sistem pemanenan air hujan aatu rainwater...

61
BAB IV HASIL RANCANGAN PEMANENAN AIR HUJAN Rancangan pemanenan air hujan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat yang sesuai dengan kebutuhan mengacu pada faktor lingkungan, sosial, teknik dan ekonomi. Informasi berkaitan dengan rancangan pemanenan air hujan ini diperoleh berdasarkan hasil pengumpulan data yang berkaitan dengan lokasi penelitian di Kelurahan Cicadas Kota Bandung. . 4.1 Faktor Lingkungan dalam Sistem Pemanenan Air Hujan Pengumpulan data berkaitan dengan faktor lingkungan dilakukan dengan mengumpulkan data curah hujan, jumlah hari hujan dan intensitas hujan untuk mengetahui kontinuitas dan kuantitas air hujan yang dapat diasumsikan menggambarkan kondisi lokasi penelitian, serta kualitas air hujan dalam memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat. 71

Upload: hadan

Post on 02-Mar-2019

242 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

BAB IV

HASIL RANCANGAN PEMANENAN AIR HUJAN

Rancangan pemanenan air hujan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan air

bersih masyarakat yang sesuai dengan kebutuhan mengacu pada faktor

lingkungan, sosial, teknik dan ekonomi. Informasi berkaitan dengan rancangan

pemanenan air hujan ini diperoleh berdasarkan hasil pengumpulan data yang

berkaitan dengan lokasi penelitian di Kelurahan Cicadas Kota Bandung.

.

4.1 Faktor Lingkungan dalam Sistem Pemanenan Air Hujan

Pengumpulan data berkaitan dengan faktor lingkungan dilakukan dengan

mengumpulkan data curah hujan, jumlah hari hujan dan intensitas hujan untuk

mengetahui kontinuitas dan kuantitas air hujan yang dapat diasumsikan

menggambarkan kondisi lokasi penelitian, serta kualitas air hujan dalam

memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat.

4.1.1 Analisis Kontinuitas dan Kuantitas Air Hujan

Curah hujan di Provinsi Jawa Barat pada umumnya termasuk dalam

kategori tinggi (Stasiun Geofisika Kelas I Kota Bandung 2000). Pada daerah

dataran tinggi yang merupakan daerah pegunungan, memiliki curah hujan sampai

dengan di atas 4500 mm/tahun. Curah hujan Kota Bandung yang termasuk

kategori agak rendah, memiliki musim kemarau yang relatif pendek yaitu sekitar 3

(tiga) bulan, dengan rata-rata curah hujan 2000 mm/tahun.

71

4.1.1.1 Analisis Kontinuitas Air Hujan

Kontinuitas air hujan di Kelurahan Cicadas Bandung dapat diperoleh dari

rata-rata curah hujan tahunan setempat yang merupakan presipitasi. Berikut

ditampilkan hasil pengumpulan data curah hujan tahunan selama 13 (tiga belas)

tahun dari mulai tahun 1992 sampai dengan tahun 2004.

2855.3

1932.3 1932.3 1924.5

2557.5

1456.4

2604.3

1950.51743.1

2406.8

1927.0 1876.6 1932.4

0.0

500.0

1000.0

1500.0

2000.0

2500.0

3000.0

1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004

Tahun

Cura

h Hu

jan

(mm

)

Sumber: Hasil Pengolahan dari Data Curah Hujan Stasiun Geofisika Kelas I Kota Bandung, 2005

Gambar 4.1

Jumlah Curah Hujan Tahunan dari Tahun 1994 sampai Tahun 2004

Gambar tersebut memperlihatkan bahwa dari tahun 1994 sampai tahun

2004 bahwa jumlah curah hujan tertinggi terjadi pada tahun 1992 yaitu sebesar

2.855,3 mm, sedangkan terendah terjadi pada tahun 1997 yaitu sebesar 1456,4

mm. Adapun rata-rata curah hujan tahunan yaitu sebesar 2.084,5 mm/tahun. Rata-

rata curah hujan yang lebih besar dari 2000 mm/tahun di Kota Bandung ini jika

penggunaan air hujan dilakukan, dengan mengasumsikan penguapan adalah

sebesar 10%, dan luas atap adalah 100 m2, maka diperkirakan air hujan yang akan

tertampung adalah sebesar 180 m3/tahun atau 180.000 liter/tahun. Volume jumlah

72

air hujan yang tertampung ini dengan mengasumsikan bahwa air hujan yang

tertampung pada tahun sebelumnya akan dipergunakan untuk tahun berikutnya.

Kemudian dengan asumsi kebutuhan air rumah tangga adalah 160

liter/hari/KK (Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemukiman Departemen

Pekerjaan Umum Badan Penelitian dan Pengembangan PU dan LPM ITB, 1988),

per tahunnya dibutuhkan kurang dari 60m3/tahun/KK atau 60.000 liter/tahun/KK,

sehingga air hujan yang didapat pertahunnya dari 100 m2 atap, jauh melebihi

kebutuhan keluarga. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa kontinuitas hujan di

Kelurahan Cicadas Kota Bandung dapat memenuhi secara kontinu kebutuhan air

bersih masyarakatnya.

4.1.1.2 Analisis Kuantitas Air Hujan

Kuantitas air hujan, tergantung pada potensi curah hujan di daerah

setempat. Kelurahan Cicadas Kota Bandung memiliki potensi curah hujan yang

diperlihatkan dalam bentuk Tabel curah hujan sebagai berikut:

73

Tabel 4.1Curah Hujan Kota Bandung Periode 1992-2004

Ket. Data dalam milimeter (mm)Tahun Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jumlah Rata-

Rata1992 317.0 254.3 406.3 335.6 178.0 62.1 117.2 140.0 80.0 220.9 403.9 340.0 2855.3 237.91993 241.6 101.6 390.7 173.6 114.4 118.7 14.3 96.1 80.4 122.7 236.6 241.6 1932.3 161.01994 241.6 101.6 390.7 173.6 114.4 118.7 14.3 96.1 80.4 122.7 236.6 241.6 1932.3 161.01995 185.6 120.0 273.8 163.0 189.1 129.6 50.5 0.0 70.2 229.9 387.0 125.8 1924.5 160.41996 292.4 166.3 229.7 245.6 99.0 52.8 89.7 107.6 142.0 292.3 610.2 229.9 2557.5 213.11997 139.1 105.5 189.0 227.2 291.4 4.0 15.1 16.5 1.4 37.0 111.4 318.8 1456.4 121.41998 184.0 409.3 481.2 275.4 178.5 236.9 118.6 74.6 134.3 196.6 217.3 97.6 2604.3 217.01999 192.3 174.0 239.2 130.4 248.3 67.4 70.5 23.0 18.7 265.7 288.8 232.2 1950.5 162.52000 265.3 136.2 147.2 248.1 239.2 47.4 80.7 19.8 44.8 152.4 291.3 70.7 1743.1 145.32001 219.6 205.5 209.0 235.3 83.1 87.1 187.2 53.9 107.3 408.0 564.4 46.4 2406.8 200.62002 364.8 81.4 344.1 183.1 55.0 54.1 121.8 37.9 10.3 20.6 196.2 457.7 1927.0 160.62003 72.1 265.6 365.0 136.0 111.7 37.4 40.5 74.7 76.3 314.2 197.2 185.9 1876.6 156.42004 195.6 191.2 240.8 304.8 286.5 76.2 34.4 11.4 84.7 83.5 184.4 238.9 1932.4 161.0

Jumlah 2911.0 2312.5 3906.7 2831.7 2188.6 1092.4 954.8 751.6 930.8 2466.5 3925.3 2827.1 27099.0 2258.3Rata2 223.9 177.9 300.5 217.8 168.4 84.0 73.4 57.8 71.6 189.7 301.9 217.5 2084.5 173.7

Sumber: Stasiun Geofisika Kelas I Kota Bandung 2005

Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa pada musim hujan rata-rata

curah hujan bulanan tertinggi yaitu pada posisi bulan November sebesar 301,9

mm; sedangkan pada musim kemarau rata-rata curah hujan bulanan terendah yaitu

pada posisi bulan Agustus sebesar 57,8 mm. Untuk memperlihatkan fluktuasi rata-

rata curah hujan bulanan dapat diperlihatkan dalam bentuk gambar sebagai

berikut.

223.9

177.9

300.5

217.8

168.4

84.0 73.4 57.8 71.6

189.7

301.9

217.5

0.0

50.0

100.0

150.0

200.0

250.0

300.0

350.0

Rata

-Rat

a Cu

rah

Huja

n

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec

Bulan

Sumber: Hasil Pengolahan dari Data Curah Hujan Stasiun Geofisika Kelas I Kota Bandung, 2005

Gambar 4.2Rata-Rata Curah Hujan Bulanan

74

Perhitungan menggunakan kuantitas air hujan bulanan untuk jangka

panjang disertai usaha untuk memperoleh pasok harian air hujan optimal dapat

dilihat berdasarkan perhitungan Suply dan Demand berdasarkan curah hujan

bulanan yang hasilnya dapat diketahui sebagai berikut.

Tabel 4.2Penentuan Volume Penampungan Air Hujan Optimum

Waktu Hujan Luas Atap (m2)

Massa Pasok SurplusBln Hari mm % (m3) Kum (ltr/hr) (m3) Kum (m3) Kum1 31 223.92 11 100 22.39 22.39 570 17.67 17.67 4.72 4.722 28 177.89 9 100 17.79 40.18 570 15.96 33.63 1.83 6.553 31 300.52 14 100 30.05 70.23 570 17.67 51.30 12.38 18.934 30 217.82 10 100 21.78 92.01 570 17.10 68.40 4.68 23.615 31 168.35 8 100 16.84 108.85 570 17.67 86.07 -0.83 22.786 30 84.03 4 100 8.40 117.25 570 17.10 103.17 -8.70 14.087 31 73.45 4 100 7.34 124.60 570 17.67 120.84 -10.33 3.768 31 57.82 3 100 5.78 130.38 570 17.67 138.51 -11.89 -8.139 30 71.60 3 100 7.16 137.54 570 17.10 155.61 -9.94 -18.0710 31 189.73 9 100 18.97 156.51 570 17.67 173.28 1.30 -16.7711 30 301.95 14 100 30.19 186.71 570 17.10 190.38 13.09 -3.6712 31 217.47 10 100 21.75 208.45 570 17.67 208.05 4.08 0.40

Total 365 2084.54 100   208.45     208.05   0.40    Vol. Reservoir 41.69                

Sumber: Hasil Perhitungan, Tahun 2005

Berdasarkan tabel tersebut bahwa dengan mempergunakan luas atap

sebesar 100 m2 dan dengan cara coba-coba penggunaan air per hari (pasokan air)

dapat diketahui potensi penggunaan air hujan berdasarkan curah hujan bulanan

yaitu sebesar 570 liter per hari. Jumlah pasokan air yang tetap ini akan

menyebabkan surplus yang merupakan periode kritis air yang terjadi pada bulan

Agustur, September, Oktober dan November. Periode krisis air ini terjadi

puncaknya pada bulan Agustus, dan secara kumulatif terjadi pada bulan

September. Sedangkan periode air hujan yang melimpah secara kumulatif terjadi

pada bulan April. Untuk lebih jelasnya jumlah surplus kumulatif dapat

digambarkan sebagai berikut.

75

6.55

18.9322.78

14.08

3.76

-16.77

-3.670.40

-18.07

-8.134.72

23.61

-30

-20

-10

0

10

20

30

Jan

Feb Mar AprMay Ju

n Jul

Aug Sep Oct Nov Dec

Bulan

m3

Gambar 4.3

Surplus Kumulatif Pengisian dan Penggunaan Air Hujan

Fluktuasi data kumulatif surplus air hujan ini untuk dapat memenuhi

periode kritis air, maka penampungan air hujan optimum dapat diketahui

berdasarkan surplus minimum dan surplus maksimum yang diketahui sebesar

41,69 m3. Penggunaan volume penampungan air hujan ini memperlihatkan bahwa

dengan mengasumsikan luas tangkapan air hujan sebesar 100 m2, dan volume

penampungan air hujan sebesar 41,69 m3 diketahui potensi penggunaan air hujan

diperoleh sebesar 570 liter per hari. Kemudian berdasarkan kebutuhan air bersih

rumah tangga yaitu sebesar 160 liter/hari/KK (Pusat Penelitian dan

Pengembangan Pemukiman Departemen Pekerjaan Umum Badan Penelitian dan

Pengembangan PU dan LPM ITB, 1988) dapat dikatakan bahwa secara kuantitas

potensi curah hujan bulanan Kota Bandung dapat memenuhi kebutuhan air bersih

untuk lebih dari 3 (tiga) keluarga.

76

4.1.2 Analisis Kualitas Air Hujan dalam Memenuhi Syarat Air Bersih

4.1.2.1 Hasil Pengukuran Kualitas Air Hujan

Pengukuran kualitas air hujan dilakukan terhadap parameter-parameter

fisika, kimia, dan biologi yang hasilnya ditampilkan pada lampiran. Hasil

pengukuran kualitas air hujan pada parameter-parameter biologi untuk selanjutnya

tidak ditampilkan dan dianalisis lebih lanjut karena hasil pengukuran

menunjukkan tidak adanya variasi (konstan). Pengukuran kualitas air dilakukan 3

(tiga) kali pengambilan sampel untuk setiap periode pengambilan, yaitu 1) sampel

air hujan langsung, 2) sampel air hujan setelah melalui atap, dan 3) sampel air

hujan yang telah melalui saringan/filter.

Periode pengambilan sampel air hujan dilakukan sebanyak 11 (sebelas)

periode hari hujan pada bulan akhir bulan April 2004 dan awal bulan Mei 2004.

Namun pada periode ke-tiga dan ke-empat untuk pengambilan sampel air hujan

langsung tidak dapat dilakukan pengukuran karena jumlah air yang tertampung

tidak mencukupi untuk dilakukan pengukuran di laboratorium. Sehingga untuk

setiap pengukuran kualitas air hujan langsung berjumlah 9 (sembilan) periode

pengukuran. Oleh karena itu jumlah pengukuran kualitas air hujan dilakukan

sebanyak 31 set terhadap parameter-parameter kualitas air. Berikut ditampilkan

tabel hasil rekap pengukuran kualitas air, serta perbandingan dengan baku mutu

air bersih dan baku mutu air minum berdasarkan Kep. Men. Kes. RI No.

907/Menkes/SK/VII/2002 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air,

dan No. 416/Menkes/Per/1990 tentang Syarat-Syarat dan Pengawas Kualitas Air

Minum.

77

Tabel 4.3

Hasil Rekap Pengukuran Kualitas Air Hujan di Kelurahan Cicadas dan Perbandingan dengan Baku Mutu Air Bersih

VARIABEL PARAMETER SATUAN

Kadar Maksimum yang Diperbolehkan P1 P2 P3

AIR MINUM AIR BERSIH N RATA SD N RATA SD N RATA SD

Fisika

TDS mg/L 1000 1500 9 26.227.1

0 11 35.5510.0

2 11 29.73 8.40

Temperatur 0CSuhu Udara ±

30CSuhu Udara ±

30C 9 23.110.3

3 11 23.09 0.30 11 23.18 0.40

Kekeruhan NTU 5 25 9 0.330.1

2 11 0.54 0.16 11 0.44 0.14

DHL Umhos/cm 2250 9 20.008.6

6 11 40.9128.0

5 11 25.82 10.37

Kimia

pH - 6,5-8,5 6,5-9,0 9 6.240.3

7 11 6.57 0.46 11 5.58 1.01

Kesadahan (CaCO3) mg/L 500 500 9 39.337.5

0 11 39.18 6.76 11 37.73 5.97

Besi mg/L 0,3 1,0 9 0.200.4

2 11 0.28 0.26 11 0.13 0.18

Mangan mg/L 0,1 0,5 9 0.020.0

4 11 0.65 0.82 11 0.26 0.62

Nitrat mg/L 50 10 9 0.440.5

3 11 1.09 1.14 11 0.45 0.52

Nitrit mg/L 3 1,0 9 0.660.4

7 11 1.26 0.96 11 0.52 0.50

Klorida mg/L 250 600 9 43.784.1

5 11 43.55 5.84 11 40.09 4.70

Sulfat mg/L 250 400 9 16.110.9

3 11 16.36 0.81 11 15.55 1.37

Zat Organik mg/L 200 - 9 2.780.5

8 11 3.42 0.78 11 2.55 0.86

78

Sumber: Hasil Pengukuran Penelitian Kualitas Air Hujan, Tahun 2005

Keterangan:P1 = Pengukuran kualitas air hujan langsungP2 = Pengukuran kualitas air hujan setelah melalui atap gentengP3 = Pengukuran kualitas air hujan setelah melalui saringan/filterNilai yang dicetak tebal menunjukkan tidak memenuhi baku mutu air bersih dan atau air minum

79

Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa hampir seluruh

rata-rata pengukuran kualitas air hujan berdasarkan parameter-parameternya

dapat dikatakan memenuhi baku mutu air bersih maupun air minum, kecuali

parameter pH. Pengukuran parameter pH menunjukkan nilai 6,24 pada saat

turun hujan langsung, dan nilai 5,58 pada saat pengukuran air hujan setelah

melalui saringan, dengan batas nilai pH sebesar antara 6,5 – 8,5 untuk baku

mutu air minum, dan 6,5 – 9 untuk baku mutu air bersih.

pH yang merupakan satuan keasaman yang jika menunjukkan nila di luar

batas baku mutu akan berpengaruh terhadap manusia dan benda. Pengaruh pH

akan menyebabkan beberapa senyawa kimia berubah menjadi racun yang

membahayakan manusia, dan menyebabkan korosifitas pada pipa-pipa air yang

terbuat dari metal. Netralisasi yang dapat dilakukan terhadap kadar pH yang

rendah (asam) dapat dipergunakan kapur tohor (Ca(OH)2) dan banyaknya kapur

tohor ini tergantung tingkat keasaman dalam air tersebut (Sanropie, 1983).

4.1.2.2 Pengujian Perbedaan Kualitas Air Hujan Langsung, Setelah Melalui

Atap Genteng dan Setelah Melalui Saringan

Pengujian hipotesis penelitian berkaitan dengan perbedaan rata-rata

kualitas air hujan langsung, setelah melalui atap genteng dan setelah melalui

saringan/filter dilakukan dengan mempergunakan uji beda rata-rata sampel

berpasangan (Hasil Pengolahan data dengan Mempergunakan Program SPSS pada

Lampiran), yang hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.

80

Tabel 4.4

Hasil Uji Beda Rata-RataNo Perbandingan t-hitung Signifikansi Keterangan1 TDS1 - TDS2 -3.337 0.0103 Berbeda2 TDS1 - TDS3 -1.368 0.2084 Sama3 TDS2 - TDS3 3.744 0.0038 Berbeda4 Suhu1 - Suhu2 0.000 1.0000 Tidak Terdefinisikan5 Suhu1 - Suhu3 -0.555 0.5943 Sama6 Suhu2 - Suhu3 -1.000 0.3409 Sama7 Kekeruhan1 - Kekeruhan2 -5.029 0.0010 Berbeda8 Kekeruhan1 - Kekeruhan3 -2.896 0.0200 Berbeda9 Kekeruhan2 - Kekeruhan3 4.561 0.0010 Berbeda

10 DHL1 - DHL2 -2.247 0.0548 Sama11 DHL1 - DHL3 -1.696 0.1283 Sama12 DHL2 - DHL3 2.178 0.0545 Sama13 pH1 - pH2 -2.310 0.0497 Berbeda14 pH1 - pH3 1.692 0.1290 Sama15 pH2 - pH3 3.575 0.0051 Berbeda16 Kesadahan1 - Kesadahan2 -0.476 0.6470 Sama17 Kesadahan1 - Kesadahan3 1.256 0.2446 Sama18 Kesadahan2 - Kesadahan3 0.907 0.3856 Sama19 Besi1 - Besi2 -0.546 0.6000 Sama20 Besi1 - Besi3 0.530 0.6106 Sama21 Besi2 - Besi3 3.400 0.0068 Berbeda22 Mangan1 - Mangan2 -1.869 0.0985 Sama23 Mangan1 - Mangan3 -1.112 0.2986 Sama24 Mangan2 - Mangan3 1.191 0.2610 Sama25 Nitrat1 - Nitrat2 -2.800 0.0232 Berbeda26 Nitrat1 - Nitrat3 0.000 1.0000 Tidak Terdefinisikan27 Nitrat2 - Nitrat3 2.609 0.0261 Berbeda28 Nitrit1 - Nitrit2 -2.431 0.0411 Berbeda29 Nitrit1 - Nitrit3 0.376 0.7165 Sama30 Nitrit2 - Nitrit3 3.413 0.0066 Berbeda31 Khlorida1 - Khlorida2 -0.878 0.4055 Sama32 Khlorida1 - Khlorida3 1.859 0.1001 Sama33 Khlorida2 - Khlorida3 5.677 0.0002 Berbeda34 Sulfat1 - Sulfat2 -0.800 0.4468 Sama35 Sulfat1 - Sulfat3 1.170 0.2755 Sama36 Sulfat2 - Sulfat3 1.936 0.0816 Sama37 Organik1 - Organik2 -3.402 0.0093 Berbeda38 Organik1 - Organik3 1.521 0.1667 Sama39 Organik2 - Organik3 4.221 0.0018 Berbeda

Keterangan:Parameter yang bertanda 1 = pengukuran dilakukan pada hujan langsungParameter yang bertanda 2 = pengukuran dilakukan setelah melalui atap gentengParameter yang bertanda 3 = pengukuran dilakukan setelah melalui saringan/filter

81

Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa dengan mempergunakan tingkat

signifikansi tidak lebih dari =0,05 bahwa yang berbeda signifikan perbandingan

rata-rata kualitas air hujan adalah pada pasangan-pasangan parameter TDS1-

TDS2, TDS2-TDS3, Kekeruhan1-Kekeruhan2, Kekeruhan1-Kekeruhan3,

Kekeruhan2-Kekeruhan3, pH1-pH2, pH2-pH3, Besi2-Besi3, Nitrat1-Nitrat2,

Nitrat2-Nitrat3, Nitrit1-Nitrit2, Nitrit2-Nitrit3, Khlorida2-Khlorida3, Organik1-

Organik2, dan Organik2-Organik3. Hal ini menunjukkan bahwa pasangan

parameter kualitas air hujan tersebut dapat dikatakan memiliki perbedaan

signifikan pada pengukuran sebelum dan sesudahnya.

Pengujian perbedaan rata-rata ini menunjukkan pula bahwa saringan yang

dipergunakan pada penelitian ini, mempengaruhi secara signifikan perubahan

parameter-parameter kualitas air hujan terutama TDS, Kekeruhan, pH, Besi,

Nitrat, Nitrit, Khlorida, dan Organik. Berdasarkan pengujian ini diketahui pula

bahwa saringan/filter yang dipergunakan pada penelitian ini tidak

mengindikasikan perubahan secara signifikan parameter kualitas air terutama

Suhu, DHL, Kesadahan, Mangan, dan Sulfat.

4.2 Faktor Sosial dalam Perancangan Sistem Pemanenan Air Hujan

Pengumpulan data berkaitan dengan faktor sosial dilakukan dengan

menyebarkan kuesioner kepada masyarakat untuk mengetahui karakteristik

kebutuhan, kemampuan dan keinginan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan

air bersih melalui sumber air hujan yang selanjutnya dijadikan informasi penting

dalam merancang bangunan fisik sistem pemanenan air hujan.

82

4.2.1 Profil Responden

Hasil pengumpulan data kuesioner untuk mengetahui karakteristik

responden penelitian masyarakat Kelurahan Cicadas Kota Bandung ditampilkan

pada tabel sebagai berikut.

Tabel 4.5

Profil Responden Penelitian

Profil Kategori Frekwensi Persentasi (%)

Jenis KelaminPria 18 60.00Wanita 12 40.00

Jumlah 30 100.00

Usia

< 30 thn 5 16.6730 - 40 thn 11 36.6740 - 50 thn 9 30.00> 50 thn 5 16.67

Jumlah 30 100.00

Pendidikan

SD 3 10.00SLTP 10 33.33SLTA 11 36.67D1/D2/D3 2 6.67S1/S2/S3 4 13.33

Jumlah 30 100.00

Penghasilan

Rp. 250 - 500 ribu 1 3.33Rp. 500 - 750 ribu 3 10.00Rp. 750 ribu - 1 juta 12 40.00Rp. 1 - 1.25 juta 10 33.33Rp. 1.25 - 1.5 juta 4 13.33

Jumlah 30 100.00

Pengeluaran

Rp. 300 - 500 ribu 1 3.33Rp. 500 - 700 ribu 3 10.00Rp. 700 - 900 ribu 10 33.33Rp. 900 ribu - 1.1 juta 8 26.67Rp. 1.1 - 1.3 juta 5 16.67Rp. 1.3 - 1.5 juta 3 10.00

Jumlah 30 100.00

Anggota Keluarga

2 orang 1 3.333 orang 6 20.004 orang 6 20.005 orang 2 6.676 orang 8 26.677 orang 3 10.008 orang 3 10.00> 8 orang 1 3.33

Jumlah 30 100.00Sumber: Hasil Pengumpulan Data Lapangan, Tahun 2005

Tabel 4.5 memperlihatkan bahwa karakteristik responden penelitian

berdasarkan persentasi terbesarnya yaitu berjenis kelamin pria, dengan usia antara

83

30 – 40 tahun, berpendidikan SLTA, berpenghasilan antara Rp. 750 ribu sampai 1

juta, pengeluaran antara Rp. 700 ribu sampai 900 ribu, memiliki tanggungan 2

(dua) orang dalam keluarga. Hasil ini memberikan informasi penting dalam

memberikan masukan (input) terhadap rancangan pemanenan air hujan

berdasarkan faktor sosial masyarakat adalah sebagai berikut:

1. Hasil rancangan diperuntukan bagi masyarakat yang memiliki pendapatan

yang relatif rendah sehingga dalam penerapan penentuan biayanya diharapkan

dapat dijangkau oleh masyarakat yang termasuk kalangan ini.

2. Pemenuhan kebutuhan air bersih diperuntukkan untuk memenuhi suatu

keluarga dengan mengasumsikan memenuhi kebutuhan 4 (empat) orang

anggota keluarga (dua orang tua bersama dua orang anak).

4.2.2 Kemampuan Masyarakat

Hasil pengumpulan data lapangan untuk mengetahui kemampuan

responden penelitian dilakukan dengan mengetahui kondisi fisik bangunan yang

ditempati masyarakat Kelurahan Cicadas Kota Bandung. Kemampuan masyarakat

Kelurahan Cicadas Kota Bandung ini dibutuhkan untuk mengetahui karakteristik

bangunan yang ada seperti ditampilkan pada tabel sebagai berikut.

84

Tabel 4.6

Kemampuan Masyarakat dalam Fisik Bangunan

Kemampuan Kategori Frekwensi Persentasi (%)

Luas Bangunan

21 - 45 m2 18 60.0046 - 70 m2 6 20.0071 - 100 m2 4 13.33101 - 120 m2 1 3.33146 - 150 m2 1 3.33

Jumlah 30 100.00

Luas Atap

45 - 70 m2 21 70.0071 - 100 m2 4 13.33101 145 m2 4 13.33146 - 200 m2 1 3.33

Jumlah 30 100.00

Luas Halaman

< 21 m2 25 83.3321 - 45 m2 4 13.33101 - 145 m2 1 3.33

Jumlah 30 100.00

Luasan Kosong< 21 m2 29 96.6721 - 45 m2 1 3.33

Jumlah 30 100.00

Simpanan Air

0,5 - 1 m3 1 3.331 - 1,5 m3 22 73.331,5 - 2 m3 6 20.002 - 3 m3 1 3.33

Jumlah 30 100.00Sumber: Hasil Pengumpulan Data Lapangan, Tahun 2005

Bangunan rumah tinggal yang memungkinkan diterapkannya sistem

pemanenan air hujan tidak perlu mengalami perombakan total untuk dapat

mengaplikasikannya. Rancangan bangunan pemanen air ini dirancang untuk dapat

menampung air hujan agar dapat memenuhi kebutuhan air bersih sepanjang tahun

berdasarkan kebutuhan air bersih masyarakat setempat serta memperhatikan

kondisi kemampuan masyarakat dari karakteristik bangunan yang ditempati di

Kelurahan Cicadas berupa kondisi fisik rumah tinggal yang berkaitan dengan

kemungkinan penerapan sistem pemanenan air hujan di lokasi ini.

Tabel 4.6 memperlihatkan bahwa kemampuan dalam luasan fisik

bangunan diketahui luas bangunan antara 21 m2 sampai 45 m2, luas atap antara 45

85

m2 sampai 70 m2, luas halaman kurang dari 21 m2, luasan kosong 21 m2, dan

memiliki simpanan air antara 1 sampai 1,5 m2. Hasil ini memberikan informasi

penting bahwa kondisi fisik bangunan tempat tinggal yang relatif sempit dalam

hal luas bangunan, luas atap bangunan, luas halaman dan luasan areal yang

kosong sehingga memberikan masukan (input) terhadap rancangan pemanenan air

hujan berdasarkan faktor sosial masyarakat adalah sebagai berikut:

1. Mempergunakan luasan atap sebagai alat tangkap air hujan akan dipergunakan

sebesar 70 m2

2. Ketersediaan ruang kosong kurang dari 21 m2 sehingga diasumsikan akan

dipergunakan luas tampungan penyimpanan berkapasitas 500 liter.

3. Memiliki simpanan air yang dimiliki antara 1 sampai 1,5 m2

4.2.3 Kebutuhan Air

Hasil pengumpulan data kuesioner untuk mengetahui kebutuhan air

responden penelitian yang merupakan pengeluaran yang dikeluarkan oleh

masyarakat Kelurahan Cicadas Kota Bandung dalam memenuhi kebutuhan air

bersih maupun air minum ditampilkan pada tabel sebagai berikut.

86

Tabel 4.7Kebutuhan Air Masyarakat Kelurahan Cicadas Kota BandungKebutuhan Air Kategori Frekwensi Persentasi

Pengeluaran Air Bersih (/bulan)

Rp. 20 - 40 ribu 17 56.67Rp. 40 - 60 ribu 3 10.00Rp. 60 - 80 ribu 3 10.00Rp. 80 - 100 ribu 1 3.33Rp. 100 - 120 ribu 1 3.33Rp. 120 - 140 ribu 3 10.00> Rp. 140 ribu 2 6.67

Jumlah 30 100.00

Pengeluaran Air Bersih (/orang/hari)

Rp. 200 4 13.33Rp. 300 8 26.67Rp. 350 1 3.33Rp. 500 5 16.67Rp. 700 8 26.67Rp. 800 1 3.33Rp. 1000 2 6.67Rp. 1500 1 3.33

Jumlah 30 100.00

Kebutuhan Air (liter/orang/hari)

20 - 30 15 50.0030 - 40 6 20.0040 - 50 4 13.3350 - 60 3 10.00> 60 2 6.67

Jumlah 30 100.00

Sumber Air Bersih

Sumur 1 3.33Sumur dan PDAM 3 10.00Sumur dan Dirigen 4 13.33Pompa Tangan dan Dirigen 1 3.33Pompa Mesin 4 13.33Pompa Mesin dan PDAM 5 16.67Pompa Mesin, PDAM, dan Dirigen 1 3.33Pompa Mesin dan Dirigen 1 3.33PDAM dan Dirigen 10 33.33

Jumlah 30 100.00

Sumber Air Minum

Sumur dan Dirigen 3 10.00Pompa Mesin 3 10.00PDAM 13 43.33PDAM dan Dirigen 1 3.33PDAM dan Isi Ulang 3 10.00Dirigen 3 10.00Isi Ulang 4 13.33

Jumlah 30 100.00

Pembelian Air DirigenYa 16 53.33Tidak 14 46.67

Jumlah 30 100.00

Harga Air Dirigen

500 1 6.25700 14 87.50800 1 6.25

Jumlah 16 100.00

Kebutuhan Dirigen (/orang/hari)

0.5 dirigen/orang 2 12.501 dirigen/orang 11 68.751.25 dirigen/orang 2 12.501.5 dirigen/orang 1 6.25

Jumlah 16 100.00Sumber: Hasil Pengumpulan Data Lapangan, Tahun 2005

87

Rancangan bangunan pemanen air hujan dirancang sedemikian rupa agar

dapat memenuhi kebutuhan air terutama kebutuhan air bersih dalam menangani

keperluan rumah tangga. Berdasarkan Tabel 4.7 memperlihatkan bahwa

kebutuhan air yang merupakan pemenuhan kebutuhan akan masyarakat Kelurahan

Cicadas diketahui berdasarkan persentase terbesar bahwa pengeluaran setiap

bulan untuk keperluan air bersih sebesar Rp. 20.000 sampai Rp. 40.000,

pengeluaran setiap hari untuk setiap orang sebesar Rp. 300 dan Rp. 700,

kebutuhan air setiap orang untuk setiap harinya sebesar antara 20 sampai 30 liter,

sumber air bersih yaitu PDAM dan Dirigen, sumber air minum yaitu PDAM, serta

pembelian air yang dilakukan melalui dirigen dengan harga Rp. 700 untuk setiap

dirigen, dan kebutuhan untuk setiap orang dalam satu hari sebanyak 1 dirigen (25

liter).

Hasil ini memberikan informasi penting bahwa kebutuhan air masyarakat

Kelurahan Cicadas yang relatif lebih kecil yaitu 25 liter per hari per orang

dibandingkan dengan data yang menunjukkan 160 liter/hari/KK (Pusat Penelitian

dan Pengembangan Pemukiman Departemen Pekerjaan Umum Badan Penelitian

dan Pengembangan PU dan LPM ITB, 1988) atau 40 liter per hari per orang (1

KK = 4 orang). Sumber data lainnya menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia

di daerah perkotaan dibutuhkan air sekitar 100-150 liter/kapita/hari, sedangkan di

daerah pedesaan saat ini dibutuhkan air sekitar 60 liter/kapita/hari sudah dianggap

memenuhi (Sanropie, 1983), dan data dari Departemen Kesehatan (2004) yang

menunjukkan rata-rata keperluan air adalah 60 liter per kapita per hari yang

88

dipergunakan untuk keperluan mandi 30 liter, mencuci 15 liter, masak 5 liter,

minum 5 liter dan lain-lain 5 liter.

Hal ini menunjukkan bahwa bahwa kebutuhan air masyarakat Kelurahan

Cicadas Kota Bandung lebih kecil dibandingkan kebutuhan masyarakat perkotaan

pada umumnya, hal ini ditunjukkan pula dengan kebiasaan sebagian penduduk

Kelurahan Cicadas hasil wawancara bahwa dalam hal mandi yang hanya

dilakukan 1 (satu) kali dalam satu hari yaitu pada sore hari, dan penghematan

penggunaan air terlihat dari pembelian air yang dianggap cukup mahal terutama

untuk pembelian dalam dirigen berkapasitas 25 liter dengan harga Rp. 700,- per

dirigen.

Hasil analisis kebutuhan air masyarakat Kelurahan Cicadas Kota Bandung

memberikan masukan (input) terhadap rancangan pemanenan air hujan

berdasarkan faktor sosial masyarakat adalah sebagai berikut:

1. Setiap orang mempergunakan air sebanyak 25 liter dalam sehari untuk

memenuhi kebutuhan air bersih.

2. Setiap orang memerlukan biaya sebesar Rp. 700 setiap hari untuk memenuhi

kebutuhan air bersihnya, atau sebesar 4 x Rp. 700,- = Rp. 2.800,- untuk setiap

keluarga.

4.2.4 Keinginan Masyarakat

Keinginan membayar (willingness to pay) untuk pembangunan fasilitas

pemanenan air hujan untuk memenuhi kebutuhan air rumahtangga di Kelurahan

Cicadas yang tidak memiliki fasilitas air langsung (PDAM atau air tanah) terbagi

89

2 (dua), yaitu pembangunan fasilitas air bersih; dari mulai penangkapan air

(colector) sampai dengan sistem penyimpanan air hujan, dan perawatannya.

1. Willingness to Pay Pembangunan Fasilitas Pemanenan Air Hujan untuk

Kebutuhan Rumah Tangga

Berikut ini ditampilkan hasil pengumpulan data yang menunjukkan

willingness to pay (WTP) untuk pembangunan fasilitas pemanenan air hujan, yang

terlihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.8

Willingness To Pay Pembangunan Fasilitas Pemanenan Air Hujan

Willingness to Pay Jumlah Persentase (%)Rp. 250.000,00 14 46.7Rp. 500.000,00 10 33.3Rp. 750.000,00 4 13.3

Rp. 1.000.000,00 1 3.3> Rp. 1.250.000,00 1 3.3

Total 30 100Sumber: Hasil Pengumpulan Data Lapangan, Tahun 2005

Tabel tersebut menunjukkan bahwa berdasarkan persentase terbesar

(46,7%) responden mempunyai keinginan membayar untuk pembangunan fasilitas

pemanenan air hujan sebesar Rp. 250.000,00. Untuk mengetahui nilai rata-rata

willingness to pay pembangunan fasilitas pemanenan air hujan dengan

mempergunakan tabel tersebut diperoleh nilai rata-rata sebesar Rp. 458.333,3

(jumlah WTP untuk 30 responden sebesar Rp. 13.750.000,00). Hasil

pengumpulan data kuesioner ini menunjukan bahwa keinginan membayar

masyarakat Kelurahan Cicadas yang relatif kecil terhadap pembangunan

pemanenan air hujan.

90

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa masyarakat setempat

bahwa mereka menganggap perlu disosialisasikan terlebih dahulu manfaat yang

akan diperoleh serta bentuk nyata dari sistem pemanenan air hujan ini.

Kecenderungan masyarakat yang berkeinginan membayar lebih besar dalam

pembangunan sistem pemanenan air hujan ditunjukkan oleh masyarakat yang

lebih mengerti dalam membangun suatu alat instalasi (pekerjaan sebagai tukang

bangunan), dan antusias masyarakat terhadap pemanenan air hujan yang

dianggapnya akan memenuhi kebutuhan air bersih setiap saat.

2. Willingness to Pay Perawatan Fasilitas Pemanenan Air Hujan untuk

Kebutuhan Rumah Tangga

Berikut ini ditampilkan hasil pengumpulan data yang menunjukkan

willingness to pay untuk perawatan fasilitas penangkapan air hujan, yang terlihat

pada tabel berikut ini.

Tabel 4.9

Willingness To Pay Perawatan Fasilitas Pemanenan Air Hujan

Willingness to Pay Jumlah Persentase (%)Rp. 10.000,00 19 63.3Rp. 20.000,00 11 36.7

Total 30 100Sumber: Hasil Pengumpulan Data Lapangan, Tahun 2005

Tabel tersebut menunjukkan bahwa berdasarkan persentase terbesar

(63,3%) responden mempunyai keinginan membayar untuk perawatan fasilitas

pemanenan air hujan sebesar Rp. 10.000,00, sedangkan sisanya sebesar 36,7%

mempunyai keinginan membayar dalam perawatan fasilitas pemanenan air hujan

91

sebesar Rp. 20.000,00. Kebutuhan perawatan terhadap sistem pemanenan air

hujan dilakukan antara lain; (1) kegiatan pembersihan saluran dalam penangkapan

air hujan dari kotoran sampah seperti daun agar tidak terjadi sumbatan pada

saluran penagkapan air hujan, (2) kegiatan pembersihan terhadap saringan halus,

selain untuk menjaga kualitas air sesuai dengan yang diinginkan, juga agar

saringan ini dapat berfungsi maksimal dalam menyaring kotoran sebelum dapat

dipergunakan oleh masyarakat, (3) perawatan sambungan-sambungan pada sistem

pemanenan air hujan, dan (4) kegiatan membuang air hujan yang jatuh pada

menit-menit pertama.

Kegiatan mendapatkan kualitas air yang yang lebih baik maka air hujan

yang jatuh pada 2-3 menit pertama dibuang karena masih kotor (Sanropie, 1983).

Kemudian pada menit-menit berikutnya, yaitu setelah bidang penangkapan air

hujan relatif cukup bersih, air yang diperoleh dapat dimasukkan dalam sistem

pemanenan air hujan untuk disimpan dalam penampungan dan akhirnya dapat

dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat. Hal ini

dilakukan untuk mendapatkan kualitas air hujan yang tertangkap oleh penangkap

air hujan tidak terlalu membawa kotoran dari atap, dan juga beban penyaringan

saringan halus tidak terlalu besar.

4.2.5 Kemungkinan Penerapan Rainwater Harvesting

Bentuk bangunan fasilitas fisik yang dipilih masyarakat di Kelurahan

Cicadas Kota Bandung berdasarkan keinginan dan kebutuhan serta yang paling

dimungkinkan diterapkan di lapangan merupakan alternatif 1 (pertama) yaitu

92

Tangki Penyimpanan di Atas Permukaan

Saringan Halus

Saringan Kasar

Air Hujan

Aliran Air Hujan

Air Hujan

Aliran Air HujanAliran Air Hujan

Talang Air

Penggunaan Air Bersih

(Cuci, Mandi, Masak, dll)ALTERNATIF 1

sebesar 56,7%. Bentuk bangunan pilihan alternatif 1 (pertama) ini berupa

rancangan pemanenan air hujan dengan tangkapan air hujan berupa atap rumah

yang sudah ada terbuat dari genteng (tanah liat bergelombang), saringan kasar

yang ditempatkan di atap rumah sebelum air disalurkan ke jaringan sistim

pemanenan air hujan, saringan/filter sebagai pengendali kualitas air hujan dan

tangki penyimpanan yang ditempatkan di atas permukaan tanah. Berikut ini

diperlihatkan gambaran ilustrasi rancangan pemanenan air hujan yang paling

dimungkinkan diterapkan di Kelurahan Cicadas Kota Bandung berdasarkan

jawaban responden terbanyak.

Sumber: Hasil Pengumpulan Data Lapangan, 2004

Gambar 4.3

Rancangan Pemanenan Air Hujan yang Paling Dimungkinkan di Terapkan

Berdasarkan hasil pengumpulan data lapangan menunjukkan pula bahwa

tingkat kemungkinan masyarakat Kelurahan Cicadas Kota Bandung menerapkan

sistem pemanenan air hujan untuk memenuhi kebutuhan air bersih berdasarkan

persentasi terbesar menjawab mungkin menerapkan sistem pemanenan air hujan

93

(50%). Disamping itu dalam hal sistem penyimpanan air hujan, masyarakat

Kelurahan Cicadas lebih cenderung memilih secara mandiri (70%) dibandingkan

penyimpanan secara kolektif (30%). Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat

Kelurahan Cicadas Kota Bandung lebih memilih penerapan sistem pemanenan air

hujan dilakukan untuk setiap rumah secara mandiri, dan dirancang sedemikian

rupa untuk penempatan penampungan air hujan yaitu di atas permukaan tanah.

4.3 Faktor Teknis Hasil Perancangan Pemanenan Air Hujan

Pengumpulan data berkaitan dengan faktor teknik dilakukan berdasarkan

tahapan rancangan berdasarkan informasi yang telah dikumpulkan berdasarkan

faktor sosial hasil penelitian lapangan berdasarkan hasil penyebaran kuesioner

yang dijadikan acuan dalam merancang bangunan fisik pemanenan air hujan.

Berikut ditampilakan hasil penelitian lapangan berkaitan dengan faktor sosial

masyarakat Kelurahan Cicadas Kota Bandung dalam menerapkan sistem

pemanenan air hujan:

1. Hasil rancangan diperuntukan bagi masyarakat yang memiliki pendapatan

yang relatif rendah sehingga dalam penerapan penentuan biayanya diharapkan

dapat dijangkau oleh masyarakat yang termasuk kalangan ini.

2. Pemenuhan kebutuhan air bersih diperuntukkan untuk memenuhi suatu

keluarga dengan mengasumsikan memenuhi kebutuhan 4 (empat) orang

anggota keluarga (dua orang tua bersama dua orang anak).

3. Mempergunakan luasan atap sebagai alat tangkap air hujan sebesar 70 m2

4. Ketersediaan ruang kosong kurang dari 21 m2, sehingga kapasitas

penampungan air hujan yang dipergunakan yaitu sebesar 500 liter.

94

5. Memiliki simpanan air yang dimiliki antara 1 sampai 1,5 m2.

6. Setiap orang mempergunakan air sebanyak 25 liter dalam sehari untuk

memenuhi kebutuhan air bersih, atau sebesar 100 liter untuk setiap keluarga

dalam 1 (satu) hari.

7. Setiap orang memerlukan biaya sebesar Rp. 700,- setiap hari untuk memenuhi

kebutuhan air bersihnya, atau sebesar Rp. 2.800,- untuk setiap keluarga.

8. Rancangan pemanenan air hujan dengan tangkapan air hujan berupa atap

rumah yang sudah ada terbuat dari genteng (tanah liat bergelombang), saringan

kasar yang ditempatkan di atap rumah sebelum air disalurkan ke jaringan

sistim pemanenan air hujan, saringan/filter halus sebagai pengendali kualitas

air hujan dan tangki penyimpanan yang ditempatkan di atas permukaan tanah.

Berikut ini ditampilkan hasil rancangan teknis pemanenan air hujan yang

disesuaikan dengan kondisi sosial masyarakat di Kelurahan Cicadas Kota

Bandung, dengan mengasumsikan bahwa saluran penangkapan air hujan (talang)

sudah dimiliki untuk setiap rumah.

95

Sumber: Hasil Rancangan Teknis RWH, Tahun 2005Gambar 4.4

Hasil Rancangan Teknis Rainwater Harvesting untuk

Kelurahan Cicadas Kota Bandung

Gambar tersebut terdiri dari komponen-komponen sistim penangkapan air

hujan yang mengacu pada 8 (delapan) komponen (A Water Harvesting Manual

for Urban Areas, 2003) sebagai berikut:

1. Penangkap (Catchments): Penangkap sistem pemanenan air hujan berupa

permukaan terbuka yang secara langsung menerima curahan air hujan terbuat

dari genteng (tanah merah) yang merupakan sumber penyediaan air pada

sistem pemanenan air hujan. Berikut ini diperlihatkan contoh gambar

penampang atap genteng sebagai alat penangkap air hujan.

96

Sumber: Hasil Rancangan Teknis RWH, Tahun 2005

Gambar 4.5

Penangkap Air Hujan Berupa Atap Genteng

2. Saringan Kasar (Coarse Mesh): yang ditempatkan di atap untuk menyaring

sampah kasar seperti daun, ranting atau sampah lainnya yang mencegah jalan

masuk ke pipa atau saluran air. Hasil rancangan saringan kasar yang

ditempatkan pada atap penangkapan air hujan menggunakan ram kawat

dengan kerapatan lubang sebesar ½ mm2.

97

Sumber: Hasil Rancangan Teknis RWH, Tahun 2005

Gambar 4.6

Saringan Kasar dan Saluran Air (Gutters) Penangkapan

Air Hujan Hasil Rancangan

3. Saluran Air/Pipa (Gutters): Saluran air yang berada di sekitar tepi atap

miring untuk yang berfungsi mengumpulkan dan menyalurkan air hujan ke

tangki penyimpanan. Hasil rancangan mempergunakan saluran yang umumnya

telah tersedia di setiap rumah di Kelurahan Cicadas Kota Bandung berupa

lengkungan dengan mempergunakan bahan yang terbuat dari seng.

4. Saluran Utama. Saluran ini berupa jaringan pipa atau saluran air yang

membawa air hujan dari penangkap atau atap menuju sistem pemanenan.

Hasil rancangan saluran utama berbentuk pipa ini dipergunakan bahan Poly

Vinyl Clorid (PVC) dengan tambahan Ploksok yang berfungsi untuk

Saringan Kasar

Saluran Air (Gutters)

98

menyalurkan air dari atap menuju sistem pemanenan air hujan seperti lerlihat

pada gambar berikut.

Sumber: Hasil Rancangan Teknis RWH, Tahun 2005

Gambar 4.7

Saluran Utama Pemanenan Air Hujan Hasil Rancangan

5. Bilasan Pertama (First-Flushing). Pengendalian bilasan pertama merupakan

suatu klep yang berfungsi dalam memastikan bahwa air hujan yang mengalir

(runoff) dari permulaan hujan turun tidak dimasukkan ke dalam sistem. Hal ini

perlu dilakukan karena permulaan hujan akan membawa sejumlah

kotoran/sampah dari udara maupun permukaan penangkap air hujan (atap).

Hasil rancangan pengendalian aliran air hujan yang diperoleh dari penangkap

air hujan dipergunakan kran yang terbuat dari PVC yang berfungsi untuk

mengendalikan air hujan untuk dimasukkan ke dalam sistem pemanenan air

hujan seperti terlihat pada gambar berikut.

99

Sumber: Hasil Rancangan Teknis RWH, Tahun 2005

Gambar

4.8

Kran Pengendalian Permulaan Hujan

6. Saringan (Filter). Saringan digunakan untuk mengurangi kadar polutan

air hujan yang diperoleh dari atap. Hasil rancangan berupa unit saringan

yang berisi media penyaring batu krikil Besar, pasir aktif, zeolit dan arang

aktif. Hal ini dilakukan untuk menyaring/memisahkan kotoran dari air

sebelum masuk ke tangki penyimpan atau struktur pengisian. Bahan-bahan

100

filter ini dapat dilihat pada lampiran pelaksanaan kegiatan pembuatan

saringan air bersih, sedangkan bentuk fisik saringan dapat dilihat pada

gambar berikut

Sumber: Hasil Rancangan Teknis RWH, Tahun 2005

Gambar 4.9

Bentuk Fisik Saringan/Filter Air Hujan

7. Fasilitas Penyimpanan (Storage Facility). Berbagai pilihan dapat diterapkan

untuk membuat konstruksi penyimpanan berkaitan dengan bentuk, ukuran dan

bahan konstruksi. Bentuk dapat berupa silindris, segi-empat dan kotak. Hasil

101

rancangan dipergunakan konstruksi yang terbuat fiber yang umumnya disebut

dengan torn, namun dapat pula dipilih dengan bahan plastik (polyethylene)

yang banyak digunakan dengan kapasitas penyimpanan maksimum sebesar

500 liter air. Posisi tangki ditempatkan berdasarkan ketersediaan lahan

penempatannya yang relatif sempit yaitu di atas tanah, karena jika

ditempatkan di bawah tanah membutuhkan biaya tambahan dalam

penempatannya. Penempatan di atas tanah yang tidak menggantung ini

memudahkan dalam pemeliharaan yang dilakukan seperti pembersihan dan

pengurasan untuk memastikan mutu air terjaga dalam penyimpanan air.

Berikut ditampilkan fasilitas penampungan berupa tangki yang terbuat dari

bahan fiber.

Sumber: Hasil Rancangan Teknis RWH, Tahun 2005

Gambar 4.10

Tangki Penyimpan yang Terbuat dari Bahan Fiber

102

8. Struktur Pengisian Kembali (Recharge Structure). Air hujan dimungkinkan

dapat digunakan untuk mengisi kembali air tanah melalui struktur yang biasa

disebut sumur resapan atau dialirkan ke tempat penampungan air yang

biasanya telah tersedia di setiap rumah penduduk. Berbagai struktur pengisian

kembali dimungkinkan karena keterbatasan penampungan air yang tersedia

dengan intensitas curah hujan yang besar akan mengakibatkan air yang

ditampung melebihi kapasitas penampung.

4.4 Faktor Ekonomi Hasil Rancangan Pemanenan Air Hujan

4.4.1 Identifikasi Proyek Pembangunan Pemanenan Air Hujan

Pengumpulan data berkaitan dengan faktor ekonomi dilakukan dengan

penelitian lapangan melalui survey harga untuk mengetahui biaya yang diperlukan

yang kemudian dibangun rancangan pemanenan air hujan berupa hasil rancangan

yang secara teknik sudah memenuhi komponen dalam sistem pemanenan air

hujan. Sebelum dilakukan perhitungan ekonomi dalam pembuatan rancangan

pemanenan air hujan terlebih dahulu dihitungkan biaya dan banyaknya material

dalam membangun instalasi sistem pemanenan air hujan sehingga dapat

dipergunakan oleh masyarakatnya. Berikut ditampilkan gambar komponen dan

peralatan yang dibutuhkan dalam membangun instalasi pemanenan air hujan.

103

Gambar 4.11

Alat dan Komponen Instalasi Sistem Pemanenan Air Hujan

Bahan dan alat yang diperlukan serta harga dalam membangun instalasi

sistem pemanenan air hujan ini untuk lebih jelasnya ditampilkan dalam bentuk

tabel sebagai berikut.

Stop Kran First-Flush

Pipa PVC Torn PenampunganAir Hujan

Stop Kran Penampungan

Plockshock

T

Lem, Gergaji & Siltip

Saringan/Filter

104

Tabel 4.10

Alat dan Bahan Pembuatan Sistem Pemanenan Air Hujan

No Alat/BahanHarga Satuan

(Rp)Kebutuhan

(unit)Jumlah

(Rp.) Keterangan1 Gergaji Besi 3000 1 3000 Alat Potong2 Ram Kawat (m2) 13000 0.5 6500 Filter Kasar3 Paralon 1/2" 12500 1 12500 Saluran dari Filter Halus4 Paralon 2" 17500 0.2 10500 Pembuatan First Flush

5 Paralon 4" 25000 1 25000Saluran Air Hujan Hasil Tangkapan

6 Lem Pralon 4500 2 9000 Perekat Sambungan7 Siltip 1500 1 1500 Sambungan kran drat8 Kran First Flush 17500 1 17500 Pengendalian Air Hujan9 Stop Kran 17500 1 17500 Pengeluaran dari Penampungan

10 Plockshock 1/2" - 2" 3500 3 10500 Pembuatan First Flush11 Plockshock 2" - 4" 6500 3 19500 Pembuatan First Flush

12 Plockshock 4" - 5" 7500 1 7500Penyambung Air Hujan Hasil Tangkap

13 Tee 4" 5500 1 5500Persimpangan Air Hujan menuju Saringan dan Pembuangan

14 Filter Halus 225000 1 225000 Penyaringan halus15 Torn 500 liter 250000 1 250000 Penyimpanan Air Hujan16 Tenaga Kerja 50000 2 100000 1 hari kerja

Total 721000Sumber: Hasil Survey Toko Bangunan, Tahun 2005

Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa total biaya pembuatan

pembangunan sistem pemanenan air hujan ini dibutuhkan biaya sebesar Rp.

721.000,00. Hasil pembangunan ini ternyata lebih besar dari keinginan membayar

masyarakat Kelurahan Cicadas yaitu sebesar rata-rata Rp. 458.333,3. Perkiraan

umur bangunan pemanenan air hujan dengan mempergunakan alat dan bahan

tersebut diperkirakan bertahan selama 10 tahun. Penggantian media yang

dipergunakan dalam saringan halus yang terdiri dari batu krikil, pasir aktif, zeolit,

dan arang aktif setiap tahun dengan biaya sebesar Rp. 100.000,-.

Biaya operasional perawatan diperkirakan sebesar Rp. 10.000,00 setiap

bulan sesuai dengan keinginan membayar masyarakat dalam perawatan dengan

perincian kegiatan perawatan yaitu (1) melakukan pembersihan saluran dari

105

kotoran kasar di atap, (2) melakukan pembersihan saringan halus, (3) perawatan

sambungan-sambungan pada sistem pemanenan air hujan, dan (4) kegiatan

membuang air hujan yang jatuh pada menit-menit pertama.

Perhitungan biaya dan manfaat dapat dihitung berdasarkan biaya operasi

bangunan yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel sedangkan manfaat

diperoleh dari biaya yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan air bersih yang

dapat diperoleh dari penerapan sistem pemanenan air hujan, yang hasilnya

ditampilkan dalam bentuk Tabel komponen biaya dan Tabel Komponen Manfaat

sebagai berikut.

Tabel 4.11

Komponen Biaya Pembangunan Pemanenan Air Hujan

NO Komponen Biaya Jumlah (per tahun)

Keterangan

Biaya Tetap1 Penyusutan Rp. 64.890,- (Investasi-Nilai

Sisa)/Umur Teknis2 Bunga Modal Rp. 129.780,- Bunga Bank x Modal

Total Biaya Tetap Rp. 194.670,-Biaya Tidak Tetap

1 Perawatan rutin Rp. 120.000,- Rp. 10.000,-/bulan2 Penggantian Media Saringan Rp. 100.000,-

Total Biaya Tidak Tetap Rp. 220.000,-

Total Biaya Rp. 414.670,- Biaya Tetap + Biaya Tidak Tetap

Sumber: Hasil Perhitungan dalam Pembangunan RWH, Tahun 2005Ket.Tidak dikenakan PajakBiaya Pembangunan (investasi) = Rp. 721.000,-Umur Teknis Bangunan = 10 tahunBunga Bank = 18%Nilai Sisa = 10% x Investasi = Rp. 72.100,-

106

Sedangkan manfaat yang akan diperoleh dengan penggunaan hasil

rancangan pemanenan air hujan ini, berdasarkan hasil penelitian lapangan

berkaitan dengan pengeluaran air bersih masyarakat Kelurahan Cicadas Kota

Bandung sebesar Rp. 700,00 per orang per hari untuk memenuhi kebutuhan air

bersih, maka dengan mengasumsikan hasil rancangan teknis pemanenan air hujan

dapat memenuhi 1 (satu) keluarga yang terdiri dari 4 (empat) orang, maka nilai

manfaat yang akan diperoleh sebesar Rp. 2.800,- per hari, atau dalam satu tahun

akan diperoleh manfaat sebesar Rp. 1.022.000,-.

Hasil ini dengan mengasumsikan dapat memenuhi kebutuhan air bersih

selama 1 (satu) tahun, namun berdasarkan hasil perhitungan kuantitas air hujan di

Kota Bandung, ternyata perlu diperhatikan adanya periode kritis selama 4 (empat)

bulan yaitu pada bulan Juni, Juli, Agustus dan September, serta fluktuasi curah

hujan harian yang berbeda-beda setiap bulannya. Sehingga agar perhitungan

manfaat yang akan diperoleh masyarakat lebih realistis dengan adanya

keterbatasan kapasitas tampung penyimpanan air hujan yaitu sebesar 500 liter

yang hanya mampu memenuhi kebutuhan air bersih selama 3 (tiga) hari dalam

kondisi penuh (asumsi penggunaan per hari sebesar 160 liter/KK), serta luas

tangkapan atap rumah sebesar 70 m2.

Perhitungan manfaat akan mengacu pada pertimbangan curah hujan harian

(periode tahun 1992-2004) menggunakan 3 (tiga) contoh curah hujan harian

berdasarkan curah hujan tahunan terendah (tahun 1997), tertinggi (Tahun 1992),

dan yang mendekati curah hujan tahunan rata-rata (Tahun 1999). Perhitungan

manfaat yang akan diperoleh berdasarkan 3 (tiga) contoh tersebut diperlihatkan

107

pada Lampiran, dimana untuk setiap mm air hujan yang turun dalam 1 (satu) hari

dengan luas atap penangkapan sebesar 70 m2 akan diperoleh air hujan sebanyak

70 liter, serta dengan memperhitungkan penguapan (penyerapan genting) dan

pembuangan hujan pertama sebesar 10% maka air yang dapat ditampung

sebanyak 63 liter untuk setiap mm curah hujan harian yang turun. Berikut

ditampilkan hasil perhitungan perbandingan manfaat yang akan diperoleh

berdasarkan perbedaan konsumsi air bersih perhari dan perbedaan harga beli air

bersih.

Tabel 4.12

Hasil Perhitungan Perbedaan Manfaat yang Diperoleh dari Hasil Rancangan

Pemanenan Air Hujan (Rp./Tahun)

No Harga Air Bersih Manfaat I Manfaat II Manfaat III1 Konsumsi 160 ltr/hari      

  Rp. 700,- 1,260,560 721,280 1,070,440  Rp. 800,- 1,440,640 824,320 1,223,360  Rp. 900,- 1,620,720 927,360 1,376,280  Rp. 1.000,- 1,800,800 1,030,400 1,529,200

2 Konsumsi 100 ltr/hari        Rp. 700,- 903,000 561,400 791,000  Rp. 800,- 1,032,000 641,600 904,000  Rp. 900,- 1,161,000 721,800 1,017,000  Rp. 1.000,- 1,290,000 802,000 1,130,000

Sumber: Hasil Perhitungan Manfaat Berdasarkan Curah Hujan Harian Tahun 1992, 1997 dan 1999, Diolah Tahun 2005

Ket. 1 (satu) mm air hujan akan diperoleh 63 liter air bersihBesar luasan penangkap air hujan = 70 m2

Manfaat I =mengacu pada curah hujan harian Tahun 1992 (Curah Hujan Tahunan Tertinggi)

Manfaat II =mengacu pada curah hujan harian Tahun 1997 (Curah Hujan Tahunan Terendah)

Manfaat III =mengacu pada curah hujan harian Tahun 1999 (Curah Hujan Tahunan mendekati Rata-Rata)

108

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut dapat diketahui nilai manfaat

terbesar yang akan diperoleh jika curah hujan tahunan termasuk tinggi (Tahun

1992) dari hasil rancangan pemanenan air hujan dengan konsumsi 160 ltr/kk/hari

dengan harga Rp. 700,-/25 liter yaitu sebesar Rp. 1.260.560,-/tahun; atau jika

konsumsi 100 ltr/kk/hari yaitu sebesar Rp. 903.000,-/tahun. Selanjutnya manfaat

terkecil yang akan diperoleh jika curah hujan tahunan termasuk rendah (Tahun

1997) dari hasil rancangan pemanenan air hujan dengan konsumsi 160 ltr/kk/hari

dengan harga Rp. 700,-/25 liter yaitu sebesar Rp. 721.280,-/tahun; atau jika

konsumsi 100 ltr/kk/hari yaitu sebesar Rp. 561.400,-/tahun.

Sedangkan manfaat umumnya yang akan diperoleh jika curah hujan

tahunan termasuk rata-rata (Tahun 1999) dari hasil rancangan pemanenan air

hujan dengan konsumsi 160 ltr/kk/hari dengan harga Rp. 700,-/25 liter yaitu

sebesar Rp. 1.070.440,-/tahun; atau jika konsumsi 100 ltr/kk/hari yaitu sebesar

Rp. 791.000,-/tahun. Tabel tersebut menampilkan pula perbedaan manfaat

berdasarkan perbedaan harga air bersih untuk setiap perbedaan konsumsi

keluarga.

4.4.2 Kelayakan Proyek Pembangunan Hasil Rancangan Pemanenan Air

Hujan

Perhitungan kelayakan pembangunan hasil rancangan secara teknis

pemanenan air hujan yang dapat diterapkan di Kelurahan Cicadas Kota Bandung

mengacu pada perbedaan manfaat yang diperoleh berdasarkan curah hujan

tahunan periode Tahun 1992 sampai Tahun 2004 yaitu tertinggi pada Tahun 1992,

109

terendah pada Tahun 1997 dan yang mendekati nilai rata-rata pada tahun 1999

ditampilkan pada lampiran analsisi ekonomi. Berikut ditampilkan hasil

perhitungannya.

Tabel 4.13

Hasil Perhitungan Kelayakan Pembangunan Pemanenan Air Hujan

Konsumsi Air Bersih

Manfaat NPV IRR BCR Keterangan

160 ltr/kk/hari I Rp. 5.078.929,71 41,49 2,70 LayakII Rp. 1.638.284,79 25,37 1,55 LayakIII Rp. 3.865.950,53 38,42 2,29 Layak

100 ltr/kk/hari I Rp. 2.797.671,37 34,64 1,94 LayakII Rp. 618.238,97 17,00 1,21 LayakIII Rp. 2.083.103.37 27,52 1,70 Layak

Sumber: Hasil Perhitungan Analisis EkonomiKet.Manfaat I = Manfaat yang diperoleh jika curah hujan termasuk tinggiManfaat II = Manfaat yang diperoleh jika curah hujan termasuk rendahManfaat III = Manfaat yang diperoleh jika curah hujan termasuk rata-rata

Hasil perhitungan analisis ekonomi tersebut menunjukkan bahwa

berdasarkan NPV yang merupakan keuntungan netto pembangunan rancangan

pemanenan air hujan dapat dinyatakan layak untuk diterapkan, karena NPV

proyek tersebut lebih besar dari nol untuk setiap perbedaan manfaat yang

diperoleh. Hasil perhitungan analisis ekonomi berdasarkan IRR yang merupakan

tingkat rendemen atas investasi netto pembangunan rancangan pemanenan air

hujan dapat dinyatakan layak karena menunjukkan pula nilai postif. Begitu pula

hasil perhitungan analisis ekonomi berdasarkan BCR yang merupakan merupakan

perbandingan antara jumlah present value yang positif dengan jumlah present

value yang negatif pembangunan rancangan pemanenan air hujan dapat

110

dinyatakan layak karena menunjukkan nilai yang lebih dari 1 (satu) untuk setiap

perbedaan manfaat yang diberikan.

Hasil perhitungan analisis ekonomi untuk menguji kelayakan penerapan

hasil rancangan pemanenan air hujan di Kelurahan Cicadas Kota Bandung ini

menunjukkan bahwa secara umum meskipun curah hujan termasuk rendah di Kota

Bandung akan lebih menguntungkan untuk diterapkan dalam memenuhi

kebutuhan air bersih masyarakatnya. Kebutuhan air bersih dengan konsumsi

sebesar 100 liter/kk/hari maupun 160 liter/kk/hari akan lebih menguntungkan jika

dibandingkan dengan penggunaan air mempergunakan eceran per dirigen (1

dirigen = 25 liter = Rp. 700,-).

111