epidemiologi
DESCRIPTION
homeworkTRANSCRIPT
Epidemiologi
Gizi buruk (malnutrisi) merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan,
khususnya di berbagai negara berkembang (WHO, 2004). The United Nations
Children’s Fund (UNICEF) pada tanggal 12 September 2008, menyatakan
malnutrisi sebagai penyebab lebih dari 1/3 dari 9,2 juta kematian pada anak-anak
di bawah usia 5 tahun di dunia. UNICEF juga memberitakan tentang terdapatnya
kemunduran signifikan dalam kematian anak secara global di tahun 2007, tetapi
tetap terdapat rentang yang sangat jauh antara negara-negara kaya dan
miskin, khususnya di Afrika dan Asia Tenggara (CWS, 2008).
Malnutrisi dalam bentuk apapun meningkatkan risiko terkena berbagai
penyakit dan kematian. Malnutrisi energi-protein, misalnya, merupakan sebuah
peran utama dari semua kematian anak di bawah usia 5 tahun setiap tahunnya di
negara-negara berkembang (WHO, 2001). Bentuk bahaya dari malnutrisi
termasuk marasmus, kretinisme, kerusakan otak yang irreversible akibat
defisiensi iodin, kebutaan, peningkatan faktor risiko terhadap penyakit infeksi,
dan kematian akibat defisiensi vitamin A (WHO, 2004).
World Food Programme (WFP) memperkirakan 13 juta anak di Indonesia
menderita malnutrisi. Ada beberapa wilayah di Indonesia, yang sekitar 50% bayi
dan anak-anak mempunyai berat badan rendah. Survei yang dipublikasi oleh
Church World Service (CWS), pada suatu studi kasus di 4 daerah wilayah Timor
Barat (Kupang, Timur Tengah Selatan (TTS), Timur Tengah Utara (TTU), dan
Belu) menunjukkan sekitar 50% dari bayi dan anak-anak adalah underweight
sedang dan/atau underweight berat. Bersama dengan Helen Keller International
dan UNICEF, CWS West Timor survei menyimpulkan 13,1% dari seluruh anak di
bawah usia 5 tahun menderita malnutrisi akut, sedangkan 61,1% dari bayi baru
lahir sampai umur 59 bulan menderita malnutrisi kronik (Church World Service
(CWS), 2008).
Menurut Departemen Kesehatan (2004), pada tahun 2003 terdapat sekitar 27,5%
(5 juta balita kurang gizi), 3,5 juta anak (19,2%) dalam tingkat gizi kurang, dan 1,5
juta anak gizi buruk (8,3%). WHO (1999) mengelompokkan wilayah berdasarkan
prevalensi gizi kurang ke dalam 4 kelompok yaitu: rendah (di bawah 10%), sedang
(10-19%), tinggi (20-29%), sangat tinggi (30%).
Secara nasional, 10 kabupaten/kota dengan prevalensi Gizi Buruk dan Gizi
Kurang pada Balita tertinggi berturut-turut adalah Aceh Tenggara (48,7%), Rote
Ndao (40,8%), Kepulauan Aru (40,2%), Timor Tengah Selatan (40,2%), Simeulue
(39,7%), Aceh Barat Daya (39,1%), Mamuju Utara (39,1%), Tapanuli Utara (38,3%),
Kupang (38,0%), dan Buru (37,6%). Sedangkan 10 kabupaten/kota dengan
prevalensi Gizi Buruk dan Gizi Kurang pada Balita terendah adalah Kota Tomohon
(4,8%), Minahasa (6,0%), Kota Madiun (6,8%), Gianyar (6,8%), Tabanan (7,1%),
Bantul(7,4%), Badung (7,5%), Kota Magelang (8,2%), Kota Jakarta Selatan (8,3%),
dan Bondowoso (8,7%)Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) oleh
Badan Pusat Statistik (BPS) dan Laporan Survei Departemen Kesehatan-Unicef
tahun 2005, dari 343 kabupaten/kota di Indonesia penderita gizi buruk sebanyak 169
kabupaten/kota tergolong prevalensi sangat tinggi dan 257 kabupaten/kota lainnya
prevalensi tinggi. Dari data Depkes juga terungkap masalah gizi di Indonesia
ternyata lebih serius dari yang kita bayangkan selama ini. Gizi buruk atau anemia
gizi tidak hanya diderita anak balita, tetapi semuakelompok umur. Perempuan
adalah yang paling rentan, disamping anak-anak. Sekitar 4 juta ibu hamil,
setengahnya mengalami anemia gizi dan satu juta lainnya kekurangan energi kronis
(KEK). Dalam kondisi itu, rata-rata setiap tahun lahir 350.000 bayi lahir dengan
kekurangan berat badan (berat badan rendah)
Dapusnya :
Sudah di dalam kurung ya :*