essay elfina itb

5
Urgensi Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir sebagai Solusi Pemenuhan Kebutuhan Listrik Nasional Upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia baik dalam skala mikro maupun makro tentu perlu untuk didukung dengan infrastruktur yang memadai. Perkembangan industri yang kini dipusatkan kepada sektor kreatif dan manufaktur tentu menjadikan listrik sebagai suatu kebutuhan mutlak. Dalam roadmap Kebijakan Energi Nasional, diharapkan pembangunan infrastruktur kelistrikan memenuhi proyeksi kebutuhan listrik sejumlah 115 GW pada 2025 dan 430 GW pada 2050 dari jumlah saat ini yang hanya senilai 34,5 GW. Perhitungan kebutuhan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan perkembangan teknologi, bertambahnya jumlah penduduk, serta pertumbuhan ekonomi nasional. Di sisi lain isu pemanasan global dan jumlah cadangan energi fosil yang menipis menjadikan investasi energi listrik dari sumber alternarif semakin mendesak untuk dilakukan. Di antara berbagai jenis sumber daya baru terbarukan, energi nuklir merupakan salah satu alternatif yang menjanjikan. Pemilihan nuklir dalam pengembangan infrastruktur listrik perlu untuk segera dilakukan mengingat biaya yang murah serta dampak emisi lingkungan yang rendah dibanding sumber energi lain. Berdasarkan data dari World Nuclear Association, 30 negara saat ini telah menggunakan nuklir sebagai bahan bakar energi listrik. Bahkan untuk Prancis, Belgia, Ukraina, Slovakia serta Swedia, PLTN telah menjadi

Upload: elfina-marchantia-karima

Post on 15-Jul-2016

2 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

essay nuklir

TRANSCRIPT

Page 1: Essay Elfina ITB

Urgensi Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir sebagai Solusi Pemenuhan Kebutuhan Listrik Nasional

Upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia baik dalam skala

mikro maupun makro tentu perlu untuk didukung dengan infrastruktur yang

memadai. Perkembangan industri yang kini dipusatkan kepada sektor kreatif dan

manufaktur tentu menjadikan listrik sebagai suatu kebutuhan mutlak. Dalam

roadmap Kebijakan Energi Nasional, diharapkan pembangunan infrastruktur

kelistrikan memenuhi proyeksi kebutuhan listrik sejumlah 115 GW pada 2025

dan 430 GW pada 2050 dari jumlah saat ini yang hanya senilai 34,5 GW.

Perhitungan kebutuhan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan

perkembangan teknologi, bertambahnya jumlah penduduk, serta pertumbuhan

ekonomi nasional. Di sisi lain isu pemanasan global dan jumlah cadangan energi

fosil yang menipis menjadikan investasi energi listrik dari sumber alternarif

semakin mendesak untuk dilakukan.

Di antara berbagai jenis sumber daya baru terbarukan, energi nuklir

merupakan salah satu alternatif yang menjanjikan. Pemilihan nuklir dalam

pengembangan infrastruktur listrik perlu untuk segera dilakukan mengingat biaya

yang murah serta dampak emisi lingkungan yang rendah dibanding sumber energi

lain. Berdasarkan data dari World Nuclear Association, 30 negara saat ini telah

menggunakan nuklir sebagai bahan bakar energi listrik. Bahkan untuk Prancis,

Belgia, Ukraina, Slovakia serta Swedia, PLTN telah menjadi sumber energi

utama yang memasok lebih dari 40% kebutuhan listrik negara tersebut.

Dari segi ekonomi sendiri, nilai investasi yang relatif besar di muka untuk

pembangunan PLTN ternyata tetap menghasilkan harga listrik per kWh yang lebih

murah untuk jangka panjang proses produksi. Berdasarkan data dari BATAN,

biaya pembangunan PLTN yang mencapai Rp. 150 triliun untuk kapasitas

pembangkit sebesar 500 MW terbukti akan menghasilkan biaya listrik yang lebih

rendah mengingat masa penggunaan yang minimal selama 60 tahun dibanding

dengan jenis pembangkit listrik berbahan bakar lainnya yang hanya memiliki usia

pakai separuhnya. Selain itu biaya produksi per kWh nuklir adalah senilai sekitar

3 sen rupiah per kWh yang jauh lebih murah dibanding rata-rata harga listrik

produksi PLN saat ini yang mencapai 8-10 sen rupiah per kWh. Data-data tersebut

Page 2: Essay Elfina ITB

telah menunjukkan bagaimana nuklir merupakan sebuah solusi ekonomis untuk

menghasilkan kebutuhan listrik berjumlah besar dalam jangka panjang.

Sedangkan apabila ditinjau dari sisi lingkungan jangka panjang, energi

nuklir merupakan energi yang paling ramah lingkungan, bahkan bila

dibandingkan dengan berbagai alternatif energi terbarukan lainnya. Dikutip dari

Inderscience's International Journal of Nuclear Governance, Economy and

Ecology, Jesse H. Ausuble, seorang ilmuwan lingkungan di Rockefeller

University New York, mengungkapkan bahwa energi terbarukan selain nuklir

pada umumnya tetap memiliki efek buruk terhadap lingkungan terutama

mengingat luas lahan yang dibutuhkan. Padahal dunia sendiri saat ini telah

mengalami kekurangan lahan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan tempat

tinggal.

Untuk menghasilkan listrik setara dengan produksi sebuah PLTN 1.000

Megawatt electric (MWe), energi alternatif biomassa akan membutuhkan lahan

seluas 2.500 km persegi. Sedangkan untuk energi angin, dibutuhkan kurang lebih

770 km persegi lahan untuk menghasilkan energi yang setara, dengan catatan

kecepatan angin dan arah angin tetap mengingat 100 meter persegi daerah yang

berangin hanya cukup untuk melistriki satu atau dua lampu. Sedangkan PLTS

akan membutuhkan lahan seluas lebih dari 150 km persegi untuk menyimpan dan

menghasilkan listrik. Bahkan rata-rata setiap bentuk energi terbarukan

membutuhkan infrastruktur dan material seperti beton, baja, dan jalan akses

minimal 10 kali lebih banyak per kilowatt listrik dihasilkan dibandingkan dengan

penggunaan nuklir.

Sedangkan apabila dilihat dari sisi lingkungan, PLTN mempunyai

keunggulan emisi karbon yang lebih rendah dibanding energi alternatif lainnya.

Menurut data dari Lembaga Penelitian Indonesia bidang energi, pembangkit

nuklir telah membantu pengurangan emisi sebanyak 75 juta ton SO2 dan 32 juta

ton NOx secara komulatif antara tahun 1973 sampai dengan tahun 1995 di seluruh

dunia. Menilik data untuk tahun 1995 saja, pembangkit nuklir telah mengurangi

5.1 juta ton SO2 yang berjumlah hampir setengah dari target yang disepakati

dalam program "Clean Air Act Amendments of 1990". Energi nuklir juga

mencegah pelepasan 2.5 juta ton NOx, dimana nilai ini melebihi dari target yang

ditentukan sebesar 2 juta ton NOx oleh Clean Air Act Amendments of 1990.

Page 3: Essay Elfina ITB

Penolakan terhadap program PLTN pada umumnya terjadi akibat

ketakutan masyarakat atas efek lingkungan yang dihasilkan dari radioaktif nuklir.

Padahal dalam pengoperasian PLTN, limbah radioaktif yang dihasilkan terjamin

aman dan tidak akan membahayakan lingkungan maupun manusia. Sistem

pengolahan limbah telah dilakukan secara integratif salah satunya dengan

menerapkan penyimpanan secara ketat di tempat yang terpencil. Bahkan dengan

PLTN generasi terbaru, limbah radioaktif ini bisa dijadikan sebagai bahan bakar

lagi melalui proses reprocessing dan recycling.

Segi keamanan dari pembangunan PLTN sendiri tidak perlu dikhawatirkan

mengingat saat kerjasama pembangunan reaktor nuklir dilakukan dengan negara

yang telah menerapkan teknologi nuklir sebagai provider, pengawasan dan

transfer teknologi akan dilakukan secara menyeluruh. Dari segi sumber daya

manusia, BATAN sendiri saat ini telah memiliki ahli-ahli nuklir yang menyatakan

kesanggupannya untuk mengelola reaktor nuklir dan berjumlah melebihi

kebutuhan tenaga ahli.

Saat ini, ada 3 lokasi potensial di Indonesia sebagai tempat untuk dibangun

PLTN, yaitu Muria di Jawa Tengah, Pulau Bangka dan Kalimantan Timur.

Hingga saat ini pembangunan PLTN terhambat baik oleh penentangan dari

masyarakat sendiri salah satunya dengan argumen bahwa Indonesia terletak di

ring of fire dan juga kurangnya political will dari pemerintah. Padahal pemilihan

lokasi pembangunan reaktor nuklir sendiri telah dipertimbangkan secara hati-hati

dari pihak BATAN dengan mempertimbangkan parameter-parameter tertentu

bahkan dengan kajian yang memakan waktu hingga bertahun-tahun. Selain itu

Indonesia sangat membutuhkan solusi untuk mengentaskan energy poverty

mengingat 38 juta penduduk Indonesia sama sekali belum mendapatkan suplai

listrik. Jumlah tersebut belum termasuk dengan penduduk yang memperoleh

listrik namun tidak secara stabil dan kontinu.

Perkembangan ekonomi, kemajuan industri, peningkatan produktivitas

masyarakat, dukungan terhadap perkembangan teknologi, dan bahkan kebanggaan

atas negara, semua itu dapat diwujudkan dengan dibangunnya PLTN. Akhir kata,

urgensi pembangunan PLTN di Indonesia tidak hanya sekedar untuk memenuhi

kebutuhan listrik, melainkan juga sebagai sarana pembangunan bangsa.