epiglotitis akut

20
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Epiglotitis akut, atau biasa disebut juga supraglotitis atau laringitis supraglotik, adalah keadaan inflamasi akut pada daerah supraglotis dari orofaring, yang meliputi inflamasi pada epiglotis, valekula, aritenoid, dan lipatan ariepiglotika. 1 Pada tahun 1900, Theisen pertama kali melaporkan kasus epiglotitis akut sebagai “angina-epiglottides”. Sejak itu, epiglotitis akut dipublikasikan secara luas dalam literatur pediatrik. 2 Epiglotitis biasanya disebabkan karena adanya infeksi bakteri pada daerah tersebut, dengan bakteri penyebab terbanyak adalah Haemophilus influenzae tipe b. 1 Epiglotitis paling sering terjadi pada anak-anak berusia 2 – 4 tahun, namun akhir-akhir ini dilaporkan bahwa prevalensi dan insidensinya meningkat pada orang dewasa. 2-4 Onset dari gejala epiglotitis akut biasanya terjadi tiba-tiba dan berkembang secara cepat.Pada pasien anak-anak, gejala yang paling sering ditemui adalah sesak nafas dan stridor yang didahului oleh demam, sedangkan pada pasien dewasa gejala yang terjadi lebih ringan, dan yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri tenggorokan dan nyeri saat menelan. 1,4,5 Diagnosis dapat dibuat berdasarkan riwayat perjalanan penyakit dan tanda serta gejala klinis yang ditemui, dan dari foto Rontgen lateral leher yang

Upload: laurensia-erlina-natalia

Post on 29-Oct-2015

123 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

THT

TRANSCRIPT

Page 1: EPIGLOTITIS AKUT

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Epiglotitis akut, atau biasa disebut juga supraglotitis atau laringitis supraglotik,

adalah keadaan inflamasi akut pada daerah supraglotis dari orofaring, yang meliputi

inflamasi pada epiglotis, valekula, aritenoid, dan lipatan ariepiglotika.1 Pada tahun 1900,

Theisen pertama kali melaporkan kasus epiglotitis akut sebagai “angina-epiglottides”.

Sejak itu, epiglotitis akut dipublikasikan secara luas dalam literatur pediatrik.2

Epiglotitis biasanya disebabkan karena adanya infeksi bakteri pada daerah tersebut,

dengan bakteri penyebab terbanyak adalah Haemophilus influenzae tipe b.1 Epiglotitis

paling sering terjadi pada anak-anak berusia 2 – 4 tahun, namun akhir-akhir ini dilaporkan

bahwa prevalensi dan insidensinya meningkat pada orang dewasa.2-4

Onset dari gejala epiglotitis akut biasanya terjadi tiba-tiba dan berkembang secara

cepat.Pada pasien anak-anak, gejala yang paling sering ditemui adalah sesak nafas dan

stridor yang didahului oleh demam, sedangkan pada pasien dewasa gejala yang terjadi

lebih ringan, dan yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri tenggorokan dan nyeri saat

menelan.1,4,5 Diagnosis dapat dibuat berdasarkan riwayat perjalanan penyakit dan tanda

serta gejala klinis yang ditemui, dan dari foto Rontgen lateral leher yang memperlihatkan

edema epiglotis (“thumb sign”) dan dilatasi dari hipofaring.3,5

Tujuan utama dari tatalaksana pada pasien dengan epiglotitis akut adalah menjaga

agar saluran nafas tetap terbuka dan menangani infeksi penyebab atau penyebab yang

lainnya.4

Epiglotitis akut dapat menjadi keadaan yang mengancam jiwa karena dapat

menimbulkan obstruksi saluran nafas atas yang tiba-tiba. Karena itu, dokter harus

mewaspadai kemungkinan terjadinya epiglotitis pada pasien, mendiagnosis serta

memberikan tatalaksana secara cepat dan tepat agar tidak sampai menjadi keadaan yang

mengancam jiwa.2,6

2. Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi persyaratan untuk

mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung

Tenggorok dan Bedah Kepala dan Leher Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Page 2: EPIGLOTITIS AKUT

2

1. Manfaat

Adapun manfaat penulisan makalah ini ialah agar menambah para pembaca

khususnya yang terlibat dalam bidang medis dan masyarakat secara umumnya dapat lebih

mengetahui dan memahami lebih mendalam mengenai epiglotitis akut.

BAB 2

Page 3: EPIGLOTITIS AKUT

3

TINJAUAN PUSTAKA

Epiglotitis Akut

2.1. Definisi

Epiglotitis akut adalah suatu keadaan inflamasi akut yang terjadi pada daerah

supraglotis dari orofaring, meliputi epiglotis, valekula, aritenoid, dan lipatan ariepiglotika,

sehingga sering juga disebut dengan supraglotitis atau laringitis supraglotik.1

2.2. Etiologi

Epiglotitis akut biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri. Bakteri yang paling sering

ditemukan adalah Haemophilus influenzae tipe b, namun dapat juga disebabkan oleh

bakteri lain, seperti Streptococcus pneumonia, Haemophilus parainfluenzae, Streptococcus

β-hemolyticus grup A dan grup C, Staphylococcus aureus, dan yang lebih jarang Klebsiella

pneumoniae, Neisseria meningitidis, Pasteurella multocida, Pseudomonas aeruginosa, dan

Bacteroides melanogenicus. Candida albicans juga pernah dilaporkan baik pada pasien

yang imunokompeten maupun yang imunokompromi. Beberapa virus juga dapat

menyebabkan epiglotitis akut, yaitu virus herpes simpleks, virus parainfluenza, dan virus

Epstein-Barr.1,2,4,7

Penyebab non-infeksi dari epiglotitis akut dapat berupa penyebab termal (makanan

atau minuman yang panas, penggunaan obat-obatan terlarang seperti rokok kokain dan

rokok mariyuana), penyebab kaustik, dan benda asing yang tertelan. Epiglotitis juga dapat

terjadi sebagai reaksi dari kemoterapi pada daerah kepala dan leher.1,2,4

2.3. Epidemiologi

Kasus epiglotitis akut dilaporkan pertama kali oleh Theisen pada tahun 1900 sebagai

“angina-epiglottides”. Sejak itu, epiglotitis akut telah dipublikasikan secara luas dalam

literatur pediatrik.2 Di Amerika Serikat, epiglotitis merupakan penyakit yang jarang

ditemui, dengan insidensi pada orang dewasa sekitar 1 kasus per 100.000 penduduk per

tahun, dengan rasio pria-wanita sekitar 3:1, dan terjadi pada usia dekade kelima dengan

usia rata-rata sekitar 45 tahun.1 Namun akhir-akhir ini terdapat bukti yang menyatakan

bahwa prevalensi dan insidensi epiglotitis akut pada orang dewasa meningkat,

dibandingkan dengan pada anak-anak yang relatif menurun.2-4,7 Rasio insidensi antara

anak-anak dengan orang dewasa pada tahun 1980 adalah 2,6:1, dan menurun menjadi 0,4:1

Page 4: EPIGLOTITIS AKUT

4

pada tahun 1993. Penurunan angka kejadian epiglotitis pada anak-anak ini terjadi sejak

diperkenalkannya vaksin untuk Haemophilus influenzae tipe b (Hib). Epiglotitis akut

paling sering terjadi pada anak-anak usia 2 – 4 tahun.1,4

2.4. Anatomi Epiglotis

Epiglotis adalah salah satu kartilago yang membentuk kerangka laring. Epiglotis

merupakan sebuah fibrokartilago elastis yang berbentuk seperti daun, dengan fungsi utama

sebagai penghalang masuknya benda yang ditelan ke aditus laring. Saat menelan, laring

bergerak ke arah anterosuperior. Hal ini membuat epiglotis mengenai pangkal lidah,

sehingga epiglotis terdorong ke arah posterior dan menempatkannya pada aditus laring.

Epiglotis memiliki dua tempat perlekatan di bagian anterior. Secara superior, epiglotis

melekat pada tulang hioid melalui ligamen hioepiglotika. Secara inferior pada bagian stem,

epiglotis melekat pada permukaan dalam dari kartilago tiroid tepat di atas komisura

anterior melalui ligamen tiroepiglotika. Permukaan kartilago epiglotis memiliki banyak

lubang yang berisi kelenjar mukus.3

Gambar 2.1. Anatomi epiglotis3

Page 5: EPIGLOTITIS AKUT

5

Epiglotis dapat dibagi menjadi bagian suprahioid dan bagian infrahioid. Bagian

suprahioid bebas baik pada permukaan laringealnya maupun permukaan lingualnya,

dengan permukaan mukosa laring lebih melekat dibandingkan dengan permukaan

lingual.Akibat permukaan mukosa laring melipat ke arah pangkal lidah, terbentuk tiga

lipatan: dua buah lipatan glosoepiglotika lateral dan sebuah lipatan glosoepiglotika medial.

Dua lekukan yang terbentuk dari ketiga lipatan tersebut disebut dengan valekula (dalam

bahasa Latin berarti “lekukan kecil”). Bagian infrahioid hanya bebas pada permukaan

laringealnya atau permukaan posterior. Permukaan ini memiliki tonjolan kecil yang

disebut tuberkel. Di antara permukaan anterior dan membran tirohioid dan kartilago tiroid

terdapat celah pre-epiglotika yang berisi lapisan lemak. Yang melekat secara lateral adalah

membran kuadrangular yang memanjang ke aritenoid dan kartilago kornikulata,

membentuk lipatan ariepiglotika.3

Seperti pada aspek lain dari saluran nafas pediatrik, epiglotis pada anak berbeda

secara signifikan dibandingkan dengan pada orang dewasa. Pada anak-anak, epiglotis

terletak lebih ke anterior dan superior dibandingkan pada orang dewasa, dan berada pada

sudut terbesar dengan trakea. Epiglotis pada anak juga lebih terkulai dan berbentuk

“omega shaped” dibandingkan dengan epiglotis yang lebih kaku dan berbentuk “U-

shaped” pada orang dewasa.4

Gambar 2.2. Perbedaan letak epiglotis pada (A) anak-anak dan (B) dewasa8

2.5. Manifestasi Klinis

Page 6: EPIGLOTITIS AKUT

6

Onset dan perkembangan gejala yang terjadi pada pasien epiglotitis akut berlangsung

dengan cepat. Biasanya pasien datang dengan keluhan nyeri tenggorok, nyeri menelan/

sulit menelan, dan suara menggumam atau ”hot potato voice”, suara seperti seseorang

berusaha berbicara dengan adanya makanan panas di dalam mulutnya.1 Prediktor adanya

obstruksi saluran nafas adalah perkembangan yang cepat dalam 8 jam setelah onset gejala,

terdapat stridor inspiratoar, saliva yang menggenang, laju pernafasan lebih dari 20 kali

permenit, dispnea, retraksi dinding dada dan posisi tubuh yang tegak.2 Selain itu, tanda-

tanda lain yang dapat ditemukan pada pasien dengan epiglotitis akut adalah demam, nyeri

pada palpasi ringan leher, dan batuk.1

Pada anak-anak, manifestasi klinik yang nampak akan terlihat lebih berat

dibandingkan pada orang dewasa. Tiga tanda yang paling sering ditemui adalah demam,

sulit bernafas, dan iritabilitas. Anak-anak akan terlihat toksik, dan terlihat tanda-tanda

adanya obstruksi saluran nafas atas. Akan terlihat pernafasan yang dangkal, stridor

inspiratoar, retraksi, dan saliva yang menggenang. Selain itu juga terdapat nyeri tenggorok

yang hebat dan disfagia. Berbicara pun terbatas akibat nyeri yang dirasakan. Batuk dan

suara serak biasanya tidak ditemukan, namun bisa terdapat suara menggumam. Stridor

muncul ketika saluran nafas hampir sepenuhnya tertutup. Anak-anak biasanya akan

melakukan posisi “tripod” (pasien duduk dengan tangan mencengkram pinggir tempat

tidur, lidah menjulur dan kepala lurus ke depan). Laringospasme dapat muncul secara tiba-

tiba dengan adanya aspirasi sekret ke saluran nafas yang telah menyempit dan

menimbulkan respiratory arrest.4,8

Obstruksi saluran nafas pada pasien dengan epiglotitis akut dapat terjadi karena

mukosa dari daerah epiglotis longgar dan memiliki banyak pembuluh darah, sehingga

ketika terjadi reaksi inflamasi, iritasi, dan respon alergi, dapat dengan cepat terjadi edema

dan menutupi saluran nafas sehingga terjadi obstruksi yang mengancam jiwa.6

2.6. Pemeriksaan dan Diagnosis

Dari pemeriksaan orofaring, dapat terlihat epiglotis dan daerah sekitarnya yang

eritematosa, membengkak, dan berwarna merah ceri, namun pemeriksaan ini jarang

dilakukan karena kemungkinan akan memperparah sumbatan dari saluran nafas. Ataupun

jika perlu dilakukan, maka pemeriksaan ini dilakukan di tempat yang memiliki alat-alat

yang lengkap, seperti di ruang operasi. Dapat juga dilakukan pemeriksaan laringoskopi

direk dengan fiber optik untuk pemeriksaan yang lebih akurat.1,7

Page 7: EPIGLOTITIS AKUT

7

Penggunaan pemeriksaan radiologis pada pasien dengan epiglotitis akut masih

kontroversial. Meskipun diketahui bahwa epiglotitis dapat didiagnosis dari radiografi

lateral leher, masih dipertanyakan apakah prosedur ini aman dan memang diperlukan.8

Dari hasil pemeriksaan radiografi ditemukan gambaran “thumb sign”, yaitu bayangan dari

epiglotis globular yang membengkak, terlihat penebalan lipatan ariepiglotika, dan distensi

dari hipofaring. Terkadang, epiglotis itu sendiri tidak membengkak, namun daerah

supraglotis masih terlihat tidak jelas dan nampak kabur akibat edema dari struktur

supraglotis yang lain. Pada kasus yang berat, terapi tidak boleh ditunda untuk melakukan

pemeriksaan radiografi. Jika radiografi memang dibutuhkan, pemeriksaan harus

didampingi dengan personil yang dapat mengintubasi pasien secara cepat ketika obstruksi

saluran nafas memberat atau telah tertutup seluruhnya.2,3,8

Page 8: EPIGLOTITIS AKUT

8

Gambar 2.3. Gambaran radiografi lateral leher pada pasien dengan epiglotitis2,6

Pemeriksaan laboratorium tidak spesifik pada pasien dengan epiglotitis dan

dilakukan ketika saluran nafas pasien telah diamankan. Jumlah leukosit dapat meningkat

dari 15.000 hingga 45.000 sel/µL.4 Kultur darah dapat diambil, terutama jika pasien

terlihat tidak baik secara sistemik. Kultur biasanya memberikan hasil yang positif pada

25% kasus.1

Epiglotitis dapat menjadi fatal jika terdiagnosis terlambat.6 Diagnosis biasanya dapat

ditegakkan dari riwayat perjalanan penyakit dan temuan klinis, serta pemeriksaan

radiografi jika memungkinkan.3

2.7. Diagnosis Banding

Pada anak-anak, croup dapatmerupakan diagnosis banding dari epiglotitis. Usia

pasien, gejala prodromal, adanya batuk, dan tingkat toksisitas dapat membantu

membedakan epiglotitis dari croup. Biasanya, croup terjadi pada anak yang lebih muda,

dan yang paling penting, pada anak dengan croup terdapat barking cough dan jarang

terlihat toksik.4

Page 9: EPIGLOTITIS AKUT

9

Kondisi-kondisi lain yang menyerupai epiglotitis adalah angioedema akut, obstruksi

saluran nafas karena penyebab lain, fraktur atau stenosis laring, aspirasi benda asing,

difteri laringeal, laringitis, abses peritonsilar, abses retrofaringeal, dan sepsis.1,4

2.8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada pasien dengan epiglotitis diarahkan kepada mengurangi

obstruksi saluran nafas dan menjaganya agar tetap terbuka, serta mengeradikasi agen

penyebab. Intubasi tidak boleh dilakukan di lapangan kecuali sudah terjadi obstruksi

saluran nafas yang akut. Pada pasien dengan keadaan yang tidak stabil, penatalaksanaan

saluran nafas sangat diperlukan. Tanda dan gejala yang berhubungan dengan kebutuhan

intubasi termasuk distres pernafasan, keadaan saluran nafas yang membahayakan yang

ditemukan saat pemeriksaan, stridor, ketidakmampuan untuk menelan, saliva yang

menggenang, dan keadaan yang makin memburuk dalam 8 – 12 jam. Epiglotis yang

membesar pada pemeriksaan radiografi berhubungan dengan obstruksi saluran nafas. Jika

masih ragu-ragu, mengamankan saluran nafas merupakan pendekatan yang paling aman.

Keadaan pasien dapat memburuk secara cepat, dan peralatan untuk membuka saluran nafas

harus tersedia. Jika intubasi gagal, dapat dilakukan trakeostomi atau krikotirotomi segera.1

Pada pasien dengan keadaan yang stabil tanpa tanda-tanda bahaya saluran nafas, sulit

bernafas, stridor, atau saliva yang menggenang, dan hanya memiliki pembengkakan yang

ringan, dapat ditangani tanpa intervensi saluran nafas yang segera dengan pengawasan

ketat di unit perawatan intensif atau ICU. Karena obstruksi saluran nafas dapat terjadi

dengan cepat pada pasien, penilaian serial berulang dari patensi saluran nafas sangat

diperlukan.1

Pada anak-anak, hindari prosedur yang dapat meningkatkan kegelisahan sampai

saluran nafas anak tersebut telah diamankan. Prosedur seperti pengambilan darah dan

pemasangan infus, meskipun dibutuhkan pada kebanyakan kasus epiglotitis akut pada

anak, dapat meningkatkan kegelisahan dan memperparah keadaan saluran nafasnya.4

Antibiotik intravena dapat dimulai sesegera mungkin dan harus mencakup

Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus, Streptococcus dan Pneumococcus,

seperti amoksisilin/asam klavulanat atau sefalosporin generasi kedua atau ketiga, seperti

sefuroksim, sefotaksim, atau seftriakson. Kortikosteroid sering direkomendasikan untuk

epiglotitis. Walaupun begitu, tidak ada data yang menunjukkan kegunaannya pada keadaan

Page 10: EPIGLOTITIS AKUT

10

ini. Penggunaan kortikosteroid tidak mengurangi kebutuhan untuk intubasi, durasi

intubasi, ataupun durasi perawatan.3,7

Gambar 2.4. Alur tatalaksana epiglotitis akut7

Ekstubasi biasanya dapat dilakukan setelah 48 hingga 72 jam, di mana edema telah

berkurang dan terdapat kebocoran udara di sekeliling selang endotrakeal. Kriteria untuk

ekstubasi termasuk berkurangnya eritema, berkurangnya edema epiglotis, atau secara

empiris setelah 48 jam intubasi. Laringoskopi fiber optik transnasal dapat dilakukan untuk

menilai resolusi dari edema sebelum dilakukan ekstubasi.3,8

Page 11: EPIGLOTITIS AKUT

11

2.9. Komplikasi dan Prognosis

Meskipun epiglotitis akut itu sendiri merupakan penyakit yang dapat mengancam

jiwa, infeksi lain dapat terjadi secara bersamaan. Komplikasi paling sering adalah

pneumonia. Infeksi konkomitan dengan Haemophilus influenzae yang lain termasuk

meningitis, adenitis servikal, perikarditis, dan otitis media. Selain itu, dapat juga terjadi

abses epiglotis dan uvulitis.7,8

Komplikasi non-infeksi juga dapat terjadi pada pasien dengan epiglotitis. Pasien

dengan obstruksi saluran nafas yang menyeluruh dan respiratory arrest dapat mengalami

kerusakan hipoksik dari sistem saraf pusat dan sistem organ yang lain. Bahkan pasien yang

telah mendapat tatalaksana yang cukup dapat menjadi hipoksik.8

Mortalitas pada pasien anak-anak telah menurun dari 7,1% menjadi 0,9% sejak

digunakannya intervensi saluran nafas profilaksis. Mortalitas pada orang dewasa sekitar 1

– 7%, namun jika terjadi obstruksi, mortalitas menjadi 17,6%.

Page 12: EPIGLOTITIS AKUT

12

BAB 3

KESIMPULAN

Epiglotitis akut adalah suatu keadaan inflamasi akut yang terjadi pada daerah

supraglotis dari orofaring, meliputi epiglotis, valekula, aritenoid, dan lipatan ariepiglotika,

sehingga sering juga disebut dengan supraglotitis atau laringitis supraglotik.Kasus

epiglotitis akut dilaporkan pertama kali oleh Theisen pada tahun 1900 sebagai “angina-

epiglottides”. Sejak itu, epiglotitis akut telah dipublikasikan secara luas dalam literatur

pediatrik.

Epiglotitis akut biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri, yang paling sering

ditemukan adalah Haemophilus influenzae tipe b, namun dapat juga disebabkan oleh

bakteri lain, virus dan jamur. Selain itu juga terdapat penyebab non-infeksi, seperti

penyebab termal, penyebab kaustik, dan benda asing yang tertelan. Epiglotitis juga dapat

terjadi sebagai reaksi dari kemoterapi pada daerah kepala dan leher.

Biasanya pasien datang dengan keluhan nyeri tenggorok, nyeri menelan dan/ atau

sulit menelan, dan sulit bernafas. Pada anak-anak, gejala yang nampak akan terlihat lebih

berat.

Epiglotitis dapat menjadi fatal jika terdiagnosis terlambat, karena dapat

menyebabkan obstruksi saluran nafas. Diagnosis biasanya dapat ditegakkan dari riwayat

perjalanan penyakit dan temuan klinis, serta pemeriksaan radiografi jika memungkinkan.

Penatalaksanaan pada pasien dengan epiglotitis diarahkan kepada mengurangi

obstruksi saluran nafas dan menjaganya agar tetap terbuka, serta mengeradikasi agen

penyebab. Dapat dilakukan intubasi jika telah terjadi obstruksi, dengan ekstubasi setelah

48 – 72 jam, serta pemberian antibiotik yang adekuat.

Page 13: EPIGLOTITIS AKUT

13

DAFTAR PUSTAKA

1. Gompf, S.G. Epiglottitis. 2011. Available at:

http://http://emedicine.medscape.com/article/763612 [Accessed April 18th, 2012].

2. Chung, C.H. Case and Literature Review: Adult Acute Epiglottitis – Rising Incidence

or Increasing Awareness. Hong Kong J Emerg Med. October 2011; 8(4): 227-30.

Available at: http://www.hkcem.com/html/publications/Journal/2001-3/227-231.pdf

[Accessed April 18th, 2012].

3. Snow, J.B., Ballenger, J.J. Ballenger’s Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery.

16th Ed. USA: BC Decker; 2003: 1090-3, 1195-6, 1198.

4. Tolan, R.W. Pediatric Epiglottitis. 2011. Available at:

http://http://emedicine.medscape.com/article/963773 [Accessed April 18th, 2012].

5. Dhingra, P.L. Acute and Chronic Inflammation of Larynx. In: Dhingra, P.L. Diseases of

Ear, Nose and Throat. 4th Ed. USA: Elsevier; 2007: 265-6.

6. Chung, C.H. Acute Epiglottitis Presenting as the Sensation of a Foreign Body in the

Throat. Hong Kong Med J. September 2000; 6(3): 322-4. Available at:

http://www.hkmj.org/article_pdfs/hkm0009p322.pdf [Accessed April 18th, 2012].

7. Wick, F., Ballmer, P.E., Haller, A. Acute Epiglottitis in Adults. Swiss Med Wkly. 2002;

132: 541-546. Available at: http://www.smw.ch/docs/pdf200x/2002/37/smw-

10050.PDF [Accessed April 18th, 2012].

8. Cummings, C.W. et al. Cummings Otolaryngology - Head & Neck Surgery. 5th Ed.

USA: Elsevier; 2010: 2806-9.