etika_organisasi
TRANSCRIPT
-
BAHAN DIKLAT PRAJABATAN GOLONGAN III
ETIKA BIROKRASI
OLEH:
ARIJATI A RAHMAN, SH.
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PEGAWAI JAKARTA
2008
-
1
1. PENDAHULUAN
1.1 Deskripsi Singkat Untuk mewujudkan pembangunan nasional, diperlukan PNS yang
berkualitas yang dapat melaksanakan tugas, kewajiban dan tanggung
jawabnya yang strategis dalam organisasi pemerintah. Untuk
mewujudkan PNS yang berkualitas tersebut diperlukan pendidikan dan
latihan prajabatan PNS dimana peserta Diklat adalah calon PNS yang
akan diangkat menjadi PNS apabila telah mengikuti dan lulus ujian
prajabatan. Berdasarkan peraturan pemerintah No. 101 tahun 2000
tentang pendidikan dan pelatihan jabatan PNS mengamanatkan bahwa
Diklat termaksud dilaksanakan untuk memberikan pengetahuan dalam
rangka pembentukan wawasan, kepribadian, dan etika PNS disamping
pengetahuan dasar lainnya agar apabila telah diangkat menjadi PNS
mampu melaksanakan tugas dan kewajibannya dalam organisasi
pemerintah sesuai ketentuan yang berlaku. Salah satu materi diklat
prajabatan dalam hal ini diklat prajabatan III adalah etika oganisasi
pemerintah.
Pemahaman materi etika organisasi pemerintah diperlukan peserta diklat
karena PNS bertugas dalam organisasi pemerintah, yang pada
hakekatnya tugas pemerintah adalah memberikan pelayanan publik yang
prima kepada masyarakat. Dalam konteks organisasi, etika organisasi
diartikan sebagai pola sikap dan perilaku yang diharapkan dari setiap
individu dan kelompok anggota organsasi, yang secara keseluruhan akan
membentuk budaya organisasi yang sejalan dengan tujuan maupun
filosofi organisasi yang bersangkutan (Drs. Desi Fernanda, M.Soc. Sc,
2006:19). Peserta Diklat perlu memahami bahwa tugas PNS untuk
memberikan pelayanan prima kepada masyarakat melalui pengetahuan,
keahlian, dan ketrampilan serta sikap dan perilaku etis. Peserta Diklat
perlu memahami bahwa etika dalam organisasi merupakan faktor utama
untuk dapat mewujudkan tujuan organisasi. PNS yang tidak menerapkan
etika organisasi dalam pelaksanaan tugasnya cenderung memberikan
pelayanan yang diskriminatif yang merupakan kendala utama dalam
mewujudkan tujuan organisasi. PNS sebagai anggota organisasi
pemerintah berkewajiban menjaga dan meningkatkan citra organisasi,
serta melaksanakan tugas dan kewajibannya sesuai dengan ketentuan
yang berlaku dalam mewujudkan tujuan organisasi, karena kedudukan,
-
2
tugas, dan tanggung jawab PNS yang strategis dalam organisasi
pemerintah.
Untuk memudahkan mempelajari modul ini pembahasannya disusun
dalam lima kegiatan belajar yaitu:
1. Kegiatan belajar 1 tentang etika, etiket, etos, moral, moralitas.
2. Kegiatan belajar 2 tentang etika kehidupan berbangsa.
3. Kegiatan belajar 3 tentang etika organisasi pemerintah.
4. Kegiatan belajar 4 tentang tentang etika PNS
5. Kegiatan belajar 5 tentang kode etik dilingkungan Departemen
Keuangan
1.2 Tujuan Pembelajaran Umum Setelah mempelajari modul ini peserta Diklat diharapkan dapat
menerapkan etika dalam organisasi pemerintah dalam pelaksanaan tugas
dalam rangka mewujudkan tujuan organisasi.
1.3 Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mempelajari modul ini peserta diklat diharapkan dapat:
1. Menguraikan tentang etika, etos, etiket, moral, dan moralitas.
2. Menjelaskan tentang prinsip-prinsip etika dari Adler.
3. Menguraikan tentang teori-teori etika
4. Menguraikan tentang pengertian, maksud dan tujuan ditetapkannya
etika kehidupan berbangsa.
5. Menyebutkan sikap yang dikedepankan dari pokok-pokok etika
kehidupan berbangsa.
6. Menjelaskan tentang ruang lingkup etika kehidupan berbangsa.
7. Menjelaskan tentang pengertian, arti dan pentingnya etika dalam
kehidupan organisasi serta dimensi etika organisasi pemerintah.
8. Menjelaskan tentang pengertian, penyusunan, standar etika
organisasi pemerintah.
9. Menjelaskan tentang pengawasan, evaluasi, dan meningkatkan
standar etika organisasi pemerintah.
10. Menjelaskan tentang pengertian, tujuan, ruang lingkup pembinaan
jiwa korps dan kode etik PNS.
11. Menguraikan secara garis besar nilai-nilai dasar yang wajib dijunjung
tinggi dan dilaksanakan PNS.
-
3
12. Menyebutkan butir-butir yang terkandung dalam kode etik PNS, yang
tercantum dalam etika PNS dalam bernegara, berorganisasi,
bermasyarakat terhadap diri sendiri dan terhadap sesama PNS.
13. Menjelaskan tentang proses penegakan kode etik PNS. 14. Menguraikan secara garis besar tentang hukuman disiplin PNS dalam
hubungannya dengan kode etik PNS 15. Menjelaskan tentang kewajiban calon PNS untuk mengucapkan
sumpah atau janji pada saat pengangkatan menjadi PNS 16. Menjelaskan tentang kewajiban PNS untuk mengucapkan
sumpah/janji pada saat diangkat jabatan negeri. 17. Menyebutkan prinsip-prinsip moral PNS yang harus dimiliki dan
dihayati PNS yang merupakan etika yang wajib dilaksanakan PNS. 18. Menjelaskan maksud dan tujuan ditetapkan kode etik dilingkungan
Departemen keuangan. 19. Menguraikan secara garis besar tentang hubungan peningkatan
disiplin PNS dalam hubungannya dengan pelaksanaan kode etik
dilingkungan Departemen keuangan.
20. Menjelaskan tentang materi dasar yang wajib tercantum dalam kode
etik dilingkungan Departemen Keuangan. 21. Menjelaskan tentang proses penegakan kode etik dilingkungan
Departemen keuangan.
-
4
2. Kegiatan Belajar 1
ETIKA, ETIKET, ETOS, DAN MORAL
Untuk memahami etika dalam konteks organisasi pemerintah terlebih
dahulu diperlukan pemahaman kata-kata yang hampir mirip dengan etika
dalam komunikasi sehari-hari yaitu kata-kata etiket, etos, moral, moralitas
dan norma/kaedah. Untuk lebih memahami tentang etika dalam konteks
organisasi pemerintah, maka dalam kegiatan belajar 1 ini diuraikan dan
dibahas tentang pengertian, prinsip-prinsip, dan teori-teori tentang etika
sehingga dapat memahami tentang etika dalam organisasi pemerintah.
Adapun pemahaman etika, etiket, etos, moral, moralitas, dan
norma/kaedah adalah sebagai berikut:
2.1 Pengertian-pengertian
2.1.1 Etika Secara teori (K. Bertens) pengertian etika meliputi pengertian etika
sebagai sistem nilai dan pengertian etika sebagai filsafat moral.
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (1997), etika diartikan
sebagai sistem nilai, filsafat moral, dan sebagai kode etik. Istilah
etika secara etimologi berasal dari bahasa Yunani kuno, yakni
ethos yang berarti adat istiadat atau kebiasaan. Dalam hal ini,
etika berkaitan dengan adat istiadat atau kebiasaan hidup yang bagi
diri seseorang atau masyarakat. Kebiasaan hidup yang baik ini
dianut dan diwariskan dari satu generasi ke generasi (Dr. A. Sonny
Keraf, 2002). Etika sering dipahami sebagai ajaran tentang
bagaimana manusia harus hidup baik sebagai manusia, sehingga
etika dipahami sebagai ajaran yang berisikan perintah yang harus
dipatuhi karena tindakan tersebut baik dan benar, dan larangan
yang harus dihindari atau tidak dilakukan karena tindakan tersebut
salah.
Adapun pemahaman tentang pengertian etika, sebagai sistem nilai,
filsafat moral, dan sebagai kode etik adalah sebagai berikut:
A. Etika sebagai sistem nilai Dalam pengertian etika sebagai sistem nilai, etika berkaitan
dengan kebiasaan yang baik, tata cara hidup yang baik, baik
-
5
bagi dirinya sendiri, bagi orang lain, masyarakat, organisasi, dan
lain-lain. Etika sebagai sistem nilai dipahami sebagai pedoman,
petunjuk, arah bagaimana manusia harus hidup baik sebagai
manusia. Etika sebagai sistem nilai berisi nilai-nilai sebagai
pedoman, petunjuk, perilaku yang baik, yaitu bagaimana
berperilaku baik sebagai manusia. Etika sebagai sistem nilai
berisi perintah yang harus dipatuhi karena tindakan tersebut baik
dan benar dan larangan yang tidak boleh dilanggar karena
tindakan tersebut akibatnya tidak baik atau merugikan.
B. Etika sebagai Filsafat Moral
Etika sebagai filsafat moral, sebagai salah satu cabang ilmu
filsafat, yang mempelajari dan membahas tentang nilai-nilai yang
dianut oleh manusia beserta pembenarannya.
Etika sebagai filsafat moral mempunyai pengertian yang lebih
luas dari pengertian etika sebagai sistem nilai, karena
pengertian etika sebagai filsafat moral adalah ilmu yang
membahas dan mengkaji persoalan benar atau salah secara
moral, tentang bagaimana harus bertindak dalam situasi konkrit
yang dilematis yaitu situasi yang sulit dimana kita harus memilih
antara dua kemungkinan yang sama-sama tidak
menguntungkan. Dalam situasi yang dilematis ini, kita hanya
dapat memilih salah satu nilai saja yang kita anggap paling baik,
dan paling benar.
Etika sebagai filsafat moral merupakan refleksi kritis untuk
memungkinkan kita menentukan pilihan, untuk menentukan
sikap, dan untuk bertindak benar sebagai manusia dalam situasi
konkrit, dilematis dan kritis. Untuk bertindak etis pada situasi
tersebut tidak ditentukan oleh norma dan nilai moral saja, tetapi
juga diperlukan suatu evaluasi kritis terhadap semua situasi
yang terkait, sehingga etika sebagai filsafat moral bersifat
situasional,
Menurut K. Bertens (2000), dalam modul etika organisasi oleh
Drs. Tony Roswiyanto (2005:7-8), dinyatakan bahwa ada 3 (tiga)
pendekatan dalam memandang etika, yaitu etika deskriptif, etika
normatif, dan meta etika. Etika deskriptif tidak dapat
dikelompokkan sebagai cabang filsafat, karena etika deskriptif
-
6
hanya menggambarkan, tidak mengevaluasi secara moral. Etika
deskriptif hanya mempelajari perilaku moral yang dilandasi oleh
anggapan-anggapan tertentu tentang apa yang baik dan apa
yang buruk, apa yang dibolehkan dan apa yang tidak
dibolehkan, dalam kalangan atau kelompok masyarakat tertentu.
Selanjutnya etika normatif mengevaluasi apakah perilaku
tertentu dapat diterima atau tidak dapat diterima berdasarkan
norma-norma moral yang menjunjung tinggi martabat manusia,
yang menentukan benar atau tidaknya suatu perilaku
berdasarkan argumentasi yang mengacu pada norma-norma
moral. Etika normatif terfokus pada perumusan prinsip-prinsip
moral yang dapat dipertanggung jawabkan secara rasional.
Selanjutnya Metaetika membahas mengenai bahasa atau logika
khusus yang digunakan dibidang moral sehingga perilaku etis
dapat diuraikan secara analitis. Meta etika menilai perilaku baik
dari sudut moral bukan sekedar karena perilaku itu membantu
atau meningkatkan martabat orang lain, tetapi perilaku tersebut
harus memenuhi suatu persyaratan moral tertentu. Etika
deskriptif tidak dapat dimasukkan dalam kelompok filsafat.
Sedangkan etika normatif dan meta etika dapat dimasukkan
dalam kelompok etika sebagai cabang filsafat.
C. Etika sebagai Kode Etik Pada hakekatnya kode etik diartikan sebagai nilai-nilai/norma-
norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu
kelompok dalam mengatur tingkah lakunya (Kamus Besar
Bahasa Indonesia 1997) Menurut Dr. A. Sonny Keraf (2002),
kode etik adalah seperangkat aturan moral dalam sebuah
organisasi mengenai bagaimana semua anggota organisasi
harus bersikap dan berperilaku, dimana kode etik sebagai
pedoman bersikap dan berperilaku (code of conduct). Menurur Drs. Tony Rooswiyanto, M.sc, 2005:23), kode etik diartikan
sebagai nilai-nilai, norma-norma, atau kaedah-kaedah untuk
mengatur perilaku moral dari suatu profesi melalui ketentuan-
ketentuan tertulis yang harus ditaati setiap anggota organisasi.
-
7
2.1.2 Moral Moral berasal dari Bahasa Latin mos (jamak: mores) yang
berarti: kebiasaan, adat. Secara etimologi kata moral berarti adat
istiadat kebiasaan. Moral dapat diartikan sebagai semangat atau
dorongan batin dalam diri seseorang untuk melalkukan atau tidak
melakukan sesuatu, yang dilandasi oleh nilai-nilai tertentu yang
diyakini, sebagai sesuatu yang baik atau buruk oleh seseorang atau
organisasi sehingga dapat membedakan mana yang harus
dilakukan dan mana yang tidak seharusnya dilakukan.
2.1.3 Moralitas
Moralitas dimaksudkan untuk menentukan seberapa jauh seseorang
memiliki dorongan untuk melakukan atau tidak melakukan
perbuatan yang sesuai dengan prinsip-prinsip etika.
Moralitas merupakan kesesuaian sikap dan perilaku seseorang
dengan norma-norma yang ada, yang terkait dengan baik buruknya
suatu perbuatan. Moralitas merupakan salah satu instrumen
kemasyarakatan apabila suatu kelompok sosial menghendaki
adanya penuntun tindakan (action guide) untuk segala pola hidup
dan perilaku yang dikenal sebagai pola sikap dan perilaku yang
bermoral. Selanjutnya moralitas dimaksudkan untuk menentukan
sejauh mana seseorang memiliki dorongan untuk melakukan
tindakan sesuai dengan prinsip etika-etika moral (Drs Desi Fernanda
M.Soc.Sc, 2006:4-5.)
2.1.4 E t o s Dalam bahasa Inggris ethos berarti ciri-ciri atau sikap dari individu,
masyarakat, atau budaya terhadap kegiatan tertentu. Apabila ada
istilah etos kerja, maka ini dimaksudkan sebagai ciri-ciri atau sikap
seseorang atau sekelompok orang terhadap kerja. Dalam etos kerja
terkandung nilai-nilai positif dari pribadi atau kelompok yang
melaksanakan kerja, seperti disiplin, tanggungjawab, dedikasi,
integritas, transparansi, dan sebagainya.
Menurut Magnis Suseno SJ, (1992-120), etos dipandang sebagai
semangat dan sikap batin tetap seseorang atau sekelompok orang
terhadap kegiatan tertentu yang di dalamnya termuat nilai-nilai moral
tertentu. Etos kerja merupakan sifat dasar seseorang dan
-
8
sekelompok orang dalam melakukan sesuatu pekerjaan. Etos kerja
bisa kuat atau lemah, positif atau negatif, akan terlihat pada saat
seseorang tersebut mengalami hambatan atau tantangan dalam
pekerjaannya. Etos kerja seorang individu akan sangat dipengaruhi
oleh etos kelompok, yaitu etos orang-orang yang ada disekitarnya.
Seorang pegawai yang pada awalnya memiliki etos kerja yang tinggi
bisa berubah menjadi misalnya malas, tidak bertanggung jawab
terhadap pekerjaannya, atau menghindari pekerjaan akibat
terpengaruh oleh teman-teman kerjanya yang memiliki etos kerja
rendah. Etos kerja di sini jelas menunjukkan suasana khas yang
meliputi bidang kerja seseorang yang terbentuk oleh sifat dan sikap
yang dapat dipahami secara moral.
2.1.5 Etiket Kata lain yang hampir sama dengan etika, yaitu etiket. Etiket berasal
dari bahasa Inggris etiquette yang berarti aturan untuk hubungan
formal atau sopan santun. Pemakaian kata etiket, misalnya tampak
pada kombinasi etiket pergaulan, etiket makan, dan sebagainya.
Etiket tidak sama dengan etika, meskipun ada kaitannya. Kaitan
antara etiket dan etika adalah sama-sama mengacu pada norma
atau aturan. Etika mengacu pada norma moral, sedangkan etiket
mengacu pada norma kelaziman.
Ada beberapa perbedaan yang sangat penting antara etika dan
etiket. Bertens (2000: 8-11) dalam modul etika organisasi
pemerintah (Drs. Tonny Rooswiyanto, 2005:5-7) mengemukakan
perbedaan yang mendasar antara etika dan etiket sebagai berikut :
Etiket menunjukkan cara (yang dianggap tepat dan diterima)
suatu tindakan yang harus dilakukan manusia dalam suatu
kalangan tertentu. Sebaliknya, etika berkaitan dengan apakah
suatu tindakan boleh dilakukan atau tidak boleh dilakukan dalam
suatu kehidupan manusia.
Etiket hanya berlaku jika ada orang atau pihak lain yang
menyaksikan suatu tindakan. Sebaliknya, etika berlaku ketika
orang atau pihak lain menyaksikan maupun tidak menyaksikan.
Etiket bersifat relatif, sangat tergantung pada anggapan
kalangan atau budaya yang memberlakukan etiket. Selanjutnya
-
9
etika bersifat universal yang berlaku pada semua kalangan dan
budaya.
2.2 Prinsip-prinsip Etika Dalam buku Adler tertuang 6 prinsip dasar yang merupakan landasan
prinsipil dari etika. Adler dalam bukunya The Great Ideas menetapkan 6
prinsip dasar tersebut merupakan 6 Idea Agung (The Six Great Ideas)
yang merupakan landasan prinsipil dari etika, yang selanjutnya dikenal
sebagai prinsip-prinsip etika.
Prinsip-prinsip etika tersebut yang tertulis dalam modul etika birokrasi
(Drs. Supriyadi 2001) secara garis besarnya adalah sebagai berikut:
2.2.1 Prinsip Keindahan (Beauty)
Prinsip ini mengatakan bahwan hidup dan kehidupan manusia itu
sendiri merupakan keindahan. Berdasarkan prinsip ini, etika
manusia adalah berkaitan atau memperhatikan nilai-nilai keindahan,
misalnya seseorang memerlukan penampilan yang serasi dan indah
dalam berpakaian, pengelolaan kantor dilandasi oleh nilai-nilai
keindahan yang meningkatkan semangat dalam bekerja bagi
anggota organisasi.
Prinsip ini mendasari bahwa kehidupan manusia sesungguhnya
merupakan keindahan, misalnya adanya rasa kasih sayang antara
sesama, kedamaian, berpenampilan indah, suasana yang kondusif,
berpenampilan menarik, dan lain-lain, yang secara keseluruhan
merupakan suatu keindahan dalam kehidupan manusia.
2.2.2 Prinsip Persamaan (Equality) Dalam prinsip persamaan, hakekat kemanusiaan menghendaki
adanya persamaan antara manusia yang satu dengan yang lain.
Setiap manusia yang lahir sebagai makhluk ciptaan Tuhan memiliki
hak dan kewajiban yang sama atau sederajat, karena kedudukan
manusia adalah sama dihadapan Tuhan. Meskipun manusia terdiri
dari beberapa bangsa, ras, etnis, sikap, dan pola pikir yang
beragam, tidak sama satu sama lain, namun semua perbedaan
tersebut bukan merupakan alasan untuk memperlakukan tidak
sama terhadap semua manusia sebagai ciptaan Tuhan yang
mempunyai derajat yang sama dalam kehidupan. Etika yang
-
10
dilandasi persamaan menghapuskan perilaku diskriminatif. Jadi
manusia harus diperlakukan sama, tidak diskriminatif.
Etika yang dilandasi prinsip persamaan ini tidak membenarkan
perilaku diskriminatif dalam berbagai aspek interaksi manusia.
Pemerintah tidak dapat membedakan tingkat pelayanan terhadap
masyarakat karena kedudukan mereka adalah sama.
2.2.3 Prinsip Kebaikan (Goodness) Secara umum kebaikan diartikan sebagai sifat atau karakterisasi
dari sesuatu yang menimbulkan pujian. Sebagai contoh: kebaikan
yang diterima umum, misalnya saling menghormati, saling berbuat
baik, saling kasih-mengasihi, sayang sesama manusia, dan lain-lain.
Prinsip kebaikan bersifat universal, karena prinsip kebaikan sangat
erat kaitannya dengan hasrat dan cita manusia. Dalam
pemerintahan, tujuan penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan pada dasarnya adalah untuk menciptakan kebaikan
dan perbaikan bagi rakyat/masyarakat.
2.2.4 Prinsip Keadilan (Justice) Secara umum keadilan dapat diartikan bahwa setiap orang
menerima apa yang seharusnya diterima, sehingga merasa adil
karena apa yang diterima sesuai apa yang seharusnya diterima.
Keadilan ialah kemauan yang tetap dan kekal untuk memberikan
kepada setiap orang secara proporsional.
2.2.5 Prinsip Kebebasan (Liberty)
Secara umum kebebasan dapat diartikan bahwa setiap orang
berhak menentukan pilihannya, apa yang baik untuk dirinya. Setiap
orang bebas melakukan atau tidak melakukan sesuai pilihannya,
dengan ketentuan jangan melanggar kebebasan orang lain. Tidak
ada kebebasan tanpa tanggung jawab, artinya hak menentukan
pilihan dalam hidupnya yang merupakan kebebasan harus dapat
dipertanggungjawabkan, jangan sampai merugikan orang lain atau
masyarakat. Semakin besar kebebasan yang dimiliki, akan semakin
besar tanggung jawabnya.
Dengan demikian kebebasan manusia mengandung pengertian,
yaitu :
-
11
Kemampuan untuk menentukan pilihan untuk dirinya sendiri.
Kesanggupan untuk mempertanggungjawabkan, kebebasan
untuk menentukan pilihannya sendiri.
Syarat-syarat yang memungkinkan manusia melaksanakan
kebebasannya dalam menentukan pilihannya beserta
konsekuensi atas kebebasannya tersebut.
Tidak ada kebebasan tanpa tanggung jawab, demikian pula tidak
ada tanggung jawab tanpa kebebasan.
2.2.6 Prinsip Kebenaran (Truth)
Kebenaran yang mutlak hanya dapat dibuktikan dengan keyakinan.
Kebenaran harus dibuktikan kepada masyarakat agar masyarakat
merasa yakin akan kebenaran tersebut. Untuk itu kita perlu menjembatani antara kebenaran dalam pemikiran (truth in mind),
dengan kebenaran dalam kenyataan ( truth in reality) atau
kebenaran yang terbuktikan. Betapapun doktrin etika tidak selalu
dapat diterima apabila kebenaran yang terdapat didalamnya belum
dapat dibuktikan. Namun adapula kebenaran mutlak yang dapat
dibuktikan dengan keyakinan, bukan dengan fakta yang ditelaah
oleh ilmu teologi dan ilmu agama.
Keenam Ide Agung dari Adler, yang selanjutnya dikenal dengan
istilah Prinsip-prinsip Etika, mendasari hubungan antarmanusia
dengan lingkungannya, karena dalam etika harus menjamin
terciptanya keindahan, persamaan, kebaikan, keadilan, kebebasan,
dan kebenaran bagi setiap orang. Prinsip-prinsip etika tersebut
merupakan landasan prinsipiil dari etika.
2.3 Teori-teori etika
Teori-teori etika akan memberi jawaban bagaimana kita harus bertindak
etis ketika kita menghadapi situasi konkrit. Teori etika ini terdiri dari
Etika Deontologi, Etika Teleologi dan Etika Keutamaan. Menurut Dr. A.
Sonny Keraf (2002), teori-teori etika tersebut adalah sebagai berikut:
2.3.1 Etika Deontologi Istilah Deontologi berasal dari kata Yunani deon, yang berarti
kewajiban, sedangkan logos berarti pengetahuan. Menurut Etika
-
12
Deontologi, suatu tindakan dinilai baik atau buruk berdasarkan
apakah tindakan itu sesuai atau tidak dengan kewajiban sesuai
dengan nilai-nilai, norma-norma moral yang berlaku. Apabila suatu
tindakan baik secara moral, maka menjadi kewajiban kita untuk
melakukan, sebaliknya, suatu tindakan buruk secara moral, maka
menjadi kewajiban kita untuk menghindari atau tidak melakukannya.
Etika deontologi menekankan motivasi, kemauan yang kuat untuk
bertindak.
Dengan demikian, Etika Deontologi sama sekali tidak
mempersoalkan apakah akibat dari tindakan tersebut baik atau
tidak. Emmanuel Kant (1734-1804) berpendapat, tindakan yang
baik atau tindakan yang memiliki moral adalah : (1) Tindakan yang
dijalankan sesuai dengan kewajiban. Segala tindakan yang
bertentangan dengan kewajiban merupakan tindakan yang tidak
baik. (2) Tindakan yang dilakukan berdasarkan kewajiban tersebut
harus didasarkan pada kemauan baik, bukan karena paksaan.
Hukum moral menurut Kant adalah bersifat universal karena
dianggap sebagai perintah tak bersyarat, artinya hukum moral itu
berlaku bagi semua orang pada segala situasi dan tempat. Oleh
karena itu hukum moral tertanam dalam hati nurani setiap orang
sebagai makluk ciptaan Tuhan.
Ada 2 (dua) prinsip hukum moral yang bersifat yang universal
merupakan perintah tidak bersyarat, yaitu :
1) Prinsip universalitas Bertindaklah hanya atas dasar perintah yang kamu sendiri
kehendaki sehingga akan menjadi sebuah hukum universal,
karena kita mempunyai kewajiban untuk mematuhi apa yang kita
anggap benar, karena kita yakin bahwa apa yang kita anggap
benar, juga dianggap benar oleh orang lain.
2) Prinsip hormat kepada manusia sebagai tujuan pada dirinya
Bertindaklah sedemikian rupa agar kita memperlakukan
manusia, apakah diri kita sendiri, maupun orang lain,
berorientasi kepada tujuan pada dirinya sendiri dan tidak pernah
hanya sebagai alat.
-
13
Menurut Kant, manusia mempunyai harkat dan martabat yang
luhur dan karena itu tidak boleh diperlakukan secara tidak adil,
ditindas atau diperas demi kepentingan lain. Kita juga tidak
boleh membiarkan diri kita diperalat, diperlakukan secara
sewenang-wenang, bahkan kita tidak boleh memperbudak diri
kita demi uang atau kekuasaan karena ini bertentangan dengan
prinsip hormat akan pribadi manusia sebagai tujuan pada dirinya
sendiri.
Menurut Etika Deontologi, lakukan apa yang menjadi kewajiban
Anda, karena suatu tindakan yang bernilai moral, maka tindakan itu
dilaksanakan berdasarkan kewajiban yang memang harus
dilaksanakan, terlepas dari tujuan atau akibat dari tindakan itu.
2.3.2 Etika Teleologi Teleologi berasal dari kata Yunani telos, yang berarti tujuan. Etika
Teleologi berbeda dengan Etika Deontologi, karena Etika Teleologi
tidak menilai perilaku atas dasar kewajiban, tetapi atas dasar tujuan
atau akibat dari suatu tindakan. Jadi Etika Teleologi menilai suatu
tindakan baik atau buruk berdasarkan tujuan atau akibat yang baik.
Sebaliknya, suatu tindakan dinilai buruk, apabila bertujuan atau
berakibat buruk. Etika Teleologi dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu (1)
egoisme etis dan (2) utilitarianisme yang penjelasannya adalah
sebagai berikut: (1) Egoisme etis menilai bahwa suatu tindakan
dianggap baik, apabila bertujuan atau berakibat baik bagi dirinya sendiri. Meskipun suatu tindakan dalam pandangan egoisme etis
bersifat egoistis, tindakan ini dipandang baik secara moral dengan
alasan bahwa setiap orang boleh memperoleh kebahagiaan atau
memaksimumkan kesejahteraannya. Sebaliknya, suatu tindakan
dipandang buruk secara moral, apabila sebagai akibat dari tindakan
itu orang menderita atau sengsara, (2) Utilitarianisme menilai suatu
tindakan baik, berdasarkan penilaian apakah perbuatan tersebut
membawa akibat yang baik bagi banyak orang. Etika utilitarianisme
dikembangkan pertama kali oleh Jeremy Bentam (1748 1832).
Persoalan yang ada pada zaman tersebut adalah bagaimana
mengevaluasi baik-buruknya berbagai kebijakan secara moral.
Misalnya, dalam menilai suatu kebijakan publik, kriteria apa yang
-
14
dapat dipakai sebagai dasar penilaian. Hal ini penting karena
kebijakan publik sangat mungkin dapat diterima oleh suatu
kelompok karena dianggap menguntungkan, tetapi ditolak oleh
kelompok lain karena dianggap merugikan.
Bagi Bentam ada 3 (tiga) kriteria sebagai dasar obyektif yang
dipakai untuk menilai suatu kebijakan publik tersebut baik dan
buruk secara moral, sebagai berikut:
Kriteria pertama adalah manfaat, yaitu apakah kebijakan itu
suatu tindakan yang mendatangkan manfaat tertentu. Jadi kalau
kebijakan publik itu mendatangkan manfaat, kebijakan publik itu
dianggap baik dan benar secara moral.
Kriteria kedua manfaat yang lebih besar atau terbesar, yaitu
suatu kebijakan baik, apabila memberikan manfaat lebih besar
atau terbesar dibandingkan dengan kebijakan atau tindakan
lainnya. Atau dalam hal di mana semua kebijakan atau tindakan
yang tersedia ternyata sama-sama mendatangkan kerugian,
maka tindakan yang baik adalah tindakan yang mendatangkan
kerugian yang terkecil.
Kriteria ketiga adalah manfaat lebih besar atau terbesar bagi
sebanyak mungkin orang, yaitu kebijakan publik dinilai baik
kalau manfaat terbesar yang dihasilkan berguna bagi sebanyak
mungkin orang. Semakin banyak orang mendapatkan manfaat,
semakin baik kebijakan atau tindakan tersebut. Di antara
beberapa kebijakan atau tindakan yang sama-sama memberikan
manfaat, pilihlah yang manfaatnya terbesar, dan di antara yang
manfaat terbesar, pilihlah yang manfaatnya dinikmati paling
banyak orang.
Prinsip yang dianut oleh utilitarianisme adalah berbuatlah
sedemikian rupa agar tindakan itu mendatangkan manfaat yang
lebih besar atau terbesar bagi sebanyak mungkin orang.
2.3.3 Etika Keutamaan
Etika Keutamaan tidak mempersoalkan akibat suatu tindakan, juga
tidak mengacu kepada norma-norma dan nilai-nilai universal untuk
menilai moral, karena etika Keutamaan lebih memfokuskan pada
pengembangan watak moral pada diri setiap orang. Nilai moral
muncul dari pengalaman hidup teladan dari tokoh-tokoh besar
-
15
dalam suatu masyarakat dalam menyikapi persoalan-persoalan
hidup. Nilai moral bukan terbentuk atau muncul dalam bentuk
adanya aturan berupa larangan atau perintah, tetapi muncul dalam
bentuk teladan moral dari tokoh-tokoh suatu masyarakat seperti
kejujuran, ketulusan, kasih sayang, kemurahan hati, rela berkorban,
dan lain-lain.
Menurut teori Etika Keutamaan, orang bermoral atau pribadi
bermoral ditentukan oleh kenyataan seluruh hidupnya, yaitu
bagaimana dia hidup baik sebagai manusia, jadi, bukan tindakan
satu per satu yang menentukan kualitas moralnya. Pribadi bermoral
adalah pribadi yang bersikap, dan berperilaku terpuji sepanjang
hidupnya dalam menyikapi semua situasi yang dihadapi. Menurut teori Etika Keutamaan, yang dicari adalah keutamaan, excellence,
kepribadian moral yang menonjol, yaitu pribadi yang berprinsip,
yang mempunyai integritas moral yang tinggi sebagaimana
dipelajarinya dari tokoh-tokoh besar dalam hidupnya. Pribadi yang
bermoral adalah orang yang adil sepanjang hidupnya, bukan
sekedar melakukan tindakan yang adil dan baik, melainkan selalu
adil sepanjang hidupnya dan melakukan hal yang baik. Pribadi yang
bermoral adalah orang yang berhasil mengembangkan sikap dan
perilaku yang baik dan bermoral melalui kebiasaan hidup yang baik,
artinya dia selalu bersikap dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai
dan prinsip-prinsip moral sepanjang hidupnya tetapi dia sehari-hari
memang orang yang baik.
Keunggulan Etika Keutamaan adalah bahwa moralitas dalam suatu
masyarakat dibangun melalui sejarah atau cerita. Melalui sejarah
atau cerita disampaikan pesan-pesan moral, nilai-nilai, dan berbagai
keutamaan moral agar dapat ditiru dan dihayati oleh semua anggota
masyarakat. Masyarakat belajar moralitas melalui keteladanan nyata
dari tokoh-tokoh, para pemimpin, orang yang dihormati dalam
masyarakat. Keutamaan moral tidak diajarkan melalui indoktrinasi,
perintah, larangan, tetapi melalui keteladanan dan contoh nyata,
khususnya dalam menentukan sikap dalam situasi yang dilematis.
Etika Keutamaan sangat menghargai kebebasan dan rasionalitas,
yaitu setiap orang mempergunakan akal budinya untuk menafsirkan
sendiri pesan moral tersebut, sehingga terbuka bagi setiap orang
menerapkan moral yang khas bagi dirinya, dan ini akan membuat
-
16
kehidupan moral akan menjadi kaya karena oleh berbagai
penafsiran.
Meskipun demikian, Etika Keutamaan memiliki kelemahan, yaitu
ketika berbagai kelompok masyarakat memunculkan berbagai
keutamaan moral yang berbeda-beda sesuai dengan pendapat
masing-masing. Dalam masyarakat modern di mana cerita atau
dongeng cenderung tidak lagi memperoleh tempat, maka moralitas
dapat kehilangan relevansinya. Demikian juga, apabila di dalam
masyarakat sulit ditemukan tokoh masyarakat yang baik dijadikan
teladan moral, maka moralitas akan mudah hilang dari masyarakat
tersebut. Dalam masyarakat kita sekarang, sangat sulit menemukan
keteladanan moral dari tokoh-tokoh besar yang dihormati, sehingga
yang kita dapatkan adalah keteladanan semu, sebagai contoh
bagaimana menjadi kaya melalui cara yang tidak halal, atau
berbisnis dengan keuntungan besar tetapi dengan cara tidak jujur.
Namun demikian, ada hal yang menarik dari Etika Keutamaan ini,
yaitu menuntut kita untuk membangun watak, karakter, dan
kepribadian moral, berdasarkan keteladanan moral. Secara implisit
aparatur pemerintah adalah sebagai pelayan publik maka
diharapkan dapat memberikan keteladanan moral yang dapat
diandalkan.
2.4 RANGKUMAN
Untuk memahami etika dalam konteks organisasi pemerintah, diuraikan
dan dibahas kata-kata yang hampir mirip dengan etika dalam komunikasi
sehar-hari yaitu etiket, etos, moral, moralitas. Etika dalam kehidupan
diartikan sebagai nilai-nilai atau norma-norma moral yang mendasari
perilaku manusia. Sedangkan moralitas merupakan kesesuaian sikap dan
perilaku seseorang dengan norma-norma yang ada, yang mempunyai
kaitan dengan baik atau buruknya suatu perbuatan. Di sisi lain, etos
berarti ciri-ciri dari suatu masyarakat atau budaya terhadap kegiatan
tertentu, dan apabila ada istilah etos kerja diartikan sebagai ciri-ciri atau
sikap seseorang atau sekelompok orang terhadap kerja. Dalam etos kerja
terkandung nilai-nilai positif dari pribadi atau kelompok yang
melaksanakan kerja, seperti disiplin, tanggung jawab, dedikasi, integritas,
transparansi, dan sebagainya.
-
17
Selanjutnya kata yang hampir sama dengan etika yaitu etiket berarti
hubungan formal atau sopan santun. Dalam pengertian ini, etiket
mempunyai perbedaan yang mendasar bila dibandingkan dengan etika.
Pertama, etiket menunjukkan suatu tindakan yang harus dilakukan dalam
suatu kalangan tertentu, sedangkan etika berkaitan dengan norma moral,
apakah suatu tindakan boleh dilakukan atau tidak dan berlaku umum.
Kedua, etiket hanya berlaku ketika ada orang atau pihak lain yang
menyaksikan suatu tindakan, sedangkan etika berlaku baik ketika ada
orang atau pihak lain yang menyaksikan atau tidak. Ketiga, etiket lebih
bersifat relatif, tergantung pada anggapan dari suatu kalangan atau
budaya yang memberlakukan etiket, sebaliknya, etika lebih bersifat
universal karena memberikan pedoman moral untuk semua kalangan
atau budaya.
Secara teori etika diartikan sebagai sistem nilai dan sebagai filsafat moral.
Selanjutnya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002), etika diartikan
sebagai sistem nilai, filsafat moral, dan sebagai kode etik. Etika sebagai
sistem nilai adalah sebagai pedoman hidup atau petunjuk, arah
bagaimana manusia hidup baik sebagai manusia. Etika sebagai filsafat
moral yaitu etika sebagai refreksi kritis, bagaimana manusia harus
bersikap dan bertindak dalam situasi konkrit, situasi dilematis, atau situasi
kritis. Etika sebagai kode etik diartikan sebagai nilai-nilai, norma-norma,
atau kaedah-kaedah untuk mengatur perilaku moral dari suatu profesi
melalui ketentuan-ketentuan tertulis yang harus dipenuhi dan ditaati
setiap anggota profesi.
Selain pengertian etika, juga diuraikan tentang teori-teori etika, yaitu etika
deontologi, etika teologi, dan etika keutamaan, serta prinsip-prinsip etika
dari Adler, yaitu: (1) Prinsip keindahan, (2) Prinsip persamaan, (3) Prinsip
kebaikan, (4) Prinsip keadilan, (5) Prinsip kebebasan, dan (6) Prinsip
kebenaran.
-
18
2.5 LATIHAN 1
1. Uraikan secara garis besar tentang pengertian etika, etos, dan moral. 2. Jelaskan perbedaan yang mendasar antara etika dan etiket. 3. Uraikan secara garis besar pengertian etika sebagai sistem nilai,
filsafat moral, dan sebagai kode etik.
4. Jelaskan tentang perbedaan teori-teori etika yaitu etika deontologi, teleologi, dan etika keutamaan.
5. Sebutkan prinsip-prinsip etika dari Adler.
-
19
3. Kegiatan Belajar 2
ETIKA KEHIDUPAN BERBANGSA
Dalam rangka mewujudkan cita-cita luhur bangsa Indonesia sebagaimana
termaktub dalam Pembukaan UUD 1945, diperlukan pencerahan sekaligus
pengamalan etika kehidupan berbangsa bagi seluruh bangsa Indonesia. Etika
kehidupan berbangsa dewasa ini mengalami kemunduran yang turut
menyebabkan terjadinya krisis multidimensi, sehingga diperlukan adanya
rumusan tentang pokok-pokok etika kehidupan berbangsa sebagai acuan
bagi pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia dalam rangka menyelamatkan
dan meningkatkan mutu kehidupan berbangsa.
3.1 Pengertian, Maksud dan Tujuan Etika kehidupan berbangsa merupakan rumusan yang bersumber dari
ajaran agama, khususnya yang bersifat universal, dan nilai-nilai luhur
budaya bangsa yang tercermin dalam Pancasila sebagai acuan dasar
dalam berpikir, bersikap, dan bertingkah laku dalam kehidupan
berbangsa.
Rumusan tentang etika kehidupan berbangsa disusun dengan maksud
untuk memberikan penyadaran tentang pentingnyan arti etika dan moral
dalam kehidupan berbangsa. Etika kehidupan berbangsa dirumuskan
dengan tujuan menjadi acuan dasar untuk meningkatkan kualitas manusia
indonesia yang beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia serta
berkepribadian Indonesia dalam kehidupan berbangsa.
3.2 Pokok-Pokok Etika Kehidupan Berbangsa Pokok-pokok etika kehidupan berbangsa mengedepankan kejujuran,
amanah, keteladanan, sportivitas, disiplin, etos kerja, kemandirian, sikap
toleransi, rasa malu, tanggung jawab, menjaga kehormatan, serta
martabat diri sebagai warga bangsa.
Pokok-pokok etika kehidupan berbangsa mengacu pada cita-cita
persatuan dan kesatuan, ketahanan, kemandirian, keunggulan dan
kejayaan, serta kelestarian lingkungan yang dijiwai oleh nilai-nilai agama
dan nilai-nilai luhur budaya bangsa.
3.3 Ruang Lingkup Etika Kehidupan Berbangsa
-
20
Etika kehidupan berbangsa memiliki ruang lingkup yang mencakup: (1)
Etika Sosial Budaya, (2) Etika Politik dan Pemerintahan, (3) Etika
Ekonomi dan Bisnis, (4) Etika Penegakan Hukum yang berkeadilan, (5)
Etika Lingkungan
Adapun uraian ruang lingkup Etika Kehidupan Berbangsa yang tertuang
dalam TAP MPR No.VI/ MPR/ 2001 adalah sebagai berikut:
3.3.1 Etika Sosial dan Budaya Etika sosial dan budaya bertolak dari rasa kemanusiaan yang
mendalam dengan menampilkan kembali sikap jujur, saling peduli,
saling memahami, saling menghargai, saling mencintai, dan saling
menolong diantara sesama manusia dan warga bangsa. Sejalan
dengan itu, perlu menumbuhkankembangkan kembali budaya malu,
yakni malu berbuat kesalahan dan semua yang bertentangan
dengan moral agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa. Untuk itu,
juga perlu ditumbuhkembangkan kembali budaya keteladanan yang
harus diwujudkan dalam perilaku para pemimpin baik formal
maupun informal pada setiap lapisan masyarakat.
Etika ini dimaksudkan untuk menumbuhkan dan mengembangkan
kembali kehidupan berbangsa yang berbudaya tinggi dengan
menggugah, menghargai, dan mengembangkan budaya nasional
yang bersumber dari budaya daerah agar mampu melakukan
adaptasi, interaksi dengan bangsa lain, dan tindakan proaktif sejalan
dengan tuntutan globalisasi.
Untuk itu, diperlukan penghayatan dan pengamalan agama yang
benar, kemampuan adaptasi, ketahanan, dan kreativitas budaya dari
masyarakat.
3.3.2 Etika Politik dan Pemerintahan Etika politik dan pemerintahan dimaksudkan untuk mewujudkan
pemerintahan yang bersih, efisien dan efektif serta menumbuhkan
suasana politik yang demokratis yang bercirikan keterbukaan, rasa
tanggung jawab, tanggap akan aspirasi rakyat, menghargai
perbedaan, jujur dalam persaingan, kesediaan untuk menerima
pendapat yang lebih benar, serta menjunjung tinggi hak asasi
manusia dan keseimbangan hak dan kewajiban dalam kehidupan
berbangsa.
-
21
Etika pemerintahan mengamanatkan agar penyelenggara negara
memiliki rasa kepedulian tinggi dalam memberikan pelayanan
kepada publik, siap mundur apabila merasa dirinya telah melanggar
kaidah dan sistem nilai ataupun dianggap tidak mampu memenuhi
amanah masyarakat, bangsa, dan negara.
Masalah potensial yang dapat menimbulkan permusuhan dan
pertentangan diselesaikan secara musyawarah dengan penuh
kearifan dan kebijaksanaan sesuai dengan nilai-nilai agama dan
nilai-nilai luhur budaya, dengan tetap menjunjung tinggi perbedaan
sebagai sesuatu yang manusiawi dan alamiah. Etika politik dan
pemerintahan diharapkan mampu menciptakan suasana harmonis
antar pelaku dan antar kekuatan sosial politik, serta antar kelompok
kepentingan lainnya untuk mencapai sebesar-besarnya kemajuan
bangsa dan negaradengan mendahulukan kepentingan bersama
daripada kepentingan pribadi dan golongan.
Etika politik dan pemerintahan mengandung misi kepada setiap
pejabat dan elit politik untuk bersikap jujur, amanah, sportif, siap
melayani, berjiwa besar, memiliki keteladanan, rendah hati, dan siap
untuk mundur dari jabatan publik apabila terbukti melakukan
kesalahan secara moral kebijakannya bertentangan dengan hukum
dan rasa keadilan masyarakat. Etika ini diwujudkan dalam bentuk,
sikap yang bertata krama dalam perilaku politik yang toleran, tidak
berpura-pura, tidak arogan, jauh dari sikap munafik, serta tidak
melakukan kebohongan publik, tidak manipulatif dan berbagai
tindakan yang tidak terpuji lainnya.
3.3.3 Etika Ekonomi dan Bisnis Etika ekonomi dan bisnis dimaksudkan agar prinsip dan perilaku
ekonomi dan bisnis, baik oleh perseorangan, instansi, maupun
pengambil keputusan dalam bidang ekonomi dapat melahirkan
kondisi dan realitas ekonomi yang bercirikan persaingan yang jujur,
berkeadilan, mendorong perkembangannya etos kerja ekonomi,
daya tahan ekonomi, dan kemampuan saing, dan terciptanya
suasana kondusif untuk pemberdayaan ekonomi yang berpihak
pada rakyat kecil melalui kebijakan secara berkesinambungan. Etika
ini mencegah terjadinya praktek-praktek monopoli, oligopoli,
kebijakan ekonomi yang mengarah kepada perbuatan korupsi,
-
22
kolusi, dan nepotisme, diskriminasi yang berdampak negatif
terhadap persaingan sehat, dan keadilan, serta menghindarkan
perilaku menghalalkan segala cara dalam memperoleh keuntungan.
3.3.4 Etika Penegakan Hukum yang Berkeadilan
Etika penegakan hukum yang berkeadilan dimaksudkan untuk
menumbuhkan kesadaran bahwa tertib sosial, ketenangan dan
keteraturan hidup bersama hanya dapat diwujudkan denga ketaatan
terhadap hukum dan seluruh peraturan yang berhak kepada
keadilan. Supremasi dan kepastian hukum sejalan dengan upaya
pemenuhan rasa keadilan yang hidup dan berkembang didalam
masyarakat. Etika ini menicayakan penegakan hukum secara adil,
perilaku yang sama dan tidak diskriminatif terhadap setiap warga
negara dihadapan hukum, dan menghindarkan penggunaan hukum
secara salah sebagai alat kekuasaan dan bentuk-bentuk manipulasi
hukum lainnya.
3.3.5 Etika Keilmuan
Etika Keilmuan dimaksudkan untuk menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan, ilmu pengetahuan dan teknologi agar warga, bangsa
mampu menjaga harkat dan martabatnya, berpihak kepada
kebenaran untuk mencapai kemaslahatan dan kemajuan sesuai
dengan nilai-nilai agama dan budaya. Etika ini diwujudkan secara
pribadi ataupun konektif dalam karsa, cipta dan karya yang
tercermin dalam perilaku kreatif, inovatif, inventif, dan komunikatif
dalam kegiatan membaca, belajar, meneliti, menulis, berkarya serta
menciptakan iklim kondusif bagi pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
Etika Keilmuan menegaskan pentingnya budaya kerja keras dengan
menghargai dan memanfaatkan waktu, disiplin dalam berpikr dan
berbuat, serta menepati janji dan komitmen diri untuk mencapai
hasil yang terbaik. Disamping itu, etika ini mendorong tumbuhnya
kemampuan menghadapi hambatan, rintangan dan tantangan
dalam kehidupan, mampu mengubah tantangan menjadi peluang,
mampu menumbuhkan kreativitas untuk penciptaan kesempatan
baru, dan tahan uji, serta pantang menyerah.
-
23
3.3.6 Etika Lingkungan
Etika lingkungan menegaskan pentingnya kesadaran, menghargai,
dan melestarikan lingkungan hidup, serta penataan dan tata ruang
secara berkelanjutan dan bertanggung jawab.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas dapat dinyatakan bahwa Etika
kehidupan berbangsa yang tertuang dalam TAP MPR No. VI/MPR/2001
dalam konteks organisasi adalah sebagai berikut:
1. Etika kehidupan berbangsa ditetapkan untuk meningkatkan kualitas
bangsa Indonesia termasuk PNS untuk mewujudkan cita-cita luhur
bangsa Indonesia.
2. Merupakan rumusan yang bersumber dari ajaran agama, khususnya
yang bersifat universal dan nilai-nilai luhur budaya bangsa yang
tercermin dalam Pancasila
3. Bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia termasuk
PNS menjadi manusia yang beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia
serta berkepribadian Indonesia dalam kehidupan berbangsa.
4. Pokok-pokok etika kehidupan berbangsa mengkedepankan kejujuran,
amanah, keteladanan, sportivitas, disiplin, etos kerja, kemandirian,
sikap toleransi, rasa malu, tanggung jawab, dan menjaga kehormatan
sebagai warga bangsa,
5. Etika kehidupan berbangsa sebagai acuan dasar berpikir, bersikap,
dan berperilaku seluruh bangsa Indonesia termasuk PNS dalam
rangka meningkatkan mutu kehidupan berbangsa.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas dapat dinyatakan etika kehidupan
berbangsa dalam konteks etika organisasi bertujuan untuk meningkatkan
kualitas PNS sebagai anggota organisasi dalam kehidupan organisasi
dalam rangka mewujudkan tujuan organisasi.
3.4 RANGKUMAN Pada hakekatnya etika kehidupan berbangsa yang tertuang dalam
ketetapan MPR No VI/MPR/2001 merupakan acuan dasar dalam berpikir,
bersikap, dan berperilaku bangsa Indonesia. Rumusan etika kehidupan
berbangsa yang bersumber dari ajaran agama khususnya yang bersifat
universal dan nilai-nilai luhur budaya bangsa yang tercermin dalam
Pancasila sebagai acuan dasar dalam berpikir, bersikap, dan berperilaku
-
24
dalam kehidupan berbangsa. Etika kehidupan berbangsa dirumuskan
dengan tujuan menjadi acuan untuk meningkatkan kualitas manusia yang
beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia, serta berkepribadian Indonesia
dalam kehidupan berbangsa. Pokok-pokok etika kehidupan berbangsa
mengedepankan kejujuran, amanah, keteladanan, sportivitas, disiplin,
etos kerja, kemandirian, sikap toleransi, rasa malu, tanggung jawab, dan
menjaga kehormatan serta martabat diri sebagai warga bangsa. Etika
kehidupan berbangsa memiliki ruang lingkup yang mencakup: (1) Etika
sosial budaya, (2) Etika politik dan pemerintahan, (3) Etika ekonomi dan
bisnis, (4) Etika penegakan hukum yang berkeadilan, (5) Etika keilmuan,
dan (6) Etika lingkungan. Etika kehidupan berbangsa berisi nilai-nilai,
norma-norma moral yang mewujudkan PNS sebagai warga bangsa
memiliki pola pikir, sikap, dan perilaku yang etis dalam pelaksanaan tugas
dalam organisasi pemerintah. Memperhatikan materi dasar yang tertuang
dalam etika kehidupan berbangsa, maka dapat dinyatakan bahwa apabila
seluruh bangsa Indonesia termasuk PNS dalam berpikir, bersikap, dan
berperilaku mengacu kepada etika kehidupan berbangsa, maka dapat
diharapkan meningkatkan kualitas manusia Indonesia termasuk PNS
yang bertugas dalam organisasi pemerintah. Apabila PNS dalam berpikir,
bersikap, dan berperilaku dalam pelaksanaan tugasnya mengacu pada
etika kehidupan berbangsa, maka diharapkan PNS memiliki kesadaran
yang tinggi untuk melaksanakan dan menerapkan etika dalam organisasi
dalam rangka mewujudkan tujuan organisasi. Penerapan etika kehidupan
berbangsa dari PNS akan meningkatkan kualitas PNS sehingga dapat
diwujudkan PNS yang berpikir, bersikap, dan bertingkah laku etis dalam
pelaksanaan tugasnya karena menerapkan etika dalam organisasi
pemerintah dimana PNS ditugaskan.
3.5 LATIHAN 1. Jelaskan bahwa etika kehidupan berbangsa bertujuan meningkatkan
kualitas manusia Indonesia termasuk PNS yang bertugas dalam
organisasi pemerintah.
2. Jelaskan sumber dari rumusan etika kehidupan berbangsa sehingga
dapat meningkatkan kualitas manusia Indonesia termasuk PNS.
3. Sebutkan sikap yang dikedepankan yang tertuang dalam pokok-pokok
etika kehidupan berbangsa sebagai acuan dasar berpikir, bersikap,
dan berperilaku pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia.
-
25
4. Uraikan secara garis besar ruang lingkup etika kehidupan berbangsa
5. Uraikan penerapan etika kehidupan berbangsa bagi PNS dalam
kehidupan organisasi pemerintah.
-
26
4. Kegiatan Belajar 3
ETIKA ORGANISASI PEMERINTAH
Etika organisasi pemerintah diperlukan dalam kehidupan organisasi, untuk
mewujudkan visi dan misi organisasi dalam rangka mewujudkan tujuan
organisasi. Etika organisasi merupakan faktor yang penting, karena untuk
mewujudkan tujuan organisasi, faktor manusia yaitu PNS yang bertugas
dalam organisasi pemerintah sangat berperan untuk mendorong tercapainya
visi dan misi organisasi dimana PNS bersangkutan ditugaskan.
4.1 PENGERTIAN
Organisasi dapat diartikan sebagai sekelompok orang yang bekerja sama
untuk mencapai tujuan (Sutopo, M.A., Drs. : 1998).
Etika Organisasi diartikan sebagai pola sikap dan perilaku yang
diharapkan dari setiap individu dan sekelompok anggota organisasi yang
secara keseluruhan akan membentuk budaya organisasi yang sejalan
dengan tujuan maupun filosofi organisasi yang bersangkutan (Desi
Fernanda, 2006:11).
Jadi Etika Organisasi dapat diartikan sebagai nilai-nilai dan norma-norma
moral yang menjadi pedoman sekelompok orang yang bekerja sama
dalam hal ini anggota organisasi untuk mencapai tujuan dari organisasi
bersangkutan.
Nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pedoman para anggota
organisasi tersebut dibuat dengan memperhatikan prinsip-pinsip etika,
prinsip-prinsip organisasi, kejujuran, ketulusan, kesabaran dan lain-lain,
yang disetujui bersama, sehingga pelaksanaannya akan menjadi efektif
dan akhirnya tercipta budaya yang positif dalam berorganisasi.
4.2 ARTI DAN PENTINGNYA ETIKA DALAM ORGANISASI
4.2.1 Drs. Tonny Rooswiyanto Msc(2005:27) Ada 3 (tiga) alasan mendasar tentang pentingnya etika dalam
kehidupan organisasi. Adapun 3 (tiga) alasan tentang pentingnya
etika dalam kehidupan organisasi adalah sebagai berikut:
A. Etika memungkinkan organisasi memiliki dan menyepakati nilai-
nilai moral sebagai acuan dasar bersikap dan berperilaku dari
-
27
para anggota organisasi tersebut, di mana nilai-nilai moral yang
disepakati bersama harus dijunjung tinggi dan dilaksanakan
karena nilai-nilai moral tersebut bertujuan untuk mewujudkan
tujuan organisasi;
B. Etika organisasi berisi nilai-nilai yang bersifat universal yang
telah disepakati bersama tersebut, dapat menjembatani konflik
moral antara para anggota organisasi yang memiliki latar
belakang berbeda, di bidang agama, suku, sosial, dan budaya
dalam kehidupan organisasi bersangkutan;
C. Etika yang dilaksanakan secara efektif akan meningkatkan citra
dan reputasi serta melanggengkan eksistensi organisasi.
4.2.2 Sondang Siagian (2006:11):
Ada 4 (empat) hal yang mendasar mengapa etika diperlukan dalam
organisasi:
A. Etika di samping menyangkut aplikasi seperangkat nilai-nilai
luhur sebagai acuan dasar bersikap dan berperilaku, juga
menyangkut berbagai prinsip yang menjadi landasan bagi
perwujudan nilai-nilai tersebut dalam berbagai hubungan yang
terjadi antar manusia dan lingkungan hidup karena etika
berkaitan dengan sikap dan perilaku;
B. Etika memberikan prinsip yang kokoh dalam berperilaku,
sehingga dapat menjamin kehidupan sosial yang tertib karena
etika berisi nilai-nilai yang luhur yang disepakati bersama untuk
dilaksanakan dan dijunjung tinggi sebagai prinsip yang kokoh
dalam berperilaku, sehingga kehidupan organisasi semakin
bermakna;
C. Etika yang berisi nilai-nilai luhur sebagai landasan moral
berperilaku relevan dan sejalan dengan dinamika yang
berkembang, sehingga memberikan makna dan memperkaya
kehidupan seseorang, dan kelompok organisasi dan masyarakat
luas, dimana etika memperlancar interaksi antar manusia.
D. Etika menunjukkan kepada manusia nilai hakiki dari kehidupan
sesuai keyakinan agama, pandangan hidup, dan sosial. Etika
berkaitan langsung dengan sistem nilai manusia. Etika
mendorong tumbuhnya naluri moralitas, nilai-nilai hidup yang
hakiki dan memberikan inspirasi kepada manusia untuk secara
-
28
bersama-sama menemukan dan menerapkan nilai-nilai tersebut
bagi kesejahteraan dan kedamaian umat manusia.
4.2.3 Drs. Salamoen Suharyo, MPA, Drs. Aya Sophia, M.Ed (27-28) Ada 9 (Sembilan) alasan tentang arti dan pentingnya organisasi:
A. Kebersamaan, yaitu bekerja dalam semangat kebersamaan dan
persahabatan lebih baik dari bekerja sendiri
B. Empati, yaitu memahami dan dapat menyelami dan merasakan
masalah yang dihadapi orang lain
C. Kepedulian yaitu kesediaan untuk memberi kesediaan untuk
memberi bantuan secara ikhlas
D. Kedewasaan yaitu kematangan dalam mengatasi permasalahan
bersama
E. Orientasi organisasi yaitu perilaku yang diatur dalam organisasi
dalam memecahkan masalah
F. Respek, yaitu saling menghormati dan menghargai sesama
mitra kerja
G. Kebajikan, yaitu berperilaku santun, rendah hati, serta
memberikan kedamaian dalam setiap pertemuan
H. Integritas, mengutamakan kepribadian yang utuh
I. Inovatif, yaitu kreatif dalam menciptakan gagasan dan tindakan
yang baru dan memberikan nilai tambah serta bermanfaat bagi
organisasi.
4.3 Dimensi etika organisasi pemerintah Dimensi etika organisasi pemerintah antara lain mencakup (1) Etika
dalam organisasi, (2) Etika dalam pemerintahan, (3) Etika dalam jabatan,
dan (4) Nilai-nilai kepemerintahan yang baik (good governance) sebagai
trend global etika pemerintahan. Adapun uraian tentang dimensi etika
organisasi pemerinta dalam modul ini didasarkan pada modul Drs. Desi
Fernanda M.Soc.Sc, 2006).
4.3.1 Etika Organisasi Pemerintah Organisasi sebagai sebuah struktur hubungan antar manusia dan
antar kelompok memiliki nilai-nilai yang menjadi kode etik sebagai
pedoman perilaku anggota dala kehidupan organisasi salah satu
-
29
etika yang secara umum berlaku bagi setiap anggota organisasi
adalah menjaga nama baik organisasi.
Nilai-nilai etika organisasi tertuang dalam aturan-aturan, maupun
hukum, baik tertulis maupun tidak tertulis, yang mengatur
bagaimana anggota organisasi harus bersikap dan berperilaku
dalam lingkungan masyarakatnya dan pemerintah. Setiap anggota
organisasi harus mampu bersikap dan berperilaku yang mendukung
terjaganya mana bailk organisasinya, bahkan diharapkan bukan
hanya menjaga nama baik, akan namun meningkatkan nama baik
organisasi. Adapun internalisasi nilai-nilai etika dalam setiap
anggota organisasi secara efektif akan membangun moral atau
moralitas pribadi anggota organisasi bersangkutan. Secara
konseptual, model organisasi yang ideal dirumuskan oleh Max
Weber, yaitu birokrasi yang memiliki karakteristik yang sekaligus
menjadi nilai-nilai perilaku bagi anggota organisasi tersebut.
Beberapa karakteristik organisasi yang ideal menurut Max Weber
(Indrawi-jaya, 1986: 17) yang penting diantaranya adalah sebagai
berikut
Spesialisasi atau pembagian pekerjaan
Tingkatan berjenjang (hirarki)
Berdasarkan aturan dan prosedur kerja
Hubungan yang bersifat impersonal
Pengangkatan dan promosi anggota / pegawai berdasarkan
kompetensi (sistem Merit)
Pandangan Max Weber tentang model organisasi ideal tersebut
dapat disimpulkan mendudukkan setiap anggota organisasi dalam
hirarki struktural, setiap pekerjaan dapat diselesaikan berdasarkan
prosedur dan aturan kerja yang berlaku, setiap orang terikat
terhadap aturan-aturan dalam organisasi, hubungan antara setiap
anggota dengan pihak luar terbatas hanya terhadap urusan
pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggung jawab masing-masing
anggota.
Berdasarkan hal-hal tersebut dapat disimpulkan bahwa dimensi
perilaku manusia dengan organisasi dengan nilai-nilai etikanya,
mencakup beberapa dimensi, yaitu:
-
30
Dimensi hubungan antara anggota dengan organisasi yang
tertauang dalam perjanjian atau aturan-aturan legal.
Hubungan antara anggota organisasi dengan sesame anggota
organisasi lainnya, antara anggota dengan Pejabat dalam struktur
hirarki.
Hubungan antara anggota organisasi yang bersangkutan dengan
anggota dan organisasi lainnya, dan
Hubungan antara anggota dengan masyarakat yang dilayaninya.
4.3.2 Etika dalam pemerintahan Dalam organisasi administrasi publik atau pemerintah, pola sikap
dan perilaku serta hubungan antar manusia dalam organisasi
tersebut, dan hubungannya dengan pihak luar organisasi pada
umumnya diatur dengan peraturan yang berlaku dalam sistem
hukum Negara yang bersangkutan.
Adanya etika ini diharapkan mampu membangkitkan kepekaan
birokrasi (pemerintah) dalam melayani kepentingan masyarakat
(Nicholas Henry, 1988)
Tujuan yang hakiki dari setiap pemerintah dinegara manapun
adalah mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat warga
Negara yang bersangkutan.
Dalam Negara yang demokratis, etika kerja aparatur pemerintah
selalu mengikutsertakan rakyat dan berorientasi kepada aspirasi
dan kepentingan rakyat dalam setiap langkah kebijakan dan
tindakan pemerintah. Transparansi, keterbukaan, dan akuntabilitas
menjadi nilai-nilai yang dijunjung tinggi dan diwujudkan dalam etika
pergaulan antara pemerintah dengan rakyatnya.
Dalam sistem pemerintahan di Indonesia, azas-azas pemerintahan
yang menjadi nilai-nilai etika dalam pemerintahan terkandung dalam
alinea keempat UUD 1945 yang menyatakan:
Untuk membentuk pemerintahan Negara yang melindungi
segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
serta dalam memelihara ketertiban dunia berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
-
31
Sedangkan nilai-nilai filosofis yang melandasinya adalah ideology
Negara Pancasila yaitu (1) Ketuhanan Yang Maha Esa, (2)
Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, (3) Persatuan Indonesia, (4)
Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan Perwakilan, (5) Keadilan Sosial Bagi Seluruh
Rakyat Indonesia.
Berdasarkan tugas pemerintahan negara tersebut yang didasarkan
falsafah negara Pancasila, maka Negara Indonesia menjalankan
tugas sekaligus fungsi Negara yang tertuang dalam Alinea keempat
Pembukaan UUD 1945.
4.3.3 Etika Dalam Jabatan Para penyelenggara Negara termasuk PNS sebelum memangku
jabatannya diwajibkan untuk mengangkat sumpah / janji sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sumpah / janji inilah
yang menjadi kesepakatan dan komitmen terhadap nilai-nilai,
standar-standar sebagai kode etik jabatan. Dalam pasal 5 UU No.28
Tahun 1999 tentang penyelenggara Negara yang bersih dan bebas
KKN, ditetapkan mengenai kewajiban setiap penyelenggara sebagai
berikut:
1. Mengucapkan sumpah atau janji sesuai dengan agamanya
sebelum memangku jabatannya.
2. Bersedia diperiksa kekayaannya sebelum, selama, dan setelah
menjabat.
3. Melaporkan dan mengumumkan kekayaannya sebelum dan
setelah menjabat.
4. Tidak melakukan KKN
5. Melaksanakan tugas tanpa membeda-bedakan suku, agama,
ras dan golongan.
6. Melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab dan tidak
melakukan perbuatan yang tercela, tanpa pamrih, baik untuk
kepentingan pribadi, keluarga, kroni, maupun kelompok, dan
tidak mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun yang
bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku
-
32
7. Bersedia menjadi saksi dalam perkara KKN dan perkara lainnya
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Dalam pasal 7 ayat 1 UU No. 28 Tahun 1999 ditegaskan bahwa
hubungan antara penyelenggara Negara dilaksanakan denga
mentaati norma-norma kelembagaan, kesopanan, kesusilaan, dan
etika yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
4.3.4 Good governance sebagai trend global etika pemerintahan Nilai-Nilai Kepemerintahan yang baik, yang dewasa ini menjadi
trend atau kecenderungan global sebagai etika dalam pemerintahan
secara umum menekankan bahwa penyelenggaraan
kepemerintahan yang baik harus merupakan keseimbangan,
interaksi, dan keterlibatan antara pemerintah, swasta, dan
masyarakat. Nilai-nilai atau prinsip yang harus dianut dan
dikembangkan dalam praktek kepemerintahan yang baik menurut
UNDP 1997 sebagaimana tertulis dalam modul dasar-dasar
kepemerintahan yang baik oleh Drs. Suhady dan Drs. Desi
Fernanda M.Soc. Sc adalah (1) Partisipasi, (2) Aturan Hukum, (3)
Transparansi, (4) Daya Tanggap, (5) Berorientasi Konsensus (6)
Berkeadilan, (7) Efektivitas dan Efisiensi, (8) Akuntabilitas, (9)
Bervisi strategis, dan (10) Saling Keterkaitan khususnya dalam
rangka menghapuskan KKN.
4.4 Perwujudan etika organisasi
Etika organisasi diharapkan menunjang kualitas, efisiensi, dan
kompetensi para anggota organisasi yang bersangkutan. Etika apabila
sudah menjadi pedoman, akan memberikan kesenangan, kegembiraan,
dan efektivitas kerja bagi semua yang terlibat dalam organisasi itu.
Ada 4 (empat) unsur utama keberhasilan perwujudan etika organisasi tersebut (Franz Magnis Suseno SJ):
Etos kerja yang kuat;
Moralitas pribadi pegawai bersangkutan;
Kepemimpinan yang bermutu;
Kondisi-kondisi sistemik.
-
33
Adapun uraian 4 (empat) unsur utama keberhasilan perwujudan etika
organisasi tersebut di atas adalah sebagai berikut:
4.4.1 Etos Kerja
Etos adalah sikap dasar seseorang dalam melakukan kegiatan
tertentu, sedangkan etos kerja adalah sikap dasar seseorang atau
sekelompok orang dalam melakukan pekerjaan. Etos akan kelihatan
dalam cara dan semangat orang melakukan kegiatan itu. Etos
individu sangat ditentukan oleh etos kelompok. Etos itu kuat atau
lemah terlihat apabila menghadapi hambatan dan tantangan. Cara
seseorang menghayati kegiatannya sangat dipengaruhi oleh
pandangan, harapan, dan kebiasaan kelompoknya
4.4.2 Moralitas pribadi
Moralitas pribadi menyangkut kualitas moral masing-masing individu
dalam menghadapi pekerjaan.
Beberapa moralitas pribadi yang penting antara lain:
A. Dedikasi terjadi ketika seseorang benar-benar memberikan segenap tenaganya untuk melakukan pekerjaan dengan sebaik-
baiknya tanpa memandang jenis pekerjaan. B. Jujur, tidak korupsi, artinya melaksanakan tugas dengan tidak
menyalahgunakan wewenangnya, melaksanakan tugas dengan
ikhlas, dan hasil kerjanya dilaporkan sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya.
C. Taat pada tuntutan khas etika birokrasi, yaitu dalam
memutuskan sesuatu tidak akan mengabaikan aturan walaupun
akibat pelaksanaan aturan itu berdampak pada teman.
D. Bertanggung jawab, artinya menyelesaikan tugas dengan baik dan tepat pada waktunya, kesalahannya tidak dilemparkan
kepada orang lain dan berani secara ikhlas memikul risiko.
E. Minat dan hasrat untuk terus-menerus meningkatkan
kompetensi dan kecakapannya. F. Mengormati hak semua pihak yang bersangkutan, yaitu
harus berlaku adil terhadap semua pihak sesuai dengan yang
telah ditetapkan.
-
34
Gunnar Myrdal menyebut 11 (sebelas) kemampuan atau keutamaan
yang diharapkan dari seorang pegawai yang baik:
(1) Efisiensi
(2) Kerajinan
(3) Kerapihan
(4) Tepat waktu
(5) Kesederhanaan
(6) Kejujuran/tidak korup
(7)Keputusan diambil secara rasional, bukan emosional atau
berdasarkan nepotisme/kolusi
(8) Bersedia untuk berubah
(9) Kegesitan
(10) Mau bekerja sama
(11) Bersedia memandang jauh ke depan.
4.4.3 Kepemimpinan yang bermutu Kepemimpinan moral tidak bisa diberikan melalui wejangan yang
disampaikan oleh atasan dalam perayaan-perayaan tertentu karena
wejangan hanya akan diperhatikan, jika ia sebagai atasan yang
mengesankan. Kepemimpinan moral harus ditampilkan oleh atasan
dalam tingkah laku dan tindakan-tindakan kepemimpinannya.
Kepemimpinan yang bermutu menuntut 5 (lima) hal sebagai berikut:
A. Kompetensi
Pemimpin betul-betul menguasai semua urusan bidangnya,
memahami secara garis besar maupun detil-detil. Ia ahli
mengenai pekerjaan yang dipimpin. Seperlunya ia harus
mempelajarinya.
B. Tertib kerja
Pemimpin harus bisa memimpin, menuntut, harus mempunyai
wibawa, sanggup mengenakan sanksi. Ia memastikan bahwa
aturan kerja dilaksanakan. Selalu, tanpa kecuali. Secara
konsisten, ia harus tegas. Ia juga harus mempunyai ciri-ciri khas
seorang pemimpin yang baik, dan ia harus dapat menularkan
semangat pada bawahannya karena seorang pemimpin harus
dapat merangsang motivasi mereka.
-
35
C. Konsistensi Sebagai pemimpin harus melakukan sendiri jabatannya menurut
tuntutan-tuntutan etos kerja yang diharapkan. Sebagai pemimpin
harus menuntut sikap-sikap itu dari para bawahannya secara
tegas dan konsekuen.
D. Menjadi panutan Pemimpin hanya dapat memimpin apabila ia dapat dijadikan
teladan oleh para bawahannya karena pemimpin harus menjadi
panutan bawahannya. Yang dituntut dari seorang pemimpin
adalah integritas pribadi. Seorang pemimpin yang jujur, adil,
bebas dari pamrih, cakap, tegas, komunikatif, dan bertanggung
jawab, kehadirannya akan mempengaruhi sikap kerja pegawai-
pegawainya ke arah positif. Seorang pemimpin yang menjadi
panutan bawahannya akan dapat meningkatkan bawahannya
untuk menjadi orang yang baik, bersih, jujur, dan bertanggung
jawab.
E. Transparansi
Transparansi yaitu keputusan-keptusannya harus jelas bagi
semua pihak yang berkepentingan.
4.4.4 Kondisi-kondisi sistemik
Ada 2 (dua) syarat sistemik, yaitu:
A. Lingkungan kerja yang mendukung Lingkungan kerja di satu pihak dapat mendukung, tetapi di pihak
lain dapat merusak watak moral seseorang. Lingkungan kerja
dapat mendukung atau sebaliknya dapat merusak moral
seseorang. Etos kerja hanya dapat berkembang dalam
lingkungan yang mendukung di mana orang yang memiliki moral
yang tinggi didukung dan dihargai. Dalam lingkungan yang
positif, seseorang yang memiliki moral yang baik dihargai dan
dihormati, sehingga didorong untuk lebih baik lagi. Sebaliknya
dalam lingkungan yang tidak mendukung, mendorong orang
tidak bersemangat, malas, korup, bahkan orang yang berwatak
-
36
baik dapat berubah menjadi tidak baik. Bagi orang yang
berwatak kuat, juga sulit untuk mempertahankan etos kerjanya
dalam lingkungan yang kurang baik karena lama kelamaan
dapat terkena erosi moral. Semakin banyak orang yang terkena
erosi moral, etos kelompok sudah merosot, sehingga sangat
sulit dikembalikan lagi. Dengan demikian dapat dinyatakan
bahwa lingkungan kerja yang mendukung sangat penting karena
dapat mempengaruhi etos kerja seseorang.
B. Kontrol Kontrol rutin dan auditing khusus terhadap pelaksanaan tugas-
tugas, termasuk kontrol kepemimpinan sangat penting. Kontrol
harus dilakukan dari dalam dan sewaktu-waktu kontrol dari luar
perlu dilakukan.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas dapat dinyatakan bahwa
moralitas pribadi sangat penting, tetapi perlu ditunjang dengan
etos kerja yang kuat, kepemimpinan yang bermutu, kontrol
secara terus-menerus dan berkesinambungan karena hal
tersebut sangat penting untuk mewujudkan keberhasilan etika
organisasi dalam kehidupan organisasi untuk mewujudkan
tujuan organisasi.
4.5 Implementasi etika dalam organisasi pemerintah
Menurut Sonny Keraf, ada beberapa hal yang diperlukan agar
implementasi praktek etika yang baik dalam organisasi pemerintah bias
terwujud, yaitu sebagai berikut:
4.5.1 Adanya komitmen moral dan politik dari pimpinan Departemen,
dalam hal inin Menteri, untuk membangun birokrasi Departemen
dengan sebuah etos, kebiasaan, serta etika yang baik demi
melayani kepentingan publik.
4.5.2 Komitmen moral dan politik itu lalu diterjemahkan kedalam aturan
formal internal Departemen sebagai pegangan konkret bagi setiap
pejabat dan pegawai mulai dari Menteri, Dirjen, sampai kepada
pegawai paling rendah. Semuanya harus terperinci, termasuk
sanksi yang jelas.
-
37
4.5.3 Etos/etika birokrasi dan aturan yang jelas tadi lalu disosialisasikan
dan diajarkan kepada Pegawai Negeri Sipil pada saat pertama kali
masuk, dalam pelatihan dan dalam seluruh proses pembenahan.
4.5.4 Sanksi yang diterapkan secara konsekuen merupakan alat
pendidikan yang baik bagi siapa saja. Sebaliknya penghargaan
baik dalam bentuk kenaikan pangkat atau pengakuan tertulis
lainnya secara jujur dan obyektif akan merupakan alat motivasi
yang baik bagi peningkatan etos pada Departemen Keuangan.
4.5.5 Adanya teladan yang yang nyata dari pimpinan Departemen,
khususnya Menteri dan eselon I, dalam menghayati dan
mempraktekkan secara nyata prinsip-prinsip moral diatas.
4.6 Standar Etika Organisasi
Standar etika organisasi pemerintah adalah kualitas pemenuhan atau
perwujudan nilai-nilai atau norma-norma sikap dan perilaku pemerintah
dalam setiap kebijakan dan tindakannya yang dapat diterima oleh
masyarakat luas (Drs. Desi Fernanda, M.Soc.Sc, 2006). Uraian tentang
standar etika organisasi pemerintah meliputi arti dan pentingnya standar
etika organisasi pemerintah, penyusunan, pengawasan, dan evaluasi
pemerapan, serta metode untuk meningkatkan standar etika organisasi
pemerintah. Hal yang mendasar tentang standar etika organisasi
pemerintah adalah upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas etika
pemerintahan berdasarkan standar-standar etika yang berlaku di
Indonesia.
4.6.1 Pengertian-pengertian A. Standar etika organisasi pemerintah adalah kualitas
pemenuhan atau perwujudan nilai-nilai atau norma-norma,
sikap dan perilaku pemerintah dalam setiap kebijakan dan
tindakannya, yang dapat diterima oleh masyarakat luas.
B. Meningkatkan standar etika organisasi pemerintah adalah
meningkatkan kualitas perwujudan atau pemenuhan
batasan-batasan nilai atau norma sikap dan perilaku dalam
kebijakan dan tindakan aparatur pemerintah yang dapat
memuaskan dan membangun kepercayaan masyarakat
-
38
4.6.2 Arti dan pentingnya standar etika organisasi pemerintah
Dalam kepemerintahan yang baik, pemerintah harus peka
menghadapi kondisi masyarakat yang sangat bervariasi,
kompleksitas, dan dinamis. Sehingga pemerintah harus
menentukan arah dan komitmen untuk melakukan reformasi
dalam berbagai penyelenggaraan pemerintahan Negara.
Pemerintah perlu melakukan perubahan, karena sistem-sistem
dalam pemerintahan tidak cukup efektif membentuk kompetensi,
kualitas sumber daya manusia yang handal, dalam hal ini aparatur
pemerintahan. Adapun kritik dan tuntutan masyarakat kepada
pemerintah meliputi seluruh sitem dan sumber daya manusianya,
sehingga diperlukan suatu tindakan pemerintah untuk melakukan
berbagai perubahan yang mendasar pada sistem dan aparatur
pemerintahan melalui peningkatan standar etika organisasi
pemerintah. Menurut Mustopadijaya (1997:17-18) dalam modul
etika birokrasi Drs. Desi Fernanda Msoc. Sc (2006-55) dinyatakan
bahwa dalam pelaksanaan kode etik aparatur pemerintah dan
manajemen publik harus bersikap terbuka, transparan dan
akuntabel dalam hubungannya dengan pelayanan kepada
masyarakat. Sikap dan perilaku aparatur pemerintahan adalah
melayani bukan dilayani, mendorong, bukan menghambat,
mempermudah bukan mempersulit, sederhana bukan berbelit-belit
dalam melayani masyarakat.
4.6.3 Penyusunan Standar Etika Organisasi Penyusunan standar etika organisasi pemerintah harus dapat
diterima selain oleh masyarakat di Indonesia, juga harus diterima
dalam lingkungan global. Dalam upaya menyusun standar etika
organisasi dan aparatur pemerintah, peranan masyarakat,
maupun melalui lembaga-lembaga perwakilannya merupakan nara
sumber yang utama dan strategi. Hal-hal yang diperhatikan dalam
menyusun standar etika organisasi pemerintah meliputi:
A. Pola sikap dan perilaku aparatur pemerintahan
B. Pola pelayanan publik
C. Pola pengaturan dan intervensi pemerintah dalam
permasalahan yang dihadapi masyarakat
-
39
Hal-hal mendasar yang diperlukan pemerintah tersebut pada butir
1), 2), dan 3) tersebut diatas adalah agar pemerintah dapat
menyusun standar etika organisasi pemerintah sesuai harapan
masyarakat.
4.6.4 Pengawasan dan evaluasi penerapan etika organisasi pemerintah
Dalam kepemerintahan yang baik, pelaku pengawasan dan
evaluasi penerapan etika aparatur pemerintah seyogianya tidak
hanya dilakukan lembaga pemerintahan saja, tetapi lebih
difokuskan kepada masyarakat dan sector swasta untuk menilai
bagaimana seharusnya standar etika organisasi pemerintah
tersebut.
A. Peranan lembaga Negara DPR
Berdasarkan UUD 1945 salah satu fungsi DPR adalah
mengawasi jalannya pemerintahan yang dipimpin presiden,
misalnya mekanisme pemanggilan kepada eksekutif yang
dipimpin presiden dalam permasalahan standar etika
organisasi, karena DPR berwenang memperingatkan
pemerintah apabila melanggar nilai-nilai etika pemerintahan
berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.
B. Peranan kelembagaan pemerintah
Dalam ruang lingkup internal kelembagaan pemerintah
terdapat lembaga-lembaga pengawasan fungsional misalnya
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
dan Inspektorat Jenderal yang berfungsi mengawasi jalannya
fungsi-fungsi pemerintahan secara komprehensif baik
menyangkut aspek-aspek keuangan maupun aspek-aspek
pelaksanaan tugas-tugas rutin pemerintahan lainnya. Selain itu
sistem pengawasan melekat oleh atasan langsung terhadap
penataan etika organisasi pemerintah oleh PNS juga
diterapkan, bahkan dikembangkan mekanisme sistem
akuntabilitas instansi pemerintah berdasarkan instruksi
presiden No. 7 Tahun 1999 yang menuntut akuntabilitas publik
organisasi pemerintah yang berorientasi kepada hasil dan
kemanfaatan penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan,
pembangunan, maupun pelayanan kepada masyarakat.
-
40
Selanjutnya dalam bidang kepegawaian pembinaan karir PNS
dalam setiap organisasi pemerintah telah dibentuk pula
lembaga Baperjakat yang berfungsi antara lain melakukan
pengawasan dan penilaian terhadap Code of Conduct atau
pelaksanaan nilai-nilai etika dan disiplin PNS yang dikaitkan
dengan sistem pengembangan dan pembinaan karir PNS.
Selain itu dewasa ini masih diberlakukan sistem kinerja PNS
berdasarkan Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3)
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1979.
Meskipun terdapat kontroversi mengenai obyektivitas dan
subyektivitas penilaiannya, mekanisme DP3 sampai saat ini
merupakan prosedur yang digunakan untuk mengevaluasi
aspek-aspek sikap, perilaku, dan kinerja PNS sampai saat ini
DP3 masih merupakan salah satu instrument yang menjadi
dasar penilaian Baperjakat dalam mempertimbangkan
pembinaan dan pengembangan karir PNS dalam organisasi
pemerrintah.
C. Peranan masyarakat
Dalam era reformasi, lembaga-lembaga swadaya masyarakat
semakin berkembang yang bertujuan mengawasi jalannya
pemerintahan termasuk penilaian etika aparatur pemerintahan,
misalnya Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI),
Indonesian Corruption Watch (ICW), Wahana Lingkungan
Hidup (Walhi) dan lain-lain. Lembaga-lembaga partai politik
dewasa ini juga menyuarakan sikap dan memantau
pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan. Untuk
mewadahi kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat
dalam menangani berbagai permasalahan telah dibentuk
Lembaga Semi Pemerintahan atau Quasi Government
Organization (Quangos) seperti Lembaga Ombudsman
Nasional, Komnas HAM dan lain-lain. Dengan semakin
berkembangnya lembaga-lembaga pengawasan tentang
kebijakan pemerintah maupun aparatur pemerintah
seharusnya etika organisasi pemerintah dapat memuaskan
hati masyarakat karena memenuhi harapan.
-
41
4.6.5 Metode meningkatkan standar etika organisasi
Pembangunan administrasi Negara dewasa ini perlu ditekankan
kepada peningkatan kompetensi aparatur pemerintahan dan daya
saing melalui berbagai pengembangan kebijakan dan sistem
pelayanan prima. Pembangunan admnistrasi Negara perlu
difokuskan kepada kepentingan pelayanan dan kebutuhan
masyarakat, implikasi etika pelayanan publik yang secara
keseluruhan merupakan totalitas dan sistem pengembangan etika
dan moralitas organisasi dan sumber daya aparatur pemerintah.
Adapun strategi pembangunan admintrasi Negara dalam berbagai
aspeknya meliputi:
A. Penyesuaian visi, misi dan strategi
B. Penataan organisasi dan tata kerja
C. Pemantapan sistem manajemen
D. Peningkatan kualitas sumber daya manusia
Strategi pembangunan adminstrasi Negara tersebut sejalan
dengan konsepsi strategi, transformasi, adminstrasi publik yang
berbasis prinsip-prinsip Rein-venting Government, yang dikenal
dengan istilah The Five Cs Strategy sebagaiman
direkomendasikan David Osborne dan Peter Plastrik (1996) dalam
buku mereka Banishing Bureucracy (Drs. Desi Fernanda
M.Soc.Sc, 2006:61). Adapun kelima strategi tersebut adalah:
1. Strategi Inti (Core Strategy) diarahkan untuk mewujudkan
kejelasan, tujuan, peran dan arah keberadaab organisasi
pemerintah serta aparaturnya. 2. Strategi Konsekuensi (Consequency Strategy) diarahkan pada
kemampuan pengelolaan kompetisi kualitas antar institusi,
manajemen operasional, dan manajemen kerja.
3. Customer Strategy atau strategi pengguna adalah strategi
untuk meningkatkan akuntabilitas publik yang diarahkan
kepada upaya-upaya peningkatan kemampuan aparatur
pemerintah untuk memenuhi tuntutan pilihan-pilihan publik
(Publik Choices), manajemen persaingan kelembagaan dan
manjemen kualitas pelayanan publik
4. Strategi control (Control Strategy) untuk meningkatkan
kekuatan organisasi pemerintah, melalui penataan
-
42
kelembagaan, pemberdayaan aparatur pemerintah,
pemberdayaan masyarakat sebagai mitra pemerintah 5. Strategi Budaya (Culture Strategy) perlu dikembangkan untuk
merubah kebiasaan-kebiasaan buruk (unethical) dari aparatur
pemerintah, menyadarkan hati nurani aparatur pemerintah,
serta mempengaruhi pola pikir untuk mampu merubah citra
dan etika pemerintah.
4.7 RANGKUMAN
Etika sangat penting dalam kehidupan organisasi untuk mewujudkan
tujuan organisasi, karena etika diharapkan menunjang kualitas, efisiensi,
dan kompetensi para pegawai karena apabila etika sudah menjadi
pedoman, akan memberikan kesenangan, kegembiraan, dan efektivitas
kerja semua pegawai.
Etika organisasi dalam konteks organisasi diartikan sebagai pola sikap
dan perilaku yang diharapkan dari setiap individu dan sekelompok
anggota organisasi yang secara keseluruhan akan membentuk budaya
organisasi yang sejalan dengan tujuan dan filosofi organisasi
bersangkutan.
Menurut Drs. Tony Roeswiyanto Msc, ada 3 (tiga) alasan tentang
pentingnya dalam organisasi yaitu: (1) Etika memungkinkan organisasi
memiliki dan menyepakati nilai-nilai moral sebagai acuan dasar bersikap
dan berperilaku dari para anggota organisasi. (2) Etika organisasi berisi
nilai-nilai yang bersifat universal yang dapat menjembatanai konflik moral
antar anggota organisasi yang memiliki latar belakang berbeda dalam
kehidupan organisasi. (3) Etika yang dilaksanakan secara efektif akan
meningkatkan citra dan reputasi serta melanggengkan eksistensi
organisasi.
Dimensi etika organisasi pemerintah mencakup etika dan organisasi, etika
dalam pemerintahan, etika dalam jabatan, serta nilai-nilai kepemerintahan
yang baik sebagai trend global etika pemerintahan. Menurut Franz
Magnis Suseno SJ, ada 4 (empat) unsur utama keberhasilan perwujudan
etika organisasi, yaitu (1) Adanya etos kerja yang kuat, (2) Moralitas
pegawai bersangkutan diarahkan, (3) Kepemimpinan yang bermutu, dan
(4) Syarat-syarat sistemik.
-
43
Etos kerja adalah sikap dasar seseorang atau sekelompok orang dalam
melakukan pekerjaan. Moralitas pribadi menyangkut kualitas moral
masing-masing individu dalam menghadapi pekerjaan. Beberapa
moralitas pribadi yang penting antara lain: (1) Dedikasi, (2) Jujur tidak
korupsi, (3) Taat pada tuntutan khas etika birokrasi, (4) Bertanggung
jawab, (5) Minat dan hasrat untuk terus menerus untuk meningkatkan
kompetensi dan kecakapannya, (6) Menghormati hak dan semua pihak
yang bersangkutan. Selanjutnya Gunnar Myrdal menyebut 11 (sebelas)
kemampuan atau keutamaan yang diharapkan dari seorang pegawai
yang baik: (1) Efisiensi, (2) Kerajinan, (3) Kerapihan, (4) Tepat waktu, (5)
Kesederhanaan, (6) Kejujuran tidak korup, (7) Keputusan diambil secara
rasional bukan emosional, bukan nepotisme/kolusi, (8) Kesediaan untuk
berubah, (9) Kegesitan, (10) Bekerjasama, (11) Bersedia memandang
jauh kedepan. Kepemimpinan bermutu menuntut 5 (lima) hal: (1)
Kompetensi, (2) Tertib kerja, (3) Konsistensi, (4) Menjadi panutan, (5)
Transparansi. Adapun kondisi-kondisi sistemik meliputi (1) Lingkungan
kerja yang mendukung, (2) Kontrol.
Selanjutnya untuk memuaskan dan membangun kepercayaan
masyarakat kepada pemerintah harus dilakukan upaya-upaya untuk
meningkatkan kualitas etika pemerintahan berdasarkan standar-standar
etika yang berlaku di Indonesia. Dalam menyusun standar organisasi
pemerintah, peranan masyarakat secara langsung maupun melalui
lembaga-lembaga perwakilannya menjadi nara sumber yang penting dan
strategis. Dalam kepemerintahan yang baik, pelaku pengawasan dan
evaluasi penerapan etika organisasi pemerintah selain dilakukan oleh
lembaga pemerintahan juga memberi kesempatan seluas-luasnya kepada
masyarakat dan sector swasta. Berdasarkan UUD 1945 lembaga DPR
berwenang mengawasi jalannya pemerintahan termasuk didalamnya
mengawasi pelaksanaan standar etika aparatur pemerintah.
4.8 LATIHAN
1. Jelaskan bahwa etika organisasi berperan dalam mewujudkan tujuan
organisasi!
2. Uraikan secara garis besar tentang etika dalam jabatan dan etika
dalam pemerintahan!
-
44
3. Sebutkan beberapa moralitas pribadi yang merupakan unsur utama
keberhasilan perwujudan etika organisasi
4. Uraikan secara garis besar sebelas kemampuan atau keutamaan
yang diharapkan dari seorang pegawai yang baik! (Gunnar Myrdal).
5. Uraikan secara garis besar tentang arti dan pentingnya standar etika
organisasi pemerintah.
-
45
5. Kegiatan Belajar 4
ETIKA PEGAWAI NEGERI SIPIL
5.1 NILAI-NILAI DASAR BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL
Pegawai Negeri Sipil di samping wajib melaksanakan dan menerapkan
kode etik Pegawai Negeri Sipil, juga wajib menjunjung tinggi nilai-nilai
dasar bagi Pegawai Negeri Sipil yang diatur dalam pasal 6 Peraturan
Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004.
Adapun nilai-nilai dasar yang harus dijunjung tinggi oleh Pegawai Negeri
Sipil meliputi:
5.1.1 Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa; 5.1.2 Kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945;
5.1.3 Semangat nasionalisme;
5.1.4 Mengutamakan kepentingan Negara di atas kepentingan pribadi atau golongan;
5.1.5 Ketaatan terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;
5.1.6 Penghormatan terhadap hak asasi manusia 5.1.7 Tidak diskriminatif;
5.1.8 Profesionalisme, netralitas, dan bermoral tinggi; 5.1.9 Semangat jiwa korps.
Penjelasan pasal 6 dari Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004
menegaskan bahwa nilai-nilai dasar bagi Pegawai Negeri Sipil merupakan
pedoman, tingkah laku, dan perbuatan yang berlaku bagi seluruh
Pegawai Negeri Sipil tanpa membedakan di mana Pegawai Negeri Sipil
yang bersangkutan bekerja. Nilai-nilai da