bab 2 tinjauan pustaka 2.1. hemostasis 2.1.1....

14
6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hemostasis 2.1.1. Pengertian Hemostasis berasal dari kata haima (darah) dan stasis (berhenti), merupakan proses yang amat kompleks, berlangsung secara terus menerus dalam mencegah kehilangan darah secara spontan, serta menghentikan perdarahan akibat kerusakan sistem pembuluh darah. Proses yang terjadi secara lokal berfungsi untuk menutup kebocoran pembuluh darah, membatasi kehilangan darah yang berlebihan, dan memberi kesempatan untuk perbaikan pembuluh darah (Suharti, 2009). Hemostasis merupakan proses pembentukan bekuan pada dinding pembuluh darah yang rusak dan mencegah kehilangan darah disamping mempertahankan darah dalam keadaan cair dalam sistem vaskular (Barrett et al., 2012). Mekanisme yang terjadi dalam upaya mengurangi kehilangan darah adalah spasme pembuluh darah (vascular spasm), pembentukan sumbat trombosit (platelet plug formation), dan pembekuan darah atau koagulasi (Tortora dan Derrickson, 2011). 2.1.2. Spasme Pembuluh Darah Otot polos sirkuler yang tersusun pada dinding pembuluh darah akan berkontraksi dengan segera setelah terjadi kerusakan pada pembuluh darah arteri, yang disebut vascular spasm. Mekanisme ini akan mengurangi kehilangan darah selama beberapa menit sampai jam sehingga mekanisme hemostatik lain terjadi. Spasme ini terjadi mungkin karena kerusakan pada otot polos, disebabkan oleh zat atau substansi yang dilepaskan dari trombosit teraktivasi ( activated platelets) dan refleks dari reseptor nyeri (Tortora dan Derrickson, 2011). Universitas Sumatera Utara

Upload: doanquynh

Post on 19-Aug-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hemostasis

2.1.1. Pengertian

Hemostasis berasal dari kata haima (darah) dan stasis (berhenti), merupakan

proses yang amat kompleks, berlangsung secara terus menerus dalam mencegah

kehilangan darah secara spontan, serta menghentikan perdarahan akibat kerusakan

sistem pembuluh darah. Proses yang terjadi secara lokal berfungsi untuk menutup

kebocoran pembuluh darah, membatasi kehilangan darah yang berlebihan, dan

memberi kesempatan untuk perbaikan pembuluh darah (Suharti, 2009).

Hemostasis merupakan proses pembentukan bekuan pada dinding pembuluh

darah yang rusak dan mencegah kehilangan darah disamping mempertahankan darah

dalam keadaan cair dalam sistem vaskular (Barrett et al., 2012). Mekanisme yang

terjadi dalam upaya mengurangi kehilangan darah adalah spasme pembuluh darah

(vascular spasm), pembentukan sumbat trombosit (platelet plug formation), dan

pembekuan darah atau koagulasi (Tortora dan Derrickson, 2011).

2.1.2. Spasme Pembuluh Darah

Otot polos sirkuler yang tersusun pada dinding pembuluh darah akan

berkontraksi dengan segera setelah terjadi kerusakan pada pembuluh darah arteri,

yang disebut vascular spasm. Mekanisme ini akan mengurangi kehilangan darah

selama beberapa menit sampai jam sehingga mekanisme hemostatik lain terjadi.

Spasme ini terjadi mungkin karena kerusakan pada otot polos, disebabkan oleh zat

atau substansi yang dilepaskan dari trombosit teraktivasi (activated platelets) dan

refleks dari reseptor nyeri (Tortora dan Derrickson, 2011).

Universitas Sumatera Utara

7

2.1.3. Pembentukan Sumbat (plug) Trombosit

2.1.3.1. Platelet/ Trombosit

Trombosit adalah suatu sel berbentuk cakram (disc-shaped), sangat kecil

(diameternya 1-5µm), yang beredar dalam darah pada konsentrasi 200,000-

400,000/µL, dengan umur rata-rata 7-10 hari. Trombosit berasal dari megakariosit,

polyploidal hematopoietic cells yang terdapat di sumsum tulang. Pengatur utama

dalam pembentukan trombosit adalah hormon thrombopoietin (TPO) yang diproduksi

oleh hepar dan ginjal (Longo et al., 2012). Trombosit mengandung butiran berisi

bahan kimia yang sekali dilepaskan akan memicu terjadi pembekuan darah (Tortora

dan Derrickson, 2011). Secara ultrastruktur, trombosit terdiri atas zona perifer, zona

sol-gel dan zona organela (Suharti, 2009).

2.1.3.2. Adhesi Trombosit

Bila terjadi kerusakan pada sel endotel, trombosit akan menempel dan hampir

menutupi kolagen pada subendotel yang terpapar. Hal ini memicu terjadinya reaksi

kimia yang mengaktifkan trombosit (Howland dan Mycek, 2006).

2.1.3.3. Aktivasi Trombosit

Reseptor pada permukaan trombosit yang terlekat diaktifkan oleh kolagen dari

jaringan ikat yang mendasari. Hal ini menyebabkan terjadi perubahan morfologi di

dalam trombosit, dan terjadi pelepasan mediator kimia dari vesikel trombosit

(Howland dan Mycek, 2006). Fase ini disebut reaksi pelepasan dari trombosit. ADP

yang dilepaskan dan tromboksan A2 memainkan peran utama dengan mengaktifkan

trombosit yang terdekat. Serotonin dan tromboksan A2 berfungsi sebagai

vasokonstriktor, menyebabkan dan mempertahankan kontraksi otot polos pembuluh

darah, yang menurunkan aliran darah pada bagian pembuluh yang rusak (Tortora dan

Derrickson, 2011).

Universitas Sumatera Utara

8

2.1.3.4. Agregasi Trombosit

Pelepasan ADP menyebabkan trombosit lain di sekitarnya lengket, dan sifat

lengket pada trombosit yang baru diaktifkan ini menyebabkan terjadinya penempelan

pada trombosit yang telah aktif sebelumnya. Pertemuan trombosit ini disebut sebagai

agregasi trombosit. Akhirnya, akumulasi dan perlengketan sejumlah besar trombosit

akan membentuk suatu massa yang disebut platelet plug. Sumbat trombosit sangat

efektif dalam mencegah kehilangan darah dalam pembuluh darah yang kecil. Sumbat

trombosit akan menjadi sangat ketat ketika diperkuat oleh fibrin yang terbentuk

selama proses pembekuan (Tortora dan Derrickson, 2011).

Universitas Sumatera Utara

9

Gambar 2.1. Pembentukan Sumbat Trombosit (Tortora dan Derrickson, 2011).

Universitas Sumatera Utara

10

2.1.4. Pembekuan Darah (Koagulasi)

Pembekuan adalah kaskade kompleks dari reaksi enzimatik di mana setiap

faktor pembekuan mengaktifkan molekul dalam urutan tetap. Pada akhirnya,

sejumlah besar produk yaitu fibrin terbentuk. Dua jalur, disebut jalur ekstrinsik dan

jalur intrinsik akan memicu terjadi pembentukan enzim protrombinase. Enzim ini

akan mengubah protrombin menjadi trombin di common pathway. Akhirnya, enzim

trombin akan mengubah fibrinogen menjadi fibrin yang membentuk bekuan (Tortora

dan Derrickson, 2011).

Tabel 2.1. Faktor Koagulasi

Sumber: (Tortora dan Derrickson, 2011).

Universitas Sumatera Utara

11

Gambar 2.2. Kaskade Pembekuan Darah (Tortora dan Derrickson, 2011).

Universitas Sumatera Utara

12

2.1.5. Sistem Fibrinolisis

Sistem fibrinolisis berfungsi menghancurkan bekuan fibrin (Suharti, 2009).

Plasminogen diubah menjadi plasmin oleh activator plasminogen di jaringan. Plasmin

membatasi perkembangan bekuan dan melarutkan jaringan fibrin untuk penyembuhan

luka (Howland dan Mycek, 2006). Pada umumnya proses penyembuhan berlangsung

dalam waktu 14 hari (Tambunan, 2009).

2.2. Trombosis

Trombosis adalah proses pembentukan trombus atau adanya trombus dalam

pembuluh darah atau ruang jantung (Tambunan, 2009). Trombosis merupakan

pembentukan sumbat hemostatik yang patologis dalam pembuluh darah yang tidak

terjadi perdarahan (Rang et al., 2012). Trombosis dapat terjadi pada arteri dan vena.

Trombosis pada arteri disebut trombus putih karena komposisinya selain fibrin

didominasi oleh trombosit (Tambunan, 2009). Trombus tersebut biasanya

berhubungan dengan aterosklerosis dan dapat mengganggu aliran darah sehingga

menyebabkan iskemia atau kematian jaringan (Rang et al., 2012). Trombus pada vena

disebut trombus merah karena komposisinya selain fibrin didominasi oleh sel darah

merah (Tambunan, 2009).

Trombosis terjadi bila ada gangguan keseimbangan antara yang merangsang

trombosis dan yang mencegah trombosis. Faktor merangsang atau faktor risiko

trombosis pada arteri adalah endotel pembuluh darah yang tidak utuh, trombosit yang

teraktivasi, defisiensi antipembekuan, klirens faktor pembekuan aktif berkurang,

sistem fibrinolisis berkurang, dan stagnasi. Trombosis pada arteri serebral akan

mengakibatkan Transient ischemic attack (TIA) atau strok iskemik. Trombosis pada

arteri koroner mengakibatkan angina pektoris atau infark miokard. Trombosis pada

arteri perifer akan menyebabkan klaudikasio intermiten atau nekrosis/gangren

(Tambunan, 2009).

Universitas Sumatera Utara

13

Trombus vena biasanya dimulai di vena betis yang kemudian meluas sampai

vena proksimal. Trombus biasanya dibentuk pada daerah aliran darah yang lambat

atau yang terganggu. Stasis merupakan predisposisi trombosis karena mencegah

faktor koagulasi aktif dilarutkan oleh darah yang tidak aktif, mencegah klirens faktor

koagulasi aktif, dan mencegah bercampurnya faktor koagulasi aktif dengan

penghambatnya (Tambunan, 2009).

2.3. Aspirin

2.3.1. Definisi

Acetylsalicylic acid, atau dikenal sebagai aspirin merupakan obat golongan

antitrombosit yang dapat menghambat agregasi trombosit sehingga menyebabkan

terhambatnya pembentukan trombus yang terutama sering ditemukan pada sistem

arteri (Rosmiati dan Gan, 1995).

2.3.2. Mekanisme Kerja

Aspirin menghambat sintesis tromboksan A2 (TXA2) di dalam trombosit dan

prostasiklin (PGI2) di pembuluh darah dengan menghambat secara ireversibel enzim

siklo-oksigenase (akan tetapi siklo-oksigenase dapat dibentuk kembali oleh sel

endotel). Sebagai akibatnya terjadi pengurangan agregasi trombosit (Rosmiati dan

Gan, 1995). Trombosit tidak dapat mensintesis protein karena tidak mempunyai inti

sel, sehingga setelah pemberian aspirin, sintesis TXA2 tidak terjadi sampai trombosit

yang berkenaan diganti dalam tujuh hingga sepuluh hari (Rang et al., 2012).

2.3.3. Farmakokinetik

Aspirin diserap dari lambung dan usus kecil. Aspirin memiliki sifat kelarutan

air yang rendah yang merupakan faktor pembatas dalam penyerapan. Aspirin dapat

deasetilasi dengan cepat di dinding usus, hati, plasma, dan jaringan lain untuk

melepaskan asam salisilat yang merupakan bentuk aktif. Aspirin terikat pada protein

Universitas Sumatera Utara

14

plasma sekitar 80% dan memiliki volume distribusi sebesar 0.17 L/kg. Aspirin secara

perlahan memasuki otak, tetapi bebas melintasi plasenta. Kedua aspirin dan asam

salisilat terkonjugasi dalam hati dengan membentuk salicyluric acid dan glucuronic

acid. Beberapa metabolit kecil lainnya juga diproduksi. Metabolit tersebut diekskresi

melalui filtrasi glomerulus serta sekresi tubular. Biasanya, hanya 1/10 diekskresikan

sebagai asam salisilat bebas, tapi dapat ditingkatkan dengan alkalinisasi. Waktu paruh

aspirin adalah 15-20 menit. Namun, proses metabolisme menjadi jenuh selama

rentang terapeutik; waktu paruh obat dengan dosis antiinflamasi mugkin sekitar

delapan sampai dua belas jam sedangkan selama keracunan mungkin sampai 30 jam.

Dengan demikian, proses eliminasi tergantung pada dosisnya (Tripathi, 2008).

2.3.4. Efek Samping

Efek samping aspirin misalnya rasa tidak enak di perut, mual, dan perdarahan

saluran cerna biasanya dapat dihindarkan bila dosis per hari tidak lebih dari 325 mg.

Penggunaan bersama antasid atau antagonist H2 dapat mengurangi efek tersebut. Obat

ini dapat mengganggu hemostasis pada tindakan operasi dan bila diberikan bersama

heparin atau antikoagulan oral dapat meningkatkan risiko perdarahan (Rosmiati dan

Gan, 1995). Efek samping aspirin, terutama pada saluran pencernaan, yang

bagaimanapun, jelas berhubungan dengan dosis, sehingga dosis rendah (sering 75 mg

sekali sehari) biasanya dianjurkan untuk tromboprofilaksis. Thromboprophylaxis

disediakan untuk orang yang berisiko tinggi menderita penyakit kardiovaskular (Rang

et al., 2012).

Universitas Sumatera Utara

15

Gambar 2.3. Tempat Aksi Obat Antiplatelet (Rang et al., 2012).

Universitas Sumatera Utara

16

2.4. Propolis

2.4.1. Definisi

Propolis adalah hasil campuran dari lilin lebah dan resin yang dikumpulkan

oleh lebah madu dari tanaman, khususnya dari bunga dan kuncup daun. Air liur dan

sekresi lain dari lebah dicampur berserta dengan lilin dalam proses pengumpulan dan

pemodelan resin. Resin ini digunakan oleh lebah untuk melapisi bagian dalam rongga

sarang. Komposisi propolis tergantung pada jenis tanaman yang didatangi oleh lebah

(Krell, 1996).

2.4.2. Karakteristik Propolis

Propolis merupakan hasil produk lebah resin dengan penampilan fisik yang

bervariasi, tergantung pada beberapa faktor. Warna propolis bervariasi dari kuning,

hijau, sampai coklat gelap (Salatino et al., 2005). Propolis bersifat lembut, lentur, dan

sangat lengket pada suhu 250-45

0 C. Propolis akan menjadi keras dan rapuh di bawah

suhu 150 C. Sementara di atas suhu 45

0 C propolis semakin lengket dan akan menjadi

cair pada suhu 600

sampai 700

C. Pelarut yang paling umum digunakan untuk

ekstraksi komersial adalah etanol, glikol dan air (Krell, 1996).

2.4.3. Kandungan Propolis

Komposisi propolis sangat kompleks dan lebih dari 300 senyawa telah

diidentifikasi. Komposisinya bervariasi dan tergantung pada musim dan vegetasi di

daerah di mana propolis dikumpulkan (Castro, 2001). Propolis terdiri dari resin

(50%), lilin (30%), minyak esensial (10%), pollen (5%), dan senyawa organik lain

(5%) (Gomez-Caravaca et al., 2006). Polyphenols, termasuk flavonoid, phenolic

acids dan ester merupakan molekul aktif yang utama dalam propolis (Havsteen,

2002). Caffeic Acid Phenethyl Ester (CAPE) adalah komponen aktif propolis yang

diperoleh dari sarang lebah madu (Chen et al., 2007).

Universitas Sumatera Utara

17

2.4.4. Pengaruh Propolis terhadap Agregasi Trombosit

Agregasi trombosit merupakan penyumbang utama pada proses aterosklerosis.

Komponen propolis telah menunjukkan efek yang penting pada agregasi trombosit.

CAPE (15 dan 25 µM) ternyata menghambat agregasi trombosit yang dirangsang

oleh kolagen. CAPE yang terlibat dalam beberapa jalur penghambatan agregasi

trombosit menjadi kontributor penting untuk aktivitas antiplatelet dalam propolis

(Chen et al., 2007). Penelitian yang telah dilakukan oleh Ivashchenko et al. pada

tahun 2014 juga telah membuktikan bahwa propolis efektif dalam mengurangi fungsi

agregasi trombosit.

2.5. Madu

2.5.1. Definisi

Madu adalah bahan manis alami yang dihasilkan oleh lebah madu, Apis

melifera yang berasal dari nektar bunga atau sekresi dari tanaman. Lebah madu

mengumpulkan nektar atau sekresi, mengubahnya dengan kombinasi dari zat-zat

lebah sendiri, dan menyimpannya dalam sarang lebah untuk menjadi matang (Codex

Stan 12-1981).

2.5.2. Jenis-jenis Madu

Madu dapat diklasifikasikan dalam beberapa kategori berdasarkan asal nektar.

Pertama, blossom honey (madu flora) yang diperoleh dari nektar bunga. Kedua,

honeydew honey (madu embun) yang dihasilkan oleh lebah setelah mengumpulkan

“honeydew”(cairan hasil sekresi serangga dari genus Rhynchota). Ketiga, madu

monofloral yang berasal dari satu jenis nektar atau didominasi oleh satu nektar.

Keempat, madu multifloral yang berasal dari beberapa jenis tanaman (Alvarez-Suarez

et al., 2014).

Universitas Sumatera Utara

18

2.5.3. Karakteristik Madu

Madu merupakan cairan yang kental. Viskositas madu tergantung pada jenis

dan komposisi zat terutamanya kadar air yang terkandung dalam madu.

Higroskopisitas adalah salah satu sifat madu yang menggambarkan kemampuan

madu untuk menyerap dan menahan kelembaban dari lingkungan. Madu dengan

kadar air sebanyak 18,8% atau kurang akan menyerap kelembaban dari udara pada

kelembaban relatif di atas 60%. Warna madu bervariasi dari yang tidak berwarna ke

kuning gelap atau hitam tergantung pada jumlah partikel seperti serbuk sari (Olaitan

et al., 2007). Madu memiliki tegangan permukaan rendah sehingga menjadi pelembab

yang sangat baik dalam produk kosmetik. Tegangan permukaan bervariasi dengan

asal madu dan mungkin karena zat koloidnya. Viskositas yang tinggi dan tegangan

permukaan yang rendah bertanggung jawab untuk karakteristik berbusa pada madu.

Madu memiliki kapasitas menyerap panas yang bervariasi dari 0,56-0,73 kal/g/0C

sesuai dengan komposisi dan keadaan kristalisasi (Krell, 1996).

2.5.4. Kandungan Madu

Madu alami mengandung lebih kurang 200 zat termasuk asam amino, vitamin,

mineral, dan enzim (saccharase, amylase, catalase, glucose oxidase), tetapi gula dan

air adalah kandungan utamanya (Eteraf-Oskouei dan Najafi, 2013). Madu terdiri dari

95-99% gula, termasuk fruktosa dan glukosa yang mewakili sebanyak 85-95% dari

totalnya. Madu juga mengandung disakarida (sukrosa dan maltosa) dan beberapa

trisakarida serta oligosakarida dalam jumlah yang kecil. Komponen kedua yang

paling penting dalam madu adalah air (Krell, 1996). Madu mengandung beberapa

enzim, termasuk amylase, α-Glucosidase, glucose oxidase, dan catalase. Kandungan

minor pada madu adalah asam amino, mineral, vitamin, dan polyphenols (Apigenin,

Quercetin, CAPE) (Bogdanov et al., 2008).

Universitas Sumatera Utara

19

2.5.5. Pengaruh Madu terhadap Agregasi Trombosit

Madu ternyata mempunyai efek kardioprotektif, termasuk antitrombotik,

vasodilator, mempertahankan peran homeostasis pembuluh darah, menghambat

oksidasi LDL dan sebagainya. Oleh karena itu, madu berperan penting dalam

mengobati penyakit jantung (Farooqui et al., 2014).

Madu mengandung flavonoid, termasuk hesperetin yang berfungsi sebagai

antiagregasi platelet. Hesperetin bekerja dengan menghambat fosforilasi fosfolipase

γ2 dan mengganggu aktivitas COX-1 (Jin, 2007). Dalam studi lain, peneliti telah

menganalisis aktivitas antiagregasi terhadap 30 jenis flavonoid. Flavonoid yang

paling berpotensi dalam aktivitas antiagregasi adalah 3,6-dihydroxyflavone

(0.119µM) dan syringetin (O-methylated flavonol) (Bojic et al., 2011). Penelitian

yang dilakukan oleh Ahmed et al. pada tahun 2011 terbukti madu mempunyai efek

antiagregasi platelet.

Universitas Sumatera Utara