etnobotani masyarakat suku bunaq (studi kasus di … fileetnobotani masyarakat suku bunaq (studi...
TRANSCRIPT
ETNOBOTANI MASYARAKAT SUKU BUNAQ
(Studi Kasus di Desa Dirun, Kecamatan Lamaknen Kabupaten Belu,
Provinsi Nusa Tenggara Timur)
AGUSTINA ROSWITA ATOK
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
SUMMARY
AGUSTINA ROSWITA ATOK. E34051530. The Ethnobotany of Bunaq Ethnic
Community (Case Study at Dirun Village, Lamaknen Subdistrict, Belu Regency,
the Province of East Nusa Tenggara). Under supervision of AGUS HIKMAT
and ERVIZAL A. M. ZUHUD
The traditional life of community has close relation to the naturalresources and environmental. One of their interactions is related of the plants utilization. This interaction is an experience from traditional knowledge which has been inherited by the ancestors, generation to generation. That knowledge is lather developed by adapting to the environmental in order to keep the survival. This study is aimed to understand and explore traditional knowledge of Bunaq ethnic in using plants The result of this study hopefully can be information material to the development, utilization and preservation of useful plants sustainably and based on local wisdom. This study was conducted at Dirun Village, Lamaknen Subdistrict, Belu Regency, the Province of East Nusa Tenggara during 2 months, July to September 2009. The material that used in his study were documents, report from certain institutions, herbarium, alcohol 70%, while the tools that used were camera, secondary newspapers, plastics, wattle, tally sheet, questioner, tape recorder, label and stationary. The data collected during this study were primary and secondary data. The primary data consisted of species of useful plants, habitus, usages, parts of plants that are usually used, traditional processing, traditional application and cultivation methods of plants. The secondary data consisted of general condition of study location, history, location and width of study areas, topography, geology, soil, climate and hydrology data, flora, fauna, social condition, education and ethnic characteristic (occupation). There were 3 phases in this study; those were literature study, field survey and data processing and analyzing. The utilization of biodiversity at Dirun Village can be classified into 12 groups of utilization. The local people use 41 species of plants for food, 69 species for medicinal purpose, 43 species for cattle feeding, 33 species for building materials, 10 species for firewood, 20 species for plaited materials and handicraft, 7 species for toxic, 5 species for colouring materials, 5 species for tannin, 17 species for aromatic purpose, 21 species for ornamental plants, 5 species for cultural purpose and 8 species for other utilization. The local people of Bunaq ethnic have close relation to culture and nature regarding on recognizing, classifying and using the plants surround them. The utilization of plants is not for economical purpose only but for spiritual purpose also. The utilization for spiritual purpose is aimed to keep balance of the natural recourses. Keywords: traditional people, local wisdom, Bunaq ethnic
RINGKASAN
Agustina Roswita Atok. E34051530. Etnobotani Masyarakat Suku Bunaq (Studi
Kasus di Desa Dirun, Kecamatan Lamaknen Kabupaten Belu, Provinsi Nusa
Tenggara Timur). Dibimbing oleh Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F dan Dr. Ir.
Ervizal A. M. Zuhud, MS
Kehidupan masyarakat tradisional mempunyai interaksi yang sangat dekat dengan sumberdaya alam dan lingkungannya. Salah satunya adalah interaksi yang berhubungan dengan pemanfaatan tumbuhan. Interaksi yang ada tersebut merupakan sebuah pengalaman dari sebuah pengetahuan tradisional yang secara turun-temurun diwariskan dari para leluhur ke generasi-generasi selanjutnya serta mengembangkan pengetahuan tersebut dengan mengadaptasikannya terhadap lingkungan untuk tetap bertahan hidup. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi untuk pengembangan, pemanfaatan dan pelestarian tumbuhan berguna secara lestari yang berbasis kepada kearifan lokal masyarakat. Penelitian ini dilaksanakan di desa Dirun Kecamatan Lamaknen Kabupaten Belu, Provinsi Nusa Tenggara Timur selama 2 bulan yaitu pada bulan Juli hingga September 2009. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumen atau laporan dari instansi tertentu, tumbuhan untuk pembuatan herbarium, alkohol 70%, sedangkan alat yang digunakan kamera, kertas Koran, kantong plastik, sasak, tally sheet, kuisioner, tape recorder, label gantung dan alat tulis-menulis. Adapun jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer terdiri dari spesies-spesies tumbuhan yang dimanfaatkan, habitusnya, kegunaannya, bagian tumbuhan yang digunakan, cara pengolahan, cara pemakaiannya hingga cara pembudidayaannya. Sedangkan untuk data sekunder terdiri dari kondisi umum lokasi, sejarah, letak dan luas, topografi, geologi dan tanah, iklim dan hidrologi, flora, fauna, kondisi sosial masyarakat, pendidikan, dan karakteristik etnik (mata pencaharian). Tahapan penelitian yang dilakukan melalui tiga tahap yakni kajian literatur, survey lapangan serta pengolahan dan analisis data. Pemanfaatan keanekaragaman hayati di Desa Dirun ditemukan sebanyak 12 kelompok kegunaan. Masyarakat memanfaatkan tumbuhan sebagai penghasil pangan sebanyak 41 spesies, tumbuhan obat 69 spesies, pakan ternak 43 spesies, bahan bangunan 33 spesies, kayu bakar 10 spesies, tali, anyaman dan kerajinan 20 spesies, racun 7 spesies, pewarna dan tannin 5 spesies, aromatik 17 spesies, hias 21 spesies, adat 5 spesies, dan kegunaan lain 8 spesies. Kecenderungan memanfaatkan tumbuhan tidak hanya terbatas pada keperluan ekonomi tetapi juga untuk kepentingan spiritual yang juga diutamakan guna menjaga keseimbangan dengan sumber-sumber daya alam yang ada di lingkungannya. Kata kunci : Masyarakat tradisional, kearifan lokal, suku Bunaq
ETNOBOTANI MASYARAKAT SUKU BUNAQ
(Studi Kasus di Desa Dirun, Kecamatan Lamaknen Kabupaten Belu,
Provinsi Nusa Tenggara Timur)
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
AGUSTINA ROSWITA ATOK
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
Judul Skripsi : ETNOBOTANI MASYARAKAT SUKU BUNAQ
(Studi Kasus di Desa Dirun, Kecamatan Lamaknen
Kabupaten Belu, Provinsi Nusa Tenggara Timur)
Nama : Agustina Roswita Atok
NIM : E34051530
Menyetujui:
Pembimbing I, Pembimbing II,
Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F Dr. Ir. Ervizal A. M.Zuhud, MS NIP 196209181989031002 NIP 195906181985031003
Mengetahui: Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS
NIP 195809151984031003
Tanggal Lulus:
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Etnobotani Masyarakat
Bunaq (Studi Kasus di Desa Dirun, Kecamatan Lamaknen Kabupaten Belu, Provinsi
Nusa Tenggara Timur) adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan
dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan
tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, 2009
Agustina Roswita Atok
NRP E34051530
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Wedomu, Kecamatan Tasifeto Timur
Kabupaten Belu Nusa Tenggara Timur pada tanggal 14 Agustus
1986. Penulis merupakan anak keenam dari enam bersaudara
pasangan Servasius Atok dan Martha Lika dan berketurunan
Bunaq asli.
Jenjang pendidikan formal yang ditempuh penulis, yaitu
pendidikan Sekolah Dasar di SDI Wedomu pada tahun 1992-1998. Kemudian penulis
melanjutkan ke Sekolah Lanjutan tingkat Pertama di SLTP Negri Tas-Tim pada tahun
1998–2001 dan Sekolah Menengah Atas di SMA Negri Weluli tahun 2002–2005 dan
pada tahun yang sama lulus masuk IPB melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD)
Pemerintah daerah Kabupaten Belu.
Selama kuliah di Fakultas Kehutanan, penulis aktif mengikuti berbagai
kegiatan organisasi, di antaranya UKM KEMAKI (Kesatuan Mahasiswa Katholik
IPB), Anggota GAMANUSRATIM (Keluarga Mahasiswa Nusa Tenggara Timur di
IPB) Anggota Kelompok Pemerhati Flora Rafflesia (Himpunan Profesi) dan pernah
menjadi bendahara selama satu periode (2007-2008). Penulis juga pernah menjadi
panitia Gebyar HIMAKOVA Departemen Konservasi sumberdaya Hutan dan
Ekowisata (2007), Sekretaris Pelatihan Kultur Jaringan Biro Kewirausahaan
HIMAKOVA 2008. Penulis juga mengikuti kegiatan HIMAKOVA lainnya yakni
SURILI (Studi Konservasi Lingkungan) di Taman Nasional Bantimurung-
Bulusaraung (2007) dan Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya (2008) serta pada
tahun yang sama mengikuti Eksplorasi Flora Fauna di CA Yan Lappa dan Rafflesia
di Cagar Alam Gunung Simpang.
Pada tahun 2007 penulis mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan
jalur Linggarjati-Indramayu. Pada tahun 2008 mengikuti Praktek Umum Konservasi
Ex-situ (PUKES) jalur Jonggol-Kebun Raya Bogor. Pada tahun 2009 penulis
melakukan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Ujung Kulon,
Propinsi Banten.
Untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanan di IPB, penulis menyelesaikan
skripsi dengan judul “Etnobotani Masyarakat suku Bunaq (Studi Kasus di Desa
Dirun, Kecamatan Lamaknen Kabupaten Belu, Propinsi Nusa Tenggara Timur)” di
bawah bimbingan Dr. Ir Agus hikmat MSc.F dan Dr. Ir. Ervizal A. M. Zuhud, MS.
KATA PENGANTAR
Penulis memanjatkan puji dan syukur yang tak terhingga ke hadirat Tuhan
Yang Maha Kuasa lagi Maha Penyayang atas segala rahmat dan karunia-Nya yang
berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan baik. Tema
yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Juli-September 2009
adalah etnobotani dengan judul “Etnobotani Masyarakat suku Bunaq (Studi Kasus di
Desa Dirun, Kecamatan Lamaknen Kabupaten Belu, Provinsi Nusa Tenggara Timur)”
yang bertujuan untuk mengetahui dan menggali pengetahuan tradisional masyarakat
suku Bunaq dalam pemanfatan tumbuhan.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi untuk
pengembangan, pemanfaatan dan pelestarian tumbuhan berguna secara lestari yang
berbasis kepada kearifan lokal masyarakat khususnya di Kabupaten Belu, Nusa
Tenggara Timur.
Penulis menyadari “ Tak ada gading yang tak retak”. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan saran dan kritik demi penyempurnaan dan pengembangan penelitian
selanjutnya. Harapan penulis, sebuah karya kecil ini kelak dapat bermanfaat bagi
semua pihak yang membutuhkannya. Amin.
Bogor, Desember 2009
Penulis
i
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ................................................................................................. i DAFTAR GAMBAR .................................................................................... iv DAFTAR TABEL .......................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................... 1 1.2 Tujuan .................................................................................. 2 1.3 Manfaat ................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Etnobotani ............................................................................... 3 2.1.1 Defenisi ........................................................................ 3 2.1.2 Ruang Lingkup ............................................................ 3 2.2 Kearifan Tradisional .............................................................. 4 2.3 Pemanfaatan Tumbuhan ..................................................... 4 2.3.1 Tumbuhan penghasil pangan ........................................ 5 2.3.2 Tumbuhan obat ............................................................. 5 2.3.3 Tanaman hias ................................................................ 6 2.3.4 Tumbuhan aromatik ...................................................... 6 2.3.5 Tumbuhan penghasil warna .......................................... 6 2.3.6 Tumbuhan penghasil pakan ternak ............................... 7
2.3.7 Tumbuhan penghasil pestisida nabati ........................... 7 2.3.8 Tumbuhan untuk kegunaan adat ................................... 7 2.3.9 Tumbuhan penghasil kayu bakar .................................. 7 2.3.10 Tumbuhan penghasil tali, anyaman dan kerajinan ..... 8
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................... 9 3.2 Alat dan Bahan ..................................................................... 9 3.3 Jenis data yang dikumpulkan ................................................. 10 3.4 Tahapan Penelitian ................................................................ 10 3.4.1 Kajian literatur ............................................................. 10 3.4.2 Survey lapangan .......................................................... 10 3.4.2.1 Penentuan responden ..................................... 10 3.4.2.2 Wawancara .................................................... 11 3.4.2.3 Pembuatan herbarium .................................. 11 3.4.3 Pengolahan dan analisis data ....................................... 12
ii
ii
3.4.3.1 Pengklasifikasian kelompok kegunaan ................................................... 12 3.4.3.2 Persentase bagian dan habitus yang digunakan ............................................. 13 3.4.3.3 Tingkat kegunaan tumbuhan ........................ 13 3.4.3.4 Telaah aksi konservasi masyarakat ................ 13
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Letak dan Luas ...................................................................... 14 4.2 Topografi dan Iklim .............................................................. 14 4.3 Geologi dan Tanah ................................................................. 15 4.4 Hidrologi ................................................................................ 16 4.5 Kondisi Flora dan Fauna ....................................................... 16 4.5.1 Flora ............................................................................. 16 4.5.2 Fauna ........................................................................... 17 4.6 Kondisi Sosial Budaya Masyarakat ...................................... 17 4.6.1 Bahasa .......................................................................... 17 4.6.2 Mata pencaharian ......................................................... 18 4.6.3 Pendidikan ................................................................... 19 4.6.4 Sejarah ......................................................................... 19 4.6.5 Sistem religi dan ritualnya ........................................... 20 4.6.6 Nama panggilan anak secara adat ................................ 21
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Pemanfaatan Keanekaragaman Spesies Tumbuhan .............. 22 5.1.1 Jumlah spesies dan famili tumbuhan berguna ............. 22 5.1.2 Keanekaragaman spesies tumbuhan berdasarkan habitusnya ............................................... 24 5.1.3 Bagian tumbuhan yang digunakan .............................. 25 5.1.4 Persentase asal tumbuhan ............................................ 26 5.1.5 Keanekaragaman manfaat tumbuhan berguna ............. 27 5.1.5.1 Tumbuhan penghasil pangan ......................... 28 5.1.5.2 Tumbuhan penghasil pakan ternak ................ 30 5.1.5.3 Tumbuhan obat .............................................. 31 5.1.5.4 Tumbuhan penghasil bahan bangunan........... 33 5.1.5.5 Tumbuhan penghasil kayu bakar ................... 34
5.1.5.6 Tumbuhan penghasil tali, anyaman dan kerajinan ....................................................... 36
5.1.5.7 Tumbuhan penghasil racun ............................ 38 5.1.5.8 Tumbuhan aromatik ....................................... 39 5.1.5.9 Tumbuhan penghasil warna dan tannin ......... 41 5.1.5.10 Tumbuhan hias ............................................ 42
iii
iii
5.1.5.11 Tumbuhan untuk acara adat ......................... 43 5.1.5.12 Tumbuhan untuk kegunaan lain .................. 45 5.1.5.13 Tingkat kegunaan tumbuhan ....................... 46 5.2. Praktek konservasi masyarakat suku Bunaq .................. 47 5.2.1 Hutan adat (Zobuq por) .................................... 47 5.2.2 Kawasan dilindungi (Natal gol mil) ................. 49 5.2.3 Aturan larangan (Gole obon) ............................ 49 5.2.4 Pengontrol kelestarian sumberdaya alam .............................................. 50 5.2.5 Penggunaan lahan ............................................. 50
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ............................................................................ 53 6.2 Saran ...................................................................................... 53
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 54 LAMPIRAN .................................................................................................. 57
iv
iv
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1 Denah lokasi penelitian ............................................................................. 9
2 Desa Dirun dan padang savana Fulan Fehan ............................................. 15
3 Sumber air Fatumutin ................................................................................ 16
4 Hubungan antara jumlah spesies dan famili yang ditemukan ................... 23
5 Bagian tumbuhan yang digunakan ............................................................ 25
6 Persentase asal tumbuhan .......................................................................... 26
7 Kelompok kegunaan tumbuhan pada masyarakat Bunaq .......................... 27
8 Pao lelo (Phaseolus lunatus) dan kontas (Canna edulis)....... ................... 30
9 Pemberian pakan ternak dan lokasi penggembalaan liar .......................... 31
10 Maria Ili (dukun pengobatan tradisional) .................................................. 33
11 Rumah suku dan rumah kebun .................................................................. 34
12 Pengambilan kayu bakar ............................................................................ 36
13 Taka dan opa, nawa, hutus morok, kuni .................................................... 37
14 Liana sebagai pengikat dan tali balanda (Agave cantula) ......................... 38
15 Bako (Nicotiana tabacum) dan Mebu zab (Girardinia sp) ....................... 39
16 U rikit (Hydrocotyle sibthorpiodes)
dan nilam (Pogostemon cablin)................................................. ................ 41
17 Si koe (Kalanchoe pinnata) ....................................................................... 43
18 Sirih dan pinang dalam budaya “molo pu”dan
sebagai pelengkap sesaji ............................................................................ 44
19 Zobuq por dan bosok .................................................................................. 48
20 Natal gol mil .............................................................................................. 49
v
v
21 Gole obon .................................................................................................. 50
22 Penggunaan lahan ...................................................................................... 51
vi
vi
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1 Persentase habitus yang digunakan ........................................................... 24
2 Perbandingan antara etnobotani suku Bunaq dan suku Dawan ................. 28
3 Beberapa spesies tumbuhan penghasil pangan yang ada di Desa Dirun ... 29
4 Beberapa spesies tumbuhan pakan ternak yang ada di Desa Dirun .......... 30
5 Beberapa spesies tumbuhan obat yang ada di Desa Dirun .................... di 32
6 Beberapa spesies tumbuhan penghasil bahan bangunan yang ada di Desa Dirun ................................................................................................. 33
7 Beberapa spesies tumbuhan penghasil kayu bakar yang ada di Desa Dirun ................................................................................................ 35
8 Beberapa spesies tumbuhan penghasil tali, anyaman dan kerajinan yang ada di Desa Dirun ............................................................................. 36
9 Beberapa spesies tumbuhan racun yang ada di Desa Dirun ...................... 39
10 Beberapa spesies tumbuhan aromatik yang ada di Desa Dirun ................. 40
11 Beberapa spesies tumbuhan penghasil warna dan tanninyang ada di
Desa Dirun ................................................................................................. 41
12 Beberapa spesies tumbuhan hias yang ada di Desa Dirun......................... 42
13 Beberapa spesies tumbuhan untuk keperluan upacara adat yang ada di Desa Dirun ................................................................................................. 43
14 Tingkat kegunaan tumbuhan ..................................................................... 46
vii
vii
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1 Daftar famili teridentifikasi ....................................................................... 58
2 Daftar spesies tumbuhan berdasarkan kelompok kegunaan ...................... 59
3 Daftar spesies tumbuhan yang ditemukan di tempat penelitian ................ 67
4 Daftar responden kajian etnobotani masyarakat suku Bunaq .................... 74
5 Daftar kuisoner etnobotani ........................................................................ 75
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Etnobotani merupakan ilmu yang mempelajari hubungan langsung antara
manusia dengan tumbuhan dalam kegiatan pemanfaatannya secara tradisional.
Kehidupan masyarakat tradisional yang sangat dekat dengan sumberdaya alam dan
lingkungan, yang salah satunya adalah interaksi yang berhubungan dengan
pemanfaatan tumbuhan merupakan pengalaman dari sebuah pengetahuan tradisional
yang secara turun-temurun diwariskan dari para leluhur ke generasi-generasi
selanjutnya.
Dalam sejarah perkembangan manusia, tumbuhan telah memainkan peranan
yang sangat penting dalam perkembangan budaya mereka. Suku-suku bangsa telah
mengembangkan dan mengadaptasikan pengetahuannya terhadap lingkungannya,
antara lain tumbuh-tumbuhan yang tumbuh di sekitarnya yang merupakan keperluan
pokok akan pangan, sandang, papan dan keperluan lainnya.
Ada pun masyarakat tradisional yang dalam kehidupannya tertanam nilai-nilai
kearifan dalam pemanfaatan tumbuhan dan memandang perlunya menjaga alam,
salah satunya adalah masyarakat suku Bunaq yang berada di Propinsi Nusa Tenggara
Timur. Dalam kehidupannya, mereka membentuk perkampungan-perkampungan
yang terpencar di antara bukit-bukit dan dengan berbekal pengetahuan yang
diwariskan secara turun-temurun, mereka mampu memanfaatkan berbagai hal dari
alam, salah satunya adalah dari ekosistem liar di sekitarnya. Pengetahuan tersebut
merupakan salah satu aset budaya bangsa, sehingga perlu dipelajari dan diwariskan
kepada generasi berikutnya.
Namun dalam perkembangannya, pengetahuan tradisional yang masih
terbelakang atau sering dianggap primitif ini mengalami keterancaman akibat
masuknya budaya asing yang menyebabkan gejala pergeseran pengetahuan lokal atau
bahkan bisa hilang sama sekali sebelum pengetahuan taradisional tersebut sampai
pada generasi berikutnya. Hal ini dikarenakan sifat dari pengetahuan tradisional itu
2
sendiri yang bersifat lisan (dari mulut ke mulut). Sehubungan dengan itu melaui
kajian etnobotani, diharapkan pengetahuan masyarakat Suku Bunaq dalam
pemanfaatan tumbuhan dapat terdokumentasi dan diwariskan kepada generasi
mendatang, sehingga pengetahuan tersebut tidak punah.
1.1 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menggali pengetahuan
tradisional masyarakat suku Bunaq dalam pemanfatan tumbuhan.
1.2 Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi untuk
pengembangan, pemanfaatan dan pelestarian tumbuhan berguna secara lestari yang
berbasis kepada kearifan lokal masyarakat, khususnya di Kabupaten Belu, Nusa
Tenggara Timur.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Etnobotani
2.1.1 Definisi
Menurut Soekarman dan Riswan (1992) dan Harsberger (1895) diacu dalam
Soekarman dan Riswan (1992), etnobotani merupakan ilmu yang mempelajari
hubungan manusia dengan tumbuhan dalam kegiatan pemanfaatannya secara
tradisional juga oleh suku-suku bangsa yang masih primitif atau terbelakang.
Etnobotani berasal dari dua kata Yunani yaitu ethos yang berarti bangsa dan botany
yang berarti tumbuh-tumbuhan.
Etnobotani dapat didefinisikan pula sebagai suatu studi yang mempelajari
konsep-konsep pengetahuan masyarakat mengenai tumbuhan yang merupakan hasil
perkembangan kebudayaan suatu masyarakat. Dinamika perubahan akan mewarnai
perubahan kebudayaan sebagai sistem ide. Konsep-konsep mengenai tumbuhan dan
pemanfaatan, pelestarian, dan konservasi secara tradisi lambat laun akan mengalami
penyesuaian terhadap perubahan-perubahan yang terjadi. Dalam hal ini diantaranya
adalah pengetahuan tradisional mengenai berbagai jenis tumbuhan, sifat-sifat yang
menyertai dan pengaruhnya terhadap kehidupan manusia, serta perlakuan terhadap
tumbuhan baik secara ritual maupun non ritual (Darnaedi 1998).
2.1.2 Ruang lingkup
Pengkajian etnobotani dibatasi oleh ruang lingkup bahwa etnobotani adalah
cabang ilmu pengetahuan yang mendalami tentang persepsi dan konsepsi masyarakat
tentang sumber daya habati di lingkungannya. Dalam hal ini kajian diarahkan dalam
upaya untuk mempelajari kelompok masyarakat dalam mengatur sistem pengaturan
anggotanya menghadapi tumbuhan dalam lingkungannya yang digunakan tidak saja
untuk keperluan ekonomi tetapi juga untuk kepentingan spritual dan nilai budaya
lainnya. Pemanfaatan yang dimaksudkan disini adalah baik sebagai bahan obat,
sumber pangan, dan sumber kebutuhan hidup manusia lainnya. Disiplin ilmu lain
4
yang terkait dalam penelitian etnobotani adalah antara lain anthropologi, sejarah,
pertanian, ekologi, kehutanan, geografi tumbuhan (Sudarsono & Waluyo 1992).
2.2 Kearifan Tradisional Masyarakat
Bangsa Indonesia yang mendiami di seluruh pulau-pulau yang tersebar dari
Sabang hingga Merauke terdiri dari suku-suku yang masing-masing mempunyai
kebudayaan dan adat istiadat yang berkembang dan diwariskan secara turun-temurun
dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kehidupan suku-suku tersebut terutama
yang mempunyai interaksi dekat dengan sumberdaya dan lingkungannya secara
turun-temurun pula mewarisi pola hidup tradisional yang dijalani oleh leluhurnya.
Masyarakat setempat yang hidup secara tradisional tersebut dikenal dengan istilah-
istilah tribal people (masyarakat suku), indigenous people (orang asli), native people
(penduduk asli) atau tradisional people (masyarakat tradisional) (Primack et al. 1998)
diacu dalam (Afrianti 2000).
Telah lama masyarakat tradisional hidup secara berdampingan dengan
keanekaragaman hayati atau sumber daya alam yang ada di sekelilingnya. Di
sebagian besar tempat, ternyata mereka tidak melakukan perusakan-perusakan besar-
besaran terhadap sumber daya alam yang ada di sekitarnya tersebut. Masyarakat
tradisional telah berhasil memanfaatkan metode-metode irigasi yang bersifat inovatif,
misalnya dengan melakukan panen yang bervariasi. Metode tersebut telah
memungkinkan kehidupan manusia dengan populasi yang tinggi tanpa menimbulkan
kerusakan lingkungan maupun komunitas biologis di sekelilingnya. Namun, saat ini
masyarakat tradisional sedang dihadapkan pada perubahan lingkungan secara besar-
besaran akibat meningkatnya interaksi masyarakat dengan dunia luar, yang seringkali
timbul perbedaan tajam antara generasi tua dan muda (Primack et al. 1998) diacu
dalam (Afrianti 2000).
2.3 Pemanfaatan Tumbuhan
Pengelompokkan penggunaan tumbuhan oleh Purwanto dan Walujo (1992)
meliputi tumbuhan sebagai bahan sandang, pangan, bangunan, alat rumah tangga, dan
5
alat pertanian, tali temali, anyam-anyaman, pelengkap upacara adat, obat-obatan dan
kosmetika, kegiatan sosial dan kegunaan lain.
2.3.1 Tumbuhan pangan
Tumbuhan pangan menurut Kamus bahasa Indonesia, adalah segala sesuatu
yang tumbuh, hidup, berbatang, berakar, berdaun, dan dapat dimakan atau
dikonsumsi oleh manusia (apabila dimakan oleh hewan maka disebut pakan).
Contohnya yaitu buah-buahan, sayuran, kacang-kacangan, dan tumbuhan yang
mengandung sumber karbohidrat.
Buah-buahan adalah jenis buah-buahan tahunan yang dapat dimakan, baik
dalam keadaan segar maupun yang telah dikeringkan, umumnya dikonsumsi dalam
keadaan mentah (Kartikawati 2004). Sebagian kecil jenis buah yang umum dikenal
masyarakat Indonesia antara lain durian (Durio zibethinus), mangga (Mangifera
indica), salak (Zalacca salacca) dan jambu (Psidium guajava).
2.3.2 Tumbuhan obat
Tumbuhan obat adalah semua tumbuhan, baik yang sudah dibudidayakan
maupun yang belum dibudidayakan yang dapat digunakan sebagai obat, berkisar dari
yang terlihat mata hingga yang nampak di bawah mikroskop (Rostiana diacu dalam
Mujenah 1993). Sedangkan menurut Suyono (1991), tumbuhan obat adalah tumbuhan
yang bagian tumbuhannya (akar, batang, kulit, daun umbi biji dan getah) mempunyai
khasiat sebagai obat dan digunakan sebagai bahan mentah dalam pembuatan obat
modern atau tradisional.
Tumbuhan obat adalah seluruh spesies tumbuhan yang diketahui mempunyai
khasiat obat, yang dikelompokkan menjadi : (1) Tumbuhan obat tradisional, yaitu
spesies tumbuhan yang diketahui dan dipercaya masyarakat mempunyai khasiat obat
dan telah digunakan sebagai bahan baku obat tradisional ; (2) Tumbuhan obat modern
, yaitu spesies tumbuhan yang secara ilmiah telah dibuktikan mengandung senyawa
atau bahan bioaktif dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan secara medis;
dan (3) Tumbuhan obat potensial, yaitu spesies tumbuhan yang diduga mengandung
6
senyawa atau bahan bioaktif yang berkhasiat obat tetapi belum secara ilmiah atau
penggunaannya sebagai bahan obat tradisional sulit dielusuri (Zuhud 2004).
2.3.3 Tanaman hias
Tanaman hias merupakan salah satu komoditi holtikultura non pangan yang
digolongkan sebagai holtikultura dan pada kenyataannya dalam kehidupan sehari-
hari, komoditas ini biasanya dibudidayakan untuk dinikmati keindahannya (Arafah
2005). Tanaman hias merupakan tanaman apapun yang mempunyai nilai hias baik
hias bunga dan tajuk, cabang, batang, buah maupun hias aroma.
2.3.4 Tumbuhan aromatik
Tumbuhan aromatik dapat pula disebut sebagai tumbuhan penghasil minyak
atsiri. Tumbuhan penghasil minyak atsiri ini biasanya memiliki ciri bau dan aroma
karena fungsinya yang paling luas dan umum diminati adalah sebagai pengharum,
baik sebagai parfum, kosmetik, pengharum ruangan, pengharum sabun, pasta gigi,
pemberi rasa makanan ataupun produk rumah tangga lainnya. Minyak atsiri dapat
diperoleh dengan cara ekstraksi atau penyulingan dari bagian-bagian tumbuhan
(Kartikawati 2004).
Sementara itu, menurut Heyne (1987), tumbuhan yang menghasilkan minyak
atsiri, antara lain : akar wangi (Andropogon zizinoides), kulit kayu manis
(Cinnamomum burmanni), jahe (Zingiber officinale), sirih (Piper betle), cendana
(Santalum album) dan kenanga (Cananga odorata).
2.3.5 Tumbuhan penghasil warna
Tumbuhan penghasil zat warna adalah tumbuhan yang memiliki zat warna
seperti kunyit (Curcuma domestica) yang digunakan untuk mewarnai makanan
sehingga berwarna orange dan daun suji (Pleomele angustifolia) untuk warna hijau
(Kartikawati 2004). Di samping itu, selain untuk pewarna makanan, ada pula yang
digunakan untuk mewarnai rotan dan bahan lainnnya.
7
2.3.6 Tumbuhan penghasil pakan ternak
Pakan ternak adalah makanan yang diberikan kepada ternak. Menurut
Kartikawati (2004), tanaman pakan ternak adalah tanaman yang memiliki konsentarsi
nutrisi rendah dan mudah dicerna yang merupakan penghasil pakan bagi satwa
herbivora. Tanaman ini dapat diolah dan dibudidayakan meskipun ada pula yang
tumbuh liar seperti alang-alang.
2.3.7 Tumbuhan penghasil pestisida nabati
Pestisida nabati adalah bahan aktif tunggal atau majemuk yang berasal dari
tumbuhan yang dapat digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu
tumbuhan. Pestisida nabati ini dapat berfungsi sebagai penolak, penarik, antifertilitas
(pemandul), pembunuh, dan bentuk lainnya. Secara umum pestisida nabati diartikan
sebagai suatu pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan yang relatif
mudah dibuat dengan kemampuan dan pengetahuan yang terbatas (Arafah 2005).
2.3.8 Tumbuhan untuk kegunaan adat
Beberapa tumbuhan memiliki sifat spiritual, magis, dan ritual. Penggunaan
tumbuhan untuk adat dapat berupa bentuk penggunaan dalam berbagai upacara adat
terutama yang berkenaan dengan upacara daur hidup (Kartiwa & Wahyono 1992).
2.3.9 Tumbuhan penghasil kayu bakar
Menurut Sutarno (1996), jenis pohon yang ditujukan untuk pemenuhan kayu
bakar, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a) Beradaptasi pada rentangan kondisi lingkungan yang luas
b) Pertumbuhan cepat, volume hasil kayu maksimal tercapai dalam waktu
yang singkat
c) Tidak merusak tanah dan menjaga kesuburannya
d) Tahan penyakit dan hama
e) Pengelolaannya singkat waktunya
f) Tahan terhadap kekeringan dan toleran iklim yang lain
8
g) Pertumbuhan tajuk baik, siap tumbuh pertunasan yang baru
h) Memiliki manfaat lain yang menguntungkan pertanian
i) Menghasilkan percabangan dengan diameter yang cukup kecil untuk
dipotong dengan peralatan tangan dan mudah pengangkutannya
j) Menghasilkan kayu yang mudah dibelah
k) Kadar air rendah dan relatif cepat dikeringkan
l) Tidak memercikkan api dan cukup aman apabila dibakar
m) Menghasilkan kayu yang padat dan lebih lama dibakar
2.3.10 Tumbuhan penghasil tali, anyaman dan kerajinan
Tumbuhan penghasil tali, anyaman dan kerajinan adalah tumbuhan yang biasa
digunakan untuk membuat tali, anyaman maupun kerajinan. Beberapa tumbuhan yang
sering digunakan oleh masyarakat untuk membuat anyaman adalah jenis rotan dan
bambu.
Menurut Isdijoso (1992), tanaman yang termasuk dalam kelompok sumber
bahan sandang, tali temali dan anyaman antara lain: kapas (Gossypium hirsutum),
kenaf (Hibiscus cannabinus), rosella (Hibiscus sabdariffa), yute (Corchorus
capsularis dan C. olitorius), rami (Boehmeria nivea), abaca (Musa textilis), dan
agave/sisal (Agave sisalana dan A. Cantula).
9
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di desa Dirun Kecamatan Lamaknen Kabupaten
Belu, Propinsi Nusa Tenggara Timur selama 2 bulan yaitu pada bulan Juli hingga
September 2009. Adapun denah lokasi penelitiannya dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Denah Lokasi Penelitian (Sumber : Friedberg, 1990)
3.2 Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumen atau laporan
dari instansi tertentu, tumbuhan untuk pembuatan herbarium, alkohol 70%,
10
sedangkan alat yang digunakan kamera, kertas Koran, kantong plastik, sasak, tally
sheet, kuisioner, tape recorder, label gantung dan alat tulis-menulis.
3.3 Jenis data yang dikumpulkan
Adapun jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini berupa data primer
dan data sekunder. Data primer terdiri dari spesies-spesies tumbuhan yang
dimanfaatkan, habitusnya, kegunaannya, bagian tumbuhan yang digunakan, cara
pengolahan, cara pemakaiannya hingga cara pembudidayaannya.
Sedangkan untuk data sekunder terdiri dari kondisi umum lokasi, sejarah,
letak dan luas, topografi, geologi dan tanah, iklim dan hidrologi, flora, fauna, kondisi
sosial budaya masyarakat, pendidikan, dan karakteristik etnik (mata pencaharian).
3.4. Tahapan penelitian
3.4.1 Kajian literatur
Kegiatan ini betujuan untuk mengetahui dan mendapatkan informasi dasar
mengenai kondisi umum (mencakup fisik, biotik dan sosial budaya masyarakat), data
mengenai spesies tumbuhan berguna yang ada di lokasi penelitian guna verifikasi
(cek silang) berdasarkan data yang diperoleh di lapangan. Pengumpulan data ini
dilakukan melalui dua tahap yakni sebelum dan sesudah penelitian di lapangan.
3.4.2 Survey lapangan
3.4.2.1 Penentuan responden
Penentuan responden sebagai perwakilan contoh ditentukan secara terpilih
(metode purposive sampling). Jumlah responden pada penelitian ini adalah sebanyak
25 responden. Adapun kriteria yang digunakan dalam penentuan responden adalah
mereka yang diduga memiliki pengetahuan banyak tentang pemanfaatan tumbuhan
berguna dalam kehidupan yang meliputi dukun, tokoh masyarakat/tetua adat, ibu
rumah tangga, dan anggota masyarakat lainnya.
11
3.4.2.2 Wawancara
Dalam tahapan wawancara yang ditanyakan adalah spesies tumbuhan yang
dimanfaatkan berdasarkan kegunaannya sebagai tumbuhan penghasil pangan, obat,
pakan ternak, bahan bangunan, kayu bakar, tali anyaman dan kerajinan, aromatik,
racun, pewarna, hias, upacara adat, dan spesies tumbuhan untuk kegunaan lainnya. Di
samping ditanyakan juga mengenai cara pengolahan, cara pemakaian, hingga cara
budidaya dan tingkat kegunaan spesies tumbuhan yang dimanfaatkan tersebut.
Wawancara dilakukan secara semi terstruktur dengan menggunakan kuisioner,
dengan pendalaman pertanyaan sesuai keperluan. Di samping wawancara ini
sekaligus dilakukan verifikasi dari hasil wawancara tersebut yang berupa sampel-
sampel tumbuhan untuk didokumentasikan.
3.4.2.3 Pembuatan herbarium
Pengambilan sampel/contoh herbarium ditujukan untuk pengkoleksian
spesimen tumbuhan yang terdiri dari bagian-bagian tumbuhan (ranting lengkap
dengan daun, serta bunga dan buahnya jka ada) serta untuk penentuan nama
ilmiahnya. Contoh herbarium dibuat dengan cara kering. Adapun tahapan dalam
pembuatan herbarium ini adalah :
1. Mengambil contoh herbarium yang terdiri dari ranting lengkap dengan
daunnya, serta bunga dan buah jika ada dengan menggunakan gunting
daun, dipotong dengan panjang ± 40 cm.
2. Contoh herbarium yang telah diambil tersebut dimasukkan ke dalam
kertas Koran dengan memberikan etiket yang berukuran (3x5) cm. Etiket
berisi keterangan tentang nomor spesies, nama lokal, lokasi pengumpulan,
dan nama pengumpul/kolektor.
3. Penyusunan herbarium pada sasak yang terbuat dari bambu dan disemprot
dengan alkohol 70%, dan kemudian dijemur pada panas matahari.
4. Herbarium yang sudah kering, disimpan untuk diidentifikasi selanjutnya
di Laboratorium Konservasi Tumbuhan, Fakultas Kehutanan IPB atau
Herbarium Bogoriense, LIPI Bogor.
12
Pembuatan herbarium ini tidak dilakukan pada semua spesies yang
ditemukan tetapi hanya dikhususkan untuk spesies yang belum diketahui jenis dan
familinya pada saat melakukan pengamatan serta identifikasi di lapangan.
3.4.3 Pengolahan dan analisis data
Pengolahan data primer maupun sekunder dilakukan dengan cara manual
maupun komputerisasi guna menyajikan data tentang: nama spesies, family, habitus,
bagian tumbuhan berguna yang digunakan, manfaat/kegunaan, data atau informasi
lainnya tentang tumbuhan berguna, hasil identifikasi spesies tumbuhan berguna
disusun berdasarkan famili dan spesies. Setiap spesies dianalisis mengenai potensi,
bentuk hidup dan manfaatnya serta bagian yang digunakan.
3.4.3.1. Pengklasifikasian kelompok kegunaan
Tumbuhan memiliki berbagai kegunaan. Agar mempermudah dalam
penyajian, dilakukan pengelompokkan berdasarkan kegunaan masing-masing spesies
tumbuhan (Waluyo 1987, Waluyo et al 1992) diacu dalam (Waluyo 1992) sebagai
berikut :
1. Tumbuhan penghasil pangan
2. Tumbuhan obat
3. Tumbuhan penghasil pakan ternak
4. Tumbuhan penghasil bahan bangunan
5. Tumbuhan penghasil kayu bakar
6. Tumbuhan penghasil bahan tali, anyaman dan kerajinan
7. Tumbuhan penghasil racun
8. Tumbuhan aromatik
9. Tumbuhan penghasil bahan pewarna dan tannin
10. Tumbuhan hias
11. Tumbuhan untuk upacara adat
12. Tumbuhan untuk kegunaan lain
13
3.4.3.2 Persentase bagian dan habitus tumbuhan yang digunakan
Dari tumbuhan berguna yang ditemukan, dibuat persentase untuk setiap
bagian dari tumbuhan yang ditemukuan dan dimanfaatkan oleh masyarakat dan
dihitung persentase keanekaragaman tingkat habitusnya. Penentuan persentase
tersebut dibuat seperti berikut:
Persentase habitus tertentu yang digunakan
Persentase bagian tertentu yang digunakan x 100%
3.4.3.3 Tingkat kegunaan tumbuhan
Tingkat kegunaan tumbuhan merupakan analisis sederhana dimana tingkat
kegunaan suatu tumbuhan dihitung berdasarkan pada berapa jumlah kegunaan yang
diperoleh dari suatu spesies tumbuhan.
3.4.3.5 Telaah praktek konservasi masyarakat
Telaah aksi konservasi pada masyarakat mengacu kepada praktek-praktek
konservasi yang secara turun-temurun telah diwariskan dan dijalankan yang bertolak
dari 3 kelompok stimulus amar (alamiah, manfaat dan religius) yang mendorong
sikap dan perilaku konservasi tertentu (Amzu 2007). Adapun ketiga stimulus tersebut
antara lain:
� Stimulus alamiah, yang berkaitan dengan kelangkaan, karakteristik populasi
dan regenerasi dari spesies tertentu yang dimanfaatkan oleh masyarakat.
� Stimulus manfaat, yang berkaitan dengan manfaat ekonomi, obat ataupun
manfaat lain dari spesies tertentu.
� Stimulus religius, yang berkaitan dengan nilai-nilai kerelaan berkorban,
spritual, etika dan norma-norma.
14
BAB IV
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Letak dan Luas
Desa Dirun dengan luas 15,40 km2 terletak di Kecamatan Lamaknen dalam
wilayah administrasi Pemerintah Daerah Kabupaten Belu dengan luas wilayah adalah
21.431 ha yang terdiri dari dataran 940 ha, lereng/bukit 19.419,5 ha dan pemukiman
1.071,5 ha. Dengan demikian diketahui Kecamatan Lamaknen sebagian besar
lereng/perbukitan 90,5%, dataran 4,5% dan pemukiman 5%. Adapun batas-batasnya
sebagai berikut :
Sebelah Utara : Kecamatan Raihat
Sebelah Selatan : Negara Timor Leste
Sebelah Timur : Negara Timor Leste
Sebelah Barat : Kecamatan Lasiolat dan Tasifeto Timur.
4.2 Topografi dan Iklim
Topografi Desa Dirun dan Kecamatan Lamaknen pada umumnya didominasi
oleh pegunungan, perbukitan, bergelombang dengan variasi lereng-lereng yang curam
dengan kemiringan 8-40% dan melengkung membentuk lembah serta lahan yang
datar sangat jarang dijumpai seperti terlihat pada Gambar 2 dengan ketinggian 600-
800 mdpl. Sementara itu, berdasarkan pembagian tipe iklim Schmidt & Ferguson
(Orneling 1955) pulau Timor pada umumnya yang termasuk pula Kecamatan
Lamaknen di dalamnya adalah termasuk tipe iklim E & F. Iklim ini dipengaruhi oleh
iklim Australia yang ditandai oleh kekeringan yang terjadi hampir sepanjang tahun.
Adapun lamanya musim kemarau adalah 7-9 bulan, musim hujan hanya selama 3-5
bulan. Pada tipe iklim ini, seperti di wilayah Kecamatan Lamaknen dapat ditemukan
adanya padang savana Fulan Fehan yang berada dalam kawasan hutan Lindung
Kelompok Gunung Lakaan seperti terlihat pada Gambar 2.
Air merupakan salah satu faktor utama yang menentukan keberhasilan
budidaya pertanian. Sebagian besar wilayah ini adalah lahan kering, oleh karenanya
15
sangat membutuhkan curah hujan yang memadai baik intensitas maupun
distribusinya selama setahun. Bagi daerah perbukitan/lereng tingginya curah hujan
dalam suatu waktu tertentu bisa berakibat erosi maupun tanah longsor. Sebaliknya
curah hujan yang kurang dari 3 bulan atau tidak menentu akan mengakibatkan gagal
panen jagung, padi ladang, kacang-kacangan dan umbi-umbian.
Gambar 2 Desa Dirun dan padang savana Fulan Fehan
4.3 Geologi dan tanah
Dalam peta Geologi NTT yang bersumber pada “Geological survey
Washingfton D.C 1985”, kawasan Kecamatan Lamaknen didentifisir ke dalam
formasi batuan Bobonaro, namun berdasarkan hasil survey geologi Indonesia dan
data-data lapangan oleh Morton (1975), kawasan tersebut dan daerah sekitarnya
diindikasikan sebagai tanah Napal tercampur batuan pasir dan lumpur, yang proses
kejadiannya diperkirakan sejak zaman Miosin Atas hingga kini (sejak 30 tahun
hingga sekarang). Menurut peta tanah bagan yang bersumber pada lembaga penelitian
tanah bogor (LPT Bogor), maka jenis tanah yang terdapat di wilayah Kecamatan
Lamaknen adalah jenis tanah litosol. Warna tanah bervariasi antara coklat gelap (dark
brown) dan coklat sangat gelap (very dark brown) hingga hitam. Tingkat keasaman
tanah (ph) di dalam kawasan yang berkisar antara 6-7 (normal).
16
4.4 Hidrologi
Menurut hasil pengamatan lapangan yang dilakukan oleh panitia penyusunan
revisi umum Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) ibukota Kecamatan Lamaknen
Kabupaten Belu tahun 2003-2013 ternyata di Wilayah Kecamatan Lamaknen terdapat
beberapa mata air yang diantaranya berdebit kurang dari 1 liter/detik dan beberapa
keluarga secara pribadi memasang pipa untuk mengalirkan air dari sumber air yang
ada.
Sementara itu, sumur-sumur galian tidak ditemukan karena hingga sekarang,
kebutuhan air bersih masih dipenuhi dari sumber air yang ada. Salah satu contohnya
adalah pada masyarakat kampung Berloo yang mengalirkan air untuk memenuhi
kebutuhannya dari sumber air yang berada di kaki bukit Fatumutin (Gambar 3).
Gambar 3 Sumber Air Fatumutin
4.5 Kondisi Flora dan Fauna
Keanekaragaman spesies-spesies flora maupun fauna yang ditemukan di Desa
Dirun merupakan suatu bentuk adaptasi yang tinggi terhadap lingkungannya yang
kering dan khas.
4.5.1 Flora
Konsekuensi dari iklim kering menyebabkan terciptanya flora maupun
vegetasi yang khas pula. Jenis-jenis tumbuhan yang menata flora Timor telah
17
menelusuri suatu rangkaian seleksi alam yang keras sepanjang jalur evolusinya. Tidak
banyak jenis yang ada di kawasan ini yang bersifat evergreen atau hijau sepanjang
tahun. Adapun vegetasi yang dapat dijumpai adalah ampupu (Eucalyptus urophylla ),
pohon putih (Eucalyptus alba, ) cemara gunung (Casuarina junghuniana), bambu
(Bambusa spp.), gewang (Corypha sp.), kesambi (Schleichera oleosa) serta jenis
lainnya dari family Fabaceae. Di samping itu terdapat pula tumbuhan yang
menghambat pertumbuhan tumbuhan lain seperti u lakar (Boerhavia erecta), siol
(Lantana camara) dan an in (Vetiveria zizanioides).
4.5.2 Fauna
Satwa-satwa liar yang dapat dijumpai di Desa Dirun adalah satwa-satwa yang
berasal dari dalam kawasan Hutan Lindung Ekosistem Gunung Lakaan seperti babi
hutan (Sus vittatus), kera (Macaca irus), kakatua (Cacatua galarita), ayam hutan
(Callus galius varius) dan rusa (Cervus timorensis).
4.6. Kondisi Sosial Budaya Masyarakat
Masyarakat yang mendiami Desa Dirun memiliki hubungan yang sangat erat.
Hal ini disebabkan karena adanya perkawinan antar kerabat yang telah terwariskan
secara turun-temurun. Di Desa Dirun terdapat ± 20 suku yang mendiami 9 dusun
yang ada di desa tersebut yang berjumlah 674 KK. Sedangkan pada dusun yang
berada di pusat kecamatan telah banyak para pendatang yang bekerja sebagai tenaga
pendidik, perawat ataupun tenaga jasa lainnya juga adanya para pengungsi Timor
Leste yang telah menetap di Desa Dirun tersebut.
4.6.1. Bahasa
Bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi antar suku adalah bahasa Bunaq
Kata “Bunaq” tidak mempunyai arti khusus, melainkan kata yang dipakai oleh suku
bangsa Bunaq sendiri, untuk menyebut suku bangsa Bunaq dan bahasa Bunaq. Suku
Bunaq ini merupakan salah satu suku dari 3 suku besar yang mendiami wilayah
Kabupaten Belu. Bahasa Bunaq ini memilki keunikan tersendiri dari vokal-vokalnya.
18
Dalam bahasa Bunaq ditemukan arti dari setiap huruf vokal yang terdiri dari huruf-
huruf A, I, U, E, O. Huruf A mempunyai arti makan. Huruf vokal I berarti kita dan
arti kedua atau arti lain dari vokal I adalah menggigit. Huruf vokal U berarti rumput
atau arti lain hidup. Huruf vokal E berarti garam. Vokal O artinya udang. Gabungan
huruf dua huruf vokal juga mempunya arti tersendiri. Misalnya AI artinya tanta. AU
artinya bambu. AE artinya memberi makan kepada. AO artinya memanah. IA artinya
memakan Anda. IU artinya berulat. IE artinya milikmu. IO artinya kotoranmu atau
tahimu. UA artinya jejakmu. UI artinya ulat. UE artinya memukul. EA artinya
memberi makan kepadamu. EI artinya mereka. OE artinya rotan.
4.6.2 Mata Pencaharian
Mata pencaharian masyarakat Desa dirun pada umumnya adalah bertani.
Hanya sebagian kecil saja yang memiliki mata pencaharian sebagai swasta atau
pegawai negri. Hal ini disebabkan karena kegiatan berladang merupakan kegiatan
utama untuk memenuhi kebutuhan mereka dan sudah menjadi budaya yang sulit
ditinggalkan. Sesuai dengan keadaan ekosistemnya maka di Desa Dirun komoditas
yang cocok adalah padi yang hanya terpusat di pusat kecamatan dan palawija serta
tanaman pangan di seluruh wilayah Desa Dirun seperti jagung, ubi kayu, bawang
merah dan bawang putih yang bernilai ekonomi tinggi dan sebagai sumber
pendapatan utama. Meskipun di Desa Dirun cocok untuk budidaya lorong, terasering
dengan pengembangan tanaman perkebunan (kopi, kemiri), kehutanan (jati, mahoni),
tanaman umbi-umbian dan tanaman obat-obatan yang bisa hidup di bawah pepohonan
yang menjadi makanan alternatif masyarakat bila terjadi musim paceklik di lahan
sawah maupun di lahan kering boleh dikatakan belum beraturan. Hal ini ada berkaitan
dengan tingkat kebutuhan petani yang didasarkan pada kebutuhan mendesak atau
tidaknya. Di samping itu diakibatkan oleh kebiasaan peternak yang membiarkan
ternaknya berkeliaran ketika selesai panen. Hal lain ialah petani kurang sadar akan
pentingnya penerapan pola tanam karena para petani selalu merasa puas dengan hasil
yang ada kendati kenyataan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga (Paso
2003).
19
4.6.3 Pendidikan
Masyarakat di Desa Dirun dilihat dari tingkat pendidikannya telah banyak
yang bersekolah atau menikmati pendidikan dikarenakan telah adanya kesadaran akan
pentingnya pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya anggota masyarakat yang
telah menyekolahkan anak-anaknya hingga jenjang perguruan tinggi. Meskipun
demikian, pada umumnya masyarakat di Desa Dirun hanya berpendidikan SD atau
bahkan tidak pernah menikmati bangku pendidikan sama sekali. Fenomena inilah
yang secara teoritis menggambarkan adanya korelasi positif dengan peluang kerja.
Sehubungan dengan itulah maka di Desa Dirun dijumpai pada umumnya masyarakat
bermatapencaharian sebagai petani.
4.6.4 Sejarah
Nama Bunaq sebagai nama asli dari suku bangsa ini baru saja diperkenalkan
dan dilasimkan oleh bekas Raja Lamaknen A.A.Bere Tallo, sejak tahun 1950-an.
Bahasa Bunaq dipakai oleh Suku Bangsa Bunaq, yang mendiami bekas swapraja
Lamaknen di wilayah Timor Barat, Propinsi Nusa Tenggara Timur. Banyak orang
Bunaq yang juga mendiami wilayah-wilayah yang berbahasa Tetum seperti Kedesaan
Aitoun, Litamali, Kamanasa, Suai, Kletek, Sukabinawa dan Babulu. Di samping itu
suku bangsa Bunaq mendiami wilayah yang luas pula di Timor-Timur yakni Wilayah
Daerah Tingkat II Bobonaro (bekas keliuraian Lolotoi, Lakus, Bobonaru, Aiasa,
Memu, Maliana dan Hoololo). Di samping itu terdapat pula di Kecamatan Fatululi
dalam wilayah Kabupaten Kobalima. Baik orang-orang Bunaq di Timor-Timur
maupun Belu mempunyai leluhur yang sama dan hubungan darah langsung yaitu
semuanya berasal dari Timor-Timur. Suku Bunaq adalah satu suku bangsa yang
mendiami pegunungan Lamaknen dan sekitar jajaran bukit Lakus dan Nabilwa. Ia
mempunyai banyak perbedaannya dengan suku Bangsa Belu yang berbatasan
dengannya, dalam hal bahasa dan kebudayaannya. Mereka ini juga merupakan salah
satu dari suku-suku bangsa yang tua yang lebih dahulu mendiami Pulau Timor.
Masyarakat Bunaq tidak termasuk di dalam kelompok bangsa-bangsa Melayu, karena
20
tempurung tengkorak kepalanya yang lebih besar dan memperlihatkan segala ciri-ciri
dari bangsa Irian (Friedberg 1990).
4.6.5 Sistem Religi dan ritualnya
Pada masa sekarang dapat dikatakan , 100 % suku bangsa Bunaq di Lamaknen
pada umumnya telah memeluk agama Katholik. Namun demikian , para pemeluk
agama Katholik ini pada hakekatnya belum melepaskan konsep-konsep dan adat
istiadat keagamaan yang berasal dari religi asli tersebut. Unsur penting dalam religi
asli itu adalah adanya kepercayaan bahwa ada satu keadaan yang Tertinggi, disebut
“Hot” atau “Hot Esen”. Dalam syair mitologis Hot Esen disebut “ Masaq Giral
Kereq, Boal Gepal Uen” yang artinya Yang Agung bermata tunggal dan bertelinga
tunggal yang berarti pula Yang Agung Maha Sempurna.
Kepercayaan yang lain ialah menurut syair itu adalah
Hot Esen berdiam di Esen Hitu, As Hitu (pada tujuh ketinggian). Kegelapan meliputi
seluruh alam raya. Untuk menghalau kegelapan, Hot menciptakan bintang, bulan dan
matahari. Ternyata di bawah Esen Hitu, As Hitu, hanya ada air tidak terbatas. Hot
menjatuhkan satu gumpalan tanah, ternyata hanya menjadi air. Dijatuhkan lagi
gumpalan 3 buah namun hanya kelihatan binatang bergerak dalam air. Dijatuhkan
lagi 5 gumpalan sehingga terpisahlah daratan dengan air, tetapi tanah hanya dalam
keadaan rata, tidak bergunung dan berbukit, dan hanya penuh ditumbuhi rumput
“tese” dan “sibil”. Dijatuhkan lagi 7 gumpalan, bermunculanlah pegunungan dan
pebukitan, tetapi masih bergoyangan di atas air. Dengan menurunkan pohon “ge”,
mantaplah tanah daratan ciptaan itu. Untuk menggilas rumput “tese” dan “sibil”
diturunkan kambing, babi, kerbau maka tergilaslah rerumputan itu. Diturunkan lagi
kera untuk menghuni hutan, serta burung gagak dan burung “koak” untuk memberi
tanda tibanya siang dan malam. Bumi disebut ligi hitu nual hitu yang berarti tujuh
yang dibawah. Kemudian ternyata bintang, bulan dan matahari melahirkan manusia.
Inilah sebabnya manusia disebut “Hot Gol”-“Hul Gol” yang berarti anak matahari
dan bulan. Di samping itu bintang-bintang melahirkan pula roh-roh jahat pembawa
malapetaka bagi manusia dan roh baik membawa kemakmuran, keberanian,
21
kepandaian bagi manusia. Manusia ini berdiam di Esen Hitu, As Hitu akan tetapi
sejak kecil nakal, suka berkelahi, sesudah dewasa, juga mulai mencuri, merusakkan
barang milik orang, lalu Hot memerintahkan mereka itu, untuk mendiami bumi.
Sehubungan dengan itu, religi yang dilakukan pada saat membangun rumah
suku baru atau rumah adat ditujukan untuk memulihkan kembali keseimbangan
antara para anggota suku yang membuat rumah dengan kayu, rumputan. Berdasarkan
pemikiran masyarakat Bunaq, bahwa kayu dan bahan lainnya yang digunakan adalah
sesama makhluk yang sama dan sederajat dengan manusia, sehingga harus diadakan
perdamaian kembali dengan mereka.
Sementara itu, terdapat ritual mengenai bahan makanan yakni kayu cendana
dan lilin (lebah). Hal ini berdasarkan syair mitologis, bahwa bahan makanan, kayu
cendana dan lebah adalah hasil penjelmaan seorang putera dan puteri bernama Dasi
Bau Maliq dan Dasi Bui Maliq. Dasi Bui Maliq menjadi lebah dan Dasi Bau Maliq
menjelma menjadi bahan makanan dan kayu cendana. Kemudian, darah dagingnya
menjelma menjadi padi-padian, giginya menjadi jagung, lidahnya menjadi tebu, biji
matanya menjadi kacang-kacangan, perutnya menjadi labu, pantatnya menjadi ubi.
Berdasarkan kepercayaan itu, maka ada berbagai upacara yang dilakukan yang
berkaitan dengan bahan makanan yang ditujukan untuk menghindarkan bencana
alam, pemusnah makanan, melancarkan curah hujan, menambah kesuburan tanah
serta memberikan hasil panen yang berlimpah (Mali 2009).
4.6.6 Nama panggilan anak secara adat
Dalam kehidupan masyarakat suku Bunaq, setiap anak memiliki panggilan
secara adat. Adapun panggilan untuk anak laki-laki maka panggilan apa’ untuk
memanggil anak sulung, pou untuk anak kedua, uju untuk anak ketiga dan uka untuk
anak bungsu. Apabila anak laki-laki berjumlah lebih dari empat orang maka anak
kelima disebut sebagai anak sulung dengan panggilan apa’ dan seterusnya. Panggilan
untuk anak perempuan sama halnya panggilan adat yang diberikan kepada anak laki-
laki hanya berbeda pada panggilan yang diberikan bagi anak sulung yakni pada anak
perempuan diberi nama aiba.
22
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Potensi Keanekaragaman Spesies Tumbuhan
Berdasarkan hasil identifikasi dan wawancara yang dilakukan dengan
masyarakat suku Bunaq di Desa Dirun diperoleh bahwa dalam kehidupannya mereka
memanfaatkan sebanyak 257 spesies tumbuhan dari 71 famili seperti yang tersaji
pada Lampiran 1. Perolehan data ini menunjukkan bahwa dalam kesehariannya,
masyarakat suku Bunaq memiliki interaksi yang sangat dekat dengan tumbuhan-
tumbuhan di sekitarnya dan memiliki potensi sebagai tumbuhan berguna untuk
menunjang kehidupan mereka.
Berikut ini dikemukakan klasifikasi keanekaragaman tumbuhan berguna
berdasarkan (1) Jumlah spesies dan famili tumbuhan berguna, (2) Keanekaragaman
spesies tumbuhan berdasarkan habitusnya, (3) Bagian tumbuhan yang digunakan, (4)
Persentase asal tumbuhan, dan (5) Keanekaragaman manfaat tumbuhan berguna.
5.1.1. Jumlah spesies dan famili tumbuhan berguna
Keanekaragaman spesies dan famili yang digunakan sebagai tumbuhan
berguna dalam kehidupan masyarakat suku Bunaq di Desa Dirun adalah sebanyak
257 spesies dari 71 famili. Berdasarkan hasil identifikasi yang dilakukan adapun
famili dengan spesies tumbuhan terbanyak adalah Fabaceae yang ditemukan
sebanyak 25 spesies, diikuti Poaceae sebanyak 17 spesies dan Euphorbiaceae
sebanyak 19 spesies. Pada Gambar 4 hanya terdapat 17 famili yang memiliki jumlah
spesies lebih besar sama dengan tiga sedangkan daftar famili dengan jumlah spesies
lebih besar sama dengan dua dan daftar selengkapnya secara keseluruhan dapat
dilihat pada Lampiran 1.
23
Gambar 4 Hubungan antara jumlah spesies dan famili yang ditemukan
Famili Fabaceae merupakan famili yang memiliki spesies terbanyak yang
ditemukan sebagai tumbuhan berguna pada kehidupan masyarakat di Desa Dirun.
Menurut Anonim (2006) Fabaceae adalah nama botani untuk sebuah famili tumbuhan
yang besar. Spesies-spesies anggota Fabaceae kebanyakan berupa kacang-kacangan
yang merupakan sumber makanan yang paling bernilai, contohnya kacang tanah.
Spesies lain yang merupakan sumber pakan ternak termasuk Cassia, lamtorogung dan
kacang-kacangan pada umumnya yang merupakan sumber protein utama dari
Nitrogen yang dihasilkan dari simbiosis pada akar spesies tumbuhan dari family
Fabaceae ini. Sementara itu, genus seperti Laburnum, Robinia, Gleditsia, Acacia,
Mimosa, dan Delonix merupakan tanaman hias. Spesies-spesies yang lain mempunyai
sifat pengobatan atau insektisida atau menghasilkan bahan-bahan yang penting seperti
gam arab, tanin, pewarna atau damar. Terdapat juga tanaman khusus, satu spesies
Asia timur yang pernah ditanam di bagian tenggara Amerika serikat untuk perbaikan
tanah dan sebagai makanan lembu. Penanaman spesies ini telah dihentikan karena
tanaman ini telah menjadi gulma yang tumbuh dimana-mana.
24
5.1.2. Keanekaragaman spesies tumbuhan berdasarkan habitusnya
Tumbuhan yang dimanfaatkan masyarakat jika ditinjau dari habitusnya sangat
beragam sehingga dikelompokkan spesies-spesies tumbuhan berguna yang ditemukan
berdasarkan tingkat habitusnya masing-masing seperti yang terekapitulasi pada Tabel
1 di bawah ini.
Tabel 1 Persentase jumlah spesies yang digunakan masyarakat berdasarkan habitus
No Nama Habitus Jumlah Spesies Berdasarkan
Habitusnya
Presentase (%)
1 Herba 97 37,6
2 Perdu 18 6,98
3 Semak 33 12,8
4 Pohon 99 38,37
5 Liana 8 3,48
6 Epifit 2 0,77
Jumlah 257 100
Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa spesies terbanyak yang dimanfaatkan
masyarakat adalah yang berhabitus pohon. Hal ini dikarenakan di daerah ini yang
terletak pada ketinggian 600-800 mdpl merupakan salah satu hutan musim dataran
rendah yang memiliki struktur satu lapis saja dengan tinggi pohon jarang melebihi 25
meter, berdahan rendah, jarang berbatang silindris dan menjulang serta komposisi
jenisnya adalah campuran tetapi miskin jenis dan sering dominan setempat. Pohon
mempunyai nilai yang paling tinggi karena pada jenis hutan dataran rendah yang
mendominasi adalah tingkat pohon. Di samping itu, daya tahan hidup pohon lebih
lama dibandingkan dengan habitus lainnya sehingga pemanfaatanya bisa lebih
berkelanjutan. Di samping habitus pohon, terdapat spesies-spesies berhabitus herba
yang juga banyak dimanfaatkan masyarakat. Hal ini dikarenakan spesies-spesies
tumbuhan dari habitus ini merupakan tumbuh-tumbuhan yang sering dijumpai dan
banyak terdapat di sekitar lingkungan masyarakat dan pada umumnya adalah tanaman
hasil budidaya seperti bahan pangan, obat dan untuk kegunaan lainnya.
25
5.1.3 Bagian tumbuhan yang digunakan
Spesies-spesies yang digunakan oleh masyarakat Bunaq biasanya lebih dari
satu bagian pada tumbuhan tersebut yang dimanfaatkan mereka. Dari total spesies
yang diperoleh dapat dilihat adanya perbandingan bagian tumbuhan yang digunakan.
Daun merupakan bagian tumbuhan yang paling banyak digunakan oleh masyarakat
dalam potensinya untuk berbagai kegunaan. Hal ini bagi masyarakat Bunaq
merupakan suatu pengetahuan atau pewarisan pengetahuan secara turun-temurun dari
leluhur dan sebagai contohnya adalah penggunaan daun bagi manusia didasarkan
pada penggunaannya sebagai pakan ternak atau pun pengobatan ternak. Masyarakat
dapat menilai kegunaan tumbuhan tersebut berdasarkan efek pemberian tumbuhan
tersebut bagi ternak. Di samping itu, pengambilan bagian tumbuhan seperti daun
merupakan salah satu upaya konservasi karena tidak menimbulkan pengaruh yang
besar terhadap pertumbuhan suatu spesies tumbuhan dibandingkan dengan bagian
batang atau pun akar dari tumbuhan tertentu tersebut. Hal ini dikarenakan daun
memiliki regenerasi yang tinggi untuk kembali bertunas dan tidak memberi pengaruh
yang besar terhadap pertumbuhan suatu tanaman meskipun daun merupakan organ
utama produsen fotosintesis.
Gambar 5 Bagian tumbuhan yang dimanfaatkan
26
5.1.4 Persentase asal tumbuhan
Dilihat dari asalnya tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat
dikelompokkan menjadi dua yakni yang berasal dari hasil budidaya dan tumbuhan
liar yang persentasenya seperti tersaji pada Gambar 6.
Gambar 6 Persentase asal tumbuhan
Berdasarkan persentase asal tumbuhan seperti pada Gambar 6 terlihat bahwa
spesies tumbuhan yang paling banyak dimanfaatkan oleh masyarakat adalah
tumbuhan yang hidup liar. Dalam hal ini tumbuhan liar adalah tumbuhan yang tidak
ditanam atau tanpa campur tangan manusia karena keberadaannya melimpah dan
tumbuh liar di sekitar lingkungan masyarakat baik di hutan ataupun yang tumbuh di
pinggir-pinggir jalan. Di samping itu, masyarakat berpandangan bahwa pada dasarnya
alam telah menyediakan segala sesuatu untuk kehidupan manusia. Pemanfaatan
tumbuhan yang dilakukan manusia merupakan salah satu wujud keikutsertaan
manusia dalam menjaga keseimbangan dan keharmonisan dengan alam sekitarnya.
Adapun jumlah tumbuhan yang ditemukan di pinggir-pinggir jalan adalah sebanyak 4
27
spesies dengan presentase 2 % dan tumbuh di hutan sebanyak 178 dengan
presentasenya adalah 98 % dari total 182 spesies yang tumbuh liar.
Pada dasarnya budidaya yang dilakukan dengan alasan tumbuhan-tumbuhan
tersebut merupakan tumbuhan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-
sehari seperti bahan pangan atau jenis kegunaan lainnya yang tidak dijumpai pada
ekosistem liar di sekitarnya serta bukan merupakan spesies asli daerah setempat.
Spesies-spesies yang dibudidayakan dikelompokkan menjadi dua yakni yang ditanam
di sekitar pekarangan rumah yang mana ditemukan sebanyak 36 spesies dengan
dengan presentase 53 % dan yang ditanam di kebun sebanyak 40 spesies dengan
presentasenya adalah 47 % dari total 76 spesies yang dibudidayakan.
5.1.5 Keanekaragaman manfaat tumbuhan berguna
Tumbuhan memiliki berbagai macam manfaat dan kegunaan sehingga
spesies-spesies yang ditemukan dalam kehidupan masyarakat suku Bunaq
dikelompokkan ke dalam 12 kelompok kegunaan. Adapun jumlah spesies tumbuhan
berdasarkan kegunaannya dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 7 Kelompok kegunaan pada masyarakat Bunaq
28
Dari Gambar 11 dapat dilihat bahwa spesies tumbuhan berguna yang paling
banyak dimanfaatkan oleh masyarakat adalah tumbuhan obat, pangan, pakan ternak
dan lain sebagainya yang dapat dilihat pada Lampiran 2. Apabila dibandingkan
dengan penelitian serupa yang dilakukan pada masyarakat Dawan di Pulau Timor
(Waluyo 1992) dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini. Kedua suku ini sama-sama
berada di daratan Pulau Timor yang mana suku Bunaq terletak di ujung Pulau Timor
bagian barat yang sering dikenal dengan sebutan Timor Barat sedangkan suku Dawan
berada di tengah dari arah utara Pulau Timor yang dikenal dengan Timor Tengah
Utara.
Tabel 2 Perbandingan antara etnobotani suku Bunaq dan Dawan
Kategori pemanfaatan spesies
No Etnobotani Suku/masyarakat
Pangan Sandang Papan Obat Adat Tali temali, anyaman dan
kerajinan
Sumber
1 Dawan 16 2 7 12 4 10 Waluyo, 1992
2 Bunaq 41 1 32 69 6 20 Penelitian ini (2009)
Berdasarkan Tabel 2 di atas diperoleh bahwa spesies tumbuhan yang
dimanfaatkan oleh masyarakat Bunaq lebih banyak dibandingkan dengan spesies
yang digunakan oleh suku Dawan. Meskipun demikian, terdapat kesamaan spesies
yang dimanfaatkan oleh kedua suku tersebut. Hal ini dapat dilihat pada kelompok
kegunaan penghasil pangan. Banyaknya spesies tumbuhan penghasil pangan yang
ditemukan pada suku Dawan dapat dijumpai semuanya dalam kehidupan suku Bunaq.
Artinya, pengetahuan dari kedua suku ini kurang lebih memiliki kesamaan.
5.1.5.1 Tumbuhan penghasil pangan
Berdasarkan wawancara yang dilakukan diperoleh 41 spesies tumbuhan yang
dijadikan oleh masyarakat Suku Bunaq sebagai tumbuhan penghasil pangan.
Beberapa tumbuhan yang digunakan sebagai bahan pangan tersebut seperti tersaji
pada Tabel 3.
29
Tabel 3 Beberapa spesies tumbuhan penghasil pangan yang ada di Desa Dirun
No Nama
Lokal
Nama Ilmiah Famili Bagian Yang
Digunakan
Kegunaan
1 Pao Lelo Phaseolus lunatus Fabaceae Biji Makanan pokok
2 Same' Discorea hispida Discoreaceae Umbi Makanan
3 Kontas Canna edulis Cannaceae Umbi Makanan pokok
4 Balo Colocasia esculenta Araceae Umbi Makanan pokok
5 Paol Zea mays Poaceae Biji Makanan pokok
6 Diq Kaka giri
Dioscorea esculenta Discoreaceae Umbi Makanan pokok
7 Molo Piper amboinensis Piperaceae Buah Upacara adat
8 Pu Arecha catechu Arecaceae Buah Upacara adat
9 Diq Hotel Manihot esculenta Euphorbiaceae Umbi dan daun
Makanan pokok
10 Sekal Ipomea batatas Convolvulaceae Umbi Makanan pokok
Masyarakat Bunaq mengenal berbagai spesies tumbuhan bahan pangan baik
yang liar maupun yang telah lama dibudidayakan. Ada pun spesies penghasil
karbohidratnya sehari-sehari yang terutama adalah paol/jagung (Zea mays). Spesies
tumbuhan ini dikenalkan pertama kali oleh bangsa Portugis ketika mengadakan
perjalanan mencari rempah-rempah (Waluyo 1992) pada abad XVIII. Selain jagung,
masyarakat juga diperkenalkan dengan ubi jalar (Ipomea batatas), diq hotel (Manihot
esculenta) yang kurang disukai. Hal ini disebabkan karena sebelumnya, masyarakat
telah mengenal dan memanfaatkan same’ (Discorea hispida), diq kaka giri (Discorea
esculenta), rik tali (Discorea bulbifera) dan diq kira pana (Discorea alata) dan me
(Amorphophalus campanulatus). Masuknya spesies tumbuhan dari luar menyebabkan
kurangnya fungsi dari umbi-umbian tersebut sehingga banyak ditemukan tumbuh liar
dan hanya sebagai makanan pengganti ketika terjadi paceklik. Di samping itu, jenis
umbi-umbian lain yang juga dikenal adalah kontas (Canna edulis) pada Gambar 8,
balo (Colocasia esculenta) yang juga ditanam di ladang.
Selain umbi-umbian sebagai pengganti jagung ada pula jenis kacang-
kacangan yang tumbuh liar dan berfungsi sebagai makanan tambahan ketika terjadi
paceklik adalah pao lelo (Phaseolus lunatus) pada Gambar 8. Pengolahannya
30
membutuhkan waktu yang lama karena mengandung senyawa beracun. Adapun
prosesnya adalah dimasak atau dikenal dengan istilah “Hail” sebanyak sepuluh kali
untuk menghilangkan senyawa beracun yang dikandungnya sehingga aman
dikonsumsi. Pengambilan jenis pao dilakukan pada musim kemarau baik yang telah
lepas dari polongnya ataupun yang belum terlepas dari polongnya.
Gambar 8 Pao lelo (Phaseolus lunatus) dan kontas (Canna edulis)
5.1.5.2 Tumbuhan penghasil pakan ternak
Tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat guna memenuhi kebutuhan
ternak-ternaknya sebanyak 43 spesies seperti terlihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Beberapa spesies tumbuhan pakan ternak yang ada di Desa Dirun
No Nama
Lokal
Ilmiah Famili Bagian
Yang
Digunakan
Kegunaan
1 Buah Moras Morus alba Moraceae Daun Pakan Ternak
2 Jati Belis Gmelina arborea Verbenaceae Daun Pakan ternak
3 Tese Saccharum spontaneum Poaceae Daun Pakan ternak
4 Lamtoro Leucaena leucocephala Fabaceae Daun Pakan ternak
5 Sibil Phragmites karka Cyperaceae Daun Pakan ternak
6 Kaleq Sesbania grandiflora Fabaceae Daun Pakan ternak
7 Mantalin Cyperus brevifolius Cyperaceae Daun Pakan ternak
8 Su kaqut Cyperus sp Cyperaceae Daun Pakan Ternak
9 An Paral Setaria faberii Poaceae Daun Pakan Ternak
10 Kura sisal Acanthospermum
hispidum Acanthaceae Daun Pakan Ternak
31
Tumbuhan yang sering digunakan oleh masyarakat, sebagai pakan ternak
biasanya diambil di sekitar lingkungannya yang tumbuh liar di sekitar tempat tinggal
mereka seperti tese (Saccharum spontaneum), sibil (Phragmites karka). Meskipun
demikian guna mengatasi ketersediaan pakan ternak seperti kambing, sapi dan kuda
di musim kemarau, masyarakat membudidayakan tumbuhan seperti kaleq (Sesbania
grandiflora) pada Gambar 9 serta lamtorogung (Leucaena leucocephala), jati belis
(Gmelina arborea) di sekitar pekarangan rumah atau pun di kebun mereka. Namun
pada umumnya masyarakat Desa Dirun khususnya kampung Berloo dan Lookun
melepasliarkan ternak (sapi dan kuda) di padang savanna yang berada dalam kawasan
kelompok hutan Lakaan yang hanya dikontrol oleh pemiliknya tiga hari sekali.
Gambar 9 Pemberian pakan ternak dan lokasi penggembalaan liar
5.1.5.3 Tumbuhan obat
Tumbuhan obat merupakan kelompok kegunaan yang paling banyak
ditemukannya jenisnya dari keseluruhan jenis tumbuhan yang ditemukan. Dari hasil
ini dapat dilihat bahwa masyarakat suku Bunaq masih berhubungan erat dengan
tumbuhan dalam mengobati sakit yang dideritanya. Berdasarkan hasil wawancara
yang dilakukan masyarakat pada umumnya mengkonsumsi tumbuhan obat sebagai
pertolongan pertama ketika menderita sakit sebelum dirujuk ke Puskesmas atau
Polindes terdekat. Mereka juga memiliki bahan keringan dari berbagai tumbuhan
yang bermanfaat yang menjadi stok bagi mereka sebagai tanda kewaspadaan terhadap
sakit yang datangnya tak menentu. Spesies-spesies tumbuhan obat yang digunakan
oleh masyarakat biasanya diambil di sekitar pekarangan rumah ataupun di ekosistem
32
liar di sekitarnya dan spesies-spesies yang sering digunakan oleh masyarakat adalah
seperti pada Tabel 5.
Tabel 5 Beberapa spesies tumbuhan obat yang ada di Desa Dirun
No Nama Lokal Nama Ilmiah Famili Bagian
Yang
Digunakan
Kegunaan
1 Up Bule'en Saccharum officinarum Poaceae Akar Mengatasi Muntah darah
2 Mahoni Swietenia machrophylla Meliaceae Biji Obat malaria
3 Hotel guzu Picrasma javanica Simaroubaceae Kulit Obat tumor dan sakit ginjal
4 Nenuq Morinda citrifolia Rubiaceae Kulit Batang
Obat sakit asma
5 Mok luan Musa paradisiaca Musaceae Akar Obat diabetes
6 Taun zon Tephrosia zollingeri Fabaceae Akar Obat kencing Putih dan Darah
7 In Bule'en Zon
Curculigo villosa Liliaceae Umbi Obat Disentri
8 Patal Muq Piper retrofractum Piperaceae Seluruh Bagian
Pembersih darah bagi ibu melahirkan
9 Ukaq Calotropus gigantea Ascleipiadaceae Daun Obat Sakit gigi
10 Delima Punica granatum Punicaceae Kulit Batang
Obat Kembung
Dalam pemanfaatan tumbuhan obat guna mengobati penyakit tertentu
biasanya dibuatkan ramuan dari beberapa spesies tumbuhan yang dikenal dengan
istilah “uer gol dara” oleh masyarakat yang pengetahuannya khusus untuk
pengobatan penyakit tertentu atau dukun pengobatan tradisional (Gambar 10) .
Adapun proses pengolahannya dengan cara direbus serta menggunakan tungku
berbahan bakar kayu api yang digunakan khusus untuk merebus ramuan tersebut.
Artinya tungku dan kayu bakar yang ada tidak boleh dipakai untuk keperluan lain.
Air rebusan biasanya dianjurkan oleh dukun untuk diminum tiga kali sehari. Setelah
tiga hari air rebusan diganti dengan air yang baru serta air yang telah lama diganti
serta tidak boleh ditumpahkan di sembarangan tempat dan tidak boleh dilanggar oleh
manusia ataupun satwa. Hal ini dikarenakan akan mengurangi khasiat dari tumbuhan
obat tersebut dan sebagai ungkapan penghormatan terhadap spesies tumbuhan yang
telah dipakai.
33
Gambar 10 Maria Ili
Dukun pengobatan tradisional
5.1.5.4 Tumbuhan penghasil bahan bangunan
Tumbuhan penghasil bahan bangunan yang sering digunakan oleh masyarakat
suku Bunaq dalam kehidupannya sehari-hari guna memenuhi kebutuhan akan papan
berdasarkan wawancara dan verifikasi yang dilakukan adalah sebanyak 32 spesies
seperti terdapat pada Tabel 6.
Tabel 6 Beberapa spesies tumbuhan penghasil bahan bangunan yang ada di Desa
Dirun
No Nama
Lokal
Nama Ilmiah Famili Bagian Yang
Digunakan
Kegunaan
1 Tal Eucalyptus urophylla Myrtaceae Batang Kayu bangunan
2 Pie Eucalyptus alba Myrtaceae Batang Kayu bangunan
3 Hur Casuarina junghuniana Casuarinaceae Batang Kayu bangunan
4 Hoza Cocos nucifera Arecaceae Batang Kayu bangunan
5 Mah Bambusa spp Poacea Batang Kayu bangunan
6 Siba Leboq
Syzygium polyanthum Myrtaceae Batang Kayu bangunan
7 Wauk Garuga floribunda Burseraceae Batang Kayu bangunan
8 Nitu Garuga sp. Burseraceae Batang Kayu bangunan
9 Besak Acacia leucophloea Fabaceae Batang Kayu bangunan
10 Hut Imperata cylindrical Poaceae Daun Atap bangunan
34
Masyarakat pada umumnya memilih bahan bangunan untuk membuat rumah
tempat tinggal ataupun rumah suku sesuai dengan fungsiya seperti untuk tiang utama
menggunakan bahan kayu yang kuat dan tahan lama yakni tal (Eucalyptus urophylla),
pie (Eucalyptus alba), hur (casuarinas junghuniana), dan siba leboq (Syzygium
polyanthum) serta atapnya dari hut (Imperata cylindrica) pada Gambar 11. Sementara
itu, untuk rumah kebun biasanya beratapkan daun kelapa (Cocos nucifera) dengan
tiang-tiangnya terbuat dari bambu (Bambusa sp.) dan kayu lainnya.
Namun dalam perkembangannya, baik rumah suku maupun tempat tinggal
masyarakat di Desa Dirun sebagian besar telah dibuat permanen dengan beratapkan
seng. Adapun hal yang mendasar dalam pergeseran budaya ini adalah keamanan dari
suatu bangunan tersebut dari terjadinya kebakaran yang disebabkan faktor sengaja
ataupun tidak sengaja karena atapnya yang berasal dari hut (Imperata cylindrica)
yang mudah terbakar.
Gambar 11 Rumah suku dan rumah kebun
5.1.5.5 Tumbuhan penghasil kayu bakar
Dalam keseharian hidup, masyarakat Desa Dirun pada umumnya
menggunakan sumber energi utama yang berasal dari kayu bakar dan ditemukan
sebanyak 10 spesies tumbuhan penghasil kayu bakar. Adapun spesies yang sering
digunakan adalah seperti pada Tabel 7.
35
Tabel 7 Beberapa spesies tumbuhan penghasil kayu bakar yang ada di Desa Dirun
No Nama
Lokal
Nama Ilmiah Famili Bagian
Yang
Digunakan
Kegunaan
1 Ai Rawan Scleichera oleosa Sapindaceae Batang Kayu Bakar
2 Tomol Cassia timoriana Fabaceae Batang Kayu Bakar
3 Lamtoro Leucaena leucocephala Fabaceae Batang Kayu Bakar
4 Tal Eucalyptus urophylla Myrtaceae Batang Kayu Bakar
5 Pie Eucalyptus alba Myrtaceae Batang Kayu Bakar
6 Hur Casuarina junghuniana Casuarinaceae Batang Kayu Bakar
7 Nor Nigi A Putrajiva roxburghii Sapotaceae Batang Kayu Bakar
8 Nor Nigi B Payena leerii Anacardiaceae Batang Kayu Bakar
9 Mokza Solanum verbascifolium Solanaceae Batang Kayu Bakar
10 Ai turis Myrsine avenis Myrsinaceae Batang Kayu Bakar
Kayu bakar yang digunakan oleh masyarakat adalah berasal dari jenis
tumbuhan yang multifungsi seperti kesambi (Scleichera oleosa), tomol (Cassia
timoriana), lamtoro (Leucaena leucocephala), tal (Eucalyptus urophylla) dan pie
(Eucalyptus alba) yang merupakan penghasil bahan bangunan dan juga pakan. Alasan
pengambilan spesies kayu bakar ini adalah karena memiliki kadar air yang rendah
sehingga relatif mudah dikeringkan. Masyarakat biasanya mengambil kayu bakar di
kawasan hutan lindung dari ranting–ranting yang kering dan terjatuh. Kayu bakar
yang ada di lahan pertanian biasanya tidak dijadikan kayu bakar oleh mereka tetapi
dibiarkan oleh mereka di lahan tersebut hingga musim penggarapan lahan tiba dan
kayu-kayu tersebut nantinya dibakar guna mendapatkan kandungan zat-zat yng
terbentuk dari hasil pembakaran yang bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman yang
akan ditanam nantinya serta menghambat pertumbuhan gulma yang menganggu
tanaman budidaya mereka. Karena kayu bakar merupakan sumber energi utama bagi
masyarakat di Desa Dirun sehingga untuk mengantisipasi ketersediaan kayu bakar di
musim hujan maka masyarakat melakukan pengambilan kayu secara intensif pada
musim kemarau atau menjelang akhir musim kemarau (Gambar 12).
36
Gambar 12 Pengambilan kayu bakar
5.1.5.6 Tumbuhan penghasil tali, anyaman dan kerajinan
Tumbuhan berguna yang berfungsi sebagai penghasil tali, anyaman dan
kerajinan dalam kehidupan masyarakat Bunaq di Desa Dirun adalah sebanyak 20
spesies. Beberapa spesies tumbuhan yang sering digunakan oleh masyarakat untuk
keperluan tersebut adalah seperti tercantum pada Tabel 8.
Tabel 8 Beberapa spesies tumbuhan penghasil tali, anyaman dan kerajinan yang ada
di Desa Dirun
No Nama
Lokal
Nama Ilmiah Famili Bagian
Yang
Digunakan
Kegunaan
1 Heran Pandanus tectorius Arecaceae Daun Anyaman
2 Go' Apa Gossypium sp. Malvaceae Buah Tenunan
3 Mah Bambusa sp. Bambusaceae Batang Kerajinan
4 Hak Corypha gebanga Arecaceae Daun Tali dan anyaman
5 Kersen Muntingia calabura Elaeocarpaceae Kulit Batang
Tali
6 Tali Balanda
Agave cantula Agavaceae Kulit Batang
Tali
7 Mun Tumel
Elaegnus triflora Acanthaceae Batang Tali
8 Tilon Asa Caesalpinia furfurea Fabaceae Batang Tali
9 Kibu guzu Urena lobata sp. Malvaceae Kulit batang Tali
10 Bon Entada phaseoloides Fabaceae Kulit batang Tali
37
Pada umumnya masyarakat membuat anyaman seperti tikar, wadah makanan,
sirih ketika ada upacara adat pada umumnya yang disebut “Taka,opa”, wadah ketika
memanen hasil seperti toluk dan nawa dengan berbahan dasar heran (Pandanus
tectorius) serta hak (Corypha gebanga) dan juga membuat tenunan dengan berbahan
buluh kapas (Gossypium sp.), yang dikenal dengan istilah “Hutus morok” yang
prosesnya dilakukan secara sederhana (Gambar 13). Masyarakat juga membuat
kerajinan menggunakan bambu seperti gelas bertutup yang dapat dengan mudah
dibawa ketika sedang berpergian yang dikenal dengan istilah “Kuni” (Gambar 13).
Gambar 13 Taka dan opa, toluk dan nawa, hutus morok, kuni.
Membuat kerajinan berupa anyam-anyaman serta tenunan merupakan tugas
pokok atau syarat utama bagi para remaja putri sebelum memasuki jenjang
perkawinan dan dalam tradisinya akan menjadi aib bagi keluarga jika remaja putri
tidak bisa memintal dan menenun kain. Waktu pengerjaannya biasanya dilakukan
ketika waktu luang dan musim hujan di saat tidak banyak membutuhkan tenaga di
ladang atau kebun. Namun seiring dengan perkembangannya, pewarisan pengetahuan
dari budaya ini telah perlahan terkikis dan tidak banyak dijumpai remaja putri dan
38
ibu-ibu rumah tangga yang bisa membuat anyam-anyaman dan menenun. Hal ini
dapat dilihat selama penelitian yakni kegiatan tersebut hanya dijumpai pada ibu-ibu
rumah tangga yang usianya 40 tahun ke atas.
Sementara itu, masyarakat pada umumnya menggunakan batang tumbuhan
liana untuk keperluan tali temali seperti mun tumel (Elaegnus triflora), tali balanda
(Agave cantula dan tilon asa (Caesalpinia furfurea) seperti terlihat pada Gambar 14.
Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh dahulunya tumbuhan-tumbuhan liana
sangat diperlukan ketika membangun suatu rumah. Namun seiring dengan masuknya
perkembangan dengan munculnya bahan-bahan bangunan seperti paku dan sejenisnya
maka kebutuhan akan tumbuhan-tumbuhan ini pun mulai berkurang fungsinya dan
hanya digunakan sebagai pengikat kayu pada rumah-rumah kebun, dan kandang-
kandang ternak dan pengikat bawaan seperti kayu bakar dan juga pakan yang diambil
dari hutan.
Gambar 14 Liana sebagai pengikat dan tali balanda (Agave cantula)
5.1.5.7 Tumbuhan penghasil racun
Tumbuhan penghasil racun yang sering digunakan oleh masyarakat suku
Bunaq dalam kehidupannya, baik sebagai racun ataupun menyebabkan masyarakat
terkena racun dari tumbuhan itu sendiri adalah sebanyak 7 spesies seperti terdapat
pada Tabel 9.
39
Tabel 9 Beberapa spesies tumbuhan racun yang ada di Desa Dirun
No Nama Lokal Nama Ilmiah Famili Bagian Yang
Digunakan
Kegunaan
1 Zul Albizia procera Fabaceae Daun Penyebab iritasi
2 E Albizia chinensis Fabaceae Daun Sebagai Racun
3 Mebu zab Girardinia sp. Urticaceae Daun Penyebab iritasi
4 Bako Nicotiana tabacum
Solanaceae Daun Racun Ular
5 Liwas Mucuna sp. Fabaceae Kulit Batang Penyebab iritasi
6 Katal Tetrastiqma lanceolarium Vitaceae Kulit Batang Penyebab iritasi
7 Balo Sai Katoq
Colocassia esculenta Araliaceae Umbi Penyebab iritasi
Tumbuhan racun yang sering dijumpai oleh masyarakat adalah e (Albizia
chinensis) yang menyebabkan kematian ternak ketika daun dari tumbuhan ini
dijadikan pakan dan tumbuhan yang sering digunakan sebagai racun bagi ular berbisa
adalah bako (Nicotiana tabacum) pada Gambar 15. Selain itu dijumpai adanya
tumbuhan yang mengandung racun sehingga menyebabkan iritasi pada kulit adalah
mebu zab (Girardinia sp) pada Gambar 15, liwas (Mucuna sp), dan balo sai katoq
(Colocassia esculenta).
Gambar 15 Bako (Nicotiana tabacum) dan Mebu zab (Girardinia sp.)
5.1.5.8 Tumbuhan aromatik
Spesies tumbuhan aromatik yang pada masyarakat suku Bunaq ditemukan
sebanyak 18 spesies. Beberapa spesies tumbuhan yang sering digunakan masyarakat
40
sebagai tumbuhan penghasil aromatik adalah seperti pada Tabel 10 dan pada
Lampiran 3.
Tabel 10 Beberapa spesies tumbuhan aromatik yang ada di Desa Dirun
No Nama
Lokal
Nama Ilmiah Famili Bagian
Yang
Digunakan
Kegunaan
1 Huraq Equisetum sp. Equisetaceae Batang Pasta gigi
2 Barut Aquilaria moluccana Euphorbiaceae Buah Minyak rambut
3 U rikit Hydrocotyle
sibthorpiodes
Umbelliferae Daun Shampoo alami
4 In Ma Zingiber officinale Zingiberaceae Umbi Penyedap Rasa
5 Laus Languas galanga Zingiberaceae Umbi Penyedap Rasa
6 Bonak Pandanusa
amaryllifolius
Pandanaceae Daun Penyedap dan pewangi
7 Sirih Piper betle Piperaceae Daun Menghilangkan bau badan
8 Silasih Ocimum basilicum Labiatae Daun Penyedap
9 Kahaq Zon
Ocimum sp. Labiatae Daun Penyedap Rasa
10 Sikon Kaempferia
galanga
Zingiberaceae Umbi Penyedap Rasa
Masyarakat menggunakan tumbuhan dalam kehidupannya untuk berbagai
keperluan. Adapun tumbuhan yang digunakan masyarakat sebagai pasta gigi adalah
huraq (Equisetum sp.) yang merupakan tumbuhan semak dan biasanya tumbuh di
tempat-tempat yang berair. Masyarakat menggunakannya guna memutihkan gigi yang
berwarna merah kecoklatan karena mengkonsumsi sirih dan pinang. Di samping itu,
para ibu-ibu dan remaja putri menggunakan barut (Aquilaria moluccana), dan kelapa
(Cocos nucifera) sebagai minyak rambut dari buahnya yang dibakar serta ditumbuk
hingga halus dan juga menggunakan daun u rikit (Hydrocotyle sibthorpiodes) pada
Gambar 16 yang telah dihancurkan pula daunnya dan biasanya spesies tumbuhan
ditemukan di sepanjang aliran sungai ataupun parit-parit yang dibuat untuk mengairi
kebun. Sementara itu, untuk penyedap rasa makanan masyarakat menggunakan umbi
dari in ma (Zingiber officinale), laus (Languas galanga). Di samping itu, masyarakat
telah membudidayakan jenis tanaman yang dijadikan sebagai parfum yakni nilam
(Pogostemon cablin) (Gambar 16).
41
Gambar 16 U rikit (Hydrocotyle sibthorpiodes) dan nilam (Pogostemon cablin)
5.1.5.9 Tumbuhan penghasil warna dan tannin
Tumbuhan penghasil warna dan tannin yang ditemukan dalam kehidupan
masyarakat Bunaq adalah sebanyak 6 spesies tumbuhan seperti tersaji pada tabel 11.
Tabel 11 Beberapa spesies tumbuhan penghasil warna dan tannin yang ada di Desa
Dirun
No Nama
Lokal
Nama Ilmiah Famili Bagian
Yang
Digunakan
Kegunaan
1 Taun Zon
Tephrosia zollingeri Fabaceae Daun Pewarna tenunan (Ungu)
2 Taun lotu
Ammannia baccifera Lythraceae Daun Pewarna tenunan (Ungu)
3 Kirun Curcuma longa Zingiberaceae Umbi Pewana makanan (Kuning)
4 Silel Pleomele augustifolia Liliaceae Daun Warna Hijau
5 Nenuq Morinda citrifolia Rubiaceae Akar Warna Kecoklatan
6 Ai Rawan
Scleichera oleosa Sapindaceae Akar Warna Kecoklatan
Zat warna yang digunakan untuk mewarnai tenunan adalah taun zon
(Tephrosia zollingeri) dan taun lotu (Ammannia baccifera) yang menghasilkan warna
ungu, akar nenuq (Morinda citrifolia) dan ai rawan (Scleichera oleosa) menghasilkan
warna kecoklatan. Kebutuhan akan tumbuhan ini mulai berkurang dikarenakan telah
berkurangnya pula masyarakat yang membuat tenunan. Sementara itu, sebagai
pewarna makanan digunakan tumbuhan kirun (Curcuma longa), untuk warna hijau
42
dan silel (Pleomele angustifolia). Namun, untuk saat ini spesies tumbuhan yang
digunakan sebagi pewarna tenunan tidak lagi dimanfaatkan. Hal ini dikarenakan
sudah sangat jarang masyarakat yang membuat tenunan.
5.1.5.10 Tumbuhan Hias
Tumbuhan hias merupakan tanaman apapun yang mempunyai nilai hias baik
hias bunga dan tajuk, cabang, batang, buah maupun hias aroma dan biasanya
dibudidayakan untuk dinikmati keindahannya. Dalam kehidupan masyarakat suku
Bunaq dijumpai sebanyak 21 spesies tumbuhan yang sering dijadikan sebagai
tanaman hias dan hanya beberapa spesies saja yang merupakan spesies asli di tempat
ini. Adapun spesies-spesies tanaman hias yang sering dibudidayakan oleh masyarakat
seperti yang tercantum pada Tabel 12.
Tabel 12 Beberapa spesies tumbuhan hias yang ada di Desa Dirun
No Nama lokal Nama ilmiah Famili Bagian
yang
digunakan
Kegunaan
1 Anggrek hutan Vandopsis gigantea Orchidaceae Bunga Tanaman Hias
2 Mun Gipe Pandorea pandorana Bignoniaceae Bunga Tanaman Hias
3 Si koe Kalanchoe pinnata Crassulaceae Bunga Tanaman Hias
4 Gubug kuning Taraxacum officinale Asteraceae Bunga Tanaman Hias
5 Talas Homalomena occulta Araceae Daun Tanaman Hias
6 Nanas kerang Rhoeo discolor Commelinaceae Daun Tanaman Hias
7 Pacar air Impatiens balsamina Balsaminaceae Bunga Tanaman Hias
8 Bunga pukul empat
Portulaca grandiflora Portulacaceae Bunga Tanaman Hias
9 Bunga ungu Talinum triangulare Portulacaceae Bunga Tanaman Hias
10 Gubuq belis Hemigraphis colorata Acanthaceae Bunga Tanaman Hias
Tumbuhan hias yang digunakan biasanya berfungsi ganda seperti si koe
(Kalanchoe pinnata) (Gambar 17) yang bunganya berfungsi sebagai tumbuhan hias
dan dapat digunakan sebagai obat penurun panas dan diambil dari ekosistem liar di
sekitarnya. Tumbuhan hias lainnya seperti terdapat pada Lampiran 2. Adapun spesies
yang mereka kenal dan gunakan tersebut bukanlah merupakan jenis asli pulau Timor.
43
Arah dan gejala pergeseran pengetahuan tentang tumbuhan hias ini diperkirakan
karena terbukanya peluang percampuran budaya serta lajunya perkembangan arus
informasi dewasa ini (Waluyo 1989) diacu dalam (Waluyo 1992).
Gambar 17 Si koe (Kalanchoe pinnata)
5.1.5.11 Tumbuhan untuk acara adat
Masyarakat memanfaatkan tumbuhan tidak hanya untuk kepentingan
ekonomis tetapi juga untuk kepentingan spritualnya. Hal ini dapat dilihat dari spesies
yang digunakan oleh masyarakat dalam ritual tertentu. Terdapat 6 spesies tumbuhan
yang sering digunakan oleh masyarakat sebagai tumbuhan untuk keperluan upacara
adat seperti tersaji pada Tabel 13.
Tabel 13 Beberapa spesies tumbuhan untuk acara adat yang ada di Desa Dirun
No Nama
Lokal
Nama ilmiah Famili Bagian Yang
Digunakan
Kegunaan
1 Molo Piper betle Piperaceae Daun Upacara adat
2 Pu Arecha catechu Arecaceae Buah Upacara adat
3 Mok luan Musa paradisiacal Musaceae Buah Makanan adat
4 Hoja Cocos nucifera Arecaceae Buah dan daun Upacara adat
5 Ai rawan Scleichera oleosa Sapindaeace Buah Upacara adat
6 Goya' Syzygium sp Myrtaceae Buah Upacara adat
Menurut Gennep (1965) diacu dalam Kartiwa dan Martowikrido (1992)
upacara-upacara ritual yang dilaksanakan oleh masyarakat dibedakan atas tiga tujuan
pokok yakni pertama, memisahkan misalnya dalam upacara kematian. Dalam upacara
44
tersebut bertujuan untuk memisahkan orang yang sudah meninggal dari orang-orang
yang masih hidup. Sehubungan dengan ritual ini dalam kehidupan masyarakat Bunaq
adanya ritual yang dikenal dengan istilah “Lo lai” yang merupakan suatu ritual yang
dilakukan terutama bagi orang yang meninggal karena kecelakaan tertentu. Ritual ini
dimaksudkan agar kecelakaan yang dialami oleh orang yang telah meninggal tersebut
tidak lagi terjadi bagi anggota atau orang-orang yang sesuku dengannya. Tumbuhan
yang digunakan pada ritual ini adalah kelapa (Cocos nucifera) yakni daunnya
dijadikan sebagai ketupat yang digantung pada sebuah tiang dan sebagai simbol dari
ritual ini adalah dengan penghancuran ketupat-ketupat tersebut.
Kedua, menyatukan misalnya dalam upacara perkawinan. Menyatukan antara
pasangan pengantin laki-laki dengan pengantin perempuan dan keluarganya.
Berkaitan dengan ritual ini yang menjadi simbol menyatukan kedua pihak tersebut
adalah menyertakan sirih (Piper betle) atau sirih buah (Piper amboinensis) dan
pinang (Areca catechu) atau irisannya yang telah kering juga kapur sirih yang dikenal
dengan budaya “ molo-pu” yang artinya budaya makan sirih dan pinang (Gambar 18).
Di samping itu pula, makan sirih dan pinang ini menjadi satu kebiasaan untuk
menghormati tamunya. Adapun makna dari perjamuan tersebut adalah sebagai simbol
persaudaraan. Pengguna pinang untuk makan sirih adalah laki-laki maupun
perempuan, tua ataupun muda. Kebiasaan menyertakan sirih dan pinang ini pun
sebagai pelengkap sesaji dalam acara-acara ritual tertentu merupakan kebiasaan yang
dilakukan secara turun temurun dari orang tua dan pelajaran dari para leluhurnya
(Gambar 18).
Gambar 18 Sirih dan pinang dalam budaya “molo pu”dan
sebagai pelengkap sesaji
45
Ketiga, tradisi atau peralihan misalnya dalam upacara khitanan yaitu upacara
peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa atau remaja, nuju bulan dari masa
sebelum mempunyai anak, mengandung hingga melahirkan bayi. Kekuatan magis
dari tumbuhan-tumbuhan yang digunakan seringkali kekuatannya ditentukan sendiri
oleh manusia karena di dalam diri manuia selalu ada harapan-harapan sedangkan
tumbuhan atau sifat tumbuhan itu adalah seperti harapan manusia tersebut. Adapun
spesies tumbuhan yang digunakan dalam ritual bagi bayi yang baru lahir yang
dikenal dengan istilah uor said sagal yang menggunakan pisang luan (Musa
paradisiaca) karena kharakteristik buahnya yang selalu hijau ketika masih muda
hingga matang sekalipun direbus. Hal ini nantinya mengindikasikan sifat dan karakter
bayi yang hendak dibentuk sejak dini sesuai dengan harapan-harapan orang tua dan
sanak keluarga sehingga sampai dewasa pun tetap bertahan layaknya buah pisang
yang selalu hijau. Masyarakat meyakini karakter dan sifat dari orang yang melakukan
ritual ini akan nantinya diturunkan kepada si bayi tersebut. Sehubungan dengan itu,
biasanya diundang sanak keluarga yang memiliki sifat dan karakter seperti yang
diinginkan kedua orang tuanya dan keluarga pada umumnya. Sehubungan dengan
itu, dalam ritual ini biasanya masyarakat mensimulasikan berbagai kegiatan berguna
yang dilakukan dalam keseharian hidup sehingga kelak bayi tersebut ketika dewasa
dapat melakukan semuanya itu. Ada juga ritual yang dilakukan ketika memasuki usia
remaja guna menghindari sakit dan malapetaka besar yang disebut sebagai “Hotel hut
palakter” dengan menggunakan kayu-kayu keras seperti goya’ (Syzygium sp),
kesambi (Scleichera oleosa), hur (Casuarina junghuniana).
5.1.5.12 Tumbuhan untuk kegunaan lain
Tumbuhan penghasil kegunaan lain yang ditemukan adalah sebanyak 6
spesies diantaranya adalah spesies tumbuhan yang berfungsi sebagai pengasah atau
menajamkan pisau adalah adalah erol guzu dengan mengosokkan mata pisau tau
parang pada kulit kayu tersebut. Di samping itu, terdapat tumbuhan yang digunakan
sebagai penangkal sakit atau penolak malapetaka biasanya masyarakat menggunakan
46
in ma buleen (Curcuma officinale), dila (carica papaya), dan iu (Cordia dichotoma)
yang buahnya dijadikan sebagai bahan lem. Ada pula tumbuhan yang diyakini
masyarakat untuk mengantisipasi kekuatan lawan bicara ketika terjadi perdebatan
dalam suatu forum dan menjadi pandai bicara yakni mun mauhale dan aikerelelun
(tidak teridentifikasi jenisnya).
5.1.5.13 Tingkat kegunaan tumbuhan
Setiap spesies tumbuhan memiliki manfaat atau tingkat kegunaan yang
berbeda-beda. Berdasarkan jumlah kegunaannya, spesies tumbuhan yang memiliki
tingkat kegunaan tertinggi adalah pu/pinang (Areca catechu). Tingkat kegunaan
tumbuhan pada masyarakat Bunaq seperti terlihat pada Tabel 14.
Tabel 14 Tingkat kegunaan tumbuhan
No Nama Lokal Nama Ilmiah ∑Kegunaan Keterangan
1 Pu Arecha catechu 4 Pangan, adat, obat, bangunan
2 Molo Piper betle 3. komoditi, shampoo alami, obat.
3 Paol Zea mays 3 Pangan, adat, obat
4 Barut Aleurites moluccana 3 komoditi, shampoo alami, obat.
5 Kopi Coffea Arabica 3 Obat, pangan, ekonomi
6 In belis Alium sativum 3 Obat, pangan, ekonomi
7 Ho'i Arachis hypogaea 2 Pangan, ekonomi
8 In buleen Alium cepa 2 Pangan, ekonomi
9 Diq hotel Manihot esculenta 2 Pangan, ekonomi
10 Ho gapa Vigna radiate 2 Pangan, ekonomi
Spesies tumbuhan yang memiliki tingkat kegunaan yang tinggi adalah pinang
yang dalam kehidupan masyarakat Bunaq memegang peranan yang penting dalam
kehidupan berbudaya, sebagai bahan campuran ramuan obat khususnya ramuan yang
pengolahannya dikunyah secara langsung dan cara pemakaiannya adalah dioleskan
pada organ-organ atau bagian tubuh lainnya yang sakit atau luka. Selain itu kebiasaan
mengunyah biji pinang ini diyakini pula sebagai obat untuk menahan haus dan lapar
dan juga pemberi kekuatan agar dapat berjalan dengan cepat serta tidak mudah lelah
ketika melakukan suatu perjalanan sarana budaya tradisional. Bagian tanaman pinang
47
yang digunakan sebagai bahan bangunan adalah batangnya. Batangnya tersebut
dibelah dan dijadikan sebagai dinding rumah juga kayunya dijadikan sebagai lata
seng. Batang pinang yang baik untuk bangunan adalah batang pinang yang telah tua.
Dari informasi yang diperoleh mutu dari batang pinang adalah di bawah mutu batang
kelapa. Selain batangnya, pelepah daun yang telah kering dijadikan sebagai atap
pondok-pondok kebun. Bagian tanaman pinang yang digunakan dalam permainan
anak-anak adalah pelepah daun yang telah gugur tetapi masih segar yang dikenal
dengan istilah “pu komaq”. Permainan ini oleh anak-anak disebut kereta-keretaan.
Cara penggunaanya adalah beberapa anak duduk di bagian pelepah yang lebar atau
“pu komaq” sedang sebagian lagi menarik di bagian ujung pertulangan daun.
5.2. Praktek Konservasi Masyarakat Suku Bunaq
Kehidupan masyarakat suku Bunaq memiliki hubungan yang erat dengan
sumber daya alam sekitarnya menjadikan alam sekitarnya tidak hanya sekedar tempat
berlindung dan mencari makan tetapi juga bermakna kultural. Sehubungan dengan hal
tersebut, munculah konsep tentang keselarasan dalam pemanfaatan sumber daya alam
yang dikaitkan dengan kekuatan religius yang kemudian diwujudkan dalam berbagai
kepercayaan dan bentuk-bentuk praktek konservasi sebagai berikut.
5.2.1 Hutan adat (Zobug por)
Zobuk por ini merupakan istilah bagi tempat-tempat yang biasanya dijadikan
oleh masyarakat sebagai tempat “pemali” atau tempat-tempat keramat yang dipakai
dalam acara ritual keagamaan versi Bunaq. Masyarakat meyakini tempat tersebut
merupakan sarana bagi masyarakat suku Bunaq untuk memuliakan Sang khalik,
Tuhan Yang Maha Besar dan Maha Tinggi, sehingga tempat ini dianggap sebagai
tempat keramat dan yang memimpin ritual di tempat ini hanyalah tokoh adat atau
Na’i yang ada. Tempat-tempat tersebut adalah tempat yang tidak boleh terjamahkan
oleh manusia dalam hal ini tidak boleh ada pengambilan apapun dan ada aktivitas lain
selain ritual adat sehingga dijadikan sebagai hutan adat. Di samping itu, bisanya di
tempat ini terdapat Bosok (Gambar 19) yang djadikan sebagai tempat menyimpan
48
sesajian dan pemotongan hewan yang dikurbankan. Keyakinan mereka, ketika terjadi
gangguan terhadap hutan ini, misalnya pengambilan atau penebangan pohon di
tempat ini maka akan terjadi malapetaka yang besar seperti hujan dan angin yang
besar sehingga keberadaan hutan ini tetap lestari.
Gambar 19 Zobug por dan bosok
Tempat-tempat lain seyogianya zobuq por yang dijaga kelestarian oleh
mereka adalah tempat-tempat yang di dalamnya terdapat sumber-sumber air yang
dikenal dengan istilah “Il por/ Il giral”. Tumbuhan –tumbuhan yang ada di sekitar
sumber air tidak boleh ditebang. Pada umumnya di lokasi Dirun terdapat banyak
sumber mata air dan tempat-tempat tersebut yang terdapat di lahan milik suku
tertentu maka di dalamnya terdapat Bosok sebagai tempat ritual suku tersebut. Il por
ini diyakini sebagai sumber daya kehidupan Suku. Melalui Il giral ini mereka melihat
suatu keajaiban yaitu kehidupan dialirkan kepada mereka.
Pengalaman dan aktivitas ritual di tempat-tempat tersebut berkembang secara
terus-menerus dari generasi ke generasi hingga saat ini, sehingga seolah-olah telah
menjadi “Tulang rusuk” bagi masyarakat setempat. Tempat-tempat tersebut
merupakan tempat memohon kesembuhan dari sakit yang berkepanjangan, memohon
kekuatan dan berkah yang cukup dalam hidupnya.
49
5.2.2 Kawasan dilindungi (Natal gol mil)
Istilah ini digunakan untuk menyebut tempat-tempat yang banyak ditumbuhi
pinang (Areca catechu) dan sirih (Piper betle) baik yang sengaja ditanami ataupun
tumbuh dengan sendirinya sehubungan dengan kegunaannya yang sangat tinggi. Ada
pun tempat-tempat yang sengaja ditanami pinang (Areca catechu) adalah tempat-
tempat dekat mata air atau sepanjang aliran sungai yang dimaksudkan untuk menjaga
erosi akibat aliran air yang deras. Hal ini merupakan suatu bentuk praktek konservasi.
Gambar 20 Natal gol mil
5.2.3 Aturan larangan (Gole Obon)
Gole obon ini merupakan bentuk larangan dari kalangan masyarakat yang
telah dipahami bersama baik berupa kelompok atau perorangan terhadap hak
miliknya agar tidak dirusak ataupun diambil orang. Pada umumnya masyarakat
membuat larangan terhadap sumberdaya alam berupa pengambilan spesies-spesies
tanaman tertentu pada areal lahan yang dimiliknya yang diperuntukkan guna
pendewasaan/pemasakan tanah di bawahnya. Larangan ini berupa penggantungan
daun dari jenis tanaman yang tidak boleh diambil. Kemudian, apabila pelanggaran
dilakukan pada tanaman-tanaman berbuah pada umumnya maka pada gole obon
tersebut biasanya diberitahukan bentuk penyakit yang akan diderita oleh
50
pelanggarnya dan penyembuhannya hanya bisa disembuhkan oleh pihak yang
membuat larangan tersebut dan pada gole obon biasanya disertakan sepasang kaki
kambing atau sapi yang artinya bahwa apabila ada pelanggaran, maka dikenakan
sanksi berupa ternak seperti yang dipasang gole obon tersebut.
Gambar 21 Gole obon
5.2.4 Pengontrol kelestarian sumberdaya alam (Maq legat)
Maq legat adalah orang yang ditunjuk dan dilantik oleh kepala dusun untuk
menjaga keutuhan sumberdaya alam seperti hutan-hutan adat, sumber-sumber air
yang ada di wilayah tersebut dari perusakan-perusakan baik oleh manusia ataupun
hewan peliharaan berupa sapi atau kuda akibat kelalaian masyarakat.
Di samping itu pula, maq legat bertugas mengontrol pengambilan hasil
tanaman milik masyarakat tanpa sepengetahuan pemiliknya. Semua pelanggaran yang
ada dikenakan sanksi sesuai dengan berat ringannya kerusakan yang terjadi akibat
kelalaian tersebut.
5.2.5 Penggunaan lahan
Setiap anggota masyarakat memiliki lahannya masing-masing yang dijadikan
sebagai tempat bercocok tanam. Dalam penggunaan lahan ini dibagi menjadi dua
bagian yakni pekarangan (kolun) dan kebun (mar). Kolun merupakan lahan yang
letaknya dekat dengan tempat tinggal dan digarap setiap tahunnya dengan luasan
51
yang relatif kecil sedangkan mar adalah lahan yang letaknya minimal 1 km dari
tempat tinggal dan penggarapannya adalah 2-3 tahun sekali. Hal ini dimaksudkan
untuk pemulihan kembali lahan seperti semula atau hatak yang mengandung humus
yang tinggi yang baik untuk pertumbuhan tanaman nantinya.
Gambar 22 Kolun dan mar
Pengolahan lahan untuk bertani pun tidaklah sekedar menanam bibit,
memelihara dan memanen hasil tetapi lebih jauh terkait nilai-nilai kultural religius
atau kepercayaannya. Dalam pembukaan lahan dilangsungkan ritual yang
dmaksudkan sebagai pemberitahuan kepada leluhur dan perwujudan simbolisme
pendinginan dan tanah dan proses penyuburannya. Dalam kaitannya dengan
pemaknaan tersebut, kepercayaan terhadap keberhasilan dari pertanaman dan
pertumbuhan tergantung dari tingkat kesucian. Kesucian akan terwujud jika semua
kegiatan dilakukan atas dasar ketaatan terhadap tata cara atau adatnya. Menurut
kepercayaan mereka, konsep pensucian dapat dilakukan dengan darah, api dan air.
Darah selain sebagai pensuci juga bermakna pada kesuburan, sedangkan air sebagai
pendingin dan api memiliki karakter panas. Oleh karena itu ada suatu kewajiban pada
awal kegiatan bertani harus didahului dengan upacara korban untuk mendapatkan
darah, dan biasanya yang mereka lakukan adalah menyembelih hewan piaraan seperti
ayam atau babi. Darah hewan inilah yang digunakan sebagai prasyarat dalam
52
pensucian bibit. Selanjutnya penggunaan api dalam proses penyiapan lahan akan
mengakibatkan tanah menjadi panas sehingga disucikan dan didinginkan dengan air.
Upacara-upacara dan pemaknaan kultural ini pada dasarnya merupakan perwujudan
atas rasa kekhawatirannya terhadap ketidakpastian iklim serta besarnya resiko
kegagalan terhadap usaha taninya.
53
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Masyarakat suku Bunaq memiliki hubungan yang erat antara budaya dengan
alam lingkungannya dalam hal mengenali dan menggolongkan manfaat tumbuhan di
sekitarnya, yakni sebanyak 257 spesies dari 71 famili kedalam 12 kelompok
kegunaan yang meliputi pangan 41 spesies, pakan ternak 43 spesies, obat 69 spesies,
bangunan 33 spesies, kayu bakar 10 spesies, tali, anyaman dan kerajinan 20 spesies,
racun 7 spesies, aromatik 18 spesies, pewarna dan tannin 6 spesies, hias 21 spesies,
adat 6 spesies dan kegunaan lain sebanyak 7 spesies.
Kecenderungan memanfaatkan tumbuhan tidak hanya terbatas pada
keperluan ekonomi tetapi juga untuk kepentingan budaya spiritual yang juga
diutamakan guna menjaga keseimbangan dengan sumber-sumber daya alam yang ada
di lingkungannya serta dalam kehidupan bermasyarakat. Tradisi masyarakat Bunaq
merupakan bukti kearifan yang diwariskan secara turun-temurun dan menjadi salah
satu kebudayaan Indonesia dan sebagai acuan pengungkapan kebhinekaan suku-suku
dalam mengenali dan memanfaatkan sumberdaya lingkungannya sehingga menjadi
dasar pengetahuan yang kokoh dalam membangun sumber daya manusianya.
6.2 Saran
1. Perlu dikembangkan keanekaragaman spesies unggulan lokal yang ada pada
masyarakat Bunaq sesuai kegunaannya, seperti pangan, tumbuhan obat, tali,
anyaman/kerajinan dan lainnya yang berguna bagi peningkatan kemandirian
kesejahteraan masyarakat sehingga menjadi keunggulan dan keunikan dari
masyarakat Suku Bunaq.
2. Sangat berpotensi untuk dikembangkannya ekowisata budaya untuk masyarakat
sehingga nantinya dapat meningkatkan martabat dan kesejahteraan masyarakat
lokal yang dikelola dan dikembangkan dengan berbasis kearifan lokal serta
didukung oleh IPTEK yang tepat.
54
DAFTAR PUSTAKA
Afrianti, U. R. 2007. Kajian Etnobotani dan Aspek Konservasi Sangkubak [(Pycnarrhena cauliflora) (Miers.) Diels.] di Kabupaten Sintang Kalimantan Barat. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. (Tidak diterbitkan).
Anonim. 2006. Family Fabaceae. http//www.freewebs/arl_ipb_2006.
[7 November 2009].
Arafah, D. 2005. Studi Potensi Tumbuhan Berguna di Kawasan Taman Nasional Bali Barat. Skripsi. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas kehutanan IPB. Bogor (Tidak diterbitkan).
Cotton, C.M. 1997. Ethnobotany Principles and Application. John Wiley and Sons
Ltd, New York. Dalimartha, Setiawan.2005. Tanaman Obat di Lingkungan Sekitar. Jakarta : Puspa
Swara. Darnaedi,S.Y. 1998. Sentuhan Etnosains dalam Etnobotani : Kebijakan Masyarakat
Lokal dalam mengelola dan Memanfaatkan Keanekaragaman Hayati Indonesia. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani III. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Departemen Pertanian RI, LIPI. Perpustakaan Nasional RI. Bogor. Hal : 53-55. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Departemen Pertanian RI, LIPI. Perpustakaan Nasional RI. Bogor. Hal : 328-334.
Friedberg, Claudine. 1990. Le savoir botanique des Bunaq percevoir et classer dans le
Hatu Lamaknen (Timor, Indonesie). Paris. Editions Du Museum. Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia I-IV (Terjemahan : de Nuttige
Planten van Indonesie). Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan. Jakarta. Isdijoso, S.H. 1992. Tumbuhan Sebagai Sumber Bahan Sandang, Tali Temali, dan
Anyam-Anyaman. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani I. Kartikawati, S. M. 2004. Pemanfaatan Sumberdaya Tumbuhan oleh Masyarakat
Dayak Meratus di Kawasan Hutan Pengunungan Meratus, Kabupaten Hulu Sungai tengah. Tesis pada sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. (Tidak diterbitkan).
Kartiwa, S. dan Wahyono. 1992. Hubungan Antara Tumbuhan dan Manusia dalam
Upacara Adat di Indonesia. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional
55
Etnobotani I. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Departemen Pertanian RI, LIPI. Perpustakaan Nasional RI. Bogor. Hal : 14-155.
Mal i , Beny .2009.Kebudayaan Suku Bunaq.
ht tp: / /www.benymal i .blogspot .com/[Oktober 2009. Mannetje, L.’T, Jones, R.M. 1992. Forages. Plant Resources of South East Asia.
Prosea Foundation, Bogor.
Martin, G. I. 1998. Etnobotani. M. Mohamed, Penerjemah. Gland Switzerland : Kerjasama Natural History Publication (Borneo), Kota Kinabalu dan World Life Fund for Nature.
Munawaroh, E, Astuti, I.P, Hidayat, S, Arsana, I.B.K. Peran Pinang (Areca catechu
L) dalam Kehidupan Masyarakat di Jawa & Sumba. 1998. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani III. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Departemen Pertanian RI, LIPI. Perpustakaan Nasional RI. Bogor. Hal : 75-80.
Mujenah.1993. Interaksi Masyarakat dengan Tumbuhan Obat di Kawasan Taman
Nasional Meru Betiri [Skripsi]. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. (Tidak diterbitkan).
Nurhayati, I. 2006. Studi Pengetahuan Tradisional Masyrakat di sekitar Kawasan
Hutan lindung Gunung Lumut, Kabupaten pasir, Provinsi Kalimantan Timur : Kajian Pemanfaatan Tumbuhan. Skripsi. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. (Tidak diterbitkan).
Paso, P. 2003. Penyusunan Revisi Umum Rencana Tata ruang (RUTR) Ibukota Kecamatan Lamaknen Kabupaten Belu Tahun 2003-2013. Executive Sumary Resume. Lamaknen.
Purwanto, Y, E. B. Waluyo, 1992. Etnobotani Suku Dani di Lembah Baliem Irian
Jaya : Suatu Telaah tentang Pengetahuan dan Pemanfaatan Sumber Daya Alam Tumbuhan. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani I. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Departemen Pertanian RI, LIPI. Perpustakaan Nasional RI. Bogor. Hal : 132-148.
Saepudin, R. J. 2005. Etnobotani pada Masyarakat Adat Kasepuhan Banten Kidul,
Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Skripsi. Departemen Konservasi
56
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. (Tidak diterbitkan).
Soekarman, S. Riswan. 1992. Status Pengetahuan Etnobotani di Indonesia. Prosiding Seminar Etnobotani. Bogor. Sutarno. 1996. Paket Modul Partisipatif : Pemberdayaan Jenis Pohon dalam Sistem
Wanatani. Prosea Indonesia-Yayasan prosea. Bogor. Waluyo, E. B. 1992. Tumbuhan dalam Kehidupan Tradisional Masyarakat Dawan
Timor. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani I. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Departemen Pertanian RI, LIPI. Perpustakaan Nasional RI. Bogor.Hal : 216-224.
Yulianingsih, D. 2002. Etnobotani Pada Masyarakat Adat Kampong Naga, Desa
Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat. Skripsi. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas kehutanan IPB. Bogor. (Tidak diterbitkan).
Zuhud, E.A.M. 1994. Hutan Tropika Indonesia sebagai Sumber Keanekaragaman
Plasma Nutfah Tumbuhan Obat, pp. 1-15 Dalam : E.A.M. Zuhud, (ed) Pelestarian Pemanfaatan Keanekaragaman Tumbuhan Obat Hutan Tropika Indonesia. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan IPB, Lembaga Alam Tropka Indonesia.
_____ 2007. Sikap Masyarakat dan Konservasi : Suatu Analisis Kedawung (Parkia
timoriana) (DC) Merr.) sebagai Stimulus Tumbuhan Obat Bagi Masyarakat, Kasus di Taman Nasional Meru Betiri. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. (Tidak diterbitkan).
57
LAMPIRAN
58
Lampiran 1 Daftar famili teridentifikasi
No Famili Jumlah No Famili Jumlah
1 Araceae 4 37 Malvaceae 6
2 Acanthaceae 5 38 Meliaceae 3
3 Agaveceae 1 39 Moraceae 11
4 Amaranthaceae 1 40 Musaceae 3
5 Anacardiaceae 3 41 Myrtaceae 4
6 Annonaceae 1 42 Nyctaginaceae 2
7 Annonaceae 1 43 Oleaceae 2
8 Apiaceae 1 44 Orchidaceae 1
9 Apocynaceae 2 45 Pandanaceae 1
10 Araliaceae 3 46 Passifloraceae 1
11 Arecaceae 4 47 Piperaceae 3
12 Ascleipiadaceae 1 48 Pittosporaceae 1 13 Asteraceae 11 49 Poaceae 17
14 Balsaminaceae 1 50 Polygonaceae 1
15 Bignoniaceae 1 51 Plumbaginaceae 1
16 Bombacaceae 1 52 Polypodiaceae 2
17 Boraginaceae 1 53 Portulacaceae 2
18 Burseraceae 2 54 Punicaceae 1
19 Cannaceae 2 55 Rosaceae 1
20 Caricaceae 1 56 Rubiaceae 4
21 Casuarinaceae 1 57 Rutaceae 6
22 Celasteraceae 1 58 Santalaceae 1
23 Commelinaceae 1 59 Sapindaceae 2
24 Convolvulaceae 2 60 solanaceae 3
25 Crassulaceae 1 61 Sterculiaceae 1
26 Cucurbitaceae 3 62 Schizaeaceae 1
27 Cyperaceae 2 63 Urticariaceae 1
28 Discoreaceae 5 64 Verbenaceae 5
29 Elaeocarpaceae 1 65 Zingiberaceae 5
30 Equisetaceae 1 66 Lauraceae 2
31 Euphorbiaceae 19 67 Simaroubaceae 1
32 Fabaceae 25 68 Sapotaceae 3
33 Labiatae 4 69 Myrsinaceae 1
34 Lecythidaceae 1 70 Datiscaceae 1
35 Liliaceae 4 71 Tiliaceae 1
36 Loganiaceae 1
59
Lampiran 2 Daftar spesies tumbuhan berdasarkan kelompok kegunaan No Nama Lokal Nama Ilmiah Famili
Pangan
1 Pur Buleen Ficus religiosa (Bodhi). Moraceae
2 Digirai Schizaea dichotoma (L.) Sm. Schizaeaceae
3 Pao Lelo Phaseolus lunatus Linn. Fabaceae
4 Same' Discorea hispida Dennst. Discoreaceae
5 Upu Pachyrrhizus erosus (L.) Ex Dc. Fabaceae
6 Kaleq Sesbania grandiflora Linn. Fabaceae
7 Kulo Zon Artocarpus sp. Moraceae
8 Kontas Canna edulis Ker. Cannaceae
9 Balo Colocasia esculenta L. Schott. Araceae
10 Jala Tidak teridentifikasi Tidak teridentifikasi
11 Rik Tali Discorea bulbifera L. Discoreaceae 12 In Belis Alium cepa L. Liliaceae
13 In Bule'en Alium sativai L. Liliaceae
14 Me Amorphophalus campanulatus (Blumei). Araceae
15 Tir Cajanus cajan Druce. Fabaceae
16 Ipi Oryza sativa Linn. Poaceae
17 Paol Zea mays L. Poaceae
18 Sekal Ipomea batatas (L.) Convolvulaceae
19 Diq Kaka giri Dioscorea esculenta (Lour) Burk. Discoreaceae
20 Dik Kira Pana Dioscorea alata L. Discoreaceae
21 Mok Luan Legul
Musa sp Musaceae
22 Deloq Citrus hystrix DC. Rutaceae
23 Iter Coix lachryma Jobi L. Poaceae
24 Rambua Citrus maximai (Burm.) Merr. Rutaceae
25 Diq Hotel Manihot utilisima Pohl. Euphorbiaceae
26 Keliq Glycine soya Max. Fabaceae
27 Bako Nicotiana tabacum L. Solanaceae
28 Ho Vigna unguiculata L. Fabaceae
29 Bukas Sorghum bicolor (L) Moench. Poaceae
30 Ope Cucurbita moschata Duchense. Cucurbitaceae
31 Ai Ata Annona zquomosa L. Annonaceae
32 Diti Luli Citrus reticulata Blanco. Rutaceae
33 Jo Hiu Mangifera sp Anacardiaceae
34 Jo Loi Mangifera indica L. Anacardiaceae
35 Molo Piper amboinensis (Miq) D.C. Piperaceae
36 Pu Arecha catechu L. Arecaceae
37 Kopi Coffea arabica L. Rubiaceae
60
38 Mok Susu Musa acuminata Musaceae
39 Mok Kapuk Musa balbisiana Musaceae
40 Patal Capsicum sp. Solanaceae
41 Dila Carica papaya Caricaceae
Tumbuhan Obat
1 Taun zon Tephrosia zollingeri Backer. Fabaceae
2 Delima Punica granatum L. Punicaceae
3 Liu zumuk Tidak teridentifikasi Tidak teridentifikasi
4 Kibu Belis Sida rhombifolia L. Malvaceae
5 Hili Talin Pasifflora foetida L. Passifloraceae
6 Alul Jatropha curcas L. Euphorbiaceae
7 Kabaru Bauk Tidak teridentifikasi Tidak teridentifikasi
8 Atit Tidak teridentifikasi Tidak teridentifikasi
9 Zat Corchorus capcularis L. Tiliaceae
10 Heruk belis Maclura cochinchinensis (Lour.) Corner. Moraceae
11 Dini Hezer Tidak teridentifikasi Tidak teridentifikasi
12 Matahari Tidak teridentifikasi Tidak teridentifikasi
13 In Bule'en Zon Curculigo villosa Wall. Liliaceae
14 Pate' Tidak teridentifikasi Tidak teridentifikasi
15 Hotel Guzu Picrasma javanica Bl. Simaroubaceae
16 Moruk Belis Leucas lavandufolia Smith. Labiatae
17 Up Bule'en Saccharum officinarum L. Poaceae
18 Mok Luan Musa paradisiaca Linn. Musaceae
19 Taun Tephrosia sp. Fabaceae
20 Sil Tol Tidak teridentifikasi Tidak teridentifikasi
21 Nenuq Morinda citrifolia L. Rubiaceae
22 Kahaq Zon Ocimum sp. Labiatae
23 Julo miil Tidak teridentifikasi Tidak teridentifikasi
24 Patal Muq Piper retrofractum Vahl Piperaceae
25 Si Koe Kalanchoe pinnata [Lamk. ] Pers. Crassulaceae
26 Siol Lantana camara Linn. Verbenaceae
27 Miel Timonius timon (Spreng) Merr. Rubiaceae
28 Mama buah Sauropus sp. Euphorbiaceae
29 Mama buah belis
Sauropus androgynus (L.) Merr. Euphorbiaceae
30 Gaulele Emilia sonchifolia DC. Asteraceae
31 Bulis Tidak teridentifikasi Tidak teridentifikasi
32 Kibu Siba Sida sp. Malvaceae
33 Wanna Melochia umbellatai(Houtt.) Stapf. Euphorbiaceae
34 Kabokeq Ficus septica Burm.f. Moraceae
61
35 Mahoni Swietenia machrophylla King. Meliaceae
36 Lien Melia azedarach Linn. Meliaceae
37 Sekal Zon Belis
Stictocardia neglecta Convolvulaceae
38 Nenuq Zon Belis
Morinda sp. Rubiaceae
39 Le Keki Buddleja asiatica Lour. Loganiaceae
40 Bau Heku Ficus hispida L.f. Moraceae
41 Molo Loi Piper betle L. Piperaceae
42 Ukaq Calotropus gigantea Willd. Ascleipiadaceae
43 Sambiloto Andrographis paniculata [aburm.f.] Nees. Acanthaceae
44 Gela Vitex ceiba Bombacaceae
45 U Rikit Hydrocotyle sibthorpiodes Lamk. Umbelliferae
46 An Mami Cymbopogon nardus (L.) Rendle. Poaceae
47 Zoil Guzu Alstonia spectabilis R.Br. Apocynaceae
48 Hut Imperata cylindrical Poaceae
49 Kibu Guzu sael gio
Malvastrum coromandelianum (L.) Garcke. Malvaceae
50 Ai Rawan Schleichera oleosa Merr. Sapindaceae
51 Ager Vitex trifolia L. Verbenaceae
52 Goya' Syzygium sp. Myrtaceae
53 Obuk Macaranga tanarius Muell. Arg. Euphorbiaceae
54 Wesel Gol Tidak teridentifikasi Tidak teridentifikasi
55 Tomol Cassia timoriana Fabaceae
56 Kalan Phyllanthus reticulatus Poir. Euphorbiaceae
57 Apa Sakan Elephantopus scaber L. Asteraceae
58 Bui Guzu Asystasia nemorum Nees. Acanthaceae
59 Hotel Nuka Clerodendron sp Verbenaceae
60 Megeq Exocarpus latifolius R.Br. Santalaceae
61 Ulu Pegur Datura metel Linn. Solanaceae
62 Apa Gie Pil Dioscorea hispida Dennst. Discoreaceae
63 Gomiq Dioscorea bulbifera L. Discoreaceae
64 Ematala Mone Euphorbia barnhartii Cruiz . Euphorbiaceae
65 Mi Selek Plumbago zeylanica L. Plumbaginaceae
66 U Hoto Buleqen
Polyganum chinense L. Polygonaceae
67 Taun Lotu Ammannia baccifera L. Lythraceae
68 Arus Cassia sp. Fabaceae
69 Tale Claoxylon glabrifolium Miq. Euphorbiaceae
Pakan ternak
1 Lewer Tidak teridentifikasi Tidak teridentifikasi
2 Ma'u Guzu Ellatostachys verrucosa (Bl.) Radlk. Sapindaceae
62
3 Dila Zon Aegle marmelos L. Rutaceae
4 Zo'u Litsea glutinosa (Lour.) C.B.Rob. Lauraceae
5 Ziek Pittosporum moluccanum (Lam.) Miq Pittosporaceae
6 Jati Belis Gmelina arborea Roxb. Verbenaceae
7 Erol Belis Ficus sp.3 Moraceae
8 Teor Ficus variegata BL. Moraceae
9 Su Beteq Omalanthus giganteus Zoll.& Moritzi. Euphorbiaceae
10 Kilu Schefflera elliptica (Bl.) Harms. Araliaceae
11 Zalo Tetrameles nudiflora R.Br.ex Benth. Datiscaceae
12 An Natal Themeda villosa Durand. Jackson. Poaceae
13 Manuk Hiptage benghalensis (L.) Kurz. Malvaceae
14 Ii Moghania strombilifera (L.) St. Hil.ex O.K. Fabaceae
15 Hepa Albizia tomentalla Fabaceae
16 Tese Saccharum spontaneum Poaceae
17 Mape Giri Gynura pseudochina (L) DC. Asteraceae
18 Lamtoro Leucaena leucocephalaLam de Wit. Fabaceae
19 Kau Miit Tidak teridentifikasi Tidak teridentifikasi
20 Beko Syzygium sp. Myrtaceae
21 Kibu Lotu Urena sp. Malvaceae
22 Sie kelen Tidak teridentifikasi Tidak teridentifikasi
23 Gure Tidak teridentifikasi Tidak teridentifikasi
24 Kura sisal Acanthospermum hispidum DC. Acanthaceae
25 Buah Moras Morus alba L. Moraceae
26 U Suil Euphorbia prunifolia Jack. Euphorbiaceae
27 Bau Koles Tithonia sp. Asteraceae
28 Sibil Phragmites karka (Retz.) Poaceae
29 Meal Chrysopogon aciculatus (Retz.) Poaceae
30 Silikagut Bidens Pilosa L Poaceae
31 Wate' Eulalia leschenaultiana Poaceae
32 Mantalin Cyperus brevifolius (Rottb.) Hassk. Cyperaceae
33 Su kaqut Cyperus sp. Cyperaceae
34 An Paral Setaria faberii Herrm. Poaceae
35 Piraku Taraxacum mongolicum Hand-Mazz. Asteraceae
36 Toko Gomil Eleusine indica (L.) Gaertn. Poaceae
37 U sael qizil Dichrocephala auriculata (Thunb.) Druce Asteraceae
38 Orel Gie Pu Tidak teridentifikasi Tidak teridentifikasi
39 An Lawal Themeda gigantea (Cav.) Hack. Poaceae
40 An Balibo Pennisetum polystachyon (L.) Schult. Poaceae
41 Kaleq Sesbania grandiflora (Linn). Fabaceae
42 Sobo Ficus sp.2 Moraceae
43 Jenis C Calopogonium sp. Fabaceae
63
Bangunan
1 Mau Hal Bischofia javanica BL. Euphorbiaceae
2 Pili Pokoi Litsea timoriana Span. Lauraceae
3 Ai Sawal Tamarindus indica L. Fabaceae
4 Pie Hoto Go' Tidak teridentifikasi Anacardiaceae
5 Tal Eucalyptus urophylla ST. Blake. Myrtaceae
6 Pie Eucalyptus alba Myrtaceae
7 Ai Barut Shirakiopsis indica (Willd.) Esser. Euphorbiaceae
8 Apa Gotok Glochidion lancifolium C.B.Rob. Euphorbiaceae
9 Jenis A Glochidion sp. Euphorbiaceae
10 Jenis B Tidak teridentifikasi Fabaceae
11 Hur Casuarina junghuniana Miq. Casuarinaceae
12 Hoza Cocos nucifera L. Arecaceae
13 Ai We Tidak teridentifikasi Tidak teridentifikasi
14 Wauk Garuga floribunda Dacne. Burseraceae
15 Nitu Garuga sp. Burseraceae
16 Besak Acacia leucophloea Willd. Fabaceae
17 Nor Beka Planchonella duclitan (Blanco) Bakh.f. Sapotaceae
18 Mah Bambusa spp. Poaceae
19 Tueq Kubus Arenga pinnata Merr. Arecaceae
20 Hotel Suil Planchonella duclitan (Blanco) Bakh.f. Sapotaceae
21 Hotel Ewi Mallotus philippensis Muell Arg. Euphorbiaceae
22 Beko Lotu Euonymus javanicus Bl. Celasteraceae
23 Lese Planchonia valida Bl. Lecythidaceae
24 Koban Albizia lebbekoides (DC.) Benth. Fabaceae
25 Siba Leboq Syzygium polyanthum Wight) Walp. Myrtaceae
26 Kabanasaq Planchonia timoriensis Blume. Lecythidaceae
27 Oe Daemonorops sp. Arecaceae
28 Ai Asa Milingtonia hortensis L.f. Bignoniaceae
29 Mazoq Pterocarpus indicus Willd. Fabaceae
30 Bane Sterculia foetida L. Sterculiaceae
31 Tau Ficus recemosa L. Moraceae
32 Hotel Gubuk Tithonia diversifolia Hemsley) A. gray Asteraceae
33 Tilon Asa Caesalpinia furfurea Fabaceae
Kayu bakar
1 Ai Rawan Scleichera oleosa Merr. Sapindaceae
2 Tomol Cassia timoriana Fabaceae
3 Lamtoro Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit. Fabaceae
4 Tal Eucalyptus urophylla St. Blake. Myrtaceae
64
5 Pie Eucalyptus alba Myrtaceae
6 Hur Casuarina junghuniana Miq. Casuarinaceae
7 Nor Nigi A Putrajiva roxburghii Wall. Sapotaceae
8 Nor Nigi B Payena leerii (T.et B.) Kurz. Anacardiaceae
9 Mokza Solanum verbascifolium L. Solanaceae
10 Ai turis Myrsine avenis (Bl.) DC. Myrsinaceae
Tali, anyaman, kerajinan
1 Tupa Tidak teridentifikasi Tidak teridentifikasi
2 Kibu guzu Urena lobata sp. Malvaceae
3 Hak Corypha gebanga Blume. Arecaceae
4 Kersen Muntingia calabura L. Elaeocarpaceae
5 Silel Pleomele angustifolia Roxb. Liliaceae
6 Tali Balanda Agave cantula Roxb. Agavaceae
7 Ematala Mun Neoalsomitra podagrica Steenis. Cucurbitaceae
8 Bon Entada phaseoloides Bentoh(Jav). Fabaceae
9 Mun Tumel Elaegnus triflora Roxb. Acanthaceae
10 Heran Pandanus tectorius Arecaceae
11 Kulo Zon Artocarpus heterophyllus Lam. Moraceae
12 Kusar Tidak teridentifikasi Tidak teridentifikasi
13 Go' Apa Abelmoschus moschatus L. Medi. Malvaceae
14 Dilu Borassus pandanus L. Arecaceae
15 Tal Eucalyptus urophylla S.T. Blake. Myrtaceae
16 Jati belis Gmelina arborea Roxb. Verbenaceae
17 Mah Bambussa sp. poaceae
18 Tilon asa Caesalpinia furfurea Fabaceae
19 Kubus Arenga pinnata Merr. Arecaceae
20 Hur Casuarina junghuniana Miq. Casuarinaceae
Racun
1 Zul Albizia procera Benth. Fabaceae
2 E Albizia chinensis L. Fabaceae
3 Mebu zab Girardinia sp. Urticaceae
4 Bako Nicotiana tabacum L. Solanaceae
5 Liwas Mucuna sp. Fabaceae
6 Katal Tetrastiqma lanceolarium Planch. Vitaceae
7 Balo sai katoq Colocassia esculenta L. Araliaceae
Pewarna dan tannin
1 Taun Zon Tephrosia zollingeri Backer. Fabaceae
2 Taun lotu Ammannia baccifera L. Lythraceae
65
3 Kirun Curcuma longifolia L. Zingiberacee
4 Silel Pleomele augustifolia N.E.Br. Liliaceae
5 Nenuq Morinda citrifolia L. Rubiaceae
6 Ai Rawan Scleichera oleosa Merr. Sapindaceae
Aromatik
1 Kirun Curcuma longifolia Linn. Zingiberaceae
2 Sikon Kaempferia galanga L. Zingiberaceae
3 Huraq Equisetum sp. Equisetaceae
4 Barut Aleurites moluccana Miq. Euphorbiaceae
5 Turul Santalum album L. Santalaceae
6 Dowol Acorus calamus L. Araceae
7 In Ma Zingiber officinale Roxb. Zingiberaceae
8 Laus Languas galanga L. Zingiberaceae
9 Hotel Tie Gio Micromelum minutum (Forst.)Wight. &. Arn. Rutaceae
10 Sege Belis Jasminum sp. Oleaceae
11 Nilam Pogostemon cablin Benth. Poaceae
12 Sirih Piper betle L. Piperaceae
13 Kelapa Cocos nucifera L. Arecaceae
14 U rikit Hydrocotyle sibthorpiode Lamk. Umbelliferae
15 Bonak Pandanusa amaryllifolius Roxb. Pandanaceae
16 Silasih Ocimum basilicum L. Labiatae
17 Kahaq Zon Ocimum sp. Labiatae
Hias
1 Anggrek Hutan Vandopsis gigantea (Lour.) C.B.Rob. Orchidaceae
2 Mun Gipe Pandorea pandorana (Andrews) Steenis. Bignoniaceae
3 Si koe Kalanchoe pinnata Pers. Crassulaceae
4 Mako Nothopanax scutellarium Merr. Araliaceae
5 U pagar Eupatorium triplinerve Vahl. Asteraceae
6 Pecah piring Catharanthus roseus [L.] G. Don Apocynaceae
7 Mawar Rosa L.. Rosaceae
8 Melati Jasminum . Oleaceae
9 Beluntas Pluchea indica [L.] Less. Asteraceae
10 Talas Homalomena occulta [Lour.] Schott. Araceae
11 Nanas kerang Rhoeo discolor [L.Her.] Hance. Commelinaceae
12 Pacar air Impatiens balsamina Linn. Balsaminaceae
13 Bunga pukul empat
Portulaca grandiflora Hook. Portulacaceae
14 Bunga ungu Talinum triangulare (Jacq.) Willd. Portulacaceae
15 Gubuq belis Hemigraphis colorata Hall.f. Acanthaceae
66
16 Bunga tahi ayam
Tagetes erecta Linn. Asteraceae
17 Bunga desember
Canna indica L. Cannaceae
18 Kenop Gomphrena globosa L. Amaranthaceae
19 Bunga pengantin
Clerodendrum japonicum [Thunb.] Sweet. Verbenaceae
20 Mayana Coleus scutellariodes [L.] Benth. Labiatae
21 Gubug kuning Taraxacum officinale Weber et Wiggers. Asteraceae
Adat
1 Molo Piper betle Linn. Piperaceae
2 Pu Arecha catechu L. Arecaceae
3 Mok luan Musa paradisiaca Linn. Musaceae
4 Hoja Cocos nucifera L. Arecaceae
5 Ai rawan Scleichera oleosa Merr. Sapindaeace
6 Goya' Syzygium sp. Myrtaceae
Kegunaan lain
1 Erol guzu Ficus sp.1 Moraceae
2 Mun mauhale Argyreia mollis (Burm.f.) Choisy. Convolvulaceae
3 Ai kerelelun Tidak terindentifikasi Tidak terindentifikasi
4 Dila Carica papaya Caricaceae
5 In ma buleen Curcuma officinale Rosc. Zingiberaceae
6 Pate' Belum terindentifikasi Belum teridentifikasi
7 Iu Cordia dichotoma Forst. f. Boraginaceae
8 Malaka Ricinus communis Willd. Euphorbiaceae
67
Lampiran 3 Daftar spesies tumbuhan yang ditemukan di tempat penelitian
No Nama Ilmiah Nama lokal Famili Habitus
1 Abelmoschus moschatus L. Medic. Go' Apa Malvaceae Semak
2 Acacia leucophloea Willd. Besak Fabaceae Pohon
3 Acanthospermum hispidum DC. Kura sisal Acanthaceae Herba
4 Acorus calamus L. Dowol Araceae Herba
5 Aegle marmelos L. Dila Zon Rutaceae Pohon
6 Agave cantula Roxb. Tali Balanda Agavaceae Herba
7 Albizia chinensis E Fabaceae Pohon
8 Albizia lebbekoides (DC.) Benth. Koban Fabaceae Pohon
9 Albizia procera Benth. Zul Fabaceae Pohon
10 Albizia tomentalla L. Hepa Fabaceae Pohon
11 Aleurites mollucana Miq. Barut Euphorbiaceae Pohon
12 Alium cepa L. In Belis Liliaceae Herba 13 Alium sativai L. In Bule'en Liliaceae Herba
14 Alstonia spectabilis R.Br. Zoil Guzu Apocynaceae Pohon
15 Ammannia baccifera L. Taun Lotu Lythraceae Herba
16 Amorphophalus campanulatus (Blumei). Me Araceae Herba
17 Andrographis paniculata [aburm.f.] Nees. Sambiloto Acanthaceae Semak
18 Annona zquomosa L. Ai Ata Annonaceae Pohon
19 Arachis hypogaea L. ho'i Fabaceae Herba
20 Arecha catechu L Pu Arecaceae Pohon
21 Arenga pinnata Merr Tueq Kubus Arecaceae Pohon
22 Argyreia mollis (Burm.f.) Choisy. Mun Mauhale Convolvulaceae Liana
23 Artocarpus heterophyllus Lam. Kulo Zon Moraceae Pohon
24 Artocarpus sp Kulo Zon Moraceae Pohon
25 Asparagus racemosus Loa gie tapil Liliaceae Perdu
26 Asystasia nemorum Nees. Bui Guzu Acanthaceae Semak
27 Bambusa spp. Mah Poaceae Semak
28 Bidens pilosa L. Silikagut Poaceae Semak
29 Bischofia javanica BL. Mau Hal Euphorbiaceae Pohon
30 Blumea balsamifera Bako zon Asteraceae Herba
31 Borassus pandanus L. Dilu Arecaceae Pohon
32 Buddleja asiatica Lour. Le Keki Loganiaceae Pohon
33 Caesalpinia furfurea Tilon Asa Fabaceae Pohon
34 Cajanus cajan Druce. Tir Fabaceae Perdu
35 Calotropus gigantean Willd Ukaq Ascleipiadaceae Semak
36 Canna edulis Ker. Kontas Cannaceae Herba
37 Canna indica L. Bunga desember Cannaceae Herba
38 Capsicum sp. Patal Solanaceae Herba
68
39 Carica papaya L. Rila Caricaceae Perdu
40 Cassia sp. Arus Fabaceae Pohon
41 Cassia timoriana Tomol Fabaceae Pohon
42 Casuarina junghuniana Miq. Hur Casuarinaceae Pohon
43 Catharanthus roseus [L.] G. Don. Pecah piring Apocynaceae Herba
44 Chrysopogon aciculatus (Retz.) Meal Poaceae Semak
45 Citrus aurontifolia [Christm. & Panz] Swingle. Masin Rutaceae Pohon
46 Citrus hystrix DC. Deloq Rutaceae Pohon
47 Citrus maxima (Burm.) Merr. Rambua Rutaceae Pohon
48 Citrus reticulata Blanco. Diti Luli Rutaceae Pohon
49 Clerodendron sp. Hotel Nuka Verbenaceae Semak
50 Clerodendrum japonicum [Thunb.] Sweet. Bunga pengantin Verbenaceae Herba
51 Cocos nucifera L. Hoza Arecaceae Pohon
52 Coffea arabica L. Kopi Rubiaceae Perdu
53 Coix lachryma Jobi L. Iter Poaceae Semak
54 Coleus scutellariodes [L.] Benth. Mayana Labiatae Herba
55 Colocasia esculenta L. Schott. Balo Araceae Herba
56 Colocassia esculenta L. Schott. Balo Sai Katoq Araliaceae Herba
57 Cordia dichotoma Iu Boraginaceae Pohon
58 Corypha gebanga Blume. Hak Arecaceae Pohon
59 Cucurbita moschata Duchense. Ope Cucurbitaceae Herba
60 Curculigo villosa Wall. In Bule'en Zon Liliaceae Herba
61 Curcuma longafolia L. Kirun Zingiberaceae Herba
62 Cymbopogon nardus (L.) Rendle. An Mami Poaceae Herba
63 Cyperus brevifolius (Rottb.) Hassk. Mantalin Cyperaceae Semak
64 Cyperus sp. Su kaqut Cyperaceae Semak
65 Daemonorops sp. Oe Arecaceae Pohon
66 Datura metel Linn. Ulu Pegur Solanaceae Perdu
67 Dichrocephala auriculata (Thunb.) Druce. U sael qizil Asteraceae Herba
68 Dioscorea alata L. Dik Kira Pana Discoreaceae Herba
69 Dioscorea bulbifera L. Gomiq Discoreaceae Herba
70 Dioscorea esculenta (Lour) Burk. Diq Kaka giri Discoreaceae Herba
71 Dioscorea hispida Dennst. Apa Gie Pil Discoreaceae Herba
72 Discorea bulbifera L. Rik Tali Discoreaceae Herba
73 Discorea hispida Dennst. Same' Discoreaceae Herba
74 Dysoxylum gaudichaudianum Emar Meliaceae Pohon
75 Elaegnus triflora Roxb. Mun Tumel Acanthaceae Liana
76 Elephantopus scaber L. Apa Sakan Asteraceae Herba
77 Eleusine indica (L.) Gaertn. Toko Gomil Poaceae Semak
78 Ellatostachys verrucosa (Bl.) Radlk. Ma'u Guzu Sapindaceae Pohon
79 Emilia sonchifolia DC. Gaulele Asteraceae Herba
69
80 Entada phaseoloides Bentoh (Jav). Bon Fabaceae Liana
81 Equisetum sp. Huraq Equisetaceae Semak
82 Erythrina sp. Lawal Fabaceae Pohon
83 Eucalyptus alba Pie Myrtaceae Pohon
84 Eucalyptus urophylla ST. Blake. Tal Myrtaceae Pohon
85 Eulalia leschenaultiana Wate' Poaceae Semak
86 Euonymus javanicus Bl. Beko Lotu Celasteraceae Pohon
87 Eupatorium triplinerve Vahl. U pagar Asteraceae Herba
88 Euphorbia barnhartii Cruiz. Ematala Mone Euphorbiaceae Semak
89 Euphorbia prunifolia Jack. U Suil Euphorbiaceae Herba
90 Exocarpus latifolius R.Br. Megeq Santalaceae Pohon
91 Ficus glomerata Tau Belis Moraceae Pohon
92 Ficus hispida L.f. Moraceae Pohon
93 Ficus recemosa L. Tau Moraceae Pohon
94 Ficus religiosa (Bodhi). Pur Buleen Moraceae Pohon
95 Ficus septic Burm.f. Kabokeq Moraceae Pohon
96 Ficus sp 2 Erol guzu Moraceae Pohon
97 Ficus sp 2 Sobo Moraceae Pohon
98 Ficus sp 3 Erol Belis Moraceae Pohon
99 Ficus variegata BL. Teor Moraceae Pohon
100 Garuga floribunda Dacne. Wauk Burseraceae Pohon
101 Garuga sp. Nitu Burseraceae Pohon
102 Girardinia sp. Mebu Zab Urticaceae Perdu
103 Glochidion lancifolium C.B.Rob. Pohon
104 Glochidion sp. Jenis A Euphorbiaceae Pohon
105 Glycine soya Max. Keliq Fabaceae Herba
106 Gmelina arborea Roxb. Jati Belis Verbenaceae Pohon
107 Gomphrena globosa L. Kenop Amaranthaceae Herba
108 Gynura pseudochina (L) DC. Mape Giri Asteraceae Herba
109 Hemigraphis colorata Hall.f. Gubuq belis Acanthaceae Herba 110 Hiptage benghalensis (L.) Kurz. Manuk Malvaceae Liana
111 Homalomena occulta [Lour.] Schott. Talas Araceae Herba
112 Hydrocotyle sibthorpiodes Lamk. U Rikit Umbelliferae Herba
113 Impatiens balsamina Linn. Pacar air Balsaminaceae Herba
114 Imperta cylindrical L. Hut Poaceae Semak
115 Ipomea batatas L. Sekal Convolvulaceae Herba
116 Jasminum sp. Melati Oleaceae Perdu
117 Jasminum sp. Sege Belis Oleaceae Perdu
118 Jatropha curcas L. Alul Euphorbiaceae Pohon
119 Kaempferia galanga L. Sikon Zingiberaceae Herba
120 Kalanchoe pinnata [Lamk. ] Pers. Si Koe Crassulaceae Herba
70
121 Languas galanga L. Laus Zingiberaceae Herba
122 Lantana Camara Linn. Siol Verbenaceae Herba
123 Leucaena leucocephala Lam de Wit. Lamtoro Fabaceae Pohon
124 Leucas lavandufolia Smith. Moruk Belis Labiatae Herba
125 Litsea glutinosa (Lour.) C.B.Rob. Zo'u Lauraceae Pohon
126 Litsea timoriana Span. Pili Pokoi Lauraceae Pohon
127 Macaranga tanarius Muell. Arg. Obuk Euphorbiaceae Pohon
128 Maclura cochinchinensis (Lour.) Corner). Heruk belis Moraceae Perdu
129 Mallotus philippensis Muell Arg. Hotel Ewi Euphorbiaceae Pohon
130 Malvastrum coromandelianum (L.) Garcke. Kibu Guzu sael gio Malvaceae Herba
131 Mangifera indica L. Jo Loi Anacardiaceae Pohon
132 Mangifera sp. Jo Hiu Anacardiaceae Pohon
133 Manihot utilisima Pohl. Diq Hotel Euphorbiaceae Perdu
134 Melia azedarach Linn. Lien Meliaceae Pohon
135 Melochia umbellate (Houtt.) Stapf. Wanna Euphorbiaceae Pohon
136 Micromelum minutum (Forst.) Wight. &. Arn. Hotel Tie Gio Rutaceae Semak
137 Milingtonia hortensis L.f. Ai Asa Bignoniaceae Pohon
138 Moghania strombilifera (L.) St. Hil.ex O.K. Ii Fabaceae Perdu
139 Morinda citrifolia L. Nenuq Rubiaceae Pohon
140 Morinda sp. Nenuq Zon Belis Rubiaceae Pohon
141 Morus alba L. Buah Moras Moraceae Pohon
142 Mucuna sp. Liwas Fabaceae Liana
143 Muntingia calabura L. Kersen Elaeocarpaceae Pohon
144 Musa acuminata Mok Susu Musaceae Herba
145 Musa balbisiana Mok Kapuk Musaceae Herba
146 Musa paradisiaca Linn. Mok Luan Musaceae Herba
147 Musa sp Mok Luan Legul Musaceae Herba
148 Myrsine avenis (Bl.) DC. Ai turis Myrsinaceae Pohon
149 Neoalsomitra podagrica Steenis. Ematala Mun Cucurbitaceae Liana
150 Nicotiana tabacum L. Bako Solanaceae Herba
151 Nothopanax scutellarium Merr. Mako Araliaceae Perdu
152 Ocimum basilicum L. Silasih Labiatae Herba
153 Ocimum sp. Kahaq Zon Labiatae Herba
154 Omalanthus giganteus Zoll.& Moritzi. Su Beteq Euphorbiaceae Pohon
155 Oryza sativa Linn. Ipi Poaceae Semak
156 Pachyrrhizus erosus (L.) Ex Dc. Upu Fabaceae Herba
157 Pandanus tectorius Heran Arecaceae Pohon
158 Pandanusa amaryllifolius Roxb. Bonak Pandanaceae Herba
159 Pandorea pandorana Mun Gipe Bignoniaceae Herba
160 Pasifflora foetida L. Hili Talin Passifloraceae Herba
161 Payena leerii (T.et B.) Kurz. Nor Nigi B Sapotaceae Pohon
71
162 Pennisetum polystachyon (L.) Schult. An Balibo Poaceae Semak
163 Phaseolus lunatus Linn. Pao Lelo Fabaceae Herba
164 Phragmites karka (Retz.) Sibil Poaceae Semak
165 Phyllanthus reticulatus Poir. Kalan Euphorbiaceae Herba
166 Phymatodes, nigrescens (Bl.) J. Sm. Tie gas Polypodiaceae Epifit
167 Picrasma javanica Bl. Hotel Guzu Simaroubaceae Pohon
168 Piper amboinensis (Miq) D.C. Molo Piperaceae Herba
169 Piper betle L Molo Loi Piperaceae Herba
170 Piper retrofractum Vahl. Patal Muq Piperaceae Herba
171 Pisonia grandis R. Br. Kai Sahe Nyctaginaceae Pohon
172 Pittosporum moluccanum (Lam.) Miq. Ziek Pittosporaceae Pohon
173 Planchonella duclitan (Blanco) Bakh.f. Hotel Suil Sapotaceae Pohon
174 Planchonella duclitan (Blanco) Bakh.f. Nor Beka Sapotaceae Pohon
175 Planchonia timoriensis Blume. Kabanasaq Lecythidaceae Pohon
176 Planchonia valida Bl. Lese Lecythidaceae Pohon
177 Pleomele angustifolia Roxb. Silel Liliaceae Hera
178 Pluchea indica [L.] Less. Beluntas Asteraceae Perdu
179 Plumbago zeylanica L. Mi Selek Plumbaginaceae Herba
180 Pogostemon cablin Benth. Nilam Poaceae Herba.
181 Polyganum chinense L. U Hoto Buleqen Polygonaceae Herba
182 Portulaca grandiflora Hook. Bunga pukul empat Portulacaceae Herba
183 Pterocarpus indicus Willd. Mazoq Fabaceae Pohon
184 Punica granatum L. Delima Punicaceae Perdu
185 Putrajiva roxburghii Wall. Nor Nigi A Euphorbiaceae Pohon
186 Rhoeo discolor [L.Her.] Hance. Nanas kerang Commelinaceae Herba
187 Ricinus communis Willd. Malaka Euphorbiaceae Perdu
188 Rosa L. Mawar Rosaceae Semak
189 Saccharum officinarum L. Up Bule'en Poaceae Semak
190 Saccharum spontaneum. Tese Poaceae Semak
191 Santalum album L. Turul Santalaceae Pohon
192 Sauropus sp. Mama buah Euphorbiaceae Herba
193 Sauropus androgynus (L.) Merr. Mama buah belis Euphorbiaceae Herba
194 Schefflera elliptica (Bl.) Harms. Kilu Araliaceae Pohon
195 Schizaea dichotoma (L.) Sm. Digirai Schizaeaceae Herba
196 Schleichera oleosa Merr. Ai Rawan Sapindaceae Pohon
197 Sechium edule (Jacq.) Sw. labu jepang Cucurbitaceae Herba
198 Sesbania grandiflora Linn. Kaleq Fabaceae Pohon
199 Setaria faberii Herrm. An Paral Poaceae Semak
200 Shirakiopsis indica (Willd.) Esser. Ai Barut Euphorbiaceae Pohon
201 Sida rhombifolia L. Kibu Belis Malvaceae Semak
202 Sida sp. Kibu Siba Malvaceae Semak
72
203 Sorghum bicolor (L) Moench. Bukas Poaceae Semak
204 Sterculia foetida L. Bane Sterculiaceae Pohon
205 Stictocardia negleta Sekal Zon Belis Convolvulaceae Herba
206 Swietenia machrophylla King . Mahoni Meliaceae Pohon
207 Syzygium polyanthum (Wight) Walp. Siba Leboq Myrtaceae Pohon
208 Syzygium sp. Beko Myrtaceae Pohon
209 Syzygium sp. Goya' Myrtaceae Pohon
210 Tagetes erecta Linn. Bunga tahi ayam Asteraceae Herba
211 Talinum triangulare (Jacq.) Willd. Bunga ungu Portulacaceae Herba
212 Tamarindus indica L. Ai Sawal Fabaceae Pohon
213 Taraxacum mongolicum Hand-Mazz. Piraku Asteraceae Herba
214 Taraxacum officinale Weber et Wiggers Gubug kuning Asteraceae Herba
215 Tephrosia sp. Taun Fabaceae Herba
216 Tephrosia zollingeri Backer. Taun zon Fabaceae Herba
217 Tetrameles nudiflora R.Br.ex Benth. Zalo Datiscaceae Pohon
218 Themeda gigantean (Cav.) Hack. An Lawal Poaceae Semak
219 Themeda villosa Durand. Jackson. An Natal Poaceae Semak
220 Tidak teridentifikasi Ai We Tidak teridentifikasi Pohon
221 Tidak teridentifikasi Atit Tidak teridentifikasi Herba
222 Tidak teridentifikasi Bulis Tidak teridentifikasi Herba
223 Tidak teridentifikasi Dini Hezer Tidak teridentifikasi Herba
224 Tidak teridentifikasi Gure Tidak teridentifikasi Herba
225 Tidak teridentifikasi Jala Tidak teridentifikasi Herba
226 Tidak teridentifikasi Jenis B Fabaceae Pohon
227 Tidak teridentifikasi Julo miil Tidak teridentifikasi Pohon
228 Tidak teridentifikasi Kabaru Bauk Tidak teridentifikasi Liana
229 Tidak teridentifikasi Kau Miit Tidak teridentifikasi Herba
230 Tidak teridentifikasi Kusar Tidak teridentifikasi Pohon
231 Tidak teridentifikasi Lewer Tidak teridentifikasi Pohon
232 Tidak teridentifikasi Liu zumuk Tidak teridentifikasi Herba
233 Tidak teridentifikasi Matahari Tidak teridentifikasi Perdu
234 Tidak teridentifikasi Ma'ut Belis tidak teridentifikasi Pohon
235 Tidak teridentifikasi Ma'ut Buleen Tidak teridentifikasi Pohon
236 Tidak teridentifikasi Orel Gie Pu Tidak teridentifikasi Herba
237 Tidak teridentifikasi Pate' Tidak teridentifikasi Herba
238 Tidak teridentifikasi Pie Hoto Go' Anacardiaceae Pohon
239 tidak teridentifikasi Sie kelen Tidak teridentifikasi Herba
240 Tidak teridentifikasi Sil Tol Tidak teridentifikasi Herba
241 Tidak teridentifikasi Tahan Tolu Tidak teridentifikasi Pohon
242 Tidak teridentifikasi Tupa Tidak teridentifikasi Liana
73
243 Tidak teridentifikasi Wesel Gol Tidak teridentifikasi Herba
244 Tidak teridentifikasi Zat Tidak teridentifikasi Perdu
245 Timonius timon (Spreng) Merr. Miel Rubiaceae Pohon
246 Tithonia diversifolia (Hemsley) A. gray. Hotel Gubuk Asteraceae Pohon
247 Tithonia sp. Bau Koles Asteraceae Semak
248 Urena lobata sp. Kibu guzu Malvaceae Herba
249 Urena sp. Kibu Lotu Malvaceae Herba
250 Vandopsis gigantea (Lour.) C.B.Rob. Anggrek hutan Orchidaceae Epifit
251 Vigna radiata (L.) R. ho gapa Fabaceae Herba
252 Vigna unguiculata L. Ho Fabaceae Herba
253 Vitex ceiba Gela Bombacaceae Pohon
254 Vitex trifolia L. Ager Verbenaceae Semak
255 Zea mays L. Paol Poaceae Perdu
256 Zingiber officinale Roxb. In Ma Zingiberaceae Herba
257 Zingiber officinale Linn. In Ma Buleen Zingiberaceae Herba
74
Lampiran 4 Daftar responden kajian etnobotani masyarakat suku Bunaq di Desa Dirun No Nama Umur (Thn) Alamat
1 Maria Ili 45 Desa Dirun
2 Rosalia Leu 94 Desa Dirun
3 Martinus Musu 98 Desa Dirun
4 Mathias Leki 56 Desa Dirun
5 Pankras Bele 54 Desa Dirun
6 Vinsensius Bou 55 Desa Dirun
7 Makrina 54 Desa Dirun
8 Eme Ikun 67 Desa Dirun
9 Fabianus Lau 34 Desa Dirun
10 Agustina Leu 31 Desa Dirun
11 Benyamin Bere 89 Desa Dirun
12 Dominikus Bele 60 Desa Dirun
13 Monika 59 Desa Dirun
14 Martha 60 Desa Dirun
15 Lin Bia 48 Desa Dirun
16 Okto Manu 26 Desa Dirun
17 Maria 51 Desa Dirun
18 Frans M 49 Desa Dirun
19 Seli 48 Desa Dirun
20 Beatrix 30 Desa Dirun
21 Martha 62 Desa Dirun
22 Blandina 52 Desa Dirun
23 Petronela 36 Desa Dirun
24 Yasintha Motu 49 Desa Dirun
25 Martina 31 Desa Dirun
75
Lampiran 5 Daftar Kuisioner Etnobotani
DAFTAR KUISIONER ETNOBOTANI
1. Data Pribadi
a. Nama : b. Umur : c. Jenis Kelamin : d. Pendidikan : e. Status :
2. Dalam satu minggu berapa kali saudara masuk ke hutan/ekosistem liar? a. Satu b. Dua c. Tiga d. Empat e. Setiap hari
3. Kegiatan apa saja yang dilakukan di dalam hutan? a. berburu b. Mencari tumbuhan d. Mencari madu e. Lainnya 4. Jenis-jenis tumbuhan apa yang saudara ambil dari hutan :
1. …………………….. 2. ……………………... 3. …………………….. 4. …………………….. 5. ……………………..
5. Jenis-jenis tersebut digunakan untuk : 1. Bahan bangunan 2. Bahan pangan 3. Bahan pakan 4. Bahan obat 5. Bahan racun 6. Bahan pakan 7. Bahan pewarna 8. Lainnya………….
6. Apakah tumbuhan tersebut didibudidayakan? a.Ya b. Tidak
7. Untuk apa tumbuhan berguna yang diambil? a. Digunakan sendiri b. dijual c. Sebagian dijual
8. Jika dijual dalam bentuk apa? a. Ikat b. bungkus c.
9. Bagaimanakah cara pengambilan tumbuhan di alam? a. Musiman b. Tidak tergantung musim c. Lainnya………….
10. Berapa kali saudara mengambil tumbuhan berguna dari alam?
a. Satu minggu b. Dua minggu
76
c. satu bulan d. Lainnya……….. 11.Bagian tumbuhan berguna yang dimanfaatkan?
a.Buah b.Akar c.Bunga d. Batang e.Akar
12. Bagaiman cara pengolahan tumbuhan berguna? a. Tumbuhan obat b. Tumbuhan hias c. Tumbuhan pangan d. Kebutuhan bangunan e. Upacara adat f. Lainnya
13. Apakah ada persediaan tumbuhan berguna di rumah? a. Ada b. Tidak ada
14. Kalau ada, disimpan dalam bentuk apa? a. Serbuk b. Simplisia basah c. Simplisia kering
15. Jenis-jenis tumbuhan berguna yang dibudidayakan masyarakat? a. Tumbuhan hias e. Bahan bangunan
1. Nama lokal 1.Nama lokal 2. Asal 2. Asal
b. Tumbuhan obat f.Pakan ternak 1.Nama Lokal 1.Nama Lokal 2. Asal 2. Asal
c. Tumbuhan pangan g. Anyaman/tali temali 1. Nama lokal 1. Nama Lokal 2. Asal 2. Asal
d. Bahan Bangunan h. Lainnya 1. Nama lokal 1. Nama lokal 2. Asal 2.Asal