apa peran yang harus
dilakukannya secara sehat (wajar, normal) dan bertanggungjawab.
Menanamkan kebiasaan berperilaku sehat dalam arti wajar dan normal serta
bertanggungjawab, tidaklah harus menunggu seorang anak memasuki usia
dewasa, sebab kedewasaan tidak selalu berhubungan dengan bertambahnya
usia (Al-Lamri dan Ichas, 2006:38).
Intinya anak usia SD/MI lebih banyak ditanamkan nilai dan sikap dari
pada pengetahuan. Sebab nilai dan sikap yang akan memperkaya
pengetahuannya. Koentjaraningrat (1980:33) menyatakan suatu sikap adalah
suatu disposisi atau keadaan mental di dalam jiwa dan diri seorang individu
untuk bereaksi terhadap lingkungannya (baik lingkungan manusia atau
masyarakatnya, baik lingkungan alamiahnya, maupun lingkungan fisiknya).
Walaupun berada di dalam diri seorang individu, toh sikap itu biasanya juga
dipengaruhi oleh nilai budaya.
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di Tingkat Satuan
Pendidikan, sebagai suatu konsep dan sekaligus sebuah program dan
10
Pendekatan yang digunakan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan:
yakni memposisikan siswa sebagai subjek didik bukan sebagai objek didik,
dimana siswa lebih dominan dalam proses pembelajaran (Haryati, 2007).
Inti dari pembelajaran adalah terjadi peningkatan pengetahuan dari
pengetahuan awal berkembang seiring dengan bertambahnya masukan
informasi yang dihimpun oleh peserta didik. Pembelajaran seharusnya tidak
hanya menghasilkan nilai yang baik tapi juga sikap, perbuatan, dan tingkah
laku yang baik pula. Belajar pada hakekatnya merupakan proses perubahan di
dalam kepribadian yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, dan kepandaian.
Perubahan ini bersifat menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu
hasil dari latihan atau pengalaman.
Pembelajaran khususnya mata pelajaran PKn sekarang ini perlu
pengembangan dalam hal keseimbangan pembelajaran afeksi, kognitif, dan
psikomotor. Secara umum banyaknya kasus asusila seperti menggunakan
tangan kiri untuk berbagai kegiatan, tidak menjaga kebersihan, membuang
sampah sembarangan, permainan menirukan Gulat, merokok, melawan orang
tua, menganggu orang serta coret mencoret fasilitas, perkosaan terhadap teman
sebaya yang dilakukan berkelompok, mencoba mencium lem yang dianggap
seperti pemakai narkoba, berpacaran sembunyi-sembunyi, memakai teknologi
informasi komunikasi yang tidak sesuai dengan umur, kurang mengenal
pahlawan dan kebudayaan daerah; permasalahan yang ada ini menunjukkan
bahwa pembelajaran PKn belum mampu merubah ranah afeksi.
Untuk itu topik materi yang diambil yang sesuai dengan permasalahan
tersebut yaitu kompetensi dasar PKn sekolah dasar. Sekolah dasar adalah tahap
perkenalan, tahap bermain, tahap orientasi atau pengenalan berbagai macam
pengetahuan, sikap, dan keterampilan (Al-Lamri dan Ichas, 2006:19).
Mendikbud, M. Nuh pada tahun 2013 menyatakan bahwa untuk masuk sekolah
dasar jangan ada lagi tes calistung. Ini mendukung bagaimana memahami nilai
baik dan buruk atau perbuatan baik dan buruk dan contoh-contohnya dalam
kehidupan sehari-hari. Esensi yang terkadung dalam kompetensi dasar sekolah
11
dasar yaitu persatuan dan kesatuan, mengenal norma, mengenal harga diri,
dan bangsa sebagai bangsa Indonesia. Masyarakat Kalimantan Tengah
khususnya Palangka Raya adalah majemuk. Jadi sekarang ini bagaimana
dengan kondisi masyarakat yang majemuk mampu menciptakan persatuan dan
kesatuan. Implementasinya pada kehidupan sehari-hari di sekolah dasar yaitu
saling menghormati dan menghargai antara guru dan peserta didik, tidak
merusak dan mencoret fasilitas sekolah, dan menghargai jasa pahlawan
khususnya pahlawan Kalimantan Tengah contohnya Tjilik Riwut serta
mengetahui kebudayaan masyarakat Kalimantan Tengah sehingga tercipta
kenyaman dan keselarasan tidak ada konflik.
Dengan adanya ruang lingkup kompetensi dasar mata pelajaran PKn yang
telah dipersempit ke taksonomi tujuan pendidikan menurut logika akan mudah
seorang guru untuk mencapai target pengajaran materi sesuai dengan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Tetapi yang terpenting bagaimana seorang
guru berfungsi sebagai “fasilitator” (pemberi kemudahan peristiwa belajar),
dengan mencontohkan misalnya bagaimana cara menghormati orang tua, guru,
orang yang lebih tua umurnya ataupun sesama teman dengan praktek langsung
didalam kelas. Artinya seorang guru memberikan masalah kepada peserta
didik melalui media gambar-gambar yang ditampilkan baik secara langsung
maupun melalui media gambar cetak (poster, photo, dan lukisan).
Dengan mencoba melakukan studi tentang kondisi dan situasi
pembelajaran peserta didik sekolah dasar di Kalimantan Tengah khususnya SD
yang ada di Palangka Raya maka diharapkan pembelajaran mata pelajaran PKn
sesuai (congruence) dengan standar kompetensi, kompetensi dasar, dan
indikator setiap materi artinya bahwa perbandingan persentase pengajaran
kognitif, afeksi, dan psikomotor seimbang sehingga sesuai dengan tujuan
pembelajaran (tidak menimbulkan kesenjangan (discrepancy)) bahwa peserta
didik hanya mengetahui teori tanpa bisa mengerti, memahami, dan
mengimplementasikan.
12
Salah satu yang menandai perubahan kurikulum pendidikan dasar 2004
pada jenjang sekolah dasar khususnya; mata pelajaran Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan (PPKn) yang telah dibina dan terus dikembangkan
sebagai wahana dan sarana penanaman nilai-moral kebangsaan berganti nama
menjadi Pendidikan kewarganegaraan (PKn). Substansi mata pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) tetap sebagai materi pelajaran yang
diberikan mulai tahap awal yang memiliki tujuan khusus dalam penanaman
nilai dasar yang harus dipahami dan dilaksanakan oleh siswa sekolah dasar –
madrasah ibtidaiyah (Al-Lamri dan Ichas, 2006:3) dan (Winataputra, 2001:1-
2).
Mata pelajaran tersebut Mencakup hal-hal yang perlu dipraktekkan dalam
kehidupan sehari-hari ini sesuai dengan salah satu rambu-rambu di dalam
kerangka dan struktur Kurikulu yaitu dalam pembelajaran pengetahuan sosial
m(dalam hal ini termasuk PKn) perlu diikuti dengan praktek belajar
pengetahuan sosial. Praktek belajar ini merupakan suatu inovasi pembelajaran
yang dirancang untuk membantu siswa agar memahami fakta peristiwa,
konsep dan generalisasi melalui praktek belajar secara empirik yang disebut
dengan Praktek Kesadaran Lingkungan Belajar (PKLB) (Al-Lamri dan Ichas,
2006:9) artinya integrasi Pendidikan Berwawasan Kebangsaan dalam
Pembelajaran PKn harus dilaksanakan secara terus menerus.
D. PKn
a. Latar Belakang
Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta
didik menjadi warga negara yang memiliki komitmen kuat dan konsisten
untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hakikat
negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara kebangsaan modern.
Negara kebangsaan modern adalah negara yang pembentukannya
didasarkan pada semangat kebangsaan --atau nasionalisme-- yaitu pada
tekad suatu masyarakat untuk membangun masa depan bersama di bawah
13
satu negara yang sama walaupun warga masyarakat tersebut berbeda-
beda agama, ras, etnik, atau golongannya. [Risalah Sidang Badan
Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), Jakarta: Sekretariat
Negara Republik Indonesia, 1998].
Komitmen yang kuat dan konsisten terhadap prinsip dan semangat
kebangsaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, perlu
ditingkatkan secara terus menerus untuk memberikan pemahaman yang
mendalam tentang Negara Kesatuan Republik Indonesia. Secara historis,
negara Indonesia telah diciptakan sebagai Negara Kesatuan dengan bentuk
Republik.
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha
Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. [Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia 1945]
Dalam perkembangannya sejak Proklamasi 17 Agustus 1945 sampai
dengan penghujung abad ke-20, rakyat Indonesia telah mengalami
berbagai peristiwa yang mengancam keutuhan negara. Untuk itu
diperlukan pemahaman yang mendalam dan komitmen yang kuat serta
konsisten terhadap prinsip dan semangat kebangsaan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berdasarkan pada Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945. Konstitusi Negara Republik Indonesia
perlu ditanamkan kepada seluruh komponen bangsa Indonesia, khususnya
generasi muda sebagai generasi penerus.
Indonesia harus menghindari sistem pemerintahan otoriter yang
memasung hak-hak warga negara untuk menjalankan prinsip-prinsip
14
demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Kehidupan yang demokratis di dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan
keluarga, sekolah, masyarakat, pemerintahan, dan organisasi-organisasi
non-pemerintahan perlu dikenal, dipahami, diinternalisasi, dan diterapkan
demi terwujudnya pelaksanaan prinsip-prinsip demokrasi. Selain itu, perlu
pula ditanamkan kesadaran bela negara, penghargaan terhadap hak azasi
manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian lingkungan hidup, tanggung
jawab sosial, ketaatan pada hukum, ketaatan membayar pajak, serta sikap
dan perilaku anti korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata
pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warganegara yang
memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk
menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter
yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.
b. Tujuan PKn
Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut:
1. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu
kewarganegaraan.
2. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak
secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara, serta anti-korupsi.
3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri
berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat
hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.
4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia
secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi.
15
c. Ruang Lingkup PKn
Ruang lingkup Pendidikan Kewarganegaraan meliputi aspek-aspek
sebagai berikut.
1. Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi: Hidup rukun dalam perbedaan, Cinta lingkungan, Kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda, Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Partisipasi dalam pembelaan negara, Sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, Keterbukaan dan jaminan keadilan
2. Norma, hukum dan peraturan, meliputi: Tertib dalam kehidupan keluarga, Tata tertib di sekolah, Norma yang berlaku di masyarakat, Peraturan-peraturan daerah, Norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Sistim hukum dan peradilan nasional, Hukum dan peradilan internasional
3. Hak asasi manusia meliputi: Hak dan kewajiban anak, Hak dan kewajiban anggota masyarakat, Instrumen nasional dan internasional HAM, Pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM
4. Kebutuhan warga negara meliputi: Hidup gotong royong, Harga diri sebagai warga masyarakat, Kebebasan berorganisasi, Kemerdekaan mengeluarkan pendapat, Menghargai keputusan bersama, Prestasi diri , Persamaan kedudukan warga negara
5. Konstitusi Negara meliputi: Proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang pertama, Konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, Hubungan dasar negara dengan konstitusi
6. Kekuasan dan Politik, meliputi: Pemerintahan desa dan kecamatan, Pemerintahan daerah dan otonomi, Pemerintah pusat, Demokrasi dan sistem politik, Budaya politik, Budaya demokrasi menuju masyarakat madani, Sistem pemerintahan, Pers dalam masyarakat demokrasi
7. Pancasila meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, Proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara, Pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi terbuka
8. Globalisasi meliputi: Globalisasi di lingkungannya, Politik luar negeri Indonesia di era globalisasi, Dampak globalisasi, Hubungan internasional dan organisasi internasional, dan Mengevaluasi globalisasi.
16
E. Arah Pengembangan Integrasi Pendidikan Berwawasan Kebangsaan dalam Pembelajaran PKn
Standar kompetensi dan kompetensi dasar menjadi arah dan landasan
untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan
indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Dalam merancang
kegiatan pembelajaran dan penilaian perlu memperhatikan Standar Proses
dan Standar Penilaian.
Hasil pemaduan analisis menggambarkan, bahwa pendidikan
berwawasan kebangsaan belum ternyatakan secara eksplisit dalam
produk kebijakan tentang sistem pendidikan nasional, implementasi
kebijakan tersebut pada tataran praksis pendidikan tidak terarah
sebagaimana yang diharapkan (Supriatna, 2015).
Masalah yang teridentifikasi di lapangan hasil observasi langsung,
Guru PKn kurang mengembangkan kemampuan mengajarnya. Dalam
mengajar guru PKn seharusnya menyeimbangkan antara kognitif (civic
knowledge), afeksi (civic skills), dan psikomotor (civic participation) di
kelas yaitu penerapan tidak hanya sebatas melaksanakan pengajaran dan
tugas menghafal serta guru menerangkan/menjelaskan tetapi juga
memberikan contoh sikap, perbuatan, dan tingkah laku yang ada dalam
kehidupan sehari-hari. Disini para siswa hanya diharuskan menghapal dan
menghafal Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 secara terus
menerus mulai dari sila-sila, butir-butir dan pasal-pasal. Pembelajaran
akhirnya kurang menyenangkan dan monoton.
Contoh sesuai hasil observasi di atas maka harapan yang termaktub
dalam tabel 1. Indikator karakter peserta didik di salah satu SDN Palangka
Raya berarti belum tercapai sepenuhnya atau kurang sesuai dengan
kenyataan di lapangan.
17
Tabel 1Indikator Karakter Peserta Didik
NO. INDIKATOR KARAKTER
1 Beriman - melaksanakan semua perintah-Nya sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing
2 Jujur - mengatakan yang sebenarnya- tidak berlaku curang atau menipu- mengakui setiap kesalahan yang dilakukan- tidak berusaha membuat hal yag salah
menjadi benar3 Tahu Berterima
Kasih
- menunjukkan kepada orang tua dan guru bahwa siswa menghargai mereka
- menuliskan pesan-pesan ”terima kasih”- menjaga barang-barang yang dimiliki- merasa puas dengan apa yang dimiliki- menghitung kebaikan yang diterima
4 Tertib - menempatkan diri secara benar- melakukan sesuatu dengan baik tanpa
menganggu sekitarnya5 Penuh Perhatian - menatap orang yang sedang berbicara padanya
- bertanya jika saya tidak bisa- duduk maupun berdiri dengan tegak- tidak berusaha mencari perhatian bagi diri
sendiri- tidak memalingkan mata, telinga, tangan, kaki,
dan mulut jika sedang memperhatikan seseorang6 Baik Hati - mengerjakan sesuatu dengan senang hati
- mampu memberikan pertolongan pada orang lain
7 Tanggungjawab - mengerjakan sesuatu dengan baik- mengetahui apa yang seharusnya dilakukan- melakukan sesuatu yang menjadi
tanggungjawabnya8 Pemaaf - memaafkan orang lain dengan lapang dada
- melupakan kesalahan orang lain- tidak menaruh dendam- memperhatikan kebutuhan orang lain
9 Peduli - membantu orang lain yang sedang dalam kesulitan walaupun tanpa diminta
10 Menghargai Waktu - tepat waktu- memanfaatkan waktu- melakukan sesuatu secara terjadwal teratur dan
direncanakan- mengerjakan sesuatu sesuai dengan waktunya
18
11 Sabar - menahan diri terhadap sesuatu yang sangat diinginkan
- menerima musibah12 Cermat - teliti dalam mengerjakan sesuatu
- melakukan sesuatu berdasarkan hasil pertimbangan yang hati-hati
13 Pengendalian diri - mampu menahan diri- mampu menunda keinginan
14 Tenggang Rasa - menghargai perbedaan- menghargai orang lain- memahami kebutuhan orang lain
15 Sopan Santun - mengikuti norma- menjalankan aturan
16 Rela Berkorban - membantu orang lain dengan senang hati- memberikan sesuatu dengan senang hati- mendahulukan kepentingan orang lain
17 Sportif/Berjiwa
Ksatria/Berjiwa
Besar
- menerima dan mengakui kelebihan orang lain- menerima kekalahan dan kekurangan diri
sendiri- berlapang dada untuk menerima kekalahan
18 Mandiri - berinisiatif untuk melakukan sesuatu- berusaha untuk tidak bergantung pada orang
lain- berusaha melakukan sesuatu dengan
kemampuan sendiri
Indikator karakter tersebut dapat dianalisis bahwa ada integrasi
Pendidikan Berwawasan Kebangsaan dalam pembelajaran khususnya PKn.
Samani (2007:156) menyatakan intinya bahwa sejak kecil anak sudah
harus diperkenalkan dengan berbagai macam akhlak baik maupun akhlak
buruk jadi dia sejak kecil sudah bisa berpikir mana yang boleh dilakukan
dan mana yang tidak boleh dilakukan. Karenanya diperlukan strategi
pembelajaran yang joyful learning yaitu belajar dengan situasi yang
menyenangkan dalam arti mampu membuat siswa menikmati situasi
belajar, sehingga tidak usah diawasi oleh siapapun, anak akan belajar.
Pembelajaran kontekstual dan pembelajaran yang menyenangkan sejalan
dengan prinsip bahwa pembelajaran harus bermakna dengan mengajarkan
berbagai kecakapan hidup (life Skill).
19
Pembelajaran pada hakekatnya adalah suatu proses interaksi antar anak
dengan anak, anak dengan sumber belajar dan anak dengan pendidik.
Kegiatan pembelajaran ini akan menjadi bermakna bagi anak jika
dilakukan dalam lingkungan yang nyaman dan memberikan rasa aman bagi
anak. Proses belajar bersifat individual dan kontekstual, artinya proses
belajar terjadi dalam diri individu sesuai dengan perkembangannya dan
lingkungannya.
Pembelajaran bermakna (meaningfull learning) merupakan suatu
proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang
terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Pembelajaran bermakna
sebagai hasil dari peristiwa mengajar ditandai oleh terjadinya hubungan
antara aspek-aspek, konsep-konsep, informasi atau situasi baru dengan
komponen-komponen yang relevan di dalam struktur kognitif siswa.
Proses belajar tidak sekadar menghafal konsep-konsep atau fakta-fakta
belaka, tetapi merupakan kegiatan menghubungkan konsep-konsep untuk
menghasilkan pemahaman yang utuh, sehingga konsep yang dipelajari
akan dipahami secara baik dan tidak mudah dilupakan. Dengan demikian,
agar terjadi belajar bermakna maka guru harus selalu berusaha mengetahui
dan menggali konsep-konsep yang telah dimiliki peserta didik dan
membantu memadukannya secara harmonis konsep-konsep tersebut
dengan pengetahuan baru yang akan diajarkan.
Realitas faktual itu berlangsung bukan saja disebabkan para guru
sebagai pelaksana teknis kurang atau tidak memahami esensi tujuan
pendidikan yang dibawa oleh konstruks mata pelajaran seperti PKn
ataupun Pendidikan Agama, tetapi lebih dikarenakan kurikulum
menempatkannya sebagai mata pelajaran seperti mata pelajaran lainnya.
Pemetaan baru atas komponen tujuan dalam artian riilnya; kompentensi
berikut evaluasi dan pengorganisasian kembali sejumlah mata pelajaran di
dalam kurikulum, tentunya dapat dipahami sebagai langkah strategis yang
diharapkan akan mendekati pencapaian tujuan pendidikan, bukan saja pada
20
hajat penguasaan sejumlah materi pelajaran yang ada, terutama yang
bersifat disiplin ilmu, tetapi pada keseluruhan proses aktivitas dan
aktualisasi progres di dalam dan di luar kelas, di lingkungan sekolah dan
masyarakat sekitarnya. Karena itu, kurikulum KTSP bermakna perolehan
hasil belajar berkenaan khusus dengan pemahaman nilai dan
internalisasinya pada kemampuan integral guru dan sekolah dengan semua
komponen yang ada di dalamnya (Al-Lamri dan Ichas, 2006:68).
Pembelajaran PKn di sekolah dasar yang terkait dengan pengetahuan
(civic knowledge/kognitif) meliputi: (1) mengenal makna satu nusa, satu
bangsa, dan satu bahasa, 2) mengenal aturan-aturan yang berlaku di
lingkungan masyarakat sekitar, (3) menyebutkan contoh aturan-aturan
yang berlaku di lingkungan masyarakat sekitar, (4) mengenal pentingnya
memiliki harga diri, dan (5) mengenal kekhasan bangsa Indonesia, seperti
kebhinekaan, kekayaan alam, keramahtamahan.
Pembelajaran PKn di sekolah dasar yang terkait dengan sikap (civic
skills/psikomotor) meliputi: (1) mengamalkan nilai-nilai Sumpah Pemuda
dalam kehidupan sehari-hari dan (2) memberi contoh bentuk harga diri,
seperti menghargai diri sendiri, mengakui kelebihan dan kekurangan diri
sendiri dan lain-lain.
Pembelajaran PKn di sekolah dasar yang terkait dengan nilai (civic
participation/afektif) meliputi: (1) melaksanakan aturan-aturan yang
berlaku di lingkungan masyarakat sekitar, (2) menampilkan perilaku yang
mencerminkan harga diri, dan (3) menampilkan rasa bangga sebagai anak
Indonesia.
Suharjo (2006:33-34) menyatakan guru-guru Pkn kurang konsisten
dalam mengikuti pedoman pelaksanaan pendidikan yang sesuai dengan
taksonomi tujuan pendidikan dan hanya menerapkan model pembelajaran
tradisional dengan menggunakan metode ceramah. Jadi peserta didik lebih
banyak menerima materi pelajaran dari melihat, mendengarkan, dan
menghafal. Artinya aspek kognitif (civic knowledge) lebih dominan
21
diajarkan daripada aspek psikomotor (civic skill) dan aspek afektif (civic
participation).
Permasalahan yang terjadi saat ini adalah Bagaimanakah pembelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) berdasarkan taksonomi tujuan
pendidikan dalam membentuk karakter peserta didik di sekolah dasar
selama ini? Masalah utama diperjelas dengan beberapa sub permasalahan
sebagai berikut: (1) Pengetahuan (civic knowledge) apa yang diajarkan
guru PKn dalam membentuk karakter peserta didik di sekolah dasar?; (2)
Sikap (civic skills/psikomotor) apa yang diajarkan guru PKn dalam
membentuk karakter peserta didik di sekolah dasar?; (3) Nilai (civic
participation/afektif) apa yang diajarkan guru PKn dalam membentuk
karakter peserta didik di sekolah dasar?; dan (4) Mana yang lebih banyak
diajarkan oleh guru PKn dalam membentuk karakter peserta didik di
sekolah dasar, apakah pengetahuan (civic knowledge/kognitif), sikap (civic
skills/psikomotor), dan nilai (civic participation/afektif).
F. Tujuan Penulisan Buku Ajar
Berdasarkan penjelasan sebelumnya tujuan utama yaitu untuk
membahas integrasi Pendidikan Berwawasan Kebangsaan dalam pembelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang diajarkan pendidik dalam
membentuk karakter sumberdaya manusia berdasarkan taksonomi tujuan
pendidikan nasional sehingga mampu membantu memperoleh wawasan
pemikiran yang lebih luas dan ciri-ciri kepribadian yang diharapkan dari setiap
generasi muda, khususnya berkenaan dengan ranah/domain yang sering
terlupakan oleh para pendidik yaitu sikap dan tingkah laku manusia dalam
menghadapi manusia-manusia lain serta terhadap diri sendiri mereka.
Sedangkan tujuan penulisan buku ajar ini secara khusus untuk membahas.
1. Pengetahuan (civic knowledge/kognitif) yang diajarkan pendidik dalam
membentuk karakter sumberdaya manusia.
22
2. Sikap (civic skills/psikomotor) yang diajarkan pendidik dalam membentuk
karakter sumberdaya manusia.
3. Nilai (civic participation/afektif) yang diajarkan pendidik dalam
membentuk karakter sumberdaya manusia.
4. Pembelajaran Pendidik dalam membentuk karakter sumberdaya manusia
lebih banyak mengajarkan pengetahuan (civic knowledge/kognitif), sikap
(civic skills/psikomotor), atau nilai (civic participation/afektif).
5. Pembelajaran manajemen situasi dan kondisi baik di dalam kelas maupun
di luar kelas (lingkungan).
G. Manfaat Penulisan Buku Ajar PKn
1. Berguna untuk para pendidik yang mengampu PKn agar dapat
mengevaluasi pembelajaran selama ini mereka lakukan supaya kedepannya
menjadi lebih menekankan pembelajaran berimbang dari tiga taksonomi
tujuan pendidikan nasional tersebut sehingga mampu membentuk karakter
sumberdaya manusia sesuai Pendidikan Berwawasan Kebangsaan.
2. Untuk Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
menjadi bahan evaluasi untuk meningkatkan pembelajaran PKn.
3. Dapat digunakan oleh mahasiswa dan dosen sebagai salah satu bahan
pembelajaran.
H. Aktivitas Pembelajaran
Pembelajaran di dalam kelas dan lingkungan sekolah artinya selama
pendidik melakukan aktivitas pembelajaran PKn dan selama sumberdaya
manusia melakukan aktivitas belajar baik di kelas maupun di lingkungan
sekolah.
Definisi pembelajaran pada hakekatnya adalah melakukan kegiatan
belajar yang berfokus pada peserta didik, disini peserta didiklah yang belajar
bukan pendidik yang mengajar sehingga sesuai dengan pembelajaran aktif,
23
kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAKEM) sebagai bagian integral dari
pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Suryanti dkk., 2008).
Operasional berdasarkan taksonomi tujuan PKn: 1. Pengembangan
keterampilan pemecahan masalah yang terkait pada peran warga negara dalam
proses kebijakan publik (civic skills/psikomotor), 2. Pengembangan wawasan
kewarganegaraan (civic knowledge/kognitif), dan 3. Pengembangan
keterampilan partisipasi kewarganegaraan (civic participation/afektif).
Winataputra mengemukakan uraian rinci materi pokok civic skills dalam
disertasinya sebagai berikut.
1. Kemampuan berkomunikasi secara argumentatif dalam bahasa
Indonesia yang baik dan benar atas dasar tanggungjawab sosial.
2. Kemampuan berpartisipasi dalam lingkungan sekolah atau masyarakat
secara cerdas dan penuh tanggungjawab personal dan sosial.
3. Kemampuan mengambil keputusan individual dan atau kelompok
secara cerdas dan bertanggungjawab serta bertanggungjawab.
4. Siswa memiliki kemampuan membangun kerjasama dengan dasar
toleransi, saling pengertian, dan kepentingan bersama.
5. Kemampuan berlomba-lomba untuk berprestasi lebih baik dan lebih
bermanfaat.
6. Kemampuan menentang berbagai bentuk pelecehan terhadap
keterampilan warga negara (civil skills) dengan cara yang dapat diterima
secara sosial-budaya.
7. Kemampuan memimpin dan memberikan dukungan.
8. Kemampuan membangun saling pengertian antar suku, agama, ras, dan
golongan guna memelihara keutuhan dan semangat kekeluargaan.
9. Kemampuan berusaha untuk meningkatkan kemampuan pribadi dan
kegiatan sosial kultural dengan kesadaran untuk berbuat lebih baik (Al
Muchtar, dkk. 2009:9.5-9.6).
Winataputra mengemukakan uraian rinci materi pokok civil
knowledge dalam disertasinya sebagai berikut.
24
1. manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan makhluk sosial,
2. manusia sebagai individu yang memiliki hak asasi yang harus
dilindungi dan diwujudkan secara bertanggungjawab,
3. demokrasi dalam kehidupan keluarga,
4. demokrasi dalam kehidupan di sekolah,
5. demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
6. Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai nilai dasar dan landasan demokrasi
di Indonesia,
7. secara konstitusional kedaulatan adalah ditangan rakyat,
8. demokrasi menuntut kecerdasan warga negara,
9. demokrasi menuntut pembagian kekuasaan negara,
10. demokrasi dengan perwujudan otonomi dalam konteks negara
kesatuan,
11. peradilan yang bebas dan tidak memihak,
12. dinamika penerapan konsep, prinsip, nilai, dan cita-cita demokrasi
dalam masyarakat yang berbhinneka tunggal ika,
13. pentingnya pemberdayaan warganegara dalam memperkokoh persatuan
dan kesatuan bangsa dan proses alih generasi secara bertanggungjawab,
14. keluarga sebagai inti masyarakat berperan sebagai lembaga yang paling
dini dalam pemberdayaan individu sebagai anggota masyarakat yang
demokratis,
15. organisasi pelajar/mahasiswa/pemuda berperan sebagai wahana
gerakan moral yang potensial mempengaruhi kebijakan politik kenegaraan
dan fungsional dalam membudayakan kehidupan yang demokratis,
16. koperasi berperan sebagai wahana pemberdayaan warga negara dalam
rangka perwujudan demokrasi ekonomi,
17. pemilihan umum berfungsi sebagai sarana demokrasi yang berperan
untuk menyeleksi calon-calon terbaik anggota lembaga perwakilan rakyat
yang dilaksanakan secara jujur dan adil,
18. pemerintah berfungsi sebagai pelaksana amanat rakyat,
25
19. media massa merupakan sarana demokrasi yang berperan sebagai
media komunikasi massa yang jujur dan bertanggungjawab, serta memberi
dampak pendidikan politik kepada seluruh warga negara (Al Muchtar,
dkk., 2009:10.8-10.11).
Materi pokok pembelajaran PKn yang berkenaan dengan konsep civic
participation sebagai berikut.
1. Partisipasi warga negara dalam melakukan bakti sosial atas dasar
tanggungjawab sosial.
2. Partisipasi warga negara dalam melakukan kerja sama dalam
memberikan pertolongan yang terkena musibah dengan penuh kesadaran
dan tanggungjawab personal dan sosial.
3. Partisipasi warga negara menjaga tata tertib dan kebersihan lingkungan
sekolah atau masyarakat secara cerdas dan penuh tanggungjawab personal
dan sosial.
4. Partisipasi dalam melaksanakan keputusan individual dan atau
kelompok sesuai dengan konteksnya secara bertanggungjawab.
5. Partisipasi menentang berbagai bentuk pelecahan terhadap
keterampilan warga negara.
6. Memimpin kegiatan kemasyarakatan secara bertanggungjawab.
7. Memberikan dukungan yang sehat dan penuh tanggungjawab kepada
calon pemimpin dalam lingkungannya.
8. Membangun saling pengertian antar suku, agama, ras, dan golongan
guna memelihara keutuhan dan semangat kekeluargaan.
9. Siswa dapat berpartisipasi dalam menbangun saling pengertian antar
bangsa melalui berbagai media komunikasi yang tersedia. Meningkatkan
kemampuan pribadi dan kegiatan sosial kultural (Al Muchtar, dkk.,
2009:11.5-11.6).
Membahas tujuan PKn tidak bisa dipisahkan dari fungsi mata pelajaran
PKn karena keduanya saling berkaitan, di mana tujuan menunjukkan dunia
cita, yakni suasana ideal yang harus dijelmakan, sedangkan fungsi adalah
26
pelaksanaan-pelaksanaan dari tujuan yang hendak dicapai. Oleh karena itu,
fungsi menunjukkan keadaan gerak, aktivitas dan termasuk dalam suasana
kenyataan, dan bersifat riil dan konkret.
Demikian pula membicarakan fungsi PKn memiliki keterkaitan dengan
visi dan misi mata pelajaran PKn. Mata pelajaran PKn memiliki visi, yaitu
"terwujudnya suatu mata pelajaran yang berfungsi sebagai sarana pembinaan
watak bangsa (nation and character building) dan pemberdayaan warga
negara". Upaya pembinaan watak/ karakter bangsa merupakan ciri khas dan
sekaligus amanah yang diemban oleh mata pelajaran PKn atau Civic Education
pada umumnya.
Sedangkan misi mata pelajaran PKn, yaitu "membentuk warga negara
yang baik yakni warga negara yang sanggup melaksanakan hak dan
kewajibannya dalam kehidupan bernegara, dilandasi oleh kesadaran politik,
kesadaran hukum, dan kesadaran moral". Untuk mewujudkan misi di atas,
jelas bahwa peserta didik harus memiliki kemampuan kewarganegaraan yang
multidimensional agar dapat menjalankan hak dan kewajibannya dalam
berbagai aspek kehidupan.
Sementara itu, mata pelajaran PKn berfungsi sebagai wahana untuk
membentuk warga negara cerdas, terampil, dan berkarakter yang setia kepada
bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan
berpikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945.
Jika rumusan fungsi PKn tersebut dihubungkan dengan dimensi
keilmuan PKn maka fungsi PKn tersebut dapat dikelompokkan menjadi:
1. Fungsi PKn dalam membina kecerdasan /pengetahuan
sumberdaya manusia (civic knowledge/kognitif);
2. Fungsi PKn dalam membina keterampilan sumberdaya
manusia (civic participation/afektif);
3. Fungsi PKn dalam membina watak/karakter sumberdaya
manusia (civic skills/psikomotor).
27
Secara umum melalui integrasi Pendidikan Berwawasan Kebangsaan
dalam Pembelajaran PKn diharapkan sumberdaya manusia khususnya peserta
didik dan mahasiswa bukan hanya memiliki pengetahuan yang luas tentang
materi pokok PKn yang meliputi politik, hukum, dan moral (pengetahuan
kewarganegaraan), tetapi juga memiliki keterampilan dalam merespon
berbagai persoalan politik, hukum, moral, dan terampil menggunakan hak dan
kewajibannya di bidang politik, hukum, dan moral (keterampilan
kewarganegaraan). Selain itu, melalui PKn diharapkan peserta didik memiliki
sikap, rasa tanggung jawab dan hormat terhadap peraturan yang berlaku
(watak kewarganegaraan).
I. Jadwal Perkuliahan dan Materi PKn
Dengan asumsi bahwa satu semester terdiri dari empat bulan efektif,
termasuk sekali ujian akhir semester, serta 50 menit x sks mata kuliah maka
disusun jadual perkuliahan PKn sesuai dengan Satuan Acara Perkuliahan
(SAP).
28
BAB IIPENGANTAR TEORI PENDIDIKAN BERWAWASAN KEBANGSAAN
dan PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKn)
A. Pendidikan Berwawasan Kebangsaan
Pendidikan Berwawasan Kebangsaan sesuai Permendagri Nomor 71
Tahun 2012 bahwa Wawasan Kebangsaan adalah cara pandang bangsa
Indonesia tentang diri dan lingkungannya mengutamakan persatuan dan
kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah yang dilandasi Pancasila, Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika,
dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pendidikan wawasan kebangsaan yang selanjutnya disingkat PWK
adalah pendidikan cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan
lingkungannya agar mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta
kesatuan wilayah yang dilandasi Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Pusat pendidikan wawasan kebangsaan yang selanjutnya disingkat
PPWK adalah suatu wadah yang berbentuk kelompok kerja yang diarahkan
untuk pengembangan cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan
lingkungannya mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan
wilayah yang dilandasi Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Jadi Pendidikan Berwawasan Kebangsaan yaitu sistem pendidikan
yang menyedikan wadah belajar sehingga mampu memberikan pembelajaran
mengenai transformasi tata nilai budaya setempat menjadi perilaku nasional
yang dapat meningkatkan martabat dan kesejahteraan sumberdaya manusia
sesuai dengan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945. Confusius
mengemukakan bahwa jika anda berpikir menetap di suatu tempat selama
beberapa tahun, mulailah bertanam padi. Jika anda berpikir menetap untuk
waktu lebih lama lagi, mulailah bertanam pohon. Akan tetapi, jika anda mau
menetap untuk selamanya, mulailah mendidik manusianya (Anshoriy, 2008).
29
B. Pengertian PKn
Amin (2008) mengemukakan Pendidikan Kewarganegaraan dapat
diartikan sebagai “usaha sadar” untuk menyiapkan peserta didik agar pada
masa datang dapat menjadi patriot pembela bangsa dan Negara. Maksud
patriot pembela bangsa dan Negara ialah pemimpin yang mempunyai
kecintaian, kesetiaan, serta keberanian untuk membela bangsa dan tanah air
melalui bidang profesinya masing-masing. Jika anda seorang guru, dengan
penuh kesetiaan dan pengabdian anda berjuang mencerdaskan peserta didik
sebagai anak bangsa yang berguna untuk Nusa Bangsa dan Negaranya, anda
berhak mendapat predikat patriot, satria, pahlawan, kendatipun tanpa tanda
jasa.
Definisi Pendidikan Kewarganegaraan menurut pendapat para ahli:
a. Menurut Azyumardi Azra: Pendidikan Kewarganegaraan adalah
pendidikan yang mengkaji dan membahas tentang pemerintahan,
konstitusi, lembaga – lembaga demokrasi, rule of law, HAM, hak
dan kewajiban warganegara serta proses demokrasi.
b. Menurut Zamroni: Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan
demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat
untuk berpikir kritis dan bertindak demokratis.
c. Menurut Merphin Panjaitan: Pendidikan Kewarganegaraan adalah
pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mendidik generasi
muda menjadi warganegara yang demokrasi dan partisifasif melalui
pendidikan yang dialogial.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas tersebut disimpulkan bahwa
Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan yang mengkaji dan
membahas tentang civic knowledge, civic skills, civic participation
Pembelajaran PKn di SD yang bertujuan untuk mendidik generasi muda
30
menjadi warganegara yang demokrasi berlandaskan Pancasila dan UUD 1945
beserta amandemen.
Fajar (2004) mengemukakan pelajaran adalah sesuatu yang
dikaji/dipahami atau yang diajarkan misalnya membaca, latihan, penyelidikan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional, mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKn) berubah menjadi Pendidikan Kewarganegaraan
(PKn), dan dalam Kurikulum 2004 disebut sebagai mata pelajaran
Kewarganegaraan (citizenship).
Mata pelajaran Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang
memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama,
sosiokultural, bahasa, usia, dan suku bangsa utuk menjadi warga Negara
Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh
Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945. Fungsinya adalah sebagai wahana untuk
membentuk warganegara yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang setia
kepada bangsa dan Negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam
kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD
NRI Tahun 1945.
Tabel 2.Analisis Muatan Konsep Nilai dalam
Struktur Kurikulum Pengetahuan Sosial SD/MI 2004
Sub-Rumpun Sub-Disiplin Dimensi-Isi Konflik-
Issue
Aktualisasi Nilai
Pendidikan Kewarganegaraan
Kewarganegaraan -Idiologi Nasional
-Sosial / Etika Universal
Moralitas diri sebagai anggota keluarga, masyarakat / Negara dan dunia
- Pengetahuan sikap dan keterampilan hidup sebagai pribadi, anggota keluarga, masyarakat / negara dan dunia universal
-(Sumber: Al-Lamri dan Ichas. 2006:63)
31
Jadi berdasarkan fungsi dan kurikulum maka dapat disimpulkan bahwa
mata Pelajaran PKn harus dinamis dan mampu menarik perhatian peserta
didik, yaitu dengan cara sekolah membantu peserta didik mengembangkan
pemahaman, baik materi maupun ketrampilan intelektual dan partisipatori
dalam kegiatan sekolah berupa intra kurikuler, dan ekstra kurikuler.
Fungsi dan kurikulum dapat kita lihat dari pelaksanaan pembelajaran di
kelas dalam RPP yang dibuat guru, silabus, dan sebagainya. Berarti, apabila
rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah disiapkan oleh guru sesuai
fungsi dan kurikulum yang berlaku, maka proses pembelajaran di kelas akan
menarik dan mudah dipahami peserta didik. Begitu juga sebaliknya, apabila
rencana pelaksanaan pembelajaran tidak sesuai dengan fungsi dan kurikulum
yang berlaku maka pembelajaran akan menjadi kacau dan membuat peserta
didik bingung.
PKn dengan paradigma baru mensyaratkan materi pembelajaran yang
memuat komponen-komponen pengetahuan, keterampilan, dan disposisi
kepribadian warga negara yang fungsional bukan hanya dalam tataran
kehidupan berbangsa dan bernegara melainkan juga dalam masyarakat di era
global. Kewarganegaraan dalam demokrasi konstitusional berarti bahwa setiap
warga negara (1) merupakan anggota penuh dan sederajat dari sebuah
masyarakat yang berpemerintahan sendiri dan (2) diberi hak-hak dasar dan
dibebani tanggungjawab. Warga negara hendaknya mengerti bahwa dengan
keterlibatannya dalam kehidupan dan dalam masyarakat demokratis, mereka
dapat membantu meningkatkan kualitas hidup di lingkungan tetangga,
masyarakat, dan bangsanya.
Keterampilan intelektual yang penting bagi terbentuknya warga negara
yang berwawasan luas, efektif, dan bertanggungjawab, antara lain adalah
keterampilan berpikir kritis, yang meliputi keterampilan mengidentifikasi dan
mendeskripsikan; menjelaskan dan menganalisis; mengevaluasi, menentukan
dan mempertahankan sikap atau pendapat berkenaan dengan persoalan-
persoalan publik.
32
C. Tujuan Mata Pelajaran PKn
Menurut Al. Muchtar, dkk (2009) Tujuan Pendidikan
Kewarganegaraan adalah membina sikap, perilaku, dan pengetahuan dasar
kepada peserta didik yang didasarkan pada nilai moral pancasila dalam
kehidupan sehari-hari serta berbagai bekal untuk mengikuti pendidikan
lebih lanjut.
Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan adalah partisipasi yang penuh
nalar dan tanggungjawab dalam kehidupan politik dari warga Negara yang
taat kepada nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar demokrasi konstritusional
Indonesia. Partisipasi warga negara yang efektif dan penuh tanggung jawab
memerlukan penguasaan seperangkat ilmu pengetahuan dan keterampilan
intelektual serta keterampilan untuk berperan serta. Partisipasi yang efektif
dan bertanggungjawab itu pun ditingkatkan lebih lanjut melalui
pengembangan disposisi atau watak-watak tertentu yang meningkatkan
kemampuan individu berperan serta dalam proses politik dan mendukung
berfungsinya system politik yang sehat serta perbaikan masyarakat
(Winataputra, 2008).
Sedangkan pendapat lain tujuan Pendidikan Kewarganegaraan, sebagai
berikut.
1. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi
isu kewarganegaraan.
2. Berpartisipasi secara bermutu dan bertanggungjawab, dan
bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk
diri berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat
hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.
4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia
secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi dan
komunikasi (Fajar, 2004).
33
Dari deskripsi di atas jelas bahwa tujuan PKn mengembangkan
kompetensi-kompetensi meliputi tiga aspek pembelajaran yaitu kognitif,
afektif, dan psikomotor sehingga peserta didik mampu beradaptasi di
masyarakat. Jangan sampai ada kompetensi-kompetensi yang tidak ajar oleh
guru PKn karena akan mengakibatkan ketidaksesuaian dengan tujuan
pembelajaran.
Hal tersebut dipertegas dengan pemahaman terhadap hakikat pembelajaran
PKn, yaitu sebagai wahana pengembangan berpikir kritis, artinya
pembelajaran dimaknai sebagai proses pengembangan kemampuan berpikir
kritis, artinya pembelajaran dimaknai sebagai proses pengembangan
kemampuan berpikir kritis peserta didik, menghindari pembelajaran PKn
hanya sebatas hafalan. Berpikir kritis menekankan yang lebih menekankan
kepada aspek evaluasi dan sintesis untuk memahami arti, sehingga dapat
menghasilkan pengetahuan tentang penyebab, bukti dan teori tertentu.
Sedangkan berpikir kreatif dikemukakannya sebagai proses berpikir yang
menekankan pada kualifikasi terhadap sifat yang unik dan transformasi dari
analogi dan induksi logis sehingga dapat membentuk ide baru. Selanjutnya
pelajari jenis berpikir kritis, imajinatif, berpikir bebas berikut ini Berpikir
kritis, yaitu cara berpikir disiplin dan dikendalikan oleh kesadaran. Cara
berpikir ini mengikuti alur logika dan rambu-rambu pemikiran yang sesuai
dengan fakta atau teori yang diketahui berpikir ini mencerminkan pikiran yang
terlatih. Selama dalam pendidikan, para ilmuwan dilatih untuk berpikir dan
bekerja secara sistematis Berpikir imajinatif, yaitu alur bebas yang tidak
dikendalikan secara sadar dan sering kali bersifat subjektif. Tipe berpikir ini
terutama digunakan oleh anak-anak, akan tetapi kadang-kadang juga oleh
orang dewasa yang terdidik. Misalnya ketika sedang melamun atau berkhayal.
Berpikir imajinatif disebut juga alur asosiatif karena membiarkan pikiran
mengembara mengikuti asosiasi, hubungan, keterkaitan antara hal yang satu
dengan yang lain, kesamaan, analogi, dan bahkan juga dalam bermimpi.
Menciptakan bayangan atau imajinasi dalam berpikir juga merupakan bagian
34
dari cara berpikir ini. Berpikir bebas, kurang disiplin dinadingkan dengan
berpikir imajinatif, tetapi cara berpikir ini kadang-kadangdapat menjadi dasar
brainstorming, sebagai terobosan untuk mencari pandangan baru terhadp
subjek. Kadang-kadang informasi yang tidak relevan dan ide-ide liar dapat
muncul dan memasuki alur pikir.
D. Karakteristik Pelajaran PKn
PKn memiliki ciri khas pembelajaran, yaitu pengetahuan, keterampilan,
dan karakter kewarganegaraan. Hal tersebut merupakan bekal bagi peserta
didik (siswa) untuk meningkatkan kecerdasan multidimensional yang memadai
untuk menjadi warga negara yang baik (Fajar, 2004:143).
Isi pengetahuan (body of knowledge) diorganisasikan secara
interdisipliner dari berbagai ilmu-ilmu sosial seperti ilmu politik, hukum,
tatanegara, psikologi, dan berbagai bahan kajian lainnya yang berasal dari
kemasyarakatan, nilai-nilai budi pekerti, dan hak asasi manusia dengan
penekanan kepada hubungan antara warga negara dan warga negara, warga
negara dan pemerintahan negara, serta warga negara dan warga dunia.
Dalam masa transisi atau proses perjalanan bangsa menuju masyarakat
madani (civil society), Pendidikan Kewarganegaraan sebagai salah satu atau
mata pelajaran di persekolahan perlu menyesuaikan diri sejalan dengan
kebutuhan dan tuntutan masyarakat yang sedang berubah. Proses
pembangunan karakter bangsa (national character building) yang sejak
proklamasi kemerdekaan RI telah mendapat prioritas, perlu direvitalisasi agar
sesuai dengan arah dan pesan konstitusi Negara RI. Pada hakekatnya proses
pembentukan karakter bangsa diharapkan mengarah pada penciptaan suatu
masyarakat Indonesia yang menempatkan demokrasi dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara sebagai titik sentral. Dalam proses itulah,
pembangunan karakter bangsa kembali dirasakan sebagai kebutuhan yang
sangat mendesak dan tentunya memerlukan pola pemikiran atau paradigm baru
(Winataputra, 2008).
35
Jadi karakteristik mata pelajaran PKn harus dapat diimplementasikan
oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Peserta didik misalnya
menjadi mudah berempati kepada orang lain yang membutuhkan pertolongan,
mengerti peraturan yang berlaku misal dilarang membuang sampah
sembarangan dan mencoret-coret fasilitas publik, dan mampu menghargai jasa
pahlawan.
Proses pendidikan moral sangat erat hubunganya dengan proses
perkembangan moral. Hal ini seudah barang tentu sesuai dengan tujuan PKn
yaitu membina nilai-nilai moral dalam diri peserta didik. Hal ini mengandung
konsekuensi, bahwa dalam merencanakan program pengajaran PKn harus
diawali dengan diagnosis atau prediksi mengenai krakteristik pertumbuhan
moral anak. Selanjutnya menurut Arbuthnot dan Faust (1981) yang dikutip
oleh Winataputra (2001), bahwa program pendidikan moral yang dirancang
dengan menggunakan pendekatan perkembangan anak memiliki prinsip-
prinsip sebagai berikut.
1. Member kemudahan perkembangan
2. Menciptakan disequilibrasi
3. Peranan pendidik
4. Rujukan etis.
Dalam merencanakan program pembelajaran PKn di sekolah dasar seorang
guru harus mampu mengembangkan strategi, metode, dan teknik pembelajaran
dengan baik dan terarah. Oleh karena itu sebelum memulai merancang rencana
pembelajaran, terlebih dahulu harus mampu menentukan target atau harapan-
harapan apa yang diinginkan dalam mengarjakan materi/topic tersebut.
Harapan-harapan itu harus meliputi harapan dalam Konsep, Nilai, Moral dan
Norma (KNMN). Hal ini mengandung arti, konsep-konsep apa yang harus
dikuasai peserta didik, nilai moral apa yang harus diyakini peserta didik, serta
bentuk perilaku apa yang diharapkan akan dilakukan peserta didik setelah
mereka mempelajari materi yang kita sampaikan (Aziz Wahab, dkk, 2007).
Untuk kepentingan pembelajaran PPKn/PKn di sekolah dasar dapat digunakan
36
berbagai alternative metode pembelajaran, baik untuk kepentingan kognitif,
afektif ataupun psikomotor.
Hal tersebut dilakukan untuk dapat mengungkapkan potensi diri peserta
didik. Untuk potensi yang berkaitan dengan intelektual atau kognitif tidaklah
terlalu mengalami kesulitan, karena dapat dilihat dari indicator hasil ujian atau
Tanya jawab, begitu juga aspek keterampilan, kita dapat melakukannya
dengan observasi. Hal ini tidak berlaku bagi aspek afektif, Karen aspek afektif
merupakan aspek kejiwaan yang bersifat tentatif, subjektif, situasional dan
multi interprestasi, maka untuk mengungkapkannya menurut Djahiri (2006)
kita harus melihat indicator-indikator sebagai berikut:
1. Cita-cita atau tujuan yang dianut atau diutarakan seseorang
2. Aspirasi yang dinyatakan atau disampaikan
3. Sikap yang ditampilkan atau Nampak
4. Perasaan yang diutarakan atau ditampilkan
5. Perbuatan yang dijalankan
6. Kekuatiran yang diutarakan atu Nampak.
Jadi untuk dapat melihat keberhasilan pengungkapan potensi afektual
peserta didik, kita harus melihat indikator-indikator tersebut, sudah barang
tentu makin banyak indikator yang kita kembangkan akan semakin mendekati
kenyataan dan sebaliknya makin sedikit indikator yang Nampak, makin jauh
dari apa yang kita harapkan.
Jika kata hati diartikan sebagai bentuk pengertian yang menyertai
perbuatan, maka yang dimaksud dengan moral (yang sering juga disebut etika)
adalah perbuatan itu sendiri. Di sini tampak bahwa masih ada jarak kata hati
dengan moral. Artinya seseorang yang telah memiliki kata hati yang tajam
belum otomatis perbuatannya merupakan realisasi dari kata hatinya itu. Untuk
menjembatani jarak yang mengantarai keduanya masih ada aspek yang
diperlukan yaitu kemauan. Bukankah banyak orang yang memiliki kecerdasan
akal tetapi tidak cukup memiliki moral (keberanian berbuat). Itulah sebabnya
maka pendidikan moral juga sering disebut pendidikan kemauan, yang oleh
37
M.J. Langeveld dinamakan De opvoedeling omzichzelfs wil. Tentu saja yang
dimaksud adalah kemauan yang sesuai dengan tuntutan kodrat manusia.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa moral yang sinkron dengan
kata hati yang tajam yaitu yang benar-benar baik bagi manusia sebagai
manusia merupakan moral yang baik atau moral yang tinggi (luhur). Etika
biasanya dibedakan dari etiket. Jika moral (etika) menunjuk kepada perbuatan
yang baik/benar ataukah yang salah, yang berperikemanusiaan atau yang jahat,
maka etiket hanya berhubungan dengan soal sopan santun. Karena moral
bertalian erat dengan keputusan kata hati, yang dalam hal ini berarti bertalian
erat dengan nilai-nilai, maka sesungguhnya moral itu adalah nilai-nilai
kemanusiaa (Tirtarahrdja, Umar dan La Sula, 2000).
E. Ruang Lingkup Pembelajaran PKn
Tabel 3.Ruang Lingkup Integrasi Pendidikan Berwawasan Kebangsaan dalam
Pembelajaran PKn
ASPEK SUB ASPEKSistem Berbangsa dan Bernegara 1. Persatuan bangsa dan Negara
2. Nilai dan norma (agama, kesusilaan, kesopanan dan hukum)
3. Hak Asasi Manusia4. Kebutuhan hidup warganegara5. Kekuasaan dan politik6. Masyarakat demokratis7. Pancasila dan konstitusi Negara8. Globalisasi
(Sumber: Fajar, 2004:144)
Ruang lingkup pembelajaran ke dalam aspek dan sub aspek agar para
guru lebih terfokus dalam menerapkan pembelajaran PKn. Proses
pembelajaran PKn yang terfokus diharapkan akan mampu mencapai kebutuhan
apa yang diperlukan oleh peserta didik terlebih dahulu sesuai dengan kondisi
daerah masing-masing (semangat KTSP).
38
PKn merupakan mata pelajaran yang memprioritaskan untuk menanam
nilai-nilai luhur Pancasila dan UUD 1945 beserta amandemennya kepada
peserta didik sehingga peserta didik mampu menjadi warga Negara yang baik.
Fungsi PKn adalah mata pelajaran Kewarganegaraan berfungsi sebagai
wahana untuk membentuk warga Negara cerdas, terampil dan berkarakter yang
setia kepada bangsa dan Negara Indonesia dengan mereflesikan dirinya dalam
kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan
UUD1945. Jadi semakin jelas makna pembelajaran PKn, yaitu berkaitan
dengan pembelajaran yang harus konstruksi memiliki dasar-dasar teoritik,
merancang model pembelajaran PKn yang membentuk warga Negara cerdas.
Hal ini mempertegas pula bahwa makna pembelajaran sebagai pendidikan nilai
dan moral, khususnya dalam pembentukan warga Negara yang terampil dan
berkarakter yang setia kepada bangsa dan Negara Indonesia dengan
mereflesikan dirinya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai amat
Pancasila dan UUD 1945 (Al Muchtar, 2009).
Dalam kurikulum (PKn) biasanya ada penegasan bahwa uraian kegiatan
belajar mengajar setiap pokok bahasan mencakup kegiatan pengenalan,
pengembangan, dan pengamalan suatu konsep atau nilai. Dalam pengenalan
suatu konsep atau nilai-norma, dapat menggunakan metode ceramah atau
ekspositorik; sedangkan untuk pengembangan konsep, nilai-norma, dapat
menggunakan metode diskusi atau Tanya jawab nilai dan analisis nilai. Untuk
pengamalan dapat menggunakan metode diskusi atau simulai. Misalnya,
melalui diskusi untuk pkok bahasan tertentu, dapat mengamati dan membina
kemampuan peserta didik dalam menghargai pendapat orang lain, kemampuan
dalam member kesempatan yang sama kepada setiap orang, dan sikap tidak
ingin menang sendiri.
F. PKn Memantapkan Identitas Nasional Bhinneka Tunggal Ika
Identitas nasional bangsa Indonesia ialah Pancasila. Pancasila menjadi
pedoman hidup kita dalam praktik kehidupan berbangsa dan bermasyarakat
39
harus betul-betul diterapkan. Pendidikan Kewarganegaraan menciptakan
peserta didik menjadi warga negara yang beridentitas Pancasila. Ia tidak hanya
sekedar dihafal atau menjadi keterampilan kognitif, tetapi hendaknya menjadi
perilaku (nilai praktis) setiap bangsa Indonesia, lembaga pemerintah dan
lembaga Negara. Inilah yang harus dimantapkan agar benar-benar menjadi jati
diri bangsa Indonesia. Di sisi lain bangsa kita adalah bangsa yang majemuk.
Perlu disadari dalam kemajemukkan itu terdapat kerawanan yaitu gampang
dipecah belah. Sejarah perpecahan bangsa Indonesia telah cukup menjadi
pelajaran. Jangan sampai kita kehilangan tongkat dua kali kata orang bijak.
Oleh karena itu, perlu diciptakan iklim yang kondusif untuk hidup bersama
dalam suasana kebhinnekaan tersebut. Hilangkan premordialisme. Kondisi-
kondisi mengarah kepada pertentangan SARA (suku, agamar, ras dan antar
golongan/aliran) harus dihilangkan. Selain itu, menegakkan hokum (rule of
law) dengan asas-asasnya mutlak diterapkan. Jangan terjadi yang seperti
contoh sekarang ini perkelahian antar kampong, perkelahian antar geng,
perkelahian antar golongan, perkelahian antar peserta didik (tawuran).
PKn sebagai mata pelajaran ataupun mata kuliah harus mampu diterapkan
untuk mengembangkan, menjaga, dan melestarikan nilai-nilai luhur dan moral
yang berakar pada kearifan budaya lokal. Kearifan budaya lokal itu
diwujudkan dalam perilaku kehidupan sehari-hari di sekolah dan di luar
lingkungan sekolah (masyarakat).
40
BAB IIITAKSONOMI TUJUAN PEMBELAJARAN PKn YANG
TERINTEGRASI DALAM PENDIDIKAN BERWAWASAN KEBANGSAAN
A. Taksonomi Tujuan Pendidikan
Taksonomi tujuan pendidikan merupakan suatu kategorisasi tujuan
pendidikan, yang umumnya digunakan sebagai dasar untuk merumuskan
tujuan kurikulum dan tujuan pembelajaran. Taksonomi terdiri dari domain-
domain kognitif, afektif, dan psikomotor.
1. Matra Kognitif, matra ini menitikberatkan pada proses intelektual.
Bloom mengemukakan jenjang-jenjang tujuan kognitif, yaitu
pengetahuan, pemahaman, penerapan (aplikasi), analisis (pengkajian),
sintesis, dan evaluasi.
2. Matra Afektif, matra ini memfokuskan pada beberapa hal yaitu sikap,
perasaan, emosi, dan karakteristik moral, yang merupakan indicator
perkembangan peserta didik. Krathwohl, Bloom, dan Masia
mengembangkan menjadi penerimaan, sambutan, menilai, organisasi,
dan karakterisasi dengan suatu kompleks nilai.
3. Matra Psikomotorik, matra ini menunjukkan pada gerakan-gerakan
jasmaniah dan kontrol jasmaniah. Kecakapan-kecakapan fisik dapat
berupa pola-pola gerakan atu keterampilan fisik yang khusus atau
urutan keterampilan. Struktur tujuan-tujuan psikomotorik
dikembangkan oleh Elizabeth Simpson yaitu persepsi, kesiapan,
respons terbimbing, mekanisme, respons yang unik, adaptasi, dan
originasi (menciptakan tindakan-tindakan baru) (Mulbar, 2009).
Dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang
SISDIKNAS Bab I Pasal 1:1, dikatakan bahwa: Pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
41
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan Negara.
Sesuai Permendagri Nomor 71 Tahun 2012 tentang Pendidikan
Berwawasan Kebangsaan maka Penyelenggaraan PWK sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk:
a. mengoptimalkan pengembangan dan pelaksanaan nilai kebangsaan guna
pemberdayaan dan penguatan kesadaran berbangsa dan bernegara yang
berlandaskan pada nilai Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
b. mengoptimalkan pengembangan dan perbaikan kinerja demokrasi daerah
yang berdasarkan pada Indeks Demokrasi Indonesia;
c. mengembangkan dan melaksanakan model PWK yang tidak indoktrinatif
dan sesuai dengan kearifan lokal;
d. memfasilitasi proses pembentukan simpul PWK;
e. memberikan usulan perubahan kebijakan yang terkait dengan masalah
kebangsaan; dan
f. membangun jaringan kerjasama dengan berbagai pihak untuk
pengembangan PWK tingkat lokal, nasional, dan regional sesuai peraturan
perundangan.
Taksonomi tujuan pendidikan nasional yang didalamnya terdapat
Pendidikan Berwawasan Kebangsaan berarti kategorisasi tujuan yang akan
dilaksanakan dalam pembelajaran. Taksonomi tersebut menjadi landasan untuk
pengembangan taksonomi tujuan yang terintergasi degan mata pelajaran PKn.
Al-Muchtar, dkk. (2009) menyatakan taksonomi tujuan mata pelajaran PKn
yaitu:
42
(1) Pengembangan keterampilan pemecahan masalah yang
terkait pada peran warga negara dalam proses kebijakan publik (civic
skills/psikomotor),
Pembelajaran materi pengembangan keterampilan warga negara dalam
mata pelajaran Kewarganegaraan merupakan proses dan upaya dengan
menggunakan pendekatan belajar kontekstual untuk mengembangkan dan
meningkatkan kecerdasan, keterampilan, dan karakter warga negara Indonesia,
khususnya dalam menaati aturan. Pendekatan belajar metode simulasi dapat
dilakukan misalnya pada saat dihadapkan pada pembelajaran yang memuat
pengembangan aspek keterampilan kewarganegaraan, seperti kemampuan
membangun saling pengertian antar suku, agama, ras, dan golongan guna
memelihara keutuhan dan semangat kekeluargaan.
Dalam hal ini Praktik Belajar Kewarganegaraan (PBK) adalah suatu
inovasi pembelajaran yang dirancang untuk membantu peserta didik
memahami teori kewarganegaraan melalui pengalaman belajar praktek-
empirik. Dengan adanya praktek, siswa diberikan latihan untuk belajar secara
kontekstual. Model ini sangat tepat bagi pengembangan kurikulum yang
memiliki dukungan terhadap pengembangan keterampilan. Penilaian terhadap
pembelajaran materi keterampilan kewarganegaraan dalam mata pelajaran
Kewarganegaraan diarahkan untuk mengukur pencapaian indikator hasil
belajar. Penilaian dapat menggunakan model penilaian berdasarkan perbuatan
(performance-based assessment) atau juga dikenal dengan penilaian otentik
(authentic assessment).
Model Pembelajaran PKn Berorientasi Pengembangan Keterampilan
Pemecahan Masalah yang Berhubungan dengan Keterampilan Warga Negara
(Civic Skills)
a. Dalam pembelajaran PKn tentang materi pengembangan keterampilan
kewarganegaraan antara lain bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
melaksanakan hak dan kewajiban sebagai warga negara yang baik.
43
b. Salah satu fungsi dari pengembangan keterampilan kewarga-negaraan
adalah supaya warga negara turut serta dalam berbagai kegiatan kehidupan
bernegara.
c. Keterampilan kewarganegaraan perlu dimiliki oleh setiap warga negara,
sehingga mereka memiliki kemampuan untuk turut dalam kehidupan
bernegara dan berbangsa sesuai dengan konstitusi.
d. Pengembangan konsep keterampilan kewargnegaraan dapat dilakukan
dalam berbagai kegiatan baik di dalam kelas maupun di luar kelas, dengan
menggunakan metode yang beragam. Akan tetapi dipilih yang tepat untuk
meningkatkan keterlibatan siswa dalam belajar dan berlatih keterampilan
kewarganegaraannya
(2) Pengembangan wawasan kewarganegaraan (civic
knowledge/kognitif),
Pembelajaran wawasan kewarganegaraan hendaknya dilakukan secara
kelompok dengan menekankan kepada diskusi terutama untuk mempelajari
bahan pelajaran yang berbentuk masalah wawasan kewarganegaraan.
Pembelajaran materi wawasan kewarganegaraan dalam mata PKn merupakan
proses dan upaya dengan menggunakan pendekatan belajar kontekstual untuk
mengembangkan dan meningkatkan kecerdasan, keterampilan, dan karakter
warga negara Indonesia, khususnya dalam keterampilan kewarganegaraan.
Pendekatan belajar Metode pemecahan masalah dapat dilakukan
misalnya pada saat dihadapkan pada pembelajaran yang memuat
pengembangan wawasan kewarganegaraan seperti tentang partai politik
bagaimana melakukan memperkuat wawasan pengetahuan fungsi kabinet
sebagai sarana demokrasi yang berperan membantu presiden sebagai
mandataris MPR melaksanakan ketetapan/keputusan MPR dan peraturan
perundangan lainnya secara profesional, jujur, dan penuh tanggung jawab.
Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan merupakan sarana
demokrasi yang berperan sebagai pemimpin bangsa dan negara, dan manajer
pemerintahan yang cerdas, demokratis, dan religius
44
(3) Pengembangan keterampilan partisipasi kewarganegaraan
(civic participation/afektif).
PKn merupakan program dari pendidikan yang dikembangkan dari
kajian ilmu politik, sosial politik, dan ilmu pendidikan sasarannya adalah
semua warga negara untuk meningkatkan kualitas partisipasi warga negara
dalam kehidupan politik, dengan menggunakan pendekatan sosial budaya dan
kependidikan.
Pengembangan kemampuan partisipasi kewarganegaraan adalah visi
dan misi serta pendekatan dari pendidikan kewarganegaraan, yang sasarannya
seluruh warga negara, dan dapat dilakukan pada lembaga pendidikan
persekolahan. Yang dilaksanakan baik di kelas maupun di luar kelas, bertujuan
dalam kerangka pembentukan warga negara yang partisipatif (socio civic
behaviours).
Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan bertujuan
memperkuat partisipasi warga negara, yang dikembangkan dalam kurikulum
sekolah, yang dilihat dari sasarannya lebih khusus warga negara dalam usia
sekolah. Oleh karena itu, secara keilmuan bersumber pada konsep dasar
partisipasi warga negara dalam ilmu politik dengan menggunakan pendekatan
psikologis untuk kepentingan pendidikan. Disajikan dalam bentuk PKN
sebagai modal pendidikan, yang mengembangkan nilai partisipasi warga
negara politik warga negara, dan Tata Negara
Pembelajarannya lebih menekankan kepada pengembangan bernalar
dan bersikap serta bertindak demokratis melalui pengembangan kemampuan
pengambilan keputusan (decision making process) melalui proses
pembelajaran.
Pembelajarannya lebih diutamakan terhadap peningkatan kemampuan,
untuk mengenal dan memecahkan masalah yang dihadapi oleh warga negara,
sehingga mampu bertindak sebagai warga negara yang baik.
Pendekatan belajar Metode pemecahan masalah dapat dilakukan
misalnya pada saat dihadapkan pada pembelajaran yang memuat
45
pengembangan aspek sikap dan keterampilan seperti bagaimana melakukan
pengambilan keputusan dengan lebih mementingkan kepentingan umum dari
pada kelompok atau pribadinya
Bloom dan Krathwohl (dalam Usman, 2006) menyatakan bahwa tujuan
instruksional (indikator dan tujuan) dikelompokkan ke dalam tiga kategori,
yakni domain kognitif, afektif, dan psikomotor. Domain kognitif mencakup
tujuan yang berhubungan dengan ingatan (recall), pengetahuan, dan
kemampuan intelektual. Domain afektif mencakup tujuan-tujuan yang
berhubungan dengan perubahan-perubahan sikap, nilai, perasaan, dan minat.
Domain psikomotor mencakup tujuan-tujuan yang berhubungan dengan
manipulasi dan kemampuan gerak (motor).
Untuk domain kognitif Bloom telah direvisi oleh Anderson dan
Krathwohl (2001) domain kognitif menjadi dua, yaitu: domain proses kognitif
dan domain pengetahuan. Dalam domain pengetahuan terdapat aspek-aspek
adalah (1) pengetahuan faktual (factual knowledge), (2) pengetahuan
konseptual (conceptual knowledge), (3) pengetahuan prosedural (procedural
knowledge), dan (4) pengetahuan metakognitif (metacognitive knowledge).
Tobias dan Everson; dan Flavell menyatakan bahwa metakognisi sebagai
gabungan dari pengetahuan metakognitif dan keterampilan metakognitif.
Pengetahuan metakognitif berkaitan dengan pengetahuan seseorang tentang
apa yang diketahuinya, sedangkan keterampilan metakognitif berkaitan dengan
apa yang dilakukan seseorang pada saat itu. Karena itu, pengetahuan
metakognitif mengacu pada pengetahuan yang diperoleh seseorang tentang
aktivitas kognitifnya, atau pengetahuan yang dapat dipergunakan untuk
mengontrol aktivitas kognitifnya (dalam Mulbar, 2009).
Jadi proses pembelajaran PKn harus menerapkan strategi pembelajaran
yang sesuai dengan taksonomi tujuan pembelajaran PKn. Sehingga tujuan
yang telah direncanakan akan tercapai semaksimal mungkin. Peserta didik
tidak hanya dapat memahami tetapi dapat merubah sikap dan menerapkannya.
46
Untuk terwujudnya tujuan pendidikan di atas, diperlukan unsur-unsur yang
dapat menunjangnya dalam hal ini ialah peran seorang guru yang merupakan
figur sentral kesuksesan, karena berhasil tidaknya suatu pencapaian tujuan
pembelajaran ada ditangan para guru.
Kedudukan guru mempunyai arti penting dalam pendidikan. Arti penting
itu bertolak dari tugas dan tanggung jawab guru yang cukup berat dan
kompleks yaitu untuk mencerdaskan peserta didiknya. Guru juga mempunyai
tugas multi peran tidak terbatas hanya sebagai pengajar yang melakukan
Transfer Of Knowledge tetapi juga dituntut mampu memahami watak peserta
didik yang satu dengan yang lainnya dengan menggunakan tiga aspek yaitu (1)
intelektual, (2) psikologis dan (3) biologis.
Ketiga aspek tersebut diakui sebagai akar permasalahan yang melahirkan
bervariasinya sifat dan tingkah laku peserta didik di kelas. Hal itu pula yang
menjadi tugas yang cukup berat bagi para guru dalam mengelola kelas dengan
baik sebab pengelolaan kelas yang baik akan melahirkan interaksi belajar
mengajar yang baik pula sehingga tujuan pembelajaran pun dapat tercapai
sebagaimana yang telah diharapkan.
B. Strategi Pembelajaran PKn untuk Mencapai Taksonomi Tujuan Pendidikan Nasional
Kata strategi berasal dari bahasa latin strategia, yang diartikan sebagai
seni penggunaan rencana untuk mencapai tujuan. Frelberg dan Driscoll
menyatakan strategi pembelajaran digunakan untuk mencapai berbagai tujuan
pemberian materi pelajaran pada berbagai tingkatan, untuk siswa yang
berbeda, dalam konteks yang berbeda pula. Gerlach dan Ely menyatakan
strategi pembelajaran merupakan cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan
materi pelajaran dalam lingkungan pembelajaran tertentu, yang meliputi sifat,
lingkup, dan urutan kegiatan yang dapat memberikan pengalaman belajar
kepada siswa (dalam Al-Muchtar, dkk., 2009:1.2).
47
Al-Muchtar, dkk., (2009:1.3) mengemukakan strategi pembelajaran
dapat diartikan sebagai pola kegiatan pembelajaran yang dipilih dan digunakan
guru secara kontekstual, sesuai dengan karakteristik siswa, kondisi sekolah,
lingkungan sekitar serta tujuan khusus pembelajaran yang dirumuskan.
Slameto (Riyanto, Yatim. 2005: 89) mengemukakan pengertian strategi
adalah suatu rencana tentang pendayagunaan dan penggunaan potensi dan
sarana yang ada untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pengajaran.
Winataputra dalam penelitian untuk penulisan disertasinya. Ditemukan
sejumlah generalisasi yang dapat dijadikan rujukan dalam pengembangan
strategi pembelajaran PKn sesuai taksonomi tujuan pendidikan, yaitu a.
pengembangan taksonomi pengetahuan wawasan kewarganegaraan (civic
knowledge/kognitif) siswa memiliki wawasan, seperti 1) manusia sebagai
makhluk Tuhan Y.M.E dan makhluk sosial, 2) manusia sebagai individu yang
memiliki hak asasi, 3) HAM, 4) demokrasi, 5) konstitusi, 6) Pancasila, 7)
Hukum, 8) Negara, 9) Fungsi-fungsi lembaga eksukutif, Yudikatif, dan
legislatif, 10) keluarga, 11) Koperasi, 12) Organisasi, 13) partai politik, 14)
Pemilu, 15) Pemerintah Daerah,16) lembaga-lembaga ekonomi dan keuangan,
(17) media massa (dalam Al-Muchtar, dkk., 2009: 10.8-10.11); b.
Pengembangan taksonomi sikap keterampilan warga negara (civic
skill/afektif), seperti 1) kemampuan berkomunikasi, 2) kemampuan
berorganisasi, 3) kemampuan berpartisipasi, 4) kemampuan mengambil
keputusan, 5) kemampuan melaksanakan keputusan, 6) kemampuan
mempengaruhi kebijakan umum, 7) kemampuan bekerja sama, 8) kemampuan
berkompetisi, 9) kemampuan turut serta aktif membahas masalah sosial, 10)
kemampuan menentang berbagai bentuk pelecehan, 11) kemampuan turut serta
mengatasi konflik sosial, 12) kemampuan menganalisis, 13) kemampuan
memimpin, 14) kemampuan memberikan dukungan, 15) kemampuan
menjalankan hak dan kewajiban, 16) kemampuan membangun saling
pengertian antar suku, agama, ras, dan golongan, 17) kemampuan meningkatan
kompetensi individu (dalam Al-Muchtar, dkk., 2009: 9.5-9.6); c.
48
Pengembangan taksonomi partisipasi kewarganegaraan (civic
participation/psikomotor), yaitu 1) berpartisipasi dalam kegiatan bakti sosial,
2) berpartisipasi dalam memberikan pertolongan, 3) berpartisipasi menjaga
tata tertib dan kebersihan, 4) berpartisipasi melaksanakan keputusan, 5)
berpartisipasi dalam mempengaruhi kebijakan umum, 6) berpartisipasi dalam
bekerja sama, 7) berpartisipasi aktif membahas masalah sosial, 8)
berpartisipasi dalam menentang bentuk pelecehan, 9) berpartisipasi menanangi
konflik sosial, 10) berpartisipasi memimpin berbagai kegiatan, 11)
berpartisipasi memberikan dukungan, 12) berpartisipasi dalam hak dan
kewajiban, 13) berpartisipasi dalam membangun saling pengertian antar suku,
agama, ras dan golongan, 14) berpartisipasi dalam meningkatkan kompetensi
individu, 15) berpartisipasi dalam membangun informasi lewat media massa
dan media komunikasi (dalam Al-Muchtar, dkk., 2009).
Guru juga dianggap kurang memperhatikan metode pembelajaran yang
digunakan karena menurut peserta didik terkesan monoton dan tidak sistematis
sehingga kurang menyentuh aspek psikologis peserta didik itu sendiri. Guru
juga kurang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengungkapkan
saran, ide dan gagasan, sehingga peserta didik merasa tidak dilibatkan dalam
interaksi belajar mengajar tersebut, sehingga dampaknya para peserta didik
tidak tertarik untuk memperhatikan mata pelajaran yang diberikan guru.
Peserta didik yang memiliki motivasi rendah mempunyai indikator seperti
tidak memperhatikan guru, mengobrol dengan teman, mengerjakan tugas lain,
masih ada peserta didik yang datang terlambat ke kelas, tidak mengerjakan
tugas, kelesuan, penginderaan atau pelarian diri, pertentangan,
ketidakberdayaan, kompensasi, tidak memiliki kelengkapan belajar akuntansi
misalnya kalkulator & penggaris.
Pertanyaan yang sering muncul dalam kaitannya dengan peserta didik
dalam pembelajaran adalah bagaimana peran peserta didik dalam belajar. Hal
ini ada kaitannya dengan makna belajar itu sendiri. Penelitian secara umum
mengungkapkan bahwa kelemahan PKn selama ini terletak pada proses
49
belajar, proses belajar masih lemah dan terperangkap kepada proses menghafal
hanya menyentuh pengembangan kognitif tingkat rendah. Persoalannya adalah
bagaimana peningkatan kualitas peran peserta didik sebagai peserta didik
dalam belajar? Partisipasi belajar peserta didik dalam belajar masih rendah,
mereka belum diperankan sebagai pembelajar yang secara mandiri melakukan
kegiatan belajar. Lebih dari itu belajar belum diartikan sebagai pengembangan
potensi berpikir, posisi penerima masih banyak dilakukan oleh peserta didik.
Begitu pula peserta didik belum dilibatkan secara optimal dalam pembentukan
konsep berdasarkan potensi intelektual dan emosional dirinya sendiri. Konsep
peserta didik belum dijadikan basis pembelajaran PKn.
D. Pendekatan, Pengorganisasian Materi dan Penilaian PKn Untuk Mencapai Taksonomi Tujuan Pendidikan nasional
1. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan belajar kontekstual
untuk mengembangkan dan meningkatkan kecerdasan, ketrampilan,
dan karakter warganegara Indonesia. Pendekatan belajar kontekstual
dapat diwujudkan antara lain dengan metode-metode: a. kooperatif, b.
penemuan, c. inkuiri, d. interaktif, e. eksploratif, f. berpikir kritis, g.
pemecahan masalah.
Pendekatan lain yang dapat digunakan yaitu a. Pendekatan
Pengelolaan Kontingensi menurut Skinner. Lebih menekankan kepada
penguasaan fakta, konsep dan skill yang dijadikan dasar pengubahan
tingkah laku; b. Pendekatan Mawas Diri menurut Skinner.
Menekankan pada bentuk tingkah laku social dan keterampilan mawas
diri; c. Pendekatan Relaksasi menurut David C. Rimm dan John C.
Masters. Menekankan pada pembentukan pribadi yang dapat
menanggulangi stress dan kecemasan; (d) Pendekatan Reduksi Stress
menurut David C. Rimm dan John C. Masters. Lebih menekankan pada
cara menghadapi kecemasan dalam situasi sosial; (e) Pendekatan
Assertive Training menurut J. Welpe, Arnold A. Lazarus dan A. Salter.
50
Pendekatan ini mempunyai tujuan yang bersifat langsung, spontanitas
ekspresif dalam merasakan perubahan sosial; dan (f) Pendekatan Direct
Training menurut Robert Gagne, Karl. U. Smith dan Margaret Foltz
Smith. Penedekatan ini lebih menekankan kepada pembentukan pola-
pola tingkah laku dan keterampilan.
2. Pembelajaran Kewarganegaraan seperti yang dikemukakan pada
pendekatan di atas, dapat dilaksanakan secara bervariasi di dalam atau
di luar kelas dengan memperhatikan ketersediaan sumber-sumber
belajar. Guru dengan persetujuan kepala sekolah selaian dapat
membawa siswa menemui tokoh masyarakat dan pejabat setempat atau
mengundang mereka untuk memberikan informasi yang relevan
dengan materi yang dibahas dalam kegiatan pembelajaran.
3. Pembelajaran Kewarganegaraan perlu diikuti dengan Praktik
Belajar Kewarganegaraan (PBK). PBK ini adalah suatu inovasi
pembelajaran yang dirancang untuk membantu peserta didik untuk
memahami teori kewarganegaraan melalui pengalaman belajar praktik-
empirik. Dengan adanya praktik, siswa diberikan latihan untuk belajar
secara kontekstual. Budaya merupakan suatu ungkapan yang bermakna
ganda. Di satu sisi bisa diartikan sebagai perilaku manusia dalam
menanggapi suatu fenomena kehidupan kemasyarakatan, sedangkan di
sisi lain dapat diartikan sebagai hasil cipta, karsa dan karya manusia
guna mengekspresikan dirinya dalam ikatan kehidupan masyarakat,
bangsa maupun negara. Kedua arti tersebut pada hakikatnya tetap
bermuara pada keberadaan manusia itu sendiri sebagai makhluk
individu maupun makhluk sosial.
Menurut deskripsi diatas hasil akhir dari PBK adalah portofolio (portfolio)
hasil belajar yang berupa rencana dan tindakan nyata yang ditayangkan oleh
setiap individu atau kelompok dan dinilai secara periodik melalui suatu
kompetisi interaktif-argumentatif pada tingkat kelas, sekolah, daerah setempat,
51
dan nasional. Peserta didik kemudian diberikan sertifikat keberhasilan dalam
mengikuti kegiatan praktik tersebut.
Dengan melakukan hal tersebut maka pembelajaran PKn berdasarkan
taksonomi tujuan pendidikan dapat menjadikan peserta didik seutuhnya.
Maksudnya peserta didik yang mempunyai semua, selaras, serasi dan
seimbang perkembangan semua segi individunya. Individu-individu yang
mampu menjangkau segenap hubungan dengan Tuhan, dengan
lingkungan/alam sekeliling, dengan manusia lain dalam suatu kehidupan sosial
yang konstruktifdan dengan dirinya sendiri. Persona atau individu yang
demikian pada dirinya terdapat suatu kepribadian terpadu baik unsur akal
pikiran, perasaan, moral dan keterampilan (cipta, rasa, dan karsa), jasmani
maupun rohani, yang berkembang secara penuh. Integrasi perkembangan dari
unsur-unsur itulah yang menciptakan peserta didik seutuhnya sebagai
taksonomi tujuan pendidikan.
Stenhouse (Al Muchtar, 2009) nampaknya lebih melihat faktor guru
sebagai sentralitas faktor emansipasi proses pendidikan ini. Artinya, bila
sasaran akhir proses pendidikan adalah kemandirian peserta didik, maka
perubahan harus dimulai dari kinerja profesional guru. Proses pendidikan
harus merupakan a non authoritarian context di dalam situasi mana setiap
peserta didik dapat mencipta makna-makna bagi dirinya sendiri (the creation
of individual meaning), dan memposisikan guru dalam peran sebagai
liberating forces person.
E. Faktor-Faktor Psikologis Pembelajaran untuk Mencapai Taksonomi Tujuan Pendidikan Nasional
Dalam hubungannya dengan proses interaksi pembelajaran banyak faktor
yang mempengaruhinya lebih ditekankan pada faktor intern. Faktor intern ini
sebenarnya menyangkut faktor-faktor fisiologis dan faktor psikologis. Tapi
pembahasa lebih ditekankan pada faktor-faktor psikologis. Faktor-faktor
psikologis akan senantiasa memberikan landasan dan kemudahan dalam upaya
52
mencapai tujuan belajar secara optimal (taksonomi tujuan pendidikan).
Sebaliknya, tanpa faktor-faktor psikologis, dapat mempengaruhi proses
pembelajaran.
Faktor-faktor psikologis yang dikatakan memiliki peranan penting ini,
dapat dipandang sebagai cara-cara berfungsinya pikiran peserta didik dalam
hubungannya dengan pemahaman bahan pelajaran, sehingga dapat mencapai
belajar tuntas (mastery learning). Dengan demikian, proses pembelajaran akan
berhasil jika didukung oleh faktor-faktor psikologis dari peserta didik. Thomas
F. Stanton menguraikan enam macam faktor psikologis.
1. Motivasi. Seseorang akan berhasil belajar, kalau pada dirinya sendiri ada
keinginan untuk belajar. Keinginan atau dorongan untuk belajar inilah
yang disebut dengan motivasi. Motivasi dalam hal ini meliputi dua hal: (1)
mengetahui apa yang akan dipelajari; dan (2) memahami mengapa hal
tersebut patut dipelajari.
2. Konsentrasi. Konsentrasi dimaksudkan memusatkan segenap kekuatan
perhatian pada suatu situasi belajar. Unsur motivasi dalam hal ini sangat
membantu tumbuhnya proses pemusatan perhatian. Konsentrasi ini
keterlibatan mental secara detail sangat diperlukan, sehingga tidak
”perhatian” sekadarnya.
3. Reaksi. Kegiatan belajar diperlukan keterlibatan unsur fisik maupun
mental, sebagai suatu wujud reaksi. Pikiran dan otot-ototnya harus dapat
bekerja secara harmonis, sehingga subjek belajar itu bertindak atau
melakukannya. Belajar harus aktif, tidak sekedar apa adanya, menyerah
pada lingkungan, tetapi semua itu harus dipandang sebagai tantangan yang
memerlukan reaksi.
4. Organisasi. Belajar dapat juga dikatakan sebagai kegiatan
mengorganisasikan, menata atau menempatkan bagian-bagian bahan
pelajaran ke suatu pengertian. Perbedaan belajar yang berhasil dengan
kebingungan, kemungkinan besar hanyalah perbedaan antara cara
53
penerimaan dan pengaturan fakta-fakta dan ide-ide dalam pikiran peserta
didik yang belajar.
5. Pemahaman. Pemahaman atau comprehension dapat diartikan menguasai
sesuatu dengan pikiran. Karena itu belajar berarti harus mengerti secara
mental makna dan filosofinya, maksud dan implikasi serta aplikasi-
aplikasinya, sehingga menyebabkan peserta didik dapat memahami suatu
situasi.
6. Ulangan. Lupa adalah sifat umum manusia. Penyelidikan menunjukkan,
bahwa sehari sesudah para peserta didik mempelajari sesuatu bahan
pelajaran atau mendengarkan suatu ceramah, mereka banyak melupakan
apa yang telah mereka peroleh selama jam pelajaran tersebut. Sehubungan
dengan kenyataan itu, untuk mengatasi kelupaan, diperlukan kegiatan
”ulangan”. Mengulang-ulang suatu pekerjaan atau fakta yang sudah
dipelajari membuat kemampuan para peserta didik untuk mengingatnya
akan semakin bertambah.
F. Pengelolaan Kelas sebagai Wadah Pendidikan Berwawasan Kebangsaaan
Peran guru pada pengelolaan kelas sangat penting khususnya dalam
menciptakan suasana pembelajaran yang menarik. Itu karena secara prinsip
seorang guru memegang dua tugas sekaligus yaitu pengajaran dan pengelolaan
kelas, tugas pokok pertama yakni pengajaran dimaksudkan segala bentuk
usaha untuk membantu siswa dalam pencapaian tujuan pembelajaran.
Sebaliknya masalah pengelolaan berkaitan dengan usaha untuk menciptakan
dan mempertahankan kondisi sedemikian rupa sehingga proses pembelajaraan
dapat berlangsung secara efektif dan efesien.
Pengelolaan kelas terdiri dari dua kata yaitu pengelolaan dan kelas. Istilah
dari kata pengelolaan adalah manajemen yang berarti ketatalaksanaan, tata
pimpinan. Hamalik mengemukakan kelas adalah “suatu kelompok orang yang
melakukan kegiatan belajar bersama, yang mendapat pengajaran dari guru”.
54
Sardiman A.M ( 2001) mengatakan pengertian pengelolaan kelas adalah :
Pengelolaan kelas merupakan upaya dalam mendayagunakan potensi kelas.
Karena itu, kelas mempunyai peranan dan fungsi tertentu dalam menunjang
keberhasilan proses belajar mengajar maka agar memberikan dorongan dan
rangsangan terhadap peserta didik untuk belajar kelas harus dikelola sebaik-
baiknya oleh guru.
Sedangkan Pidarta mengemukakan pengelolaan kelas adalah :
“Pengelolaan kelas adalah seleksi dan penggunaan alat-alat yang tepat
terhadap problem dan situasi kelas”.
Uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian pengelolaan kelas
adalah keterampilan guru dalam menciptakan dan memelihara kondisi belajar
yang optimal serta nyaman di kelas dan mengembalikannya apabila terjadi
gangguan dalam proses belajar mengajar.
Kegiatan-kegiatan untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi yang
optimal demi terwujudnya proses belajar mengajar dapat tercapai jika guru
mampu mengatur peserta didik dan sarana pengajaran serta mengendalikannya
dalam suasana yang menyenangkan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Ini
menegaskan bahwa kegagalan guru dalam mencapai tujuan pembelajaran
berbanding lurus dengan ketidakmampuan guru dalam mengelola kelas
sehingga pengelolaan kelas yang efektif merupakan prasyarat mutlak bagi
terwujudnya proses belajar mengajar yang efektif.
Penciptaan suasana kelas yang kondusif guna menunjang proses
pembelajaran yang optimal menuntut guru untuk mengetahui, memahami,
memilih dan menerapkan pendekatan yang dinilai efektif untuk menciptakan
suasana kelas yang kondusif menurut Riduwan (2004) setidaknya ada tujuh
pendekatan yang bisa dilakukan oleh guru untuk mengelola kelas yaitu :
a. Pendekatan kekuasaan
b. Pendekatan kebebasan
c. Pendekatan resep
d. Pendekatan pembelajaran / pengajaran
55
e. Pendekatan perubahan tingkah laku
f. Pendekatan suasana emosi & hubungan sosial
g. Pendekatan pluralistik
Pengelolaan kelas bukanlah hal yang mudah dan ringan. Jangankan bagi
guru yang baru menerjunkan diri ke dalam dunia pendidikan, bagi guru yang
sudah profesional pun sudah merasakan betapa sukarnya mengelola kelas.
Namun begitu tidak pernah guru merasa jenuh dan kemudian jera mengelola
kelas setiap kali mengajar di kelas.
Karena itu, pengelolaan kelas merupakan kompetensi guru yang sangat
penting dikuasai oleh guru dalam kerangka keberhasilan proses belajar
mengajar di kelas sebab di dalam kelas terkumpul berbagai karakteristik
peserta didik yang bervariasi suatu kevariasian akan melahirkan perilaku yang
bermacam-macam pula berarti bermacam-macam pula masalah yang
ditimbulkan
Pidarta (2007) mengemukakan variasi perilaku Karena ada faktor-faktor
penyebablah timbulnya variasi perilaku itu. Menurutnya faktor-faktor
penyebab variasi perilaku itu adalah :
a. Karena pengelompokan (pandai, sedang, bodoh). Kelompok
bodoh akan menjadi sumber negatif, penolakan atau apatis.
b. Karakteristik individual, kemampaun kurang dan latar belakang
ekonomi rendah sehingga menghalangi kemampuan.
c. Kelompok pandai akan merasa terhalang oleh teman-temannya
yang tidak seperti dia. Kelompok ini sering menolak standar yang
diberikan oleh guru sehingga kelompok ini membentuk norma sendiri yang
tidak sesuai dengan harapan sekolah.
Dari uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa variasi perlaku
peserta didik dapat menimbulkan masalah bagi guru dalam upaya mengelola
kelas, Made Pidarta mengemukakan masalah-masalah yang berhubungan
dengan perilaku peserta didik adalah :
56
a. Kurang kesatuan, seperti adanya kelompok-kelompok, klik-klik
dan pertentangan jenis kelamin.
b. Tidak ada standar perilaku dalam berkerja kelompok, misalnya
ribut, bercakap-cakap, pergi kesana kemari dan sebagainya.
c. Reaksi negatif terhadap anggota kelompok, misalnya ribut,
bermusuhan, mengucilkan, dan merendahkan kelompok bodoh.
d. Mudah mereaksi ke hal-hal negatif/terganggu, misalnya bila
didatangi monitor, tamu-tamu, iklim yang berubah dan sebagainya.
e. Moral rendah, permusuhan, agresif, misalnya dalam lembaga
yang alat-alat belajarnya kurang, kekurangan uang dan lain-lain.
f. Tidak mampu menyesuaikan dengan lingkungan yang
berubah,seperti tugas-tugas tambahan, anggota kelas yang baru, situasi
baru dan sebagainya.
Dalam kelas dapat muncul masalah pengajaran dan masalah pengelolaan,
masalah pengajaran adalah usaha membantu peserta didik dalam mencapai
tujuan khusus pengajaran secara langsung dan apabila terjadi masalah dapat
ditanggulangi dengan tindakan instruksional. Sedangkan masalah pengelolaan
kelas adalah usaha untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi
sedemikian rupa, sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung secara
efektif dan efesien dan apabila terjadi masalah dapat dilakukan tindakan
korektif (sanksi).
Masalah pengelolaan kelas yang bersumber pada peserta didik dapat
dikelompokkan menjadi dua macam yaitu masalah individual dan masalah
kelompok. Dreikus & Cassel mengemukakan (Hamalik, 2000) masalah
pengelolaan kelas individual dibedakan menjadi empat kategori yaitu
a. Tingkah laku yang ingin mendapatkan perhatian orang lain, misalnya
dengan membadut di kelas membuat suatu kegaduahan
b. Tingkah laku yang ingin menunjukkan kekuatan atau konfrontasi, misalnya
berdebat, membandel, membantah dan bertindak emosional
57
c. Tingkah laku yang bertujuan menyakiti orang lain, misalnya menyakiti
dengan cara mengejek dan memukul
d. Peragaan ketidakmampuan atau memboikot, berlagak menyerah atau tak
berdaya, pasif, apatis acuh tak acuh bahkan menolak sama sekali
melakukan apapun.
Sedangkan Johnson & Bany mengemukakan (Hamalik, 2004) masalah
pengelolaan kelas kelompok dibedakan menjadi enam kategori yaitu :
a. Kelas kurang kohesif atau kompak sehingga timbul klik-klik dalam kelas
b. Kelas bereaksi negatif terhadap salah satu seorang anggotanya
c. Kelas membombong atau membesarkan anggota kelas yang melanggar
norma
d. Kelas mudah sekali dialihkan perhatikannya
e. Semangat kerja rendah, lamban dan malas
f. Kelas sukar menyesuaikan diri dengan keadaan baru misalnya perubahan
jadwal dan penggantian guru
Sehingga dalam rangka memperkecil masalah atau gangguan dalam
mengelola kelas seperti pada uraian di atas, maka prinsip – prinsip pengelolaan
dapat dipergunakan, oleh karena itu penting bagi seorang guru untuk
mengetahui serta menguasai prinsip-prinsip pengelolaan kelas sebagai berikut :
a. Hangat dan Antusias
Hangat dan antusias dalam proses belajar mengajar. Guru yang hangat dan
akrab dengan peserta didik selalu menunjukkan antusias pada tugasnya atau
pada aktivitasnya sehingga berhasil dalam mengimplementasikan pengelolaan
kelas
b. Tantangan
Penggunaan kata-kata, tindakan, cara kerja atau bahan-bahan yang menantang
akan meningkatkan gairah peserta didik untuk belajar sehingga mengurangi
kemungkinan munculnya tingkah laku yang menyimpang.
c. Bervariasi
58
Penggunaan alat, media, alat bantu, gaya mengajar, pola interaksi antara guru
dan peserta didik akan mengurangi munculnya gangguan
d. Keluwesan
Keluwesan tingkah laku guru untuk mengubah strategi mengajarnya dapat
mencegah kemungkinan munculnya gangguan peserta didik serta menciptakan
iklim belajar mengajar yang efektif
e. Penekanan pada hal-hal yang positif
Dalam mengajar guru harus menekankan pada hal-hal yang positif dan
menghindari pemusatan perhatian peserta didik pada hal-hal yang negatif.
Penekanan tersebut dapat dilakukan dengan pemberian penguatan yang positif,
dan kesadaran guru untuk menghindari kesalahan yang dapat mengganggu
jalannya proses belajar mengajar
f. Penanaman Disiplin Diri
Tujuan akhir dari pengelolaan kelas adalah peserta didik dapat
mengembangkan disiplin diri sendiri. Karena itu, guru sebaiknya selalu
mendorong peserta didik untuk melaksanakan disiplin diri sendiri dan guru
sendiri hendaknya menjadi teladan mengenai pengendalian diri dan
pelaksanaan tanggung jawab.
G. Pengelolaan Kelas Yang Baik
Mengajar di suatu kelas mengharuskan seorang guru dapat mengelola kelas
sebaik dan seoptimal mungkin karena pengelolaan kelas adalah suatu upaya
dalam mendayagunakan potensi kelas baik itu peserta didik maupun
media/peralatan yang berada di dalam kelas. Oleh karena itu, kelas mempunyai
peranan dan fungsi tertentu dalam menunjang keberhasilan proses belajar
mengajar. Adapun indikator – indikator pengelolaan kelas yang baik adalah
sebagai berikut :
1). Situasi kelas dalam proses belajar mengajar, meliputi :
a. Tercipta kedisiplinan, dan
b. Tercipta suasana sosial pembelajaran yang efektif
59
2). Keadaan peserta didik dalam proses belajar mengajar, meliputi :
a. Perkembangan Intelektual serta motivasi peserta didik
b. Perkembangan Kreatifitas peserta didik, dan
c. Terkendalinya emosi peserta didik
3). Hubungan guru dengan peserta didik dalam proses belajar mengajar,
meliputi :
a. Terjalinnya komunikasi yang efektif
b. Kekohesifan antara guru dengan peserta didik dan peserta didik
dengan peserta didik.
H. Aspek – aspek Pengelolaan Kelas
1). Penataan Peserta Didik di Kelas
a. Pengelompokan Organisasi
Organisasi dapat melatih dan membina peserta didik untuk dapat
bertanggung jawab terhadap tugas yang telah dipercayakan. Organisasi
kelas pada umumnya berbentuk sederhana yang personelnya meliputi
ketua kelas, wakil ketua kelas, bendahara, sekretaris dan beberapa buah
seksi.
b. Pengelompokan Peserta Didik
Conny Semiawan mengemukakan pengelompokan peserta didik
dapat di kelompokkan menjadi : “(1) Pengelompokan menurut
kesenangan berkawan (2) pengelompokan menurut kemampuan (3)
pengelompokan menurut minat”.
2). Penataan Ruang Kelas
a. Penataan tempat duduk
Dalam belajar peserta didik memerlukan tempat duduk. Tempat
atau posisi duduk dapat mempengaruhi peserta didik dalam belajar.
Bila tempat duduk bagus tidak terlalu rendah dan tidak terlalu besar
dan sesuai dengan postur tubuh peserta didik, maka peserta didik dapat
belajar dengan nyaman dan tenang serta formasi tempat duduk pun
60
harus diperhatikan dan dirancang sedemikian rupa adapun contoh
formasi yang sering dipergunakan adalah posisi berhadapan, posisi
setengah lingkaran dan posisi berbaris dibelakang.
b. Pengaturan alat-alat pengajaran
Di antara alat-alat pengajaran di kelas yang harus diatur adalah
sebagai berikut :
1). Perpustakaan Kelas
2). Alat – alat Peraga Media Pengajaran
3). Papan Tulis, Penghapus, Kapur Tulis dan lain-lain
4). Papan Presensi Peserta Didik
c. Penataan Keindahan dan Kebersihan Kelas
1). Hiasan Dinding
2). Penempatan Lemari
3). Pemeliharaan Kebersihan
d. Ventilasi dan Tata Cahaya
1). Ventilasi
2). Pengaturan Tata Cahaya
J. Teori-Teori Belajar sesuai Pendidikan Berwawasan Kebangsaan
Menurut Wasty (1983) Mengatakan bahwa teori belajar dapat
dikelompokkan menjadi tiga yakni :
1. Teori belajar dari psikologi behavioristik
Teori belajar dari psikologi behavioristik, teori ini berpendapat
bahwa tingkah laku manusia itu dikendalikan oleh ganjaran atau
penguatan dari lingkungan. Dengan demikian tingkah laku belajar
terdapat jalinan yang sangat erat antara reaksi-reaksi dengan
stimulus. Pandangan ini berpendapat bahwa tingkah laku adalah
61
merupakan reaksi-reaksi lingkungan mereka pada masa lalu dan
pada masa sekarang bahkan segenap tingkah laku adalah merupakan
hasil belajar. Jadi belajar adalah proses hubungan stimulus respon-
reinforcement.
2. Teori belajar dari psikologi kognitif
Teori ini berpendapat bahwa dalam situasi belajar, seseorang
terlibat langsung dalam situasi itu dan memperoleh insting untuk
pemecahan masalah. Jadi kognitif berpandangan, bahwa tingkah
laku seseorang lebih bergantung kepada insting terhadap hubungan
hubungan yang ada di dalam suatu situasi. Keseluruhan adalah yang
ada didalam suatu situasi.keseluruhan adalah lebih dari bagian-
bagiannya. Mereka memberi tekanan pada organisasi pengamatan
atas stimuli didalam linkungan pada faktor-faktor yang
mempengaruhi pengamatan.
3. Teori belajar dari psikologi humanistik
Teori belajar dari psikologi humanistik. teori ini berpendapat
bahwa penyusunan dan penyajian materi pelajaran harus sesuai
dengan perasaan dan perhatian peserta didik, dengan maksud untuk
membentuk peserta didik agar mengembangkan dirinya yaitu
membentuk masing-masing individu untuk mengenal diri mereka
sendiri sebagai manusia yang unik dan membantunya dalam
mewujudkan potensi-potensi yang ada pada diri peserta didik.
62
Dari uraian diatas dapatlah kiranya disimpulkan bahwa belajar
adalah segala daya upaya atau usaha dalam mengubah situasi maupun
kemajuan yang menuju kearah intelek, jiwa serta sikap pribadi.
K. Model Pembelajaran PKn berbasis Pendidikan Berwawasan Kebangsaan
Protofolio adalah suatu kumpulan pekerjaan peserta didik dengan maksud
tertentu dan terpadu yang diseleksi menurut panduan-panduan yang
ditentukan. Panduan-panduan ini beragam tergantung pada mata pelajaran dan
tujuan penilaian portofolio. Portofolio dalam pembelajaran PKn merupakan
kumpulan informasi yang tersusun dengan baik yang menggambarkan rencana
kelas peserta didik berkenaan dengan suatu isu kebijakann publik yang telah
diputuskan untuk dikaji mereka, baik dalam kelompok kecil maupun kelas
secara keseluruhan. Portofolio kelas berisi bahan-bahan seperti pernyataan-
pernyataan tertulis, peta, grafik, fotografi, dan karya seni asli. Bahan-bahan ini
menggambarkan:
1. Hal-hal yang telah dipelajari peserta didik berkenaan dengan suatu masalah
yang telah mereka pilih;
2. Hal-hal yang telah dipelajari peserta didik berkenaan dengan alternatif-
alternatif pemecahan terhadap masalah tersebut;
3. Kebijakan publik yang telah dipilih atau dibuat oleh peserta didik untuk
mengatasi masalah tersebut;
4. Rencana tindakan yang telah dibuat peserta didik untuk digunakan dalam
mengusahakan agar pemerintahan menerima kebijakan yang mereka
usulkan.
Pembelajaran PKn yang berbasis portofolio memperkenalkan kepada para
peserta didik dan mendidik mereka dengan metode dan langkah-langkah
yang digunakan dalam proses politik. Pembelajaran ini bertujuan untuk
63
membina komitmen aktif para peserta didik terhadap kewarganegaraannya
dan pemerintahannya dengan cara:
1. membekali pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk
berpartisipasi secara efektif;
2. membekali pengalaman praktis yang dirancang untuk mengembangkan
kompetensi dan efektivitas partisipasi;
3. mengembangkan pemahaman akan pentingnya partisipasi warga
negara.
Pembelajaran ini akan menambah pengetahuan, meningkatkan
keterampilan, dan memperdalam pemahaman peserta didik tentang bagaimana
bangsa Indonesia, yakni kita semua, dapat bekerja sama mewujudkan
masyarakat yang lebih baik. Pembelajaran ini bertujuan untuk membantu
peserta didik belajar bagaimana cara mengungkapkan pendapat, bagaimana
cara menentukan tingkat pemerintahan dan lembaga pemerintah manakah yang
paling tepat dan layak untuk mengatasi masalah yang diidentifikasi oleh
mereka, dan bagaimana cara mempengaruhi penetapan-penetapan kebijakan
pada tingkat pemerintahan tersebut. Pembelajaran ini mengajak para peserta
didik untuk bekerja sama dengan teman-temannya di kelas dan, dengan
bantuan guru serta para relawan, agar tercapai tugas-tugas pembelajaran
berikut.
1. Mengidentifikasi masalah yang
akan dikaji.
2. Mengumpulkan dan menilai
informasi dari berbagai sumber berkenaan dengan masalah yang dikaji.
3. Mengkaji pemecahan masalah.
4. Membuat kebijakan publik.
5. Membuat rencana tindakan.
Model pembelajaran ini perlu disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan
kebutuhan peserta didik bahkan tingkat perkembangannya. Guru dapat
memodifikasi model dengan tidak mengubah prinsip-prinsip pokok.
64
Dalam pembelajaran PKn yang berbasis portofolio, kelas dibagi ke dalam
empat kelompok. Setiap kelompok bertanggungjawab untuk membuat satu
bagian portofolio kelas. Adapun tugas kelompok-kelompok tersebut.
1. Kelompok Portofolio Satu: Menjelaskan Masalah
Kelompok portofolio satu ini bertanggungjawab untuk menjelaskan
masalah yang telah dipilih untuk dikaji oleh kelas. Kelompok ini pun harus
menjelaskan mengapa masalah tersebut penting dan mengapa lembaga
pemerintahan tersebut harus menangani masalah tersebut.
2. Kelompok Portofolio Dua: Menilai Kebijakan Alternatif yang
Diusulkan unntuk Memecahkan Masalah
Kelompok ini bertanggungjawab untuk menjelaskan kebijakan saat ini
dan/atau kebijakan alternatif yang dirancang untuk memecahkan masalah.
3. Kelompok Portofolio Tiga: Membuat Satu Kebijakan Publik yang
akan Didukung oleh Kelas
Kelompok ini bertanggungjawab untuk membuat satu kebijakan publik
tertentu yang disepakati untuk didukung oleh mayoritas kelas serta
melakukan justifikasi terhadap kebijakan tersebut.
4. Kelompok Portofolio Empat: Membuat Suatu Rencana Tindakan agar
Pemerintah Mau Menerima Kebijakan Kelas
Kelompok ini bertanggungjawab untuk membuat suatu rencana tindakan
yang menunjukkan bagaimana warga negara dapat mempengaruhi
pemerintah untuk menerima kebijakan yang didukung kelas.
Bagaimana kedudukan dari portofolio tersebut? Karya dari keempat
kelompok akan diutamakan pada portofolio kelas. Karya tersebut memiliki dua
seksi: Seksi Penayangan dan Seksi Dokumentasi.
1. Seksi Penayangan. Untuk seksi ini hasil karya (hasil penelitian dan
pengumpulan informasi) masing-masing dari keempat kelompok
ditempelkan pada satu bidang panel dari papan tayangan empat-panel.
Tayangan ini dibuat sedemikian rupa sehingga dapat diletakkan di atas
meja, papan buletin atau pada empat kuda-kuda.
65
Bahan-bahan yang ditayangkan dapat meliputi pernyataan-pernyataan
tertulis, daftar sumber, peta, grafik, photo, karya seni asli, dan sebagainya.
2. Seksi Dokumentasi. Masing-masing dari keempat kelompok harus memilih
dari bahan-bahan yang terkumpul, bahan-bahan terbaik yang
mendokumentasikan atau memberi bukti penelitiannya. Bahan-bahan yang
termasuk ke dalam seksi dokumen harus mewakili contoh-contoh
penelitian terpenting dan/atau paling bermakna yang telah dikerjakan
peserta didik. Tidak semua penelitian harus dimasukkan. Bahan-bahan ini
dimasukkan ke dalam sebuah map jepit. Gunakan pemisah berwarna beda
untuk memisahkan keempat seksi dokumentasi dari keempat kelompok
portofolio tersebut Winataputra, dkk, 2008).
Sesuai Permendagri Nomor 71 Tahun 2012 tentang Pendidikan
Berwawasan Kebangsaan maka model ini sesuai yaitu membentuk kelompok
yang selanjutnya bekerja dan berdiskusi untuk menghasilkan pemecahan
masalah.
66
BAB IVKARAKTERISTIK BERWAWASAN KEBANGSAAN
Sumberdaya manusia berhak mendapatkan pendidikan yang baik dan
berkualitas. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 mengenai standar
nasional pendidikan mengamanatkan bahwa pendidikan yang berkualitas
merupakan pendidikan yang menunjukkan kualitas yang baik yang tercermin
dari pemenuhan standar isi, proses, kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga
kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, serta penilaian.
Standar pendidikan nasional tersebut perlu disesuaikan dengan perkembangan
kehidupan baik lokal, nasional, maupun global (Baedhowi, 2010). Dengan
menerapkan standar nasional pendidikan, diharapkan akan terwujud
pendidikan nasional yang berfokus pada peserta didik yang akan
dikembangkan oleh guru menjadi warga negara yang cerdas, menghargai
kearifan lokal, dan mampu menampilkan watak Indonesia bergaul dalam
peradaban bangsa-bangsa.
Pembentukan kepribadian menjadi salah satu tujuan pendidikan nasional
dengan beberapa langkah yang akan dilakukan, yaitu (1) pembangunan
pendidikan nasional ke depan didasarkan pada paradigma pembangunan
manusia Indonenesia seutuhnya; (2) pembangunan pendidika nasional
menempatkan anak didik sebagai subjek; (3) pembangunan pendidikan
nasional bertunjukan untuk memanusiakan manusia secara totalitas; (4)
67
pembangunan pendidikan nasional bertujuan agar anak menguasai ipteks dan
ketrampilan, yang dilandasi iman, takwa, estetika, moral, berbudaya, berdaya,
dan berkepribadian mulia.
Kepribadian dapat dibentuk melalui proses pembelajaran, yaitu (1)
memberikan konsep-konsep baik dan buruk; (2) memberikan contoh peristiwa,
watak, sikap, perilaku, dan tutur bahasa yang baik dan santun; (3) Peserta didik
disuruh menilai peristiwa watak, sikap perilaku, dan tutur bahasa
seseorang/masyarakat; (4) watak, sikap, perilaku, dan tutur bahasa yang baik
dan santun para guru sebagai model pembelajaran; (5) pembentukan
kepribadian menjadi tanggungjawab semua pendidik/guru (Supratno, 2010).
Pembentukan karakter adalah bagaimana menyelaraskan antara ucapan,
pikiran dan tindakan sebagaimana cara pandang kita terhadap bangsa dan
negara Indonesia. Kebangsaan Indonesia meliputi persatuan dan kesatuan
bangsa dan kesatuan wilayah dilandasi Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945.
Menyelaraskan ucapan, pikiran dan tindakan memerlukan wadah untuk
melatihnya supaya menjadi budaya yang berwawasan kebangsaan tetapi tidak
menyingkirkan budaya lokal.
A. Peserta Didik
Peserta didik merupakan suatu komponen masukan dalam sistem
pendidikan, yang selanjutnya diproses dalam proses pendidikan, sehingga
menjadi manusia yang berkualitas sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
Sebagai suatu komponen pendidikan, peserta didik dapati ditinjau dari
berbagai pendekatan, antara lain: pendekatan sosial, pendekatan psikologis,
dan pendekatan edukatif/paedagogis (Hamalik, 2005).
Pendekatan Sosial. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang sedang
disiapkan untuk menjadi anggota masyarakat yang lebih baik. Sebagai anggota
masyarakat, dia berada dalam lingkungan keluarga, lingkungan sekolah,
masyarakat sekitarnya, dan masyarakat yang lebih luas. Peserta didikperlu
disiapkan agar pada waktunya mampu melaksanakan perannya dalam dunia
68
kerja dan dapat menyesuaikan diri dari masyarakat. Dalam konteks inilah,
peserta didik melakukan interaksi dengan rekan sesamanya, guru-guru, dan
masyarakat yang berhubungan dengan sekolah. Dalam situasi inilah nilai-nilai
sosial yang terbaik dapat ditanamkan secara bertahap dan terus menerus
melalui proses pembelajaran dan pengalaman langsung.
Pendekatan Psikologis. Peserta didik adalah suatu organisme yang sedang
tumbuh dan berkembang. Peserta didik memiliki berbagai potensi manusiawi,
seperti: bakat, minat, kebutuhan, sosial-emosional-personal, dan kemampuan
jasmaniah dikembangkan melalui proses pendidikan dan pembelajaran di
sekolah, sehingga membentuk manusia seutuhnya (memanusiakan manusia).
Perkembangan itu bersifat keseluruhan, misalnya perkembangan intelegensi,
sosial, emosional, spritual, yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya.
Hasil penelitian mengenai kebutuhan pendidikan pada peserta didik remaja
menunjukkan, bahwa ada 11 kelompok kebutuhan, ialah:
1. Belajar dan sukses di sekolah;
2. Pertumbuhan dan perkembangan kesehatan;
3. Kemampuan sosial;
4. Hubungan antara laki-laki dan perempuan;
5. Penyesuaian jabatan;
6. Menemukan filsafat hidup;
7. Perkawinan dan kehidupan keluarga;
8. Persoalan keuangan, pengeluaran dan keamanan;
9. Pengertian dan perdamaian dunia;
10. Pengertian atas bangsa sendiri dan warga negara yang aktif.
Pemuasan kebutuhan ini tidak dilakukan secara serentak, melainkan secara
bertahap dan seiring dengan perkembangan fisik dan rohani.
Pendekatan edukatif. Pendekatan ini menempatkan peserta didik sebagai
unsur penting, yang memiliki hak dan kewajiban dalam rangka sistem
pendidikan menyeluruh dan terpadu. Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional Bab VI pasal 24 menjelaskan bahwa setiap
69
peserta didik pada suatu satuan pendidikan mempunyai hak-hak sebagai
berikut:
1) Mendapat perlakuan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya;
2) Mengikuti program pendidikan yang bersangkutan atas dasar pendidikan
berkelanjutan, baik untuk mengembangkan kemampuan diri maupun untuk
memperoleh pengakuan tingkat pendidikan tertentu yang telah dibakukan;
3) Mendapat bantuan fasilitas belajar, beasiswa, atau bantuan lain sesuai
dengan persyaratan yang berlaku;
4) Pindah ke satuan pendidikan yang sejajar atau yang tingkatnya lebih tinggi
sesuai dengan persyaratan penerimaan peserta didik pada satuan
pendidikan yang hendak dimasuki;
5) Memperoleh penilaian hasil belajarnya;
6) Menyelesaikan program pendidikan lebih awal dari waktu yang ditentukan;
7) Mendapat pelayanan khusus bagi yang menyandang cacat.
Berdasarkan kutipan tersebut, tampak jelas bagaimana tingkat pengakuan
terhadap peserta didik, yang tentunya harus dilaksanakan pula dalam praktik
pendidikan di sekolah.
Identitas individu adalah hasil dari pendidikan individu, budaya kelompok
dan sekolah. Peserta didik harus dapat menjawab, bagaimana peserta didik
belajar? Bagaimana peserta didik dapat tumbuh berkembang? Bagaimana
peserta didik dapat mengetahui kebutuhan paling dasar yang diperlukan?
Bagaimana individu membangun dirinya dari peserta didik sekolah dasar
menjadi peserta didik sekolah menengah dan seterusnya.
Individu berasal dari kata in-dividere artinya tidak dapat dibagi-bagikan,
atau sebagai sebutan bagi manusia yang berdiri sendiri, manusia perorangan.
Aristoteles berpendapat bahwa manusia merupakan perjumlahan daripada
beberapa kemampuan tertentu yang masing-masing bekerja tersendiri seperti
kemampuan-kemampuan vegetatif yaitu makan dan berkembang biak,
kemampuan sensitif, yaitu kemampuan bergerak mengamat-amati, bernafsu
dan perasaan, dan kemampuan intelektif, yaitu berkemampuan berkecerdasan.
70
Lain halnya dengan pendapat Descartes, bahwa manusia terdiri atas zat
rohaniah ditambah zat materiel merupakan suatu kesatuan jiwa raga yang
berkegiatan sebagai keseluruhan. Jika manusia mengamati sesuatu maka kita
bukan hanya melihat sesuatu dengan alat mata kita, melainkan juga dengan
seluruh minat dan minat perhatian yang kita curahkan kepada objek yang kita
amati dipengaruhi oleh niat dan kebutuhan (dalam Winataputra, 2008).
Salah satu kriteria guru yang baik adalah jika guru itu dapat mengenal dan
memahami peserta didiknya. Dengan begitu, guru dapat memberikan
pendidikan dan pembelajaran secara tepat. Dalam praktik pendidikan di
sekolah seringkali kita jumpai sistem pembelajaran maupun tindakan guru
yang tidak sesuai dengan situasi dan kondisi serta kebutuhan anak.
Penggunaan strategi/metode dan media yang selalu sama pada semua materi
pelajaran, pembelajaran yang secara rutin didominasi oleh keaktifan guru,
tuntutan kurikuler yang terlalu tinggi kepada peserta didik, merupakan
beberapa contoh dari ketidaktepatan guru dalam merencanakan dan
melaksanakan pembelajaran. Kondisi tersebut salah satunya bersumber dari
kurangnya pemahaman guru terhadap hakekat, sifat, dan karakteristik peserta
didik.
Dari segi antropologis, anak didik itu pada hakikatnya sebagai makhluk
individual, makhluk sosial, dan makhluk susila (moralitas). Sebagai makhluk
individual, nak itu mempunyai karakteristik yang khas (unik) yang dimiliki
oleh dirinya sendiri dan tidak ada kembarannya dengan yang lain. Jadi setiap
anak itu memiliki perbedaan-perbedaan individual (individual differences)
yang secara alami ada pada setiap pribadi anak. Bahkan dua anak kembar yang
berasal dari satu telur pun masing-masing mempunyai karakteristik yang unik.
Setiap anak memiliki perbedaan individual baik dalam bakat, watak
temperament, tempo serta irama perkembangnya. Dengan adanya karakteristik
yang khas ini, maka anak didik itu kehendak, perasaan, kecenderungan,
motivasi, yang berbeda-beda (Suharjo, 2006).
71
Anak didik sebagai makhluk susila atau bermoral, anak didik itu pada
dasarnya memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan susila, dan
mampu membedakan hal-hal yang baik dari yang buruk sesuai dengan norma-
norma tertentu yang didasarkan kepada filsafat hidup atau ajaran agama
tertentu. Manusia sebagai makhluk susila juga berarti manusia itu memiliki
nilai-nilai, menghayati dan melaksanakan nilai tersebut dalam perbuatan.
Pemahaman anak tentang kesusilaan itu tidak serta merta dipahami oleh
peserta didik. Oleh karena itu peserta didik harus diarahkan, dibimbing, dan
dididik ke arah tujuan hidup yang sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan yang
dijunjung tinggi (Saifullah, A., 1982; Kartono, K., 1992; Drijarkara, 1978)
(Suharjo, 2006).
B. Karakteristik
Karakter adalah ”watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang
yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang
diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir,
bersikap, dan bertindak. Kebjikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan
norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada
orang lain”. Interaksi seseorang dengan orang lain menumbuhkan karakter
masyarakat dan karakter bangsa.
David O. McKay berpendapat pengetahuan adalah bijaksana dan
bijaksana adalah karakter. Kualitas pendidikan di suatu bangsa sangat jelas
tergambar dari kualitas para pendidik (guru) dan kurikulumnya. Keterkaitan
erat antara kualitas pendidikan dan kualitas guru adalah suatu keniscayaan
mengingat peran sentral dan esensial yang diemban guru baik dalam pola
pendidikan formal maupun dalam pendidikan informal. Sementara itu,
kurikulum dan media pembelajaran merupakan aspek penting dalam
pendidikan. Kurikulum yang oleh para pakar pendidikan dianggap sebagai
”Key aspect in education” merupakan arah dan sekaligus pedoman bagi
72
penyelenggaraan pendidikan. Sementara guru, sebagai ujung tombak atau key
person dalam implementasi kurikulum.
Sejak dasarwasa terakhir ini perhatian pemerintah terhadap guru baik
secara kuantitas maupun kualitas sangat tinggi. Melalui berbagai upaya, seperti
sertifikasi guru, pemberian beasiswa, pengangkatan dan penambahan guru, dan
peningkatan profesionalisme guru, pemerintah secara bertahap tetapi pasti
ingin meningkatkan kualitas dan kuantitas, serta kesejahteraan guru. Hal ini
dilakukan karena pemerintah sadar betul peran guru dalam pembentukan
karakter bangsa yang cirinya memiliki nasionalisme yang tinggi, bekerja keras
dan jujur, memiliki kepekaan dan solidaritas sosial tinggi, berkualitas dan
berdaya saing tinggi, serta menjunjung tinggi nilai-nilai keimanan dan
ketakwaan kepada Tuhan yang Maha Esa dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara sejalan dengan Pancasila dan UUD 1945 beserta amandemennya. Di
samping itu, kurikulum yang merupakan guideline bagi tujuan pendidikan
yang ingin dicapai, yang tidak lain adalah suatu upaya untuk membentuk
karakter dan identitas bangsa yang handal, profesional, dan berdaya saing serta
berdaya juang tinggi. Karakter bangsa yang demikian inilah yang sangat
diperlukan dalam dunia global yang selalu berkembang dan hampir tanpa batas
(borderless world).
Pembentukan karakter merupakan hal yang sangat penting dalam dunia
pendidikan. Munculnya fenomena tawuran antara pelajar (bahkan mahasiswa),
pemalakan dan premanisme yang dilakukan pelajar, membuktikan bahwa
penanaman nilai-nilai agama atau etika masih dinilai kurang dalam
pembelajaran di sekolah. Oleh karena itu, perlu kiranya upaya revitalisasi
pembelajaran yang dilakukan oleh para guru dan dosen terhadap peserta didik
maupun mahasiswanya, sehingga para guru maupun dosen tidak hanya
transfer of knowledge saja, akan tetapi yang lebih utama adalah transfer of
value. Dengan demikian, diharapkan kelak akan muncul generasi-generasi
bangsa yang melek dan menguasai Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Sains
(IPTEKS), yang dilandasi penghayatan dan pengamalan nilai-nilai Iman dan
73
Taqwa (IMTAQ) (Baedhowi, 2010). Dari hal inilah peran guru dan dosen
dalam pembentukan karakter bangsa dipertaruhkan.
Karakteristik adalah ciri-ciri atau keadaan sifat mendasar yang terdapat dan
melekat pada sesuatu hal yang menjadi objek perhatian/telaah. Pemahaman
terhadap ciri-ciri atau karakteristik sesuatu benda atau objek perhatian
didasarkan pada tanda-tanda yang dapat dikenali, mulai berdasar kemampuan
penginderaan hingga menurut pemahaman yang menuntut kemampuan logika.
Dengan demikian fungsi pengenalan terhadap karakteristik/ciri-ciri objektif
sesuatu hal diperlukan dalam setiap membangun pengetahuan untuk menjadi
dasar pengertian/pemahaman yang komprehensif atau apa yang disebut
verstehen di dalam kerangka ilmu pengetahuan (Al-Lamri dan Ichas, 2006:18).
Pengelompokan karakteristik perkembangan peserta didik dalam
pengembangan materi pelajaran berdasar kurikulum 1994, dikenali dua
pembagian besar, yakni kelas rendah (kelas 1- kelas 3) dan kelas tinggi (kelas
4 – kelas 6). Hurlock (2004:14) menyatakan bahwa anak usia enam sampai
sepuluh atau dua belas tahun adalah akhir masa kanak-kanak. Lebih lanjut
Hurlock (2004:146-147) mengemukakan bahwa orang tua, pendidik, dan ahli
psikologi memberikan berbagai label kepada periode ini dan label-label itu
mencerminkan ciri-ciri penting dari periode akhir masa kanak-kanak ini.
a. Label yang digunakan oleh orang tua, akhir masa kanak-kanak
merupakan usia menyulitkan-suatu masa di mana anak tidak mau lagi
menuruti perintah dan di mana ia lebih banyak dipengaruhi oleh teman-
teman sebaya daripada oleh orang tua dan anggota keluarga lainnya.
b. Label yang digunakan oleh pendidik, para pendidik melabelkan
akhir masa kanak-kanak dengan usia sekolah dasar. Pada usia tersebut
anak diharapkan memperoleh dasar-dasar pengetahuan yang dianggap
penting untuk keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan dewasa; dan
mempelajari berbagai keterampilan penting tertentu, baik keterampilan
kurikuler maupun ekstrakurikuler.
74
c. Label yang digunakan oleh ahli psikologi, bagi ahli psikologi,
akhir masa kanak-kanak adalah usia berkelompok-suatu masa di mana
perhatian utama anak tertuju pada keinginan diterima oleh teman-teman
sebaya sebagai anggota kelompok, terutama kelompok yang bergengsi
dalam pandangan teman-temannya. Oleh karena itu, anak ingin
menyesuaikan dengan standar yang disetujui kelompok dalam penampilan,
berbicara, dan perilaku.
C. Peserta Didik dan Perubahan Karakter
Pengembangan karakter bagai para peserta didik di sekolah diprogramkan
melalui strategi seperti tertera pada gambar berikut (Syamsu Yusuf L.N. dan
Nani M. Sugandhi, 2011).
Gambar 2. Startegi Pendidikan karakter di Sekolah
Pada dasarnya fungsi sekolah dari awal pendiriannya mempunyai misi
untuk membangun karakter atau akhlak para peserta didik, di samping
mengembangkan wawasan dan penguasaan ilmu dan teknologi. Untuk
melaksanakan pendidikan karakter di sekolah, ada beberapa strategi yang
75
Penataan Sosio-Emosional dan Kultur Akademik Sekolah
Penciptaan Iklim Religius yang kondusif
Bekerjasama dengan Pihak
Lain
Terpadu dalam Proses Belajar Mengajar
STRATEGI PENDIDIKA
N KARAKTER Di SEKOLAH
Terpadu dalam program Bimbingan
Konseling
Terpadu dalam Program Ekstrakurikuler
seyogyanya ditempuh, yaitu seperti digambarkan di atas. Setiap strategi
tersebut dijelaskan pada paparan berikut.
1) Menciptakan iklim religius yang kondusif. Strategi ini dimaksudkan adalah
bahwa sekolah, dalam hal ini pihak pimpinan sekolah, guru-guru, dan staf
sekolah lainnya perlu memiliki komitmen yang sama untuk merealisasikan
(mengamalkan) nilai-nilai agama atau ketakwaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa, dalam proses pendidikan di sekolah.
2) Menata iklim sosio-emosional. Sekolah merupakan lingkungan yang
diharapkan dapat mengembangkan kompetensi sosial dan emosional
peserta didik. Untuk itu sekolah perlu memfungsikan dirinya sebagai
lingkungan yang mendukung berkembangnya kedua kompetensi peserta
didik tersebut.
3) Membangun budaya akademik. Sekolah sebagai lembaga pendidikan perlu
membangun budaya akademik di kalangan para peserta didik. Yang
dimaksud dengan budaya akademik adalah merujuk kepada sikap mental,
kebiasaan, dan perilaku yang terkait dengan proses pengembangan
intelektual, dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Termasuk di
dalamnya aspek kejujuran akademik (tidak mencontek atau menjadi
plagiator).
4) Terpadu dengan proses pembelajaran. Pendidikan karakter bukan mata
pelajaran, tetapi setiap guru dituntut untuk menanamkan nilai-nilai karakter
(akhlak mulia) itu kepada para peserta didik. Cara yang dapat ditempuh
oleh guru dalam menanamkan karakter tersebut, di antaranya adalah (a)
memberi teladan kepada peserta didik dalam bertutur kata yang santun,
berpakaian yang bersih dan sopan (menutup aurat bagi yang muslim), dan
disiplin dalam mengajar; (b) mengaitkan nilai-nilai karakter dengan materi
pelajaran; (c) memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
mengemukakan pendapat, atau mengajukan pertanyaan; (d) bersikap
objektif dalam memberikan nilai; (e) memberikan reward
(penghargaan/pujian) kepada peserta didik yang berprestasi atau
76
berperilaku baik, dan memberikan hukuman yag bersifat edukatif kepada
peserta didik yang berperilaku kurang baik; dan (f) membangun sikap
toleransi, saling menghargai dan tolong menolong di antara peserta didik.
5) Terpadu dalam program bimbingan dan konseling. Bagi sekolah-sekolah
yang sudah melaksanakan program bimbingan dan konseling, pendidikan
karakter itu terintegrasikan juga ke dalam program tersebut. Dalam
pelaksanaannya, guru bimbingan dan konseling atau konselor dapat
memasukkannya ke dalam empat area/bidang garapan bimbingan, yaitu
bidang bimbingan pribadi, sosial, akademik, dan karier.
Pendidikan harus dipandang sebagai suatu proses perkembangan yang
berjalan sepanjang hidup selain itu, pendidikan juga merupakan suatu interaksi
sehingga dapat dilaksanakan dalam bentuk pendidikan formal maupun
nonformal. Pendidikan formal adalah pedidikan yang diselenggarakan melalui
jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri dari pendidikan
dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
Tujuan pendidikan di sekolah dasar (SD) adalah untuk memperoleh
penganjaran dan pendidikan dari guru dengan transfer pengetahuan dan
pengalaman nyata, meningkatkan prestasi peserta didik dalam pendidikan,
serta mengetahui tingkat kedisiplinan peserta didik dalam belajar dan
pembelajaran. Membentuk peserta didik harus berdasarkan dengan tujuan
pendidikan nasional dimulai sejak dini mulai PAUD dan TK, SD/MI/SLB,
SMP/MTs/SMPLB, SMA/SMK/MA, baik negeri maupun swasta, sampai
perguruan tinggi.
Pendidikan dasar bertujuan memberikan bekal kemampuan dasar bagi
peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota
masyarakat, warga negara dan anggota umat manusia serta mempersiapkan
untuk mengikuti pendidikan menengah (UU No. 20 Tahun 2003). Pendidikan
dasar sangat penting karena disinilah peserta didik mulai belajar dari yang
tidak tahu menjadi tahu yang nantinya akan menciptakan tingkah laku kearah
77
yang lebih baik. Belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang relative
bersifat menetap yang disebabkan oleh adanya pengalaman (Hitipeuw, 2009).
Perubahan pada diri individu akan terjadi jika diri mau menerima
pengalaman dan pengetahuan yang baru mereka terima dari pengajaran dan
pendidikan. Hal ini disebabkan pada dasarnya mereka adalah “Animal
Educondum” artinya manusia yang dapat di didik, Sasmita (1991: 5)
mengemukakan agar memperoleh sikap, pengetahuan dan ketrampilan serta
perilaku tersebut, maka peserta didik harus memiliki disiplin belajar yang
tinggi,karena dengan disiplin, maka segala usaha untuk membiasakan diri
untuk melawan nafsu yang ceroboh, tidak hati-hati, tidak teratur dalam berbuat
sesuatu akan dapat tercapai dengan baik.
Berdasarkan teori, kenyataan memang memperlihatkan bahwa dengan
keseimbangan mengajar antara teori dan praktik dalam artian mengajar dan
mendidik sedangkan dalam ranah taksonomi tujuan pendidikan mata pelajaran
PKn maka civic knowledge, civic skills, dan civic participation. Akan tetapi
kenyataan berdasarkan observasi di sekolah-sekolah bahwa guru hanya
mengajarkan dari segi kognitif aja atau civic knowledge. Hal ini, dapat terlihat
bahwa ada sebagian besar peserta didik selalu datang ke sekolah tidak tepat
waktu, tidak mengikuti upacara bendera, sering ribut dikelas mengganggu
temannya saat belajar, dan mengumpulkan tugas tidak tepat waktu, tugas
dikerjakan oleh orang lain (Apriana, 2012). Perilaku peserta didik tersebut
dikarenakan kurangnya disiplin dalam belajar di sekolah. Dengan begitu secara
tidak langsung akan mempengaruhi prestasi belajar peserta didik. Namun pada
dasarnya prestasi belajar juga tidak hanya dipengaruhi faktor internal, artinya
faktor dari individu peserta didik tersebut, seperti intelegensi. Faktor lain yang
juga mempengaruhi prestasi belajar yaitu lingkungan, yang dalam hal ini
meliputi lingkungan soaial dan non sosial. Baik lingkungan sekolah,
lingkungan pergaulan, lingkungan keluarga maupun lingkungan tempat tinggal
dari peserta didik itu sendiri. Hal itu mengindikasikan bahwa kedisiplinan dan
kondisi lingkungan tempat tinggal mempunyai peranan penting atau hubungan
78
dengan prestasi belajar seorang peserta didik. Prestasi belajar berarti
kemampuan peserta didik dalam mengikuti pembelajaran yang dinilai dalam
bentuk raport setiap akhir semester.
Kemampuan merupakan suatu bentuk kekuatan sisawa baik itu berupa
kesiapan mental, intelektual yang berwujud, sikap ilmu pengetahuan maupun
keterampilan yang dimiliki oleh setiap individu Peserta Didik. Jhonnson
mengemukakan (Wijaya. C dan Tabrani Pusyam, 1991) kemampuan Peserta
Didik merupakan kemampuan Peserta Didik dalam proses belajar-mengajar
yang merupakan gambaran perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan
yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan.
Dari pendapat diatas lebih mengungkapkan kemampuan cenderung
menunjuk pada perilaku baik itu rasional maupun kualitatif dalam proses
belajar mengajar.
Dari pengertian-pengertian mengenai belajar-mengajar kemampuan
Peserta Didik. Maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa kemampuan Peserta
Didik dalam proses belajar mengajar adalah suatu bentuk kekuatan yang
berasal dari individu Peserta Didik untuk suatu proses perubahan secara formal
dengan mengikuti sistem lingkungan yang diinginkan untuk menjawab suatu
yang dihadapinya.
a. Karateristik kemapuan Peserta Didik dalam proses belajar mengajar
Karateristik kemapuan Peserta Didik merupakan ciri-ciri atau
gambaran tingkah lakuyang menunjukan tingkah kemampuan Peserta
Didik.
Karakteristik kemampuan sebagai berikut : (1). Peserta Didik aktif
dalam mengikuti pelajaran, (2). Mampu menyelesaikan tes tepat pada
waktunya, (3). Cepat tanggap terhadap respon yang datang dari diri
sendiri, (4). Bertanggup jawab bila ada pekerjaan rumah, (5). Mampu
mengembangkan diri dalam mengikuti pelajaran (Wijaya. C dan
Tabrani Pusyam, 1991).
Dari pendapat lain sebagai berikut:
79
Karakteristik Peserta Didik yaitu bila Peserta Didik menunjukan ciri
sebagai berikut: (1). Mampu menciptakan ide-ide, seperti cara belajar
yang baik, pembagian waktu dan sebagainya, (2). Cepat dan tepat
dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi, (3). Mampu merespon
adanya suatu yang baru, (4). Kreatif untuk menciptakan hal-hal yang
baru.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa karakteristik
kemampuan Peserta Didik itu hal-hal yang dilakukan Peserta Didik
sehubungan dengan belajar seperti keaktifan, kecepatan dan ketepatan
menyelesaikan masalah, disiplin dalam pembagian waktu, mempunyai
daya respon terhadap lingkungan belajar, dan memiliki ide-ide kretif
mengembangkan diri untuk menciptakan hal baru.
Selanjutnya marilah kita lihat karakteristik anak dari segi pertumbuhan
fisik dan psikologinya. Anak sejak di dalam kandungan sampai mati akan
mengalami proses pertumbuhan yang bersifat jasmaniah maupun
kejiwaannya. Pertumbuhan dalam arti sempit merupakan perubahan dalam
aspek jasmaniah, seperti berubahnya struktur tulang, tinggi dan berat
badan, dan sebagainya, sedangkan dalam arti luas pertumbuhan dapat
mencakup perubahan secara psikis, misalnya munculnya kemampuan
berfikir simbolik, abstrak, dan sebagainya. Dengan kata lain, pertumbuhan
itu merupakan peralihan tingkah laku atau fungsi kejiwaan dari yang lebih
rendah kepada tingkat yang lebih tinggi. Pertumbuhan dan perkembangan
itu berlangsung secara teratur dan terus menerus ke arah kemajuan.
Perkembangan dan belajar anak itu sebagai berikut.
1. Kemampuan berfikir anak itu berkembang secara sekuensial dari
kongkrit menuju abstrak.
2. Anak harus siap menuju ke tahap perkembangan berikutnya dan tidak
boleh dipaksakan untuk bergerak menuju tahap perkembangan kognitif
yang lebih tinggi, misalnya: dalam hal membaca permulaan, mengingat
angka, dan belajar konservasi.
80
3. Anak belajar melalui pengalaman-pengalaman langsung, khususnya
melalui aktivitas secara efektif di sekolah.
4. Anak memerlukan pengembangan kemampuan penggunaan bahasa
yang dapat digunakan secara efektif di sekolah.
5. Perkembangan sosial anak bergerak dari egosentris menuju kepada
kemampuan untuk berempati dengan yang lain.
6. Setiap anak sebagai seorang individu, masing-masing memiliki cara
belajar yang unik.
D. Upaya Meningkatkan Minat Belajar
Perilaku belajar merupakan salah satu perilaku. Seorang anak yang
membaca iklan surat kabar dengan keinginan mencari sekolah yang baik akan
memperoleh kepuasan karena ia memperoleh informasi yang benar, dalam hal
ini terjadilah motivasi belajar secara tidak langsung.
Perilaku belajar di sekolah telah menjadi pola umum sejak usia tujuh
tahun, peserta didik masuk sekolah selama lima sampai enam jam sehari
sekurang-kurangnya tiap peserta didik mengalami belajar di sekolah selama
beberapa tahun bahkan sampai sekarang terus berlanjut. Dari segi
perkembangan, ada peserta didik yang semula hanya ikut-ikutan, suka
bermain, belum mengerti faedah belajar. Dengan tugas-tugas sekolahnya,
kemudian mereka mulai menyenangkan belajar.
Penguasaan metode pembelajaran merupakan salah satu persyaratan utama
yang harus dimiliki guru dan dosen. Kemampuan guru dan dosen dalam
menggunakan berbagai metode pembelajaran akan berpengaruh terhadap
keberhasilan belajar peserta didik baik keberhasilan kognitif, maupun aspek
afektif dan psikomotor. Ketidaktepatan memilih dan menerapkan metode
pembelajaran akan mengakibatkan kegagalan dalam mencapai tujuan
pembelajaran. Misalnya, untuk meningkatkan minat belajar, tidak cukup hanya
menerapkan metode ceramah murni, tetapi perlu divariasikan dengan metode
yang dapat mengungkapkan nilai, seperti analisis nilai, simulasi, permainan,
dan percontohan.
81
Peran guru pada pengelolaan kelas sangat penting khususnya dalam
menciptakan suasana pembelajaran yang menarik. Itu karena secara prinsip
seorang guru memegang dua tugas sekaligus yaitu pengajaran dan pengelolaan
kelas, tugas pokok pertama yakni pengajaran dimaksudkan segala bentuk
usaha untuk membantu siswa dalam pencapaian tujuan pembelajaran.
Sebaliknya masalah pengelolaan berkaitan dengan usaha untuk menciptakan
dan mempertahankan kondisi sedemikian rupa sehingga proses pembelajaraan
dapat berlangsung secara efektif dan efesien.
E. Pengelolaan Kelas
Pengelolaan kelas terdiri dari dua kata yaitu pengelolaan dan kelas. Istilah
dari kata pengelolaan adalah manajemen yang berarti ketatalaksanaan, tata
pimpinan. Pengelolaan atau manajemen dalam pengertian umum, Arikunto
mengemukakan adalah “pengadministrasian, pengaturan atau penataan suatu
kegiatan”. Sedangkan kelas, Hamalik mengemukakan “suatu kelompok orang
yang melakukan kegiatan belajar bersama, yang mendapat pengajaran dari
guru”.
Sardiman A.M (2001) mengemukakan pengertian pengelolaan kelas
adalah:
Pengelolaan kelas merupakan upaya dalam mendayagunakan potensi kelas.
Karena itu, kelas mempunyai peranan dan fungsi tertentu dalam
menunjang keberhasilan proses belajar mengajar maka agar memberikan
dorongan dan rangsangan terhadap peserta didik untuk belajar kelas harus
dikelola sebaik-baiknya oleh guru.
Sedangkan Pidarta mengemukakan pengelolaan kelas adalah :
“Pengelolaan kelas adalah seleksi dan penggunaan alat-alat yang tepat
terhadap problem dan situasi kelas”.
Uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian pengelolaan kelas
adalah keterampilan guru dalam menciptakan dan memelihara kondisi
82
belajar yang optimal serta nyaman di kelas dan mengembalikannya apabila
terjadi gangguan dalam proses belajar mengajar.
Kegiatan-kegiatan untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi
yang optimal demi terwujudnya proses belajar mengajar dapat tercapai jika
guru mampu mengatur peserta didik dan sarana pengajaran serta
mengendalikannya dalam suasana yang menyenangkan untuk mencapai
tujuan pembelajaran. Ini menegaskan bahwa kegagalan guru dalam
mencapai tujuan pembelajaran berbanding lurus dengan ketidakmampuan
guru dalam mengelola kelas sehingga pengelolaan kelas yang efektif
merupakan prasyarat mutlak bagi terwujudnya proses belajar mengajar
yang efektif.
Arikunto mengemukakan “memahami pengelolaan kelas dapat dilihat
dari dua segi yaitu pengelolaan yang menyangkut siswa & pengelolaan
yang menyangkut fisik (ruangan, perabotan, alat pengajaran)”.
Penciptaan suasana kelas yang kondusif guna menunjang proses
pembelajaran yang optimal menuntut guru untuk mengetahui, memahami,
memilih dan menerapkan pendekatan yang dinilai efektif untuk
menciptakan suasana kelas yang kondusif, Riduwan (2004)
mengemukakan setidaknya ada tujuh pendekatan yang bisa dilakukan oleh
guru untuk mengelola kelas yaitu :
a. Pendekatan kekuasaan
b. Pendekatan kebebasan
c. Pendekatan resep
d. Pendekatan pembelajaran / pengajaran
e. Pendekatan perubahan tingkah laku
f. Pendekatan suasana emosi & hubungan sosial
g. Pendekatan pluralistik
Pengelolaan kelas bukanlah hal yang mudah dan ringan. Jangankan
bagi guru yang baru menerjunkan diri ke dalam dunia pendidikan, bagi
guru yang sudah profesional pun sudah merasakan betapa sukarnya
83
mengelola kelas. Namun begitu tidak pernah guru merasa jenuh dan
kemudian jera mengelola kelas setiap kali mengajar di kelas.
Karena itu, pengelolaan kelas merupakan kompetensi guru yang sangat
penting dikuasai oleh guru dalam kerangka keberhasilan proses belajar
mengajar di kelas sebab di dalam kelas terkumpul berbagai karakteristik
peserta didik yang bervariasi suatu kevariasian akan melahirkan perilaku
yang bermacam-macam pula berarti bermacam-macam pula masalah yang
ditimbulkan
Pidarta mengemukakan variasi perilaku itu bukan tanpa sebab. Karena
ada faktor-faktor penyebablah timbulnya variasi perilaku itu. Menurutnya
faktor-faktor penyebab variasi perilaku itu adalah :
a. Karena pengelompokan (pandai, sedang, bodoh).
Kelompok bodoh akan menjadi sumber negatif, penolakan atau
apatis.
b. Karakteristik individual, kemampaun kurang dan latar
belakang ekonomi rendah sehingga menghalangi kemampuan.
c. Kelompok pandai akan merasa terhalang oleh teman-
temannya yang tidak seperti dia. Kelompok ini sering menolak
standar yang diberikan oleh guru sehingga kelompok ini
membentuk norma sendiri yang tidak sesuai dengan harapan
sekolah.
Dari uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa variasi perlaku
peserta didik dapat menimbulkan masalah bagi guru dalam upaya
mengelola kelas, Pidarta mengemukakan masalah-masalah yang
berhubungan dengan perilaku peserta didik adalah :
b. Kurang kesatuan, seperti adanya kelompok-kelompok, klik-klik dan
pertentangan jenis kelamin.
c. Tidak ada standar perilaku dalam berkerja kelompok, misalnya
ribut, bercakap-cakap, pergi kesana kemari dan sebagainya.
84
d. Reaksi negatif terhadap anggota kelompok, misalnya ribut,
bermusuhan, mengucilkan, dan merendahkan kelompok bodoh.
e. Mudah mereaksi ke hal-hal negatif / terganggu, misalnya bila
didatangi monitor, tamu-tamu, iklim yang berubah dan sebagainya.
f. Moral rendah, permusuhan, agresif, misalnya dalam lembaga yang
alat-alat belajarnya kurang, kekurangan uang dan lain-lain.
g. Tidak mampu menyesuaikan dengan lingkungan yang
berubah,seperti tugas-tugas tambahan, anggota kelas yang baru,
situasi baru dan sebagainya
Dalam kelas dapat muncul masalah pengajaran dan masalah
pengelolaan, masalah pengajaran adalah usaha membantu peserta didik
dalam mencapai tujuan khusus pengajaran secara langsung dan apabila
terjadi masalah dapat ditanggulangi dengan tindakan instruksional.
Sedangkan masalah pengelolaan kelas adalah usaha untuk menciptakan
dan mempertahankan kondisi sedemikian rupa, sehingga proses belajar
mengajar dapat berlangsung secara efektif dan efesien dan apabila terjadi
masalah dapat dilakukan tindakan korektif (sanksi).
Masalah pengelolaan kelas yang bersumber pada peserta didik dapat
dikelompokkan menjadi dua macam yaitu masalah individual dan masalah
kelompok. Dreikus & Cassel mengemukakan sebagaimana dikutip
Hamalik (2000) masalah pengelolaan kelas individual dibedakan menjadi
empat kategori yaitu
a. Tingkah laku yang ingin mendapatkan perhatian orang
lain, misalnya dengan membadut di kelas membuat suatu
kegaduahan.
b. Tingkah laku yang ingin menunjukkan kekuatan atau
konfrontasi, misalnya berdebat, membandel, membantah dan
bertindak emosional.
c. Tingkah laku yang bertujuan menyakiti orang lain,
misalnya menyakiti dengan cara mengejek dan memukul.
85
d. Peragaan ketidakmampuan atau memboikot, berlagak
menyerah atau tak berdaya, pasif, apatis acuh tak acuh bahkan
menolak sama sekali melakukan apapun.
Sedangkan Johnson & Bany mengemukakan sebagaiman dikutip
Hamalik (2004) masalah pengelolaan kelas kelompok dibedakan
menjadi enam kategori yaitu :
a. Kelas kurang kohesif atau kompak sehingga timbul klik-klik
dalam kelas.
b. Kelas bereaksi negatif terhadap salah satu seorang anggotanya.
c. Kelas membombong atau membesarkan anggota kelas yang
melanggar norma.
d. Kelas mudah sekali dialihkan perhatikannya.
e. Semangat kerja rendah, lamban dan malas.
f. Kelas sukar menyesuaikan diri dengan keadaan baru misalnya
perubahan jadwal dan penggantian guru.
Sehingga dalam rangka memperkecil masalah atau gangguan dalam
mengelola kelas seperti pada uraian di atas, maka prinsip – prinsip
pengelolaan dapat dipergunakan, oleh karena itu penting bagi seorang guru
untuk mengetahui serta menguasai prinsip-prinsip pengelolaan kelas
sebagai berikut :
a. Hangat dan Antusias
Hangat dan antusias dalam proses belajar mengajar. Guru yang
hangat dan akrab dengan peserta didik selalu menunjukkan
antusias pada tugasnya atau pada aktivitasnya sehingga berhasil
dalam mengimplementasikan pengelolaan kelas.
b. Tantangan
Penggunaan kata-kata, tindakan, cara kerja atau bahan-bahan
yang menantang akan meningkatkan gairah peserta didik untuk
belajar sehingga mengurangi kemungkinan munculnya tingkah
laku yang menyimpang.
86
c. Bervariasi
Penggunaan alat, media, alat bantu, gaya mengajar, pola interaksi
antara guru dan peserta didik akan mengurangi munculnya
gangguan
d. Keluwesan
Keluwesan tingkah laku guru untuk mengubah strategi
mengajarnya dapat mencegah kemungkinan munculnya gangguan
peserta didik serta menciptakan iklim belajar mengajar yang
efektif
e. Penekanan pada hal-hal yang positif
Dalam mengajar guru harus menekankan pada hal-hal yang
positif dan menghindari pemusatan perhatian peserta didik pada
hal-hal yang negatif. Penekanan tersebut dapat dilakukan dengan
pemberian penguatan yang positif, dan kesadaran guru untuk
menghindari kesalahan yang dapat mengganggu jalannya proses
belajar mengajar
f. Penanaman Disiplin Diri
Tujuan akhir dari pengelolaan kelas adalah peserta didik dapat
mengembangkan disiplin diri sendiri. Karena itu, guru sebaiknya
selalu mendorong peserta didik untuk melaksanakan disiplin diri
sendiri dan guru sendiri hendaknya menjadi teladan mengenai
pengendalian diri dan pelaksanaan tanggung jawab
F. Pengelolaan Kelas Yang Baik
Mengajar di suatu kelas mengharuskan seorang guru dapat mengelola kelas
sebaik dan seoptimal mungkin karena pengelolaan kelas adalah suatu upaya
dalam mendayagunakan potensi kelas baik itu peserta didik maupun
media/peralatan yang berada di dalam kelas. Oleh karena itu, kelas mempunyai
peranan dan fungsi tertentu dalam menunjang keberhasilan proses belajar
87
mengajar. Adapun indikator – indikator pengelolaan kelas yang baik adalah
sebagai berikut :
1). Situasi kelas dalam proses belajar mengajar, meliputi :
a. Tercipta kedisiplinan, dan
b. Tercipta suasana sosial pembelajaran yang efektif
2). Keadaan peserta didik dalam proses belajar mengajar, meliputi :
a. Perkembangan Intelektual serta motivasi peserta didik
b. Perkembangan Kreatifitas peserta didik, dan
c. Terkendalinya emosi peserta didik
3). Hubungan guru dengan peserta didik dalam proses belajar
mengajar, meliputi :
a. Terjalinnya komunikasi yang efektif
b. Kekohesifan antara guru dengan peserta didik dan peserta
didik dengan peserta didik.
Aspek – aspek Pengelolaan Kelas
1). Penataan Peserta Didik di Kelas
a. Pengelompokan Organisasi
Organisasi dapat melatih dan membina peserta didik untuk
dapat bertanggung jawab terhadap tugas yang telah
dipercayakan. Organisasi kelas pada umumnya berbentuk
sederhana yang personelnya meliputi ketua kelas, wakil ketua
kelas, bendahara, sekretaris dan beberapa buah seksi.
b. Pengelompokan Peserta Didik
Conny Semiawan mengemukakan pengelompokan peserta didik
dapat di kelompokkan menjadi : “(1) Pengelompokan menurut
kesenangan berkawan (2) pengelompokan menurut kemampuan
(3) pengelompokan menurut minat”.
2). Penataan Ruang Kelas
a. Penataan tempat duduk
88
Dalam belajar peserta didik memerlukan tempat duduk.
Tempat atau posisi duduk dapat mempengaruhi peserta didik
dalam belajar. Bila tempat duduk bagus tidak terlalu rendah dan
tidak terlalu besar dan sesuai dengan postur tubuh peserta didik,
maka peserta didik dapat belajar dengan nyaman dan tenang
serta formasi tempat duduk pun harus diperhatikan dan
dirancang sedemikian rupa adapun contoh formasi yang sering
dipergunakan adalah posisi berhadapan, posisi setengah
lingkaran dan posisi berbaris dibelakang .
b. Pengaturan alat-alat pengajaran
Di antara alat-alat pengajaran di kelas yang harus diatur
adalah sebagai berikut :
1). Perpustakaan Kelas
2). Alat – alat Peraga Media Pengajaran
3). Papan Tulis, Penghapus, Kapur Tulis dan lain-lain
4). Papan Presensi Peserta Didik
c.Penataan Keindahan dan Kebersihan Kelas
1). Hiasan Dinding
2). Penempatan Lemari
3). Pemeliharaan Kebersihan
d. Ventilasi dan Tata Cahaya
1). Ventilasi
2). Pengaturan Tata Cahaya
G. Kemampuan Peserta didik
Kemampuan peserta didik baik itu berupa kesiapan mental intelektual yang
berwujud maupun keterampilan yang dimiliki oleh setiap individu siswa.
Broke Dan Store (Wijaya dan Tabrani Pusyam, 1991) mengemukakan bahwa
kemampuan peserta didik dalam proses belajar mengajar artinya suatu
gambaran yang merupakan hakikat dari kualitatif perilaku peserta didik.
89
Arti intelegensi adalah kemampuan yang bersifat umum untuk
mengadakan penyesuaian terhadap suatu situasi atau masalah. Kemampuan
yang bersifat umum tersebut meliputi berbagai jenis kemampuan psikis seperti
abstrak, berpikir mekanis, matematis, memahami, mengingat, dan berbahasa.
Gerret mengemukakan bahwa : “Intelegensi merupakan kemampuan-
kemampuan yang diperlukan untuk pemecahan masalah-masalah yang
memerlukan pengertian serta menggunakan simbol-simbol.
Dari pendapat tersebut lebih mengungkapkan intelegensi menyangkut
kemampuan peserta didik untuk belajar dan menggunakan apa yang telah
dipelajari dalam usaha penyesuaian terhadap situasi yang kurang di kenal, atau
dalam pemecahan masalah-masalah. Ini artinya peserta didik harus
menunjukkan kualitasnya secara rasional dengan kata lain peserta didik harus
bisa menunjukkan keterampilannya dalam proses belajar mengajar.
Arti keterampilan adalah suatu keahlian yang merupakan kemampuan
khusus untuk memanipulasi alat, ide dan keinginan untuk melaksanakan suatu
kegiatan yang digunakan bagi dirinya sendiri maupun orang banyak
(Chaniago, 1998).
Dari pengertian-pengertian mengenai kemampuan peserta didik maka
peneliti dapat menyimpulkan bahwa kemampuan peserta didik adalah suatu
bentuk kekuatan yang berasal dari individu peserta didik untuk suatu proses
perubahan secara formal dengan mengikuti sistem lingkungan yang di
inginkan untuk menjawab suatu masalah yang dihadapinya secara rasional
dengan daya pikir dan kreatifitasnya, sehingga masalah tersebut dapat
diselesaikan.
Karakteristik kemampuan peserta didik merupakan ciri-ciri atau gambaran
tingkah laku yang menunjukan tingkat kemampuan peserta didik.
Karakteristik kemampuan peserta didik sebagai berikut: (1) Peserta didik
aktif dalam mengkuti pelajaran, (2) Mampu menyelesaikan tes tepat pada
waktunya, (3) Cepat tanggap terhadap respon yang datangnya dari luar diri
90
sendiri, (4) Bertanggung jawab bila ada pekerjaan rumah dan, (5) Mampu
mengembangkan diri dalam mengikuti pelajaran (Wijaya dan Tabrani, 1991).
Karakteristik kemampuan peserta didik dapat dilihat dari keaktifan,
kecepatan dan ketepatan menyelesaikan masalah, serta mempunyai daya
respon terhadap lingkungan belajar.
Kemampuan peserta didik dalam proses belajar mengajar, memilki
tanggung jawab dalam melaksanakan tugas dan berusaha cepat menyelesaikan
laporan keuangan. Semakin tinggi tingkat pemahaman materi dan latihan yang
diberikan maka akan semakin tinggi pula kemampuan peserta didik untuk
penguasaan materi pelajaran Ekonomi Akuntansi.
Kemampuan pesertas didik, adalah :
a. kemampuan peserta didik dalam berpikir secara induktif dan
deduktif, berpikir menurut aturan logika, memahami dan
menganalisis pola angka-angka, serta memecahkan masalah dengan
menggunakan kemampuan berpikir.
b. kemampuan peserta didik untuk menggunakan bahasa dan kata-
kata, baik secara tertulis maupun lisan, dalam berbagai bentuk yang
berbeda untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya.
c. kemampuan peserta didik untuk memahami secara lebih mendalam
hubungan antara objek dan ruang.
Peserta didik yang mampu mencapai prestasi yang tinggi karena
mempunyai kemampuan-kemampuan yang unggul. Kemampuan-kemampuan
tersebut meliputi :
a). kemampuan intelektual umum (kecerdasan atau intelegensi)
b). kemampuan akademik khusus.
c). kemampuan berpikir kreatif-produktif.
d). kemampuan memimpin
e). kemampuan dalam salah satu bidang seni.
f). kemampuan psikomotor (seperti dalam olah raga).
91
Jadi peneliti menyimpulkan dari penjelasan di atas bahwa kemampuan
peserta didik tidak terbatas pada kecerdasan intelektual yang diukur dengan
menggunakan tes saja, atau sekadar melihat prestasi yang ditampilkan seorang
peserta didik melalui ulangan maupun ujian di sekolah. Tetapi kemampuan
peserta didik dapat diperhatikan dengan cara kemampuan mengenali emosi
diri, kemampuan mengelola emosi, kemampuan memotivasi diri, kemampuan
mengenali emosi orang lain, dan kemampuan membina hubungan.
H. Sikap dan Perilaku Warga Negara
Peserta didik akhirnya akan berlaku sebagai warga negara, Bagaimana
sikap dan perilaku warga negara? Tentu yang diharapkan adalah warga negara
yang memiliki pengetahuan, sikap dan perilaku yang baik. Hal tentunya sudah
pahami bahwa ini merupakan sasaran dari mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan yang selalu geluti di kelas setiap hari. Setiap negara tentu
memiliki prinsip-prinsip politik yang diterapkan kepada warga negaranya
sehingga atribut-atribut kewarganegaraan itu tentu akan berbeda-beda menurut
hakikat sistem politik masing-masing. Warga negara dalam 5 kategori, yaitu:
1. A sense of identify;
2. The enjoyment of certain rights;
3. The fulfillment of corresponding obligations;
4. A degree of interest and involvement in public affairs, and;
5. An acceptance of basic societal values.
Jadi, warga negara yang diharapkan memiliki atribut berikut.
1. Warga negara harus memiliki identitas atau jati diri sesuai dengan ideologi
negaranya, seperti warga negara Indonesia, ia memiliki identitas sebagai
insan Tuhan, insan yang peduli terhadap orang lain dan lingkungannya,
dan loyal terhadap bangsa dan negara.
2. Warga negara memiliki hak-hak tertentu, artinya warga negara mengetahui
hak-haknya, dan pemerintah menjamin hak-hak warga negaranya.
92
3. Warga negara memiliki kewajiban-kewajiban yang menjadi keharusan
sehingga selalu menjaga keseimbangan antara kepentingan pribadi dengan
kepentingan publik serta memiliki sikap tanggungjawab.
4. Warga negara memiliki sikap tanggungjawab untuk berpartisipasi demi
kepentingan umum sehingga merasa terpanggil untuk ikutserta dalam
kegiatan-kegiatan yang bersifat kepentingan umum.
5. Warga negara memiliki sikap menerima nilai-nilai dasar kemasyarakatan
sehingga mampu menjalin dan membina kerjasama, kejujuran dan
kedamaian serta rasa cinta dan kebersamaan.
Kelima atribut ini sangat tepat sekali dimiliki oleh warga negara dalam
situasi bangsa kita sekarang ini. Sering kita jumpai masyarakat selalu
menuntut hak-haknya tanpa peduli terhadap kewajiban-kewajibannya. Jika
atribut-atribut ini sudah hilang dari bangsa kita ini maka apa jadinya bangsa
kita yang tercinta ini (Winataputra, dkk, 2008).
Dalam menghadapi kehidupan abad ke-21, warga negara perlu memiliki
karakteristik, keterampilan dan kompetensi tertentu agar dapat menghadapi
dan mengatasi kecenderungan yang tidak diinginkan serta dapat
menumbuhkembangkan kecenderungan-kecenderungan yang diinginkan.
Delapan karakteristik yang perlu dimiliki warga negara, yaitu sebagai berikut.
1. Ability to look at and approach problems as a
member of a global society,
2. Ability to work with others in a cooperative way
and to take responsibility for one’s roles/duties within society,
3. Ability to understand, accept, and tolerate
cultural differences,
4. Capacity to think in a critical and systematic
way,
5. Willingness to resolve conflict in a non-violent
manner,
93
6. Willingness to change one’s lifestyle and
consumption habits to protect the environment,
7. Ability to be sensitive towards and to defend
human rights (eg., rights of women, ethnic minorities, etc),
8. Willingness and ability to participate in politics
at local, national, and international levels.
Maksudnya adalah agar warga negara memiliki kemampuan sebagai
berikut.
Pertama, kemampuan untuk mengamati dan melakukan pendekatan
terhadap masalah atau tantangan sebagai anggota masyarakat global. Individu
asal mulanya adalah sebagai anggota keluarga yang hanya menghadapi
permasalahan di lingkungan keluarga. Akan tetapi, sebagai manusia/warga
negara dan sekaligus pula menjadi anggota masyarakat, seharusnya peduli
kepada lingkungan yang lebih luas. Oleh karena kita sebagai anggota keluarga,
juga sebagai anggota masyarakat, sebagai warga negara dan juga sebagai
warga dunia. Oleh karena sikap rasa kemanusiaan tidak terbatas lokal,
nasional, tetapi nasional dan global.
Kedua, memiliki kemampuan untuk bekerjasama dengan orang lain dan
memikul tanggungjawab atas peran dan kewajibannya dalam masyarakat.
Dalam bekerjasama tidak dibatasi oleh lingkungan etnis dan kepulauan, akan
tetapi harus menempatkan diri bahwa kita adalah anggota masyarakat yang
memiliki peran dan tanggungjawab bersama bahkan ada rasa memiliki dan
kewajiban untuk bekerjasama.
Ketiga, kemampuan untuk memahami, menerima dan toleran terhadap
perbedaan budaya. Perbedaan bukan pemisah akan tetapi harus dianggap
sebagai pemersatu dan kekayaan bangsa.
Keempat, kemampuan untuk berpikir secara kritis dan sistematis. Dalam
menghadapi berbagai masalah tidak cukup berpangku tangan, akan tetapi harus
peduli dan kritis dan sistematis dalam mencari solusi demi kepentingan
bersama.
94
Kelima, mampu untuk menyelesaikan konflik tanpa kekerasan. Kekerasan
dalam menyelesaikan konflik bukanlah atribut bangsa yang religius. Jauhilah
kekerasan tetapi konflik dapat diselesaikan.
Keenam, mampu untuk mengubah gaya hidup dan kebiasaan konsumtif
guna melindungi lingkungan.
Ketujuh, peka terhadap hak asasi manusia. Berani menengakkan hak asasi
manusia, tetapi juga melaksanakan kewajiban-kewajiban. Sebagai contoh hak-
hak kaum perempuan dan etnik minoritas.
Kedelapan, kesadaran dan kemampuan untuk berpartisipasi dalam
kehidupan politik pada tingkat lokal, nasional dan internasional.
Karakter dan komitmen sangat penting karena memungkinkan proses
politik berfungsi secara efektif untuk peningkatan kebersamaan dan memberi
kontribusi pada realisasi ide-ide fundamental sistem politik termasuk
perlindungan hak-hak individu. Karakter warga negara yang konduktif untuk
berfungsinya dmeokrasi konstitusional secar sehat, yaitu keadaban (civility),
tanggungjawab, disiplin diri, rasa kewarganegaraan (civic mindedness),
kemauan kompromi, toleran terhadap keragaman, kasih sayang, solidaritas dan
loyalitas, minat dan motivasi (dalam Winataputra, dkk, 2008).
95
BAB VBELAJAR DAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN BERWAWASAN
KEBANGSAAN
A. Pola Belajar
Belajar pada dasarnya merupakan aktivitas yang sangat kompleks pada
diri manusia, dan samapai saat ini pemahaman terhadap belajar itu masih
belum dapat dipahami secara tuntas. Karena itu para ahli pendidikan dan
psikologi melakukan penelitian yang berkaitan dengan belajar.
Proses belajar yang baik memberi pengaruh yang baik kepada
perkembangan pribadi anak. Ia belajar berpikir secara kritis dan kreatif, ia
belajar bekerja sama untuk memecahkan masalah-masalah, ia belajar
mengenal kesanggupan yang ada padanya dan sebagainya.
96
Mursell dan Nasution (2002) mengemukakan Prinsip-prinsip belajar
yang mendapat dukungan semua ahli psikologi modern ialah: 1) Belajar selalu
mulai dengan suatu problema yang riil, yang mendesak, yang urgen bagi si
siswa itu sendiri; 2) Proses belajar selalu merupakan suatu usaha untuk
memecahkan suatu masalah yang sungguh-sungguh dengan menangkap atau
memahami hubungan antara bagian-bagian problema itu; 3) Belajar itu
berhasil bila disadari telah ditemukan petunjuk atau hubungan antara unsur-
unsur dalam problema itu sehingga diperoleh pengetahuan atau wawasan.
Anwar (1986) Belajar adalah mengingat, mengerti, menerangkan
menganalisis, mensintesis, mengevaluasi, berpikir, merasakan, percaya,
berpartisipasi, melaksanakan/performing, daftar ini dapat diteruskan lebih
panjang karena suatu kata-kata kerja tersebut dan masih banyak lagi adalah
aspek-aspek belajar.
Belajar diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku pada diri
individu berkat adanya interaksi antara individu dan individu dengan
lingkungannya. Burton (Usman, 2006) menyatakan “Learning is a change in
the individual due to instruction of that individual and his environment, wich
fells a need and makes him more capable of dealing adequately with his
environment”. Dalam pengertian ini terdapat kata change atau “perubahan”
yang berarti bahwa seseorang setelah mengalami proses belajar, akan
mengalami perubahan tingkah laku, baik aspek pengetahuannya,
keterampilannya, maupun aspek sikapnya.
Claxton (Suharjo, 2006) belajar dipandang sebagai suatu proses yang
bersifat personal dan aktif.
Atkinson (Al-Lamri dan Ichas, 2006) mengemukakan membedakan
perilaku belajar dalam empat jenis: a. habituasi, b. pengkondisian klasik, c.
pengkondisian operan, dan d. apa yang disebut belajar kompleks. Karena itu,
menurut Atkinson dkk.; “belajar dapat didefinisikan sebagai perubahan yang
relative permanent pada perilaku yang terjadi akibat latihan” sebaliknya semua
97
perubahan perilaku yang terjadi karena proses kematangan dan bukan hasil
latihan tidak termasuk di dalamnya.
Skinner (Al-Lamri dan Ichas, 2006:72) menyatakan belajar sebagai
sebuah perilaku ; dimana pada saat orang belajar responsnya menjadi lebih
baik, sebaliknya bila tidak belajar maka responsnya menurun”.
Gagne (Al-Lamri dan Ichas, 2006) menyatakan belajar merupakan
kegiatan kompleks.”Dimana hasil belajar berujud menjadi sejumlah
kemampuan (kapabelitas).”Setelah belajar orang memiliki keterampilan,
pengetahuan, sikap dan nilai.”Terbentuknya kapabelitas tersebut
dimungkinkan terjadi antara lain dari adanya a. stimuli yang berasal dari
lingkungan dan b. proses kognitif yang dilakukan oleh pebelajar. Akhirnya
Gagne berpandangan bahwa belajar didefinisikan sebagai “seperangkat proses
kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan
informasi, menjadi kapabelitas baru”.
Fajar (2004) Terdapat beberapa prinsip belajar yaitu:
1. Belajar harus berorientasi pada tujuan yang jelas;
2. Proses belajar akan terjadi bila seseorang dihadapkan pada situasi
problematis.;
3. Belajar dengan pemahaman akan lebih bermakna daripada belajar
dengan hafalan;
4. Belajar secara menyeluruh akan lebih berhasil daripada belajar secara
terbagi-bagi;
5. Belajar memerlukan kemampuan dalam menangkap intisari pelajaran
itu sendiri;
6. Belajar merupakan proses yang kontinu;
7. Proses belajar memerlukan metode yang tepat;
8. Belajar memerlukan minat dan perhatian siswa.
Prinsip belajar ini mengacu pada empat pilar pendidikan universal, yaitu:
98
Belajar mengetahui (learning to know), belajar melakukan (learning to
do), belajar menjadi diri sendiri (learning to be), dan belajar hidup dalam
kebersamaan (learning to live together).
Jadi belajar ialah memahami. Belajar adalah usaha mencari, menemukan
dan melihat seluk beluk sesuatu. Belajar ialah memecahkan masalah tidak
hanya dalam pelajaran ketrampilan motoris, atau menghargai suatu sanjak atau
simponi.
Dalam pola belajar seperti itu terdapat beberapa aspek yang perlu
dititikberatkan.
1. Belajar pada hakikatnya selalu bertujuan.
2. Proses asasi dalam belajar adalah penyelidikan dan penemuan, bukan
ulangan belaka.
3. Hasil belajar selalu merupakan wawasan, pemahaman.
4. Hasil belajar tidak hanya terbatas pada situasi di mana hasil itu
diperoleh, tetapi dapat ditransfer, atau digunakan dalam situasi-situasi lain.
B. Cara Belajar
Sanggalang mengemukakan keberhasilan studi dapat dipengaruhi oleh
cara belajarnya ada cara belajar yang efisien, dan ada pula cara belajar yang
tidak efisien, memungkinkannya untuk mencapai prestasi yang lebih tinggi
dari pada murid yang mempunyai cara belajar tidak efisien.
Ada faktor yang berasal dari luar diri murid adalah :
1) Lingkungan Alam
Keadaan alam di sekitarnya pun mempengaruhi hasil belajar murid.
2) Lingkungan Keluarga
Keluarga mempunyai pengaruh baik terhadap keberhasilan belajar Hal ini
yang dapat mempengaruhi prestasi belajar anak adalah adalah suasana. rumah
yang ramai, gaduh dapat mengganggu konsentrasi anak pada waktu belajar.
Keadaan ekonomi keluarga dari perhatian orang tua terhadap pendidikan
Peserta Didik dapat pula mempengaruhi hasil belajar anak.
99
3) Lingkungan Masyarakat
Jika keluarga adalah komunitas masyarakat terkecil, maka masyarakat adalah
komunitas masyarakat dalam kehidupan sosial yang tersebar. Masyarakat
merupakan penjelmaan dari suku, ras, agama. antar golongan, pendidikan,
jabatan, status dan sebagainya. Pergaulan yang terkadang kurang bersahabat
sering memicu konflik sosial. Gosip bukanlah ucapan dalam dalam pandangan
masyarakat tertentu. Keributan, pertengkaran, perkelahian, prampokan,
pembunuhan, perjudian, perilaku jahiliyah lainnya sudah menjadi santapan
sehari-hari dalam masyarakat. Namun, sayang harapan hanya tinggal harapan.
Anak didik tidak dapat berharap banyak kepada lingkungan masyarakat. Hidup
dalam masyarakat yang tidak terpelajar cenderung menimbulkan masalah bagi
anak didik. Mungkin yang kotor dengan 'segala ketidakteraturannya dalam
menata lingkungan hidup. Lingkungan masyarakat seperti ini adalah
lingkungan yang kurang bersahabat pada anak didik, karena anak didik tidak
mungkin dapat belajar dengan teman baru yang tidak sedap dari lingkungan
yang kotor atau jorok membuat anak didik sukar berkonsentrasi. Keributan
lingkungan disekitar berpotensi memudahkan konsentrasi anak didik dalam
belajar. Akhirnya anak didik pun tidak betah belajar, karena sulit
membangkitkan daya konsentrasi.
Kesulitan belajar bagi anak didik tidak hanya bersumber dari obat-obatan
terlarang dan lingkungan masyarakat yang buruk, tetapi juga dapat bersumber
dari media cetak dan media elektronik.
4) Lingkungan Sekolah
Sekolah adalah lembaga pendidikan formal tempat pengabdian guru dan
rumah rehabilitasi anak didik. Di tempat inilah anak didik menimba ilmu
pengetahuan dengan bantuan guru yang berhati mulia atau kurang mulia,
memang pribadi seorang yang kurang baik.
Sebagai lembaga pendidikan yang setiap hari anak didik datangi tentu saja
mempunyai dampak yang besar bagi anak didik, kenyamanan dan ketenangan
anak didik di dalam belajar akan ditentukan sampai sejauh mana kondisi dan
100
sistem sosial di sekolah dalam menyediakan lingkungan yang kondusif dan
kreatif Sarana dan prasarana sudahlah mampu dibangun dan memberikan
layanan yang memuaskan bagi anak didik yang berinteraksi dan hidup
didalamnya.
Bila tidak, maka sekolah itu dapat mempengaruhi belajar dan hasil belajar
Peserta Didik. Kalau begitu faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dan hasil
belajar Peserta Didik adalah sebagai berikut :
a) Kepribadian guru
b) Guru yang berkualitas
c) Hubungan guru dengan Peserta Didik
d) Aktivitas belajar
e) Kebiasaan belajar Peserta Didik
f) Latar belakang pengalaman yang pahit
g) Kesehatan Peserta Didik dan guru
Oleh sebab itu kepada guru-guru dituntut untuk menguasai bahan pelajaran
yang akan diajarkannya, dan memiliki tingkah laku yang tepat dalam
mengajar.
C. Pembelajaran
Pembelajaran dapat diartikan dari beberapa sudut pandang. Pertama,
pembelajaran diartikan sebagai kegiatan menyampaikan pesan berupa
pengetahuan, keterampilan, dan sikap dari guru kepada peserta didik. Kedua,
pembelajaran dipandang sebagai suatu proses penggunaan seperangkat
keterampilan (teaching as a skill) secara terpadu. Ketiga, pembelajaran
dipandang sebagai suatu seni, yang mengutamakan penampilan (kinerja) guru
secara unik yang berasal dari sifat-sifat khas, dan perasaan serta naluri guru.
Keempat, pembelajaran dipandang sebagai penciptaan suatu sistem lingkungan
yang memungkinkan terjadinya proses belajar (Kartadinata, S dan Permana, J.,
1997; Raka Joni, 1983; Hasibuan dan Mudjiono, 1995) (Suharjo, 2006).
101
Berdasarkan definisi tersebut, dapat dianalisis bahwa pembelajaran
merupakan suatu kegiatan yang kompleks. Pembelajaran pada hakikatnya
tidak hanya sekedar menyampaikan pesan pembelajaran kepada peserta didik,
akan tetapi merupakan aktifitas profesional yang menuntut guru untuk dapat
menggunakan keterampilan dasar mengajar secara terpadu, serta menciptakan
sistem lingkungan yang memungkinkan peserta didik dapat belajar secara
efektif dan efisien. Sistem lingkungan (pembelajaran) ini terdiri dari
komponen-komponen yang saling mempengaruhi, antara lain: tujuan
pembelajaran, materi pembelajaran, guru dan peserta didik, jenis kegiatan yang
dilakukan, sarana/prasarana belajar yang tersedia, dan penilaian. Komponen-
komponen ini saling bergantung, saling berkaitan, dan saling mempengaruhi
dalam kerangka proses pembelajaran, dan berfungsi secara terpadu kearah
tercapainya tujuan pembelajaran.
Dalam proses pembelajaran terdapat interaksi antara guru dan peserta
didik dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Interaksi pembelajaran ini dapat berupa serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh peserta didik dan guru. Serangkaian kegiatan peserta didik dapat berupa
membaca buku, mendengarkan penjelasan guru, berdiskusi, kerja kelompok,
praktikum, dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan guru misalnya
mendemonstrasikan suatu keterampilan, menjelaskan suatu topik, mengajukan
pertanyaan, mendorong diskusi, dan sebagainya. Dengan demikian bahwa
pembelajaran pada hakikatnya merupakan proses penciptaan stimulasi kepada
kelompok peserta didik, baik secara individu maupun kelompok sehingga
terjadi proses belajar dalam diri peserta didik (Suharjo, 2006).
Kartadinata, S dan Permana, J.; Raka joni; Hasibuan dan Mudjiono,
menyatakan pembelajaran dapat diartikan dari beberapa sudut pandang.
Pertama, pembelajaran diartikan sebagai kegiatan menyampaikan pesan berupa
pengetahuan, keterampilan, dan sikap dari guru kepada peserta didik. Kedua,
pembelajaran dipandang sebagai suatu proses penggunaan seperangkat
ketrampilan (teaching as a skill) secara terpadu. Ketiga, pembelajaran
102
dipandang suatu seni, yang mengutamakan penampilan (kinerja) guru secara
unik yang berasal-dari sifat-sifat khas, dan perasaan serta naluri guru.
Keempat, pembelajaran dipandang sebagai penciptaan suatu sistem lingkungan
yang memungkinkan terjadinya proses belajar (Suharjo, 2006).
Hamalik (2005) mengemukakan pembelajaran adalah suatu kombinasi
yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas,
perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan
pembelajaran. Manusia terlibat dalam sistem pengajaran terdiri dari peserta
didik, guru, dan tenaga kependidikan. Material, meliputi buku-buku, papan
tulis atau white board, kapus atau spidol, fotografi, slide dan film, audio dan
video tape. Fasilitas dan perlengkapan, terdiri dari ruangan kelas, perlengkapan
audio visual, juga komputer. Prosedur, meliputi jadwal dan metode
penyampaian informasi, praktik, belajar, ujian dan sebagainya.
Kegiatan pembelajaran (Fajar, 2004) diselenggarakan untuk membentuk
watak, peradaban, dan meningkatkan mutu kehidupan peserta didik.
Suharjo (2006) mengemukakan tujuan pembelajaran yang secara eksplisit
diusahakan dicapai melalui tindakan pembelajaran tertentu dinamakan
instructional effects sedangkan tujuan pembelajaran yang lebih merupakan
hasil sampingan dari pembelajaran dinamakan nurturant effects. Instructional
effects biasanya berbentuk pengetahuan dan keterampilan, sedangkan
nurturant effects tercapainya karena siswa menghadapi suatu sistem
lingkungan belajar tertentu, misalnya siswa mampu berpikir kritis, bersifat
terbuka menerima pendapat orang lain, kreatif, disiplin, dan sebagainya,
karena siswa menghayati pengalaman berupa diskusi kelompok/kelas.
Hisyam dan Suyanto (2000) Aktivitas siswa adalah aktivitas jasmaniah
maupun mental, yang digolongkan dalam lima hal yaitu:
a. Aktivitas visual (visual activities) seperti membaca, menulis,
melakukan eksperimen, dan demontrasi.
b. Aktivitas lisan (oral activities) seperti bercerita, membaca sajak, tanya
jawab, diskusi, menyanyi.
103
c. Aktivitas mendengarkan (listening activities) seperti mendengarkan
penjelasan guru, ceramah, pengarahan.
d. Aktivitas gerak (motor activities) seperti senam, atletik, menari,
melukis.
e. Aktivitas menulis (writing activities) seperti mengarang, membuat
makalah, membuat surat.
Beberapa hal yang juga harus diperhatikan selain aktivitas-aktivitas
tersebut, yaitu Pengetahuan Awal Siswa, Refleksi, Motivasi, Keragaman
Individu, Kemandirian dan Kerjasama, Belajar untuk Kebersamaan, Siswa
sebagai pembangun Gagasan, Rasa Ingin Tahu, Kreativitas, Ketuhanan,
Interaksi dan Komunikasi, , Menyenangkan, Belajar Cara Belajar, Suasana
yang Mendukung.
D. Pembelajaran Pendidikan Berwawasan Kebangsaan yang Efektif
Menurut Tim Pembina Mata Kuliah Didaktik Metodik/Kurikulum IKIP
Surabaya (Suryosubroto, 1997), mengemukakan bahwa:
Efisiensi dan Efektivitas mengajar dalam proses interaksi belajar mengajar
yang baik adalah segala daya upaya guru untuk membantu murid-murid agar
bisa belajar dengan baik. Untuk mengetahui efektivitas mengajar, dengan
memberikan tes sebagai hasil tes dapat dipakai untuk mengevaluasi berbagai
aspek proses pengajaran. Hasil tes mengungkapkan kelemahan belajar siswa
dan kelemahan pengajaran menyeluruh.
Pidarta (2007) mengemukakakan istilah belajar-mengajar berubah karena
proses mengajar pada perkembangan terakhir tidak lagi tekanannya sama
antara peserta didik dan pendidik, melainkan tekanan utamanya ada pada
peserta didik. Peserta didiklah yang aktif belajar mengembangkan diri,
kepribadian, bakat, pengetahuan, dan keterampilannya untuk menjadi manusia
dewasa yang dapat mandiri dan menjadi warga Negara yang baik. Sementara
itu pendidik hanya bertindak sebagai fasilitator, yaitu merencanakan dan
104
menyiapkan serta mengatur segala sesuatu untuk keperluan belajar peserta
didik.
Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang menekankan makna
dan mengaktifkan siswa (Natawidjaja, Rochman, dkk. (Eds.), 2007).
Arend (Sumardi, 2008) menyatakan pembelajaran yang efektif berarti
pencapaian/penguasaan peserta didik terhadap materi ajar sesuai dengan tujuan
pembelajaran yang sudah dirumuskan.
Al-Muchtar (2009) menyatakan Efektivitas pembelajaran dipengaruhi
oleh berbagai faktor, baik ditinjau dari segi guru maupun dari segi pembelajar.
Guru yang efektif akan mempertimbangkan kebutuhan pembelajar,
mengorganisasikan dan mengelola kelas dengan baik, menyediakan sumber-
sumber dan bahan pembelajaran yang sesuai, dan membimbing pembelajar
dalam kegiatan pembelajaran. Dari segi pembelajar, faktor-faktor yang
mempengaruhi, antara lain motivasi belajar, disiplin kelas, tanggungjawab,
kerjasama antar pembelajar.
Samani (2007:165) menyatakan pendidik tidak dapat “memindahkan”
pemahamannya kepada pikiran peserta didik. Peserta didik sendiri yang
mengkonstruk. Hakikat pembelajaran Pendidikan Berwawasan Kebangsaan
yang efektif dipengaruhi beberapa segi, yang dimulai dari perencanaan
pendidikan. Keputusan tentang perencanaan juga berhubungan dengan materi
yang dipilih, strategi pembelajaran, penyampaian pelajaran, media
pembelajaran, pengelolaan kelas, iklim kelas, dan evaluasi pembelajaran.
E. Sistem Pembelajaran Pendidikan Berwawasan Kebangsaan
Sistem pembelajaran yang menggunakan Pendidikan Berwawasan
Kebangsaan menuntut kegiatan belajar mengajar yang memberdayakan semua
potensi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang diharapkan.
Pemberdayaan ini diarahkan untuk mendorong individu belajar sepanjang
hayat dan mewujudkan masyarakat belajar. Depdiknas (Suharjo, 2006)
mengemukakan Kegiatan belajar mengajar dilandasi oleh prinsip-prinsip:
105
1. berpusat pada peserta didik;
2. mengembangkan kreativitas peserta didik;
3. menciptakan kondisi menyenangkan dan menantang;
4. mengembangkan beragam kemampuan yang
bermuatan nilai;
5. menyediakan pengalaman belajar yang beragam;
serta
6. belajar melalui berbuat.
KBK merupakan dasar kelahiran Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) karena itu esensinya sama. KTSP yang pada dasarnya merupakan
aplikasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (Kurikulum 2004) di Tingkat Satuan
Pendidikan, sebagai suatu konsep dan sekaligus sebagai sebuah program,
Siskandar menyatakan KTSP memiliki ciri-ciri:
a. Menekankan pada ketercapaian siswa
baik secara individual maupun klasikal;
b. Berorientasi pada hasil dan
keberagaman;
c. Penyampaian dalam pembelajaran
menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi;
d. Sumber relajar bukan hanya guru tetapi
sumber belajar lanilla yang memenuhi unsur edukatif; dan
e. Penilaian menekankan pada proses dan
hasil belajar dalam upaya penguasaan statu kompetensi.
Sesuai ciri-ciri tersebut maka peserta didik diposisikan sebagai subyek
didik bukan sebagai objek didik, dimana siswa lebih dominan dalam proses
pembelajaran.
F. Prinsip Urutan (Sequence) dan Organisasi Integrasi Pendidikan Berwawasan Kebangsaan dalam Pembelajaran PKn
106
Mursell dan Nasution (2002) menyatakan yang dibicarakan hingga
sekarang ialah cara memberi suatu pelajaran tertentu dengan cara yang efektif
yakni dengan menggunakan prinsip konteks, fokus, sosialisasi dan
individualisasi. Akan tetapi guru juga harus memperhatikan efektivitas urutan
pelajaran. Guru mengajarkan dan mendidik anak mencoba mengubah
kelakuannya, memberi pemahaman sikap, pandangan hidup.
Rumusan prinsip urutan adalah urutan pelajaran yang bermakna harus
bermakna pula jika dikehendaki hasil-hasil yang autentik. Artinya “kita tak
mungkin mengajarkan seluruh mata pelajaran sekaligus. Bagaimanapun juga
kita hanya dapat mengajarkan suatu pelajaran atau satu bidang atau satu pokok
tertentu, jadi hanya sesuatu yang spesifik. Akan tetapi pelajaran yang spesifik
kita harapkan memberi perkembangan seluruh pribadi anak.
Masalah urutan bertalian erat dengan proses perkembangan atau
pertumbuhan mental. Jadi urutan pelajaran harus disesuaikan dengan taraf
perkembangan mental anak.
Ciri urutan yang baik, sejalan dengan ciri-ciri perkembangan
pertumbuhan: (1) pertumbuhan itu kontinu, (2) pertumbuhan bergantung pada
tujuan, dan (3) pertumbuhan bergantung pada timbulnya pemahaman.
Urutan logis materi, jika kemampuan dasar dan indikator dirumuskan
dalam bentuk kata kerja maka standar materi dirumuskan dalam bentuk kata
benda, atau kata kerja yang dibendakan. Selanjutnya, pokok-pokok materi
tersebut perlu dirinci atau diuraikan kemudian diurutkan untuk memudahkan
kegiatan pembelajaran. Setelah jenis dan cakupan materi ditentukan, langkah
berikutnya adalah mengurutkan (squencing) materi tersebut sesuai dengan
urutan mempelajarinya. Sama halnya dengan cara mengurutkan kemampuan
dasar dan standar kompetensi, materi pelajaran dapat diurutkan dengan
menggunakan pendekatan prosedural, hierarkis, dari sederhana ke sukar, dari
konkret ke abstrak, spiral, tematis, dan terpadu (Budimansyah, 2007:8.24-
8.25). Sumberdaya manusia, pada masa transisi dimana sumberdaya manusia
akan memasuki ke jenjang tingkat pemikiran yang lebih tinggi maka
107
pembelajaran abstrak sudah harus diperkenalkan dan diberi porsi pembelajaran
yang lebih banyak artinya aspek afektif (civic participation) dan psikomotor
(civic skills) mulai diperbanyak digunakan.
G. Lima Elemen Belajar yang Konstruktivistik yang Mendasari
Pendidikan Berwawasan Kebangsaan
Menurut Zahorik ada lima elemen yang harus diperhatikan dalam praktek
pembelajaran konstektual.
1. Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating
knowledge).
2. Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge) dengan
cara mempelajari secara keseluruhan dulu, kemudian memperhatikan
detailnya.
3. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), yaitu
dengan cara menyusun (1) konsep sementara (hipotesis), (2) melakukan
sharing kepada orang lain agar mendapat tanggapan (validasi) dan atas
dasar tanggapan itu (3) konsep tersebut direvisi dan dikembangkan.
4. Mempraktekkan pengetahuan dan pengalaman tersebut
(applying knowledge).
5. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi
pengembangan pengetahuan tersebut.
Selama ini pendidik disibukkan untuk ”memompakan” materi ajar pada
tataran kognitif (civic knowledge) dan tidak sampai pada penghayatan serta
pengamalannya dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi hasilnya juga diukur
melalui ulangan/ujian tertulis, yang tentu belum menyentuh aspek pengamalan
(afektif/civic paticipation dan psikomotor/civic skills) (Samani, 2007:79).
Konstruktivistik adalah salah satu elemen dalam pembelajaran
kontekstual. Pembelajaran kontekstual diperlukan untuk menunjang Praktek
Belajar Kewarganegaraan (PBK). PBK adalah suatu inovasi pembelajaran
108
yang dirancang untuk membantu peserta didik memahami teori
kewarganegaraan melalui pengalaman belajar praktek-empirik.
BAB VIKARAKTER, KOMITMEN DAN DEDIKASI PENDIDIK
A. Karakter, Komitmen dan Dedikasi Pendidik
Ornstein mengemukakan hasil penelitian David Ryans tentang
karakteristik pendidik yang efektif atau yang sangat diharapkan. Ryans
109
meneliti lebih dari 6.000 orang pendidik di 1.700 sekolah, dalam jangka waktu
sekitar enam tahun, dengan menggunakan teknik observasi dan “self rating”.
Ryans mengklasifikasikan karakteristik pendidik itu ke dalam empat kluster
dimensi guru, yaitu (1) kreatif: pendidik yang kreatif bersifat imajinatif,
senang bereksperimen, dan orisinal; sedangkan yang tidak kreatif bersifat
rutin, bersifat eksak, dan berhati-hati; (2) Dinamis: pendidik yang dinamis
bersifat energik dan extrovert, sedangkan yang tidak dinamis bersifat pasif,
menghindar, dan menyerah; (3) Terorganisasi: pendidik bersifat sadar akan
tujuan, pandai mencari pemecahan masalah, control; sedangkan yang tidak
terorganisasi bersifat kurang sadar akan tujuan, tidak memiliki kemampuan
mengontrol; dan (4)Kehangatan: pendidik yang memiliki kehangatan bersifat
pandai bergaul, ramah, sabar; sedangkan yang dingin bersifat tidak bersahabat,
sikap bermusuhan, dan tidak sabar (Syamsu Yusuf L.N. dan Nani M.
Sugandhi, 2011).
Tabel 4. Karakteristik Pendidik yang Efektif dan Tidak Efektif
Karakteristik yang Efektif Karakteristik yang Tidak Efektif
1. Menampilkan sikap yang bersemangat
2. Menaruh perhatian terhadap peserta didik dan kegiatan kelas
3. Bergirang hati dan optimis4. Memiliki kemampuan
1. bersikap apatis dan malas
2. kurang menaruh perhatian terhadap peserta didik dan kegiatan kelas
3. depresi dan pesimis
110
mengendalikan diri dan tidak mudah bingung
5. Senang bergurau dan humor6. Mengakui kesalahan sendiri7. Bersikap adil dan objektif dalam
memperlakukan peserta didik8. Bersikap sabar9. Menunjukkan sikap memahami
dan simpati dalam bekerja dengan peserta didik
10. Bersahabat dan ramah dalam bergaul dengan peserta didik
11. Membantu memecahkan masalah peserta didik (pribadi atau pendidikan)
12. Memberikan penghargaan kepada peserta didik yang melakukan tugas dengan baik
13. Menerima dan memercayai usaha peserta didik
14. Memiliki kemampuan untuk mengantisipasi reaksi orang lain
15. Mendorong peserta didik untuk mencoba melakukan sesuatu dengan cara yang baik
16. Merencanakan dan mengorganisasikan prosedur pembelajaran di kelas
17. Bersifat fleksibel dalam merencanakan pembelajaran di kelas
18. Mengantisipasi kebutuhan peserta didik
19. Menstimulasi peserta didik melalui materi dan metode yang menarik
20. Mendemonstrasikan dan menerangkan materi pelajaran dengan jelas
21. Memberikan tugas dengan jelas22. Mendorong peserta didik untuk
memecahkan masalahnya sendiri dan mengevaluasi hasilnya
23. Menegakkan disiplin dengan cara yang positif
4. mudah naik darah dan mudah bingung
5. terlalu serius6. tidak menyadari kesalahan sendiri7. tidak bersikap adil dan objektif
terhadap peserta didik8. tidak sabar9. kurang bersikap simpati dan
sering melecehkan (mencemooh) peserta didik
10. kurang ramah atau bersahabat dalam bergaul dengan peserta didik
11. kurang memerhatikan masalah peserta didik
12. tidak memberikan penghargaan kepada peserta didik
13. bersikap curiga terhadap motif peserta didik
14. kurang memiliki kemampuan untuk mengatisipasi reaksi orang lain
15. tidak berusaha memberikan dorongan kepada peserta didik
16. tidak merencanakan dan mengorganisasikan pembelajaran
17. perencanaan pembelajaran bersifat kaku
18. gagal dalam mengantisipasi kebutuhan peserta didik
19. materi dan metode pembelajaran tidak menarik perhatian peserta didik
20. kurang jelas dalam menerangkan materi pelajaran
21. kurang jelas dalam memberikan tugas
22. kurang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memecahkan masalahnya sendiri
23. kurang menegakkan disiplin secara positif
24. memberikan bantuan dengan setengah hati (kurang ikhlas)
25. gagal dalam memahami dan
111
24. Memberikan bantuan kepada peserta didik secara ikhlas
25. Mengetahui secara dini dan mencoba memecahkan berbagai masalah potensial
memecahkan masalah potensial
Pendidik merupakan salah satu komponen yang sangat berperan penting
dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah dasar. Pendidik adalah tenaga
professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses
pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan
pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat,
terutama bagi pendidik di perguruan tinggi (UU No. 20 Tahun 2003). Pendidik
yang bertugas melaksanakan pendidikan dan pengajaran di sekolah disebut
guru, sedangkan yang bertugas di perguruan tinggi disebut dosen (Suharjo,
2006).
Pendidik mempunyai kewajiban dan hak sesuai UU No. 20 Tahun 2003.
Kewajiban meliputi tiga macam yaitu (1) menciptakan suasana pendidikan
yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis; (2) mempunyai
komitmen secara professional untuk meningkatkan mutu pendidikan; dan (3)
memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan
sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya. Sedangkan Hak-haknya
sebagai berikut.
1. Penghasilan dan jaminan kesejahteraan social yang pantas dan
memadai;
2. Penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
3. Pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas;
4. Perlindungan hokum dalam melaksanakan tugas dan hak atas hasil
kekayaan intelektual; dan
5. Kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana, fasilitas
pendidikan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas.
112
Untuk mendapatkan hak setelah memenuhi kewajiban. Akan tetapi
sebelum menjadi pendidik ada syarat-syarat yang harus dipunyai dan dikuasai,
secara umum sebagai berikut.
1. Persyaratan kepribadian. Ada beberapa pilar kunci kemuliaan akhlak
yang harus dimiliki oleh seorang pendidik, yaitu (1) jujur perkataan, (2)
tutur kata yang lembut, (3) wajah yang cerah dan jernih, (4)
melaksanakan amanat yang diberikan kepadanya, (5) menepati janji,
(6) sikap yang sopan dan penuh etika, (7) berjiwa lapang dada, dan (8)
meninggalkan hal-hal yang dilarang oleh norma-norma agama maupun
masyarakat, Negara, bangsa.
2. Persyaratan jasmani dan kesehatan. Seorang pendidik harus memiliki
kondisi kesehatan tubuh dan rohani yang baik sehingga dapat
menjalankan tugasnya sebagai pendidik.
3. Persyaratan penguasaan kompetensi pendidik. Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi – Depdiknas telah menetapkan Standard
Kompetensi pendidik dapat dipandang dari dua segi, yakni segi
substansi dan segi tataran. Dari segi substansi, kemampuan pendidik
dikelompokkan dalam empat rumpun kompetensi, yaitu penguasaan
bidang studi, pemahaman tentang peserta didik, penguasaan
pembelajaran yang mendidik serta pengembangan kepribadian dan
keprofesionalan. Ditinjau dari segi tatarannya, perangkat komptensi
menjadi tiga tingkatan, yaitu Kompetensi Utama/KU (kemampuan
mutlak dalam melakukan unjuk kerja keguruan-kependidikan, yang
memungkinkan pendidik dapat mengambil keputusan-keputusan
professional dalam melaksanakan tugasnya), Kompetensi
Pendukung/KP (perangkat kemampuan yang berfungsi untuk
meningkatkan kemantapan pelaksanaan layanan ahli sesuai dengan
jenis dan kewenangannya), Kompetensi Lain/KL (kemampuan
tambahan yang dapat melengkapi kompetensi pelaksanan tugas sebagai
pendidik kelas.
113
Pendidik dituntut untuk memiliki komitmen dan dedikasi yang tinggi
dalam mengembangkan profesionalitasnya sebagai guru sekolah dasar dengan
mampu membangun interaksi dan komunikasi sosial, memiliki daya saing dan
sikap responsive, antisipatif serta adaptif dalam era global.
Pendidik mempunyai wewenang mengajar berdasarkan kualifikasi sebagai
tenaga pengajar. Wewenangnya adalah melaksanakan peran (Hamalik, 2004),
yakni:
a. Sebagai fasilitator, yang menyediakan kemudahan-kemudahan bagi peserta
didik untuk melakukan kegiatan belajar;
b. Sebagai pembimbing, yang membantu peserta didik mengatasi kesulitan
dalam proses pembelajaran;
c. Sebagai penyedia lingkungan, yang berupaya menciptakan lingkungan
yang menantang peserta didik agar melakukan kegiatan belajar;
d. Sebagai komunikator, yang melakukan komunikasi dengan peserta didik
dan masyarakat;
e. Sebagai model yang mampu memberikan contoh yang baik kepada peserta
didiknya agar berperilaku yang baik;
f. Sebagai evaluator; yang melakukan penilaian terhadap kemajuan belajar
peserta didik;
g. Sebagai innovator, yang turut menyebarluaskan usaha-usaha pembaruan
kepada masyarakat;
h. Sebagai agen moral dan politik, yang turut membina moral masyarakat,
peserta didik, serta menunjang upaya-upaya pembangunan;
i. Sebagai agen kognitif, yang menyebarkan ilmu pengetahuan kepada
peserta didik dan masyarakat;
j. Sebagai manajer, yang memimpin kelompok peserta didik dalam kelas
sehingga proses pembelajaran berhasil.
Tugas pendidik mencakup tiga hal. Tugas yang pertama adalah tugas
profesional yaitu mendidik (dalam rangka mengembangkan kepribadian),
114
mengajar (dalam rangka mengembangkan kemampuan berfikir/kecerdasan)
dan melatih (dalam rangka penerapan teknologi dan ketrampilan) (Suharjo,
2006).
Arbi (Suryosubroto, 1997) menyatakan sikap pribadi yang dijiwai oleh
filsafat Pancasila, yang akan mengagungkan budaya bangsanya, yang rela
berkorban bagi kelestarian bangsa dan negaranya termasuk dalam kompetensi
pribadi. Sedangkan kompetensi kemasyarakatan adalah kemampuan guru
dalam membina dan mengembangkan interaksi sosial baik sebagai tenaga
profesional maupun sebagai warga masyarakat.
Standar kompetensi pendidik sebagaimana termaktub dalam Undang-
Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 10 mencakup: (1)
kompetensi pedagogik ialah kemampuan mengelola pembelajaran peserta
didik, (2) kompetensi kepribadian ialah kemampuan kepribadian yang mantap,
berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik, (3)
kompetensi sosial, dan (4) kompetensi profesional ialah kemampuan
penguasaan materi secara luas dan mendalam.
Jadi dengan pendekatan kualitatif dengan sifat mengeksplorasi
pembelajaran yang dilakukan guru PKn pada setiap kali proses pembelajaran,
maka kita mengetahui apakah pembelajaran sudah dilakukan dengan seimbang
dalam artian semua aspek taksonomi tujuan pendidikan terbelajarkan sehingga
dapat membentuk karakter peserta didik sekolah dasar sesuai dengan indikator
karakter peserta didik.
B. Profesionalisme Pendidik
Pekerjaan sebagai pendidik dapat disebut sebagai suatu pekerjaan yang
professional. Suatu pekerjaan dikatakan sebagai pekerjaan professional jika
memiliki persyaratan sebagai berikut: (1) memberikan layanan kepada
masyarakat, (2) menuntut adanya pendidikan khusus pada jenjang pendidikan
115
tinggi. Selain persyaratan tersebut (3) adanya kepekaan terhadap dampak
kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya, (4) menuntut adanya
keterampilan berlandaskan pada konsep dan teori ilmu pengetahuan yang
mendalam, (5) menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai
dengan keprofesiannya, dan (6) memungkinkan pengembangan sejalan dengan
dinamika kehidupan (Suharjo, 2006).
Pandangan tersebut didukung pendapat dalam buku Sistem Pendidikan
Tenaga Kependidikan PGSD (2004) dikemukakan bahwa profesi merupakan
suatu pekerjaan yang memerlukan prasyarat pendidikan khusus dalam jangka
waktu relatif lama dan adanya pewadahan dalam organisasi. Ditjen Dikti
(2004) mengemukakan yang membedakan antara professional atau bukan yaitu
(1) landasan keilmuan yang spesifik, (2) kewenangan yang diakui oleh
pemakai, (3) sanksi dan pengakuan masyarakat atas kewenangan itu, (4) kode
etik yang mengatur hubungan di kalangan para professional dengan klien dan
sejawatnya, (5) budaya profesi yang terdiri atas nilai-nilai, norma-norma dan
lambing-lambang, serta (6) wadah atau persatuan profesi yang kuat dan
berpengaruh (dalam Suharjo, 2006).
Pendidik yang professional adalah mampu mengingatkan dirinya adalah
seorang pendidik, jadi mereka dapat menjadi pendidik yang baik dan
bertanggungjawab. Merosotnya pengaruh pendidik dalam kehidupan peserta
didik atau kepercayaan peserta didik terhadap guru dapat dipakai sebagai
bahan renungan. Pasalnya, indikator terhadap kurangnya kepercayaan peserta
didik terhadap guru mulai Nampak. Sebagai contoh, adanya peserta didik yang
tidak kenal nama gurunya padahal peserta didik tersebut masih belajar di
sekolah tersebut, sama halnya juga banyak mahasiswa yang tidak kenal rektor,
pembantu rektor, dekan, ketua prodi atau ketua jurusan; adanya peserta didik
yang tidak menghiraukan nasehat pendidik dan lebih mendengarkan saran
teman-temannya. Jika hal ini terjadi, bukan semata-mata kesalahan peserta
didik atau mahasiswa. Berbagai pihak perlu mawas diri dan evaluasi diri.
Pendidik misalnya, perlu melakukan self introspection apakah mereka sudah
116
kompeten dan professional dalam menjalankan tugas sebagai pendidik; apakah
pendidik telah memperlakukan peserta didiknya secara adil dan demokratis;
apakah pendidik memperhatikan dan mau mendengarkan kesulitan dan
keluhan peserta didik.
Komponen kinerja profesional pendidik yaitu (1) gaya mengajar, menurut
Donald Medley gaya mengajar guru ini merujuk kepada kemampuan guru
untuk menciptakan iklim kelas (classroom climate). Sementara ahli lain
menggambarkan gaya mengajar itu sebagai (a) aspek ekspresif mengajar, yang
menyangkut karakteristik hubungan emosional antara pendidik-peserta didik,
seperti hangat atau dingin; dan (b) aspek instrumental mengajar, yang
menyangkut bagaimana guru memberikan tugas-tugas, mengelola belajar, dan
merancang aturan-aturan kelas (Syamsu Yusuf L.N. dan Nina M. Sugandhi,
2011).
C. Peran Pendidik
Guru selaku pelaku utama dalam implementasi atau penerapan program
pendidikan di sekolah memiliki peranan yang sangat strategis dalam mencapai
tujuan pendidikan yang diharapkan. Dalam hal ini, guru dipandang sebagai
factor determinan terhadap pencapaian mutu prestasi belajar peserta didik.
Dalam konteks pembentukan karakter bangsa, guru maupun dosen
merupakan key person in the classroom yang memiliki peran yang amat
srtategis mengingat pembentukan karakter bangsa mengenyam pendidikan di
sekolah maupun pendidikan tinggi. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan
apabila diberbagai Negara maju telah menekankan perlunya pendidikan
karakter (Character Education) yang merupakan bagian dari sistem
pendidikan mereka. Paterson (2005) menyatakan bahwa “many schools have
looked for ways ro provide guidance for the positive behaviours and value that
should be a part oh the education for all people”. Hal yang serupa juga
dikemukakan oleh Brendtro et al (1990) yang menyatakan bahwa banyak
sekolah mulai menyadari perlunya penanaman nilai-nilai (values), kepercayaan
117
(beliefs), dan bahkan menanamkan nasionalisme dan kepahlawan dengan
menceritakan kepada siswa tentang pahlawan-pahlawan bangsa yang menjadi
bagian dari masyarakat. Henley et al (1999) bahkan menyatakan bahwa di
Amerika “As a result, many schools have embraced “character education” as
a way to teach community and national values”. Jika “character education”
diajarkan di sekolah maupun pendidikan tinggi sebagai upaya “nation
character building”, peran guru dan dosen menjadi sentral dan vital,
mengingat guru dan dosen yang menjadi kunci penentu pendidikan karakter
tersebut. Dengan perannya sebagai agent of change guru maupun dosen
diharapkan mampu melakukan pembentukan karakter peserta didik atau
mahasiswa yang merupakan generasi muda bangsa. Oleh karena itu, guru dan
dosen harus benar-benar kompeten dan professional dalam menjalankan peran
dan tugasnya, jika tidak akan berpengaruh terhadap kualitas dan efektivitas
pembentukan karakter bangsa (Baedhowi, 2010).
Peran guru adalah mengidentifikasi tentang berbagai perspektif belajar
peserta didik, dan mengintegrasikannya di dalam pembelajaran yang
diselenggarakan. Untuk melakukan peran tersebut, seorang guru harus
memiliki pengetahuan tentang diri anak, ekspektasi dan pengalaman anak
sebelumnya dan mengembangkannya secara optimal selama pembelajaran.
Baik bagi pencitaan kondisi dan kesiapan diri mereka untuk belajar, maupun
agar bahan dan tugas-tugas belajar yang diberikan memiliki makna, dipandang
penting, serta relevan dengan apa yang telah mereka ketahui atau alami
sebelumnya. Kompetensi guru ini dalam terminasi Hoyle dinamakan the
restricted professional yang atribut-atribut kualitatif yang minimal harus
dimiliki oleh seorang guru sebagai prasyarat kelayakan profesi. Sejalan dengan
itu, Hyde and Bizar mengemukakan tujuh prinsip pembelajaran Pendidikan
IPS/PKn yang seyogyanya ditunaikan guru dalam mengembangkan
pembelajaran, yaitu:
118
1. Menyadari bahwa skema kognitif, salah
konsep atau teori-teori yang naïf yang dimiliki peserta didik senantiasa
akan dibawanya ke dalam kelas.
2. Lebih memperhatikan pada adanya sudut
pandang yang berbeda-beda dari setiap peserta didik.
3. Membantu peserta didik mengeksplorasi,
menggenerate, memantapkan, mengelaborasi, dan merefleksi ide-ide
pokok yang terdapat di dalam konsep peserta didik.
4. Merancang pembelajaran yang bersifat
inkuiri sistematik yang dapat mengaitkan atau menjembatani kesenjangan
yang terjadi antara konsep peserta didik dengan konsep yang diharapkan
oleh kurikulum.
5. Memedomani peserta didik dengan
berbagai konsep-konsep arahan, atau mendorong peserta didik agar
berhasil mencapai pengertian baru atau dalam merestrukturisasi agar
berhasil mencapai pengertian baru atau dalam merestrukturisasi skema
konsepnya.
6. Melakukan tukar pikiran dan proses-proses
meta kognitif, sehingga peserta didik dapat melakukan refleksi terhadap
proses yang terjadi, titik kunci keputusan yang diambil, atau bagaimana
mereka mendapatkan kemantapan pengertian terhadap topik-topik tertentu.
7. Mengelaborasi skema mereka dengan
membantunya melihat kaitan antara apa yang telah mereka ketahui dengan
bidang-bidang kajian antara apa yang telah mereka ketahui dengan bidang-
bidang kajian dan permasalahan yang terdapat di dalam pendidikan. Guru
sebagai motivator, diagnostician, guide, innovator, experimenter, dan
researcher (Osborne and Freyberg; Posner et. al; Osborne, Bell and Gilbert;
Cosgrove and Osborne) (Al Muchtar, 2009).
Hal tersebut diperkuat dengan hasil penelitian Noor (2014) menyatakan
bahwa calon guru harus memiliki kompetensi yaitu percaya diri, berani tampil,
119
mempunyai suara keras, jelas, dan artikulasi baik, berwawasan luas, dan
mempunyai kemampuan teknologi informasi komunikai untuk mendukung
kemampuan mengajar. Dengan kemampuan tersebut maka pendidik dapat
mengembangkan diri menjadi pendidik yang professional sehingga
mendapatkan kesejahteraan yang diinginkannya.
120
BAB VIITAKSONOMI TUJUAN PENDIDIKAN NASIONAL
A. Taksonomi Tujuan Pendidikan Nasional di Sekolah
Tujuan pendidikan nasional menurut UU Nomor 20 Tahun 2003 yaitu
mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indoensia
seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang
Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan,
kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa
tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Tujuan Pendidikan Nasional dalam UUD 1945 (versi Amandemen)1. Pasal 31, ayat 3 menyebutkan, “Pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.”
2. Pasal 31, ayat 5 menyebutkan, “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.”
Dari kedua Tujuan Pendidikan Nasional tersebut terlihat bahwa
taksonomi jelas dibagi dalam 3 ranah yaitu Kognitif (Pengetahuan), Afektif
(Sikap, tingkah laku, budi pekerti), dan Psikomotor (keterampilan/kompetensi)
karena itu sekolah merupakan wadah atau tempat agar taksonomi tersebut
dapat dibelajarkan secara maksimal melalui pengembangan Kurikulum.
Sekolah konvensional merupakan sekolah yang menyelenggarakan
pendidikan dengan sistem guru kelas dan pembelajaran tatap muka antara
siswa dengan guru dalam hari dan jam-jam pelajaran efektif yang telah
ditetapkan.
Di dalam sekolah konvensional, guru kelas setiap hari menggunakan
strategi pembelajaran dalam bentuk: tatap muka, dan klasikal. Tatap muka
artinya dalam proses belajar mengajar itu terdapat interaksi pembelajaran
121
secara tatap muka (face to face) antara guru dengan siswa. Pembelajaran dalam
bentuk klasikal artinya pembelajaran diperuntukkan kepada sejumlah anak (8
sampai 40 orang) dalam satu kelas tertentu (Suharjo, 2006:26).
Pendidik kurang konsisten dalam mengikuti pedoman pelaksanaan
pendidikan yang sesuai dengan taksonomi tujuan pendidikan dan hanya
menerapkan model pembelajaran tradisional dengan menggunakan metode
ceramah. Sehingga pembelajaran yang masih berorientasi pada pendidik
(Teacher Center Learning) (Suharjo, 2006:33-34).
Dilandasi visi dan misi di salah satu SDN Palangka Raya untuk
membentuk karakter peserta didik, maka
1. Pembelajaran
a. melaksanakan KBM yang mendidik dan mengajar
b. menumbuh kembangkan karakter peserta didik secara optimal
c. menciptakan suasana kekeluargaan ibarat anak dengan orang tua
d. menata lingkungan belajar yang sehat dan bersih
e. mengembangkan hubungan timbal balik antara guru-siswa-pimpinan-
karyawan yang harmonis sehingga tercipta suasana kerja menyenangkan
tanpa paksaan
f. melakukan pembenahan yag dilandasi oleh perubahan pandangan melalui
KKG, KKKS, MKKS dan rapat di sekolah
2. Pengabdian pada Masyarakat
a. Membina hubungan yang baik dengan semua sekolah se gugus melalui
Porseni
b. Melibatkan siswa dalam kegiatan sosial untuk membantu sesama yang
kurang beruntung atau kena musibah atau sakit
c. Menyelenggarakan kegiatan hari besar keagamaan
3. Memotivasi guru
Melakukan penelitian sederhana berkaitan bahan ajar, terutama berkaitan
dengan tugas akademik untuk meningkatkan profesionalisme.
122
4. Kurikulum
Kurikulum yang digunakan dari kelas I s/d kelas VI adalah Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Untuk mata pelajaran muatan lokal yaitu
Bahasa Daerah Dayak Ngaju dan Bahasa Inggris menggunakan tenaga honorer
(yang berbakat). Sedangkan Pendidikan Karakter adalah pembelajaran
yang dilakukan dengan menyisipkan 18 butir indikator dari Pendidikan
Karakter ke dalam semua mata pelajaran dalam setiap KBM sehingga
kompetensi akhir yang diinginkan yaitu siswa memiliki tata susila dan sopan
santun dalam kehidupan.
5. Acuan Pendidikan
a. Setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran, oleh
sebab itu di sekolah ini siswanya berasal dari berbagai suku, ada suku
Jawa, Batak, Dayak, dan Banjar.
b. Pada dasarnya anak adalah makhluk yang aktif, kreatif, serta memiliki rasa
ingin tahu, dan secara dini harus sudah ditumbuh kembangkan ole guru.
c. Hubungan antara guru dan siswa bersifat setara, didasari oleh rasa saling
menghormati dan menghargai serta pengakuan atas martabat masing-
masing.
d. Sekolah adalah rumah kedua bagi anak, guru sebagai pengganti orang tua
selama di sekolah.
e. Setiap ada kasus antar anak harus segera diselesaikan secara musyawarah
dan kekeluargaan.
123
BAB VIIIPELAKSANAAN TAKSONOMI TUJUAN PENDIDIKAN NASIONAL
Strategi pembelajaran yang berdasarkan taksonomi tujuan pendidikan
dalam membentuk karakter peserta didik di sekolah dasar. Pembelajaran PKn
mengajarkan sesuai dengan taksonomi tujuan pendidikan yaitu (1)
pengembangan keterampilan pemecahan masalah yang terkait pada peran
warga negara dalam proses kebijakan publik (civic skills/psikomotor), (2)
pengembangan wawasan kewarganegaraan (civic knowledge/kognitif), (3)
pengembangan keterampilan partisipasi kewarganegaraan (civic
participation/afektif). Dan memberi sumbangan pemikiran terhadap fenomena
yang terjadi. Karena hal ini disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan peserta
didik kelas rendah dan kelas tinggi.
Teori tersebut di atas reduksi dari beberapa teori yang dikembangkan
antara lain oleh Branson (1998) mengemukakan pengembangan pembelajaran
pendidikan kewarganegaraaan terdiri atas tiga komponen penting, yaitu 1)
Civic knowledge (pengetahuan kewarganegaraan), berkaitan dengan
kandungan atau apa yang seharusnya diketahui oleh warganegara; 2) Civic
skill (keterampilan kewarganegaraan), adalah kecakapan intelektual dan
partisipatoris warganegara yang relevan; dan 3) Civic disposition (watak
kewarganegaraan) yang mengisyaratkan pada karakter publik maupun privat
yang penting bagi pemeliharaan dan pengembangan demokrasi konstitusional
(Arif dan Vedhuis (1998) mengemukakan bahwa dalam proses pendidikan
kewarganegaraan kita harus membedakan antara aspek-aspek pengetahuan
(knowledge), sikap dan pendapat (attitudes and opinions), keterampilan
intelektual (intellectual skills), dan keterampilan partisipasi (participatory
skils) (Winataputra, 2008:7.21).
Winataputra, Udin S. (2008:1.1-1.2) mengemukakan tugas PKn dalam
paradigma barunya mengemban tiga fungsi pokok, yakni mengembangkan
kecerdasan warga negara (civic intelligence), membina tanggung jawab warga
124
negara (civic responsibility) dan mendorong partisipasi warga negara (civic
participation).
Al Muchtar, dkk. (2009:i) mengemukakan strategi pembelajaran PKn
yang perlu dikembangkan guru sebagai guru PKn yang professional yaitu 1)
pengembangan keterampilan (civic skills), 2) pengembangan wawasan
kewarganegaraan (civic knowledge), 3) pengembangan partisipasi
kewargangeraan (civic participation), dan 4) pengembangan tanggung jawab
kewarganegaraan (civic responbility).
A. Pengetahuan (civic knowledge/kognitif)
Pembelajaran yang dapat dilakukan untuk menutupi kekurangan tersebut
dan memaksimalkan daya tangkap otak peserta didik adalah setiap jadual mata
pelajaran PKn, 1) guru dalam pembelajaran harus menggunakan pakaian
adat/daerah atau batik yang mempunyai ciri khas sesuai dengan daerah
masing-masing. Dengan begitu konsentrasi pembelajaran peserta didik
menjadi terfokus sehingga mengurangi keributan menjadi bermakna dan
akhirnya menjadi pengetahuan yang selalu diingat oleh peserta didik, dan 2)
menggunakan alat musik seperti gitar untuk bernyanyi bersama menggunakan
lagu-lagu nasional (yang terlupakan) atau lagu-lagu daerah yang hampir tidak
pernah terdengar di stasiun radio maupun televisi swasta sehingga pola
pembelajaran belajar sambil bermain yang sesuai dengan kelas rendah dapat
terlaksana. Peserta didik tidak bosan, jenuh, dan merasa kelelehan.
Banyak generasi muda yang sudah melupakan bahkan tidak mau tahu,
sampai akhirnya negara lain yang ingin mematenkannya baru semua tergerak
ingin melindungi. Pengetahuan budaya daerah masing-masing sudah sangat
berkurang saat ini indikatornya adalah bahwa civic knowledge guru PKn hanya
berdasarkan SK dan KD yang ada pada materi bukan pada pengetahuan yang
juga berasal dari lingkungan.
125
B. Sikap (civic skills/psikomotor)
Pendidik kurang pengalaman dalam organisasi, pergaulan dalam
masyarakat, dan perkembangan pengetahuan dari luar misalnya
mengembangkan banyak membaca dan suka browsing internet. Hal tersebut
menghambat dalam memperkenalkan istilah-istilah dan semboyan dari
kebudayaan daerah setempat dalam setiap KD yang akan diajarkan dalam
perbuatan yang nyata dalam kehidupan sehari-hari. Seperti yang dibahas
sebelumnya Pendidikan Budaya Kalimantan Tengah ”Huma betang” yang
bermakna kebersamaan. Rumah besar yang dihuni oleh beberapa keluarga
yang dapat hidup rukun walaupun berbeda sifat tetapi dapat hidup bersama dan
saling membantu, ”Isen Mulang” bermakna semangat pantang mundur apabila
berjuang dan menghadapi musuh, dan ”Oh Indang Oh Apang Oh Pahari
tuntang jalahan samandiai sahindai tau mampendeng petak danum, uluh dayak
ngaju” artinya Oh Ibu Oh Bapak Oh Saudara-Saudara dan Teman-Teman
semua...Jangan Cuma berdiri-diri menjual muka sebelum bisa membangun
Tanah Air, orang Dayak Ngaju.”
Juga di Kalimantan Tengah khususnya adalah mempunyai ciri khusus
yaitu bertutur kata yang sopan dan ramah. Setiap peserta didik menjadi
mengetahui cara melakukan bertutur kata yang sopan dan ramah dan
melakukan aktivitas dengan menggunakan tangan kanan.
C. Nilai (civic participation/afektif)
Nilai (civic participation/afektif) yang diajarkan guru PKn dalam
membentuk karakter peserta didik di sekolah, berdasarkan hasil penelitian
strategi pembelajaran PKn yang diterapkan oleh guru PKn lebih banyak
menggunakan metode ceramah, mendikte, dan mencatat di papan tulis serta
memberikan contoh untuk menjelaskan nilai dalam membentuk karakter
peserta didik di sekolah dasar berdasarkan visi dan misi.
Pengembangan pembelajaran nilai yang dibelajarkan dapat belajar dari
pengetahuan yang berupa kebudayaan daerah setempat. Di Kalimantan Tengah
126
misalnya ada beberapa seni musik misalnya Mansana Kayau adalah kisah
kepahlawan yang dilagukan kembali. Biasanya dinyanyikan bersahut-sahutan
dua sampai empat orang baik perempuan maupun laki-laki. Atau Karungut
yang juga biasa disebut pantun yang dilagukan adalah sastra lisan nusantara
sebagai ekspresi kegembiraan dan rasa bahagia. Karungut biasanya dipakai
untuk hajatan misalnya upacara perkawinan, khitanan, upacara pemakaman,
penyambutan tamu, hari ulang tahun, ulang tahun kantor, bahkan sekarang
digunakan kampanye pilkada. Atau manasai yaitu tarian menyambut tamu
yang datang. Dilakukan bersama-sama tua muda sambil bergembira.
Seharusnya pendidik mempunyai pengetahuan tentang kesenian minimal
pengetahuan dasar sehingga arti filosofi yang ada pada nyanyi atau tarian
tersebut dapat menjadi contoh. Di Kalimantan Tengah misalnya Kalalai-Lalai
adalah nyanyian yang disertai tari-tarian Suku Dayak di daerah Kotawaringin.
Pembelajaran tersebut mampu mengurangi kejenuhan dan kebosanan para
peserta didik sehingga pembelajaran menjadi bermakna.
D. Keseimbangan Pembelajaran PKn
Pembelajaran PKn dalam membentuk karakter peserta didik
berdasarkan taksonomi tujuan pendidikan dan 18 indikator karakter peserta
didik. Hal yang paling penting untuk mencapai sasaran perkembangan karakter
peserta didik dalam pembelajaran adalah guru harus menjadi fasilitator yang
menyediakan waktu untuk mendiskusikan pengetahuan yang didapatnya baik
dari sekolah maupun dari lingkungan dengan peserta didik.
Untuk mendukung pembelajaran yang seperti tersebut diatas sekolah
dasar harus memiliki fasilitas dan sarana prasarana media pembelajaran yang
lengkap dalam hal ini peralatan OHP, LCD, dan multimedia tidak ada tetapi
kamera digital, handycam, lapangan olahraga/halaman, tanah untuk berkebun,
perpustakaan, kantin, dan ruang guru sudah ada. Sekolah dasar harus
meningkatkan berbagai sarana prasarana juga SDM. Dan juga yang paling
127
penting diperlukan disini adalah laboratorium PKn semacam tempat pengenal
berbagai kegiatan misal demokrasi dan pemerintahan.
Contoh: dalam Naskah Akademik Kajian Kebijakan Kurikulum
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) untuk SK dan KD kelas III terlihat bahwa
1) KD 2.3 Melaksanakan aturan-aturan yang berlaku di lingkungan
masyarakat, KD ini sama dengan KD 4.2 di kelas I semester 2, 2) susunan KD
3.1; 3.2 dan 3.3 tidak runtut, dan 3) KD 3.3 Menampilkan perilaku yang
mencerminkan harga diri, KD ini sulit terukur pada proses belajar. Hal ini
menambahkan masukkan bahwa tidak hanya dibutuhkan kemampuan guru
membelajarkan tetapi juga kurikulum yang sesuai dengan semangat KTSP
yaitu otonomi pendidikan.
128
BAB IXKURIKULUM PENDIDIKAN BERWAWASAN KEBANGSAAN
A. Kurikulum
Belajar dari pengalaman (lesson learnerd), kurikulum-kurikulum yang
ditetapkan oleh pemerintah pusat belum sepenuhnya dapat diterapkan dan
sesuai dengan kondisi sekolah. Oleh karena itu Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) merupakan pendidikan yang dapat menyelaraskan
pandangan sumberdaya manusia untuk proses pembentukan karakter yang
disesuaikan dengan kondisi, karakteristik, dan potensi daerah, sekolah, dan
kompetensi sumberdaya manusia. Dengan demikian KTSP lebih
mengedepankan pembentukan karakter pendidikan yang sesuai dengan
kondisi, karakteriktik daerah (kearifan budaya lokal), sekolah dan peserta
didik.
Upaya meningkatkan kualitas, profesionalitas dan karakter pendidikan
serta penerapan kurikulum yang baik dan bermutu merupakan sebagian upaya
pemerintah untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas demi
meningkatkan mutu dan karakter bangsa. Kurikulum sebagai rencana
pembelajaran kurikulum. Kurikulum adalah suatu program pendidikan yang
disediakan untuk membelajarkan peserta didik. Dengan program tersebut
peserta didik melakukan berbagai kegiatan belajar, sehingga terjadi perubahan
dan perkembangan tingkah laku. Pendapat Douglass sehubungan dengan
konsep tersebut, sebagai berikut:
The curriculum is as broad and varied as the child’s school environment. Broadly conceived, the curriculum embraces not only subject matter but also various aspects of the physical and social environment. The school brings the child with his impelling flow of experiences into an environment consisting of school facilities, subject matter, other children, and teachers. From interaction or the child with these (Hamalik, 2007).
Hal tersebut berarti, semua hal dan semua orang yang terlibat dalam
memberikan bantuan pembelajaran kepada peserta didik termasuk dalam
kurikulum.
129
Kurikulum merupakan alat transmisi kebudayaan, transaksi dengan
masyarakat atau transformasi pribadi anak didik. Konsep ini menekankan
adanya kepedulian kurikulum terhadap lingkungan dimana peserta didik
berada. Model konsep kurikulum ini memfokuskan pada perubahan sosial dan
personal pada diri peserta didik yang bersifat pluralistik dan holistik (Miller
dan Seller, 1999). Jadi integrasi pendidikan berwawasan kebangsaan dalam
pembelajaran PKn sesuai konsep tersebut dimana peserta didik akan belajar
pada lingkungan yang nyata untuk meningkatkan kemampuan hasil belajar
PKn (Anshoriy dan Pembayun, 2008).
B. Karakter Bangsa
Kesejahteraan bangsa bukan lagi bersumber pada sumberdaya alam dan
modal yang bersifat fisik, melainkan bersumber pada modal moralitas. Oleh
karena itu, tuntutan untuk terus-menerus memajukan moralitas menjadi suatu
keharusan. Mutu lulusan tidak cukup diukur dengan standar lokal saja sebab
perubahan global telah sangat besar mempengaruhi ekonomi bangsa.
Dinamika pendidikan dewasa ini ditandai revolusi dan transformasi pemikiran
tentang hakikat pembelajaran PKn. Titik sentral setiap proses pembelajaran
terletak pada ”suksesnya peserta didik/mahasiswa mengorganisasi
pengalamannya, bukan pada kebenaran peserta didik/mahasiswa dalam
melakukan replikasi atas apa yang dilakukan pendidik” (Anshoriy dan
Pembayun, 2008).
Ekowarni (2007) mengemukakan bahwa sebagai identitas atau jati diri
suatu bangsa, karakter merupakan nilai dasar perilaku yang menjadi acuan tata
nilai interaksi antar manusia (when character is lost then everything is lost).
Secara universal berbagai karakter dirumuskan sebagai nilai hidup bersama
berdasarkan atas pilar: kedamaian (peace), menghargai (respect), kerjasama
(cooperation), kebebasan (freedom), kebahagiaan (happinnes), kejujuran
(honesty), kerendahan hati (humility), kasih sayang (love), tanggungjawab
130
(responsibility), kesederhanaan (simplicty), toleransi (tolerance), dan persatuan
(unity) (Baedhowi, 2010).
Bangsa Indonesia memiliki banyak tokoh panutan yang memiliki karakter
seperti Sukarno, Mohammad Hatta, Ki Hadjar Dewantara, Sri Sultan
Hamengku Buwono IX dan tokoh lainnya mampu yang memberikan
keteladanan bagi bangsa dengan karakter mereka yang kuat. Rajasa (2008)
mengemukakan bahwa bangsa Indonesia perlu meneladani karakter para
pahlawan dengan memperluas cakupannya bukan hanya kerelaan untuk
berbuat sesuatu yang ditujukan untuk mencapai cita-cita besar bangsanya
diiringi dengan kesediaan untuk mempertaruhkan jiwa dan raga namun juga
mampu merancang skenariomasa depan bangsanya, menuju bangsa yang
mandiri dan bermartabat melalui semangat juang tinggi, disiplin dan kerja
keras di semua bidang kehidupan. Lebih lanjut ia menambahkan bahwa bangsa
yang berhasil di era milenium ini adalah bangsa dengan kapasitas daya saing
tinggi, yang rakyatnya memiliki kapasitas berpikir yang cerdas, kemampuan
imajinasi dan kreasi yang tak terbatas dan mental yang robust atau tahan
banting. Bangsa dengan kualitas yang seperti itulah yang akan sanggup
berevolusi di era milenium ini dan di masa depan. Soepandji (2007)
menambahkan bahwa generasi muda perlu membangun karakter ”Bhinneka
Tunggal Ika” yang dilandasi nilai-nilai budaya damai, toleransi, anti
kekerasan, menekankan kejujuran, kepedulian, keadilan, kepatuhan hukum
serta menjunjung tinggi supremasi hukum (Baedhowi, 2010).
Namun pada kenyataannya, karakter dan identitas bangsa yang selama ini
berkembang di Indonesia adalah karakter yang kurang memiliki daya juang
yang tinggi terhadap proses (upaya) mencapai sesuatu dan cenderung memilih
jalan pintas untuk memperoleh hasil tertentu. Sebagai contoh, untuk
mendapatkan nilai baik, masih banyak peserta didik yang memilih jalan pintas
dengan mempelajari soal-soal yang digunakan sebelumnya, dengan membuat
catatan untuk menyontek, atau bahkan ada yang melakukannya dengan cara-
cara tertentu (semacam suap) agar dapat nilai baik atau lulus ujian.
131
Implikasi lebih luas adalah, maraknya bangsa yang selalu mengambil jalan
pintas untuk memperoleh keberhasilna (uang banyak, kedudukan/jabatan)
dengan cara-cara pintas melalui kolusi, korupsi dan nepotisme yang sering
dikenal dengan istilah KKN. Berdasarkan pengalaman inilah maka bangsa
Indonesia memiliki pekerjaan dan sekaligus tantangan berat untuk
mewujudkan guru yang berkualitas, profesional, dan karakter yang patut
dijadikan panutan serta kurikulum yang mampu membentuk karakter dan
identitas bangsa yang handal, profesional, memiliki daya saing serta daya
juang yang tinggi (Baedhowi, 2010).
Karakter dan keretakan sosial merupakan faktor utama menjalankan hidup
berdemokrasi. Suatu pemikiran penting yang perlu diantisipasi adalah apakah
batas-batas antara kelompok-kelompok etnis itu kuat atau lemah; apakah satu
golongan dapat menembus dinding batas itu sehingga tidak ada kelompok
eksklusif sehingga satu kelompok dengan kelompok lain dapat berkomunikasi
dan bekerja sama. Keberhasilan dalam membangun masyarakat demokratis,
misalnya di Amerika Serikat karena batasan antarkelompok sangat lemah. Hal
ini beda dengan kondisi di Sri Lanka, misalnya rasa permusuhan antara
kelompok minoritas Tamil dan mayoritas Sinhala mengakibatkan munculnya
kelompok pemberontak Tamil. Di Nigeria, terjadi praktik diskriminasi
terhadap minoritas Ibo yang mengakibatkan perang Biafrican tahun 1960 dan
kehilangan ribuan jiwa penduduk. Di Fiji, muncul kebencian penduduk asli
Fiji terhadap kemenangan imigran India dan pada tahun-tahun terakhir ini
terjadi perang berdarah antar etnis dan agama di negera-negara pecahan
Yugoslavia antara Serbia, Bosnia, dan Kroasia. Jiwa manusia sudah tidak
berharga lagi dalam situasi perang antar etnis. Oleh karena itu, faktor sosial
dan politik, khususnya upaya pembangunan bangsa, nations and character
building sangat penting dalam mewujudkan suatu masyarakat dan negara
demokratis.
132
C. Sifat Hakikat Manusia dalam
Pendidikan
Sifat hakikat manusia menjadi bidang kajian filsafat, khususnya filsafat
antropologi. Hal ini menjadi keharusan oleh karena pendidikan bukanlah
sekadar soal praktek melainkan praktek yang berlandasan dan bertujuan.
Sedangkan landasan dan tujuan pendidikan itu sendiri sifatnya filosofis
normative. Bersifat filosofis karena untuk mendapatkan landasan yang kukuh
diperlukan adanya kajian yang bersifat mendasar, sistematis, dan universal
tentang ciri hakiki manusia. Bersifat normative karena pendidikan mempunyai
tugas untuk menumbuhkembangkan sifat hakikat manusia tersebut sebagai
sesuatu yang bernilai luhur, dan hal itu menjadi keharusan peserta didik
mempunyai minat untuk melakukannya (Tirtarahardja dan La Sula, 2000).
Setiap peserta didik bebas menentukan minat dalam belajarnya sehingga
mampu menciptakan makna-makna melalui interaksi atau pengaitan diri antara
pengetahuan yang telah ada dalam struktur kognitifnya dengan pengetahuan
baru (Anshoriy dan Pembayun, 2008).
Untuk mendukung minat dalam belajar peserta didik perlu dipahami wujud
hakikat manusia yang tidak dimiliki oleh hewan) yang dikemukakan oleh
paham eksistensialisme, dengan maksud menjadi masukan dalam membenahi
konsep pendidikan yaitu:
a. Kemampuan menyadari diri;
b. Kemampuan bereksistensi;
c. Pemilikan kata hati;
d. Moral;
e. Kemampuan bertanggungjawab;
f. Rasa kebebasan;
g. Kesediaan melaksanakan kewajiban dan menyadari hak;
h. Kemampuan menghayati kebahagiaan (Tirtarahardja dan La Sula, 2000).
133
Lebih jelasnya lagi lihat penjelas berikut ini.
a. Kemampuan menyadari diri
Kaum rasionalis menunjuk kunci perbedaan manusia dengan hewan
pada adanya kemampuan menyadari diri yang dimiliki oleh manusia.
Berkat adanya kemampuan menyadari diri yang dimiliki oleh manusia,
maka manusia menyadari bahwa dirinya (akunya) memiliki cirri khas atau
karakteristik diri. Orang lain merupakan pribadi-pribadi di sekitar, adapun
pohon, abut, cuaca dan sebagainya merupakan lingkungan nonpribadi.
Drijarkara menyebutkan kemampuan tersebut dengan istilah “meng-
Aku”, yaitu kemampuan mengeksplorasi potensi-potensi yang ada pada
aku, dan memahami potensi-potensi tersebut sebagai kekuatan yang dapat
dikembangkan sehingga aku dapat berkembang kea rah kesempurnaan diri.
Kenyataan seperti ini mempunyai implikasi pedagogis, yaitu keharusan
pendidikan untuk menumbuhkembangkan kemampuan meng-Aku pada
peserta didik. Dengan kata lain pendidikan diri sendiri yang oleh
Langeveld disebut self forming perlu mendapat perhatian.
b. Kemampuan bereksistensi
Dengan keluar dari dirinya, dan dengan membuat jarak antara aku
dengan objek, lalu melihat objek itu sebagai sesuatu, berarti manusia itu
dapat menembus atau menerobos dan mengatasi batas-batas yang
membelenggu dirinya. Kemampuan menerobos ini bukan saja dalam
kaitannya dengan soal ruang, melainkan juga dengan waktu. Kemampuan
menempatkan diri dan menerobos inilah yang disebut kemampuan
bereksistensi.
Kemampuan bereksistensi perlu dibina melalui pendidikan. Peserta
didik diajar agar belajar dari pengalamannya, belajar mengantisipasi
sesuatu keadaan dan peristiwa, belajar melihat prospek masa depan dari
sesuatu, serta mengembangkan daya imajinasi kreatif sejak dari masa
kanak-kanak.
c. Kata Hati (conscience of man)
134
Kata hati atau conscience of man juga sering disebut dengan istilah hati
nurani, lubuk hati, suara hati, pelita hati. Conscience ialah “pengertian
yang ikut serta” atau “pengertian yang megikut perbuatan”. Manusia
memiliki pengertian yang menyertai tentang apa yang akan, yang sedang,
dan yang telah dibuatnya, bahkan mengerti juga akibatnya (baik atau
buruk) bagi manusia sebagai manusia.
Orang yang memiliki kecerdasan akal budi sehingga mampu
menganalisis dan mampu membedakan yang baik/benar dengan yang
buruk/salah bagi manusia sebagai manusia disebut tajam kata hatinya.
Dalam kaitannya dengan moral (perbuatan), kata hati merupakan petunjuk
bagi moral/perbuatan. Melatih akal kecerdasan dan kepekaan emosi akan
mewujudkan kata hati yang tajam.
d. Moral
Jika kata hati diartikan sebagai bentuk pengertian yang menyertai
perbuatan, maka yang dimaksud dengan moral (yang sering juga disebut
etika) adalah perbuatan itu sendiri.
Di sini tampak bahwa masih ada jarak antara kata hati dengan moral.
Artinya seseorang yang telah memiliki kata hati yang tajam belum
otomatis perbuatannya merupakan realisasi dari kata hatinya untuk itu
diperlukan kemauan. Itulah sebabnya maka pendidikan moral juga sering
disebut pendidikan kemauan, yang oleh M.J. Langeveld dinamakan de
opvoedeling omzichzelfs wil.
e. Tanggungjawab
Kesediaan untuk meanggung segenap akibat dari perbuatan yang
menuntut jawab, merupakan pertanda dari sifat orang yang
bertanggungjawab. Wujud bertanggungjawab bermacam-macam. Ada
tanggungjawab kepada Tuhan. Tanggungjawab kepada diri sendiri berarti
menanggung tuntutan kata hati, misalnya dalam bentuk penyesalan yang
mendalam. Bertanggungjawab kepada masyarakat berarti menanggung
tuntutan norma-norma social.
135
Di sini tampak betapa eratnya hubungan antara kata hati, moral dan
tanggungjawab.kata hati memberi pedoman, moral melakukan, dan
tanggungjawab merupakan kesediaan menerima konsekuensi dari
perbuatan.
f. Rasa kebebasan
Merdeka adalah rasa kebebasan (tidak merasa terikat oleh sesuatu),
tetapi sesuai dengan tuntutan kodrat manusia. Dalam pernyataan ini ada
dua hal yang kelihatannya saling bertentangan yaitu “rasa bebas” dan
“sesuai dengan tuntutan kodrat manusia” yang berarti ada ikatan.
Kemerdekaan dalam arti yang sebenarnya memang berlangsung dalam
keterikatan. Artinya bebas berbuat sepanjang tidak bertentangan dengan
tuntutan kodrat manusia. Implikasi pedagogisnya adalah sama dengan
pendidikan moral yaitu mengusahakan agar peserta didik dibiasakan
menginternalisasikan nilai-nilai, aturan-aturan ke dalam dirinya, sehingga
dirasakan sebagai miliknya. Dengan demikian aturan-aturan itu tidak lagi
dirasakan sebagai sesuatu yang merintangi gerak hidupnya. Inilah
kekurang kita bangsa Indonesia karena aturan-aturan tidak ditegakkan
kepada seluruh lapisan masyarakat (masih memandang bulu) maka
akhirnya aturan-aturan dianggap sesuatu hal yang menghalangi.
g. Kewajiban dan hak
Kewajiban dan hak adalah dua macam gejala yang timbul sebagai
manifestasi dari manusia sebagai makhluk sosial. Pemenuhan hak dan
pelaksanaan kewajiban bertalian erat dengan soal keadilan. Maka hak asasi
manusia harus diartikan sebagai cita-cita, aspirasi-aspirasi atau harapan-
harapan yang berfungsi untuk member arah pada segenap usaha
menciptakan keadilan.
Dengan berlandaskan kewajiban dan hak maka pendidikan disiplin dan
tanggungjawab harus dilaksanakan sejak masih balita. Benih-benih
kedisiplinan dan rasa tanggungjawab seharusnya sudah mulai
ditumbuhkembangkan sejak dini, bahkan sejak anak masih dalam
136
keranjang ayunan, melalui latihan kebiasaan (habit forming) khususnya
mengenai hal-hal yang nantinya bersifat rutin dan dibutuhkan di dalam
kehidupan. Disiplin diri menurut Selo Soemardjan meliputi empat aspek,
yaitu:
(1) Disiplin rasional, yang bila terjadi pelanggaran menimbulkan rasa
salah.
(2) Disiplin social, jika dilanggar menimbulkan rasa malu.
(3) Disiplin afektif, jika dilanggar menimbulkan rasa gelisah.
(4) Disiplin agama, jika terjadi pelanggaran menimbulkan rasa
berdosa.
h. Kemampuan menghayati kebahagiaan
Kebahagiaan adalah suatu istilah yang lahir dari kehidupan manusia.
Penghayatan hidup yang disebut “kebahagiaan” ini meskipun tidak mudah
untuk dijabarkan tetapi tidak sulit untuk dirasakan. Manusia perlu melestarikan
dan mengembangkan hubungan yaitu (1) hubungan konsentris (memahami
kelebihan dan kekurangan diri); (2) hubungan horisentral 1 (perimbangan
antara hak dan kewajiban); (3) hubungan horisentral 2 (perimbangan
mengeksploitasi dengan melestarikan; dan (4) hubungan vertical (pemahaman
dan pengamalan nilai agama).
Kepribadian yang terbentuk dari hubungan-hubungan itu harus serasi dan
seimbang. Antara segenap aspek kepribadian yaitu kemampuan rohani dan
jasmani, antara cipta, rasa, dan karsa, antara cita-cita dengan kemampuan
mencapainya, antara kemampuan berikhtiar dengan kesediaan menerima
hasilnya. Pendidikan dapat dimanipulasi untuk membina terbentuknya
kepribadian yang selaras.
D. Integrasi Pendidikan Berwawasan Kebangsaan dalam Pembelajaran PKn
Pendidikan Berwawasan Kebangsaan perlu diorganisasi dengan lebih
manusiawi. Kebermaknaan belajar sebagai hasil dari peristiwa mengajar
137
ditandai oleh terjadinya hubungan substantive antara aspek nilai, tafsir atau
suasana baru dengan komponen-komponen yang relevan dalam struktur
tujuan Pendidikan Kewarganegaraan. Hubungan-hubungan yang
dikembangkan bersifat derivative, elaborative, korelatif, eupportif, maupun
yang bersifat kualifikatif atau representasional. Dalam Integrasi Pendidikan
Berwawasan Kebangsaan dalam Pembelajaran PKn memiliki peran sangat
penting dalam proses pengubahan konseptual nilai sumberdaya manusia
(Anshoriy dan Pembayun, 2008). Sebagaimana telah diuraikan diatas
bahwa dalam membangun minat belajar peserta didik di perlukan saranan
dan prasaranajuga peran serta dari lingkungan belajar peserta didik yang di
bangun untuk meningkat daya imajinasi dalam perkembangan anak dalam
proses belajar mengajar, sehingga daya tangkap, minat anak terhadap ilmu
pengetahuan bisa diterima dan berkembang dengan baik, terlebih dalam
Integrasi Pendidikan Berwawasan Kebangsaaan dalam pembelajaran PKn.
Hal ini dikarenakan apa yang dipelajari memiliki hubungan
keterkaitan dengan alam atau lingkungan. Aktivitas belajar peserta didik
tidak selamanya berlangsung wajar, kadang-kadang lancar dan kadang-
kadang tidak, kadang-kadang cepat menangkap apa yang dipelajari,
kadang-kadang terasa sulit untuk dipahami. Dalam hal semangat pun
kadang-kadang tinggi dan kadang-kadang sulit untuk bisa berkonsentrasi
dalam belajar.Demikian kenyataan yang sering kita jumpai pada setiap
peserta didik dalam kehidupannya sehari-hari di dalam aktivitas belajar
mengajar.
Maka oleh sebab itu, peran dan tugas pihak sekolah, guru, orang tua,
dan masyarakat, dituntut untuk lebih memperhatikan kondisi lingkungan
tempat anak tinggal dan belajar serta dalam berinteraksi dan
mengembangkan kemampuan diri, dimana hal ini pengaruh yang sangat
besar dalam menentukan perilaku sikap dan kemampuan anak diperoleh
dari lingkungannya. Dalam hal ini, minat dari setiap peserta didik memang
tidak ada yang sama, perbedaan inilah yang menyebabkan perbedaan
138
tingkah laku belajar dikalangan peserta didik, sehingga menyebabkan
perbedaan dalam hasil belajar. Hasil belajar PKn perlu didukung
Pendidikan Berwawasan Kebangsaan dengan begitu hasil dari suatu proses
yang di dalamnya terdapat sejumlah faktor yang saling mempengaruhi,
tinggi rendahnya hasil belajar peserta didik tergantung pada faktor-faktor
tersebut.
Oleh karena itu, suasana lingkungan belajar di sekolah maupun di
rumah serta sarana dan prasarana juga harus mendukung untuk terjadinya
kegiatan belajar yang nyaman dan menyenangkan sangatlah dibutuhkan
oleh setiap peserta didik guna dapat memperoleh hasil belajar yang optimal
terlebih dalam mengerjakan tugas yang di berikan guru kepada semua
peserta didik untuk dikerjakan dengan baik dan bersemangat penuh
konsentrasi tanpa adanya gangguan dari luar. Tidak terlepas juga perhatian
orang tua yang baik terhadap anaknya khususnya untuk pendidikan
diperlukan untuk mencapai hasil belajar yang optimal. Suasana lingkungan
belajar seperti itu dapat diciptakan oleh bantuan pihak sekolah dan para
orangtua, seluruh aparat pemerintah, swasta, tokoh masyarakat, tokoh
agama, dan segenap lapisan masyarakat yang ada di mana peserta didik
tinggal.
Selanjutnya Syamsudin (1990) merinci lebih jauh mengenai indikator-
indikator jenis hasil belajar peserta didik, yaitu sebagai berikut.
Tabel 5. Indikator-Indikator Jenis Hasil Belajar Peserta DidikJenis Hasil Belajar Indikator-Indikator Cara Pengungkapan
A. Kognitif1. Pengamatan /Perseptual
2. Hafalan/Ingatan
3. Pengertian/Pemahaman
Dapat menunjukkan/ membandingkan/ menghubungkan
Dapat menyebutkan/ menunjukkan lagi
Dapat menjelaskan/ mendefinisikan dengan kata-kata sendiri
Tugas/tes/observasi
Pertanyaan/tugas/tes
Pertanyaan/soal/tes/tugas
139
4. Aplikasi/Penggunaan
5. Analisis
6. Sintesis
7. Evaluasi
B. Afektif1. Penerimaan
2. Sambutan
3. Penghargaan/apresiasi
4. Internalisasi/pendalaman
5. Karakteristik/Penghayatan
C. Psikomotor1. Keterampilan bergerak
2. Keterampilan ekspresi verbal dan non-verbal
Dapat meberikan contoh/ menggunakan dengan tepat/ memecahkan masalah
Dapat menguraikan/ mengklasifikasikan
Dapat menghubungkan/ menyimpulkan/ menggeneralisasikan
Dapat menginterpretasikan/ memberikan kritik/ memberikan pertimbangan/ penilaian
Bersikap menerima/ menyetujui/ atau sebaliknya
Bersedia terlibat/ partisipasi/ memanfaatkan atau sebaliknya
Memandang penting/ bernilai/ berfaedah/ indah/ harmonis/ kagum atau sebaliknya
Mengakui/ mempercayai/ meyakinkan atau sebaliknya
Melembagakan/ membiasakan/ menjelmakan dalam pribadi dan perilakunya sehari-hari
Koordinasi mata, tangan, dan kaki
Gerak, mimik, ucapan
Tugas/persoalan/tes/observasi
Tugas/persoalan/tes
Tugas/persoalan/tes
Tugas/persoalan/tes
Pernyataan/ tes/ skala sikap
Tugas/observasi/tes
Skala penilaian/ tugas/ observasi
Skala sikap/ tugas/ eks-presif/ proyektif
Skala sikap/ tugas/ eks-presif/ proyektif
Tugas/observasi/tindakan
Tugas/observasi/tes/tindakan
140
Indikator-indikator tersebut harus dapat dilaksanakan semaksimal
mungkin atau malah menambah lagi indikator-indikator lainnya. Maka itu
pendidikan memiliki beberapa fungsi sebagai batasannya, yaitu (1) pendidikan
sebagai proses transformasi budaya; (2) pendidikan sebagai proses
pembentukan pribadi; (3) pendidikan sebagai proses penyiapan warga negara;
(4) pendidikan sebagai penyiapan tenaga kerja (Tirtarahardja dan La Sula,
2000).
Kalau indikator-indikator tersebut dapat dirangkum dalam Taksonomi
Tujuan Pendidikan yang selama ini telah dikembangkan untuk dapat dicapai
semaksimal mungking dengan melalui kurikulum dan pembelajaran bermakna.
141
DAFTAR PUSTAKA
Al Muchtar, Suwarma, dkk. 2009. Strategi Pembelajaran PKn. Jakarta: Universitas Terbuka.
Al-Lamri dan Ichas. 2006. Pengembangan Pendidikan Nilai dalam Pembelajaran Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar. Jakarta : Depdiknas, Dirjen Pendidikan Tinggi, Direktorat Ketenagaan
Anshoriy, Nasruddin dan Pembayun. 2008. Pendidikan Berwawasan Kebangsaan, Kesadaran Ilmiah Berbasis Multikulturalisme. Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara
Anderson, L. W. dan Krathwohl, D. R. 2001. A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing (A Revision of Bloom’s Taxonomy f Educational Objectives). New York: Addison Wesley Longman
Anwar, Moch. Idochi. 1986, Kepemimpinan Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung : Penerbit Angkasa
Apriana. 2012. Hubungan Kedisiplinan dan Kondisi Lingkungan Tempat Tinggal dengan Prestasi Belajar PKn Peserta Didik Kelas IV SDN-1 LANGKAI PALANGKA RAYA Tahun Pelajaran 2012/2013. Skripsi. Prodi PGSD FKIP Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
Arif, Dikdik Baehaqi, http//74.125.153.132/search?q=cache:ODL6qQMaydEJ: www .scribd.com/doc/17283638/Masyarakat-Multikultural-Melalui-Pendidikan-Kewarganegaraan+pendidikan+karakter+melalui+ PKn&cd=4&hl=id&ct= clnk&gl=id
Arends, Richard I. 2008. Learning to Teach (Belajar untuk Mengajar). Edisi dalam Bahasa Indonesia, diterjemahkan oleh Helly Prajitno Sooetjipto dan Sri Mulyantini Soetjipto. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Bafadal, Ibrahim. 2003. Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar dalam Rangka Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta : Bumi Aksara
142
______________. 2003. Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah Dasar dari Sentralisasi Menuju Desentralisasi. Jakarta : Bumi Aksara
Baedhowi. 2010. Pendidikan sebagai Pembentuk Kualitas dan Karakter Bangsa. Disampaikan pada Kegiatan Ilmiah “Komitmen Universitas Negeri Surabaya (UNESA) menuju World Class University dengan memperkuat peranannya dalam Pendidikan yang membentuk Kualitas dan Karakter Bangsa. Surabaya
Budimansyah, Dasim. 2007. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran PKn. Jakarta : Universitas terbuka
Borich, G. D. 1994. Obervation Skills for Effective Teaching. New York : Macmillan Publishing Company
BSNP. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta : Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP)
Chaniago, A. 1998. Pendidikan Keterampilan Bidang Jasa. Bandung : CV.
Armico
Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan bekerjasama dengan PT. Rineka Cipta
Djahiri, dkk. 2006. Pendidikan Nilai Moral dalam Dimensi Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung : Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)
Fajar, Arnie. 2004. Portfolio dalam Pembelajaran IPS. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Gunarsa, 1992. http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi/penjaskes/identifikasi-faktor-penyebab-munculnya-minat-anak-usia-12-15-tahun.
Hafiz Muthoharoh. http://alhafizh84.wordpress.com/2010/03/04/metode-sistem-regu-team-teaching. Diakses tanggal 03 Maret 2011
Hamalik, Oemar. 2005. Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara.
______________. 2000. Psikologi Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru Algensindo
143
______________. 2004. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta : Bumi Askara
______________. 2007. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara
Hasbullah. 2005. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta : PT. Raja GrafindoPersada.
Hariyati, Mimin. 2007. Model dan Teknik Penilaian pada Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta : Gaung Persada Press
Harefa, Andrias. 2001. Pembelajaran di Era Serba Otonomi. Jakarta : Penerbit Buku Kompas
Hisyam dan Suyanto. 2000. Refleksi dan Reformasi Pendidikan di Indonesia Memasuki Milenium III. Yogyakarta : Adicita Karya Nusa
Hurlock. Elizabeth B. 1996. Perkembangan Anak, Jakarta : Erlangga
_________________. 2004. Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Hidup. Terjemahan. Jakarta: Penerbit Erlangga
Hitipeuw, I. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Malang: FIP Universitas Negeri Malang.
Jamal Ma’mur Asmani. 2011. 7 Tips Aplikasi PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif Dan Menyenangkan), Jakarta : Diva Press.
Jarolimek, John dan Foster, Clifford D., Sr. 1993. Teaching & Learning in The Elementary School. United States of America : Macmillan Publishing Company
Johnson, Elaine B. 2008. Contextual Teaching and Learning (Menjadikan Kegiatan Belajar-Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna. Terjemahan. Bandung : MLC
Koentjaraningrat. 1980. Kebudayaan Mentalitet dan Pembangunan. Jakarta: PT Gramedia
Marzuki. 2011. Integrasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Sekolah Menengah Pertama. Makalah disampaikan pada Seminar Pendidikan Karakter. http:// http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/dr-marzuki-mag/dr-marzuki-mag-integrasi-pendidikan-karakter-dalam-pembelajaran-di-smp.pdf. diakses pada tanggal 27 Juli 2015.
144
Mulbar, Usman. 2009. ”Pembelajaran Matematika Realistik yang Melibatkan Metakognisi Siswa di Sekolah Menengah Pertama”. Disertasi Doktor Pendidikan, Universitas Negeri Surabaya
Mursell dan Nasution. 2002. Mengajar Dengan Sukses (Successful Teaching).
Jakarta : Bumi Aksara
Nasution, S. 2000. Interaksi dan Motivasi Mengajar. Jakarta : Rajawali.
Natawidjaja, Rochman, dkk. (Eds.). 2007. Rujukan Filsafat, Teori dan Praksis Ilmu Pendidikan. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia Press
Ningsih, Rini. 2007. PKn (Pendidikan Kewarganegaraan). Bogor : Yudhistira
Noor, Ady Ferdian. 2010. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) Berdasarkan Taksonomi Tujuan Pendidikan dalam Membentuk Karakter Peserta Didik Kelas III (Studi Kasus Pembelajaran PKn Kelas III di SDN-9 Menteng Palangka Raya. Tesis Magister Pendidikan. Universitas Negeri Surabaya
Noor, Ady Ferdian. 2014. Kompetensi Mengajar Calon Guru SD (Studi Kasus Mahasiswa Program Studi PGSD FKIP Universitas Muhammadiyah Palangkaraya. Penelitian Dosen Pemula. Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
Pidarta, Made. 2007. Wawasan Pendidikan (Mencapai Tujuan Pendidikan Nasional Pengembangan Afeksi dan Budaya Pancasila Mengurangi Lulusan Menganggur). Surabaya : Unesa University Press
____________. 2000. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Surabaya: Unesa Press
Pelangi, Herman. 2014. Nilai-Nilai Pancasila melalui Falsafah Huma Betang. http:// http://hermanhp.blogspot.com/2014/11/nilai-nilai-pancasila-melalui-falsafah.html. diakses tanggal 28 Juli 2015.
Prijodarminto. 1994. Psikologi Untuk Bimbingan, Jakarta : PT. Gunung Mulya
Riyanto, Yatim. 2005. Paradigma Pembelajaran. Surabaya: Unesa University Press
Riduwan. 2004. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru – Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung : CV. Alfabeta
145
Safari. 2003. Indikator Minat Belajar, (http://indikator minat_belajar.html.com/2011/06/02: diakses tanggal 20 Des 2012)
Samani. Muchlas. 2007. Mengagas Pendidikan Bermakna. Surabaya: SICSardiman A.M. 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : PT.
Raja Grafindo Persada
Sasmita. 1991. Peran Pendidikan Keluarga dalam Pendidikan. Bandung : Majalah Mimbar.
Slameto. 1991. http://pinterdw.blogspot.com/2012/03/pengertian-minat-belajar.html ( diakses tanggal 06/04/12)
Soejanto, Agoes. 1995. Bimbingan Kearah Belajar Yang Sukses. Jakarta : PT. Rineka Cipta
Sudjana, Nana dan Ibrahim, 2001, Penelitian dan Penilaian Pendidikan, Sinar Baru Algensindo, Bandung
Suharjo. 2006. Mengenal Pendidikan Sekolah Dasar Teori dan Praktek, Depdiknas, Dirjen Pendidikan Tinggi, Direktorat Ketenagaan, Jakarta
Sulang, Kusni. Opini: ”Pendidikan: Benteng Kebudayaan Bangsa.” Dalam Kalteng Pos. 8 Maret 2010 : Palangka Raya
Sumardi, Lalu. 2008. ”Kompetensi yang harus dimiliki Guru Sekolah Dasar Kelas Rendah dalam rangka Menciptakan Pembelajaran yang Efektif”. Tesis Magíster Pendidikan, Universitas Negeri Surabaya
Supratno, Haris. 2010. Pendidikan sebagai Pembentuk Kualitas dan Karakter Bangsa. Disampaikan pada Kegiatan Ilmiah “Komitmen Universitas Negeri Surabaya (UNESA) menuju World Class University dengan memperkuat peranannya dalam Pendidikan yang membentuk Kualitas dan Karakter Bangsa. Surabaya
Suryabrata, Sumadi. 1983. Psikologi Pendidikan. Malang, Bineka Aksara.
Suryosubroto, B. 1997. Proses Belajar Mengajar Di Sekolah. Jakarta : PT. Rineka Cipta
Supranto, J. 1992. Statistik. Edisi Kelima. Jilid 1 dan 2. Jakarta : Erlangga.
Supriatna, Mamat. 2015. Studi Kebijakan tentang Pendidikan Berwawasan Kebangsaan.http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PSIKOLOGI_PEND_DAN_BIMBINGAN/196008291987031MAMAT_SUPRIATNA/
146
03._STUDI_KEBIJAKAN_TENTANG_PENDIDIKAN_BERWAWASAN_KEBANGSAAN.pdf. diakses tanggal 28 Juli 2015.
Suryanti dkk. 2008. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surabaya: Unesa University Press
Slamet dkk. 2008. Pendidikan Kewarganegaraan untuk SD/MI Kelas III. Jakarta : Pusat Perbukuan Depdiknas
Syaiful Bahri Djamarah. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta : PT. Rineka Cipta
___________________. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta : PT. Rineka Cipta
Syamsu Yusuf, L.N. dan Nani M. Sugandhi, (2011). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada
Syukur. 1996. http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi/penjaskes/identifikasi-faktor-penyebab-munculnya-minat-anak-usia-12-15-tahun
Tim Kemendagri. 2012. Permendagri Nomor 71 Tahun 2012 tentang Pedman Pendidikan Wawasan Kebangsaan. Jakarta: Kemendagri RI
Tulus Tu’u. 2004. Peran disiplin Pada Perilaku dan Prestasi Siswa. Jakarta : Grasindo
Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Beroriantasi Konstruktivistik (Konsep, Landasan Teoritis-Praktis dan Implementasinya). Jakarta : Prestasi Pustaka
The Center for Civic Education and The U.S. Departement of Education and The Pew Char. 2007. National Standards for Civics and Government.
Umar Tirtarahardja dan La Sula. 2000. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT
RINEKA CIPTA
Uno, Hamzah B. 2007. Model Pembelajaran ”Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif”. Yakarta: Bumi Aksara
Usman, Moh. User. 2006. Menjadi Guru Profesional. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
Wahab, Azis, dkk. 2007. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Jakarta: Penerbit UT
147
Wasty, Soemanto. 1983. Psikologi Pendidikan. Malang.
Wijaya. C. dan Tabrani Pusyam. A. 1991. Kemampuan Siswa Dalam Proses Belajar. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Winataputra, Udin S. 2001. “Paradigma Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Wahana Sistemik Pendidikan Demokrasi.” Jakarta : Balitbang Depdiknas
_________________. 2008. Materi dan Pembelajaran PKn SD. Jakarta : Universitas Terbuka
Winkel. 1993. Pola-Pola Interaksi Belajar. Jakarta : PT. Gramedia.
Warsono. 2008. Logika Cara berpikir Sehat. Surabaya : Unesa University Press
Zainul Ittihad Amin. 2008. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Penerbit UT
148
GLOSARIUM
Pendidikan Berwawasan Kebangsaan adalah yang selanjutnya disingkat PWK
adalah pendidikan cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan
lingkungannya agar mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta
kesatuan wilayah yang dilandasi Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) adalah pendidikan yang mengkaji dan membahas tentang civic knowledge, civic skills, civic participation Pembelajaran PKn di SD yang bertujuan untuk mendidik generasi muda menjadi warganegara yang demokrasi berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 beserta amandemen.
Tugas PKn dengan paradigm barunya adalah mengembangkan pendidikan demokrasi mengemban tiga fungsi pokok, yakni mengembangkan kecerdasan warga Negara (civic intelligence), membina tanggungjawab warga Negara (civic responsibility) dan mendorong partisipasi warga Negara (civic participation). Teori tersebut direduksi berdasarkan hasil observasi pada penelitian ady ferdian noor, 2010 menjadi rumusan fungsi PKn tersebut dihubungkan dengan dimensi keilmuan PKn yaitu taksonomi tujuan pendidikan maka fungsi PKn tersebut dapat dikelompokkan menjadi: 1. Fungsi PKn dalam membina kecerdasan /pengetahuan peserta didik (civic
knowledge/kognitif); 2. Fungsi PKn dalam membina keterampilan peserta didik (civic
participation/afektif);3. Fungsi PKn dalam membina watak/karakter peserta didik (civic
skills/psikomotor).
Karakter adalah ”watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebjikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain”. Interaksi
149
seseorang dengan orang lain menumbuhkan karakter masyarakat dan karakter bangsa.
Sumberdaya manusia adalah anggota masyarakat yang sedang disiapkan untuk menjadi anggota masyarakat yang lebih baik (pendekatan sosial). Sumberdaya manusia menurut pendekatan psikologis adalah suatu organisme yang sedang tumbuh dan berkembang. Sedangkan menurut pendekatan edukatif/paedagogis, sumberdaya manusia sebagai unsur penting, yang memiliki hak dan kewajiban dalam rangka sistem pendidikan menyeluruh dan terpadu.
Praktik Belajar Kewarganegaraan (PBK) adalah suatu inovasi pembelajaran yang dirancang untuk membantu peserta didik untuk memahami teori kewarganegaraan melalui pengalaman belajar praktik-empirik.
Taksonomi tujuan pendidikan merupakan suatu kategorisasi tujuan pendidikan, yang umumnya digunakan sebagai dasar untuk merumuskan tujuan kurikulum dan tujuan pembelajaran. Taksonomi terdiri dari domain-domain kognitif, afektif, dan psikomotor.
150
INDEKS
Alur Asosiatif 35Authentic assessment 43Assertive training 50A non authoritarian context 52Animal Educondum 77A sense of identify 92A degree of interest and involvement in public affairs 92An acceptance of basic societal values 92Ability to look at and approach problems as a member of a global society 93Ability to work with others in a cooperative way and to take responsibility for one’s roles/duties within society 93Ability to understand, accept, and tolerate cultural differences 93Ability to be sensitive towards and to defend human rights (eg., rights of women, ethnic minorities, etc.) 93 Activating knowledge 107Applying knowledge 107Agent of change
Berpikir kritis 34Berpikir imajinatif 35Berpikir bebas 34Brainstorming 35Body of knowledge 35Borderless 73Beliefs
Civic education 9,27Civic skills 9,17,21,22,23,24,27,43,48,78,108,123,124Civic knowledge 9,17,21,22,23,24,27,44,48,78,107,123,124Civic participation 9,17,21,23,24,26,27,44,48,78,107,123,124Congruence 12Citizenship 31Civil society 35Conceptual knowledge 46Capacity to think in a critical and systematic way 93Civility 94Civic mindedness 54Classroom climate 9,116Civic intelligence 129
151
Civic responsibility 129
Disequilibrasi 36Decision making process 45Drill 38
Environment 9
Factual knowledge 46Face to face 120Field trip 129Freedom 9
Huma Betang 5
In-dividere 70Individual differences 71Instructional effects 103Isen Mulang 5,6,7,123
Joyful learning 19
Key aspect in education 7
Learning-teaching 8Teaching-learning 9Learning how to learn 9,98Learning how to think 9,98Learning how to live together 9,98Life skill 19Liberating forces person 52Listening activities 103Linguistic behavior 128Lesson learned 129
Mastery learning 5Meaningfull learning 20Matra kognitif 41Matra afektif 41Matra psikomotorik 41Motor 46Metacognitive knowledge 46Motor activities 103
Nurturant effects 102,103
152
National character building 27,35
Oral activities 103
PAKEM 24Performance-based assessment 43Procedural knowledge 48Pengelolaan kontingensi 50Praktik Belajar Kewarganegaraan (PBK) 51,108PortfolioPermanent 97Problem solving 42,123Participatory skillsPendidikan Wawasan Kebangsaan (PWK) 69 Peace 129
Recall 46Respect 129Responsibility 129
Student centered 9Strategia 47Self rating 109Soliciting moves 129Simplicity 133
Transfer of knowledge 47,73Transfer of value 73The creation of individual meaning 52The enjoyment of certain rights 92The fulfillment of corresponding obligations 92Teaching as a skill 101,102The restricted professional 117Teacher center learning 120Tolerance 129
Understanding knowledge 107Unity 129Visual activities 103
Willingness to resolve conflict in a non-violent manner 93Willingness to change one’s lifestyle and consumption habits 93to protect the environmentWillingness and ability to participate in politics at 93
153
local, national, and international levelsWriting activities 103
154