ekowisata yang kita kembangkan sendiri 2

Upload: aasty-nabila

Post on 30-Oct-2015

110 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ekowisata yng telah dikembangkan

TRANSCRIPT

HALAMAN PERSETUJUAN

Makalah ini dibuat demi guna memenuhi persyaratan tugas dari dosen mata kuliah yang bersangkutan dengan judul MEMBUAT PROYEK PENGEMBANGAN EKOWISATA BERBASIS KOMUNITAS DI PULAU BINTAN, KABUPATEN BINTAN, PROVINSI KEPULAUAN RIAU yang telah mendapat persetujuan

Mengetahui,

DOSEN EKOWISATA

DERI ADI WIJAYA, S.ST.M.Par

ii

DAFTAR ISIHalaman JuduliHalaman PersetujuaniiDaftar Isiiii

BAB I PENDAHULUANI.a Latar Belakang1I.b Rumusan Masalah2I.c Tujuan2I.d Sasaran2I.e Ruang Lingkup2BAB II PEMBAHASAN UMUM2.a Pengertian Ekowisata42.b Pengembangan Konsep Ekowisata5BAB III PEMBAHASAN PAKET3.a Pelatihan Ekowisata bagi Masyarakat 16

iii3.b Perencanaan Kegiatan Pengembangan Ekowisata 183.c Produk Ekowisata yang dikembangkan di Pulau Bintan19BAB IV PENUTUP4.a Kesimpulan atau Saran25DAFTAR PUSTAKA

iv

LAMPIRAN

2

BAB IPENDAHULUAN

1.a Latar belakangPengembangan kawasan wisata berkelas internasional di desa Sebong Lagoi, Kecamatan Teluk Sebong, Kabupaten Bintan yang dikenal dengan nama Kawasan Wisata Inernasional Lagoi (Bintan Beach International Resorts/BBIR) tak dampak disangkal telah memberikan kontribusi yang sangat penting terhadap pembangunan ekonomi di Kab. Bintan. Setiap tahun, kawasan wisata seluas 23,000 hektar ini dikunjungi oleh sekitar 300,000 wisatawan mancanegara yang masuk melalui Pelabuhan Laut Internasional Bandar Bentan Telani, Lagoi. Hanya butuh waktu satu jam untuk sampai ke kawasan ini dari Pelabuhan Ferry Tanah Merah Singapore.Banyaknya jumlah wisatawan telah menciptakan ribuan lapangan kerja diberbagai sektor dan tingkatan. Industri pariwisata menjadi salah satu sumber pendapatan utama bagi PEMDA Bintan. Pajak Hotel dan Restaurant yang dipungut dari kawasan ini setiap tahun bisa mencapai Rp.40 milyar.Kendatipun demikan, belum banyak penduduk lokal yang bisa menikmati perputaran dolar dari bisnis pariwisata di kawasan tersebut. Masyarakat desa yang umumnya berprofesi sebagai nelayan dan petani tradisional kalah bersaing dengan para pendatang yang memiliki keterampilan dan pendidikan relatif lebih baik. PT Bintan Resort Cakrawala (PT BRC) selaku pengelola kawasan wisata terus berupaya untuk meningkatkan kualtas SDM penduduk lokal. Setiap tahun ribuan bea siswa dikucurkan untuk membantu pendidikan mereka dari tingkat SD sampai Perguruan Tinggi, bahkan banyak diantara mereka yang dikirim ke Singapore untuk mempelajari Pariwisata. Paling tidak butuh waktu satu atau dua dekade lagi bagi penduduk lokal untuk bisa berperan secara siknifikan dalam sektor pariwisata di desanya.1.b Rumusan masalahApakah pengembangan ekowisata berbasis komonitas di Pulau Bintan, Kabupaten Bintan, Propinsi Kepulauan Riau dapat dijadikan sebagai alternative untuk meningkatkan peran masyarakat dalam penanggulangan dan pemulihan kerusakan keanekaragaman hayati yang berkesinambungan?1.c TujuanUntuk meningkatkan peran masyarakat desa Sebong Langoi, kecamatan Teluk Sebong, Kabupaten Bintan, Propinsi Kepulauan Riau dalam penangulangan dan pemulihan kerusakan keanekaragaman hayati di dalam dalam Proyek Pengembangan Ekowisata berbasis komunitas yang dikenal dengan nama Bintan Ecotourism Venture Project (BEVEP). 1.d SasaranPencegahan, penanggulangan dan pemulihan kerusakan keanekaragaman hayati di desa Sebong Langoi, kecamatan Teluk Sebong, Kabupaten Bintan, Propinsi Kepulauan Riau, melalui kegiatan ekowisata.1.e Ruang lingkupRuang lingkup Kriteria Pengembangan Ekowisata dalam rangka Pengendalian Kerusakan Keanekaragaman Hayati di desa Sebong Langoi, kecamatan Teluk Sebong, Kabupaten Bintan, Propinsi Kepulauan Riau: Kriteria Pengembangan ekowisata dalam rangka pengendalian kerusakan keanekaragaman hayati yang meliputi aspek perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Terbatas pada kawasan di desa Sebong Langoi, kecamatan Teluk Sebong, Kabupaten Bintan, Propinsi Kepulauan Riau dengan pertimbangan:

Berdasarkan ketentuan yang ada (Undang-undang No. 5 tahun 1990 pasal 31) di zona dan blok pemanfaatan kedua kawasan tersebut dapat diselenggarakan kegiatan pariwisata alam dan rekreasi, disamping penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan penunjang budidaya. Tekanan dan Kerusakan di desa Sebong Langoi, kecamatan Teluk Sebong, Kabupaten Bintan, Propinsi Kepulauan Riau saat ini sangat tinggi dan berpengaruh kepada kelestarian keanekaragaman hayati.

BAB IIPEMBAHASAN UMUM

2.a Pengertian ekowisataEkowisata adalah perjalanan yang bertanggung jawab ketempat-tempat yang alami dengan menjaga kelestarian lingkungan dan meningkatkan kesejahtraan penduduk setempat.Definisi ini sebenarnya hampir sama dengan yang diberikan oleh Hector Ceballos-Lascurain yaitu sama-sama menggambarkan kegiatan wisata di alam terbuka, hanya saja menurut TIES dalam kegiatan ekowisata terkandung unsur-unsur kepedulian, tanggung jawab dan komitmen terhadap kelestarian lingkungan dan kesejahtraan penduduk setempat. Ekowisata merupakan upaya untuk memaksimalkan dan sekaligus melestarikan pontensi sumber-sumber alam dan budaya untuk dijadikan sebagai sumber pendapatan yang berkesinambungan. Dengan kata lain ekowisata adalah kegiatan wisata alam plus plus. Definisi di atas telah telah diterima luas oleh para pelaku ekowisata.Adanya unsur plus plus di atas yaitu kepudulian, tanggung jawab dan komitmen terhadap kelestarian lingkungan dan peningkatan kesejahtraan masyarakat setempat ditimbulkan oleh:1. Kekuatiran akan makin rusaknya lingkungan oleh pembangunan yang bersifat eksploatatif terhadap sumber daya alam. 2. Asumsi bahwa pariwisata membutuhkan lingkungan yang baik dan sehat. 3. Kelestarian lingkungan tidak mungkin dijaga tanpa partisipasi aktif masyarakat setempat. 4. Partisipasi masyarakat lokal akan timbul jika mereka dapat memperoleh manfaat ekonomi ('economical benefit') dari lingkungan yang lestari. 5. Kehadiran wisatawan (khususnya ekowisatawan) ke tempat-tempat yang masih alami itu memberikan peluas bagi penduduk setempat untuk mendapatkan penghasilan alternatif dengan menjadi pemandu wisata, porter, membuka homestay, pondok ekowisata (ecolodge), warung dan usaha-usaha lain yang berkaitan dengan ekowisata, sehingga dapat meningkatkan kesejahtraan mereka atau meningkatkan kualitas hidpu penduduk lokal, baik secara materiil, spirituil, kulturil maupun intelektual.2.b Pengembangan Konsep EkowisataEkowisata merupakan suatu konsep pariwisata yang mencerminkan wawasan lingkungan dan mengikuti kaidah-kaidah keseimbangan dan kelestarian lingkungan. Secara umum pengembangan ekowisata harus dapat meningkatkan kualitas hubungan antar manusia, meningkatkan kualitas hidup masyarakat setempat dan menjaga kualitas lingkungan.Unsur-pengembangan konsep Ekowisata meliputi : Sumber Daya AlamKekayaan keanekaragaman hayati merupakan daya tarik utama bagi pangsa pasar ekowisata sehingga kualitas, keberlanjutan dan pelestarian sumber daya alam, peninggalan sejarah dan budaya menjadi sangat penting untuk pengembangan ekowisata. Ekowisata juga memberikan peluang yang sangat besar untuk mempromosikan pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia di tingkat internasional, nasional maupun lokal. MasyarakatPada dasarnya pengetahuan tentang alam dan budaya serta daya tarik wisata kawasan dimiliki oleh masyarakat setempat. Oleh karena itu pelibatan masyarakat menjadi mutlak, mulai dari tingkat perencanaan hingga pada tingkat pengelolaan. PendidikanEkowisata meningkatkan kesadaran dan apresiasi terhadap alam, nilai-nilai peninggalan sejarah dan budaya. Ekowisata memberikan nilai tambah kepada pengunjung dan masyarakat dalam bentuk pengetahuan dan pengalaman. Nilai tambah ini mempengaruhi perubahan perilaku dari pengunjung, masyarakat dan pengembang pariwisata agar sadar dan lebih menghargai alam, nilai-nilai peninggalan sejarah dan budaya. PasarKenyataan memperlihatkan kecendrungan meningkatnya permintaan terhadap produk ekowisata baik di tingkat internasional dan nasional. Hal ini disebabkan meningkatnya promosi yang mendorong orang untuk berperilaku positif terhadap alam dan berkeinginan untuk mengunjungi kawasan-kawasan yang masih alami agar dapat meningkatkan kesadaran, penghargaan dan kepeduliannya terhadap alam, nilai-nilai sejarah dan budaya setempat. EkonomiEkowisata memberikan peluang untuk mendapatkan keuntungan bagi penyelenggara, pemerintah dan masyarakat setempat, melalui kegiatan-kegiatan yang non ekstraktif, sehingga meningkatkan perekonomian daerah setempat. Penyelenggaraan yang memperhatikan kaidah-kaidah ekowisata mewujudkan ekonomi berkelanjutan. KelembagaanPengembangan ekowisata pada mulanya lebih banyak dimotori oleh Lembaga Swadaya Masyarakat, pengabdi masyarakat dan lingkungan. Hal ini lebih banyak didasarkan pada komitmen terhadap upaya pelestarian lingkungan, pengembangan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat secara berkelanjutan. Namun kadang kala komitmen tersebut tidak disertai dengan pengelolaan yang baik dan profesional, sehingga tidak sedikit kawasan ekowisata yang hanya bertahan sesaat. Sementara pengusaha swasta belum banyak yang tertarik menggarap bidang ini, karena usaha seperti ini dapat dikatakan masih relatif baru dan kurang diminati karena harus memperhitungkan social cost dan ecological-cost dalam pengembangannya. Masalah yang mendasar adalah bagaimana membangun pengusaha yang berjiwa pengabdi masyarakat dan lingkungan atau lembaga pengabdi masyarakat yang berjiwa pengusaha yang berwawasan lingkungan. Pilihan kedua, yaitu mengembangkan lembaga pengabdi masyarakat yang berjiwa pengusaha berwawasan lingkungan dilihat lebih memungkinkan, dengan cara memberikan pelatihan manajemen dan profesionalisme usaha. Untuk hal ini diperlukan bentuk kerja sama dan kemitraan yang nyata yang bersifat lintas sektor, baik ditingkat lokal, nasional, bahkan jika memungkinkan tingkat internasional, secara sinergis saling menguntungkan, tidak bersifat eksploitatif, adil dan transparan dengan pembagian tugas yang jelas. Aktualisasi dari kerja sama ini, juga dimungkinkan bagi daerah yang akan mengembangkan Daerah Tujuan Ekowisata dengan memanfaatkan potensi Taman Wisata Alam dan Taman Nasional yang ada di wilayahnya. Pemerintah daerah setempat dapat memprakarsai pembentukan suata Badan (board) yang akan mengelola ekowisata secara profesional.

Prinsip-prinsip Pengembangan EkowisataKonservasi Pemanfaatan keanekaragaman hayati tidak merusak sumber daya alam itu sendiri. Relatif tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan kegiatannya bersifat ramah lingkungan. Dapat dijadikan sumber dana yang besar untuk membiayai pembangunan konservasi. Dapat memanfaatkan sumber daya lokal secara lestari. Meningkatkan daya dorong yang sangat besar bagi pihak swasta untuk berperan serta dalam program konservasi. Mendukung upaya pengawetan jenis.PendidikanMeningkatkan kesadaran masyarakat dan merubah perilaku masyarakat tentang perlunya upaya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Ekonomi Dapat memberikan keuntungan ekonomi bagi pengelola kawasan, penyelenggara ekowisata dan masyarakat setempat. Dapat memacu pembangunan wilayah, baik di tingkat lokal, regional mapun nasional. Dapat menjamin kesinambungan usaha. Dampak ekonomi secara luas juga harus dirasakan oleh kabupaten/kota, propinsi bahkan nasional.

Peran Aktif Masyarakat Membangun hubungan kemitraan dengan masyarakat setempat Pelibatan masyarakat sekitar kawasan sejak proses perencanaan hingga tahap pelaksanaan serta monitoring dan evaluasi. Menggugah prakarsa dan aspirasi masyarakat setempat untuk pengembangan ekowisata. Memperhatikan kearifan tradisional dan kekhasan daerah setempat agar tidak terjadi benturan kepentingan dengan kondisi sosial budaya setempat. Menyediakan peluang usaha dan kesempatan kerja semaksimal mungkin bagi masyarakat sekitar kawasan.Wisata Menyediakan informasi yang akurat tentang potensi kawasan bagi pengunjung. Kesempatan menikmati pengalaman wisata dalam lokasi yang mempunyai fungsi konservasi. Memahami etika berwisata dan ikut berpartisipasi dalam pelestarian lingkungan. Memberikan kenyamanan dan keamanan kepada pengunjung.

Beberapa Aspek Pengendalian Kerusakan keanekaragaman Hayati dalam Konsep Ekowisata meliputi :Aspek Pencegahan Pemilihan lokasi yang tepat (menggunakan pendekatan tata ruang) Rancangan pengembangan lokasi yang sesuai dengan daya dukung dan daya tampung. Rancangan atraksi/kegiatan yang sesuai denan daya dukung kawasan dan kerentanan. Merubah sikap dan perilaku stakeholder, mulai dari pengelola kawasan, penyelenggara ekoturisme (tour operator) serta wisatawan itu sendiri. Memilih Segmen Pasar yang sesuai.

Aspek Penanggulangan Menyeleksi pengunjung termasuk jumlah pengunjung yang diperkenankan dan minat kegiatan yang diperkenankan (control of visitor). Menentukan waktu kunjungan Mengembangkan pengelolaan kawasan (rancangan, peruntukan, penyediaan fasilitas) melalui pengembangan sumber daya manusia, peningkatan nilai estitika serta kemudahan akses kepada fasilitas.

Kegiatan apa saja yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan baik ditaman nasional maupun wisata alam sehingga kelestarian lingkungan tetap terjagaDalam bab ini, prinsip-prinsip pengembangan ekowisata yang telah diuraikan sebelumnya diterjemahkan ke dalam kriteria pengembangan ekowisata untuk mencegah, menanggulangi dan memulihkan kerusakan keanekaragaman hayati di tama nasional dan taman wisata alam. Kriteria yang mendasari setiap tahap proses pengembangan yaitu perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi, dikembangkan dengan mempertimbangkan fungsi dari masing-masing kawasan dan konteks untuk pengembangan pariwisata.Berdasarkan penunjukannya, taman nasional mempunyai keanekaragaman hayati yang lebih tinggi dari taman wisata alam karena taman nasional merupakan perwakilan dari suatu tipe ekosistem asli. Oleh karna itu, dampak kerusakan terhadap keanekaragaman hayati akibat kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di taman nasional akan mempunyai nilai lebih penting dibandingkan dengan di taman wisata alam. Dalam proses pengembangannya, akan muncul beberapa perbedaan kriteria di antara dua tipe kawasan tersebut (lihat boks 1, 2, 3 dan 4).

Boks 1. Dalam pengembangan pariwista di Taman Wisata Alam

Hal-hal yang diperbolehkan:(SK DirJen PHPA No. 129 tahun 1996)

Dalam zona pemanfaatan dapat dilakukan kegiatan pemanfaat kawasan dan potensinya dalam bentuk kegiatan penelitian, pendidikan dan wisata alam; Kegiatan pengusahaan wisata alam dapat diberikan kepada pihak ketiga, baik koperasi, BUMN, swasta, maupun perorangan; Dalam zona pemanfaatan dapat dibangun sarana dan prasarana pengelolaan, penelitian, pembangunannya harus memperhatikan gaya arsitektur setempat; Dalam zona pemanfaatan diperkenankan adanya pemanfaatan tradisional.

Boks 2. Dalam pengembangan pariwisata di Taman Wisata Alam

Hal-hal yang diperbolehkan:(SK DirJen PHPA No. 129 tahun 1996)

Dalam blok pemanfaatan dapat dilakukan kegiatan pemanfaatan kawasan dan potensinya dalam bentuk kegiatan penelitian, pendidikan, dan wisata alam; Kegiatan pengusahaan wisata alam dapat diberikan kepada pihak ketiga, baik koperasi, BUMN, swasta, maupun perorangan; Blok pemanfaatan dapat digunakan sebagai tempat berlangsungnya kegiatan penangkaran jenis sepanjang untuk menunjang kegiatan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, restocking, dan budidaya oleh masyarakat setempat; Dalam blok pemanfaatan dapat dibangun sarana dan prasarana pengelolaan, penelitian, pendidikan dan wisata alam (Pondok wisata, bumi perkemahan, karavan, penginapan remaja, usaha makan dan minuman, sarana wisata tirta, angkutan wisata, wisata budaya, dan penjualan cinderamata) yang dalam pembangunannya harus memperhatikan gaya arsitektur daerah setempat;

Boks 3. Dalam pengembangan pariwisata di Taman Wisata Alam

Hal-hal yang tidak diperbolehkan:(SK DirJen PHPA No. 129 tahun 1996)

Dalam zona pemanfaatan tidak dapat digunakan sebagai tempat berlangsungnya kegiatan yang bersifat merubah bentang alam yang ada/asli.

Boks 4. Dalam pengembangan pariwisata di Taman Wisata Alam

Hal-hal yang tidak diperbolehkan:(SK DirJen PHPA No. 129 tahun 1996)

Dalam blok pemanfaatan tidak dapat digunakan sebagai tempat berlangsungnya kegiatan yang bersifat merubah bentang alam.

Untuk menciptakan dampak paling minimum dengan biaya terendah, yang diharapkan akan menghasilkan suatu pengembangan yang paling tepat untuk menjaga keberlanjutan kawasan, setiap pengembang ekowisata disarankan untuk menggunakan suatu pendekatan komprehensif dalam pengembangan kegiatan-kegiatannya, karena kerusakan terhadap keanekaragaman hayati terutama diakibatkan oleh suatu proses fisk (physical process) terhadap sistem biologis (biological system) yang sangat kompleks dan terdiri dari beragam unsur. Untuk itu suatu filosofi atau pertimbangan umum sebelum mempertimbangkan kriteria-kriteria lainnya adalah suatu pemahaman dari pengembang ekowisata terhadap:Perilaku Alam di dalam EkosistemPemahaman yang sangat mendasar terhadap perilaku alam dalam suatu ekosistem sangat diperlukan sebelum para pengembang mengembangkan suatu kegiatan wisata dan membangun sarana dan prasarana. Jaminan terhadap keberlanjutan kawasan, yang pada gilirannya adalah kelestarian terhadap keanekaragaman hayatinya, harus didukung oleh pemahaman terhadap unsur-unsur sumber daya alam tersebut saling terkait.Keterkaitan antar EkosistemKemungkinan terkaitan antar ekosistem yang terpisah secara geografis dapat terjadi seperti misalnya antara ekosistem hutan pegunungan dengan mangrove atau antara mangrove dan terumbu karang. Perubahan yang terjadi di satu ekosistem akan berdampak terhadap ekosistem lainnya. Dalam hal ini perencanaan dan kontrol dari pemerintah yang mendasarkan kepada lingkup secara geografis sangat diperlukan.Frakmentasi HabitatDampak suatu kegiatan terhadap kerusakan keanekaragaman hayati dapat diperkecil apabila fragmentasi suatu habitat dihindarkan, baik dalam pembangunan sarana dan prasarana maupun dalam proses pengambilan keputusan tata guna laihan atau ruang.Energi yang berada dalam EkosistemDalam pengembangan ekowisata, kebutuhan manusia akan energi, seperti makanan, bahan bakar, dan terutama air, tak dapat dihindarkan. Sangat tidak realistis apabila hal tersebut semuanya harus dipenuhi oleh ekosistem yang bersangkutan. Usaha-usaha untuk memperkecil pemanfaatan ekosistem dapat dilakukanmelalui pemanfaatan sumber-sumber energi yang dapat diperbaharui yang berasal dari ekosistem lokal. Apabila energi dari ekosistem lokal tidak dapat diperoleh, disarankan para pengembang untuk tetap menjaga pengembangan secara harmonis dengan sumber daya alam yang ada dan memperkecil dampak yang diakibatkan karena mendatangkan energi dari luar.Kebutuhan Manusia Terhadap EkosistemKebutuhan manusia terhadap ekosistem tak pernah berhenti bahkan bertambah terus. Pengembangan ekowisata yang direncanakan harus memperhitungkan penggunaan sumber daya alam sebelumnya sehingga dampak dari kegiatan terdahulu, pengembanga yang direncanakan, dan antisipasi penggunaan di masa depan, tidak akan melebihi kemampuan ekosistem. Skala dan jenis dari setiap kemungkinan pengembangan harus lebih ditentukan oleh kemampuan dan daya lenting ekosistem dari pada oleh kemampuan fisik kawasan.Perubahan yang Dapat DiterimaPerubahan terhadap suatu ekosistem tak dapat dihindarkan dalam suatu pengembangan ekowisata sekalipun. Namun batas-batas perubahan yang dapat diterima oleh suatu ekosistem disuatu kawasan ditentukan terlebih dahulu sebelum pengembangan ekowisata dimulai. Penetapan batas perubahan yang dapat diterima harus tidak melebihi ambang batas paling atas kemampuan suatu kawasan. Suatu kejadian tak terduga sangat mungkin terjadi, seperti misalnya musim kering yang lama atau badai. Kejadian yang tak terduga tersebut dapat melampaui ambang batas paling atas dan menyebabkan seluruh sistem hancur. Para pengembang ekowisata dan mitranya agar memahami hal ini dan menghormati batas-batas perubahan yang dapat diterima oleh ekosistem, serta tidak dianjurkan untuk merubah batas-batas tersebut baik melalui usaha-usaha mendatangkan energi dari luar ekosistem maupun menciptakan unsur-unsur buatan lainnya.

Monitoring EkosistemDampak terhadap sumber daya alam di kawasan akibat dari pengembangan dan penggunaan sarana maupun prasarana haruslah dimonitor dan dievaluasi. Suatu tindakan harus segera dilakukan untuk memperbaiki masalah yang timbul. Informasi yang diperoleh melalui monitoring dan evaluasi secara teratur dapat digunakan untuk meningkatkan pengembangan disetiap tahapan.Monitoring selain akan memberikan informasi tentang perilaku suatu ekosistem, juga akan menjamin bahwa batas-batas perubahan yang dapat diterima tidak terlampaui. Indikator jenis/species adalah salah satu contoh alat yang efisien untuk memonitor suatu perubahan. Pemahaman ekosistem dapat pula diperoleh dengan inventarisasi awal maupun secara berulang-ulang tentang tanah, hidrologi, pola penggunaan tanah dan komunitas tumbuhan dan satwa melalui GIS (Geogrphical Information System).

BAB IIIPEMBAHASAN PAKET

Proyek Pengembangan Ekowisata Berbasis Komunitasdi Pulau Bintan, Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau

3.a Pelatihan Ekowisata Bagi MasyarakaSalah satu tujuan Pengembangan Ekowisata di Bintan adalah untuk memberi kesempatan kepada masyarakat desa yang bermukim di sekitar kawasan wisata International Lagoi untuk bisa menjadi pelaku wisata di desanya masing-masing agar pada gilirannya nanti dapat ikut menikmati hasil dari kegiatan bisnis pariwisata yang gemerlap itu, tidak hanya menjadi penonton semata seperti yang terjadi selama ini.Dengan adanya kegiatan ekowisata di desanya, diharapkan banyak wisman yang akan berkunjung ke desa karena itu masyarakat setempat harus bisa menjadi tuan rumah yang baik, artinya harus bisa menjadi operator ekowisata yang terampil dan mampu memberikan pelayanan yang memuaskan kepada wisman dengan mengutamakan kenyamanan dan keamanan wisman. Bisnis pariwisata sangat rentan dan sensitif, sekali memberikan pelayanan yang tidak memuaskan, beritanya akan segera menyebar ke seantero kawasan wisata sehingga kemungkinan besar akan jarang wisman yang mau berkunjung ke desa.Untuk bisa menjadi pelaku ekowisata yang cakap, masyarakat harus memiliki keterampilan yang memadai dalan bidang pariwisata/ekowisata. Mereka harus diberi pelatihan yang relevan dengan kegiatan pariwisata. Sedangkan jenis pelatihan disesuaikan dengan produk ekowisata yang akan dikembangkan di desa.Sebagian besar waktu dalam proyek pengembangan ekowisata di Bintan digunakan untuk melatih keterampilan masyarakat, karena pada saat itu pengetahuan mereka tentang pariwisata apalagai ekowisata sangat terbatas, disamping itu pendidikan formal mereka juga sangat minim, rata-rata lulusan SD dan SMP. Mencari lulusan SLTA di desa-desa tersebut sangat sulit, kalaupun ada umumnya mereka sudah bekerja di kawasan wisata.Banyak jenis pelatihan yang dilaksanakan baik yang dikemas dalam bentuk Pelatihan maupun yang dilaksanakan dalam bentuk penyuluhan-penyuluhan serta melalui 'coaching' yaitu pembinaan yang dilakukan oleh konsultan pendamping (community-organizer) yang ada di desa. Pengetahuan tentang ekowisata juga seringkali disampaikan melalui rapat-rapat informal ditingkat kelompok, tingkat pengurus maupun di tingkat desa.Jenis pelatihan yang diberikan disesuaikan dengan jenis produk ekowisata yang akan dikembangkan. Sedangkan perencanaan terhadap pengembangan produk ekowisata disesuaikan pula dengan potensi alam, kapasitas masyarakat, potensi pasar dan ketersediaan sumber-sumber lainnya.Untuk memudahkan pelaksanaan pelatihan, anggota masyarakat yang akan terlibat dalam kegiatan ekowisata diorganisir ke dalam beberapa kelompok. Masing-masing kelompok akan mendapat pelatihan yang berbeda sesuai dengan bidang kerjanya masing-masing. Kelompok-kelompok tersebut terdiri dari: Kelompok Pemandu Wisata, yaitu anggota masyarakat yang dilatih untuk menjadi Pemandu Ekowisata, pelatihan yang diberikan mencakup bahasa Inggris tingkat dasar, tingkat menengah sampai kepada tingkat mahir. Disamping itu mereka juga diberi pelatihan mengenai Teknik Memandu, Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan, Penyelamatan Di Air, dan Kesehatan Lingkungan. Kelompok Pengrajin, yaitu ibu-ibu didesa yang dilatih agar dapat membuat kerajinan yang berkualitas untuk dijual kepada wisman yang akan berkunjung ke desa. Kerajinan yang dikembangkan pada saat itu adalah kerajinan anyaman pandan yang merupakan bagian dari budaya masyarakat setempat sementara bahan bakunya, yaitu pohon pandan banyak tumbuh liar di desa. Kelompok Pembuat Makanan, yaitu ibu-ibu yang dilatih mengenai Teknik Produksi Makanan Sehat yang nantinya akan bertugas untuk menyiapkan makanan dan minuman untuk disajikan atau dijual kepada wisman yang berkunjung ke desa. Kelompok Nelayan diberikan pelatihan mengenai Budi Daya Ikan di kolam terapung dan Teknik Penyelamatan di Air. Kelompok Petani diberikan pelatihan mengenai Pertanian Organik dan pembuatan kompos. Kelompok Penari diberikan pelatihan aneka tarian tradisioanal. Kelompok Operator dan Administrator Ekowisata, diberikan pelatihan mengenai management usaha kecil, sistem administrasi keuangan, bahasa Inggris, pemasaran ekowisata, pemberdayaan komunitas dan kegiatan study banding.

3.b Perencanaan Kegiatan Pengembangan EkowisataPerencanaan kegiatan pengembangan ekowisata dilakukan bersama oleh Tim Terpadu Pengembang Ekowisata di bantu oleh Konsultan Ahli Ekowisata. Perencanaan ini disusun berdasarkan hasil study kelayakan yang telah dilakukan sebelumnya oleh konsultan.Kegiatan perencanaan ekowisata di Pulau Bintan ini pada dasarnya menentukan hal-hal berikut: Produk ekowisata apa saja yang akan dikembangkan yang disesuaikan dengan potensi alam, potensi pasar, kapasitas masyarakat dan ketersediaan sumber daya lainnya misalnya budget dan expertise (keahlian)? Siapa anggota masyarakat yang akan terlibat langsung dalam kegiatan ekowisata? Keahlian apa yang harus mereka miliki? Berapa lama mereka harus dilatih? Bagaimana mereka harus dilatih? Instansi/Dinas dan pihak mana saja yang terlibat dan apa saja tugas dan tanggung jawab dari masing-masing pihak/dinas tersebut? Berapa lama waktu yang diperlukan untuk mengembangkan sebuah produk ekowisata? Berapa besar dana yang diperlukan untuk setiap kegiatan pengembangan? Berasal dari mana sumber dana tersebut? Infrastruktur dan sarana apa saja yang diperlukan untuk setiap produk ekowisata yang dikembangkan? Bagaimana cara memasarkan setiap produk ekowisata?

3.c Produk Ekowisata yang akan dikembangkan di Pulau BintanNama Produk Ekowisata :Wisata Memancing Tradisional, yaitu kegiatan wisata mengajak wisman mengarungi Sungai Sebong menggunakan sampan (perahu nelayan tradisioanl), disepanjang perjalanan akan diperagakan berbagai cara menangkap ikan tradisional setempat. Diakhir wisata wisman disuguhi makanan tradisional dan dihibur dengan tarian tradisional Melayu. Sebelum pulang, wisman diberi kesempatan untuk membeli kerajinan anyaman pandan buatan ibu-ibu nelayan.

Alasan di pilih untuk dikembangkan:1. Lokasi pengembangan berdekatan dengan Kawasan Wisata International Lagoi (hanya dipisahkan oleh Sungai Sebong yang akan dijadikan lokasi memancing). 2. Kondisi Alam sangat mendukung, yaitu adanya Sungai Sebong air payau yang indah dan tenang serta dikelilingi oleh hutan Bakau yang masih asri. 3. Bagian dari tradisi/kultur masyarakat setempat yang sebagian besar adalah nelayan tradisional. Artinya keahlian dasar sudah mereka miliki. 4. Sesuai hasil survey pasar, banyak diantara wisatawan asing yang suka memancing dan hanya menginginkan kegiatan wisata jangka pendek (kurang dari satu hari). Siapa anggota masyarakat yang terlibat dan keahlian apa yang harus mereka miliki? 1. Nelayan Tradisional, mereka harus dibekali dengan pengetahuan dasar pariwisata, misalnya bersifat ramah kepada wisman, banyak senyum dsb. Disamping itu mereka perlu dilatih "Tata Cara Penyelamatan Di Air" untuk menjaga bila terjadi kecelakaan mereka bisa membantu menyelamatkan tamu. Pengetahuan Lain adalah mengenai Kesehatan Lingkungan. 2. Pemandu Wisata, yaitu lulusan SLTP dan SLTA yang berasal dari desa. Pelatihan yang diperlukan yaitu (1) Bahasa Inggris agar bisa memandu dengan baik. (2) Pengetahuan tentang lingkungan dan ada istiadat masyarkat setempat, agar bisa menjelaskan kepada tamu mengenai lingkungan disekitarnya. (3) Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan dan (4) Kesehatan Lingkungan. 3. Penari Tradisional, yaitu para penari tradisional yang ada di desa atau remaja putra/i putus sekolah yang dilatih untuk menjadi penari. Di akhir acara, peserta wisata memancing akan disuguhkan tarian tradisional oleh masyarakat setempat. Wisman akan diajak untuk menari bersama. 4. Ibu-ibu pembuat kue di desa, perlu diberikan pelatihan memproduksi kue dan makanan yang sehat. Kue dan makanan ringan nantinya disajikan kepada wisman yang berkunjung, yaitu bagian dari paket wisata. Sarana apa saja yang dibutuhkan?: 1. Pelabuhan Wisata yang dilengkapi dengan ruangan yang memadai untuk pertunjukan tari, makan dan minum, tempat naik turunnya wisatawan yang akan berkunjung ke desa. 2. Sampan/Perahu Wisata, yaitu yang akan digunakan untuk membawa wisman memancing. Perahu ini perlu didisain agar nyaman dan aman bagi tamu, misalnya tidak terlau goyang dsb. 3. Perlengkapan memancing tradisonal dan pelampung keselamatan (life jacket). 4. Radio Komunikasi untuk komunikasi antara pemandu wisata yang sedang memancing dengan kawasan wisata International, dan operator yang ada di darat.Aspek Lingkungan Apa saja yang harus diperhatikan?: 1. Perahu cukup didayung, tidak menggunakan mesin-mesin besar karna suara mesin bisa mengganggu habitat sungai. 2. Populasi Ikan perlu ditambah karna sudah mulai berkurang akibat tata cara penangkapan ikan yang tidak benar pada masa lalu dan penebangan hutan bakau besar-besaran pada masa lalu. Jadi harus ditanam bibit ikan tertentu di Sungai agar bisa cepat berkembang biak. 3. Beberapa kawasan bakau yang gundul perlu ditanam kembali. 4. Perlu diberikan penyuluhan kepada nelayan setempat mengenai tata cara penangkapan ikan yang benar dan larangan penebangan pohon, khsususnya bakau di lokasi tersebut. Perlu dijelaskan kepada masyarakat bahwa alam yang sudah tercemar/rusak tidak akan bisa menarik wisatawan. Pihak mana saja yang terkait dengan pengembangan produk wisata memancing tradisional?: Dinas Pariwisata bertugas untuk pengadaan pelabuhan dan perahu wisata serta memberikan pelatihan/penyuluhan Sadar Wisata kepada masyarakat desa setempat, khususnya yang terlibat langsung dengan kegiatan ekowisata. Dinas Kesehatatan menyediakan dapur sehat untuk ibu-ibu yang akan menyiapkan makanan untuk disajikan kepada wisman dan memberikan pelatihan Teknik Produksi Makanan Sehat. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan bertugas untuk menanam pohon bakau yang gundul, menabur bibit ikan dan memberikan penyuluhan lingkungan kepada masyarakat. Dinas Perikanan memberikan penyuluhan kepada nelayan setempat mengenai tata cara menangkap ikan yang berkelanjutan dan budi daya ikan terapung di Sungai Sebong. Dinas Koperasi dan UKM memberikan bantuan modal kepada ibu-ibu pembuat makanan dan pelatihan management usaha kecil bagi operator/pengelola ekowisata. Dinas Perindustrian dan Perdagangan melatih ibu setempat untuk membuat kerajinan anyaman pandan yang akan dijual kepada wisman. Membuat tikar pandan merupakan bagian dari budaya penduduk setempat. Dinas Kehutanan memberikan penyuluhan kepada petani mengenai budi daya pohon pandan dan mengadakan bibit pandan untuk dibudidayakan.Juga bertanggung jawab untuk menjaga kelestarian hutan bakau disekitar Sungai Sebong. PT Bintan Resort Cakrawala (PT BRC) memberikan pelatihan Bahasa Inggris bagi pemandu wisata, pelatihan menari tradisonal, pelatihan penyelamatan di air dan pelatihan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaaan kepada masyarakat yang akan terlibat. Disamping memberi pelatihan PT BRC juga mengadakan peralatan memancing tradisional, life jacket dan perlengkapan lainnya yang diperlukan untuk kegiatan Wisata Memancing Tradisional.Bagaimana produk ekowisata ini dipasarkan?

Wisata Memancing Tradisional direncanakan untuk dipasarkan kepada wisman yang berkunjung ke Kawasan Wisata Lagoi (300 ribu orang/tahun). Pemasaran akan dilakukan melalui PT BRC yang akan mempromosikan produk ini melalui jaringan pemasaran yang dimilikinya, misalnya melalui agen-agen wisata yang ada disetiap counter hotel/resort di kawasan Lagoi serta melalui agen-agen wisata International, khususnya yang ada di Singapore. Media pemasaran terdiri dari brosur/leaflet, website, iklan koran, pembuatan video untuk diputar di kapal-kapal ferry route Singapore - Lagoi. Seluruh kegiatan pemasaran termasuk pembuatan media pemasaran dilakukan secara profesional oleh PT BRC dengan tekad untuk memajukan kegiatan ekowisata di Bintan.Sedangkan untuk pasar dalam negeri akan dipasarkan oleh Dinas Pariwisata melalui kegiatan pameran-pameran dalam dan luar negeri yang diikuti oleh Dinas Pariwisata Kab. Bintan. Selain itu kegiatan ekowisata ini juga akan dipromosikan melalui buku panduan wisata yang akan diterbitkan oleh Dinas Pariwisata setempat.Berapa lama kegiatan pengembangan produk Wisata Memancing Tradisional ini akan dilaksanakan? Sebelum produk ini bisa dipasarkan, diperlukan waktu tak kurang dari satu tahun untuk proses pengembangannya yang meliputi kegiatan-kegiatan berikut: (maaf tidak kami rinci lama dari setiap kegiatan). Pengadaan Sarana Wisata Pelatihan Ketrampilan Untuk masyarakat (semua jenis pelatihan yang disebutkan di atas) Penyehatan dan Penyuluhan Lingkungan Uji Coba Produk dengan mengundang agen-agen perjalanan dari luar negeri untuk memperoleh feedback dan saran dari mereka terhadap kelayakan produk wisata memancing tradisional. Fine tuning (penyesuaian) sesuai feed back dari operator wisata Pemasaran termasuk pembuatan media pemasaran Kegiatan yang paling lama adalah kegiatan untuk melatih masyarakat agar memiliki kemampuan yang memadai agar bisa menjadi pelaku ekowisata yang handal di desanya sendiri.PetaPulau Bintan

BAB IVKESIMPULAN ATAU SARANDari pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa dilema antara kepentingan ekonomis dan kepentingan konservasi yang dihadapi sangat tidak sejalan dengan apa yang di inginkan. Sebagai pelaku periwisata hendaknya melakukan pendekatan pada masyarakat setempat akan pentingnya konsep Ekowisata dalam menyelamatkan keanekaragaman hayati agar tidak rusak.Penerapan yang terburu-buru tanpa analisis lingkungan yang mendalam dapat menyebabkan dampak lingkungan yang sangat besar, dimana pemulihan terhadap dampak ini membutuhkan biaya yang tinggi.Perencanaan yang matang dan hati-hati mutlak diperlukan dalam penerapan konsep ekowisata. Pertimbangan yang dilakukan tidak hanya untuk kepentingan ekonomis tapi lebih pada pertimbangan ekologis.Pelibatan masyarakat dan stakeholder lainnya perlu dilakukan untuk mendukung pengelolaan kawasan ekowisata. Pengelola kawasan ekowisata juga perlu mengedepankan profesionalitas, salah satunya melalui peningkatan kualitas dan kuantitas SDM pengelola.Walaupun demikian, usaha-usaha evaluasi yang dilakukan secara terus menerus oleh para pengelola kawasan ekowisata diharapkan mampu meningkatkan kualitas pengelolaan kawasan tersebut, sehingga di kemudian hari, ekowisata benar-benar menjadi potensi yang menjanjikan tidak hanya bagi kepentingan pariwisata tapi juga bagi kepentingan konservasi itu sendiri

DAFTAR PUSTAKAHhtp///dek//Ekowisata.com. Jakarta: bintan langonhttp//www.ekowisata//.com, (2007). Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SD/MI Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Dasar Kelas V.http//www.gunung gede. ekowwisata (Classroom Action Research). Badan Penelitian Dosen LPTK dan objek pariwisata. Jawa barat: Dikti.Dinas pariwisata. (2003). Metode ekowisata. Jawa barat : Depdiknas.Dinas pariwisata. (2009). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.Depdiknas. (2007). Pedoman Penilaian Hasil Belajar. Jakarta: Bintan langon Haryanto, (2003). Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.http//wwwgnung gede jawa barat.com, (1983). Dinas pariwisata Departement of tourism Dundee Colloge of Education. Jakarta: ErlanggaRahmat, et al. (2006). Belajar dinas pariwisata jawa barat . Bandung: Sarana Pancakarya.Httpwww.ekowisata.com. (1992). Hhtp//ekowisata//resort langone.co.id: DepdikbudSinaga, M. et al. (2006).panduan perjalanan wisata. Jakarta: ErlanggaSuryabrata, S. (2002). Metodologi Penelitian Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

MEMBUAT PROYEK PENGEMBANGAN EKOWISATA BERBASIS KOMUNITAS DI PULAU BINTAN, KABUPATEN BINTAN, PROVINSI KEPULAUAN RIAU

Disusun oleh:Nama : Yudi susantoNo induk : 20094003

PROGRAM S1 USAHA PERJALANAN WISATASTP SAHIDSURAKARTA2011