evaluasi hasil belajar non tes dan studi kasus

19
1 BAB I  PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belak ang  Evaluasi merupakan suatu pengamatan langsung terhadap siswa dengan memperhatikan tingkah lakunya. Hasil belajar dan proses belajar tidak hanya dinilai oleh tes, baik melalui bentuk tes uraian maupun tes objektif. Kegiatan mengukur, menilai, dan mengevaluasi sangatlah penting dalam dunia  pendidikan. Hal ini tidak terlepas karena kegiatan tersebut merupakan suatu siklus yang dibutuhkan untuk mengetahui sejauhmana pencapaian pendidikan telah terlaksana. Contohnya dalam evaluasi penilaian hasil belajar siswa, kegiatan pengukuran dan penilaian merupakan langkah awal dalam proses evaluasi tersebut. Kegiatan pengukuran yang dilakukan biasanya dituangkan dalam berbagai bentuk tes dan hal ini yang paling banyak digunakan. Namun, tes bukanlah satu-satunya alat dalam proses pengukuran, penilaian, dan evaluasi pendidikan sebab masih ada teknik lain yakni teknik “NON TES”. Teknik non tes biasanya dilakukan dengan cara wawancara, pengamatan secara sistematis, menyebarkan angket, ataupun menilai/mengamati dokumen-dokumen yang ada (Sudijono,2009). Pada evaluasi penilaian hasil belajar, teknik ini biasanya digunakan untuk mengukur pada ranah afektif dan psikomotorik, sedangkan teknik tes digunakan untuk mengukur pada ranah kognitif. Berikut ini akan dijelaskan tentang resume pengertian,  bentuk-bentuk non-tes, dan beberapa contoh dalam pelaksanaan teknik non tes. Teknik non tes jarang dilakukan mengingat waktu yang diperlukan juga banyak dan  juga persiapan yang lebih daripada evaluasi menggunakan tes. Namun kepentingan yang ada membuta teknik evaluasi non tes ini juga penting. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana teknik evaluasi non test? 2. Bagaimana teknik evaluasi studi kasus?

Upload: pandu2308

Post on 10-Oct-2015

430 views

Category:

Documents


37 download

DESCRIPTION

1. Bagaimana teknik evaluasi non test?2. Bagaimana teknik evaluasi studi kasus?

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1 LatarBelakangEvaluasi merupakan suatu pengamatan langsung terhadap siswa dengan memperhatikan tingkah lakunya. Hasil belajar dan proses belajar tidak hanya dinilai oleh tes, baik melalui bentuk tes uraian maupun tes objektif. Kegiatan mengukur, menilai, dan mengevaluasi sangatlah penting dalam dunia pendidikan. Hal ini tidak terlepas karena kegiatan tersebut merupakan suatu siklus yang dibutuhkan untuk mengetahui sejauhmana pencapaian pendidikan telah terlaksana. Contohnya dalam evaluasi penilaian hasil belajar siswa, kegiatan pengukuran dan penilaian merupakan langkah awal dalam proses evaluasi tersebut. Kegiatan pengukuran yang dilakukan biasanya dituangkan dalam berbagai bentuk tes dan hal ini yang paling banyak digunakan. Namun, tes bukanlah satu-satunya alat dalam proses pengukuran, penilaian, dan evaluasi pendidikan sebab masih ada teknik lain yakni teknik NON TES. Teknik non tes biasanya dilakukan dengan cara wawancara, pengamatan secara sistematis, menyebarkan angket, ataupun menilai/mengamati dokumen-dokumen yang ada (Sudijono,2009). Pada evaluasi penilaian hasil belajar, teknik ini biasanya digunakan untuk mengukur pada ranah afektif dan psikomotorik, sedangkan teknik tes digunakan untuk mengukur pada ranah kognitif. Berikut ini akan dijelaskan tentang resume pengertian, bentuk-bentuk non-tes, dan beberapa contoh dalam pelaksanaan teknik non tes.Teknik non tes jarang dilakukan mengingat waktu yang diperlukan juga banyak dan juga persiapan yang lebih daripada evaluasi menggunakan tes. Namun kepentingan yang ada membuta teknik evaluasi non tes ini juga penting.

1.2 Rumusan Masalah1. Bagaimana teknik evaluasi non test?2. Bagaimana teknik evaluasi studi kasus?1.3 Tujuan Makalah1. Untuk mengetahui teknik evaluasi non tes.2. Untuk mengetahui teknik evaluasi studi kasus.

1.4 Manfaat Makalah1. Untuk memberikan pengetahuan tentang pengertian teknik evaluasi non tes.2. Untuk memberikan pengetahuan tentang studi kasus.

BAB IIPEMBAHASAN

2.1 Evaluasi Non TestTeknik penilaian non tes jika dilihat dari kata yang menyusunya, maka non tes dapat kita artikan sebagai teknik penilaian yang dilakukan tanpa menggunakan tes. Sehingga teknik ini dilakukan lewat pengamatan secara teliti dan tanpa menguji peserta didik. Non tes biasanya dilakukan untuk mengukur hasil belajar yang berkenaan dengan soft skill, terutama yang berhubungan dengan apa yang dapat dibuat atau dikerjakan oleh peserta didik dari apa yang diketahui atau dipahaminya. Dengan kata lain, instrument ini berhubungan dengan penampilan yang dapat diamati dari pada pengetahuan dan proses mental lainnya yang tidak dapat diamati dengan Panca indera (Widiyoko, 2009).

2.2 Evaluasi Studi Kasus Pengertian Studi KasusMenurut Bogdan dan Bikien (1982) studi kasus merupakan pengujian secara rinci terhadap satu latar atau satu orang subjek atau satu tempat penyimpanan dokumen atau satu peristiwa tertentu. Surachrnad (1982) membatasi pendekatan studi kasus sebagai suatu pendekatan dengan memusatkan perhatian pada suatu kasus secara intensif dan rinci. SementaraYin (1987) memberikan batasan yang lebih bersifat teknis dengan penekanan pada ciri-cirinya. Ary, Jacobs, dan Razavieh (1985) menjelasan bahwa dalam studi kasus hendaknya peneliti berusaha menguji unit atau individu secara mendalarn. Para peneliti berusaha menemukan sernua variabel yang penting.Studi kasus adalah mempelajari individu dalam proses tertentu secara terus menerus untuk melihat perkembangannya (Djamarah : 2000). Misalnya peserta didik yang sangat cerdas, sangat lamban, sangat rajin, sangat nakal, atau kesulitan dalam belajar. Untuk itu guru menjawab tiga percayaan inti dalam studi kasus, yaitu:1) Mengapa kasus tersebut bisa terjadi?2) Apa yang dilakukan oleh seseorang dalam kasus tersebut?3) Bagaimana pengaruh tingkah laku seseorang terhadap lingkungan?Studi kasus sering digunakan dalam evaluasi, bimbingan, dan penelitian. Studi ini menyangkut integrasi dan penggunaan data yang komprehensif tentang peserta didik sebagai suatu dasar untuk melakukan diagnosis dan mengartikan tingkah laku peserta didik tersebut. Dalam melakukan studi kasus, guru harus terlebih dahulu mengumpulkan data dari berbagai sumber dengan menggunakan berbagai teknik dan alat pengumpul data. Salah satu alat yang digunakan adalahdepth-interview , yaitu melakukan wawancara secara mendalam, jenis data yang diperlukan antara lain, latar belakang kehidupan, latar belakang keluarga, kesanggupan dan kebutuhan, perkembangan kesehatan, dan sebagainya.Berdasarkan batasan tersebut dapat dipahami bahwa batasan studi kasus meliputi: (1) sasaran penelitiannya dapat berupa manusia, peristiwa, latar, dan dokumen; (2) sasaran-sasaran tersebut ditelaah secara mendalam sebagai suatu totalitas sesuai dengan latar atau konteksnya masing-masing dengan maksud untuk mernahami berbagai kaitan yang ada di antara variabel-variabelnya.Bila kita melakukan penelitian yang terinci tentang seseorang (individu) atau sesuatu unit sosial selama kurun waktu tertentu, kita melakukan apa yang disebut studi kasus. Metode ini akan melibatkan kita dalam penyelidikan yang lebih mendalam dan pemeriksaan yang menyeluruh terhadap perilaku seorang individu (Sevilla dkk., 1993). Di samping itu, studi kasus juga dapat mengantarkan peneliti memasuki unit-unit sosial terkecil seperti perhimpunan, kelompok, keluarga, dan berbagai bentuk unit sosial lainnya. Jadi, studi kasus, dalam khazanah metodologi, dikenal sebagai suatu studi yang bersifat komprehensif, intens, rinci dan mendalam serta lebih diarahkan sebagai upaya menelaah masalah-masalah atau fenomena yang bersifat kontemporer, kekinian. Sebuah definisi yang lebih tegas dan bersifat teknis sehingga sangat membantu tentang studi kasus diberikan oleh Robert Yin (1996), yang menyebutkan bahwa studi kasus adalah suatu inkuiri empiris yang: menyelidiki fenomena dalam konteks kehidupan nyata, bilamana; batas-batas antara fenomena dan konteks tak tampak dengan tegas; dan di mana: multi sumber bukti dimanfaatkan. Sementara itu,pakar metodologi penelitian Robert Yin (1996), mengintrodusir studi kasus itu lebih banyak berkutat pada atau berupaya menjawab pertanyaan-pertanyaan "how" (bagaimana) dan "why" (mengapa), serta pada tingkat tertentu juga menjawab pertanyaan "what" (apa/apakah), dalam kegiatan penelitian. Menurut Yin, menentukan ripe pertanyaan penelitian merupakan tahap yang sangat penting dalam setiap penetitian, sehingga untuk tugas ini dituntut adanya kesabaran dan persediaan waktu yang cukup. Kuncinya adalah memahami bahwa pertanyaan-pertanyaan penelitian selalu memiliki substansi (misalnya, mengenai apakah sebenarnya penelitian saya ini?) dan bentuk (misalnya, apakah saya sedang mempertanyakannya "siapakah", "apakah", "di manakah", atau "bagaimanakah"). Ciri-ciri Studi Kasus yang Baika. Menyangkut sesuatu yang luar biasa, yang berkaitan dengan kepentingan umum atau bahkan dengan kepentingan nasional. b. Batas-batasnya dapat ditentukan dengan jelas, kelengkapan ini juga ditunjukkan oleh kedalaman dan keluasan data yang digali peneliti, dan kasusnya mampu diselesaikan oleh penelitinya dengan baik dan tepat meskipun dihadang oleh berbagai keterbatasan.c. Mampu mengantisipasi berbagai alternatif jawaban dan sudut pandang yang berbeda-beda.d. Keempat, studi kasus mampu menunjukkan bukti-bukti yang paling penting saja, baik yang mendukung pandangan peneliti maupun yang tidak mendasarkan pninsip selektifitas.e. Hasilnya ditulis dengan gaya yang menarik sehingga mampu terkomunikasi pada pembaca. Sasaran Studi kasusSasaran studi kasus adalah individu yang menunjukan gejala atau masalah yang serius, sehingga memerlukan bantuan yang serius pula. Yang biasanya dipilih menjadi sasaran bagi suatu studi kasus adalah murid yang menjadi suatu problem (problem case); jadi seorang murid membutuhkan bantuan untuk menyesuaikan diri dengan lebih baik, asal murid itu dalam keadaan sehat rohani/ tidak mengalami gangguan mental. Tujuan Studi KasusStudi Kasus diadakan untuk memahami siswa sebagai individu dalam keunikannya dan dalam keseluruhannya. Kemudian dari pemahaman dari siswa yang mendalam, konselor dapat membantu siswa untuk mencapai penyesuaian yang lebih baik. Dengan penyesuian pada diri sendiri serta lingkungannya, sehingga siswa dapat menghadapi permasalahan dan hambatan hidupnya, dan tercipta keselarasan dan kebahagiaan bagi siswa tersebut. Keunikan Studi KasusSebagai sebuah metode, studi kasus memiliki keunikan atau keunggulan tersendiri dalam kancah penelitian sosial. Secara umum studi kasus memberikan akses atau peluang yang luas kepada peneliti untuk menelaah secara mendalam, detail, intensif dan menyeluruh terhadap unit sosial yang diteliti. Itulah kekuatan utama sebagai karakteristik dasar dari studi kasus. Secara lebih rinci studi kasus mengisyaratkan keunggulan-keunggulan berikut:a. Studi kasus dapat memberikan informasi penting mengenai hubungan antar-konsep serta proses-proses yang memerlukan penjelasan dan pemahaman yang lebih luas.b. Studi kasus memberikan kesempatan untuk memperoleh wawasan mengenai konsep-konsep dasar perilaku manusia. Melalui penyelidikan intensif peneliti dapat menemukan karakteristik dan hubungan-hubungan yang (mungkin) tidak diharapkan/diduga sebelumnya;c. Studi kasus dapat menyajikan data-data dan temuan-temuan yang sangat berguna sebagai dasar untuk membangun latar permasalahan bagi perencanaan penelitian yang lebih besar dan mendalam dalam rangka pengembangan ilmu-ilmu social.Di samping tiga keunggulan di atas, studi kasus dapat memiliki keunggulan spesifik lainnya, seperti dilansir oleh Black dan Champion (1992), yakni: (1) bersifat luwes berkenaan dengan metode pengumpulan data yang digunakan; (2) keluwesan studi kasus menjangkau dimensi yang sesungguhnya dari topik yang diselidiki; (3) dapat dilaksanakan secara praktis di dalam banyak lingkungan sosial; (4) studi kasus menawarkan kesempatan menguji teori; dan (5) studi kasus bisa sangat murah, bergantung pada jangkauan penyelidikan dan tipe teknik pengumpulan data yang digunakan.Akan tetapi, di samping keunggulan-keunggulan yang ditawarkan studi kasus ternyata juga mengandung sejumlah kelemahan yang harus disadari oleh peneliti. Kelemahan-kelemahan itu adalah, misalnya: Pertama, studi kasus, setidaknya yang dilakukan selama ini, agak kurang memberikan dasar yang kuat untuk melakukan suatu generalisasi ilmiah; Kedua, kedalaman studi yang dilakukan tanpa banyak disadari ternyata justru mengorbankan tingkat keluasan yang seharusnya dilakukan, sehingga sulit digeneralisasikan pada keadaan yang berlaku umum. Ketiga, ada kecenderungan studi kasus kurang mampu mengendalikan subjektifitas peneliti. Kasus yang dipilih untuk diteliti, misalnya, cenderung lebih karena sifat dramatiknya, bukan karena sifat khas yang dimilikinya. Dengan demikian subjektifitas peneliti dikhawatirkan terlalu jauh mencampuri hasil penelitian.Meskipun kelemahan-kelemahan tersebut dicoba ditepis oleh Yin berikut memberikan alternatif yang harus ditempuh, tak pelak kesan "stereotip" demikian masih saja melekat atau dilekatkan oleh para peneliti sosial terhadap studi kasus. Tetapi terlepas dari kesan atas sejumlah kelemahan yang menyelimuti raut wajah studi kasus itu, Yin (1996) mencoba menyiasatinya dengan mengajukan tawaran "cerdas" dalam melakukan studi kasus. Dia menyebut tawarannya itu sebagai terobosan yang pada gilirannya membuat hasil studi kasus sebagai suatu yang patut diteladani. Terobosan alternatif yang dimaksud adalah: Pertama, studi kasus harus signifikan. Artinya, kasus yang diangkat mengisyaratkan sebuah keunikan dan betul-betul khas serta menyangkut kepentingan publik atau masyarakat umum. Karena itu bukan karena sifat dramatiknya belaka. Kedua, studi kasus harus "lengkap". Kelengkapan ini dirincikan oleh tiga hal: (1) kasus yang diteliti memiliki batas-batas yang jelas (ada perbedaan yang tegas antara fenomena dengan konteksnya); (2) tersedianya bukti-bukti relevan yang meyakinkan; dan (3) mempermasalahkan ketiadaan kondisi buatan tertentu. Dengan kata lain, meski menghadapi berbagai keterbatasan, kasus yang diangkat haruslah diselesaikan dengan tuntas. Untuk masalah yang disebutkan terakhir ini peneliti harus membuat desain studi kasus sedemikian rupa dengan mengingat berbagai keterbatasan yang sangat boleh jadi akan muncul. Ketiga, studi kasus mempertimbangkan alternatif perspektif. Bahwa kemungkinan munculnya bukti-bukti dan/atau jawaban yang berbeda dari perspektif yang berbeda harus dapat diantisipasi dengan baik, misalnya dengan membuat desain yang dapat memberikan tempat bagi berbagai alternatif pandangan termasuk dari teori-teori yang berlainan. Keempat, studi kasus harus menampilkan bukti yang memadai dan secara bijak mendukung atas kasus yang diteliti. Kelima, laporan hasil studi kasus haruslah ditulis dengan cara yang menarik dan menggugah minat pembaca. Gaya penulisannya hendaklah jelas sehingga rasa ingin tahu orang lain untuk membacanya. Karena itu, penulisan laporan dalam studi kasus tidak selayaknya disajikan hanya dengan menggelar data-data yang melimpah saja dan kemudian membosankan bahkan menimbulkan kesan bahwa membacanya terlalu banyak menguras tenaga dan memerlukan waktu yang lama. Dengan demikian teknik penyajian dan penulisan yang menarik sungguh penting dalam laporan penelitian, khususnya dalam studi kasus. Tipe-tipe Studi Kasus dan Implementasinya dalam PenelitianBogdan dan Biklen (1982), mencoba mengklasifikasikan tipe-tipe studi kasus ke dalam enam tipologi. Keenam tipologi ini merupakan single case studies, studi kasus tunggal. Pertama, studi kasus kesejarahan sebuah organisasi. Yang dituntut dalam studi kasus jenis ini adalah pemusatan perhatian mengenai perjalanan dan perkembangan sejarah organisasi sosial tertentu dan dalam jangka waktu tertentu pula. Melakukan studi macam ini selain memerlukan sumber-sumber informasi dan bahan-bahan yang akurat dan terpercaya, juga membutuhkan kecermatan dalam merinci secara sistematik perkembangan dari tahap-tahap sebuah organisasi sosial. Untuk memastikan ketersediaan bahan-bahan dan sumber informasi yang diper-lukan, agaknya penting studi pendahuluan dalam studi kasus tipe pertama ini.Kedua, studi kasus observasi. Yang lebih ditekankan di sini adalah kemampuan seorang peneliti menggunakan teknik observasi dalam kegiatan penelitian. Dengan teknik observasi seperti ini diharapkan dapat dijaring keterangan-keterangan empiris yang detail dan aktual dari unit analisis atau unit pemikiran (thinking unit) penelitian, apakah itu menyangkut kehidupan individu maupun unit-unit sosial tertentu dalam masyarakat.Ketiga, studi kasus sejarah kehidupan (life history). Studi ini mencoba menyingkap dengan lengkap dan rinci kisah perjalanan hidup seseorang sesuai dengan tahap-tahap, dinamika dan liku-liku yang mengharu biru kehidupannya. Seseorang yang dimaksud tentu tidak sembarang orang melainkan yang memiliki keunikan yang menonjol dan luar biasa dalam konteks kehidupan masyarakat. Misalnya, tentang kehadirannya memberi makna tersendiri sekaligus sangat mewarnai perubahan-perubahan dalam masyarakat. Melakukan studi kasus life history ini dapat bersandar pada dokumen-dokumen pribadi yang bersangkutan serta dengan melakukan wawancara mendalam kepada orang pertama sebagai sumber utama.Keempat, studi kasus komunitas sosial atau kemasyarakatan. Seorang peneliti yang berpengalaman serta memiliki kepekaan dan ketajaman naluriah sebagai peneliti seringkali mampu melihat sisi-sisi unik tapi bermakna dari lingkungan sosial sekitarnya di dalam komunitas di mana dia hidup dan bergaul sehari-hari. Kenyataan tersebut dapat dijadikan pusat perhatian untuk melakukan studi kasus komunitas sosial atau kemasyarakatan.Kelima, studi kasus analisis situasional. Kehidupan sosial yang dinamis dan selalu menggapai perubahan demi perubahan tentu saja mengisyaratkan adanya letusan-letusan situasi dalam bentuk peristiwa-peristiwa atau katakanlah fenomena sosial tertentu. Misalnya, krisis politik yang melanda negeri ini disertai berbagai isu berseliweran tak karuan seperti akan ada kerusuhan, penjarahan massal dan sebagainya, telah membuat orang-orang keturunan Cina di berbagai kota besar ramai-ramai mengungsi ke kota lain yang dianggap aman bahkan tidak sedikit yang keluar negeri. Contoh lain, datangnya era reformasi di tengah badai krisis ekonomi dan politik saat ini justru disikapi oleh kalangan elite masyarakat dengan mendirikan partai politik. Fenomena demikian sesungguhnya menggambarkan sebuah situasi sosial macam apa? Hal ini menarik diteliti untuk menggambarkan sebuah situasi sosial yang telah dan tengah berlangsung.Keenam, studi kasus mikroemografi. Studi kasus tataran ini dilakukan terhadap sebuah unit sosial terkecil. Katakanlah sebuah sisi tertentu dalam kehidupan sebuah komunitas atau organisasi atau bahkan seorang individu.Sementara itu, Yin (1996), secara tegas mengkategorikan studi kasus ke dalam tiga tipologi, yakni: studi kasus ekplanatoris, eksploratoris, dan deskriptif. Yin meletakkan ketiga tipologi ini berdasarkan jenis pertanyaan yang harus dijawab dalam studi kasus, yakni pertanyaan "how" (bagaimana) dan "why" (mengapa), serta pada tingkat tertentu juga menjawab pertanyaan "what" (apa/apakah). Dengan mengedepankan tiga tipologi tersebut, Yin sekaligus menolak anggapan (atau yang menurutnya kesalahpahaman umum) bahwa studi kasus hanya cocok diterapkan dalam penelitian yang bersifat eksploratoris, tidak dalam konteks penelitian yang bersifat eksplanatoris dan deskriptif. Sejalan dengan Yin, Sevilla dkk. (1993) misalnya, meletakkan studi kasus sebagai penelitian yang bersifat deskriptif. Untuk mendukung argumentasinya, Yin menyebut salah satu karya bermutu dan terkenal yang dihasilkan melalui studi kasus. Sebuah buku yang ditulis oleh William F. White (1943), Street Comer Society, dikedepankannya sebagai contoh sebuah karya klasik dalam sosiologi komunitas dari studi kasus yang bersifat deskriptif. Juga, karya Graham Allison (1971), Essence of Decision Making: Eksplaining the Missile Crisis, sebagai contoh studi kasus eksplanatoris.

Penelitian Studi KasusPenelitian studi kasus adalah penelitian yang meneliti fenomena kontemporer secara utuh dan menyeluruh pada kondisi yang sebenarnya, dengan menggunakan berbagai bentuk data kualitatif. Pengertian ini mengacu pada lima karakteristik utama penelitian studi kasus yang dirumuskan dari pengkajian terhadap beberapa pengertian-pengertian yang telah dilakukan di depan, yaitu:1. Menempatkan obyek penelitian sebagai kasus, yaitu fenomena yang dipandang sebagai suatu sistem kesatuan yang menyeluruh, tetapi terbatasi dalam kerangka konteks tertentu.2. Memandang kasus sebagai fenomena yang bersifat kontemporer, yang sedang terjadi, telah selesai terjadi tetapi masih memiliki dampak yang dapat dirasakan pada saat penelitian dilaksanakan, atau yang dapat menunjukkan perbedaan dengan fenomena yang biasa terjadi.3. Dilakukan pada kondisi yang sebenarnya, dengan menggunakan pendekatan penelitian naturalistik. Dengan kata lain, penelitian studi kasus lebih tepat menggunakan pendekatan penelitian kualitatif.4. Menggunakan berbagai sumber data, sebagai upaya untuk mencapai validitas dan realibilitas penelitian.5. Menggunakan teori sebagai acuan penelitian, baik untuk menentukan arah, konteks, maupun posisi hasil penelitian. Bila kita melakukan penelitian yang terinci tentang seseorang (individu) atau sesuatu unit sosial selama kurun waktu tertentu, kita melakukan apa yang disebut studi kasus. Metode ini akan melibatkan kita dalam penyelidikan yang lebih mendalam dan pemeriksaan yang menyeluruh terhadap perilaku seorang individu (Sevilla dkk., 1993). Di samping itu, studi kasus juga dapat mengantarkan peneliti memasuki unit-unit sosial terkecil seperti perhimpunan, kelompok, keluarga, dan berbagai bentuk unit sosial lainnya. Jadi, studi kasus, dalam khazanah metodologi, dikenal sebagai suatu studi yang bersifat komprehensif, intens, rinci dan mendalam serta lebih diarahkan sebagai upaya menelaah masalah-masalah atau fenomena yang bersifat kontemporer, kekinian. Sebuah definisi yang lebih tegas dan bersifat teknis sehingga sangat membantu tentang studi kasus diberikan oleh Robert Yin (1996), yang menyebutkan bahwa studi kasus adalah suatu inkuiri empiris yang: menyelidiki fenomena dalam konteks kehidupan nyata, bilamana; batas-batas antara fenomena dan konteks tak tampak dengan tegas; dan di mana: multi sumber bukti dimanfaatkan. Langkah-Langkah Penelitian Studi Kasusa. Pemilihan kasus: dalam pemilihan kasus hendaknya dilakukan secara bertujuan (purposive) dan bukan secara rambang. Kasus dapat dipilih oleh peneliti dengan menjadikan objek orang, lingkungan, program, proses, dan masyarakat atau unit sosial. Ukuran dan kompleksitas objek studi kasus haruslah masuk akal, sehingga dapat diselesaikan dengan batas waktu dan sumber-sumber yang tersedia; b. Pengumpulan data: terdapat beberapa teknik dalarn pengumpulan data, tetapi yang lebih dipakai dalarn penelitian kasus adalah observasi, wawancara, dan analisis dokumentasi. Peneliti sebagai instrurnen penelitian, dapat menyesuaikan cara pengumpulan data dengan masalah dan lingkungan penelitian, serta dapat mengumpulkan data yang berbeda secara serentak;c. Analisis data: setelah data terkumpul peneliti dapat mulai mengagregasi, mengorganisasi, dan mengklasifikasi data menjadi unit-unit yang dapat dikelola. Agregasi merupakan proses mengabstraksi hal-hal khusus menjadi hal-hal umum guna menemukan pola umum data. Data dapat diorganisasi secara kronologis, kategori atau dimasukkan ke dalam tipologi. Analisis data dilakukan sejak peneliti di lapangan, sewaktu pengumpulan data dan setelah semua data terkumpul atau setelah selesai dan lapangan;d. Perbaikan (refinement): meskipun semua data telah terkumpul, dalam pendekatan studi kasus hendaknya dilakukan penyempurnaan atau penguatan (reiniforcement) data baru terhadap kategori yang telah ditemukan. Pengumpulan data baru mengharuskan peneliti untuk kembali ke lapangan dan barangkali harus membuat kategori baru, data baru tidak bisa dikelompokkan ke dalam kategori yang sudah ada; e. Penulisan laporan: laporan hendaknya ditulis secara komunikatif, mudah dibaca, dan mendeskripsikan suatu gejala atau kesatuan sosial secara jelas, sehingga rnernudahkan pembaca untuk mernahami seluruh informasi penting. Laporan diharapkan dapat membawa pembaca ke dalam situasi kasus kehidupan seseorang atau kelompok.

Desain Studi KasusSelanjutnya, bagaimana implementasi studi kasus dalam kegiatan penelitian ? Dengan kata lain, desain macam apakah yang harus dirancang dalam melakukan studi kasus? Dalam hubungan ini, desain yang hendak diketengahkan di sini mengacu pada model yang dikembangkan Robert Yin. Bagi Yin, sebelum membangun desain seorang peneliti perlu memperhatikan empat aspek kualitas, yakni validitas konstruk (menetapkan ukuran operasional yang benar untuk konsep-konsep yang akan diteliti), validitas internal (credibility, menetapkan hubungan kausal, dan ini khusus untuk studi kasus eksplanatoris), validitas eksternal (transferability, menetapkan ranah di mana temuan suatu penelitian dapat divisua-lisasikan), dan reliabilitas (dependability, proses penelitian dapat diinterpretasikan, dengan hasil yang sarna).Berkaitan dengan itu, Yin mengajukan lima komponen penting dalam desain studi kasus. Kelima komponen tersebut adalah:a. Pertanyaan-pertanyaan penelitian;b. Proposisi penelitian (jika diperlukan). Proposisi ini memberi isyarat kepada peneliti mengenai sesuatu yang harus diteliti dalam lingkup studinyac. Unit-unit analisis penelitian. Hal ini menunjuk pada apa sesungguhnya yang dimaksud harus ditentukan terlebih dahulu secara jelas;d. Logika yang mengaitkan data dengan proposisi; dane. Kriteria untuk menginterpretasikan temuan. Kedua komponen yang disebutkan terakhir (4 & 5) menunjuk pada tahap-tahap analisis data dalam penelitian studi kasus.Untuk mendesain penelitian studi kasus terdapat sekurang-kurangnya tiga macam rasionalitas yang harus diperhatikan, yakni:a. Bahwa kasus-tunggal pada dasarnya analog dengan eksperimen tunggal (dalam penelitian kuantitatif). Dalam konteks ini sebuah rasional muncul ketika kasus itu tampak sebagai kasus renting dan relevan untuk menguji suatu teori yang diletakkan sebelumnya sebagai perspektif.b. Sebuah kasus merefleksikan sesuatu yang ekstrem atau penuh keunikan sehingga menarik dan bermakna untuk ditelusuri;c. Sebuah kasus yang dapat dikatakan sebagai kasus penyingkapan. Kasus semacam ini dapat ditemui seorang peneliti manakala ia berkesempatan memasuki suatu ranah sosial atau fenomena yang kurang diizinkan untuk diteliti secara alamiah. PerhatianOrientasi teoritik dan pemilihan pokok studi kasus dalam penelitian kualitatif bukanlah perkara yang mudah, tetapi tanpa memperdulikan kedua hal tersebut akan cukup menyulitkan bagi peneliti yang akan turun ke lapangan. Dengan memahami orientasi teoritik dan jenis studi yang akan dipilih maka setidak-tidaknya seorang peneliti telah akan mempersiapkan diri sebelum benan-benar terjun dalam kancah penelitian. Di dalam penyusunan desain penelitian kedua hal tersebut hendaknya sudah dapat ditentukan, meskipun masih bersifat sementana.Untuk dapat mengatasi kesulitan dalam menentukan orientasi teoritik pemilihan pokok studi, terutarna dalam studi kasus, Guba dan Lincoln (1987) memberikan saran-saran sebagai berikut: Pertama, bagi peneliti pemula hendaknya banyak membaca sebanyak mungkin laporan-laporan kasus yang ada sehingga mereka dapat mempelajari bagaimana para peneliti menyusunnya. Kedua, mereka hendaknya bergabung dengan para penulis kasus yang baik untuk memahami bagaimana mereka bekerja. Ketiga, mereka harus berlatih menulis laporan kasus, dan terakhir, mereka harus meminta kritik-kritik yang positif dan para ahli.

BAB IIIPENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Non tes biasanya dilakukan untuk mengukur hasil belajar yang berkenaan dengan soft skill, terutama yang berhubungan dengan apa yang dapat dibuat atau dikerjakan oleh peserta didik dari apa yang diketahui atau dipahaminya. Sehingga teknik ini dilakukan lewat pengamatan secara teliti dan tanpa menguji peserta didik.2. Studi kasus Pengertian Studi Kasus, studi kasus adalah mempelajari individu dalam proses tertentu secara terus menerus untuk melihat perkembangannya. Langkah-Langkah Penelitian Studi Kasusa. Pemilihan kasusb. Pengumpulan datac. Analisis datad. Perbaikan (refinement) e. Penulisan laporan Ciri-ciri Studi Kasus yang Baika. Menyangkut sesuatu yang luar biasab. Batas-batasnya dapat ditentukan dengan jelasc. Mampu mengantisipasi berbagai alternatif jawaban d. Studi kasus mampu menunjukkan bukti-bukti yang paling penting sajae. Hasilnya ditulis dengan gaya yang menarik Sasaran Studi kasus adalah individu yang menunjukan gejala atau masalah yang serius, sehingga memerlukan bantuan yang serius pula. Tujuan Studi Kasus adalah untuk memahami siswa sebagai individu dalam keunikannya dan dalam keseluruhannya. Keunikan Studi KasusStudi kasus memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan kelebihannya sebagai berikut :a. Bersifat luwes berkenaan dengan metode pengumpulan data yang digunakanb. Keluwesan studi kasus menjangkau dimensi yang sesungguhnya dari topik yang diselidikic. Dapat dilaksanakan secara praktis di dalam banyak lingkungan sociald. Studi kasus menawarkan kesempatan menguji teorie. Studi kasus bisa sangat murahKelemahan-kelemahan itu adalah, sebagai berikut: a. Studi kasus yang dilakukan selama ini, kurang memberikan dasar yang kuat untuk melakukan suatu generalisasi ilmiah b. Kedalaman studi yang dilakukan tanpa banyak disadari ternyata justru mengorbankan tingkat keluasan yang seharusnya dilakukanc. Ada kecenderungan studi kasus kurang mampu mengendalikan subjektifitas peneliti

Tipe-tipe Studi Kasus dan Implementasinya dalam Penelitiana. Studi kasus kesejarahan sebuah organisasib. Studi kasus observasic. Studi kasus sejarah kehidupan (life history)d. Studi kasus komunitas sosial atau kemasyarakatane. Studi kasus analisis situasionalf. Studi kasus mikroemografi Penelitian Studi Kasus adalah penelitian yang meneliti fenomena kontemporer secara utuh dan menyeluruh pada kondisi yang sebenarnya, dengan menggunakan berbagai bentuk data kualitatif. Desain Studi KasusUntuk mendesain penelitian studi kasus terdapat sekurang-kurangnya tiga macam rasionalitas yang harus diperhatikan, yakni:a. Bahwa kasus-tunggal pada dasarnya analog dengan eksperimen tunggal (dalam penelitian kuantitatif). b. Sebuah kasus merefleksikan sesuatu yang ekstrem atau penuh keunikan sehingga menarik dan bermakna untuk ditelusuric. Sebuah kasus yang dapat dikatakan sebagai kasus penyingkapan

B. SaranDiharapkan para pendidik dan calon pendidik memahami bahwa evaluasi non tes (terutama studi kasus) disamping evaluasi tes. Karena dapat dinilai sikap, afektif dan psikomotorik dari mahasiswa sehingga dapat dijadikan panduan untuk meningkatkan kualitas kependidikan.

DAFTAR PUSTAKAArikunto, Suharsimi. 2006.Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi AksaraArifin,Zaenal (2009), Evaluasi Pembelajaran: Prinsip, Teknik, Prosedur, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.Arniatiu (2010). Evaluasi Pembelajaran. Makalah Perkuliahan. Padang : Non-Publikasi.Bahri Djamarah, Saiful (2008). Psikologi Belajar. Jakarta : PT Rineka Cipta Bahri Djamarah, Saiful (2000). Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: PT. Rineka Cipta, Daryanto (2008), Evaluasi Pendidikan, Jakarta: PT. Rineka Cipta.Sudijono,Anas (2009) Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.Fuadi, Athok. Sistem Pengembangan Evaluasi. (Ponorogo Press, 2006).Nana Sudjana. 1989.Penilaian hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosda KaryaSukardi. 2008.Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi AksaraSumiati dan Asra. 2007.Metode Pembelajaran. Bandung: CV. Wacana PrimaSudjana, Nana. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung, PT Remaja Rosdakarya :1 Widoyoko,S. Eko Putra (2009) Evaluasi Program Pembelajaran: Panduan Praktis Bagi Pendidik dan Calon Didik, Yogyakarta: Pustaka Belajar

18