ekopar uas - copy
DESCRIPTION
Ekonomi PariwisataTRANSCRIPT
Bab I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Indonesia sebagai Negara kepulauan memiliki potensi yang cukup besar. Dengan
banyak pulau maka setiap daerah memiliki keragaman kebudayaan, kekayaan alam dan
bebagai suku yang berbeda-beda. Hal ini menunjukabn Indonesia memiliki banyak sector
yang dapat dikembangkan dalam mendukung pembangunan nasional. Pada Undang-undang
No.10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan dimana dije laskan bahwa pariwisata dapat
meningkatkan pendapatan nasional memperluas lapangan pekerjaan dan pemerataan
pembangunan daerah. Pembangunan dapat dijadikan sarana untuk menciptakan kesadaran
identitas nasional dalam keberagaman.
Pembangunan kepariwisataan dibangun dengan pendekatan pertumbuhan dan
pemerataan ekonomi untuk kesejah teraan rakyat. Pariwisata sebagai upaya pelaksanaan
pembangunan yang didukung oleh sumber daya alam yang memadai dan harus dikelola
dengan manajemen yang baik. Dalam hal ini perlu diamati tentang pemanfaatan sumber daya
alam bagi pengembangan pariwisata yaitu unsur-unsur sumber daya alam apa saja yang
terkait dalam rangka pengembangan pariwisata. Bidang pariwisata mempunyai peranan
penting dalam perekonomian Nasional dan regional, baik sebagai sumber devisa negara
maupun sumber lapangan kerja bagi masyarakat kota dan desa memperkenalkan alam dan
nilai budaya bangsa. Pariwisata dalam negeri terus dikembangkan dan diarahkan untuk
memupuk rasa cinta tanah air dan bangsa serta menanamkan jiwa, semangat dan nilai-nilai
luhur bangsa dalam rangka memperkokoh persatuan dan kesatuan Nasional disamping untuk
meningkatkan kegiatan ekonomi.
Lawang Sewu merupakan tempat wisata yang memiliki nilai sejarah yang tinggi dan
potensi wisata yang pesat maka dari itu penting untung menjaga objek wisata ini, terlebih lagi
lawang sewu mempunyai nilai sejarah yang berharga. Hal ini tentunya tidak akan terwujud
tanpa bantuan dari masyarakat dan pemerintah, oleh karena itu pada makalah ini saya akan
memaparkan analisis tentang objek wisata Lawang Sewu beserta potensi yang dimilikinya.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian berdasarkan latar belakang diatas adalah :
Mengembangkan ekonomi kreatif pada objek wisata Lawang Sewu
Memperkenalkan tempat wisata Lawang Sewu kepada masyarakat Indonesia dan
juga mancanegara
Menjaga objek wisata lawang sewu sebagai tempat wisata budaya yang bersejarah
1.3 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
Dapat digunakan sebagai sumbangan pemikiran bagi pemerintah daerah setempat
dalam menentukan kebijakan-kebijakan yang tepat guna meningkatkan pendapatan
pemerintah daerah dari sektor pariwisata.
Sebagai sumbang saran bagi instansi atau lembaga yang berwenang seperti Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Jawa tengah dan Bappeda Kota Semarang dalam rangka
membimbing pengembangan pariwisata di Kota Semarang dan sebagai bahan
referensi studi tentang kepariwisataan.
1.4 Rumusan Masalah
Sektor pariwisata merupakan sektor yang potensi dalam suatu negara. Indonesia
memiliki keunggulan dalam pariwisata yang sedang berkembang saat ini yang berbentuk
wisata lingkungan, wisata alam, dan wisata berbasis sejarah. Selain itu pariwisata dapat
memberikan kontribusi yang cukup besar pada penerimaan devisa, karena pariwisata
merupakan “Invincible Expor” dimana produk pariwisata itu tidak berpindah tempat atau di
ekspor tetapi pembeli yang datang ke negara yang menyediakan produk wisata. Kota
Semarang merupakan salah satu yang memiliki potensi wisata yang cukup besar termasuk
tempat-tempat wisata yang bersejarah, salah satu tempat yang besejarah di Kota Semarang
adalah Lawang Sewu. Pada saat ini Lawang Sewu sangat di nikmati oleh wisatawan
dikarekan tempat yang memiliki nilai sejarah dan bangunan kuno yang sudah jarang
ditemukan pada saat ini.
Bab II
Kerangka Teori
2.1 Teori Permintaan
Permintaan adalah keinginan konsumen membeli suatu barang pada berbagai tingkat
harga selama periode waktu tertentu. Menurut Nopirin (2000), teori permintaan menerangkan
tentang hubungan antara berbagai kombinasi harga dan jumlah suatu barang yang ingin dan
dapat dibeli oleh konsumen pada berbagai tingkat harga untuk suatu periode tertentu.
Menurut McEachern (2000) permintaan pasar suatu sumber daya adalah penjumlahan seluruh
permintaan atas berbagai kombinasi penggunaan sumber daya tersebut. Hukum permintaan
merupakan suatu hipotesis yang menyatakan semakin rendah harga suatu barang maka
semakin banyak permintaan terhadap barang tersebut, dan sebaliknya semakin tinggi harga
suatu barang maka semakin sedikit permintaan terhadap barang tersebut (Sadono Sukirno,
2005). Hal tersebut disebabkan karena hukum permintaan menyatakan bahwa jumlah barang
yang diminta dalam suatu periode waktu tertentu berubah berlawanan dengan harganya,
dengan asumsi hal lain tetap atau ceteris paribus (Samuelson, 1998).
2.2 Konsep Ekonomi Kreatif
Konsep Ekonomi Kreatif merupakan sebuah konsep ekonomi di era ekonomi baru
yang mengintensifkan informasi dan kreativitas dengan mengandalkan ide dan stock of
knowledge dari Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai faktor produksi utama dalam kegiatan
ekonominya. Struktur perekonomian dunia mengalami transformasi dengan cepat seiring
dengan pertumbuhan ekonomi, dari yang tadinya berbasis Sumber Daya Alam (SDA)
sekarang menjadi berbasis SDM, dari era pertanian ke era industri dan informasi. Alvin
Toffler (1980) dalam teorinya melakukan pembagian gelombang peradaban ekonomi
kedalam tiga gelombang. Gelombang pertama adalah gelombang ekonomi pertanian. Kedua,
gelombang ekonomi industri. Ketiga adalah gelombang ekonomi informasi. Kemudian
diprediksikan gelombang keempat yang merupakan gelombang ekonomi kreatif dengan
berorientasi pada ide dan gagasan kreatif.
Menurut ahli ekonomi Paul Romer (1993), ide adalah barang ekonomi yang sangat
penting, lebih penting dari objek yang ditekankan di kebanyakan model-model ekonomi. Di
dunia dengan keterbatasan fisik ini, adanya penemuan ide-ide besar bersamaan dengan
penemuan jutaan ide-ide kecil-lah yang membuat ekonomi tetap tumbuh. Ide adalah instruksi
yang membuat kita mengkombinasikan sumber daya fisik yang penyusunannya terbatas
menjadi lebih bernilai. Romer juga berpendapat bahwa suatu negara miskin karena
masyarakatnya tidak mempunyai akses pada ide yang digunakan dalam perindustrian
nasional untuk menghasilkan nilai ekonomi.
Howkins (2001) dalam bukunya The Creative Economy menemukan kehadiran
gelombang ekonomi kreatif setelah menyadari pertama kali pada tahun 1996 ekspor karya
hak cipta Amerika Serikat mempunyai nilai penjualan sebesar US$ 60,18 miliar yang jauh
melampaui ekspor sektor lainnya seperti otomotif, pertanian, dan pesawat. Menurut Howkins
ekonomi baru telah muncul seputar industri kreatif yang dikendalikan oleh hukum kekayaan
intelektual seperti paten, hak cipta, merek, royalti dan desain. Ekonomi kreatif merupakan
pengembangan konsep berdasarkan aset kreatif yang berpotensi meningkatkan pertumbuhan
ekonomi. (Dos Santos, 2007).
Konsep Ekonomi Kreatif ini semakin mendapat perhatian utama di banyak negara
karena ternyata dapat memberikan kontribusi nyata terhadap perekonomian. Di Indonesia,
gaung Ekonomi Kreatif mulai terdengar saat pemerintah mencari cara untuk meningkatkan
daya saing produk nasional dalam menghadapi pasar global. Pemerintah melalui Departemen
Perdagangan yang bekerja sama dengan Departemen Perindustrian dan Kementerian
Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) serta didukung oleh KADIN kemudian
membentuk tim Indonesia Design Power 2006 2010 yang bertujuan untuk menempatkan
produk Indonesia menjadi produk yang dapat diterima di pasar internasional namun tetap
memiliki karakter nasional. Setelah menyadari akan besarnya kontribusi ekonomi kreatif
terhadap negara maka pemerintah selanjutnya melakukan studi yang lebih intensif dan
meluncurkan cetak biru pengembangan ekonomi kreatif.
2.3 Konsep Ekonomi
Ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih dan
menciptakan kemakmuran. Inti masalah ekonomi adalah adanya ketidakseimbangan antara
kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang jumlahnya
terbatas. Permasalahan tersebut kemudian menyebabkan timbulnya kelangkaan.
Kata "ekonomi" sendiri berasal dari kata Yunani οἶκος (oikos) yang berarti "keluarga,
rumah tangga" dan νόμος (nomos), atau "peraturan, aturan, hukum," dan secara garis besar
diartikan sebagai "aturan rumah tangga" atau "manajemen rumah tangga." Sementara yang
dimaksud dengan ahli ekonomi atau ekonom adalah orang menggunakan konsep ekonomi
dan data dalam bekerja.
Secara umum, subyek dalam ekonomi dapat dibagi dengan beberapa cara, yang paling
terkenal adalah mikroekonomi vs makroekonomi. Selain itu, subyek ekonomi juga bisa dibagi
menjadi positif (deskriptif) vs normatif, mainstream vs heterodox, dan lainnya. Ekonomi juga
difungsikan sebagai ilmu terapan dalam manajemen keluarga, bisnis, dan pemerintah. Teori
ekonomi juga dapat digunakan dalam bidang-bidang selain bidang moneter, seperti misalnya
penelitian perilaku kriminal, penelitian ilmiah, kematian, politik, kesehatan, pendidikan,
keluarga dan lainnya. Hal ini dimungkinkan karena pada dasarnya ekonomi — seperti yang
telah disebutkan di atas — adalah ilmu yang mempelajari pilihan manusia. Banyak teori yang
dipelajari dalam ilmu ekonomi diantaranya adalah teori pasar bebas, teori lingkaran ekonomi,
invisble hand, informatic economy, daya tahan ekonomi, merkantilisme, briton woods, dan
sebagainya.
2.4 Pengertian Pariwisata
Menurut definisi yang luas pariwisata adalah perjalanan dari suatu tempat ketempat
yang lain yang bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok sebagai usaha
mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagiaan dengan lingkungan hidup dalam
dimensi sosial budaya, alam dan ilmu. Seuatu perjalanan dianggap sebagai perjalanan
pariwisata bila memenuhi tiga persyaratan, yaitu:
1. Harus bersifat sementara
2. Harus bersifat sukrela (voluntary) dalam arti tidak ada paksaan.
3. Tidak bekerja yang sifatnya menghasilkan upah atau bayaran.
Dalam kesimpulannya pariwisata adalah keseluruhan fenomena (gejala) dan
hubungan-hubungannya yang ditimbulkan oleh perjalanan dan persinggahan manusia di luar
tempat tinggalnya. Dengan maksud bukan untuk tinggal menetap dan tidak berkaitan dengan
pekerjaan-pekerjaan yang mengahsilkan upah.
2.5 Industri Pariwisata
Industry pariwisata akan memberikan dampak positif dalam perekonomian, karena
akan terjadi multiplyer effect dan berfungsi sebagai kasalisator dalam pembangunan.
Multiplier effect akan terjadi karena industri pariwisata tidak berdiri sendiri, industri
pariwisata akan mampu menghasilkan devisa karena didalamnya terdapat sektor-sektor lain
yang produknya dibutuhkan oleh pariwisata serta dapat juga digunakan sebagai sarana untuk
menyerap tenaga kerja sehingga dapat mengurangi angka pengangguran dan meningkatkan
angka kesempatan kerja di Indonesia. Dengan keta lain, industri pariwisata akan mampu
meningkatkan pendapatan nasional Indonesia.
2.6 Jenis dan Macam Pariwisata
Walaupun banyak jenis pariwisata ditentukan menurut motif tujuan perjalanan yang
terdapat di daerah tujuan wisata yang dapat menarik customer untuk mengunjunginya
sehingga dapat pula diketahui jenis pariwisata yang mungkin layak untuk dikembangkan dan
mengembangkan jenis sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan pariwisata tersebut,
jenis-jenis pariwisata tersebut adalah :
1. Pariwisata untuk menikmati perjalanan (Pleasure Tourism)
Jenis pariwisata ini dilakukan oleh orang yang meninggalkan tempat tinggalnya untuk
berlibur, mencari udara segar yang baru, untuk mengurangi ketegangan syarafnya, untuk
menikmati keindahan alam, untuk menikmati hikayat rakyat suatu daerah, untuk menikmati
hiburan, dan sebagainya.
2. Pariwisata untuk rekreasi (Recreation Tourism).
Jenis pariwisata ini dilakukan oleh irang yang menghendaki hari-hari libur untuk
istirahat, untuk memulihkan kembali kesegaran jasmani dan rohani yang akan menyegarkan
keletihan dan kelelahannya.
3. Pariwisata untuk kebudayaan (Cultural Tourism)
Jenis pariwisata ini ditandai oleh adanya rangkaian motivasi seperti keinginan untuk
belajar di pusat-pusat pengajaran dan riset. Untuk mempelajari adat istiadat, cara hidup
masyarakat negara lain, dan sebagainya.
4. Pariwisata untuk urusan usaha dagang besar (Business Tourism)
Dalam jenis pariwisata ini, unsur yang ditekankan adalah kesempatan yang digunakan
oleh pelaku perjalanan ini yang menggunakan waktu-waktu bebasnya untuk menikmati
dirinya sebagai wisatawan yang mengunjungi berbagai obyek wisata dan jenis pariwisata
lain.
5. Pariwisata untuk olahraga (Sports Tourism)
Jenis pariwisata ini bertujuan untuk tujuan olahraga, baik hanya untuk menarik
penonton olahraga dan olahragawannya sendiri serta ditujukan bagi mereka yang inigin
mempraktekkannya sendiri. Pariwisata ini dapat dibagi lagi menjadi dua kategori:
a. Big sports events, yaitu peristiwa-peristiwa oahraga besar seperti Olympiade Games,
kejuaraan ski dunia, kejuaraan tinju dunia, dan lain-lain yang menarik perhatian bagi
penonton atau penggemarnya.
b. Sporting tourism of the practitioners, yaitu pariwisata olahraga bagi mereka yang
ingin berlatih dan mempraktekkan sendiri seperti pendakian gunung, olahraga naik
kuda, berburu, memancing dan lain-lain.
6. Pariwisata untuk konvensi (Convention Tourism)
Banyak negara yang tertarik dan menganggap jenis pariwisata ini dengan banyaknya
hotel atau bangunan-bangunan yang khusus dilengkapi untuk menunjang convention
tourism.Selain dipandang dari jenisnya, pariwisata dapat pula dilihat dari kriteria lain yaitu
bentuk-bentuk perjalanan wisata yang dilakukan, lamanya perjalanan, dan pengaruhnya
terhadap ekonomi akibat adanya perjalanan wisata tersebut. Bentuk-bentuk pariwisata ini
adalah :
a. Wisata dari segi jumlahnya, dibedakan atas:
i. Individual Tour, suatu perjalanan wisata yang dilakukan oleh seseorang atau sepasang
suami-istri.
ii. Family Group Tour, suatu perjalanan wisata yang dilakukan oleh keluarga atau yang
masih mempunyai hubungan saudara.
iii. Group Tour, suatu perjalanan wisata yang dilakukan oleh sedikitnya 10 orang dan
dipimpin oleh seorang yang bertanggung jawab atas keselamatan dan kebutuhan para
anggotanya.
b. Wisata dari segi pengaturannya, dibedakan atas:
i. Pre-arranged Tour, suatu perjalanan wisata yang telah diatur jauh hari sebelumnya,
biasanya diatur oleh suatu lembaga yang mengurus perjalanan wisata yang bekerja
sama dengan semua instansi yang terkait.
ii. Packaged Tour, suatu produk perjalanan wisata yang dijual oleh biro perjalanan
wisata yang menyediakan paket-paket wisata guna memberikan kemudahan dalam
melakukan perjalanan wisata.
iii. Coach Tour, suatu paket perjalanan wisata yang dipimpin oleh pemandu wisata,
dilakukan secara rutin dan mempunyai waktu dan rute perjalanan yang telah
ditetapkan.
iv. Special Arranged Tour, suatu perjalanan wisata yang disusun sesuai keinginan
pelanggannya.
v. Optional Tour, suatu perjalanan wisata tambahan yang dilakukan diluar perjanjian dan
disesuaikan dengan permintaan pelanggan.
c. Wisata dari segi maksud dan tujuan, dibedakan atas:
i. Holiday Tour, suatu perjalanan wisata yang dilakukan dan diikuti oleh anggotanya
guna berlibur dan bersenang-senang.
ii. Familiarization Tour, suatu perjalanan anjangsana yang bertujuan untuk lebih
mengenal bidang atau daerah yang mempunyai kaitan dengan pekerjaannya.
iii. Educational Tour, suatu perjalanan wisata yang bertujuan untuk memberikan
pengetahuan mengenai bidang kerja yang dikunjunginya. Jenis wisata ini disebut
juga study tour.
iv. Scientific tour (wisata pengetahuan) yaitu perjalanan wisata yang tujuan pokoknya
adalah untuk memperoleh pengetahuan atau penyelidikan terhadap suatu bidang
ilmu pengetahuan.
v. Pileimage tour (wisata keagamaan) yaitu perjalanan wisata yang dimaksudkan
guna melakukan ibadah keagamaan.
vi. Special mission tour (wisata program khusus) yaitu suatu perjalanan wisata yang
dimaksudkan untuk mengisi kekosongan khusus.
vii. Hunting tour (wisata perburuan) yaitu kunjungan wisata untuk menyelenggarakan
perburuan binatang yang diijinkan sebagai hiburan.
d. Wisata dari segi penyelenggaraanya, dibedakan atas:
i. Excursion (ekskursi) yaitu suatu perjalanan wisata jarak pendek yang ditempuh
kurang dari 24 jam guna mengunjungi satu atau lebih objek.
ii. Safari tour yaitu perjalanan wisata yang diselenggarakan secara khusus dengan
perlengkapan khusus yang tujuan maupun objeknya bukan merupakan objek
kunjungan wisata pada umumnya.
iii. Cruize tour yaitu perjalanan wisata dengan menggunakan kapal pesiar
mengunjungii objek wisata bahari dan objek wisata di darat tetapi menggunakan
kapal pesiar.
iv. Youth tour (wisata remaja) yaitu kunjungan wisata yang khusus diperuntukkan
bagi para remaja menurut umur yang ditetapkan.
v. Marine tour (wisata bahari) yaitu suatu kunjungan ke objek wisata khususnya
untuk menyaksikan keindahan lautan, wreckdiving
2.7 Unsur-unsur Pariwisata
Menurut James J. Spillane (1987), ada lima unsur industri pariwisata yang sangat
penting, yaitu:
1. Attractions (daya tarik)
Attractions dapat digolongkan menjadi site atractions dan event attractions. Site
attractions merupakan daya tarik fisik yang permanen dengan lokasi yang tetap yaitu tempat-
tempat wisata yang ada di daerah tujuan wisata seperti kebun binatang, keraton, dan museum.
Sedangkan event attractions adalah atraksi yang berlangusng sementara dan lokasinya dapat
diubah atau dipindah dengan mudah seperti festivalfestival, pameran, atau pertunjukan-
pertunjukan kesenian daerah.
2. Facilities (fasilitas-fasilitas yang diperlukan)
Fasilitas cenderung berorientasi pada daya tarik di suatu lokasi karena fasilitas harus
terletak dekat dengan pasarnya. Selama tinggal di tempat tujuan wisata, wisatawan
memerlukan tidur, makan dan minum. Oleh karena itu sangat dibutuhkan fasilitas
penginapan. Jenis fasilitas penginapan ditentukan oleh persaingan, setidaknya fasilitas yang
ditawarkan harus sama dengan fasilitas yang tersedia di tempat persaingan di pasar yang
sama. Jenis fasilitas penginapan juga ditentukan oleh jenis angkutan yang digunakan oleh
wisatawan, misalnya perkembangan lapangan pesawat terbang sering menciptakan kebutuhan
hotel-hotel yang bermutu. Selain itu ada kebutuhan akan Support Industries yaitu toko
souvenir, laundry, pemandu, daerah festival, dan fasilitas rekreasi (untuk kegiatan).
3. Infrastrucuture (infrastruktur)
Daya tarik dan fasilitas tidak dapat dicapai dengan mudah kalau belum ada
infrastruktur dasar. Infrastruktur termasuk semua konstruksi dibawah dan diatas tanah dari
suatu wilayah atau daerah, bagian penting dari infrastruktur pariwisata termasuk:
a. Sistem pengairan
b. Jaringan komunikasi
c. Fasilitas kesehatan
d. Sumber listrik dan energy
e. Sistem pembuangan kotoran/air
f. Jalan-jalan/jalan raya
Jika semakin lama suatu tempat tujuan menarik semakin banyak wisatawan, maka
dengan sendirinya akan mendorong perkembangan infrastruktur. Dalam kasus lain hal yang
sebaliknyalah yang berlaku, perkembangan infrastruktur perlu untuk mendorong
Perkembangan pariwisata, infrastruktur dari suatu daerah sebenarnya dinikmati baik
oleh wisatawan maupun rakyat yang juga tinggal disana, maka ada keuntungan bagi
penduduk yang bukan wisatawan. Pemenuhan atau penciptaan infrastruktur adalah suatu cara
untuk menciptakan suasana yang cocok bagi perkembangan pariwisata.
4. Transportations (transportasi)
Dalam pariwisata, kemajuan dunia transportasi atau pengangkutan sangat dibutuhkan
karena sangat menentukan jarak dan waktu dalam suatu perjalanan pariwisata, transportasi
baik transportasi darat, udara, maupun laut merupakan suatu unsur utama langsung yang
merupakan tahap dinamis gejala-gejala pariwisata, yang menyebabkan pergerakan seluruh
roda industri pariwisata mulai dari tempat sang wisatawan tinggal menuju tempat dimana
obyek wisata berada sampai kembali lagi ke tempat asal.
5. Hospitality (keramahtamahan)
Wisatawan yang berada dalam lingkungan yang tidak mereka kenal memerlukan
kepastian jaminan keaman khususnya untuk wisatawan asing yang memerlukan gambaran
tentang tempat tujuan wisata yang akan mereka datangi. Situasi yang kurang aman mengenai
makanan, air, atau perlindungan memungkinkan orang menghindari berkunjung ke suatu
lokasi. Maka kebutuhan dasar akan keamanan dan perlindungan harus disediakan dan juga
keuletan serta keramahtamahan tenaga kerja wisata perlu dipertimbangkan supaya wisatawan
merasa aman dan nyaman selama perjalanan wisata.
2.8 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Daerah dari Sektor Pariwisata
Mata rantai industri pariwisata yang berupa hotel atau penginapan, restoran atau jasa
boga, usaha wisata (obyek wisata, souvenir,dan hiburan), dan usah perjalanan wisata (travel
agent atau pemandu wisata) dapat menjadi sumber penerimaan daerah bagi provinsi Jawa
Tengah yang berupa pajak daerah, retribusi daerah, laba BUMD,
pajak dan bukan pajak. Berikut beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penerimaan
daerah 35 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dari sektor pariwisata :
1. Jumlah obyek wisata
Indonesia sebagai negara yang memiliki keindahan alam serta keanekaragaman
budaya yang mempunyai kesempatan untuk menjual keindahan alam dan atraksi budaya
kepada wisatawan mancanegara maupun nusantara yang akan menikmati keindahan alam dan
budaya tersebut. Tentu saja kedatangan wisatawan tersebut akan mendatangkan penerimaan
bagi daerah yang dikunjunginya. Bagi wisatawan mancanegara yang datang dari luar
negeri,kedatangan mereka akan mendatangkan devisa dalam negara. Begitu juga dengan
provinsi Jawa tengah yang dibagi dalam 35 Kabupaten/Kota dimana memiliki Daerah Tujuan
Wisata (DTW) yang memiliki masing-masing potensi yang cukup besar dan bisa di andalkan,
khusunya wisata alam maupun budaya bahkan wisata buatan. Dengan demikian banyaknya
jumlah onjek wisata yang ada maka diharapkan dapat meningkatkan penerimaan daerah dari
sektor pariwisata di Jawa Tengah, baik melalui pajak daerah maupun retribusi daerah.
2. Jumlah wisatawan
Secara teoritis (apriori) dalam Nasrul (2010) semakin lama wisatawan tinggal disuatu
daerah tujuan wisata, maka semakin banyak pula uang yang dibelanjakan di daerah tujuan
wisata tersebut, paling sedikit untuk keperluan makan, minum, dan penginapan selama
tinggal di daerah tersebut.
3. Pendapatan perkapita
Pendapatan perkapita merupakan salah satu indikator yang penting untuk mengetahui
kondisi ekonomi suatu wilayah dalam periode tertentu, yang ditunjukan dengan Pendapatan
Daerah Regional Bruto (PDRB) baik atas dasar harga berlaku maupun atas harga konstan.
Pendapatan perkapita yang tinggi cenderung mendorong naiknya tingkat konsumsi perkapita
yang selanjutnya menimbulkan insentif bagi diubahnya struktur produksi (pada saat
pendapatn meningkat, permintaan akan barang manufaktur dan jasa pasti akan menignkat
lebih cepat dari pada permintaan akan produk-produk pertanian) (Todaro,2000). PDRB di
definisikan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu
wilayah atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan seluruh unit
ekonomi disuatu wilayah. Pada umumnya orang-orang yang melakukan perjalanan wisata
mempunyai tingkat sosial ekonomi yang tinggi. Mereka memiliki trend hidup dan waktu
senggang serta pendapatan (income) yang relative besar. Artinya kebutuhan hidup minimum
mereka sudah terpenuhi. Mereka mempunyai cukup uang untuk mebiayai perjalanan wisata.
Semakin besar tingkat pendapatan perkapita masyarakat maka semakin besar pula
kemampuan masyarakat untuk melakukan perjalanan wisata, yang pada akhirnya
berpengaruh positif dalam meningkatkan penerimaan daerah sektor pariwisata di Jawa
Tengah.
2.9 Permintaan Pariwisata
Konsumen mempunyai tingkah laku yang beragam dalam memenuhi kebutuhannya
terhadap barang dan jasa (goods and services). Yoeti (2008) mengungkapkan terdapat tiga
tingkah laku konsumen (consumer behaviour) dalam memenuhi kebutuhan terhadap barang
dan jasa, yaitu:
1. Keterbatasan pendapatan (income)
2. Melakukan pembelian dengan bertindak secara rasional
3. Ingin mencapai kepuasan (to maximize their total satisfaction)
Permintaan pariwisata berpengaruh terhadap semua sector perekonomian : perorangan
(individu), Usaha Kecil Menengah, Perusahaan Swasta, dan Sektor Pemerintah (Sinclair dan
Stabler, 1997). Data vital yang dapat dijadikan indikator permintaan wisatawan akan suatu
daerah wisata adalah :
1. Jumlah atau kuantitas wisatawan yang datang.
2. Alat transportasi apa yang digunakan sehubungan dengan kedatangan wisatawan
tersebut.
3. Berapa lama waktu tinggal.
4. Berapa jumlah uang yang dikeluarkan.
Permintaan pariwisata juga didasarkan pada anggaran belanja yang dimilikinya, hal
ini merupakan kunci dari permintaan pariwisata. Seseorang akan mempertimbangkan untuk
mengurangi anggaran yang dimilikinya untuk suatu kepentingan liburan. Sementara itu
kegiatan liburan atau pariwisata ini merupakan suatu aktivitas yang dapat menciptakan
permintaan karena kegiatan wisata yang dilakukan oleh wisatawan dengan sendirinya akan
memerlukan pelayanan seperti transportasi akomodasi, catering, restoran, hiburan, dan
pelayanan lainnya.
Bab III
Pembahasan
3.1 Profil Objek Wisata
Lawang Sewu merupakan sebuah gedung di Semarang, Jawa Tengah yang merupakan
kantor dari Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij atau NIS. Dibangun pada tahun
1904 dan selesai pada tahun 1907. Terletak di bundaran Tugu Muda yang dahulu disebut
Wilhelminaplein.
Masyarakat setempat menyebutnya Lawang Sewu (Seribu Pintu) dikarenakan
bangunan tersebut memiliki pintu yang sangat banyak. Kenyataannya, pintu yang ada tidak
sampai seribu. Bangunan ini memiliki banyak jendela yang tinggi dan lebar, sehingga
masyarakat sering menganggapnya sebagai pintu (lawang).
Bangunan kuno dan megah berlantai dua ini setelah kemerdekaan dipakai sebagai
kantor Djawatan Kereta Api Repoeblik Indonesia (DKARI) atau sekarang PT Kereta Api
Indonesia. Selain itu pernah dipakai sebagai Kantor Badan Prasarana Komando Daerah
Militer (Kodam IV/Diponegoro) dan Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Perhubungan
Jawa Tengah. Pada masa perjuangan gedung ini memiliki catatan sejarah tersendiri yaitu
ketika berlangsung peristiwa Pertempuran lima hari di Semarang (14 Oktober - 19 Oktober
1945). Gedung tua ini menjadi lokasi pertempuran yang hebat antara pemuda AMKA atau
Angkatan Muda Kereta Api melawan Kempetai dan Kidobutai, Jepang. Maka dari itu
Pemerintah Kota Semarang dengan Surat Keputusan Wali Kota Nomor. 650/50/1992,
memasukan Lawang Sewu sebagai salah satu dari 102 bangunan kuno atau bersejarah di Kota
Semarang yang patut dilindungi.
Saat ini bangunan tua tersebut telah mengalami tahap konservasi dan revitalisasi yang
dilakukan oleh Unit Pelestarian benda dan bangunan bersejarah PT Kereta Api Persero
3.2 Daya Tarik Objek Wisata
Bagian depan bangunan bersejarah ini dihiasi oleh menara kembar model Gothic
dan terbagi menjadi dua bagian, memanjang ke belakang dan memberikan kesan kokoh,
besar, dan indah. Arsitektur Lawang Sewu bergaya Art Deco yang sedang berkembang di
benua eropa pada tahun 1850 – 1940.
Bangunan ini menghadap ke Taman Wilhelmina yang sekarang lebih dikenal sebagai
komplek Tugu Muda. Di depan Lawang Sewu dulu melintas rel trem kota Semarang,
jurusan Bulu-Jomblang. Foto udara yang diambil pada tahun 1927 masih memperlihatkan
jalur angkutan ini.
Bangunan utama Lawang Sewu berupa tiga lantai bangunan yang memiliki dua
sayap membentang ke bagian kanan dan kiri. Jika pengunjung masuk ke bangunan utama,
pengunjung akan menemukan tangga besar ke lantai dua. Di antara tangga terdapat kaca
mozaik besar yang menunjukkan gambar dua wanita muda Belanda. Semua struktur
bangunan, pintu, dan jendela mengadaptasi gaya aristektur Belanda.
3.3 Aksesibilitas
Gedung Lawang Sewu Semarang saat ini sudah menjadi landmark dari Kota
Semarang dan sekarang ini menjadi salah satu tempat wisata sejarah yang di miliki oleh Kota
Semarang dan letaknya juga sangat dekat dengan kawasan Simpang Lima. Karena lokasinya
yang berada di tengah kota, akses untuk menuju ke Lawang Sewu juga sangat mudah sekali.
Bagi wisatawan yang dari luar kota Semarang pun jika ingin mengunjungi Lawang
Sewu dengan menggunakan transportasi umum seperti bis atau angutan perkotaan lainnya
juga sangat mudah, karena banyak sekali angkutan umum yang melewati rute kawasan Tugu
Muda yang berhadapan dengan gedung saksi sejarah pertempuran lima hari di Semarang ini.
3.4 Usulan dan Potensi
Gedung Lawang Sewu adalah salah satu contoh tinggalan kebudayaan materi.
Bangunan yang di desain oleh Ouendag dan Klinkhamer pada awal abad 20 bisa diyakini
sebagai potret kebudayaan urban pada awal tahun 1900-an di Semarang. Tidak hanya
arsitekturnya tetapi jika dieksplorasi akan memunculkan lebih jelas bagaimana manusia pada
saat itu berinteraksi secara global di Semarang, bukankah ini sebuah nilai informasi yang
mahal harganya? Semarang bisa dipastikan merupakan kota kosmopolitan pada masanya,
sumber inspirasi bagi Surabaya, Batavia dan Bandung pada masanya bahkan masih mungkin
untuk ditarik ke belakang bagaimana proses kebudayaan yang ada pada masa Kiai Pandan
Arang sebagai pendiri kota Semarang.
Gedung Lawang Sewu sebagai sebuah “wadah kebudayaan” diharapkan dapat
memberikan nilai budaya itu. Pusat Pelestarian Benda Dan Bangunan PT. Kereta Api
Indonesia (Persero) seharusnya memberikan kontribusi bersama Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah dan Pemerintah Kota Semarang dalam memberikan pembelajaran masyarakat tentang
gambaran budaya kota Semarang masa dahulu sekarang dan yang akan datang.
Representasi budaya bagi masyarakat kota Semarang sangat mendesak. Dinamika
masyarakat kota Semarang jika tanpa dilandasi sebuah pilar kebudayaan akan berdampak
pada pencitraan kota yang tidak humanis. Program konservasi “urban culture” kota Semarang
belum cukup berimbang dengan konsep ekonomi. Kota Semarang sebagai ibukota provinsi
seharusnya menjadi ‘architrave’ Jawa Tengah dan mampu sebagai ‘culture trendsetter’ yang
mengilhami banyak pihak di berbagai lapisan.
Gedung Lawang Sewu dipandang mampu mewadahi konsep tersebut di atas secara
benar. Pusat Pelestarian Benda Dan Bangunan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dapat
menjadi sumber inspirasi masyarakat, jika konsep pemanfataan Gedung Lawang sewu jelas
dan terarah melalui pengambilan keputusan yang penuh komitmen dan konsisten, pelaksana
lapangan yang super kreatif dan mampu menjabarkan serta mengarahkan konsep kebudayaan
urban.
Pemanfaatan Gedung Lawang Sewu sebagai ruang bisnis komersial tidak salah,
karena dari bisnis tersebut biaya untuk mendanai pemeliharaan dan perawatan akan diperoleh
sepanjang tidak menyimpang dari kaidah-kaidah pemanfaatan benda cagar budaya.
Pemanfaatan secara komersial yang tidak mematuhi kaidah-kaidah tersebut justru akan
menghancurkan gedung itu sendiri sekaligus menghilangkan nilai budaya yang seharusnya
dapat lebih ditonjolkan.
Banyak kegiatan bisnis yang dapat dilakukan tanpa keluar dari kaidah pelestarian
bangunan dan situs. Pada bangunan utama depan (A, L type) dapat dijadikan pengelolaan
bisnis misalnya shop arcade-mall, convention room, food and beverage, exhibition, special
event, balai lelang internasional bagi para antiquarian dan lain-lain. Sedangkan bangunan
utama belakang (B, I type) dapat dijadikan “creative house” misalnya school of heritage
management, museology, field archaelogy, RMIT (restoration, modification, intervention,
transformation), historical architecture, photography, cinematography, film documentary,
archives, library, graphic design, semarang redevelopment authority, railways heritage
preservation centre, building conservation, music conservatory, cultural preservation studio
dan lain-lain.
Bangunan tambahan tengah (C, eks percetakan) dapat dijadikan executive lounge;
exclusive resto & bar. Selanjutnya sebagian selasar bangunan A dan B dapat digunakan untuk
tempat duduk menikmati kopi atau makan, sedangkan tepian halaman dalam pada sisi luar
gedung menjadi food gallery dan ‘driveway’ pengunjung dengan tanpa penambahan
bangunan. Dapur di tempatkan pada service area di bagian belakang. Sedangkan untuk
menjaga keberlangsungan arah kebudayaan urban melalui event yang digelar digedung atau
pun pelataran dalam (inner courtyard) secara rutin dan tematik.
Ketika memikirkan fungsi ruang sepantasnya dipahami “Lawang Sewu sebenarnya”.
Gedung Lawang Sewu harus menjadi ruh dan motivator tambahan bagi PT. Kereta Api
Indonesia (Persero). Gedung Lawang Sewu saat ini bukan sekedar warisan budaya (culture
heritage) tapi harus mampu menjadi sumber daya budaya (culture resources). Sebagaimana
layaknya sumber daya yang lain, seperti: sumber daya alam, manusia, sosial, pengertian
sederhana sumber daya budaya secara ekonomik semestinya mampu menjadi kekuatan yang
menghasilkan profit. Gedung Lawang Sewu suatu saat akan mampu menghidupi dirinya
sendiri bahkan menghidupi lingkungannya.
Dengan segala keeksotisan dan keindahannya Lawang Sewu ini merupakan salah
satu tempat yang indah untuk dilakukan pemotretan, terutama pada pre wedding. Setelah
cukup lama Lawang Sewu tak terurus, akhirnya Lawang Sewu dipugar kembali dan
dan memakan waktu yang cukup lama, sampai pada akhirnya selesai di akhir Juni 2011.
Lawang Sewu kembali dibuka pada tanggal 5 Juli 2011 dan diresmikan oleh Ibu
Negara Ani Bambang Yudhoyono dan dilanjutkan dengan acara Pameran Kriya Unggulan
Nusantara yang menampilkan produk produk tradisional dari seluruh nusantara.
3.5 Analisa SWOT
Strength
1. Gedung Lawang Sewu adalah salah satu gedung monumental dan unik yang menjadi
kebanggaan kota Semarang.
2. Selain mempunyai struktur bangunan yang unik dan bergaya Art Deco, Lawang Sewu
juga mempunyai nilai historis sebagai saksi bisu pertempuran 5 hari di kota
Semarang.
3. Suasana gedung mendukung untuk diadakan wisata sejarah.
4. Gedung sering digunakan untuk perhelatan event yang berskala nasional.
Weakness
1. Gedung Lawang Sewu memiliki legenda Urban Legend yang menyeramkan.
2. Kurangnya promosi dari pihak pemerintah kota Semarang dimana pemerintah kota
Semarang cenderung statis.
3. Kurang terawatnya bangunan Lawang Sewu
Opportunities
1. Gedung Lawang Sewu adalah salah satu gedung bercirikan art deco dan hanya ada
beberapa gedung yang memiliki ciri khas seperti ini di Indonesia.
2. Lokasi Gedung yang tepat berada di pusat kota Semarang sehingga bisa lebih mudah
dijangkau oleh para wisatawan.
3. Peninggalan – peninggalan berserjarah selalu memiliki daya tarik tersendiri bagi para
peminat sejarah.
4. Adanya momen visit Jawa Tengah 2013.
5. Gedung Lawang Sewu memiliki sebuah wisata yang tidak dimiliki oleh gedung tua
yang lainnya, yaitu wisata mistis yang disebut jelajah bawah tanah.
Threats
5. Masyarakat Indonesia terutama di kota Semarang yang berumur 15-25 tahun lebih
banyak memilih untuk menghabiskan waktu senggang mereka di pusat perbelanjaan
dibandingkan dengan mengunjungi Lawang Sewu
6. Kurangnya minat masyarakat untuk menjaga kelestarian gedung Lawang Sewu ini
( adanya vandalisme)
7. Kurangnya informasi tentang gedung Lawang Sewu, dimana brosur yang dicetak oleh
pemerintah kota Semarang hanya sedikit mencantumkan Lawang Sewu, dan tidak
dibahas secara mendalam.
8. Adanya mindset bahwa berwisata ke tempat – tempat bersejarah itu
membosankan.
Bab IV
Penutup
4.1 Kesimpulan
Masih banyak objek wisata budaya bersejarah seperti Lawang Sewu namun tidak
terlalu terekspos oleh masyarakat sehingga pada akhirnya tidak terawat dan rusak. Dengan ini
marilah kita menjaga objek wisata budaya seperti Lawang Sewu ini dengan baik agar sejarah
bisa tetap terjaga karena nilai sejarah suatu objek wisata tidaklah bisa digantikan dengan hal
lain. Dengan kita menjaga objek wisata budaya ini bukan tidak mungkin suatu saat nanti
Lawang Sewu ini menjadi tujuan wisata mancanegara.
4.2 Daftar Pustaka
Baskoro, Dwi Hary. 2013. Analisi Kunjungan Objek Wisata Lawang Sewu Di Kota
Semarang. Skripsi. Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang.
Kur, Deni. 2012. Lawang Sewu Bangunan Seribu Pintu.
http://muriatravel.blogspot.com/2012/09/mengagumi-bangunan-seribu-pintu-di.html. 21
Desember 2013
Anonim. 2013. Lawang Sewu. http://id.wikipedia.org/wiki/Lawang_Sewu. 22 Desember
2013
Anonim. 2012. Lawang Sewu Semarang. http://travelingan.blogspot.com/2012/04/lawang-
sewu-semarang.html. 22 Desember 2013
Anonim. 2011. Ekonomi Kreatif. http://arifh.blogdetik.com/ekonomi-kreatif/. 22 Desember
2013