efektivitas perawatan menggunakan madu nektar flora dibandingkan dengan silver sulfadiazine terhadap...

21
EFEKTIVITAS PERAWATAN MENGGUNAKAN MADU NEKTAR FLORA DIBANDINGKAN DENGAN SILVER SULFADIAZINE TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA BAKAR DERAJAT II TERINFEKSI PADA MARMUT Yulian Wiji Utami,S.Kp Dr. dr. Setyawati Soeharto, M.Kes. Ns. Dewi Kartikawati N, S. Kep. Feriana Ira Handian ABSTRAK Handian, Feriana Ira. 2006. Efektivitas Perawatan Menggunakan Madu Nektar Flora Dibandingkan Dengan Silver Sulfadiazine Terhadap Penyembuhan Luka Bakar Derajat II Terinfeksi Pada Marmut. Tugas Akhir, Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Pembimbing: (1) Dr. dr. Setyawati Soeharto, M.Kes. (2) Ns. Dewi Kartikawati N, S. Kep. Luka bakar merupakan salah satu insiden tersering dalam masyarakat khususnya rumah tangga. Proses penyembuhan luka bakar akan bertambah sulit apabila terjadi infeksi karena luka bakar derajat II dapat berubah menjadi derajat III.Berbagai penelitian dan metode mulai dikembangkan untuk melakukan perawatan terhadap luka bakar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas madu nektar flora dibandingkan dengan silver sulfadiazine dalam mempercepat penyembuhan luka bakar derajat II terinfeksi pada marmut. Metode penelitian yang digunakan adalah true experimental laboratorium. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah marmut dengan kriteria pasti adanya infeksi. Uji Komparasi menggunakan Parametric Test dengan One Way Anova. Rata – rata kecepatan proses penyembuhan pada kelompok madu nektar flora = 9,67 hari; kelompok silver sulfadiazine = 10 hari; kelompok kontrol = 19,17 hari dan hasil uji Anova menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada ketiga kelompok. Tetapi dari uji BNT yang dilakukan disimpulkan bahwa efektivitas penyembuhan luka antara kelompok yang menggunakan madu nektar flora dengan kelompok silver sulfadiazine adalah sama. Keterbatasan dari penelitian ini adalah sterilitas pada rawat luka dan batas pengamatan 21 hari. Saran dari penelitian ini adalah untuk menggunakan madu pada perawatan luka bakar derajat II terinfeksi, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut secara mikroskopis terhadap perubahan yang terjadi pada luka bakar derajat II terinfeksi, komposisi dan variasi dosis madu serta efektivitas madu jenis lain terhadap proses penyembuhan luka bakar derajat II terinfeksi. Kata kunci: Penyembuhan Luka Bakar Derajat II Terinfeksi, Madu Nektar Flora, Silver sulfadiazine.

Upload: chichi-fauziyah

Post on 28-Dec-2015

102 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

m

TRANSCRIPT

Page 1: Efektivitas Perawatan Menggunakan Madu Nektar Flora Dibandingkan Dengan Silver Sulfadiazine Terhadap Penyembuhan Luka Bakar Derajat II Terinfeksi Pada Marmut

EFEKTIVITAS PERAWATAN MENGGUNAKAN MADU NEKTAR FLORA DIBANDINGKAN DENGAN SILVER SULFADIAZINE TERHADAP

PENYEMBUHAN LUKA BAKAR DERAJAT II TERINFEKSI PADA MARMUT

Yulian Wiji Utami,S.Kp Dr. dr. Setyawati Soeharto, M.Kes.

Ns. Dewi Kartikawati N, S. Kep.

Feriana Ira Handian

ABSTRAK

Handian, Feriana Ira. 2006. Efektivitas Perawatan Menggunakan Madu Nektar Flora Dibandingkan Dengan Silver Sulfadiazine Terhadap Penyembuhan Luka Bakar Derajat II Terinfeksi Pada Marmut. Tugas Akhir, Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Pembimbing: (1) Dr. dr. Setyawati Soeharto, M.Kes. (2) Ns. Dewi Kartikawati N, S. Kep.

Luka bakar merupakan salah satu insiden tersering dalam masyarakat khususnya rumah tangga. Proses penyembuhan luka bakar akan bertambah sulit apabila terjadi infeksi karena luka bakar derajat II dapat berubah menjadi derajat III.Berbagai penelitian dan metode mulai dikembangkan untuk melakukan perawatan terhadap luka bakar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas madu nektar flora dibandingkan dengan silver sulfadiazine dalam mempercepat penyembuhan luka bakar derajat II terinfeksi pada marmut. Metode penelitian yang digunakan adalah true experimental laboratorium. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah marmut dengan kriteria pasti adanya infeksi. Uji Komparasi menggunakan Parametric Test dengan One Way Anova. Rata – rata kecepatan proses penyembuhan pada kelompok madu nektar flora = 9,67 hari; kelompok silver sulfadiazine = 10 hari; kelompok kontrol = 19,17 hari dan hasil uji Anova menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada ketiga kelompok. Tetapi dari uji BNT yang dilakukan disimpulkan bahwa efektivitas penyembuhan luka antara kelompok yang menggunakan madu nektar flora dengan kelompok silver sulfadiazine adalah sama. Keterbatasan dari penelitian ini adalah sterilitas pada rawat luka dan batas pengamatan 21 hari. Saran dari penelitian ini adalah untuk menggunakan madu pada perawatan luka bakar derajat II terinfeksi, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut secara mikroskopis terhadap perubahan yang terjadi pada luka bakar derajat II terinfeksi, komposisi dan variasi dosis madu serta efektivitas madu jenis lain terhadap proses penyembuhan luka bakar derajat II terinfeksi.

Kata kunci: Penyembuhan Luka Bakar Derajat II Terinfeksi, Madu Nektar Flora, Silver sulfadiazine.

Page 2: Efektivitas Perawatan Menggunakan Madu Nektar Flora Dibandingkan Dengan Silver Sulfadiazine Terhadap Penyembuhan Luka Bakar Derajat II Terinfeksi Pada Marmut

ABSTRACT

Handian, Feriana Ira. 2006. The Effectivity of Treatment by Nectar Flora Honey Compare to Silver Sulfadiazine on Second Degree Burn Wound Infected Healing to Marmot. Final Task. Nursing Science Program Medical Faculty of Brawijaya University. Supervisors (1) Dr. dr. Setyawati Soeharto, M.Kes. (2) Ns. Dewi Kartikawati N, S. Kep

Burn wound is one of the most rapid incident in population especially on familyhood. The healing process would be more difficult when it got infected because in the second degree of this could be change to third degree. Some researchs and methods are start develop to find the treatment to burn wound. The aim of this research is to find out the effectivity of nectar flora honey compare to silver sulfadiazine to the healing on second degree burn wound infected treatment. This research is true experimental laboratory. Sample on this research are marmots with pus as certain criteria on infection .For comparation test it is used Parametric Test with One Way Anova. The average of healing process for nectar flora honey group = 9,67 days, silver sulfadiazine = 10 days, control group = 19,17 days and the result of anova test show that there is a significant difference on them. But BNT test concluded that the effectivity of wound healing between nectar flora honey group to silver sulfadiazine group are equal. The limitation of this research are the sterility in wound treatment and observation on 21 days. The suggestion of this research are to use honey for second burn wound infected on the treatment, needs more research to observe the change microscopically in second degree burn wound infected, the composition and variations among the dossage of honey and efectivity the other kind of honey to the healing process of the second degree burn wound infected.

Key words: The healing of second degree burn wound infected, nectar flora honey, silver sulfadiazine.

Page 3: Efektivitas Perawatan Menggunakan Madu Nektar Flora Dibandingkan Dengan Silver Sulfadiazine Terhadap Penyembuhan Luka Bakar Derajat II Terinfeksi Pada Marmut

PENDAHULUAN Latar Belakang

Madu merupakan zat mujarab yang dihasilkan oleh lebah (Apis mallifera) . Orang Mesir, Romawi, dan Yunani kuno menggunakan madu untuk kue, minuman, dan bumbu kue serta daging. Di Eropa ada sistem pengobatan dengan menggunakan lebah dan madunya. Dalam Islam juga dibahas tentang kegunaan madu dari lebah dengan khasiatnya. Madu itu adalah syifa' (penawar) kepada manusia (Anonymous)

Berdasarkan observasi klinik yang dilakukan oleh Molan (2002) didapatkan bahwa pemberian madu secara topikal dapat secara aktif mencegah infeksi serta membantu menyembuhkan luka bekas pembedahan. Madu dapat mengurangi inflamasi, edema dan penumpukan eksudat serta memiliki efek yang bagus apabila dipakai untuk perawatan luka dan luka bakar. Khasiat ini didapatkan dari kandungan hydrogen peroxide yang dikeluarkan oleh lebah (Molan,2002).

Luka bakar merupakan salah satu insiden yang paling sering terjadi di masyarakat khususnya rumah tangga. Berdasarkan salah satu hasil penelitian menunjukkan bahwa di unit pelayanan khusus RSUPN Cipto Mangun Kusumo Jakarta, jumlah kasus luka bakar yang dirawat selama tahun 1998 sebanyak 107 kasus atau 26,3 % dari seluruh kasus bedah plastik yang dirawat (Moenadjat,2002). Mengingat luka bakar merupakan salah satu jenis trauma dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi maka diperlukan penanganan yang cepat dan tepat serta perawatan secara khusus sejak fase awal sampai fase lanjut (Smeltzer,2002).

Pada perawatan luka bakar, salah satu standar perawatan yang digunakan adalah dengan pemakaian silver sulfadiazine (SSD). SSD dipakai atau dioleskan di kulit untuk mencegah dan membunuh bakteri atau infeksi jamur di kulit atau area yang terkena luka bakar. Obat ini biasanya digunakan dalam perawatan luka bakar derajat dua dan derajat tiga (Anonymous

Luka bakar dapat diklasifikasikan menurut dalamnya jaringan yang rusak, meliputi luka bakar derajat satu, luka bakar derajat dua, dan luka bakar derajat tiga . Luka bakar yang dimaksud dalam hal ini adalah luka bakar derajat dua, meliputi destruksi epidermis serta lapisan atas dermis dan cedera pada bagian dermis yang lebih dalam. Luka tersebut terasa nyeri, tampak merah dan mengalami eksudasi cairan. Pemutihan jaringan yang terbakar diikuti oleh pengisian kembali kapiler , folikel rambut masih utuh (Smeltzer,2002).

Beberapa faktor berperan dalam penyembuhan luka bakar, misalnya adalah luas area luka bakar. Luka bakar akan semakin sulit diatasi apabila terjadi infeksi, bahkan luka bakar derajat dua akan menjadi derajat tiga karena adanya infeksi ini (Smeltzer,2002).

). Namun demikian masyarakat masih mengalami kesulitan untuk menggunakan obat ini secara maksimal karena harganya yang relatif mahal terutama bagi masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah (Anonymous)

Beberapa penelitian pun mulai dikembangkan untuk pengobatan luka bakar terutama dari bahan – bahan alami. Pada penelitian yang dilakukan sebelumnya, terbukti bahwa madu dapat digunakan sebagai obat luka

Page 4: Efektivitas Perawatan Menggunakan Madu Nektar Flora Dibandingkan Dengan Silver Sulfadiazine Terhadap Penyembuhan Luka Bakar Derajat II Terinfeksi Pada Marmut

bakar yang diujikan langsung terhadap 450 pasien di rumah sakit, dan hasilnya, madu lebih efektif menyembuhkan luka bakar dibandingkan dengan cara perawatan biasa dengan cairan fisiologis(Namias,2005). Oleh beberapa peneliti, efek anti bakteri pada madu diujikan secara in vitro dan belum diketahui secara in vivo . Dari hasil penelitian yang dilakukan di Selandia Baru didapatkan bahwa tiap jenis madu yang berbeda menghasilkan efek anti bakteri dan khasiat yang berbeda pula (Subrahmanyam,1994).

Berdasarkan hal diatas peneliti mencoba untuk meneliti lebih jauh bagaimanakah efektivitas madu nektar flora yang banyak terdapat di sebagian besar pulau Jawa, terhadap perawatan luka bakar derajat II yang mengalami infeksi dibandingkan dengan menggunakan silver sulfadiazine pada marmut. Rumusan Masalah Apakah perawatan dengan madu nektar flora lebih efektif jika dibandingkan dengan silver sulfadiazine terhadap penyembuhan luka bakar derajat II terinfeksi pada marmut ? Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Untuk membuktikan efektivitas perawatan menggunakan madu nektar flora terhadap penyembuhan luka bakar derajat II terinfeksi dibandingkan dengan silver sulfadiazine pada marmut dalam mempercepat proses penyembuhan. Tujuan Khusus 1. Untuk mengidentifikasi

kecepatan proses penyembuhan dengan madu nektar flora pada luka bakar derajat II terinfeksi

2. Untuk mengidentifikasi kecepatan proses

penyembuhan dengan silver sulfadiazine pada luka bakar derajat II terinfeksi

3. Untuk menganalisa kecepatan proses penyembuhan madu nektar flora pada luka bakar derajat II terinfeksi dibandingkan dengan silver sulfadiazine

Manfaat Bagi Masyarakat 1. Dapat memberikan

informasi kepada masyarakat tentang manfaat madu dalam menyembuhkan luka bakar derajat II.

2. Memberikan pemecahan alternatif secara ekonomi untuk pengobatan luka bakar yang lebih bisa dijangkau oleh masyarakat.

Bagi Peneliti 1. Sebagai landasan ilmiah

untuk penelitian selanjutnya dalam skala yang lebih luas yang berhubungan dengan luka bakar.

2. Untuk pengembangan intervensi keperawatan

METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian true eksperimental laboratorium untuk membandingkan efektivitas penyembuhan Madu Nektar Flora terhadap proses penyembuhan luka bakar derajat II terinfeksi dibandingkan dengan silver sulfadiazine. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang pada bulan Juli - September 2006. Eksplorasi hewan coba dilakukan selama 1 minggu

Page 5: Efektivitas Perawatan Menggunakan Madu Nektar Flora Dibandingkan Dengan Silver Sulfadiazine Terhadap Penyembuhan Luka Bakar Derajat II Terinfeksi Pada Marmut

sementara pemberian perlakuan akan dilakukan selama 3 minggu berikutnya. Eksplorasi ini dilakukan untuk menentukan metode pembuatan luka bakar derajat II terinfeksi dan waktu pemberian terapi. Sampel Dan Kriteria Sampel Sampel yang ditentukan sebagai subjek penelitian adalah semua marmut yang dibuat luka bakar derajat dua terinfeksi dengan kriteria sebagai berikut : a. Marmut betina usia 3 – 4 bulan b. Berat badan 200 – 350 gram c. Jenis lokal d. Tidak sakit e. Luas luka bakar sama, yaitu

dengan diameter 2 cm f. Luka bakar derajat II dengan

tanda – tanda luka terinfeksi, dengan kriteria pasti adanya pus

g. Nutrisi sama, yaitu jenis dan kuantitas yang sama pada tiap marmut.

Marmut Nutrisi Marmut Menurut Smith,dkk (1988), marmut memerlukan serat kasar 10 kali lebih besar dibandingkan hewan coba lain, bersih dan bergizi dan mengandung vitamin C dalam makanannya. Makanan pokok marmut adalah jagung sedangkan makanan tambahan marmut diantaranya adalah rumput gajah, kangkung, bayam, pelepah jagung yang dopotong – potong, selada dan wortel. Marmut diberikan makanan dalam jumlah yang sama dalam tiap kandang dengan menu yang bervariasi setiap harinya (Smith,1988). Kandang Marmut Kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang dari bahan bak plastik yang dilakukan pembersihan setiap

harinya. Masing – masing kandang terdiri dari 1 marmut. Cara Pemilihan Sampel Pada penelitian ini digunakan hewan coba marmut yang dilakukan pembuatan luka bakar derajat II dengan menggunakan benda panas. Cara pemilihan sampel digunakan cara simple random sampling, dimana pada penelitian ini diperlukan 3 kali perlakuan, dengan perhitungan sebagai berikut (Sudigdo dan Sofyan, 1995)

P ( n-1) ≥ 15

3 ( n-1) ≥ 15 n –1 ≥ 5

n ≥ 6 keterangan : P = jumlah perlakuan n = banyaknya sampel jadi tiap perlakuan diperlukan sejumlah sampel minimal 6 marmut untuk masing – masing perlakuan sehingga total sampel minimal adalah 18 marmut. Variabel Penelitian Variabel Tergantung Penelitian

Lama penyembuhan luka bakar derajat II yang terinfeksi Variabel Bebas Penelitian

a. Perawatan dengan menggunakan Madu Nektar Flora terhadap luka bakar derajat II terinfeksi

b. Perawatan dengan menggunakan Silver Sulfadiazine terhadap luka bakar derajat II terinfeksi

c. Perawatan luka bakar derajat II terinfeksi dengan tidak menggunakan terapi apapun

Definisi Operasional Pada penelitian ini, yang dimaksud dengan :

Page 6: Efektivitas Perawatan Menggunakan Madu Nektar Flora Dibandingkan Dengan Silver Sulfadiazine Terhadap Penyembuhan Luka Bakar Derajat II Terinfeksi Pada Marmut

a. Madu Nektar Flora yang digunakan adalah Madu Nektar Flora murni yang diperoleh langsung dari petani lebah yang berasal dari sari bunga randu, dengan karakteristik warna keruh sehingga dapat diketahui kepastian jenis dan keasliannya.

b. Silver Sulfadiazine adalah silversulvadiazine dengan nama dagang burnazin yang beredar di pasaran yang masih tersegel dan tertutup dengan baik.

c. Luka bakar derajat II terinfeksi adalah luka bakar yang dibiarkan terinfeksi oleh agen eksternal dalam bentuk apapun pada masa golden periode ( minimal 8 jam pertama setelah pembuatan luka) dengan tanda infeksi disertai pus.

d. Perawatan luka bakar derajat II terinfeksi dengan Madu Nektar Flora adalah perawatan luka bakar derajat II terinfeksi dengan menggunakan Flora dengan perawatan dua kali per hari.

e. Perawatan luka bakar derajat II terinfeksi dengan Silver Sulfadiazine adalah perawatan luka bakar derajat II terinfeksi dengan menggunakan Sulfadiazine dengan perawatan dua kali perhari.

f. Perawatan luka bakar derajat II terinfeksi tanpa menggunakan apapun adalah perawatan luka bakar derajat II terinfeksi tanpa menggunakan bahan apapun dalam proses perawatannya dengan perawatan dua kali perhari.

g. Lama penyembuhan luka bakar derajat II terinfeksi adalah lamanya penyembuhan luka bakar mulai dari waktu pemberian terapi sampai terjadinya penyembuhan yang dihitung dalam hitungan hari selama 21 hari.

h. Luka sembuh adalalah kondisi luka dengan kriteria hilangnya pus, munculnya granulasi, terangkatnya jaringan nekrosis, munculnya skar dan hilangnya skar.

Bahan dan Instrumen Penelitian Pembuatan Luka bakar Derajat II Alat dan Bahan pembuatan luka bakar:

a. Pisau cukur dan gagangnya b. Marmut c. Penggaris d. Sarung tangan steril e. Bengkok f. Kom Steril g. Perlak h. Besi aluminium dengan

diameter 2 cm i. Pemanas api j. Jas Lab k. Gunting Plester l. Pinset anatomis m. Obat anastesi lidokain n. Obat analgesic antalgin o. Aquadest p. Spuit + jarum q. Kassa steril r. Alkohol s. Arloji

Cara kerja a. Tentukan terlebih dahulu

daerah yang akan dibuat luka bakar

b. Hilangkan bulu dengan mencukur sesuai dengan luas area luka bakar yang diinginkan

Page 7: Efektivitas Perawatan Menggunakan Madu Nektar Flora Dibandingkan Dengan Silver Sulfadiazine Terhadap Penyembuhan Luka Bakar Derajat II Terinfeksi Pada Marmut

c. Pasang perlak dan alasnya di bawah marmut yang akan dibuat luka bakar

d. Cuci tangan e. Pakai sarung tangan f. Lakukan pemberian antalgin

per oral dengan dosis 0.2 mg

g. Lakukan anestesi pada area kulit yang akan dibuat luka bakar dengan dosis 0,2 cc lidokain dalam 2 cc aquadest

h. Panaskan besi alumunium pada api panas yang sudah disiapkan selama 13 menit

i. Tempelkan besi pada kulit marmut yang telah disiapkan dengan menggunakan korentang selama 7 detik

j. Tunggu sampai terbentuk bula ( 30 detik )

k. Lepas sarung tangan l. Rapikan alat dan cuci

tangan Rawat Luka

Alat dan bahan a. Sarung tangan 2 pasang b. Bak instrumen kecil 1 buah c. Pinset anatomis 2 buah d. Kom steril 2 buah e. Kasa steril f. Bengkok g. Perlak dan alasnya h. Plester i. Gunting Plester j. Madu Nektar Flora k. Cream Silver Sulfadiazine l. Korentang dan tempatnya m. Tas plastik pembuang

sampah Cara kerja

a. Cuci tangan b. Tempatkan perlak yang

dilapisi kain di bawah luka yang akan dirawat

c. Atur posisi marmut untuk mempermudah tindakan

d. Dekatkan bengkok dan plastik

e. Pakai sarung tangan steril f. Siapkan kasa g. Olesi bagian luka yang telah

terinfeksi dengan kasa yang telah dibasahi dengan Madu Nektar Flora setebal 2 mm hingga menutup seluruh permukaan luka untuk kelompok perlakuan Madu Nektar Flora .

h. Olesi bagian luka yang telah terinfeksi dengan menggunakan Silver Sulfadiazine untuk kelompok perlakuan dengan Silver Sulfadiazine setebal 2 mm hingga menutup seluruh permukaan luka untuk kelompok perlakuan Silver Sulfadiazine .

i. Tutup lukadengan kasa steril

j. Untuk kelompok kontrol balutan tanpa diberikan apapun.

k. Fiksasi kasa dengan plester l. Lepas sarung tangan dan

buang di plastik m. Cuci tangan

Pembersihan luka Untuk pembersihan luka dalam perawatan yang dilakukan 2 kali perhari, sebelum diberikan madu nektar flora atau silver sulfadiazine maka luka terlebih dahulu dibersihkan dengan menggunakan air aquades, setelah itu baru dilakukan proses perawatan sesuai dengan prosedur perawatannya. Alat dan bahan Penilaian Luka Sembuh Lembar penilaian Luka (terlampir ) Prosedur Penelitian Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini digunakan teknik observasi eksperimen, dimana sampel dibagi

Page 8: Efektivitas Perawatan Menggunakan Madu Nektar Flora Dibandingkan Dengan Silver Sulfadiazine Terhadap Penyembuhan Luka Bakar Derajat II Terinfeksi Pada Marmut

menjadi 3 kelompok kemudian dilakukan pengamatan setiap hari untuk melihat tanda – tanda penyembuhan secara macros. Pengamatan ini dilakukan mulai awal perlakuan mulai pemberian terapi sampai hari terakhir penyembuhan untuk mengetahui perubahannya dengan batas waktu penelitian selama 21 hari. Prosedur Pengambilan Data

Pengambilan data dilakukan setiap hari dalam jam dan waktu yang sama ketika perawatan luka . Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan kerangka kerja. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini digunakan metode single blind untuk mengurangi hasil pengamatan yang bias yang diberikan pelatihan terlebih dahulu.

Pretest Postest Control Group Design

18 sampel marmut Random (Simple random sampling) Analisa Data

Dari hasil penelitian didapatkan data lama penyembuhan

dari luka bakar derajat II yang terinfeksi. Untuk menilai tingkat kemaknaan dan menguji hipotesa

Luka Sembuh

Group A Kelompok Perlakuan dengan Madu

Group B Kelompok Perlakuan dengan Silver Sulfadiazine

Group C Kelompok Kontrol

Penilaian awal setelah luka terinfeksi

Perlakuan ( X ) Perlakuan ( X ) Tanpa Perlakuan

Penilaian Proses Penyembuhan Luka Bakar Derajat II yang

terinfeksi ( single blind )

Keterangan : Group A : Madu Group B : Silver Sulfadiazine Group C : Kontrol

Page 9: Efektivitas Perawatan Menggunakan Madu Nektar Flora Dibandingkan Dengan Silver Sulfadiazine Terhadap Penyembuhan Luka Bakar Derajat II Terinfeksi Pada Marmut

digunakan uji dengan Parametric Test yaitu ONE WAY ANOVA (Sugiyono,2003).

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA Hasil Penelitian

Penelitian dengan judul “Efektivitas Perawatan Menggunakan Madu Nektar Flora Dibandingkan Dengan Silver Sulfadiazine Terhadap Perawatan Luka Bakar Derajat II Terinfeksi Pada Marmut ” dilaksanakan pada tanggal 19 Agustus sampai 9 September 2006. Besar sampel dalam penelitian ini berjumlah 18 sampel marmut . Dari 18 sampel

marmut tersebut kemudian dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok perlakuan. Kelompok 1 adalah kelompok marmut yang diberikan perawatan 2 kali sehari dengan menggunakan madu nektar flora , kelompok 2 adalah kelompok marmut yang yang diberikan perawatan 2 kali sehari dengan menggunakan krim silver sulfadiazine, dan kelompok 3 adalah kelompok kontrol tanpa menggunakan bahan apapun dalam proses perawatannya. Perawatan luka dilakukan setiap hari dalam waktu yang sama sesuai dengan perlakuan yang diberikan.

Tabel 5.1.1 Rata – rata Lamanya Proses Penyembuhan Luka Bakar Derajat II Terinfeksi

Kriteria Kontrol (x ± SD)

madu nektar flora

(x ± SD)

SSD (x ± SD)

P – Value

Lama Sembuh

19,17± 1,72440* 9,67±2,25093** 10±1,26491** > 0,05

Hilangnya Pus

3,5±1,22474** 2,67±1,36626** 2,83±0,98319** < 0,05

Munculnya Granulasi

13,83±4,83391* 3±0,63246** 4,17±2,04124** > 0,05

Pengang-katan Jaringan Nekrosis

18,33±2,56255* 10,5±3,50714** 9,67±3,44480** > 0,05

Munculnya skar

19,17±1,72440* 9,67±2,25093** 10±1,26491** > 0,05

Hilangnya Skar

++ 12,83±1,47196* 15,67±1,86190** > 0,05

42

Keterangan : * - ** = ada beda, signifikan ** - ** = ada beda, tidak signifikan + + = tidak hilang

Hasil Pengamatan Lamanya Penyembuhan Luka Bakar Derajat II Terinfeksi Hasil penilaian kesembuhan luka bakar derajat II terinfeksi dari masing - masing kelompok dilihat

pada mulainya fase maturasi pada proses penyembuhan luka. Berdasarkan tabel hasil penelitian, hasil dari penilaian lama penyembuhan luka bakar derajat II yang terinfeksi yang diberi perawatan dengan menggunakan

Page 10: Efektivitas Perawatan Menggunakan Madu Nektar Flora Dibandingkan Dengan Silver Sulfadiazine Terhadap Penyembuhan Luka Bakar Derajat II Terinfeksi Pada Marmut

madu nektar flora menunjukkan rata – rata lama sembuh yaitu 9,67. Untuk kelompok silver sulfadiazine menunjukkan rata – rata lama sembuh yaitu 10. Rata – rata lama sembuh pada kelompok kontrol yaitu 19,17. Berdasarkan data ini dapat dikatakan bahwa kelompok madu nektar flora menunjukkan rata – rata lama sembuh lebih cepat dibandingkan dengan kelompok silver sulfadiazine dan kelompok kontrol. Hasil Pengamatan Kriteria Penyembuhan Luka

Dari observasi yang dilakukan selama penelitian terhadap tanda – tanda kesembuhan luka bakar derajat II yang terinfeksi yang meliputi kondisi kulit, warna luka,hilangnya pus, terjadinya granulasi, pengangkatan jaringan nekrosis, munculnya skar dan hilangnya skar menunjukkan bahwa untuk kriteria kondisi kulit, pada kelompok perlakuan madu nektar flora tampak kondisi kulit yang lembab sejak hari pertama pemberian perlakuan, begitu pula dengan kelompok silver sulfadiazine. Sedangkan pada kelompok kontrol kondisi kulit dominan kering mulai hari – hari awal pemberian perlakuan.

Warna luka yang berbeda juga terjadi pada ketiga kelompok perlakuan. Untuk kelompok madu nektar flora dan silver sulfadiazine bervariasi dari merah segar, merah pucat, coklat / hitam dan warna kulit normal. Sedangkan pada kelompok kontrol dominan dengan warna luka coklat / hitam.

a. Hilangnya Pus Warna pus pada masing –

masing kelompok berwarna kuning sampai kuning kehijauan. Sedangkan dari data rata – rata hilangnya pus dari hasil penelitian dapat dikatakan bahwa perawatan

luka bakar derajat II terinfeksi dengan madu nektar flora lebih cepat dalam menghilangkan pus.

b. Granulasi. Munculnya granulasi pada

proses penyembuhan luka ditandai dengan adanya warna merah segar pada luka. Dari data rata – rata munculnya granulasi pada hasil penelitian menunjukkan bahwa perawatan luka bakar derajat II terinfeksi dengan menggunakan madu nektar flora menunjukkan rata – rata terjadinya granulasi yang lebih ccepat.

c. Nekrosis Pengangkatan jaringan

nekrosis pada kelompok madu nektar flora, silver sulfadiazine dan kontrol dari hasil penelitian dapat dikatakan bahwa perawatan luka bakar derajat II terinfeksi dengan silver sulfadiazine menunjukkan rata – rata pengangkatan jaringan nekrosis yang lebih cepat.

d. Skar Dari data hasil penelitian

dapat dikatakan bahwa perawatan luka bakar derajat II terinfeksi dengan madu nektar flora menunjukkan rata – rata munculnya skar yang lebih cepat, begitu pula dengan kecepatan hilangnya skar. Analisa Data Untuk menguji dan mengetahui perbedaan efektivitas perawatan luka bakar derajat II terinfeksi dengan madu nektar flora dan silver sulfadiazine dalam mempercepat proses penyembuhan dilakukan uji dengan One Way Anova. Tujuan analisa ragam tersebut ingin mengetahui apakah secara rata-rata perlakuan dengan madu nektar flora memberikan hasil yang berbeda dibandingkan dengan silver sulfadiazine. Berikut ini disajikan hasil analisa data pada 3 kelompok perlakuan.

Page 11: Efektivitas Perawatan Menggunakan Madu Nektar Flora Dibandingkan Dengan Silver Sulfadiazine Terhadap Penyembuhan Luka Bakar Derajat II Terinfeksi Pada Marmut

Uji Normalitas Data Untuk pengujian kenormalan data memakai metode analitik Kolmogrov Smirnov dengan selang kepercayaan 95% karena metode ini dianggap lebih objektif daripada metode deskriptif lainnya (Dahlan,2004). Dari hasil pengujian normalitas data pada kelompok perlakuan madu nektar flora, silver sulfadiazine dan kontrol didapatkan bahwa P- Value lebih daripada α (0,05) dengan kata lain terima Ho, artinya data menyebar normal. Uji Galat Percobaan saling bebas Pada uji galat percobaan saling bebas menunjukkan bahwa data – data dari masing – masing kelompok perlakuan setelah dimasukkan dalam uji tersebut tidak membentuk model yang jelas. Maka dapat dikatakan bahwa data – data dari masing – masing kelompok tidak saling bergantungan atau tidak saling mempengaruhi antara satu dengan yang lain sehingga data yang didapatkan bisa dikatakan memenuhi uji galat percobaan saling bebas. One Way ANOVA SPSS Hasil penelitian dianalisa dengan one way Anova SPSS ver 11 for window dengan selang kepercayaan 95 % atau taraf kesalahan 5 %. Uji One Way Anova Terhadap Lamanya Proses Penyembuhan Dari Analisa 18 data lamanya proses penyembuhan luka bakar derajat II diperoleh F hitung sebesar 54,308. Untuk menguji hipotesis dapat dibandingkan dengan tabel, dengan df1= 2 dan df2=15 dengan taraf kesalahan yang diambil adalah 0,05. Maka harga F tabel sebesar 3,68. Ketentuan yang digunakan yaitu apabila F hitung lebih besar dari F tabel, maka Ha diterima dan Ho ditolak. Jadi F Hitung =54,308 >

F Tabel = 3,68, dengan demikian Ha diterima. Jadi terdapat perbedaan yang signifikan perawatan luka bakar derajat II terinfeksi dengan menggunakan madu nektar flora ,silver sulfadiazine dan kontrol dalam mempercepat proses penyembuhan. Uji One Way Anova Terhadap Kriteria Penyembuhan Luka Untuk dapat mengetahui keefektifan madu nektar flora dan silver sulfadiazine dalam mempercepat proses penyembuhan kemudian dilakukan uji One Way Anova (terlampir) terhadap parameter penilaian luka sembuh yaitu hilangnya pus, munculnya granulasi, terjadinya pengangkatan jaringan nekrosis munculnya skar dan hilangnya skar.

Dari Analisa terhadap masing – masing kriteria penyembuhan luka didapatkan untuk hilangnya pus F hitung hilangnya pus sebesar 0,808, F hitung untuk terjadinya granulasi 22,786, F hitung untuk hilangnya jaringan nekrosis sebesar 14,981 dan F hitung untuk munculnya skar sebesar 54,215. Untuk menguji hipotesis dapat dibandingkan dengan tabel, dengan df1= 2 dan df2=15 dengan taraf kesalahan yang diambil adalah 0,05. Maka harga F tabel sebesar 3,68. Ketentuan yang digunakan yaitu apabila F hitung lebih besar dari F tabel, maka Ha diterima dan Ho ditolak.

Untuk F Hitung hilangnya pus sebesar 0,808 sehingga F Hitung hilangnya pus < F Tabel = 3,68, dengan demikian Ha ditolak. Jadi tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada kriteria hilangnya pus pada perawatan luka bakar derajat II terinfeksi dengan menggunakan madu nektar flora , silver sulfadiazine dan kontrol dalam mempercepat proses penyembuhan. Untuk F Hitung terjadinya granulasi sebesar 22,786 sehingga F Hitung

Page 12: Efektivitas Perawatan Menggunakan Madu Nektar Flora Dibandingkan Dengan Silver Sulfadiazine Terhadap Penyembuhan Luka Bakar Derajat II Terinfeksi Pada Marmut

terjadinya granulasi > F Tabel = 3,68,dengan demikian Ha diterima. Jadi terdapat perbedaan yang signifikan pada kriteria munculnya granulasi pada perawatan luka bakar derajat II terinfeksi dengan menggunakan madu nektar flora ,silver sulfadiazine dan kontrol dalam mempercepat proses penyembuhan.

Untuk F Hitung pengangkatan atau hilangnya jaringan nekrosis sebesar 14,891 sehingga F Hitung pengangkatan jaringan nekrosis > F Tabel = 3,68,dengan demikian Ha diterima. Jadi terdapat perbedaan yang signifikan pada kriteria pengangkatan jaringan nekrosis pada perawatan luka bakar derajat II terinfeksi dengan menggunakan madu nektar flora , silver sulfadiazine dan kontrol dalam mempercepat proses penyembuhan.

Untuk F Hitung munculnya skar sebesar 54,215 sehingga F Hitung hilangnya pus > F Tabel = 3,68,dengan demikian Ha diterima. Jadi terdapat perbedaan yang signifikan pada kriteria munculnya skar pada perawatan luka bakar derajat II terinfeksi dengan menggunakan madu nektar flora Nektar Flora, silver sulfadiazine dan kontrol dalam mempercepat proses penyembuhan

Sedangkan untuk kriteria hilangnya skar tidak bisa dilakukan dengan uji anova karena hilangnya skar hanya terjadi pada 2 variabel, yaitu kelompok madu nektar flora Nektar Flora dan silver sulfadiazine. Uji BNT (Beda Nyata Terkecil)/LSD(Least Sigificance Difference) Setelah diketahui data rata – rata masing masing perlakuan , maka untuk mengetahui perlakan mana yang memiliki rata – rata sama atau berbeda dalam mempercepat proses penyembuhan luka bakar

derajat II terinfeksi digunakan uji BNT. Uji BNT Terhadap Lamanya Proses Penyembuhan. Dari hasil uji BNT yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa rata – rata lama sembuh pada perlakuan dengan menggunakan madu nektar flora atau silver sulfadiazine tidak berbeda nyata dengan kelompok silver sulfadiazine atau madu nektar flora tetapi berbeda nyata dengan kelompok kontrol. Uji BNT terhadap Kriteria Penyembuhan Luka Untuk mengetahui perlakuan mana yang lebih efektif dalam mempercepat tanda – tanda kesembuhan selama waktu pengamatan yang ditentukan, kemudian dilakukan uji terhadap parameter penilaian luka sembuh yaitu hilangnya pus, terjadinya granulasi, pengangkatan jaringan nekrosis, timbulnya skar dan hilangnya skar. a. Hilangnya Pus Rata – rata hilangnya pus pada kelompok madu nektar flora, silver sulfadiazine maupun kelompok kontrol tidak berbeda nyata terhadap masing – masing kelompok. Jadi efektivitas madu nektar flora, silver sulfadiazine dan tanpa pemberian apapun sama dalam mempercepat hilangnya pus. b.Terjadinya Granulasi Rata – rata terjadinya granulasi pada kelompok madu nektar flora tidak berbeda nyata dengan kelompok silver sulfadiazine, sedangkan kelompok madu nektar flora dan silver sulfadiazine berbeda nyata dengan kelompok kontrol. c. Pengangkatan Jaringan Nekrosis Rata – rata terjadinya pengangkatan jaringan nekrosis pada kelompok madu nektar flora

Page 13: Efektivitas Perawatan Menggunakan Madu Nektar Flora Dibandingkan Dengan Silver Sulfadiazine Terhadap Penyembuhan Luka Bakar Derajat II Terinfeksi Pada Marmut

tidak berbeda nyata dengan kelompok silver sulfadiazine tetapi keduanya berbeda nyata dengan kelompok kontrol. Jadi madu nektar flora dan silver sulfadiazine memiliki efektifitas yang sama dalam mempercepat pengangkatan jaringan nekrosis. d. Munculnya Skar Rata – rata timbulnya skar pada kelompok madu nektar flora tidak berbeda nyata dengan kelompok silver sulfadiazine tetapi keduanya berbeda nyata dengan kelompok kontrol. Jadi madu nektar flora dan silver sulfadiazine memiliki efektifitas yang sama dalam mempercepat timbulnya skar. e.Hilangnya Skar Rata – rata hilangnya skar pada kelompok madu nektar flora berbeda nyata dengan kelompok silver sulfadiazine. Dengan demikian madu nektar flora lebih efektif dalam menghilangkan skar dibandingkan dengan silver sulfadiazine. PEMBAHASAN Penelitian telah dilakukan untuk mengetahui apakah madu nektar flora lebih efektif terhadap perawatan luka bakar derajat II terinfeksi dibandingkan dengan silver sulfadiazine dalam mempercepat proses penyembuhan. Dalam penelitian ini digunakan madu karena dari berbagai tinjauan pustaka madu memiliki berbagai kelebihan, diantaranya adalah madu dapat menghentikan pertumbuhan semua jenis mikroba,merangsang aktivitas faktor imun, berperan dalam debridemen dan merangsang pertumbuhan jaringan (Molan,1998). Sebagai bahan pembanding digunakan krim silver sulfadiazine atau yang lebih dikenal dengan silvadene atau burnazin dalam

mempercepat proses penyembuhan luka bakar derajat II terinfeksi. Proses Penyembuhan Luka Hasil penelitian didapatkan lama penyembuhan luka bakar derajat II dengan kriteria penyembuhan luka yaitu kondisi kulit, warna luka, hilangnya pus, munculnya granulasi,munculnya skar, pengangkatan jaringan nekrosis dan hilangnya skar.

Pada pengamatan didapatkan bahwa terdapat perbedaan kondisi kulit antara madu, Silver sulfadiazine dan kontrol. Kelembaban madu lebih bertahan lama secara berurutan mulai dari kelompok madu ke Silver sulfadiazine sedangkan pada kontrol luka dominan kering. Hal ini disebabkan pada madu dan silver sulfadiazine lebih terjaga kelembabannya disamping karena bahan – bahan tersebut berfungsi untuk melembabkan daerah permukaan luka. Perawatan dengan kasa tertutup juga semakin mendukung kondisi ini. Pada silver sulfadiazine, kondisi kulit kering dan muncul skar setelah terjadi pengangkatan jaringan nekrosis meski menggunakan balutan tertutup karena sifat preparat silver yang mampu menembus eschar (Moenadjat,2003)

Warna luka pada kelompok perlakuan madu dominan merah segar dan terjadi penyembuhan sempurna dengan hasil observasi kembalinya kondisi kulit menjadi normal seperti semula sedangkan pada silver sulfadiazine,sampai akhir penyembuhan tidak semua kondisi kulit bisa seperti sebelumnya dan masih ada jaringan parut yang berwarna hitam. Untuk kelompok kontrol, warna hitam pada luka adalah akibat jaringan nekrosis yang sulit untuk terangkat karena kondisi kulit yang sangat kering sehingga

Page 14: Efektivitas Perawatan Menggunakan Madu Nektar Flora Dibandingkan Dengan Silver Sulfadiazine Terhadap Penyembuhan Luka Bakar Derajat II Terinfeksi Pada Marmut

menyulitkan untuk proses pengangkatan jaringan (Morison,2004). Pengaruh Madu Nektar Flora dan silver sulfadiazine Terhadap Proses Infeksi

Pengamatan makroskopis pada tahap ini meliputi karakteristik pus yang menunjukkan tanda infeksi.

Berdasarkan hasil penghitungan secara statistik dengan one way anova perawatan dengan madu nektar flora, silver sulfadiazine dan kontrol didapatkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada kriteria hilangnya pus (F Hitung hilangnya pus = 0,808 dan F Tabel= 3,68), akan tetapi secara rata – rata, madu nektar flora lebih cepat menghilangkan pus dibandingkan dengan silver sulfadiazine dan kontrol.

Rata – rata hilangnya pus yang lebih cepat didapat oleh madu nektar flora yang ditunjukkan dengan rata – rata hilangnya pus paling cepat (2,67) dibandingkan dengan kelompok silver sulfadiazine (2,83) dan kelompok kontrol (3,5). Hal ini menunjukkan efek madu yang lebih bakterisid daripada silver sulfadiazine. Larutan dengan osmolaritas yang tinggi seperti madu nektar flora dapat menghambat pertumbuhan mikroba, hal ini dikarenakan molekul gula yang terkandung di madu akan mengikat molekul air yang ada di sekitarnya (Molan,1999). Sehingga bakteri tidak mempunyai air yang cukup untuk mendukung proses tumbuh kembangnya (Molan,1998). Kemampuan tersebut juga termasuk dalam salah satu cara kerja madu nektar flora sebagai anti mikroba.

Kondisi pus tidak berbeda

nyata pada 3 kelompok perlakuan antara madu, silver sulfadiazine dan kontrol. Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor jenis balutan tertutup yang digunakan yang ternyata efektif untuk pengendalian infeksi (Smeltzer,2002)

Madu memiliki sifat asam dengan PH sekitar 3,2-4,5 yang dapat menghambat pertumbuhan kuman karena PH optimum

pertumbuhan kuman adalah 7,2 – 7,4(Soewedo,1980). Madu juga memiliki efek anti bakteri yang berasal dari kandungan peroksida (Wilix et al.,1992). Walaupun jumlah peroksida ini sedikit, namun sudah berfungsi sebagai anti bakteri. Tingkat osmolaritas yang tinggi membuat madu dapat menghentikan semua jenis mikroba. Glukosa yang terkandung dalam madu berperan terhadap makrofag untuk pembentukan energi pada proses glikolisis serta untuk menghasilkan hidrogen peroksida (Molan,1998).

Kemampuan silver sulfadiazine dalam menghambat pertumbuhan bakteri didapatkan dari kandungan sulfonamid yang bekerja sebagai anti metabolit yang mengsir PABA secara kompetitif yang dibutuhkan oleh sintesa asam folat bakteri. Hal inilah yang menyebabkan silver sulfadiazine lebih bersifat bakteriostatik karena kekurangan PABA tidak akan mematikan bakteri (Haake,et al,1990). Efek anti bakteri ini juga didapatkan dari preparat silver (Ag+) yang terkandung dalam silver sulfadiazine. Ag+ dilepaskan secara perlahan – lahan sampai mencapai kadar toksik yang selektif untuk mikroba. Ag+ hanya sedikit diserap tetapi sulfadiazine dapat mencapai kadar terapi bila permukaan yang diolesi cukup luas (Gan, 1987)

Page 15: Efektivitas Perawatan Menggunakan Madu Nektar Flora Dibandingkan Dengan Silver Sulfadiazine Terhadap Penyembuhan Luka Bakar Derajat II Terinfeksi Pada Marmut

Pengaruh Madu Nektar Flora dan Silver sulfadiazine Terhadap Fase Penyembuhan Luka Fase Proliferatif Pengamatan makroskopis pada fase ini meliputi adanya warna merah terang yang menunjukkan adanya granulasi.

Berdasarkan uji statistik dengan one way anova terdapat perbedaan yang signifikan antara perawatan dengan madu, silver sulfadiazine dan kontrol dalam mempercepat munculnya granulasi (F Hitung granulasi= 22,786, F tabel = 3,68 ). Dari uji BNT yang dilakukan, efektifitas madu nektar flora tidak berbeda nyata secara statistik dalam mempercepat munculnya granulasi dibandingkan dengan silver sulfadiazine, tetapi berbeda nyata dengan kontrol. Meskipun demikian rata – rata kecepatan timbulnya granulasi madu merupakan yang paling cepat dibandingkan dengan silver sulfadiazine dan kontrol.

Madu megandung vitamin C yang berguna untuk sintesis kolagen. Mineral berguna untuk memberi ketahanan terhadap penyakit, menjaga kesehatan dan memberikan vitalitas serta berinteraksi dengan vitamin dalam mendukung fungsi tubuh. Asam amino berguna untuk pertumbuhan dan perbaikan (Molan,2002). Adanya enzim katalase juga dapat membantu proliferatif dalam membentuk jaringan granulasi . madu nektar flora memberikan keuntungan pada proses granulasi dan epitelisasi jaringan dengan memberikan suasana yang lembab di sekitar luka serta mempunyai efek stimulator pada angiogenesis pada pertumbuhan granulasi jaringan dan sel epitel (Willix Dj,1999). Kelompok kontrol lebih sulit untuk mencapai granulasi dengan cepat karena

rangsanagn serabut kolagen yang lebih lambat akibat tidak adanya terapi apapun.

Efek preparat silver terhadap luka dijelaskan menurut pemeriksaan histopatologik sebagai suatu zat yang mengurangi proses inflamasi permukaan luka; mengurangi efek negatif dari metalloproteinase (MMP). MMP ini mengikat Zn untuk aktifitasnya, sementara Zn dibutuhkan untuk proses penyembuhan jaringan. Dengan diprosuksinya MMP proses penyembuhan mengalami gangguan. Preparat silver akan meningkatkan kadar kalsium di permukaan luka, sehingga memungkinkan terjadinya proses re – epitelisasi ( Moenadjat,2003).

Fase Destruktif Pengamatan makroskopis

pada fase ini meliputi pengangkatan jaringan nekrosis selama proses penyembuhan.

Berdasarkan uji statistik dengan one way anova terdapat perbedaan yang signifikan antara perawatan dengan madu, silver sulfadiazine dan kontrol dalam mempercepat mempercepat pengangkatan jaringan nekrosis ( F Hitung pengangkatan jaringan nekrosis = 14,891, F tabel = 3,68 ). Dari uji BNT yang dilakukan, efektifitas madu nektar flora tidak berbeda nyata secara statistik dalam mempercepat pengangkatan jaringan nekrosis dibandingkan dengan silver sulfadiazine, tetapi berbeda nyata dengan kontrol.

Dari data rata – rata penyembuhan luka pada pengangkatan jaringan nekrosis ternyata silver sulfadiazine lebih cepat dibandingkan dengan madu. Hal ini dikarenakan kelebihan dari preparat silver yang mampu mengengkat jaringan nekrosis (Moenadjat,2003). Madu hanya

Page 16: Efektivitas Perawatan Menggunakan Madu Nektar Flora Dibandingkan Dengan Silver Sulfadiazine Terhadap Penyembuhan Luka Bakar Derajat II Terinfeksi Pada Marmut

membasahi jaringan sekitar luka dan nekrosis tapi tidak baik dalam mengangkat. Sifat hipertonis yang dapat menyerap jaringan nekrotik menjadikan luka lebih mudah dibersihkan tanpa menimbulkan rasa nyeri pada saat debridemen luka (Wilix,1998). Sedangkan pada kelompok kontrol, pengangkatan jaringan nekrosis sangat sulit dilakukan karena kondisi kulit yang sangat kering dan kelembaban yang tidak terjaga(Morison,2004) Fase Maturasi Munculnya Skar

Berdasarkan uji statistik dengan one way anova terdapat perbedaan yang signifikan antara perawatan dengan madu, silver sulfadiazine dan kontrol dalam mempercepat timbulnya skar ( F Hitung granulasi= 54,215, F tabel = 3,68 ). Dari uji BNT yang dilakukan, efektifitas madu nektar flora tidak berbeda nyata secara statistik dalam mempercepat munculnya skar dibandingkan dengan silver sulfadiazine, tetapi berbeda nyata dengan kontrol. Namun dari data rata – rata munculnya skar, madu masih yang paling cepat jika dibanding dengan silver sulfadiazine dan kontrol. Madu megandung vitamin C yang berguna untuk sintesis kolagen. Asam amino berguna untuk pertumbuhan dan perbaikan. Mineral berguna untuk memberi ketahanan terhadap penyakit, menjaga kesehatan dan memberikan vitalitas serta berinteraksi dengan vitamin dalam mendukung fungsi tubuh (Molan,2002). Preparat silver akan meningkatkan kadar kalsium di permukaan luka sehingga memungkinkan terjadinya proses re – epitelisasi ( Moenadjat,2003).

Hilangnya Skar Berdasarkan hasil penelitian,

terdapat perbedaan rata – rata hilangnya skar pada kelompok madu nektar flora dan Silver sulfadiazine. Kemampuan dalam menghilangkan skar antara madu nektar flora lebih cepat jika dibandingkan dengan silver sulfadiazine.

Selain kelebihan khasiat asam amino yang dimiliki madu, kelembaban madu akan menjaga permukaan jaringan dan kandungan nutrisi dalam madu akan membantu dalam proses pembentukan jaringan untuk penyembuhan yang lebih sempurna. Secara teori, kelebihan dari silver sulfadiazine adalah dapat menembus eschar dan lebih mudah melepaskan eschar (Moenadjat,2003), tetapi pada penelitian ini hasilnya tidak lebih baik daripada madu. Tindakan Keperawatan

Pada pengamatan fase penyembuhan luka pada penelitian ini didapat data ada karakter luka sembuh yang berbeda antara kelompok madu, silver sulfadiazine dan kontrol.

Perawatan luka yang dilakukan pada penelitian ini meliputi pembersihan luka dan debridemen, pengolesan preparat (madu atau silver sulfadiazine ) dan pembalutan. Pembersihan luka dan debridemen dilakukan sehari sekali pada daerah luka. Tindakan debridemen lebih sering dilakukan apabila eskar sudah mulai memisahkan diri dari jaringan viabel di bawahnya (Smeltzer,2002).

Penggantian balutan dilakukan setiap hari selama proses perawatan. Dalam penelitian ini dipakai 2 kasa steril dan kemudian di plester. Balutan dalam yang kotor dilepas dan dibuang dengan mengikuti prosedur yang ditetapkan untuk membuang bahan – bahan

Page 17: Efektivitas Perawatan Menggunakan Madu Nektar Flora Dibandingkan Dengan Silver Sulfadiazine Terhadap Penyembuhan Luka Bakar Derajat II Terinfeksi Pada Marmut

terkontaminasi. Balutan atau kasa yang menempel pada luka dilepas dengan sebelumnya dibasahi dengan aquades untuk menghindari rasa sakit. Peneliti sengaja menghindari pemakaian cairan normal salin untuk menghindari terjadinya bias pada masing – masing perlakuan. Kemudian luka dibersihkan dan didebridemen untuk membersihkan debris, preparat topikal yang tersisa , eksudat dan kulit yang mati. Debridemen dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan jaringan yang terkontaminasi oleh bakteri dan benda asing, sehingga pasien terlindungi terhadap kemungkinan invasi bakteri, menghilangkan jaringan yang sudah mati atau eskar dalam persiapan bagi graft dan kesembuhan luka ( Smeltzer,2002).

Perawatan luka bakar secara tertutup belum menjamin terbebas dari infeksi dibuktikan dengan masih adanya pus pada kelompok perlakuan baik dengan madu, silver sulfadiazine maupun kontrol setelah masa pemberian terapi. Akan tetapi, data yang menunjukkan tidak signifikannya antara kelompok madu nektar flora, silver sulfadiazine dan kontrol dalam kriteria hilangnya pus menunjukkan bahwa asuhan keperawatan yang dilakukan dengan prosedur perawatan luka tertutup memegang peranan penting dalam penelitian ini.

Pembersihan jaringan nekrotik adalah penting dalam proses perawatan karena daerah nekrotik dalam beberapa keadaan dapat menjadi fokus infeksi, merupakan medium pembiakan yang baik sekali bagi pertumbuhan organisme tertentu yang kemudian dapat menyebar ke jaringan lain dalam tubuh. Jika daerah yang nekrotik tidak dibuang atau dihancurkan, maka biasanya daerah

itu akan ditutup dengan kapsula jaringan penghubung fibrosa dan akhirnya akan diisi dengan garam – garam kalsium yang diendapkan dari darah yang bersirkulasi di daerah nekrosis. Proses kalsifikasi ini mengakibatkan daerah nekrosis mengeras seperti batu dan menetap selama hidup individu itu (Price.,et al, 1995).

Perawatan 2 kali per hari lebih cepat dalam mempercepat proses penyembuhan karena balutan lebih tetap terjaga kelembabannya sehingga terhindar dari resiko infeksi, disamping itu dapat mengurangi resiko cidera selama mengganti balutan (Dongoes,2000).

Dari proses perawatan yang dilakukan pada ketiga sampel tersebut didapatkan bahwa madu memiliki kemampuan menghilangkan skar paling cepat dibandingkan dengan silver sulfadiazine. Dengan semakin tidak adanya skar yang tertinggal maka kemungkinan untuk terjadinya jaringan keloid atau jaringan parut akan semakin kecil. Hal ini berkaitan dengan asuhan keperawatan komprehensif yang diberikan manakala terjadi luka bakar adalah penting untuk pencegahan kecacatan ( Hudak dan Gallo,1996 ). Secara makroskopis, tekstur kulit madu dibandingkan dengan silver sulfadiazine dan kontrol lebih halus dan tidak meninggalkan bekas apapun pada masa akhir penyembuhan luka, hal ini menunjukkan bahwa perawatan luka dengan madu lebih menunjang penyembuhan luka secara sempurna sehingga dapat meminimalisir efek timbulnya jaringan keloid setelah luka sembuh.

Kelebihan perawatan dengan madu juga terdapat pada percepatan terjadinya granulasi pada luka.

Page 18: Efektivitas Perawatan Menggunakan Madu Nektar Flora Dibandingkan Dengan Silver Sulfadiazine Terhadap Penyembuhan Luka Bakar Derajat II Terinfeksi Pada Marmut

Dengan semakin cepatnya granulasi maka diharapkan proses penyembuhan akan semakin cepat dan ini akan membantu meringankan beban perawatan bagi pasien dan keluarga apabila kasus seperti ini dialami oleh masyarakat. Dengan demikian maka peneliti tetap menekankan untuk memakai madu nektar flora untuk perawatan luka bakar derajat II terinfeksi karena efek samping yang ditimbulkan pun lebih sedikit. PENUTUP Kesimpulan

1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa madu nektar flora mampu mempercepat penyembuhan luka bakar derajat II terinfeksi dibandingkan dengan kelompok silver sulfadiazine dan kontrol. Tetapi hasil uji BNT yang dilakukan telah memberi kesimpulan bahwa efektifitas penyembuhan luka antara kelompok yang menggunakan madu nektar flora dengan kelompok silver sulfadiazine adalah sama.

2. Rata – rata kecepatan proses penyembuhan pada kelopok madu nektar flora = 9,67 hari; kelompok silver sulfadiazine = 10 hari; kelompok kontrol = 19,17 hari.

3. Keefektifan madu nektar flora dibandingkan dengan silver sulfadiazine dipandang dari kemampuannya untuk menghilangkan pus, mempercepat granulasi, pengangkatan jaringan nekrosis,mempercepat timbulnya skar dan penghilangan skar.

4. Efektivitas madu nektar flora dibandingkan dengan silver sulfadiazine sama pada kriteria penghilangan pus,

mempercepat granulasi, pengangkatan jaringan nekrosis dan mempercepat timbulnya skar tapi terbukti lebih efektif dibandingkan dengan silver sulfadiazine dalam menghilangkan skar.

Saran 1. Untuk asuhan keperawatan

luka bakar derajat II sebaiknya menggunakan madu nektar flora daripada menggunakan silver sulfadiazine meskipun efektivitasnya sama tetapi silver sulfadiazine tetap mempunyai efek negatif yang lebih banyak yang masih perlu dipertimbangkan dalam pemakaiannya, selain hal tersebut, kemampuan madu yang lebih cepat dalam proses penyembuhan luka bakar derajat II terinfeksi dapat mengurangi beban biaya perawatan bagi pasien.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang perubahan yang terjadi secara mikroskopis pada proses penyembuhan luka bakar derajat II terinfeksi.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai variasi dan komposisi dosis terhadap madu nektar flora dalam mempercepat penyembuhan luka bakar derajat II terinfeksi.

4. Perlu dilakukan penelitian dengan madu jenis yang lain terhadap proses penyembuhan luka bakar derajat II terinfeksi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonymous. Madu Sebagai Obat,(online), http//www.geocities.com/sum

Page 19: Efektivitas Perawatan Menggunakan Madu Nektar Flora Dibandingkan Dengan Silver Sulfadiazine Terhadap Penyembuhan Luka Bakar Derajat II Terinfeksi Pada Marmut

bawa bee honey/halamanutama.htl, diakses 12 Juni 2005

2. Anonymous. Manfaat/khasiat Madu, Bee Pollen dan Royal Jelly,(online), www.pramuka.or.id/manfaat.htm, diakses 11 Mei 2005

3. Anonymous.Silver Sulfadiazine,(online), www.rxlist.com/cgi/generic3/silversulfa.od.htm, diakses 12 Juni 2005

4. Anonymous.2003. Safety (MSDS) Data for Siver Sulfadiazine,(online), http//www/nlm.nih.gov/medlineplus, diakses 12 Juni 2005

5. Carpenter,James.2002.Composition of Honey. University of Hawaii of Hilo.USA

6. Cavanagh, D,et al. 1997.Radical Operation for Carcinoma of The Vulva. A New Aproach to Wound Healing.Journal of Obstetric and Ginecology of The British Commenwealth,(online),http//www.worldwidewounds.com, diakses 10 Mei 2005

7. Chapman and Hall.1991.Therapy for the Burn Patient.Edisi 1. Leveridge.London

8. Colier,Mark.2004.Recognition and Management of Wound Infections,(online), http//www.worldwidewounds.com, diakses 15 Desember 2005

9. Dahlan,Sopiyudin.2004.Statistika Untuk Kedokteran dan Kesehatan.Arkans.Jakarta

10. Dongoes,Moorhouse,Geissler.2000.Rencana Asuhan Keperawatan, Monica Ester,Yasmin Asih (Penterjemah).2000.EGC.Jakarta

11. Dudley.1992.Ilmu Bedah Gawat Darurat.Edisi 1.UGM Press.Yogyakarta

12. Effendi,Christantie.1999.Perawatan Pasien Luka Bakar.EGC.Jakarta

13. Free,JB.1982.Bees And Mandlind.Alden Press Oxford.London

14. Gan,Sulistia.1987.Farmakologi dan Terapi.Edisi 3.Balai Penerbit FKUI.Jakarta

15. Haake,Manfred, Walter Schunk,Klaus Mayer.1990.Senyawa Obat; Buku Pelajaran Kimia Farmasi,Dr.Joke R Watimena dan dr.Sriewoelan Soebito (Penterjemah).1990.Gadjah Mada University Press.Yogyakarta

16. Hadiwiyoto,S,Ir.1986.Mengenal hasil Tawon Madu. PT Pradnya Paramita. Yogyakarta

17. Heritage,John.2003. Wound and other soft tissue infections. (online).www.worldwidewound.htm,diakses 15 desember 2005

18. Hudak dan Gallo.1996.Keperawatan Kritis.Vol 2.EGC.Jakarta

19. Kumar,Robin.1995.Patologi 1.EGC.Jakarta

Page 20: Efektivitas Perawatan Menggunakan Madu Nektar Flora Dibandingkan Dengan Silver Sulfadiazine Terhadap Penyembuhan Luka Bakar Derajat II Terinfeksi Pada Marmut

20. Marzoeki,Djohansjah.1991.Pengelolaan Luka Bakar.Airlangga University Press.Surabaya

21. Moenadjat,Yefta.2002.Kedaruratan Bedah dan Non Bedah.Balai Penerbit FKUI.Jakarta

22. Moenadjat,Yefta.2003.Luka Bakar: Pengetahuan Klinik Praktis.Edisi 2.balai Penerbit FKUI.Jakarta

23. Molan,PC.2002.Departement of Biological Sciences.University of Waikato,Hamilton,New Zealand.Honey As The Management of Infection,(online),http//www.medscape.com, diakses 10 Mei 2005

24. Molan,PC.2002.Feature : Re Introducing Honey in the Management of Wound and Ulcers:Theory and Practice, (online),www.worldwidewounds.com/2002/november/molan/honey-in-management-wound, diakses 10 Mei 2005

25. Morison,Moya J.2004.Manajemen Luka, Tyasmono AF (Penterjemah).2004.EGC.Jakarta

26. Namias,Nicholas.Evidence for The Antimicrobial Properties of Honey,(online),www.medscape.com,diakses 10 Mei 2005

27. Oswari.2000.Bedah dan Perawatannya.Balai Penerbit FKUI.Jakarta

28. Petri,William A,Jr.2001. The Pharmalogical basic of Therapeutics; A textbook of Pharmacology Toxicology and Therapeutics for Physhicians and medical Students Goodman and Gilman.Chapter 44.Mc Graw Hill.North America

29. Price,Sylvia A, Lorraine M Wilson.1995.Patofisiologi:Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit,Peter Anugerah (Penterjemah).1994.EGC.Jakarta

30. Samatan,Yuke Eka.2002.Efek Madu Sebagai Antimikroba terhadap Pseudomonas Aeruginosa Secara In Vitro. Tidak diterbitkan,Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya,Malang

31. Sjamsuhidajat ,Wim de Jong.1997.Buku Ajar Ilmu Bedah.EGC.Jakarta

32. Smeltzer,Bare..2002.Keperawatan Medikal Bedah Brunner and Suddarth. Vol 3,Agung Waluyo,et al (Penterjemah).2001.Edisi 8.EGC.Jakarta

33. Soewedo.1980.Pedoman Pemeliharaan Tawon Madu. PT Pradnya Paramita. Jakarta

34. Subrahmanyam.1994.Depart

ement of Surgery,Dr.V.M.Medical College,Solapur,Moharasthra India.Honey Dressing for Burns_an Appraisal,(online)http//www.medbc.com/annals/review/vol

Page 21: Efektivitas Perawatan Menggunakan Madu Nektar Flora Dibandingkan Dengan Silver Sulfadiazine Terhadap Penyembuhan Luka Bakar Derajat II Terinfeksi Pada Marmut

9/ num 1/text/vol9n1p33.htm, diakses 10 Mei 2005

35. Sudigdo,Sofyan J.1995.Dasar–dasar Metodologi Penelitian Klinis.Bina Aksara.Jakarta

36. Tim Metodologi FK Unibraw.2004.Pedoman Penulisan Tugas Akhir.FKUB.Malang

37. Wilix,et al.1998.A comparison of The Sensitivity of Wound-Infecting species of Bacteria to The Antibacterial Activity of Manuka Honey and Other Honey.Journal of Aplied

Bacteriology, (online),http//www.worldwidewounds.com, diakses 10 Mei 2005

38. Wilson dan

Gisvold.1982.Buku Teks Komia Farmasi dan Medisinal Organik.Edisi VIII,Drs.Achmad Musthafa Fatah (Penterjemah).1982.JB Lippincot Company. Philadelphia

39. Winarno,Dr.F.G.1982.Madu:Teknologi, Khasiat dan Analisa. Ghalia Indonesia. Jakarta Timur