essay kompilasi seminar perpajakan

8
Essay Seminar Perpajakan Melawan Pemanfaatan Perusahaan Asing untuk Penghindaran Pajak Mengenal dan Memahami Tax Shelter Tarif PPh Badan Turun : Tax Competition-kah? Andhi Prasetyo 06 / 144060006000 DIV Kelas 9A Kurikulum Khusus Politeknik Keuangan Negara STAN 2015

Upload: andhi-prasetyo

Post on 02-Dec-2015

26 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

File ini berisi beberapa essay mengenai current issue perpajakan

TRANSCRIPT

Page 1: Essay Kompilasi Seminar Perpajakan

Essay Seminar Perpajakan

Melawan Pemanfaatan Perusahaan Asing untuk Penghindaran Pajak

Mengenal dan Memahami Tax Shelter

Tarif PPh Badan Turun : Tax Competition-kah?

Andhi Prasetyo

06 / 144060006000

DIV Kelas 9A Kurikulum Khusus

Politeknik Keuangan Negara STAN

2015

Page 2: Essay Kompilasi Seminar Perpajakan

Melawan Pemanfaatan Perusahaan Asing untuk Penghindaran Pajak

Melawan Pemanfaatan Perusahaan Asing untuk Penghindaran Pajak

"In this world nothing can be said to be certain, except death and taxes”. Salah satu quote

yang sangat terkenal dari Benjamin Franklin1 ini sepertinya menjadi kurang relevan di era borderless

world saat ini. Kematian mungkin tidak dapat dihindari, namun sekarang orang selalu saja

menemukan cara baru dalam menghindari pajak. Ketika investasi dapat dilakukan di mana saja tanpa

ada batas negara, investor akan mencari celah-celah aturan di negara domisilinya, dan melihat

peluang-peluang di negara lain agar menghasilkan pajak yang lebih kecil, atau apabila dimungkinkan,

tidak membayar pajak sama sekali. Banyak sekali cara yang dilakukan investor untuk melakukan

penghindaran pajak lintas negara, salah satunya adalah dengan memanfaatkan perusahaan asing.

Dalam melakukan penghindaran pajak atas portofolio investasinya, terdapat dua jenis perusahaan

yang umumnya digunakan wajib pajak di negara yang menggunakan asas domisili dalam kebijakan

pajak internasionalnya yaitu Controlled Foreign Corporation (CFC) dan Passive Foreign Investment

Vehicles (PFIV), dan untuk dapat mengenakan pajak atas dua jenis perusahaan itu masing – masing

diperlukan mekanisme yang berbeda.

CFC merupakan perusahaan di bawah kendali Wajib Pajak dalam negeri yang berada di

negara-negara tax haven country2 yang dibentuk dengan maksud untuk menunda pengakuan

penghasilan dalam rangka penghindaran pajak (tax avoidance). Biasanya penghindaran pajak

dilakukan dengan mengalihkan penghasilan dari luar negeri ke perusahaan CFC yang sengaja

dibentuk di negara tax haven country. CFC biasanya tidak akan membagikan dividen agar pemegang

sahamnya, yaitu wajib pajak dalam negeri, tidak dikenakan pajak di negara domisilinya. Berbeda

dengan CFC, PFIV atau sering juga disebut Passive Foreign Investment Company (PFIC) tidak

dikendalikan oleh wajib pajak dalam negeri. PFIC merupakan perusahaan dengan pendapatan utama

berupa passive income. Internal Revenue Service3 menyebutkan bahwa ada dua syarat utama suatu

perusahaan dikategorikan sebagai PFIC, yaitu (1) 75% atau lebih pendapatannya berupa passive

income, dan (2) minimal 50% assetnya adalah asset yang digunakan untuk menghasilkan bunga,

dividen, dan capital gain.

Untuk dapat mengenakan pajak atas perusahaan CFC di negara domisili dari induk

perusahaannya, pemerintah setempat dapat membuat aturan pajak yang khusus mengatur CFC.

Aturan ini dibuat agar seolah-olah terjadi aliran pendapatan dari CFC ke peusahaan induk sehingga

dapat dikenakan pajak di negara domisilinya. Misalnya di Amerika Serikat, ketika wajib pajak

memiliki 10% atau lebih kepemilikan saham di luar negeri, maka wajib pajak harus memasukkan

pendapatan perusahaaan tersebut sesuai dengan rata-rata kepemilikannya sebagai dasar

perhitungan pajaknya. Dengan memasukkan bagian keuntungan dari perusahaan CFC, walaupun

1 Benjamin Franklin adalah seorang tokoh Amerika Serikat yang terkenal dan telah meninggalkan banyak karya

di dalam hidupnya. Franklin adalah orang dengan banyak jenis pekerjaan dan keahlian. Ia adalah seorang wartawan, penerbit, pengarang, filantrofis, abolisionis, pelayan masyarakat (pejabat), ilmuwan, diplomat, dan penemu sekaligus. 2 Negara-negara yang mengenakan pajak rendah atau tidak mengenakan pajak sama sekali.

3 Internal Revenue Service, lembaga perpajakan pemerintah federal Amerika Serikat.

Page 3: Essay Kompilasi Seminar Perpajakan

Melawan Pemanfaatan Perusahaan Asing untuk Penghindaran Pajak

sebenarnya tidak terjadi distribusi pendapatan secara aktual, pemerintah setempat dapat tetap

memungut pajak atas penghasilan wajib pajak yang mungkin sudah didistribusikan ke perusahaan

CFC.

Sedangkan untuk perusahaan PFIC, banyak cara yang dilakukan negara-negara di dunia

untuk melawan penggunaannya untuk penghindaran pajak. Misalnya di Australia, pendapatan dari

passive income domestik dan asing diperlakukan sama, sehingga tidak ada kebutuhan untuk

melakukan penghindaran pajak. Di Kanada, aturan mengenai PFIC baru akan diberlakukan apabila

ditengarai wajib pajak Kanada berusaha melakukan penghindaran pajak. Berbeda dengan kedua

negara di atas, Amerika mengenal 3 metode untuk mengenakan pajak terhadap penggunaan PFIC.

Yang pertama adalah dengan mengenakan pajak saat terjadi distribusi pendapatan, atau penjualan

kepemilikan atas PCIF ditambah dengan biaya bunga yang mencerminkan nilai penangguhan pajak

dari periode di mana PFIC mendapatkan penghasilan sampai periode penghasilan tersebut menjadi

objek pajak AS4. Metode kedua adalah dengan menganggap PFIC sebagai Qualified Electing Fund,

dengan metode ini pemegang saham harus memasukkan persentase dari total pendapatan PFIC

sebesar rata-rata kepemilikannya. Alternatif terakhir adalah menggunakan metode “mark to

market”. Apabila memilih metode ini, setiap akhir tahun pemegang saham harus memasukkan

kelebihan harga pasar saham dari perusahaan PFIC dari yang dicatat dalam laporan keuangan

sebagai penghasilan mereka. Metode ini hanya dapat digunakan apabila saham PFIC diperjual

belikan dalam bursa.

Berbagai macam cara digunakan wajib pajak untuk melakukan penghindaran pajak.

Penggunaan perusahaan asing sebagai “kendaraan” untuk memanfaatkan kelemahan dan peluang

dalam aturan pajak antar negara sudah sangat jamak dilakukan. Penmanfaatan entitas di luar

wilayah perpajakan negara domisili hanyalah satu dari cara-cara yang dilakukan wajib pajak. Untuk

dapat tetap mengenakan pajak kepada warganya, pemerintah setempat harus selalu mengikuti

perkembangan perilaku bisnis dan secepatnya menyesuaikan aturan perpajakannya. Pemerintah

tidak boleh kalah dalam menegakkan undang-undang perpajakan sehingga penerimaan negara dari

sektor perpajakan dapat diamankan.

4 Lihat Taxing Portfolio Income in Global Financial Markets, Bab 3, halaman 198.

Page 4: Essay Kompilasi Seminar Perpajakan

Melawan Pemanfaatan Perusahaan Asing untuk Penghindaran Pajak

Referensi

Herman, Doron. 2002. Taxing Portfolio Income in Global Financial Markets. Amsterdam: IBF

Wahyudi, Dudi. 2010, 2 Januari. Controlled Foreign Company (CFC). Diakses tanggal 3 Juni 2015. dari

http://dudiwahyudi.com/pajak/pajak-penghasilan/controlled-foreign-company-cfc.html

Internal Revenue Service. Controlled Foreign Corporations. Diakses tanggal 3 Juni 2015. Dari

http://www.irs.gov/irm/part4/irm_04-061-007.html#d0e10

Page 5: Essay Kompilasi Seminar Perpajakan

Mengenal dan Memahami Tax Shelter

Mengenal dan Memahami Tax Shelter

Pernahkah anda mendengar istilah tax shelter? Istilah ini memang jarang digunakan di

Indonesia, bahkan oleh praktisi perpajakan sekalipun. Namun apabila kita membaca literatur-

literatur perpajakan asing, istilah tax shelter cukup sering digunakan. Tidak ada definisi baku

mengenai tax shelter yang dikeluarkan secara resmi oleh otoritas pajak. Pada intinya tax shelter

adalah metode-metode yang digunakan untuk mengurangi penghasilan kena pajak (taxable income)

yang pada akhirnya berimbas pada berkurangnya pajak yang harus dibayar. Metode yang digunakan

dapat sangat beraneka ragam, dan legalitasnyapun berbeda-beda. Untuk dapat memahami apa itu

tax shelter setidaknya terdapat tiga hal yang perlu dibahas, yaitu metode tax shelter apa saja yang

legal, metode yang ilegal, dan bagaimana cara otoritas pajak menangkal tax shelter ilegal atau masih

abu-abu legalitasnya.

Legal tax shelter biasanya diciptakan oleh pemerintah untuk mendukung suatu program atau

kebijakan, biasanya untuk mendukung iklim investasi dan perekonomian. Misalnya pada perusahaan

tambang, pemerintah Amerika Serikat memperbolehkan biaya-biaya eksplorasi sebelum perusahaan

mulai menghasilkan keuntungan dibebankan kepada induk perusahaan atau pemegang saham

sehingga dapat mengurangi pajak mereka. Hal ini akan menarik minat investor yang akan

berinvestasi pada sektor padat modal dan dengan waktu pengembalian yangcukup lama seperti

sektor pertambangan. Tax shelter jenis ini juga dapat digunakan untuk tujuan sosial seperti misalnya

dana pensiun. Peserta dana pensiun biasanya diperbolehkan untuk mengurangkan penghasilannya

sebesar iuran dana pensiun mereka sehingga pajak penghasilan mereka lebih kecil. Pajak akan

dikenakan ketika mereka menerima dana pensiun pada hari tua.

Bagaimana dengan yang ilegal? Tax shelter yang dilarang adalah tax shelter yang bertujuan

untuk menghindari pajak. Metode yang digunakan biasanya berupa transfer pricing dengan

memanfaatkan anak perusahaan di tax havens country1. Perusahaan akan mengatur aliran

pendapatannya agar penghasilan mereka berpusat di negara yang tidak mengenakan pajak

penghasilan perusahaan. Sedangkan penghasilan di perusahaan induk dibuat seminimal mungkin

sehingga pajak yang dibayarkan juga kecil atau bahkan tidak membayar pajak sama sekali. Metode

lainnya adalah dengan melakukan financing arrangements2. Dengan mengatur pendanaan

perusahaan sebagian besar adalah dari pinjaman pihak berelasi, maka perusahaan dapat

membiayakan bunga sebesar mungkin agar penghasilan kena pajak menjadi kecil.

Untuk dapat melawan penggunaan tax shelter yang bertujuan untuk mengurangi dan

menghindari pajak, pemerintah perlu menerapkan peraturan anti tax shelter. Pemerintah dapat

selalu melakukan amandemen terhadap peraturan perpajakan agar dapat mencegah penggunaan

illegal tax shelter. Namun penyesuaian peraturan perpajakan akan selalu lebih lambat apabila

1 Tax Haven Country adalah negara yang tidak memungut pajak atau memungut pajak dengan nominal

tertentu saja (bukan presentase) dan biasanya sangat tertutup mengenai kerahasiaan nasabah 2 Strategi mengatur sumber pendanaan perusahaan untuk mendapatkan keuntungan baik secara ekonomi

maupun dalam hal perpajakan

Page 6: Essay Kompilasi Seminar Perpajakan

Mengenal dan Memahami Tax Shelter

dibandingkan perkembangan penggunaan tax shelter. Sehingga perlu digunakan senjata lainnya.

Senjata yang digunakan antara lain adalah penggunaan doktrin-doktrin seperti economic substance

doctrine, the business purpose doctrine, the substance over form doctrine, dan the sham transaction

doctrine. Doktrin ini akan menilai detail transaksi sehingga dapat disimpulkan apakah transaksi-

transaksi yang dilakukan merupakan transaksi umum atau bertujuan untuk menghindari pajak

sehingga walaupun jenis transaksi belum diatur dalam peraturan pajak tetap dapat dilawan. Senjata

yang lain adalah dengan menerapkan hukuman yang berat bagi pengguna tax shelter yang

menggunakannya untuk menghindari pajak. Hukuman yang berat akan mengakibatkan efek jera dan

membuat suatu sistem pencegahan secara hukum.

Dari pembahasan mengenai jenis-jenis tax shelter, legalitasnya, dan cara pemerintah untuk

dapat melawan penggunaan negative tax shelter dapat diambil beberapa kesimpulan. Pertama, tidak

semua tax shelter merupakan sesuatu yang negatif. Ada juga tax shelter yang legal dan diciptakan

pemerintah untuk tujuan tertentu. Kedua, tax shelter yang dilarang adalah cara-cara pengurangan

income yang bertujuan untuk menghindari pajak. Apapun jenisnya, apabila diindikasikan digunakan

untuk mengurangi apajak, maka itu adalah ilegal. Terakhir, untuk dapat melawan penggunaan illegal

tax shelter pemerintah harus selalu melakukan adaptasi terhadap peraturan perpajakan,

menggunakan doktrin-doktrin ekonomi untuk menilai suatu transaksi, dan menerapkan hukuman

yang berat bagi pengguna illegal tax shelter. Dengan mengenali dan memahami tax shelter,

diharapkan upaya pemerintah untuk mengumpulkan pajak dapat lebih maksimal.

Referensi

Bankman, Joseph (2004). The tax shelter problem’. National Tax Journal. vol. 57(4). pp. 925-936.

Virginia L. Bean, W. Peter Salzarulo, Richard F. Bebee and Josiah T. S. Horton Academe (1982). The

Investment Puzzle: IRA vs. TSA. Vol. 68, No. 3 . pp. 15-20 Published by: American

Association of University Professors.

Page 7: Essay Kompilasi Seminar Perpajakan

Tarif PPh Badan Turun : Tax Competition-kah?

Tarif PPh Badan Turun : Tax Competition-kah?

Beberapa bulan lalu, awal 2015, anda mungkin pernah mendengar rencana-rencana pemerintah

Indonesia dalam bidang perpajakan, salah satunya adalah memangkas tarif PPh Badan dari 25%

menjadi 18%1 seiring dengan akan direvisinya Undang-undang Pajak Penghasilan. Rencana ini

bertujuan agar investor dalam negeri tidak memindahkan dananya ke negara-negara tetangga

(ASEAN) yang rencananya juga akan menurunkan tarif PPh Badannya. Walaupun rencana ini masih

jauh dari realisasi, namun fenomena penurunan tarif pajak di wilayah ASEAN ini mulai

mengindikasikan adanya tax competition. Pemerintah di banyak negara berlomba-lomba

menurunkan tarif PPh Badan di negaranya (race to the bottom) untuk menarik masuk investasi.

Tulisan ini akan membahas apa yang dimaksud dengan tax competition, efek negatif, dan efek positif

dari adanya tax competition ini. Mari kita bahas satu persatu.

Pertama, pengertian tax competition. Menurut Deveroux and Loretz2, kompetisi pajak merupakan

suatu pengaturan pajak atas penghasilan perusahaan oleh suatu negara yang dipengaruhi oleh

pengaturan pajak di negara lain. Tax competition biasanya bertujuan untuk menarik investasi asing

langsung, investasi portofolio (mobile financial capital), aliran dana internal dari perusahaan

multinasional, pelaku jual beli lintas negara, dan high skilled labor. Berdasarkan hubungan hirarki

antara otoritas publik yang terlibat, tax competition dibagi menjadi horizontal tax competition: yaitu

ketika otoritas yang terlibat berada dalam level pemerintahan yang sama, misalnya kompetisi antar

negara, dan vertical tax competition: yaitu ketika otoritas yang terlibat adalah otoritas dalam satu

negara yang berbeda level (misal pemerintah pusat dan daerah) dan melakukan pemajakan

terhadap basis pajak yang sama. Hal yang paling umum dilakukan dalam melakukan kompetisi pajak

adalah dengan menurunkan tarif (competition through tax rate), walaupun tax competition juga

dapat dilakukan melalui kompetisi dalam basis pajak (competition through tax base), atau bisa juga

kometisi melalui penyediaan barang publik seperti infrastruktur untuk mendukung produktivitas

perusahaan yang memilih yuridiksi mereka (expenditure competition).

Pembahasan kedua adalah efek negatif dari adanya tax competition. Kompetisi pajak menyebabkan

fenomena race to the bottom yang berakibat pada berkurangnya pendapatan negara, sehingga

negara akan menurunkan standar public service-nya agar dapat menyesuaikan dengan pendapatan

pajak yang menurun. Efek selanjutnya adalah adanya asymmetric tax competition. Negara yang

biasanya berani menurunkan tarif pajaknya hingga seminimal mungkin adalah negara-negara kecil

atau berkembang, negara besar biasanya tidak terlalu peduli dengan adanya aliran modal keluar dari

negara mereka, hal ini mengakibatkan terjadinya pergeseran modal dari negara besar ke nagara-

negara kecil atau bahkan memicu praktek-praktek penghindaran pajak dengan memanfaatkan

perbedaan tarif antar negara. Efek yang juga mengikuti adanya tax competition ini adalah

pergerakan tenaga kerja. Tenaga kerja profesional akan mengikuti pergerakan modal dengan

1 Bisnis Indonesia, “Opsi Kemungkinan Penurunan Tarif Pajak: PPh Badan Maksimal 18%”, edisi cetak Senin, 25

Mei 2015. Lihat juga http://bit.ly/1U2wzcw. 2 Michael Devereux dan Simon Loretz, “What do We Know about Corporate Tax Competition”, National Tax

Journal, (2013), 746.

Page 8: Essay Kompilasi Seminar Perpajakan

Tarif PPh Badan Turun : Tax Competition-kah?

berpindah menuju negara-negara yang paling menguntungkan mereka dari sisi tarif pajak individu,

maupun pelayanan umum yang diberikan.

Walaupun di satu sisi terdapat beberapa efek negatif dari tax competition, namun juga terdapat sisi

positif yang menyertainya. Efek positif yang pertama adalah adanya fenomena tax exporting.

Fenomena ini terjadi ketika beban pajak dapat dialihkan kepada non-resident suatu negara. Pajak

akan dibayar oleh pemilik modal atau investor yang tertarik menanamkan modalnya di negara

tersebut sehingga ekonomi melaju pesat, namun warga negara tidak terbebani pajak yang besar.

Efek positif berikutnya adalah negara-negara berkembang akan dijadikan basis industri yang

memungkinkan peningkatan perekonomian di negara tersebut. Terakhir, efek positif yang paling

berpengaruh ketika terjadi tax competition adalah berkurangnya peran sektor publik dalam

pembangunan perekonomian. Dengan adanya tarif pajak rendah, investasi luar yang masuk, dan

pergerakan modal ke dalam negeri, sektor swasta akan berkembang. Peran sektor publik menjadi

minimal, terbatas pada penyediaan barang-barang publik sehingga penduduk negara tersebut dapat

meningkat kesejahteraannya dengan ikut serta dalam perputaran roda perekonomian.

Kembali pada isu penurunan tarif PPh Badan di negara kita, bisa jadi hal ini memang merupakan

suatu bentuk respon terhadap tax competition yang mulai terjadi di wilayah ASEAN. Untuk dapat

terus menarik minat investor sehingga perekonomian di Indonesia dapat semakin berkembang,

pemerintah memang harus selalu mengikuti perkembangan ekonomi internasional, terutama

regional, dengan membuat kebijakan-kebijakan baru yang relevan. Namun mengingat tax

competition juga memiliki efek negatif, alangkah baiknya apabila penurunan tarif PPh Badan dikaji

lebih lanjut agar efek-efek negatif dapat diantisipasi, sehingga negara kita dapat sepenuhnya

mengambil keuntungan dari adanya tax competition.

Referensi

Ioan TALPOŞ and Alexandru O. CRÂŞNEAC (2010). The Effects of Tax Competition. Theoretical and

Applied Economics. Volume XVII (2010), No. 8(549), pp. 39-52

Michael Devereux dan Simon Loretz, “What do We Know about Corporate Tax Competition”,

National Tax Journal, (2013), 746.