etika_organisasi

Upload: valuer

Post on 30-Oct-2015

130 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • BAHAN DIKLAT PRAJABATAN GOLONGAN III

    ETIKA BIROKRASI

    OLEH:

    ARIJATI A RAHMAN, SH.

    DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

    PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PEGAWAI JAKARTA

    2008

  • 1

    1. PENDAHULUAN

    1.1 Deskripsi Singkat Untuk mewujudkan pembangunan nasional, diperlukan PNS yang

    berkualitas yang dapat melaksanakan tugas, kewajiban dan tanggung

    jawabnya yang strategis dalam organisasi pemerintah. Untuk

    mewujudkan PNS yang berkualitas tersebut diperlukan pendidikan dan

    latihan prajabatan PNS dimana peserta Diklat adalah calon PNS yang

    akan diangkat menjadi PNS apabila telah mengikuti dan lulus ujian

    prajabatan. Berdasarkan peraturan pemerintah No. 101 tahun 2000

    tentang pendidikan dan pelatihan jabatan PNS mengamanatkan bahwa

    Diklat termaksud dilaksanakan untuk memberikan pengetahuan dalam

    rangka pembentukan wawasan, kepribadian, dan etika PNS disamping

    pengetahuan dasar lainnya agar apabila telah diangkat menjadi PNS

    mampu melaksanakan tugas dan kewajibannya dalam organisasi

    pemerintah sesuai ketentuan yang berlaku. Salah satu materi diklat

    prajabatan dalam hal ini diklat prajabatan III adalah etika oganisasi

    pemerintah.

    Pemahaman materi etika organisasi pemerintah diperlukan peserta diklat

    karena PNS bertugas dalam organisasi pemerintah, yang pada

    hakekatnya tugas pemerintah adalah memberikan pelayanan publik yang

    prima kepada masyarakat. Dalam konteks organisasi, etika organisasi

    diartikan sebagai pola sikap dan perilaku yang diharapkan dari setiap

    individu dan kelompok anggota organsasi, yang secara keseluruhan akan

    membentuk budaya organisasi yang sejalan dengan tujuan maupun

    filosofi organisasi yang bersangkutan (Drs. Desi Fernanda, M.Soc. Sc,

    2006:19). Peserta Diklat perlu memahami bahwa tugas PNS untuk

    memberikan pelayanan prima kepada masyarakat melalui pengetahuan,

    keahlian, dan ketrampilan serta sikap dan perilaku etis. Peserta Diklat

    perlu memahami bahwa etika dalam organisasi merupakan faktor utama

    untuk dapat mewujudkan tujuan organisasi. PNS yang tidak menerapkan

    etika organisasi dalam pelaksanaan tugasnya cenderung memberikan

    pelayanan yang diskriminatif yang merupakan kendala utama dalam

    mewujudkan tujuan organisasi. PNS sebagai anggota organisasi

    pemerintah berkewajiban menjaga dan meningkatkan citra organisasi,

    serta melaksanakan tugas dan kewajibannya sesuai dengan ketentuan

    yang berlaku dalam mewujudkan tujuan organisasi, karena kedudukan,

  • 2

    tugas, dan tanggung jawab PNS yang strategis dalam organisasi

    pemerintah.

    Untuk memudahkan mempelajari modul ini pembahasannya disusun

    dalam lima kegiatan belajar yaitu:

    1. Kegiatan belajar 1 tentang etika, etiket, etos, moral, moralitas.

    2. Kegiatan belajar 2 tentang etika kehidupan berbangsa.

    3. Kegiatan belajar 3 tentang etika organisasi pemerintah.

    4. Kegiatan belajar 4 tentang tentang etika PNS

    5. Kegiatan belajar 5 tentang kode etik dilingkungan Departemen

    Keuangan

    1.2 Tujuan Pembelajaran Umum Setelah mempelajari modul ini peserta Diklat diharapkan dapat

    menerapkan etika dalam organisasi pemerintah dalam pelaksanaan tugas

    dalam rangka mewujudkan tujuan organisasi.

    1.3 Tujuan Pembelajaran Khusus

    Setelah mempelajari modul ini peserta diklat diharapkan dapat:

    1. Menguraikan tentang etika, etos, etiket, moral, dan moralitas.

    2. Menjelaskan tentang prinsip-prinsip etika dari Adler.

    3. Menguraikan tentang teori-teori etika

    4. Menguraikan tentang pengertian, maksud dan tujuan ditetapkannya

    etika kehidupan berbangsa.

    5. Menyebutkan sikap yang dikedepankan dari pokok-pokok etika

    kehidupan berbangsa.

    6. Menjelaskan tentang ruang lingkup etika kehidupan berbangsa.

    7. Menjelaskan tentang pengertian, arti dan pentingnya etika dalam

    kehidupan organisasi serta dimensi etika organisasi pemerintah.

    8. Menjelaskan tentang pengertian, penyusunan, standar etika

    organisasi pemerintah.

    9. Menjelaskan tentang pengawasan, evaluasi, dan meningkatkan

    standar etika organisasi pemerintah.

    10. Menjelaskan tentang pengertian, tujuan, ruang lingkup pembinaan

    jiwa korps dan kode etik PNS.

    11. Menguraikan secara garis besar nilai-nilai dasar yang wajib dijunjung

    tinggi dan dilaksanakan PNS.

  • 3

    12. Menyebutkan butir-butir yang terkandung dalam kode etik PNS, yang

    tercantum dalam etika PNS dalam bernegara, berorganisasi,

    bermasyarakat terhadap diri sendiri dan terhadap sesama PNS.

    13. Menjelaskan tentang proses penegakan kode etik PNS. 14. Menguraikan secara garis besar tentang hukuman disiplin PNS dalam

    hubungannya dengan kode etik PNS 15. Menjelaskan tentang kewajiban calon PNS untuk mengucapkan

    sumpah atau janji pada saat pengangkatan menjadi PNS 16. Menjelaskan tentang kewajiban PNS untuk mengucapkan

    sumpah/janji pada saat diangkat jabatan negeri. 17. Menyebutkan prinsip-prinsip moral PNS yang harus dimiliki dan

    dihayati PNS yang merupakan etika yang wajib dilaksanakan PNS. 18. Menjelaskan maksud dan tujuan ditetapkan kode etik dilingkungan

    Departemen keuangan. 19. Menguraikan secara garis besar tentang hubungan peningkatan

    disiplin PNS dalam hubungannya dengan pelaksanaan kode etik

    dilingkungan Departemen keuangan.

    20. Menjelaskan tentang materi dasar yang wajib tercantum dalam kode

    etik dilingkungan Departemen Keuangan. 21. Menjelaskan tentang proses penegakan kode etik dilingkungan

    Departemen keuangan.

  • 4

    2. Kegiatan Belajar 1

    ETIKA, ETIKET, ETOS, DAN MORAL

    Untuk memahami etika dalam konteks organisasi pemerintah terlebih

    dahulu diperlukan pemahaman kata-kata yang hampir mirip dengan etika

    dalam komunikasi sehari-hari yaitu kata-kata etiket, etos, moral, moralitas

    dan norma/kaedah. Untuk lebih memahami tentang etika dalam konteks

    organisasi pemerintah, maka dalam kegiatan belajar 1 ini diuraikan dan

    dibahas tentang pengertian, prinsip-prinsip, dan teori-teori tentang etika

    sehingga dapat memahami tentang etika dalam organisasi pemerintah.

    Adapun pemahaman etika, etiket, etos, moral, moralitas, dan

    norma/kaedah adalah sebagai berikut:

    2.1 Pengertian-pengertian

    2.1.1 Etika Secara teori (K. Bertens) pengertian etika meliputi pengertian etika

    sebagai sistem nilai dan pengertian etika sebagai filsafat moral.

    Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (1997), etika diartikan

    sebagai sistem nilai, filsafat moral, dan sebagai kode etik. Istilah

    etika secara etimologi berasal dari bahasa Yunani kuno, yakni

    ethos yang berarti adat istiadat atau kebiasaan. Dalam hal ini,

    etika berkaitan dengan adat istiadat atau kebiasaan hidup yang bagi

    diri seseorang atau masyarakat. Kebiasaan hidup yang baik ini

    dianut dan diwariskan dari satu generasi ke generasi (Dr. A. Sonny

    Keraf, 2002). Etika sering dipahami sebagai ajaran tentang

    bagaimana manusia harus hidup baik sebagai manusia, sehingga

    etika dipahami sebagai ajaran yang berisikan perintah yang harus

    dipatuhi karena tindakan tersebut baik dan benar, dan larangan

    yang harus dihindari atau tidak dilakukan karena tindakan tersebut

    salah.

    Adapun pemahaman tentang pengertian etika, sebagai sistem nilai,

    filsafat moral, dan sebagai kode etik adalah sebagai berikut:

    A. Etika sebagai sistem nilai Dalam pengertian etika sebagai sistem nilai, etika berkaitan

    dengan kebiasaan yang baik, tata cara hidup yang baik, baik

  • 5

    bagi dirinya sendiri, bagi orang lain, masyarakat, organisasi, dan

    lain-lain. Etika sebagai sistem nilai dipahami sebagai pedoman,

    petunjuk, arah bagaimana manusia harus hidup baik sebagai

    manusia. Etika sebagai sistem nilai berisi nilai-nilai sebagai

    pedoman, petunjuk, perilaku yang baik, yaitu bagaimana

    berperilaku baik sebagai manusia. Etika sebagai sistem nilai

    berisi perintah yang harus dipatuhi karena tindakan tersebut baik

    dan benar dan larangan yang tidak boleh dilanggar karena

    tindakan tersebut akibatnya tidak baik atau merugikan.

    B. Etika sebagai Filsafat Moral

    Etika sebagai filsafat moral, sebagai salah satu cabang ilmu

    filsafat, yang mempelajari dan membahas tentang nilai-nilai yang

    dianut oleh manusia beserta pembenarannya.

    Etika sebagai filsafat moral mempunyai pengertian yang lebih

    luas dari pengertian etika sebagai sistem nilai, karena

    pengertian etika sebagai filsafat moral adalah ilmu yang

    membahas dan mengkaji persoalan benar atau salah secara

    moral, tentang bagaimana harus bertindak dalam situasi konkrit

    yang dilematis yaitu situasi yang sulit dimana kita harus memilih

    antara dua kemungkinan yang sama-sama tidak

    menguntungkan. Dalam situasi yang dilematis ini, kita hanya

    dapat memilih salah satu nilai saja yang kita anggap paling baik,

    dan paling benar.

    Etika sebagai filsafat moral merupakan refleksi kritis untuk

    memungkinkan kita menentukan pilihan, untuk menentukan

    sikap, dan untuk bertindak benar sebagai manusia dalam situasi

    konkrit, dilematis dan kritis. Untuk bertindak etis pada situasi

    tersebut tidak ditentukan oleh norma dan nilai moral saja, tetapi

    juga diperlukan suatu evaluasi kritis terhadap semua situasi

    yang terkait, sehingga etika sebagai filsafat moral bersifat

    situasional,

    Menurut K. Bertens (2000), dalam modul etika organisasi oleh

    Drs. Tony Roswiyanto (2005:7-8), dinyatakan bahwa ada 3 (tiga)

    pendekatan dalam memandang etika, yaitu etika deskriptif, etika

    normatif, dan meta etika. Etika deskriptif tidak dapat

    dikelompokkan sebagai cabang filsafat, karena etika deskriptif

  • 6

    hanya menggambarkan, tidak mengevaluasi secara moral. Etika

    deskriptif hanya mempelajari perilaku moral yang dilandasi oleh

    anggapan-anggapan tertentu tentang apa yang baik dan apa

    yang buruk, apa yang dibolehkan dan apa yang tidak

    dibolehkan, dalam kalangan atau kelompok masyarakat tertentu.

    Selanjutnya etika normatif mengevaluasi apakah perilaku

    tertentu dapat diterima atau tidak dapat diterima berdasarkan

    norma-norma moral yang menjunjung tinggi martabat manusia,

    yang menentukan benar atau tidaknya suatu perilaku

    berdasarkan argumentasi yang mengacu pada norma-norma

    moral. Etika normatif terfokus pada perumusan prinsip-prinsip

    moral yang dapat dipertanggung jawabkan secara rasional.

    Selanjutnya Metaetika membahas mengenai bahasa atau logika

    khusus yang digunakan dibidang moral sehingga perilaku etis

    dapat diuraikan secara analitis. Meta etika menilai perilaku baik

    dari sudut moral bukan sekedar karena perilaku itu membantu

    atau meningkatkan martabat orang lain, tetapi perilaku tersebut

    harus memenuhi suatu persyaratan moral tertentu. Etika

    deskriptif tidak dapat dimasukkan dalam kelompok filsafat.

    Sedangkan etika normatif dan meta etika dapat dimasukkan

    dalam kelompok etika sebagai cabang filsafat.

    C. Etika sebagai Kode Etik Pada hakekatnya kode etik diartikan sebagai nilai-nilai/norma-

    norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu

    kelompok dalam mengatur tingkah lakunya (Kamus Besar

    Bahasa Indonesia 1997) Menurut Dr. A. Sonny Keraf (2002),

    kode etik adalah seperangkat aturan moral dalam sebuah

    organisasi mengenai bagaimana semua anggota organisasi

    harus bersikap dan berperilaku, dimana kode etik sebagai

    pedoman bersikap dan berperilaku (code of conduct). Menurur Drs. Tony Rooswiyanto, M.sc, 2005:23), kode etik diartikan

    sebagai nilai-nilai, norma-norma, atau kaedah-kaedah untuk

    mengatur perilaku moral dari suatu profesi melalui ketentuan-

    ketentuan tertulis yang harus ditaati setiap anggota organisasi.

  • 7

    2.1.2 Moral Moral berasal dari Bahasa Latin mos (jamak: mores) yang

    berarti: kebiasaan, adat. Secara etimologi kata moral berarti adat

    istiadat kebiasaan. Moral dapat diartikan sebagai semangat atau

    dorongan batin dalam diri seseorang untuk melalkukan atau tidak

    melakukan sesuatu, yang dilandasi oleh nilai-nilai tertentu yang

    diyakini, sebagai sesuatu yang baik atau buruk oleh seseorang atau

    organisasi sehingga dapat membedakan mana yang harus

    dilakukan dan mana yang tidak seharusnya dilakukan.

    2.1.3 Moralitas

    Moralitas dimaksudkan untuk menentukan seberapa jauh seseorang

    memiliki dorongan untuk melakukan atau tidak melakukan

    perbuatan yang sesuai dengan prinsip-prinsip etika.

    Moralitas merupakan kesesuaian sikap dan perilaku seseorang

    dengan norma-norma yang ada, yang terkait dengan baik buruknya

    suatu perbuatan. Moralitas merupakan salah satu instrumen

    kemasyarakatan apabila suatu kelompok sosial menghendaki

    adanya penuntun tindakan (action guide) untuk segala pola hidup

    dan perilaku yang dikenal sebagai pola sikap dan perilaku yang

    bermoral. Selanjutnya moralitas dimaksudkan untuk menentukan

    sejauh mana seseorang memiliki dorongan untuk melakukan

    tindakan sesuai dengan prinsip etika-etika moral (Drs Desi Fernanda

    M.Soc.Sc, 2006:4-5.)

    2.1.4 E t o s Dalam bahasa Inggris ethos berarti ciri-ciri atau sikap dari individu,

    masyarakat, atau budaya terhadap kegiatan tertentu. Apabila ada

    istilah etos kerja, maka ini dimaksudkan sebagai ciri-ciri atau sikap

    seseorang atau sekelompok orang terhadap kerja. Dalam etos kerja

    terkandung nilai-nilai positif dari pribadi atau kelompok yang

    melaksanakan kerja, seperti disiplin, tanggungjawab, dedikasi,

    integritas, transparansi, dan sebagainya.

    Menurut Magnis Suseno SJ, (1992-120), etos dipandang sebagai

    semangat dan sikap batin tetap seseorang atau sekelompok orang

    terhadap kegiatan tertentu yang di dalamnya termuat nilai-nilai moral

    tertentu. Etos kerja merupakan sifat dasar seseorang dan

  • 8

    sekelompok orang dalam melakukan sesuatu pekerjaan. Etos kerja

    bisa kuat atau lemah, positif atau negatif, akan terlihat pada saat

    seseorang tersebut mengalami hambatan atau tantangan dalam

    pekerjaannya. Etos kerja seorang individu akan sangat dipengaruhi

    oleh etos kelompok, yaitu etos orang-orang yang ada disekitarnya.

    Seorang pegawai yang pada awalnya memiliki etos kerja yang tinggi

    bisa berubah menjadi misalnya malas, tidak bertanggung jawab

    terhadap pekerjaannya, atau menghindari pekerjaan akibat

    terpengaruh oleh teman-teman kerjanya yang memiliki etos kerja

    rendah. Etos kerja di sini jelas menunjukkan suasana khas yang

    meliputi bidang kerja seseorang yang terbentuk oleh sifat dan sikap

    yang dapat dipahami secara moral.

    2.1.5 Etiket Kata lain yang hampir sama dengan etika, yaitu etiket. Etiket berasal

    dari bahasa Inggris etiquette yang berarti aturan untuk hubungan

    formal atau sopan santun. Pemakaian kata etiket, misalnya tampak

    pada kombinasi etiket pergaulan, etiket makan, dan sebagainya.

    Etiket tidak sama dengan etika, meskipun ada kaitannya. Kaitan

    antara etiket dan etika adalah sama-sama mengacu pada norma

    atau aturan. Etika mengacu pada norma moral, sedangkan etiket

    mengacu pada norma kelaziman.

    Ada beberapa perbedaan yang sangat penting antara etika dan

    etiket. Bertens (2000: 8-11) dalam modul etika organisasi

    pemerintah (Drs. Tonny Rooswiyanto, 2005:5-7) mengemukakan

    perbedaan yang mendasar antara etika dan etiket sebagai berikut :

    Etiket menunjukkan cara (yang dianggap tepat dan diterima)

    suatu tindakan yang harus dilakukan manusia dalam suatu

    kalangan tertentu. Sebaliknya, etika berkaitan dengan apakah

    suatu tindakan boleh dilakukan atau tidak boleh dilakukan dalam

    suatu kehidupan manusia.

    Etiket hanya berlaku jika ada orang atau pihak lain yang

    menyaksikan suatu tindakan. Sebaliknya, etika berlaku ketika

    orang atau pihak lain menyaksikan maupun tidak menyaksikan.

    Etiket bersifat relatif, sangat tergantung pada anggapan

    kalangan atau budaya yang memberlakukan etiket. Selanjutnya

  • 9

    etika bersifat universal yang berlaku pada semua kalangan dan

    budaya.

    2.2 Prinsip-prinsip Etika Dalam buku Adler tertuang 6 prinsip dasar yang merupakan landasan

    prinsipil dari etika. Adler dalam bukunya The Great Ideas menetapkan 6

    prinsip dasar tersebut merupakan 6 Idea Agung (The Six Great Ideas)

    yang merupakan landasan prinsipil dari etika, yang selanjutnya dikenal

    sebagai prinsip-prinsip etika.

    Prinsip-prinsip etika tersebut yang tertulis dalam modul etika birokrasi

    (Drs. Supriyadi 2001) secara garis besarnya adalah sebagai berikut:

    2.2.1 Prinsip Keindahan (Beauty)

    Prinsip ini mengatakan bahwan hidup dan kehidupan manusia itu

    sendiri merupakan keindahan. Berdasarkan prinsip ini, etika

    manusia adalah berkaitan atau memperhatikan nilai-nilai keindahan,

    misalnya seseorang memerlukan penampilan yang serasi dan indah

    dalam berpakaian, pengelolaan kantor dilandasi oleh nilai-nilai

    keindahan yang meningkatkan semangat dalam bekerja bagi

    anggota organisasi.

    Prinsip ini mendasari bahwa kehidupan manusia sesungguhnya

    merupakan keindahan, misalnya adanya rasa kasih sayang antara

    sesama, kedamaian, berpenampilan indah, suasana yang kondusif,

    berpenampilan menarik, dan lain-lain, yang secara keseluruhan

    merupakan suatu keindahan dalam kehidupan manusia.

    2.2.2 Prinsip Persamaan (Equality) Dalam prinsip persamaan, hakekat kemanusiaan menghendaki

    adanya persamaan antara manusia yang satu dengan yang lain.

    Setiap manusia yang lahir sebagai makhluk ciptaan Tuhan memiliki

    hak dan kewajiban yang sama atau sederajat, karena kedudukan

    manusia adalah sama dihadapan Tuhan. Meskipun manusia terdiri

    dari beberapa bangsa, ras, etnis, sikap, dan pola pikir yang

    beragam, tidak sama satu sama lain, namun semua perbedaan

    tersebut bukan merupakan alasan untuk memperlakukan tidak

    sama terhadap semua manusia sebagai ciptaan Tuhan yang

    mempunyai derajat yang sama dalam kehidupan. Etika yang

  • 10

    dilandasi persamaan menghapuskan perilaku diskriminatif. Jadi

    manusia harus diperlakukan sama, tidak diskriminatif.

    Etika yang dilandasi prinsip persamaan ini tidak membenarkan

    perilaku diskriminatif dalam berbagai aspek interaksi manusia.

    Pemerintah tidak dapat membedakan tingkat pelayanan terhadap

    masyarakat karena kedudukan mereka adalah sama.

    2.2.3 Prinsip Kebaikan (Goodness) Secara umum kebaikan diartikan sebagai sifat atau karakterisasi

    dari sesuatu yang menimbulkan pujian. Sebagai contoh: kebaikan

    yang diterima umum, misalnya saling menghormati, saling berbuat

    baik, saling kasih-mengasihi, sayang sesama manusia, dan lain-lain.

    Prinsip kebaikan bersifat universal, karena prinsip kebaikan sangat

    erat kaitannya dengan hasrat dan cita manusia. Dalam

    pemerintahan, tujuan penyelenggaraan pemerintahan dan

    pembangunan pada dasarnya adalah untuk menciptakan kebaikan

    dan perbaikan bagi rakyat/masyarakat.

    2.2.4 Prinsip Keadilan (Justice) Secara umum keadilan dapat diartikan bahwa setiap orang

    menerima apa yang seharusnya diterima, sehingga merasa adil

    karena apa yang diterima sesuai apa yang seharusnya diterima.

    Keadilan ialah kemauan yang tetap dan kekal untuk memberikan

    kepada setiap orang secara proporsional.

    2.2.5 Prinsip Kebebasan (Liberty)

    Secara umum kebebasan dapat diartikan bahwa setiap orang

    berhak menentukan pilihannya, apa yang baik untuk dirinya. Setiap

    orang bebas melakukan atau tidak melakukan sesuai pilihannya,

    dengan ketentuan jangan melanggar kebebasan orang lain. Tidak

    ada kebebasan tanpa tanggung jawab, artinya hak menentukan

    pilihan dalam hidupnya yang merupakan kebebasan harus dapat

    dipertanggungjawabkan, jangan sampai merugikan orang lain atau

    masyarakat. Semakin besar kebebasan yang dimiliki, akan semakin

    besar tanggung jawabnya.

    Dengan demikian kebebasan manusia mengandung pengertian,

    yaitu :

  • 11

    Kemampuan untuk menentukan pilihan untuk dirinya sendiri.

    Kesanggupan untuk mempertanggungjawabkan, kebebasan

    untuk menentukan pilihannya sendiri.

    Syarat-syarat yang memungkinkan manusia melaksanakan

    kebebasannya dalam menentukan pilihannya beserta

    konsekuensi atas kebebasannya tersebut.

    Tidak ada kebebasan tanpa tanggung jawab, demikian pula tidak

    ada tanggung jawab tanpa kebebasan.

    2.2.6 Prinsip Kebenaran (Truth)

    Kebenaran yang mutlak hanya dapat dibuktikan dengan keyakinan.

    Kebenaran harus dibuktikan kepada masyarakat agar masyarakat

    merasa yakin akan kebenaran tersebut. Untuk itu kita perlu menjembatani antara kebenaran dalam pemikiran (truth in mind),

    dengan kebenaran dalam kenyataan ( truth in reality) atau

    kebenaran yang terbuktikan. Betapapun doktrin etika tidak selalu

    dapat diterima apabila kebenaran yang terdapat didalamnya belum

    dapat dibuktikan. Namun adapula kebenaran mutlak yang dapat

    dibuktikan dengan keyakinan, bukan dengan fakta yang ditelaah

    oleh ilmu teologi dan ilmu agama.

    Keenam Ide Agung dari Adler, yang selanjutnya dikenal dengan

    istilah Prinsip-prinsip Etika, mendasari hubungan antarmanusia

    dengan lingkungannya, karena dalam etika harus menjamin

    terciptanya keindahan, persamaan, kebaikan, keadilan, kebebasan,

    dan kebenaran bagi setiap orang. Prinsip-prinsip etika tersebut

    merupakan landasan prinsipiil dari etika.

    2.3 Teori-teori etika

    Teori-teori etika akan memberi jawaban bagaimana kita harus bertindak

    etis ketika kita menghadapi situasi konkrit. Teori etika ini terdiri dari

    Etika Deontologi, Etika Teleologi dan Etika Keutamaan. Menurut Dr. A.

    Sonny Keraf (2002), teori-teori etika tersebut adalah sebagai berikut:

    2.3.1 Etika Deontologi Istilah Deontologi berasal dari kata Yunani deon, yang berarti

    kewajiban, sedangkan logos berarti pengetahuan. Menurut Etika

  • 12

    Deontologi, suatu tindakan dinilai baik atau buruk berdasarkan

    apakah tindakan itu sesuai atau tidak dengan kewajiban sesuai

    dengan nilai-nilai, norma-norma moral yang berlaku. Apabila suatu

    tindakan baik secara moral, maka menjadi kewajiban kita untuk

    melakukan, sebaliknya, suatu tindakan buruk secara moral, maka

    menjadi kewajiban kita untuk menghindari atau tidak melakukannya.

    Etika deontologi menekankan motivasi, kemauan yang kuat untuk

    bertindak.

    Dengan demikian, Etika Deontologi sama sekali tidak

    mempersoalkan apakah akibat dari tindakan tersebut baik atau

    tidak. Emmanuel Kant (1734-1804) berpendapat, tindakan yang

    baik atau tindakan yang memiliki moral adalah : (1) Tindakan yang

    dijalankan sesuai dengan kewajiban. Segala tindakan yang

    bertentangan dengan kewajiban merupakan tindakan yang tidak

    baik. (2) Tindakan yang dilakukan berdasarkan kewajiban tersebut

    harus didasarkan pada kemauan baik, bukan karena paksaan.

    Hukum moral menurut Kant adalah bersifat universal karena

    dianggap sebagai perintah tak bersyarat, artinya hukum moral itu

    berlaku bagi semua orang pada segala situasi dan tempat. Oleh

    karena itu hukum moral tertanam dalam hati nurani setiap orang

    sebagai makluk ciptaan Tuhan.

    Ada 2 (dua) prinsip hukum moral yang bersifat yang universal

    merupakan perintah tidak bersyarat, yaitu :

    1) Prinsip universalitas Bertindaklah hanya atas dasar perintah yang kamu sendiri

    kehendaki sehingga akan menjadi sebuah hukum universal,

    karena kita mempunyai kewajiban untuk mematuhi apa yang kita

    anggap benar, karena kita yakin bahwa apa yang kita anggap

    benar, juga dianggap benar oleh orang lain.

    2) Prinsip hormat kepada manusia sebagai tujuan pada dirinya

    Bertindaklah sedemikian rupa agar kita memperlakukan

    manusia, apakah diri kita sendiri, maupun orang lain,

    berorientasi kepada tujuan pada dirinya sendiri dan tidak pernah

    hanya sebagai alat.

  • 13

    Menurut Kant, manusia mempunyai harkat dan martabat yang

    luhur dan karena itu tidak boleh diperlakukan secara tidak adil,

    ditindas atau diperas demi kepentingan lain. Kita juga tidak

    boleh membiarkan diri kita diperalat, diperlakukan secara

    sewenang-wenang, bahkan kita tidak boleh memperbudak diri

    kita demi uang atau kekuasaan karena ini bertentangan dengan

    prinsip hormat akan pribadi manusia sebagai tujuan pada dirinya

    sendiri.

    Menurut Etika Deontologi, lakukan apa yang menjadi kewajiban

    Anda, karena suatu tindakan yang bernilai moral, maka tindakan itu

    dilaksanakan berdasarkan kewajiban yang memang harus

    dilaksanakan, terlepas dari tujuan atau akibat dari tindakan itu.

    2.3.2 Etika Teleologi Teleologi berasal dari kata Yunani telos, yang berarti tujuan. Etika

    Teleologi berbeda dengan Etika Deontologi, karena Etika Teleologi

    tidak menilai perilaku atas dasar kewajiban, tetapi atas dasar tujuan

    atau akibat dari suatu tindakan. Jadi Etika Teleologi menilai suatu

    tindakan baik atau buruk berdasarkan tujuan atau akibat yang baik.

    Sebaliknya, suatu tindakan dinilai buruk, apabila bertujuan atau

    berakibat buruk. Etika Teleologi dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu (1)

    egoisme etis dan (2) utilitarianisme yang penjelasannya adalah

    sebagai berikut: (1) Egoisme etis menilai bahwa suatu tindakan

    dianggap baik, apabila bertujuan atau berakibat baik bagi dirinya sendiri. Meskipun suatu tindakan dalam pandangan egoisme etis

    bersifat egoistis, tindakan ini dipandang baik secara moral dengan

    alasan bahwa setiap orang boleh memperoleh kebahagiaan atau

    memaksimumkan kesejahteraannya. Sebaliknya, suatu tindakan

    dipandang buruk secara moral, apabila sebagai akibat dari tindakan

    itu orang menderita atau sengsara, (2) Utilitarianisme menilai suatu

    tindakan baik, berdasarkan penilaian apakah perbuatan tersebut

    membawa akibat yang baik bagi banyak orang. Etika utilitarianisme

    dikembangkan pertama kali oleh Jeremy Bentam (1748 1832).

    Persoalan yang ada pada zaman tersebut adalah bagaimana

    mengevaluasi baik-buruknya berbagai kebijakan secara moral.

    Misalnya, dalam menilai suatu kebijakan publik, kriteria apa yang

  • 14

    dapat dipakai sebagai dasar penilaian. Hal ini penting karena

    kebijakan publik sangat mungkin dapat diterima oleh suatu

    kelompok karena dianggap menguntungkan, tetapi ditolak oleh

    kelompok lain karena dianggap merugikan.

    Bagi Bentam ada 3 (tiga) kriteria sebagai dasar obyektif yang

    dipakai untuk menilai suatu kebijakan publik tersebut baik dan

    buruk secara moral, sebagai berikut:

    Kriteria pertama adalah manfaat, yaitu apakah kebijakan itu

    suatu tindakan yang mendatangkan manfaat tertentu. Jadi kalau

    kebijakan publik itu mendatangkan manfaat, kebijakan publik itu

    dianggap baik dan benar secara moral.

    Kriteria kedua manfaat yang lebih besar atau terbesar, yaitu

    suatu kebijakan baik, apabila memberikan manfaat lebih besar

    atau terbesar dibandingkan dengan kebijakan atau tindakan

    lainnya. Atau dalam hal di mana semua kebijakan atau tindakan

    yang tersedia ternyata sama-sama mendatangkan kerugian,

    maka tindakan yang baik adalah tindakan yang mendatangkan

    kerugian yang terkecil.

    Kriteria ketiga adalah manfaat lebih besar atau terbesar bagi

    sebanyak mungkin orang, yaitu kebijakan publik dinilai baik

    kalau manfaat terbesar yang dihasilkan berguna bagi sebanyak

    mungkin orang. Semakin banyak orang mendapatkan manfaat,

    semakin baik kebijakan atau tindakan tersebut. Di antara

    beberapa kebijakan atau tindakan yang sama-sama memberikan

    manfaat, pilihlah yang manfaatnya terbesar, dan di antara yang

    manfaat terbesar, pilihlah yang manfaatnya dinikmati paling

    banyak orang.

    Prinsip yang dianut oleh utilitarianisme adalah berbuatlah

    sedemikian rupa agar tindakan itu mendatangkan manfaat yang

    lebih besar atau terbesar bagi sebanyak mungkin orang.

    2.3.3 Etika Keutamaan

    Etika Keutamaan tidak mempersoalkan akibat suatu tindakan, juga

    tidak mengacu kepada norma-norma dan nilai-nilai universal untuk

    menilai moral, karena etika Keutamaan lebih memfokuskan pada

    pengembangan watak moral pada diri setiap orang. Nilai moral

    muncul dari pengalaman hidup teladan dari tokoh-tokoh besar

  • 15

    dalam suatu masyarakat dalam menyikapi persoalan-persoalan

    hidup. Nilai moral bukan terbentuk atau muncul dalam bentuk

    adanya aturan berupa larangan atau perintah, tetapi muncul dalam

    bentuk teladan moral dari tokoh-tokoh suatu masyarakat seperti

    kejujuran, ketulusan, kasih sayang, kemurahan hati, rela berkorban,

    dan lain-lain.

    Menurut teori Etika Keutamaan, orang bermoral atau pribadi

    bermoral ditentukan oleh kenyataan seluruh hidupnya, yaitu

    bagaimana dia hidup baik sebagai manusia, jadi, bukan tindakan

    satu per satu yang menentukan kualitas moralnya. Pribadi bermoral

    adalah pribadi yang bersikap, dan berperilaku terpuji sepanjang

    hidupnya dalam menyikapi semua situasi yang dihadapi. Menurut teori Etika Keutamaan, yang dicari adalah keutamaan, excellence,

    kepribadian moral yang menonjol, yaitu pribadi yang berprinsip,

    yang mempunyai integritas moral yang tinggi sebagaimana

    dipelajarinya dari tokoh-tokoh besar dalam hidupnya. Pribadi yang

    bermoral adalah orang yang adil sepanjang hidupnya, bukan

    sekedar melakukan tindakan yang adil dan baik, melainkan selalu

    adil sepanjang hidupnya dan melakukan hal yang baik. Pribadi yang

    bermoral adalah orang yang berhasil mengembangkan sikap dan

    perilaku yang baik dan bermoral melalui kebiasaan hidup yang baik,

    artinya dia selalu bersikap dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai

    dan prinsip-prinsip moral sepanjang hidupnya tetapi dia sehari-hari

    memang orang yang baik.

    Keunggulan Etika Keutamaan adalah bahwa moralitas dalam suatu

    masyarakat dibangun melalui sejarah atau cerita. Melalui sejarah

    atau cerita disampaikan pesan-pesan moral, nilai-nilai, dan berbagai

    keutamaan moral agar dapat ditiru dan dihayati oleh semua anggota

    masyarakat. Masyarakat belajar moralitas melalui keteladanan nyata

    dari tokoh-tokoh, para pemimpin, orang yang dihormati dalam

    masyarakat. Keutamaan moral tidak diajarkan melalui indoktrinasi,

    perintah, larangan, tetapi melalui keteladanan dan contoh nyata,

    khususnya dalam menentukan sikap dalam situasi yang dilematis.

    Etika Keutamaan sangat menghargai kebebasan dan rasionalitas,

    yaitu setiap orang mempergunakan akal budinya untuk menafsirkan

    sendiri pesan moral tersebut, sehingga terbuka bagi setiap orang

    menerapkan moral yang khas bagi dirinya, dan ini akan membuat

  • 16

    kehidupan moral akan menjadi kaya karena oleh berbagai

    penafsiran.

    Meskipun demikian, Etika Keutamaan memiliki kelemahan, yaitu

    ketika berbagai kelompok masyarakat memunculkan berbagai

    keutamaan moral yang berbeda-beda sesuai dengan pendapat

    masing-masing. Dalam masyarakat modern di mana cerita atau

    dongeng cenderung tidak lagi memperoleh tempat, maka moralitas

    dapat kehilangan relevansinya. Demikian juga, apabila di dalam

    masyarakat sulit ditemukan tokoh masyarakat yang baik dijadikan

    teladan moral, maka moralitas akan mudah hilang dari masyarakat

    tersebut. Dalam masyarakat kita sekarang, sangat sulit menemukan

    keteladanan moral dari tokoh-tokoh besar yang dihormati, sehingga

    yang kita dapatkan adalah keteladanan semu, sebagai contoh

    bagaimana menjadi kaya melalui cara yang tidak halal, atau

    berbisnis dengan keuntungan besar tetapi dengan cara tidak jujur.

    Namun demikian, ada hal yang menarik dari Etika Keutamaan ini,

    yaitu menuntut kita untuk membangun watak, karakter, dan

    kepribadian moral, berdasarkan keteladanan moral. Secara implisit

    aparatur pemerintah adalah sebagai pelayan publik maka

    diharapkan dapat memberikan keteladanan moral yang dapat

    diandalkan.

    2.4 RANGKUMAN

    Untuk memahami etika dalam konteks organisasi pemerintah, diuraikan

    dan dibahas kata-kata yang hampir mirip dengan etika dalam komunikasi

    sehar-hari yaitu etiket, etos, moral, moralitas. Etika dalam kehidupan

    diartikan sebagai nilai-nilai atau norma-norma moral yang mendasari

    perilaku manusia. Sedangkan moralitas merupakan kesesuaian sikap dan

    perilaku seseorang dengan norma-norma yang ada, yang mempunyai

    kaitan dengan baik atau buruknya suatu perbuatan. Di sisi lain, etos

    berarti ciri-ciri dari suatu masyarakat atau budaya terhadap kegiatan

    tertentu, dan apabila ada istilah etos kerja diartikan sebagai ciri-ciri atau

    sikap seseorang atau sekelompok orang terhadap kerja. Dalam etos kerja

    terkandung nilai-nilai positif dari pribadi atau kelompok yang

    melaksanakan kerja, seperti disiplin, tanggung jawab, dedikasi, integritas,

    transparansi, dan sebagainya.

  • 17

    Selanjutnya kata yang hampir sama dengan etika yaitu etiket berarti

    hubungan formal atau sopan santun. Dalam pengertian ini, etiket

    mempunyai perbedaan yang mendasar bila dibandingkan dengan etika.

    Pertama, etiket menunjukkan suatu tindakan yang harus dilakukan dalam

    suatu kalangan tertentu, sedangkan etika berkaitan dengan norma moral,

    apakah suatu tindakan boleh dilakukan atau tidak dan berlaku umum.

    Kedua, etiket hanya berlaku ketika ada orang atau pihak lain yang

    menyaksikan suatu tindakan, sedangkan etika berlaku baik ketika ada

    orang atau pihak lain yang menyaksikan atau tidak. Ketiga, etiket lebih

    bersifat relatif, tergantung pada anggapan dari suatu kalangan atau

    budaya yang memberlakukan etiket, sebaliknya, etika lebih bersifat

    universal karena memberikan pedoman moral untuk semua kalangan

    atau budaya.

    Secara teori etika diartikan sebagai sistem nilai dan sebagai filsafat moral.

    Selanjutnya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002), etika diartikan

    sebagai sistem nilai, filsafat moral, dan sebagai kode etik. Etika sebagai

    sistem nilai adalah sebagai pedoman hidup atau petunjuk, arah

    bagaimana manusia hidup baik sebagai manusia. Etika sebagai filsafat

    moral yaitu etika sebagai refreksi kritis, bagaimana manusia harus

    bersikap dan bertindak dalam situasi konkrit, situasi dilematis, atau situasi

    kritis. Etika sebagai kode etik diartikan sebagai nilai-nilai, norma-norma,

    atau kaedah-kaedah untuk mengatur perilaku moral dari suatu profesi

    melalui ketentuan-ketentuan tertulis yang harus dipenuhi dan ditaati

    setiap anggota profesi.

    Selain pengertian etika, juga diuraikan tentang teori-teori etika, yaitu etika

    deontologi, etika teologi, dan etika keutamaan, serta prinsip-prinsip etika

    dari Adler, yaitu: (1) Prinsip keindahan, (2) Prinsip persamaan, (3) Prinsip

    kebaikan, (4) Prinsip keadilan, (5) Prinsip kebebasan, dan (6) Prinsip

    kebenaran.

  • 18

    2.5 LATIHAN 1

    1. Uraikan secara garis besar tentang pengertian etika, etos, dan moral. 2. Jelaskan perbedaan yang mendasar antara etika dan etiket. 3. Uraikan secara garis besar pengertian etika sebagai sistem nilai,

    filsafat moral, dan sebagai kode etik.

    4. Jelaskan tentang perbedaan teori-teori etika yaitu etika deontologi, teleologi, dan etika keutamaan.

    5. Sebutkan prinsip-prinsip etika dari Adler.

  • 19

    3. Kegiatan Belajar 2

    ETIKA KEHIDUPAN BERBANGSA

    Dalam rangka mewujudkan cita-cita luhur bangsa Indonesia sebagaimana

    termaktub dalam Pembukaan UUD 1945, diperlukan pencerahan sekaligus

    pengamalan etika kehidupan berbangsa bagi seluruh bangsa Indonesia. Etika

    kehidupan berbangsa dewasa ini mengalami kemunduran yang turut

    menyebabkan terjadinya krisis multidimensi, sehingga diperlukan adanya

    rumusan tentang pokok-pokok etika kehidupan berbangsa sebagai acuan

    bagi pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia dalam rangka menyelamatkan

    dan meningkatkan mutu kehidupan berbangsa.

    3.1 Pengertian, Maksud dan Tujuan Etika kehidupan berbangsa merupakan rumusan yang bersumber dari

    ajaran agama, khususnya yang bersifat universal, dan nilai-nilai luhur

    budaya bangsa yang tercermin dalam Pancasila sebagai acuan dasar

    dalam berpikir, bersikap, dan bertingkah laku dalam kehidupan

    berbangsa.

    Rumusan tentang etika kehidupan berbangsa disusun dengan maksud

    untuk memberikan penyadaran tentang pentingnyan arti etika dan moral

    dalam kehidupan berbangsa. Etika kehidupan berbangsa dirumuskan

    dengan tujuan menjadi acuan dasar untuk meningkatkan kualitas manusia

    indonesia yang beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia serta

    berkepribadian Indonesia dalam kehidupan berbangsa.

    3.2 Pokok-Pokok Etika Kehidupan Berbangsa Pokok-pokok etika kehidupan berbangsa mengedepankan kejujuran,

    amanah, keteladanan, sportivitas, disiplin, etos kerja, kemandirian, sikap

    toleransi, rasa malu, tanggung jawab, menjaga kehormatan, serta

    martabat diri sebagai warga bangsa.

    Pokok-pokok etika kehidupan berbangsa mengacu pada cita-cita

    persatuan dan kesatuan, ketahanan, kemandirian, keunggulan dan

    kejayaan, serta kelestarian lingkungan yang dijiwai oleh nilai-nilai agama

    dan nilai-nilai luhur budaya bangsa.

    3.3 Ruang Lingkup Etika Kehidupan Berbangsa

  • 20

    Etika kehidupan berbangsa memiliki ruang lingkup yang mencakup: (1)

    Etika Sosial Budaya, (2) Etika Politik dan Pemerintahan, (3) Etika

    Ekonomi dan Bisnis, (4) Etika Penegakan Hukum yang berkeadilan, (5)

    Etika Lingkungan

    Adapun uraian ruang lingkup Etika Kehidupan Berbangsa yang tertuang

    dalam TAP MPR No.VI/ MPR/ 2001 adalah sebagai berikut:

    3.3.1 Etika Sosial dan Budaya Etika sosial dan budaya bertolak dari rasa kemanusiaan yang

    mendalam dengan menampilkan kembali sikap jujur, saling peduli,

    saling memahami, saling menghargai, saling mencintai, dan saling

    menolong diantara sesama manusia dan warga bangsa. Sejalan

    dengan itu, perlu menumbuhkankembangkan kembali budaya malu,

    yakni malu berbuat kesalahan dan semua yang bertentangan

    dengan moral agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa. Untuk itu,

    juga perlu ditumbuhkembangkan kembali budaya keteladanan yang

    harus diwujudkan dalam perilaku para pemimpin baik formal

    maupun informal pada setiap lapisan masyarakat.

    Etika ini dimaksudkan untuk menumbuhkan dan mengembangkan

    kembali kehidupan berbangsa yang berbudaya tinggi dengan

    menggugah, menghargai, dan mengembangkan budaya nasional

    yang bersumber dari budaya daerah agar mampu melakukan

    adaptasi, interaksi dengan bangsa lain, dan tindakan proaktif sejalan

    dengan tuntutan globalisasi.

    Untuk itu, diperlukan penghayatan dan pengamalan agama yang

    benar, kemampuan adaptasi, ketahanan, dan kreativitas budaya dari

    masyarakat.

    3.3.2 Etika Politik dan Pemerintahan Etika politik dan pemerintahan dimaksudkan untuk mewujudkan

    pemerintahan yang bersih, efisien dan efektif serta menumbuhkan

    suasana politik yang demokratis yang bercirikan keterbukaan, rasa

    tanggung jawab, tanggap akan aspirasi rakyat, menghargai

    perbedaan, jujur dalam persaingan, kesediaan untuk menerima

    pendapat yang lebih benar, serta menjunjung tinggi hak asasi

    manusia dan keseimbangan hak dan kewajiban dalam kehidupan

    berbangsa.

  • 21

    Etika pemerintahan mengamanatkan agar penyelenggara negara

    memiliki rasa kepedulian tinggi dalam memberikan pelayanan

    kepada publik, siap mundur apabila merasa dirinya telah melanggar

    kaidah dan sistem nilai ataupun dianggap tidak mampu memenuhi

    amanah masyarakat, bangsa, dan negara.

    Masalah potensial yang dapat menimbulkan permusuhan dan

    pertentangan diselesaikan secara musyawarah dengan penuh

    kearifan dan kebijaksanaan sesuai dengan nilai-nilai agama dan

    nilai-nilai luhur budaya, dengan tetap menjunjung tinggi perbedaan

    sebagai sesuatu yang manusiawi dan alamiah. Etika politik dan

    pemerintahan diharapkan mampu menciptakan suasana harmonis

    antar pelaku dan antar kekuatan sosial politik, serta antar kelompok

    kepentingan lainnya untuk mencapai sebesar-besarnya kemajuan

    bangsa dan negaradengan mendahulukan kepentingan bersama

    daripada kepentingan pribadi dan golongan.

    Etika politik dan pemerintahan mengandung misi kepada setiap

    pejabat dan elit politik untuk bersikap jujur, amanah, sportif, siap

    melayani, berjiwa besar, memiliki keteladanan, rendah hati, dan siap

    untuk mundur dari jabatan publik apabila terbukti melakukan

    kesalahan secara moral kebijakannya bertentangan dengan hukum

    dan rasa keadilan masyarakat. Etika ini diwujudkan dalam bentuk,

    sikap yang bertata krama dalam perilaku politik yang toleran, tidak

    berpura-pura, tidak arogan, jauh dari sikap munafik, serta tidak

    melakukan kebohongan publik, tidak manipulatif dan berbagai

    tindakan yang tidak terpuji lainnya.

    3.3.3 Etika Ekonomi dan Bisnis Etika ekonomi dan bisnis dimaksudkan agar prinsip dan perilaku

    ekonomi dan bisnis, baik oleh perseorangan, instansi, maupun

    pengambil keputusan dalam bidang ekonomi dapat melahirkan

    kondisi dan realitas ekonomi yang bercirikan persaingan yang jujur,

    berkeadilan, mendorong perkembangannya etos kerja ekonomi,

    daya tahan ekonomi, dan kemampuan saing, dan terciptanya

    suasana kondusif untuk pemberdayaan ekonomi yang berpihak

    pada rakyat kecil melalui kebijakan secara berkesinambungan. Etika

    ini mencegah terjadinya praktek-praktek monopoli, oligopoli,

    kebijakan ekonomi yang mengarah kepada perbuatan korupsi,

  • 22

    kolusi, dan nepotisme, diskriminasi yang berdampak negatif

    terhadap persaingan sehat, dan keadilan, serta menghindarkan

    perilaku menghalalkan segala cara dalam memperoleh keuntungan.

    3.3.4 Etika Penegakan Hukum yang Berkeadilan

    Etika penegakan hukum yang berkeadilan dimaksudkan untuk

    menumbuhkan kesadaran bahwa tertib sosial, ketenangan dan

    keteraturan hidup bersama hanya dapat diwujudkan denga ketaatan

    terhadap hukum dan seluruh peraturan yang berhak kepada

    keadilan. Supremasi dan kepastian hukum sejalan dengan upaya

    pemenuhan rasa keadilan yang hidup dan berkembang didalam

    masyarakat. Etika ini menicayakan penegakan hukum secara adil,

    perilaku yang sama dan tidak diskriminatif terhadap setiap warga

    negara dihadapan hukum, dan menghindarkan penggunaan hukum

    secara salah sebagai alat kekuasaan dan bentuk-bentuk manipulasi

    hukum lainnya.

    3.3.5 Etika Keilmuan

    Etika Keilmuan dimaksudkan untuk menjunjung tinggi nilai-nilai

    kemanusiaan, ilmu pengetahuan dan teknologi agar warga, bangsa

    mampu menjaga harkat dan martabatnya, berpihak kepada

    kebenaran untuk mencapai kemaslahatan dan kemajuan sesuai

    dengan nilai-nilai agama dan budaya. Etika ini diwujudkan secara

    pribadi ataupun konektif dalam karsa, cipta dan karya yang

    tercermin dalam perilaku kreatif, inovatif, inventif, dan komunikatif

    dalam kegiatan membaca, belajar, meneliti, menulis, berkarya serta

    menciptakan iklim kondusif bagi pengembangan ilmu pengetahuan

    dan teknologi.

    Etika Keilmuan menegaskan pentingnya budaya kerja keras dengan

    menghargai dan memanfaatkan waktu, disiplin dalam berpikr dan

    berbuat, serta menepati janji dan komitmen diri untuk mencapai

    hasil yang terbaik. Disamping itu, etika ini mendorong tumbuhnya

    kemampuan menghadapi hambatan, rintangan dan tantangan

    dalam kehidupan, mampu mengubah tantangan menjadi peluang,

    mampu menumbuhkan kreativitas untuk penciptaan kesempatan

    baru, dan tahan uji, serta pantang menyerah.

  • 23

    3.3.6 Etika Lingkungan

    Etika lingkungan menegaskan pentingnya kesadaran, menghargai,

    dan melestarikan lingkungan hidup, serta penataan dan tata ruang

    secara berkelanjutan dan bertanggung jawab.

    Berdasarkan hal-hal tersebut diatas dapat dinyatakan bahwa Etika

    kehidupan berbangsa yang tertuang dalam TAP MPR No. VI/MPR/2001

    dalam konteks organisasi adalah sebagai berikut:

    1. Etika kehidupan berbangsa ditetapkan untuk meningkatkan kualitas

    bangsa Indonesia termasuk PNS untuk mewujudkan cita-cita luhur

    bangsa Indonesia.

    2. Merupakan rumusan yang bersumber dari ajaran agama, khususnya

    yang bersifat universal dan nilai-nilai luhur budaya bangsa yang

    tercermin dalam Pancasila

    3. Bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia termasuk

    PNS menjadi manusia yang beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia

    serta berkepribadian Indonesia dalam kehidupan berbangsa.

    4. Pokok-pokok etika kehidupan berbangsa mengkedepankan kejujuran,

    amanah, keteladanan, sportivitas, disiplin, etos kerja, kemandirian,

    sikap toleransi, rasa malu, tanggung jawab, dan menjaga kehormatan

    sebagai warga bangsa,

    5. Etika kehidupan berbangsa sebagai acuan dasar berpikir, bersikap,

    dan berperilaku seluruh bangsa Indonesia termasuk PNS dalam

    rangka meningkatkan mutu kehidupan berbangsa.

    Berdasarkan hal-hal tersebut diatas dapat dinyatakan etika kehidupan

    berbangsa dalam konteks etika organisasi bertujuan untuk meningkatkan

    kualitas PNS sebagai anggota organisasi dalam kehidupan organisasi

    dalam rangka mewujudkan tujuan organisasi.

    3.4 RANGKUMAN Pada hakekatnya etika kehidupan berbangsa yang tertuang dalam

    ketetapan MPR No VI/MPR/2001 merupakan acuan dasar dalam berpikir,

    bersikap, dan berperilaku bangsa Indonesia. Rumusan etika kehidupan

    berbangsa yang bersumber dari ajaran agama khususnya yang bersifat

    universal dan nilai-nilai luhur budaya bangsa yang tercermin dalam

    Pancasila sebagai acuan dasar dalam berpikir, bersikap, dan berperilaku

  • 24

    dalam kehidupan berbangsa. Etika kehidupan berbangsa dirumuskan

    dengan tujuan menjadi acuan untuk meningkatkan kualitas manusia yang

    beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia, serta berkepribadian Indonesia

    dalam kehidupan berbangsa. Pokok-pokok etika kehidupan berbangsa

    mengedepankan kejujuran, amanah, keteladanan, sportivitas, disiplin,

    etos kerja, kemandirian, sikap toleransi, rasa malu, tanggung jawab, dan

    menjaga kehormatan serta martabat diri sebagai warga bangsa. Etika

    kehidupan berbangsa memiliki ruang lingkup yang mencakup: (1) Etika

    sosial budaya, (2) Etika politik dan pemerintahan, (3) Etika ekonomi dan

    bisnis, (4) Etika penegakan hukum yang berkeadilan, (5) Etika keilmuan,

    dan (6) Etika lingkungan. Etika kehidupan berbangsa berisi nilai-nilai,

    norma-norma moral yang mewujudkan PNS sebagai warga bangsa

    memiliki pola pikir, sikap, dan perilaku yang etis dalam pelaksanaan tugas

    dalam organisasi pemerintah. Memperhatikan materi dasar yang tertuang

    dalam etika kehidupan berbangsa, maka dapat dinyatakan bahwa apabila

    seluruh bangsa Indonesia termasuk PNS dalam berpikir, bersikap, dan

    berperilaku mengacu kepada etika kehidupan berbangsa, maka dapat

    diharapkan meningkatkan kualitas manusia Indonesia termasuk PNS

    yang bertugas dalam organisasi pemerintah. Apabila PNS dalam berpikir,

    bersikap, dan berperilaku dalam pelaksanaan tugasnya mengacu pada

    etika kehidupan berbangsa, maka diharapkan PNS memiliki kesadaran

    yang tinggi untuk melaksanakan dan menerapkan etika dalam organisasi

    dalam rangka mewujudkan tujuan organisasi. Penerapan etika kehidupan

    berbangsa dari PNS akan meningkatkan kualitas PNS sehingga dapat

    diwujudkan PNS yang berpikir, bersikap, dan bertingkah laku etis dalam

    pelaksanaan tugasnya karena menerapkan etika dalam organisasi

    pemerintah dimana PNS ditugaskan.

    3.5 LATIHAN 1. Jelaskan bahwa etika kehidupan berbangsa bertujuan meningkatkan

    kualitas manusia Indonesia termasuk PNS yang bertugas dalam

    organisasi pemerintah.

    2. Jelaskan sumber dari rumusan etika kehidupan berbangsa sehingga

    dapat meningkatkan kualitas manusia Indonesia termasuk PNS.

    3. Sebutkan sikap yang dikedepankan yang tertuang dalam pokok-pokok

    etika kehidupan berbangsa sebagai acuan dasar berpikir, bersikap,

    dan berperilaku pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia.

  • 25

    4. Uraikan secara garis besar ruang lingkup etika kehidupan berbangsa

    5. Uraikan penerapan etika kehidupan berbangsa bagi PNS dalam

    kehidupan organisasi pemerintah.

  • 26

    4. Kegiatan Belajar 3

    ETIKA ORGANISASI PEMERINTAH

    Etika organisasi pemerintah diperlukan dalam kehidupan organisasi, untuk

    mewujudkan visi dan misi organisasi dalam rangka mewujudkan tujuan

    organisasi. Etika organisasi merupakan faktor yang penting, karena untuk

    mewujudkan tujuan organisasi, faktor manusia yaitu PNS yang bertugas

    dalam organisasi pemerintah sangat berperan untuk mendorong tercapainya

    visi dan misi organisasi dimana PNS bersangkutan ditugaskan.

    4.1 PENGERTIAN

    Organisasi dapat diartikan sebagai sekelompok orang yang bekerja sama

    untuk mencapai tujuan (Sutopo, M.A., Drs. : 1998).

    Etika Organisasi diartikan sebagai pola sikap dan perilaku yang

    diharapkan dari setiap individu dan sekelompok anggota organisasi yang

    secara keseluruhan akan membentuk budaya organisasi yang sejalan

    dengan tujuan maupun filosofi organisasi yang bersangkutan (Desi

    Fernanda, 2006:11).

    Jadi Etika Organisasi dapat diartikan sebagai nilai-nilai dan norma-norma

    moral yang menjadi pedoman sekelompok orang yang bekerja sama

    dalam hal ini anggota organisasi untuk mencapai tujuan dari organisasi

    bersangkutan.

    Nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pedoman para anggota

    organisasi tersebut dibuat dengan memperhatikan prinsip-pinsip etika,

    prinsip-prinsip organisasi, kejujuran, ketulusan, kesabaran dan lain-lain,

    yang disetujui bersama, sehingga pelaksanaannya akan menjadi efektif

    dan akhirnya tercipta budaya yang positif dalam berorganisasi.

    4.2 ARTI DAN PENTINGNYA ETIKA DALAM ORGANISASI

    4.2.1 Drs. Tonny Rooswiyanto Msc(2005:27) Ada 3 (tiga) alasan mendasar tentang pentingnya etika dalam

    kehidupan organisasi. Adapun 3 (tiga) alasan tentang pentingnya

    etika dalam kehidupan organisasi adalah sebagai berikut:

    A. Etika memungkinkan organisasi memiliki dan menyepakati nilai-

    nilai moral sebagai acuan dasar bersikap dan berperilaku dari

  • 27

    para anggota organisasi tersebut, di mana nilai-nilai moral yang

    disepakati bersama harus dijunjung tinggi dan dilaksanakan

    karena nilai-nilai moral tersebut bertujuan untuk mewujudkan

    tujuan organisasi;

    B. Etika organisasi berisi nilai-nilai yang bersifat universal yang

    telah disepakati bersama tersebut, dapat menjembatani konflik

    moral antara para anggota organisasi yang memiliki latar

    belakang berbeda, di bidang agama, suku, sosial, dan budaya

    dalam kehidupan organisasi bersangkutan;

    C. Etika yang dilaksanakan secara efektif akan meningkatkan citra

    dan reputasi serta melanggengkan eksistensi organisasi.

    4.2.2 Sondang Siagian (2006:11):

    Ada 4 (empat) hal yang mendasar mengapa etika diperlukan dalam

    organisasi:

    A. Etika di samping menyangkut aplikasi seperangkat nilai-nilai

    luhur sebagai acuan dasar bersikap dan berperilaku, juga

    menyangkut berbagai prinsip yang menjadi landasan bagi

    perwujudan nilai-nilai tersebut dalam berbagai hubungan yang

    terjadi antar manusia dan lingkungan hidup karena etika

    berkaitan dengan sikap dan perilaku;

    B. Etika memberikan prinsip yang kokoh dalam berperilaku,

    sehingga dapat menjamin kehidupan sosial yang tertib karena

    etika berisi nilai-nilai yang luhur yang disepakati bersama untuk

    dilaksanakan dan dijunjung tinggi sebagai prinsip yang kokoh

    dalam berperilaku, sehingga kehidupan organisasi semakin

    bermakna;

    C. Etika yang berisi nilai-nilai luhur sebagai landasan moral

    berperilaku relevan dan sejalan dengan dinamika yang

    berkembang, sehingga memberikan makna dan memperkaya

    kehidupan seseorang, dan kelompok organisasi dan masyarakat

    luas, dimana etika memperlancar interaksi antar manusia.

    D. Etika menunjukkan kepada manusia nilai hakiki dari kehidupan

    sesuai keyakinan agama, pandangan hidup, dan sosial. Etika

    berkaitan langsung dengan sistem nilai manusia. Etika

    mendorong tumbuhnya naluri moralitas, nilai-nilai hidup yang

    hakiki dan memberikan inspirasi kepada manusia untuk secara

  • 28

    bersama-sama menemukan dan menerapkan nilai-nilai tersebut

    bagi kesejahteraan dan kedamaian umat manusia.

    4.2.3 Drs. Salamoen Suharyo, MPA, Drs. Aya Sophia, M.Ed (27-28) Ada 9 (Sembilan) alasan tentang arti dan pentingnya organisasi:

    A. Kebersamaan, yaitu bekerja dalam semangat kebersamaan dan

    persahabatan lebih baik dari bekerja sendiri

    B. Empati, yaitu memahami dan dapat menyelami dan merasakan

    masalah yang dihadapi orang lain

    C. Kepedulian yaitu kesediaan untuk memberi kesediaan untuk

    memberi bantuan secara ikhlas

    D. Kedewasaan yaitu kematangan dalam mengatasi permasalahan

    bersama

    E. Orientasi organisasi yaitu perilaku yang diatur dalam organisasi

    dalam memecahkan masalah

    F. Respek, yaitu saling menghormati dan menghargai sesama

    mitra kerja

    G. Kebajikan, yaitu berperilaku santun, rendah hati, serta

    memberikan kedamaian dalam setiap pertemuan

    H. Integritas, mengutamakan kepribadian yang utuh

    I. Inovatif, yaitu kreatif dalam menciptakan gagasan dan tindakan

    yang baru dan memberikan nilai tambah serta bermanfaat bagi

    organisasi.

    4.3 Dimensi etika organisasi pemerintah Dimensi etika organisasi pemerintah antara lain mencakup (1) Etika

    dalam organisasi, (2) Etika dalam pemerintahan, (3) Etika dalam jabatan,

    dan (4) Nilai-nilai kepemerintahan yang baik (good governance) sebagai

    trend global etika pemerintahan. Adapun uraian tentang dimensi etika

    organisasi pemerinta dalam modul ini didasarkan pada modul Drs. Desi

    Fernanda M.Soc.Sc, 2006).

    4.3.1 Etika Organisasi Pemerintah Organisasi sebagai sebuah struktur hubungan antar manusia dan

    antar kelompok memiliki nilai-nilai yang menjadi kode etik sebagai

    pedoman perilaku anggota dala kehidupan organisasi salah satu

  • 29

    etika yang secara umum berlaku bagi setiap anggota organisasi

    adalah menjaga nama baik organisasi.

    Nilai-nilai etika organisasi tertuang dalam aturan-aturan, maupun

    hukum, baik tertulis maupun tidak tertulis, yang mengatur

    bagaimana anggota organisasi harus bersikap dan berperilaku

    dalam lingkungan masyarakatnya dan pemerintah. Setiap anggota

    organisasi harus mampu bersikap dan berperilaku yang mendukung

    terjaganya mana bailk organisasinya, bahkan diharapkan bukan

    hanya menjaga nama baik, akan namun meningkatkan nama baik

    organisasi. Adapun internalisasi nilai-nilai etika dalam setiap

    anggota organisasi secara efektif akan membangun moral atau

    moralitas pribadi anggota organisasi bersangkutan. Secara

    konseptual, model organisasi yang ideal dirumuskan oleh Max

    Weber, yaitu birokrasi yang memiliki karakteristik yang sekaligus

    menjadi nilai-nilai perilaku bagi anggota organisasi tersebut.

    Beberapa karakteristik organisasi yang ideal menurut Max Weber

    (Indrawi-jaya, 1986: 17) yang penting diantaranya adalah sebagai

    berikut

    Spesialisasi atau pembagian pekerjaan

    Tingkatan berjenjang (hirarki)

    Berdasarkan aturan dan prosedur kerja

    Hubungan yang bersifat impersonal

    Pengangkatan dan promosi anggota / pegawai berdasarkan

    kompetensi (sistem Merit)

    Pandangan Max Weber tentang model organisasi ideal tersebut

    dapat disimpulkan mendudukkan setiap anggota organisasi dalam

    hirarki struktural, setiap pekerjaan dapat diselesaikan berdasarkan

    prosedur dan aturan kerja yang berlaku, setiap orang terikat

    terhadap aturan-aturan dalam organisasi, hubungan antara setiap

    anggota dengan pihak luar terbatas hanya terhadap urusan

    pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggung jawab masing-masing

    anggota.

    Berdasarkan hal-hal tersebut dapat disimpulkan bahwa dimensi

    perilaku manusia dengan organisasi dengan nilai-nilai etikanya,

    mencakup beberapa dimensi, yaitu:

  • 30

    Dimensi hubungan antara anggota dengan organisasi yang

    tertauang dalam perjanjian atau aturan-aturan legal.

    Hubungan antara anggota organisasi dengan sesame anggota

    organisasi lainnya, antara anggota dengan Pejabat dalam struktur

    hirarki.

    Hubungan antara anggota organisasi yang bersangkutan dengan

    anggota dan organisasi lainnya, dan

    Hubungan antara anggota dengan masyarakat yang dilayaninya.

    4.3.2 Etika dalam pemerintahan Dalam organisasi administrasi publik atau pemerintah, pola sikap

    dan perilaku serta hubungan antar manusia dalam organisasi

    tersebut, dan hubungannya dengan pihak luar organisasi pada

    umumnya diatur dengan peraturan yang berlaku dalam sistem

    hukum Negara yang bersangkutan.

    Adanya etika ini diharapkan mampu membangkitkan kepekaan

    birokrasi (pemerintah) dalam melayani kepentingan masyarakat

    (Nicholas Henry, 1988)

    Tujuan yang hakiki dari setiap pemerintah dinegara manapun

    adalah mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat warga

    Negara yang bersangkutan.

    Dalam Negara yang demokratis, etika kerja aparatur pemerintah

    selalu mengikutsertakan rakyat dan berorientasi kepada aspirasi

    dan kepentingan rakyat dalam setiap langkah kebijakan dan

    tindakan pemerintah. Transparansi, keterbukaan, dan akuntabilitas

    menjadi nilai-nilai yang dijunjung tinggi dan diwujudkan dalam etika

    pergaulan antara pemerintah dengan rakyatnya.

    Dalam sistem pemerintahan di Indonesia, azas-azas pemerintahan

    yang menjadi nilai-nilai etika dalam pemerintahan terkandung dalam

    alinea keempat UUD 1945 yang menyatakan:

    Untuk membentuk pemerintahan Negara yang melindungi

    segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia, memajukan

    kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut

    serta dalam memelihara ketertiban dunia berdasarkan

    kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

  • 31

    Sedangkan nilai-nilai filosofis yang melandasinya adalah ideology

    Negara Pancasila yaitu (1) Ketuhanan Yang Maha Esa, (2)

    Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, (3) Persatuan Indonesia, (4)

    Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan Dalam

    Permusyawaratan Perwakilan, (5) Keadilan Sosial Bagi Seluruh

    Rakyat Indonesia.

    Berdasarkan tugas pemerintahan negara tersebut yang didasarkan

    falsafah negara Pancasila, maka Negara Indonesia menjalankan

    tugas sekaligus fungsi Negara yang tertuang dalam Alinea keempat

    Pembukaan UUD 1945.

    4.3.3 Etika Dalam Jabatan Para penyelenggara Negara termasuk PNS sebelum memangku

    jabatannya diwajibkan untuk mengangkat sumpah / janji sesuai

    peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sumpah / janji inilah

    yang menjadi kesepakatan dan komitmen terhadap nilai-nilai,

    standar-standar sebagai kode etik jabatan. Dalam pasal 5 UU No.28

    Tahun 1999 tentang penyelenggara Negara yang bersih dan bebas

    KKN, ditetapkan mengenai kewajiban setiap penyelenggara sebagai

    berikut:

    1. Mengucapkan sumpah atau janji sesuai dengan agamanya

    sebelum memangku jabatannya.

    2. Bersedia diperiksa kekayaannya sebelum, selama, dan setelah

    menjabat.

    3. Melaporkan dan mengumumkan kekayaannya sebelum dan

    setelah menjabat.

    4. Tidak melakukan KKN

    5. Melaksanakan tugas tanpa membeda-bedakan suku, agama,

    ras dan golongan.

    6. Melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab dan tidak

    melakukan perbuatan yang tercela, tanpa pamrih, baik untuk

    kepentingan pribadi, keluarga, kroni, maupun kelompok, dan

    tidak mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun yang

    bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

    yang berlaku

  • 32

    7. Bersedia menjadi saksi dalam perkara KKN dan perkara lainnya

    sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

    berlaku.

    Dalam pasal 7 ayat 1 UU No. 28 Tahun 1999 ditegaskan bahwa

    hubungan antara penyelenggara Negara dilaksanakan denga

    mentaati norma-norma kelembagaan, kesopanan, kesusilaan, dan

    etika yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.

    4.3.4 Good governance sebagai trend global etika pemerintahan Nilai-Nilai Kepemerintahan yang baik, yang dewasa ini menjadi

    trend atau kecenderungan global sebagai etika dalam pemerintahan

    secara umum menekankan bahwa penyelenggaraan

    kepemerintahan yang baik harus merupakan keseimbangan,

    interaksi, dan keterlibatan antara pemerintah, swasta, dan

    masyarakat. Nilai-nilai atau prinsip yang harus dianut dan

    dikembangkan dalam praktek kepemerintahan yang baik menurut

    UNDP 1997 sebagaimana tertulis dalam modul dasar-dasar

    kepemerintahan yang baik oleh Drs. Suhady dan Drs. Desi

    Fernanda M.Soc. Sc adalah (1) Partisipasi, (2) Aturan Hukum, (3)

    Transparansi, (4) Daya Tanggap, (5) Berorientasi Konsensus (6)

    Berkeadilan, (7) Efektivitas dan Efisiensi, (8) Akuntabilitas, (9)

    Bervisi strategis, dan (10) Saling Keterkaitan khususnya dalam

    rangka menghapuskan KKN.

    4.4 Perwujudan etika organisasi

    Etika organisasi diharapkan menunjang kualitas, efisiensi, dan

    kompetensi para anggota organisasi yang bersangkutan. Etika apabila

    sudah menjadi pedoman, akan memberikan kesenangan, kegembiraan,

    dan efektivitas kerja bagi semua yang terlibat dalam organisasi itu.

    Ada 4 (empat) unsur utama keberhasilan perwujudan etika organisasi tersebut (Franz Magnis Suseno SJ):

    Etos kerja yang kuat;

    Moralitas pribadi pegawai bersangkutan;

    Kepemimpinan yang bermutu;

    Kondisi-kondisi sistemik.

  • 33

    Adapun uraian 4 (empat) unsur utama keberhasilan perwujudan etika

    organisasi tersebut di atas adalah sebagai berikut:

    4.4.1 Etos Kerja

    Etos adalah sikap dasar seseorang dalam melakukan kegiatan

    tertentu, sedangkan etos kerja adalah sikap dasar seseorang atau

    sekelompok orang dalam melakukan pekerjaan. Etos akan kelihatan

    dalam cara dan semangat orang melakukan kegiatan itu. Etos

    individu sangat ditentukan oleh etos kelompok. Etos itu kuat atau

    lemah terlihat apabila menghadapi hambatan dan tantangan. Cara

    seseorang menghayati kegiatannya sangat dipengaruhi oleh

    pandangan, harapan, dan kebiasaan kelompoknya

    4.4.2 Moralitas pribadi

    Moralitas pribadi menyangkut kualitas moral masing-masing individu

    dalam menghadapi pekerjaan.

    Beberapa moralitas pribadi yang penting antara lain:

    A. Dedikasi terjadi ketika seseorang benar-benar memberikan segenap tenaganya untuk melakukan pekerjaan dengan sebaik-

    baiknya tanpa memandang jenis pekerjaan. B. Jujur, tidak korupsi, artinya melaksanakan tugas dengan tidak

    menyalahgunakan wewenangnya, melaksanakan tugas dengan

    ikhlas, dan hasil kerjanya dilaporkan sesuai dengan keadaan

    yang sebenarnya.

    C. Taat pada tuntutan khas etika birokrasi, yaitu dalam

    memutuskan sesuatu tidak akan mengabaikan aturan walaupun

    akibat pelaksanaan aturan itu berdampak pada teman.

    D. Bertanggung jawab, artinya menyelesaikan tugas dengan baik dan tepat pada waktunya, kesalahannya tidak dilemparkan

    kepada orang lain dan berani secara ikhlas memikul risiko.

    E. Minat dan hasrat untuk terus-menerus meningkatkan

    kompetensi dan kecakapannya. F. Mengormati hak semua pihak yang bersangkutan, yaitu

    harus berlaku adil terhadap semua pihak sesuai dengan yang

    telah ditetapkan.

  • 34

    Gunnar Myrdal menyebut 11 (sebelas) kemampuan atau keutamaan

    yang diharapkan dari seorang pegawai yang baik:

    (1) Efisiensi

    (2) Kerajinan

    (3) Kerapihan

    (4) Tepat waktu

    (5) Kesederhanaan

    (6) Kejujuran/tidak korup

    (7)Keputusan diambil secara rasional, bukan emosional atau

    berdasarkan nepotisme/kolusi

    (8) Bersedia untuk berubah

    (9) Kegesitan

    (10) Mau bekerja sama

    (11) Bersedia memandang jauh ke depan.

    4.4.3 Kepemimpinan yang bermutu Kepemimpinan moral tidak bisa diberikan melalui wejangan yang

    disampaikan oleh atasan dalam perayaan-perayaan tertentu karena

    wejangan hanya akan diperhatikan, jika ia sebagai atasan yang

    mengesankan. Kepemimpinan moral harus ditampilkan oleh atasan

    dalam tingkah laku dan tindakan-tindakan kepemimpinannya.

    Kepemimpinan yang bermutu menuntut 5 (lima) hal sebagai berikut:

    A. Kompetensi

    Pemimpin betul-betul menguasai semua urusan bidangnya,

    memahami secara garis besar maupun detil-detil. Ia ahli

    mengenai pekerjaan yang dipimpin. Seperlunya ia harus

    mempelajarinya.

    B. Tertib kerja

    Pemimpin harus bisa memimpin, menuntut, harus mempunyai

    wibawa, sanggup mengenakan sanksi. Ia memastikan bahwa

    aturan kerja dilaksanakan. Selalu, tanpa kecuali. Secara

    konsisten, ia harus tegas. Ia juga harus mempunyai ciri-ciri khas

    seorang pemimpin yang baik, dan ia harus dapat menularkan

    semangat pada bawahannya karena seorang pemimpin harus

    dapat merangsang motivasi mereka.

  • 35

    C. Konsistensi Sebagai pemimpin harus melakukan sendiri jabatannya menurut

    tuntutan-tuntutan etos kerja yang diharapkan. Sebagai pemimpin

    harus menuntut sikap-sikap itu dari para bawahannya secara

    tegas dan konsekuen.

    D. Menjadi panutan Pemimpin hanya dapat memimpin apabila ia dapat dijadikan

    teladan oleh para bawahannya karena pemimpin harus menjadi

    panutan bawahannya. Yang dituntut dari seorang pemimpin

    adalah integritas pribadi. Seorang pemimpin yang jujur, adil,

    bebas dari pamrih, cakap, tegas, komunikatif, dan bertanggung

    jawab, kehadirannya akan mempengaruhi sikap kerja pegawai-

    pegawainya ke arah positif. Seorang pemimpin yang menjadi

    panutan bawahannya akan dapat meningkatkan bawahannya

    untuk menjadi orang yang baik, bersih, jujur, dan bertanggung

    jawab.

    E. Transparansi

    Transparansi yaitu keputusan-keptusannya harus jelas bagi

    semua pihak yang berkepentingan.

    4.4.4 Kondisi-kondisi sistemik

    Ada 2 (dua) syarat sistemik, yaitu:

    A. Lingkungan kerja yang mendukung Lingkungan kerja di satu pihak dapat mendukung, tetapi di pihak

    lain dapat merusak watak moral seseorang. Lingkungan kerja

    dapat mendukung atau sebaliknya dapat merusak moral

    seseorang. Etos kerja hanya dapat berkembang dalam

    lingkungan yang mendukung di mana orang yang memiliki moral

    yang tinggi didukung dan dihargai. Dalam lingkungan yang

    positif, seseorang yang memiliki moral yang baik dihargai dan

    dihormati, sehingga didorong untuk lebih baik lagi. Sebaliknya

    dalam lingkungan yang tidak mendukung, mendorong orang

    tidak bersemangat, malas, korup, bahkan orang yang berwatak

  • 36

    baik dapat berubah menjadi tidak baik. Bagi orang yang

    berwatak kuat, juga sulit untuk mempertahankan etos kerjanya

    dalam lingkungan yang kurang baik karena lama kelamaan

    dapat terkena erosi moral. Semakin banyak orang yang terkena

    erosi moral, etos kelompok sudah merosot, sehingga sangat

    sulit dikembalikan lagi. Dengan demikian dapat dinyatakan

    bahwa lingkungan kerja yang mendukung sangat penting karena

    dapat mempengaruhi etos kerja seseorang.

    B. Kontrol Kontrol rutin dan auditing khusus terhadap pelaksanaan tugas-

    tugas, termasuk kontrol kepemimpinan sangat penting. Kontrol

    harus dilakukan dari dalam dan sewaktu-waktu kontrol dari luar

    perlu dilakukan.

    Berdasarkan hal-hal tersebut di atas dapat dinyatakan bahwa

    moralitas pribadi sangat penting, tetapi perlu ditunjang dengan

    etos kerja yang kuat, kepemimpinan yang bermutu, kontrol

    secara terus-menerus dan berkesinambungan karena hal

    tersebut sangat penting untuk mewujudkan keberhasilan etika

    organisasi dalam kehidupan organisasi untuk mewujudkan

    tujuan organisasi.

    4.5 Implementasi etika dalam organisasi pemerintah

    Menurut Sonny Keraf, ada beberapa hal yang diperlukan agar

    implementasi praktek etika yang baik dalam organisasi pemerintah bias

    terwujud, yaitu sebagai berikut:

    4.5.1 Adanya komitmen moral dan politik dari pimpinan Departemen,

    dalam hal inin Menteri, untuk membangun birokrasi Departemen

    dengan sebuah etos, kebiasaan, serta etika yang baik demi

    melayani kepentingan publik.

    4.5.2 Komitmen moral dan politik itu lalu diterjemahkan kedalam aturan

    formal internal Departemen sebagai pegangan konkret bagi setiap

    pejabat dan pegawai mulai dari Menteri, Dirjen, sampai kepada

    pegawai paling rendah. Semuanya harus terperinci, termasuk

    sanksi yang jelas.

  • 37

    4.5.3 Etos/etika birokrasi dan aturan yang jelas tadi lalu disosialisasikan

    dan diajarkan kepada Pegawai Negeri Sipil pada saat pertama kali

    masuk, dalam pelatihan dan dalam seluruh proses pembenahan.

    4.5.4 Sanksi yang diterapkan secara konsekuen merupakan alat

    pendidikan yang baik bagi siapa saja. Sebaliknya penghargaan

    baik dalam bentuk kenaikan pangkat atau pengakuan tertulis

    lainnya secara jujur dan obyektif akan merupakan alat motivasi

    yang baik bagi peningkatan etos pada Departemen Keuangan.

    4.5.5 Adanya teladan yang yang nyata dari pimpinan Departemen,

    khususnya Menteri dan eselon I, dalam menghayati dan

    mempraktekkan secara nyata prinsip-prinsip moral diatas.

    4.6 Standar Etika Organisasi

    Standar etika organisasi pemerintah adalah kualitas pemenuhan atau

    perwujudan nilai-nilai atau norma-norma sikap dan perilaku pemerintah

    dalam setiap kebijakan dan tindakannya yang dapat diterima oleh

    masyarakat luas (Drs. Desi Fernanda, M.Soc.Sc, 2006). Uraian tentang

    standar etika organisasi pemerintah meliputi arti dan pentingnya standar

    etika organisasi pemerintah, penyusunan, pengawasan, dan evaluasi

    pemerapan, serta metode untuk meningkatkan standar etika organisasi

    pemerintah. Hal yang mendasar tentang standar etika organisasi

    pemerintah adalah upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas etika

    pemerintahan berdasarkan standar-standar etika yang berlaku di

    Indonesia.

    4.6.1 Pengertian-pengertian A. Standar etika organisasi pemerintah adalah kualitas

    pemenuhan atau perwujudan nilai-nilai atau norma-norma,

    sikap dan perilaku pemerintah dalam setiap kebijakan dan

    tindakannya, yang dapat diterima oleh masyarakat luas.

    B. Meningkatkan standar etika organisasi pemerintah adalah

    meningkatkan kualitas perwujudan atau pemenuhan

    batasan-batasan nilai atau norma sikap dan perilaku dalam

    kebijakan dan tindakan aparatur pemerintah yang dapat

    memuaskan dan membangun kepercayaan masyarakat

  • 38

    4.6.2 Arti dan pentingnya standar etika organisasi pemerintah

    Dalam kepemerintahan yang baik, pemerintah harus peka

    menghadapi kondisi masyarakat yang sangat bervariasi,

    kompleksitas, dan dinamis. Sehingga pemerintah harus

    menentukan arah dan komitmen untuk melakukan reformasi

    dalam berbagai penyelenggaraan pemerintahan Negara.

    Pemerintah perlu melakukan perubahan, karena sistem-sistem

    dalam pemerintahan tidak cukup efektif membentuk kompetensi,

    kualitas sumber daya manusia yang handal, dalam hal ini aparatur

    pemerintahan. Adapun kritik dan tuntutan masyarakat kepada

    pemerintah meliputi seluruh sitem dan sumber daya manusianya,

    sehingga diperlukan suatu tindakan pemerintah untuk melakukan

    berbagai perubahan yang mendasar pada sistem dan aparatur

    pemerintahan melalui peningkatan standar etika organisasi

    pemerintah. Menurut Mustopadijaya (1997:17-18) dalam modul

    etika birokrasi Drs. Desi Fernanda Msoc. Sc (2006-55) dinyatakan

    bahwa dalam pelaksanaan kode etik aparatur pemerintah dan

    manajemen publik harus bersikap terbuka, transparan dan

    akuntabel dalam hubungannya dengan pelayanan kepada

    masyarakat. Sikap dan perilaku aparatur pemerintahan adalah

    melayani bukan dilayani, mendorong, bukan menghambat,

    mempermudah bukan mempersulit, sederhana bukan berbelit-belit

    dalam melayani masyarakat.

    4.6.3 Penyusunan Standar Etika Organisasi Penyusunan standar etika organisasi pemerintah harus dapat

    diterima selain oleh masyarakat di Indonesia, juga harus diterima

    dalam lingkungan global. Dalam upaya menyusun standar etika

    organisasi dan aparatur pemerintah, peranan masyarakat,

    maupun melalui lembaga-lembaga perwakilannya merupakan nara

    sumber yang utama dan strategi. Hal-hal yang diperhatikan dalam

    menyusun standar etika organisasi pemerintah meliputi:

    A. Pola sikap dan perilaku aparatur pemerintahan

    B. Pola pelayanan publik

    C. Pola pengaturan dan intervensi pemerintah dalam

    permasalahan yang dihadapi masyarakat

  • 39

    Hal-hal mendasar yang diperlukan pemerintah tersebut pada butir

    1), 2), dan 3) tersebut diatas adalah agar pemerintah dapat

    menyusun standar etika organisasi pemerintah sesuai harapan

    masyarakat.

    4.6.4 Pengawasan dan evaluasi penerapan etika organisasi pemerintah

    Dalam kepemerintahan yang baik, pelaku pengawasan dan

    evaluasi penerapan etika aparatur pemerintah seyogianya tidak

    hanya dilakukan lembaga pemerintahan saja, tetapi lebih

    difokuskan kepada masyarakat dan sector swasta untuk menilai

    bagaimana seharusnya standar etika organisasi pemerintah

    tersebut.

    A. Peranan lembaga Negara DPR

    Berdasarkan UUD 1945 salah satu fungsi DPR adalah

    mengawasi jalannya pemerintahan yang dipimpin presiden,

    misalnya mekanisme pemanggilan kepada eksekutif yang

    dipimpin presiden dalam permasalahan standar etika

    organisasi, karena DPR berwenang memperingatkan

    pemerintah apabila melanggar nilai-nilai etika pemerintahan

    berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.

    B. Peranan kelembagaan pemerintah

    Dalam ruang lingkup internal kelembagaan pemerintah

    terdapat lembaga-lembaga pengawasan fungsional misalnya

    Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)

    dan Inspektorat Jenderal yang berfungsi mengawasi jalannya

    fungsi-fungsi pemerintahan secara komprehensif baik

    menyangkut aspek-aspek keuangan maupun aspek-aspek

    pelaksanaan tugas-tugas rutin pemerintahan lainnya. Selain itu

    sistem pengawasan melekat oleh atasan langsung terhadap

    penataan etika organisasi pemerintah oleh PNS juga

    diterapkan, bahkan dikembangkan mekanisme sistem

    akuntabilitas instansi pemerintah berdasarkan instruksi

    presiden No. 7 Tahun 1999 yang menuntut akuntabilitas publik

    organisasi pemerintah yang berorientasi kepada hasil dan

    kemanfaatan penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan,

    pembangunan, maupun pelayanan kepada masyarakat.

  • 40

    Selanjutnya dalam bidang kepegawaian pembinaan karir PNS

    dalam setiap organisasi pemerintah telah dibentuk pula

    lembaga Baperjakat yang berfungsi antara lain melakukan

    pengawasan dan penilaian terhadap Code of Conduct atau

    pelaksanaan nilai-nilai etika dan disiplin PNS yang dikaitkan

    dengan sistem pengembangan dan pembinaan karir PNS.

    Selain itu dewasa ini masih diberlakukan sistem kinerja PNS

    berdasarkan Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3)

    berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1979.

    Meskipun terdapat kontroversi mengenai obyektivitas dan

    subyektivitas penilaiannya, mekanisme DP3 sampai saat ini

    merupakan prosedur yang digunakan untuk mengevaluasi

    aspek-aspek sikap, perilaku, dan kinerja PNS sampai saat ini

    DP3 masih merupakan salah satu instrument yang menjadi

    dasar penilaian Baperjakat dalam mempertimbangkan

    pembinaan dan pengembangan karir PNS dalam organisasi

    pemerrintah.

    C. Peranan masyarakat

    Dalam era reformasi, lembaga-lembaga swadaya masyarakat

    semakin berkembang yang bertujuan mengawasi jalannya

    pemerintahan termasuk penilaian etika aparatur pemerintahan,

    misalnya Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI),

    Indonesian Corruption Watch (ICW), Wahana Lingkungan

    Hidup (Walhi) dan lain-lain. Lembaga-lembaga partai politik

    dewasa ini juga menyuarakan sikap dan memantau

    pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan. Untuk

    mewadahi kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat

    dalam menangani berbagai permasalahan telah dibentuk

    Lembaga Semi Pemerintahan atau Quasi Government

    Organization (Quangos) seperti Lembaga Ombudsman

    Nasional, Komnas HAM dan lain-lain. Dengan semakin

    berkembangnya lembaga-lembaga pengawasan tentang

    kebijakan pemerintah maupun aparatur pemerintah

    seharusnya etika organisasi pemerintah dapat memuaskan

    hati masyarakat karena memenuhi harapan.

  • 41

    4.6.5 Metode meningkatkan standar etika organisasi

    Pembangunan administrasi Negara dewasa ini perlu ditekankan

    kepada peningkatan kompetensi aparatur pemerintahan dan daya

    saing melalui berbagai pengembangan kebijakan dan sistem

    pelayanan prima. Pembangunan admnistrasi Negara perlu

    difokuskan kepada kepentingan pelayanan dan kebutuhan

    masyarakat, implikasi etika pelayanan publik yang secara

    keseluruhan merupakan totalitas dan sistem pengembangan etika

    dan moralitas organisasi dan sumber daya aparatur pemerintah.

    Adapun strategi pembangunan admintrasi Negara dalam berbagai

    aspeknya meliputi:

    A. Penyesuaian visi, misi dan strategi

    B. Penataan organisasi dan tata kerja

    C. Pemantapan sistem manajemen

    D. Peningkatan kualitas sumber daya manusia

    Strategi pembangunan adminstrasi Negara tersebut sejalan

    dengan konsepsi strategi, transformasi, adminstrasi publik yang

    berbasis prinsip-prinsip Rein-venting Government, yang dikenal

    dengan istilah The Five Cs Strategy sebagaiman

    direkomendasikan David Osborne dan Peter Plastrik (1996) dalam

    buku mereka Banishing Bureucracy (Drs. Desi Fernanda

    M.Soc.Sc, 2006:61). Adapun kelima strategi tersebut adalah:

    1. Strategi Inti (Core Strategy) diarahkan untuk mewujudkan

    kejelasan, tujuan, peran dan arah keberadaab organisasi

    pemerintah serta aparaturnya. 2. Strategi Konsekuensi (Consequency Strategy) diarahkan pada

    kemampuan pengelolaan kompetisi kualitas antar institusi,

    manajemen operasional, dan manajemen kerja.

    3. Customer Strategy atau strategi pengguna adalah strategi

    untuk meningkatkan akuntabilitas publik yang diarahkan

    kepada upaya-upaya peningkatan kemampuan aparatur

    pemerintah untuk memenuhi tuntutan pilihan-pilihan publik

    (Publik Choices), manajemen persaingan kelembagaan dan

    manjemen kualitas pelayanan publik

    4. Strategi control (Control Strategy) untuk meningkatkan

    kekuatan organisasi pemerintah, melalui penataan

  • 42

    kelembagaan, pemberdayaan aparatur pemerintah,

    pemberdayaan masyarakat sebagai mitra pemerintah 5. Strategi Budaya (Culture Strategy) perlu dikembangkan untuk

    merubah kebiasaan-kebiasaan buruk (unethical) dari aparatur

    pemerintah, menyadarkan hati nurani aparatur pemerintah,

    serta mempengaruhi pola pikir untuk mampu merubah citra

    dan etika pemerintah.

    4.7 RANGKUMAN

    Etika sangat penting dalam kehidupan organisasi untuk mewujudkan

    tujuan organisasi, karena etika diharapkan menunjang kualitas, efisiensi,

    dan kompetensi para pegawai karena apabila etika sudah menjadi

    pedoman, akan memberikan kesenangan, kegembiraan, dan efektivitas

    kerja semua pegawai.

    Etika organisasi dalam konteks organisasi diartikan sebagai pola sikap

    dan perilaku yang diharapkan dari setiap individu dan sekelompok

    anggota organisasi yang secara keseluruhan akan membentuk budaya

    organisasi yang sejalan dengan tujuan dan filosofi organisasi

    bersangkutan.

    Menurut Drs. Tony Roeswiyanto Msc, ada 3 (tiga) alasan tentang

    pentingnya dalam organisasi yaitu: (1) Etika memungkinkan organisasi

    memiliki dan menyepakati nilai-nilai moral sebagai acuan dasar bersikap

    dan berperilaku dari para anggota organisasi. (2) Etika organisasi berisi

    nilai-nilai yang bersifat universal yang dapat menjembatanai konflik moral

    antar anggota organisasi yang memiliki latar belakang berbeda dalam

    kehidupan organisasi. (3) Etika yang dilaksanakan secara efektif akan

    meningkatkan citra dan reputasi serta melanggengkan eksistensi

    organisasi.

    Dimensi etika organisasi pemerintah mencakup etika dan organisasi, etika

    dalam pemerintahan, etika dalam jabatan, serta nilai-nilai kepemerintahan

    yang baik sebagai trend global etika pemerintahan. Menurut Franz

    Magnis Suseno SJ, ada 4 (empat) unsur utama keberhasilan perwujudan

    etika organisasi, yaitu (1) Adanya etos kerja yang kuat, (2) Moralitas

    pegawai bersangkutan diarahkan, (3) Kepemimpinan yang bermutu, dan

    (4) Syarat-syarat sistemik.

  • 43

    Etos kerja adalah sikap dasar seseorang atau sekelompok orang dalam

    melakukan pekerjaan. Moralitas pribadi menyangkut kualitas moral

    masing-masing individu dalam menghadapi pekerjaan. Beberapa

    moralitas pribadi yang penting antara lain: (1) Dedikasi, (2) Jujur tidak

    korupsi, (3) Taat pada tuntutan khas etika birokrasi, (4) Bertanggung

    jawab, (5) Minat dan hasrat untuk terus menerus untuk meningkatkan

    kompetensi dan kecakapannya, (6) Menghormati hak dan semua pihak

    yang bersangkutan. Selanjutnya Gunnar Myrdal menyebut 11 (sebelas)

    kemampuan atau keutamaan yang diharapkan dari seorang pegawai

    yang baik: (1) Efisiensi, (2) Kerajinan, (3) Kerapihan, (4) Tepat waktu, (5)

    Kesederhanaan, (6) Kejujuran tidak korup, (7) Keputusan diambil secara

    rasional bukan emosional, bukan nepotisme/kolusi, (8) Kesediaan untuk

    berubah, (9) Kegesitan, (10) Bekerjasama, (11) Bersedia memandang

    jauh kedepan. Kepemimpinan bermutu menuntut 5 (lima) hal: (1)

    Kompetensi, (2) Tertib kerja, (3) Konsistensi, (4) Menjadi panutan, (5)

    Transparansi. Adapun kondisi-kondisi sistemik meliputi (1) Lingkungan

    kerja yang mendukung, (2) Kontrol.

    Selanjutnya untuk memuaskan dan membangun kepercayaan

    masyarakat kepada pemerintah harus dilakukan upaya-upaya untuk

    meningkatkan kualitas etika pemerintahan berdasarkan standar-standar

    etika yang berlaku di Indonesia. Dalam menyusun standar organisasi

    pemerintah, peranan masyarakat secara langsung maupun melalui

    lembaga-lembaga perwakilannya menjadi nara sumber yang penting dan

    strategis. Dalam kepemerintahan yang baik, pelaku pengawasan dan

    evaluasi penerapan etika organisasi pemerintah selain dilakukan oleh

    lembaga pemerintahan juga memberi kesempatan seluas-luasnya kepada

    masyarakat dan sector swasta. Berdasarkan UUD 1945 lembaga DPR

    berwenang mengawasi jalannya pemerintahan termasuk didalamnya

    mengawasi pelaksanaan standar etika aparatur pemerintah.

    4.8 LATIHAN

    1. Jelaskan bahwa etika organisasi berperan dalam mewujudkan tujuan

    organisasi!

    2. Uraikan secara garis besar tentang etika dalam jabatan dan etika

    dalam pemerintahan!

  • 44

    3. Sebutkan beberapa moralitas pribadi yang merupakan unsur utama

    keberhasilan perwujudan etika organisasi

    4. Uraikan secara garis besar sebelas kemampuan atau keutamaan

    yang diharapkan dari seorang pegawai yang baik! (Gunnar Myrdal).

    5. Uraikan secara garis besar tentang arti dan pentingnya standar etika

    organisasi pemerintah.

  • 45

    5. Kegiatan Belajar 4

    ETIKA PEGAWAI NEGERI SIPIL

    5.1 NILAI-NILAI DASAR BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL

    Pegawai Negeri Sipil di samping wajib melaksanakan dan menerapkan

    kode etik Pegawai Negeri Sipil, juga wajib menjunjung tinggi nilai-nilai

    dasar bagi Pegawai Negeri Sipil yang diatur dalam pasal 6 Peraturan

    Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004.

    Adapun nilai-nilai dasar yang harus dijunjung tinggi oleh Pegawai Negeri

    Sipil meliputi:

    5.1.1 Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa; 5.1.2 Kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang-Undang

    Dasar 1945;

    5.1.3 Semangat nasionalisme;

    5.1.4 Mengutamakan kepentingan Negara di atas kepentingan pribadi atau golongan;

    5.1.5 Ketaatan terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;

    5.1.6 Penghormatan terhadap hak asasi manusia 5.1.7 Tidak diskriminatif;

    5.1.8 Profesionalisme, netralitas, dan bermoral tinggi; 5.1.9 Semangat jiwa korps.

    Penjelasan pasal 6 dari Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004

    menegaskan bahwa nilai-nilai dasar bagi Pegawai Negeri Sipil merupakan

    pedoman, tingkah laku, dan perbuatan yang berlaku bagi seluruh

    Pegawai Negeri Sipil tanpa membedakan di mana Pegawai Negeri Sipil

    yang bersangkutan bekerja. Nilai-nilai da