efisiensi air dengan sistem pemanenan air huvolume...

4
Volume 14 Nomor 4, Agustus 2019 Volume 14 Nomor 1, Februari 2019 EFISIENSI AIR DENGAN SISTEM PEMANENAN AIR HUJAN PENDAHULUAN Air merupakan komponen lingkungan yang penng bagi kehidupan. Air memungkinakan bekerjanya ekosistem tempat kita hidup, melancarkan jalannya industri, menumbuhkan makanan yang kita butuhkan, dan menjadikan kehidupan semua makhluk ciptaan Tuhan YME (C.Asdak dan Hilmi S, 2006). Contoh kasus di Dusun Bengo, Desa Limampoccoe selama 20 tahun terakhir, menurut Adang (2016) aliran air sungai dak sampai ke wilayah target irigasi karena areal tersebut terdapat di dataran tektonik di bawah karst. Air hujan akan terinfiltrasi ke dalam batuan karst, dan petani baru dapat melakukan usahatani setelah tanah menjadi jenuh dan air dapat mengalir di permukaan tanah atau sungai. Dengan demikian, awal tanam baru dapat dilakukan pada bulan Pebruari sehingga petani hanya bisa menanam padi sekali dalam setahun. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Triatmodjo, 2008) Oleh karena itu, diperlukan adanya sistem yang dapat digunakan untuk menyokong keberadaan air untuk keberlangsungan makhluk hidup. Salah satunya dengan memanen air hujan yang turun ke daratan (Gambar 1). Air hujan merupakan sumber air yang sangat penng terutama di daerah yang dak terdapat sistem penyediaan air bersih, kualitas air permukaan yang rendah serta dak tersedia air tanah (Abdulla et al., 2009). Salah satu alasan mengapa memanen air hujan penng untuk konservasi air menurut Worm, Janee & Haum, Tim van, (2006) yaitu karena keberadaan air dari sumber air seper danau, sungai, dan air bawah tanah sangat fluktuaf. TEKNIK PENGELOLAAN AIR Sistem Pemanenan Air Hujan merupakan ndakan atau upaya untuk mengumpulkan air hujan yang jatuh pada bidang tadah di atas permukaan bumi, baik berupa atap bangunan, jalan, halaman, dan untuk skala besar berupa daerah tangkapan air (Kementerian Pekerjaan Umum: 2014). Pemanenan Air Hujan dapat dilakukan dengan dua macam cara, yaitu; dengan menangkap air hujan yang berasal dari permukaan atas atap (roof catchment) dan menangkap air hujan dari permukaan tanah (ground cathment) (Asdak. 2002). Komponen paling utama yang minimal harus ada dalam suatu sistem Pemanenan Air Hujan ada ga, yaitu; 1). bidang tangkap (catchment area), 2). sistem penghantar (conveyance system), dan 3). media penampungan (storage device) (Ali, dkk; 2017)

Upload: others

Post on 24-Nov-2020

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: EFISIENSI AIR DENGAN SISTEM PEMANENAN AIR HUVolume …balitklimat.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2020/01/vol_14_no_5-1.pdfSistem Pemanenan Air Hujan merupakan ndakan atau

Volume 14 Nomor 4, Agustus 2019

Volume 14 Nomor 1, Februari 2019EFISIENSI AIR DENGAN SISTEM PEMANENAN AIR HUJAN

PENDAHULUANAir merupakan komponen lingkungan yang pen�ng bagi kehidupan. Air memungkinakan bekerjanya ekosistem tempat kita hidup, melancarkan jalannya industri, menumbuhkan makanan yang kita butuhkan, dan menjadikan kehidupan semua makhluk ciptaan Tuhan YME (C.Asdak dan Hilmi S, 2006). Contoh kasus di Dusun Bengo, Desa Limampoccoe selama 20 tahun terakhir, menurut Adang (2016) aliran air sungai �dak sampai ke wilayah target irigasi karena areal tersebut terdapat di dataran tektonik di bawah karst. Air hujan akan terinfiltrasi ke dalam batuan karst, dan petani baru dapat melakukan usahatani setelah tanah menjadi jenuh dan air dapat mengalir di permukaan tanah atau sungai. Dengan demikian, awal tanam baru dapat dilakukan pada bulan Pebruari sehingga petani hanya bisa menanam padi sekali dalam setahun.

Gambar 1. Siklus Hidrologi (Triatmodjo, 2008)

Oleh karena itu, diperlukan adanya sistem yang dapat digunakan untuk menyokong keberadaan air untuk keberlangsungan makhluk hidup. Salah satunya dengan memanen air hujan yang turun ke daratan (Gambar 1). Air hujan merupakan sumber air yang sangat pen�ng terutama di daerah yang �dak terdapat sistem penyediaan air bersih, kualitas air permukaan yang rendah serta �dak tersedia air tanah (Abdulla et al., 2009). Salah satu alasan mengapa memanen air hujan pen�ng untuk konservasi air menurut Worm, Jane�e & Ha�um, Tim van, (2006) yaitu karena keberadaan air dari sumber air seper� danau, sungai, dan air bawah tanah sangat fluktua�f.

TEKNIK PENGELOLAAN AIR Sistem Pemanenan Air Hujan merupakan �ndakan atau upaya untuk mengumpulkan air hujan yang jatuh pada bidang tadah di atas permukaan bumi, baik berupa atap bangunan, jalan, halaman, dan untuk skala besar berupa daerah tangkapan air (Kementerian Pekerjaan Umum: 2014). Pemanenan Air Hujan dapat dilakukan dengan dua macam cara, yaitu; dengan menangkap air hujan yang berasal dari permukaan atas atap (roof catchment) dan menangkap air hujan dari permukaan tanah (ground cathment) (Asdak. 2002). Komponen paling utama yang minimal harus ada dalam suatu sistem Pemanenan Air Hujan ada �ga, yaitu; 1). bidang tangkap (catchment area), 2). sistem penghantar (conveyance system), dan 3). media penampungan (storage device) (Ali, dkk; 2017)

Page 2: EFISIENSI AIR DENGAN SISTEM PEMANENAN AIR HUVolume …balitklimat.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2020/01/vol_14_no_5-1.pdfSistem Pemanenan Air Hujan merupakan ndakan atau

KETERKAITAN PEMANENAN

sama sekali; b. kawasan dimana produksi tanaman pangan terbatas karean rendahnya ketersediaan air di dalam tanah;c. semua lahan berlereng (bergelombang sampai berbukit) dengan kondisi fisik tanah yang buruk, sehingga �dak dapat

menyimpan/menahan air dalam waktu yang lama; dand. daerah beriklim basah yang mempunyai periode kri�s(stres air).

TEKNIK KONSERVASI TANAH YANG DAPAT DITERAPKAN PADA SISTEM PEMANENAN AIR HUJANPenerapan sistem pemanenan air hujan memerlukan beberapa teknik konservasi tanah yang berupa pembuatan rorak, saluran peresapan, mulsa ver�kal, embung, dan sistem drainase. Upaya konservasi air dengan menerapkan sistem pemanenan air hujan �dak akan memiliki kontribusi besar dalam peningkatan produk�vitas lahan, jika pemanfaatan air yang dilakukan boros. Oleh karena itu, upaya konservasi air harus disertai dengan pemanfaatan air secara efisien.

RORAKRorak adalah lubang atau penampung yang dibuat memotong lereng, berukuran kecil sampai sedang, dibuat di bidang olah (Gambar 2) atau di saluran peresapan atau pada saluran pembuangan air yang ditujukan untuk: (a) menampung dan meresapkan air aliran permukaan ke dalam tanah; (b) memperlambat laju aliran permukaan; (c) pengumpul sedimen yang memudahkan untuk mengembalikannya ke bidang olah; dan (d) jika dibangun pada saluran peresapan akan meningkatkan efek�vitas saluran peresapan tersebut.

Gambar 2. Rorak pada kebun Kakao di Kec.Seba�k Timur Kab. Nunukan(BPTP Kalimantan Timur, 2017)

Pembuatan rorak dilakukan bersamaan dengan pengolahan tanah dan persiapan tanam. Biasanya setelah beberapa kali hujan, rorak ini akan tertutup sedimen, oleh sebab itu memerlukan pemeliharaan agar dapat berfungsi secara op�mal. Apabila sudah tertutup sedimen, maka dimensi rorak perlu disempurnakan sewaktu-waktu dengan jalan menggali/mengangkat tanah dari dalam rorak untuk dikembalikan lagi ke bidang olah. Pemeliharaan ini dapat dilakukan bersamaan dengan waktu penyiangan atau pembumbunan. Menurut Dariah, Harya�, dan Budhyastoro (2004) hal yang harus diperha�kan dalam aplikasi rorak adalah air hanya boleh tergenang beberapa saat. Apabila genangan berlanjut dikhawa�rkan akan terjadi masalah, berupa penyakit yang menyerang akar tanaman.

SALURAN PERESAPANMenurut Subagyono, Harya�, dan Tala'ohu (2004) dalam buku Teknologi Konservasi Lahan Kering, saluran peresapan berfungsi untuk menampung air aliran permukaan dan meningkatkan daya resap air ke dalam. Tanah yang digali untuk saluran dapat digunakan untuk pembuatan bedengan. Tanah galian tersebut juga dapat diletakkan pada bagian bawah saluran dan membentuk guludan. Untuk menjaga kestabilan guludan perlu ditanami dengan rumput penguat. Kelebihan dari teknologi ini adalah dapat memberikan peluang air untuk meresap lebih lama ke dalam tanah, dan dapat diterapkan pada tanah-tanah agak dangkal. Hasil sedimen dapat dikembalikan ke bidang olah bersamaan dengan persiapan lahan saat pengolahan tanah untuk musim tanam berikutnya. Adapun kelemahan teknologi ini adalah bahwa penerapannya membutuhkan tenaga kerja yang rela�f banyak terutama untuk pemeliharaan. Setelah beberapa kali hujan, saluran peresapan ini biasanya terisi sedimen, sehingga perlu pemeliharaan yang ru�n.

MULSA VERTIKALMulsa Ver�kal adalah rorak yang diisi dengan sisa tanaman atau atau serasah (mulsa) untuk meningkatkan kemampuan rorak dalam menyimpan dan menjerap sedimen. Sampah organik atau mulsa yang digunakan ialah mulsa yang mudah didapat, yakni sisa-sisa tanaman di sekitar pertanaman. Mulsa disebar merata pada rorak/lubang peresapan tersebut. Tebalnya mulsa yang dibenamkan ke dalam rorak adalah 20 cm. Mulsa yang akan dibenamkan dipotong-potong dengan tujuan untuk mempercepat proses dekomposisi oleh mikroorganisme tanah (Gambar 3). Terdekomposisinya mulsa ver�kal akan membentuk lubang-lubang peresapan air sehingga lebih mengefisienkan infiltrasi air ke dalam tanah sehingga dapat mengurangi runoff (Nurmi dan Fitriah, 2017). Menurut Noeralam (2002) yang diku�p dalam buku Teknologi Konservasi Lahan Kering teknik mulsa ver�kal juga dapat digolongkan sebagai suatu cara pemanenan air yang tergolong efek�f, salah satunya dicerminkan oleh kemampuannya dalam pemeliharaan lengas tanah.

Gambar 3. Penampakan Mulsa Ver�kal(Nurmi dan Fitriah, 2017)

AIR HUJAN DENGAN KEBUTUHAN AIR PERTANIANHujan merupakan sumber air utama tanaman di sebagian besar wilayah Indonesia. Curah hujan sebesar 1.000 mm/tahun bila dimanfaatkan secara efisien akan dapat menunjang proses produksi untuk dua musim tanam tanaman semusim dengan asumsi bahwa kebutuhan air secara umum untuk tanaman semusim lahan kering adalah 120 mm/bulan (Oldeman et al., 1980). Dengan adanya pemanenan air hujan untuk pertanian maka akan bermanfaat untuk lahan yang �dak memiliki jaringan irigasi dan wilayah-wilayah yang memiliki musim kering lebih panjang dari biasanya. Menurut Subagyono, Harya�, dan Tala'ohu (2004) teknologi pemanenan air sangat diperlukan pada kawasan dengan karakteris�k sebagai berikut : a. kawasan beriklim kering dan semikering (<4 bulan kering berturut-turut sepanjang tahun) atau 3-4 bulan tanpa hujan

Page 3: EFISIENSI AIR DENGAN SISTEM PEMANENAN AIR HUVolume …balitklimat.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2020/01/vol_14_no_5-1.pdfSistem Pemanenan Air Hujan merupakan ndakan atau

KETERKAITAN PEMANENAN AIR HUJAN DENGAN KEBUTUHAN AIR PERTANIANHujan merupakan sumber air utama tanaman di sebagian besar wilayah Indonesia. Curah hujan sebesar 1.000 mm/tahun bila dimanfaatkan secara efisien akan dapat menunjang proses produksi untuk dua musim tanam tanaman semusim dengan asumsi bahwa kebutuhan air secara umum untuk tanaman semusim lahan kering adalah 120 mm bulan-1 (Oldeman et al., 1980). Dengan adanya pemanenan air hujan untuk pertanian maka akan bermanfaat untuk lahan yang �dak memiliki jaringan irigasi dan wilayah-wilayah yang memiliki musim kering lebih panjang dari biasanya. Menurut Subagyono, Harya�, dan Tala'ohu (2004) teknologi pemanenan air sangat diperlukan pada kawasan dengan karakteris�k sebagai berikut : a. kawasan beriklim kering dan semikering (<4 bulan kering berturut-turut sepanjang tahun) atau 3-4 bulan tanpa hujan

sama sekali; b. kawasan dimana produksi tanaman pangan terbatas karean rendahnya ketersediaan air di dalam tanah;c. semua lahan berlereng (bergelombang sampai berbukit) dengan kondisi fisik tanah yang buruk, sehingga �dak dapat

menyimpan/menahan air dalam waktu yang lama; dand. daerah beriklim basah yang mempunyai periode kri�s(stres air).

TEKNIK KONSERVASI TANAH YANG DAPAT DITERAPKAN PADA SISTEM PEMANENAN AIR HUJANPenerapan sistem pemanenan air hujan memerlukan beberapa teknik konservasi tanah yang berupa pembuatan rorak, saluran peresapan, mulsa ver�kal, embung, dan sistem drainase. Upaya konservasi air dengan menerapkan sistem pemanenan air hujan �dak akan memiliki kontribusi besar dalam peningkatan produk�vitas lahan, jika pemanfaatan air yang dilakukan boros. Oleh karena itu, upaya konservasi air harus disertai dengan pemanfaatan air secara efisien.

RORAKRorak adalah lubang atau penampung yang dibuat memotong lereng, berukuran kecil sampai sedang, dibuat di bidang olah (Gambar 2) atau di saluran peresapan atau pada saluran pembuangan air yang ditujukan untuk: (a) menampung dan meresapkan air aliran permukaan ke dalam tanah; (b) memperlambat laju aliran permukaan; (c) pengumpul sedimen yang memudahkan untuk mengembalikannya ke bidang olah; dan (d) jika dibangun pada saluran peresapan akan meningkatkan efek�vitas saluran peresapan tersebut.

Gambar 2. Rorak pada kebun Kakao di Kec.Seba�k Timur Kab. Nunukan(BPTP Kalimantan Timur, 2017)

Pembuatan rorak dilakukan bersamaan dengan pengolahan tanah dan persiapan tanam. Biasanya setelah beberapa kali hujan, rorak ini akan tertutup sedimen, oleh sebab itu memerlukan pemeliharaan agar dapat berfungsi secara op�mal. Apabila sudah tertutup sedimen, maka dimensi rorak perlu disempurnakan sewaktu-waktu dengan jalan menggali/mengangkat tanah dari dalam rorak untuk dikembalikan lagi ke bidang olah. Pemeliharaan ini dapat dilakukan bersamaan dengan waktu penyiangan atau pembumbunan. Menurut Dariah, Harya�, dan Budhyastoro (2004) hal yang harus diperha�kan dalam aplikasi rorak adalah air hanya boleh tergenang beberapa saat. Apabila genangan berlanjut dikhawa�rkan akan terjadi masalah, berupa penyakit yang menyerang akar tanaman.

SALURAN PERESAPANMenurut Subagyono, Harya�, dan Tala'ohu (2004) dalam buku Teknologi Konservasi Lahan Kering, saluran peresapan berfungsi untuk menampung air aliran permukaan dan meningkatkan daya resap air ke dalam. Tanah yang digali untuk saluran dapat digunakan untuk pembuatan bedengan. Tanah galian tersebut juga dapat diletakkan pada bagian bawah saluran dan membentuk guludan. Untuk menjaga kestabilan guludan perlu ditanami dengan rumput penguat. Kelebihan dari teknologi ini adalah dapat memberikan peluang air untuk meresap lebih lama ke dalam tanah, dan dapat diterapkan pada tanah-tanah agak dangkal. Hasil sedimen dapat dikembalikan ke bidang olah bersamaan dengan persiapan lahan saat pengolahan tanah untuk musim tanam berikutnya. Adapun kelemahan teknologi ini adalah bahwa penerapannya membutuhkan tenaga kerja yang rela�f banyak terutama untuk pemeliharaan. Setelah beberapa kali hujan, saluran peresapan ini biasanya terisi sedimen, sehingga perlu pemeliharaan yang ru�n.

MULSA VERTIKALMulsa Ver�kal adalah rorak yang diisi dengan sisa tanaman atau atau serasah (mulsa) untuk meningkatkan kemampuan rorak dalam menyimpan dan menjerap sedimen. Sampah organik atau mulsa yang digunakan ialah mulsa yang mudah didapat, yakni sisa-sisa tanaman di sekitar pertanaman. Mulsa disebar merata pada rorak/lubang peresapan tersebut. Tebalnya mulsa yang dibenamkan ke dalam rorak adalah 20 cm. Mulsa yang akan dibenamkan dipotong-potong dengan tujuan untuk mempercepat proses dekomposisi oleh mikroorganisme tanah (Gambar 3). Terdekomposisinya mulsa ver�kal akan membentuk lubang-lubang peresapan air sehingga lebih mengefisienkan infiltrasi air ke dalam tanah sehingga dapat mengurangi runoff (Nurmi dan Fitriah, 2017). Menurut Noeralam (2002) yang diku�p dalam buku Teknologi Konservasi Lahan Kering teknik mulsa ver�kal juga dapat digolongkan sebagai suatu cara pemanenan air yang tergolong efek�f, salah satunya dicerminkan oleh kemampuannya dalam pemeliharaan lengas tanah.

Gambar 3. Penampakan Mulsa Ver�kal(Nurmi dan Fitriah, 2017)

Page 4: EFISIENSI AIR DENGAN SISTEM PEMANENAN AIR HUVolume …balitklimat.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2020/01/vol_14_no_5-1.pdfSistem Pemanenan Air Hujan merupakan ndakan atau

Gambar 4. Pembuatan Embung dengan penambahan Geomembrane(Balitklimat, 2019)

SISTEM DRAINASETujuan utama dari pembuatan saluran drainase adalah untuk mencegah genangan dan mengalirkan aliran permukaan, sehingga air mengalir dengan kekuatan �dak merusak tanah, tanaman dan/atau bangunan konservasi tanah lainnya. Bentuk saluran drainase permukaan, khususnya pada lahan usaha tani dapat dibedakan menjadi: (a) saluran pengelak; (b) saluran teras; dan (c) saluran pembuangan air, termasuk didalamnya bangunan terjunan (Dariah; Harya�; dan Budhyastoro, 2004).

Info Agroklimat dan Hidrologi memuat informasi aktual dan inovasi teknologi

hasil-hasil penelitian bidang agroklimat, hidrologi, dan pengelolaan air

Balai Penelitian Agroklimat dan hidrologi

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Alamat Penyunting :

Jl. Tentara Pelajar No. 1 , Bogor 16111

Telp : 0251-8312760

Email : [email protected]

http://balitklimat.litbang.pertanian.go.id

Penanggung Jawab : Kepala Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

Redaktur : Anggri Hervani, Yayan Apriyana, Nani Heryani

Penyunting : Yulius Argo Baroto, Husna Alfiani

Redaktur Pelaksana : Eko Prasetyo dan Hari Kurniawan

Naadaa Rachmawa�

EMBUNGSubagyono, Harya�, dan Hadi Tala'ohu (2004) berpendapat bahwa embung merupakan bangunan yang sengaja dibangun dan berfungsi selain sebagai pemanen aliran permukaan dan air hujan, juga sebagai tempat resapan yang akan memper�nggi kandungan air tanah. Tujuan pembuatan embung adalah untuk penyediaan air di musim kemarau (Gambar 4). Embung hendaknya dibangun dekat dengan saluran air dan pada lahan dengan kemiringan antara 5-30%, agar limpasan air permukaan cepat mengisi embung dan sebaliknya air dari embung dapat dengan mudah disalurkan ke lahan usaha tani secara gravitasi. Tanah-tanah bertekstur liat dan atau lempung sangat cocok untuk pembuatan embung, sedangkan tanah-tanah bertekstur kasar atau berpasir akan memperbesar kehilangan air melalui perkolasi.